refleksi kasus kulit psoriasis
DESCRIPTION
reflekasi kasus tentang psoriasis vulgarisTRANSCRIPT
BAB I PENDAHULUAN
Kelainan kulit psoriasis vulgaris merupakan bagian dari penyakit kulit
dermatosis eritroskuamosa, yaitu penyakit kulit yang terutama ditandai dengan
eritema dan skuama. Meskipun penyakit ini tidak menyebabkan kematian
namun menyebabkan gangguan kosmetik, terlebih perjalanannya menahun dan
residif.
Psoriasis vulgaris dilaporkan terjadi pada 1,5% penduduk di negara-
negara barat, salah satunya adalah United States yang mencatat angka kejadian
psoriasis sebesar 3-5 juta penduduk dan sekitar 300.000 diantaranya adalah
psoriasis generalisata. Angka insidensi psoriasis antara laki-laki dan perempuan
adalah sama (Wolff dan Johnson, 2009). Akan tetapi, beberapa referensi
menyebutkan bahwa laki-laki lebih banyak ditemukan menderita penyakit ini
daripada perempuan dengan onset segala usia. Psoriasis dapat mengenai seluruh
bagian tubuh, mulai dari lutut, siku, skalp, badan, dan kuku. Kulit pada
psoriasis biasanya sangat kering, nyeri, dan juga gatal.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Psoriasis adalah penyakit kulit autoimun, yang bersifat kronik dan residif,
ditandai dengan adanya bercak eritema berbatas tegas dengan, berbentuk bulat atau
lonjong, tertutup skuama yang tebal, kasar, dan transparan (Murtiastutik dkk., 2013).
Psoriasis ini disebut juga dengan psoriasis vulgaris yang berarti psoriasis yang biasa,
karena ada psoriasis bentuk lain, seperti psoriasis pustulosa (Djuanda, 2009).
2.2 Epidemiologi
a. Onset Penyakit
Onset psoriasis vugaris dapat ditemukan pada usia muda yaitu sekitar 22,5 tahun.
Pada anak-anak, dapat ditemukan sejak usia 8 tahun. Sedangkan, pada usia lanjut
dapat ditemukan sejak usia 55 tahun. Onset penyakit yang lebih awal dikaitkan
dengan tingkat keparahan penyakit yan lebih berat dan biasanya berhubungan
dengan riwayat psoriasis pada keluarga (Wolff dan Johnson, 2009).
b. Angka Insidensi
Psoriasis vulgaris dilaporkan terjadi pada 1,5% penduduk di negara-negara barat,
salah satunya adalah United States yang mencatat angka kejadian psoriasis
sebesar 3-5 juta penduduk dan sekitar 300.000 diantaranya adalah psoriasis
generalisata. Angka insidensi psoriasis antara laki-laki dan perempuan adalah
sama (Wolff dan Johnson, 2009). Akan tetapi, beberapa referensi menyebutkan
bahwa laki-laki lebih banyak ditemukan menderita penyakit ini daripada
perempuan dengan onset segala usia. Insidensi psoriasis ditemukan meningkat
pada ras kulit putih daripada kulit berwrana (Djuanda, 2009). Angka insidensi
rendah dilaporkan di negara Afrika Barat, Jepang, dan ras Indian di Amerika
Utara dan Selatan (Wolff dan Johnson, 2009).
c. Faktor Predisposisi
Faktor genetik diduga berperan dalam psoriasis vulgaris. Apabila salah satu
orangtua menderita psoriasis, memiliki 8% kemungkinan anak mereka
mengalami psoriasis. Apabila semua orangtua mengalami psoriasis,
kemungkinan anak mereka untuk menderita penyakit ini adalah sebesar 41%.
Gen HLA yang dikaitkan dalam kejadian penyakit ini adalah HLA-B13, HLA-
B17, HLA-Bw57, dan yang paling penting adalah HLA-Cw6, yang akan
mempresentasikan antigen ke sel T CD8+. Beberapa faktor lingkungan lain yang
dikaitkan dengan psoriasis vulgaris adalah trauma fisik, infeksi Streptococcus
sp., stres psikologik, konsumsi alkohol, dan induksi obat seperti glukokortikoid,
antimalaria, litium, interferon, dan beta-adrenergik bloker (Wolff dan Johnson,
2009).
