referat pneumonia nosokomial
DESCRIPTION
tugasTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu pengetahuan dan penelitian tentang mikrobiologi meningkat pesat 3 dekade
terakhir dan sedikit demi sedikit resiko infeksi dapat dicegah,tetapi semakin meningkatnya
pasien pasien dengan penyakit immunocompromised,bakteri yang resisten antibiotik,super
infeksi virus dan jamur,dan prosedur invasif masih menyebabkan infeksi nosokomial
menimbulkan kematian sebanyak 88.000 kasus setiap tahunnya. Selama 10-20 tahun
belakangan ini telah banyak perkembangan yang telah dibuat untuk mencari masalah utama
terhadap meningkatnya angka kejadian infeksi nosokomial di banyak negara,dan dibeberapa
negara, kondisinya justru sangat memprihatinkan. Keadaan ini justru memperlama waktu
perawatan dan perubahan pengobatan dengan obat-obatan mahal,serta penggunaan jasa di
luar rumah sakit.salah satu jenis infeksi nosokomial adalah infesi nosokomial saluran nafas
bawah menempati urutan ke 2 setelah infeksi saluran kemih, yaitu sebanyak 13,18% atau 6-
10 episode per 1000 perawatan di RS. Salah satunya adalah pneumonia nosokomial atau
hospital aquired pneumonia (HAP) . Pneumonia nosokomial di ICU lebih sering daripada
nosokomial di ruangan umum,yaitu pada hampir 25% dari semua infeksi di ICU dan 90%
terjadi pada saat ventilasi mekanik.
Pneumonia nosokomial atau hospital acquired pneumonia (HAP) adalah pneumonia
yang didapat di rumah sakit menduduki peringkat ke-2 sebagai infeksi nosokomial di
Amerika Serikat, hal ini berhubungan dengan peningkatan angka kesakitan, kematian dan
biaya perawatan di rumah sakit. Pneumonia nosokomial terjadi 5-10 kasus per 1000 pasien
yang masuk ke rumah sakit dan menjadi lebih tinggi 6-20x pada pasien yang memakai alat
bantu napas mekanik. (6)
Angka kematian pada pneumonia nosokomial 20-50%. Angka kematian ini meningkat
pada pneumonia yang disebabkan P.aeruginosa atau yang mengalami bakteremia sekunder.
Angka kematian pasien pada pneumonia yang dirawat di istalansi perawatan intensif (IPI)
meningkat 3-10x dibandingkan dengan pasien tanpa pneumonia. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa lama perawatan meningkat 2-3x dibandingkan pasien tanpa pneumonia,
hal ini tentu akan meningkatkan biaya perawatan di rumah sakit. Di Amerika Serikat
dilaporkan bahwa lama perawatan bertambah rata-rata 7-9 hari.(6)
Page | 1
Angka kejadian pneumonia nosokomial di Jepang adalah 5 – 10 per 1000 kasus yang
dirawat. Lebih kurang 10% pasien yang dirawat di IPI akan berkembang menjadi pneumonia
dan angka kejadian pneumonia nosokomial pada pasien yang menggunakan alat bantu napas
meningkat sebesar 20 – 30%. Angka kejadian dan angka kematian pada umumnya lebih
tinggi di rumah sakit yang besar dibandingkan dengan rumah sakit yang kecil.(11)
Page | 2
BAB II
PEMBAHASAN
DEFINISI
Infeksi Nosokomial (Nosocomial Infections atau Hospital-Acquired Infections)
adalah suatu infeksi yang diperoleh/dialami pasien selama dia dirawat di rumah sakit dan
infeksi itu tidak ditemukan/diderita pada saat pasien masuk rumah sakit
Infeksi Nosokomial sangat nyata merupakan penyebab kesakitan dan kematian.
Infeksi nosokomial dapat terjadi oleh karena tindakan instrumenisasi ataupun intervensi pada
saat dirawat di rumah sakit, misalnya pemasangan kateter, infus, tindakan-tindakan operatif
lainnya.
Infeksi oportunistik terjadi pada penderita yang mengalami immuno compromise
yang dirawat di rumah sakit, infeksi biasa berasal dari luar dan dari dalam penderita sendiri
yang disebabkan oleh kerusakan barier mukosa.
Infeksi nosokomial transmisi berasal dari dokter, perawat dan pelayan medik yang
lain bisa berasal dari tangan yang tidak steril, infeksi dari makanan, minuman atau ventilasi,
kateter dan alat endoscope ataupun tindakan invasif yang lain.
Infeksi Nosokomial mempunyai angka kejadian 2 – 12% (rata-rata 5%) dari semua
penderita yang dirawat di rumah sakit. Angka kematian 1-2 % dari semua kasus yang dirawat
di rumah sakit di USA 1,5 juta pertahun dan meninggal 15.000 orang.(6)
Organisasi utama yang menyebabkan infeksi nosokomial meliputi Pseudomonas
aeruginosa (13%), Staphylococcus aereus (12%), staphylococcus koagulase-negatif (10%),
Candida (10%), enterococci (9%), dan enterobacter (8%). Di negara berkembang angka
kejadian infeksi Nosokomial belum bayak diketahui dengan pasti (Siregar, 2004).
