referat tht.doc

39
BAB 1 PENDAHULUAN Abses wajah dan abses leher dalam adalah kumpulan nanah ( pus ) yang terbentuk dalam ruang potensial wajah dan fasia leher dalam sebagai akibat penyebaran infeksi dari berbagai sumber seperti gigi, sinus paranasal, telinga, leher, dll. 1 Pada masa sebelum ditemukan antibiotika, 70% infeksi leher dalam bersumber dari tonsil dan faring. Sekarang sumber terbanyak berasal dari infeksi dentogen. Sejak ditemukan antibiotika, angka kesakitan ( morbiditas ) dan angka kematian ( mortalitas ) kasus abses leher menurun drastis, walaupun demikian abses leher dalam tetap merupakan salah satu kegawatan di bidang THT. 2 Nyeri tenggorok dan demam yang disertai dengan terbatasnya gerakan membuka mulut dan leher, harus dicurigai kemungkinan disebabkan oleh abses leher dalam. Abses leher dalam dapat berupa abses peritonsil, abses retrofaring, abses parafaring, abses submandibula, dan angina ludovici (Ludwig’s angina). 2 Keterlambatan diagnosis atau terapi yang tidak sesuai dan tidak adekuat dapat menimbulkan keadaan darurat bila telah menyumbat saluran napas atau bila timbul komplikasi berupa mediastinitis, aspirasi paru dan sepsis yang dapat menyebabkan kematian. 2 Abses Leher Dalam 1

Upload: lovembul

Post on 08-Aug-2015

56 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

Page 1: referat THT.doc

BAB 1

PENDAHULUAN

Abses wajah dan abses leher dalam adalah kumpulan nanah

( pus ) yang terbentuk dalam ruang potensial wajah dan fasia leher

dalam sebagai akibat penyebaran infeksi dari berbagai sumber

seperti gigi, sinus paranasal, telinga, leher, dll.1

Pada masa sebelum ditemukan antibiotika, 70% infeksi leher

dalam bersumber dari tonsil dan faring. Sekarang sumber terbanyak

berasal dari infeksi dentogen. Sejak ditemukan antibiotika, angka

kesakitan ( morbiditas ) dan angka kematian ( mortalitas ) kasus

abses leher menurun drastis, walaupun demikian abses leher dalam

tetap merupakan salah satu kegawatan di bidang THT. 2

Nyeri tenggorok dan demam yang disertai dengan

terbatasnya gerakan membuka mulut dan leher, harus dicurigai

kemungkinan disebabkan oleh abses leher dalam. Abses leher

dalam dapat berupa abses peritonsil, abses retrofaring, abses

parafaring, abses submandibula, dan angina ludovici (Ludwig’s

angina). 2

Keterlambatan diagnosis atau terapi yang tidak sesuai dan

tidak adekuat dapat menimbulkan keadaan darurat bila telah

menyumbat saluran napas atau bila timbul komplikasi berupa

mediastinitis, aspirasi paru dan sepsis yang dapat menyebabkan

kematian.2

Abses Leher Dalam 1

Page 2: referat THT.doc

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

Abses leher dalam adalah terbentuknya kumpulan nanah ( pus

) yang terbentuk pada satu atau lebih ruang potensial leher dalam

sebagai akibat penyebaran infeksi dari struktur di sekitarnya,

seperti gigi, sinus paranasal, telinga, leher, dll.1

2.2 ANATOMI

Secara anatomi leher terdiri dari beberapa fasia yang

membentuk ruang potensial leher. Fasia servikal terdiri dari fasia

servikal superfisial dan fasia servikal profunda yang dipisahkan oleh

otot platisma. Fasia servikalis terdiri dari lapisan jaringan ikat

fibrosus yang membungkus organ, otot, saraf dan pembuluh darah

serta membagi leher menjadi beberapa ruang potensial. Fasia

servikalis terbagi menjadi dua bagian yaitu fasia servikalis

superfisialis dan fasia servikalis profunda.1-3

Fasia servikalis superfisialis terletak tepat di bawah kulit leher

berjalan dari perlekatannya di prosessus zigomatikus pada bagian

superior dan berjalan ke bawah ke arah toraks dan aksila yang

terdiri dari jaringan lemak subkutan. Ruang antara fasia servikalis

Abses Leher Dalam 2

Page 3: referat THT.doc

superfisialis dan fasia servikalis profunda berisi kelenjar limfe

superfisial, saraf dan pembuluh darah termasuk vena jugularis

eksterna. 1-3

Fasia servikalis profunda terdiri dari 3 lapisan, yaitu :

1. Lapisan Superfisial

Lapisan ini membungkus leher secara lengkap, dimulai dari dasar

tengkorak sampai daerah toraks dan aksila. Pada bagian anterior

menyebar ke daerah wajah dan melekat pada klavikula serta

membungkus M.Sternokleidomastoideus, M.Trapezius,

M.Masseter, kelenjar parotis dan submaksila. Lapisan ini disebut

juga eksternal, investing layer, lapisan pembungkus dan lapisan

anterior. 1-3

2. Lapisan Media

Lapisan ini dibagi atas 2 divisi, yaitu divisi Muskular dan Viscera.

Divisi muskular terletak di bawah lapisan superfisial fasia

servikalis profunda dan membungkus M.Sternohioid,

M.Sternotiroid, M.Omohioid. Di bagian superior melekat pada

Os.Hioid dan kartilago tiroid serta di bagian inferior melekat pada

sternum, klavikula dan scapula. 1-3

Divisi viscera membungkus organ-organ anterior leher yaitu

kelenjar tiroid, trakea dan esophagus. Di sebelah posterior

berawal dari dasar tengkorak bagian posterior sampai

esophagus, sedangkan bagian anterosuperior melekat pada

kartilago tiroid Os Hioid. Lapisan berjalan ke bawah sampai ke

toraks, menutupi trakea dan esophagus serta bersatu dengan

perikardium. Fasia bukofaringeal adalah bagian dari divisi viscera

yang berada pada bagian posterior faring dan menutupi

M.Konstriktor dan M.Buccinator. 1-3

3. Lapisan Profunda

Lapisan ini dibagi menjadi dua divisi alar dan prevertebra terletak

di antara dari dasar tengkorak sampai Verterbra Thorakal II dan

bersatu dengan divisi viscera lapisan media fasia servikalis

Abses Leher Dalam 3

Page 4: referat THT.doc

profunda. Divisi alar melengkapi bagian posterolateral ruang

retrofaring dan merupakan dinding anterior dari korpus vertebra. 1-3

Divisi prevertebra berada pada bagian anterior korpus vertebra

dan ke lateral meluas ke prosessus tranversus serta menutupi

otot-otot di daerah tersebut. Berjalan dari dasar tengkorak

sampai ke Os. Koksigeus serta merupakan dinding posterior dari

danger space dan dinding anterior dari korpus verterbra. 1-3

Ketiga lapisan fasia servikalis profunda ini membentuk selubung

carotis ( carotic sheath) yang berasal dari dasar tengkorak

melalui ruang faringomaksilaris sampai ke toraks. 1-3

Terdapat kurang lebih 11 ruang potensial leher dalam yang

terbentuk diantara fasia servikal profunda. Ruang – ruang tersebut

saling berhubungan, memungkinkan infeksi menyebar dari satu

ruang ke ruang lainnya. Ruang – ruang tersebut dibagi menjadi 4:

