referat radiologi
DESCRIPTION
data referat radiologi DM FKUB 2013TRANSCRIPT
REFERAT RADIOLOGI
CEREBRAL VENOUS THROMBOSIS
Oleh:
Khairulanwar Bin Ab W 0610714012
Daniel Alexander Suseno 0810710004
Aldila Pratiwi 0810710020
Dimas Bagus Respati 0810710036
Irene Lampita 0810710061
Pembimbing:
Dr.dr. Yuyun Yueniwati PW, M.Kes.,Sp.Rad.
LABORATORIUM RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RUMAH SAKIT DR. SAIFUL ANWAR MALANG
2013
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cerebral Venous Thrombosis (CVT) merupakan penyakit yang jarang
terdiagnosis, yang berkaitan dengan spektrum faktor etiologi yang luas,
terkadang berhubungan dengan gejala klinis yang tidak spesifik. Underdiagnosis
atau misdiagnosis pada CVT dapat menyebabkan komplikasi yang berat, antara
lain infark perdarahan hingga kematian (Poon et al., 2007).
Insiden dari CVT sulit ditentukan, namun secara umum, diperkirakan
insiden CVT sekitar dua sampai tujuh kasus per juta populasi umum tiap
tahunnya. CVT lebih banyak terjadi pada individu muda, khususnya anak-anak
dan remaja. CVT dipercaya lebih sering terjadi pada wanita daripada pria dengan
61% wanita berusia antara 20-35 tahun (McElveen, 2012). Perbandingan ini
mungkin berhubungan dengan kehamilan atau penggunaan kontrasepsi oral
(Galarza, 2009).
Diagnosis yang tepat untuk mengenali CVT sangatlah diperlukan.
Diagnosis CVT dapat dipercaya dengan menggunakan gambaran neurologis.
Untuk memperoleh hasil yang akurat, maka diperlukan Radiolog dalam
membantu diagnosis awal dari CVT. Pasien akan memperoleh penanganan
segera secara efektif apabila CVT dapat didiagnosis sejak awal. Diagnosis yang
terlambat akan menimbulkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Poon et al.,
2007).
Saat ini telah banyak modalitas radiografi yang dapat digunakan untuk
membantu penegakan diagnosis CVT, mulai dari CT tanpa penyangatan, MRI
sampai pada taraf CT dan MR Venografi yang jelas memperlihatkan vena pada
otak dan perubahan parenkim otak yang berkaitan dengan trombosis (Leach et
al., 2006).
Untuk dapat mendiagnosis CVT dengan tepat, maka sangatlah penting
untuk memiliki pengetahuan yang detail mengenai anatomi sistem vena yang
berbeda-beda, gambaran khas pada pemeriksaan radiologi, dan perangkap yang
dapat terjadi pada interpretasi gambaran radiologis. Oleh sebab itu, pada referat
ini akan membahas mengenai CVT dan gambaran radiologis yang dapat
ditemukan pada penyakit ini.
2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah etiologi dari Cerebral Venous Thrombosis?
2. Bagaimana patofisiologi dari Cerebral Venous Thrombosis?
3. Bagaimana penegakan diagnosis dari Cerebral Venous Thrombosis?
4. Bagaimana memilih pemeriksaan radiologis yang tepat dan mengetahui
gambaran radiologis dari Cerebral Venous Thrombosis?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui etiologi dari Cerebral Venous Thrombosis.
2. Untuk memahami patofisiologi dari Cerebral Venous Thrombosis.
3. Untuk mengetahui penegakan diagnosis dari Cerebral Venous
Thrombosis.
4. Untuk dapat memilih pemeriksaan radiologis yang tepat dan mengetahui
gambaran radiologis dari Cerebral Venous Thrombosis.
1.4 Manfaat
Penulisan referat ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan
dan pemahaman dokter muda mengenai Cerebral Venous Thrombosis
dalam hal pemahaman akan etiologi dan patofisiologi dan penegakkan
diagnosis, khususnya dapat memilih pemeriksaan radiologis yang tepat dan
mengetahui gambaran radiologis dari Cerebral Venous Thrombosis.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Cerebral venous thrombosis atau trombosis vena cerebri adalah suatu
penyakit neurologis yang relatif jarang terjadi namun serius, yang dapat
berpotensi reversibel jika didiagnosis dan ditangani dengan tepat dan cepat
(Leach et al., 2006). Penyakit ini biasanya menyerang individu muda terutama
anak-anak dan remaja (Bousser et al., 2007). Walaupun trombosis vena cerebri
telah dikenal baru-baru ini, penyakit ini memiliki gejala yang terkadang tidak
spesifik dan sulit untuk didiagnosis dan diterapi disebabkan karena etiologinya
yang sangat luas dan tidak adanya keseragaman dalam penanganan (Saposnik
et al., 2011).
2.2 Epidemiologi
Cerebral venous thrombosis merupakan bentuk stroke yang jarang terjadi
dan sering tidak dikenali, yang diperkirakan memiliki insiden sekitar dua sampai
tujuh kasus per juta populasi umum tiap tahunnya (Stam, 2003). Cerebral venous
thrombosis lebih banyak terjadi pada individu muda. Tidak ada studi terhadap
populasi yang melaporkan insiden Cerebral venous thrombosis. Pada berbagai
macam kasus perdarahan intracerebri pada individu muda, Cerebral venous
thrombosis merupakan 5% dari semua kasus yang ada (Saposnik et al., 2011).
