referat rosacea
TRANSCRIPT
-
8/10/2019 Referat Rosacea
1/20
1
ROSASEAAdhytya Pratama Ahmadi, Nelly Herfina Dahlan
I. Pendahuluan
Rosasea dicirikan dengan eritema sentral pada wajah yang terjadi
terus menerus selama berbulan-bulan ataupun lebih. Area konveks pada
hidung, pipi, dagu, serta dahi merupakan karakateristik distribusinya.
Gambaran primer rosasea yang dapat terlihat namuntidak dibutuhkan untuk
diagnosis ialah flushing, papul, pustul, dan telangiektasis, Gambaran
sekunder termasuk juga sensasi terbakar atau menyengat pada wajah,
edema, plakat, tampilan kulit kering, phyma, dan flushingdi daerah perifer,
dan manifestasi okuler. Eritema yang berlokasi perifer (pada kulit kepala,
telinga, wajah bagian lateral, leher, dan dada) dapat diamati pada kasus
rosasea namun juga merupakan gambaran yang umum dari flushing
fisiologis dan dampak sinar matahari yang kronis, dan oleh sebab itu harus
diinterpretasikan secara hati-hati1.
Rosasea umumnya terjadi pada orang dewasa. Pada negara-negara di
Eropa utara, dimana penduduk pada umumnya berkulit putih, berambut
merah, dan dengan tipe kulit bangsa Celtic, rosasea lebih umum terjadi
daripada negara-negara di bagian selatan.2
Definisi
Rosasea adalah suatu penyakit peradangan yang bersifat kronik pada
kulit, berbentuk seperti akne yang umumnya terjadi pada kelenjar
pilosebaseus di wajah dan dapat mengakibatkan perubahan kontur wajah
-
8/10/2019 Referat Rosacea
2/20
2
sehingga tampak lebih cembung, terutama pada bagian hidung, pipi, dagu,
dan dahi oleh karena hiperplasia, edema, dan fibrosis kelenjar sebasea.
Penyakit ini ditandai juga dengan adanya eritema yang berkepanjangan dan
telangiektasis disertai dengan papul atau pustul. Selain itu, pada periode
tertentu wajah tampak kemerahan dan terasa panas terbakar yang terjadi
hanya dalam beberapa menit (flushing)3.
Epidemiologi
Rosasea lebih sering terjadi pada bangsa kulit putih (ras kaukasoid).
Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan orang Afrika dan orang
Asia juga dapat menderita rosasea. Pada bangsa kulit putih ditemukan
penderita rosasea sekitar 10% dari jumlah total bangsa kulit putih3.
Puncak insiden dan beratnya penyakit terjadi pada dekade ketiga dan
keempat, pada usia 30-50 tahun, dengan insiden puncak antara 40-50 tahun.
Walaupun demikian, anak-anak, remaja, dewasa muda dan usia lanjut dapat
menderita rosasea3.
Berdasarkan jenis kelamin, pada umumnya rosasea lebih sering terjadi
pada perempuan dibanding laki-laki. Tapi rinofima, salah satu jenis rosasea,
lebih sering menyerang laki-laki dibanding perempuan
2,3
.
Data insiden rosasea pada kelompok etnik yang berbeda sangat
bervariasi dan secara umum data ini masih kurang dan lemah, tetapi dapat
disimpulkan bahwa insiden dan mungkin deteksi rosasea tertinggi pada
individu dengan kulit tipe I dan II, diikuti ras Asia dan insiden terendah
pada populasi berkulit hitam. Insidensi penyakit ini juga sering didapatkan
-
8/10/2019 Referat Rosacea
3/20
3
pada penduduk di Celtic (fototipe kulit I dan II) dan Mediterania Selatan.
Frekuensi yang rendah atau jarang terdapat pada orang yang berwarna kulit
gelap (fototipe kulit V dan VI, warna kulit coklat dan hitam)3,4.