1. Ruang yang melibatkan seluruh panjang leher yang terdiri dari

ruang retrofaring, ruang bahaya ( danger space ), ruang

prevertebra dan ruang vaskular visera.

2. Ruang di atas tulang hioid terdiri dari ruang submandibula,

ruang parafaring, ruang parotis, ruang musikator, ruang

peritonsil dan ruang temporalis.

3. Ruang di bawah tulang hioid, yaitu ruang visera anterior.

Ruang Retrofaringeal

Ruang retrofaring merupakan ruang potensial yang terletak di

antara lapisan media fasia servikal profunda. Ruang ini yang

mengelilingi faring dan esophagus di sebelah anterior. Dinding

anterior ruang ini adalah dinding belakang faring yang terdiri dari

mukosa faring, fasia faringobasilaris dan otot – otot faring. Ruang ini

berisi jaringan ikat jarang dan fasia prevertebralis. Ruang ini mulai

dari dasar tengkorak di bagian atas sampai batas paling bawah dari

fasia servikalis. Serat- serat jaringan ikat di garis tengah

mengikatnya pada vertebra. Di sebelah lateral ruang ini berbatasan

Abses Leher Dalam 4

Page 5: referat THT.doc

dengan fossa faringomaksila. Abses retrofaring sering ditemukan

pada bayi atau anak. Kejadiannya ialah di ruang retrofaring terdapat

kelenjar – kelenjar limfa. Pada peradangan kelenjar limfa itu dapat

terjadi supurasi, yang bilamana pecah, nanahnya akan tertumpah di

dalam ruang retrofaring. Kelenjar limfa di ruang retrofaring ini akan

banyak menghilang pada pertumbuhan anak. 2,5

Daerah ini meluas mulai dari dasar tengkorak sampai ke

mediastinum setinggi bifurkasio trakea ( vertebra torakal I atau II )

di mana divisi viscera dan alar bersatu. Daerah retrofaring terbagi

menjadi 2 daerah yang terpisah di bagian lateral oleh midline raphe.

Tiap – tiap bagian mengandung 2 -5 buah kelenjar limfe retrofaring

yang biasanya menghilang setelah umur 4 – 5 tahun. Kelenjar ini

menampung aliran limfe dari rongga hidung, sinus paranasal,

nasofaring, faring, tuba eustachius dan telinga tengah, daerah ini

disebut juga dengan retroviscera, retroesophagus dan ruang viscera

posterior. 2,5,6

Ruang Parafaring ( fosa faringomaksila )

Ruang parafaring disebut juga sebagai ruang faringomaksila,

ruang faringeal lateral atau ruang perifaring. Ruang parafaring

dibagi menjadi dua, yaitu ruang parafaring anterior dan posterior.

Ruang parafaring anterior ini berbentuk kerucut dan berbatasan

dengan dasar tengkorak di bagian superior dan angulus mandibula

di bagian inferior. Disebelah anteromedial berbatasan dengan fasia

bukofaringeal sedangkan sebelah posterior berbatasan dengan fasia

yang melapisi muskulus stiloid dan dinding anterior selubung

karotis. Fasia yang melapisi muskulus pterigoid internus merupakan

batas anterolateral sedangkan ligamentum stilomandibula

merupakan batas posterolateral. Di bagian posteromedial

berbatasan dengan fasia alar. Ruang parafaring anterior berisi

kelenjar limfe dan jaringan ikat. Ruang parafaring anterior ini

merupakan bagian yang lebih luas dan dapat mengalami proses

supuratif sebagai akibat tonsil yang meradang, beberapa bentuk

mastoidits atau petrositis, atau dari karies dentis. 2,4,6

Abses Leher Dalam 5

Page 6: referat THT.doc

Ruang parafaring posterior merupakan bagian yang lebih

sempit dan dibentuk oleh selubung karotis ( Carotid Sheath ). Dasar

tengkorak merupakan batas superior dan ruang leher visera

merupakan batas inferior. Di sebelah lateral berbatasan dengan

fasia parotis sedangkan di sebelah medial berbatasan dengan fasia

yang mambatasi ruang retrofaring. Ruang parafaring posterior berisi

A.Karotis Interna, V. Jugularis Interna, A. Faring ascenden, N.

Hipoglosus, N. Vagus dan N. Glosofaringeus. Bagian ini dipisahkan

dari ruang retrofaring oleh suatu lapisan fasia yang tipis. 2,4,6

Gambar 1. Ruang Retrofaring dan parafaring.17

Ruang Submandibula

Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual, submental

dan submaksila. Ruang sublingual dibatasi oleh mandibula di bagian

anterior dan lateral. Lidah merupakan batas superior sedangkan

muskulus milohiod merupakan batas inferior. Di dalam ruang

sublingual terdapat kelenjar liur sublingual beserta duktusnya. 2,4,7

Ruang submental berbatasan dengan fasia leher dalam dan

kulit dagu di sebelah anterior. Batas superior adalah muskulus

milohiod anterior dan batas inferior adalah tulang hioid. Muskulus

digastrikus anterior merupakan batas lateral. Di dalam ruang

submental terdapat kelenjar limfe submental. 2,4,7

Abses Leher Dalam 6

Page 7: referat THT.doc

Di dalam ruang submaksila terdapat kelenjar liur submaksila

atau submandibula beserta duktusnya yang berjalan ke posterior

melalui tepi posterior muskulus milohioid dan muskulus hipoglossus.

