referat tht suara serak
DESCRIPTION
medicalTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
Suara serak bukanlah suatu penyakit melainkan gejala dari suatu penyakit,
umumnya berhubungan dengan gangguan pita suara. Gangguan pita suara dapat
terjadi karena adanya infeksi pada tenggorokkan, pemakaian suara yang
berlebihan, pertumbuhan tumor pada pita suara, gangguan saraf pita suara, trauma
pada leher akibat benturan dan infeksi paru-paru. Penyebab paling sering
umumnya adalah infeksi pada tenggorokkan, biasanya karena infeksi saluran
nafas atas, lesi jinak pita suara dan gangguan suara fungsional. Perlu diwaspadai
apabila suara serak lebih dari 2 minggu harus segera diperiksakan untuk menilai
gangguan pada pita suara. Penyebab lain yang perlu diwaspadai adalah tumor
laring.1
Tumor laring dapat ditemukan diberbagai belahan dunia dengan insiden
yang bervariasi. The American Cancer Society melaporkan pada 2006 di Amerika
tercatat ada 12.000 kasus baru dengan 4.740 kasus meninggal akibat tumor laring.
Laporan dari WHO menyatakan 1,5 orang dari 100.000 penduduk meninggal
karena tumor ganas ini.2
Di Indonesia angka kekerapan tumor laring belum dapat dipastikan,
namun diperkirakan mencapai 1% dari semua keganasan di bidang THT. Artinya,
menempati posisi ketiga tumor terbanyak di bidang THT, setalah tumor ganas
nasofaring, dan tumor ganas hidung dan sinus paranasal. Data Departemen
Patologi Anatomi FKUI/RSCM selama periode 2000-2005 ditemukan 3.344 kasus
tumor ganas di daerah kepala-leher, terbanyak kasus kanker nasofaring 948 kasus
(28,35 %) sedangkan tumor ganas laring sekitar 213 kasus (6,73%). Sekitar 60 %
keganasan laring ditemukan didaerah glotis, ada 35 % di supraglotis, dan 5 % di
subglotis.2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Laring
Faring, laring, trakea dan paru-paru merupakan derivat foregut embrional
yang terbentuk sekitar 18 hari setelah konsepsi. Kemudian terbentuk alur faring
median yang berisi tanda pertama sistem pernafasan dan benih laring. Sulkus atau
alur laringotrakea menjadi nyata pada sekitar hari ke-21 kehidupan embrio.
Perluasan alur kearah kaudal merupakan primordial paru. Alur menjadi lebih
dalam dan berbentuk kantung dan kemudian menjadi dua lobus pada hari ke-27
atau ke-28. Bagian proksimal dari tuba yang membesar ini akan menjadi laring.
Pembesaran aritenoid dan lamina epitelial dapat dikenali menjelang 33 hari,
sedangkan kartilago, otot, dan sebagian besar pita suara terbentuk dalam tiga atau
empat minggu berikutnya. Hanya kartilago epiglotis yang tidak terbentuk hingga
masa midfetal. Gangguan perkembangan dapat berakibat berbagai kelainan yang
dapat didiagnosis melalui pemeriksaan laring secara langsung.3
Laring merupakan struktur kompleks yang telah berevolusi yang
menyatukan trakea dan bronkus dengan faring sebagai jalur aerodigestif umum.
Secara umum, laring dibagi menjadi tiga: supraglotis, glotis dan subglotis.
Supraglotis terdiri dari epiglotis, plika ariepiglotis, kartilago aritenoid, plika
vestibular (pita suara palsu) dan ventrikel laringeal. Glotis terdiri dari pita suara
atau plika vokalis. Daerah subglotik memanjang dari permukaan bawah pita suara
hingga kartilago krikoid. Ukuran, lokasi, konfigurasi, dan konsistensi struktur
laringeal, unik pada neonatus.3
3
Gambar 1. Anatomi laring5
Laring adalah organ khusus yang mempunyai sphincter pelindung pada
pintu masuk jalan nafas dan berfungsi dalam pembentukan suara. Diatas laring
terbuka ke dalam laringopharing dan dibawah laring berlanjut sebagai trakea.