2.3 Patofisiologi
Defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan melalui sel limfosit T, sel
penyaji antigen, dan keratinosit. Keratinosit pada pasien psoriasis membutuhkan
stimulus untuk aktivasinya. Lesi psoriasis yang matang umumnya penuh dengan
ssebukan limfosit T pada dermis, terutama sel limfosit T CD4+ dengan lebih sedikit
sebukan limfosit pada epidermis. Sedangkan, lesi baru psoriasis lebih didominasi oleh
sel limfosit T CD8+. Proliferasi epidermis dimulai dengan adanya pergerakan antigen
yang bersifat eksogen maupun endogen oleh sel langerhans. Pembentukan epidermis
pada psoriasis vulgaris terjadi dalam waktu 3-4 hari, sedangkan pada kondisi normal
epidermis dibentuk dalam waktu 28 hari. Beberapa ahli menyebutkan bahwa psoriasis
vulgaris adalah penyakit autoimun (Djuanda dkk., 2009).
Penyebab penyakit ini belum diketahui secara pasti. Secara garis besar, terdapat 3
faktor yang berperan sebagai berikut (Martodihardjo dkk., 2005).
a. Predisposisi genetik
Terdapat kecenderungan bahwa psoriasis vulgaris diturunkan secara genetik
melalui gen autosomal dominan
b. Faktor presipitasi
Meliputi trauma (fenomena Kobner positif), infeksi (terutama pasca infeksi
Streptococcus beta hemolyticus), stres emosional (menyebabkan eksaserbasi),
perubahan iklim (menyebabkan penyakit lebih aktif).
c. Perubahan struktur biokimiawi
Terjadi pemendekan turn over epidermis yang normalnya berlangsung 28-30 hari
menjadi 3-4 hari.
2.4 Gejala Klinis
Keluhan penderita biasanya adalah gatal, terutama psoriasis yang mengenai kulit
kepala dan anogenital. Selain itu, penderita mengeluhkan rasa panas pada bagian kulit
yang terkena lesi. Keluhan gangguan kosmetik juga sering didapat karena perjalanan
penyakit yang kronik dan bersifat residif (Djuanda dkk, 2009; Wolff dan Johnson,
2009).
Pada psoriasis vulgaris dapat ditemukan tiga fenomena yang khas sebagai
berikut.
a. Fenomena Korsvlek
Terjadi perubahan warna pada skuama menjadi putih setelah dikerok, seperti
kerokan pada lilin, yang disebabkan perubahan indeks bias.
b. Tanda Austpitz
Munculnya bintik perdarahan setelah skuama tebal dikerok yang disebabkan
karena papilomatosis. Pengerokan dilakukan secara perlahan agar tidak terjadi
perdarahan merata yang dapat mengaburkan tanda Austpitz.
c. Fenomena Kobner
Goresan pada lesi yang diteruskan pada daerah yang tidak terdapat lesi akan
memunculkan lesi baru pada daerah goresan dalam waktu 3 minggu.
2.5 Bentuk Lesi
Lesi kulit terdiri atas bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama
diatasnya. Eritema sirkumskripta dan merata, tetapi pada stadium penyembuhan
seringkali eritema ditengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama
berlapis-lapis, kasar, dan berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar
kelainan bervariasi, dapat bersifat lentikular, nummular atau plakat yang
berkonfluensi. Jika seluruh atau sebagian bersifat lentikular maka disebut dengan
psoriasis guttatae, yang biasanya terjadi pada anak-anak dan dewasa muda dengan
post streptococcal infection (Djuanda dkk., 2009).
Efloresensi psoriasis dengan tipe gutatae biasanya adalah papul dengan ukuran 2
mm sampai 1 cm dengan atau tanpa skuama dan berwarna salmon-merah muda.
Skuama mungkin tidak terlihat dengan jelas namun akan tampak setelah dilakukan
penggoresan. Lesi tersebar dengan konsentrasi terbanyak pada bagian batang tubuh
dan berkurang pada bagian wajah dan kepala serta telapak tangan dan kaki. Lesi
gutatae biasanya akan sembuh secara spontan dalam beberapa minggu. Namun, dapat
terjadi rekurensi atau berkembang menjadi lesi kronik (Wolff dan Johnson, 2009).
