referat somatisasi
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Gangguan somatisasi telah dikenal sejak jaman Mesir kuno. Nama awal untuk
gangguan somatisasi adalah histeria, suatu keadaan yang secara tidak tepat diperkirakan
hanya mengenai wanita, (kata “Histeria” di dapatkan dari kata bahasa Yunani untuk
rahim, Hystera). Pada abad ke-17 Thomas Syndenham menemukan bahwa faktor
psikologis yang dinamakannya penderitaan yang mendahului (antecendent sorrow),
terlibat dalam patogenesis gejala gangguan somatisasi.
Pada tahun 1859 Paul Briquet, seorang dokter Prancis, mengamati banyaknya gejala
dan sistem organ yang terlibat dan perjalanan penyakit yang biasanya kronis. Karena
pengamatan klinis tersebut maka gangguan ini dinamakan Sindroma Briquet. Akan tetapi
sejak tahun 1980 sejak diperkenalkan DSM edisi ketiga (DSM III) istilah “Gangguan
Somatisasi” menjadi standar di Amerika Serikat untuk gangguan yang ditandai oleh
banyak keluhan fisik yang mengenai banyak sistem organ. (1)
Prevalensi dari gangguan somatisasi diperkirakan kurang dari 0.5% dari populasi
Amerika, biasanya lebih sering muncul pada wanita, khususnya wanita African
American dan Hispanic (Escobar et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004) dan pada
pasien yang sedang menjalani pengibatan medis. Prevalensi ini lebih tinggi pada
beberapa negara di Amerika Selatan dan di Puerto Rico (Tomassson, Kent &Coryell
dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Gangguan somatisasi biasanya dimulai pada awal
masa dewasa (Cloninger et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).
Gangguan somatisasi adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik
( sebagai fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat
ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik adalah cukup
serius untuk menyebabkan penderitaan emosional yang bermakna pada pasien atau
1
gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau
pekerjaan
1.2 MANFAAT
Adapun tujuan dari pembuatan referat mengenai gangguan somatisasi adalah :
a. Untuk mengetahui definisi, etiologi dan epidemiologi dari gangguan somatisasi
b. Untuk mengetahui gambaran klinik dan kriteria penegakkan diagnosis pada gangguan
somatisasi
c. Untuk mengetahui macam-macam diagnosis banding dari gangguan somatisasi
d. Untuk mengetahui cara pengobatan yang tepat bagi penderita gangguan somatisasi
e. Untuk mengetahui prognosis pada gangguan somatisasi
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Gangguan somatisasi adalah salah satu gangguan somatoform spesifik yang ditandai
oleh banyaknya keluhan fisik/gejala somatik yang mengenai banyak sistem organ yang
tidak dapat dijelaskan secara adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium. (1,2,3)
Gangguan somatisasi dibedakan dari gangguan somatoform lainnya karena banyaknya
keluhan dan melibatkaan sistem organ yang multiple (sebagai contoh, gastrointestinal
dan neurologis). Gangguan ini bersifat kronis dengan gejala ditemukan selama beberapa
tahun dan dimulai sebelum usia 30 tahun dan disertai dengan penderitaan psikologis
yang bermakna, gangguan fungsi sosial dan pekerjaan, dan perilaku mencari bantuan
medis yang berlebihan. (1)
2.2 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi gangguan somatisasi pada populasi umum diperkirakan 0,1 – 0,2 %,
walaupun beberapa kelompok penelitian percaya bahwa angka sesungguhnya mungkin
mendekati 0,5 %. Prevalensi gangguan somatisasi pada wanita di populasi umum adalah
1 – 2 %. Rasio penderita wanita dibanding laki-laki adalah 5 berbanding 1 dan biasanya
gangguan mulai pada usia dewasa muda (sebelum usia 30 tahun). (1,2,3)
Beberapa peneliti menemukan bahwa ggangguan somatisasi seringkali bersama-sama
dengan gangguan mental lainnya. Sifat kepribadian atau gangguan kepribadian yang
seringkali menyertai adalah yang ditandai oleh ciri penghindaran, paranoid, mengalahkan
diri sendiri dan obsesif konpulsif. (1)
3
2.3 ETIOLOGI
Penyebab ganggguan somatisasi tidak diketahui secara pasti tetapi diduga terdapat
faktor-faktor yang berperan terhadap timbulnya gangguan somatisasi yakni:
1. Faktor Psikososial
Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikis dibawah sadar yang mempunyai
tujuan tertentu. Rumusan psikososial tentang penyebab gangguan melibatkan
interpretasi gejala sebagai suatu tipe komunikasi sosial, hasilnya adalah
menghindari kewajiban (sebagai contoh: mengerjakan ke pekerjaan yang tidak
disukai), mengekspresikan emosi (sebagai contoh: kemarahan pada pasangan), atau
untuk mensimbolisasikan suatu perasaan atau keyakinan (sebagai contoh: nyeri
pada usus seseorang). Beberapa pasien dengan gangguan somatisasi berasal dari
rumah yang tidak stabil dan telah mengalami penyiksaan fisik. Faktor sosial,