Kerangka laring dibentuk oleh beberapa kartilago, dihubungkan oleh membran,
ligamentum, dan digerakkan oleh otot. Laring dilapisi oleh membran mukosa.6
Batas laring adalah aditus laring, sedangkan batas bawahnya adalah batas
kaudal kartilago krikoid. Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang yaitu
tulang hyoid dan beberapa buah tulang rawan. Tulang hyoid berbentuk seperti
huruf U yang permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula dan
tengkorak oleh tendo dan otot-otot. Sewaktu menelan, kontraksi otot-otot ini akan
menyebabkan laring tertarik keatas sedangkan bila laring diam maka otot-otot ini
bekerja untuk membuka mulut dan membantu menggerakkan lidah. Tulang rawan
yang menyusun laring adalah kartilago epiglottis, kartilago krikoid, kartilago
aritenoid, kartilago kornikulata, dan kartilago tiroid.6
Gerakan laring dilakukan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan otot-otot
intrinsik. Otot ekstrinsik laring ada yang terletak suprahioid dan infrahioid. Otot
ekstrinsik terutama bekerja pada laring keseluruhan, sedangkan otot-otot intrinsik
menyebabkan gerak bagian-bagian laring sendiri. Otot-otot ekstrinsik laring yang
4
suprahioid berfungsi menarik laring ke bawah sedangkan yang infrahioid menarik
laring ke atas.3
Batas atas cavum laring ialah aditus laring, batas bawah ialah bidang yang
melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas depan ialah permukaan belakang
epiglottis, tuberkulum epiglotik, ligamentum tiroepiglotik, sudut antara
keduabelah lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago krikoid. Batas lateral ialah
membrane kuadraangularis, kartilago aritenoid, konus elastikus, dan arkus
kartilago krikoid sedangkan batas belakangnya ialah m. aritenoid transverses dan
lamina kartilago krikoid. Adanya lipatan mukosa pada ligamentum vocal dan
ligamentum ventrikulare maka terbentuk plika vokalis dan plika ventrikularis.
Bidang antara plika vokalis kanan dan kiri disebut rima glottis sedangkan antara
kedua plika ventrikularis disebut rima vestibule. Plika vokalis dan plika
ventrikularis membagi rongga laring dalam tiga bagian, yaitu vestibulum laring,
glotik dan subglotik.3
Laring dipersarafi oleh cabang-cabang n. vagus yaitu n. laringis superior
dan n.laringis inferior. Perdarahan laring terdiri dari 2 cabang yaitu a. laringis
superior dan a. laringis inferior.3
Gambar 2. Anatomi pita suara7
5
2.2 Fisiologi Laring
Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi
serta fonasi. Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks.
Pemantauan suara dilakukan melalui umpan balik yang terdiri dari telinga
manusia dan suatu sistem dalam laring sendiri. Fungsi fonasi dengan membuat
suara serta menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh
peregangan plika vokalis. Syarat suara nyaring yaitu anatomi korda vokalis
normal dan rata, fisiologis harus normal dan harus ada aliran udara yang cukup
kuat. 8,9,10
Terdapat 3 fase dalam berbicara: pulmonal (paru), laringeal (lariynx), dan
supraglotis/oral. Fase pulmonal menghasilkan aliran energi dengan inflasi dan
ekspulsi udara. Aktivitas ini memberikan kolom udara pada laring untuk fase
laringeal. Pada fase laringeal, pita suara bervibrasi pada frekuensi tertentu untuk
membentuk suara yang kemudian di modifikasi pada fase supraglotik/oral. Kata
(word) terbentuk sebagai aktivitas faring (tenggorok), lidah, bibir, dan gigi.