2.3 Etiologi
Faktor penyebab dari Cerebral venous thrombosis ini sangatlah banyak
dan luas. Lebih dari 100 penyebab venous thrombosis telah disebutkan di
berbagai literatur. Namun penyebabnya dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu
lokal dan sistemik.
a. Lokal
Berkaitan dengan faktor intrinsik atau kondisi mekanis dari vena cerebralis
dan sinus dura. Proses lokal yang dapat mengubah aliran vena (antara lain
trauma pada sinus, infeksi regional seperti mastoiditis dan invasi dari keganasan
atau kompresi) dapat berpotensi terbentuk trombosis.
4
b. Sistemik
Berkaitan dengan kondisi klinis yang dapat memicu trombosis. Penyebabnya
antara lain defisiensi protein C dan protein S, kondisi peripartum, penggunaan
kontrasepsi oral, dan kondisi hiperkoagulabilitas sekunder karena keganasan
(Leach et al., 2006).
Pada 20-35% kasus, penyebabnya masih tidak dapat diidentifikasi (Poon et
al., 2007).
Faktor penyebab dari venous thrombosis secara general juga dapat dikaitkan
dengan mekanisme triad Virchow, perubahan dinding pembuluh darah, dan
perubahan komposisi darah. Faktor penyebab dapat dibagi menjadi faktor yang
didapat (misal pembedahan, trauma, kehamilan, puerperium, sindrom
antifosfolipid, kanker, hormon eksogen) dan genetik (trombofilia yang diturunkan)
(Saposnik et al., 2011).
2.3 Patofisiologi
Keterlibatan parenkim otak pada oklusi vena berbeda dengan oklusi arteri.
Perubahan parenkim dapat disebabkan oleh faktor sekunder seperti edema
sitotoksik, edema vasogenik, atau perdarahan intrakranial. Mekanisme primer
yang mendasari adalah adanya peningkatan tekanan pada vena. Jika jalur
kolateral dari drainase vena tidak cukup, terutama jika ada keterlibatan korteks
vena, maka akan mengakibatkan terjadi perubahan pada parenkim otak. Jika
tekanan pada vena terus meningkat, dengan konsekuensi berkurangnya tekanan
perfusi pada arteri, maka akan terjadi kematian sel. Apabila terbentuk jalur
kolateral yang adekuat, atau terjadi rekanalisasi sebelum kematian sel atau
perdarahan intrakranial, perubahan pada parenkim otak dapat kembali sebagian
maupun sempurna seperti semula (Leach et al., 2006).
2.4 Diagnosis Klinis
2.4.1 Manifestasi Klinis
Diagnosis Cerebral venous thrombosis secara khas didasarkan pada
kecurigaan klinis dan konfirmasi pencitraan. Manifestasi klinis Cerebral venous
thrombosis dapat dimasukkan ke dalam 2 kategori, tergantung pada mekanisme
disfungsi neurologis: (1) berkaitan dengan tekanan intrakranial yang meningkat
yang berakibat kerusakan drainase vena dan (2) yang berkaitan dengan
5
kerusakan otak secara fokal dari iskemik/infark atau perdarahan pada vena
(Leach et al., 2006).
Nyeri kepala, merupakan gejala yang paling banyak terjadi pada CVT
dimana mengindikasikan adanya peningkatan tekanan intrakranial. Nyeri kepala
pada CVT secara khas dirasakan difus dan makin parah seiring berjalannya
waktu. Pada sebagian kecil pasien dapat timbul thunderclap headache yang
menunjukkan adanya perdarahan subarahnoid dan dapat juga terjadi migrain
pada CVT (Cumurciuc et al., 2005).
Manifestasi klinis CVT juga tergantung pada lokasi trombosis. Sinus
sagitalis superior merupakan lokasi yang paling banyak terlibat sehingga dapat
menimbulkan gejala nyeri kepala, peningkatan tekanan intrakranial dan
papiledema. Defisit motorik yang terkadang disertai seizure juga dapat terjadi.
Pada trombosis sinus lateralis, gejala khas yang timbul berkaitan dengan kondisi
yang mendasari (misal infeksi telinga tengah) meliputi demam, discharge telinga,
nyeri pada telinga atau regio mastoid dan sakit kepala. Hemianopia, kelemahan
kontralateral, dan afasia terkadang dapat muncul pada keterlibatan kortikal.
Pasien dengan trombosis pada sistem vena cerebri profunda (vena cerebri
internal, vena Galen, straight sinus) dapat menyebabkan infark pada talamus
atau ganglia basalis (Saposnik et al., 2011).
2.4.2 Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah rutin
pemeriksaan yang diindikasikan pada pasien yang dicurigai adanya CVT
antara lain pemeriksaan darah lengkap, kimia darah, laju endap darah, dan
pengukuran PT dan aPTT. Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada
kelainan yang mendasari seperti kondisi hiperkoagulabilitas, proses infeksi atau
inflamasi.
b. Pungsi lumbal
Pemeriksaan ini tidak banyak membantu pada kasus yang disertai
kelainan neurologis fokal dan adanya konfirmasi pencitraan untuk mendiagnosis
CVT. Pasien yang datang ke Instalasi Gawat Darurat dengan keluhan nyeri
kepala disertai tanda peningkatan tekanan intrakranial dapat menjadi petunjuk
untuk mendiagnosis CVT. Jika tidak ditemukan adanya peningkatan jumlah sel
dan protein pada CSF, bukan berarti diagnosis CVT dapat disingkirkan. Tidak
ada kelainan pada CSF yang spesifik pada CVT.