Pneumonia adalah keradangan parenkim paru dimana asinus terisi dnegan cairan
radang,dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam
interstisium,menyebabkan sekumpulan gejala dan tanda khas biasanya dengan gambaran
infiltrat sampai konsolidasi pada foto rontgen dada. Gejala/tanda tersebut antara
lain,demam,sesak nafas,batuk dengan dahak purulen kadang disertai darah dan nyeri dada.
Pneumonia nosokomial (HAP) adalah pneumonia yang terjadi setelah pasien 48 jam
dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua infeksi yang terjadi sebelum masuk rumah
Page | 3
sakit. Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah pneumonia yang terjadi lebih dari 48
jam setelah pemasangan intubasi endotrakeal.
ETIOLOGI
Patogen penyebab pneumonia nosokomial berbeda dengan pneumonia komuniti.
Pneumonia nosokomial dapat disebabkan oleh kuman bukan multi drug resistance (MDR)
misalnya S.pneumoniae, H. Influenzae, Methicillin Sensitive Staphylococcus aureus (MSSA)
dan kuman MDR misalnya Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Klebsiella
pneumoniae, Acinetobacter spp dan Gram positif seperti Methicillin Resistance
Staphylococcus aureus (MRSA). Pneumonia nosokomial yang disebabkan jamur, kuman
anaerob dan virus jarang terjadi.
Patogen Faktor resiko
Staphylococcus aureus
Methicillin resisten S. aureus
Koma, cedera kepala, influenza, pemakaian
obat IV, DM gagal jantung
Ps. Aeruginosa Perrnah dapat antibiotik, ventilator > 2 hari
Lama dirawat di ICU, terapi
steroid/antibiotik
Kelaian struktur paru (bronkiestasis, kistik,
fibrosis), malnutrisi
Anaerob Aspirasi, selesai operasi abdomen
Achinobacter spp. Antibiotik sebelum onset pneumonia dan
ventilasi mekanik
Tabel 1. Etiologi dan faktor resiko pneumonia
Angka kejadian sebenarnya dari pneumonia nosokomial di Indonesia tidak diketahui
disebabkan antara lain data nasional tidak ada dan data yang ada hanya berasal dari beberapa
rumah sakit swasta dan pemerintah serta angkanya sangat bervariasi. Data dari RS
Persahabatan dan RS Dr. Soetomo hanya menunjukkan pola kuman yang ditemukan di ruang
Page | 4
rawat intensif. Data ini belum dapat dikatakan sebagai infeksi nosokomial karena waktu
diagnosis dibuat tidak dilakukan foto toraks pada saat pasien masuk ruang rawat intensif.
Bahan pemeriksaan untuk menentukan bakteri penyebab dapat diambil dari dahak, darah,
cara invasif misalnya bilasan bronkus, sikatan bronkus, biopsi aspirasi transtorakal dan biopsi
aspirasi transtrakea.
Pola kuman yang didapat dari sputum pasien di ruang rawat intensif RS Persahabatan
tahun 2004 (18)
Nama kuman Jumlah PersenKlebsiellaPseudomonasAcinetobacterKlebsiella sppPsedomonas sppAcinetobacter sppStaphylococcus auresusE.coliPseudomonas aeruginosaStreptococcus sppEnterobacter spp
40 24,5437 22.6921 12.8818 11.0410 6.1310 6.139 5.529 5.525 3.063 1.841 0.61
Pola kuman yang didapat dari sputum pasien di ruang rawat intensif RS Dr. Soetomo tahun
2002 (18)
Nama mikroba Jumlah Persen
Pseudomonas aeruginosaKlebsiella sppPseudomonas sppEscherichia coliEnterobacter aerogenesStaphylococcus aureusCandida
20 8 5 3 2 2 1
48.7819.5112.27.324.894.892.44
Jumlah 41
KLASIFIKASI PNEUMONIA NOSOKOMIAL
- Hospital-acquired pneumonia (HAP)
Pneumonia yang terjadi < 48 jam setelah dirawat di RS
Page | 5
- Ventilator-associated pneumonia (VAP)
Pneumonia yang terjadi setelah 48-72 jam atau lebih setelah intubasi tracheal
- Healthcare-associated Pneumonia (HCAP)
1. Telah dirawat 2 hari atau lebih dalam waktu 90 hari dari proses infeksi
2. Tinggal di rumah perawatan (nursing home, atau long-term care facility)
3. Mendapat AB intravena, kemoteapi, atau perawatan luka dalam waktu 30 hari
proses infeksi
4. Datang ke RS atau klinik hemodialisa
FAKTOR RESIKO
Faktor risiko pada pneumonia dibagi menjadi 2 bagian:
1. Faktor yang berhubungan dengan daya tahan tubuh
Penyakit kronik (misalnya penyakit jantung, PPOK, diabetes, alkoholisme, azotemia),
perawatan di rumah sakit yang lama, koma, pemakaian obat tidur, perokok, intubasi
endotrakeal, malnutrisi, umur lanjut, pengobatan steroid, pengobatan antibiotik, waktu
operasi yang lama, sepsis, syok hemoragik, infeksi berat di luar paru dan cidera paru akut
(acute lung injury) serta bronkiektasis
2. Faktor eksogen adalah :
a. Pembedahan :
Besar risiko kejadian pneumonia nosokomial tergantung pada jenis pembedahan, yaitu
torakotomi (40%), operasi abdomen atas (17%) dan operasi abdomen bawah (5%).
b. Penggunaan antibiotik :
Antibiotik dapat memfasilitasi kejadian kolonisasi, terutama antibiotik yang aktif terhadap
Streptococcus di orofaring dan bakteri anaerob di saluran pencernaan. Sebagai contoh,
pemberian antibiotik golongan penisilin mempengaruhi flora normal di orofaring dan saluran
pencernaan. Sebagaimana diketahui Streptococcus merupakan flora normal di orofaring
melepaskan bacterocins yang menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif. Pemberian
penisilin dosis tinggi akan menurunkan sejumlah bakteri gram positif dan meningkatkan
kolonisasi bakteri gram negatif di orofaring.
