reformasi regulasi persaingan usaha penegakan hukum dan kebijakan persaingan dalam kerangka...
TRANSCRIPT
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 1
LAPORAN TAHUN 2007
Reformasi Regulasi Persaingan Usaha
KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK INDONESIA
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 2
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 3
PENDAHULUAN
1 . 1 L A T A R B E L A K A N G
Reformasi Regulasi dalam prakteknya merupakan sebuah tantangan yang harus
dijawab dengan tindakan nyata yang melibatkan berbagai pihak. Dalam hal ini,
komitmen Pemerintah dituntut dalam peranannya sebagai Regulator. Sejalan
dengan hal tersebut, KPPU terus mendorong Pemerintah untuk secara aktif
mengembangkan reformasi regulasi terutama dalam mengeluarkan kebijakan-
kebijakan yang langsung dapat mempengaruhi iklim usaha.
Selain itu, reformasi regulasi juga diharapkan dapat menjadi suatu titik cerah dalam
menciptakan kepastian dalam melakukan usaha yang sehat, dimana hal ini akan
berdampak langsung terhadap pengembangan di bidang ekonomi agar dapat
memberikan manfaat setinggi-tingginya bagi rakyat Indonesia, yang dilandasi oleh
nilai-nilai positif persaingan usaha yang sehat.
Istilah persaingan usaha yang sehat kini terasa semakin berkembang di tanah air.
Tidak hanya bagi kalangan ahli hukum dan akademisi melainkan juga di kalangan
masyarakat, perlahan tetapi pasti mulai memahami dan menyadari tujuan dan
manfaat dari kelahiran UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Seperti yang telah diamanatkan undang-undang bahwa Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU) mempunyai tugas untuk mengawasi dunia usaha di
Indonesia guna menciptakan suatu iklim usaha yang sehat, dimana KPPU
B A B
1
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 4
mempunyai tugas dan tanggung jawab yang spesifik sebagai ujung tombak
perencanaan dan pelaksanaan penegakan hukum persaingan usaha.
Sepanjang tahun 2007, KPPU telah melaksanakan sejumlah program kerjanya
dengan para anggota KPPU yang baru. Anggota KPPU yang bertugas untuk periode
2006–2011 terdiri dari empat anggota KPPU periode sebelumnya dan sembilan
anggota yang dipilih melalui proses seleksi. Ketiga belas anggota KPPU tersebut
telah ditugaskan menjalankan kewajibannya sesuai dengan Keputusan Presiden
(Keppres) Nomor 59/P Tahun 2006 tanggal 12 Desember 2006 yang dituangkan
dalam bentuk laporan tahunan.
Laporan tahun 2007 difokuskan pada Reformasi Regulasi atau Regulatory Reform
yang merupakan tema besar dalam pelaksanaan kegiatan KPPU. Reformasi regulasi dapat didefinisikan sebagai perubahan–perubahan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas regulasi dalam rangka perbaikan kinerja ekonomi, efektifitas biaya, serta administrasi pemerintahan.
Bentuk reformasi dapat berupa revisi dan penataan ulang kerangka regulasi serta
perbaikan proses yang mempertimbangkan 3 (tiga) kunci penggerak utama dalam
reformasi regulasi, yaitu kebijakan pemerintah sebagai regulator, kebijakan
persaingan, dan kebijakan keterbukaan pasar.
Esensi reformasi regulasi adalah:
• Peningkatan kualitas regulasi melalui peningkatan kinerja, efektifitas biaya,
kualitas regulasi, serta berbagai ketentuan formal lainnya.
• Reformasi berarti revisi, penghapusan, atau pembentukan tatanan regulasi
berikut institusinya.
• Reformasi juga termasuk perbaikan kualitas penyusunan dan pembuatan
kebijakan atau regulasi serta manajemen reformasi regulasi.
• Deregulasi merupakan bagian dari reformasi regulasi, yang berarti penghapusan
sebagian dari perangkat regulasi untuk suatu sektor untuk meningkatkan kinerja
perekonomian.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 5
Instrumen penting dalam reformasi regulasi terdiri atas:
• Deregulasi dan Privatisasi oleh Pemerintah (tingkat pusat dan daerah) untuk
memaksimalkan efisiensi, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dari
berbagai regulasi.
• Kebijakan Persaingan yang mencakup regulasi atau kebijakan perdagangan,
industri, perpajakan, dan lain sebagainya dengan melibatkan pemerintah
(departemen teknis terkait), regulator, serta otoritas pemerintah daerah.
• Hukum Persaingan Usaha yaitu UU No. 5/1999, dengan KPPU sebagai
lembaga pengemban amanat undang-undang tersebut. Hukum persaingan
usaha yang efektif diperlukan untuk menjamin terciptanya iklim persaingan
usaha sehat.
Dalam bidang kebijakan persaingan, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam reformasi regulasi, diantaranya:
• Kebijakan persaingan dapat mendorong efisiensi dan mengeleminimasi aspek-
aspek yang menyebabkan hambatan persaingan.
• Tujuan dari kebijakan persaingan usaha yang terkait dan tidak terkait
diharapkan dapat melindungi proses persaingan usaha yang terjadi dan dapat
meningkatkan efisiensi ekonomi.
• Kebijakan persaingan usaha dapat dijadikan sebuah mandat dalam melakukan
advokasi untuk menginternalisasikan nilai-nilai persaingan dan meningkatkan
efisiensi ekonomi, juga dapat meningkatkan kesadaran akan manfaat dari
persaingan.
• Kebijakan persaingan dapat menciptakan iklim usaha yang sehat antara
perusahaan yang dimiliki swasta maupun pemerintah.
Berbagai indikator dan survei mengenai tingkat kondusifitas usaha serta hambatan
birokrasi dalam hal perizinan semakin memperkuat dugaan bahwa dampak positif
yang diharapkan muncul dari reformasi regulasi belum terasa di masyarakat. Bahkan
pasca otonomi daerah, pengaturan regulasi serta retribusi di daerah dirasakan
semakin memberatkan pelaku usaha dan masyarakat. Pada tingkat internasional,
indikator global competitiveness index dan business competitiveness index
Indonesia tahun 2006 juga mengindikasikan bahwa iklim untuk berusaha di
Indonesia masih kurang kondusif. Posisi Indonesia ditinjau dari dua indikator dunia
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 6
usaha tersebut masih jauh tertinggal apabila dibandingkan dengan sesama negara
ASEAN lain seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Sejalan dengan hal tersebut, masih ditemukan banyaknya sumber kebijakan
Pemerintah yang belum sejalan dengan Undang-undang persaingan usaha tersebut
antara lain karena kebijakan Pemerintah yang tidak didukung oleh peraturan
perundang-undangan yang jelas atau kebijakan yang belum selaras dengan
semangat UU No. 5/1999.
Dari pengamatan KPPU selama ini, kebijakan yang tidak selaras dengan UU No.
5/1999 dikategorikan ke dalam tiga kelompok. Pertama, kelompok kebijakan yang
memberikan ruang lebih besar kepada pelaku usaha yang memiliki posisi dominan
atau pelaku usaha tertentu. Kebijakan Pemerintah tersebut cenderung menciptakan
entry barrier bagi pelaku usaha pesaingnya. Akibatnya muncul perilaku
penyalahgunaan posisi dominan oleh pelaku usaha tersebut.
Kelompok kedua adalah kebijakan pemerintah yang memfasilitasi munculnya
perjanjian antara pelaku usaha yang secara eksplisit bertentangan dengan UU No.
5/1999. Akibat dari munculnya perjanjian seperti itu, maka muncul perilaku anti
persaingan dari pelaku usaha seperti menciptakan entry barrier dan pembatasan-
pembatasan kepada mitra yang melakukan perjanjian.
Kelompok ketiga adalah kebijakan yang merupakan bentuk intervensi Pemerintah
terhadap mekanisme pasar yang berjalan. Hal ini antara lain muncul dalam bentuk
tata niaga atau regulasi yang membatasi jumlah pemain yang terlibat. Dilihat dari
aspek persaingan, hal ini merupakan kemunduran, karena mencegah bekerjanya
mekanisme pasar di sektor tersebut yang dapat memberikan banyak manfaat bagi
masyarakat.
Pasar yang dibebaskan bersaing secara sehat dipercaya dapat memberikan banyak
keuntungan dan peran Pemerintah diperlukan untuk mewujudkannya. Pada kasus
tertentu, persaingan dapat berhasil dengan baik apabila Pemerintah tidak
mengintervensi, apalagi bila intervensi yang terjadi cenderung menguntungkan
segelintir pelaku usaha yang meraup keuntungan besar. Ironisnya, terkadang
permasalahan dalam industri tersebut bersumber dari hal-hal di luar persoalan
ekonomi, seperti penyelundupan. Sayangnya solusi yang diambil malah merusak
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 7
tatanan yang sudah berjalan dengan baik dan sesuai dengan mekanisme
persaingan, contohnya adalah penanganan kebijakan industri gula.
Kedepan, diharapkan melalui mekanisme reformasi regulasi yang sedang digulirkan
saat ini akan menciptakan iklim perekonomian nasional yang lebih efisen dengan
tujuan akhir adalah kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
1 . 2 P E N E G A K A N H U K U M D A N K E B I J A K A N
P E R S A I N G A N D A L A M K E R A N G K A R E F O R M A S I
R E G U L A S I
Pembangunan ekonomi pada pembangunan jangka panjang pertama telah
menghasilkan banyak kemajuan di berbagai bidang yang meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Telah banyak kemajuan yang dicapai dalam pembangunan
ekonomi pada pembangunan jangka panjang pertama, namun menyisakan
tantangan dan persoalan dalam sistem perekonomian nasional yang tidak lagi
sesuai dengan kecenderungan globalisasi perekonomian serta dinamika dan
perkembangan usaha di dalam negeri, terlebih bangsa Indonesia mengalami krisis
multi dimensi pada akhir era tahun 1990 yang telah memporakporandakan tatanan
kehidupan yang telah dibangun dalam jangka waktu yang tidak sebentar.
Keinginan rakyat untuk keluar dari krisis ekonomi didukung dengan adanya
reformasi dalam hukum, dimana salah satu upayanya adalah menata kembali
regulasi dalam melakukan kegiatan usaha di Indonesia agar dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik yang terhindar dari pemusatan kekuatan ekonomi pada
perorangan atau kelompok tertentu.
Cita-cita besar untuk dapat mewujudkan terciptanya persaingan usaha yang sehat
diharapkan akan memberikan daya tarik kepada para investor baik dalam maupun
luar negeri untuk berinvestasi, dengan adanya investasi yang masuk ke Indonesia
tentunya akan menciptakan jutaan lapangan pekerjaan baru yang tentunya menjadi
angin segar untuk mengurangi jumlah pengangguran yang angkanya cenderung
meningkat. Dengan banyaknya pelaku usaha yang berinvestasi tentunya juga akan
meningkatkan baik jumlah maupun pilihan terhadap barang dan atau jasa yang
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 8
tersedia di pasar dan masyarakat akan memiliki lebih banyak pilihan terhadap
barang dan atau jasa dengan kualitas dan harga yang bersaing.
Untuk menuju kepada terciptanya iklim usaha yang sehat, tentunya bukanlah
pekerjaan yang bisa diselesaikan dalam hitungan hari, oleh karena itu dibutuhkan
komitmen yang kuat dari segenap lapisan masyarakat, termasuk pelaku usaha dan
pemerintah. Adanya jaminan kepastian hukum merupakan salah satu penunjang
dalam mencegah praktek-praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat
sehingga tercipta efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha yang akan
meningkatan efisiensi nasional sebagai salah satu upaya meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
KPPU sebagai lembaga negara yang dibentuk berdasarkan amanat UU No. 5/1999
telah melakukan upaya penegakan hukum persaingan usaha sifatnya lebih
menekankan kepada suatu permasalahan secara spesifik dalam industri atau pada
pasar tertentu, misalnya mengenai masalah kebijakan pemerintah di sektor
telekomunikasi, ritel, dan percetakan sekuriti, dengan mengurangi adanya
hambatan-hambatan masuk dari pelaku usaha yang berada dalam posisi dominan
bahkan menjadi monopolis di pasar bersangkutan.
Saat ini merupakan waktunya untuk mengubah paradigma berpikir pemerintah
dalam kerangka reformasi regulasi yang sebelumnya selalu menjadi penentu pasar
menjadi pengatur saja dan persaingan diserahkan pada mekanisme pasar. Begitu
juga dengan pola berbisnis pelaku usaha, perlu diberikan pemahaman bahwa
banyak praktek-praktek bisnis yang selama ini mereka jalani dan yakini sebagai
praktek bisnis yang lazim atau biasa menjadi suatu praktek bisnis yang dilarang
semenjak disahkannya UU No. 5 /1999.
Pemerintah selaku regulator, diharapkan dapat menelurkan sejumlah kebijakan yang
sejalan dengan semangat persaingan yang sehat, hal ini diharapkan dapat
menggerakan sektor ekonomi agar bisa berkembang dengan pesat. Persaingan
usaha yang sehat merupakan salah satu kunci sukses bagi sistem ekonomi pasar
yang wajar. Dalam implementasinya hal tersebut diwujudkan dalam dua hal, pertama
melalui penegakan hukum persaingan, kedua melalui kebijakan persaingan yang
kondusif terhadap perkembangan sektor ekonomi.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 9
Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah harus jauh dari upaya mendistorsi
pasar secara negatif, yang dapat mengakibatkan berbagai praktek bisnis yang tidak
sehat dan akhirnya melahirkan iklim persaingan usaha yang tidak kondusif. Kedua
hal tersebut harus bersinergi satu sama lain untuk menghasilkan sebuah iklim
persaingan usaha yang sehat dalam ekonomi Indonesia. Motor bagi implementasi
keduanya, dalam prakteknya dilakukan oleh lembaga persaingan, yang di Indonesia
dipegang oleh KPPU sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 5/1999.
Terkait dengan upaya internalisasi nilai-nilai persaingan usaha yang sehat dalam
kebijakan pemerintah, KPPU selama ini memainkan perannya dengan senantiasa
melakukan regulatory assessment dalam perspektif persaingan usaha, terhadap
berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah ataupun lembaga regulator.
Hasil dari aktivitas tersebut kemudian disampaikan kepada pemerintah atau lembaga
regulator melalui proses advokasi dan harmonisasi kebijakan. Dalam hal inilah maka
sebagian besar program KPPU senantiasa disinergikan dengan program-program
pemerintah di sektor ekonomi.
Dalam beberapa tahun terakhir, kerangka sinergi program KPPU dengan agenda
pemerintah, regulatory assessment difokuskan terhadap kebijakan dalam sektor
yang memiliki keterkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Misalnya dalam sektor
yang memiliki keterkaitan erat dengan pelayanan publik seperti telekomunikasi,
pelabuhan, air minum, minyak goreng, buku pelajaran, pos, energi, kesehatan, dan
transportasi. KPPU juga senantiasa melakukan assessment terhadap berbagai
kebijakan tataniaga komoditas pertanian yang seringkali memberikan efek distorsi
yang berdampak buruk bagi kesejahteraan masyarakat, mengingat sektor pertanian
sampai saat ini masih menjadi sektor di mana sebagian besar masyarakat Indonesia
menggantungkan hidupnya.
Penetapan sektor-sektor prioritas ini dilakukan untuk dapat mengoptimalkan peran
KPPU dalam upaya mendorong lahirnya sektor ekonomi yang efisien yang dalam
gilirannya akan menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat.
Iklim persaingan usaha yang sehat akan menjamin tercapainya efisiensi dan
efektivitas sistem perekonomian. Melalui persaingan usaha yang sehat pula, akan
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 10
terjamin adanya kesempatan berusaha yang sama antara pelaku usaha besar,
menengah dan kecil. Selain itu, persaingan usaha yang sehat akan meningkatkan
daya saing industri dalam negeri sehingga mampu bersaing baik di pasar domestik
maupun pasar internasional.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 11
REFORMASI REGULASI DAN
KEBIJAKAN PERSAINGAN
Rencana kerja pemerintah yang disusun dalam paket kebijakan ekonomi bertujuan
untuk menentukan arah implementasi yang jelas terhadap kebijakan pemerintah
yang ditujukan untuk meningkatkan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan
Usaha Kecil Menengah (UKM). Penjelasan tersebut disampaikan oleh Menteri
Koordinator Perekonomian pada Seminar “APEC–OECD Integrated Checklist on
Regulatory Reform” yang diselenggarakan atas kerjasama KPPU dengan Sekretariat
APEC pada tanggal 13 Juni 2007 di Jakarta.
Reformasi regulasi didefinisikan sebagai perubahan–perubahan yang bertujuan
untuk meningkatkan kualitas regulasi dalam rangka perbaikan kinerja ekonomi,
efektifitas biaya serta administrasi pemerintahan. Bentuk reformasi dapat berupa
revisi dan penataan ulang kerangka regulasi serta perbaikan proses penyusunan
kebijakan yang mempertimbangkan 3 (tiga) kunci penggerak utama dalam reformasi
regulasi yaitu kebijakan regulasi, kebijakan persaingan, dan kebijakan keterbukaan
pasar dan dilakukan secara terintegrasi.
Sejalan dengan konsep tersebut, maka dalam paket kebijakan ekonomi terbaru,
yaitu Kebijakan Percepatan Perkembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UKM,
pemerintah telah merancang kebijakan yang diharapkan dapat mengurangi
ketidakpastian dalam bisnis dan meningkatkan insentif bagi investasi. Tujuan
B A B
2
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 12
utamanya adalah dapat meminimalkan hambatan regulasi bagi bisnis yang pada
saat bersamaan juga mencapai tujuan pelayanan publik.
Berdasarkan pengalaman yang ada, pendekatan ad hoc tidak dapat berjalan secara
berkesinambungan berdasarkan dua alasan, yaitu birokrasi dan regulasi yang buruk.
Strategi reformasi yang komprehensif dibutuhkan untuk hasil yang efektif dan
berkelanjutan karena tantangan yang sesungguhnya akan dihadapi pada saat
kebijakan tersebut mulai diimplementasikan. Sejauh ini, hambatan implementasi
yang dihadapi adalah kepentingan golongan dan tekanan dari berbagai pihak.
Dalam hal ini, pemerintah tidak dapat berjalan sendiri. Dukungan dari lembaga yang
berwenang dalam implementasi kebijakan merupakan faktor penentu kebijakan
tersebut berjalan sesuai dengan tujuannya. Oleh karena itu, tugas dan wewenang
KPPU sangat berperan dalam meletakkan landasan pembangunan ekonomi yang
konstruktif. Interaksi aktif di bidang ekonomi dan kerjasama antara KPPU dan
pemerintah untuk masa mendatang sangat diperlukan bagi keberhasilan bersama.
2 . 1 . K E B I J A K A N P E R S A I N G A N
Berdasarkan program yang dikembangkan tahun-tahun sebelumnya, program
kebijakan persaingan di tahun 2007 tidak jauh berbeda. Dalam tahun 2007 program
kebijakan persaingan usaha antara lain meliputi kegiatan harmonisasi kebijakan
yang ditujukan untuk menjalin kerjasama dengan berbagai instansi pemerintah untuk
memudahkan proses internalisasi nilai-nilai persaingan usaha dalam kebijakan
pemerintah. Melalui kegiatan ini, diharapkan UU No. 5/1999 dapat menjadi
konsideran pemerintah dalam menetapkan setiap kebijakan di sektor ekonomi.
Kegiatan harmonisasi terdiri dari 3 (tiga) sub kegiatan yaitu membangun sistem
koordinasi kebijakan persaingan, evaluasi kebijakan pemerintah, dan pemberian
saran pertimbangan kepada pemerintah.
Sub kegiatan membangun sistem koordinasi kebijakan persaingan ditujukan untuk
membangun mekanisme baku koordinasi antara KPPU dengan instansi Pemerintah
dan lembaga regulator terkait dengan kebijakan persaingan. Sementara evaluasi
kebijakan pemerintah ditujukan untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah dalam
perspektif persaingan usaha. Sub kegiatan yang merupakan tugas utama KPPU
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 13
yakni pemberian saran pertimbangan kepada pemerintah. Sub kegiatan ini
merupakan tindak lanjut dari beberapa hasil aktivitas KPPU seperti monitoring
pelaku usaha, penanganan perkara, kajian sektor industri dan perdagangan, serta
evaluasi kebijakan pemerintah.
Dalam program kebijakan persaingan juga terdapat kegiatan kajian sektor industri
dan perdagangan. Kegiatan ini ditujukan untuk menganalisis kondisi sebuah sektor
industri dan perdagangan dilihat dari perspektif persaingan usaha. Selain itu, untuk
memperluas pemahaman terhadap prinsip-prinsip persaingan usaha, khusus untuk
tahun 2007 KPPU melakukan eksplorasi terhadap prinsip-prinsip dasar pengecualian
yang terdapat dalam UU No. 5/1999.
Fokus ketiga dalam program kebijakan persaingan adalah kegiatan pengembangan
pranata hukum persaingan usaha yang ditujukan untuk mendukung implementasi
tugas KPPU baik dalam penegakan hukum maupun pemberian saran dan
pertimbangan kepada pemerintah. Kegiatan pengembangan pranata hukum yang
dilaksanakan sampai dengan pertengahan tahun anggaran 2007 antara lain meliputi
penyusunan pedoman pelaksanaan UU No. 5/1999 dan pembahasan amandemen
UU tersebut.
Penyusunan pedoman pelaksanaan UU No. 5/1999 adalah salah satu tugas KPPU
sebagaimana diamanatkan UU No. 5/1999 dalam Pasal 35 huruf f. Pedoman
pelaksanaan bertujuan memberikan pengertian yang jelas sehingga dapat dijadikan
dasar pemahaman atas suatu substansi ketentuan pengaturan dalam UU
No. 5/1999. Melalui pedoman tersebut diharapkan terdapat persamaan persepsi
dari seluruh stakeholders UU No. 5/1999 terhadap substansi yang diatur dalam UU
tersebut.
Kegiatan pembahasan amandemen UU No. 5/1999 dimaksudkan untuk menggali
masukan-masukan dari berbagai pihak atas usulan amandemen yang telah
disiapkan pada tahun sebelumnya. Dalam tahun 2007 ini pembahasan diharapkan
paling tidak telah menyelesaikan koreksi-koreksi yang terkait dengan permasalahan-
permasalahan yang paling mengganggu dalam implementasi UU No. 5/1999.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 14
2 . 2 . H A R M O N I S A S I K E B I J A K A N
Harmonisasi kebijakan persaingan merupakan salah satu program utama KPPU
untuk mendorong terjadinya reformasi regulasi menuju terciptanya kebijakan
persaingan yang efektif di Indonesia. Melalui kegiatan ini diharapkan internalisasi
nilai-nilai persaingan dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh instansi
pemerintah maupun lembaga regulator dapat dilakukan dengan lebih mudah. Fakta
memperlihatkan bahwa sebagai akibat dari proses harmonisasi tahun-tahun
sebelumnya, di tahun 2007 beberapa instansi pemerintah secara intensif melakukan
koordinasi dengan KPPU terkait dengan isu persaingan dalam beberapa sektor yang
diaturnya.
Harmonisasi kebijakan memiliki 3 (tiga) sub kegiatan yakni membangun sistem
koordinasi kebijakan persaingan, evaluasi kebijakan pemerintah, serta pemberian
saran dan pertimbangan kepada pemerintah.
I. Membangun Sistem Koordinasi Kebijakan Persaingan Berbagai bentuk partisipatif dan koordinatif KPPU dengan beberapa instansi
pemerintah dan lembaga regulator, memperlihatkan bahwa proses harmonisasi
kebijakan persaingan berlangsung dengan baik. Sampai dengan bulan Desember
tahun 2007 beberapa aktivitas koordinasi kebijakan persaingan yang dilakukan
oleh KPPU antara lain:
1. KPPU sebagai otoritas pengawas persaingan dilibatkan oleh pemerintah
dalam proses penyusunan RPP Penataan Usaha Pasar Modern dan Usaha
Toko Modern yang dikoordinir oleh Departemen Perdagangan. Penyusunan
RPP ini sebagai bentuk respon pemerintah terhadap perkembangan dalam
industri ritel yang melahirkan persaingan ”tidak sebanding” antara ritel kecil
atau tradisional dengan ritel modern. Dalam hal ini KPPU memberikan
masukan terhadap substansi penyusunan RPP tersebut berdasarkan hasil
kajian KPPU terkait industri ritel serta dua penanganan perkara dalam
industri ritel yakni kasus Indomaret yang terkait dengan permasalahan ritel
modern dan ritel tradisional dan kasus Carrefour yang terkait dengan
permasalahan hubungan ritel modern dengan pemasok.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 15
2. Secara berkesinambungan KPPU juga terlibat sebagai bagian utama dari tim
negosiasi perjanjian ekonomi (economic agreement) antara Indonesia
dengan negara lain, khususnya terkait dengan substansi persaingan.
Peranan KPPU dalam tim tersebut bertambah besar dengan munculnya
kepercayaan untuk menjadi leader (pemimpin) negosiasi terkait dengan isu
kebijakan persaingan. Beberapa progran yang melibatkan KPPU dalam
proses perjanjian tersebut di tahun 2007 antara lain keterlibatan Indonesia
dalam sub-fora CTI APEC, kemudian negosiasi ASEAN-Australia-New
Zealand, serta keterlibatan dalam Trade Policy Review Meeting di WTO.
3. Terkait dengan kebijakan pengadaan barang dan jasa, KPPU melakukan
koordinasi dengan beberapa instansi pemerintah dalam hal kebijakan
pengadaan barang dan jasa milik pemerintah. Terdapat beberapa bentuk
harmonisasi yang dilakukan. Secara khusus beberapa instansi mencoba
berdiskusi dengan KPPU tentang persekongkolan tender yang bertentangan
dengan UU No. 5/1999. Hal ini misalnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah
DKI. Di sisi lain, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
yang saat ini sedang berupaya melakukan perbaikan terhadap regulasi
pengadaan barang dan jasa juga melibatkan KPPU untuk mendapatkan
masukan terhadap kebijakan tersebut dalam perspektif persaingan usaha.
4. Sebagai tindak lanjut dari hasil evaluasi kebijakan pemerintah dalam industri
jasa konstruksi, proses harmonisasi antara KPPU dengan Departemen
Pekerjaan Umum (DPU) terus dilaksanakan. DPU cukup responsif terhadap
beberapa temuan KPPU, dan menjadi masukan penting bagi mereka dalam
menyiapkan rancangan perubahan terhadap PP No. 20 Tahun 2000 tentang
Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi. Melihat nilai strategis dari
prinsip-prinsip persaingan usaha, DPU juga berencana memasukkan KPPU
sebagai salah satu instansi yang akan dilibatkan dalam proses pembekalan
calon anggota Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) baik
nasional maupun di daerah.
5. KPPU bersama dengan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) telah
melakukan koordinasi terkait dengan persoalan penetapan fee penjaminan
emisi sekuritas. Hal ini seiring dengan mencuatnya persoalan perang fee
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 16
yang dilakukan oleh pelaku usaha jasa sekuritas di pasar modal. Asosiasi
Perusahaan Efek Indonesia (APEI) mendesak Bapepam untuk menetapkan
batas bawah tarif sebagai cara untuk meredam perang tarif yang dianggap
sebagai bentuk persaingan usaha tidak sehat. Berkaitan dengan hal tersebut,
KPPU memberikan pandangan kepada Bapepam bahwa batas bawah
memiliki kecenderungan bertentangan dengan prinsip persaingan karena
akan mereduksi kapabilitas pelaku usaha melakukan value creation berbasis
efisiensi yang akan bermuara pada rendahnya fee penjaminan emisi. KPPU
menyarankan agar Bapepam menggunakan instrumen lain untuk mendorong
sehatnya industri efek dengan mengedepankan profesionalitas dan
kesehatan perusahaan.
6. Sehubungan dengan munculnya berbagai wacana yang mengaitkan harga
tiket dengan keselamatan penerbangan, Departemen Perhubungan bersama
KPPU terlibat dalam dialog mengenai pengaturan tarif batas bawah. Dalam
hal ini KPPU tetap menegaskan bahwa permasalahan keselamatan
penerbangan angkutan udara Indonesia lebih terkait dengan proses
penegakan peraturan teknis keselamatan daripada permasalahan tarif. Solusi
terbaik adalah menegakkan peraturan keselamatan penerbangan dengan
konsekuensi. Saat ini pemerintah secara intensif telah melakukan perbaikan
yang signifikan dalam penegakan peraturan penerbangan, terutama
keselamatan.
7. KPPU masih terus melakukan kerjasama yang erat dengan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), khususnya Komisi VI, melalui mekanisme rapat
dengar pendapat. Melalui kegiatan ini, KPPU mendapatkan masukan dari
DPR berkaitan dengan perilaku persaingan usaha tidak sehat dan kebijakan
pemerintah yang bertentangan dengan UU No. 5/1999 yang berada dalam
sektor yang merupakan ruang lingkup kerja Komisi VI. Forum yang sama
juga menjadi tempat bagi KPPU untuk menyampaikan berbagai penanganan
kasus persaingan serta analisa kebijakan yang telah dilakukan oleh KPPU.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 17
II. Evaluasi Kebijakan Pemerintah dalam Perspektif Persaingan Usaha Kegiatan ini merupakan upaya KPPU untuk menganalisis substansi kebijakan
dalam perspektif persaingan usaha. Hal ini terkait dengan munculnya
kekhawatiran bahwa terdapat beberapa kebijakan yang menjadi sarana bagi
lahirnya perilaku pelaku usaha yang bertentangan dengan prinsip persaingan
usaha yang sehat sebagaimana tercantum dalam UU No. 5/1999.
Kegiatan evaluasi kebijakan pemerintah di tahun 2007 berjumlah 14 (empat
belas) kegiatan, dengan penjelasan garis besar masing-masing kegiatan sebagai
berikut:
1. Evaluasi Kebijakan Pemerintah di Sektor Industri Perbukuan Evaluasi ini merupakan inisiatif KPPU setelah KPPU menerima Menteri
Pendidikan Nasional dalam diskusi tentang industri perbukuan yang telah
diubah model pengelolaannya dari monopoli menuju kompetisi. Berbagai
kalangan menilai bahwa harga buku masih dirasakan sangat mahal oleh
masyarakat. Berbagai usulan perbaikan bermunculan, salah satunya adalah
dengan mengembalikan pengelolaan perbukuan ke dalam bentuk tata niaga.
Hal ini dipandang sebuah kemunduran oleh Menteri Pendidikan Nasional.
Mencermati hal tersebut kemudian KPPU melakukan evaluasi terhadap
kebijakan perbukuan nasional. Dari sisi pengaturan KPPU melihat bahwa
regulasi sudah selaras dengan persaingan usaha, tetapi implementasinya
yang masih jauh dari harapan. Secara umum berikut adalah beberapa
temuan KPPU:
a. Terdistorsinya sistem ideal yang diinginkan pemerintah. Jejaring
distribusi yang seharusnya penerbit–distributor–toko buku–konsumen
terdistorsi menjadi penerbit–kepala sekolah–guru–siswa (konsumen),
penerbit–kepala dinas–kepala sekolah–guru–siswa (konsumen), dan
penerbit–guru–siswa (konsumen).
Distorsi tersebut menyebabkan persaingan usaha yang sehat dalam
sistem ideal yang diinginkan pemerintah terhambat. Persaingan yang
seharusnya berujung pada efisiensi industri buku dengan muara akhir
buku yang berkualitas dan murah, tidak terjadi. Efisiensi dalam industri
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 18
buku hanya berujung pada upaya kolusif dengan memberikan komisi
sebesar-besarnya bagi pejabat dan atau pelaksana pendidikan nasional
(kepala sekolah, guru, kepala dinas, dan beberapa pejabat pendidikan
lainnya).
b. Lemahnya kebijakan yang antara lain muncul dalam bentuk definisi
pasar yang tidak tegas menyatakan toko buku, sehingga pengertian
pasar menjadi multi interpretatif sesuai kepentingan masing-masing
pihak terkait. Penerbit menyatakan bahwa pasar adalah konsumen akhir,
sehingga tidak menjadi masalah ketika penerbit mendistribusikan ke
sekolah.
Kelemahan kebijakan lainnya terletak pada tidak adanya peraturan
pelaksana (baik petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk teknis). Akibat
kondisi ini, maka pengaturan sistem ideal yang diinginkan pemerintah
berhenti pada tataran kebijakan saja, dengan implementasi yang hampir
tidak ada.
c. Lemahnya implementasi yang disebabkan oleh beberapa permasalahan
antara lain tidak tersedianya sarana dan prasarana untuk
mengimplementasikan sistem ideal dalam hal ini minimnya toko buku.
Kelemahan lainnya terletak pada pengawasan implementasi kebijakan
yang berada pada tataran minimal. Tidak jelas siapa yang harus menjadi
pengawas sekaligus memberikan sanksi bagi pelanggaran yang terjadi.
Di sisi lain, pelanggaran terjadi dengan masal. Beberapa pihak bahkan
”memahami” pelanggaran tersebut dengan mendalilkan rendahnya
kesejahteraan guru. Akibat kondisi tersebut, sistem sanksi pun menjadi
tidak jelas sehingga tidak mengherankan apabila pelanggaran terjadi
dengan masif.
d. Kebijakan harga buku saat ini dengan yang menyerahkannya kepada
mekanisme pasar di mana para penerbitlah yang menetapkan harga
buku dianggap tidak tepat, sekalipun dengan kewajiban penerbit untuk
mencetak harga buku pada sampul sebagai Harga Eceran Tertinggi
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 19
(HET). Hal ini disebabkan buku merupakan komoditas publik dengan
pasokan yang relatif terbatas dengan struktur industri yang cenderung
mengarah ke oligopoli. Akibatnya potensi pengaturan harga yang
excessive oleh pelaku usaha sangat besar.
Dalam perspektif persaingan, umumnya kebijakan yang tepat untuk
kondisi tersebut adalah dengan intervensi pemerintah melalui penetapan
HET, dengan tujuan untuk menghindari terjadinya eksploitasi konsumen
(siswa). Dalam konsep HET, persaingan tetap terjadi karena ruang bagi
pelaku usaha yang efisien tetap terjaga.
e. Terdapat potensi persaingan usaha tidak sehat sebagai akibat dari
distorsi sistem, serta tidak adanya pengawasan dan sanksi yang
memadai. Potensi muncul dalam bentuk kartel penerbit yang justru
banyak difasilitasi pejabat pemerintah.
2. Evaluasi terhadap Rancangan Undang-undang (RUU) Pos
Evaluasi kebijakan ini merupakan inisiatif KPPU terkait dengan upaya pihak
eksekutif dan legislatif untuk melakukan amandemen terhadap UU No.
6/1984 tentang Pos. Secara umum, substansi pengaturan yang ada baik
dalam UU No. 6/1984 maupun dalam RUU Pos banyak berhubungan dengan
persaingan usaha. Hal tersebut antara lain menyangkut terjadinya perubahan
model pengelolaan dari monopoli menuju kompetisi. Melalui evaluasi
kebijakan ini diharapkan KPPU dapat memberikan masukan kepada
pemerintah terkait dengan reformasi regulasi pos diantaranya melalui
amandemen terhadap UU No. 6/1984.
3. Evaluasi Kebijakan Industri Kelapa Sawit Evaluasi kebijakan ini dilakukan sebagai respon KPPU terhadap kondisi
aktual dalam industri Crude Palm Oil (CPO), di mana beberapa petani kelapa
sawit mengeluhkan adanya pembatasan pabrik tanpa kebun yang
menyebabkan mereka tidak memiliki banyak pilihan untuk menjual kelapa
sawitnya. Sementara di sisi lain, perkebunan besar yang juga memiliki pabrik
pengolahan kelapa sawit mengeluhkan maraknya pabrik kelapa sawit tanpa
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 20
kebun yang justru kontraproduktif karena dianggap menggerogoti kinerja
mereka.
4. Evaluasi Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Milik Pemerintah Mengingat kegiatan pengadaan barang/jasa melibatkan anggaran yang
sedemikian besar dalam APBN/APBD, maka pelaksanaan pengadaan
barang/jasa perlu dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Untuk menjamin
hal tersebut, maka pengawasan terhadap pelaksanaan pengadaan
barang/jasa menjadi sangat penting. KPPU selama ini telah menindak
berbagai praktek kolusi dalam tender yang dapat berdampak negatif terhadap
hasil dari kegiatan pengadaan. Upaya meningkatkan efektifitas pengadaan
barang atau jasa tersebut tidak hanya dilakukan oleh KPPU melalui
penangan perkara, namun juga melalui upaya pembenahan kebijakan
pemerintah. Kebijakan pemerintah dan kebijakan persaingan usaha perlu
disinergikan dan dioptimalkan dalam rangka menciptakan pengadaan barang
atau jasa yang efektif dan efisien.