Di sebelah inferior berbatasan dengan lapisan anterior fasia leher

dalam, kulit leher dan dagu. Batas medial ruang submaksila adalah

muskulus digastrikus anterior dan batas posterior adalah muskulus

stilohioid serta muskulus digastrikus posterior. 2,4,7

Gambar 2. Potongan koronal yang memperlihatkan ruang

submaksila dan sublingual. 17

Ruang Peritonsil

Ruang peritonsil di sebelah medial berbatasan dengan tonsil

palatina dan di sebelah lateral berbatasan dengan muskulus

konstriktor faring superior. Batas superior, inferior, anterior dan

posterior adalah pilar anterior serta pilar posterior tonsil.4,6,7

2.3 ETIOLOGI

Setelah ditemukan antibiotika, infeksi gigi merupakan sumber

infeksi terbanyak yang menyebabkan abses leher dalam. Penyebab

lain abses leher dalam adalah infeksi – infeksi yang berasal dari

kelenjar liur, saluran napas bagian atas, sinus paranasal, kelenjar

tiroid, telinga tengah, trauma infeksi lokal rongga mulut dan

penggunaan jarum suntik yang tidak steril pada tonsilektomi

Abses Leher Dalam 7

Page 8: referat THT.doc

dengan anestesi lokal. Dua puluh persen kasus abses leher dalam

tidak diketahui penyebabnya. Pada anak – anak penyebab tersering

adalah tonsilitis akut, dan infeksi gigi. Karies dan perikoronitis gigi

molar tiga mandibula merupakan penyebab tersering abses

retrofaring dan abses parafaring. Infeksi berjalan cepat karena letak

yang berdekatan antara rahang dengan leher. 2-5,7

Bakteriologi

Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran

beberapa jenis kuman baik kuman aerob maupun anaerob. Dari

golongan aerob, penyebab terbanyak adalah kuman Streptococcus,

Staphilococcus, Diphterioides dan Neisseria. Sedangkan dari

golongan anaerob penyebab terbanyak adalah Bakterioides,

Peptostreptococcus, Eubakterium, Fusobakterium dan

Pseudomonas. 2,4,8

2.4 KLASIFIKASI

Abses leher dalam dapat berupa abses peritonsil, abses

retrofaring, abses parafaring, abses submandibula dan angina

Ludovici ( Ludwig´s angina). 2

2.4.1. ABSES PERITONSIL ( QUINSY )

Definisi

Abses peritonsiler merupakan kumpulan/timbunan

( accumulation ) pus ( nanah ) yang terlokalisir/terbatas ( localized )

pada jaringan peritonsilar yang terbentuk sebagai hasil dari

suppurative tonsilitis. Tempat yang bisa berpotensi terjadinya abses

adalah di daerah pilar tonsil anteroposterior, fossa piriform inferior

dan palatum superior. Nanah terletak di antara kapsul tonsil dan

fosa tonsil. Penyakit ini pada umumnya terjadi pada orang dewasa,

jarang pada anak – anak ( sebelum umur 12 tahun ). Kebanyakan

bersifat unilateral ( hanya mengenai satu sisi ).9

Etiologi

Abses Leher Dalam 8

Page 9: referat THT.doc

Proses ini terjadi sebagai komplikasi tonsilitis akut atau infeksi

yang bersumber dari kelenjar mucus Weber di kutub atas tonsil.

Abses peritonsiler disebabkan oleh organisme yang bersifat aerob

maupun yang bersifat anaerob. Organisme aerob yang paling sering

menyebabkan abses peritosiler adalah Streptococcus pyogenes

( Grup A Beta-hemolitik streptococcus ), Staphylococcus aureus, dan

Haemophillus influenza. Sedangkan organisme anaerob yang

berperan adalah Fusobacterium, Prevotella, Porphyromonas,

Peptostreptococcus spp. Sprinkle telah menunjukkan suatu insidens

yang tinggi dari bakteri anaerob, terutama Bacteroidaceae. Ia

menyatakan bahwa infeksi anaerob harus selalu diperkirakan kalau

ada suatu bau yang tidak enak. Untuk kebanyakan abses

peritonsiler diduga disebabkan karena kombinasi antara organisme

aerob dan organisme anaerob. 2,10

Patologi

Patofisiologi dari abses peritonsiler belum diketahui

sepenuhnya. Namun, teori yang paling banyak diterima adalah

kemajuan ( progression ) episode tosillitis eksudatif pertama

menjadi peritonsilitis dan kemudian terjadi pembentukan abses

yang sebenarnya ( frank abscess formation ). Radang umumnya

berasal dari tonsil dan merupakan komplikasi dari tonsilitis akut.

Kuman penyebab menembus kapsul masuk ke dalam fosa

supratonsil karena daerah superior dan lateral fosa tonsilaris

merupakan jaringan ikat longgar, oleh karena itu infiltrasi supurasi

ke ruang potensial peritonsil tersering menempati daerah ini

sehingga terjadi infiltrat peritonsil. Pada stadium permulaan

(stadium infiltrat), selain pembengkakan tampak permukaannya

hiperemis. Bila proses berlanjut akan terjadi supurasi dan terbentuk

abses sehingga tampak daerah tersebut lebih lunak dan berwarna

kekuningan. Oedem dapat menjalar ke jaringan sekitar yaitu ke

palatum mole, uvula dan radiks lingua. 2,11

Pada pemeriksaan tampak tonsil seolah – olah terdorong

keluar dari tempatnya ( dislokasi ). Tampak penggembungan

Abses Leher Dalam 9

Page 10: referat THT.doc

( bombans ) terutama di daerah supratonsil. Tonsil terdorong ke

tengah, depan dan bawah, uvula bengkak dan terdorong ke sisi

yang sehat ( kontralateral ). Bila proses belangsung terus,

peradangan jaringan di sekitarnya akan menyebabkan iritasi pada

M.Pterigoid Interna, sehingga timbul trismus. Abses terbentuk kira–

kira sesudah 4 hari. Abses dapat pecah spontan, sehingga dapat

terjadi aspirasi ke paru. 2,11

Selain itu abses peritonsil terbukti dapat timbul de novo tanpa

ada riwayat tonsillitis kronis atau berulang ( recurrent ) sebelumnya.