Etiologi
Etiologi rosasea tidak diketahui secara pasti. Ada berbagai hipotesis
mengenai faktor penyebab, yaitu4,5 :
1. Makanan dan minuman
Alkohol dan makanan berbumbu pedas diduga merupakan penyebab
rosasea. Bahkan konstipasi, penyakit gastrointestinal dan penyakit
kelenjar empedu telah pula dianggap sebagai faktor penyebabnya.
2. Psikis/emosional
Belum banyak penelitian mengenai hubungan psikis dengan insiden
terjadinya rosasea. Namun diduga ini terjadi akibat stres yang
berlebihan sehingga mengganggu fungsi kerja hormon yang nantinya
memicu reaksi inflamasi.
3. Obat-obatan
Adanya peningkatan bradikinin yang dilepaskan oleh adrenalin pada
saat kulit kemerahan menimbulkan dugaan adanya peran berbagai obat,
baik sebagai penyebab maupun yang dapat digunakan sebagai terapi
rosasea.
4. Infeksi
-
8/10/2019 Referat Rosacea
4/20
4
Demodex folliculorumdahulu dianggap berperan pada etiologi rosasea.
Walaupun demikian, keterlibatanDemodex folliculorumini masih perlu
dibuktikan.
5. Musim/iklim
Peran musim panas atau musim dingin termasuk di dalamnya peran
sinar ultraviolet yang dapat menimbulkan kerusakan pembuluh darah
kulit sebagai penyebab eritema persisten masih diselidiki.
6.
Imunologi
Di lapisan dermoepidermal penderita rosasea ditemukan adanya deposit
imunoglobulin oleh beberapa peneliti sedangkan di kolagen papiler
ditemukan antibodi antikolagen dan antinuklear antibodi sehingga ada
dugaan faktor imunologi pada rosasea.
7.
Lainnya
Defisiensi vitamin dan hormonal diduga sebagai penyebab penyakit ini.
Patofisiologi
Saat ini telah dipikirkan bahwa terdapat beberapa individu yang
memiliki kulit yang rentan terhadap rosasea selama masa dewasa, ditandai
dengan kemampuan yang lebih untuk mendeteksi dan menanggapi berbagai
paparan (pemicu) dibandingkan dengan kulit wajah dari subyek normal.
Pemicu ini, beberapa di antaranya ada pada daftar "penyebab" rosasea,
merangsang pengenalan oleh kulit dan / atau reseptor neurosensorik, yang
mengarah ke berbagai respon inflamasi dan neurovaskular6(Gambar 1).
-
8/10/2019 Referat Rosacea
5/20
5
Perubahan deteksi dan respons imun serta disregulasi neurovaskular,
yang keduanya telah diidentifikasi pada kulit wajah pasien dengan rosasea,
mendukung konsep bahwa rosasea adalah gangguan inflamasi dengan
beberapa faktor potensial yang mampu menetapkan kaskade tertentu yang
berlangsung dan mengarah ke reaksi kemerahan (flare) pada kulit.
Vasodilatasi berkepanjangan; inflamasi perivaskular; edema; dan paparan
sitokin, kemokin, dan infiltrat seluler yang menyertai flare intermiten
diperkirakan berkontribusi pada kronisitas rosasea. Epidermis pasien
rosasea memperlihatkan tingkat peptida proinflamasi cathelicidin LL-37
yang lebih tinggi yang dianggap sebagai komponen utama dari peradangan
akut serta proliferasi pembuluh darah dan perubahan angiogenik yang
diamati pada kulit yang dipengaruhi rosasea6.