5. Evaluasi Kebijakan Pemerintah Dalam Industri Jasa Konstuksi Evaluasi kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari hasil evaluasi kebijakan
sebelumnya yang memperlihatkan bahwa persaingan usaha tidak sehat
dalam industri jasa konstruksi, banyak dilatarbelakangi oleh penyalahgunaan
terhadap kebijakan jasa konstruksi khususnya peran LPJK sebagai regulator
dalam industri jasa konstruksi.
Evaluasi juga dilakukan mengingat saat ini pemerintah tengah berupaya
untuk melakukan perubahan PP No. 20 Tahun 2000 tentang usaha dan
peran masyarakat jasa konstruksi di mana di dalamnya terdapat upaya untuk
mengakomodasi beberapa temuan KPPU bahwa kebijakan jasa konstruksi
banyak memfasilitasi terjadinya pelanggaran melalui pengaturan-pengaturan
oleh pelaku usaha.
6. Evaluasi Kebijakan Pemerintah di Industri Bahan Bakar Minyak Evaluasi kebijakan pemerintah di industri BBM pada tahun 2007 membahas
mengenai implementasi dari UU No. 22 Tahun 2001 khususnya yang
berkaitan dengan isu pembukaan pasar BBM. Ada dua hal yang dikaji dalam
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 21
evaluasi ini, yaitu mengenai pembukaan pasar BBM bersubsidi yang
ditenderkan pada tahun 2007 serta pembukaan pasar avtur.
Pemerintah saat ini telah mempersiapkan tahapan pembukaan pasar hilir
migas, namun belum terlaksana seutuhnya. Perencanaan pentahapan
pembukaan pasar menjelaskan bahwa secara perlahan BBM subsidi akan
dikurangi. Mengenai rencana ini, ada hambatan yang dialami karena pasar
BBM subsidi mencakup kepentingan orang banyak dan infrastruktur yang
tersedia hanya dimiliki oleh Pertamina. Pelaku usaha di sisi hilir migas pada
prinsipnya akan bertambah, akan tetapi hambatan yang seringkali timbul dan
dirasakan pelaku usaha baru adalah belum jelasnya aturan main yang
dikeluarkan oleh regulator sehingga mereka cenderung menunggu.
Evaluasi kebijakan ini perlu dilanjutkan untuk mengawasi:
a. Implementasi paska dikeluarkan aturan avtur oleh Badan Pengatur Hilir
Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).
b. Implementasi kebijakan tender untuk Bahan Bakar Minyak Public Service
Obligation (BBM PSO) yang juga akan direncanakan oleh BPH Migas.
c. Isu perubahan Peraturan Pemerintah di sektor hilir migas selaku aturan
yang menyempurnakan UU No. 22/2001 setelah diubah oleh Mahkamah
Konstitusi.
7. Evaluasi Kebijakan Pemerintah di Industri Telekomunikasi Secara umum permasalahan kebijakan kompetisi di sektor telekomunikasi
antara lain adalah belum siapnya pemerintah Indonesia selaku regulator
penyelenggaraan telekomunikasi untuk mengantisipasi perubahan bisnis
telekomunikasi sehingga kebijakan sering tidak konsisten dan tidak sesuai
dengan UU No. 5/1999. Ketidaksiapan kerangka hukum dan regulasi yang
ada sehingga tidak mampu mengantisipasi perubahan bisnis dan teknologi
telekomunikasi untuk mendorong kompetisi yang sehat dan menarik
investor. Di sisi lain, para pemain baik operator incumbent maupun operator
baru belum mempertimbangkan adanya aspek persaingan sehingga
diperkirakan akan menimbulkan kecurangan-kecurangan yang bisa
menghambat iklim persaingan usaha yang sehat.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 22
Beberapa indikator/kecenderungan dalam industri telekomunikasi di
Indonesia meliputi:
a. Pertumbuhan yang berlanjut. Industri telekomunikasi akan terus tumbuh,
karena kelanjutan pembangunan ekonomi Indonesia diperkirakan akan
meningkatkan permintaan akan layanan telekomunikasi;
b. Migrasi ke jaringan nirkabel. Layanan nirkabel akan semakin populer
sebagai akibat dari semakin luasnya area cakupan dan membaiknya
kualitas jaringan nirkabel, menurunnya biaya pesawat telepon genggam,
dan meluasnya layanan prabayar;
c. Meningkatnya persaingan. Pasar telekomunikasi akan semakin
kompetitif sebagai akibat dari reformasi peraturan pemerintah.
Berdasarkan situasi tersebut, maka KPPU perlu melakukan evaluasi
terhadap kebijakan pemerintah di sektor telekomunikasi agar dapat sejalan
dengan prinsip persaingan usaha.
8. Evaluasi Kebijakan Pemerintah di Industri Minyak Goreng
Evaluasi kebijakan terhadap industri minyak goreng bertujuan untuk
mengidentifikasi keragaan pasar dan menganalisis kinerja pasar hulu (bahan
baku minyak goreng sawit) industri minyak goreng sawit di Indonesia serta
menganalisis dampak kebijakan pemerintah dalam upaya stabilisasi harga
minyak goreng sawit di pasar domestik terhadap keragaan dan kinerja pasar
hulu dan industri minyak goreng sawit di Indonesia.
Beberapa data dan informasi yang akan menjadi bahan analisis diantaranya
mengenai Perkembangan volume produksi tandan buah segar, Crude Palm
Oil (CPO), dan minyak goreng sawit; perkembangan volume ekspor CPO ke
pasar luar negeri; perkembangan volume kebutuhan CPO untuk pasar
domestik khususnya yang digunakan untuk bahan baku minyak goreng sawit;
pergerakan harga CPO di pasar domestik dan internasional; pergerakan
harga minyak goreng sawit di pasar domestik dan internasional; kebijakan
pemerintah dalam industri CPO dan minyak goreng sawit.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 23
Hasil evaluasi mengahasilkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Kebijakan stabilisasi harga minyak goreng dengan instrumen kebijakan
jangka pendek (Domestic Market Obligation, Pajak Ekspor, Subsidi, Bebas
PPN) perlu didukung dengan instrumen kebijakan industri dan
perdagangan yang lebih strategis.
2. Perlu dilakukan kajian lebih mendalam dan monitoring terhadap dugaan
praktek usaha yang mengarah pada pengaturan dan pengendalian
produksi yang diindikasikan dengan rendahnya tingkat utilisasi pabrik
minyak goreng sawit nasional yang berkisar pada tingkat utilisasi pabrik
sebesar 25 persen s/d 49 persen.
9. Evaluasi Kebijakan Pemerintah di Industri Air Minum
Sektor air minum merupakan sektor natural monopoly dan memiliki
karakteristik public service obligation (PSO). Pengelolaan sektor air minum
dilakukan oleh pemerintah (pusat dan daerah) yang kemudian dapat
didelegasikan kepada BUMN/BUMD. Berbagai keterbatasan yang dimiliki
PDAM selaku pengelola tunggal sektor air minum, menyebabkan rendahnya
kualitas pelayanan dan kinerja perusahaan. Untuk mengantisipasi berbagai
kelemahan pengelolaan air minum selama ini, maka Pemerintah mencoba
melakukan peningkatan partisipasi swasta dalam pembangunan sektor air
minum. Terdapat beberapa bentuk kerjasama dengan sektor swasta antara
lain service contract, management contract, lease contract, BOT contract,
dan konsesi.
Dari hasil evaluasi kebijakan tersebut diperoleh beberapa kesimpulan,
sebagai berikut:
1. Pemilihan mitra kerjasama PDAM untuk pengelolaan SPAM harus
dilakukan melalui proses lelang/tender secara terbuka dan kompetitif;
2. Dari berbagai bentuk (model) kerjasama yang tersedia, model divestasi
tidak diperkenankan karena bertentangan dengan peraturan perundangan
SDA;
3. Sampai saat ini sudah terdapat beberapa PDAM yang bekerjasama
dengan mitra swasta dalam pengelolaan SPAM. Untuk ke depannya,
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 24
terdapat sekitar 10-15 proyek kerjasama SPAM yang akan ditenderkan
oleh pemerintah;
4. Kerjasama pengelolaan yang tidak melalui tender sebelum lahirnya UU
NO 16/2004 tentang SDA tetap berlaku;
5. Proses penunjukkan langsung (kasus PAM Jaya dan PT. ATB Batam)
mengindikasikan bahwa proses tersebut berpotensi menimbulkan
permasalahan di tingkat implementasi. Dalam hal ini, penunjukan
langsung mitra kerjasama dapat berdampak kepada timbulnya praktek
monopoli dan atau penyalahgunaan posisi dominan oleh operator yang
bersangkutan. Paling tidak, diperlukan penyesuaian terhadap PKS untuk
lebih menyeimbangkan kepentingan komersial dan kepentingan
pelayanan publik;
6. Pengaturan penetapan tarif air minum sudah tepat, yaitu dengan
melibatkan stakeholder (konsumen dan legislatif) serta melalui usulan
regulator/direksi PDAM. Namun dalam implementasinya tidak ada
transparansi informasi dalam menetapkan tarif air minum. Keterlibatan
stakeholder dalam prakteknya hanya sebatas pemberitahuan tentang
rencana kenaikan tarif tetapi tidak ada mekanisme untuk mengakomodasi
feedback dari stakeholder.
7. Penghitungan tarif air minum dengan metode full cost recovery serta
subsidi silang antar pengguna merupakan metode yang tidak optimal dari
sisi pelayanan publik dan memberatkan operator;
8. Beberapa PDAM sudah mampu menghasilkan kinerja keuangan positif,
namun masih di bawah ambang batas target yang ditetapkan pemerintah
(ROA 10%). Secara umum, biaya operasional dan maintenance masih
sulit untuk ditutup oleh operator, terlebih dengan sistem subsidi silang
antar pengguna;
9. Penyesuaian tarif secara periodik belum mempertimbangkan target
efisiensi operator;
10. Evaluasi Kebijakan Pemerintah di Industri Kepelabuhan
Sumber usulan evaluasi kebijakan berawal dari adanya kesepakatan tarif
pelayanan barang dan peti kemas LCL (Less than Container Load) impor di
Pelabuhan Tanjung Priok yang dilakukan oleh para pelaku usaha penyedia
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 25
jasa dan pengguna jasa pelabuhan. Kesepakatan tersebut dilakukan karena
mereka menganggap bahwa tarif pelayanan barang dan petikemas LCL
impor Tanjung Priok bervariasi dan tidak jelas peruntukannya. Ketidakjelasan
penetapan tarif tersebut yang menyebabkan terjadinya high cost economy
yang harus ditanggung oleh importir.
Kesepakatan tarif bersama yang dilakukan enam asosiasi yang terdiri dari
asosiasi penyedia jasa; GAFEKSI, APBMI, INSA, APTESINDO, dan asosiasi
pengguna jasa; GPEI dan GINSI berisi tentang kesepakatan komponen dan
besaran tarif yang mengikat. Tarif kesepakatan ini, menurut enam asosiasi
yang terlibat bertujuan untuk menurunkan high cost economy dalam
perdagangan impor LCL.
Model penetapan tarif tersebut nampaknya lebih terkait dengan kepentingan
para pelaku usaha tertentu. Di sisi lain intervensi pemerintah dalam
penetapan tarif dirasakan minim, untuk industri yang sifatnya natural
monopoly seperti industri kepelabuhanan.
Oleh karena itu dalam rangka internalisasi nilai-nilai persaingan usaha yang
sehat dalam dalam sektor tersebut, KPPU melakukan evaluasi dan dampak
kebijakan persaingan dalam industri kepelabuhanan.
Berkaitan dengan hasil analisa yang telah dilakukan KPPU menghasilkan
rekomendasi sebagai berikut :
• Permasalahan biaya ekonomi tinggi di pelabuhan, seharusnya diatasi
dengan kebijakan pengelolaan pelabuhan secara menyeluruh oleh
pemerintah, bukan dengan kesepakatan tarif antar pelaku usaha.
• Melihat kondisi pelabuhan yang masih natural monopoly, maka diperlukan
pengaturan tarif yang menjadi peran pemerintah sebagai regulator dan
tidak diserahkan kepada asosiasi karena hal tersebut akan berpotensi
menimbulkan persaingan usaha tidak sehat. Meski demikian, dalam
kondisi pelabuhan yang secara umum masih natural monopoly, ada sub-
sub usaha didalamnya yang dapat dikompetisikan. Maka, seluruh kegiatan
di pelabuhan seharusnya dipetakan dan dicarikan alternatifnya yang
terbaik untuk masing-masing jenis usaha.
• Melihat karakteristik gudang CFS yang bervariasi, maka kebijakan tarif
yang sesuai adalah price cap dengan standar kualitas.
• Berdasarkan regulasi yang ada, untuk jenis, struktur, dan golongan tarif
forwarding ditentukan oleh pemerintah dalam bentuk KM, sampai saat ini
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 26
KM belum terbentuk. Oleh sebab itu, pemerintah perlu segera menyusun
KM tersebut.
11. Evaluasi Kebijakan Pemerintah di Industri Asuransi Kecelakaan di Luar Jam Kerja di wilayah DKI Jakarta
Latar belakang dari kegiatan Evaluasi dan Kajian Dampak Kebijakan
Pemerintah Yang Terkait Persaingan Usaha Dalam Industri Asuransi
Pemerintah Daerah adalah lahirnya Pergub DKI Jakarta No. 82 Tahun 2006
tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Jaminan Kecelakaan Diri dan
Kematian Dalam Hubungan Kerja Untuk di Luar Jam Kerja (JKDK). Dalam
Peraturan Gubernur tersebut diatur bahwa seluruh perusahaan di DKI
Jakarta wajib mengikuti Program Jaminan Kecelakaan Diri dan Kematian
Dalam Hubungan Kerja Untuk di Luar Jam Kerja (JKDK). Pada prakteknya,
ditemukan fakta bahwa hanya ada satu perusahaan asuransi yang menjadi
provider dalam Program JKDK tersebut. Kondisi tersebut menyebabkan
perlunya diselenggarakan analisa yang lebih jauh dari sisi persaingan usaha
antara lain terkait masalah apakah mekanisme pemilihan penyedia jasa
dalam Program JKDK yang diatur dalam Pergub 82/2006 telah sesuai
dengan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat.
Berdasarkan analisa yang dilakukan KPPU, dapatdisimpulkan beberapa hal
sebagai berikut :
1. Asuransi JKDK merupakan asuransi campuran yaitu gabungan antara
asuransi umum dan asuransi jiwa. Penyedia jasa dalam industri asuransi
tersebut cukup banyak di Indonesia, atau tidak eksklusif hanya dapat
dilayani oleh satu/sedikit perusahaan saja.
2. Apabila dilihat dari sisi demand, perbandingan antara pegawai yang telah
mengikuti program JKDK dengan yang belum juga menunjukkan bahwa
pasar indusri ini masih terbuka luas. Hal ini ditunjukkan dengan masih
kecilnya pegawai di DKI Jakarta yang dilindungi melalui program ini.
3. Regulasi JKDK di DKI Jakarta tidak menimbulkan entry barrier bagi
perusahaan asuransi yang ingin menjadi provider dalam program JKDK.
Hal ini disebabkan karena Pergub 82 tahun 2006 memberikan
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 27
kesempatan bagi setiap perusahaan asuransi yang tertarik untuk menjadi
penyedia jasa dalam program JKDK, untuk mendaftar kepada Pemda DKI.
4. Meskipun demikian perlu adanya pengawasan yang ketat dari masyarakat
atas proses seleksi yang dilakukan Pemda DKI Jakarta, sehingga proses
seleksi tersebut dapat berjalan dengan adil dan transparan.
5. Regulasi JKDK DKI Jakarta mempunyai potensi menghilangkan pilihan
konsumen, karena program ini bersifat wajib bagi setiap perusahaan di
DKI Jakarta meskipun perusahaan tersebut telah mempunyai program
serupa yang lebih baik. Berbeda dengan Jamsostek, yang hanya bersifat
wajib bagi perusahaan yang belum mengikuti program tersebut.
Sedangkan bagi yang telah mempunyai program yang lebih baik, tidak lagi
diwajibkan mengikuti program Jamsostek.
6. Dalam regulasi JKDK di Kotamadya Tangerang dan Serang, diatur bahwa
pelaku usaha penyedia jasa asuransi dalam Program JKDK, adalah
perusahaan yang ditunjuk oleh Bupati atau Walikota. Kondisi tersebut
mempunyai potensi persaingan usaha tidak sehat yang cukup besar,
karena tidak adanya transparansi dalam porses seleksi serta tidak adanya
batasan yang jelas bagi perusahaan asuransi yang dapat menjadi provider
dalam program JKDK di kedua daerah tersebut.
12. Evaluasi Kebijakan Pemerintah di Industri Bawang Merah
Harga bawang merah di tingkat petani kota Brebes kerap jatuh ke tingkat harga yang
jauh di bawah biaya produksi, sementara harga di tingkat konsumen relatif stabil.
Kondisi tersebut semakin diperburuk dengan masuknya bawang merah impor oleh
beberapa pedagang, sekalipun Kab. Brebes merupakan sentra produsen bawang
merah di Indonesia. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Pemerintah Kab.
Brebes berencana untuk mengeluarkan kebijakan (Perda) tentang tata niaga impor
bawang merah.
Dalam melaksanakan fungsi internalisasi prinsip-prinsip persaingan usaha, KPPU
melakukan evaluasi terhadap rencana tata niaga tersebut. Tujuan evaluasi ini adalah
untuk memetakan permasalahan yang terdapat pada industri dan perdagangan
bawang merah.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 28
Berdasarkan data produksi tahunan, sebenarnya jumlah produksi bawang merah
Indonesia lebih besar dibandingkn dengan jumlah konsumsinya (over supply). Akan
tetapi, bawang merah merupakan komoditas pertanian yang sifatnya musiman dan
tidak tahan lama jika disimpan dengan penanganan yang kurang memadai.
Sehingga pada saat di dalam negeri sedang mengalami musim paceklik, maka
pedagang besar akan mengimpor bawang merah dari luar negeri.
Berdasarkan analisa statistik, tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara volume
bawang impor dengan fluktuasi harga bawang di Brebes. Dengan demikian, volume
impor tidak berpengaruh terhadap penurunan harga bawang di tingkat petani
Brebes. Titik permasalahan yang lebih besar justru terletak pada saluran
pemasaran/distribusi perdagangan bawang merah. Pihak yang memiliki peran besar
dalam mengendalikan pasokan bawang lintas daerah, termasuk bawang impor,
adalah pedagang besar yang terletak di antara petani dan pengecer di pasar induk –
pasar sekunder. Pedagang besar tersebut memiliki kemampuan untuk menetapkan
harga bawang merah (price maker). Dari hasil analisa jalur distribusi ditemukan fakta
bahwa struktur pasar yang terbentuk pada perdagangan bawang merah adalah
oligopoli/oligopsoni, dengan jumlah petani dan pedagang pengecer lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah pedagang besar. Hal ini pula yang memperkuat posisi
pedagang sebagai price maker. Oleh sebab itu, pihak yang lebih berpengaruh dalam
mengendalikan harga bawang merah di tingkat petani Brebes adalah pedagang
besar.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, KPPU merekomendasikan supaya
dilakukan penataan jalur distribusi untuk meningkatkan efisiensi perdagangan dan
meminimalisasi market power pedagang besar. Alternatif yang dapat dipilih antara
lain :
• mengaktifkan peranan pasar (market creation) sebagai titik transaksi antara
petani dan pedagang pengumpul/besar.
• memanfaatkan peran koperasi untuk meningkatkan bargaining power di tingkat
petani.
• memanfaatkan mekanisme resi gudang untuk mengurangi resiko ketidakpastian
harga bagi para petani.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 29
Apabila Pemerintah tetap akan mengeluarkan kebijakan larangan impor bawang
merah ke Brebes, sebaiknya dilakukan koordinasi dengan departemen teknis terkait
serta terintegrasi dengan kebijakan perdagangan nasional.
13. Evaluasi Kebijakan Pemerintah di Bidang Subsidi
Dewasa ini muncul wacana dari pemerintah untuk melakukan penghematan
anggaran yang salah satunya dilakukan dengan cara mengurangi pemberian subsidi
yang dinilai tidak tepat sasaran. Beberapa pos subsidi dinilai tidak menciptakan
mekanisme pasar yang sehat akan tetapi justru memberikan efek distorsi pasar. Hal
ini berdampak negatif pada penciptaan efisiensi dan daya saing operasional pelaku
usaha terutama yang menerima subsidi dari pemerintah dan cenderung akan dapat
menyebabkan perilaku rent-seeking bagi pelaku usaha tersebut sehingga tidak ada
gairah untuk dapat meningkatkan daya saing produknya.
Beberapa pos subsidi yang saat ini menjadi tanggung jawab pemerintah di
antaranya adalah subsidi bahan bakar minyak (BBM), subsidi listrik, subsidi bunga
kredit program, subsidi pangan, subsidi pupuk, subsidi benih, dan subsidi Public
Service Obligation (PSO) bertujuan untuk menciptakan stabilitas harga, membantu
masyarakat kurang mampu dan usaha kecil menengah dalam memenuhi sebagian
kebutuhannya, serta membantu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
melaksanakan tugas pelayanan umum. Mekanisme pemberian subsidi ini biasanya
melalui perusahaan yang menjual produk yang bersangkutan sehingga harga jual
produknya menjadi lebih murah dan terjangkau masyarakat. Namun demikian kita
perlu membedakan antara konsep subsidi dengan konsep bantuan sosial. Konsep
subsidi yang dikenal dalam Anggaran pemerintah adalah subsidi yang disalurkan
melalui perusahaan (BUMN maupun swasta). Sedangkan bantuan sosial merupakan
bantuan dari pemerintah yang diberikan untuk menjaga daya beli masyarakat akibat
efek inflasi.
Secara umum pengertian subsidi dikaitkan dengan tugas pemerintah untuk
mengatasi kegagalan pasar melalui pemberian transfer payment kepada
masyarakat. Kegagalan pasar tersebut terjadi karena sumber daya tidak teralokasi
secara efisien. Kebijakan subsidi merupakan salah satu upaya pemerintah untuk
meminimalisir dampak market failure tersebut. yang menjadi perhatian utama
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 30
pemerintah saat ini bahwa kebijakan subsidi adalah untuk meningkatkan daya beli
masyarakat atas produk yang menjadi kebutuhan utama mereka. Namun demikian,
kebijakan subsidi tersebut harus tepat sasaran supaya tidak menjadi government
failure yang akan menyebabkan alokasi sumber daya menjadi semakin tidak efisien.
Untuk itu perlu adanya evaluasi agar pemberian subsidi menjadi tepat sasaran.
Terkait dengan isu persaingan usaha, kebijakan subsidi memerlukan mekanisme
penyaluran yang tepat. Hal ini diperlukan mengingat kebijakan subsidi dapat
memberikan dampak efisiensi atau sebaliknya dapat menyebabkan government
failure. Perilaku rent-seeking dapat terjadi ketika pelaku ekonomi memperoleh
manfaat dari pemberian subsidi dari pemerintah tersebut dan tidak ingin mengubah
kondisi tersebut. Bagi pelaku usaha, keberadaan komponen subsidi akan merubah
struktur biaya pada setiap aktivitas ekonomi mereka. hal ini akan berpengaruh
terhadap perilaku pelaku usaha di pasar. Perilaku pelaku usaha di suatu pasar akan
berpengaruh terhadap performance pasar itu sendiri. Pelaku usaha lain yang masih
berada dalam pasar bersangkutan yang sama juga akan terpengaruh oleh
keberadaan pelaku usaha yang memperoleh subsidi tersebut. Akibatnya pelaku
usaha pesaing juga akan memiliki perilaku untuk menyesuaikan diri dengan perilaku
pelaku usaha yang menerima subsidi dari pemerintah. Hal ini menyebabkan kinerja
usaha dari tiap-tiap pelaku usaha yang ada di pasar tidak berada pada tingkat
kompetitif.
14. Evaluasi Kebijakan Pemerintah di Bidang Asuransi Kendaraan Bermotor
Pada tanggal 29 Juni 2007, Menteri Keuangan Sri Mulyani secara resmi
mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.010/2007 tentang
Penyelenggaraan Pertanggungan Asuransi Pada Lini Usaha Asuransi
Kendaraan Bermotor (selanjutnya disingkat menjadi PMK No. 74/2007). Lahirnya
PMK No. 74/2007 merupakan sebuah proses panjang yang dilakukan oleh
Departemen Keuangan berdasarkan desakan dari Asosiasi Asuransi Umum
Indonesia (AAUI), khususnya penyelenggara asuransi kendaraan bermotor.
Bahkan dalam perjalanannya, AAUI sempat datang ke Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU) untuk berkonsultasi dengan rencana penetapan
kesepakatan tarif premi asuransi sebagaimana yang diinginkan oleh asosiasi
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 31
tersebut. Kesepakatan tarif tersebut dianggap mendesak oleh AAUI untuk
mengatasi kondisi yang digambarkan mereka sebagai perang tarif. Pada saat
berkonsultasi dengan KPPU tersebut, sesungguhnya telah muncul keinginan
mereka untuk mendesak pemerintah agar mengatur tarif premi yang mereka
gambarkan sudah sampai pada tahap saling menghancurkan. KPPU sendiri
pada saat itu berketetapan bahwa setiap penetapan tarif melalui kesepakatan
pelaku usaha dianggap bertentangan dengan UU No. 5 Tahun 1999, karena hal
tersebut akan menjadi kasus persaingan usaha apabila ada pelaku usaha yang
melakukannya.
Setelah melalui proses yang sangat panjang, akhirnya keluarlah PMK No.
74/2007 yang diharapkan dapat menjadi solusi dari gejolak yang terjadi dalam
industri asuransi Indonesia. Tetapi setelah diberlakukan mulai 1 September
2007, gejolak terjadi. Beberapa stakeholder industri asuransi kendaraan
bermotor seperti perusahaan pembiayaan, agen, produsen otomotif dan broker
asuransi, secara serentak mengajukan keberatannya. Bahkan mereka
memberikan bukti bahwa akibat kebijakan tersebut, maka asuransi kendaraan
bermotor menjadi mahal dan merugikan konsumen.
Terkait dengan kebijakan tersebut, terdapat beberapa isu persaingan di
dalamnya. Isu utama adalah munculnya penetapan tarif yang digiring dengan
tarif referensi. Dikhawatirkan tarif referensi ini akan menjadi sarana tarif
kesepakatan pelaku usaha sekaligus sebagai batas bawah tarif sebagaimana
yang sering ditentang KPPU selama ini.
Isu persaingan lainnya adalah terkait dengan munculnya dugaan bahwa latar
belakang lahirnya PMK No. 74/2007 ini adalah karena pelaku usaha asuransi
besar tidak mampu lagi bersaing dengan asuransi kecil yang mampu
menerapkan tarif yang kompetitif.
Hasil evaluasi kebijakan di atas menghasilkan beberapa rekomendasi, yaitu :
1. Disusun saran pertimbangan bagi Pemerintah terkait dengan upaya
perbaikan kebijakan Pemerintah di industri asuransi kendaraan bermotor
yang selaras dengan UU No. 5 Tahun 1999. Beberapa substansi saran
pertimbangan antara lain menyangkut :
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 32
a. Perbaikan substansi pengaturan tarif premi yang komprehensif sehingga
tidak menimbulkan kerancuan dan multi tafsir bagi pelaku usaha dalam
penerapannya di lapangan.
b. Mendorong ketegasan regulator untuk menerapkan disiplin yang ketat
dalam pelaksanaan PMK No.74/2007 ini dalam bentuk sanksi yang tegas
bagi pelaku usaha yang melanggar sehingga tujuan kebijakan yang
diharapkan bisa tercapai sebagaimana mestinya.
c. Percepatan penyusunan dan penerapan Arsitektur Asuransi Indonesia
(AAI) yang didalamnya mengatur industri asuransi secara tersegmentasi,
sehingga masing-masing perusahaan asuransi bermain sesuai dengan
kelasnya. Dengan adanya AAI diharapkan bisa memberi arah dan
pengaturan yang jelas dalam industri perasuransian dan dapat menjadi
obat mujarab untuk mengatasi dan mencegah persaingan usaha yang
tidak sehat di industri asuransi, lebih khusus di lini kendaraan bermotor.
2. Mengingat kebijakan ini baru berjalan sekitar empat bulan sehingga
implementasinya masih belum terlihat secara jelas, maka tim menyarankan
perlunya dilakukan monitoring terhadap implementasi kebijakan ini.
3. Maraknya ”tren” penetapan tarif oleh regulator tentu perlu menjadi perhatian
KPPU. Penetapan tarif referensi, di satu sisi merupakan salah satu sarana
penyelamat sektor usaha, namun di sisi lain dapat mengarah pada terjadinya
kolusi harga yang difasilitasi oleh regulator. Ini adalah hal yang harus
diwaspadai oleh KPPU, mengingat semakin banyaknya usulan yang diajukan
oleh asosiasi pelaku usaha untuk melakukan kolusi harga namun dengan
kedok penetapan tarif yang difasilitasi oleh regulator. Sekali lagi perlu
ditegaskan bahwa persaingan sesungguhnya dilakukan untuk mengurangi
distorsi harga, dan mendorong sumber daya bebas mengalir ke sektor paling
efisien. Persaingan juga mendorong perusahaan memperbaiki
produktivitasnya dan mendorong inovasi sehingga tersedia barang dan jasa
dengan harga lebih murah, mutu lebih baik, serta pilihan lebih luas bagi
konsumen. Persaingan bukanlah semata-mata untuk memperoleh harga
yang paling murah tetapi mengabaikan kepentingan konsumen, namun
persaingan justru seharusnya menjadi jaminan bagi konsumen untuk
memperoleh produk (barang atau jasa) yang terbaik. Beberapa kasus
penetapan tarif selain di industri asuransi kendaraan bermotor bisa dilihat
pada penerapan tarif referensi penerbangan dan juga kesepakatan tarif di lini
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 33
2 Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. Terkait dengan hal tersebut, tim menilai
perlu dilakukan kajian dampak penetapan tarif referensi oleh regulator dalam
perspektif persaingan usaha.
4. Dengan melihat hasil analisis penghitungan dengan metode CR4 dan HHI
dimana bisa disimpulkan bahwa peta persaingan tidak terpusat di beberapa
perusahaan saja, maka KPPU memandang bahwa PMK No. 74/2007 tidak
bertentangan dengan UU No 5/1999.
III. Saran dan Pertimbangan Kepada Pemerintah
Sebagai salah satu tugas utama KPPU sebagaimana tercantum dalam Pasal 35
huruf e UU No. 5/1999, di tahun 2007 ini KPPU akan terus memberikan saran
dan pertimbangan kepada pemerintah terkait dengan kebijakan yang memiliki
potensi bertentangan dengan UU No. 5/1999. Hal ini dilakukan sebagai koreksi,
agar kebijakan pemerintah selaras dengan prinsip-prinsip persaingan usaha
yang sehat yang akan mendorong terciptanya kinerja sektor ekonomi yang lebih
baik yang bermuara pada kesejahteraan rakyat.
Untuk periode Januari-Desember 2007, saran dan pertimbangan yang diberikan
oleh KPPU kepada pemerintah adalah sebagai berikut:
1. Saran dan Pertimbangan Terkait Dengan Sektor Ritel Pokok permasalahan dalam sektor ritel adalah tidak adanya pengaturan tentang
equal playing field antara ritel kecil/tradisional dan pemasok dengan ritel besar
yang memiliki kapital besar.
Terkait kebijakan tersebut, KPPU menyampaikan beberapa hal sebagai berikut :
a. KPPU mendukung substansi pengaturan yang dilakukan sebagai upaya
perlindungan usaha kecil ritel dan tradisional serta perlindungan terhadap
pemasok ritel modern. Mengenai substansi pengaturan KPPU memahami
bahwa hal tersebut merupakan kewenangan pemerintah
b. Dalam beberapa substansi pengaturan, KPPU mengharapkan agar
memperhatikan potensi-potensi persaingan usaha tidak sehat sebagaimana
diatur dalam UU No.5 Tahun 1999 antara lain menyangkut pengaturan
pembatasan jumlah pelaku usaha berbasiskan analisis terhadap supply dan
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 34
demand. Diharapkan pembatasan jumlah pelaku usaha tidak menjadi
instrumen yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk melakukan
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat melalui eksploitasi
terhadap konsumen.
c. Terkait dengan hubungan pemasok dan peritel modern, diusulkan agar hal
tersebut tidak hanya menyangkut pemasok kecil tetapi juga pemasok
menengah dan besar, mengingat daya tawar ritel modern yang sangat tinggi
tidak hanya berefek pada pelaku usaha kecil tetapi juga usaha menengah
dan besar. Dalam pengaturan juga perlu ditegaskan bahwa segala bentuk
hubungan transaksi antara pemasok dan peritel modern tidak boleh
bertentangan dengan prinsip-prinsip persaingan usaha dan sehat
d. Apabila keterlibatan KPPU akan didefinisikan secara eksplisit dalam
substansi pengaturan, maka diusulkan terdapat klausul tambahan dalam
bab/pasal tersendiri sebagai berikut:
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
1. Pelaku usaha ritel dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
2. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan UU No.5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat
Hingga saat ini belum ada respon resmi dari pemerintah terhadap saran dari
KPPU untuk memasukan klausul tambahan dalam bab/pasal tersendiri.
2. Saran dan Pertimbangan Terhadap Memorandum of Understanding (MOU) Pemerintah - Microsoft Saran pertimbangan ini, diberikan sehubungan dengan ditandatanganinya
MoU antara Pemerintah dan Microsoft, yang dinilai oleh KPPU dapat
mendistorsi proses persaingan dalam industri software Indonesia. Hal ini
mengingat Microsoft telah menjadi pemegang posisi dominan dalam industri
software Indonesia. Alasan Pemerintah bahwa hal ini merupakan bagian dari
upaya pemberantasan pembajakan sesungguhnya dapat diterima, hanya
sayangnya dalam implementasinya MoU tersebut bertentangan dengan
semangat persaingan usaha yang sehat.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 35
Atas MoU tersebut KPPU memberikan saran pertimbangan dengan substansi
sebagai berikut :
1. KPPU memahami dan mendukung upaya Pemerintah untuk melakukan
pemberantasan software ilegal di Indonesia, khususnya di instansi
Pemerintah yang dijadikan landasan kebijakan MoU tersebut. Proses
pembajakan software, telah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan
dan telah menjadi disinsentif bagi para pelaku usaha industri software
Indonesia. Akibatnya inovasi di industri software terancam stagnan
bahkan berhenti sama sekali, yang dalam gilirannya dapat mematikan
inovasi dan potensi wirausaha di industri tersebut.
2. Tetapi terkait dengan kebijakan Pemerintah untuk melakukan MoU
dengan Microsoft sebagai bagian dari upaya pemberantasan
pembajakan, KPPU berpendapat hal tersebut tidaklah tepat karena
bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat sebagaimana
diatur dalam UU No 5 Tahun 1999. MoU yang dalam implementasinya
akan dilakukan dalam bentuk perjanjian, jika ditindaklanjuti akan
menyebabkan beberapa hal :
a. Memberikan tambahan kekuatan pasar (market power) bagi Microsoft
yang secara faktual telah menjadi pemegang posisi dominan dengan
menguasai lebih dari 90% pangsa pasar operating system software
(melalui Microsoft windows) dan software aplikasi kantor (melalui
Microsoft Office). Kekuatan pasar yang besar tersebut berpotensi
untuk disalahgunakan. MoU akan berpotensi menjadi sarana
eksploitasi konsumen (instansi Pemerintah) oleh Microsoft sebagai
satu-satunya penyedia software (operating system dan aplikasi
kantor).
b. Menutup peluang pelaku usaha penyedia operating system software
dan aplikasi kantor Indonesia selain Microsoft, untuk dapat
memasarkan produknya di instansi Pemerintah. Hal ini akan menjadi
disinsentif bagi pengembangan software di Indonesia. Inovator dan
wirausahawan Indonesia dalam industri software terancam
kelangsungannya, karena tidak lagi ada daya tarik pasar.
c. Menyebabkan tidak adanya alternatif pilihan operating system
software dan software aplikasi kantor bagi instansi Pemerintah selain
produk Microsoft. Dalam jangka panjang hal ini akan menutup potensi
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 36
efisiensi proses pengadaan software di instansi Pemerintah. Instansi
Pemerintah tidak lagi memiliki insentif untuk berinisiatif menumbuhkan
inovasi industri software yang bersaing dengan sehat (bukan saja
microsoft).