Gambar 2.1 Psoriasis guttatae
Lesi pada psoriasis kronik berbatas tegas dengan plak berwarna merah redup dan
terdapat skuama berwarna perak-putih. Skuama dapat terkelupas dengan mudah atau
dapat terjadi hiperkeratosis sehingga skuama terikat kuat pada lapisan kulit
dibawahnya yang mengalami inflamasi (Wolff dan Johnson, 2009)
Gambar 2.2 Psoriasis kronik
2.6 Bentuk Klinis
Menurut Djuanda dkk. (2009), psoriasis dapat dijumpai dalam bentuk klinis
sebagai berikut.
a. Psoriasis vulgaris
Merupakan bentuk psoriasis yang paling sering dijumpai. Lesinya berbentuk
plak.
b. Psoriasis gutata
Pada umumnya timbul setelah infeksi Streptococcus di saluran nafas bagian atas
sehabis influenza atau morbili, terutama pada anak atau dewasa muda. Selain itu
juga dapat timbul pada infeksi yang lain, baik infeksi bakterial maupun viral.
Lesi pada psoriasis gutata memiliki diameter biasanya tidak melebihi 1 cm,
timbulnya mendadak dan diseminata.
c. Psoriasis inversa (psoriasis fleksural)
Merupakan psoriasis yang memiliki predileksi pada daerah fleksor.
d. Psoriasis eksudativa
Psoriasis yang memiliki lesi yang eksudatif, seperti pada dermatitis akut.
Psoriasis eksudativa jarang dijumpai.
e. Psoriasis seboroik
Merupakan gabungan antara psoriasis dan dermatitis seboroik. Skuama yang
biasanya kering menjadi agak berminyak dan agak lunak. Predileksinya selain
pada tempat yang lazim juga pada tempat seboroik.
f. Psoriasis pustulosa
- Psoriasis pustulosa palmoplantar (Barber)
Efloresensi berupa kelompok-kelompok pustul kecil dan dalam, diatas kulit
yang eritematosa, disertai rasa gatal. Sering mengenai telapak tangan atau
telapak kaki atau keduanya dan bersifat kronik dan residif.
- Psoriasis pustulosa generalisata akut (von Zumbusch)
Dapat timbul pada pasien yang sedang atau yang telah menderita psoriasis
namun dapat pula muncul pada pasien yang belum pernah menderita
psoriasis. Gejala awalnya berupa nyeri pada kulit dengan hiperalgesia yang
disertai gejala umum berupa demam, malaise, nausea, anoreksia. Plak
psoriasis yang ada makin eritematosa. Setelah beberapa jam timbul plak
edematosa dan eritematosa pada kulit normal. Dalam beberapa jam timbul
banyak pustul miliar pada plak tersebut. Dalam sehari pustul berkonfluensi
membentuk lake of pus berukuran beberapa cm.
g. Eritroderma psoriatik
Dapat disebabkan oleh pengobatan topikal yang terlalu kuat atau oleh
penyakitnya sendiri yang meluas. Biasanya lesi khas psoriasis tak lagi tampak
karena tertutup eritema dan skuama yang tebal. Terkadang lesi psoriasis masih
tampak samar-samar, yaitu lebih eritematosa dan kulitnya meninggi.
2.7 Predileksi
Distribusi lesi pada psoriasis gutatae adalah menyeluruh dan terutama mengenai
bagian badan. Sedangkan, pada psoriasis kronik dijumpai lesi single ataupun lesi
fokal dengan satu atau lebih tempat predileksi, yaitu siku, lutut, region skral-glutea,
kepala, atau telapak tangan dan kaki. Pola distribusi bersifat simetris dan bilateral
(Wolff dan Johnson, 2009).