6
c. D-dimer
D-dimer merupakan produk degradasi fibrin yang berperan sebagai
alat diagnostik untuk menyingkirkan adanya Deep Vein Thrombosis (DVT)
atau emboli paru. Pada studi well-designed prospective yang dilakukan
tehadap 343 pasien dengan hasil level D-dimer positif (>500 μg/L) ditemukan
hanya pada 34 dari 35 pasien yang memiliki CVT dan 27 dari 308 pasien
tanpa CVT sehingga didapatkan hasil dimana nilai sensitivitas 97,1%,
spesifisitas 91,2%, nilai prediktif negatif 99,6% dan prediktif positif hanya
55,7% (Crassard et al., 2005).
Beberapa faktor mengakibatkan ketidaksesuaian terhadap hasil
temuan yang telah dilakukan di atas. Pertama, level D-dimer menurun seiring
berjalannya waktu sejak onset gejala, dimana pasien dengan gejala subakut
atau kronis memberikan hasil D-dimer negatif. Kedua, adanya perluasan
lokasi anatomi sinus trombosis pada pasien dengan clot yang luas dapat
menunjukkan hasil D-dimer false negatif (Saposnik et al., 2011).
2.5 Pemeriksaan Radiologi
Pencitraan sebagai alat diagnostik telah berperan sangat besar dalam
diagnosis dan penatalaksanaan CVT. Pencitraan diagnostik untuk CVT dapat
dibagi ke dalam dua kategori modalitas, yaitu noninvasif dan invasif. Tujuannya
adalah untuk menentukan perubahan vaskuler dan parenkim otak yang berkaitan
dengan kondisi penyakit ini (Saposnik et al., 2011).
2.5.1 Anatomi Vena Cerebri
Sistem vena intrakranial memiliki variasi normal yang sangat luas
sehingga diperlukan metode venografik noninvasif dengan high-spatial resolution
disertai kontras seperti MRI dan CT dengan penyangatan yang dapat
memperlihatkan visualisasi struktur vena yang jumlahnya sangat banyak.
Berdasarkan deskripsi yang telah ada sebelumnya, sistem vena cerebri
terdiri dari sistem vena superfisialis, sistem vena profunda, dan sinus vena dura
(dengan komponen superior dan inferior). Sinus vena dura tertutup lapisan dura
dan berfungsi sebagai jalur drainase terbesar dari vena cerebri. Vena superfisial
cerebrum mengalir menuju sinus dura dan memiliki berbagai macam dalam
struktur morfologi dan lokasi. Vena superfisialis yang mengalir secara asenden
diberi nama sesuai dengan area korteks yang dialiri. Vena superfisialis yang
7
mengalir secara desenden meliputi vena Labbé dan sylvian (cerebri media
superfisialis). Walaupun daerah drainase vena dari vena cerebri superfisialis
bervariasi, area drainase vena secara umum dapat diidentifikasi.
Sistem vena dalam meliputi vena Galen, vena cerebri interna, dan
berbagai percabangannya (tributaries); Vena Rosenthal (vena basalis) dan
percabangannya; vena medulla dan vena subependim yang mengaliri hemisfer
white matter. Sistem profunda mengalir ke lobus frontal inferior; hampir seluruh
area white matter profunda dari lobus frontal, temporal dan parietal corpus
callosum; upper brainstem; ganglia basalis; dan talamus.
Perubahan parenkim yang terjadi akibat oklusi vena profunda secara
khas akan melibatkan talamus, yang kemungkinan disebabkan karena jalur vena
primer yang mengalir ke talamus secara luas akan masuk ke dalam vena cerebri
interna. Sinus dura basalis merupakan area yang kompleks dan saling
berhubungan dengan kompleks sinus cavernosus. Berbagai saluran yang
terhubung pada basis kranii terhubung dengan sinus sigmoid dan bulbus
jugularis. Struktur ini lebih mudah terlihat pada magnetic resonance (MR)
venografi kontras disertai penyangatan daripada dengan time-of-flight (TOF) MR
venografi (Leach et al., 2006).
Gambar 2.1 (1) MR venografi kontras dengan penyangatan dengan lapisan berwarna, menunjukkan sinus dura superior yang meliputi sinus sagitalis superior (hijau), sinus sagitalis inferior (biru muda), straight sinus (ungu tua), sinus konfluens (oren), sinus tranversus (biru tua), dan sinus sigmoid (kuning). Vena jugularis interna dan bulbusnya (ungu muda) juga digambarkan. (2) vena dalam yang diedit untuk memperlihatkan vena asenden yang mengalir dari korteks hemisfer lateral menuju sinus sagitalis superior (vena frontopolar [1], frontal anterior [2], frontal posterior [3]; vena Trolard [vena anastomose superior] [4]; dan vena parietal anterior [5]) dan vena terbesar pada lateral cerebrum (vena Sylvian superior [vena cerebri media superior] [6], yang mengalir menuju sinus sphenoparietal atau sinus cavernosus, dan vena Labbé [7], yang mengalir menuju sinus tranversus).