Abses peritonsiler ini dapat juga merupakan suatu gambaran

( presentation ) dari infeksi virus Epstein-Barr ( mononucleosis ).11

Gejala dan Tanda

Selain gejala dan tanda tonsilitis akut juga terdapat 2:

Odinofagia ( nyeri menelan ) yang hebat

Otalgia ( nyeri telinga ) biasanya pada sisi yang sama

Regurgitasi ( muntah )

Feotor ex ore ( mulut berbau )

Hipersalivasi

Rinolalia ( suara sengau )

Sukar membuka mulut ( trismus )

Pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan

Pemeriksaan

Kadang – kadang sukar memeriksa seluruh faring karena

trismus. Pilar anterior tampak membengkak dan hiperemi. Palatum

mole juga tampak membengkak dan menonjol ke depan, dapat

teraba fluktuasi. Uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontralateral.

Tonsil bengkak, hiperemis, mungkin banyak detritus dan terdorong

ke arah tengah, depan dan bawah.2

Abses Leher Dalam 10

Page 11: referat THT.doc

Gambar 3. Abses peritonsiler.17

Diagnosis

Abses peritonsil menimbulkan keluhan nyeri spontan pada sisi

yang sakit ( lebih hebat dibandingkan tonsilitis akut ), nyeri

menelan, nyeri telinga di sisi yang sakit ( referred pain ). 2

Saliva tertumpuk di dalam mulut akibat nyeri tekan yang

hebat (ptialismus), dan suara berubah seperti orang mengulum

makanan pedas dalam mulut ( plumy voice). 2

Pada pemeriksaan, terlihat oedem hebat di daerah palatum

mole sehingga jika penderita minum, minuman keluar dari hidung.

Hal ini disebabkan karena saat proses menelan, palatum mole tidak

dapat bergerak. Oedem palatum mole juga menimbulkan suara

bindeng ( rinolalia aperta ). Mulut sukar dibuka, hanya 0.5 – 1 cm.

Penyebabnya adalah oedem yang menjalar ke lateral ke daerah

peritonsil, menyebabkan spasme muskulus pterigoideus interna

sehingga gerak mandibula dan gerak mengunyah terganggu. Kepala

miring ke arah yang sakit ( tortikolis ), terjadi karena spasme otot

sternokleidomastoideus. Angulus mandibula pada sisi yang sakit

bengkak. Lidah kotor disertai foetor ex ore. Oedem dan hiperemis

pada tonsil, palatum mole, uvula dan radiks lingual. Tonsil keluar

dari fosa tonsiler (dislokasio tonsil). Uvula terdorong ke sisi yang

sehat. Kelenjar leher membesar disertai nyeri tekan. 2

Abses Leher Dalam 11

Page 12: referat THT.doc

Guna mendapatkan pengobatan yang tepat, perlu ditetapkan

terlebih dahulu apakah sudah terbentuk abses ataukah masih

terbentuk infiltrat. Perbedaan keduanya adalah dalam hal lama

penyakit dan ada tidaknya trismus. 2

Untuk memastikan, dilakukan pungsi percobaan di tempat

yang paling bombans ( umumnya pada kutub atas tonsil ). Jika ini

sulit ditentukan, pungsi dilakukan pada pertemuan 2 buah garis

yaitu vertikal melalui arkus anterior dan horizontal melalui basis

uvula dengan arah ke belakang. Jika terdapat nanah maka dibuat

diagnosis abses, tetapi jika tidak terdapat nanah maka didiagnosis

sebagai infiltrat. 2

Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi 2:

1. Abses pecah spontan, mengakibatkan perdarahan, aspirasi paru

atau piemia

2. Abses Parafaring akibat dari penjalaran infeksi atau abses

3. Bila terjadi penjalaran ke daerah intrakranial, dapat

mengakibatkan trombus sinus kavernosus, meningitis dan abses

otak.

4. Trombosis vena – vena lokal atau phlebitis dari vena jugularis

interna

5. Septikemi sebagai akibat dari trombophlebitis

6. Perdarahan mungkin terjadi akibat dari nekrosis A. Carotis

Interna

7. Oedem supraglotik yang menyebabkan gangguan jalan napas

Sejumlah komplikasi klinis lainnya dapat terjadi jika diagnosis

abses peritonsil diabaikan. Beratnya komplikasi tergantung dari

kecepatan progression penyakit. Untuk itulah diperlukan

penanganan dan intervensi sejak dini. 2

Abses Leher Dalam 12

Page 13: referat THT.doc

Diagnosis Banding 2

Infiltrat Peritonsil Abses Peritonsil

Waktu 1-3 hari 4-5 hari sesudah

tonsilitis akut

Trismus Biasanya

kurang/tidak ada

Ada trismus

Terapi

Pada stadium infiltrasi, diberikan atibiotik dosis tinggi, dan

obat simtomatik. Juga perlu kumur – kumur dengan cairan hangat

dan kompres dingin pada leher. Bila terdapat trismus, maka untuk

mengatasi rasa nyeri, diberikan analgesia lokal dengan

menyuntikkan xylocain atau novocain 1% di ganglion

sfenopalatinum. 2

Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah

abses, kemudian di insisi untuk mengeluarkan nanah (gambar 3).

Tempat insisi adalah di daerah yang paling menonjol dan lunak,

atau pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula

dengan geraham atas terakhir pada sisi yang sakit. Setelah

dilakukan insisi, maka dapat diberikan obat kumur yang

mengandung hidrogen peroksida. Antibiotik dan analgetik tetap

diberikan sampai infeksi mulai mereda. 2

Kemudian pasien dianjurkan untuk operasi tonsilektomi. Bila

dilakukan bersama – sama tindakan drainase abses, disebut

tonsilektomi “a´chaud”. Bila tosilektomi dilakukan 3 - 4 hari setelah

drainase abses, disebut tonsilektomi “a´tiede”, dan bila tonsilektomi

4 – 6 minggu sesudah drainas abses disebut tonsilektomi “a´froid”.

Pada umumnya tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi tenang, yaitu

2 – 4 minggu sesudah drainase abses. 2

Tonsilektomi merupakan indikasi absolut pada orang yang

menderita abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas

pada ruang jaringan sekitarnya. 2

Abses Leher Dalam 13

Page 14: referat THT.doc

Gambar 4. Titik untuk insisi dan drainase dari abses peritonsiler

kanan.17

2.4.2. ABSES RETROFARING

Definisi

Abses retrofaring adalah terkumpulnya pus di belakang

dinding faring posterior, di antara fasia leher dalam lapisan tengah (

bukofaringeal ) dan fasia leher dalam lapisan alar. Penyakit ini

biasanya ditemukan pada anak yang berusia di bawah usia 5 tahun.