Menurut Wolff dan Johnson 92009), lokasi lesi pada psoriasis adalah sebagai
berikut.
a. Telapak tangan dan kaki
Terdapat skuama berwarna putih atau kekuningan dengan hiperkeratosis, yang
tidak mudah diangkat. Terdapat fisura dan perdarahan yang menyebabkan nyeri.
b. Kepala
Terdapat plak dengan skuama tebal yang melekat, terasa gatal, dan tidak
menyebabkan kerontokan pada rambut, dapat bersifat lesi tunggal ataupun
bersamaan dengan lesi lain di lokasi yang berbeda.
c. Wajah
Lesi psoriasis pada wajah berhubungan dengan refrakter psoriasis.
d. Genital dan perianal
Tidak selalu didapatkan skuama. Lesi dapat berbentuk fisura dengan warna
merah karena lokasi yang lembab.
e. Kuku jari
Terdapat nail pit, hiperkeratosis subungual, onikolisis, dan bercak kuning
kecoklatan pada nail plate.
Gambar 2.3 Predileksi psoriasis vulgaris
2.8 Pemeriksaan Penunjang
a. Dermatopatologi
- Penebalan epidermis (akantosis) dengan sel epidermis yang menipis pada
bagian papil dermis
- Peningkatan mitosis keratinosit, fibroblas, dan endotel
- Parakeratotik hyperkeratosis
- Sel radang di lapisan dermis dan epidermis membentuk abses Munro di
bagian subkorneum
Gambar 2.4 Perbandingan histology kulit normal (kiri) dengan psoriasis (kanan)
b. Serologi
- Peningkatan antistreptolisin pada psoriasis gutatae
- Psoriasis yang bersifat mendadak berhubungan dengan HIV/AIDS sehingga
perlu dilakukan rapid test apabila ditemukan gejala HIV/AIDS yang lain
- Kadar asam urat serum meningkat pada 50% pasien sehingga pasien psoriasis
rawan terkena gout artritis
c. Kultur, untuk melihat infeksi Streptococcus beta hemolyticus grup A yang biasanya
menyertai pada psoriasis gutatae.
2.9 Diagnosis Banding
Diagnosis banding psoriasis vulgaris adalah sebagai berikut.
1. Dermatofitosis. Pada stadium penyembuhan, eritema dapat hanya terjadi di
pinggir sehingga menyerupai dermatofitosis. Namun pada dermatofitosis pasien
merasa gatal sekali dan pada sediaan langsung ditemukan jamur
2. Sifilis psoriasiformis. Penyakit tersebut sekarang jarang didapat. Perbedaannya
pada sifilis psoriasiformis terdapat sanggama tersangka (coitus suspectus),
pembesaran kelenjar getah bening menyeluruh, dan tes serologik untuk sifilis
(TSS) positif
3. Dermatitis seboroik. Perbedaannya dengan psoriasis karena skuamanya
berminyak dan kekuning-kuningan dan predileksinya pada tempat yang seboroik.
2.10 Diagnosis
Diagnosis psoriasis vulgaris ditegakkan berdasarkan gejala klinis, yaitu
ditemukan adanya efloresensi berupa makula eritematosa berbatas tegas dengan
skuama yang kasar, berlapis-lapis, dan transparan. Pada psoriasis juga didapati
fenomena tetesan lilin (Karsvlek phenomena), fenomena Auspitz, dan fenomena
Kobner positif.
2.11 Penatalaksanaan
Tata laksana psoriasis perlu memperhatikan luasnya lesi kulit, lokalisasi lesi
kulit, umur pasien, dan ada tidaknya kontra-indikasi obat yang akan diberikan.
Pengobatan kausal belum dapat dilakukan sehingga pengobatan yang diberikan
bertujuan untuk:
- Menghilangkan faktor-faktor yang dianggap sebagai pencetus timbulnya
psoriasis antara lain: stres diberikan sedativa, fokal infeksi dapat berupa
tonsilitis, gigi karies, maupun investasi parasit harus diberantas
- Menekan atau menghilangkan lesi psoriasis yang telah ada, meliputi
pengobatan topikal, sistemik, dan penyinaran.
a. Pengobatan topikal
i. Preparat ter
Obat topikal yang biasa digunakan adalah preparat ter sebagai antiinflamasi.