8
Gambar 2.2 MRI aksial dengan berbagai warna area drainase vena kortikal superfisialis. Hampir seluruh cerebrum superior (hijau) mengalir menuju sinus sagittalis superior, yang juga menerima drainase dari area korteks parasagittal pada tingkat bawah. Vena Sylvian mengaliri darah dari regio peri-insular (kuning) menuju sinus dura basal. Sinus tranversus menerima darah dari lobus temporal, parietal, dan oksipital (biru). Vena Labbé, jika dominan, akan mengaliri hampir seluruh area ini. Kelainan parenkim seperti perdarahan atau edema pada area ini menunjukkan adanya trombosis pada sinus tranversus atau vena Labbé.
Gambar 2.3 gambaran MR venografi kontras-penyangatan lateral yang menunjukkan komponen mayor sistem vena dalam: vena thalamostriate (1), vena septal (2), vena cerebri interna (3), vena basalis (Rosenthal vein) (4), dan vena Galen (5).
2.5.2 Modalitas noninvasif
2.5.2.1 CT (Computed Tomography) Venografi
CT Venografi merupakan modalitas yang cepat, dapat dipercaya, dan
akurat dalam mendeteksi CVT. CT venografi lebih bermanfaat pada kondisi
subakut atau kronis disebabkan karena densitas yang bervariasi pada sinus
trombosis. Karena densitas tulang kortikal yang berdekatan dengan sinus dura,
artifak tulang dapat mengganggu visualisasi sinus dura dengan penyangatan. CT
9
venografi memberikan gambaran sistem vena cerebri yang sangat detail
dibanding TOF MR venografi. Kekurangan CT venografi meliputi paparan radiasi,
penggunaan bahan kontras yang berpotensi menimbulkan alergi, dan pada
pasien dengan kerusakan fungsi ginjal.
2.5.2.2 MR (Magnetic Resonance) Venografi
MR venografi yang paling banyak digunakan adalah time-of-flight (TOF)
MR venografi dan MR kontras dengan penyangatan. TOF MR venografi adalah
metode yang paling sering digunakan untuk mendiagnosis CVT. TOF 2 dimensi
yang paling sering digunakan untuk mengevaluasi sistem vena intrakranial
disebabkan karena sensitivitasnya yang sangat baik dalam menilai aliran yang
lambat dan sedikit sensitivitas terhadap kehilangan sinyal dati efek saturasi jika
dibandingkan dengan sensitivitas TOF 3 dimensi. TOF 2 dimensi ini sangat
sensitif pada aliran yang tegak lurus terhadap bidang tambahan (acquisition),
koronal, axial, atau oblik. Pada TOF MR venografi, aliran vena pada bidang
image acquisition dapat menghasilkan saturasi dan resultan nol pada sinyal
vena, yang dapat berpotensi sebagai perangkap dalam interpretasi foto dan
diagnosis (Leach et al., 2006).
MR venografi kontras dengan penyangatan dengan pusat elips (elliptic
centric) merupakan metode yang sedang berkembang saat ini dimana efek
paramagnetik gadolinium intravena digunakan untuk menyingkat T1 dan
memberikan hasil penyangatan kontras intravaskuler yang positif. Visualisasi
pembuluh darah kecil lebih baik pada MR venografi kontras dengan
penyangatan. Gambaran sinus dura juga menunjukkan hasil yang baik
disebabkan karena berkurangnya efek aliran turbulen pada kontras pembuluh
darah (Leach et al., 2006).
2.5.3 Modalitas invasif
Prosedur angiografi untuk otak jarang digunakan untuk mendiagnosis
CVT jika sudah tersedia CTV dan MRV. Prosedur ini digunakan apabila hasil dari
CTV dan MRV meragukan atau prosedur endovaskuler dipertimbangkan.
2.5.3.1 Angiografi otak
Fase vena pada angiografi otak, akan menunjukkan filling defect pada
vena/sinus yang mengalami trombosis. Hipoplasia atau atresia vena otak atau
sinus dura dapat menimbulkan hasil yang tidak meyakinkan pada gambaran CTV
atau MRV dan dapat diklarifikasi dengan angiografi otak pada saat fase vena.
10
Sinus dura akut dan trombosis vena kortikal dapat menyebabkan
hambatan sirkulasi vena otak sehingga pada angiografi otak akan menunjukkan
visualisasi yang lambat dan pelan dari struktur vena otak.
Jika vena otak atau sinus dura tidak tervisualisasi pada rangkaian normal
dari angiografi otak, maka kemungkinan terjadi trombosis akut.
2.5.3.2 Venografi Otak (Direct Cerebral Venography)
Venografi otak biasanya digunakan selama prosedur terapeutik
endovaskuler. Pada venografi otak, trombus intraluminal akan terlihat sebagai
filling defect dalam lumen yang tampak pada trombosis nonoklusif atau sebagai
complete nonfilling pada trombosis oklusif. Trombosis komplit menunjukkan
“cupping appearance” di dalam sinus (Saposnik et al., 2011).
2.5.4 Abnormalitas Sinus Vena
Penemuan klasik sinus trombosis pada gambaran CT tanpa penyangatan
adalah hiperatenuasi trombus pada sinus yang mengalami oklusi. Namun
peningkatan atenuasi pada sinus vena juga dapat terlihat pada pasien-pasien
dengan dehidrasi, peningkatan hematokrit, atau pada perdarahan subarahnoid
atau subdural.