3. Memperhatikan hal-hal tersebut di atas, KPPU berpendapat bahwa solusi
untuk mengatasi pembajakan dengan melakukan MoU dengan Microsoft,
tidaklah tepat mengingat akar permasalahan yang sesungguhnya dari
maraknya pembajakan software adalah terkait dengan permasalahan
penegakan hukum dari peraturan perundangan tentang hak kekayaan
intelektual yang telah ada.
4. Solusi bagi upaya pemberantasan pembajakan hanya dapat dilakukan
melalui penegakan hukum yang tegas. Meskipun hal tersebut
memerlukan waktu yang lebih panjang dan usaha yang lebih keras, tetapi
KPPU meyakini bahwa apabila semua elemen bangsa ini memiliki
kemauan untuk mewujudkannya, maka hal tersebut dapat
diimplementasikan.
5. Mencermati hal-hal di atas maka KPPU menyarankan agar Pemerintah
mencari model kebijakan lain yang berdampak luas pada pemberantasan
pembajakan software dan persaingan usaha yang sehat. Persaingan
usaha yang sehat diharapkan mampu mengatasi digital divide dalam
pembangunan ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based
economy) dalam jangka panjang, karena munculnya inovasi software
yang berbasis open system dan aplikasi perkantoran serta aplikasi
khusus lainnya yang lebih terjangkau masyarakat luas.
6. Berdasarkan analisis di atas, KPPU menyarankan agar Pemerintah tidak
menindaklanjuti MoU dengan Microsoft dalam bentuk perjanjian sekaligus
mencabut MoU tersebut, untuk menghindarkan munculnya potensi-
potensi persaingan usaha tidak sehat di industri software Indonesia
Hingga saat ini belum terdapat tanggapan dari pemerintah, meskipun
demikian Memorandum of Understanding (MoU) antara pemerintah dan
Microsoft tersebut tidak dilaksanakan.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 37
3. Saran dan Pertimbangan Kepada Pemerintah Terkait dengan Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informasi tentang Pengiriman Surat
Saran pertimbangan ini, terkait dengan munculnya Surat Edaran (SE)
Menkominfo No. 01/SE/M/Kominfo/1/2007 tentang Pengiriman Surat. Dari
sudut persaingan usaha, terbitnya SE ini menghambat iklim usaha dan
persaingan dalam jasa pelayanan pos. Hal tersebut mengingat substansi SE
diskriminatif terhadap pelaku usaha tertentu, menghambat pelaku usaha lain
(entry barrier) serta membatasi pilihan konsumen, terutama konsumen
perusahaan non individu. Kondisi tersebut tidak hanya merugikan sektor jasa
pos saja, namun dikhawatirkan berdampak negatif terhadap kinerja
perekonomian keseluruhan, karena sektor jasa pos telah tumbuh begitu
dinamis dengan keterlibatan sejumlah pelaku usaha yang memiliki
kemampuan untuk memberikan layanan dengan kualitas dan harga yang
beragam, serta telah menjadi sarana bekerja ribuan tenaga kerja Indonesia.
Di satu sisi, KPPU melihat bahwa SE tersebut secara langsung telah
mengembalikan atau menegaskan posisi monopoli PT Pos Indonesia. KPPU
menyadari bahwa hal tersebut sejalan dengan Undang-Undang (UU) No 6
Tahun 1984 tentang Pos. Akan tetapi KPPU juga melihat fakta bahwa selama
bertahun-tahun Pemerintah membiarkan, bahkan cenderung memfasilitasi
kehadiran para pelaku usaha swasta di sektor jasa pos selain PT Pos
Indonesia. Dalam perspektif persaingan adanya SE tersebut menimbulkan
situasi yang tidak kondusif baik terhadap PT. Pos Indonesia, pelaku usaha
jasa kurir swasta dan konsumen. Dampak terhadap PT. Pos Indonesia dalam
jangka pendek, adalah peningkatan kinerja dengan memanfaatkan hak
monopolinya. Dalam jangka panjang, PT Pos Indonesia akan kembali
dibesarkan dalam situasi monopoli, yang dapat menjadi disinsentif bagi PT
Pos Indonesia untuk berkembang secara efisien sebagaimana yang terjadi
bertahun-tahun. Akibatnya saat sektor jasa pos terbuka, PT Pos Indonesia
tidak memiliki daya saing yang memadai. Dalam kondisi tersebut, secara
keseluruhan, pertumbuhan industri pos dan logistik di Indonesia akan
terhambat.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 38
KPPU menyadari bahwa kinerja PT Pos Indonesia saat ini belum optimal.
Namun solusi untuk meningkatkan kinerja PT Pos Indonesia tidak harus
melalui kebijakan yang cenderung bertentangan dengan prinsip-prinsip
persaingan usaha yang sehat. Kebijakan yang anti persaingan bahkan dapat
memperburuk kinerja sektor jasa pos secara keseluruhan. KPPU memandang
perlunya program revitalisasi yang komprehensif terhadap PT. Pos Indonesia
untuk perbaikan serta peningkatan kinerja operasional dan pelayanan. Untuk
hal tersebut, dibutuhkan dukungan penuh Pemerintah, baik melalui kebijakan
maupun hal-hal lain terutama yang terkait dengan penugasan PT Pos
Indonesia yang tidak memiliki nilai ekonomis (komersial) yang biasanya
terwujud dalam bentuk public service obligation (PSO). Sementara untuk
kegiatan komersial, sudah selayaknya manajemen PT. Pos Indonesia
diberikan fleksibilitas untuk menetapkan berbagai kebijakan operasional dan
strategis, seperti diantaranya adalah penetapan tarif layanan komersial dan
inovasi produk dan jasa kepada konsumen komersial. Hal ini sejalan dengan
status PT. Pos Indonesia (Persero) yang salah satu tujuan utamanya adalah
mencari keuntungan (profit center).
Sementara itu di sisi lain, kehadiran SE tersebut juga menjadi cermin dari
inkonsistensi (dualisme) kebijakan Pemerintah dalam upaya pengembangan
sektor jasa pos. Melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Perposan yang
saat ini sedang diproses di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Pemerintah
secara tegas dan jelas menyatakan dukungan bagi terjadinya perubahan
model pengelolaan sektor jasa pos Indonesia dari monopoli menuju
persaingan. Tetapi kehadiran SE, memberikan gambaran sikap Pemerintah
yang sebaliknya, yang bertentangan dengan upaya perubahan pengelolaan
sebagaimana tertuang dalam RUU Perposan.
Sebagai upaya perbaikan dalam pengelolaan sektor jasa pos, KPPU
menyambut baik langkah-langkah yang ditempuh pihak eksekutif maupun
legislatif saat ini dalam melakukan perubahan terhadap Undang-Undang (UU)
No 6 Tahun 1984 tentang Pos. Harus diakui bahwa undang-undang tersebut
berikut regulasi turunannya sudah tidak sesuai dengan perkembangan dunia
usaha saat ini yang semakin terbuka dan dinamis. Untuk mendorong
terjadinya perbaikan kinerja sektor jasa pos keseluruhan, sekaligus
memecahkan persoalan yang ditimbulkan oleh kehadiran SE di muka, KPPU
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 39
berharap agar pembahasan perubahan UU No 6/1984 dapat diselesaikan
dalam waktu dekat. KPPU juga berharap agar selama proses pembahasan
draft RUU Perposan, pemerintah atau dalam hal ini Menkominfo dapat
meninjau kembali SE Menkominfo No. 01/SE/M/Kominfo/1/2007 agar tetap
sesuai dengan koridor persaingan usaha yang sehat. Selain hal tersebut,
KPPU juga berharap agar program revitalisasi PT. Pos Indonesia dapat
dirumuskan dan segera diimplementasikan dalam waktu yang tidak terlalu
lama.
4. Saran dan Pertimbangan terkait dengan Rancangan Peraturan Presiden (RPP) tentang Penataan dan Pembinaan Usaha Pasar Modern dan Usaha Toko Modern
Saran pertimbangan ini merupakan respon KPPU terhadap upaya
penyusunan RPP yang diharapkan mampu meminimalkan persoalan di
industri ritel yang terjadi selama ini.
Secara garis besar saran pertimbangan yang diberikan adalah sebagai
berikut:
a. KPPU mendukung sepenuhnya substansi pengaturan yang dilakukan
dalam upaya perlindungan usaha kecil ritel dan tradisional serta
perlindungan terhadap pemasok ritel modern. Menyangkut substansi
pengaturan KPPU memahami sepenuhnya bahwa hal tersebut
merupakan kewenangan Pemerintah.
b. Dalam beberapa substansi pengaturan, KPPU mengharapkan agar
substansi pengaturan memperhatikan potensi-potensi terjadinya
persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam UU No 5 tahun
1999. Hal tersebut antara lain menyangkut pengaturan pembatasan
jumlah pelaku usaha berbasiskan analisis terhadap supply dan demand.
Diharapkan pembatasan jumlah pelaku usaha tidak menjadi instrumen
yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk melakukan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat melalui eksploitasi terhadap
konsumen. Misalnya saja dengan melakukan praktek kartel antar pelaku
usaha yang jumlahnya terbatas atau bahkan praktek monopoli karena
hanya ada satu pelaku usaha di satu wilayah.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 40
c. Terkait dengan hubungan pemasok dan peritel modern, diusulkan agar
hal tersebut tidak hanya menyangkut pemasok kecil, tetapi juga pemasok
menengah dan besar. Hal tersebut mengingat daya tawar ritel modern
yang sangat tinggi tidak hanya berefek terhadap pelaku usaha kecil saja
tetapi juga usaha menengah dan besar. Selain itu, dalam pengaturan
juga perlu ditegaskan bahwa segala bentuk hubungan transaksi antara
pemasok dan peritel modern tidak boleh bertentangan dengan prinsip-
prinsip persaingan usaha yang sehat.
Sampai dengan laporan tahun 2007 ini disusun, RPP masih dalam proses
penyusunan oleh Pemerintah dan KPPU selalu dilibatkan dalam proses
pembahasan RPP Ritel tersebut.
5. Saran dan Pertimbangan Kepada Pemerintah Terkait dengan Kebijakan dalam Penyelenggaraan Haji
Saran ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan evaluasi kebijakan dalam
penyelenggaraan Haji. KPPU memandang penting hal ini, karena
penyelenggaraan ibadah haji merupakan kegiatan yang sangat bersentuhan
dengan masyarakat banyak. Setiap tahun sekitar 200.000 jamaah haji menjadi
peserta ibadah Haji. Biaya murah dengan kualitas layanan penyelenggaraan
yang baik merupakan tuntutan yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah.
Dalam sarannya KPPU menyampaikan apresiasi terhadap beberapa
perubahan yang dilakukan dalam kebijakan penyelenggaraan ibadah haji
seperti upaya pemisahan fungsi pengawasan dan fungsi pengelolaan dana
abadi umat, sehingga selaras dengan upaya penciptaan good governance.
Namun demikian, pembenahan yang diusulkan di dalam RUU Haji, belum
cukup maksimal mendorong pembenahan kebijakan penyelenggaraan haji
secara keseluruhan. Terdapat tiga permasalahan utama yang menurut
pandangan KPPU perlu dibenahi secara komprehensif, yakni :
1. Kebijakan tarif KPPU memahami bahwa peran Pemerintah masih dibutuhkan untuk
menjamin tingkat tarif penyelenggaraan ibadah haji (selanjutnya disingkat
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 41
BPIH) yang wajar sehingga terjangkau masyarakat. Berdasarkan regulasi
yang berlaku, penetapan BPIH dilakukan oleh Presiden berdasarkan
usulan Menteri Agama yang telah mendapat persetujuan DPR.
Sayangnya, usulan BPIH yang diajukan Departemen Agama selalu
menggunakan dasar perhitungan biaya operasional tahun sebelumnya.
Di sisi lain, besarnya hambatan masuk di pasar jasa penyelenggaraan
haji masih tinggi, terutama jasa transportasi, akomodasi dan konsumsi
(catering). Akibatnya, BPIH yang ditetapkan Pemerintah memiliki
kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Mekanisme kebijakan
demikian, telah menyebabkan terjadinya legitimasi bagi terjadinya praktek
monopoli dalam penyelenggaraan ibadah haji, karena pasar
dipersepsikan statis.
2. Kebijakan Pemberdayaan Pelaku Usaha Nasional KPPU berpendapat dinamika pasar di industri jasa transportasi, jasa
perjalanan (tour&travel), dan jasa boga, telah berkembang dengan baik.
Tidak seharusnya mekanisme tender (competition for the market) yang
dijalankan pemerintah dalam pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji
dilakukan diskriminatif.
Sebagaimana ditunjukkan pada tahun 1999, dampak keikutsertaan
perusahaan penerbangan selain PT Garuda Indonesia, yaitu Saudi
Arabian Airlines, dapat menekan tarif angkutan haji (dari US$ 1,750.-
menjadi US$ 1,250.- per orang). Jika perusahaan penerbangan asing
(yaitu SV) saja telah diberi akses untuk melayani angkutan haji, kenapa
perusahaan penerbangan nasional tidak?. Paradigma pemberdayaan
pasar dengan mengikutsertakan pelaku usaha nasional menurut hemat
kami perlu dikedepankan.
Selanjutnya, dalam hal penyediaan akomodasi dan konsumsi mekanisme
yang dijalankan pemerintah masih diskriminatif sehingga belum efektif
mendorong penciptaan kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku
usaha di sektor bersangkutan. Mekanisme tender (competition for the
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 42
market) yang dilakukan pemerintah masih jauh dari kondisi yang
diharapkan.
3. Organisasi Penyelenggaraan Ibadah Haji. KPPU berpendapat perangkapan fungsi regulasi dan fungsi pelaksanaan
oleh pemerintah, menjadi salah satu penyebab utama dari inefisiensi
penyelenggaraan haji. Hubungan regulator-operator seharusnya bersifat
vertikal. Perangkapan fungsi akan menyulitkan mekanisme reward and
punishment. Berdasarkan pengalaman, Departemen Agama tidak pernah
mendapatkan ’hukuman’ (sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada
publik) atas terus terulangnya berbagai permasalahan di dalam
penyelenggaraan ibadah haji.
KPPU berpandangan bahwa bentuk jaminan perlindungan negara tidak
‘harus’ selalu termanifestasikan dalam bentuk perangkapan fungsi
regulator dan pelaksana oleh Pemerintah. Kinerja dalam
penyelenggaraan haji selama ini menunjukkan bahwa pola yang berlaku
telah mengakibatkan penyelenggaraan haji tidak maksimal.
Menanggapi surat saran dan pertimbangan KPPU, Menteri Agama memberi
tanggapan sebagai berikut :
1. Mengenai tarif BPIH, telah dibahas bersama dengan DPR-RI melalui
mekanisme pembentukan Panja, dimana sebelumnya telah dilakukan
Rapat Dengar Pendapat dengan pihak-pihak terkait untuk membahas
penetuan tarif yang wajar dan proporsional. Tarif BPIH tersebut tetap
menggunakan tarif tahun sebelumnya dengan juga melakukan
pembahasan dan tawar-menawar untuk memperoleh tarif yang wajar dan
proporsional. Sedangkan mengenai keikutsertaan pelaku usaha lain
dalam transportasi haji, maskapai nasional yang dipakai hanya satu yaitu
Garuda. Hal ini dikarenakan adanya kesulitan perolahan izin pendaratan
di Saudi Arabia yaitu Pemerintah Arab Saudi yang memberlakukan single
designator bagi penerbangan haji suatu negara. Selain itu maskapai
lainnya selalu memberikan penawaran tarif yang lebih tinggi dari Garuda
dan Saudi Airline.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 43
2. Implementasi melalui tender terbuka telah dilakukan melalui media
massa seperti pengumuman hasil tender catering di Surabaya melalui
koran media Indonesia. Sedangkan untuk tarif pemondokan,
penentuannya dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku dan mengikat di
Arab Saudi. Departemen Agama melakukan upaya negosiasi untuk
memperoleh harga yang wajar dan kompetitif.
3. Departemen Agama telah mendorong untuk melakukan efisiensi dengan
tetap memperhatikan perlindungan terhadap jemaah. Untuk itu,
Departemen Agama menetapkan harga minimal dalam rangka
perlindungan agar pelayanan benar-benar dapat dilaksanakan sesuai
yang dijanjikan. Sementara ini belum dilakukan pembatasan harga
maksimal sesuai saran KPPU, karena di Arab Saudi belum ada
standarisasi tarif hotel, naqobah, dan catering. Namun, Departemen
Agama akan tetap menjaga agar tarif yang ditentukan harus sesuai
dengan pelayanan yang diberikan.
4. Tender terbuka telah dilakukan dengan mengumumkan pemenang
lelang/tender melaui website disamping koran nasional yang sesuai
dengan Kepres No.80 Tahun 2003.
5. Dalam pendekatan G to G, sangat diharapkan adanya peran aktif dari
pelaku usaha nasional untuk mendapatkan partner bisnis di Arab Saudi.
6. Usulan pemisahan fungsi regulasi dan fungsi pelaksanaan telah
diusulkan oleh beberapa pengamat perhajian dan telah mendominasi
pembahasan pada pembicaraan usul inisiatif DPR-RI tentang Perubahan
Undang-Undang No.17 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah
Haji.
7. Departemen Agama sependapat untuk membentuk komite pengawas
independen yang ikut mengawasi penyelenggaraan haji di Indonesia,
dengan pertimbangan untuk mengantisipasi tidak adanya tumpang tindih
pelaksanaan dengan lembaga pengawasan yang dibentuk oleh peraturan
perundangan.
8. Akuntabilitas penyelenggaraan haji dilakukan oleh institusi pemeriksa
internal yaitu Inspektorat Jenderal dan BPKP, serta institusi pemeriksa
eksternal yaitu BPK. Perlu diketahui bahwa sejak dua tahun ini, setelah
selesai operasional haji telah diumumkan neraca BPIH secara luas
kepada masyarakat melalui media massa nasional.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 44
6. Saran dan Pertimbangan terhadap Kebijakan Perbukuan Nasional Peraturan Menteri No. 11 Tahun 2005 tentang Buku Teks Pelajaran
merupakan kebijakan yang selaras dengan semangat persaingan usaha yang
sehat. Namun dalam implementasinya, kerangka industri perbukuan yang ideal
yang sesuai dengan kebijakan masih jauh dari harapan. Salah satu
permasalahan yang muncul adalah terjadinya distorsi terhadap sistem ideal
yang diinginkan Pemerintah serta minimnya perhatian Pemerintah untuk
mendorong implementasi kebijakan yang ditetapkan oleh Departemen
Pendidikan Nasional.
Terkait dengan kebijakan tersebut, KPPU menyampaikan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Apabila Pemerintah ingin mempertahankan bentuk pengaturan saat ini,
maka Pemerintah harus memperkuat kebijakan tersebut dengan :
a. mengembangkan program-program turunan dari kebijakan yang telah
dibuat saat ini, antara lain dengan :
i. mengembangkan pengaturan teknis dari kebijakan yang telah ada
ii. mengembangkan toko buku sebagai ujung tombak industri buku
b. menegakkan sanksi bagi pihak-pihak yang melanggar ketentuan yang
telah ditetapkan, terutama ditujukan kepada pejabat dan pelaksana
pendidikan nasional yang mendistorsi sistem melalui kewenangannya.
2. Terkait kebijakan harga buku nasional, mengingat potensi oligopoli dalam
industri buku sangat besar, maka untuk menghindari terjadinya eksploitasi
konsumen Pemerintah disarankan untuk menetapkan batas atas harga
buku. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya pencegahan terhadap potensi
eksploitasi siswa oleh pelaku usaha. Di sisi lain kebijakan tersebut memberi
ruang persaingan yang seluas-luasnya sehingga upaya efisiensi pelaku
usaha tetap terjadi.
3. Memperhatikan nilai strategis perbukuan dalam pendidikan nasional dan
lemahnya implementasi kebijakan saat ini, disarankan agar pengaturan
perbukuan menggunakan peraturan perundangan yang lebih tinggi yang
mengikat setiap warga Negara yang menjadi obyeknya. KPPU
mengusulkan bentuk pengaturan yang tepat adalah dalam bentuk Undang-
Undang. Untuk itu KPPU mengusulkan agar Pemerintah segera
menyiapkan Rancangan Undang-Undang Perbukuan Nasional.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 45
7. Saran dan Pertimbangan Kepada Pemerintah Terkait dengan Kebijakan Perposan KPPU melakukan analisa terhadap Draft Rancangan Undang-Undang
Perposan, dalam rangka perbaikan regulasi sektor yang bersangkutan. Untuk
memperoleh masukan yang lebih komprehensif, KPPU juga melakukan
elaborasi terhadap berbagai pendekatan ”best practices” dalam regulasi pos
internasional.
Saran dan pertimbangan KPPU berkaitan dengan industri perposan ini antara
lain:
a. Perlu ada klasifikasi dan spesifikasi yang lebih jelas terhadap jasa pos
atau produk pos yang masuk dalam kategori wajib (core) terkait dengan
Kewajiban Pelayanan Umum/Public Service Obligation (PSO),
sebagaimana tercantum dalam konvensi UPU yang telah diratifikasi oleh
Pemerintah Indonesia melalui Keppres No. 112/2000 (Protokol keenam
UPU di Beijing) dan Perpres No. 98/2006 (Protokol ketujuh UPU di
Bucharest). Klasifikasi tersebut dapat dilakukan berdasarkan kombinasi
dari tiga kriteria utama yaitu jenis jasa pelayanan (class of services),
berat, dan tarif.
b. Mengacu pada berbagai kebijakan pos yang diterapkan di berbagai
negara (sebagaimana tercantum dalam literatur UPU dan OECD), jasa
pos standar dengan berat tertentu merupakan kategori produk/jasa yang
bersifat wajib disediakan oleh operator/negara dengan tarif yang
terjangkau (affordable prices). Sementara, produk/jasa pos seperti
express mail dan jasa pos premium lainnya merupakan produk/jasa
bernilai tambah yang termasuk ke dalam wilayah komersial dan dapat
dilakukan secara kompetitif, baik dari segi pelayanan maupun tarif,
berdasarkan mekanisme pasar yang wajar.
c. Sejalan dengan ketentuan konvensi UPU yang menegaskan bahwa
dalam peraturan (undang-undang) pos di setiap negara anggota harus
memuat pengaturan mengenai public service obligation (PSO) dalam
jasa pos, maka RUU Pos harus tetap memuat pengaturan mengenai
PSO dalam jasa pos di Indonesia. Undang-undang pos yang baru harus
memberikan amanat kepada negara (pemerintah) dalam hal penyediaan
PSO jasa pos dengan sistem dan metode pembiayaan yang memadai.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 46
Dalam hal ini, metode atau praktek subsidi silang antara jasa pos yang
bernilai komersial dengan jasa pos non komersial harus dihilangkan,
karena akan memberatkan kinerja operator sebagai pelaksana PSO pos
dan juga akan menimbulkan adanya hambatan terhadap iklim
persaingan usaha yang sehat.
d. Pemerintah berdasarkan undang-undang pos yang baru perlu
menerbitkan kebijakan yang memberikan hak konsesi kepada operator
(pelaksana) PSO dalam jasa pos melalui proses yang kompetitif dan
transparan. Melalui proses tersebut, akan diperoleh operator (pelaksana)
PSO jasa pos yang dapat melaksanakan fungsi PSO dengan biaya
terendah (lowest scheme subsidy) serta menghilangkan adanya subsidi
silang antara layanan PSO dengan layanan komersial. Tentunya untuk
mencapai hal tersebut diperlukan kajian serta evaluasi yang
komprehensif, baik terhadap berbagai metode pendanaan PSO yang
tersedia maupun terhadap kinerja serta kemampuan kandidat operator
sebagai pelaksana POS dalam jasa pos.
e. Untuk menjamin terlaksananya fungsi PSO dan operasional sektor pos
secara keseluruhan, maka perlu penguatan fungsi serta peran regulator
dan pengawas dalam undang-undang pos yang baru. Penguatan dua
fungsi tersebut diutamakan dalam hal status hukum, tatanan institusi,
pendanaan serta kewenangannya. Selain hal tersebut, regulator dan
pengawas pos harus menjamin tidak terjadi penyimpangan atau
persilangan (cross subsidy) antara produk/jasa yang bersifat wajib
dengan produk/jasa pos bernilai tambah dan bersifat komersial, terutama
dari sisi kebijakan tarif oleh operator (pelaksana) PSO dan pelaku usaha
lainnya.
f. Dalam RUU Pos sebaiknya juga mencakup berbagai perkembangan dan
inovasi dalam dunia bisnis, terutama dalam rangka mengantisipasi tren
integrasi layanan jasa pos (komersial) dan logistik. Sebagaimana
diketahui bersama, integrasi pelayanan jasa (termasuk untuk sektor pos
dan logistik) memungkinkan terjadinya peningkatan efisiensi dan inovasi
dalam supply chain sehingga dapat mengarah kepada peningkatan
kualitas layanan konsumen (user) dengan tarif yang lebih kompetitif.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 47
Pada dasarnya, terdapat beberapa isu persaingan dalam sektor pos, seperti
diantaranya adalah integrasi vertikal, akses terhadap jaringan pos (melalui
interkoneksi) serta penetapan tarif yang tidak wajar (predatory pricing). Untuk
menyikapi berbagai isu tersebut, sebaiknya berbagai ketentuan dalam RUU Pos
nantinya tetap mempertimbangkan kaidah-kaidah prinsip persaingan usaha
sehat sebagaimana diatur dalam UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Berdasarkan perkembangan terakhir, substansi saran KPPU tersebut telah
menjadi masukan baik bagi pemerintah dan atau DPR dalam proses
penyusunan Draft RUU Pos terbaru.
8. Saran dan Pertimbangan Terhadap Kebijakan Usaha Perkebunan Sawit
Dalam industri kelapa sawit, masih diperlukan berbagai pembenahan agar
perkembangan industri kelapa sawit sesuai dengan harapan melalui
pengakomodasian nilai-nilai persaingan usaha yang sehat dalam
pengembangannya.
Isi saran dan pertimbangan tersebut terkait dengan beberapa hal, antara lain:
a. Terbitnya ketentuan yang mengharuskan perusahaan pengolahan hasil
perkebunan sawit untuk memenuhi minimal 20% pasokan bahan bakunya
dari pengusahaan budidaya tanaman perkebunan sendiri sebagaimana
tertuang di dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor
26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha
Perkebunan yang mengharuskan usaha pengolahan hasil perkebunan sawit
untuk memenuhi minimal 20% pasokan bahan baku dari pengusahaan
budidaya tanaman perkebunan sendiri. Peraturan tersebut dapat menjadi
hambatan masuk bagi perusahaan pengolahan hasil perkebunan sawit yang
tidak dapat memenuhi syarat 20% pasokan bahan baku dari kebun sendiri
karena minimnya lahan, dan sebagaimana diatur melalui UU No.18/1999
tentang usaha perkebunan, tidak berarti pelaku usaha pengolahan hasil
perkebunan juga harus melakukan usaha budidaya tanaman perkebunan
sendiri. sehingga KPPU menyarankan agar peraturan tersebut dicabut.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 48
b. Kemitraan antara perkebunan rakyat sebagai pemasok bahan baku dan
perusahaan pengolah sawit sebagai pembeli bahan baku menunjukkan posisi
tawar pekebun tidak sebanding dengan perusahaan inti (unequal bargaining
power), meskipun perkebunan rakyat mengusahakan 35,58% dari total luas
areal perkebunan sawit nasional, namun tingkat ketergantungan mereka
terhadap industri pengolahan kelapa sawit sangat tinggi, sehingga tingkat
keseimbangan pasar lebih dikendalikan oleh inti sebagai pemilik pabrik
pengolahan hasil tandan buah segar sawit daripada sisi pekebun sebagai
plasma yang menproduksi tandan buah segar sawit. Oleh karena itu,
sebaiknya pola kemitraan antara pemasok dan pengolah bahan baku
memperhatikan ketentuan larangan praktek monopsoni dalam UU No. 5
Tahun 1999.
c. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 395/Kpts/OT.140/11/2005 mengenai
Pedoman Penetapan Harga Pembelian TBS Kelapa Sawit Produksi Pekebun
secara teknis dimaksudkan sebagai upaya memperkuat posisi tawar pekebun
plasma dalam mendapatkan harga tandan buah segar yang wajar. Namun
dalam prakteknya, kebijakan tersebut digunakan untuk menyeragamkan
tingkat harga tandan buah segar sawit, baik yang diproduksi pekebun
plasma maupun pekebun non-plasma (perkebunan rakyat swadaya). Praktek
tersebut mengarah kepada praktek penetapan harga (price fixing) yang
berlawanan dengan UU No. 5 tahun 1999. KPPU menyarankan agar
departemen teknis ataupun instansi yang berwenang menjalankan ketentuan
operasional Peraturan Menteri Pertanian Nomor 395/Kpts/OT.140/11/2005
dan tidak menyalahgunakannya sebagai instrumen penetapan harga.
d. Perusahaan perkebunan besar swasta mendominasi penguasaan luas areal
perkebunan kelapa sawit nasional. Meskipun demikian, produktivitas kelapa
sawitnya masih lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas perusahaan
perkebunan negara dan relatif sebanding dengan produktivitas perkebunan
rakyat. Hal tersebut menunjukkan adanya dominasi lahan yang inefisien,
sehingga memerlukan evaluasi lebih lanjut dari departemen teknis dan
instansi terkait.
KPPU menyarankan agar departemen ataupun instansi yang berwenang
menjalankan ketentuan operasional Peraturan Menteri Pertanian Nomor
395/Kpts/OT.140/11/2005 disarankan untuk tidak menyalahgunakannya
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 49
sebagai instrumen memaksakan keseragaman harga pasar di pasar
bersangkutannya.
8. Saran dan Pertimbangan KPPU terhadap Pelaksanaan Angkutan Kontainer Roll On–Roll Of (RoRo) Batam – Singapura.
Pemanfaatan kapal RoRo sebagai angkutan Batam-Singapura saat ini belum
diakomodasi dengan baik dalam kebijakan sektor perhubungan, sehingga
implementasinya telah menimbulkan potensi persaingan usaha tidak sehat
berupa terhambatnya pelaku usaha nasional yang memiliki keinginan untuk
mengoperasikan kapal RoRo di jalur Batam-Singapura.
Permasalahan mendasar terkait dengan pelaksanaan sistem Roro adalah
sebagai berikut.
1. Selama ini belum ada kebijakan bilateral antara Pemerintah RI dan
Pemerintah Singapura sebagai landasan hukum yang mengatur mengenai
angkutan penyeberangan antara kedua negara tersebut. Landasan hukum
yang dipakai selama ini adalah berupa MoU antara Pemerintah RI dengan
Pemerintah Singapura tentang kerjasama ekonomi serta Surat Keputusan
Menteri Perdagangan, Menteri Keuangan, dan Menteri Perhubungan.
Ketiadaan landasan hukum ini menjadi entry barrier bagi pelaku usaha
nasional yang masuk kedalam usaha jasa angkutan penyeberangan dengan
sistem Roro. Hambatan tersebut muncul dalam bentuk antara lain tidak
adanya jaminan bagi kelangsungan usaha jasa penyeberangan dengan
sistem Roro serta seringkali terjadi penolakan chasis kapal Indonesia yang
akan masuk ke Singapura dengan alasan bahwa chasis kapal Indonesia tidak
sesuai dengan standar chasis yang diterapkan otoritas pelabuhan Singapura.
2. Terdapat berbagai praktek ekonomi biaya tinggi yang terjadi di pelabuhan-
pelabuhan yang berada di Pulau Batam, terkait dengan pengoperasian kapal
Roro tersebut. Muncul biaya-biaya yang tidak sesuai dengan standar
kepelabuhanan nasional sehingga lebih mendekati bentuk pungutan ilegal
daripada pemasukan bagi Pemerintah di Pulau Batam.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 50
Terkait dengan hal-hal tersebut diatas, KPPU menyampaikan beberapa hal
sebagai berikut :
1. KPPU menyarankan agar Pemerintah segera membuat perjanjian bilateral
antara kedua negara yang megatur hal tersebut. Pengaturan harus
dilakukan secara komprehensif, sehingga tidak ada keraguan dari pelaku
usaha nasional untuk berpartisipasi aktif dalam usaha jasa penyeberangan
dengan menggunakan kapal Roro,
2. Pengaturan juga harus mengakomodasi bagi munculnya persaingan usaha
yang sehat serta menghindarkan ekonomi biaya tinggi dalam usaha jasa
penyeberangan tersebut.
Terdapat tanggapan resmi yang ditujukan kepada KPPU melalui Surat Menteri
Sekretaris Negara No B-16/M.Sesneg/D-4/01/2008.
Dalam surat tersebut, Menteri Sekretaris Negara meminta kepada Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian untuk membahas saran dan pertimbangan
dari KPPU, mengingat telah ditandatanganinya perjanjian bilateral dengan
Pemerintah Singapura mengenai Economic Cooperation in The Island of Batam,
Bintan, and Karimun pada tanggal 25 Juni 2006. Hasil pembahasan tersebut
diharapkan dilaporkan kepada Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara.
Berdasarkan surat tersebut, menurut Menteri Sekretaris Negara, kebijakan yang
mengatur mengenai pemanfaatan kapal Ro-Ro Batam-Singapura telah
diakomodasi dalam Framework Agreement between Republic of Indonesia and
The Government of The Republic of Singapore on Economic Cooperation in The
Islands of Batam, Bintan, and Karimun.
10. Saran dan Pertimbangan terhadap Kebijakan di Sektor Jasa Kontruksi Sebagian besar laporan persaingan usaha tidak sehat yang masuk ke KPPU
berasal dari sektor jasa konstruksi. Laporan tersebut memunculkan dugaan
bahwa salah satu akar permasalahan sektor jasa konstruksi terletak pada
kebijakan yang tidak kondusif.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 51
Terkait dengan kebijakan tersebut, KPPU menyampaikan beberapa hal sebagai
berikut :
1. Pengaturan dalam sektor jasa konstruksi harus terus disempurnakan untuk
menghindarkan terjadinya distorsi implementasi UU No.18 Tahun 1999.
Salah satu permasalahan paling penting yang harus diperbaiki adalah upaya
validasi kepada unsur pelaku usaha yang menjadi pengurus LPJK.
Pemerintah harus mendorong peran aktif dari unsur LPJK lain yang lebih
independen seperti unsur Pemerintah dan Akademisi/Pakar.
2. Diharapkan Pemerintah dapat melahirkan kebijakan yang menjadikan proses
validasi perusahaan dan asosiasi jasa konstruksi di LPJK menjadi proses
seleksi bagi munculnya perusahaan dan asosiasi yang mengedepankan
profesionalitas serta menjadi sarana untuk melahirkan pelaku usaha dengan
daya saing tinggi.
Memperhatikan bahwa akar permasalahan di sektor jasa konstruksi terletak
pada format kelembagaan, maka untuk kepentingan jangka panjang KPPU
menyarankan kepada Pemerintah agar mengubah format kelembagaan
sektor jasa konstruksi tersebut. Format yang tepat adalah dengan
menempatkan LPJK sebagai lembaga resmi negara dengan tugas menjadi
regulator dalam sektor jasa konstruksi. Format ini mengedepankan
independensi yang akan menghindarkan LPJK dari konflik kepentingan
anggotanya. Mengingat perubahan format hanya dapat dilakukan dengan
melakukan amandemen terhadap UU No.18 Tahun 1999, maka KPPU
menyarankan agar Pemerintah menyiapkan Rancangan Undang-Undang
perubahan terhadap UU No.18 Tahun 1999.
Hingga saat ini belum terdapat tanggapan resmi dari Pemerintah. Akan tetapi,
Departemen Pekerjaan Umum selalu melibatkan KPPU dalam sosialisasi
mengenai prinsip persaingan usaha yang sehat dalam industri jasa konstruksi.
11. Saran dan Pertimbangan terhadap Kebijakan Pengelolaan Taksi Bandar Udara
Dalam pengelolaan taksi bandara, pada perkembangannya telah terjadi
monopoli pengelolaan oleh pelaku usaha tertentu dengan potensi
penyalahgunaan kekuatan monopoli di dalamnya melalui tarif yang tinggi
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 52
dan kualitas pelayanan yang memprihatinkan. Sementara itu, hasil kajian
KPPU memperlihatkan bahwa model persaingan yang terbuka
sesungguhnya dapat diimplementasikan dalam pengelolaan taksi bandara
dengan memberikan kesempatan kepada pelaku usaha yang memiliki
kompetensi dalam pengelolaan taksi bandara. Beberapa langkah yang telah dilakukan oleh KPPU antara lain :
1. Secara khusus KPPU telah melakukan koordinasi dengan regulator
dalam hal ini Departemen Perhubungan tentang kemungkinan
perubahan model pengelolaan taksi dari monopoli menuju persaingan
usaha yang sehat. Dari koordinasi tersebut diketahui bahwa
kewenangan pengelolaan sepenuhnya berada di tangan pengelola
bandara, yang saat ini dilakukan oleh PT Angkasa Pura I dan
Angkasa Pura II.