Disfungsi pada setiap stadium dapat menimbulkan perubahan suara, yang
mungkin saja di interpretasikan sebagai hoarseness oleh seseorang/penderita.11
Adapun perbedaan frekuensi suara dihasilkan oleh kombinasi kekuatan
ekspirasi paru dan perubahan panjang, lebar, elastisitas, dan ketegangan pita
suara. Otot adduktor laringeal adalah otot yang bertanggung jawab dalam
memodifikasi panjang pita suara. Akibat aktivitas otot ini, kedua pita suara akan
merapat (aproksimasi), dan tekanan dari udara yang bergerak menyebabkan
vibrasi dari pita suara yang elastik.11
Laring khususnya berperan sebagai penggetar (vibrator). Elemen yang
bergetar adalah pita suara. Pita suara menonjol dari dinding lateral laring ke arah
tengah dari glotis. pita suara ini diregangkan dan diatur posisinya oleh beberapa
otot spesifik pada laring itu sendiri. 12
6
Gambar 3. Fisiologi suara12
Gambar 12 B, menggambarkan pita suara. Selama pernapasan normal, pita
akan terbuka lebar agar aliran udara mudah lewat. Selama fonasi, pita menutup
bersama-sama sehingga aliran udara diantara mereka akan menghasilkan getaran
(vibrasi). Kuatnya getaran terutama ditentukan oleh derajat peregangan pita, juga
oleh bagaimana kerapatan pita satu sama lain dan oleh massa pada tepinya.12
Gambar 12 A, memperlihatkan irisan pita suara setelah mengangkat tepi
mukosanya. Tepat di sebelah dalam setiap pita terdapat ligamen elastik yang kuat
dan disebut ligamen vokalis. Ligamen ini melekat pada anterior dari kartilago
tiroid yang besar, yaitu kartilago yang menonjol dari permukaan anterior leher
dan (Adam’s Apple”). Di posterior,ligamen vokalis terlekat pada prosessus
vokalis dari kedua kartilago aritenoid. Kartilago tiroid dan kartilago aritenoid ini
kemudian berartikulasi pada bagian bawah dengan kartilago lain, yaitu kartilago
krikoid. 12
Pita suara dapat diregangkan oleh rotasi kartilago tiroid ke depan atau oleh
rotasi posterior dari kartilago aritenoid, yang diaktivasi oleh otot- otot dari
kartilago tiroid dan kartilago aritenoid menuju kartilago krikoid. Otot-otot yang
terletak di dalam pita suara di sebelah lateral ligament vokalis, yaitu otot
tiroaritenoid, dapat mendorong kartilago aritenoid ke arah kartilago tiroid dan,
oleh karena itu, melonggarkan pita suara. Pemisahan otot-otot ini juga dapat
7
mengubah bentuk dan massa pada tepi pita suara, menajamkannya untuk
menghasilkan bunyi dengan nada tinggi dan menumpulkannya untuk suara yang
lebih rendah (bass). Akhirnya, masih terdapat beberapa rangkaian lain dari otot
laryngeal kecil yang terletak di antara kartilago aritenoid dan kartilago krikoid,
yang dapat merotasikan kartilago ini ke arah dalam atau ke arah luar atau
mendorong dasarnya bersama-sama atau memisahkannya, untuk menghasilkan
berbagai konfigurasi pita suara.12
2.3 Suara serak (hoarseness)
Kelainan yang berasal dari fase oral dan fase paru tidak dianggap sebagai
hoarseness. True hoarseness atau suara serak yang sebenarnya, berasal dari
abnormalitas pada laring dan umumnya menghasilkan suara yang kasar (raspy
voice).11
Di bawah ini terdapat berbagai istilah untuk mengkarakteristikan
hoarseness atau
perubahan kualitas suara:11
1. Disfonia: digunakan untuk menggambaran perubahan umum kualitas suara
2. Diplofonia: Menggambarkan suara yang dibentuk oleh vibrasi pita suara
menghasilkan 2 frekuensi yang berbeda
3. Afonia: Terjadi jika tidak ada suara di hasilkan oleh pita suara. Ini sering
terjadi sekunder terhadap tidak adanya aliran udara melalui pita suara, atau
defisiensi dalam aproksimasi pita suara.
4. Stridor: Mengindikasikan bising yang dihasilkan dari saluran penapasan atas
selama inspirasi dan/atau ekspirasi karena adanya obstruksi. Stridor menandai
keadaan emergensi, dan tidak dipertimbangkan sebagai hoarseness. Artinya
mungkin saja muncul bersamaan dengan hoarseness jika obstruksi terjadi di level
pita suara.
