referat tht.doc
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
Abses wajah dan abses leher dalam adalah kumpulan nanah
( pus ) yang terbentuk dalam ruang potensial wajah dan fasia leher
dalam sebagai akibat penyebaran infeksi dari berbagai sumber
seperti gigi, sinus paranasal, telinga, leher, dll.1
Pada masa sebelum ditemukan antibiotika, 70% infeksi leher
dalam bersumber dari tonsil dan faring. Sekarang sumber terbanyak
berasal dari infeksi dentogen. Sejak ditemukan antibiotika, angka
kesakitan ( morbiditas ) dan angka kematian ( mortalitas ) kasus
abses leher menurun drastis, walaupun demikian abses leher dalam
tetap merupakan salah satu kegawatan di bidang THT. 2
Nyeri tenggorok dan demam yang disertai dengan
terbatasnya gerakan membuka mulut dan leher, harus dicurigai
kemungkinan disebabkan oleh abses leher dalam. Abses leher
dalam dapat berupa abses peritonsil, abses retrofaring, abses
parafaring, abses submandibula, dan angina ludovici (Ludwig’s
angina). 2
Keterlambatan diagnosis atau terapi yang tidak sesuai dan
tidak adekuat dapat menimbulkan keadaan darurat bila telah
menyumbat saluran napas atau bila timbul komplikasi berupa
mediastinitis, aspirasi paru dan sepsis yang dapat menyebabkan
kematian.2
Abses Leher Dalam 1
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Abses leher dalam adalah terbentuknya kumpulan nanah ( pus
) yang terbentuk pada satu atau lebih ruang potensial leher dalam
sebagai akibat penyebaran infeksi dari struktur di sekitarnya,
seperti gigi, sinus paranasal, telinga, leher, dll.1
2.2 ANATOMI
Secara anatomi leher terdiri dari beberapa fasia yang
membentuk ruang potensial leher. Fasia servikal terdiri dari fasia
servikal superfisial dan fasia servikal profunda yang dipisahkan oleh
otot platisma. Fasia servikalis terdiri dari lapisan jaringan ikat
fibrosus yang membungkus organ, otot, saraf dan pembuluh darah
serta membagi leher menjadi beberapa ruang potensial. Fasia
servikalis terbagi menjadi dua bagian yaitu fasia servikalis
superfisialis dan fasia servikalis profunda.1-3
Fasia servikalis superfisialis terletak tepat di bawah kulit leher
berjalan dari perlekatannya di prosessus zigomatikus pada bagian
superior dan berjalan ke bawah ke arah toraks dan aksila yang
terdiri dari jaringan lemak subkutan. Ruang antara fasia servikalis
Abses Leher Dalam 2
superfisialis dan fasia servikalis profunda berisi kelenjar limfe
superfisial, saraf dan pembuluh darah termasuk vena jugularis
eksterna. 1-3
Fasia servikalis profunda terdiri dari 3 lapisan, yaitu :
1. Lapisan Superfisial
Lapisan ini membungkus leher secara lengkap, dimulai dari dasar
tengkorak sampai daerah toraks dan aksila. Pada bagian anterior
menyebar ke daerah wajah dan melekat pada klavikula serta
membungkus M.Sternokleidomastoideus, M.Trapezius,
M.Masseter, kelenjar parotis dan submaksila. Lapisan ini disebut
juga eksternal, investing layer, lapisan pembungkus dan lapisan
anterior. 1-3
2. Lapisan Media
Lapisan ini dibagi atas 2 divisi, yaitu divisi Muskular dan Viscera.
Divisi muskular terletak di bawah lapisan superfisial fasia
servikalis profunda dan membungkus M.Sternohioid,
M.Sternotiroid, M.Omohioid. Di bagian superior melekat pada
Os.Hioid dan kartilago tiroid serta di bagian inferior melekat pada
sternum, klavikula dan scapula. 1-3
Divisi viscera membungkus organ-organ anterior leher yaitu
kelenjar tiroid, trakea dan esophagus. Di sebelah posterior
berawal dari dasar tengkorak bagian posterior sampai
esophagus, sedangkan bagian anterosuperior melekat pada
kartilago tiroid Os Hioid. Lapisan berjalan ke bawah sampai ke
toraks, menutupi trakea dan esophagus serta bersatu dengan
perikardium. Fasia bukofaringeal adalah bagian dari divisi viscera
yang berada pada bagian posterior faring dan menutupi
M.Konstriktor dan M.Buccinator. 1-3
3. Lapisan Profunda
Lapisan ini dibagi menjadi dua divisi alar dan prevertebra terletak
di antara dari dasar tengkorak sampai Verterbra Thorakal II dan
bersatu dengan divisi viscera lapisan media fasia servikalis
Abses Leher Dalam 3
profunda. Divisi alar melengkapi bagian posterolateral ruang
retrofaring dan merupakan dinding anterior dari korpus vertebra. 1-3
Divisi prevertebra berada pada bagian anterior korpus vertebra
dan ke lateral meluas ke prosessus tranversus serta menutupi
otot-otot di daerah tersebut. Berjalan dari dasar tengkorak
sampai ke Os. Koksigeus serta merupakan dinding posterior dari
danger space dan dinding anterior dari korpus verterbra. 1-3
Ketiga lapisan fasia servikalis profunda ini membentuk selubung
carotis ( carotic sheath) yang berasal dari dasar tengkorak
melalui ruang faringomaksilaris sampai ke toraks. 1-3
Terdapat kurang lebih 11 ruang potensial leher dalam yang
terbentuk diantara fasia servikal profunda. Ruang – ruang tersebut
saling berhubungan, memungkinkan infeksi menyebar dari satu
ruang ke ruang lainnya. Ruang – ruang tersebut dibagi menjadi 4:
1. Ruang yang melibatkan seluruh panjang leher yang terdiri dari
ruang retrofaring, ruang bahaya ( danger space ), ruang
prevertebra dan ruang vaskular visera.
2. Ruang di atas tulang hioid terdiri dari ruang submandibula,
ruang parafaring, ruang parotis, ruang musikator, ruang
peritonsil dan ruang temporalis.