Menurut asalnya preparat ter dibagi menjadi 3, yaitu ter yang berasal dari fosil
(misalnya: iktiol), ter yang berasal dari kayu (misalnya: oleum kadini dan oleum
ruski), dan ter yang berasal dari batubara (misalnya: liantral dan likuor karbonis
detergens). Ter yang berasal dari kayu dan batubara lebih efektif digunakan dalam
pengobatan psoriasis. Psoriasis yang menahun lebih baik menggunakan ter batubara
karena lebih efektif dan kemungkinan timbul iritasi kecil. Sedangkan, psoriasis akut
digunakan ter dari kayu untuk menghindari terjadinya iritasi dan eritroderma
Konsentrasi yang biasa digunakan adalah 2-5%, dimulai dengan konsentrasi rendah,
jika tidak ada perbaikan maka konsentrasi dinaikkan. Untuk meningkatkan penetrasi
ditambahkan asam salisilat dengan konsentrasi 3-5% (Djuanda dkk., 2009).
Contoh sediaan ter batubara adalah liquor carbonis distillate (LCD). Preparat ter
diberikan 1-2 kali/hari dan pada kehamilan trimester I tidak boleh digunakan. Efek
samping ter adalah dermatitis, folikulitis, iritasi, dan fotosensitivitas meningkat.
Preparat ter dilarang digunakan pada lesi inflamasi yang bersifat akut dan kasus
pustular psoriasis. Preparat ter tidak boleh terkena kontak dengan mukosa mata,
genital, dan rectal.
ii. Kortikosteroid
Pada skalp, muka, dan daerah lipatan digunakan vehikulum krim, di tempat lain
digunakan salap. Efek samping yang muncul antara lain adalah teleangiektaksis dan
striae atrofikans sehingga tidak disarankan digunakan pada daerah wajah. Pada
batang tubuh dan ekstremitas dapat digunakan salap dengan potensi sedang atau kuat,
tergantung berat penyakitnya. Jika terjadi perbaikan maka potensi dan frekuensinya
dikurangi (Djuanda dkk., 2009).
Efek samping dari steroid topikal adalah memburuknya infeksi, dermatitis
kontak, dermatitis perioral, acne vulgaris, depigmentasi kulit, kulit kering,
hipertrikosis, sekunder infeksi, atrofi kulit, pruritus, folikulitis, dan fotosensitivitas
meningkat. Kontraindikasi steroid topikal adalah infeksi bakteri, jamur, ataupun
virus, dan dermatitis peroral.
Steroid topikal yang digunakan antara lain :
- Potensi rendah, yaitu hidrokortison 1%, sediaan krim atau salap, diberikan 1-2
kali/hari, tidak diperbolehkan digunakan di wajah dalam jangka waktu yang lama
- Potensi sedang, yaitu betametasone 17-valerate 0,025% dan clobetasone butirate
0,05%, sediaan krim atau salap, diberikan 1-2 kali/hari, tidak diperbolehkan
digunakan di wajah dalam jangka waktu yang lama
- Potensi kuat, yaitu betametasone 17-valerate 0,1% sediaan krim atau salap,
diberikan 1-2 kali/hari, dengan dosis maksimum kurang dari 60 mg/minggu,
tidak boleh digunakan di area wajah, dan digunakan dalam jangka waktu kurang
4 minggu
- Potensi sangat kuat, yaitu clobetasol propionate 0,05%, sediaan krim atau salap,
dengan dosis maksimum kurang dari 30 mg/minggu, tidak boleh digunakan di
area wajah, dan digunakan dalam jangka waktu kurang 2 minggu
iii. Ditranol (antralin)
Obat ini dikatakan efektif namun memiliki efek samping yaitu mewarnai kulit
dan pakaian. Konsentrasi yang digunakan biasanya 0,2-0,8% dalam pasta, salap, atau
krim. Lama pemakaian hanya ¼-½ jam sehari sekali untuk mencegah iritasi.
Penyembuhannya dalam 3 minggu.
Referensi lain menyebutkan dosis yang digunakan untuk ditranol sebaiknya
0,1-0,5% untuk pemakaian pada malah hari dan 1-2% untuk pemakaian singkat
selama 30 menit hingga 1 jam. Efek samping dari preparat ini adalah sensai terbakar
yang terlokalisir dan iritasi serta pewarnaan pada kulit dan rambut. Kontraindikasi
ditranol adalah pada kasus pustular psoriasis dan inflamasi yang bersifat akut.
