referat tuberkulosis pada diabetes melitus
DESCRIPTION
Referat Ilmu Penyakit Dalam Tuberkulosis pada Diabetes MelitusTRANSCRIPT
DAFTAR ISI
ContentsDAFTAR ISI......................................................................................................................................2
BAB I – PENDAHULUAN...............................................................................................................3
BAB II – ISI.......................................................................................................................................4
1. TUBERKULOSIS.......................................................................................................................4
a. Definisi .................................................................................................................................4
b. Biomolekuler Mycobacterium tuberculosis...........................................................................4
2. DIABETES MELITUS...............................................................................................................4
a. Definisi .................................................................................................................................4
b. Epidemiologi..........................................................................................................................4
c. Sistem Imun pada Diabetes Melitus......................................................................................5
3. TUBERKULOSIS PADA DIABETES MELITUS....................................................................5
a. Risiko TB pada DM...............................................................................................................5
b. Risiko DM pada TB...............................................................................................................7
c. Gambaran Radiologis pada Pasien TB dengan DM..............................................................9
4. PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS PADA DABETES MELITUS..........................10
a. Interaksi obat anti tuberkulosis (OAT) dengan obat hipoglikemi oral (OHO)....................10
b. Prinsip pengobatan TB pada DM.........................................................................................11
c. Pemberian insulin pada pasien tuberkulosis dengan diabetes melitus.................................12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................13
Referat – TB pada DM (Agatha Yunita WS/07120100049) | 2
BAB I – PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi paru-paru yang sampai saat ini
masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting di seluruh dunia. Berdasarkan
laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2011 mengenai perkiraan kasus
TB secara global disebutkan bahwa pada tahun 2010 terdapat insidensi TB sebanyak 8,5-
9,2 juta kasus per tahun, dengan angka kematian akibat TB sebanyak 1,7 juta [1].
Pengendalian penyakit tuberkulosis saat ini diperkirakan mulai mengalami kendala
seiring dengan peningkatan jumlah pasien diabetes melitus (DM) di dunia, yaitu dari
sekarang sekitar 285 juta diperkirakan akan menjadi 438 juta pada tahun 2030[2]. WHO
juga memprediksi kenaikan penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000
menjadi 21,3 juta pada tahun 2030[3].
Hubungan antara TB dengan DM telah lama diketahui karena pada pasien DM
terdapat penekanan pada respon imun yang selanjutnya akan mempermudah terjadinya
infeksi oleh Mycobacterium tuberculosis dan kemudian berkembang menjadi penyakit
tuberculosis. Pasien dengan DM memiliki risiko terkena tuberculosis sebesar 2-3 kali lipat
dibandingkan orang tanpa diabetes[2].
Diabetes melitus telah dilaporkan dapat mempengaruhi gejala klinis TB serta
berhubungan dengan rspons lambat pengobatan TB dan tingginya mortalitas. Peningkatan
reaktivasi TB juga telah dicatat pada penderita DM.[4] Sebaliknya, penyakit TB dapat
menginduksi terjadinya intoleransi glukosa dan memperburuk control glikemik pada
pasien DM.[5]
Upaya pencegahan dan pengendalian dua penyakit ini, TB dan DM, sangat
penting untuk menurunkan angka mortalitasnya. Oleh karena itu, penting untuk diketahui
bagaimana mekanisme DM dapat menyebabkan TB dan bagaimana TB dapat
mempengaruhi kontrol glikemik pada penderita DM.