2. KPPU secara persuasif telah melakukan pendekatan kepada PT
Angkasa Pura I dan II untuk melakukan perubahan pengelolaan
dengan memberikan kesempatan kepada pelaku usaha lain, selain
yang beroperasi saat ini. Hasil dari pendekatan ini cukup
menggembirakan dengan dibukanya pengelolaan taksi bandara di
Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng dan Bandara Polonia Medan,
bagi pelaku usaha taksi yang lainnya. Tetapi di Bandara selain dua
bandara tersebut, pengelolaan masih dilakukan dengan model
monopoli atau meskipun berangsur dibuka untuk pelaku usaha lain
tetapi belum sepenuhnya mengadopsi prinsip persaingan usaha yang
sehat, misalnya dalam metode pemilihan pelaku usaha penyedia jasa
taksi bandara.
3. Terkait dengan pengelolaan bandara yang banyak dilakukan oleh
pelaku usaha yang memiliki keterkaitan dengan Tentara Nasional
Indonesia (TNI), mengingat beberapa bandara dikembangkan di
daerah enclave sipil milik TNI, KPPU telah berupaya untuk melakukan
koordinasi dengan Departemen Pertahanan, melalui surat undangan
KPPU yang ditujukan kepada Menteri Pertahanan. Melalui surat
tersebut, KPPU berharap dapat melakukan pendekatan tentang
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 53
penyelesaian upaya monopolisasi taksi bandara yang dilakukan oleh
pelaku usaha yang memiliki keterkaitan kelembagaan dengan TNI.
Tetapi sayangnya, sampai saat ini, hal tersebut tidak mendapat
tanggapan resmi dari Departemen Pertahanan.
4. Dalam upaya mencari solusi lebih lanjut, KPPU kemudian melakukan
pendekatan lain dengan menghadirkan seluruh stakeholder bandar
udara di seluruh Indonesia dalam sebuah public hearing. Melalui
public hearing ini, KPPU menekankan bahwa model monopoli
bandara tidak sesuai dengan prinsip-prinsip persaingan usaha yang
sehat sebagaimana diatur dalam UU No 5 Tahun 1999, oleh karena
itu maka harus dilakukan perubahan pengelolaan menjadi lebih
terbuka kepada pelaku usaha yang memiliki kompetensi dalam
pengelolaan taksi. Sayangnya upaya inipun tidak membuahkan hasil
yang maksimal.
Mencermati perkembangan pengelolaan taksi bandara yang semakin
memprihatinkan dan tidak adanya langkah kongkrit menuju perubahan
pengelolaan, KPPU kemudian melakukan monitoring terhadap potensi
penyalahgunaan hak monopoli pengelolaan taksi bandara. Setelah melalui
proses monitoring, dan ditemukan beberapa indikasi kuat terjadinya praktek
monopoli, akhirnya dugaan praktek monopoli dalam pengelolaan beberapa
taksi bandara masuk ke dalam pemeriksaan pendahuluan sebagai awal
dari proses penegakan hukum persaingan.
Mencermati perkembangan di atas dan mempertimbangkan minimnya
langkah nyata yang dilakukan beberapa instansi terkait dalam upaya
pembenahan pengelolaan taksi bandara yang mengedepankan
keterbukaan pengelolaan bagi pelaku usaha yang mampu memberikan
pelayanan yang lebih baik dengan harga yang kompetitif, KPPU
memandang perlu adanya langkah kongkrit yang dapat dilakukan
Pemerintah untuk mengambil kebijakan yang mengedepankan
implementasi nilai-nilai persaingan usaha yang sehat dalam sektor taksi
bandara. Apabila Pemerintah berkenan untuk mendapatkan penjelasan
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 54
yang lebih komprehensif dari KPPU, maka KPPU bersedia untuk
melakukan audiensi terkait hal tersebut.
2 . 3 . K A J I A N S E K T O R I N D U S T R I D A N
P E R D A G A N G A N
Untuk mendukung program harmonisasi kebijakan persaingan dalam rangka
reformasi regulasi, KPPU mencanangkan 4 (empat) kegiatan kajian persaingan
usaha sektor industri dan perdagangan. Secara umum, kajian persaingan usaha
sektor industri dan perdagangan bertujuan untuk mengidentifikasi iklim persaingan
dalam sektor industri dan perdagangan tertentu. Identifikasi terhadap iklim
persaingan tersebut dilakukan melalui beberapa pendekatan, diantaranya dengan
pendekatan SCP (Structure Conduct Performance). Hasil kajian pada umumnya
akan menjadi bahan masukan bagi KPPU secara internal, untuk melaksanakan dua
kegiatan utamanya yaitu penegakan hukum persaingan dan pemberian saran
pertimbangan kepada pemerintah. Hasil kajian KPPU juga dapat disosialisasikan
kepada pihak eksternal KPPU, apabila hal tersebut dirasakan perlu untuk
mendukung kegiatan sosialisasi dan atau advokasi kebijakan persaingan terhadap
stakeholder KPPU.
Berdasarkan keputusan rapat komisi, terpilih empat tema yang akan dikaji di tahun
2007. Keempat tema tersebut adalah:
1. Kajian Persaingan Usaha Sektor Telekomunikasi;
2. Kajian Persaingan Usaha Sektor Ritel;
3. Kajian Persaingan Usaha Sektor Beras; dan
4. Kajian Persaingan Usaha dalam rangka Pemetaan Struktur Industri Indonesia.
Adapun latar belakang pemilihan keempat tema kajian tersebut adalah dengan
mempertimbangkan beberapa kriteria, diantaranya adalah sektor yang bersangkutan
merupakan sektor strategis dan atau terkait dengan pelayanan publik. Beberapa
pertimbangan lain yang digunakan adalah bahwa tema kajian harus sebisa mungkin
bersifat sinergis dengan program pembangunan ekonomi yang dicanangkan
pemerintah.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 55
Ringkasan berbagai kajian tersebut adalah:
1. Kajian Persaingan Usaha Sektor Telekomunikasi
Perkembangan sektor industri telekomunikasi selama ini begitu pesat karena
cepatnya perubahan teknologi telekomunikasi yang bersimbiosis dengan teknologi
informasi. Pemerintah sendiri tampaknya senantiasa berusaha untuk mengeluarkan
kebijakan yang selaras dengan perkembangan teknologi tersebut. Tetapi perubahan
yang cepat membuat proses perubahan pengelolaan menjadi kompetisi penuh
sampai saat ini tampak tersendat-sendat. Dalam UU No 36 tahun 1999 tentang
Telekomunikasi serta UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha yang Tidak Sehat, secara eksplisit dinyatakan bahwa
pengelolaan industri telekomunikasi Indonesia akan diselenggarakan berdasarkan
model kompetisi (multi operator). Kedua UU ini telah memberikan angin perubahan
bagi industri telekomunikasi Indonesia yaitu dengan mulai mengalirnya arus
persaingan sebagai mekanisme pengelolaan dalam industri telekomunikasi. Hal ini
telah membuka peluang bagi pelaku usaha telekomunikasi untuk secara lebih serius
mengelola usahanya.
Pada bagian awal kajian dipaparkan berbagai teknologi telekomunikasi, meliputi
prinsip dasar telekomunikasi dan sistem jaringan telekomunikasi. Pembahasan
dilanjutkan dengan pengenalan teknologi media transmisi, mulai dari kawat tembaga
hingga penggunaan satelit. Aplikasi dan trend perkembangan teknologi kedepan
juga dibahas serta kaitannya dengan dampaknya terhadap perubahan regulasi.
Regulasi yang akan mengatur subsektor telekomunikasi, harus memperhatikan
kemampuan teknologi IP yang menambah kompleksitas jaringan telekomunikasi,
tapi sekaligus menawarkan efisiensi dalam pelayanan. Pengaturan yang akan
diterapkan selain perlu memperhatikan perkembangan ke depan, harus juga melihat
pemanfaatan teknologi pada jaringan yang sudah ada (network legacy).
Berdasarkan analisis dalam bagian, ini maka akan diperoleh gambaran tentang
sarana telekomunikasi yang dapat menciptakan kompleksitas persaingan. Berbagai
operator telekomunikasi berbasis sarana ini akan saling bersaing satu sama lain
dalam industri telekomunikasi, dari mulai operator berbasis kabel, frekuensi, satelit
dan IP.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 56
Bagian inti dari kajian ini adalah pemetaan struktur industri telekomunikasi di
Indonesia. Pemetaan coba dilakukan berdasarkan segmen jasa/layanan yang
disediakan operator yaitu telepon tetap (sambungan lokal, sambungan langsung
jarak jauh, sambungan langsung internasional) dan seluler. Untuk seluler
pembahasan meliputi profil pelaku usaha, perilaku, dan kinerja operator. secara
umum struktur pasar pada industri telekomunikasi masih sangat terkonsentrasi,
bahkan pada pasar SLI dan SLJJ memiliki struktur pasar duopoli dimana hanya
terdapat Telkom dan Indosat. Struktur pasar seluler indonesia termasuk ke dalam
struktur pasar oligopoli dengan nilai CR3 sebesar 98,9 % dan HHI sebesar 4450.
Telkomsel merupakan perusahan dominan pada pasar telepon seluler dengan
pangsa pasar sebesar 59,6 %. Sedangkan pada jasa satelit pada tahun 2006
terdapat 55 pelaku usaha yang sudah terdaftar dan penyelengara internet pada
tahun 2005 sebanyak 232 pelaku usaha.
Selanjutnya dibahas mengenai regulasi mengenai telekomunikasi yang ada di
Indonesia. Undang-Undang Telekomunikasi meliberalisasi hak monopoli Telkom dan
Indosat sebagai badan penyelenggara dengan tanggung jawab menyelenggarakan
masing-masing layanan telekominasi domestik dan internasional. Untuk
meningkatkan persaingan, Undang-Undang telekomunikasi secara khusus melarang
praktek monopoli dan persaingan tidak sehat diantara operator telekomunikasi.
Untuk mencegah praktek monopoli dan persaingan bisnis yang tidak sehat, UU juga
mengatur interkoneksi jaringan. Biaya interkoneksi harus disepakati oleh etiap
penyedia jaringan dan dihitung secara transparan. Hal ini diatur lebih lanjut didalam
Peraturan Menkominfo No 8/2006 yang mewajibkan pola interkoneksi berbasis biaya
untuk seluruh operator jaringan dan jasa telekomunikasi. Selain itu juga disebutkan
perturan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah yang mengatur pelaksanaan yang
terkait dengan Undang-Undang Telekomunikasi.
Dalam kajian ini juga dilakukan studi komparasi kebijakan kompetisi di luar negeri
terhadap berbagai negara yaitu Amerika Serikat, Denmark, Malaysia, dan
Singapura. Tujuannya adalah untuk melakukan benchmark dengan negara-negara
tersebut dalam hal pengawasan kompetisi, pengelolaan industri, lembaga regulator,
serta aturan-aturan kompetisi. Dari hasil studi komparasi tersebut disimpulkan
bahwa adanya paradigma baru dalam bisnis telekomunikasi. Teknologi tidak
dianggap lagi sebagai "market driven industry" tetapi sebagai "public utility". Tiap
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 57
Negara (USA, Denmark, Malaysia, dan Singapura) memiliki satu perusahaan
telekomunikasi yang berperan sebagai tulang punggung sistem telekomunikasi di
negaranya. Perusahaan ini dikuasai oleh Negara melalui kepemilikan saham (tetapi
bukan Perusahaan Negara) atau merupakan perusahaan nasional (bukan asing).
Perusahaan lain secara bebas bersaing dengan perusahaan ini atas dasar
persaingan jasa (service based competition) atau fasilitas (facility based
competition). Regulator yang ada di beberapa negara yang di-benchmark bersifat
IRS (Independent Regulatory Body).
Analisis persaingan usaha meliputi pengenalan konsep kebijakan persaingan di
sektor telekomunikasi. Beberapa konsep penting yang dijabarkan antara lain
adalah definisi pasar, market power, barriers to entry dan essential facilities. Pada
perusahaan yang memiliki market power yang besar maka ada kecenderungan
untuk melakukan perilaku anti persaingan seperti penyalahgunaan posisi dominan,
penolakan untuk bekerjasama terkait dengan essential facilities, Cross-
Subsidization, Vertical Price Squeezing, Predatory Pricing, Misuse Of Information,
"Locking-In" Customer, Tied Sales & Bundling, dan Restrictive Agreement. Masing-
masing bentuk perilaku anti persaingan tersebut sering terjadi di sektor
telekomunikasi dan memerlukan tindakan perbaikan (remedies) yang berbeda-beda.
Beberapa contoh kasus di dalam negeri disampaikan sebagai ilustrasi untuk
melengkapai pembahasan tersebut. Salah satu contoh Bundling yang dilakukan PT
Telkom dalam Telkomnet instan. PT TELKOM menjual layanan retail internet
telkomnet instant dengan harga 100 rupiah per menit, sementara perusahaan
pesaing melayani pelanggannya menggunakan fasilitas yang sama dengan harga
jual terdiri dari dua komponen yang harus dibayar oleh pelanggannya yaitu waktu
penggunaan jaringan PT TELKOM dan biaya waktu akses internet.
Historis perkembangan industri telekomunikasi di Indonesia menunjukkan ciri-ciri
struktur pasar oligopoli. Oligopoli tidak berarti buruk, karena hal ini terjadi secara
ilmiah sebagaimana juga terjadi di negara-nagara lain. Faktor-faktor yang
menyebabkan pasar oligopoli adalah karena keperluan investasi yang sangat besar,
teknologi tinggi, sumber daya manusia dengan keahlian khusus dan yang terutama
adalah karena kebijakan pemerintah sejak awal memang memberikan hak-hak
monopoli kepada pelaku usaha.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 58
Dalam kajian ini direkomendasikan beberapa hal antara lain mengenai pengaturan
kompetisi penuh yang perlu dikembangkan perlu memenuhi prinsip bahwa peran
pemerintah seminimal mungkin, tetapi memastikan bahwa para pemain memiliki
peluang dan kesempatan yang sama. Perlu adanya regulasi yang mengatur
kompetisi di sektor telekomunikasi yang bersifat implementatif dan mengatur praktek
kompetisi.
2. Kajian Persaingan Usaha di Sektor Ritel
Perkembangan industri ritel di Indonesia begitu cepat dibandingkan dengan
perkembangan sektor riil lainnya. Perkembangan itu disatu sisi menyebabkan
persaingan disektor riil ini menjadi tinggi terutama persaingan antar sesama peritel
terutama peritel modern. Namun disisi lainnya hal perkembangan industri ritel yang
pesat ini berpotensi menimbulkan permasalahan mengingat kehadiran peritel besar
dengan dukungan permodalan yang kuat, pelayanan yang prima dan jaringan yang
luas diduga mengganggu peritel kecil seperti pasar-pasar tradisonal yang sudah ada
sejak lama serta dengan kemampuan modal yang sangat besar menyebabkan
peritel modern memiliki posisi tawar yang besar dibandingkan dengan pemasok
barang-barangnya (supplier).
Kajian terkait sektor ritel difokuskan untuk mengetahui kekuatan pasar yang dimiliki
peritel besar sebagai pembeli dalam hubungannya dengan pemasok yang akan
dijual di hypermarket yang terfokus pada :
Pemetaan pola hubungan antara pemasok dan peritel pada beberapa produk
yang mewakili kondisi persaingan di tingkat pasar modern
Pemetaan pelaku usaha pada jalur distribusinya serta peta persaingan yang
terjadi di industri tersebut
Dampak persaingan pada lini vertikal terhadap persaingan di lini horisontal
Potensi permasalahan persaingan pada sisi vertikal maupun horizontal
Identifikasi regulasi yang terkait
Dari hasil kajian yang dilakukan dilapangan diperoleh beberapa hal sebagai berikut :
1. Dalam hubungan antara pemasok dan peritel pada beberapa produk yang
mewakili kondisi persaingan di tingkat pasar modern mengindikasikan bahwa
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 59
pasar modern memiliki bargaining power yang kuat dikarenakan jangkauan
pasar yang luas.
2. Pertimbangan terkait dominannya peritel dalam hal jangkauan pasar menjadi
pertimbangan utama oleh pemasok dalam keputusan memasarkan produknya.
baik dipasar tradisional maupun dipasar modern. Dalam pasar modern yang
menjadi menjadi pertimbangan pemasok adalah potensi jangkauan pasar yang
mulai tumbuh sebagai akibat meningkatnya pertumbuhan pasar modern.
3. Pemetaan pelaku usaha pada jalur distribusinya serta peta persaingan yang
terjadi pada lini tersebut.
Pada hasil survey terhadap 53 perusahaan yang memproduksi sayur dan buah-
buahan, mie instan biskuit, air minum dalam kemasan (AMDK) dan lainnya
(elektronika, makanan dan keperluan rumah tangga) diperoleh kesimpulan:
a. Bahwa beberapa perusahaan yang bergerak dibidang tersebut memiliki
posisi dalam rantai pemasaran sebagai produsen dan sekaligus pemasok
dengan skala usaha rata-rata menengah dan besar
b. Secara umum perusahaan yang bergerak di bidang pertanian (produk
sayuran dan buah-buahan) rata-rata memiliki 2 saluran pemasaran yaitu
pasar tradisional dan pasar modern. Dalam periode survey 2003-2007
menunjukkan prosentase penjualan produk perusahaan ke pasar tradisional
mengalami penurunan sedangkan sebaliknya penjualan produk perusahaan
ke pasar modern mengalami peningkatan.
Motif perusahaan memasok produknya dipasar modern didasari oleh beberapa
hal diantaranya pasar modern selama ini merupakan saluran terbesar yang
dapat menghasilkan keuntungan bagi perusahaan, memperkuat brand image
perusahaan dan produk, strategi penjualan lebih menguntungkan, menjanjikan
keuntungan yang lebih besar dikarenakan umumnya daya beli konsumen di
pasar modern relatif lebih kuat, memperluas dan mencari peluang pasar yang
lebih besar dengan menjangkau segmen konsumen kelas atas. Disamping
keuntungan dalam hal memasok produknya ke pasar modern juga terdapat
hambatan berupa pembayaran yang lamban, adanya bentuk-bentuk perjanjian
tertulis maupun tidak tertulis yang cenderung memberatkan perusahaan dengan
ketetapan biaya terkait seperti discount, up-front fee, slotting allowance, service
level.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 60
Untuk perusahaan tradisional kelebihan yang dimiliki adalah antara lain berupa
pembayaran yang lebih cepat, umumnya tidak terdapat perjanjian-perjanjian
yang memberatkan perusahaan dibandingkan kepasar modern, lebih mudah
dijangkau masyarakat kecil, produk mudah dipasarkan dan umumnya tidak ada
prosedur yang memberatkan dan mudah serta menjangkau segmen pasar
menengah ke bawah. Sedangkan kelemahan yang dijumpai dipasar tradisional
berupa sarana dan pelayanan yang relatif kurang memadai, jalur distribusi pasar
yang terbatas yang berdampak pada harga dan rendahnya penjualan.
4. Potensi permasalahan persaingan usaha pada sisi vertikal maupun horisontal.
Terdapat dua jenis supplier utama dalam industri perdagangan ritel Indonesia
yaitu:
(i) supplier murni yang terikat kontrak dengan produsen serta
(ii) supplier yang sekaligus juga produsen atau perusahaan yang berada dalam
hirarki anak perusahaan atau dibawah holding yang sama.
Terdapat 38.9% dari sample perusahaan merupakan supplier murni yang
menjalin kontrak dengan produsen (prinsipal) untuk memasarkan produk
mereka. Perbedaan mendasar perilaku kedua jenis perusahaan ini terutama
kewenangan dan keleluasaan supplier dalam menentukan harga dan dan jumlah
yang mereka jual kepada peritel. Pola persaingan lini horisontal antar supplier,
lini vertikal antara supplier dan peritel serta antar peritel sekelas maupun
berbeda akan dipengaruhi oleh dua jenis supplier tersebut. Potensi masalah lain
untuk produk-produk tertentu khususnya terkait produk pertanian, terdapat
kecenderungan integrasi vertikal para peritel kedalam fungsi supplier bahkan
produsen, yang berpotensi mengurangi tingkat persaingan antar peritel secara
horisontal. Terdapat fasilitas-fasilitas tertentu seperti permodalan dan pembibitan
yang diberikan peritel tertentu kepada produsen dan atau supplier sebagai upaya
mengikat hubungan vertikal antara mereka dengan peritel tersebut. Hal ini
berpotensi mengancam kelangsungan industri pertanian yang secara awam
memiliki struktur permodalan berskala kecil dan menengah dan selanjutnya
adalah terancamnya pola pola persaingan lini horisontal antar peritel melalui
penentuan harga dan ketersediaan pasokan.
5. Dampak persaingan pada lini vertikal terhadap persaingan dilini horisontal.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 61
Para pemasok secara umum merasa puas menjalin hubungan bisnis dengan
peritel dan sepakat untuk menjaga hubungan bisnis dalam jangka waktu yang
tidak terbatas. Sedangkan strategi harga dan diskon diperoleh gambaran bahwa
ada kecenderungan peritel modern mempunyai pengaruh lebih kuat dibanding
peritel tradisional. Untuk penentuan harga terhadap pemasok dapat dilihat bahwa
posisi penentuan harga yang dimiliki peritel modern lebih besar dibanding peritel
tradisional. Begitu juga strategi diskon terhadap pemasok juga memperlihatkan
peritel modern memiliki strategi diskon yang dominan.
Di tingkat horisontal sebanyak 96.8% pemasok tidak mempunyai perjanjian untuk
tidak menjual kepada peritel pesaing dalam jenis pasar yang sama setelah ada
kontrak dengan peritel tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa dalam bersaing
secara horisontal peritel tidak memaksakan ketentuan untuk memonopoli
pasokan. Sedangkan persaingan harga ditingkat horisontal ditemukan bahwa
pasar modern selalu menawarkan harga yang lebih murah untuk semua jenis
komoditi yang dijadikan sampel dengan komposisi hypermarket menetapkan
harga 4% dibawah yang ditetapkan supermarket sedangkan pasar tradisional
22% diatas harga supermarket.
Pada sektor perdagangan ritel terdapat dua hal pokok terkait dengan isu persaingan
yaitu pertama pasar modern memiliki skala ekonomi dibandingkan pasar tradisional
sehingga memudahkan mereka untuk bersaing baik antar sesama peritel modern
maupun peritel tradisional. Kedua, kemampuan pasar modern dalam hal permodalan
dibandingkan dengan pasar tradisional dapat menimbulkan bargaining position yang
lebih kuat terhadap pemasok sehingga dapat memperoleh berbagai keuntungan
negosiasi dibandingkan pasar tradisional dalam membeli harga pokok produk.
Mengingat yang terjadi adalah permasalahan ketidakmampuan bersaing usaha kecil,
maka secara garis besar terdapat dua hal yang harus dilakukan oleh Pemerintah.
1. Melakukan perlindungan terhadap usaha kecil ritel serta memberdayakan usaha
kecil agar mampu bersaing dengan usaha retail modern. Dan hal inilah yang saat
ini diatur oleh pemerintah dalam bentuk Peraturan Presiden No.112/2007 yang
baru saja diterbitkan tanggal 27 Desember 2007 yang lalu. Akan tetapi, dari
berbagai keluhan yang selama ini terjadi, sangat tampak justru permasalahan
utama adalah lemahnya penegakan hukum terhadap berbagai peraturan yang
ditujukan bagi pengaturan ritel seperti aturan tentang zonasi (Ruang Tata
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 62
Wilayah), jam buka dan sebagainya. Untuk itu, masalah penegakan hukum
merupakan bagian yang sangat penting untuk dipantau bersama-sama.
2. Pemerintah juga berkewajiban untuk memberdayakan usaha kecil ritel agar
mampu bersaing dengan usaha ritel modern. Berbagai pelatihan, tambahan
permodalan, akses terhadap kredit, penguatan dalam pasokan distribusi,
bimbingan manajemen, penataan lokasi berjualan dan bentuk penguatan lainnya
3. Kajian Persaingan Usaha Sektor Beras
Komoditas beras memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat
Indonesia dipandang dari aspek ekonomi, tenaga kerja, lingkungan hidup, sosial,
budaya dan politik. Dalam prakteknya beras merupakan barang yang permintaannya
bersifat kontinyu dan in-elastis, sehingga pemerintah selalu mengatur ekonomi
perberasan nasional. Beberapa permasalahan dalam jalur distribusi mulai
bermunculan terutama paska pencabutan tata niaga impor gula dan beras pada
tahun 1999, yang antara lain diindikasikan dengan semakin tingginya kesenjangan
tingkat harga beras di konsumen dengan harga gabah di tingkat petani.
Permasalahan dalam jalur distribusi itulah yang melatarbelakangi KPPU untuk
melakukan kajian industri sektor perberasan dengan fokus kepada analisa industri
beras di Indonesia dari sudut pandang persaingan usaha. Kerangka konseptual dari
kajian adalah menggunakan pendekatan analisa struktur industri, analisa regulasi,
analisa jalur distribusi, dan kinerja Industri yang bersangkutan dalam perspektif
efisiensi dan kontribusi terhadap perekonomian nasional. Kajian dilakukan dengan
menggunakan perspektif UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Ruang lingkup wilayah kajian adalah Provinsi Sumatera Utara, Lampung, Jawa
Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan DKI Jakarta. Data yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data sekunder dikumpulkan
dari instansi pusat dan daerah serta data primer diperoleh dari survey dan Forum
Group Discussion di lapangan.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 63
PETANI
Pengumpul/penebas
Pengusaha/Huller
GROSIR
PENGECER
KONSUMEN
Ped Besar/ GUDANG
OLIGOPOL
OLIGOPOL
OLIGOPSON
OLIGOPSON
OLIGOPSONI/ OLIGOPOLI
HASIL PEMBAHASAN Secara umum jalur pemasaran gabah-beras adalah: petani padi pedagang
pengumpul pengusaha penggilingan padi pedagang besar/grosir/PAP
pedagang pengecer konsumen. Masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat
tersebut mempunyai peran penting dalam meningkatkan nilai tambah produk
sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan kepuasan konsumen.
Struktur pasar pada setiap level dalam jalur pemasaran gabah dan beras adalah
tidak kompetitif, melainkan dapat dikategorisasikan dalam struktur pasar yang
oligopsoni, oligopoli dan monopolistik (sebagaimana terlihat dalam gambar berikut
dibawah ini:
MONOPOLISTIK
Struktur pasar yang demikian memungkinkan petani dan konsumen pada posisi
yang lemah dan pengusaha penggilingan dan pedagang beras pada posisi dominan.
Posisi mereka diperkuat oleh adanya barrier to entry secara alami seperti
penguasaan modal dan teknologi, juga oleh adanya kebijakan pembelian gabah oleh
Bulog dan penyaluran dana LUEP yang pro pada pengusaha tersebut. Dominasi
pengusaha huller dan pedagang besar/PAP dalam perdagangan beras
menyebabkan mereka menjadi pihak yang mampu menentukan harga (price maker).
Jika dilihat dari homogenitas produk sepanjang rantai tataniaga tersebut, terlihat
bahwa dari petani hingga pedagang pengumpul, produk yang mereka jual
cenderung homogen. Sedangkan dari RMU hingga pedagang pengecer, mengalami
peningkatan intensitas keberagaman. Hal ini menunjukkan bahwa semakin ke hilir,
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 64
produk yang dikuasai oleh pelaku tataniaga gabah dan beras mengalami
kecenderungan keberagaman yang meningkat.
Selanjutnya jika dilihat aspek barrier to entry, hambatan masuk pasar tersebut tidak
hanya terdapat di tingkat usaha huller dan perdagangan besar akan tetapi juga di
tingkat pedagang pengumpul. Untuk dapat menjadi pedagang pengumpul tidak
mudah, selain diperlukan modal juga diperlukan adanya jaringan yang kuat baik
dengan pengusaha RMU yang biasanya memberi pinjaman modal.
Beberapa indikator perilaku usaha mengindikasikan bahwa dalam perdagangan
beras terdapat potensi persaingan usaha yang tidak sehat. Kolusi diantara para
pengusaha yang dominan secara eksplisit tidak dapat dibuktikan, namun terdapat
kesepakatan-kesekatan secara tidak tertulis yang mengarah pada persaingan yang
tidak sehat. Melalui pertemuan informal, kesepakatan mengenai harga biasanya
terjadi diantara sesama pedagang pengumpul dan pengusaha huller. Motif
menyimpan gabah yang dilakukan oleh pengusaha RMU dan motif menyimpan
beras oleh pedagang besar/PAP yang terkadang lebih dari 3 bulan patut dicurigai
tidak hanya untuk cadangan mereka didalam proses produksi dan menunggu harga
naik saat musim paceklik, tapi juga untuk mencari keuntungan yang lebih banyak.
Perilaku lainnya yang terindikasi pada usaha tidak sehat adalah adanya iintegrasi
vertikal dan horisontal yang dilakukan oleh pedagang besar/PAP dan pengusaha
RMU yang berskala usaha besar. Seorang pengusaha memiliki beberapa usaha
dengan beberapa nama atau sesama pengusaha terdapat hubungan kekerabatan
yang dekat sehingga mereka berpotensi untuk menguasi pasar dengan integrasi
horisontal yang dilakukannya tersebut. Selain itu mereka melakukan integrasi
secara vertikal dimana pedagang besar juga memiliki RMU, memiliki kaki tangan
berupa pedagang pengumpul, dan sekaligus juga pedagang grosir bahkan
mempunyai outlet di PIC. Ada juga yang memiliki pabrik pengolahan tepung beras
seperti di Lampung dan Sulawesi Selatan.
Berdasarkan analisis margin menunjukkan bahwa pemasaran beras belum berjalan
secara efisien meskipun dari sisi rantai pemasarannya relatif pendek. Selain margin
pemasaran relatif besar, juga margin tersebut tidak tersebar secara merata. Kecuali
di Sulsel dan Lampung, lembaga pemasaran yang paling banyak menikmati margin
keuntungan adalah pengusaha huller dan juga dengan B/C rasio yang paling besar.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 65
Di Sulsel dan Lampung, pedagang besar/PAP yang menikmati margin keuntungan
yang relaif besar sehingga memperoleh B/C rasio yang terbesar.
Melalui uji statistik keterpaduan pasar didapatkan informasi bahwa hubungan pasar
antara produsen dengan grosir untuk jangka panjang tidak mengalami keterpaduan.
Hal ini dapat terlihat dari nilai IMC > 1 untuk masing-masing wilayah kecuali Medan
(IMC = 0.926). Sedangkan untuk jangka pendek hubungan antara produsen dengan
Grosir mengalami keterpaduan (nilai b2 yang positif dan signifikan). Hubungan
antara grosir dengan pengecer untuk jangka panjang mengalami keterpaduan untuk
wilayah Medan dan Bandung sedangkan untuk wilayah yang lain tidak mengalami
keterpaduan. Untuk jangka pendek semua wilayah mengalami keterpaduan kecuali
wilayah Jakarta (b2 negatif meskipun signifikan). Adapun dalam kaitannya dengan
hubungan antara produsen dengan pengecer untuk jangka panjang mengalami
ketidakterpaduan (IMC < 1) kecuali untuk wilayah Medan. Sedangkan untuk jangka
pendek mengalami keterpaduan untuk setiap wilayah.
Berdasarkan elastisitas transmisi harga menunjukkan bahwa adanya indikasi pasar
yang tidak bersaing juga dapat ditunjukkan oleh kondisi asimetris dari respon
pergerakan harga mulai dari tingkat petani sampai ke tingkat konsumen. Tidak
sehatnya persaingan pasar ini ditunjukkan misalnya oleh fakta bahwa bila harga
naik di tingkat pedagang pengecer atau grosir, maka harga di tingkat petani akan
ikut naik tetapi dengan persentase yang lebih rendah, dibandingkan dengan jika
harga di tingkat pengecer atau grosir turun. Dari sisi persaingan pasar, hal ini berarti
posisi tawar petani tidak setara dengan grosir maupun pengecer.
Bila harga beras dalam negeri dikaitkan dengan harga beras luar negeri, maka akan
tampak bahwa tidak ada hubungan yang signifikan. Dengan demikian sinyal harga
luar negeri tidak memberi dampak yang berarti terhadap perberasan dalam negeri.
Ini dibuktikan oleh walaupun harga beras dalam negeri lebih tinggi 30% dari luar
negeri, namun tidak mendorong terjadinya penurunan harga beras dalam negeri.
KESIMPULAN Indikasi potensi persaingan usaha yang tidak sehat dalam distribusi gabah-beras
dari petani sampai ke konsumen ditunjukkan oleh:
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 66
(1) Analisis margin menunjukkan bahwa pemasaran beras belum berjalan
secara efisien. Selain margin pemasarannya cukup besar juga tersebar
secara tidak merata diantara para pelaku pemasaran. Pengusaha bermodal
kuat dan menguasai pasar khususnya pengusaha huller dan pedagang
besar/PAP menerima margin keuntungan tertinggi dalam perdagangan
beras.
(2) Hasil analisis keterpaduan pasar menunjukkan bahwa di semua lokasi studi
harga GKP di tingkat petani dengan di tingkat pengecer tidak terpadu,
sementara antara harga beras di tingkat grosir dan pengecer terpadu.
Peningkatan harga di tingkat grosir/pengusaha huller dapat terjadi tanpa
diikuti oleh peningkatan harga gabah di tingkat petani padi.
(3) Beberapa indikasi perilaku usaha yang tidak sehat yang ditemukan di wilayah
studi adalah (a) Beberapa pengusaha yang dominan dalam perdagangan
beras baik pengusaha huller atau pedagang besar, selain melakukan
perdagangan antar wilayah, juga melakukan integrasi vertikal dari mulai
tingkat usahatani atau usaha huller hingga ke perdagangan beras, (b)
Diantara pengusaha yang dominan tersebut juga terjadi integrasi horisontal
dimana diantara mereka selain saling mengenal juga terdapat hubungan
kekerabatan, (c) Pemilikan fasilitas usaha yang besar, khususnya gudang
memungkinkan mereka untuk melakukan penimbunan gabah/beras, (3)
Kolusi diantara para pengusaha yang dominan secara eksplisit tidak dapat
dibuktikan, namun terdapat kesepakatan-kesekatan secara tidak tertulis yang
mengarah pada persaingan yang tidak sehat, dan (d) Adanya persatuan
pengusaha beras dan pengusaha penggilingan padi yang umumnya diikuti
pengusaha-pengusaha besar saja memungkinkan untuk membangun
kesepakatan-kesepakatan.
REKOMENDASI (1) Perlu dilakukan monitoring pelaku usaha terkait dengan dugaan praktek tidak
sehat yang dilakukan oleh pelaku usaha penggilingan (huller) dalam menyerap
gabah dari petani dan juga terhadap penguasaan stok beras di setiap pelaku
tataniaga, terutama di tingkat grosir besar ketika tidak sedang musim panen
dimana harga di tingkat konsumen cenderung meningkat.
(2) Kebijakan dalam penyaluran LUEP dan kerjasama Bulog dalam pengadaan
gabah/beras perlu dikaji lebih lanjut terkait dengan potensi dampak terhadap
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 67
penguatan struktur pasar oligopsoni usaha penggilingan dalam jalur pemasaran
gabah-beras.
4. Kajian Pemetaan Struktur Industri
Dinamika berbagai variabel ekonomi mikro-makro belakangan ini makin meningkat,
seiring dengan makin bergejolaknya perekonomian nasional dan internasional.
Peningkatan volatilitas tersebut diprediksikan akan memiliki dampak signifikan
terhadap sektor riil, terutama sektor industri dan perdagangan di Indonesia.
Fenomena tersebut mengiringi berbagai upaya pemerintah pasca krisis ekonomi
1998-1999 untuk melakukan deregulasi kebijakan serta restrukturisasi sektor industri
dan perdagangan untuk mencapai sistem perekonomian yang lebihb sehat, efisien
dan berdaya saing, guna menopang target pertumbuhan ekonomi yang sustainable.