Peningkatan atenuasi pada sinus mungkin hanya dapat ditemukan pada
keadaan yang dicurigai adanya sinus trombosis pada gambaran CT tanpa
penyangatan, dan pasien dengan tanda ini harus dievaluasi lebih jauh dengan
pemeriksaan CT kontras dengan penyangatan, MRI, atau keduanya (Leach et
al., 2006).
Penemuan yang jelas pada kasus CVT dengan pencitraan menggunakan
kontras adalah adanya tanda delta yang kosong, dibagian intraluminal tengah
yang menunjukkan adanya trombus yang dikelilingi oleh kontras. Gangguan
pengisian biasanya ditemukan di beberapa bagian pada hasil pencitraan CT
Scan maupun MRI (Leach et al., 2006).
Pada pencitraan MRI yang tidak diberi kontras, hasilnya lebih sensitif
untuk mendeteksi trombus pada vena daripada CT yang tidak diberi kontras.
Hilangnya aliran dan perubahan dari intensitas kontras pada sinus menunjukkan
penemuan yang penting pada trombosis vena. Sebagai tambahan, cara
pemberian kontras yang benar dan pengaplikasian dari teknik venografi yang
baik dapat menunjang keberhasilan diagnosis (Leach et al., 2006).
11
Pada pembentukan trombus tahap akut (0-5 hari), sinyal yang ditunjukkan
adalah isointense pada T1 dan hipointens pada T2 dikarenakan
deoxyhemoglobin pada sel darah merah terjebak di dalam thrombus. Trombus
vena pada stadium akut dapat menyerupai aliran yang normal. Alirannya dapat
menjadi sangat hipointens pada T2 dan disalahartikan menjadi flow void. Pada
kondisi sub akut (6-15 hari), sinyal akan didominasi hiperintens pada T1 dan T2
dikarenakan methemoglobin di trombus. Stadium ini adalah stadium yang
termudah untuk mendeteksi adanya trombus pada vena. Penemuan hiperintens
pada T1 dan T2 selalu mengindikasikan adanya abnormalitas pada vena (Leach
et al., 2006).
Gambar 2.4 Gambar subakut trombus pada sinus sagitalis superior
(a.b) potongan hasil MRI pada T1 dan T2. MRI menunjukkan hasil yang tidak normal pada area sinus sagitalis superior. (c) potongan sagital dari MR venografi yang menunjukkan adanya filling defects sesuai yang ditunjuk oleh panah
Untuk stadium kronis dengan rekanalisasi yang tidak sempurna pada
sinus, dapat menyebabkan kesulitan untuk menentukan diagnosis. Dibandingkan
dengan sinyal MRI pada parenkim otak yang normal, sinyal pada kronik trombus
biasanya isointens atau hiperintens pada T2 dan isointens pada T1. Intensitas
sinyal dapat serupa dengan pergerakan yang sangat lambat dari darah yang
mengandung oksigen (Leach et al., 2006).
Penggunaan kontras pada sinus di MRI tidak mengindikasikan
kepatensian dan venografi biasanya digunakan untuk diagnosis definitif.
Berdasarkan pengalaman, trombosis kronik dapat terlihat dengan jelas dan
terdiagnosa dengan baik melalui MR venografi dengan kontras (Leach et al.,
2006).
Gradient recalled echo (GRE) mulai digunakan pada protokol MRI untuk
mendeteksi keberadaan pecahan dari produk darah, kegunaanya untuk
12
menggambarkan adanya trombus intraluminal pada CVT. Pada stadium dengan
adanya perubahan trombus dimana terdapat produk paramagnetik seperti
deoxyhemoglobin dan methemoglobin, sensitifitas GRE meningkat. Pencitraan
dengan GME dapat menjadi salah satu diagnosis penunjang yang penting pada
stadium akut trombosis, dimana sinyal dari T1 adn T2 lebih halus (Leach et al.,
2006).
Gambar 2.5 Parenkim edema(a) Gambar potongan axial T2 pada pencitraan pasien yang pertama
(b) 2 bulan kemudian setelah penggunaan antikoagulasi
Rekanalisasi
Suatu penampakan yang ireguler pada sinus, dengan beberapa saluran
intrasinus dan pembuluh darah yang kolateral, hal ini dapat terlihat pada MR
venografik. Rekanalisasi yang komplit dapat terjadi lebih sering pada trombosis di
daerah sinus sagitalis superior dan sinus yang lurus daripada trombosis pada
sinus transversal dan sigmoid. Pada pasien yang diberikan pengobatan
antikoagulan, progesivitas dari rekanalisasi tidak khas setelah penggunaan obat
selama 4 bulan. Rekanalisasi komplit tidak selalu pertanda kesembuhan dari
pasien (Leach et al., 2006).
2.5.5 Abnormalitas parenkim
Kerusakan parenkim otak pada pasien CVT adalah sekitara 57%. Lesi
parenkimal dapat dilihat lebih jelas dan baisanya dapat teridentifikasi dengan
mudah pada MRI daripada dengan CT Scan. Edema fokal, atau edema yang
tidak disertai dengan pendarahan yang terlihat, dapat dilihat dengan
menggunakan CT pada 8% kasus dan pada MRI sebanyak 25% kasus.
