referat stroke in evolution
TRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
Strok merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan terbanyak
di Amerika. Orang yang selamat dari serangan TIA atau strok mewakili sejumlah
populasi yang mengalami resiko tinggi terkena strok. Sekitaer seperempat dari
795.000 kasus stroke yang terjadi tiap tahunnya adalah kejadian berulang.
Prevalensi dari TIA sulit untuk ditentukan karena besarnya proporsi pasien yang
mengalami TIA yang tidak melakukan pengobatan di rumah sakit. Berdasarkan
data epidemiologi yang mendefinisikan faktor-faktor penentu stroke berulang dan
hasil uji klinis, kita dapat menurunkan resiko strok berdasarkan evidence based.
Khususnya, banyak data yang berasal dari studi dengan jumlah terbatas orang
dewasa yang lebih tua, wanita, dan beragam etnis kelompok, dan penelitian
tambahan diperlukan untuk mendapatkan hasil yang dapat dipublikasikan secara
umum.1
Stroke in evolusi adalah suatu bentuk klinis yang sering ditemui di
beberapa jenis strok bahkan mungkin lebih sering dari pada serangan strok yang
tiba-tiba. Strok in evolusi sebenarnya mosaik atau kumpulan kondisi termasuk
berbagai penyebab ( infark luas, infark pada bagian distal , dan perdarahan ) ,
berbagai jenis evolusi dan berbagai mekanisme patofisiologi . Jumlah kasus klinis
yang dipelajari dengan baik dalam literatur sangatlah kecil . Banyak definisi yang
diusulkan tidak memadai . Meskipun telah disarakan bahwa strok progresi
dihilangkan, tampaknya saran ini tidak matang mengingat bahwa kondisi tersebut
adalah kondisi umum dan kritis yang tidak sempurna dalam sebuah penelitian.
Sebaliknya , akan terlihat lebih baik untuk mengatur sebuah penelitian prospektif
dengan laporan klinis ysng rinci , CT serial, angiografi , dan bila mungkin NMR
PET atau SPECT dan pemeriksaan patologis yang rinci pada otak dan arteri extra
- intrakranial otak . Penelitia secara holistik nubgkin akan sangat di perlukan,
mengingat pentingnya kasus ini .2
Strok dibagi menjadi dua, yakni : strok hemoragik (20% dari semua strok)
yang diakibatkan oleh pecahnya suatu mikro aneurisma dari Charcot atau etat
1
crible di otak, dan strok non hemoragik (iskemik, 80% dari semua strok) yang
diakibatkan oleh gangguan aliran darah otak. Pada strok iskemik dengan onset
akut dapat terjadi perburukan kondisi klinis yang merupakan sesuatu yang
alamiah dari perjalanan klinik pasien strok, atau akibat dari pemberian terapi
trombolitik.
Perkembangan kondisi klinis dengan defisit neurologis yang semakin
memburuk pada pasien yang mengalami infark serebri disebut sebagai Stroke in
evolution/Progressing Stroke. Stroke in evolution merupakan kejadian umum
yang dikaitkan dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas.3
II. DEFENISI
Defenisi yang paling banyak di terima secara luas adalah bahwa stroke
adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan aau tanda klinis yang
berkembang dengan cepat berupa gangguan fungsional otak fokal maupin global
yang berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali ada intervensi bedah atau membawa
kematian), yang tidak di sebabkan oleh sebab lain selainpenyebab vaskuler.
Defenisi mencakup stroke akibat infark otak (stroke iskemik), perdarahan
intraserebral (PIS) non traumatik, perdarahan intraventrikuler dan beberapa kasus
perdarahan subarakhnoid (PSA) (Warlow et.al., 2007).
Menurut kesepakatan, defnisi ini tidak mencakup retinal infarction,
perdarahan subdural, perdarahan epidural, infark, atau perdarahan akibat trauma,
infeksi atau tumor, serta tidak termasuk juga pasie dengan thrombosis vena
intracranial dan PSA yang sadar dan mengalami nyeri kepala namun tidak ada
tanda neurologis abnormal.