Hal ini terjadi karena pada usia tersebut ruang retrofaring masih

berisi kelenjar limfa, masing – masing 2 – 5 buah pada sisi kanan

dan kiri. Kelenjar ini menampung aliran limfa dari hidung, sinus

paranasal, nasofaring, faring, tuba eustachius dan telinga tengah.

Pada usia di atas 6 tahun kelenjar limfa akan mengalami atrofi.1

Abses Leher Dalam 14

Page 15: referat THT.doc

Gambar 5. Abses retrofaring.17

Etiologi

Secara umum abses retrofaring terbagi 2 jenis, yaitu:

1. Akut

Sering terjadi pada anak – anak berumur di bawah 4 – 5 tahun.

Keadaan ini terjadi akibat infeksi pada saluran nafas atas seperti

adenoid, nasofaring, rongga hidung, sinus paranasal dan tonsil

yang meluas ke kelenjar limfe retrofaring ( limfadenitis) sehingga

menyebakan supurasi pada daerah tersebut. 2

2. Kronis

Biasanya terjadi pada orang dewasa atau anak – anak yang lebih

tua. Keadaan ini terjadi akibat infeksi tuberkulosis pada vertebra

servikalis dimana pus secara langsung menyebar melalui

ligamentum longitudinal anterior. Selain itu abses dapat terjadi

akibat infeksi TBC pada kelenjar limfe retrofaring yang menyebar

dari kelenjar limfe servikal. 2

Pada banyak kasus sering dijumpai adanya kuman aerob dan

anaerob secara bersamaan. Beberapa organisme yang dapat

menyebabkan abses retrofaring adalah 2:

Kuman aerob

Streptococcus beta – hemolyticus group A ( paling sering ),

streptococcus pneumoniae, streptococcus non – hemolyticus,

staphylococcus aureus, haernophillus sp.

Kuman anaerob

Abses Leher Dalam 15

Page 16: referat THT.doc

Bacteriodes sp, veillonella, peptostreptococcus, fusobacteria.

Gejala dan Tanda

Dari anamnesis biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas

atas. Gejala dan tanda klinis yang sering dijumpai pada anak 2:

1. Demam

2. Sukar dan nyeri menelan

3. Suara sengau

4. Dinding posterior faring membangkak ( bulging ) dan hiperemis

pada satu sisi

5. Pada palpasi teraba massa yang lunak, berfluktuasi dan nyeri

tekan

6. Pembesaran kelenjar limfe leher ( biasanya unilateral ). Pada

keadaan lanjut, keadaan umum anak menjadi lebih buruk, dan

bisa dijumpai adanya kekakuan otot leher ( neck stiffness )

disertai nyeri pada pergerakan.

7. Air liur menetes ( drooling )

8. Obstruksi saluran nafas seperti mengorok, stridor, dispnea

Gejala yang timbul pada orang dewasa pada umumnya tidak

begitu hebat bila dibandingkan dengan anak. Dari anamnesis

biasanya diketahui riwayat tertusuk benda asing pada posterior

faring, pasca tindakan endoskopi atau adanya riwayat batuk kronis.

Gejala yang dapat dijumpai adalah 2 :

1. Demam

2. Sukar dan nyeri menelan

3. Rasa sakit di leher ( neck pain )

4. Suara menggumam ( hot potato voice )

5. Keterbatasan gerak leher

6. Dispnea

Nyeri dan kaku leher sering dirasakan beberapa bulan

sebelum diagnosis ditegakkan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan

pembengkakan dinding posterior faring, pembesaran kelenjar getah

bening leher dan posisi kepala hiperekstensi serta miring ke sisi

Abses Leher Dalam 16

Page 17: referat THT.doc

yang sehat. Pada kasus yang berat dapat disertai dengan sumbatan

jalan napas. 2

Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan adanya riwayat

infeksi saluran nafas bagian atas atau trauma. Gejala dan tanda

klinik serta pemeriksaan penunjang foto roentgen jaringan lunak

leher lateral, akan tampak pelebaran ruang retrofaring dan

berkurangnya lordosis kolumna vertebra servikalis. 2

Komplikasi 2

1. Penjalaran ke ruang parafaring, ruang vasikuler visera

2. Mediastinitis

3. Obstruksi jalan nafas sampai asfiksia

4. Bila pecah spontan, dapat menyebabkan pneumonia aspirasi dan

abses paru

Diagnosis Banding 2

1. Adenoiditis

2. Abses peritonsil

3. Abses parafaring

4. Epiglotis

5. Tonjolan korpus vertebra

6. Aneurisma aorta

Terapi

Terapi abses retrofaring ialah dengan medikamentosa dan

tindakan bedah. Sebagai terapi medikamentosa diberikan antibiotik

dosis tinggi, untuk kuman aerob dan anaerob, diberikan secara

parenteral. Selain itu dilakukan pungsi dan insisi abses dengan

laringoskopi langsung dengan posisi Tendelenburg. Pus yang keluar

segera diisap, agar tidak terjadi aspirasi. Tindakan dapat dilakukan

dengan anestesi lokal atau umum. Pasien dirawat inap sampai

gejala dan tanda infeksi mereda. 2

2.4.3 ABSES PARAFARING

Abses Leher Dalam 17

Page 18: referat THT.doc

Insidens

Usia kira – kira 14 – 77 tahun ( rata – rata 44.5 tahun ).

Delapan dari sembilan pasien, berumur lebih dari 25 tahun. Delapan

pasien laki – laki , dan satu perempuan ( laki – laki : perempuan =

8:1 ) 1

Etiologi

Ruang parafaring dapat mengalami infeksi dengan cara 2:

1. Langsung, yaitu akibat tusukan jarum pada saat melakukan

tonsilektomi dengan analgesia. Peradangan terjadi karena ujung

jarum suntik yang telah terkontaminasi kuman menembus

lapisan otot tipis ( m.konstriktor faring superior ) yang

memisahkan ruang parafaring dengan fosa tonsilaris.

2. Proses supurasi kelenjar limfa leher bagian dalam, gigi, tonsil,

paring, hidung, sinus paranasal, mastoid dan vertebra servikal

dapat merupakan sumber infeksi untuk terjadinya abses ruang

parafaring.