Page | 6
c Peralatan terapi pernapasan Kontaminasi pada peralatan ini, terutama oleh bakteri
pseudomonas aeruginosa dan bakteri gram negatif lainnya sering terjadi.
d. Pemasangan pipa/selang nasogastrik, pemberian antasid dan alimentasi enteral Pada
individu sehat, jarang dijumpai bakteri gram negatif di lambung karena asam lambung
dengan pH < 3 mampu dengan cepat membunuh bakteri yang tertelan. Pemberian antasid /
penyekat H2 yang mempertahankan pH > 4 menyebabkan peningkatan kolonisasi bakteri
gram negatif aerobik di lambung, sedangkan larutan enteral mempunyai pH netral 6,4 - 7,0.
e. Lingkungan rumah sakit
• Petugas rumah sakit yang mencuci tangan tidak sesuai dengan prosedur
• Penatalaksanaan dan pemakaiaan alat-alat yang tidak sesuai prosedur, seperti alat bantu
napas, selang makanan, selang infus, kateter dll
• Pasien dengan kuman MDR tidak dirawat di ruang isolasi
Faktor risiko kuman MDR penyebab HAP dan VAP menurut ( american Thorasic
Society / infectious Diseases Society of America 2004) 1:
• Pemakaian antibiotik pada 90 hari terakhir
• Dirawat di rumah sakit ≥ 5 hari
• Tingginya frekuensi resisten antibiotik di masyarakat atau di rumah sakit tersebut
• Faktor resiko PPK:
o Rawat di RS 2 hari atau lebih dalam 90 hari terakhir.
o Berdiam di rumah jompo
o Terapi infus dirumah (termasuk antibiotika)
o Dialisis kronik dalam 30 hari
o Perawatan luka di rumah
o Anggota keluarga terinfeksi patogenmultiresisten
• Penyakit immunosupresi dan atau pemberian imunoterapi
Page | 7
EPIDEMIOLOGI
Penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan kecatatan yang tinggi
di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru prakter umum berhubungan dengan
infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (PK) atau di dalam rumah sakit/pusat
perawatan / pneumonia nosokomial (PN).10
Kejadian PN di ICU lebih sering daripada PN di ruangan umum yaitu diumpai pada hampir
25% dari semua infeksi di ICU,dan 90% terjadi saat ventilasi mekanik. PBV didapat pada 9-
27% dari pasien yang diintubasi. Resiko PBV tertinggi pada saat awal masuk ke ICU.10
PATOGENESIS
Patogenesis pneumonia nosokomial pada prinsipnya sama dengan pneumonia komuniti.
Pneumonia terjadi apabila mikroba masuk ke saluran napas bagian bawah. Ada empat rute
masuknya mikroba tersebut ke dalam saluran napas bagian bawah yaitu7 :
1. Aspirasi, merupakan rute terbanyak pada kasus-kasus tertentu seperti kasus neurologis dan
usia lanjut
2. Inhalasi, misalnya kontaminasi pada alat-alat bantu napas yang digunakan pasien
3. Hematogenik
4. Penyebaran langsung
Pasien yang mempunyai faktor predisposisi terjadi aspirasi mempunyai risiko
mengalami pneumonia nosokomial. Apabila sejumlah bakteri dalam jumlah besar berhasil
masuk ke dalam saluran napas bagian bawah yang steril, maka pertahanan pejamu yang gagal
membersihkan inokulum dapat menimbulkan proliferasi dan inflamasi sehingga terjadi
pneumonia. Interaksi antara faktor pejamu (endogen) dan faktor risiko dari luar (eksogen)
akan menyebabkan kolonisasi bakteri patogen di saluran napas bagian atas atau pencernaan
makanan. Patogen penyebab pneumonia nosokomial ialah bakteri gram negatif dan
Staphylococcus aureus yang merupakan flora normal sebanyak < 5%. Kolonisasi di saluran
Page | 8
napas bagian atas karena bakteri-bakteri tersebut merupakan titik awal yang penting untuk
terjadi pneumonia
PATOFISIOLOGI (11)
Aspirasi mikroorganisme yang mengkolonisasi sekresi orofarinks merupakan rute
infeksi yang paling sering. Rute inokulasi lain meliputi inhalasi,penyebaran infeksi melalui
darah (hematogen) dari area infeksi yang jauh,dan penyebaran angsung dari tempat penularan
infeksi. Jalan nafas atas merupakan garis pertahanan pertama terhadap infeksi,tetapi
pembersihan mikroorganisme oleh air liur,ekspulsi dan sekresi IgA dapat terhambat oleh
berbagai penyakit,penurunan imun merokok dan intubasi endotrakeal.g abnormal (mis., kistik
fibrosis atau bronkitis kronis),penurunan imun,intubasi dan tirah baring berkepanjangan.