3. Ruang di bawah tulang hioid, yaitu ruang visera anterior.
Ruang Retrofaringeal
Ruang retrofaring merupakan ruang potensial yang terletak di
antara lapisan media fasia servikal profunda. Ruang ini yang
mengelilingi faring dan esophagus di sebelah anterior. Dinding
anterior ruang ini adalah dinding belakang faring yang terdiri dari
mukosa faring, fasia faringobasilaris dan otot – otot faring. Ruang ini
berisi jaringan ikat jarang dan fasia prevertebralis. Ruang ini mulai
dari dasar tengkorak di bagian atas sampai batas paling bawah dari
fasia servikalis. Serat- serat jaringan ikat di garis tengah
mengikatnya pada vertebra. Di sebelah lateral ruang ini berbatasan
Abses Leher Dalam 4
dengan fossa faringomaksila. Abses retrofaring sering ditemukan
pada bayi atau anak. Kejadiannya ialah di ruang retrofaring terdapat
kelenjar – kelenjar limfa. Pada peradangan kelenjar limfa itu dapat
terjadi supurasi, yang bilamana pecah, nanahnya akan tertumpah di
dalam ruang retrofaring. Kelenjar limfa di ruang retrofaring ini akan
banyak menghilang pada pertumbuhan anak. 2,5
Daerah ini meluas mulai dari dasar tengkorak sampai ke
mediastinum setinggi bifurkasio trakea ( vertebra torakal I atau II )
di mana divisi viscera dan alar bersatu. Daerah retrofaring terbagi
menjadi 2 daerah yang terpisah di bagian lateral oleh midline raphe.
Tiap – tiap bagian mengandung 2 -5 buah kelenjar limfe retrofaring
yang biasanya menghilang setelah umur 4 – 5 tahun. Kelenjar ini
menampung aliran limfe dari rongga hidung, sinus paranasal,
nasofaring, faring, tuba eustachius dan telinga tengah, daerah ini
disebut juga dengan retroviscera, retroesophagus dan ruang viscera
posterior. 2,5,6
Ruang Parafaring ( fosa faringomaksila )
Ruang parafaring disebut juga sebagai ruang faringomaksila,
ruang faringeal lateral atau ruang perifaring. Ruang parafaring
dibagi menjadi dua, yaitu ruang parafaring anterior dan posterior.
Ruang parafaring anterior ini berbentuk kerucut dan berbatasan
dengan dasar tengkorak di bagian superior dan angulus mandibula
di bagian inferior. Disebelah anteromedial berbatasan dengan fasia
bukofaringeal sedangkan sebelah posterior berbatasan dengan fasia
yang melapisi muskulus stiloid dan dinding anterior selubung
karotis. Fasia yang melapisi muskulus pterigoid internus merupakan
batas anterolateral sedangkan ligamentum stilomandibula
merupakan batas posterolateral. Di bagian posteromedial
berbatasan dengan fasia alar. Ruang parafaring anterior berisi
kelenjar limfe dan jaringan ikat. Ruang parafaring anterior ini
merupakan bagian yang lebih luas dan dapat mengalami proses
supuratif sebagai akibat tonsil yang meradang, beberapa bentuk
mastoidits atau petrositis, atau dari karies dentis. 2,4,6
Abses Leher Dalam 5
Ruang parafaring posterior merupakan bagian yang lebih
sempit dan dibentuk oleh selubung karotis ( Carotid Sheath ). Dasar
tengkorak merupakan batas superior dan ruang leher visera
merupakan batas inferior. Di sebelah lateral berbatasan dengan
fasia parotis sedangkan di sebelah medial berbatasan dengan fasia
yang mambatasi ruang retrofaring. Ruang parafaring posterior berisi
A.Karotis Interna, V. Jugularis Interna, A. Faring ascenden, N.
Hipoglosus, N. Vagus dan N. Glosofaringeus. Bagian ini dipisahkan
dari ruang retrofaring oleh suatu lapisan fasia yang tipis. 2,4,6
Gambar 1. Ruang Retrofaring dan parafaring.17
Ruang Submandibula
Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual, submental
dan submaksila. Ruang sublingual dibatasi oleh mandibula di bagian
anterior dan lateral. Lidah merupakan batas superior sedangkan
muskulus milohiod merupakan batas inferior. Di dalam ruang
sublingual terdapat kelenjar liur sublingual beserta duktusnya. 2,4,7
Ruang submental berbatasan dengan fasia leher dalam dan
kulit dagu di sebelah anterior. Batas superior adalah muskulus
milohiod anterior dan batas inferior adalah tulang hioid. Muskulus
digastrikus anterior merupakan batas lateral. Di dalam ruang
submental terdapat kelenjar limfe submental. 2,4,7
Abses Leher Dalam 6
Di dalam ruang submaksila terdapat kelenjar liur submaksila
atau submandibula beserta duktusnya yang berjalan ke posterior
melalui tepi posterior muskulus milohioid dan muskulus hipoglossus.