3. Penjalaran infeksi dari ruang peritonsil, retrofaring dan

submandibula

Gejala dan Tanda

Gejala dan tanda abses parafaring hampir menyerupai gejala

dan tanda pada abses peritonsil, namun pada abses parafaring

pembengkakan lebih ke arah inferior dan palatum molle tidak

terlalu edema. Secara anamnesis didapatkan adanya riwayat

demam, bengkak dan nyeri leher, trismus, nyeri atau sulit menelan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembengkakan daerah

perimandibula, trismus, pendorongan dinding lateral faring ke

medial, edema uvula, palatum mole dan pilar tonsil. 2,12

Paparella et al ( 1991 ) membedakan tanda – tanda abses

parafaring anterior dan posterior sebagai berikut 12:

1. Pada abses parafaring bagian anterior terdapat trias spasium

parafaring, yaitu :

Abses Leher Dalam 18

Page 19: referat THT.doc

a. Trismus, karena iritasi pada muskulus pterigoid

medialis/internus

b. Pembengkakan dan indurasi di belakang angulus

mandibula atau di ujung bawah glandula parotis.

c. Prolaps tonsil dan fossa tonsilaris karena terdesak ke

arah medial

2. Abses parafaring posterior terutama ditandai dengan

pembengkakan di posterior plika palatoglossus, pembengkakan

pada dinding lateral faring bagian posterior dan pembengkakan

daerah parotis, tanpa trismus dan prolaps tonsil.

Gambar 6. Abses Parafaring Anterior.17

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, gejala

dan tanda klinik. Bila meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan

penunjang berupa foto roentgen jaringan lunak AP dan CT Scan. 2

Komplikasi

Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen,

limfogen atau langsung ( perkontinuitatum ) ke daerah sekitarnya.

Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial,

ke bawah menyusuri selubung karotis mencapai mediastinum. 2

Komplikasi yang paling berbahaya dari infeksi spatium

faringimaksilaris adalah terkenanya pembuluh darah sekitarnya.

Abses Leher Dalam 19

Page 20: referat THT.doc

Dapat terjadi tromboflebitis septic vena jugularis. Juga dapat terjadi

perdarahan masif yang tiba – tiba akibat dari erosi arteri karotis

interna diikuti perdarahan hebat dan mediastinitis yang dapat

diikuti dengan sepsis. Beberapa pengarang telah menjelaskan

mengenai penyebaran infeksi ke mediastinum melalui selubung

karotis, dan oleh Mosher jalan tersebut dinamakan Lincoln Highway

of the neck. Komplikasi ini dapat memberi kesan dengan adanya

perdarahan awal yang kecil ( perdarahan tersamar ). Jika diduga

terjadi komplikasi ini dan rencana akan dibuat untuk drainase dari

abses maka identifikasi arteri karotis interna harus dilakukan.

Dengan demikian, jika terjadi perdarahan ketika dilakukan drainase

abses, maka dapat segera dilakukan ligasi arteri karotis interna atau

arterti karotis komunis.2,12

Terapi

Untuk terapi diberikan antibiotik dosis tinggi secara parenteral

terhadap kuman aerob dan anaerob. Evakuasi abses harus segera

dilakukan bila tidak ada perbaikan dengan antibiotika dalam 24 – 48

jam dengan cara eksplorasi dalam narcosis. Caranya melalui insisi

dari luar dan intraoral. 2

Insisi dari luar dilakukan 2.5 jari di bawah dan sejajar dengan

mandibula. Secara tumpul dilanjutkan dari batas anterior

m.sterokleidomastoideus ke arah atas belakang menyusuri bagian

medial madibula dan m.pterigoid interna mencapai ruang parafaring

dengan terabanya prosessus stiloid. Bila nanah terdapat di dalam

selubung karotis, insisi dilanjutkan vertikal dari pertengahan insisi

horizontal ke bawah di depan m.sternokleidomastoideus ( cara

mosher ). 2

Abses Leher Dalam 20

Page 21: referat THT.doc

Gambar 7. Insisi Abses Parafaring ( Insisi Mosher ) 17

Insisi intraoral dilakukan pada dinding lateral faring. Dengan

memakai klem arteri eksplorasi dilakukan dengan menembus

m.konstriktor faring superior ke dalam ruang parafaring anterior.

Insisi intraoral dilakukan bila perlu dan sebagai terapi tambahan

terhadap insisi eksternal. Pasien dirawat inap sampai gejala dan

tanda infeksi reda. 2

2.4.4. ABSES SUBMANDIBULA

Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan

submaksila. Ruang sublingual dipisahkan dari ruang submaksila oleh

otot milohiod. Ruang submaksila selanjutnya dibagi lagi atas ruang

submental dan ruang submaksila ( lateral ) oleh otot digastrikus

anterior. 2

Namun ada pembagian lain yang tidak menyertakan ruang

sublingual ke dalam ruang submandibula, dan membagi ruang

submental atas ruang submental dan submaksila saja. Abses dapat

terbentuk di ruang submandibula atau salah satu komponennya

sebagai kelanjutan infeksi dari daerah kepala leher. 2

Etiologi

Abses Leher Dalam 21

Page 22: referat THT.doc

Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar

liur atau kelenjar limfe submandibula. Mungkin juga sebagai

kelanjutan infeksi ruang leher dalam lain. Kuman penyebab

biasanya campuran aerob dan anaerob. 2

Patogenesis

Diawali oleh terjadinya caries gigi dimana caries ini akan

menghancurkan email dan dentin sehingga menyebabkan

peradangan pada pulpa gigi yang disebut pulpitis. Pulpitis yang

dibiarkan akan berkembang menjadi gangren pulpa. Gangren pulpa

dapat pula disebabkan oleh trauma pada gigi, poket periodontis,

iritasi kimia dari bahan penambal atau semen gigi. Kemudian

infeksinya akan menyebar keluar dari foramen apikalis gigi

sehingga mencapai tulang rahang. Bila infeksi ini menyebar ke

tulang rahang bagian bawah atau maksilaris, maka dapat terjadi

abses maksilaris atau submaksilaris. 3

Hanya infeksi pada gigi molar kedua dan ketiga bawah yang

dapat menyebabkan terjadinya infeksi rongga submandibula oleh

karena letak molar kedua bawah memungkinkan terjadinya

penembusan infeksi periapikal ke lingual atau bukal yang

sebanding. Letak apek akar giginya yang berada di bawah atau di

atas perlekatan muskulus bucinatorius atau muskulus mylohioideus

memiliki kemungkinan yang sama pula. Sedangakan pada gigi

molar ketiga bawah umumnya terletak lebih ke medial dari bidang

vertikal ramus, sehingga apeknya lebih dekat ke kortkes lingual

daripada bukal. Karena perlekatan muskulus mylohioideus di lingual

mandibula terletak miring, maka apeks akar gigi molar ketiga

bawah terletak di bawah muskulus tersebut. Akibatnya, infeksi gigi

ini jika posisinya vertikal, akan menjalar di bawah muskulus

mylohioiideus dan menyebabkan abses submandibula. 3,13

Gejala dan Tanda

Gejala dan tanda klinis abses submandibula adalah 2,4,5:

Abses Leher Dalam 22

Page 23: referat THT.doc

Demam

Nyeri tenggorokan dan sukar menelan

Trismus

Nafas yang berbau busuk ( fetor et ore / halitosis )

Daerah submandibula tampak oedem, hiperemis dan nyeri

tekan

Pembengkakan pada daerah rahang bagian bawah, dapat

mengangkat dan mendorong lidah ke posterior sehingga dapat

terjadi sumbatan jalan napas.