Pertahanan jalan nafas bawah meliputi batuk,refleks muntah,ekspulsi
Page | 9
mukosiliar,surfaktan,fagositosis makrofag dan polimorfonukleosit (PMN) dan imunitas
seluler dan humoral. Pertahanan ini dapat dihambat oleh penurunan
kesadaran,merokok,produksi mukus yang abnormal (mis.,kistik fibrosis atau bronkitis
kronis),penurunan imun,intubasi dan tirah baring berkepanjangan. Makrofag alveolar
merupakan pertahanan primer terhadap invasi saluran pernapasan bawah dan setiap hari
membersihkan jalan nafas dari mikroorganisme yang teraspirasi tanpa menyebabkan
inflamasi yang bermakna.
Bila jumlah atau virulensi mikroorganisme yang terlalu besar maka makrofag akan
merekrut PNM dan memulai rangkaian inflamasi dengan pelepasan berbagai sitokin termasuk
leukotrien,faktor nekrosis faktor (TNF),interleukin,radikal oksigen dan protease. Inflamasi
tersebut menyebabkan pengisian alveolus mengalami ketidakcocokan ventilasi /perfusi dan
hipoksemia. Terjadi apoptosis sel-sel baru yang meluas,ini membantu mikroorganisme
intrasel seperti tuberkulosis atau bakteremia yang mengakibatkan meningitis atau
endokarditis,indrom respons inflamasi sistemik (systemic inflamatory response syndrome
(SIRS) dan atau sepsis. Faktor virulensi dari berbagai mikroorganisme dapat patofisiologis
dan perjalanan penyakit .
Page | 10
DIAGNOSIS
Mengingat gambaran PN yang tidak khas dan berbeda dari PK,maka untuk diagnosis PN
digunakan kriteria diagnosis PN yang diajukan oleh Centers for disease control and
prevention (CDC),USA.
Kriteria Diagnosis Pneumonia Nosokomial Menurut CDC :
Harus memenuhi satu dari 4 kriteria:
1. Ronki atau dullness pada perkusi toraks. Ditambah salah satu:
a) Onset baru sputum purulen atau perubahan karakteristiknya
b) Isolasi kuman dari darah, isolasi kuman dari bahan yang didapat dari aspirasi
trans trakeal, biopsi, atau sapuan bronkus.
Page | 11
2. Gambaran radiolagis berupa infiltrat baru yang progresif, konsolidasi, kavitasi, atau
efusi pleura. Dan salah satu dari a, b, atau c diatas
a) Isolasi virus atau detesi antigen virus dari sekret respirasi
b) Titer AB tunggal yang diagnostik (IgM) atau peningkatan 4 x titer IgG dari kuman
c) Bukti histopatologis pneumonia
3 Pasien sama atau < 12 tahun, dengan 2 dari gejala-gejala berikut: apneu, takipneu,
bradikardi, wheezing, ronkhi, atau batuk, disertai salah satu dari:
a) Peningkatan produksi sekresi respirasi atau salah satu dari kriteria no. 2 diatas
4. Pasien < 12 tahun yang menunjukan infiltrat baru atau progresif, kavitasi, konsolidasi,
atau efusi pleura pada foto toraks. Ditambah salah satu dari kriteria nomer 3 di atas.
Kriteria pneumonia nosokomial berat menurut ATS (2)
1. Dirawat di ruang rawat intensif
2. Gagal napas yang memerlukan alat bantu napas atau membutuhkan O2 > 35 % untuk
mempertahankan saturasi O2 > 90 %
3. Perubahan radiologik secara progresif berupa pneumonia multilobar atau kaviti dari
infiltrat paru
4. Terdapat bukti-bukti ada sepsis berat yang ditandai dengan hipotensi dan atau disfungsi
organ yaitu :
• Syok (tekanan sistolik < 90 mmHg atau diastolik < 60 mmHg)
• Memerlukan vasopresor > 4 jam
• Jumlah urin < 20 ml/jam atau total jumlah urin 80 ml/4 jam
• Gagal ginjal akut yang membutuhkan dialisis
Page | 12
Pemeriksaan yang diperlukan adalah :
1) Pewarnaan Gram dan kultur dahak yang dibatukkan, induksi sputum atau aspirasi
sekret dari selang endotrakeal atau trakeostomi. Jika fasiliti memungkinkan dapat
dilakukan pemeriksaan biakan kuman secara semikuantitatif atau kuantitatif dan
dianggap bermakna jika ditemukan ≥ 106 colony-forming units/ml dari sputum, ≥ 105
– 106 colony-forming units/ml dari aspirasi endotrracheal tube, ≥ 104 – 105 colony-
forming units/ml dari bronchoalveolar lavage (BAL) , ≥ 103 colony-forming units/ml
dari sikatan bronkus dan paling sedikit 102 colony-forming units/ml dari vena kateter
sentral . Dua set kultur darah aerobik dan anaerobik dari tempat yang berbeda (lengan
kiri dan kanan) sebanyak 7 ml. Kultur darah dapat mengisolasi bakteri patogen pada >
20% pasien. Jika hasil kultur darah (+) maka sangat penting untuk menyingkirkan
infeksi di tempat lain. Pada semua pasien pneumonia nosokomial harus dilakukan
pemeriksaan kultur darah. Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan
apusan langsung dan biakan yaitu bila ditemukan sel PMN > 25 / lapangan pandang
kecil (lpk) dan sel epitel < 10 / lpk.