Di sebelah inferior berbatasan dengan lapisan anterior fasia leher
dalam, kulit leher dan dagu. Batas medial ruang submaksila adalah
muskulus digastrikus anterior dan batas posterior adalah muskulus
stilohioid serta muskulus digastrikus posterior. 2,4,7
Gambar 2. Potongan koronal yang memperlihatkan ruang
submaksila dan sublingual. 17
Ruang Peritonsil
Ruang peritonsil di sebelah medial berbatasan dengan tonsil
palatina dan di sebelah lateral berbatasan dengan muskulus
konstriktor faring superior. Batas superior, inferior, anterior dan
posterior adalah pilar anterior serta pilar posterior tonsil.4,6,7
2.3 ETIOLOGI
Setelah ditemukan antibiotika, infeksi gigi merupakan sumber
infeksi terbanyak yang menyebabkan abses leher dalam. Penyebab
lain abses leher dalam adalah infeksi – infeksi yang berasal dari
kelenjar liur, saluran napas bagian atas, sinus paranasal, kelenjar
tiroid, telinga tengah, trauma infeksi lokal rongga mulut dan
penggunaan jarum suntik yang tidak steril pada tonsilektomi
Abses Leher Dalam 7
dengan anestesi lokal. Dua puluh persen kasus abses leher dalam
tidak diketahui penyebabnya. Pada anak – anak penyebab tersering
adalah tonsilitis akut, dan infeksi gigi. Karies dan perikoronitis gigi
molar tiga mandibula merupakan penyebab tersering abses
retrofaring dan abses parafaring. Infeksi berjalan cepat karena letak
yang berdekatan antara rahang dengan leher. 2-5,7
Bakteriologi
Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran
beberapa jenis kuman baik kuman aerob maupun anaerob. Dari
golongan aerob, penyebab terbanyak adalah kuman Streptococcus,
Staphilococcus, Diphterioides dan Neisseria. Sedangkan dari
golongan anaerob penyebab terbanyak adalah Bakterioides,
Peptostreptococcus, Eubakterium, Fusobakterium dan
Pseudomonas. 2,4,8
2.4 KLASIFIKASI
Abses leher dalam dapat berupa abses peritonsil, abses
retrofaring, abses parafaring, abses submandibula dan angina
Ludovici ( Ludwig´s angina). 2
2.4.1. ABSES PERITONSIL ( QUINSY )
Definisi
Abses peritonsiler merupakan kumpulan/timbunan
( accumulation ) pus ( nanah ) yang terlokalisir/terbatas ( localized )
pada jaringan peritonsilar yang terbentuk sebagai hasil dari
suppurative tonsilitis. Tempat yang bisa berpotensi terjadinya abses
adalah di daerah pilar tonsil anteroposterior, fossa piriform inferior
dan palatum superior. Nanah terletak di antara kapsul tonsil dan
fosa tonsil. Penyakit ini pada umumnya terjadi pada orang dewasa,
jarang pada anak – anak ( sebelum umur 12 tahun ). Kebanyakan
bersifat unilateral ( hanya mengenai satu sisi ).9
Etiologi
Abses Leher Dalam 8
Proses ini terjadi sebagai komplikasi tonsilitis akut atau infeksi
yang bersumber dari kelenjar mucus Weber di kutub atas tonsil.
Abses peritonsiler disebabkan oleh organisme yang bersifat aerob
maupun yang bersifat anaerob. Organisme aerob yang paling sering
menyebabkan abses peritosiler adalah Streptococcus pyogenes
( Grup A Beta-hemolitik streptococcus ), Staphylococcus aureus, dan
Haemophillus influenza. Sedangkan organisme anaerob yang
berperan adalah Fusobacterium, Prevotella, Porphyromonas,
Peptostreptococcus spp. Sprinkle telah menunjukkan suatu insidens
yang tinggi dari bakteri anaerob, terutama Bacteroidaceae. Ia
menyatakan bahwa infeksi anaerob harus selalu diperkirakan kalau
ada suatu bau yang tidak enak. Untuk kebanyakan abses
peritonsiler diduga disebabkan karena kombinasi antara organisme
aerob dan organisme anaerob. 2,10
Patologi
Patofisiologi dari abses peritonsiler belum diketahui
sepenuhnya. Namun, teori yang paling banyak diterima adalah
kemajuan ( progression ) episode tosillitis eksudatif pertama
menjadi peritonsilitis dan kemudian terjadi pembentukan abses
yang sebenarnya ( frank abscess formation ). Radang umumnya
berasal dari tonsil dan merupakan komplikasi dari tonsilitis akut.
Kuman penyebab menembus kapsul masuk ke dalam fosa
supratonsil karena daerah superior dan lateral fosa tonsilaris
merupakan jaringan ikat longgar, oleh karena itu infiltrasi supurasi
ke ruang potensial peritonsil tersering menempati daerah ini
sehingga terjadi infiltrat peritonsil. Pada stadium permulaan
(stadium infiltrat), selain pembengkakan tampak permukaannya
hiperemis. Bila proses berlanjut akan terjadi supurasi dan terbentuk
abses sehingga tampak daerah tersebut lebih lunak dan berwarna
kekuningan. Oedem dapat menjalar ke jaringan sekitar yaitu ke
palatum mole, uvula dan radiks lingua. 2,11
Pada pemeriksaan tampak tonsil seolah – olah terdorong
keluar dari tempatnya ( dislokasi ). Tampak penggembungan
Abses Leher Dalam 9
( bombans ) terutama di daerah supratonsil. Tonsil terdorong ke
tengah, depan dan bawah, uvula bengkak dan terdorong ke sisi
yang sehat ( kontralateral ). Bila proses belangsung terus,
peradangan jaringan di sekitarnya akan menyebabkan iritasi pada
M.Pterigoid Interna, sehingga timbul trismus. Abses terbentuk kira–
kira sesudah 4 hari. Abses dapat pecah spontan, sehingga dapat
terjadi aspirasi ke paru. 2,11
Selain itu abses peritonsil terbukti dapat timbul de novo tanpa
ada riwayat tonsillitis kronis atau berulang ( recurrent ) sebelumnya.
Abses peritonsiler ini dapat juga merupakan suatu gambaran
( presentation ) dari infeksi virus Epstein-Barr ( mononucleosis ).11
Gejala dan Tanda
Selain gejala dan tanda tonsilitis akut juga terdapat 2:
Odinofagia ( nyeri menelan ) yang hebat
Otalgia ( nyeri telinga ) biasanya pada sisi yang sama
Regurgitasi ( muntah )
Feotor ex ore ( mulut berbau )
Hipersalivasi
Rinolalia ( suara sengau )
Sukar membuka mulut ( trismus )
Pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan
Pemeriksaan
Kadang – kadang sukar memeriksa seluruh faring karena
trismus. Pilar anterior tampak membengkak dan hiperemi. Palatum
mole juga tampak membengkak dan menonjol ke depan, dapat
teraba fluktuasi. Uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontralateral.