Diagnosis

Diagnosis abses submandibula ditegakkan berdasarkan

anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan penunjang berupa foto

polos jaringan lunak leher atau tomografi komputer. 4,6

Pada anamnesis terdapat riwayat bengkak di bawah dagu

(gambar 4), terdapat trismus dan riwayat sakit gigi. Pada

pemeriksaan fisik ditemukan pembengkakan di bawah rahang baik

unilateral taupun bilateral, dapat berfluktuasi atau tidak. 4,6,7

Foto jaringan lunak leher anteoposterior dan lateral

merupakan posedur diagnostik yang penting. Pada pemeriksaan

foto jaringan lunak leher pada kedua posisi tersebut dapat diperoleh

gambaran deviasi trakea, udara di daerah subkutis, cairan di dalam

jaringan lunak dan pembegkakan daerah jaringan lunak leher.

Keterbatasan pemeriksaan foto polos leher adalah tidak dapat

membedakan antara selulitis dan pembentukan abses. 4,7

Pemeriksaan tomografi komputer dapat membantu

menggambarkan lokasi dan perluasan abses. Pada gambaran dapat

ditemukan adanya daerah densitas rendah, peningkatan gambaran

kontras pada dinding abses dan edama jaringan lunak sekitar abses. 4

Pemeriksaan kultur tes dan resistensi dilakukan untuk

mengetahui jeniis kuman dan pemberian antibiotik. 4

Abses Leher Dalam 23

Page 24: referat THT.doc

Gambar 8. Pembengkakan di bawah rahang pada abses

submandibular.17

Komplikasi

Berbagai komplikasi dapat terjadi sebagai akibat dari

keterlambatan diagnosis, penatalaksanaan yang tidak tepat dan

tidak adekuat. Komplikasi yang sering terjadi adalah 4,6,7,13:

.Hancurnya gigi yang terinfeksi ( kematian / pembusukan

gigi )

Penyebaran infeksi ke jaringan lunak di sekitar gigi yang

terjangkit (selulitis fasial, angina Ludwig).

Penyebaran infeksi ke tulang mandibula ( osteomielitis

mandibula )

Penyebaran infeksi ke daerah lain tubuh sehingga

menyebabkan abses serebral, endokarditis, pneumonia atau

kelainan sistemik lainnya.

Sumbatan jalan napas

Penjalaran ke ruang leher dalam lain dan mediastinum

Terapi

Abses Leher Dalam 24

Page 25: referat THT.doc

Untuk terapi dapat diberikan terapi medikamentosa meliputi

pemberian antibiotika dosis tinggi baik untuk kuman aerob maupun

anaerob serta pemberian terapi simtomatis sesuai dengan gejala

klinik yang timbul. 4

Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anastesi lokal untuk

abses yang dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis

bila letak abses dalam dan luar. Insisi dibuat pada tempat yang

paling berfluktuasi atau setinggi Os.hioid, tergantung letak dan luas

abses. Jika hanya ruang submandibula, insisi dapat dilakukan di

depan otot sternokleidomastoideus sejajar madibula kurang lebih

3cm di bawahnya. Setelah tindakan dipasang salir. Pasien dirawat

inap sampai 1-2 hari gejala dan tanda infeksi reda. 4,14

2.4.5. ANGINA LUDOVICI ( Ludwig’s angina )

Definisi

Angina Ludwig merupakan peradangan selulitis atau flegmon

dari ruang potensial sublingual dan submandibula ( suprahioid ).

Ruang potensial ini berada antara otot – otot yang melekatkan lidah

pada tulang hyoid dan otot milohiodeus. Peradangan ruang ini

menyebabkan kekerasan yang berlebihan pada jaringan dasar

mulut dan mendorong lidah ke atas dan belakang dan dengan

demikian dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas secara

potensial. Angina Ludwig paling sering terjadi sebagai akibat infeksi

yang berasal dari gigi geligi, tetapi dapat berasal dari proses

supuratif non limfatisi servikalis pada ruang submaksilaris.

Penanganan terdiri dari pembedahan insisi melalui garis tengah,

dengan demikian menghentikan ketegangan yang terbentuk pada

dasar mulut. Karena ini merupakan selulitis, maka sebenarnya pus

jarang diperoleh. 1

Ruang superior ini berada antara otot – otot yang melekatkan

lidah pada tulang hyoid dan otot milohiodeus. Peradangan ruang ini

menyebabkan kekerasan yang berlebihan pada jaringan dasar

mulut dan mendorong lidah ke atas dan belakang dengan demikian

dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas. 1,2

Abses Leher Dalam 25

Page 26: referat THT.doc

Gambar 9. Tampak pengerasan jaringan dasar mulut pada Ludwig’s

Angina.17

Etiologi

Sumber infeksi seringkali berasal dari gigi atau dasar mulut,

oleh kuman aerob dan anaerob. Dapat pula berasal dari proses

supuratif dari limfatisi servikalis pada ruang submaksilaris. 2,3

Gejala dan Tanda

Terdapat demam, nyeri tenggorok dan leher, disfagia, disertai

pembengkakan di daerah submandibula, yang tampak hiperemis

dan keras pada perabaan ( seperti papan ). Dasar mulut

membengkak, dapat mendorong lidah ke atas belakang, sehingga

menimbulkan sesak nafas, karena sumbatan jalan nafas. 2,3,16

Abses Leher Dalam 26

Page 27: referat THT.doc

Gambar 10. Hiperemi dan pembengkakan submandibular dan

sublingual dari Ludwig’s angina.17

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat sakit gigi,

mengorek atau cabut gigi, gejala dan tanda klinik. Pemeriksaan CT-

Scan dan kultur bakteri (untuk melihat bakteri penyebab)

disarankan.15,16

Terapi

Sebagai terapi diberikan antibiotik dengan dosis tinggi, untuk

kuman aerob dan anaerob, dan diberikan secara parenteral.