Gejala neurologis fokal adalah gejala yang muncul akibat gangguan di
daerah yang terlokalisir dan terdapat identifikasi. Misalnya, kelemahan unilateral
akibat lesi di traktus kortikospinalis. Gangguan non fokal atau global
misalnyaadalah terjadinya gangguan kesadaran sampai koma. Gangguan
neurologis non fokal tidak slalu di sebabkan oleh stroke, ada banyak penyebab
lain yang dapat menyebabkannya. Oleh karena itu gejala non fokal tidak
seharusnya di interpretasikan sebagai akibat stroke, kecuali bila disertai gangguan
neurologis fokal (Warlow et.al., 2007).4,5
2
Strok sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular serebral,
dapat dibagi dalam :6
1. Transient ischemic attack (T.I.A)
2. Stroke in evolution
3. Completed strok yang bisa dibagi lagi dalam :
a. Completed strok yang hemoragik
b. Completed strok yang non hemoragik
Pembagian klinis lain sebagai variasi klasifikasi di atas adalah:6
1. Strok non hemoragik, yang mencakup :
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Stroke in evolution
c. Thrombotic stroke
d. Embolic Stroke
e. Strok akibat kompresi terhadap arteri oleh proses di luar arteri, seperti
tumor, abses, granuloma.
III. EPIDEMIOLOGI
Strok adalah penyakit yang merupakan penyebab kematian tersering ketiga
di negara Amerika. Menurut American Heart Association (AHA), diperkirakan 3
juta penderita Strok per-tahun. Sedangkan angka kematian penderita Strok di
Amerika adalah 50-100 per 100.000 penderita per-tahun.8
Survei Departemen Kesehatan RI tahun 2007 pada 987.205 subjek dari
258.366 rumah tangga di 33 propinsi mendapatkan bahwa strok merupakan
penyebab kematian utama pada usia > 45 tahun (15,4% dari seluruh kematian).
Prevalensi strok rata-rata adalah 0,8%, tertinggi 1,66% di Nangroe Aceh
Darussalam dan terendah 0,38% di Papua.9
Rata-rata 20-40% pasien dengan strok non hemoragik (strok iskemik)
masuk dalam kondisi Stroke in evolution. Usia rata – rata stroke dari data 28
rumah sakit di Indonesia adalah 58,8 tahun ± 13,3 tahun, dengan kisaran 18 -95
tahun. Usia rata – rata wanita lebih tua dari pada pria (60,4 ± 13,8 tahun versus
3
57,5 ± 12,7 tahun). Usia kurang dari 45 tahun sebanyak 12,9% dan lebih dari 65
tahn sebanyak 35,8%. Dari data ini terlihat peningkatan kejadian stroke yang
berkolerasi dengan bertambahnya usia. Menurut Framingham terlihat kolerasi
yang bermakna antara kejadian stroke dengan bertambahnya usia. Hal yang agak
berbeda adalah kejadian pada wanita lebih banyak dari pria (53,8% versus
46,2%), studi di Indonesia, sedangkan studi Framingham, rata-rata kejadian pada
pria 2,5 kali lebih sering dari pada wanita.3
IV. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Anatomi vaskuler otak dapat di bagi menjadi 2 bagian, yaitu anterior
(Carotid system) dan posterior (vertebrobasiler system). Pada setiap vaskularisasi
di otak terdapat tiga komponen, yaitu arteri – arteri ekstrakranial, arteri – arteri
intrakranial berdiamater besar dan arteri – arteri perforantes yang berdiamater
kecil. Kompenen – komponen arteri ini mempunyai struktur dan fungsi yang
berbeda, sehingga infark yang terjadi pada komponen tersebut mempunyai
etiologi yang berbeda.
Pembuluh darah ekstrakranial mempunyai struktur trilaminar (tunica
intima, media, dan adventisia) dan berperan sebagai pembuluh darah kapasitan.
Pada pembuluh darah ini mempunyai anatomis yang terbatas.
Arteri-arteri intrakranial yang besar secara bermakna mempunyai
hubungan anatomosis pada permukaan piamater otak dan basis cranium melalui
sirkulus Willisi dan sirkulasi khoroid. Tunica adventisia pembuluh darah ini lebih
tipis dari pembuluh darah ekstrakranial, dan mengandung jaringan elastik yang
lebuh sedikit. Selain itu, dengan diameter yang sama pembuluh darah intrakranial
ini lebih kaku dari pada pembuluh darah ekstrakranial.
Artri-arteri perforantes yang berdiameter kecil baik yang terletak secara
superfisial maupun profunda, secara dominan merupakan suatu end-artery dengan
anastomosis yang terbatas, dan merupakan pembuluh darah resisten.