Penggunaan preparat ini sebaiknya dijauhkan dari area mata dan kulit tubuh lain yang
sensitif.
iv. Calcipotriol
Merupakan sintetik vitamin D berupa salap atau krim 50 mg/g yang memiliki
efek antiproliferasi. Perbaikan terjadi setelah satu minggu. Efek sampingnya pada 4-
20% penderita berupa iritasi, yaitu rasa terbakar dan tersengat, dapat pula terlihat
eritema dan skuamasi. Rasa tersebut akan menghilang selama beberapa hari setelah
obat dihentikan.
v. Tazaroten
Merupakan molekul retinoid asetilinik topikal, efeknya menghambat proliferasi
dan normalisasi petanda diferensiasi keratinosit dan menghambat petanda
proinflamasi pada sel radang yang menginfiltrasi kulit. Tersedia dalam bentuk gel dan
krim dengan konsentrasi 0,05% dan 0,1%. Efek sampingnya adalah iritasi berupa
gatal, rasa terbakar, dan eritema pada 30% kasus juga bersifat fotosensitif.
vi. Emolien
Efek emolien adalah melembutkan permukaan kulit dan mengurangi hidrasi
kulit sehingga kulit tidak terlalu kering. Pada batang tubuh selain lipatan, ekstremitas
atas dan bawah biasanya digunakan salep dengan bahan dasar vaselin 1-2 kali/ hari,
fungsinya juga sebagai emolien dengan akibat meningkatkan daya penetrasi bahan
aktif. Jadi, emolien sendiri tidak memiliki efek antipsoriasis.
vii. Asam salisilat 2-10%
Sediaan berupa krim atau salap yang digunakan 1-2 kali/hari. Efek samping
yang ditimbulkan antara lain sensitivitas meningkat, kulit kering, dan iritasi. Tidak
boleh digunakan pada kulit yang meradang atau tidak intake.
b. Pengobatan sistemik
i. Antihistamin
Pengobatan dengan antihistamin bersifat simtomatik untuk mengurangi rasa
gatal.
ii. Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid untuk psoriasis masih kontroversial kecuali bentuk
eritrodermi, psoriasis artritis, dan psoriasis pustulosa tipe Zumbusch. Kortikosteroid
yang digunakan adalah Prednison dengan dosis inisial 30-60mg (1-2 mg/kgBB/hari),
atau steroid lain dengan dosis ekuivalen. Jika membaik dilakukan tappering off.
Penghentian obat secara mendadak dapat menimbulkan kekambuhan dan dapat terjadi
psoriasis pustulosa generalisata.
iii. Obat sitostatik
Obat sitostatik yang digunakan biasanya adalah metotreksat (MTX) dengan
dosis 3x2,5 mg dengan interval 12 jam dalam seminggu (dosis total 7,5mg). Jika
tidak tampak perbaikan maka dosis dinaikkan menjadi 2,5-5 mg per minggu. Cara
lain ialah diberikan secara i.m. 7,5-25 mg dosis tunggal setiap minggu. Kerja MTX
adalah menghambat sintesis DNA dengan cara menghambat dihidrofolat reduktase.
MTX juga bersifat hepatotoksik, jadi diperlukan monitoring fungsi hati. Selain itu
MTX juga menekan mitosis secara umum sehingga perlu diwaspadai efek supresi
pada sumsum tulang.
Kontraindikasinya adalah kelainan hepar, ginjal, sistem hematopoietik,
kehamilan, penyakit infeksi aktif (misalnya TB), ulkus peptikum, kolitis ulserosa, dan
psikosis. Efek sampingnya ialah alopesia, nyeri kepala, gangguan saluran cerna
(nausea, nyeri lambung, stomatitis ulserosa, dan diare), depresi sumsum tulang
belakang (leukopenia, trombositopenia, dan kadang anemia), gangguan pada hepar
(fibrosis, sirosis), dan gangguan lien.
iv. Levodopa
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan levodopa berhasil menyembuhkan
kira-kira 40% kasus psoriasis. Dosisnya antara 2x250mg – 3x500mg dengan efek
samping berupa mual, muntah, anoreksia, hipotensi, gangguan psikis, dan pada
jantung.
v. DDS (Diaminodifenilsulfon)
Digunakan untuk psoriasis pustulosa tipe Barber dengan dosis 2x100 mg per
hari. Efek sampingnya dapat terjadi anemia hemolitik, methemoglobinemia, dan
agranulositosis.
