refleksi kasusapril 2014-tonsilofaringitis nita

Upload: suhermanpalele

Post on 09-Mar-2016

213 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

5

TRANSCRIPT

REFLEKSI KASUSAPRIL 2014

TONSILOFARINGITIS

Nama :SuhermanNo. Stambuk :G 501 09 053Pembimbing:dr. Kartin Akune, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKORUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATAPALU2014

PENDAHULUANFaringitis merupakan salah satu Infeksi Respirasi Akut (IRA) atas yang banyak terjadi pada anak. Istilah faringitis digunakan untuk menunjukkan semua infeksi akut pada faring, termasuk tonsilitis (tonsilofaringitis) yang berlangsung hingga 14 hari. Faringitis merupakan peradangan akut membran mukosa faring dan struktur lain disekitarnya. Karena letaknya yang sangat dekat dengan hidung dan tonsil, jarang terjadi hanya infeksi lokal faring atau tonsil. Oleh karena itu, pengertian faringitis akut secara luas mencakup tonsillitis, nasofaringitis, dan tonsilofaringitis.1Tonsilofaringitis biasa terjadi pada anak, meskipun jarang pada anak berusia di bawah 1 tahun. Insidens meningkat sesuai dengan bertambahnya umur, mencapai puncaknya pada usia 4-7 tahun, dan berlanjut hingga dewasa. Insidens Tonsilofaringitis streptokokus tertinggi pada usia 5-18 tahun, jarang pada usia di bawah 3 tahun dan sebanding antara laki-laki dan perempuan.1Faringitis pada anak kurang dari 2 tahun sering disebabkan oleh virus; streptokokus grup A lebih umum pada anak di atas 5 tahun, sedangkan Mycoplasma, gonokokus, dan Arcanobacterium haemolyticum lebih umum pada remaja. Virus patogen adalah rinovirus, koronavirus, adenovirus, enterovirus; agen bakteri yang dominan adalah streptokokus grup A. 2 Diperkirakan sebanyak 30 juta kasus tonsilofaringitis didiagnosis setiap tahunnya. Sebelas persen anak usia sekolah berobat ke dokter setiap tahun dengan diagnosis faringitis. 3Oleh karena itu, diperlukan strategi untuk melakukan diagnosis dan memberikan tatalaksana, agar dapat membedakan pasien-pasien yang membutuhkan terapi antibiotik, dan mencegah serta meminimalisasikan penggunaan medikamentosa yang tidak perlu. 1

STATUS PASIENIdentitas pasienNama: An. HynUmur: 9 tahun 10 bulanJenis Kelamin: PerempuanAnamnesisKeluhan Utama: PanasRiwayat Penyakit Sekarang: Pasien perempuan masuk rumah sakit tanggal 26 Maret 2014 dengan keluhan panas selama sehari sebelum masuk rumah sakit. Panas tidak turun walaupun telah diberikan obat penurun panas dirumah. Menggigil (-), kejang (-), mimisan (-), gusi berdarah (-). Pasien mengeluhkan sakit kepala. Batuk (+), beringus (-), berdahak (-), sakit menelan (+), sakit tenggorokan (+). Pasien juga muntah 3x berisi makanan yang dimakan, darah (-), sakit perut (-), BAB lancar, BAK lancar, nafsu makan menurun.Riwayat Penyakit Sebelumnya :2 bulan sebelumnya pasien pernah mengalami panas, batuk dan di diagnosis dokter sebagai tonsilofaringitisRiwayat Penyakit dalam Keluarga :Tidak ada dalam keluarga yang menderita penyakit yang sama dialami oleh pasien.Riwayat Sosio-ekonomi :Status ekonomi kesan ekonomi lemah.Riwayat kebiasaan dan lingkungan :Anak mempunyai kebiasaan minum es atau minuman yang dingin, makan cokelat dan jajan diluar rumah.