2) Analisis gas darah untuk membantu menentukan berat penyakit
Jika keadaan memburuk atau tidak ada respons terhadap pengobatan maka dilakukan
pemeriksaan secara invasif. Bahan kultur dapat diambil melalui tindakan bronkoskopi dengan
cara bilasan, sikatan bronkus dengan kateter ganda terlindung dan bronchoalveolar lavage
(BAL). Tindakan lain adalah aspirasi transtorakal.
KOMPLIKASI
Beberapa penyebab perburukan atau gagal terapi,termasuk diantaranya kasus-
kasus yang diobati bukan pneumonia, atau tidak memperhitungkan faktor tertentu
penjamu,bakteri atau antobiotik. Beberapa penyakit noninfeksi seperti gagal jantung ,emboli
paru dengan infark,pneumonia aspirasi akibat bahan kimia diterapi sebagai HAP.
Faktor pejamu yang menghamperbaikan perbaikan klinis adalah pemakaian
alat bantu mekanis yang lama,gagal nafas,keadaan gawat,usia di atas 60 tahun,inflitrat paru
bilateral,pemakaian antibiotik sebelumnya dan pneumonia sebelumnya. Faktor bakteria yang
mempengaruhi hasil terapi adalah jenis bakterimresistensi kuman sebelum dan selama terapi
terutama p.auruginosa yang diobati dengan antibiotik tunggal.hasil buruk biasanya
Page | 13
dihubungkan dengan basil gram negati,flora mikroba atau bakteri yang sudah resisten dengan
antibiotik. Pneumonia juga bisa disebabkan oleh patogen yang lain seperti
m.tuberkulosis,jamur dan virus atau patogen yang sangat jarang sehingga tidak
diperhitungkan pada pemberian antibiotik.
Penyebab lain kegagalan terapi adalah komplikasi pneumonia seperti abses
paru dan empiema. Pada beberapa pasien HAP mungkin terdapat sumber infeksi lain yang
bersaam seperti sinusitis,enterokolitis,dan infeksi saluran kemih. Demam dan infiktrat dapat
menetap karena berbagai hal seperti demam akibat obat sepsis dengan gagal organ multipel.
KRITERIA
Pembagian pneumonia nosokomial menurut The Japanese Respiratory Society (2004)
1. Kel I : Pasien pneumonia ringan atau sedang tetapi tanpa faktor risiko
2. Kel II : Pasien pneumonia ringan dengan 1 atau lebih faktor risiko
3. Kel III : Pasien pneumonia sedang atau berat dengan 1 atau lebih faktor risiko dan pasien
pneumonia berat dengan atau tanpa faktor risiko
4. Kel IV : Pasien dengan kondisi spesifik
a. Netropenia
b. Immunosupresi seluler
c. Immunosupresi humoral
Keterangan :
Faktor risiko :
1. CVD
2. Penyakit saluran napas kronik
3. Gagal jantung
4. Diabetes, gagal ginjal, penyakit hati kronik
5. Pemakaian penghambat H2 atau antasid
6. Pemakaian antibiotik jangka lama
7. Umur ≥65 tahun
8. Keganasan
Page | 14
Pembagian kriteria pneumonia ringan-sedang-berat menurut The Japanese
Respiratory Society (2004)
No Parameter Ringan Sedang Berat
1. Infiltrat < 1 paru Tidak ringan
maupun berat
> 2/3 parah
1 paru
2. Suhu tubuh < 37,50C Tidak ringan
maupun berat> 38,60C
3. Nadi < 100/m Tidak ringan
maupun berat
> 130/m
4. Pernapasan < 20/m Tidak ringan
maupun berat
> 30/m
5. Dehidrasi Tidak ada Ada / tidak Ada
6. Leukosit < 10.000/mm3 Tidak ringan
maupun berat> 20.000/mm3
< 4000/m3
7. CRP < 10./mg/dl Tidak ringan
maupun berat
> 20mg/dl
8. PaO2 > 70 torr Tidak ringan
maupun berat
< 60 torr SpO2
< 90%
Page | 15
PENATALAKSANAAN
TERAPI ANTIBIOTIK
Beberapa pedoman dalam pengobatan pneumonia nosokomial ialah :
1. Semua terapi awal antibiotik adalah empirik dengan pilihan antibiotik yang harus
mampu mencakup sekurang-kurangnya 90% dari patogen yang mungkin sebagai
penyebab, perhitungkan pola resistensi setempat
2. Terapi awal antibiotik secara empiris pada kasus yang berat dibutuhkan dosis dan cara
pemberian yang adekuat untuk menjamin efektiviti yang maksimal. Pemberian terapi
Page | 16
emperis harus intravena dengan sulih terapi pada pasien yang terseleksi, dengan
respons klinis dan fungsi saluran cerna yang baik.