Tonsil bengkak, hiperemis, mungkin banyak detritus dan terdorong
ke arah tengah, depan dan bawah.2
Abses Leher Dalam 10
Gambar 3. Abses peritonsiler.17
Diagnosis
Abses peritonsil menimbulkan keluhan nyeri spontan pada sisi
yang sakit ( lebih hebat dibandingkan tonsilitis akut ), nyeri
menelan, nyeri telinga di sisi yang sakit ( referred pain ). 2
Saliva tertumpuk di dalam mulut akibat nyeri tekan yang
hebat (ptialismus), dan suara berubah seperti orang mengulum
makanan pedas dalam mulut ( plumy voice). 2
Pada pemeriksaan, terlihat oedem hebat di daerah palatum
mole sehingga jika penderita minum, minuman keluar dari hidung.
Hal ini disebabkan karena saat proses menelan, palatum mole tidak
dapat bergerak. Oedem palatum mole juga menimbulkan suara
bindeng ( rinolalia aperta ). Mulut sukar dibuka, hanya 0.5 – 1 cm.
Penyebabnya adalah oedem yang menjalar ke lateral ke daerah
peritonsil, menyebabkan spasme muskulus pterigoideus interna
sehingga gerak mandibula dan gerak mengunyah terganggu. Kepala
miring ke arah yang sakit ( tortikolis ), terjadi karena spasme otot
sternokleidomastoideus. Angulus mandibula pada sisi yang sakit
bengkak. Lidah kotor disertai foetor ex ore. Oedem dan hiperemis
pada tonsil, palatum mole, uvula dan radiks lingual. Tonsil keluar
dari fosa tonsiler (dislokasio tonsil). Uvula terdorong ke sisi yang
sehat. Kelenjar leher membesar disertai nyeri tekan. 2
Abses Leher Dalam 11
Guna mendapatkan pengobatan yang tepat, perlu ditetapkan
terlebih dahulu apakah sudah terbentuk abses ataukah masih
terbentuk infiltrat. Perbedaan keduanya adalah dalam hal lama
penyakit dan ada tidaknya trismus. 2
Untuk memastikan, dilakukan pungsi percobaan di tempat
yang paling bombans ( umumnya pada kutub atas tonsil ). Jika ini
sulit ditentukan, pungsi dilakukan pada pertemuan 2 buah garis
yaitu vertikal melalui arkus anterior dan horizontal melalui basis
uvula dengan arah ke belakang. Jika terdapat nanah maka dibuat
diagnosis abses, tetapi jika tidak terdapat nanah maka didiagnosis
sebagai infiltrat. 2
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi 2:
1. Abses pecah spontan, mengakibatkan perdarahan, aspirasi paru
atau piemia
2. Abses Parafaring akibat dari penjalaran infeksi atau abses
3. Bila terjadi penjalaran ke daerah intrakranial, dapat
mengakibatkan trombus sinus kavernosus, meningitis dan abses
otak.
4. Trombosis vena – vena lokal atau phlebitis dari vena jugularis
interna
5. Septikemi sebagai akibat dari trombophlebitis
6. Perdarahan mungkin terjadi akibat dari nekrosis A. Carotis
Interna
7. Oedem supraglotik yang menyebabkan gangguan jalan napas
Sejumlah komplikasi klinis lainnya dapat terjadi jika diagnosis
abses peritonsil diabaikan. Beratnya komplikasi tergantung dari
kecepatan progression penyakit. Untuk itulah diperlukan
penanganan dan intervensi sejak dini. 2
Abses Leher Dalam 12
Diagnosis Banding 2
Infiltrat Peritonsil Abses Peritonsil
Waktu 1-3 hari 4-5 hari sesudah
tonsilitis akut
Trismus Biasanya
kurang/tidak ada
Ada trismus
Terapi
Pada stadium infiltrasi, diberikan atibiotik dosis tinggi, dan
obat simtomatik. Juga perlu kumur – kumur dengan cairan hangat
dan kompres dingin pada leher. Bila terdapat trismus, maka untuk
mengatasi rasa nyeri, diberikan analgesia lokal dengan
menyuntikkan xylocain atau novocain 1% di ganglion
sfenopalatinum. 2
Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah
abses, kemudian di insisi untuk mengeluarkan nanah (gambar 3).
Tempat insisi adalah di daerah yang paling menonjol dan lunak,
atau pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula
dengan geraham atas terakhir pada sisi yang sakit. Setelah
dilakukan insisi, maka dapat diberikan obat kumur yang
mengandung hidrogen peroksida. Antibiotik dan analgetik tetap
diberikan sampai infeksi mulai mereda. 2
Kemudian pasien dianjurkan untuk operasi tonsilektomi. Bila
dilakukan bersama – sama tindakan drainase abses, disebut
tonsilektomi “a´chaud”. Bila tosilektomi dilakukan 3 - 4 hari setelah
drainase abses, disebut tonsilektomi “a´tiede”, dan bila tonsilektomi
4 – 6 minggu sesudah drainas abses disebut tonsilektomi “a´froid”.
Pada umumnya tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi tenang, yaitu
2 – 4 minggu sesudah drainase abses. 2
Tonsilektomi merupakan indikasi absolut pada orang yang
menderita abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas
pada ruang jaringan sekitarnya. 2
Abses Leher Dalam 13
Gambar 4. Titik untuk insisi dan drainase dari abses peritonsiler
kanan.17
2.4.2. ABSES RETROFARING
Definisi
Abses retrofaring adalah terkumpulnya pus di belakang
dinding faring posterior, di antara fasia leher dalam lapisan tengah (
bukofaringeal ) dan fasia leher dalam lapisan alar. Penyakit ini
biasanya ditemukan pada anak yang berusia di bawah usia 5 tahun.
Hal ini terjadi karena pada usia tersebut ruang retrofaring masih
berisi kelenjar limfa, masing – masing 2 – 5 buah pada sisi kanan
dan kiri. Kelenjar ini menampung aliran limfa dari hidung, sinus
paranasal, nasofaring, faring, tuba eustachius dan telinga tengah.
Pada usia di atas 6 tahun kelenjar limfa akan mengalami atrofi.1
Abses Leher Dalam 14
Gambar 5. Abses retrofaring.17
Etiologi
Secara umum abses retrofaring terbagi 2 jenis, yaitu:
1. Akut
Sering terjadi pada anak – anak berumur di bawah 4 – 5 tahun.