Gambar 1.Faktor patofisiologis rosasea6
-
8/10/2019 Referat Rosacea
6/20
6
Gejala flare dari rosasea dapat disebabkan oleh berbagai faktor,
yang sebagian besar adalah faktor eksogen. Potensi pemicu yang dapat
menyebabkan flare mungkin berasal dari mikroba (misalnya: tungau
Demodex) atau faktor eksogen (misalnya: sinar UV, panas, alkohol, rempah-
rempah seperti kapsaisin). Banyak dari pemicu ini mengaktifkan toll-like
receptor 2 (TLR2) dari keratinosit yang mengenali kedua pola molekul-
terkait-patogen yang berbeda dan pola molekul-terkait-kerusakan. Pola
molekul-terkait-kerusakan dan pola molekul-terkait-patogen memicu flare
rosasea baik yang mengandung atau menginduksi ligan yang menunjukkan
pola yang dikenali oleh TLR2, mirip dengan organisme mikroba yang
diprogramkan untuk dideteksi oleh reseptor ini sebagai bagian dari sistem
kekebalan tubuh bawaan yang melekat pada kulit yang normal. Pada
akhirnya, peningkatan reaktivitas kulit wajah terhadap beberapa pemicu
yang mengaktifkan sistem neurovaskular dan/atau respon imun serta
kaskade inflamasi selanjutnya adalah ciri khas rosasea dan secara jelas
membedakan kulit rosasea yang rawan dengan kulit yang normal6. Urutan
kejadian yang terlibat dalam kaskade deteksi kekebalan yang diperbesar dan
respon yang mencirikan kulit wajah dari rosasea digambarkan pada Gambar
2.
-
8/10/2019 Referat Rosacea
7/20
7
Gambar 2. Kaskade deteksi kekebalan yang diperbesar pada rosasea.6
Kulit wajah pasien rosasea menunjukkan berbagai karakteristik
fisiokimiawi dan struktural yang berbeda dari kulit wajah normal dan
berkorelasi dengan disregulasi neurovaskular, ditambah respon proinflamasi
dan imun angiogenik yang diperbesar (augmented), dan secara klinis
banyaknya tanda-tanda dan gejala yang diamati pada pasien dengan eritema
difus pada sentral wajah dengan dan tanpa lesi paradangan.
Rosasea eritematotelangiektasis dan papulopustular bersama-sama
memiliki infiltrat sel T helper yang umum (TH1). Infiltrat inflamasi awal
rosasea eritematotelangiektasia ditandai dengan adanya limfosit CD4
(konsisten dengan respon seluler TH1), makrofag, dan sel mast, dengan
-
8/10/2019 Referat Rosacea
8/20
8
tidak adanya neutrofil secara keseluruhan. Pasien dengan rosacea
papulopustular juga menunjukkan pola infiltrasi selular yang serupa
ditambah dengan keterlibatan yang lebih besar dari respon imun yang
ditandai dengan infiltrasi neutrofil dan peningkatan ekspresi gen IL-8, yang
dikenal sebagai sebuah kemoatraktan neutrofil. Namun, faktor pendorong
yang menginduksi kaskade terkait IL-8 dan yang terkait dengan
perkembangan lesi papulopustular pada beberapa pasien masih belum
teridentifikasi.6
II. GEJALA KLINIS DAN KLASIFIKASI
National Rosacea Expert (NRS) Commitee, pada tahun 2002
menetapkan subtipe rosasea dan menggolongkannya ke dalam subtipe
eritematotelangiektasis, papulopustular,phymatousdan okular.7
1.
Tipe Eritematotelangiektasis (Erythematotelangiectatic type)
Rasa perih pada bagian sentral wajah, sering disertai dengan rasa panas
dan terbakar yang merupakan tanda utama rosasea tipe
eritematotelangiektasis (ETR).
Gambar 3.Erythematotelangiectatic type7
-
8/10/2019 Referat Rosacea
9/20
9
2.
Tipe papulopustular (Papulopustular rosacea)
Rosasea papulopustular (PPR) merupakan bentuk klasik rosasea.
Kebanyakan penderita adalah wanita berusia pertengahan dengan
keluhan papul dan pustul pada bagian sentral wajah (central portion).
Gambar 4.Papulopustular rosacea7
3. Rosaseaphymatous(phymatous rosacea)
Rosasea tipe ini merupakan rosasea dengan penebalan pada kulit dan
permukaan nodul yang iregular di daerah hidung, dagu, dahi, satu atau
kedua telinga, dan atau kelopak mata. Terdapat empat pembagian tipe
rinofima (suatu perubahan pada hidung) secara histologis yaitu tipe
glandula (akibat hiperplasia kelenjar sebasea) dan merupakan tipe yang
lebih dominan, tipe fibrosa (akibat hiperplasia jaringan konektif), tipe
fibroangiomatosis (hiperplasia jaringan ikat dan pelebaran pembuluh
darah), dan tipe aktinik (akibat massa nodular jaringan elastis).