3. Pemberian antibiotik secara de-eskalasi harus dipertimbangkan setelah ada hasil
kultur yang berasal dari saluran napas bawah dan ada perbaikan respons klinis.
4. Kombinasi antibiotik diberikan pada pasien dengan kemungkinan terinfeksi kuman
MDR
5. Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam, kecuali jika keadaan klinis memburuk
6. Data mikroba dan sensitiviti dapat digunakan untuk mengubah pilihan empirik
apabila respons klinis awal tidak memuaskan. Modifikasi pemberian antibiotik
berdasarkan data mikrobial dan uji kepekaan tidak akan mengubah mortaliti apabila
terapi empirik telah memberikan hasil yang memuaskan.
Tabel 2. Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP pada pasien tanpa
fakto risikopatogen MDR, onset dini dan semua derajat penyakit (mengacu ATS / IDSA
2004)(3)
Patogen potensial Antibiotik yang
direkomendasikan
• Streptocoocus pneumoniae
• Haemophilus influenzae
• Metisilin-sensitif
Staphylocoocus aureus
• Antibiotik sensitif basil Gram
negatif enterik
- Escherichia coli
- Klebsiella pneumoniae
Betalaktam + antibetalaktamase
(Amoksisilin klavulanat)
atau
Sefalosporin G3 nonpseudomonal
(Seftriakson, sefotaksim)
atau
Kuinolon respirasi
Page | 17
- Enterobacter spp
- Proteus spp
- Serratia marcescens
(Levofloksasin, Moksifloksasin
Tabel 3. Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP untuk semua
derajat penyakit pada pasien dengan onset lanjut atau terdapat faktor risiko patogen
MDR (mengacu ATS / IDSA 2004)(3)
Patogen potensial Terapi Antibiotik kombinasi
• Patogen MDR tanpa atau dengan
patogen pada Tabel 1
Pseudomonas aeruginosa
Klebsiella pneumoniae
(ESBL)
Acinetobacter sp
Methicillin resisten
Staphylococcus aureus
(MRSA)
Sefalosporin antipseudomonal
(Sefepim, seftasidim, sefpirom)
atau
Karbapenem antipseudomonal
(Meropenem, imipenem)
atau
β-laktam / penghambat β laktamase
(Piperasilin – tasobaktam)
ditambah
Fluorokuinolon antipseudomonal
(Siprofloksasin atau levofloksasin)
atau
Aminoglikosida
Page | 18
(Amikasin, gentamisin atau
tobramisin)
ditambah
Linesolid atau vankomisin atau
teikoplanin
Tabel 4. Dosis antibiotik intravena awal secara empirik untuk HAP dan VAP
pada pasien dengan onset lanjut atau terdapat faktor risiko patogen MDR (mengacu
pada ATS/IDSA 2004)(3)
Antibiotik Dosis
Sefalosporin antipseudomonal
Sefepim
Seftasidim
Sefpirom
1-2 gr setiap 8 – 12 jam
2 gr setiap 8 jam
1 gr setiap 8 jam
Karbapenem
Meropenem
Imipenem
1 gr setiap 8 jam
500 mg setiap 6 jam / 1 gr setiap 8
jam
βlaktam / penghambat β laktamase
Piperasilin-tasobaktam
4,5 gr setiap 6 jam
Aminoglikosida
Gentamisin
Tobramisin
Amikasin
7 mg/kg BB/hr
7 mg/kg BB/hr
20 mg/kg BB/hr
Page | 19
Kuinolon antipseudomonal
Levofloksasin
Siprofloksasin
750 mg setiap hari
400 mg setiap 8 jam
Vankomisin 15 mg/kg BB/12 jam
Linesolid
Teikoplanin
600 mg setiap 12 jam
400 mg / hari
LAMA TERAPI
Pasien yang mendapat antibiotik empirik yang tepat, optimal dan adekuat,
penyebabnya bukan P.aeruginosa dan respons klinis pasien baik serta terjadi resolusi
gambaran klinis dari infeksinya maka lama pengobatan adalah 7 hari atau 3 hari bebas panas.
Bila penyebabnya adalah P.aeruginosa dan Enterobacteriaceae maka lama terapi 14 – 21
hari. Pada pasien dengan imunitas yang normal terapi AB biasanya diberikan selama 2
minggu,dapat diperpanjang bila terdapat gangguan daya tahan tubuh. Pasien ini biasanya
menyelesaikan terapi AB parenteral di RS dan tidak ada kesempatan untuk dilakukan
pengalihan obat kepada bentuk oral.
RESPONS TERAPI
Respons terhadap terapi dapat didefinisikan secara klinis maupun mikrobiologi.
Respons klinis terlihat setelah 48 – 72 jam pertama pengobatan sehingga dianjurkan tidak
merubah jenis antibiotik dalam kurun waktu tersebut kecuali terjadi perburukan yang nyata.
Setelah ada hasil kultur darah atau bahan saluran napas bawah maka pemberian
antibiotik empirik mungkin memerlukan modifikasi. Apabila hasil pengobatan telah
memuaskan maka penggantian antibiotik tidak akan mengubah mortaliti tetapi bermanfaat
bagi strategi de-eskalasi. Bila hasil pengobatan tidak memuaskan maka modifikasi mutlak
diperlukan sesuai hasil kultur dan kepekaan kuman. Respons klinis berhubungan dengan
faktor pasien (seperti usia dan komorbid), faktor kuman (seperti pola resisten, virulensi dan
keadaan lain).