Keadaan ini terjadi akibat infeksi pada saluran nafas atas seperti
adenoid, nasofaring, rongga hidung, sinus paranasal dan tonsil
yang meluas ke kelenjar limfe retrofaring ( limfadenitis) sehingga
menyebakan supurasi pada daerah tersebut. 2
2. Kronis
Biasanya terjadi pada orang dewasa atau anak – anak yang lebih
tua. Keadaan ini terjadi akibat infeksi tuberkulosis pada vertebra
servikalis dimana pus secara langsung menyebar melalui
ligamentum longitudinal anterior. Selain itu abses dapat terjadi
akibat infeksi TBC pada kelenjar limfe retrofaring yang menyebar
dari kelenjar limfe servikal. 2
Pada banyak kasus sering dijumpai adanya kuman aerob dan
anaerob secara bersamaan. Beberapa organisme yang dapat
menyebabkan abses retrofaring adalah 2:
Kuman aerob
Streptococcus beta – hemolyticus group A ( paling sering ),
streptococcus pneumoniae, streptococcus non – hemolyticus,
staphylococcus aureus, haernophillus sp.
Kuman anaerob
Abses Leher Dalam 15
Bacteriodes sp, veillonella, peptostreptococcus, fusobacteria.
Gejala dan Tanda
Dari anamnesis biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas
atas. Gejala dan tanda klinis yang sering dijumpai pada anak 2:
1. Demam
2. Sukar dan nyeri menelan
3. Suara sengau
4. Dinding posterior faring membangkak ( bulging ) dan hiperemis
pada satu sisi
5. Pada palpasi teraba massa yang lunak, berfluktuasi dan nyeri
tekan
6. Pembesaran kelenjar limfe leher ( biasanya unilateral ). Pada
keadaan lanjut, keadaan umum anak menjadi lebih buruk, dan
bisa dijumpai adanya kekakuan otot leher ( neck stiffness )
disertai nyeri pada pergerakan.
7. Air liur menetes ( drooling )
8. Obstruksi saluran nafas seperti mengorok, stridor, dispnea
Gejala yang timbul pada orang dewasa pada umumnya tidak
begitu hebat bila dibandingkan dengan anak. Dari anamnesis
biasanya diketahui riwayat tertusuk benda asing pada posterior
faring, pasca tindakan endoskopi atau adanya riwayat batuk kronis.
Gejala yang dapat dijumpai adalah 2 :
1. Demam
2. Sukar dan nyeri menelan
3. Rasa sakit di leher ( neck pain )
4. Suara menggumam ( hot potato voice )
5. Keterbatasan gerak leher
6. Dispnea
Nyeri dan kaku leher sering dirasakan beberapa bulan
sebelum diagnosis ditegakkan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
pembengkakan dinding posterior faring, pembesaran kelenjar getah
bening leher dan posisi kepala hiperekstensi serta miring ke sisi
Abses Leher Dalam 16
yang sehat. Pada kasus yang berat dapat disertai dengan sumbatan
jalan napas. 2
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan adanya riwayat
infeksi saluran nafas bagian atas atau trauma. Gejala dan tanda
klinik serta pemeriksaan penunjang foto roentgen jaringan lunak
leher lateral, akan tampak pelebaran ruang retrofaring dan
berkurangnya lordosis kolumna vertebra servikalis. 2
Komplikasi 2
1. Penjalaran ke ruang parafaring, ruang vasikuler visera
2. Mediastinitis
3. Obstruksi jalan nafas sampai asfiksia
4. Bila pecah spontan, dapat menyebabkan pneumonia aspirasi dan
abses paru
Diagnosis Banding 2
1. Adenoiditis
2. Abses peritonsil
3. Abses parafaring
4. Epiglotis
5. Tonjolan korpus vertebra
6. Aneurisma aorta
Terapi
Terapi abses retrofaring ialah dengan medikamentosa dan
tindakan bedah. Sebagai terapi medikamentosa diberikan antibiotik
dosis tinggi, untuk kuman aerob dan anaerob, diberikan secara
parenteral. Selain itu dilakukan pungsi dan insisi abses dengan
laringoskopi langsung dengan posisi Tendelenburg. Pus yang keluar
segera diisap, agar tidak terjadi aspirasi. Tindakan dapat dilakukan
dengan anestesi lokal atau umum. Pasien dirawat inap sampai
gejala dan tanda infeksi mereda. 2
2.4.3 ABSES PARAFARING
Abses Leher Dalam 17
Insidens
Usia kira – kira 14 – 77 tahun ( rata – rata 44.5 tahun ).
Delapan dari sembilan pasien, berumur lebih dari 25 tahun. Delapan
pasien laki – laki , dan satu perempuan ( laki – laki : perempuan =
8:1 ) 1
Etiologi
Ruang parafaring dapat mengalami infeksi dengan cara 2:
1. Langsung, yaitu akibat tusukan jarum pada saat melakukan
tonsilektomi dengan analgesia. Peradangan terjadi karena ujung
jarum suntik yang telah terkontaminasi kuman menembus
lapisan otot tipis ( m.konstriktor faring superior ) yang
memisahkan ruang parafaring dengan fosa tonsilaris.
2. Proses supurasi kelenjar limfa leher bagian dalam, gigi, tonsil,
paring, hidung, sinus paranasal, mastoid dan vertebra servikal
dapat merupakan sumber infeksi untuk terjadinya abses ruang
parafaring.
3. Penjalaran infeksi dari ruang peritonsil, retrofaring dan
submandibula
Gejala dan Tanda
Gejala dan tanda abses parafaring hampir menyerupai gejala
dan tanda pada abses peritonsil, namun pada abses parafaring
pembengkakan lebih ke arah inferior dan palatum molle tidak
terlalu edema. Secara anamnesis didapatkan adanya riwayat
demam, bengkak dan nyeri leher, trismus, nyeri atau sulit menelan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembengkakan daerah
perimandibula, trismus, pendorongan dinding lateral faring ke
medial, edema uvula, palatum mole dan pilar tonsil. 2,12
Paparella et al ( 1991 ) membedakan tanda – tanda abses
parafaring anterior dan posterior sebagai berikut 12:
1. Pada abses parafaring bagian anterior terdapat trias spasium
parafaring, yaitu :
Abses Leher Dalam 18
a. Trismus, karena iritasi pada muskulus pterigoid
medialis/internus
b. Pembengkakan dan indurasi di belakang angulus
mandibula atau di ujung bawah glandula parotis.
c. Prolaps tonsil dan fossa tonsilaris karena terdesak ke
arah medial
2. Abses parafaring posterior terutama ditandai dengan
pembengkakan di posterior plika palatoglossus, pembengkakan
pada dinding lateral faring bagian posterior dan pembengkakan
daerah parotis, tanpa trismus dan prolaps tonsil.