Gambar 5.Phymatous rosaceadan inflamasi7
-
8/10/2019 Referat Rosacea
10/20
10
4.
Rosasea okular (Ocular rosacea)
Manifestasi okular meliputi blefaritis, konjungtivitis, peradangan pada
kelopak mata dan kelenjar Meibom, hiperemis konjungtiva
interpalpebra dan telangiektasis konjungtiva. Pasien mungkin mengeluh
mata terasa perih atau terbakar, kering, dan iritasi dengan sensasi benda
asing atau sensasi cahaya. Rosasea okular hampir mirip dengan rosasea
phymatous, tetapi memiliki manajemen terapi yang berbeda. Oleh
karena itu, harus ditanyakan pada pasien tentang keluhan dan gejala
okular dan dilakukan pemeriksaan fisis untuk menentukan tipe rosasea.
Gambar 6.Ocular rosacea7
Plewig dan Kligman mengklasifikasikan rosasea berdasarkan stadium
sebagai berikut3,8 :
1. Stadium I : eritema persisten dengan telangiektasis
2. Stadium II : eritema persisten, telangiektasis, papul, pustul kecil
3. Stadium III : eritema persisten yang dalam, telangiektasis yang
tebal, papul, pustul, nodul, jarang ada edema padat/keras pada
bagian sentral wajah.
-
8/10/2019 Referat Rosacea
11/20
11
Pada klasifikasi ini, stadium I analog dengan tipe
eritematotelangiektasis, stadium II dengan tipe papulopustular, dan stadium
III analog dengan tipephymatous.3
Progresi dari satu stadium ke stadium lain tidak selalu terjadi. Rosasea
dapat dimulai dengan stadium II atau III dan stadium-stadium itu dapat
terjadi bersamaan.3
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Perubahan histologi tergantung stadium dari proses yang terjadi.
Biasanya terdapat ketidakteraturan pada jaringan ikat kulit bagian atas,
ditandai dengan adanya edema, kerusakan serabut otot dan sering terjadi
elastosis yang berat. Fase inflamasi ditandai adanya sel limfosit, histiosit,
polimorfonuklear, sel plasma, dan giant cell. Demodex folliculorum
seringkali ditemukan pada folikel rambut daerah yang mengalami gangguan.
Gambaran histopatologis yang paling sering ditemukan pada rosasea adalah
infiltrasi sel radang limfohistiosit dalam jumlah besar yang letaknya agak
berjauhan satu dengan yang lain di sekitar pembuluh darah kulit,
telangiektasis, edema, elastosis, dan terdapat gangguan struktur kulit bagian
atas.
4,9
Tidak ada tes diagnostik yang spesifik sebab diagnosis utamanya
didasarkan atas gambaran klinik saja. Kultur bakteri dapat dilakukan jika
dicurigai terdapat infeksi Staphylococcus aureusdan secara khusus infestasi
Demodex folliculorum.3
-
8/10/2019 Referat Rosacea
12/20
12
IV. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding rosasea terbagi atas dua kelompok gejala klinik
rosasea yaitu papul/pustul wajah danflushingatau eritema.3
1. Papul atau pustul pada wajah
a. Akne vulgaris
Dapat terjadi pada umur remaja, kulit seboroik, terdapat
komedo, papul, pustul, nodus, kista. Tempat predileksi muka, leher,
bahu, dada, dan punggung bagian atas. Tidak ada telangiektasis.
Gambar 7.Akne Vulgaris3
b.Dermatitis perioral
Terjadi pada wanita muda, tempat predileksi sekitar mulut dan
dagu, polimorfi tanpa telangiektasis dan terdapat keluhan gatal.3
-
8/10/2019 Referat Rosacea
13/20
13
Gambar 8.Dermatitis perioral3
2.