13
Pembagian staging kerusakan parenkim berdasarkan MRI adalah edema
vasogenik primer (dengan peningkatan ADC yang kemungkinan berhubungan
dengan kongesti vena) atau edema sitotoksik primer. Pendarahan dapat terjadi
pada dua macam jenis edema. Penggunaan kata infark pada vena harus
dihilangkan karena kata tersebut mengacu pada kejadian yang tidak dapat
dikembalikan. Meskipun perubahan parenkim dapat terjadi pada area otak yang
mengalirkan secara langsung oleh sinus venosus yang teroklusi.
Pembengkakan parenkim tanpa abnormalitas dapat menunjukkan
intensitas sinyal sebesar 42% pada pasien dengan CVT. Pasien dengan
pembengkakan otak dan tanpa intensitas sinyal dari parenkim cenderung
mengalami penekanan intrasinus pada radius sedang (20-25 mmHg).
Perubahan Difusi
Meskipun perubahan difusi pada pencitraan dapat memberikan informasi yang
penting untuk mengevaluasi pasien dengan CVT, penelitian menggunakan
diffusion weighted imaging untuk melihat trombus pada vena cerebral masih
terbatas. Pada separuh dari pasien yang mempunyai lesi dengan peningnkatan
sinyal T2 berhubungan dengan CVT.
Sumbatan Vena Dalam
Trombosis vena serebral internal, vena Galen, atau sinus lurus telah
diamati pada sekitar 16% pasien dengan trombosis vena serebral. Kebanyakan
pasien tersebut memiliki gejala peningkatan tekanan intrakranial yang
meningkatkan resiko koma. Manifestasi dapat mirip dengan penderita ensefalitis
sehingga diagnosis dan pengobatan yang cepat dan akurat sangat penting.
Edema thalamic adalah ciri pencitraan dari kondisi ini, dan dapat meluas
ke daerah-daerah kaudal dan white matter. Pada pencitraan MR, thrombus
biasanya terlihat dalam sinus lurus, pembuluh darah Galen, atau vena serebral
internal. Meskipun bersifat luas, edema mungkin terutama vasogenic (dengan
nilai ADC tinggi) dan dapat sembuh tanpa gejala sisa.
14
Gambar 2.6 Trombosis sinus lurus, pembuluh darah Galen, dan vena serebral internal. (a) Potongan Aksial menengah menunjukkan tanda tanda kelainan yang luas dalam kedua talamus dan meluas ke dalam nucleus caudatus (panah) .( b ) Potongan sagital dua dimensi dengan kontras MR venogram menunjukkan sebagian dari sistem vena dalam dengan tidak ada sinyal (panah) , sebuah temuan yang konsisten dengan oklusi.
Isolated Cortical Venous Thrombosis
Penyakit ini relatif jarang. Banyak pasien dengan trombosis vena kortikal
terisolasi telah menderita kelainan koagulasi atau kondisi inflamasi kronis seperti
penyakit inflamasi usus.
Temuan khas daerah parenkim adalah adanya edema kortikal fokal atau
perdarahan, yang mungkin tidak spesifik. Temuan thrombosis struktur vena yang
berdekatan, mungkin merupakan tanda paling spesifik dari gangguan ini, dan
telah disebutkan dalam deskripsi terbaru dari entitas ini. Pada gambar CT,
temuan ini telah disebut sebagai "cord sign", pada gambar MR, telah disebut
"tanda vena hyperintense"
15
Gambar 2.7 Trombosis vena kortikal terisolasi pada wanita 71 tahun dengan sakit kepala dan perubahan status mental. Gambar axial T1 (a) dan gambar aksial T2 (b) menunjukkan trombosis vena kortikal, dengan T1 hyperintensity sinyal (panah dalam) dan isointensity sinyal T2 (panah di b). Edema ringan juga terlihat di parenkim otak yang berdekatan (panah di b). Tidak ditemukan adanya bukti trombosis sinus dural.
Idiopathic Intracranial Hypertension
Hipertensi intrakranial idiopatik (juga dikenal sebagai pseudotumor
cerebri) adalah sindrom peningkatan tekanan intrakranial tanpa penjelasan yang
jelas seperti lesi massa. Tanda dan gejala sakit kepala, mual, muntah, edema
papil, kelumpuhan saraf kranial, dan perubahan visual.
Trombosis sinus dapat terjadi sebagai bagian dari sindrom hipertensi
intrakranial dan harus dikeluarkan dengan pencitraan rinci (MR pencitraan dan
MR Venography atau CT Venography) pada semua pasien dengan manifestasi
tersebut.
Stenosis bilateral dari sinus melintang, tanpa bukti definitif trombosis saat
ini atau sebelumnya, telah dijelaskan dalam 93% pasien dengan hipertensi
intrakranial idiopatik diidentifikasi pada kontras ditingkatkan MR Venography.
Stenosis biasanya ditemukan di segmen lateral sinus melintang.
Transverse sinus stenosis juga dapat menghilang secara spontan pada
pasien dengan hipertensi intrakranial idiopatik setelah cairan serebrospinal
dialihkan. Abnormalitas sinus dural yang membesar pada pasien dengan
hipotensi intrakranial dapat kembali ke ukuran normal setelah pengobatan darah
-patch dan kembali tekanan cairan serebrospinal ke tingkat normal.
16
Gambar 2.8 atresia sinus transversal. Gambar MIP oblique dari TOF MR Venography koronal menunjukkan tidak adanya bagian medial sinus melintang kiri (panah) yang lengkap, sebuah temuan dikonfirmasi pada kontras dengan peningkatan MR Venography. Tidak ada intensitas tanda-tanda abnormal dicatat pada gambar yang diperoleh dengan urutan MR.