Referat – TB pada DM (Agatha Yunita WS/07120100049) | 3
BAB II – ISI
1. TUBERKULOSIS
a. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit paru yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis.[6]
b. Biomolekuler Mycobacterium tuberculosis
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang ramping
dan kurus, dapat berbentuk lurus ataupun bengkok, tidak berspora, dan tidak
berkapsul. Bakteri ini berukuran panjangnya sekitar 2-4µm dan lebarnya sekitar
0,2-0,5µm. Mycobaterium tuberculosis tidak dapat diklasifikasikan sebagai bakteri
gram positif maupun gram negatif, karena apabila diwarnai sekali dengan zat
warna basa, warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan alkohol. Oleh karena
itu bakteri ini termasuk dalam bakteri tahan asam.[7]
2. DIABETES MELITUS
a. Definisi
Diabetes melitus adalah penyakit kelainan metabolik yang
dikarakteristikkan dengan hiperglikemia kronis serta kelainan metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein, diakibatkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, maupun keduanya.[8]
b. Epidemiologi
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan
peningkatan angka insidensi dan prevalensi diabetes melitus tipe 2 di berbagai
penjuru dunia. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang
diabetes melitus yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. WHO
memprediksi kenaikan jumlah penyandang diabetes melitus di Indonesia dari 8,4
juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan
WHO, International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi
Referat – TB pada DM (Agatha Yunita WS/07120100049) | 4
kenaikan jumlah penyandang diabetes melitus dari 7,0 juta pada tahun 2009
menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan angka
prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan jumlah
penyandang diabetes melitus sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030.
c. Sistem Imun pada Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang dapat menyebabkan
penurunan sistem imun. Mulai dari sistem imun humoral, terdapat penurunan
jumlah sel limfosit T dan neutrofil pada pasien diabetes melitus disertai dengan
penurunan jumlah T helper 1. Tidak hanya itu, sitokin pada pasien diabetes
melitus juga mengalami gangguan. Dari penelitian, terdapat penurunan jumlah
mediator inflamasi seperti TNF α, IL-1β serta IL-6. Selain itu, fungsi makrofag
juga mengalami gangguan yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk
menghasilkan reactive oxygen species, fungsi kemotaksis dan fagositik yang
menurun.[9,10]
3. TUBERKULOSIS PADA DIABETES MELITUS
a. Risiko Tuberkulosis pada Diabetes Melitus
Beberapa penelitian menemukan bahwa kombinasi penyakit tuberkulosis
dan diabetes melitus sering ditemukan baik di negara berkembang maupun di
negara maju.[5]
Pada tahun 1934, Root melakukan penelitian tentang tuberkulosis dan
diabetes melitus menemukan bahwa kejadian tuberkulosis pada orang dewasa
dengan diabetes melitus ternyata lebih banyak ditemukan dari yang diperkirakan
serta risiko untuk terkena tuberkulosis sangat tinggi pada penderita diabetes
melitus anak-anak dan remaja. Penyakit tuberkulosis ini lebih sering ditemukan
pada penderita diabetes melitus dengan kontrol glikemik yang buruk. Root juga
menyatakan bahwa pada pertengahan abad ke-19, pasien diabetes melitus yang
bisa lolos dari koma diabetikum pada akhirnya akan meninggal karena penyakit
tuberkulosis.[5]
Penelitian yang dilakukan di Philadelphia pada tahun 1952
mengungkapkan bahwa dari 3.106 penderita diabetes melitus terdapat sekitar 8,4%
Referat – TB pada DM (Agatha Yunita WS/07120100049) | 5
yang menderita tuberkulosis paru dibandingkan dengan 4,3% penderita
tuberkulosis dari 71767 orang tanpa diabetes melitus. Tuberkulosis lebih banyak
muncul pada penderita diabetes melitus yang telah memiliki penyakit diabetes
selama lebih dari 10 tahun yaitu sekitar 17% dibandingkan penderita diabetes
kurang dari 10 tahun yaitu hanya sekitar 5% saja yang menderita tuberkulosis.
Tuberkulosis ditemukan lebih tinggi prevalensinya pada penderita diabetes melitus
yang memerlukan insulin lebih dari 40 unit per hari.[5,11]
Suatu penelitian longitudinal di Korea selama 3 tahun pada 800.000
pegawai negeri sipil mendapatkan risiko relatif tuberkulosis pada pasien diabetes
melitus dibandingkan dengan kontrol tanpa diabetes adalah sebesar 3,47%.