Flushingatau eritema pada wajah
a. Dermatitis Seboroik
Dermatitis seboroik sering terjadi bersama-sama dengan rosasea,
tetapi yang membedakannya yaitu pada dermatitis seboroik terdapat
skuama berminyak dan agak gatal dengan tempat predileksi
retroaurikular, alis mata, dan sulkus nasolabialis.3
-
8/10/2019 Referat Rosacea
14/20
14
Gambar 9. Dermatitis seboroik pada wajah. Terlihat eritema dan skuama
kekuningan pada dahi , pipi, sulkus nasolabialis dan dagu3
b.Lupus Eritematosus Sistemik
Meskipun SLE dapat menstimulasi terjadinya rosasea, namun
klinis terlihat eritema dan atrofi pada pipi dan hidung dengan batas
tegas dan berbentuk kupu-kupu.3
Gambar 10. SLE nampak gambaran eritema pada kedua pipi yang memberi
gambaran mirip kupu-kupu3
-
8/10/2019 Referat Rosacea
15/20
15
c.
Dermatomiositis
Dermatomiositis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik
yang menyerang kulit dan atau otot rangka. Dermatomiositis ditandai
oleh adanya edema dan inflamasi periorbita, eritema pada wajah,
leher, dan bagian atas tubuh.3
Gambar 11. Dermatomiositis. Terdapat eritema dan edema pada wajah, terutama
pada daerah sekitar mata3
V. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan awal yang dapat dilakukan adalah menjauhkan dari
faktor pencetus, misalnya alkohol. Steroid topikal harus juga dihindari.3,10, 11
Sistemik
1. Tetrasiklin 250-500 mg setiap pagi, doksisiklin 50-100 mg sekali atau
dua kali sehari, minosiklin 50-100 mg sekali atau dua kali sehari, atau
eritromisin 250-500 mg sekali atau dua kali sehari mengontrol lesi
-
8/10/2019 Referat Rosacea
16/20
16
papular dan pustular yang lebih agresif, serta membantu pengobatan
lesi okular. Tetrasiklin diketahui secara tidak langsung menghambat
aktivitas kalikrein 5 melalui inhibisi matriks metaloprotease.
Antibiotik oral harus dihentikan ketika lesi inflamatorik menghilang,
biasanya memerlukan waktu selama 2-3 bulan.6,8,12,13
2. Isotretionin juga efektif meskipun mempunyai resiko yang lebih
daripada tetracyclin. Obat ini bisa digunakan untuk rosasea yang
resisten terutama yang tidak berespon terhadap antibiotik, seperti
rosasea lupoid, rosasea stage III, rosasea gram negatif, rosasea
konglobata, rosasea fulminant. Dosisnya 0,5 1 mg/kg/hari. Efek
samping pada mata yang paling sering terjadi.8,9
3. Pemberian kortikosteroid biasanya diberikan hanya pada rosasea
fulminant, karena biasanya merupakan kontraindikasi pada rosasea.
Dosis prednisolon 0,5-1 mg/kg/hari diberikan selama 7 hari atau
setelah tanda inflamasi mereda. Kombinasi dengan isotretinoin dan
penurunan dosis kortikosteroid memperlihatkan hasil yang
memuaskan.2,8
Topikal
1. Metronidazol gel atau krim 0,75%.
Metronidazol dapat menyembuhkan lesi hingga 68% 91%. Bentuk
gel adalah yang paling efektif untuk papul dan pustul rosasea. Obat ini
bekerja sebagai antibakteri dan anti inflamasi. Metronidazol dapat
menghambat spesies oksigen reaktif oleh neutrofil. Preparat ini harus
-
8/10/2019 Referat Rosacea
17/20
17
dihindari pemekaiannya pada wanita usia subur. Pemakaian yang
dianjurkan ialah 1-2x/hari.6,8,13
2. Asam azeleat krim 20% atau gel 15%.
Obat ini juga bertindak sebagai antibakteri dan anti inflamasi. Preparat
ini dapat digunakan dua kali sehari sebagai terapi inisial atau
maintenanace. Perbaikan klinis terlihat pada 6-8 minggu terapi
kontinu. 13,14
3. Sodium Sulfasetamid krim 10% + sulfur 5%
Preparat ini menghasilkan efek antibakteri dan keratolitik.