Sebagai lembaga pengawas persaingan usaha, adalah penting bagi KPPU untuk
melakukan kajian terhadap struktur industri dan perdagangan di Indonesia pasca
krisis ekonomi. Melalui kajian tersebut, diharapkan KPPU dapat memperoleh
informasi mengenai dinamika struktur industri di Indonesia serta kinerjanya. Selain
hal tersebut, melalui kajian ini, diharapkan dapat diketahui berbagai informasi yang
mencerminkan ikim persaingan usaha di sektor industri dan perdagangan.
Kajian ini akan dipusatkan terhadap sektor perindustrian nasional dengan
mengambil sampel 15 sektor industri strategis (inti) yang telah ditetapkan
Departemen Perindustrian mengacu pada Kebijakan Pembangunan Industri
Nasional (2005). Terhadap sektor industri strategis tersebut, dilakukan analisa
struktur dan kinerja industri dengan menggunakan data sekunder (statistik industri
besar-menengah-BPS) serta matriks input-output versi BPS tahun 2000. Untuk
melengkapi kajian, juga dilakukan metode wawancara khusus untuk melakukan
elaborasi terhadap kebijakan pengembangan industri unggulan daerah (Propinsi
Sulsel dan Jawa Barat) dengan model cluster.
Analisa
Hasil pengolahan data statistik serta berdasarkan parameter struktur pasar, terdapat
indikasi bahwa industri strategis di Indonesia memiliki tendensi konsentrasi pasar
yang berfluktuasi. Industri strategis di Indonesia juga memiliki hambatan pasar yang
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 68
relatif besar dengan trend (dynamic) yang meningkat. Dari sisi kinerja, berbagai
indikator menunjukkan kinerja yang juga berfluktuasi dengan nilai PCM (Price Cost
Margin) berada Pada Kisaran 31 -41% sementara utilisasi kapasitas rata-rata berada
pada kisaran 73-77%.
Berdasarkan hasil pengolahan data secara time series dan cross section, terdapat
tiga sektor industri dan perdagangan yang memiliki potensi anti persaingan yang
cukup signifikan. Ketiga sektor tersebut adalah pulp&paper, tembakau serta gula.
Mengacu kepada beberapa parameter yaitu antara lain: rasio konsentrasi pasar,
rasio entry barrier dan rasio kinerja, pada ketiga sektor tersebut menunjukkan
besaran yang relatif lebih menonjol baik secara lintas sektor maupun lintas waktu
dibanding beberapa sektor lainnya.
Untuk mengukur peranan serta kontribusi ketiga sektor tersebut terhadap
perekonomian, digunakan analisa multiplier serta kontribusi terhadap PDB. Mengacu
pada besaran multiplier, baik gula, tembakau serta pulp & kertas memiliki multiplier
terhadap income serta output lebih besar dari 1. Tembakau memiliki output multiplier
sebesar 1,4534 dan income multiplier 2.022 dengan rata-rata kontribusi terhadap
PDB sebesar 3.39%. Pulp dan kertas memiliki ouput multiplier 1.6099 dan income
multiplier 1.76 dengan rata-rata kontribusi terhadap PDB sebesar 3.631%.
Sementara gula memiliki output multiplier 1.98 dan income multiplier sebesar 4.2
dengan rata-rata kontribusi terhadap PDB sebesar 0.53%. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa kontribusi ketiga sector tersebut, dari sisi multiplier (output dan
income) serta kontribusi terhadap PDB relatif besar.
Berdasarkan analisa keterkaitan (linkage) hulu-hilir, industri berbasis pertanian
mayoritas mendapatkan bahan baku dari sektor pertanian ataupun sektor
perkebunan. Selain hal tersebut, peranan sektor jasa perdagangan dan jasa
angkutan pada keterkaitan di hulu maupun di hilir relatif signifikan. Analisa backward
linkage index menunjukkan nilai di atas rata-rata industri nasional ( >1), yang berarti
keterkaitan ke belakang (backward) atau penggunaan industri nasional sebagai input
bagi sektor yang bersangkutan relatif tinggi. Sementara forward linkage index
memiliki nilai dibawah rata-rata industri nasional. Artinya, keterkaitan ke depan
(forward) atau penggunaan output sektor yang bersangkutan bagi industri lain relatif
rendah. Hal tersebut dapat menjadi indikasi bahwa output dari sektor industri lebih
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 69
banyak terserap untuk konsumsi (akhir) dan ekspor, dibanding menjadi input di
sektor hilir.
Khusus untuk gula, backward-forward index menunjukkan angka 1.25-0.87.
Implikasinya, pengolahan gula sangat bergantung pada sektor hulu (perkebunan
tebu) dan outputnya digunakan untuk konsumsi akhir (dengan porsi +/- 66%) dan
ekspor (+/- 8%). Untuk tembakau, backward–forward index menunjukkan angka
1.25–0.72. Implikasinya, industri pengolahan tembakau bergantung pada sektor hulu
(perkebunan tembakau) dan outputnya digunakan untuk konsumsi akhir (+/- 84,8%)
dan ekspor (+/- 4.5%). Industri pulp & kertas, backward-forward index menunjukkan
angka 1.04 – 1.03. Implikasinya, keterkaitan hulu (kehutanan-pulp) – hilir (industri
kertas, percetakan dll) sektor pulp dan kertas relatif kuat. Porsi konsumsi akhir relatif
kecil (+/- 6.5%) dan porsi ekspor relatif besar (+/-48.15%). Industri petrokimia
menunjukkan integrasi forward yang sangat kuat (2.62) yang mengindikasikan output
petrokimia merupakan input yang penting bagi sektor hilir. Porsi konsumsi akhir
sebesar +/-16.62%, dengan porsi ekspor +/- 28.17%;
Dalam perspektif kebijakan, pengembangan industri nasional menggunakan dua
pendekatan. Pendekatan pertama adalah top down dengan menetapkan industri
strategis (inti) serta industri penunjang untuk dikembangkan (Kebijakan
Pembangunan Industri Nasional, 2005). Pendekatan kedua yang ditempuh adalah
bottom up yaitu kebijakan pengembangan industri unggulan daerah berdasarkan
kluster. Contoh pendekatan kedua adalah program GERBANG EMAS (Gerakan
Pembangunan Ekonomi Masyarakat) yang digalakkan Pemrpov Sulsel. Program
serupa juga telah dilakukan oleh Pemrpov Jabar dan beberapa daerah lain. Secara
umum, Pemprov akan menetapkan industri unggulan daerah yang dianggap layak
untuk dikembangkan. Beberapa faktor yang dipertimbangkan antara lain adalah
skala usaha (prioritas untuk UKM) serta penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan
pertimbangan tersebut, beberapa sektor yang terpilih lebih mewakili sektor pertanian
(resources based), kerajinan, makanan-minuman ringan serta berbagai home
industry lainnya. Khusus untuk Jawa Barat, Pemerintah provinsi memilih klaster
Industri yang secara tradisional telah berjalan seperti TPT, Alas Kaki, Furnture, dan
Suku Cadang sebagai prioritas disamping memilih industri prospekstif dan inovatif
seperti Industri Telematika dan Industri Kreatif.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 70
Belum diperoleh informasi yang cukup untuk melakukan evaluasi terhadap
pendekatan bottom up. Sampai saat ini, isu koordinasi sebagai dampak format
otonomi daerah ditenggarai menyebabkan Pemrpov dengan Pemkab/Pemkot kerap
kali mengganjal implementasi program pembangunan industri yang telah ditetapkan.
Selain hal tersebut, integrasi antar cluster yang bersifat lintas wilayah dan koordinasi
dengan pemerintah pusat juga masih belum dapat dilaksanakan secara optimal. Hal
ini nampak antara lain melalui kebijakan pemerintah pusat/daerah papua untuk
mengembangkan industri kakao terfermentasi, sementara pengembangan sentra
kakao di Sulsel sendiri masih relatif terabaikan.
Kesimpulan
1. Bahwa struktur industri (strategis) Indonesia menunjukkan pola yang dinamis,
ditinjau dari sisi struktur pasar, entry barrier serta kinerja. Dari berbagai
parameter struktur dan kinerja, industri pulp-kertas, gula dan tembakau memiliki
iklim persaingan yang relatif kecil dibanding beberapa sektor industri strategis
lainnya;
2. Sektor industri pulp-kertas, gula dan tembakau memiliki multiplier income dan
output yang relatif besar (>1). Selain itu, ketiga sektor tersebut juga memiliki
kontribusi yang relatif signifikan terhadap PDB;
3. Peranan sektor pertanian dan perkebunan relatif besar bagi industri strategis
yang menjadi hilir. Selain itu, peranan sektor jasa perdagangan dan jasa
angkutan juga memegang porsi signifikan dalam keterkaitan (linkage) hulu-hilir
untuk masing masing sektor;
4. Keterkaitan hulu (backward) industri strategis di Indonesia secara rata-rata
sangat kuat (>1). Sementara keterkaitan ke depan (forward) relatif rendah atau
dibawah rata-rata (<1). Implikasinya adalah industri strategis Indonesia lebih
merupakan sektor hilir, dimana sangat bergantung pada input dari hulu serta
kebanyakan outputnya dikonsumsi langsung atau kemungkinan diekspor;
5. Pendekatan kebijakan pembangunan industri secara top down (kebijakan
nasional) ataupun bottom up (kebijakan daerah) dapat menghasilkan sinergi
perekonomian sepanjang dilakukan secara terkoordinasi dan terintegrasi. Dalam
tatanan implementasi, baik koordinasi maupun integrasi lintas wilayah cluster
industri relatif sulit dilakukan.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 71
Rekomendasi
1. Sebagai pilar pembangunan industri ke depan, KPPU perlu untuk melakukan
tinjauan periodik kepada berbagai industri strategis yang telah ditetapkan
pemerintah untuk memastikan iklim persaingan di masing-masing sektor tetap
terjaga. Dalam hal ini perlu dilakukan analisa khusus untuk beberapa sektor,
seperti petrokimia yang outputnya merupakan input bagi beberapa industri
penting seperti pupuk, industri plastik, cat dll;
2. Perlu dilakukan monitoring terhadap industri gula, tembakau serta pulp-kertas,
mengingat berbagai rasio struktur pasar, entry barrier serta kinerja
mengindikasikan ketiga sektor tersebut relatif rendah tingkat persaingannya;
3. Untuk meningkatkan efisiensi perekonomian, KPPU agar memfokuskan
perhatiannya terhadap sektor jasa perdagangan serta jasa angkutan yang
memegang andil cukup signifikan dalam proses keterkaitan industri hulu-hilir di
Indonesia;
4. Mendorong proses harmonisasi kebijakan industri, baik di tingkat nasional
maupun di tingkat daerah dengan menggunakan persaingan usaha sebagai entry
point of analysis. Dengan demikian, KPPU dapat memberikan andil terhadap
pencapaian kebijakan persaingan yang efektif di Indonesia.
2 . 4 . P E M B A H A S A N A M A N D E M E N U U N O . 5 / 1 9 9 9
Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan KPPU di tahun 2006. Sampai
dengan akhir tahun 2007, KPPU telah mengagendakan pembahasan intensif
dengan berbagai pihak untuk menyelesaikan materi-materi amandemen UU
No. 5/1999, terutama materi yang berdasarkan pengalaman KPPU selama ini dapat
mengganggu efektifitas implementasi UU No. 5/1999. Materi-materi tersebut
diantaranya adalah mengenai kelembagaan KPPU dan tata cara penanganan
perkara.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 72
2 . 5 . P E N Y U S U N A N P E D O M A N P E L A K S A A A N
U U N O . 5 / 1 9 9 9 ( G U I D E L I N E )
Kegiatan penyusunan Pedoman Pelaksanaan UU No. 5/1999 sampai dengan akhir
Tahun 2007 telah menyiapkan 4 (empat) draf pedoman, yaitu pedoman Pasal 50
huruf a tentang Pengecualian terhadap Perjanjian dan Perbuatan dalam Rangka
Melaksanakan Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku, Pedoman Pasal 47
tentang Sanksi Administratif, Pasal 19 tentang Penguasaan Pasar, dan Pasal 25
tentang Posisi Dominan.
Dalam semester kedua Tahun 2007 ini, 3 (tiga) pedoman telah mulai disusun, yaitu
Pedoman Pasal 26 tentang Jabatan Rangkap, Pasal 27 tentang Kepemilikan
Saham, dan Pasal 50 d tentang Pengecualian terhadap Keagenan. Draf Pedoman
tersebut diharapkan dapat diselesaikan pada akhir tahun ini agar dapat
dikonsultasikan kepada publik.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 73
PERKEMBANGAN PENEGAKAN HUKUM
PERSAINGAN
UU No. 5/1999 mengamanatkan bahwa tugas utama KPPU selain melakukan
penegakan hukum persaingan adalah memberikan saran dan pertimbangan kepada
pemerintah, terkait dengan kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan UU
No. 5/1999 (Pasal 35 huruf e). Implementasinya, untuk melaksanakan tugas sebagai
institusi penegak hukum persaingan usaha dan pemberi saran pertimbangan
terhadap berbagai kebijakan pemerintah dalam kerangka reformasi regulasi, KPPU
mengembangkan mekanisme sebagai berikut:
1. Identifikasi Industri dengan Tingkat Konsentrasi Tinggi Salah satu aktivitas KPPU dalam upaya pengawasan terhadap persaingan usaha di
beberapa sektor industri adalah dengan melakukan identifikasi awal terhadap
industri yang memiliki tingkat konsentrasi tinggi. Hal ini dilakukan mengingat dalam
industri dengan tingkat konsentrasi yang tinggi akan muncul pemegang posisi
dominan yang memiliki market power yang besar, sehingga berpotensi untuk
melakukan pelanggaran prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat sebagaimana
diatur dalam UU No. 5/1999.
UU No. 5/1999 sendiri mendefinisikan pelaku usaha sebagai pemegang posisi
dominan apabila menguasai pangsa pasar 50% untuk satu pelaku usaha atau 75%
untuk 2 atau 3 pelaku usaha. Proses identifikasi ini sangat penting untuk lebih
B A B
3
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 74
memberikan arah bagi pelaksanaan tugas KPPU dengan mengawasi industri-industri
dengan tingkat konsentrasi yang tinggi secara ketat.
2. Identifikasi Kebijakan-Kebijakan Pemerintah yang Memiliki Dampak terhadap Persaingan Usaha
Salah satu langkah penting dalam upaya menjalankan tugasnya sebagai institusi
yang memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah, KPPU juga
mengembangkan kegiatan yang ditujukan untuk mengidentifikasi kebijakan maupun
rancangan kebijakan pemerintah yang memiliki potensi untuk bertentangan dengan
UU No. 5/1999.
Proses identifikasi dilakukan secara berkelanjutan dengan melakukan pemantauan
terhadap perkembangan kebijakan di setiap sektor industri. Berbagai informasi
diperoleh KPPU melalui media, baik dari media massa, laporan masyarakat, atau
regulator yang mengeluarkan kebijakan tersebut.
Secara sederhana, melalui tools yang dimiliki KPPU, dilakukan analisis tentang
potensi pertentangan pengaturan tersebut dengan UU No. 5/1999. Berdasarkan
analisis yang telah dilakukan oleh KPPU, selama ini terdapat tiga kelompok
kebijakan yang berpotensi bertentangan dengan UU No. 5/1999, yakni:
1) Kelompok kebijakan yang memberikan ruang lebih besar kepada pelaku usaha
yang memiliki posisi dominan. Kebijakan pemerintah tersebut cenderung
menciptakan entry barrier bagi pelaku usaha pesaingnya. Selain itu
penyalahgunaan posisi dominan dapat dengan mudah dilakukan karena
dilindungi oleh kebijakan tersebut.
2) Kelompok kedua adalah kebijakan pemerintah yang memfasilitasi munculnya
perjanjian antar pelaku usaha yang secara eksplisit bertentangan dengan UU
No. 5/1999.
3) Kelompok ketiga adalah kebijakan yang merupakan bentuk intervensi
pemerintah terhadap mekanisme pasar yang berjalan. Hal ini antara lain muncul
dalam bentuk tata niaga komoditas atau regulasi yang membatasi jumlah
pemain yang terlibat.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 75
3. Monitoring Pelaku Usaha Salah satu upaya penegakan hukum persaingan usaha oleh KPPU adalah
melalui kegiatan monitoring pelaku usaha. Inti dari kegiatan monitoring pelaku
usaha adalah melakukan observasi dan analisa terhadap perilaku pelaku usaha
atau kelompok pelaku usaha yang memiliki pangsa pasar yang signifikan pada
sektor industri tertentu, baik penguasaan terhadap barang atau jasa, atau
bahkan keduanya. Secara struktur, penguasaan pangsa pasar telah ditentukan
oleh UU No. 5/1999 yaitu apabila pelaku usaha tersebut secara sendiri memiliki
penguasaan pasar terhadap barang dan atau jasa mencapai 50% atau lebih,
atau apabila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang
menguasai pangsa pasar lebih dari 75%.
Tujuan utama dilakukannya monitoring terhadap pelaku usaha atau kelompok
pelaku usaha yang memiliki pangsa pasar sebagaimana diuraikan diatas adalah
untuk mengawasi perilaku pelaku usaha tersebut agar tidak menyalahgunakan
posisi dominannya sehingga tidak menimbulkan praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat. Pada teorinya yang kemudian terbukti dalam
prakteknya, pelaku usaha yang memiliki posisi dominan dan menjadi market
leader memiliki peluang dan kemampuan yang besar untuk menguasai pasar
dengan cara-cara yang tidak sehat dan pada akhirnya akan membawa dampak
negatif kepada masyarakat, antara lain mengakibatkan masyarakat harus
membayar lebih mahal daripada yang seharusnya terhadap suatu produk barang
dan atau jasa.
Kegiatan monitoring pelaku usaha ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit
karena KPPU harus melakukan beragam survey, baik kepada para pelaku usaha
maupun kepada konsumen, survey tersebut sangat diperlukan sebagai suatu
metode pengumpulan data primer dalam menentukan pasar dan pangsa pasar
yang dikuasai oleh pelaku usaha tertentu. Setelah mengetahui pasar dan
mengetahui setidaknya 4 pelaku usaha terbesar dalam suatu pasar atas produk
barang atau jasa tertentu, maka KPPU dapat melakukan monitoring terhadap
perilaku pelaku usaha. Dalam pasar yang monopolistik, kecenderungan yang
umum terjadi adalah penciptaan entry barrier dari pelaku usaha monopoli,
sementara dalam pasar oligopolistik, sering terjadi kesepakatan-kesepakatan
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 76
yang melanggar prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat, misalnya kartel
produksi, pembagian wilayah, maupun penetapan harga.
Selain survey, data-data, dan informasi baik yang masih berupa data mentah
maupun yang telah diolah menjadi data primer juga sangat diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan monitoring pelaku usaha ini. Data sekunder dapat
bersumber dari mana saja, sepanjang kebenarannya dapat
dipertanggungjawabkan dan dibuktikan, misalnya dari data statistik yang
dikeluarkan oleh badan pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat, data
primer dari individu-individu, data lapangan yang diperoleh sendiri oleh KPPU
yang kemudian dirangkai dan diolah menjadi sebuah data yang komprehensif
juga merupakan sumber data bagi KPPU dalam meningkatkan kualitas
pelaksanaan kegiatan monitoring pelaku usaha.
Hasil dari monitoring pelaku usaha ini tidak berakhir pada sebuah laporan
kegiatan saja, namun dapat ditindaklanjuti oleh KPPU. Terhadap hasil kegiatan
monitoring pelaku usaha yang menemukan adanya indikasi awal terjadinya
pelanggaran terhadap UU No. 5/1999, KPPU akan melaksanakan suatu kegiatan
penanganan perkara berdasarkan inisiatif KPPU untuk menjaga persaingan
usaha di Indonesia agar senantiasa dalam kondisi yang sehat.
3 . 1 . I M P L E M E N T A S I P E N E G A K A N H U K U M
P E R S A I N G A N U S A H A
Selain mengatur mengenai materi dari hukum persaingan usaha, UU No. 5/1999
juga mengatur mengenai tata cara penanganannya atau hukum formil dari hukum
persaingan.
Hukum formil yang diatur dalam UU No. 5/1999 hanyalah pokok-pokoknya saja, dan
KPPU sebagai lembaga yang dibentuk berdasarkan undang-undang persaingan
usaha bertugas mengawasi jalannya persaingan usaha di Indonesia serta menyusun
pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan undang-undang persaingan
usaha ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 36 butir f UU No. 5/1999.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 77
Para pendiri lembaga KPPU sangat menyadari bahwa tata cara penanganan perkara
persaingan usaha sebagaimana diatur dalam Bab VII tentang Tata Cara
Penanganan Perkara Pasal 38 sampai dengan Pasal 46 UU No. 5/1999, adalah
merupakan pokok-pokok hukum formil dalam penanganan perkara persaingan yang
masih harus dijabarkan untuk mengeliminir perbedaan-perbedaan penafsiran
terhadap ketentuan-ketentuan dalam Bab VII tersebut diatas.
Dalam perjalanannya, dirasakan bahwa SK 05 tidak lagi memadai untuk menangani
perkara-perkara persaingan usaha di Indonesia. KPPU banyak menerima masukan-
masukan yang membangun dari berbagai pihak, mulai dari para Terlapor yang
terlibat dalam perkara-perkara persaingan usaha, para akademisi yang mengamati
perkembangan persaingan usaha dan hukum yang mengaturnya, para advokat yang
mengkritisi bahwa SK 05 kurang transparan dan kurang memenuhi proses hukum
yang baik (due process of law), juga para penegak hukum lainnya seperti hakim
yang melihat banyak celah dalam proses penanganan perkara persaingan usaha
oleh KPPU.
KPPU memiliki kewenangan yang kuat untuk melakukan penyelidikan dugaan
pelanggaran terhadap UU No. 5/1999 sampai dengan mengeluarkan putusan
beserta sanksi administratif apabila telah terjadi pelanggaran terhadap UU
No. 5/1999, namun para Anggota KPPU berpendapat bahwa tujuan dari undang-
undang persaingan usaha bukanlah menabur ancaman berupa penghukuman bagi
para Terlapor dalam menjalankan usahanya, namun lebih kepada upaya adanya
perubahan perilaku Terlapor sehingga dalam menjalankan usahanya telah
terinternalisasi nilai-nilai persaingan usaha yang sehat.
Pada tahun 2006, KPPU mengeluarkan sebuah Peraturan Komisi No. 01 Tahun
2006 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Persaingan Usaha di KPPU (yang
untuk selanjutnya disebut “Perkom No. 1 Tahun 2006”) yang mencabut keberlakuan
SK 05 dan berlaku efektif sejak November 2006. Perkom tersebut diharapkan dapat
lebih memperhatikan prinsip-prinsip beracara yang baik dan benar, dan sejauh ini
keberadaaannya telah memberikan suatu perkembangan yang luar biasa dalam
penanganan perkara persaingan usaha oleh KPPU, dimana salah satunya adalah
memperkenalkan rezim “perubahan perilaku” dalam penegakan hukum persaingan
usaha.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 78
Tahun 2007, Perkom tersebut sedang dalam masa transisi dan mengalami uji
implementasi. Penilaian yang dilakukan meliputi kapabilitas Perkom tersebut dalam
memenuhi “rasa keadilan” bagi pihak-pihak yang dilaporkan kepada KPPU, sehingga
di masa mendatang KPPU dapat memutuskan apakah akan segera melakukan
penguatan terhadap hukum formil penanganan perkara persaingan usaha di KPPU,
ataukah cukup menyusun peraturan-peraturan pelaksana lainnya.
3 . 2 . M O N I T O R I N G P E L A K U U S A H A
Kegiatan monitoring pelaku usaha KPPU selain untuk mengawasi pelaku usaha
yang telah memiliki posisi dominan di dalam pasarnya juga dilakukan untuk
memantau pelaku usaha yang diduga melakukan pelanggaran terhadap UU No.
5/1999. Selain upaya penegakan hukum, monitoring pelaku usaha dilakukan melaui
pendekatan persuasif agar pelaku usaha secara sukarela bersedia melakukan
perubahan perilaku terhadap kegiatan yang melanggar UU No. 5/1999. Sejauh ini,
kegiatan tersebut telah menghasilkan sejumlah perkara inisiatif, yaitu:
1. Dugaan penetapan harga dalam jasa fumigasi barang ekspor yang dilakukan
oleh Ikatan Perusahaan Pengendalian Hama Indonesia (IPPHAMI).
2. Dugaan integrasi vertikal dan penguasaan pasar dalam distribusi kendaraan
bermotor antar pulau oleh kelompok PT Astra International Tbk.
3. Dugaan persekongkolan dalam tender pengadaan kompor gas 1 tungku yang
dilaksanakan oleh Kementrian Negara UKM.
4. Dugaan persekongkolan dalam tender pengadaan jasa kebersihan di PT
Angkasa Pura I.
5. Dugaan monopoli, penetapan harga, dan pembagian wilayah dalam pengelolaan
jasa taksi di wilayah Batam.
6. Monitoring Tender Jack Up Drilling di CNOOC.
7. Monitoring diskriminasi penunjukan distributor pupuk bersubsidi oleh PT Kujang.
8. Monitoring diskriminasi penunjukan distributor pupuk bersubsidi oleh PT
Petrokimia.
Beberapa kegiatan monitoring yang diupayakan melalui perubahan perilaku adalah
dugaan monopoli, penetapan harga, dan pembagian wilayah dalam pengelolaan
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 79
jasa taksi di Bandara Hasanuddin (Makassar), Sepinggan (Balikpapan), dan Ngurah
Rai (Bali).
Sementara kegiatan penelitian monitoring pelaku usaha dilakukan pada pelaku
usaha dari berbagai bidang, antara lain:
1. Monitoring terhadap dugaan kartel oleh kelompok pelaku usaha tertentu yang
menguasai pembelian gula lokal.
2. Monitoring terhadap dugaan integrasi vertikal yang dilakukan oleh PT Astra
International Tbk dalam bidang pengangkutan kendaraan antar pulau dengan
kapal laut.
3. Monitoring dugaan integrasi vertikal dalam industri peternakan unggas ayam
broiler di Kalimantan Timur.
4. Monitoring dugaan monopoli jasa fumigasi terhadap barang impor di Jawa
Tengah dan DI Yogyakarta oleh Koperasi Usaha Kita.
5. Monitoring dugaan monopoli pengelolaan gas alam oleh PT Energy Equity
Sengkang EPICS di Sulawesi Selatan.
6. Monitoring dugaan diskriminasi dan jual rugi yang dilakukan oleh Astra Honda
Motor.
7. Monitoring penguasaan gudang CDC di Pelabuhan Tanjung Priok oleh PT Multi
Terminal Indonesia.
8. Monitoring terhadap dugaan kartel yang yang dilakukan AKLI (Asosiasi
Kontraktor Listrik Indonesia).
9. Monitoring dugaan monopoli pengelolaan jasa taksi bandara di Bandara Hang
Nadim.
10. Monitoring dugaan diskriminasi oleh Angkasa Pura I dalam pengelolaan
beberapa fasilitas ground handling dan fasilitas lain di Bandara Ngurah Rai,
Bandara Juanda, dan Bandara Hasanuddin.
11. Monitoring dugaan kartel oleh pabrikan lampu penerangan jalan umum.
12. Monitoring dugaan kartel dibidang farmasi.
13. Monitoring dugaan hambatan masuk pasar melalui interkoneksi dalam industri
telekomunikasi.
14. Monitoring tentang penetapan tarif standar pelayanan jasa barang dan peti
kemas di lini II Pelabuhan Tanjung Priok.
15. Monitoring dugaan integrasi vertikal dalam industri minyak goreng.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 80
16. Monitoring dugaan penguasaan pasar dan penyalahgunaan posisi dominan
dalam distribusi pupuk.
17. Monitoring dugaan penguasaan pasar dalam penyediaan avtur di Bandara
Juanda Surabaya.
18. Monitoring tender pengadaan peralatan kesehatan di RSUD Lumajang.
19. Monitoring penyediaan jasa taksi di bandara seluruh Indonesia.
20. Monitoring tender jasa kebersihan di PT Angkasa Pura I.
21. Monitoring tender PLN dalam pengadaan turbin pembangkit listrik Borang,
Sumatera Selatan.
22. Monitoring tender pengadaan alat kontrasepsi di BKKBN.
23. Monitoring dugaan penyalahgunaan posisi dominan oleh PD Pasar Jaya dan
Developer di Pasar Tanah Abang.
Kegiatan monitoring tersebut diharapkan dapat meningkatkan jumlah perkara inisiatif
dari KPPU, sehingga tidak perlu tergantung sepenuhnya kepada laporan dari
masyarakat dan meningkatkan kinerja KPPU dalam mengawasi perilaku persaingan
tidak sehat. Berikut adalah rincian terhadap kegiatan monitoring pelaku usaha yang
dilakukan KPPU pada tahun 2007.
Kegiatan Monitoring Pelaku Usaha Tahun 2007
Persekongkolan Lain
Posisi Dominan
Persekongkolan Tender
Penguasaan Pasar
Jual Rugi Monopoli
Integrasi Vertikal
Kartel
Pembagian Wilayah
Penetapan Harga
Oligopoli
Gambar 1
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 81
3 . 3 . P E N A N G A N A N L A P O R A N
_____________________________________________________
Jumlah laporan yang diterima KPPU hingga akhir tahun 2007 mengalami
peningkatan. KPPU menerima 244 (dua ratus empat puluh empat) laporan, yang
masih didominasi oleh laporan mengenai dugaan persekongkolan tender. Laporan
lainnya berkaitan dengan permasalahan monopoli, diskriminasi, persekongkolan,
penetapan harga, dan beberapa dugaan pelanggaran lain. Berikut rincian jumlah
laporan yang diterima oleh KPPU hingga akhir tahun 2007:
Gambar 2
Sebagai tindak lanjut terhadap laporan tersebut, sebanyak 51 laporan ditindaklanjuti
sebagai perkara persaingan usaha, 9 laporan ditindaklanjuti melalui mekanisme
monitoring pelaku usaha, dan sebanyak 82 laporan lainnya masuk ke dalam Buku
Daftar Penghentian Laporan, dengan alasan bukan perkara persaingan usaha dan
atau laporan tidak lengkap dan tidak jelas.
3 . 4 . P E N A N G A N A N P E R K A R A
Selama tahun 2007 KPPU menangani perkara persaingan usaha sebanyak 31 (tiga
puluh satu) perkara. Penanganan perkara pada tahun ini merupakan capaian
Persekongkolan Tender
75%
Perjanjian yang Dilarang
2%
Bukan Laporan2%
Bukan Kewenangan
KPPU 4%
Kegiatan yang Dilarang
15%
Posisi Dominan2%
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 82
tertinggi sejak KPPU berdiri dan tampaknya akan terus bertambah mengingat bahwa
laporan yang diterima oleh KPPU terus meningkat jumlahnya. Adapun statistik
penanganan perkara KPPU sejak tahun 2000 adalah sebagai berikut:
01
42 2
46
224 4
7 7
18
8
16
0 0 0 0 0 0 0
13
02468
101214161820
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
PenetapanPutusanBerjalan
Gambar 3
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 83
Daftar Putusan KPPU yang dibacakan pada tahun 2007 Putusan tentang Tender a. Tender Pemerintah
1. Putusan Perkara No. 09/KPPU-L/2006 Tender Pengadaan Meubelair di Lembaga Administrasi Negara (LAN), Makassar
2. Putusan Perkara No. 16/KPPU-L/2006 Tender Pekerjaan SKTM (Kabel Tegangan Menengah) 20 KV Paket 4, 9, 20, dan 21 di PT PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang (PLN Disjaya) Tahun Anggaran 2005.
3. Putusan Perkara No. 17/KPPU-L/2006 Tender Pengadaan Komponen Lampu di Suku Dinas Penerangan Jalan Umum dan Sarana Jaringan Utilitas Kotamadya Jakarta Selatan
4. Putusan Perkara No. 02/KPPU-L/2007 Tender Pengadaan Peralatan Gizi Tahun 2006 di RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda
5. Putusan Perkara No. 03/KPPU-L/2007 Tender Pembangunan Gedung Kantor Pengadilan Negeri di Padangsidempuan, Sumatera Utara
6. Putusan Perkara No. 04/KPPU-L/2007 Tender Pengadaan Proyektor LCD di Biro Administrasi Wilayah Propinsi DKI Jakarta Tahun 2006
7. Putusan Perkara No. 05/KPPU-L/2007 Tender Pekerjaan Pengerukan Alur Pelayaran Pelabuhan Belawan Tahun 2006
8. Putusan Perkara No. 06/KPPU-L/2007 Tender Pengadaan Alat Pembasmi/Penyemprot Nyamuk (Mesin Fogging) di Biro Administrasi Wilayah Propinsi DKI Jakarta Tahun 2006
9. Putusan Perkara No. 08/KPPU-L/2007 Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Bengkulu
b. Tender Swasta
10. Putusan Perkara No. 08/KPPU-L/2006 Tender Pekerjaan Non Distructing Testing Inspection Services
11. Putusan Perkara No. 14/KPPU-L/2006 Tender Pengadaan Integrated Shorebase Management and Logistic Services (No. DCU-0064a) di BP Berau
Putusan Non Tender 12. Putusan Perkara No. 15/KPPU-L/2006 Pendistribusian Elpiji di Sumatera
Selatan 13. Putusan Perkara No. 07/KPPU-L/2007 Kepemilikan Silang Yang Dilakukan
Oleh Kelompok Usaha Temasek dan Praktek Monopoli Telkomsel
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 84
3 . 5 . L I T I G A S I D A N M O N I T O R I N G P U T U S A N
Pada tahun ini, KPPU cukup berlega hati karena 3 perkara KPPU yang cukup
menyedot perhatian masyarakat luas pada saat ditangani, yaitu Perkara No.
01/KPPU-L/2003 tentang Garuda Indonesia, Perkara No. 02/KPPU-I/2004 tentang
PT. Telkom Indonesia, Perkara No. 02/KPPU-L/2005 tentang PT Carrefour
Indonesia telah mendapat penguatan dari Mahkamah Agung.
Hal lain yang lebih melegakan hati disela-sela kritik yang diterima oleh KPPU adalah
ketiga putusan Mahkamah Agung tersebut kemudian dilaksanakan oleh masing-
masing pelaku usaha secara sukarela tanpa menunggu upaya eksekusi dari KPPU.
PT. Carrefour Indonesia adalah perusahaan (dengan modal asing) pertama yang
membayarkan denda yang ditetapkan oleh KPPU yaitu sebesar
Rp. 1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah), disusul oleh PT. Garuda
Indonesia yang membayarkan dendanya sebesar Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah). PT. Telekomunikasi Indonesia juga telah bersedia melaksanakan sanksi
yang dijatuhkan terhadapnya yaitu membatalkan seluruh perjanjian kerja sama yang
telah mereka buat dengan 130.000 penyelenggara wartel. Melalui surat No.
TEL. 18/HK710/COP-D0032000/2007, Telkom menyampaikan permintaan waktu
6 (enam) bulan untuk mengamandemen seluruh perjanjian kerja sama tersebut dan
KPPU telah membentuk tim untuk melakukan monitoring terhadap pelaksanaan
putusan Telkom tersebut.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 85
Pergulatan Panjang Penegakan Hukum Persaingan
Garuda Indonesia, Telkom, dan Carrefour adalah tiga raksasa bisnis yang tersandung oleh UU No.5 Tahun 1999. Ketiganya memenuhi sanksi yang ditetapkan oleh KPPU dan menjadikan tahun 2007 sebagai momentum yang menorehkan sebuah penegasan bahwa Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia tidak akan mentolerir siapapun yang melakukan pelanggaran terhadap Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Proses litigasi KPPU untuk perkara tiga pemain besar tersebut memakan waktu yang cukup lama. Dimulai dari pengajuan banding ke Pengadilan Negeri hingga kasasi ke Mahkamah Agung yang diakhiri dengan kemenangan KPPU. Tiga kemenangan yang menambah daftar panjang Putusan KPPU dengan kekuatan hukum tetap. Carrefour : Trading Terms yang Mencekik. Perkara Carrefour diawali dengan laporan pada tanggal 20 Oktober 2004 mengenai pemberlakuan syarat-syarat perdagangan (trading terms) oleh Carrefour yang dirasakan memberatkan bagi pemasok. Syarat-syarat yang diterapkan tersebut antara lain adalah: listing fee∗, minus margin*, fix rebate, payment term, regular discount, common assortment cost, opening cost (new store) dan penalty. Secara keseluruhan, dalam laporannya, pemasok menganggap bahwa trading terms tersebut memberatkan, khususnya mengenai item persyaratan listing fee dan minus margin, karena setiap tahunnya Carrefour melakukan penambahan jenis item, menaikkan biaya dan persentase fee trading terms. Hal lain yang memberatkan bagi pemasok adalah Carrefour tidak membedakan antara pemasok skala besar dan pemasok berskala kecil. Terhadap pelanggaran tersebut Sidang Majelis Komisi KPPU pada tanggal 19 Agustus 2005 memutuskan Carrefour terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 19 huruf a Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 (menolak dan atau menghalangi pelaku usaha untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan) dan memerintahkan kepada Carrefour untuk menghentikan kegiatan pengenaan persyaratan minus margin kepada pemasok serta menghukum Carrefour untuk membayar denda sebesar Rp. 1.500.000.000,- (satu miliar lima ratus juta Rupiah). Atas putusan tersebut pihak Carrefour mengajukan banding kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan alasan bahwa KPPU telah melampaui batas waktu Pemeriksaan Pendahuluan, Pemeriksaan Lanjutan, dan Penjatuhan Putusan. Carrefour juga mengemukakan alasan bahwa persyaratan minus margin adalah perikatan yang sah berdasarkan kesepakatan antara pemohon dengan pemasok, dan para pesaing Carrefour juga menerapkan trading terms yang sama dengan konsep minus margin untuk melawan praktek diskriminasi harga oleh pemasok/supplier. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak seluruh keberatan yang diajukan pihak Carrefour dan menguatkan putusan KPPU No. 02/KPPU-L/2005. Tidak patah arang, Carrefour kembali mengajukan banding kepada Mahkamah Agung dengan alasan keberatan yang sama. Mahkamah Agung mematahkan usaha Carrefour dan kembali menguatkan putusan KPPU pada tanggal 18 Januari 2007.