Penelitian di Hongkong selama 5 tahun pada 42.000 geriatri juga mendapatkan
risiko untuk terkena tuberkulosis aktif lebih besar pada pasien dengan diabetes
melitus dibandingkan dengan pasien tanpa diabetes melitus, namun peningkatan
risiko tersebut hanya didapatkan pada pasien-pasien diabetes melitus dengan kadar
hemoglobin terglikosilasi (Hb A1c) lebih besar dari 7%.[5] Diabetes melitus tetap
menjadi salah satu faktor risiko terpenting untuk penyakit tuberkulosis bersama
dengan infeksi, malnutrisi, alkoholisme dan HIV di negara India. Prevalensi
tuberkulosis paru pada penderita diabetes melitus di India bervariasi dari 3,3%
menjadi 8,3% atau sekitar 4 kali dari populasi umum.6
Gangguan Fungsi Imun pada DM
Seperti dijelaskan di atas, diabetes melitus dapat menyebabkan penurunan
sistem imunitas. Terdapat penurunan sel limfosit T helper 1 yang mempunyai
peranan penting untuk mengontrol dan menghambat pertumbuhan basil
Mycobacterium tuberculosis, sehingga terdapatnya penurunan pada jumlah
maupun fungsi limfosit T secara primer akan bertanggung jawab terhadap
timbulnya kerentanan pasien DM untuk terkena TB. Fungsi makrofag juga
mengalami gangguan yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk menghasilkan
reactive oxygen species, fungsi kemotaksis dan fagositik yang menurun. Infeksi
oleh basil tuberkel akan menyebabkan gangguan yang lebih lanjut pada sitokin,
makrofag, monosit dan populasi sel T CD4 dan CD8. Keseimbangan antara sel
Referat – TB pada DM (Agatha Yunita WS/07120100049) | 6
limfosit T CD4 dan CD8 memainkan peranan penting dalam mengatur pertahanan
tubuh melawan mikobakteri dan menentukan kecepatan regresi pada tuberkulosis
aktif.6
Derajat hiperglikemi juga berperan dalam menentukan fungsi mikrobisida
pada makrofag. Pajanan kadar gula darah sebesar 200 mg/dL secara signifikan
dapat menekan fungsi penghancuran oksidatif dari makrofag. Penderita diabetes
melitus yang kurang terkontrol dengan kadar hemoglobin terglikasi (HbA1c)
tinggi menyebabkan tuberkulosis menjadi lebih parah dan berhubungan dengan
mortalitas yang lebih tinggi. Selain terjadi kerusakan pada proses imunologi, pada
pasien diabetes juga terdapat gangguan fisiologis paru seperti hambatan dalam
proses pembersihan sehingga memudahkan penyebaran infeksi. Glikosilasi non
enzimatik pada protein jaringan menginduksi terjadinya gangguan pada fungsi
mukosilier atau menyebabkan neuropati otonom diabetik sehingga menyebabkan
abnormalitas pada tonus basal jalan napas yang mengakibatkan menurunnya
reaktifitas bronkus serta bronkodilatasi.6
Gangguan fungsi imun dan fisiologi paru pada pasien diabetes melitus
antara lain[12,13]:
- Reaktifitas bronkial berkurang
- Penurunan elastic recoil dan volume paru
- Penurunan kapasitas difusi- Sumbatan mukus pada saluran napas- Penurunan respons ventilasi terhadap hipoksemia
b. Risiko Diabetes Melitus pada Tuberkulosis
Pada awal abad ke-19, Root mengatakan bahwa pasien tuberkulosis tidak
akan berkembang menjadi diabetes melitus dibandingkan dengan pasien bukan
tuberkulosis, namun pandangan ini kemudian berubah pada tahun 1957 setelah
Nichols menemukan bahwa pada 178 pasien tuberkulosis ternyata 5% berkembang
menjadi diabetes melitus dan 22% memperlihatkan kelainan pada uji penapisan.