Suara serak dapat dibagi ke dalam 2 kategori, yaitu: onset akut dan onset
kronis. Onset akut lebih sering terjadi dan biasanya karena peradangan lokal pada
laring. Onset kronis (Laringitis kronis), dapat disebabkan refluks faringeal, polip
8
jinak, nodul pita suara, papilomatosis laring, tumor, defisit neurologis, ataupun
peradangan kronis sekunder karena asap rokok atau voice abuse. 11
Penyebab suara parau dapat bermacam-macam yang prinsipnya menimpa laring
dan sekitarnya. Penyebab suara serak dapat dibagi atas:10
1. Anatomi tidak normal
2. Fisiologi tidak normal, dibagi 2 yaitu:
2.1 Korda vokalis tidak dapat bergerak ke medial (paralise, fiksasi
aritenoid)
2.2 Korda vokalis tidak dapat merapat ke median (korda vokalis konkaf,
adanya halangan untuk merapat).
Penyebab suara serak tersering, yaitu: 11
· Laringitis akut viral
· Nodul pita suara, polip, kista, papiloma
· Paralisis pita suara
· Hipotiroidisme
· Rhinosinusitis
· Kanker laring
· Refluks laringofaringeal
· Tindakan Intubasi
· Alergi
Penyakit sistemik yang dapat mempengaruhi suara dan menyebabkan
suara serak yaitu Hipotirodisme, Multiple sklerosis, Rematoid arthritis, Penyakit
Parkinson, Lupus sistemik, Wagener's granulomatosis, Miasenia Gravis,
Sarkoidosis, dan Amiloidosis.11
Radang laring dapat akut atau kronik. Radang akut biasanya disertai gejala
lain seperti demam, malaise, nyeri menelan atau nyeri bicara, batuk, disamping
suara parau. Kadang-kadang dapat terjadi sumbatan laring dengan gejala stridor
serta cekungan di epigastrium, sela iga dan sekitar klavikula. Radang kronik tidak
spesifik, dapat disebabkan oleh sinusitis kronik atau bronkitis kronik atau karena
penggunaan suara sperti berteriakteriak atau biasa bicara keras. Radang kronik
9
spesifik misalnya tuberkulosa dan lues. Gejala selain suara parau, terdapat juga
gejala penyakit penyebab lain atau penyakit yang menyertainya.11
Tumor laring dapat jinak atau ganas. Gejala tergantung dari lokasi tumor,
misalnya tumor pita suara segera timbul suara parau dan bila tumor tumbuh
menjadi besar menimbulkan sumbatan jalan nafas.8
Paralisis otot laring dapat disebabkan oleh gangguan persarafan baik
sentral maupun perifer dan biasanya paralisis motorik bersama dengan paralisis
sensorik. Kejadiannya dapat unilateral atau bilateral.8
Paralisis pita suara merupakan kelainan otot intrinsik laring yang sering
ditemukan dalam klinik. Tingkat pembukaan rima glottis dibedakan dalam 5
posisi pita suara yaitu median, para median, intermedian, abduksi ringan, dan
abduksi penuh. Menurut jenis otot yang terkena dikenal paralisis aduktor atau
paralisis abduktor atau paralisis tensor. Sedangkan penggolongan menurut jumlah
otot yang terkena dibagi atas paralisis sempurna atau tidak sempurna.8
Secara klinik paralisis otot laring dikenal unilateral midline paralisis,
unilateral incomplete paralysis, bilateral midline paralisis, bilateral incomplete
paralisis, adductor paralisis, thyroarythenoid muscle paralysis, dan cricotyroid
muscle paralysis. 8
2.4 Diagnosis
Setiap keadaan yang menimbulkan gangguan dalam getaran, gangguan
dalam ketegangan serta gangguan dalam pendekatan kedua pita suarakiri dan
kanan akan menimbulkan suara parau. Walaupun suara parau hanya merupakan
gejala tetapi bila prosesnya berlangsung lama (kronik) keadaan ini dapat
merupakan tanda awal dari penyakit yang serius di daerah tenggorok, khususnya
laring. 8
Penentuan diagnosis dimulai dari anamnesa yang lengkap. Anamnesa meliputi