Menghadapi keputusan tersebut, langkah perlawanan Carrefour terhenti dan mereka memilih untuk patuh kepada Putusan KPPU serta membayar hukuman denda sebesar Rp. 1.500.000.000,- (satu miliar lima ratus juta Rupiah) kepada negara melalui Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta I. Denda tersebut dimasukkan ke dalam Kas Negara sebagai setoran penerimaan negara bukan pajak pada tanggal 8 Juni 2007. Sejak tanggal 3 Agustus 2005, Carrefour tidak lagi menerapkan persyaratan minus margin dalam kontraknya dengan pemasok, dan tidak lagi memberlakukan persyaratan ini kepada para pemasok yang telah menyetujui hal tersebut di dalam kontrak yang masih berlaku.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 86
Exclusive Dealing & Entry Barrier oleh Telkom. Perjanjian kerjasama antara Telkom dan para penyelenggara wartel yang mensyaratkan wartel hanya menjual produk Telkom menyebabkan Telkom terjerat Pasal 15 ayat (3) huruf b (Exclusive Dealing) dan Pasal 19 huruf a dan b (Entry Barrier) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. Atas dasar perjanjian tersebut, Telkom menutup akses layanan milik operator lain yang ada di wartel tersebut yaitu layanan kode akses 001 dan 008 milik PT. Indosat, dan mengalihkannya ke kode akses 017 milik Telkom. Pada Sidang Majelis KPPU tanggal 13 Agustus 2004, Telkom dinyatakan terbukti melanggar kedua pasal tersebut dan diperintahkan untuk membatalkan klausula yang menyatakan bahwa pihak penyelenggara atau pengelola wartel hanya boleh menjual jasa dan atau produk Telkom. KPPU juga memerintahkan kepada Telkom untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dengan cara meniadakan persyaratan perjanjian kerja sama pembukaan akses SLI dan atau jasa telepon internasional lain selain produk Telkom di wartel serta membuka akses SLI dan atau jasa telepon internasional lain selain produk Telkom di wartel. Menanggapi putusan tersebut, Telkom tidak menyurutkan langkah perlawanannya dan mengajukan banding kepada Pengadilan Negeri Bandung dengan mempermasalahkan ketidaklengkapan Anggota Komisi pada saat pemeriksaan perkara yang dapat dianggap sebagai cacat prosedur. Telkom juga mengemukakan bahwa putusan KPPU diambil dari keterangan yang tidak didasarkan pada Berita Acara Pemeriksaan lanjutan (BAP) sehingga merupakan putusan yang cacat yuridis dan tidak disumpahnya saksi-saksi yang diajukan oleh pihak Telkom menyebabkan Telkom merasa tidak diperlakukan secara sama di depan hukum. Berdasarkan alasan-alasan keberatan yang diajukan oleh pihak Telkom, pada tanggal 8 November 2004 Pengadilan Negeri Bandung mengabulkan permohonan keberatan Telkom dan membatalkan putusan KPPU. Pembatalan putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Bandung tidak membendung usaha KPPU dalam menegakkan hukum persaingan usaha dan mendorong KPPU untuk mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. Perjuangan panjang KPPU tersebut dijawab dengan baik oleh Mahkamah Agung, tanggal 15 Januari 2007 Mahkamah Agung memutuskan untuk mengabulkan permohonan kasasi KPPU dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Bandung. Kemenangan akhirnya kembali pada UU No. 5 Tahun 1999 dan pihak Telkom bersedia untuk membatalkan seluruh perjanjian kerja sama yang telah mereka buat dengan 130.000 penyelenggara wartel. Melalui surat No. TEL. 18/HK710/COP-D0032000/2007 Telkom menyampaikan permintaan waktu 6 (enam) bulan untuk mengamandemen seluruh perjanjian kerja sama tersebut dan KPPU telah membentuk tim untuk melakukan monitoring terhadap pelaksanaan putusan Telkom tersebut.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 87
Garuda Indonesia dengan persyaratan Abacus Connection. Abacus Connection adalah jaringan komputer yang berhubungan secara online dengan sistem reservasi maskapai penerbangan, yang dikenal dengan istilah Computerized Reservation System atau CRS. Beberapa CRS yang ada antara lain : sistem Sabre, sistem Galileo, sistem Amadeus, sistem Worldspan, dan sistem Abacus. Bagi maskapai penerbangan, bekerja sama dengan lebih dari satu CRS yang bukan hal yang merugikan karena biaya hanya timbul berdasarkan transaksi. Namun Garuda Indonesia memilih untuk mendirikan perusahaan distributor sistem Abacus yaitu PT. Abacus Indonesia yang mulai beroperasi sekitar tahun 1995 dan pada masanya merupakan satu-satunya penyedia CRS di Indonesia. Memasuki periode 1998, pesaing sistem Abacus memasuki pasaran Indonesia yaitu sistem Galileo. Garuda Indonesia segera menyusun langkah-langkah proteksi bagi anak perusahaannya, PT. Abacus Indonesia. Proteksi tersebut berupa kebijakan yang menyebabkan biro perjalanan wisata hanya bisa memakai sistem Galileo untuk pemesanan segmen internasional, sementara untuk segmen domestik harus melalui Abacus Connection. Garuda Indonesia kemudian mengembangkan kebijakan untuk membangun sistem dual access yang menyertakan sistem ARGA (Automated Reservation of Garuda Airways). Sistem tersebut pada awalnya ditempatkan di terminal ARGA pada setiap biro perjalanan wisata. Setelah itu seluruh terminal ARGA di biro perjalanan wisata ditarik dan diganti oleh sistem dual access yang menyertakan sistem ARGA ke dalam terminal Abacus. Dengan kebijakan tersebut, Garuda Indonesia memastikan bahwa pemesanan tiket penerbangan domestik, internasional, dan penerbangan campuran (mixed flight) domestik-internasional melalui sistem Abacus dan sistem ARGA- yang sudah dimasukkan ke terminal Abacus melalui sistem dual access. Tak pelak lagi, kebijakan tersebut memberikan kontrol penuh terhadap pemesanan tiket Garuda Indonesia karena seluruh proses pemesanan harus melalui sistem Abacus. Perilaku Garuda Indonesia tersebut dilaporkan kepada KPPU pada tanggal 9 Oktober 2002 dan setelah pemeriksaan menyeluruh melalui Sidang Majelis KPPU, tanggal 30 Juli 2003 KPPU memutuskan bahwa Garuda Indonesia terbukti bersalah melanggar Pasal 14 mengenai Integrasi Vertikal, Pasal 15 ayat (2) mengenai Exclusive Dealing, dan Pasal 26 mengenai Jabatan Rangkap dari UU No. 5 Tahun 1999. Atas pelanggaran tersebut KPPU memerintahkan Garuda Indonesia untuk menghentikan integrasi vertikal berupa pembatalan perjanjian eksklusif dual access dengan PT. Abacus Indonesia, mencabut persyaratan Abacus connection dalam penunjukan keagenan pasasi dalam negeri, dan menghukum Garuda Indonesia untuk membayar denda administratif sebesar Rp. 1.000.000.000 (satu milyar Rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara. Empat belas hari setelah petikan Putusan tersebut diterima, Garuda Indonesia mengajukan banding ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan mengemukakan beberapa keberatan yaitu:
1. KPPU salah menuliskan nama dan alamat garuda Indonesia dengan ”PT. (Persero) Perusahaan Penerbangan Garuda Indonesia beralamat di Jalan Medan Merdeka Timur No.13, Jakarta Pusat”, yang seharusnya adalah ”Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perusahaan Penerbangan Garuda Indonesia dengan alamat Jl. Medan Merdeka Selatan No.13, Jakarta Pusat”.
2. Proses pemeriksaan dan pengambilan keputusan KPPU melanggar ketentuan-ketentuan jangka waktu UU No.5 Tahun 1999.
3. Proses pemeriksaan dan pengambilan putusan KPPU melanggar ketentuan cara pemeriksaan oleh Majelis Komisi menurut UU No.5 Tahun 1999.
4. Pertimbangan hukum KPPU didasarkan pada pemeriksaan yang dilakukan atas dokumen-dokumen yang secara hukum tidak seharusnya diterima oleh KPPU.
Keberatan yang diajukan Garuda Indonesia tersebut disahkan oleh Pengadilan negeri Jakarta Pusat pada tanggal 16 Oktober 2003 sehingga membatalkan Putusan KPPU sebelumnya. Tidak surut langkah, KPPU mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan memperoleh kemenangan terhadap perkara tersebut pada tanggal 5 September 2005. Sejak hasil kasasi diputuskan, KPPU mengirimkan surat peringatan pelaksanaan sanksi kepada Garuda Indonesia secara kontinyu. Hingga pada 23 Juli 2007, Garuda Indonesia menyatakan sanggup untuk memenuhi semua sanksi yang dikenakan KPPU terhadap mereka dan membayar denda sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar Rupiah) ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 88
PERAN REGULATORY REFORM DALAM
TINJAUAN HUKUM ATAS SANKSI DENDA KPPU Pasal 47 ayat (2) huruf g UU No 5 Tahun 1999 memberikan kewenangan kepada KPPU untuk menjatuhkan sanksi tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam UU No 5 Tahun 1999 tersebut. Berapa besarnya denda, bagaimana tata cara penghitungan denda, dan ketentuan mana saja dalam UU No 5 Tahun 1999 yang dapat dikenakan denda tidak dijelaskan dalam undang-undang tersebut. Pasal 47 ayat (2) huruf g hanya memberikan batasan denda serendah-rendahnya 1 miliar rupiah dan setinggi-tingginya 25 milar rupiah. KPPU sudah berkali-kali mengeluarkan putusan dengan sanksi pembayaran denda yang bervariasi kepada pelaku usaha yang terbukti telah melakukan pelanggaran UU No 5 Tahun 1999. Banyak pihak yang kemudian mempertanyakan justifikasi yuridis atas pengenaan denda yang ditetapkan oleh KPPU dan dasar perhitungan yang dilakukan oleh KPPU dalam menetapkan besaran suatu denda. Sebelum dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, pertama-tama harus dipahami dulu filosofis dari eksistensi denda dalam wacana hukum. Denda merupakan salah satu bentuk penghukuman terhadap pelanggaran hukum publik di samping bentuk penghukuman lain misalnya hukuman penjara. Pada awalnya, filosofi penghukuman dimaksudkan untuk menistakan pelaku pelanggaran atau kejahatan tersebut. Guna menjaga rasa keadilan publik maka pelaku pelanggaran atau kejahatan harus dihukum setimpal dengan perbuatannya. Berkembangnya filsafat utilitarianisme yang memandang segala sesuatu harus mencerminkan utilitasnya tak pelak juga mempengaruhi landasan berpikir para yuris mengenai hukum. Para utilitarianis memandang hukum sebagai alat untuk mencapai kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi orang sebanyak-banyaknya (greatest happines for greatest number). Dalam ranah hukum publik, penghukuman dipandang tidak lagi semata-mata sebagai penistaan, tetapi lebih jauh lagi harus juga berfungsi sebagai efek penjeraan (deterence effect). Untuk mencapai tujuan itu, kalau perlu penghukuman dipertontonkan kepada publik agar pelanggaran atau kejahatan yang sama tidak terulang kembali di kemudian hari oleh orang lain. Memori kolektif publik dibentuk melalui suatu pernyataan yang samar: jika Anda melakukan hal yang sama, maka Anda akan menerima sanksi yang serupa. Sehingga dengan demikian, diharapkan setelah dilakukan suatu penghukuman, pelanggaran atau kejahatan yang sama dapat dicegah. Dalam konteks itulah KPPU menjatuhkan sanksi berupa denda kepada pelaku usaha. Hukum persaingan, dalam hal ini, UU No 5 Tahun 1999, merupakan bagian dari hukum publik, yaitu hukum yang berfungsi untuk melindungi kepentingan publik. Pelanggaran terhadap hukum tersebut berarti mencederai rasa keadilan publik dan terganggunya kepentingan publik. Oleh karena itu KPPU mejatuhkan sanksi berupa denda tidak semata-mata untuk memberikan hukuman kepada pelaku usaha, tetapi juga sebagai upaya menciptakan deterence effect agar kepentingan publik berupa persaingan sehat senantiasa terjaga. Kapan KPPU menjatuhkan sanksi denda dan berapa besarnya denda sepenuhnya menjadi diskresi dari KPPU, khususnya Majelis Komisi, yang menangani perkara bersangkutan. Dalam era transparansi dewasa ini, tata cara Majelis Komisi dalam menentukan besaran denda menjadi tuntutan dari sebagian pelaku usaha. Upaya untuk mentransparansikan tata cara perhitungan denda telah dilakukan oleh KPPU dalam berbagai putusan, namun hingga saat ini belum dilembagakan ke dalam suatu ketentuan formal KPPU. Untuk menjamin transparansi pengenaan denda KPPU ke depannya, saat ini tengah disusun rumusan ketentuan formal mengenai tata cara perhitungan denda untuk pelaku usaha yang terbukti melanggar UU No 5 Tahun 1999. Yang perlu untuk digarisbawahi adalah, pengenaan denda oleh KPPU bertujuan untuk mencegah berulangnya pelanggaran yang sama di kemudian hari. Denda diharapkan menjadi insentif bagi pelaku usaha dalam melakukan kegiatan bisnisnya agar senantiasa mematuhi ketentuan-ketentuan dalam UU No 5 Tahun 1999. Sebagian pihak merasa batasan denda maksimal sebesar 25 miliar rupiah tidak efektif untuk menimbulkan deterence effect kepada pelaku usaha lain dalam suatu industri yang memiliki volume bisnis ratusan miliar hingga puluhan triliun rupiah. Di Amerika Serikat, misalnya, pelanggaran anti-trust law dapat berakibat pada treble damages, yaitu pembayaran ganti rugi tiga kali lipat dari kerugian yang ditimbulkan. Di Uni Eropa, sanksi atas pelanggaran hukum persaingan dapat mencapai hingga 10% revenue dari pelaku usaha yang bersangkutan. Bisa jadi keraguan tersebut ada benarnya, namun mengubah ketentuan batasan denda maksimal berarti harus mengamandemen UU No 5 Tahun 1999 yang memakan proses relatif lama. Yang terpenting bagi KPPU saat ini adalah mensosialisasikan dengan baik putusan-putusan yang telah dikeluarkannya berikut denda-denda yang telah dijatuhkan atas pelanggaran-pelanggaran terhadap UU No 5 Tahun 1999, sehingga deterence effect yang diharapkan dapat tercapai secara efektif.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 89
SOSIALISASI REFORMASI REGULASI
Salah satu tugas utama dalam pengembangan kerjasama kelembagaan adalah
membuka dan menjalin hubungan baik dengan lembaga domestik dan internasional.
Hubungan tersebut dapat berupa kerjasama resmi melalui nota kesepahaman atau
perjanjian, dan dapat berupa kegiatan bersama seperti seminar dan lokakarya.
Kerjasama dengan lembaga tersebut menjadi penting apabila dikaitkan dengan
reformai regulasi, karena kita menyadari bahwa kebijakan persaingan tidak dapat
berdiri sendiri dan harus dibentuk bersama elemen pemerintahan yang lain agar
dapat berjalan seiring menuju satu tujuan yang sama, yaitu kesejahteraan rakyat.
Dengan ketergantungan tersebut, fungsi kerjasama kelembagaan menjadi penting.
Selama tahun 2007, KPPU telah melakukan beberapa target penting untuk
perwujudan reformasi regulasi, yaitu pengadopsian integrated checklist on regulatory
reform, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, berbagi ilmu tentang hukum
dan kebijakan persaingan usaha pada forum internasional, pelaksanaan negosiasi
tentang kebijakan persaingan di tingkat internasional, dan peningkatan peranan
KPPU sebagai regular observer pada OECD.
Pengadopsian Integrated Checklist on Regulatory Reform merupakan suatu
pedoman bagi ekonomi untuk melakukan reformasi regulasi. Dengan checklist
tersebut, ekonomi akan memperoleh best practice atau model terbaik dalam
melakukan perubahan kebijakannya. Indonesia hingga saat ini belum menerapkan
checklist tersebut secara penuh, namun secara parsial beberapa instansi telah
menerapkannya pada beberapa kebijakan spesifik. Dalam mendorong proses
B A B
4
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 90
reformasi regulasi tersebut, pada awal tahun 2007 KPPU telah menyampaikan
keinginannya untuk mengadakan seminar APEC tentang penerapan integrated
checklist pada APEC CPDG Meeting yang diselenggarakan pada 23-24 Januari
2007 di Canberra, Australia. Pada pertemuan tersebut, KPPU menyampaikan
beberapa tujuan seminar dan penjelasan tentang teknis pelaksanaan seminar
tersebut.
Seminar tersebut dinamakan APEC Seminar on Utilizing the “APEC-OECD
Integrated Checklist on Regulatory Reform” in the Competition Policy and
Deregulation Aspects yang dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 13-15 Juni 2007.
Dalam pelaksanaannya, seminar dihadiri oleh 98 peserta dari 16 ekonomi, lima
diantaranya merupakan perwakilan ekonomi di Jakarta. Selain itu, dua peserta dari
Sekretariat OECD juga hadir. Seminar tersebut menghasilkan beberapa
rekomendasi yang menciptakan arah yang jelas bagi reformasi regulasi. Salah satu
rekomendasi penting yang dihasilkan adalah adanya kesepakatan para ekonomi
untuk menemukan cara terbaik (berdasarkan pengalamannya) dalam mengadopsi
competition assessment, reformasi regulasi, dan kebijakan persaingan. Untuk itu
mereka juga menekankan pentingnya dialog yang kontinyu dan bantuan teknis
dalam penerapan integrated checklist. Hal penting lain yang perlu ditindaklanjuti
Indonesia maupun ekonomi lainnya adalah adanya pertimbangan untuk
mengembangkan intitusi untuk menciptakan kepemimpinan dan koordinasi yang
efektif antar pemerintah dalam mewujudkan reformasi regulasi.
Berbagai kesimpulan dan rekomendasi pelaksanaan seminar tersebut telah
dilaporkan KPPU dan dibahas oleh ekonomi APEC pada APEC Policy Dialogue:
Seminar on the Role of Competition Policy in Structural Reform dan pertemuan
kedua APEC Economic Committee II yang dilaksanakan pada akhir bulan Juni 2007.
Peranan KPPU dalam APEC untuk Mendorong Regulatory Reform
Terdapat hal yang perlu mendapat perhatian penting bagi KPPU dan perkembangan
penerapan hukum dan kebijakan persaingan di tingkat ekonomi APEC, serta
pemenuhan upaya pencapaian regulatory reform di tingkat nasional. Perhatian
tersebut diperoleh dari berhasilnya KPPU dalam meloloskan proposal proyek
tentang penyelenggaraan seminar APEC tentang pemanfaatan APEC-OECD
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 91
Integrated Checklist terkait hubungan antara kebijakan persaingan dan regulator
sektoral. Dengan keberhasilan tersebut, KPPU kembali mendapat kehormatan
sebagai tuan rumah dalam seminar internasional tersebut. Keputusan tersebut
diperoleh setelah KPPU memperjuangkan proposalnya pada APEC Budget and
Management Committee Meeting yang diselenggarakan di Singapura pada awal
Agustus 2007. Seiring dengan persetujuan tersebut, KPPU juga mendapat
kehormatan sebagai tuan rumah penyelenggaraan The Forth APEC Training in
Competition Policy sesuai usulan Japan Fair Trade Commission (JFTC). Dengan
demikian dapat dipastikan bahwa pada tahun 2008, KPPU akan mendapatkan
kehormatan sebagai tuan rumah dua kegiatan internasional ekonomi APEC.
Lebih lanjut sebagai anggota ekonomi APEC, khususnya sub fora APEC CPDG,
KPPU secara aktif telah berpartisipasi dalam proses penyusunan APEC Individual
Action Plan 2007 (Rencana Aksi Individu 2007) di bawah koordinasi Kantor
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Rencana aksi individu tersebut
merupakan gabungan berbagai isu (chapter) yang terkait dengan kebijakan ekonomi
di suatu negara, antara lain tarif dan non tarif, jasa, investasi, standarisasi, bea
cukai, pengadaan pemerintah, hak kekayaan intelektual, dan kebijakan persaingan.
Dalam konteks tersebut, KPPU bertanggung jawab atas chapter competition policy.
Dalam rencana aksi individu tersebut, KPPU melaporkan berbagai perkembangan
kebijakan persaingan di Indonesia dari berbagai aspek, antara lain general policy
framework, reviews of competition policies, competition institution, measures,
cooperation arrangement, activities with other APEC economies and international
organization, dan collective action.
Selain berpartisipasi dalam penyusunan APEC Individual Action Plan 2007, KPPU
juga turut serta dalam penyusunan APEC Economic Policy Report 2008 (AEPR
2008). AEPR 2008 merupakan laporan yang berisikan perkembangan kebijakan
ekonomi di seluruh ekonomi APEC. Untuk AEPR 2007, APEC telah mengesahkan
topik Public Sector Governance dimana Indonesia menyampaikan kontribusi dalam
Individual Economic Policy Report. Khusus untuk penyusunan AEPR 2008, telah
disepakati Competition Policy sebagai topik laporan, sehingga KPPU dipercaya oleh
Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI untuk mempersiapkan
laporan tersebut. Laporan tersebut terdiri dari tiga chapter yaitu:
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 92
a. Chapter 1 tentang The Role of Competition Policy in Structural Reform and
Creating Competition Culture. Chapter ini akan terdiri dari beberapa sub-chapter
yaitu perkembangan APEC, Economic Committee, serta LAISR; perbedaan
persaingan dan kebijakan persaingan; dan perkembangan bidang persaingan
usaha di ekonomi APEC. Chapter ini dipersiapkan oleh Jepang dengan dapat
memperoleh masukan dari Australia dan Indonesia;
b. Chapter 2 tentang Competition Policy at Different Stages for Development:
Lesson from APEC. Chapter ini dipersiapkan oleh Peru selaku tuan rumah APEC
2008; dan
c. Chapter 3 tentang Individual Economy Report on Competition Policy.
Indonesia (KPPU) merupakan salah satu co-sponsor AEPR 2008 tersebut. Selaku
co-sponsor, KPPU diharapkan dapat berpartisipasi dalam penyusunan Chapter 1
dalam laporan tersebut. Selaku anggota APEC, Indonesia juga diminta berpartisipasi
dalam menyiapkan Individual Economic Policy Report yang merupakan bagian dari
Chapter 3. Oleh karena topik tahun tersebut adalah competition policy, maka KPPU
diminta untuk mempersiapkan laporan individual tersebut berdasarkan format
(template) yang telah disepakati.
Peranan KPPU dalam Pembentukan Wadah Diskusi Hukum dan Kebijakan Persaingan Tingkat ASEAN
Dalam perwujudan peranan tersebut, KPPU selalu aktif dalam berkontribusi pada
seri pertemuan tahunan ASEAN Consultative Forum for Competition (ACFC) dan
konferensi internasional ACFC yang diselenggarakan di Vietnam pada bulan
Agustus dan Oktober 2007. Dalam konferensi tersebut dibahas berbagai hal, yaitu
tentang forum regional dalam mengembangkan hukum persaingan, saran
pengembangan kerjasama regional, identifikasi elemen bagi kerjasama regional
yang efektif, dan kebutuhan atas kerjasama yang efektif antar anggota ASEAN.
Dalam konferensi tersebut, KPPU mendapatkan kepercayaan untuk menyampaikan
perkembangan terakhir dalam institusi dan hukum persaingan usaha di tingkat
ASEAN. Lebih lanjut dalam pertemuan tahunan perkumpulan institusi terkait hukum
dan kebijakan persaingan tingkat ASEAN tersebut juga dibahas 2 (dua) proposal
pengembangan implementasi hukum dan kebijakan persaingan di tingkat regional.
Proposal pertama datang dari Indonesia yang mengusulkan pembentukan ASEAN
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 93
Competition Institute (ACI) sebagai organisasi independen yang non-profit yang
ditujukan untuk membantu negara ASEAN dalam mengembangkan hukum
persaingan dan mendukung tugas ACFC dan AEGC nantinya. Selain ACI,
pertemuan juga membahas usulan pembentukan ASEAN Expert Group on
Competition (AEGC) dari Vietnam dan Singapura. Berdasarkan keterangan
disampaikan, KPPU menyatakan dukungannya atas keberadaan AEGC karena
keberadaan organisasi tersebut merupakan salah satu cara terbaik dalam mencapai
visi ASEAN Economic Community pada tahun 2015. Namun demikian, KPPU juga
berpandangan bahwa keberadaan ACFC tetap dipertahankan walaupun AEGC telah
dibentuk. Dalam rangka melanjutkan program ACFC, diputuskan untuk periode
2007-2008 ACFC akan dipimpin oleh Singapura (CCS) selaku Ketua dan Malaysia
(Ministry of National Planning and Economic Development) selaku Wakil Ketua.
Jabatan tersebut secara efektif berlaku pertanggal 1 Oktober 2007.
Melanjutkan agenda tersebut, pada 25 Oktober 2007 KPPU juga berkontribusi dalam
ACFC Top Level Official Meeting guna membahas persiapan pembentukan ASEAN
Expert Group on Competition (AEGC) dan serah terima posisi Ketua ACFC dari
Vietnam kepada Singapura. Sebagaimana hasil the 39th ASEAN Economic Minister
(AEM) Meeting yang dilaksanakan di Makati City, Philippines pada tanggal 24
Agustus 2007, Senior Economic Official Meeting (SEOM) telah setuju untuk
merekomendasikan kepada AEM tentang pembentukan AEGC untuk dapat berada
di bawah SEOM. Pertemuan ACFC ini ditujukan untuk membahas hal teknis yang
dijelaskan dalam kerangka acuan kerja organisasi tersebut. Hingga saat ini, peranan
KPPU dalam pembentukan AEGC tersebut masih intensif dilakukan.
Peranan KPPU dalam Peningkatan Kerjasama Antar Lembaga Persaingan
Selain berperan aktif pada forum internasional dan regional, KPPU terus berupaya
dalam menjaga dan meningkatkan harmonisasi antar lembaga internasional yang
selama ini terjalin dengan baik. Hal tersebut diwujudkan dengan memfasilitasi
berbagai survey yang disampaikan oleh berbagai lembaga dan organisasi
persaingan usaha tingkat internasional. Salah satu diantaranya adalah pertanyaan
(kuesioner) yang disampaikan Office of Commercial Affairs, Royal Thai Embassy di
Jakarta. Kuesioner tersebut disampaikan terkait dengan upaya Department of
Internal Trade, Ministry of Commerce Thailand, yang tengah dalam proses
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 94
penyusunan Competition Policy Framework. Dalam hubungan tersebut, Kementerian
meminta KPPU dalam menyampaikan berbagai informasi terkait penerapan
kebijakan dan hukum persaingan di Indonesia, antara lain mengenai kerangka
kebijakan persaingan; hubungan antara kebijakan persaingan dengan kebijakan lain;
cara efektif dalam menerapkan hukum persaingan; aplikasi hukum dan kebijakan
persaingan dalam sektor pertanian, industri, dan jasa; serta berbagai bentuk
integrasi vertikal di Indonesia.
Selanjutnya dalam lingkup kerjasama KPPU dengan Japan Fair Trade Commission
(JFTC), dengan didukung oleh The Association for Overseas Technical Scholarship
(AOTS), sub-direktorat pada bulan Oktober memfasilitasi adanya suatu pelatihan
bagi para akademisi atau peneliti di bidang persaingan usaha mengenai hukum dan
kebijakan persaingan usaha di Jepang. Kegiatan tersebut akan dilaksanakan selama
seminggu pada bulan Februari 2008 di Tokyo, Jepang dan akan membahas
beberapa substansi, antara lain Japan’s Antimonopoly Act, perkembangan terakhir
hukum dan kebijakan persaingan di tiap negara, dan diskusi panel mengenai
beberapa isu persaingan. KPPU menyadari bahwa media tersebut merupakan hal
yang penting dalam membangun dan meningkatkan peran serta akademisi dalam
mengembangkan kebijakan persaingan usaha, baik di tingkat nasional maupun
international (dalam hal ini wilayah Asia Timur).
Dalam lingkup kerjasama KPPU dengan GTZ-ICL, KPPU telah memfasilitasi
penyelenggaraan kegiatan pelatihan tentang hukum persaingan tingkat lanjutan bagi
Hakim Pengadilan Negeri di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Kegiatan
tersebut direncanakan membahas mengenai penanganan kasus tender di KPPU dan
dilaksanakan pada tanggal 14-15 November 2007 di Yogyakarta. Mengikuti kegiatan
pelatihan tersebut, KPPU dan GTZ-ICL juga memfasilitasi kunjungan Prof. J.
Bornkamm, Hakim Agung Jerman, ke Indonesia. Kunjungan yang dilaksanakan pada
19-23 November 2007 tersebut, akan membahas beberapa isu, antara lain proses
penanganan keberatan putusan persaingan usaha di Indonesia. Selain dengan
KPPU, Prof. J. Bornkamm juga akan melakukan pertemuan dan diskusi dengan
Mahkamah Agung dan para stakeholder.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 95
APEC Seminar on Utilizing
the “APEC – OECD Integrated Checklist on Regulatory Reform” in the Competition Policy and Deregulation Aspects
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bekerja sama dengan Sekretariat APEC mengundang anggota APEC untuk berpartisipasi dalam “APEC–OECD Integrated Checklist on Regulatory Reform” yang diselenggarakan pada tanggal 13–15 Juni 2007 di Jakarta. Sesi–sesi yang disusun dalam seminar didahului dengan pembukaan dari Mr. Toshiyuki Nanbu (Convenor of CPDG), Bapak Budiono (Menteri Koordinator Bidang Perekonomian), dan Bapak Mohammad Iqbal (Ketua KPPU). Selanjutnya, keynote speech disampaikan masing – masing oleh Professor Tetsuzo Yamamoto (Graduate School of Commerce, Waseda University) dan Mr. Sean Ennis (Competition Division, OECD Secretariat) Seminar yang ditujukan untuk meningkatkan pemahaman mengenai APEC–OECD Checklist (checklist) sebagai sebuah alat self–assesment yang efektif, diselenggarakan sebagai ajang tukar informasi dan pengalaman dalam penerapan checklist serta dampaknya pada proses Regulatory Reform. Hasil seminar ini menjadi rekomendasi mengenai kemungkinan tindakan nyata untuk memanfaatkan checklist dalam harmonisasi kebijakan antara badan regulator dan lembaga persaingan. Pada prinsipnya, reformasi regulasi didefinisikan sebagai perubahan–perubahan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas regulasi dalam rangka perbaikan kinerja ekonomi, efektifitas biaya serta administrasi pemerintahan. Bentuk reformasi dapat berupa revisi dan penataan ulang kerangka regulasi serta perbaikan proses yang mempertimbangkan 3 (tiga) kunci penggerak utama dalam reformasi regulasi yaitu kebijakan regulasi, kebijakan persaingan, dan kebijakan keterbukaan pasar. Mencermati bahwa hasil dari seminar tersebut menjadi awal dari peningkatan pemahaman terhadap dua substansi utama, yaitu reformasi regulasi serta hukum dan kebijakan persaingan, maka pembahasan dibagi dua grup yang berbeda yaitu grup diskusi pertama mengenai Regulatory Reform, dan grup diskusi kedua mengenai Competition Policy and Law. Hasil diskusi dapat merefleksikan rekomendasi dan tanggapan positif terhadap pemberlakuan kebijakan persaingan baik di negara yang telah mengadopsi hukum persaingan maupun yang belum. Rekomendasi yang diperoleh pada sesi terakhir seminar diharapkan dapat menjadi masukan bagi lembaga–lembaga pengawas persaingan dan institusi terkait untuk menyusun implementasi kebijakan persaingan yang berkelanjutan dengan pendekatan bertahap yang juga sejalan dengan kebijakan anggota APEC. Jika hal itu terwujud, maka kontribusinya bagi anggota-anggota APEC akan sangat besar khususnya dalam sistem hukum persaingan. Akhirnya, walaupun antara satu anggota APEC dengan yang lain, pendekatan terhadap kebijakan dan hukum persaingan ditemukan perbedaan tetapi penjabaran masing–masing agenda dari setiap anggota APEC akan sangat berguna untuk mendukung keberadaan hukum persaingan. Dengan demikian setiap negara dapat mengikutsertakan kebijakan dan hukum persaingan bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Keterbatasan sumber daya manusia untuk membangun sektor ekonomi dalam kaitannya dengan isu persaingan diharapkan tidak membatasi kepentingan untuk mengadopsi dan mengimplementasi hukum persaingan. Seminar tersebut dihadiri oleh sekitar 60 perserta, baik dari dalam dan luar negeri, khususnya anggota APEC. Diharapkan seminar tersebut akan menghasilkan masukan dan rekomendasi yang bermanfaat.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 96
4 . 1 . P E N I N G K A T A N K A P A S I T A S S U M B E R D A Y A
M A N U S I A
Sumber daya manusia merupakan aset yang harus dijaga, dipertahankan, dan
ditingkatkan nilainya. Hal tersebut juga berlaku bagi KPPU, terlebih dengan karakter
fungsi KPPU yang sangat spesifik, yaitu penegakan hukum persaingan dan
pemberian advokasi kepada pemerintah dan publik. Dalam meningkatkan kapasitas
tersebut, KPPU telah memfasilitasi beberapa pelatihan (workshop) di tingkat
domestik dan internasional bagi sumber daya manusia KPPU.
OECD-Korea Regional Center for Competition (OECD-RCC) merupakan salah satu
bagian dari OECD yang memfasilitasi pelatihan dalam penegakan hukum
persaingan bagi pegawai pemerintah di Asia. Dalam pelatihan tersebut, beberapa
materi tingkat lanjut disampaikan dan dibahas oleh ahli dalam hukum persaingan
usaha yang didatangkan dari kantor pusat OECD di Paris. KPPU sendiri telah aktif
dilibatkan dan bertukar pengalaman dalam pelatihan tersebut sejak pendirian OECD-
RCC, yaitu pada akhir tahun 2004. Pada semester pertama 2007, telah
diselenggarakan 3 (tiga) pelatihan (workshop) yang dilaksanakan di Seoul, Korea
Selatan. Berbagai teori dan praktek tentang definisi pasar, mengukur kekuatan
pasar, merjer, penyalahgunaan posisi dominan, pelaksanaan dan sanksi, serta
penetapan harga dibahas dalam workshop tersebut.
Dalam kerjasamanya dengan Japan Fair Trade Commission (JFTC), KPPU dengan
difasilitasi oleh Japan International Cooperation Agency (JICA) telah mengirimkan 10
(sepuluh) staf sekretariatnya untuk mengikuti country focused training yang
dilaksanakan di Nagoya dan Tokyo selama 3 (tiga) minggu pada bulan Februari-
Maret 2007. Pelatihan yang sangat komprehensif tersebut difokuskan kepada
praktek-praktek penegakan hukum dan kebijakan persaingan di Jepang dan
sekaligus berbagai pengenalan dan pembahasan tentang internal JFC. Selain bagi
Staf Sekretariat KPPU, JICA dan JFTC juga memfasilitasi studi banding bagi 13 (tiga
belas) Anggota KPPU di kota Osaka dan Tokyo selama 2 (dua) minggu pada bulan
Maret 2007.