Page | 20
Hasil kultur kuantitatif yang didapat dari bahan saluran napas bawah sebelum dan
sesudah terapi dapat dipakai untuk menilai resolusi secara mikrobiologis. Hasil mikrobiologis
dapat berupa: eradikasi bakterial, superinfeksi, infeksi berulang atau infeksi persisten.
Parameter klinis adalah jumlah leukosit, oksigenasi dan suhu tubuh. Perbaikan klinis
yang diukur dengan parameter ini biasanya terlihat dalam 1 minggu pengobatan antibiotik.
Pada pasien yang memberikan perbaikan klinis, foto toraks tidak selalu menunjukkan
perbaikan, akan tetapi apabila foto toraks memburuk maka kondisi klinis pasien perlu
diwaspadai.
PROGNOSIS
Angka mortalitas PN dapat mencapai 33-50%,yang bisa mencapai 70% bila termasuk yang
meninggal akibat penyakit dasar yang diderita. Penyebab kematian biasanya adalah akibat
bakteriemia terutama oleh Ps.aeruginosa atau Acinobacter spp.(3) Prognosis akan lebih buruk
jika dijumpai salah satu dari kriteria di bawah ini, yaitu :
1. Umur > 60 tahun
2. Koma waktu masuk
3. Perawatan di IPI
4. Syok
5. Pemakaian alat bantu napas yang lama
6. Pada foto toraks terlihat gambaran abnormal bilateral
7. Kreatinin serum > 1,5 mg/dl
8. Penyakit yang mendasarinya berat
9. Pengobatan awal yang tidak tepat
10. Infeksi yang disebabkan bakteri yang resisten (P.aeruginosa, S.malthophilia,
Acinetobacter spp. atau MRSA)
Page | 21
11. Infeksi onset lanjut dengan risiko kuman yang sangat virulen
12. Gagal multiorgan
13. Penggunaan obat penyekat H2 yang dapat meningkatkan pH pada pencegahan perdarahan
usus (4)
Pencegahan Pneumonia Nosokomial
1. Pencegahan pada orofaring dan koloni di lambung
• Hindari pemakaian antibiotik yang tidak tepat karena dapat menyebabkan
berkembangnya koloni abnormal di orofaring, hal ini akan memudahkan terjadi multi
drug resistant (MDR). Pemilihan dekontaminan saluran cerna secara selektif
termasuk antibiotik parenteral dan topikal menurut beberapa penelitian sangat efektif
untuk menurunkan infeksi pneumonia nosokomial, tetapi hal ini masih kontroversi.
Mungkin efektif untuk sekelompok pasien misalnya pasien umur muda yang
mengalami trauma, penerima donor organ tetapi hal ini masih membutuhkan
survailans mikrobiologi. Pemakaian sukralfat disamping penyekat H2
direkomendasikan karena sangat melindungi tukak lambung tanpa mengganggu pH.
Penyekat H2 dapat meningkatkan risiko pneumonia nosokomial tetapi hal ini masih
merupakan perdebatan. Penggunaan obat-obatan untuk meningkatkan gerakan
duodenum misalnya metoklopramid dan sisaprid, dapat pula menurunkan bilirubin
dan kolonisasi bakteri di lambung.
• Meningkatkan program vaksinasi S.pneumoniae dan influenza
• Anjuran untuk berhenti merokok
Page | 22
2. Pencegahan aspirasi saluran napas bawah
• Letakkan pasien pada posisi kepala lebih ( 30-45 O ) tinggi untuk mencegah aspirasi
isi lambung
• Gunakan selang saluran napas yang ada suction subglotis
• Gunakan selang lambung yang kecil untuk menurunkan kejadian refluks gastro
esofagal
• Hindari intubasi ulang untuk mencegah peningkatan bakteri yang masuk ke dalam
saluran napas bawah
• Pertimbangkan pemberian makanan secara kontinyu dengan jumlah sedikit melalui
selang makanan ke usus halus
3. Pencegahan inokulasi eksogen
• Prosedur pencucian tangan harus dijalankan sesuai prosedur yang benar, untuk
menghindari infeksi silang
• Penatalaksanaan yang baik dalam pemakaian alat-alat yang digunakan pasien
misalnya alat-alat bantu napas, pipa makanan dll
• Disinfeksi adekuat pada waktu pencucian bronkoskop serat lentur
• Pasien dengan bakteri MDR harus diisolasi
• Alat-alat yang digunakan untuk pasien harus diganti secara berkala misalnya selang
makanan , jarum infus dll
4. Mengoptimalkan pertahanan tubuh pasien
• Drainase sekret saluran napas dengan cara fisioterapi
• Penggunaan tempat tidur yang dapat diubah-ubah posisinya
• Mobilisasi sedini mungkin
Rencana meminimalkan resistensi patogen
Secara teoritis pemilihan AB berdasarkan farmakodinamik akan meningkatkan eradikasi
kuman dan dengan demikian membatasi timbulnya resistensi patogen,namun ada beberapa
hal yang dapat dilakukan untuk meminimalkan resistensi patogen, yaitu3 :
1) Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg
Page | 23
2) Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental
3) Fisioterapi dada untuk mengeluarkan dahak
4) Pengaturan cairan,agar overhidrasi tidak terjadi
5) Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat
6) Pertimbangan obat inotropik bila terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal
ginjal prerenal
7) Ventilasi mekanis pada pasien hipoksemia persisten,gagal nafas,
8) Drainase empiema
9) Berikan nutrisi yang cukup kalori pada pasien dengan gagal nafas,terutama lemak
>50%.