keluhan saat ini, riwayat keluhan sebelumnya yang berkaitan dengan keluhan
yang dialami sekarang. Pada disfonia dapat ditanyakan riwayat penggunaan suara
berlebih, riwayat trauma, dan riwayat penyakit sistemik. 13
Pemeriksaan klinik meliputi pemeriksaan umum (status generalis),
pemeriksaan THT termasuk pemeriksaan laring tak laingsung untuk melihat laring
10
melalui kaca laring, maupun pemeriksaan laring langsung dengan laringoskop
(atau dengan mikroskop). 8
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan meliputi pemeriksaan laboratorium
klinik, radiologik, mikrobiologik dan patologi anatomi. Pemeriksaan darah,
pemeriksaan leukositosis pada infeksi akut, BTA pada biakan laryngitis
tuberculosis, histopatologi untuk kasus tumor, dan CT scan pada karsinoma
laring. 8,13
2.5 Penatalaksanaan suara serak
Penatalaksanaan suara serak dilakukan setelah penyakit terdiagnosis. Sehingga
penatalaksaan dapat dilakukan secara tepat sesuai diagnosis. Penatalaksanaan
suara serak, yaitu: 13
1. Secara khusus yaitu eradikasi infeksi dan inflamasi
Pemberian obat antibiotika, antiinflamasi, anti TB pada laring TB dan
antasida
pada penyakit reflux gastro-esofagitis (GERD).
2. Koreksi bedah (phonosurgery)
a. Mikrolaringoskopi pada tumor jinak laring (vocal nodul,
thyroplasty, arytenoids adduction)
b. Laringektomi pada karsinoma laring
3. Rehabilitasi
· Terapi suara / wicara (oleh unit rehabilitasi medic). Tujuan:
- Memperbaiki kualitas suara (para paresis pita suara)
- Dapat berkomunikasi secara verbal (pada pasien pasca laringektomi)
LARINGITIS
Penatalaksanaan pada laringitis terbagi atas perawatan umum dan
perawatan khusus. Perawatan umum, yaitu: 14
1. Istirahat bicara dan bersuara selama 2-3 hari
2. Dianjurkan menghirup udara lembab
3. Menghindari iritasi pada faring dan laring, misalnya merokok, makan
pedas atau minum dingin
11
4. Penderita dapat berobat jalan. Bila ada sumbatan jalan nafas, penderita
harus dirawat terutama anak-anak
Perawatan khusus, yaitu: 14
1. Terapi medikamentosa
o Antibiotika golongan penisilin
o Anak 50 mg/kgBB dibagi dalam 3 dosis
o Dewasa 3x500 mg /hari
o Bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin atau
bactrim
o Kortikosteroid dapat diberikan untuk mengatasi edem laring
2. Terapi bedah
Tergantung pada stadium sumbatan laring. Pada anak bila terjadi gejala
sumbatan jalan nafas menurut klasifikasi Jackson, dilakukan terapi sebagai
berikut:15
Stadium I : Rawat, observasi, pemberian oksigen dan terapi adekuat
Stadium II-III : Trakheostomi
Stadium IV : Intubasi dan oksigenasi, kemudian dilanjutkan dengan
Trakeostomi Pada laringitis kronis penatalaksanaan yaitu menghindari dan
mengobati faktor-faktor penyebab dengan: 15
1. Istirahat bersuara (vocal rest), tidak banyak bicara atau bersuara keras
2. Antibiotika, bila terdapat tanda infeksi
3. Ekspektoran
Dapat pula dilakukan pengangkatan jaringan yang menebal dan polipoid
serta pemeriksaan patologi anatomik untuk menyingkirkan kemungkinan proses
spesifik dan keganasan. 14
Penatalaksanaan laringitis tuberkulosa, yaitu: 15
1. Anti-TB seperti streptomisin , asam paraamino salisilat dan rifampisin.
Jika timbul keluhan tinnitus atau vertigo, waspada terhadapat
kemungkinan intoksikasi obat.
2. Istirahat suara
3. Trakeostomi bila timbul sumbatan jalan nafas
12
Penatalaksanaan laringitis sifilis yaitu dengan pemberian penisilin dosis tinggi
dalam jangka waktu lama.