Penggunaan yang dianjurkan 2 kali sehari. Kontraindikasi pada pasien
dengan hipersensitivitas terhadap sulfonamid dan sulfur.13
4. Adapalene
Adapalene ialah derivatNeftoic acidterbaru dengan aktivitas retinoid
acidreseptor agonis dan anti inflamasi yang poten.Adapalene terbukti
aman sebagai penatalaksanaan topikal untuk akne dan kulit yang
teriritasi. Adapalene gel 0,1% berefek kuat pada papul dan pustul tapi
kurang signifikan pada eritem dan telangiektasis.15
Pembedahan
Umumnya rinofima pada rosasea dapat ditatalaksana dengan
pembedahan. Eksisi atau ablasi krioterapeutik seperti halnya bedah listrik,
laser CO2, bedah skalpel,dan dermabrasi merupakan metode yang efektif.
-
8/10/2019 Referat Rosacea
18/20
18
VI. PROGNOSIS
Rinofima biasanya berkembang secara progresif dan pada pengobatan
bedah kulit sering rekurens. Kecenderungan ke arah keganasan dapat terjadi
pada kurang lebih 10% kasus.4
-
8/10/2019 Referat Rosacea
19/20
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Pelle MT. Rosacea. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffell DJ. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, 7th
edition. New York: McGraw Hill. 2008.
2. Lehmann MP. Rosacea Epidemiology, Pathogenesis, Clinical Presentation,
and Treatment. Dtsch Arztebl. 2007
3. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatricks Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology, 6th edition. New York: McGraw Hill. 2009
4. Wasitaatmadja SM. Akne, Erupsi Akneiformis, Rosasea, Rinofima. Dalam:
Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisikeenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010.
5. Weller R, Hunter J, Savin J, Dahl M. Clinical Dermatology, 4th edition.
Massachusetts: Blackwell Publishing. 2008.
6. Del Rosso JQ, Gallo RL, Tanghetti E, Webster G, Thiboutot D. An
Evaluation of Potential Correlations Between Pathophysiologic Mechanism,
Clinical Manifestation and Management of Rosacea. Cutaneus Medicine for
Practicioner. 2013.
7. Wilkin J, Chair, Dahl M, Detmar M, Drake L, Liang MH, et al. Standard
grading system for rosacea: Report of the National Rosacea Society Expert
Committee on the Classification and Staging of Rosacea. J Am Acad
Dermatol. 2004
8. Pelle MT. Rosacea. In: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF,
Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, 6th
edition. New York: McGraw Hill. 2003.
9. Jansen T, Plewig G. Rosacea: classification and treatment. J R Soc Med.
1997
10. Paige DG. Skin Disease. In: Kumar P, Clark M. Kumar and Clarks ClinicalMedicine. Edinburgh: Elsevier Saunders. 2012
11. Berger TG, Dermatologic Disorder. In: Papadakis MA, McPhee SJ, Rabow
MW. Current Medical Diagnosis and Treatment. New York: McGraw Hill.
2013.
12. James WD, G.Berger T, Elston DM, editors. Andrews Dissease of The
Skin Clinical Dermatology. 11thed. Philadelphia: Saunders Company; 2011.
13. Powell FC. Rosacea. N Engl J Med. 200
-
8/10/2019 Referat Rosacea
20/20
20
14. Robertson DB, Maibach HI. Dermatologic Pharmacology. In: Katzung BG,
Masters S, Trevor AJ. Basic and Clinical Pharmacology. New York:
McGraw Hill. 2012.
15. Altinyazar HC, Koca R, Tekin NS, Esturk E. Adapalene vs. Metronidazole
gel for the treatment of Rosacea.Int J Dermatol. 2005