Dalam konteks keanggotaan ASEAN Consultative Forum for Competition (ACFC),
KPPU juga diberikan kesempatan untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan pelatihan
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 97
yang diselenggarakan ACFC, yaitu Advanced Workshop on “Investigating Abuse of
Dominance Cases” yang dilaksanakan di Hanoi pada bulan Maret 2007.
Untuk meningkatkan kualitas saran dan pertimbangan, KPPU juga telah
mengirimkan staf sekretariatnya untuk belajar mengenai teori dan metode analisa
ekonomi dalam penilaian permasalahan kebijakan persaingan melalui keikutsertaan
pada Research Symposium on Political Economy Constraints in Regulatory
Regimesin Developing Countries yang diadakan oleh Consumer Unity and Trust
Society (CUTS), suatu organisasi nirlaba yang bergerak dalam bidang perlindungan
konsumen, pada bulan Maret 2007 di New Delhi, India.
Pada semester pertama tahun 2007, KPPU telah mengangkat 77 orang staf baru
yang berasal dari berbagai latar belakang pengetahuan, seperti hukum, ekonomi,
teknik, dan sebagainya. Dengan bertambahnya kekuatan KPPU tersebut, maka
adalah suatu kewajiban bagi instansi untuk berupaya meningkatkan nilainya melalui
berbagai pelatihan. Pada semester pertama 2007, KPPU bekerjasama dengan
UNCTAD dan GTZ telah melaksanakan Roundtable Discussion on Competition Law
and Policy dan Workshop on Competition Law and Policy bagi staf baru, direksi,
serta Anggota Komisi. Kegiatan tersebut telah memberikan pengetahuan dasar bagi
staf baru KPPU dalam melaksanakan tugasnya, serta telah mengangkat suatu
kesadaran akan pentingnya reformasi regulasi dalam bidang telekomunikasi dan
metode penanganan keberatan atas putusan KPPU. Direncanakan kedua
permasalahan tersebut akan dibahas lebih lanjut pada pertemuan KPPU dengan
UNCTAD berikutnya. Selain itu, kegiatan tersebut juga telah menghasilkan suatu
kerjasama bilateral antara KPPU dan UNCTAD untuk periode 2 (dua) tahun
kedepan. Dalam kerjasama tersebut, KPPU diminta secara khusus untuk menjadi
pusat pengembangan hukum dan kebijakan persaingan untuk wilayah Asia
Tenggara. Dalam mewujudkan hal tersebut, UNCTAD akan memfasilitasi
pelaksanaan penerjemahan modul pelatihan UNCTAD ke dalam bahasa Indonesia
dan pelaksanaan training for trainer (ToT) bagi internal dan eksternal KPPU,
sekaligus fasilitasi pelaksanaan workshop dalam industri telekomunikasi,
infrastruktur dan fasilitas esensial lain, serta potensi penerapan class action dalam
penegakan hukum persaingan usaha di Indonesia.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 98
Sebagai wujud peran serta dalam pengembangan sumber daya manusia KPPU,
KPPU telah memfasilitasi staf dalam mengikuti 2 (dua) pelatihan internasional
selama bulan Agustus. Pelatihan tersebut meliputi the 3rd APEC Training Course on
Competition Policy for APEC Economies yang diselenggarakan di Singapura dan
Specific Training Program oleh Taiwan Fair Trade Commission yang
diselenggarakan di Taiwan. Pelatihan pertama merupakan bagian dari seri pelatihan
dalam bidang kebijakan persaingan selama periode lima tahun, yaitu dari tahun
2005-2009. Dua pelatihan sebelumnya telah dilaksanakan di Filipina dan Thailand
dan secara umum berfokus kepada implementasi kebijakan persaingan dalam
anggota APEC. Khusus pada pelatihan ketiga tersebut, materi akan difokuskan
kepada dua topik, yaitu Kebijakan Persaingan dan Usaha Kecil dan Menengah; dan
Implementasi Hukum dan Kebijakan Persaingan yang Efektif. Sedangkan pelatihan
oleh TFTC merupakan program pelatihan yang tailor-made berdasarkan kebutuhan
dan usulan yang disampaikan oleh KPPU.
Perumusan peraturan tentang merjer dan akuisisi sebagai tindaklanjut amanat pasal
28 dan 29 UU No. 5/1999 telah dilaksanakan dan disampaikan KPPU kepada
instansi pemerintah terkait untuk disahkan. Hingga saat ini proses pembahasan
tersebut masih berlangsung. Dalam upaya mendukung kesiapan KPPU dalam
pelaksanaan aturan merjer dan akuisisi tersebut, KPPU telah memfasilitasi
partisipasi sumber daya KPPU dalam mengikuti The Joint Seminar by The Chinese
Taipei Fair Trade Commission (CTFTC) and the OECD on “Merger Control Issues in
Developing and Transition Economies” yang dilaksanakan di Kuala Lumpur,
Malaysia pada tanggal 11-12 September 2007. Dalam seminar gabungan tersebut
dibahas berbagai topik penting, yaitu pentingnya pengaturan tentang merjer,
permasalahan pasar produk dan pasar geografis, pentingnya notifikasi sebelum
merjer dan pemilihan standar penilaian, proses implementasi peningkatan efektifitas
notifikasi sebelum merjer, dan sanksi terkait aturan merjer.
Selain memfasilitasi konferensi tersebut, KPPU juga memfasilitasi proses
administrasi dan substansi atas kunjungan dinas Anggota KPPU ke berbagai
lembaga terkait persaingan usaha di Jerman pada tanggal 2-8 September 2007.
Dalam rangkaian kunjungan yang difasilitasi di bawah kerjasama KPPU dan GTZ
tersebut, Anggota KPPU telah berdiskusi dengan lembaga penegak hukum
persaingan, lembaga kebijakan persaingan, regulator sektoral, pengadilan,
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 99
kementerian ekonomi dan teknologi, anggota parlemen, akademisi, dan pengacara
di Jerman seputar persoalan persaingan usaha di kedua negara.
Dalam bulan Oktober, KPPU juga memfasilitasi partisipasi KPPU dalam dua
kegiatan pelatihan (yaitu pelatihan oleh OECD-RCC dan ACFC) dan dua pertemuan
tingkat tinggi (OECD dan ACFC). Pertama, sebagai bentuk perwujudan kerjasama
KPPU dengan OECD, KPPU untuk keempat kalinya dalam tahun ini kembali
menugaskan stafnya untuk mengikuti Workshop on Anticompetitive Unilateral
Conduct yang diselenggarakan di Seoul, 10-12 Oktober 2007. Dalam workshop yang
diselenggarakan secara rutin oleh OECD Korea Regional Center for Competition
(OECD-RCC) tersebut, pembahasan difokuskan kepada berbagai permasalahan
penyalahgunaan posisi dominan; khususnya exclusive dealing, bundling and tying,
fidelity rebates, refusals to deal, predation, dan permasalahan lainnya. Dalam
pelatihan tersebut, KPPU ditugaskan untuk menyampaikan dua kasus pada dua
sesi, yaitu sesi pembahasan bundling, tying dan fidelity rebates; dan sesi
pembahasan refusals to deal dan predatory pricing. Pelatihan kedua, merupakan
ASEAN Consultative Forum on Competition (ACFC) Training Course on Merger and
Acquisition yang diselenggarakan oleh ACFC bekerjasama dengan ASEAN
Secretariat dan US FTC. Pelatihan yang dilaksanakan di Hanoi, Vietnam, pada 22-
24 Oktober 2007 tersebut difokuskan untuk pemahaman peserta dari negara ASEAN
tentang teori dan praktek mengenai pengawasan dan penanganan kasus merjer dan
akuisisi.
Pada upaya pengembangan kerjasama kelembagaan, pada bulan Agustus KPPU
secara aktif berpartisipasi dalam forum APEC guna menunjang program pemerintah
khususnya untuk bidang kebijakan persaingan, yaitu dalam Economic Committee
dan subfora Competition Policy & Deregulation Group dan Committee on Trade
Investment. Pada forum APEC di Australia, KPPU telah mendapat persetujuan dua
proyek kegiatan untuk tahun 2008. Proyek pertama adalah seminar mengenai
sectoral regulator dengan tujuan untuk meningkatkan kerjasama antara lembaga
persaingan dengan badan pengatur sektoral, proyek yang kedua adalah pelatihan
untuk staf KPPU mengenai persaingan usaha.
Untuk meningkatkan kesadaran publik terhadap pentingnya peraturan merger, KPPU
menyelenggarakan Workshop On Merger Review di Jakarta pada tanggal 27-29
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 100
November 2007. Workshop tersebut terselenggara berkat kerjasama dengan
Organisation For Economic Co-Operation And Development (OECD) serta dihadiri
oleh beberapa pembicara, yaitu Arnold Celnicker dan Karin Lunning dari OECD, dan
Osamu Igarashi dari Japan Fair Trade Commision (JFTC). Workshop ditujukan untuk
melatih para staf KPPU agar lebih memahami dan lebih mahir dalam menangani
kasus merger dan akuisisi.
Materi yang disampaikan antara lain:
Overview of merger law and economics
Unilateral and coordinated effects, and entry
Market definition and concentration
Investigative tools & plan
Efficiencies, failing firm and other defenses
Merger regulation in Japan
How to conduct an interview
Dalam workshop tersebut, para peserta diminta melakukan simulasi investigasi
kasus merger yang pada akhirnya melahirkan kesimpulan mengenai product market,
geographical market, possible effect of merger (price setting, predatory pricing),
possible effect of entry to the market.
Selanjutnya, masih bekerjasama dengan Organisation For Economic Co-Operation
And Development (OECD), KPPU menyelenggarakan Workshop On Merger
Regulation di Jakarta, pada tanggal 30 November 2007. Pada kesempatan tersebut
KPPU mengundang wakil dari Departemen Perdagangan, Departemen
Perindustrian, Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia, Fakultas Hukum
Universitas Trisakti, dan instansi terkait lainnya. Para pembicara tidak hanya berasal
dari KPPU dan OECD, tapi juga dari Bank Indonesia serta Departemen Hukum dan
Hak Asasi Manusia. Pada workshop tersebut KPPU banyak memperoleh masukan
dari para pelaku usaha/stakeholder, yaitu mengenai:
1. Kesederhanaan peraturan dan sinkronisasi di antara peraturan-peraturan
yang sudah ada.
2. Acuan best practices dari negara-negara berkembang yang sesuai dengan
Indonesia.
3. Mempertimbangkan kembali besaran threshold karena dinilai terlalu kecil.
4. KPPU dapat menjaga sepenuhnya kerahasiaan data dan informasi yang
akan disampaikan dalam dokumen merger.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 101
5. KPPU mempertimbangkan juga dampak merger secara vertikal (tidak hanya
horisontal).
Sementara OECD memberi masukan kepada KPPU agar besaran threshold dalam
merger diatur di dalam Peraturan Komisi, tidak di dalam RPP, karena akan
memudahkan jika terjadi perubahan. OECD juga meminta KPPU meninjau kembali
pasal-pasal dalam draft RPP merger sehingga pelaksanaannya efektif dan konsisten
dengan UU No. 5/1999.
4 . 2 . S H A R I N G K N O W L E D G E P A D A F O R U M
I N T E R N A S I O N A L
KPPU menyadari bahwa untuk meningkatkan kesadaran dunia internasional
terhadap hukum dan kebijakan persaingan di Indonesia, partisipasi KPPU dalam
menyampaikan pengalaman dan bertukar ide dalam pengembangan hukum dan
kebijakan persaingan usaha di tingkat internasional sangat diperlukan. Salah
satunya adalah adalah Seminar Sharing Experiences in APEC Economies on
Strengthening the Economic Legal Infrastructure (dalam lingkup APEC-CPDG) dan
The 3rd Top Level Official’s Meeting on Competition Policy dan The 4th East Asia
Conference on Competition Law and Policy (dalam lingkup ACFC) yang
dilaksanakan di Ha Noi, Viet Nam. Dalam kedua kegiatan tersebut, KPPU diberikan
kesempatan untuk menyampaikan pandangannya tentang perkembangan
penegakan hukum dan kebijakan persaingan di Indnesia.
Dalam lingkup yang lebih luas, KPPU juga diberikan kesempatan untuk
menyampaikan pengalamannya tentang model bantuan teknis antara KPPU dan
JFTC pada kegiatan 6th Annual International Competition Network Meeting yang
diselenggarakan pada akhir Mei 2007 di Moscow, Russia.
Bulan Juli 2007 merupakan salah satu bulan yang signifikan bagi perkembangan
institusi dan kelembagaan KPPU baik secara internal maupun eksternal seiring
partisipasi KPPU dalam The 8th Session of the Intergovernmental Groups of Experts
on Competition Law and Policy yang diselenggarakan oleh United Nation for
Conference on Trade and Development (UNCTAD) di Jenewa pada tanggal 17-19
Juli 2007. Secara umum, sidang tersebut membahas beberapa agenda, yaitu
pembahasan persaingan usaha pada tingkat nasional dan internasional di bidang
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 102
energi, kebijakan persaingan usaha dan penggunaan Hak Kekayaan Intelektual,
kebijakan persaingan di West African Economic and Monetary Union (WAEMU) dan
kriteria evaluasi efektifitas lembaga persaingan usaha. Secara khusus pada
kesempatan tersebut, KPPU memperoleh kehormatan untuk memimpin sidang
sekaligus menyampaikan pengalamannya terkait dengan aplikasi Intellectual
Property Right pada hukum persaingan. Delegasi KPPU menyampaikan bahwa
dalam beberapa hal, Undang-undang HKI dan Hukum persaingan usaha mempunyai
kesamaan. Berkaitan dengan inovasi, Undang-Undang HKI melihat bahwa sebuah
inovasi patut untuk mendapatkan perlindungan karena menguntungkan konsumen
dan Kebijakan Persaingan Usaha menekankan pada penciptaan semangat
persaingan yang sehat sehingga mampu mendorong inovasi. Setiap inovasi yang
muncul akan mendorong pesaing memunculkan inovasi baru lainnya yang pada
gilirannya akan menguntungkan konsumen, akan tetapi dalam pelaksanaannya
dapat menimbulkan pertentangan antara hukum persaingan dengan HKI. KPPU
memandang bahwa beredarnya produk bajakan (no license) dari pemegang HKI
adalah bentuk persaingan yang tidak sehat. Selain itu KPPU menilai bahwa
penggunaan HKI dapat menyebabkan persaingan tidak sehat, misalnya pemegang
HKI yang menolak permintaan lisensi seseorang (refuse to license) tanpa alasan
yang sah.
Dalam kegiatan tersebut KPPU memperoleh beberapa saran, yaitu agar KPPU
secara aktif mengikuti konferensi semacam ini karena beberapa pertimbangan.
Pertama, forum ini adalah forum pembelajaran tentang hukum persaingan dari
berbagai negara. KPPU dapat mengambil pelajaran baik hal-hal yang positif maupun
kekurangan dari berbagai negara untuk penguatan hukum persaingan di Indonesia.
Dalam sidang-sidang UNCTAD delegasi Indonesia mendapatkan perhatian secara
khusus. Hal tersebut merupakan momentum yang tepat agar keberadaan Indonesia
khususnya KPPU diakui oleh dunia. Pada Sidang General Assembly V di Turki 2005
yang lalu delegasi Indonesia yang waktu itu dipimpin oleh Komisioner Syamsul
Maarif terpilih sebagai Vice President of the Conference. Dalam konferensi kali ini
delegasi Indonesia diwakili oleh M. Iqbal yang dipercaya sebagai Chairman of the
Conference. Delegasi lainnya yaitu Komisioner Syamsul Maarif dipercaya untuk
menjadi panelis di dua sesi yaitu Peer Review West Africa dan sesi HAKI. Ini adalah
suatu kepercayaan dari pihak UNCTAD kepada KPPU dan karena itu Indonesia
sebaiknya selalu aktif dalam forum-forum global seperti UNCTAD.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 103
Selanjutnya, KPPU berpartisipasi aktif dalam proses penyusunan APEC Individual
Action Plan 2007 (Rencana Aksi Individu 2007) yang merupakan gabungan berbagai
isu yang terkait dengan kebijakan ekonomi di suatu negara, antara lain tarif dan non
tarif, jasa, investasi, standarisasi, bea cukai, pengadaan pemerintah, hak kekayaan
intelektual, dan kebijakan persaingan.
Selain itu, KPPU juga turut serta dalam penyusunan APEC Economic Policy Report
2008 (AEPR 2008) yang berisi perkembangan kebijakan ekonomi di seluruh negara
anggota APEC, dimana telah disepakati Competition Policy sebagai topik laporan.
KPPU diharapkan dapat berpartisipasi dalam penyusunan Chapter 1 dalam laporan
tersebut, yang berisi tentang The Role of Competition Policy in Structural Reform
and Creating Competition Culture serta memaparkan perkembangan APEC,
Economic Committee, Leader’s Agenda to Implement Structural Reform (LAISR),
perbedaan persaingan dan kebijakan persaingan, dan perkembangan bidang
persaingan usaha di negara-negara anggota APEC.
Selaku anggota APEC, Indonesia juga diminta berpartisipasi dalam menyiapkan
Individual Economic Policy Report yang berisi tentang perkembangan kebijakan
persaingan dan penegakan hukum persaingan di Indonesia.
4 . 3 . P E L A K S A N A A N N E G O S I A S I T I N G K A T
I N T E R N A S I O N A L
Kebijakan persaingan merupakan isu yang tengah naik daun di tingkat internasional,
dimana beberapa negara (khususnya negara maju) baik melalui organisasi
internasional maupun secara bilateral terus berupaya agar tercipta suatu mekanisme
peningkatan peranan kebijakan persaingan. Beberapa negosiasi perdagangan yang
secara aktif diikuti KPPU pada tahun ini adalah negosiasi ASEAN-Australia-New
Zealand (AANZ) Free Trade Area (FTA) dan sidang Trade Policy Review (TPR)
Indonesia. Sidang dimaksud merupakan forum untuk membahas pandangan
anggota WTO terhadap kebijakan perdagangan Indonesia dan Government Report
mengenai pernyataan atau statement Indonesia atas kebijakan perdagangan RI.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 104
4 . 4 . P E N I N G K A T A N P E R A N K P P U S E B A G A I
R E G U L A R O B S E R V E R
Sebagai regular observer OECD, KPPU secara aktif berpartisipasi dalam berbagai
kegiatan competition committee di forum OECD. Hal ini diantaranya dengan
memberikan masukan tertulis (paper) mengenai implementasi dan perkembangan
kebijakan persaingan di Indonesia, terlibat dalam diskusi dan memberikan
pandangan terhadap perkembangan konsep dan isu-isu terkini mengenai
persaingan usaha di tingkat internasional, dan dalam setiap Working Party, KPPU
diberikan kesempatan untuk memberikan kontribusi dalam pembahasan masalah
tentang persaingan serta mendapatkan pengalaman dan masukan dari negara lain
yang merupakan best practices untuk menganalisa permasalahan persaingan. Pada
tahun 2007, KPPU telah memberikan kontribusi tertulisnya tentang penegakan
hukum dan kebijakan persaingan dalam bidang energi, profesi hukum, dan
pengadaan publik pada 2 (dua) kali penyelenggaraan Competition Committee’s
Meeting dan Working Group Roundtable Discussion.
Lebih lanjut, sebagai perwujudan keaktifan KPPU sebagai observer, KPPU juga
telah mendorong sosialisasi dan pengadopsian The APEC-OECD Integrated
Checklist on Regulatory Reform melalui penyelenggaraan The APEC Seminar in
Utilizing APEC-OECD Integrated Checklist on Regulatory Reform and Deregulated
Aspect. Serta peningkatan upaya pelaksanaan rekomendasi OECD melalui
penerjemahan OECD Competition Assessment Toolkit ke dalam bahasa Indonesia.
Dengan berbagai aktifitas tersebut, KPPU yakin dapat meningkatkan kompetensi
dan kapabilitasnya dalam mendukung reformasi regulasi untuk menciptakan budaya
bersaing pada setiap aspek ekonomi yang dibutuhkan, sehingga diharapkan
bermuara pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 105
4 . 5 . S O S I A L I S A S I D A N K E R J A S A M A
K E L E M B A G A A N
Dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan pengenalan masyarakat terhadap
UU No. 5/1999, KPPU melakukan berbagai kegiatan yang dilaksanakan di dalam
negeri maupun di luar negeri.
1. Sosialisasi KPPU menyadari pentingnya program sosialisasi hukum persaingan kepada
masyarakat, yaitu sebagai upaya pencegahan praktek persaingan usaha yang tidak
sehat dalam dunia bisnis serta harmonisasi kebijakan pemerintah dengan kebijakan
persaingan. Selama tujuh tahun berdirinya, KPPU telah melaksanakan berbagai
kegiatan sosialisasi seperti sosialisasi di daerah-daerah, menyelenggarakan Public
Hearing, forum jurnalis, dan forum mahasiswa, serta penerbitan media berkala
”Kompetisi”, bahan publikasi, dan Guideline Pasal-Pasal UU No. 5 Tahun 1999.
Namun demikian, masih banyak anggota masyarakat, kalangan dunia usaha, aparat
pemerintah pusat maupun daerah yang belum mengetahui persaingan usaha yang
sehat. Oleh karena itu, KPPU mengembangkan strategi komunikasinya dengan
mengadakan program dialog interaktif melalui media radio dan media televisi, serta
penayangan Iklan Layanan Masyarakat di televisi swasta nasional. Sasaran dari
kegiatan sosialisasi tersebut adalah masyarakat dapat lebih mengetahui dan
memahami makna hukum persaingan usaha, untuk kemudian menerapkan budaya
persaingan usaha yang sehat dalam kehidupan sehari-harinya.
Kegiatan sosialisasi hukum persaingan dilaksanakan melalui dialog interaktif pada
media radio dan televisi serta penayangan Iklan Layanan Masyarakat di televisi.
Dialog interaktif media radio dilakukan di 3 (tiga) radio, yaitu Elshinta (90,0 FM),
Trijaya Jakarta (104,75 FM), dan Suara Metro Jakarta (107,8 FM). Total penayangan
sebanyak 30 (tiga puluh) episode, masing-masing 12 (dua belas) episode di 2 (dua)
radio berita dan 6 (enam) episode di 1 (satu) radio jaringan nasional secara live dan
interaktif.
Dialog interaktif media televisi dilakukan di 3 (tiga) televisi yaitu Metro TV, Trans7,
dan TVRI. Total penayangan sebanyak 7 (tujuh) episode yang terbagi pada masing-
masing stasiun televisi. Pada kegiatan penayangan Iklan Layanan Masyarakat (ILM),
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 106
iklan yang ditayangkan sebanyak 2 (dua) versi. Iklan versi pertama berisi pesan
mengenai manfaat persaingan usaha yang sehat pada sektor transportasi udara,
sedangkan iklan versi kedua berisi pesan mengenai fungsi KPPU serta perjanjian
dan kegiatan yang dilarang dalam UU No. 5 Tahun 1999. Penayangan iklan tersebut
dilakukan sebanyak 300 (tiga ratus) spot yang tersebar pada 3 (tiga) stasiun televisi
swasta nasional, yaitu RCTI, SCTV, dan Metro TV.
Dalam rangka menanamkan budaya persaingan usaha yang sehat, KPPU juga
melakukan kegiatan sosialisasi ke daerah-daerah di seluruh Indonesia yang
sekaligus guna memperoleh awareness dari para stakeholder dan dukungan atas
pelaksanaan UU No. 5/1999. Kegiatan sosialisasi yang telah dilaksanakan selama
periode 2000-2007 tersebar di 23 (dua puluh tiga) propinsi di Indonesia. Kegiatan
sosialisasi sepanjag tahun 2007 dilaksanakan di Banjarmasin, Pekanbaru,
Surabaya, Gorontalo, Batam, Medan, Makassar, dan beberapa kota lainnya yang
melibatkan jajaran Pemda, Kadin, dan media massa setempat. Pertanyaan yang
sering muncul dari masyarakat adalah mengenai proses pengaduan dan
pemeriksaan laporan tentang dugaan persaingan usaha tidak sehat, sanksi yang
diberikan KPPU terhadap pelaku pelanggaran terhadap UU No. 5/1999, jasa
konstruksi, persekongkolan tender, dan pandangan KPPU terhadap suatu kebijakan.
Kegiatan pertama di awal tahun ini adalah Forum Pengembangan Komunitas yang
berupa Forum Jurnalis bertema “Regulatory Reform untuk Ekonomi Indonesia yang
Lebih Baik”. Forum Jurnalis diadakan pada tanggal 25 Januari 2007 di Gedung
KPPU Jakarta, dengan dihadiri oleh seluruh Anggota Komisi Periode 2006–2011
dan para jurnalis dari berbagai media massa nasional.
Pada tanggal 8 Maret 2007 telah diadakan Lokakarya Pemerintah di Jakarta,
dengan tema ”Dukungan Komunitas Persaingan Usaha untuk Persaingan Usaha
yang Sehat”. Lokakarya ini dihadiri oleh Menteri Perdagangan, Menko
Perekonomian, dan instansi pemerintahan yang terkait. Pada tanggal yang sama
setelah Lokakarya berakhir, diadakan juga Forum Jurnalis yang diikuti oleh berbagai
media massa nasional. Selanjutnya, KPPU bekerja sama dengan Mahkamah Agung
telah mengadakan seminar tentang persaingan usaha kepada para hakim pada
tanggal 15 Maret 2007 di Medan, dengan tema “Standard of Proof of Competition
Law Infringements”. Kegiatan ini bertujuan untuk lebih meningkatkan efektifitas
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 107
implementasi penegakan UU No. 5/1999 dalam tatanan hukum di Indonesia.
Sedangkan, kegiatan terakhir di bulan Maret 2007 adalah Forum Jurnalis yang
diadakan di Gedung KPPU pada tanggal 16 Maret 2007 dan mengetengahkan
“Penyampaian Saran dan Pertimbangan KPPU (Microsoft dan Ritel)”. Forum Jurnalis
ini juga dihadiri oleh para jurnalis dari berbagai media massa nasional.
Kegiatan yang diadakan dalam bulan April 2007 adalah sebanyak 10 (sepuluh)
kegiatan. Dari 10 (sepuluh) kegiatan tersebut, terdapat dua kegiatan seminar yaitu
Seminar “Implementasi dan Implikasi Penegakan Hukum Persaingan Usaha di
Indonesia”, dan Seminar mengenai “Persaingan Usaha: Prinsip-prinsip Persaingan
Usaha Menurut UU No. 5 Tahun 1999”. Selain itu, diadakan satu forum jurnalis
dalam rangka Penyampaian Putusan MA yang menguatkan putusan KPPU terkait
kasus Carrefour dan Telkom. KPPU juga mengadakan dua kali Pelatihan bagi
Hakim, untuk Hakim di Pengadilan Negeri Bali-NTT-NTB serta Pengadilan Negeri
Jawa Timur dan DIY. Sedangkan sosialisasi hanya dilakukan satu kali yaitu
Sosialisasi “Prinsip Persaingan Usaha pada Sektor Agribisnis”. Kegiatan workshop
dilaksanakan sebanyak dua kali yaitu workshop bagi para calon pegawai KPPU dan
Lokakarya bagi pelaku usaha mengenai ”Prinsip-prinsip Hukum Persaingan Usaha
dalam Pasal 22 UU No. 5/1999”.
Untuk bulan Mei 2007, terdapat 4 (empat) kegiatan sosialisasi yang telah diadakan.
Pertama, kegiatan Lokakarya Pelaku Usaha yang dilaksanakan tanggal 16 Mei 2007
di Balikpapan. Tema dari lokakarya ini adalah “Prinsip-prinsip Hukum Persaingan
Usaha menurut UU No. 5/1999”. Dalam Lokakarya ini, hadir anggota KADIN propinsi
Kalimantan Timur dan Asosiasi Pengusaha.
Kegiatan selanjutnya adalah Lokakarya Parlemen/Pemerintah yang bertema
Prinsip-prinsip Hukum Persaingan Usaha menurut UU No. 5/1999 di Tanjung
Pinang. Lokakarya ini dihadiri oleh para pejabat Pemda Propinsi Kepulauan Riau,
DPRD Propinsi, dan Kadinda Propinsi Kepulauan Riau. Selanjutnya, dilaksanakan
juga Lokakarya Parlemen/Pemerintah yang bertema Prinsip-prinsip Hukum
Persaingan Usaha menurut UU No. 5/1999 di Kendari. Lokakarya ini dihadiri oleh
para pejabat Pemda dan Kadin Propinsi Sulawesi Tenggara. Sedangkan, kegiatan
terakhir di bulan Mei 2007 adalah Seminar Persaingan Usaha di Wilayah Kantor
Perwakilan Daerah KPPU pada tanggal 30 Mei 2007, yang bertema ”Prinsip-prinsip
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 108
Hukum Persaingan Usaha Menurut UU No. 5/1999” dan dihadiri oleh para pejabat
Pemda dan Kadin Propinsi Nusa Tenggara Barat.
Kegiatan pertama di bulan Juni 2007 adalah Forum Jurnalis yang mengetengahkan
”Pemberian Saran dan Pertimbangan terhadap SE Menkominfo Nomor
01/SE/M/Kominfo/1/2007” diadakan di Kantor KPPU, Jakarta. Forum Jurnalis ini
diadakan pada tanggal 6 Juni 2007 dan dihadiri oleh para jurnalis dari berbagai
media massa nasional. Kegiatan selanjutnya adalah Seminar APEC yang diadakan
pada tanggal 13-15 Juni 2007 bertempat di Jakarta. Seminar ini dihadiri oleh
Anggota Komisi dan stakeholders KPPU. Sedangkan sosialisasi selanjutnya adalah
Sosialisasi Perkom yang diadakan pada tanggal 25 Juni 2007 di Banjarmasin,
Kalimantan Selatan dan bertemakan ”Prinsip-prinsip Hukum persaingan usaha
Menurut UU No. 5/ 1999”. Pada sosialisasi ini, hadir para pejabat Pemda, Kadin, dan
para akademisi Kalimantan Selatan. Selain itu, KPPU bekerjasama dengan
Mahkamah Agung telah mengadakan seminar tentang persaingan usaha kepada
para hakim, hal tersebut ditujukan untuk lebih meningkatkan efektifitas implementasi
penegakan UU No. 5/1999 dalam tatanan hukum di Indonesia.
Pada bulan Juli 2007, ada enam kegiatan kegiatan sosialisasi yang telah diadakan,
yaitu:
- Lokakarya Pelaku Usaha di Pekanbaru dengan tema ”Prinsip-Prinsip Hukum
Persaingan Usaha Menurut UU No. 5/1999”. Lokakarya ini dihadiri oleh
Pemerintah Daerah dan KADIN Propinsi Riau.
- Forum Pengembangan Komunitas (Forum Jurnalis) tentang ”Menangkap Esensi
Persekongkolan Tender pada Perkara PLN” Forum ini dihadiri oleh media
massa nasional.
- Sosialisasi ke Surabaya dengan tema ”Prinsip-Prinsip Hukum Persaingan
Usaha Menurut UU No. 5/1999”. Sosialisasi ini dihadiri oleh perwakilan industri
keuangan, yaitu dari perusahaan pembiayaan, asuransi, dan perbankan
Surabaya.
- Sosialisasi Perkom yang diadakan di Gorontalo dengan tema ”Prinsip-Prinsip
Hukum Persaingan Usaha Menurut UU No. 5/1999”. Sosialisasi ini dihadiri oleh
Pemerintah Daerah dan KADIN Propinsi Gorontalo.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 109
- Forum Pengembangan Komunitas (Forum Jurnalis) dengan tema
”Pengembangan Pemahaman terhadap Prinsip-Prinsip Persaingan” yang
dihadiri oleh media massa Batam.
- Lokakarya ”Persaingan Usaha di Sektor Perkebunan Kelapa Sawit di Sumatera
Utara dan Permasalahannya” yang diadakan di Medan. Acara ini dihadiri oleh
pengusaha di bidang perkebunan kelapa sawit.
Pada Agustus 2007, diadakan kegiatan sosialisasi perkom di Makassar dengan tema
“Hukum dan Kebijakan Persaingan Usaha Menurut UU No. 5/1999” yang dihadiri
oleh akademisi Makassar.
KPPU juga mengadakan sosialisasi intensif media massa berupa penayangan Iklan
Layanan Masyarakat KPPU di tiga televisi nasional, yaitu RCTI, SCTV, dan Metro
TV. Dialog interaktif juga diadakan sebanyak lima kali di bulan ini. Radio yang
menyiarkannya adalah Radio Elshinta, Trijaya, dan Suara Metro.
Dialog interaktif dengan berbagai tema dilaksanakan sebanyak 25 kali di bulan
November 2007, disiarkan di Radio Suara Metro, Radio Trijaya, Radio Elshinta,
Metro TV, TVRI, dan Trans7. Selain itu ada forum jurnalis yang diadakan untuk
membahas Putusan KPPU tentang Temasek. Pada akhir November diadakan
Lokakarya Parlemen/Pemerintah tentang “Workshop on Merger Review” yang
dihadiri oleh Departemen Hukum dan HAM, Bank Indonesia, Menko Ekonomi,
Perbarindo, GP Farmasi, OECD, GTZ, JFTC, JICA, Bapepam, Fakultas Hukum
Trisakti, Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran, dan Departemen Perdagangan.
Pada bulan Desember 2007, sosialisasi intensif media massa dilakukan dengan
pemasangan artikel pada dua media cetak, yaitu majalah Trust dan Business
Review. Dialog interaktif diadakan sebanyak enam kali di Radio Trijaya, Suara
Metro, dan Metro TV.
Pada tanggal 4 Oktober 2007, KPPU mengadakan forum jurnalis berkaitan dengan
saran dan pertimbangan KPPU terhadap kebijakan penyelanggaraan haji. Hal-hal
yang dibahas dalam forum jurnalis tersebut antara lain mengenai mekanisme tender
dalam memilih penyedia barang dan jasa bagi penyelenggaraan haji dimana selama
ini penyelenggaraan tender untuk pelaksanaan haji tidak diumumkan secara terbuka.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 110
Oleh karena itu, KPPU mengusulkan agar mekanisme tender tersebut diperbaiki
dengan kriteria-kriteria teknis yang jelas dan transparan sehingga dapat dipilih
peserta tender dengan penawaran yang memiliki kualitas paling baik dan harga
penawaran terendah. Saran dan pertimbangan KPPU tersebut ditanggapi
pemerintah melalui Surat Menteri Agama No. MA/164/2007 pada tanggal 24 Agustus
2007, yang menegaskan bahwa penyelenggaraan pelayanan haji di tanah air untuk
selanjutnya akan dilakukan berdasarkan mekanisme tender yang sesuai dengan
Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003.
Dalam saran dan pertimbangan tersebut terdapat tiga permasalahan yang perlu
disempurnakan, yaitu kebijakan tarif, kebijakan pemberdayaan pelaku usaha
nasional dan organisasi penyelenggaraan ibadah haji, berikut tanggapan pemerintah
terhadap ketiga saran tersebut:
a. KPPU menyarankan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) ditentukan
dalam mekanisme terbuka melalui mekanisme tender yang tidak diskriminatif
disertai dengan kriteria – kriteria teknis yang jelas dan transparan. Usulan KPPU
tersebut ditanggapi oleh pemerintah dengan argumen bahwa BPIH memang
pada awalnya menggunakan dasar perhitungan tahun sebelumnya, namun tetap
dilakukan pembahasan dan tawar menawar untuk memperoleh tarif yang wajar
dan proporsional. Berkenaan dengan tarif transportasi udara diketahui bahwa
penawaran dari Garuda Indonesia adalah yang paling rendah, dibandingkan
dengan maskapai lain yang melakukan penawaran pada saat itu, yaitu Air Asia.
b. KPPU juga mengusulkan kebijakan pemberdayaan pelaku usaha nasional. Dalam
hal ini, Departemen Agama menetapkan penyelenggaraan pelayanan di tanah air
berdasarkan tender sesuai dengan Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 agar
pelaku usaha nasional dapat terlibat. Sedangkan untuk catering dan
pemondokan di Arab Saudi, tidak dapat dilakukan mekanisme yang sama karena
harus mengikuti regulasi Pemerintah Arab Saudi bahwa pelaksanaannya harus
dengan perusahaan/pemilik warga Negara Arab Saudi. Menanggapi usulan
KPPU, maka Departemen Agama menyampaikan bahwa yang diperlukan adalah
peran aktif pelaku usaha nasional untuk mendapatkan partner bisnis di Arab
Saudi dan menghindari percaloan.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 111
c. KPPU berpendapat bahwa perangkapan fungsi regulasi dan fungsi operator oleh
Pemerintah telah menjadi salah satu penyebab utama dari inefisiensi
penyelenggaraan haji. Perangkapan tersebut pada prakteknya akan menyulitkan
mekanisme reward and punishment. Atas usulan KPPU tersebut, pemerintah
menolak bahwa pemisahan fungsi regulator dan operator akan membuat
penyelenggaraan ibadah haji yang lebih baik.