NODUL VOKAL
Penanganan nodul vocal adalah istirahat suara dan tidak merokok. Pada
kasus yang persisten dapat dilakukan pengangkatan nodul dengan
mikrolaringoskopi. Setelah pengangkatan nodul, pasien harus istirahat suara
paling kurang 14 hari dan setelah itu terapi wicara untuk mencegah kekambuhan. 15
TUMOR LARING
Secara umum ada 3 jenis penanggulangan karsinoma laring yaitu
pembedahan, radiasi dan sitostatika, ataupun kombinasi. 16
1. Pembedahan
Tindakan operasi untuk keganasan laring terdiri dari :
13
a. Laringektomi
1. Laringektomi parsial
Laringektomi parsial diindikasikan untuk karsinoma laring stadium I yang tidak
memungkinkan dilakukan radiasi, dan tumor stadium II.
2. Laringektomi total
Tindakan pengangkatan seluruh struktur laring mulai dari batas atas (epiglotis dan
os hioid) sampai batas bawah cincin trakea.
b. Diseksi leher radikal
Tidak dilakukan pada tumor glotis stadium dini (T1 – T2) karena
kemungkinan metastase ke kelenjar limfe leher sangat rendah. Sedangkan tumor
supraglotis, subglotis dan tumor glotis stadium lanjut sering kali mengadakan
metastase ke kelenjar limfe leher sehingga perlu dilakukan tindakan diseksi leher.
Pembedahan ini tidak disarankan bila telah terdapat metastase jauh. Perawatan
pasca operatif, yaitu: 17
- Penderita makan melalui pipa hidung lambung selama 2 minggu, dilarang
menelan ludah.
- Pemberikan antibiotika
o Garamycin 80 mg IV/2x perhari selama 7 hari atau kedacillin atau clafucillin
o Metronidazol 3 x 500 mg
- Perawatan luka operasi dengan disertai balut tekan
2. Radioterapi
Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glotis dan supraglotis T1
dan T2 dengan hasil yang baik (angka kesembuhannya 90%). Keuntungan dengan
cara ini adalah laring tidak cedera sehingga suara masih dapat dipertahankan.
Dosis yang dianjurkan adalah 200 rad perhari sampai dosis total 6000 – 7000 rad.
adioterapi dengan dosis menengah telah pula dilakukan oleh Ogura, Som, Wang,
dkk, untuk tumor-tumor tertentu. Konsepnya adalah untuk memperoleh kerusakan
maksimal dari tumor tanpa kerusakan yang tidak dapat disembuhkan pada
14
jaringan yang melapisinya. Wang dan Schulz memberikan 4500–5000 rad selama
4–6 minggu diikuti dengan laringektomi total.16
3. Kemoterapi
Diberikan pada tumor stadium lanjut, sebagai terapi adjuvant ataupun
paliativ. Obat yang diberikan adalah cisplatinum 80–120 mg/m2 dan 5 FU 800–
1000 mg/m2. 16
4. Rehabilitasi
Rehabilitasi setelah operasi sangat penting karena telah diketahui bahwa
tumor ganas laring yang diterapi dengan seksama memiliki prognosis yang baik.
rehabilitasi mencakup Vocal Rehabilitation, Vocational Rehabilitation dan Social
Rehabilitation. 16
PARALISIS KORDA VOKALIS
Penatalaksanaan paralisis korda vokalis sensorik biasanya tidak ada.
Penderita dapat diberikan obat neurotika atau methylcobalamin. 18
Penatalaksanaan paralisis korda vokalis motorik, terdiri dari pembedahan
dan terapi suara. Pada beberapa kasus, suara dapat kembali normal dalam satu
tahun tanpa pengobatan apapun. Oleh karena itu pada beberapa kasus, terapi
pembedahan ditunda selama satu tahun untuk memastikan suara dapat kembali
secara spontan atau tidak. Untuk sementara dilakukan terapi suara dengan tujuan
15
untuk memperkuat koda vokalis atau mengendalikan udara yang keluar saat
bicara. 19
Penatalaksanaan paralisis unilateral korda vokalis dengan tujuan membuat
korda yang paralisis ke tengah dan mengurangi jarak antara kedua korda sehingga
suara dapat keluar.