Darah mengalir ke otak melalui dua arteri karotis dan dua arteri
vertebralis. Arteri karotis interna, setelah memisahkan diri dari arteri karotis
komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan
4
dalam sinus kavernosus, mempercabangkan arteri untuk nervus optikus dan retina,
akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Arteri
karotis interna memberikan vaskularisasi pada regio sentral dan lateral hemisfer.
Arteri serebri anterior memberikan vaskularisasi pada korteks frontalis, parietalis
bagian tengah, korpus kalosum dan nukleus kaudatus. Arteri serebri media
memberikan vaskularisasi pada korteks lobus frontalis, parietalis dan temporalis.10
Gambar 1. Vaskularisasi OtakDikutip dari Kepustakaan 1I
V. ETIOLOGI
Adapun penyebab stroke in evolution, adalah :
1. Oklusi pada arteri besar
Trombosis aterosklerotik pada arteri besar memegang peranan utama
sebagai penyebab stroke in evolution tapi pendapat terdahulu yang mengatakan
bahwa stroke-in-evolution sama dengan thrombosis-in-evolution tidak lagi berlaku
karena emboli jantung juga dapat menyebabkan stroke in evolution.12
Pada arteri karotis dan arteri vertebralis cenderung terjadi ulserasi pada
plak atherosklerotiknya, sehingga sering menjadi sumber embolus. Sumbatan
yang terjadi di pembuluh darah yang cukup besar tersebut biasanya akan
menghasilkan strok iskemik yang luas di otak (daerah infark yang luas).2,13
5
Delapan puluh persen strok iskemik disebabkan oleh emboli. Bekuan
darah, atau serpihan debris yang lepas dari plak ateromatosa di dinding pembuluh
darah besar ekstrakranial, terbawa oleh aliran darah ke otak, dan menjadi
sumbatan di dalam lumen end artery fungsional. Sebagian besar emboli berasal
dari lesi ateromatosa bifurkasio karotidis atau dari jantung. Oklusi embolik
proksimal pada trunkus utama arteri serebri menyebabkan infark luas pada seluruh
teritori pembuluh darah tersebut.10
2. Extension of thrombus
Perkembangan trombus secara antero atau retrograde (trombus sekunder,
trombus yang stagnan) dapat ditemukan di sekitar/di sepanjang oklusi pembuluh
darah arteri yang diakibatkan oleh trombosis sklerotik atau emboli jantung.1,2
3. Infark Hemoragik
Pada kebanyakan kasus emboli serebri yang menyumbat aliran darah
secara total, lesi yang dihasilkan itu terbatas pada daerah vaskularisasi antara
wilayah pendarahan dua arteri yang sewajarnya saling membantu. Daerah itu
dikenal sebagai watershed area. Secara fisiologis watershed area merupakan
wilayah pendarahan dua arteri yang seharusnya saling membantu. Namun, apabila
terjadi infark pada area tersebut, maka dengan cepat terjadi pemusnahan jaringan
yang terdiri dari unsur saraf maupun unsur glia dan vaskular. Vaskularisasi
kolateral diperbatasan daerah itu akan pergiat, namun dengan risiko bahwa darah
yang disampaikan ke daerah yang sudah megalami kerusakan itu tiba di luar
pembuluh darah. Karena itulah infarknya tercampur dengan darah, sehingga
dinamakan infark hemoragik. Proses penghancuran pembuluh darah di wilayah
yang iskemik itu dapat dipercepat oleh fibrinolisin yang beredar di sirkulasi
sistemik. Fibrinolisin itu dapat menghancurkan embolus sehingga aliran darah ke
daerah infark dapat pulih kembali. Tetapi darah yang disampaikan ke situ tiba di
luar lumen pembuluh darah, oleh karena dinding pembuluh darah sudah
mengalami degenerasi akibat hipoksemia. Dengan demikian infark iskemik
menjadi infark hemoragik.6
4. Edema Cerebri
6
Edema serebral terjadi akibat peningkatan jumlah cairan dalam jaringan
otak sebagai akibat pengaruh dari kerusakan lokal atau sistemik. Segera setelah
terjadi iskemia timbul edema serebral sitotoksik akibat dari osmosis sel cairan
berpindah dari ruang ekstraseluer bersama dengan kandungan makromolekulnya.