Gambar 6. Abses Parafaring Anterior.17
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, gejala
dan tanda klinik. Bila meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang berupa foto roentgen jaringan lunak AP dan CT Scan. 2
Komplikasi
Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen,
limfogen atau langsung ( perkontinuitatum ) ke daerah sekitarnya.
Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial,
ke bawah menyusuri selubung karotis mencapai mediastinum. 2
Komplikasi yang paling berbahaya dari infeksi spatium
faringimaksilaris adalah terkenanya pembuluh darah sekitarnya.
Abses Leher Dalam 19
Dapat terjadi tromboflebitis septic vena jugularis. Juga dapat terjadi
perdarahan masif yang tiba – tiba akibat dari erosi arteri karotis
interna diikuti perdarahan hebat dan mediastinitis yang dapat
diikuti dengan sepsis. Beberapa pengarang telah menjelaskan
mengenai penyebaran infeksi ke mediastinum melalui selubung
karotis, dan oleh Mosher jalan tersebut dinamakan Lincoln Highway
of the neck. Komplikasi ini dapat memberi kesan dengan adanya
perdarahan awal yang kecil ( perdarahan tersamar ). Jika diduga
terjadi komplikasi ini dan rencana akan dibuat untuk drainase dari
abses maka identifikasi arteri karotis interna harus dilakukan.
Dengan demikian, jika terjadi perdarahan ketika dilakukan drainase
abses, maka dapat segera dilakukan ligasi arteri karotis interna atau
arterti karotis komunis.2,12
Terapi
Untuk terapi diberikan antibiotik dosis tinggi secara parenteral
terhadap kuman aerob dan anaerob. Evakuasi abses harus segera
dilakukan bila tidak ada perbaikan dengan antibiotika dalam 24 – 48
jam dengan cara eksplorasi dalam narcosis. Caranya melalui insisi
dari luar dan intraoral. 2
Insisi dari luar dilakukan 2.5 jari di bawah dan sejajar dengan
mandibula. Secara tumpul dilanjutkan dari batas anterior
m.sterokleidomastoideus ke arah atas belakang menyusuri bagian
medial madibula dan m.pterigoid interna mencapai ruang parafaring
dengan terabanya prosessus stiloid. Bila nanah terdapat di dalam
selubung karotis, insisi dilanjutkan vertikal dari pertengahan insisi
horizontal ke bawah di depan m.sternokleidomastoideus ( cara
mosher ). 2
Abses Leher Dalam 20
Gambar 7. Insisi Abses Parafaring ( Insisi Mosher ) 17
Insisi intraoral dilakukan pada dinding lateral faring. Dengan
memakai klem arteri eksplorasi dilakukan dengan menembus
m.konstriktor faring superior ke dalam ruang parafaring anterior.
Insisi intraoral dilakukan bila perlu dan sebagai terapi tambahan
terhadap insisi eksternal. Pasien dirawat inap sampai gejala dan
tanda infeksi reda. 2
2.4.4. ABSES SUBMANDIBULA
Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan
submaksila. Ruang sublingual dipisahkan dari ruang submaksila oleh
otot milohiod. Ruang submaksila selanjutnya dibagi lagi atas ruang
submental dan ruang submaksila ( lateral ) oleh otot digastrikus
anterior. 2
Namun ada pembagian lain yang tidak menyertakan ruang
sublingual ke dalam ruang submandibula, dan membagi ruang
submental atas ruang submental dan submaksila saja. Abses dapat
terbentuk di ruang submandibula atau salah satu komponennya
sebagai kelanjutan infeksi dari daerah kepala leher. 2
Etiologi
Abses Leher Dalam 21
Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar
liur atau kelenjar limfe submandibula. Mungkin juga sebagai
kelanjutan infeksi ruang leher dalam lain. Kuman penyebab
biasanya campuran aerob dan anaerob. 2
Patogenesis
Diawali oleh terjadinya caries gigi dimana caries ini akan
menghancurkan email dan dentin sehingga menyebabkan
peradangan pada pulpa gigi yang disebut pulpitis. Pulpitis yang
dibiarkan akan berkembang menjadi gangren pulpa. Gangren pulpa
dapat pula disebabkan oleh trauma pada gigi, poket periodontis,
iritasi kimia dari bahan penambal atau semen gigi. Kemudian
infeksinya akan menyebar keluar dari foramen apikalis gigi
sehingga mencapai tulang rahang. Bila infeksi ini menyebar ke
tulang rahang bagian bawah atau maksilaris, maka dapat terjadi
abses maksilaris atau submaksilaris. 3
Hanya infeksi pada gigi molar kedua dan ketiga bawah yang
dapat menyebabkan terjadinya infeksi rongga submandibula oleh
karena letak molar kedua bawah memungkinkan terjadinya
penembusan infeksi periapikal ke lingual atau bukal yang
sebanding. Letak apek akar giginya yang berada di bawah atau di
atas perlekatan muskulus bucinatorius atau muskulus mylohioideus
memiliki kemungkinan yang sama pula. Sedangakan pada gigi
molar ketiga bawah umumnya terletak lebih ke medial dari bidang
vertikal ramus, sehingga apeknya lebih dekat ke kortkes lingual
daripada bukal. Karena perlekatan muskulus mylohioideus di lingual
mandibula terletak miring, maka apeks akar gigi molar ketiga
bawah terletak di bawah muskulus tersebut. Akibatnya, infeksi gigi
ini jika posisinya vertikal, akan menjalar di bawah muskulus
mylohioiideus dan menyebabkan abses submandibula. 3,13
Gejala dan Tanda
Gejala dan tanda klinis abses submandibula adalah 2,4,5:
Abses Leher Dalam 22
Demam
Nyeri tenggorokan dan sukar menelan
Trismus
Nafas yang berbau busuk ( fetor et ore / halitosis )
Daerah submandibula tampak oedem, hiperemis dan nyeri
tekan
Pembengkakan pada daerah rahang bagian bawah, dapat
mengangkat dan mendorong lidah ke posterior sehingga dapat
terjadi sumbatan jalan napas.