Penelitian multisenter yang diadakan di India pada tahun 1987 menemukan
prevalensi diabetes melitus yang sebelumnya tidak terduga pada pasien
tuberkulosis adalah sebesar 9,7% , pada laki-laki usia diatas 40 tahun didapatkan
Referat – TB pada DM (Agatha Yunita WS/07120100049) | 7
angka prevalensi sebesar 17,8% dibandingkan dengan usia di bawah 40 tahun
yaitu sebesar 5,1%. Sementara pada perempuan masing-masing adalah sebesar
23,5% dan 4,0%. Secara keseluruhan untuk laki-laki dan perempuan masing-
masing menjadi 10% dan 8,7%.[11]
Penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Alisjahbana dkk. menemukan
13% pasien tuberkulosis ternyata memiliki diabetes melitus, jumlah ini lebih besar
bila dibandingkan kontrol tanpa tuberkulosis dengan usia dan jenis kelamin yang
sama yaitu hanya sebesar 3,2% yang memiliki diabetes melitus, dari 13% pasien
tersebut ternyata 60% didiagnosis sebagai pasien diabetes melitus baru.[14]
Penelitian di Nigeria juga mendapatkan hasil bahwa pada pasien
tuberkulosis yang disertai dengan gangguan toleransi glukosa ternyata setelah 3
bulan diberikan pengobatan tuberkulosis hasil tes toleransi glukosa kembali
normal.[5,11] Penelitian di Tanzania pada 506 pasien tuberkulosis paru dengan
sputum bakteri tahan asam (BTA) positif, 9 di antaranya diketahui menderita
diabetes melitus. Diabetes melitus yang didiagnosis melalui tes toleransi glukosa
oral (TTGO) pada 11 pasien tuberkulosis tambahan memberikan peningkatan pada
prevalensi diabetes melitus menjadi 4%. Gangguan toleransi glukosa (GTG)
terdapat pada 82 pasien (16,2%). Sebagai perbandingan survei TTGO serupa yang
dilakukan Guptan dan Shah pada suatu komunitas mendapatkan prevalensi
diabetes melitus hanya sebesar 0,9% dan GTG sebesar 8,8%.[11] Gangguan
toleransi glukosa pada TB jauh lebih tinggi dibandingkan dengan diabetes
melitus. Walaupun GTG dapat kembali normal pada sejumlah besar kasus
tuberkulosis dengan kemoterapi yang efektif, namun persentase yang lebih tinggi
pada GTG adalah signifikan karena menurut National Diabetes Data Group dari
National Institutes of Health 1-5 persen dari pasien dengan GTG dapat
berkembang menjadi diabetes melitus setiap tahunnya.[11]
Kerusakan Pankreas Akibat Tuberkulosis
Fungsi endokrin pankreas dapat mengalami gangguan pada kasus
tuberkulosis yang berat dan ternyata insidens pankreatitis kronis yang disertai
dengan kalsifikasi lebih tinggi pada kasus diabetes melitus dengan tuberkulosis,
Referat – TB pada DM (Agatha Yunita WS/07120100049) | 8
mendorong suatu keadaan defisiensi insulin absolut.[15] Kelompok protein
transporter asam lemak yang terdapat pada basil tuberkel kemungkinan dapat
menyebabkan disregulasi homeostasis energi pada penyakit tuberkulosis. Gen
protein transporter asam lemak dari mikobakterium yang diekspresikan pada
hepatosit mamalia dapat meningkatkan ambilan asam lemak rantai panjang. Asam
lemak rantai panjang merupakan sumber energi penting pada sebagian besar
organisme serta berfungsi pula sebagai hormon darah yang mengatur berbagai
fungsi penting seperti metabolisme glukosa di hepar. Pada pasien tuberkulosis
terdapat gangguan metabolisme lipid tersebut.[11]
Bukti – bukti yang menunjukkan mikobakterium dapat menyebabkan
diabetes melitus meningkat dengan cepat dari waktu ke waktu. Seorang ahli
patologi Dr. Phillip Schwartz membuat hipotesis bahwa tuberkulosis dapat
menyebabkan diabetes melitus karena terdapat amiloidosis pada pankreas. [16]
Schwartz menjelaskan terdapat dua mekanisme tuberkuolosis dapat
menyerang pankreas yaitu melalui reaksi imunobiologi toksik-alergi sebagai
respon terhadap tuberkulosis sistemik yang disebut sebagai pankreatitis, mikroba