Anamnesis Makanan :Riwayat Kehamilan dan Persalinan Tempat Kelahiran di Rumah Sakit, bayi lahir secara spontan, dengan usia kehamilan cukup bulan, Berat Badan Lahir : 3100 gram dan Panjang badan 51 cmRiwayat pemeberian makananMendapat ASI sampai usia 6 bulan dengan makanan tambahan berupa bubur saring mulai umur 6 bulan disertai susu formula. Pada umur 3 tahun ASI tetap diberikan.Riwayat Imunisasi: Imunisasi lengkap.Pemeriksaan FisikKeadaan umum: Sakit BeratTingkat Kesadaran: Compos mentisTinggi Badan: 124 cmBerat Badan: 20 KgStatus Gizi: Gizi BaikTanda-tanda VitalTekanan Darah: 115/65 mmHgNadi: 140 x/menitPernapasan: 36 x/menitSuhu Badan: 38 oCKulit:Warna:Sawo matang Efloresensi: tidak adaPigmentasi:tidak adaSianosis:tidak adaTurgor:cepat kembaliKelembaban:cukup Lapisan lemak:CukupKepala:Bentuk :NormocephalRambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, tebal, alopesia (-)Mata :Palpebra: edema (-/-)Konjungtiva: anemis (-/-)Sklera: ikterik (-/-)Reflek cahaya :(+/+) kesan normalCekung: (-/-)Telinga:Sekret: tidak adaSerumen: minimalNyeri: tidak adaHidung: Pernafasan cuping hidung : tidak adaEpistaksis: tidak adaSekret:tidak adaMulut :Bibir:mukosa bibir basah, tidak hiperemisGigi: Tidak ada kariesGusi: tidak hiperemisLidah :Tremor/tidak:tidak tremorKotor/tidak:tidak kotorWarna:kemerahan Tonsil :T2-T2 hiperemis, dekritus tidak ada Faring :hiperemisLeher : Pembesaran kelenjar leher: +/+ Trakea:Di tengah Kaku kuduk: (-)Toraks :a. Dinding dada/paru :Inspeksi: Bentuk:simetrisDispnea:tidak adaRetraksi: Tidak adaPalpasi: Fremitus vokal : simetrisPerkusi: Sonor kiri : kananAuskultasi : Suara Napas Dasar :Bronchovesikuler +/+Suara Napas Tambahan : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)b. Jantung :Inspeksi: Iktus kordis tidak terlihatPalpasi:Iktus kordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistraPerkusi:Batas jantung normalAuskultasi : Suara dasar: S1 dan S2 murni, regularBising: tidak adaAbdomen :Inspeksi:Bentuk: DatarAuskultasi :bising usus (+) kesan normalPerkusi:Bunyi: timpaniAsites: (-)Palpasi:Nyeri tekan:tidak adaHati: tidak terabaLien: tidak terabaGinjal: tidak terabaEkstremitas : akral hangat, edem tidak ada, Rumple leed (-)Genitalia : Tidak ada kelainan

Pemeriksaan LaboratoriumHEMATOLOGIHasilRujukanSatuan

Hemoglobin12,911,5-16,5g/dl

Leukosit9,93,5-10,5/ul

Eritrosit4,593,8-8,5Juta/ul

Hematokrit37,135-52%

Trombosit336150-450Ribu/ul

RESUMEPasien perempuan 9 tahun 10 bulan masuk rumah sakit dengan keluhan panas selama sehari sebelum masuk rumah sakit. Panas tidak turun walaupun telah diberikan obat penurun panas dirumah. Pasien mengeluhkan sakit kepala, batuk, sakit menelan, sakit tenggorokan. Pasien juga muntah 3x berisi makanan yang dimakan. Nafsu makan menurun. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pembesaran tonsil T2/T2 hiperemis, faring hiperemis, serta terdapat pembesaran kelenjar getah bening pada bagian leher. Diagnosis kerja : ISPA (Tonsilofaringitis)

Terapi: IVFD RL 20 tetes permenitParacetamol syr 3 x 1 cth

Anjuran Pemeriksaan PenunjangKultur apusan tenggorokan

Follow Up27 Maret 2014Subjektif (S) Keluhan : Demam turun, sakit kepala (+), batuk (-), flu (-), sakit menelan (+), sakit tenggorokan (+), muntah (-), mual (-), BAB lancar, BAK lancar

Objektif (O)Tanda VitalTekanan darah: 90/60 mmHgNadi: 65 kali/menitPernapasan: 24 kali/menitSuhu badan: 36,4 oC

Kepala: Tidak ada kelainanLeher: Tonsil T2-T2 hiperemis, Faring hiperemis,pembesaran kelenjar getah beningThorax: Dalam batas normalAbdomen: Dalam batas normalEkstremitas: Dalam batas normalGenitalia: Tidak ada kelainanPunggung, otot, reflex: Tidak ada kelainan

Assessment (A) :Tonsilofaringitis

Plan (P) :IVFD RL 20 tetes permenitParacetamol syr 3 x 1 cth (jika demam)

28 Maret 2014Subjektif (S) Keluhan : Demam (-), sakit kepala (-), batuk (-), flu (-), sakit menelan (+), sakit tenggorokan (+), muntah (-), mual (-), BAB lancar, BAK lancar

Objektif (O)Tanda VitalTekanan darah: 90/60 mmHgNadi: 85 kali/menitPernapasan: 24 kali/menitSuhu badan: 36,6 oC

Kepala: Tidak ada kelainanLeher: Faring hiperemis, Tonsil T2-T2 hiperemis, pembesaran kelenjar getah beningThorax: Dalam batas normalAbdomen: Dalam batas normalEkstremitas: Dalam batas normalGenitalia: Tidak ada kelainanPunggung, otot, reflex: Tidak ada kelainanAssessment (A) :Tonsilofaringitis

Plan (P) :Lepas Infus dan pasien pulang atas permintaannya sendiri.