Potensi Kesalahan Interpretasi Gambar
Varian dari anatomi vena normal yang mungkin mirip trombosis sinus
telah dijelaskan dengan baik. Ini dapat dibagi lagi menjadi vena varian anatomi
yang meniru oklusi (sinus atresia atau hipoplasia), asimetris atau varian drainase
sinus (sinus oksipital, sinus duplikasi), dan sinus normal mengisi kecacatan
(granulasi arachnoid, intrasinus septa) .
Sinus hipoplasia dan Atresia
Hipoplasia dan atresia dari sinus melintang sering terjadi. Dalam satu
studi anatomi yang dilakukan dengan angiografi konvensional, sinus melintang
asimetris terlihat pada 49 % kasus, dengan tidak adanya sebagian atau seluruh
dari salah satu sinus melintang dalam 20 % kasus. Dalam kebanyakan kasus,
sinus melintang kanan lebih besar dari kiri.
Flow gap pada TOF MR Venography
Selisih arus biasanya muncul pada TOF gambar MR venographic dan
dapat menyebabkan kesulitan dalam penentuan diagnosis. Arus kesenjangan
paling sering muncul dalam sinus melintang nondominant dan berkorelasi
dengan sinus normal tapi kecil seperti yang digambarkan di angiografi
17
konvensional. Kombinasi dari ukuran kecil sinus, pola aliran lambat atau
kompleks, dan sebuah instrumen akuisisi citra yang tidak tegak lurus dengan
sinus kemungkinan menyebabkan hasil temuan ini. Kurangnya sinyal trombus
dalam sinus pada gambar MR adalah petunjuk yang membantu untuk
menghindari perangkap ini.
Gambar 2.9 Lokasi anomali bifurkasi sinus sagital superior .(a) gambar MIP anteroposterior dari TOF MR Venography menunjukkan bifurkasi tinggi dari sinus sagital superior ( panah). (b) Pada aksial kontras gambaran CT, bifurkasi awal sinus menghasilkan gambaran tanda delta kosong yang semu (panah), yang mirip sinus trombosis.
Varian Anatomi Confluence Sinus
Varian anatomi herophili torcular adalah umum dan dapat menyebabkan
kesalahan diagnostik , terutama dalam penafsiran citra CT .Sebuah bifurkasi
tinggi atau asimetris mungkin menyerupai intrasinus trombus.
Granulasi arachnoid
Granulasi arachnoid adalah struktur normal yang menonjol ke dalam
lumen sinus dural atau lakuna lateral. Ketika granulasi menonjol, granulasi ini
mungkin mensimulasikan sinus trombosis. Terjadinya granulasi sepanjang sinus
dural telah dijelaskan, tetapi inilah yang paling sering dilihat dalam potongan
melintang dan unggul sinus sagital pada gambar anatomi. Dengan digunakan
protokol pencitraan klinis, granulasi arachnoid biasanya dapat diidentifikasi dalam
sinus melintang, khususnya di bagian lateral sinus melintang, dekat situs masuk
vena Labbe 'dan sinus tentorial lateral. Sebagai resolusi kontras teknik
18
pencitraan crosssectional yang telah membaik, maka dapat melihat cacat
konsisten pada granulasi arachnoid dengan menganalisa peningkatan frekuensi.
Gambar 2.10 Tampilan klasik dari granulasi arakhnoid. (A) Foto dari diseksi anatomi sinus melintang tepat menunjukkan tonjolan fokus konsisten dengan granulasi arachnoid (panah). Intrasinus septa (korda willisii) (panah) juga digambarkan. (B, c) Axial kontras CT gambar (b) dan gambar MIP superoinferior dari kontras MR Venography (c) menunjukkan kecacatan mengisi fokus konsisten dengan granulasi arachnoid di bagian lateral sinus melintang (panah), situs yang paling umum dari temuan tersebut.
Sinyal Shine trombus - Melalui di TOF MR Venography
Trombus intrasinus dalam tahap subakut mungkin telah nyata
meningkatkan intensitas sinyal MR sehingga gambar dapat disalahartikan
sebagai bukti aliran pada TOF MR venograms. Evaluasi dekat MR sumber
gambar venographic biasanya memungkinkan diferensiasi , sebagai sinyal
trombus biasanya tidak begitu kuat sebagai sinyal datang yang terkait .
Intensitas Sinus Sinyal yang Bervariasi
Dibandingkan dengan kekosongan aliran homogen yang biasanya terlihat
dalam struktur arteri gambar MR standar, intensitas sinyal struktur vena dapat
berkisar luas. Aliran yang lambat, pola aliran kompleks, variasi anatomi normal,
dan variasi fisiologis normal dalam aliran sinus dural dapat membuat penampilan
pencitraan membingungkan.
Aliran darah lambat atau darah stagnan mungkin muncul dengan
intensitas sinyal meningkat pada gambar MR. Hal ini dapat terjadi bahkan pada
pasien normal. Sinyal intensitas darah stagnan biasanya isointense dengan yang
19
parenkim otak pada gambar T1-tertimbang dan hyperintense pada gambar T2-
tertimbang.