kultural dan juga etnik mungkin juga terlibat dalam perkembangan gangguan
somatisasi. (1,2,3,4)
2. Faktor Biologis
Ditemukan adanya penurunan metabolisme (hipometabolisme) suatu zat tertentu di
lobus frontalis dan hemisfer nondominan. Selain itu diduga terdapat regulasi
abnormal sistem sitokin yang mungkin menyebabkan beberapa gejala yang
ditemukan pada gangguan somatisasi.(1,2)
3. Faktor Genetika
Data genetik menunjukkan bahwa, setidaknya dalam beberapa keluarga, transmisi
gangguan somatisasi memiliki komponen genetik. Gangguan somatisasi cenderung
berjalan dalam keluarga dan terjadi pada 10 sampai 20 persen dari tingkat pertama
kerabat perempuan dari pasien dengan gangguan somatisasi. Di dalam keluarga,
tingkat pertama kerabat laki-laki rentan terhadap penyalahgunaan zat dan gangguan
kepribadian antisosial. Satu studi juga melaporkan tingkat kesesuaian 29 persen
pada kembar monozigot dan 10 persen pada anak kembar dizigotik, suatu indikasi
efek genetik. Para kerabat laki-laki wanita dengan gangguan somatisasi
menunjukkan peningkatan risiko gangguan kepribadian antisosial dan kelainan
4
terkait penggunaan narkoba. Memiliki orang tua kandung atau angkat dengan salah
satu dari ketiga gangguan meningkatkan risiko mengembangkan gangguan
kepribadian antisosial, gangguan terkait penggunaan narkoba, atau gangguan
somatisasi.
2.4 GAMBARAN KLINIS
Ciri utama gangguan somatisasi adalah adanya gejala-gejala fisik yang bermacam-
macam (multiple), berulang dan sering berubah-ubah, yang biasanya sudah berlangsung
beberapa tahun sebelum pasien datang ke psikiater. Kebanyakan pasien mempunyai
riwayat pengobatan yang panjang dan sangat kompleks, baik ke pelayanan kesehatan
dasar, maupun spesialistik, dengan hasil pemeriksaan atau bahkan operasi yang negatif.
Keluhannya dapat mengenai setiap sistem atau bagian tubuh manapun, tetapi paling
lajim mengenai keluhan gastrointestinal (perasaan sakit, kembung, mual, muntah),
kesulitan menelan, nyeri di lengan dan tungkai, napas pendek yang tidak berhubungan
dengan aktivitas dan keluhan-keluhan perasaan abnormal pada kulit (perasaan gatal, rasa
terbakar, kesemutan, baal, pedih, dsb.), serta bercak-bercak pada kulit. Keluhan
mengenai seks dan haid juga lazim terjadi. (1,3)
Penderitaan psikologis dan masalah interpersonal adalah menonjol, dan sering sekali
terdapat anxietas dan depresi yang nyata sehingga memerlukan terapi khusus. Pasien
biasanya tetapi tidak selalu menggambarkan keluhannya dengan cara yang dramatik,
emosional, dan berlebih-lebihan, dengan bahasa yang gamblang dan bermacam-macam.
Pasien wanita dengan gangguan somatisasi mungkin berpakaian eksibisionistik. Pasien
mungkin merasa tergantung, berpusat pada diri sendiri, haus akan pujian atau sanjungan
dan manipulatif.
Gangguan somatisasi sering disertai oleh gangguan mental lainnya, termasuk
gangguan depresi berat, gangguan kepribadian, gangguan berhubungan dengan zat,
gangguan kecemasan umum, dan fobia. (1)
5
2.5 DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis gangguan somatisasi berdasarkan DSM IV:
A. Riwayat banyak keluhan fisik dengan onset sebelum usia 30 tahun yang terjadi
selama periode beberapa tahun dan menyebabkan gangguan bermakna dalam
fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.
B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi
pada sembarang waktu selama perjalanan gangguan.
1)Empat gejala nyeri: Riwayat nyeri yang berhubungan dengan sekurangnya
empat tempat atau fungsi yang berlebihan (misalnya: kepala, perut, punggung,
sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan
seksual, atau selama miksi).
2)Dua gejala gastrointestinal: Riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal
selain dari nyeri (misalnya: mual, kembung, muntah selain dari kehamilan,
diare, atau intoleransi terhadap berbagai jenis makanan).
3)Satu gejala seksual: Riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau reproduksi
selain dari nyeri (misalnya: indiferensi seksual, disfungsi erektil, atau
ejakulasi, menstruasi yang tidak teratur, perdaraahan menstruasi yang berlebih,
muntah sepanjang kehamilan).
4)Satu gejala pseudoneurologis: Riwayat sekurangnya satu gejala atau defisit
yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri
(gejala konversi seperti gangguaan koordinasi atau keseimbangan, paralisis
atau kelemahan setempat, sulit menelan atau benjolan ditenggorokan, retensi
urin, hilangnya sensasi sentuh atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian,
kejang, gejala disosiatif seperti amnesia atau hilangnya kesadaran selain
pingsan).
C. Salah satu (1) atau (2)
1) Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat
dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi medis umum yang dikenal atau efek
langsung dari suatu zat (misalnya: efek cedera, medikasi, obat atau alkohol).