DISKUSISalah satu faktor penyebab tonsilofaringitis dimana bakteri dan virus penyebab dapat ditularkan melalui jalur droplet. Pasien dengan tonsilofaringitis mengalami batuk, nyeri tenggorok, disfagia, dan demam. Tonsilofaringitis merupakan salah satu infeksi pediatrik tersering. Pada pemeriksaan klinis, pemeriksaan tenggorok menunjukkan adanya eritema, eksudat, petekie palatina, tonsil membesar dan kadang limfadenopati servikal anterior.2Diagnosis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan pasien sudah 2 hari menderita demam, sakit menelan dan sakit tenggorokan. Dan sangat suka memakan jajanan sekolah dan meminum air-air dingin. Dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan suhu pasien tinggi, tonsil membesar yaitu T2/T2 hiperemis, faring hiperemis. Baku emas penegakkan diagnosis faringitis bakteri atau virus adalah melalui pemeriksaan kultur dari pemeriksaan apusan tenggorokan. Pada saat ini terdapat metode yang cepat untuk mendeteksi antigen Streptococcus grup A (rapid antigen detection test). Metode uji cepat ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang cukup tinggi (90-95%) dan hasilnya dapat diketahui dalam 10 menit, sehingga metode ini setidaknya dapat digunakan sebagai pengganti pemeriksaan kultur.1 Pada pasien ini, pemeriksaan kultur tidak dilakukan. Sehingga penyebab pasti tonsilofaringitis pada pasien ini belum dapat ditentukan secara pasti. Dari pemeriksaan laboratoriun darah, leukosit masih dalam keadaan normal. Hal ini menandakan bahwa kemungkinan penyebab tonsilofaringitis adalah virus. Bakteri dan virus masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas bagian atas akan menyebabkan infeksi pada mukosa hidung atau faring kemudian menyebar melalui sistem limfa ke tonsil. Adanya bakteri dan virus patogen pada tonsil menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan infeksi sehingga kelenjar getah bening dan tonsil membesar, demam dan bisa menyebabkan muntah akibat hambatan yang disebabkan oleh tonsil membesar.3Infeksi virus juga dapat mengakibatkan kemerahan dan edema pada faring serta ditemukannya eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil sehingga menyebabkan timbulnya sakit tenggorokan, nyeri telan, demam tinggi dan bau mulut.1 Namun pada pasien ini tidak ditemukan adanya eksudat berwarna putih pada tonsil.Tatalaksana tonsilofaringitis meliputi terapi non-farmakologis dan farmakologis. Untuk terapi non-farmakologis pada pasien diberikan edukasi untuk istirahat yang cukup, mempertahankan hidrasi yang cukup, dan menjaga kebersihan rongga mulut agar tidak terjadi infeksi sekunder yang dapat terjadi akibat menurunnya sistem imun lokal. Selain itu, apabila pasien mengeluhkan asupan makanan yang berkurang akibat keluhan nyeri menelan, pasien dapat diedukasi untuk memakan makanan dengan konsistensi lunak. 3Terapi farmakologis pada pasien ini adalah:1. Pemberian antibiotik. Jika penyebab terjadinya adalah Streptococcus B Hemolyticus Group A maka diberikan antibiotik. Menurut IDAI penyebab terbanyak tonsilofaringitis akut pada anak adalah infeksi Streptococcus hemolyticus grup A. Antibiotik pilihan sebagai lini pertama infeksi Streptococcus hemolyticus grup A adalah golongan penicillin dengan dosis 15 30 mg/kgbb/hari. Diberikan penicilin V karena sebagai antibiotik lini pertama, penisilin V telah terbukti memiliki efikasi dan keamanan yang baik, spektrum yang sempit serta harga yang relatif lebih murah dibandingkan antibiotik golongan lain. Apabila didapatkan riwayat hipersensitivitas terhadap golongan penicilin, alternatif antibiotik yang dapat diberikan adalah golongan sefalosporin.2. Pemberian analgesik dan antipiretik, pada pasien dapat diberikan parasetamol dengan dosis 10 15 mg/kgbb/kali, karena memiliki efek antipiretik dan analgesik. 