menyerang pankreas melalui toksin Mycobacterium tuberculosis dan produk-
produk inflamasinya dalam peredaran darah sehingga meningkatkan kerentanan
inflamasi (reaksi hipersensitivitas) dan menimbulkan amiloidosis. Schwartz
mengakui fakta bahwa mikroba tidak perlu selalu ditemukan dalam jaringan
pankreas akan membingungkan para ilmuwan untuk generasi mendatang karena
mereka akan menduga bahwa amiloidosis ini adalah suatu penyakit autoimun
akibat ketidakmampuan untuk mengenali infeksi tuberkulosis tersebut.[16]
Mekanisme yang lain dan lebih sedikit kemungkinan terjadinya yaitu
serangan mikobakteri secara langsung ke organ pankreas melalui penyebaran
tuberkel bakteri dalam darah maupun melalui penetrasi jaringan perkejuan
kelenjar getah bening abdominal yang ada disekitar pankreas. [16]
c. Gambaran Radiologis pada Pasien TB dengan DM
Pada tahun 1927, Sosman dan Steidl melaporkan bahwa pada sebagian
besar pasien tuberkulosis pada diabetes melitus memiliki pola radiologi khusus
yang terdiri dari konfluen, kavitas, dan lesi berbentuk baji menyebar dari hilus
Referat – TB pada DM (Agatha Yunita WS/07120100049) | 9
menuju bagian tepi, terutama pada zona bagian bawah paru, sementara pada
pasien tuberkulosis non diabetes melitus lesi biasanya berupa infiltrat di lobus atas
paru.[5]
Gambaran radiologis TB pada lapangan bawah paru juga umum ditemukan
pada pasien TB usia tua. Kemungkinan hal ini disebabkan karena terjadi
perubahan tekanan oksigen alveolar di lobus bawah paru yang disebabkan oleh
pengaruh usia atau penyakit DM.[5]
4. PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS PADA DABETES
MELITUS
a. Interaksi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dengan Obat Hipoglikemi Oral
(OHO)
Terdapat interaksi obat antara OAT dengan OHO, selain itu toksisitas obat
juga harus dipertimbangkan ketika memberikan terapi secara bersamaan pada
tuberkulosis dengan diabetes melitus. Pasien tuberkulosis dengan diabetes melitus
juga memperlihatkan respon terapi yang lebih lambat terhadap OAT bila
dibandingkan dengan pasien non diabetes.[5] Rifampisin merupakan suatu zat yang
bersifat inducer kuat terhadap enzim mikrosomal hepar yang terlibat dalam
metabolisme suatu zat termasuk enzim sitokrom P450 dan enzim fase II. Induksi
pada enzim-enzim tersebut menyebabkan peningkatan metabolisme obat-obatan
lain yang diberikan bersamaan dengan rifampisin sehingga mengurangi efek
pengobatan yang diharapkan. Rifampisin dapat menurunkan kadar OHO dalam
darah pada golongan sulfonilurea (gliklazid, gliburide, glpizide dan glimepirid)
dan biguanid.[5] Isoniasid (INH) dapat menyebabkan toksisitas berupa neuropati
perifer yang dapat memperburuk atau menyerupai neuropati diabetik, sehingga
harus diberikan suplemen vitamin B6 atau piridoksin selama pengobatan
tuberkulosis pada pasien diabetes melitus.[5]
OAT lain sangat jarang mengganggu kadar gula darah. Dosis tinggi INH
mungkin dapat menyebabkan hiperglikemia dan pada kasus yang jarang diabetes
melitus mungkin menjadi sulit untuk dikontrol pada pasien yang menggunakan
Referat – TB pada DM (Agatha Yunita WS/07120100049) | 10
Pirazinamid. Ethionamide juga dapat menyebabkan hipoglikemia namun hal ini
jarang terjadi.[5]
Diabetes melitus juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada
farmakokinetik OAT mengakibatkan peningkatan risiko gagal pengobatan pada
pasien tuberculosis dengan diabetes melitus. Diabetes melitus mempunyai efek
negatif terhadap pengobatan TB terutama pada pasien-pasien diabetes dengan
kontrol glikemik yang buruk sehingga angka kegagalan dan kekambuhan
tuberkulosis lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tuberkulosis non diabetes.