Mekanisme ini diikuti dengan pompa Na/K dalam membran sel dimana transpor
Na dan air kembali keluar ke dalam ruang ekstraseluler. Pada keadaan iskemia,
mekanisme ini terganggu dan neuron menjadi bengkak sehingga terjadi edema
sitotoksik yang merupakan suatu edema intraseluler. Pada stadium awal edema
sitotoksik ditemukan pembengkakan pada daerah di sekitar arteri yang terkena.
Apabila iskemia menetap untuk waktu yang lama, edema vasogenik dapat
memperbesar edema sitotoksik. Hal ini terjadi akibat kerusakan dari sawar darah
otak, yang mengakibatkan cairan akan mengalir dari jaringan ke otak dan ke
dalam ruang ekstraseluler sepanjang serabut saraf dalam substansia alba sehingga
terjadi pengumpulan cairan vasogenik ekstraseluler. Pada stadium lanjut, edema
vasogenik serebral tampak sebagai gambaran fingerlike pada substansia alba.5
Pada edema serebri, jika tetap tidak ada darah yang mengalir ke daerah itu,
maka edema serebri bertambah. Jika setelah 5 hari tidak terdapat perbaikan, maka
pusat daerah itu menjadi nekrotik. Edema serebral yang luas setelah terjadinya
iskemia dapat berupa space occupying lesion yang meningkatkan tekanan tinggi
intrakranial. Akibat selanjutnya adalah hilangnya kemampuan menjaga
keseimbangan cairan di dalam otak dan menyebabkan penekanan sistem
ventrikel, sehingga cairan serebrospinalis akan berkurang. Bila hal ini berlanjut,
maka akan terjadi herniasi ke segala arah, dan menyebabkan hidrosefalus
obstruktif. Akhirnya dapat menyebabkan iskemia global dan kematian otak.6,8
5. Gangguan Metabolik
Kelainan metabolik (penurunan saturasi O2, cardiac output, sodium,
peningkatan glukosa, demam, obat sedatif, dan lain-lain) dan kejang (seizure)
merupakan penyebab lain yang mungkin dapat menyebabkan stroke in evolution.12
Glutamat dan aspartat terbentuk dari glikolisis melalui siklus Krebs.
Neurotransmitter tersebut juga dilepaskan oleh sel yang iskemik, yang dapat
7
mengeksitasi dan menyebabkan influx Na dan Ca ke dalam intraselular. Keadaan
tersebut akan menyebabkan kerusakan sel secara ireversibel.14
VI. PATOGENESIS
Deposit lemak (atheroma) atau plak akan merusak dinding arteri sehingga
terjadi penyempitan dan pengerasan yang menyebabkan berkurangnya fungsi pada
jaringan yang di suplai oleh arteri trsebut. Atherosklerosis dapat menyebabkan
masalah kesehatan yang serius seperti penyakit jantung koroner, stroke dan
penyakit perifer tergantung arteri yang terkena. Berulangnya kerusakan pada
dinding arteri akan menyebabkan bentukan pembekuan darah yang di sebut
trombus. Pada proses ini akan terjadi penurunan aliran darah lebih lanjut. Pada
beberapa kasus trombus akan membesar dan menutup lumen arteri, atau trombus
dapat terlepas dan membentuk emboli yang mengikuti aliran darah dan
menyumbat aliran darah yang lain. Pada kasus ini arteri yang memperoleh
vaskularisasi dari arteri tersebut akan mati karena kehilangan suplai oksigen
secara cepat, dan bila hal ini terjadi di otak di sebut stroke, dan bila terjadi di
jantung di sebut serangan jantung.
Atherosklerosis adalah sekelompok kelainan pembuluh darah yang
ditandai dengan penebalan dan hilangnya elastisitas pada arteri. Secara patologi
anatomi, terdapat 3 jenis atherosklerosis (Mitchell,2005;Ross,1999) yaitu:
1. Atherosklerosis: Ditandai dengan pembentukan ateroma (plak pada
tunika intima yang terdiri dari lemak dan jaringan ikat).
2. Monckeberg’s medial calcific sclerosis: Yang di tandai dengan kalsifikasi
tunika media.
3. Arteriosklerosis: Ditandai ileh proliferasi atau penebalan dinding arteri
kecil dan arteriol.