Page | 24
BAB IIII
KESIMPULAN
Angka kejadian pneumonia nosokomial baik yang termasuk HAP ataupun VAP semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya pasien dengan immunocompromissed dan bakteri yang resisten antibiotik. Partisipasi dari semua warga rumah sakit dibutuhkan untuk mencegah terjadinya angka kejadian yang semakin meningkat.
Pada pasien dengan PN tidak didapatkan gambaran yang khas, berbeda dari PK dalam menegakkan diagnosis PN kriteria yang diajukan oleh CDC menjadi landasan dalam menegakkan diagnosis PN.
Diperlukan terapi antibiotik kombinasi pada pasien dengan infeksi oleh kuman yang telah MDR dengan terlebih dulu dilakukan biakan sputum yang didapat dari sputum yang dibatukkan,induksi sputum ataupun aspirasi sekret dari selang endotrakeal atau trakeostomi.
Angka kematian pasien dengan pneumonia nosokomial mencapai 50%,hal ini diperparah dengan faktor resiko yang didapat dari pasien,hal ini membuat pencegahan dari tahap inang,faktor alat dan faktor lingkungan sangat diharapkan dapat menurunkan angka kematian pasien dengan pneumonia nosokomial
Page | 25
DAFTAR PUSTAKA
1. American Thoracic Society Document. Guidelines For management of adults With Hospital
Acquired,ventilator-Associated,and Healthcare Associated Pneumonia. 2005. Available at url:
www,atsjournal.org
2. American Thoracic Society. Hospital-acquired pneumonia in adults : Diagnosis, assessment
of severity, initial antimicrobial therapy and preventive strategies. Am J Respir Crit Care Med
1995; 153 : 1711-25
3. American Thoracic Society. Official Consensus Statement (1995): Hospital Acquired
Pneumonia in adults : Diagnosis, assesment of severity, initial antimicrobial therapy and
preventive strategies. Am J Respir Crit Care Med. 153 : 1711-25.
4. Bartlett JG (2001) : Hospital acquired pneumonia, in Management of Respiratory Tract
Infections. Ed Bartlett JG, Lippincott Williams & Wilkins, 3rd, pp 71-8.
5. Berezin EB. Treatment and prevention of nosocomial pneumonia. Chest 1995; 108: 1S-16S
6. Craven De, Steger KA. Epidemiology of nosocomial pneumonia new perspectives on an old
disease. Chest 1995; 108 : 1S-16S
7. Cunha BA 2001. Nosocomial Pneumonia : Diagnostic and therapeutic considerations. The
Medical Clinics of North America 2001: 79 – 114.
8. Dal Nogare AR (1996) : Nosocomial Pneumonia Outside The Intensive Care Unit. In :
Respiratory Infections. Ed : Niederman MS, Sarosi GA, Glassroth J. WB Saunders. pp. 139 –
46.
9. Dahlan, Zul. Tinjauan Ulang Masalah Pneumonia yang didapat di Rumah Sakit. Bandung.
Bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Uneversitas Padjajaran Cermin
Kedokteran No.121. 1998
10. Dahlan,Zul. Pneumonia. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2009 . Hal 2196-2209
11. Dahlan,Zul. Pneumonia. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2006 . Hal 974
12. Fein A, Grossman R, Ost D, Farber B, Cassiere H. Diagnosis and Management of Pneumonia
and Other Respiratory Infections. 1st edit. Professional Communication Inc. 1999. pp 133-50.
13. Fiel S. Guidelines and critical pathways for severe Hospital-acquired Pneumonia. Chest 2001;
119 : 412S-8S.
Page | 26
14. Guidelines for the management of hospitalized adults patients with pneumonia in the Asia
Pacific region. 2nd Consensus Workshop. Phuket, Thailand. 1998
15. Liza Fathiarani,2006. Infeksi Nosokomial. Available at url:
http://klikharry.wordpress.com/2006/12/21/infeksi-nosokomial/
16. Loh LC,Quah SY,Khoo SK,Vijayasingham P and Thayaparan T. Addition of macrolide in
treating adult hospitalized community-acquired pneumonia. Respirology. 2005. 10:371-7
17. Niederman MS. Hospital aquired pneumonia in and on out off the intensive care unit. In :
Niederman MS, Sarosi GA, Glassroth J ed. Respiratory Infections 2 nd ed. Philadelphia ;
Lippincott Williams & Wilkins , 2001:197-214
18. PDPI. Pneumonia Nosokomial Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta:Balai Penerbit FKUI. 2003.pp:1-17
19. Read RC, Morrissey I, Ambler JE. Clinician’s manual on Respiratory tract infections and
fluoroquinolones. Science Press 2000. pp 25-27, 45-7.
20. Sprunt K, Redman W. Evidence suggesting the importance of bacterial inhibition in
maintaining the balance of normal flora. Ann Intern Med. 2000; 68 : 579-90.
Page | 27