Konsentrasi OAT plasma yang rendah berhubungan dengan gagal pengobatan dan
resistensi obat pada tuberkulosis. Terdapatnya diabetes melitus, berat badan yang
lebih besar dan kadar glukosa darah yang tinggi menyebabkan rendahnya
konsentrasi rifampin plasma.[5] Penelitian Nijland dkk. mendapatkan kadar
rifampisin plasma 53% lebih rendah pada pasien tuberkulosis dengan diabetes
melitus dibandingkan dengan pasien TB non DM.[18] Hal ini menunjukkan bahwa
pada pasien tuberkulosis dengan diabetes melitus yang lebih berat memerlukan
dosis rifampisin yang lebih besar dan kontrol glikemik yang lebih baik untuk
meningkatkan konsentrasi obat dalam plasma. Diabetes melitus juga dapat
menyebabkan perubahan penyerapan obat oral, penurunan ikatan protein dengan
obat, insufisiensi ginjal, perlemakan hati dan gangguan bersihan obat.[5]
b. Prinsip pengobatan TB pada DM
Pengobatan tuberkulosis pada diabetes melitus meliputi pengobatan
terhadap diabetes melitus dan pengobatan tuberkulosis paru secara bersamaan.
Terdapat beberapa prinsip dalam penatalaksaan pasien TB-DM, yaitu:
1. Apabila kadar gula darah tidak terkontrol maka lama pengobatan dapat
dilanjutkan sampai 9 bulan.[3]
2. Perlu diperhatikan penggunaan rifampisin karena akan mengurangi efektivitas
OHO terutama sulfonil urea.[3]
3. Hati-hati dengan penggunaan etambutol karena efek sampingnya pada mata
dimana pada pasien DM sering terjadi komplikasi pada mata. [3]
4. Obat hipoglikemi oral hanya digunakan pada kasus DM ringan karena terdapat
interaksi Rifampisin dengan OHO. [11]
Referat – TB pada DM (Agatha Yunita WS/07120100049) | 11
5. Setelah pengobatan selesai, diperlukan control atau pengawasan untuk
mendeteksi dini bila terjadi kekambuhan.[3]
6. Pasien DM dengan kontrol glikemik yang buruk harus dirawat untuk
menstabilkan kadar gula darahnya. [11]
7. Insulin sebaiknya digunakan untuk mengontrol kadar gula darah. [11]
8. Keseimbangan glikemik harus tercapai karena penting untuk keberhasilan
terapi OAT. Target yang harus dicapai yaitu kadar gula darah puasa <120
mg/dL dan HbA1c <7%.[11]
9. Penanganan penyakit komorbid, malnutrisi dan rehabilitasi pada alkoholisme
harus dilakukan. [11]
10. Berikan terapi suportif secara aktif pada pasien DM. [11]
c. Pemberian insulin pada pasien tuberkulosis dengan diabetes melitus
Penatalaksanaan diabetes melitus pada tuberkulosis harus agresif, karena
kontrol glikemik yang optimal memberikan hasil pengobatan yang lebih baik.