Lesi awal dari atherosklerosis adalah fatty streak. Fatty streak bisa di
temukan pada aorta dan arteri koroner pada individu dengan usia 20 tahun. Fatty
streak meruoakan hasil akumulasi dari lipoprotein di dalam tunika intima dinding
pembuluh darah. Secara mikroskopik fatty streak menunjukkan gambaran lipid
yang sarat akan makrofag, T limfosit dan smooth muscle cells. Fatty streak bisa
berkembang menjadi plak fibrosa. Hasil akumulasi lipid yang progresif ini adalah
8
migrasi dan proliferasi dari smooth muscle cells. (Boudi, 2006). Terdapat
hubungan yang kompleks antara elemen seluler dan lesi aterosklerotik. Elemen
seluler terdidri dari sel endotial, sel-sel otot polos, platelet dan leukosit. Fungsi
vasomotor, troombogenisitas dinding pembuluh darah, aktivasi sistem koagulasi,
sistem fibrinolitik, migrasi dan proliferasi sel otot polos dan inflamasi seluler
adalah proses kompleks yang berhubungan dengan proses biologi. Hal ini
mempunyai kontribusi terjadinya atherogenesis dan manifestasi klinis dari
atherosklerosis (Boudi, 2006).
Komplikasi lebih lanjut dari atherosklerosis pada pembuluh darah di otak
dapat menyebabkan iskemia serebral dan menjadi edema serebral. Kejadian ini
terjadi akibat peningkatan jumlah cairan dalam jaringan otak sebagai akibat
pengaruh dari kerusakan lokal atau sistemik. Segera setelah terjadi iskemia timbul
edema serebral sitotoksik akibat dari osmosis sel cairan berpindah dari ruang
ekstraseluer bersama dengan kandungan makromolekulnya. Mekanisme ini diikuti
dengan pompa Na/K dalam membran sel dimana transpor Na dan air kembali
keluar ke dalam ruang ekstraseluler. Pada keadaan iskemia, mekanisme ini
terganggu dan neuron menjadi bengkak. Edema sitotoksik adalah suatu
intraseluler edema. Pada stadium awal edema sitotoksik serebral ditemukan
pembengkakan pada daerah di sekitar arteri yang terkena. Apabila iskemia
menetap untuk waktu yang lama, edema vasogenik dapat memperbesar edema
sitotoksik. Hal ini terjadi akibat kerusakan dari sawar darah otak, yang
mengakibatkan cairan akan mengalir dari jaringan ke otak dan ke dalam ruang
ekstraseluler sepanjang serabut saraf dalam substansia alba sehingga terjadi
pengumpulan cairanvasogenik ekstraseluler. Pada stadium lanjut, edema
vasogenik serebral tampak sebagai gambaran fingerlike pada substansia alba.
Edema serebral yang luas setelah terjadinya iskemia dapat berupa space
occupying lesion. Peningkatan tekanan tinggi intrakranial yang menyebabkan
hilangnya kemampuan untuk menjaga keseimbangan cairan di dalam otak akan
menyebabkan penekanan sistem ventrikel, sehingga cairan serebrospinalis akan
berkurang. Bila hal ini berlajnjut, maka akan terjadi herniasi ke segala arah, dan
9
menyebabakan hidrosefalus obstruktif. Akhirnya dapat menyebabkan iskemia
global dan kematian otak.13
VII. GEJALA KLINIS
1. Gejala-gejala penyumbatan arteri karotis
a. Gejala penyumbatan arteri karotis interna15
- Buta mendadak (amaurosis fugaks)
- Disfagia bila gangguan terletak pada sisi dominan
- Hemiparesis kontralateral dan dapat disertai sindrom horner pada sisi
sumbatan
b. Gejala-gejala penyumbatan arteri serebri anterior15
- Hemiparese kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol.
- Gangguan mental (jika lesi di frontal)
- Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh
- Inkontinensia
- Kejang-kejang
c. Gejala-gejala penyumbatan arteri serebri media15
- Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi hemiparesis yang sama, bila tidak
di pangkal maka engan lebih menonjol
- Hemihipestesia
- Gangguan fungsi luhur pada korteks hemifer dominan yang terserang,
anatara lain afasia motorik/sensorik
d. Gangguan pada kedua sisi15
10
- Karena adanya sklerosis pada banyak tempat, penyumbatan dapat terjadi
pada keedua sisi.