vi. Etretinat
Merupakan retinoid aromatik, digunakan untuk psoriasis yang sukar
disembuhkan dengan obat-obat lain mengingat efek sampingnya. Cara kerjanya
belum diketahui secara pasti namun pada psoriasis obat ini mengurangi proliferasi sel
epidermal pada lesi psoriasis dan kulit normal. Dosis yang diberikan bervariasi, pada
bulan pertama diberikan dosis 1mg/kgBB namun jika belum didapatkan perbaikan
maka dosis dapat ditingkatkan menjadi 1,5mg/kgBB.
Efek sampingnya sangat banyak, diantaranya kulit menipis, selaput lendir pada
mulut, mata, dan hidung kering, peningkatan lipid darah, gangguan fungsi hepar,
hiperostosis, dan teratogenik.
vii. Siklosporin
Memiliki efek imunosupresif. Diberikan dengan dosis 6mg/kgBB sehari.
Bersifat nefrotoksik dan hepatotoksik.
viii. TNF antagonis
Tumor Necrosis Factor (TNF) alpha antagonis merupakan sitokin proinflamasi
yang berperan dalam patogenesis psoriasis. Saat ini dikembangkan obat-obat baru
yang memiliki efek antagonis terhadap TNF-a. Sediaannya antara lain Adalimumab,
Infliximab, Etanercept, Alefacept, dan Efalizumab.
c. Pengobatan dengan penyinaran
Terapi yang digunakan adalah menggunakan PUVA. Karena psoralen bersifat
fotoaktif maka diberikan UVA dengan harapan terjadi efek yang sinergis. 10-20mg
psoralen diberikan per os, 2 jam kemudian dilakukan penyinaran. Terdapat
bermacam-macam teori, diantaranya 4 kali seminggu. Penyembuhan mencapai 93%
setelah 3-4 minggu. PUVA juga dapat digunakan untuk eritroderma psoriatik dan
psoriasis pustulosa. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa pada pemakaian yang
lama memungkinkan terjadi kanker kulit.
2.12 Prognosis
Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, namun penyakit ini bersifat
kronis dan residif.
BAB III LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. M
Usia : 60 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jalan Mawar Nomor 42
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Status : Menikah
Tanggal Pemeriksaan : 8 Juni 2015
3.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluh kulit mengelupas hampir diseluurh tubuh
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh kulit mengelupas hampir diseluruh tubuh. Kulit pasien
merah, panas, gatal, dan terasa kering. Kelainan kulit pertama kali muncul di
sela-sela jari sekitar satu bulan yang lalu. Kelainan pertama muncul setelah
pasien mencuci piring. Pasien merasakan gatal diantara sela jari, kemudian
berubah menjadi warna kemerahan. Kemudian, kelainan semakin menjalar ke
tangan dan bagian tubuh yang lain. Pasien sempat mengobati lesi tersebut
dengan salep Bufakot. Keluhan pasien sudah mulai berkurang sejak
menggunakan salep tersebut. Akan tetapi, beberapa minggu kemudian muncul
lesi lagi di seluruh tubuhnya.
Pasien mengatakan bahwa dirinya sedang mempunyai masalah keluarga.
Pasien memiliki empat orang anak, akan tetapi salah satu anaknya telah
meninggal dunia. Cucu pasien sekarang tinggal satu rumah dengan pasien.