Antibiotik diteruskan sampai tidak ditemukan adanya bakteri pada

pemeriksaan kultur. Selain itu dilakukan eksplorasi yang bertujuan

untuk tujuan dekompresi ( mengurangi ketegangan ) dan evakuasi

pus ( pada Angina Ludovici jarang terdapat pus ) atau jaringan

nekrosis. Insisi dilakukan di garis tengah secara horizontal setinggi

Os Hyoid ( 3 - 4 jari di bawah mandibula ). 2,15,16

Jika pembengkakan sudah hampir menutupi jalan napas,

tindakan darurat perlu dilakukan seperti tracheostomy. Selain itu,

perlu dilakukan pengobatan terhadap infeksi ( gigi ), untuk

mencegah kekambuhan. Pasien dirawat inap sampai infeksi mereda. 2,3,15,16

Gambar 10. Tindakan tracheostomy dan pemasangan drain pada

pasien dengan Ludwig’s angina. 17

Abses Leher Dalam 27

Page 28: referat THT.doc

Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi 15,16:

1. Sumbatan jalan nafas

2. Penjalaran abses ke ruang leher dalam lain dan mediastinum

3. Sepsis

BAB 3

KESIMPULAN

Abses leher dalam merupakan suatu kelainan dimana

terdapatnya kumpulan nanah ( pus ) pada salah satu atau lebih

ruang potensial leher dalam sebagai akibat dari penyebaran infeksi

dari struktur di sekitarnya, seperti gigi, sinus paranasal, telinga,

leher, dll. Abses leher dalam dapat disebabkan oleh kuman aerob

maupun anaerob.

Abses leher dalam dapat berupa abses peritonsil, abses

retrofaring, abses parafaring, abses submandibula, dan angina

ludovici. Gejala dan tanda klinis dari abses leher dalam tergantung

dari tipe abses itu sendiri, pada umumnya terdapat trismus, nyeri

tenggorokan, pembengkakan serta nyeri tekan di abses tersebut.

Berbagai komplikasi klinis dapat terjadi sebagai akibat

keterlambatan diagnosis, penatalaksanaan yang tidak tepat dan

tidak adekuat dan salah satunya adalah gangguan jalan napas

akibat abses atau lidah yang terdorong ke atas menutupi saluran

napas. Komplikasi yang terberat yaitu apabila abses tersebut pecah

sehingga dapat menyebabkan aspirasi.

Diagnosis abses leher dalam dapat ditegakkan berdasarkan

riwayat penyakit, gejala dan tanda, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan-pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan lab, foto

jaringan lunak dan CT-Scan.

Therapi abses leher dalam terdiri dari medikamentosa

meliputi antibiotika baik untuk kuman aerob dan anaerob dan

Abses Leher Dalam 28

Page 29: referat THT.doc

simptomatis sesuai keluhan serta gejala klinis yang timbul dan

therapi operatif seperti tindakan drainase.

DAFTAR PUSTAKA

1. Adams, George L, Lawrence R, Peter H, Highler. Boeis Buku

Ajar Penyakit THT ( Boeis Fundamental of Otolaryngology ); Alih

Bahasa, Caroline Wijaya: Editor Harjanto Effendi, Edisi 6, Jakarta:

EGC, 1997.

2. Arstyad Soepardi, Eflaty; Iskandar, Nurbaiti, Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga, Hidung Tenggorok Kepala Leher, Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 2001.

3. Herawati, Sri; Rukmini, Sri, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga.

Hidung Tenggorokan untuk Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi,

Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2003.

Abses Leher Dalam 29

Page 30: referat THT.doc

4. Scott BA, Steinberg CM, Deep neck space infection. In: Bailey

BJ, Johson JT, Kohut RI et al editors Head and Neck Surgery –

Otolaryngology. Philadelphia: Lippincolt-Raven; 1998.Pg.738-53

5. Lawson W, Reino AJ. Odontogenic Infection. In: Byron J. Biley,

MD editor Head and Neck Surgery – Otolaryngology, Philadelphia:

JB, Lippin Cott. Co.1998.Pg 671-680

6. Shumrick KA, Sheft SA. Deep Neck Infection. In: Paparella MM,

Shumrick DA, Gluckman JL, Meyerhoff WL, editors.

Otolaryngology. Philadelphia: WB Saunders 1991: 2545-62.

7. Ballenger JJ. Infection of the Facial Space of Neck and Floor of

the Mouth. In: Ballenger JJ editors. Diseases of the Nose, Throat,

Ear, Head and Neck. 14th ed. Philadelphia. London: Lea and

Febiger. 1991: 234-41.

8. Abdoerrachman H, Roesmarjono, Munir M, Hermani B. Infeksi

kuman anaerob pada abses leher dalam Kongres Perhati VIII,

Medan, 1980.

9. Mehta, Ninfa. MD. Peritonsillar Abscess. Available from

www.emedicine.com.

10. Bailey, Byron J, MD. Tonsillitis, Tonsilectomy, and

Adenoidectomy. In: Head and Neck Surgery – Otolaryngology 2nd

Edition. Lippincolt_Raven Publisher. Philadelphia. Pg:1224, 1233-

34.

11. Preston, M. 2008. Peritonsillar Abscess ( Quinsy ). Accesed:

http://www.patient.co.uk/showdoc/40000961/.

12. Sehti DS, Stanley RE. Parapharyngeal Abscess. The journal of

Laringology.1991:105:1025-1030.

13. Michael C; Tooth Abscess; Medline Plus at

www.nlm.nih.gov/medline-plus/ency/article/001060.htm, 2004.

14. Fachruddin DR. Penanganan Abses Leher Dalam. Dalam:

Penanganan mutakhir kasus telinga hidung tenggorok. Satelit

simposium. Jakarta: 2003.

Abses Leher Dalam 30

Page 31: referat THT.doc

15. Bernard H. Colman, Hall & Colman’s Disease of the Nose,

Throat and Ear, and Head and Neck. A hand book for students

and practioners, Fourteenth Edition, 1992.

16. http://health.nytimes.com/health/guides/disease/ludwigs-angina/overview.html?WT.z_gsac=1#top#top

17. www. google.com. Images : “ Deep neck Abscess”.

Abses Leher Dalam 31