6
2) Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau
pekerjaan yang ditimbulkannya melebihi apa yang diperkirakan dari riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium.
D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan
buatan atau pura-pura).(1)
Diagnosis pasti gangguan somatisasi berdasarkan PPDGJ III:
1) Ada banyak dan berbagai gejala fisik yang tidak dapat dijelaskan adanya
kelainan fisik yang sudah berlangsung sekitar 2 tahun.
2) Selalu tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter
bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-
keluhannya.
3) Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang
berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampaak daari perilakunya. (3,5)
2.6 DIAGNOSIS BANDING
Klinisi harus selalu menyingkirkan kondisi medis nonpsikiatrik yang dapat
menjelaskan gejala pasien. Gangguan medis tersebut adalah sklerosis multiple, miastenia
gravis, lupus eritematosus sistemik kronis. Selain itu juga harus dibedakan dari gangguan
depresi berat, gangguan kecemasan (anxietas), gangguan hipokondrik dan skizofrenia
dengan gangguan waham somatik. (1,3)
7
2.7 PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS
Gangguan somatisasi merupakan gangguan yang berlangsung kronik, berfluktuasi,
menyebabkan ketidakmampuan dan sering kali disertai dengan ketidakserasian dari
perilaku sosial, interpersonal dan keluarga yang berkepanjangan.
Episode peningkatan keparahan gejala dan perkembangan gejala yang baru
diperkirakan berlangsung 6 – 9 bulan dan dapat dipisahkan dari periode yang kurang
simtomatik yang berlangsung 9 – 12 bulan. Tetapi jarang seorang pasien dengan
gangguan somatisasi berjalan lebih dari satu tahun tanpa mencari suatu perhatian medis.
Seringkali terdapat hubungan antara periode peningkatan stress atau stress baru dan
eksaserbasi gejala somatik. (1)
Prognosis gangguan somatisasi umumnya sedang sampai buruk. (2)
2.8 TERAPI
Pasien dengan gangguan somatisasi paling baik diobati jika mereka memiliki seorang
dokter tunggal sebagai perawat kesehatan umumnya. Klinisi primer harus memeriksa
pasien selama kunjungan terjadwal yang teratur, biasanya dengan interval satu bulan.
Jika gangguan somatisasi telah didiagnosis, dokter yang mengobati pasien harus
mendengarkan keluhan somatik sebagai ekspresi emosional, bukannya sebagai keluhan
medis. Tetapi, pasien dengan gangguan somatisasi dapat juga memiliki penyakit fisik,
karena itu dokter harus mempertimbangkan gejala mana yang perlu diperiksa dan sampai
sejauh mana.
Strategi luas yang baik bagi dokter perawatan primer adalah meningkatkan kesadaran
pasien tentang kemungkinan bahwa faktor psikologis terlibat dalam gejala penyakit.
Psikoterapi dilakukan baik individual dan kelompok. Dalam lingkungan psikoterapetik,
pasien dibantu untuk mengatasi gejalanya, untuk mengekspresikan emosi yang
8
mendasari dan untuk mengembangkan strategi alternatif untuk mengekspresikan
perasaan mereka. (1,2,4,)
Pengobatan psikofarmakologis diindikasikan bila gangguan somatisasi disertai dengan
gangguan penyerta (misalnya: gangguan mood, gangguan depresi yang nyata, gangguan
anxietas. Medikasi harus dimonitor karena pasien dengan gangguan somatisasi
cenderung menggunakan obat secara berlebihan dan tidak dapat dipercaya. (1)
9
BAB III
KESIMPULAN
Gangguan somatisasi adalah salah satu gangguan somatoform spesifik yang ditandai oleh
banyak keluhan fisik/gejala somatik yang banyak mengenai sistem organ yang tidak dapat
dijelaskan secara adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Ciri utama gangguan somatisasi adalah adanya gejala-gejala fisik yang bermacam-macam
(multiple), berulang dan sering berubah-ubah, biasanya sudah berlangsung sedikitnya 2
tahun, dan menyebabkan disabilitas individu tersebut di masyarahat dan keluarga. Gangguan
somatisasi merupakan gangguan yang bersifat kronik dan progresif umumnya sedang sampai
buruk.
Terapi gangguan somatisasi adalah dengan psikoterapi dan terapi psikofarmakologis bila
gangguan somatisasi tersebut disertai dengan gangguan penyerta (seperti: depresi, anxietas,
gangguan mood).
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock BJ. Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry 10 th ed. Lippincott
Williams and Wilkins: Philadelphia. 2007. Page 635-638
2. Mansjoer, A.A., dkk: Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Edisi ke-3, Media Aesculapius FK-UI, Jakarta, 1999, hal:216-7.
3. Maulany RF. Setio M: Buku Saku Psikiatri, Edisi I, Jakarta; EGC, 1997, hal 224-226
4. Maslim, R.: Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ III, Jakarta, 2001, hal:84.
5. Duran VM, Barlow D. Abnormal Psychology 5th ed. Wadsworth Cengage Learning: USA. 2005. Page 175-179
11