2.6 Manajemen dan Pengobatan
Penggunaan antikoagulan dperkulan pada kasus CVT untuk mencegah
pertumbuhan thrombus, untuk memfasilitasi rekanalisasi dan pencegahan
terjadinya DVT (Saposnik et al., 2011). Pasien diobati dengan menggunakan
infus yang mengandung agen trombolitik dan dimasukkan melalui sinus venosus
dural, dengan menggunakan teknik mikrokateter. Pengobatan ini dibatasi hanya
pada tempat-tempat yang mempunyai spesialis dibagian saraf (Mc.Elveen et al.,
2012).
Meskipun pasien dengan CVT dapat berhasil pengobatannya dengan
menggunakan antikoagulan, tetapi ada beberapa yang tidak dapat sembuh.
Antikoagulasi sendiri tidak dapat menghancurkan trombus yang besar dan
meluas, dan keadaan klinis pasien sendiri bisa memburuk selama pengobatan
dengan menggunakan heparin. Penggunaan terapi fibrinolitik dapat diberikan
pada pasien-pasien dengan trombus yang besar tersebut. Angka kejadian
rekanalisasi dapat menjadi lebih tinggi pada pasien yang menerima terapi
trombolitik (Saposnik et al., 2011).
20
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Cerebral venous thrombosis atau trombosis vena cerebri adalah suatu
penyakit neurologis yang relatif jarang terjadi namun serius, yang dapat
berpotensi reversibel jika didiagnosis dan ditangani dengan tepat dan cepat
(Leach et al., 2006). Penyakit ini biasanya menyerang individu muda terutama
anak-anak dan remaja. Walaupun trombosis vena cerebri telah dikenal baru-baru
ini, penyakit ini memiliki gejala yang terkadang tidak spesifik dan sulit untuk
didiagnosis dan diterapi disebabkan karena etiologinya yang sangat luas dan
tidak adanya keseragaman dalam penanganan (Saposnik et al., 2011).
Diagnosis Cerebral venous thrombosis secara khas didasarkan pada
kecurigaan klinis dan konfirmasi pencitraan. Manifestasi klinis Cerebral venous
thrombosis dapat dimasukkan ke dalam 2 kategori, tergantung pada mekanisme
disfungsi neurologis: (1) berkaitan dengan tekanan intrakranial yang meningkat
yang berakibat kerusakan drainase vena dan (2) yang berkaitan dengan
kerusakan otak secara fokal dari iskemik/infark atau perdarahan pada vena
(Leach et al., 2006).
Pencitraan sebagai alat diagnostik telah berperan sangat besar dalam
diagnosis dan penatalaksanaan CVT. Pencitraan diagnostik untuk CVT dapat
dibagi ke dalam dua kategori modalitas, yaitu noninvasif dan invasif. Tujuannya
adalah untuk menentukan perubahan vaskuler dan parenkim otak yang berkaitan
dengan kondisi penyakit ini (Saposnik et al., 2011).
Penggunaan antikoagulan dperkulan pada kasus CVT untuk mencegah
pertumbuhan thrombus, untuk memfasilitasi rekanalisasi dan pencegahan
terjadinya DVT (Saposnik et al., 2011). Pasien diobati dengan menggunakan
infus yang mengandung agen trombolitik dan dimasukkan melalui sinus venosus
dural, dengan menggunakan teknik mikrokateter. Pengobatan ini dibatasi hanya
pada tempat-tempat yang mempunyai spesialis dibagian saraf (Mc.Elveen et al.,
2012).
22
DAFTAR PUSTAKA
Bousser, MG, Ferro, JM. 2007. Cerebral venous thrombosis: an update. Lancet
Neurol. 2007;6:162–170.
Crassard, I, Soria, C, Tzourio, C, Woimant, F, Drouet, L, Ducros, A, Bousser,
MG. 2005. A negative D-dimer assay does not rule out cerebral venous
thrombosis: a series of seventy-three patients. Stroke. 2005;36: 1716–
1719.
Cumurciuc, R, Crassard, I, Sarov, M, Valade, D, Bousser, MG. 2005. Headache
as the only neurological sign of cerebral venous thrombosis: a series of 17
cases. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 2005;76:1084 –1087.
Galarza M, Gazzeri R. 2009. Cerebral venous sinus thrombosis associated with
oral contraceptives: the case for neurosurgery. Neurosurg Focus. Nov
2009;27(5):E5
Leach, James L.,MD, Fortuna, Robert B., MD, Jones, Blaise V., MD, Gaskill-
Shipley, Mary F.,MD. 2006. Imaging of Cerebral Venous Thrombosis:
Current Techniques, Spectrum of Findings, and Diagnostic Pitfalls.
Radiographics. 2006;26: S19-S43.
McElveen, W Alvin MD. 2012. Cerebral Venous Thrombosis.
http://emedicine.medscape.com/article/1162804-overview#a0156 diakses
pada 5 Agustus 2013.
Poon, Colin S., Chang, Ja-Kwei, Swarnkar, Amar, Johnson, Michele H.,
Wasenko, John. 2007. Radiologic Diagnosis of Cerebral Venous
Thrombosis: Pictorial Review. AJR 2007;189:S64–S75.
Saposnik et al. 2011. Diagnosis and Management of Cerebral Venous
Thrombosis : A Statement for Healthcare Professionals From the
American Heart Association/American Stroke Association. Stroke.
2011;42:1158-1192.
Stam J. 2003. Cerebral venous and sinus thrombosis: incidence and causes in
ischemic stroke. Adv Neurol 2003;92:225–232.
23