Diagnosis
Diagnosis abses submandibula ditegakkan berdasarkan
anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan penunjang berupa foto
polos jaringan lunak leher atau tomografi komputer. 4,6
Pada anamnesis terdapat riwayat bengkak di bawah dagu
(gambar 4), terdapat trismus dan riwayat sakit gigi. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan pembengkakan di bawah rahang baik
unilateral taupun bilateral, dapat berfluktuasi atau tidak. 4,6,7
Foto jaringan lunak leher anteoposterior dan lateral
merupakan posedur diagnostik yang penting. Pada pemeriksaan
foto jaringan lunak leher pada kedua posisi tersebut dapat diperoleh
gambaran deviasi trakea, udara di daerah subkutis, cairan di dalam
jaringan lunak dan pembegkakan daerah jaringan lunak leher.
Keterbatasan pemeriksaan foto polos leher adalah tidak dapat
membedakan antara selulitis dan pembentukan abses. 4,7
Pemeriksaan tomografi komputer dapat membantu
menggambarkan lokasi dan perluasan abses. Pada gambaran dapat
ditemukan adanya daerah densitas rendah, peningkatan gambaran
kontras pada dinding abses dan edama jaringan lunak sekitar abses. 4
Pemeriksaan kultur tes dan resistensi dilakukan untuk
mengetahui jeniis kuman dan pemberian antibiotik. 4
Abses Leher Dalam 23
Gambar 8. Pembengkakan di bawah rahang pada abses
submandibular.17
Komplikasi
Berbagai komplikasi dapat terjadi sebagai akibat dari
keterlambatan diagnosis, penatalaksanaan yang tidak tepat dan
tidak adekuat. Komplikasi yang sering terjadi adalah 4,6,7,13:
.Hancurnya gigi yang terinfeksi ( kematian / pembusukan
gigi )
Penyebaran infeksi ke jaringan lunak di sekitar gigi yang
terjangkit (selulitis fasial, angina Ludwig).
Penyebaran infeksi ke tulang mandibula ( osteomielitis
mandibula )
Penyebaran infeksi ke daerah lain tubuh sehingga
menyebabkan abses serebral, endokarditis, pneumonia atau
kelainan sistemik lainnya.
Sumbatan jalan napas
Penjalaran ke ruang leher dalam lain dan mediastinum
Terapi
Abses Leher Dalam 24
Untuk terapi dapat diberikan terapi medikamentosa meliputi
pemberian antibiotika dosis tinggi baik untuk kuman aerob maupun
anaerob serta pemberian terapi simtomatis sesuai dengan gejala
klinik yang timbul. 4
Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anastesi lokal untuk
abses yang dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis
bila letak abses dalam dan luar. Insisi dibuat pada tempat yang
paling berfluktuasi atau setinggi Os.hioid, tergantung letak dan luas
abses. Jika hanya ruang submandibula, insisi dapat dilakukan di
depan otot sternokleidomastoideus sejajar madibula kurang lebih
3cm di bawahnya. Setelah tindakan dipasang salir. Pasien dirawat
inap sampai 1-2 hari gejala dan tanda infeksi reda. 4,14
2.4.5. ANGINA LUDOVICI ( Ludwig’s angina )
Definisi
Angina Ludwig merupakan peradangan selulitis atau flegmon
dari ruang potensial sublingual dan submandibula ( suprahioid ).
Ruang potensial ini berada antara otot – otot yang melekatkan lidah
pada tulang hyoid dan otot milohiodeus. Peradangan ruang ini
menyebabkan kekerasan yang berlebihan pada jaringan dasar
mulut dan mendorong lidah ke atas dan belakang dan dengan
demikian dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas secara
potensial. Angina Ludwig paling sering terjadi sebagai akibat infeksi
yang berasal dari gigi geligi, tetapi dapat berasal dari proses
supuratif non limfatisi servikalis pada ruang submaksilaris.
Penanganan terdiri dari pembedahan insisi melalui garis tengah,
dengan demikian menghentikan ketegangan yang terbentuk pada
dasar mulut. Karena ini merupakan selulitis, maka sebenarnya pus
jarang diperoleh. 1
Ruang superior ini berada antara otot – otot yang melekatkan
lidah pada tulang hyoid dan otot milohiodeus. Peradangan ruang ini
menyebabkan kekerasan yang berlebihan pada jaringan dasar
mulut dan mendorong lidah ke atas dan belakang dengan demikian
dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas. 1,2
Abses Leher Dalam 25
Gambar 9. Tampak pengerasan jaringan dasar mulut pada Ludwig’s
Angina.17
Etiologi
Sumber infeksi seringkali berasal dari gigi atau dasar mulut,
oleh kuman aerob dan anaerob. Dapat pula berasal dari proses
supuratif dari limfatisi servikalis pada ruang submaksilaris. 2,3
Gejala dan Tanda
Terdapat demam, nyeri tenggorok dan leher, disfagia, disertai
pembengkakan di daerah submandibula, yang tampak hiperemis
dan keras pada perabaan ( seperti papan ). Dasar mulut
membengkak, dapat mendorong lidah ke atas belakang, sehingga
menimbulkan sesak nafas, karena sumbatan jalan nafas. 2,3,16
Abses Leher Dalam 26
Gambar 10. Hiperemi dan pembengkakan submandibular dan
sublingual dari Ludwig’s angina.17
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat sakit gigi,
mengorek atau cabut gigi, gejala dan tanda klinik. Pemeriksaan CT-
Scan dan kultur bakteri (untuk melihat bakteri penyebab)
disarankan.15,16
Terapi
Sebagai terapi diberikan antibiotik dengan dosis tinggi, untuk
kuman aerob dan anaerob, dan diberikan secara parenteral.