- Timbul gangguan pseudobulbar, biasanya pada vaskuler dengan gejala:
hemiplegi dupleks, sukar menelan, gangguan emosional (mudah menangis)
2. Gejala-gejala penyumbatan sistem vertebrobasiler
a. Sumbatan/gangguan pada arteri serebri posterior:15
- Hemianopsia homonim kontralateral pada sisi lesi
- Hemiparesis kontralateral
- Hilangnya rasa sakit, suhu, sensorik proprioseptif (termasuk rasa getar)
kontralateral (hemianestesia)
Paresis nervi kraniales yang nukleusnya terletak ditengah-tengah N III, N
VI, dan N XII, disertai hemiparesis kontralateral.
Gejala klinis dari Strok tergantung dari luas lesi dan mekanisme
kompensasi terhadap hipoperfusi otak akibat sumbatan yang disebabkan oleh
aterosklerotik pada pembuluh darah otak. Bila ditemukan gejala defisit yang
semakin memberat maka dapat dikategorikan ke dalam Stroke in evolution.5
Manifestasi klinisnya yakni, pertama-tama penderita merasakan disfungsi
ringan yang dapat berupa parestesia hemifasialis saja, atau paresis ringan pada
lengan sesisi atau pada tungkai sesisi saja, tergantung pada daerah otak mana yang
sudah mengalami iskemia berat. Apabila mekanisme vaskularisasi kompensatorik
tidak kunjung datang, maka aliran darah otak akan lebih berkurang dan iskemia
serebri regional bertambah berat dan luas, sehingga timbul hemiparalisis yang
parah.2
VIII. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
11
Untuk mengetahui apakah penderita datang dengan strok atau bukan maka
dapat ditanyakan tentang; waktu serangan, bentuk serangan, tekanan darah saat
serangan, keadaan saat serangan, nyeri kepala, muntah maupun kesadaran saat
serangan. Pada anamnesis akan di temukan kelumpuhan gerak anggota sebelah
badan, mulut mencong atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan
baik. Kejadian ini dapat timbul secara mendadak. Selain itu perlu ditanyakan
faktor faktor resiko yang menyertai strok sperti kencing manis, darah tinggi, dan
obat-obatan yang pernah digunakan, dan riwayat pada keluarga dan penyakit
lainnya.16
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dilakukan penilaian tingkat kesadaran, pernapasan,
suhu, tekanan darah, denyut nadi, gizi, anemi, sianosis, paru dan jantung. Serta
dilakukan pemeriksaan neurologis untuk mengetahui apakah terdapat kaku kuduk
untuk mengetahui adanya perdarahan sub arakhnoid, nervus kranial, motorik,
sensorik, dan otonom dari penderita.16
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah :16
Darah rutin
Elektrolit, tes fungsi ginjal, tes fungsi hati
Glukosa darah
Kolesterol
Tes pembekuan darah
4. Radiologi
a. CT-Scan (Computed Tomography) Kepala
Perubahan gambaran CT scan kepala dari isodens menjadi hipodens
menggambarkan perjalanan strok yang semakin memburuk. Awal serangan akan
tampak sebagai lesi isodens, namun dalam waktu 6 jam (pada infark yang luas)
dapat menjadi hipodens.16
12
A B
Gambar 2. CT Scan Aksial pada level ganglia basal. Perbandingan gambar A dan B pada Stroke in evolution.. (A) Lesi isodens post infark 7 jam SMRS dan (B) lesi hipodens post infark 24 jam setelah munculnya gejala. Perubahan intensitas dari isodens menjadi hipodens menandakan terjadinya Stroke in evolution.
b. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Dapat menjadi pilihan pencitraan pertama strok pada pusat kesehatan
tertentu,
Lebih jelas memperlihatkan lesi iskemik daripada CT. 16
Diffusion Weighted Imaging (DWI) menunjukkan perubahan dalam
beberapa menit. Bermanfaat untuk membedakan proses akut dan kronis. Lebih
sensitif tetapi tidak spesifik untuk infark. Encephalitis, demyelinating plaque,
tumor semuanya dapat menunjukkan peningkatan sinyal.16
IX. DIAGNOSIS BANDING
Strok Hemoragik
13
Adanya peningkatan tekanan intrakranial secara tiba-tiba pada strok
hemoragik yang cenderung menyebabkan sakit kepala dan muntah-muntah beserta
penurunan derajat kesadaran, dapat pula terjadi pada strok non hemoragik dengan
manifestasi klinis Stroke in evolution.6
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan umum
Tekanan darah ; autoregulasi serebral terganggu setelah strok16
o Penanganan optimal belum jelas. Menurunkan tekanan darah tidak
direkomendasikan
o Mungkin penurunan tekanan darah dapat dipertimbangkan (target ~
penurunan 15%) jika tekanan darah berkelanjutan >220/120.