Kadang pasien merasa jengkel dan marah karena menurut pasien cucu pasien
nakal. Selain itu, salah satu anak pasien, anak ketiga, mengalami gangguan
kejiwaan dan sekarang juga tinggal bersama pasien.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa dan penyakit lain disangkal
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa dan penyakit lain disangkal
e. Riwayat Pengobatan
Salep Bufakot
f. Riwayat Alergi
Riwayat alergi disangkal
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status generalis
Kesadaran : compos mentis
Keadaan umum : baik
TTV : dalam batas normal
Kepala/leher : dalam batas normal
Thoraks : C/P dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal
Status dermatologi
Lokasi : regio capitis, ekstremitas superior dekstra dan sinistra,
ekstremitas inferior dekstra dan sinistra, thorakalis anterior dan posterior
Efloresensi :
- regio kapitis tertutup skuama tebal
- regio ekstremitas superior dan thorakalis anterior et posterior tertutup skuama
tipis dengan dasar dasar kulit yang eritematosa
Gambar 3.1 Regio ekstremitas superior dekstra Ny. M
Gambar 3.2 Regio thorakalis posterior Ny. M
- region ekstremitas inferior terdapat beberapa plak sirkumskripta tertutup
skuama tipis dengan dasar eritematosa
Gambar 3.3 Regio ekstremitas inferior dekstra Ny. M
- Tes penunjang
Autspitz sign (+) terdapat bercak perdarahan setelah skuama di kerok
Fenomena bercak lilin (+) terdapat perubahan warna skuama menjadi
keruh setelah dikerok
3.4 Resume
Perempuan dengan usia 60 tahun datang ke poli kulit dengan keluhan kulit
mengelupas, terasa panas dan gatal. Keluhan pada awalnya dirasakan disela-sela jari
setelah pasien mencuci piring satu bulan yang lalu. Kemudian, gatal semakin
menjalar, kulit pasien menjadi semakin merah, dan mengelupas. Pasien sempat
mengobatinya dengan salep Bufakot dan keluhan sempat mereda. Namun, keluhan
muncul lagi beberapa minggu kemudian. Pasien mengaku bahwa saat ini terdapat
masalah keluarga yang sedang dihadapinya. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
skuama tipis di seluruh tubuh dengan dasar kulit eritematosa, papula sirkumskripta
dengan skuama tipis di regio ekstremitas inferior, dan skuama tebal di regio capitis.
Tes Autspitz positif dan fenomena bercak lilin positif.
3.7 Diagnosis Banding
a. Psoriasis vulgaris
b. Dermatitis seboroik
Lokasi predileksi pada daerah tubuh yang banyak mempunyai kelenjar
sebasea yaitu kepala, kulit dibelakang telinga, wajah, badan bagian atas
(presternal, interskapula, aerola mamae), dan daerah lipatan (aksila, lipatan
bawah mamae, inguinal, anogenital).
Efloresensi berupa makula atau plakat dengan skuama tipis sampai tebal yang
basah, kering, atau berminyak. Makula berwarna pucat
c. Dermatofitosis
Keluhan yang utama adalah gatal dengan sediaan KOH ditemukan hifa
d. Morbus Hansen tipe macular
e. Sifilis II
f. Pitiriasis rosea
g. Likhen ruber planus
3.8 Diagnosis
Psoriasis vulgaris
3.9 Penatalaksanaan
Topikal :
- Salep hidrokortison 2%
Sistemik :
- Metotreksat 2x2,5 mg interval 12 jam dalam seminggu
- Mebhydrolin 3x1
Edukasi :
1. Memberi penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya, dari jenis
penyakit, penyebab, pencetus sampai prognosisnya
2. Menjaga kondisi tubuh agar tetap dalam keadaan bersih serta sehat dan
mengurangi stres
3. Menghindari faktor pencetus, merokok, konsumsi alkohol, termasuk stres
psikologis. Bila diperlukan, dapat dilakukan rawat bersama dengan spesialis
kejiwaan.
4. Merawat diri dan berobat secara teratur
5. Menggunakan pelembab untuk mencegah kekeringan pada kulit
6. Cukup nutrisi dengan makan makanan bergizi, tidur yang cukup
7. Kontrol kembali setelah obat habis untuk evaluasi pengobatan
3.10 Prognosis
Dubia ad bonam, kronik residif.
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, Adhi. 2010. Dermatosis Eritroskuamosa. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit FKUI: 978-979-496-719-5
Murtiastutik D, Ervianti E, Agusni I, Suyoso S. 2013. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press
Wolff, K., & Johnson, R. A. 2009. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. Ed. 6. Mcgraw-hillmedical.com
Ministry Health of Malaysia. 2013. Clinical Practice Guidelines: Management Of Psoriasis Vulgaris. Putrajaya: Malaysia Health Technology Assesment Section: 978-967-0399-64-5
Martodihardjo, Sunarto, dkk. 2005. Psoriasis Vulgaris. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi III. Surabaya: FK Universitas Airlangga: 979-8865-07-3