Terdapat 3 prosedur pembedahan yang sering digunakan, yaitu: 19,20,21
1. Medialisasi tiroplasty
Biasa dilakukan dengan local anastesi dan sedasi sehingga saat
pembedahan dapat mendapatkan suara pasien. Insisi dilakukan dileher dan
diperdalam sampai kartilago tiroid. Prostesis yang sering digunakan
menggunakan bahan silikon. Prostesis ini dimasukkan dan mendorong
korda yang paralisis ke tengah sehingga mengurangi jarak antara kedua
korda vokalis.
2. Aduksi arytenoids
Aduksi aritenoid yaitu dengan reposisi korda vokalis dan kartilago.
3. Injeksi korda vokalis
Dilakukan penyuntikan bahan pada korda vokalis. Bahan yang
paling seing digunakan disuntikkan yaitu Teflon. Bahan lain yaitu
kolagen, silikon, atau lemak tubuh. Penambahan materi ini dengan tujuan
untuk mengurangi jarak antara korda vokalis sehingga korda yang normal
dapat mendekati korda vokalis yang paralisis. Pada umumnya, bilateral
midline paralisis terjadi setelah operasi tiroid akibat cedera nervus
laringeus rekuren pada operasi tiroid dan bermanifestasi sebagai paralisis
plika vokalis bilateral yang berada pada linea mediana. Awalnya, pita
suara terletak pada posisi paramedian, sehingga terjadi gejala disfoni berat
walaupun tanpa obstruksi saluran napas. Setelah beberapa lama, pita suara
berpindah perlahan-lahan ke garis tengah dengan akibat perbaikan suara
namun terjadi sesak napas. Pada laringoskopi tidak langsung dan langsung
dapat terlihat kelumpuhan bilateral pita suara. Pada kasus yang bukan
disebabkan oleh trauma, fungsi satu atau kedua pita suara mungkin dapat
membaik secara spontan. Penyembuhan spontan lebih sulit jika
kelumpuhan disebabkan oleh trauma bedah atau cedera leher berat. Waktu
16
yang diperlukan sampai terjadinya peralihan sesak napas berat bervariasi
antara beberapa hari sampai 20 tahun. 20
Penanganan bervariasi tergantung pada gejala namun tujuan utamanya
adalah untuk menghilangkan sesak napas. Penatalaksanaan bilateral paralisis
harus dilakukan trakeotomi untuk membantu pernafasan. 19,22
BAB III
PENUTUP
Suara serak berasal dari abnormalitas pada laring dan umumnya
menghasilkan suara yang kasar. Suara serak dapat dibagi ke dalam 2 kategori,
yaitu: onset akut dan onset kronis. Onset akut lebih sering terjadi dan biasanya
karena peradangan lokal pada laring. Onset kronis, dapat disebabkan refluks
faringeal, polip jinak, nodul pita suara, papilomatosis laring, tumor, defisit
neurologis, ataupun peradangan kronis sekunder karena asap rokok.
Untuk menegakan diagnosis suatu penyakit dengan gajala suara serak
dapat diperoleh dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
lainnya. Sehingga dapat diperoleh suatu diagnosis yang tepat.
Beberapa penatalaksanaan suara serak adalah secara khusus yaitu eradikasi
infeksi dan inflamasi, koreksi bedah (phonosurgery), atau rehabilitasi.
Penatalaksanaan suara serak dilakukan setelah penyakit terdiagnosis. Sehingga
penatalaksaan dapat dilakukan secara tepat sesuai diagnosis.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Diza, Miralza. Suara serak. [online] 2008. Available from:
http://d132a.wordpress.com
2. Hermani, Bambang. Keganasan laring [online] Desember 2007. Available
from:
www.majalah- farmacia .com
3. Banvetz JD. Gangguan laring jinak Dalam BOIES buku ajar penyakit TH
edisi 6. Jakarta: EGC, 1994.
4. Ryan,Matthew. Surgical Treatment of Laringomalacia. University of
Texas Medical Branch. 2005.