3. Pemberian edukasi. Edukasi yang harus dilakukan meliputi berbagai aspek dari penyakit tonsilofaringitis itu sendiri. Dari segi penyebab ada baiknya diberikan penjelasan secara singkat dan jelas mengenai bakteri penyebab, pola dan mekanisme penularan, dan bagaimana cara mencegah penularan. Edukasi juga perlu dilakukan mengenai pengobatan pasien baik yang berupa kausatif dan simtomatis. Antibiotik yang diberikan oleh dokter harus diminum sesuai dengan dosis dan waktu yang telah ditentukan (biasanya habis dalam 7-10 hari). Kemungkinan terjadinya resistensi obat akibat penggunaan antibiotik yang tidak teratur juga harus dijelaskan kepada pasien. Pengobatan yang bersifat simptomatis juga harus dijelaskan cara pemakaiannya yaitu dapat dihentikan ketika gejala-gejala simptomatis sudah hilang atau membaik. Efek samping dari obat yang diberikan juga harus dijelaskan agar pasien dapat segera kontrol ke dokter apabila terjadi hal tersebut. 3Pada kasus ini, tidak diberikan antibiotik karena penyebabnya adalah virus, karena pemberian antibiotik tidak akan mempercepat waktu penyembuhan atau mengurangi derajat keparahan. Istirahat cukup dan pemberian cairan yang sesuai merupakan terapi suportif yang dapat diberikan. Selain itu dapat diberikan gargles (obat kumur) dan lozenges (obat hisap), pada anak yang cukup besar yang dapat meringankan keluhan nyeri tenggorok.1 Pemberian kortikosteroid dapat memperpendek masa demam, mengurangi edema faring. Terapi bedah yaitu tonsilektomi dan atau adenoidektomi dilakukan dengan indikasi yang bervariasi. Tonsilektomi adalah efektif untuk mengurangi frekuensi infeksi, dan keluhan tonsilitis kronik, nyeri tenggorok persisten atau rekuren dan limfadenitis servikalis rekuren.5Kriteria tonsilektomi berdasarkan Childrens Hospital of Pittsburgh Study, yaitu tujuh atau lebih episode infeksi tenggorokan yang diterapi dengan antibiotik pada tahun sebelumnya, lima atau lebih episode infeksi tenggorokan yang diterapi dengan antibiotik setiap tahun selama 2 tahun sebelumnya, dan tiga atau lebih episode infeksi tenggorokan yang diterapi dengan antibiotik setiap tahun selama 3 tahun sebelumnya. Tonsilektomi sedapat mungkin dihindari pada anak berusia dibawah 3 tahun. Bila ada infeksi aktif, tonsilektomi harus ditunda hingga 2-3 minggu. Indikasi lainnya adalah bila terjadi obstructive sleep apnea.2,6 Pada pasien ini, tonsilofaringitis masih tergolong akut, sehingga tidak diindikasikan untuk tonsilektomi.Selain hal diatas, perlu diberitahukan mengenai waktu untuk kontrol kembali jika keluhan belum membaik atau memburuk. Komplikasi pada faringitis virus sangat jarang. Beberapa kasus dapat berlanjut menjadi otitis media purulen bakteri. Pada faringitis bakteri dan virus dapat ditemukan komplikasi ulkus kronik yang cukup luas.1 Untuk komplikasi faringitis bakteri dapat berlanjut menjadi rhinosinusitis, otitis media, mastoiditis, adenitis servikal, abses retrofaringeal, atau parafaringeal, atau pneumonia. Penyebaran hematogen Streptococcus Beta Hemolitikus grup A dapat mengakibatkan meningitis, osteomielitis, atau arthritis septic, sedangkan komplikasi nonsupuratik berupa demam reumatik dan glomerulonefritis.2Pemberian terapi yang tepat umumnya akan memberikan prognosis baik, namun bila sudah terjadi komplikasi khususnya komplikasi secara hematogen dan tidak tertangani dengan baik dapat memberikan prognosis buruk.2 Untuk kasus ini, memberikan prognosis yang bonam karena selama perawatan tidak ditemukan adanya tanda-tanda komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak ed I. Badan Penerbit IDAI. Jakarta. 2. Behrman RE, Kliegman RM. 2010. Nelson Esensi Pediatri Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1985. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universia Indonesia. Jakarta. 4. Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis ed I. Badan Penerbit IDAI. Jakarta. 5. Widagdo. 2011. Masalah Dan Tatalaksana Penyakit Anak Dengan Demam. Jakarta : Sagung Seto.6. Cummings, CW, Flent, PW, Barker, LA (Eds). 2005. Cummings Otolaryngology Head & Neck Surgery Fourth Edition. Philadelphia: Elsevier.

4