Antibiotik diteruskan sampai tidak ditemukan adanya bakteri pada
pemeriksaan kultur. Selain itu dilakukan eksplorasi yang bertujuan
untuk tujuan dekompresi ( mengurangi ketegangan ) dan evakuasi
pus ( pada Angina Ludovici jarang terdapat pus ) atau jaringan
nekrosis. Insisi dilakukan di garis tengah secara horizontal setinggi
Os Hyoid ( 3 - 4 jari di bawah mandibula ). 2,15,16
Jika pembengkakan sudah hampir menutupi jalan napas,
tindakan darurat perlu dilakukan seperti tracheostomy. Selain itu,
perlu dilakukan pengobatan terhadap infeksi ( gigi ), untuk
mencegah kekambuhan. Pasien dirawat inap sampai infeksi mereda. 2,3,15,16
Gambar 10. Tindakan tracheostomy dan pemasangan drain pada
pasien dengan Ludwig’s angina. 17
Abses Leher Dalam 27
Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi 15,16:
1. Sumbatan jalan nafas
2. Penjalaran abses ke ruang leher dalam lain dan mediastinum
3. Sepsis
BAB 3
KESIMPULAN
Abses leher dalam merupakan suatu kelainan dimana
terdapatnya kumpulan nanah ( pus ) pada salah satu atau lebih
ruang potensial leher dalam sebagai akibat dari penyebaran infeksi
dari struktur di sekitarnya, seperti gigi, sinus paranasal, telinga,
leher, dll. Abses leher dalam dapat disebabkan oleh kuman aerob
maupun anaerob.
Abses leher dalam dapat berupa abses peritonsil, abses
retrofaring, abses parafaring, abses submandibula, dan angina
ludovici. Gejala dan tanda klinis dari abses leher dalam tergantung
dari tipe abses itu sendiri, pada umumnya terdapat trismus, nyeri
tenggorokan, pembengkakan serta nyeri tekan di abses tersebut.
Berbagai komplikasi klinis dapat terjadi sebagai akibat
keterlambatan diagnosis, penatalaksanaan yang tidak tepat dan
tidak adekuat dan salah satunya adalah gangguan jalan napas
akibat abses atau lidah yang terdorong ke atas menutupi saluran
napas. Komplikasi yang terberat yaitu apabila abses tersebut pecah
sehingga dapat menyebabkan aspirasi.
Diagnosis abses leher dalam dapat ditegakkan berdasarkan
riwayat penyakit, gejala dan tanda, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan-pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan lab, foto
jaringan lunak dan CT-Scan.
Therapi abses leher dalam terdiri dari medikamentosa
meliputi antibiotika baik untuk kuman aerob dan anaerob dan
Abses Leher Dalam 28
simptomatis sesuai keluhan serta gejala klinis yang timbul dan
therapi operatif seperti tindakan drainase.
DAFTAR PUSTAKA
1. Adams, George L, Lawrence R, Peter H, Highler. Boeis Buku
Ajar Penyakit THT ( Boeis Fundamental of Otolaryngology ); Alih
Bahasa, Caroline Wijaya: Editor Harjanto Effendi, Edisi 6, Jakarta:
EGC, 1997.
2. Arstyad Soepardi, Eflaty; Iskandar, Nurbaiti, Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung Tenggorok Kepala Leher, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 2001.
3. Herawati, Sri; Rukmini, Sri, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga.
Hidung Tenggorokan untuk Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2003.
Abses Leher Dalam 29
4. Scott BA, Steinberg CM, Deep neck space infection. In: Bailey
BJ, Johson JT, Kohut RI et al editors Head and Neck Surgery –
Otolaryngology. Philadelphia: Lippincolt-Raven; 1998.Pg.738-53
5. Lawson W, Reino AJ. Odontogenic Infection. In: Byron J. Biley,
MD editor Head and Neck Surgery – Otolaryngology, Philadelphia:
JB, Lippin Cott. Co.1998.Pg 671-680
6. Shumrick KA, Sheft SA. Deep Neck Infection. In: Paparella MM,
Shumrick DA, Gluckman JL, Meyerhoff WL, editors.
Otolaryngology. Philadelphia: WB Saunders 1991: 2545-62.
7. Ballenger JJ. Infection of the Facial Space of Neck and Floor of
the Mouth. In: Ballenger JJ editors. Diseases of the Nose, Throat,
Ear, Head and Neck. 14th ed. Philadelphia. London: Lea and
Febiger. 1991: 234-41.
8. Abdoerrachman H, Roesmarjono, Munir M, Hermani B. Infeksi
kuman anaerob pada abses leher dalam Kongres Perhati VIII,
Medan, 1980.
9. Mehta, Ninfa. MD. Peritonsillar Abscess. Available from
www.emedicine.com.
10. Bailey, Byron J, MD. Tonsillitis, Tonsilectomy, and
Adenoidectomy. In: Head and Neck Surgery – Otolaryngology 2nd
Edition. Lippincolt_Raven Publisher. Philadelphia. Pg:1224, 1233-
34.
11. Preston, M. 2008. Peritonsillar Abscess ( Quinsy ). Accesed:
http://www.patient.co.uk/showdoc/40000961/.
12. Sehti DS, Stanley RE. Parapharyngeal Abscess. The journal of
Laringology.1991:105:1025-1030.
13. Michael C; Tooth Abscess; Medline Plus at
www.nlm.nih.gov/medline-plus/ency/article/001060.htm, 2004.
14. Fachruddin DR. Penanganan Abses Leher Dalam. Dalam:
Penanganan mutakhir kasus telinga hidung tenggorok. Satelit
simposium. Jakarta: 2003.
Abses Leher Dalam 30
15. Bernard H. Colman, Hall & Colman’s Disease of the Nose,
Throat and Ear, and Head and Neck. A hand book for students
and practioners, Fourteenth Edition, 1992.
16. http://health.nytimes.com/health/guides/disease/ludwigs-angina/overview.html?WT.z_gsac=1#top#top
17. www. google.com. Images : “ Deep neck Abscess”.
Abses Leher Dalam 31