5. Anonymous. Laryng (online) Available at www.academic kellog.cc.mi.us
6. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran edisi 6. Jakarta:
EGC, 2006.
7. Anonymous. Normal laryng (online) Available at
www.voiceandswallowing.com
8. Hermani B, Kartosoediro S. Suara parau dalam buku ajar ilmu penyakit
THT edisi ketiga. Jakarta: FKUI, 1997.
9. Cohen JI. Anatomi dan fisiologi laring dalam BOIES buku ajar penyakit
THT edisi . Jakarta: EGC, 1994.
18
10. Hajati, NL. Bahan kuliah laring. Banjarmasin: Bagian THT FK
UNLAM/RSUD Ulin.
11. Megantara, Imam. Suara serak [online] Agustus 2008. Available from:
http://imammegantara.blogspot.com
12. Anonymous. Fisiologi pengunyahan, penelanan dan bicara [online].
Available from:
http://www.scribd.com
13. Hermani, Bambang. Disfonia. Jakarta: Sub Divisi Laring Faring
Departemen THT FKUI/RSCM.
14. Hermani, Bambang. Laringitis akut dalam penatalaksanaan penyakit dan
kelainan THT edisi ketiga. Jakarta: FKUI.
15. Hadiwikarta, A. Laringitis kronis dalam penatalaksanaan penyakit dan
kelainan THT edisi ketiga. Jakarta: FKUI.
16. Haryuna TSH. Tumor ganas laring. Sumatera Utara: Bagian PA FK USU.
17. Munir M, Abdurrachman H. Tumor ganas laring dalam penatalaksanaan
penyakit dan kelainan THT edisi ketiga. Jakarta: FKUI.
18. Abdurrachman, Hartono. Paralisis laring dalam penatalaksanaan penyakit
dan kelainan THT edisi ketiga. Jakarta: FKUI.
19. NIDCD. Vocal cord paralysis [online]. Available from:
http://www.nidcd.nih.gov
20. Anonymous. Vocal fold paralysis [online]. Available from:
http://www.ent.ufl.edu
21. Mayo clinic. Treatment of vocal cord paralysis www.mayoclinic.com
22. Perkasa, FM. The management of bilateral midline. Departement THT FK
Universitas Hasanuddin Makassar [online]. Available from:
http://www.med.unhas.ac.id
19
ANATOMI7,8,9
Laring dibentuk oleh sebuah tulang di bagian atas dan beberapa tulang rawanyang
saling berhubungan satu sama lain dan diikat oleh otot intrinsik dan ekstrinsik
serta dilapisi oleh mukosa.
Tulang dan tulang rawan laring yaitu :
os Hioid: terletak paling atas, berbentuk huruf “U”, mudah
diraba pada leher bagian depan. Pada kedua sisi tulang ini terdapat
prosesus longus dibagian belakang dan prosesus brevis bagian depan.
Permukaan bagian atas tulang ini melekat pada otot-otot lidah, mandibula
dan tengkorak.2.
Kartilago tiroid : merupakan tulang rawan laring yang terbesar, terdiri dari
dua lamina yang bersatu di bagian depan dan mengembang ke arah
belakang.
Kartilago Krikoid : terletak di belakang kartilago tiroid dan merupakan
tulang rawan paling bawah dari laring. Di setiap sisi
tulang rawan krikoid melekat ligamentum krikoaritenoid, otot
krikoaritenoid lateral dan di bagian belakang melekat
otot krikoaritenoid posterior.
Otot-otot laring terdiri dari 2 golongan besar, yaitu :
Otot-otot ekstrinsik :
Otot elevator :M. Milohioid, M. Geniohioid, M. Digrastikus
dan M. Stilohioid
Otot depressor :-M. Omohioid, M. Sternohioid dan M.
Tirohioid.
Otot-otot Intrinsik : Otot Adduktor dan Abduktor
M. Krikoaritenoid, M. Aritenoid oblique dan transversum
Otot yang mengatur tegangan ligamentum
vokalis :M. Tiroaritenoid, M. Vokalis, M. Krikotiroid
Otot yang mengatur pintu masuk laring :M. Ariepiglotik, M.
Tiroepiglotik.