Terapi insulin harus segera dimulai dengan menggunakan regimen basal bolus
atau insulin premixed. Kebutuhan insulin pada awal penyakit biasanya tinggi
namun akan menurun kemudian seiring dengan tercapainya koreksi
glukotoksisitas dan terkontrolnya infeksi.[10]
Rasionalisasi penggunaan insulin pada diabetes tipe 2 yang disertai
tuberkulosis aktif adalah sebagai berikut[10]:
1. Kontrol glikemik yang harus agresif pada pasien diabetes melitus dengan
tuberkulosis
2. Terdapat interaksi antara obat hipoglikemik oral dan obat anti tuberkulosis.
3. Hilangnya jaringan dan fungsi pankreas atau defisiensi endokrin pankreas
pada pasien tuberkulosis.
4. Kebutuhan diet kalori dan protein yang tinggi serta kebutuhan akan efek
anabolik pada pasien tuberkulosis.
Referat – TB pada DM (Agatha Yunita WS/07120100049) | 12
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Global Tuberculosis Control. Geneva: World Health Organization; 2011.
2. Sulaiman SA, Mohd Zain FA, Abdul Majid S, Munyin N, Mohd Tajuddin NS, Khairuddin Z, et al. Tuberculosis among Diabetic Patient. Webmed Central Infectious Diseases. 2011;2(12):1-13.
3. PERKENI. Konsensus Diabetes Melitus Tipe 2 Indonesia.2011.4. Palomino JC, Leão SC, Ritacco V. Tuberculosis 2007: From basic science to patient
care 1st ed. Argentina. Bouciller Kamps. 2007. P.26-52.5. Dooley KE, Chaisson RE. Tuberculosis and diabetes mellitus : convergence of two
epidemics. Lancet Infect Dis. 2009;9(12):737-46.6. PDPI. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia[Internet].
2006. Available at: http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html7. Brooks GF, Carroll KC, Butel JS, et al. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical
Microbiology. 26th edition. United States: McGraw-Hill; 2013.8. World Health Organization. Diabetes Mellitus: Report of a WHO Study Group.
Geneva: World Health Organization; 2006. 9. Geerlings SE, Hoepelman AIM. Immune Dysfunction in Patients with Diabetes
Mellitus. FEMS Immunology and Medical Microbiology. 2006; 26:259-26510. Niazi AK, Kalra S. Diabetes and tuberculosis : a review of the role of optimal
glycemic control. Journal of diabetes & metabolic disorders. 2012;11(28):1-4.11. Guptan A, Shah A. Tuberculosis and diabetes: an appraisal. Ind J Tuberc. 2000;47:3-
8.12. McMahon MM, Bistrian Bruce R. Host defences and susceptibility to infection in
patients with diabetes mellitus. Infect Dis Clin North Am. 1995;9:1-9.13. Koziel H, Koziel MJ. Pulmonary complications of diabetes mellitus. Infect Dis
Clin North Am. 1995;9:65-96.14. Alisjahbana B, van Crevel R, Sahiratmadja E, den Heijer M, Maya A, Istriana E, et al.
Diabetes mellitus is strongly associated with tuberculosis in Indonesia. Int J Tuberc Lung Dis. 2006;10:696-700.
15. Mollentzc WF, Pansegrouw DR, Steyn AF. Diabetes mellitus, pulmonary tuberculosis and chronic calcific pancreatitis revisited. South Afr Med J. 1990;78:235-9.
16. Broxmeyer L. Diabetes mellitus, tuberculosis and the mycobacteria: two millennia of enigma. Med Hypotheses. 2005;65:433–9.
17. Elias D, Markovits D. Induction and therapy of autoimmune diabetes in the non obese diabetic (NOD)/lt mouse by a 65-kDa heat shock protein. Proc Natl Acad Sci. 1990;87:1576-80.
18. Nijland HM, Ruslami R, Stalenhoef JE, Nelwan EJ, Alisjahbana B, Nelwan RHH, et al. Exposure to rifampicin is strongly reduced in patients with tuberculosis and type 2 diabetes. Clin Infect Dis. 2006;43:848-54.
Referat – TB pada DM (Agatha Yunita WS/07120100049) | 13