Oksigenasi : tidak ada data yang mendukung, tetapi dapat diberikan O2
jika saturasi < 92%.16
Kontrol gula darah : hyperglicemia pada strok akut berhubungan dengan
rendahnya keluaran insulin basal. Pengaturan hingga mencapai level normal
dengan insulin jika diperlukan. 16
Cairan intravena dengan saline isotonik untuk mengatur perfusi otak.16
Fisioterapi, mobilisasi dan rehabilitasi dini untuk meminimalisir gangguan
fisik, mengembalikan fungsi, dan mengembangkan perencanaan untuk
mengatasi gangguan.16
Pengawasan terhadap komplikasi depresi post-stroke dan gangguan
neuropsikiatri seperti gangguan emosional, yang terjadi pada 50% kasus.16
Penatalaksanaan spesifik
Tujuan utama dari terapi pada stroke in evolution adalah untuk menghentikan
perkembangan strok. Hal ini dilakukan dengan mempertahankan metabolisme
jaringan melalui pemeliharaan aliran darah pada jaringan otak.
Thrombolisis Intravena (IV) :16
o Intravenous recombinant tissue plasminogen activator (rtPA) diberikan
dalam 3 jam memperbaiki hasil fungsional. Paling baik jika diberikan dalam
90 menit pertama.
14
o Thrombolytic candidates dengan syarat TD <185/ 110 sebelum
pengobatan dan <185/105 setelah pemberian terapi trombolitik.
o Cegah pemberian antiplatelet dan antikoagulan dalam 24 jam pertama
setelah pempeberian rtPA. Awasi pasien setelah pemberian pengobatan untuk
melihat defisit neurologis dan tekanan darah.
Intra-arterial (IA) thrombolysis16
o Masih sedikit data yang mendukung penggunaan obat ini.
o Pengobatan endovaskuler dengan agen trombolitik atau membuang
gumpalan secara mekanik dapat dijadikan pilihan pada individu dengan
oklusi pembuluh darah besar (carotis, proksimal MCA, atau basillar).
Obat Antiplatelet16
o Aspirin dimulai dalam 48 jam dapat menurunkan angka kematian dan
stroke rekuren.
o Lakukan CT scan terlebih dahulu untuk menyingkarkan perdarahan.
Antikoagulan16
o Penggunaan antikoagulan secara rutin pada pasien tidak
direkomendasikan. Tidak ada dasar bahwa penggunaan antikoagulan dini
menurunkan morbiditas, mortalitas atau strok rekuren.
o Atrial Fibrillation atau penyebab lain emboli jantung diobati dengan
aspirin dan mulai untuk mengkonsumsi antikoagulan oral setelah kurang
lebih 2 minggu, walaupun tidak ada pasti waktu aman untuk mulai
menggunakan antikoagulan.
Operasi : Hemicraniotomy dapat dipertimbangkan pada peninggian
tekanan intra kranial (oklusi malignan MCA).16
XI. PROGNOSIS
Hanya sedikit yang menulis mengenai prognosis dari pasien dengan stroke
in evolution. Statistik mortalitas pada pasien dengan stroke in evolution sangat
15
beragam, tergantung dari tipe rumah sakit dimana terapi diberikan, jumlah pasien
yang dirawat dan ketersediaan ruang perawatan intensif.2
Pada literatur, biasanya sedikit atau tidak didapatkan perbedaan pada pasien yang
dengan stroke in evolution pada bagian otak yang disuplai oleh arteri
vertebrobasilar dan pada bagian otak yang disuplai oleh arteri karotis. Pengobatan
dengan antikoagulan terhadap pasien stroke in evolution pada batang otak sekitar
8,5% meninggal, dan pasien yang tidak diberikan terapi antikoagulan 58,9%
meninggal.17
Pasien yang dibawa ke rumah sakit dalam waktu tidak lebih dari 26 jam
setelah ditemukan gejala pertama, 39% tidak berubah pada akhir minggu pertama
dan 35% mengalami kemajuan secara signifikan.
16