Menanggapi jawaban pemerintah melalui Surat Menteri Agama tersebut, KPPU
menegaskan akan sepenuhnya menyerahkan pelaksanaan segala kebijakan yang
telah dijelaskan dalam Surat Menteri Agama tersebut kepada Departemen Agama.
Selanjutnya, sesuai dengan fungsi pengawasan maka KPPU akan memantau
realisasi kebijakan tersebut untuk memastikan segala kebijakan yang ditawarkan
dapat dijalankan sebagaimana mestinya.
Menjelang akhir tahun, pada tanggal 17 Desember 2007 KPPU menyelenggarakan
forum jurnalis Catatan Akhir Tahun 2007 yang membahas hasil kerja KPPU, baik
dari segi penegakan hukum maupun penyelarasan kebijakan. Beberapa sektor yang
digeluti KPPU pada tahun 2007 adalah sektor telekomunikasi, ritel, kesehatan, dan
tender. Forum jurnalis tersebut dihadiri oleh wartawan dari berbagai media massa.
Kinerja KPPU sepanjang tahun 2007 mengalami peningkatan cukup signifikan
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal tersebut terlihat dari bertambahnya
jumlah saran dan pertimbangan KPPU kepada pemerintah dari 5 (lima) menjadi 11
(sebelas) saran dan pertimbangan. Peningkatan tersebut tidak hanya dari sisi
kuantitas, tetapi juga dari segi kualitas, karena saran dan pertimbangan yang
diberikan KPPU menyangkut sektor-sektor yang penting bagi kesejahteraan
masyarakat, diantaranya adalah saran dan pertimbangan mengenai sektor ritel,
farmasi, dan industri kelapa sawit. Jumlah laporan dugaan pelanggaran persaingan
usaha yang diterima KPPU dari masyarakat juga bertambah sebesar 13,5% dan
jumlah perkara yang diputus bertambah sebesar 46 %, peningkatan tersebut dapat
menjadi tolak ukur meningkatnya peran serta masyarakat dalam mewujudkan
budaya persaingan usaha yang sehat di tanah air.
Pada sektor telekomunikasi, beberapa hal penting yang perlu diperhatikan adalah:
a. Sektor telekomunikasi merupakan sektor strategis yang meliputi satelit, jaringan
kabel bawah laut, dan microwave links yang menguasai hajat hidup orang
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 112
banyak, sehingga Pemerintah berhak mengatur agar tidak terjadi pelanggaran
hak–hak kedaulatan Indonesia dalam memiliki akses telekomunikasi
international;
b. Sektor telekomunikasi merupakan sektor yang penting dan memberikan
kontribusi yang substansial terhadap perkembangan ekonomi nasional, dan
meskipun telah terdapat banyak operator akan tetapi belum menunjukkan kinerja
persaingan yang optimal;
c. Pemerintah hendaknya mengefektifkan kebijakan–kebijakan yang terkait dengan:
1. Pengaturan interkoneksi.
2. Pencegahan potensi penyalahgunaan integrasi vertikal.
3. Penerapan modern licensing.
4. Pengembangan kebijakan agar cepat mampu mengikuti perkembangan
teknologi dan strategi bisnis.
d. Konsumen selama ini telah dirugikan karena tindakan anti persaingan yang
dilakukan pelaku usaha telekomunikasi, antara lain disebabkan oleh struktur
kepemilikan silang Kelompok Usaha Temasek, menyebabkan adanya price-
leadership dalam industri telekomunikasi. Telkomsel sebagai pemimpin pasar
kemudian telah menetapkan harga jasa telekomunikasi seluler secara eksesif.
Komisi menemukan bahwa sejak tahun 2003 sampai dengan 2006, konsumen
layanan telekomunikasi seluler mengalami kerugian yang cukup besar yaitu
antara Rp 14,7 triliun hingga Rp 30,8 triliun;
Pada sektor ritel, beberapa hal penting yang perlu diperhatikan adalah:
a. Persaingan antara hypermarket (peritel besar) dengan peritel kecil, dan pasar
tradisional adalah sebagai pertarungan pada tingkatan yang berbeda (berbeda
level of playing field). Jadi dalam hal ini peran kebijakan persaingan, kebijakan
sektoral, kebijakan Pemerintah Daerah amat penting untuk mengatasi hal
tersebut;
b. Komisi, melalui saran pertimbangan yang disampaikan sebagai masukan
rancangan Peraturan Presiden tentang Penataan Usaha Toko Modern dan
Usaha Ritel Modern, mendukung sepenuhnya kebijakan Pemerintah untuk
melakukan pengaturan dalam upaya perlindungan usaha kecil ritel dan
tradisional serta perlindungan terhadap pemasok ritel modern;
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 113
c. Pengaturan tersebut, khususnya pengaturan yang terkait dengan pembatasan
jumlah pelaku usaha agar tetap memperhatikan potensi persaingan tidak sehat,
sebagai contoh peluang terjadinya kartel ataupun praktek monopoli;
d. Pengaturan zonasi yaitu kejelasan, ketegasan dan transparansi pengaturan tata
ruang, khususnya kebijakan Pemerintah Daerah, yang mampu mewujudkan
kepentingan dan keberpihakan pada peritel kecil serta memperhatikan equal of
playing field antara peritel besar dengan peritel kecil, dengan tanpa mengabaikan
kepentingan konsumen;
e. Pengaturan hubungan pemasok dan peritel modern agar tidak hanya
menyangkut pemasok kecil, akan tetapi juga pemasok menengah dan besar. Hal
tersebut mengingat dalam trend industri ritel sekarang, peritel, khususnya peritel
besar, memiliki posisi dominan terhadap pemasok;
f. Pengaturan dalam hal transaksi antara peritel dan pemasok, sepenuhnya
memperhatikan prinsip persaingan usaha yang sehat;
g. Mahkamah Agung telah mendukung putusan KPPU yang menghukum pelaku
peritel besar, hypermarket, yaitu Carrefour yang telah melanggar Pasal 19 (a) UU
No.5/1999. Untuk itu Carrefour harus harus menghentikan kegiatan pengenaan
persyaratan minus margin kepada pemasok dan Carrefour juga dikenakan denda
sebesar Rp 1,5 milyar,-
Pada sektor kesehatan, hal penting yang perlu diperhatikan adalah struktur industri
farmasi yang oligopolistik dan sangat memungkinkan terjadinya kolusi diantara
pelaku usaha serta kebijakan Pemerintah, yang antara lain adalah evaluasi
Permenkes No.69/2006 tentang penetapan HET (harga eceran tertinggi) pada label
obat dan peraturan mengenai obat generik.
Pada sektor tender, persekongkolan tender yang terjadi tidak jarang juga melibatkan
pihak Pemerintah, yaitu Panitia Pengadaan atau atasannya serta pejabat yang
terkait dengan pengadaan barang dan jasa tersebut. Beragam bentuk
persekongkolan tender yang sering ditemui pada penangan perkara adalah:
a. Kerjasama antar peserta lelang untuk mengatur dan menentukan pemenang
lelang;
b. Rekayasa penyelenggaraan lelang (waktu terbatas, pengumuman lelang tidak
skala nasional; lelang dilaksanakan pada saat hari libur);
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 114
c. Persekongkolan adanya persyaratan pengalaman dan spesifikasi teknis yang
mengarah pada salah satu peserta lelang;
d. Panitia lelang tidak memberikan berita acara aanwijzing yang memuat input hasil
aanwijzing pada semua peserta lelang;
e. Adanya persyaratan untuk membayar jaminan dalam waktu yang sangat
terbatas;
f. Adanya pertemuan atau komunikasi yang dilakukan oleh panitia dan peserta
tender selama kurun waktu tender berlangsung, misalnya untuk memasukkan
harga penawaran yang berbeda tipis dengan HPS antar peserta lelang.
Selain masalah kinerja, Forum jurnalis Catatan Akhir Tahun 2007 juga
mengungkapkan tantangan dan kendala yang dihadapi KPPU dalam menjalankan
tugasnya, antara lain, penetapan status kelembagaan yang belum selesai meskipun
KPPU telah memberikan draft Rancangan Peraturan Presiden (RPP) tentang KPPU
sebagai penyempurnaan Keppres No. 75 Tahun 1999 kepada pemerintah. Status
Sekretariat KPPU yang belum jelas tersebut berdampak pada pengembangan
kelembagaan, pengelolaan anggaran, dan pengembangan SDM KPPU termasuk
pada kesejahteraan pegawai yang belum memadai. Selain itu, keterbatasan
prasarana penunjang baik gedung maupun inventaris menyebabkan KPPU tidak
dapat melaksanakan kegiatan operasionalnya secara maksimal. KPPU juga
menyadari bahwa dukungan dan peran aktif pemerintah dalam menyusun kebijakan
yang sejalan dengan persaingan usaha yang sehat sangat dibutuhkan dalam
mewujudkan iklim persaingan usaha yang sehat, oleh karena itu KPPU
mengharapkan bertambahnya dukungan pemerintah terhadap KPPU di tahun-tahun
mendatang.
Kerjasama Kelembagaan KPPU melakukan kegiatan peningkatan kerjasama kelembagaan dengan berbagai
lembaga persaingan usaha baik di dalam maupun di luar negeri. Upaya peningkatan
hubungan KPPU dengan berbagai lembaga tersebut diwujudkan dalam bentuk
seminar, workshop, konferensi, pelatihan, dan sebagainya. Pada periode Januari–
Desember 2007, KPPU melakukan kegiatan sebagai berikut:
• Menghadiri pertemuan SOM I APEC di Canberra Australia dalam rangka
kerjasama di tingkat internasional. Sejak tahun 2007, isu mengenai kebijakan
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 115
persaingan menjadi agenda prioritas dalam program APEC yang di bahas dalam
forum EC (Economic Committee), SELI (Strengthening on Economic Legal
Infrastructure), dan CPDG (Competition Policy and Deregulation Group).
• Sebagai bentuk realisasi kerja sama KPPU dengan Japan Fair Trade
Commission (JFTC), pada tanggal 18–29 Maret 2007, Anggota KPPU periode
2006-2011 mengadakan kunjungan dalam bentuk seminar di Jepang. Kunjungan
tersebut bertujuan untuk dapat saling bertukar pengalaman antara Indonesia dan
Jepang, dimana Jepang telah menerapkan hukum persaingan usaha semenjak
enam puluh tahun yang silam.
• Menyelenggarakan Seminar “Role of Regional Office of Competition Authority” di
Batam dan di Medan, sebagai studi banding kewenangan Kantor Perwakilan
KPPU dengan Kantor Perwakilan JFTC, Jepang.
• Mengadakan pertemuan dengan Bappenas pada tanggal 29 Maret 2007 untuk
membahas kerjasama Indonesia–Jerman yang dihadiri oleh perwakilan
pemerintah dari berbagai Departemen.
• Mengikuti pelatihan Advanced Antitrust Market Definition Analysis yang
dilaksanakan di Seoul oleh OECD Korea Regional Center for Competition
(OECD-RCC Seoul) pada bulan April 2007. Delegasi KPPU membawakan kasus
kartel pengadaan alat-alat kesehatan di rumah sakit daerah Bekasi.
• Mengikuti ABA 2007 Annual Spring Meeting di Washington, Amerika. Kegiatan
yang dilaksanakan pada tanggal 17–20 April 2007 ini merupakan ajang
pertemuan besar para ahli hukum antitrust dan kompetisi, ekonom, dan pejabat
dari belahan dunia dengan jumlah peserta mencapai 2200 peserta.
• Sebagai bagian dari bentuk kerjasama dengan United Nation for Conference in
Trade and Development (UNCTAD), KPPU mengadakan Workshop on
Competition Law and Policy pada tanggal 24 April 2007 dan Roundtable
Discussion on Competition Law and Policy pada tanggal 25 April 2007. Kedua
kegiatan tersebut diadakan di Hotel Sahid Jaya, Jakarta. Acara workshop
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 116
dikhususkan bagi staf baru KPPU yang berjumlah 77 (tujuh puluh tujuh) orang,
sedangkan roundtable dikhususkan bagi Anggota KPPU, direksi, dan beberapa
pejabat pemerintahan (dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika
dan Departemen Perdagangan). Kedua acara tersebut melibatkan lima orang
tenaga ahli, Hassan Qaqaya dan Michael Adam dari UNCTAD, Fausta Gisolli
dari Italia, Ewan Beurrow dari Inggris, dan Min Ho Lee dari Korea. Topik yang
dibahas pada workshop adalah penetapan pasar relevan dan penyalahgunaan
posisi dominan, sedangkan topik roundtable lebih diarahkan kepada tata cara
penanganan perkara di Eropa, industri telekomunikasi di Italia, dan industri ritel
di Inggris.
• Setelah pelaksanaan dua seminar tersebut, KPPU juga melakukan pertemuan
bilateral dengan UNCTAD untuk membahas tindak lanjut kerjasama teknis
berikutnya. Berdasarkan pertemuan tersebut dihasilkan kesepakatan bahwa
UNCTAD akan membantu KPPU dalam dua tahun kedepan dalam beberapa hal,
yaitu:
a. Penyelenggaraan roundtable discussion dalam industri essential facilities,
dimana untuk tahap pertama akan difokuskan pada industri telekomunikasi;
b. Penyusunan modul dan kurikulum pelatihan KPPU;
c. Pelatihan bagi calon pelatih (training for the trainee); dan
d. Pelatihan serta studi banding bagi pustakawan KPPU.
• Terkait kerjasama trilateral antara KPPU, Mahkamah Agung, dan GTZ-ICL, telah
dilakukan pertemuan (formal dan informal) antara KPPU dan GTZ-ICL untuk
membahas beberapa isu terkait Implementing Agreement antara ketiga belah
pihak. Dalam pertemuan tersebut disepakati beberapa hal, antara lain perubahan
tujuan utama perjanjian berikut idikatornya, perubahan tujuan jangka pendek
beserta indikatornya, pembentukan Steering Committee dan Implementing Level,
dan penerapan prinsip transparansi dalam efektifitas pelaksanaan perjanjian.
• Melakukan pembahasan tema yang berhubungan dengan pelaksanaan
beberapa agenda persidangan yang bertaraf internasional yaitu sidang APEC
CTI – II pada tanggal 16–24 April 2007 bersama Departemen Perdagangan,
mengikuti pertemuan tentang Integrated Checklist APEC, dan Pembahasan
Kerjasama ASEAN–AANZ.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 117
• Ikut serta dalam The 3rd Top Level Official’s Meeting on Competition Policy and
The 4th East Asia Conference on Competition Law and Policy yang
diselenggarakan di Hanoi, Vietnam pada tanggal 3-4 Mei 2007.
• Menghadiri Intersession ASEAN-Australia-New Zealand (AANZ) TNG Working
Group on Economic Cooperation. Pertemuan yang diselenggarakan di Singapura
pada tanggal 6-7 Mei 2007 ini merupakan tindak lanjut Trade Negotiating
Committee (TNC) AANZ Free Trade Area (FTA) ke-8 yang telah dilaksanakan
pada tanggal 4-9 Maret 2007 di Wellington, Selandia Baru.
• Sixth Annual International Competition Network Meeting yang diselenggarakan di
Moscow pada tanggal 29 Mei–1 Juni 2007. Pertemuan tersebut merupakan
pertemuan akbar para petinggi lembaga persaingan internasional yang
membahas berbagai isu strategis di bidang pengembangan dan penegakan
hukum dan kebijakan persaingan usaha.
• Melakukan persiapan administrasi dan teknis penyelenggaraan seminar APEC
yang akan diadakan pada bulan Juni 2007. Selain persiapan seminar APEC,
KPPU juga membantu persiapan seminar back-to-back yang dilaksanakan oleh
GTZ dan Asian Competition Forum. Dalam seminar yang bertemakan
Challenges in Competition Law in Asia diadakan di Hotel Aryaduta Jakarta pada
23 Mei 2007 tersebut, KPPU mendapatkan kehormatan untuk menyampaikan
keynote speech tentang isu terakhir persaingan usaha di Indonesia. Seminar
tersebut merupakan wadah bertukar pikiran antara akademisi bidang persaingan
usaha internasional yang diwakili oleh beberapa pembicara dari Hong Kong,
India, Vietnam, Jepang, Cina, dan Indonesia.
• OECD Competition Committee Regular Meeting pada 5-8 Juni 2007. Dalam
pertemuan tersebut, KPPU berpartisipasi aktif pada roundtable discussion yang
diselenggarakan oleh Working Party No. 2 yang membahas tentang persaingan
usaha dalam profesi hukum dan Working Party No. 3 yang membahas tentang
dua topik utama, yaitu How to Provide Effective Guidance to Business on
Monopolization/Abuse of Dominance dan Public Procurement–the Role of
Antitrust Agencies in Promoting Competition.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 118
• Regional Antitrust Workshop di OECD Korea Regional Center for Competition
(OECD-RCC Seoul). Seminar kali ini difokuskan kepada studi kasus merjer,
penyalahgunaan posisi dominan, dan penetapan harga. Dalam tiga area
tersebut, para pembicara akan menyediakan penjelasan khusus mengenai
berbagai aspek seperti mengukur kekuatan pasar, tes penyalahgunaan posisi
dominan, pelaksanaan dan sanksi, dan menentukan market shares serta
berbagai isu lainnya.
• Menyelenggarakan APEC Seminar on Utilizing the APEC-OECD Integrated
Checklist on Regulatory reform in the Competition and Deregulation Aspect yang
diselenggarakan di Hotel Sultan, 13-15 Juni 2007.
Berdasarkan perkembangan dan pembahasan seminar, dihasilkan beberapa
rekomedasi tindak lanjut berikut:
a. Dilaksanakannya diskusi dan dialog yang berkelanjutan antar negara dalam
kaitannya dengan pengalamannya dalam pelaksanaan the APEC-OECD
Integrated Checklist on Regulatory Reform.
b. Negara-negara mempertimbangkan cara-cara dalam penilaian kompetisi,
reformasi kebijakan, dan kebijakan persaingan seharusnya diambil melalui
pengalaman dan kondisi yang ada.
c. Kelanjutan program technical assistance akan dipertimbangkan dalam
penggunaannya di APEC-OECD Integrated Checklist on Regulatory Reform
yang bertujuan untuk meningkatan pemahaman penggunaan mengenai
bagaimana negara negara menerapkan Checklist dalam kondisi dan
pertimbangan yang ditentukan dalam mengidentifikasi area prioritas sebagai
perhatian utama.
d. Negara-negara pihak melanjutkan kegiatan tukar pengalaman yang bertujuan
untuk: 1. Penerapan Regulatory Impact Analysis; dan 2. Mempromosikan
reformasi regulasi dan nilai-nilai persaingan, dalam rangka mengembangkan
peningkatan pemahaman terhadap isu ini dan membantu pengembangan
keahlian teknis dan kemampuan di bidang ini.
e. Negara-negara pihak mempertimbangkan upaya pengembangan struktur
kelembagaan untuk dapat menghasilkan kepemimpinan dan koordinasi yang
efektif antar pemerintah untuk menghasilkan perubahan kebijakan.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 119
f. Masing-masing negara mempertimbangkan pelaksanaan crosscheck atas
respon terhadap checklist dengan lembaga pemerintahan lainnya.
g. Seluruh negara-negara mempertimbangkan penggunaan self assesment
procedure dalam APEC-OECD Integrated Checklist on Regulatory Reform
memberikan arti penting bagi hukum dan kebijakan persaingan dalam
pertumbuhan ekonomi dan hasil seminar ini diharapkan akan menjadi
perhatian bagi kementrian.
• Selain penyelenggaraan seminar APEC, KPPU, JICA, dan JFTC di tempat yang
sama pada tanggal 15 Juni 2007, juga melaksanakan seminar setengah hari
tentang reformsi regulasi dan kebijakan persaingan. Seminar ini dihadiri oleh
berbagai perwakilan dari elemen Pemerintah, Pelaku Usaha, dan Akademisi.
• Sidang Kelima tentang Trade Policy Review (TPR) di Jenewa, pada tanggal 27-
29 Juni 2007. Sidang TPR dimaksud adalah forum untuk mendiskusikan
kebijakan perdagangan dari negara yang di-review (Indonesia) dalam rangka
pelaksanaan transparansi. Materi sidang terdiri dari dua dokumen yaitu
Secretariat Report berupa draf laporan mengenai pandangan anggota WTO
terhadap kebijakan perdagangan Indonesia dan Government Report mengenai
pernyataan atau statement Indonesia atas kebijakan perdagangan RI. Dalam
sidang ini, Indonesia akan menghadapi berbagai pertanyaan menyangkut hal
teknis berdasar masukan interdep yang terkait dengam kebijakan perdagangan.
Khusus bagi partisipasi Indonesia, KPPU diwakili oleh Direktur Kebijakan
Persaingan.
• APEC Policy Dialogue: Seminar on the Role of Competition Policy in Structural
Reform (27 Juni 2007). Dalam seminar ini, KPPU diminta menyampaikan
presentasi dalam sesi ketiga tentang perkembangan hukum dan kebijakan
persaingan khusunya pada pengalaman dan tantangan dalam pengembangan
kebijakan persaingan. Selanjutnya, partisipasi juga dilakukan pada Economic
Committee II Roundtable Discussion: APEC-OECD Integrated Checklist on
Regulatory Reform (28 Juni 2007). Dalam pertemuan tersebut, KPPU diminta
menyampaikan presentasi dalam sesi kedua mengenai laporan
penyelenggaraan CPDG Seminar on Utilizing APEC-OECD Integrated Checklist
on Regulatory Reform in Competition Policy and Deregulation Aspects. Kedua
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 120
acara ini diselenggarakan di Cairns, Australia pada tanggal 27-30 Juni 2007.
Dalam hal ini, KPPU diwakili oleh Ketua Komisi dan Direktur Komunikasi KPPU.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 121
Persaingan Usaha Sehat untuk Pembangunan Ekonomi
dan Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat Ketigabelas Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) periode 2006 - 2011 yang telah bertugas sejak awal tahun 2007, telah diterima Presiden RI, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara untuk melaporkan kinerja KPPU, rencana strategis KPPU 2007–2012 serta menyampaikan pandangan KPPU terhadap peran persaingan usaha untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan efisiensi serta meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pada hari Selasa tanggal 15 Mei 2007 tersebut, rombongan KPPU yang dipimpin oleh Ketua KPPU, Mohammad Iqbal, diterima oleh Presiden RI bersama dengan para menteri yaitu Menko Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Menteri Sekretaris Kabinet (Menseskab), dan Menteri Hukum dan HAM. Pada kesempatan tersebut, Ketua KPPU secara khusus melaporkan sejumlah kasus–kasus yang ditangani KPPU dan beberapa saran dan pertimbangan yang disampaikan kepada Pemerintah. Sejak awal berdirinya, kasus persaingan usaha yang terbanyak dilaporkan ke KPPU adalah kasus persekongkolan tender. Sementara itu, kasus persaingan usaha yang juga ditemukan adalah mengenai diskriminasi sebagaimana yang dilakukan oleh Carrefour dan penyalahgunaan posisi dominan oleh PT. Telkom. Selanjutnya, kepada Presiden juga disampaikan beberapa saran pertimbangan mengenai berbagai sektor industri seperti industri penerbangan, telekomunikasi, energi dan industri kelapa sawit. Mengenai industri kelapa sawit, kajian yang dilakukan KPPU mengindikasikan adanya integrasi vertikal (hulu/hilir), dan adanya penguasaan pasar oleh beberapa pelaku usaha besar (oligopoli). Hanya saja, regulasi dalam industri ini kurang memadai, salah satunya ditandai dengan adanya kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri. Peran penting lain adalah kiprah KPPU di forum internasional seperti ICN, OECD, APEC dan ASEAN. Secara khusus, Ketua KPPU menginformasikan bahwa pada bulan Juni 2007 yang akan datang, Indonesia akan menjadi tuan rumah penyelenggaraan seminar mengenai APEC-OECD Integrated Checklist on Regulatory Reform” in the Competition Policy and Deregulation Aspects. Seminar tersebut ditujukan untuk membahas self–assesment reformasi regulasi di antara ekonomi APEC yang telah memiliki ataupun yang sedang menyiapkan hukum persaingan. Pada akhir laporan disampaikan keinginan KPPU pada Pemerintah agar KPPU dapat menjadi bagian integral dari penyelenggara negara khususnya dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif sebagaimana yang diterapkan di beberapa negara seperti Korea, Jepang, dan Australia. Keseluruhan materi laporan yang disampaikan KPPU ditanggapi positif oleh Bapak Presiden. Menurut beliau, persaingan usaha dibutuhkan dalam memajukan pembangunan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Bapak Presiden juga menyambut baik ajakan KPPU untuk lebih meningkatkan hubungan/kerjasama dengan
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 122
Keberhasilan Implementasi Konsep Kompetisi dengan Reformasi Regulasi Proses reformasi kebijakan di Jepang, bermula dari kondisi awal ekonomi Jepang yang stagnan dan kini telah menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Penjelasan tersebut disampaikan oleh Profesor Tetsuzo Yamamoto (Graduate School of Commerce, Waseda University) dalam keynote speech yang disampaikan pada pembukaan seminar “APEC–OECD Integrated Checklist on Regulatory Reform” pada tanggal 13 Juni 2007, di Jakarta. Capaian tersebut melalui sejumlah proses reformasi struktural dengan tantangan yang beragam. Yamamoto menunjukkan bahwa lima tantangan yang dihadapi, yaitu kebijakan moneter, konsolidasi fiskal, mendorong reformasi struktural, mengurangi kesenjangan tingkat pendapatan dan kemiskinan,meningkatkan inovasi nasional dan memperkuat integrasi Jepang di ekonomi global. Perbaikan ekonomi atas dasar reformasi struktural ditentukan oleh dua faktor berikut, yaitu reformasi struktural yang dimotori oleh pihak swasta dan reformasi struktural yang dimotori oleh pemerintah. Seiring dengan dinamika pertumbuhan ekonomi, Yamamoto juga mengidentifikasi hal penting yang juga harus diperhatikan oleh lembaga pengawas persaingan, Japan Fair Trade Commission, yaitu mereka harus menyiapkan kebijakan struktural, meningkatkan pengawasan ketentuan administrasi yang tidak sesuai dengan konsep persaingan dan memperkuat proses penanganan perkara. Selain itu, pengalaman Jepang menunjukkan bahwa hubungan antara reformasi regulasi dan kebijakan persaingan pada lingkup tertentu dapat tumpang tindih dengan reformasi struktural, misal pada reformasi industri, penggunaan pihak ketiga pada layanan publik dan regulasi terkait dengan liberalisasi. Selain gambaran yang disampaikan Yamamoto, konsep persaingan untuk pertumbuhan ekonomi juga dapat dirujuk dari paparan lembaga pengawas persaingan Chinese Taipei, yaitu Mr. Tzu-Shun Hu yang menyampaikan bahwa konsep persaingan perlu memperhatikan 3 (tiga) hal yaitu kebijakan pemerintah, komunitas bisnis, dan masyarakat atau publik. Berbagai langkah nyata yang dilaksanakan antara lain yaitu:
• Pada tahun 1994, Pemerintah membuat Gugus Tugas 461, mengevaluasi berbagai peraturan yang inkonsisten dengan Fair Trade Law, yaitu diantaranya di industri gula, produk petroleum, telekomunikasi, dan LPG.
• Pada tahun 1996, Pemerintah membentuk Gugus Tugas Deregulasi, yang ditujukan untuk menghapus sekitar 200 (dua ratus) kebijakan yang tidak diperlukan pada sejumlah sektor industri.
• Pada tahun 1997, melalui Proyek Khusus, Pemerintah mengevaluasi sejumlah 74 (tujuh puluh empat) undang-undang terkait dengan BUMN.
• Pada tahun 2001, diluncurkan Proyek Green Silicon yang mereformasi ketentuan dalam asuransi, biaya pengacara, dan perfilman.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 123
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN
Pasal 34 UU No. 5/1999 mengatur secara tegas bahwa Komisi dibantu oleh
Sekretariat KPPU demi kelancaran pelaksanaan tugasnya. Hal ini juga telah diatur
dengan jelas dalam Pasal 12 Keputusan Presiden No. 75/1999 tentang Komisi
Pengawas Persaingan Usaha. Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas, dan
fungsi sekretariat diatur lebih lanjut oleh Keputusan Komisi.
Berdasarkan ketentuan tersebut, KPPU menyusun serta menetapkan susunan
organisasi, tugas, dan fungsi sekretariat dalam Keputusan Komisi. Keputusan Komisi
telah diubah beberapa kali, terakhir adalah Keputusan Komisi No.
160/Kep/KPPU/VIII/2007 tentang Sekretariat Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
Sementara itu, menindaklanjuti hasil pembahasan interdep pada tahun 2006 yang
antara lain menyepakati bahwa perlu dilakukan amandemen terhadap Keputusan
Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha,
khususnya Pasal 12 ayat (2) yang berbunyi: “Ketentuan mengenai susunan
organisasi, tugas, dan fungsi sekretariat diatur lebih lanjut dengan keputusan
Komisi”. Pasal 12 ayat (2) dimaksud perlu dielaborasi sehingga akan mencakup
ketentuan mengenai kedudukan, tugas, fungsi, pimpinan, susunan organisasi,
anggaran dan kepegawaian sekretariat.
Dalam pembahasan internal KPPU, telah disepakati dan dirumuskan rancangan
Peraturan Presiden tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999
tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Selanjutnya rancangan tersebut telah
B A B
5
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 124
disampaikan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Menteri Sekretaris
Negara, dan Menteri Sekretaris Kabinet dengan surat Nomor: 263/K/VIII/2007
tanggal 1 Agustus 2007 perihal Usulan Rancangan Peraturan Presiden, dan telah
disusuli dengan surat KPPU Nomor: 251/K/VIII/2007 tanggal 10 Agustus 1999
perihal Perubahan Usulan Rancangan Peraturan Presiden.
Sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat serta Keputusan Presiden Nomor 75
Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha bahwa untuk kelancaran
pelaksanaan tugas, KPPU dibantu oleh sekretariat. Dengan demikian, jelas bahwa
keberadaan Sekretariat KPPU sangat diperlukan untuk mendukung dan menunjang
kelancaran pelaksanaan tugas KPPU. Oleh karena itu, agar dalam memberikan
dukungan kelancaran pelaksanaan tugas KPPU sehingga dapat terlaksana dengan
optimal, maka kepastian kedudukan, organisasi, tugas dan fungsi sekretariat perlu
segera ditetapkan.
Selain itu, dalam upaya penguatan kelembagaan, KPPU dituntut menjadi lembaga
penegak hukum yang independen, kredibel, profesional, transparan, dan
bertanggung jawab kepada publik dan negara. Oleh karena itu, Anggota KPPU perlu
dilantik oleh Presiden Republik Indonesia. Adapun koordinasi yang telah dilakukan
dengan Deputi SDM, kantor Sekneg berkaitan dengan rencana kesediaan Bapak
Presiden untuk melantik Anggota KPPU periode 2006-2011 yang semula
direncanakan pada minggu pertama bulan Maret, dan dijadwalkan ulang tanggal 20
Maret 2006, belum terlaksana sampai dengan saat ini.
Pada saat ini, KPPU telah memiliki sekitar 200 (dua ratus) orang staf sekretariat
jumlah tersebut telah termasuk tambahan sebanyak 120 (seratus duapuluh) orang
staf baru yang direkrut tahun 2007 dan ditempatkan di seluruh direktorat dan kantor
perwakilan KPPU di daerah. Penambahan jumlah staf ini ditujukan untuk menjadikan
KPPU lebih profesional guna menghadapi tantangan kedepan yang lebih berat.
Untuk itu, KPPU telah melakukan berbagai bentuk pembekalan terhadap seluruh staf
yang ada, baik staf baru maupun staf yang telah senior. Program pembekalan
tersebut dikemas dalam berbagai bentuk, salah satunya adalah dalam bentuk
pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan di dalam negeri maupun di luar negeri
yang diselenggarakan oleh KPPU bekerjasama dengan lembaga-lembaga
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 125
penegakan hukum persaingan di negara-negara sahabat, diantaranya Japan Fair
Trade Commission (JFTC), Korea Fair Trade Commission (KFTC), dan Chinese
Taipei Fair Trade Commission (CFTC).
5 . 1 . P E N G E M B A N G A N K E L E M B A G A A N
KPPU melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI yang
membahas mengenai perkembangan penegakan hukum dan kebijakan serta
anggaran KPPU.
Pada RDP tanggal 12 Juni 2007, KPPU diminta untuk menjawab beberapa
pertanyaan Komisi VI DPR RI berikut:
1. Sejauhmana peran KPPU melakukan koordinasi dengan pemerintah, terutama
bersama pemerintah menghentikan monopoli dan mulai mengurangi
persengkolan dalam tender;
2. Gambaran realisasi dan evaluasi pencapaian target dari program-program yang
telah dilakukan KPPU hingga pertengahan tahun 2007;
3. Sejauhmanakah proses penyelesaian PP Merger dan Akuisisi tengah
berlangsung;
4. Realisasi atas kajian naskah akademik serta melakukan evaluasi terhadap
tentang pasal-pasal UU No. 5/1999;
5. Hasil penyelidikan dan kajian KPPU atas dugaan penyalahgunaan posisi
dominan beberapa perusahaan asing pada industri telekomunikasi dan industri-
industri strategis lainnya; dan
6. Hasil Investigasi KPPU terhadap adanya dugaan Praktek Monopoli pada PT.
Musim Mas dalam kerjasama dengan PT. Pelindo I.
Berdasarkan pembahasan, dihasilkan beberapa kesimpulan berikut:
1. Berkaitan dengan Putusan KPPU Perkara No. 01/KPPU-L/2004 tanggal 1 Juni
2004, dimana PT. Pelindo I dan PT. Musim Mas menjadi terlapor, Komisi VI DPR
RI mendesak KPPU untuk secara proaktif melakukan monitoring di lapangan
kembali, mengenai pelaksanaan atas amar putusannya. Hal ini mengingat masih
terjadinya tumpang tindih atas fungsi regulator dan fungsi operator. Komisi VI
DPR RI meminta pemerintah c.q. Departemen Perhubungan dalam hal ini
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 126
Administrasi Pelabuhan agar memaksimalkan fungsinya sebagai regulator dan
fungsi Pelindo I sebagai Operator dan fasilitator.
2. Dalam upaya untuk mengoptimalkan kinerja KPPU, Komisi VI DPR RI mendesak
KPPU untuk melakukan inisiatif secara proaktif, bukan hanya menunggu laporan,
dalam pemeriksaan segala bentuk perjanjian dan praktek usaha sesuai dengan
Tugas KPPU yang tertuang dalam Pasal 35 UU No. 5 tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
3. Persaingan sehat di sektor industri yang menguasai hajat hidup orang banyak
akan memberikan manfaat pertumbuhan yang besar bagi ekonomi rakyat. Untuk
itu, Komisi VI DPR RI meminta kepada pemerintah untuk melakukan internalisasi
nilai-nilai persaingan usaha yang sehat di instansi pemerintah.
4. Dalam upaya meningkatkan kinerja KPPU, Komisi VI DPR RI mendesak
pemerintah c.q. Departemen Keuangan c.q. Dirjen Anggaran dan Perimbangan
Keuangan untuk segera merealisir pelaksanaan anggaran operasional KPPU
yang masih tertunda sampai saat ini.
5. Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan kepada rakyat serta memberikan
perlindungan terhadap konsumen, Komisi VI DPRI RI mendesak KPPU untuk
berkoordinasi dengan BPKN (Badan Perlindungan Konsumen Nasional) dan
lembaga terkait lainnya.
6. Terhadap persoalan PT. Indosat, Komisi VI DPR RI meminta KPPU untuk
mengeluarkan keputusan yang berpihak kepada konsumen.
Selanjutnya pada RDP tanggal 25 Juni 2007, KPPU diminta untuk menjawab
beberapa pertanyaan Komisi VI DPR RI berikut:
1. Gambaran realisasi pencapaian target dari program-program yang telah
dilakukan KPPU selama tahun 2006 sampai dengan Semester I tahun 2007,
beserta hasil evaluasi secara keseluruhan dari program-program yang telah
dilaksanakan.
2. Gambaran mengenai rencana program dan kebijakan KPPU sebagaimana yang
dituangkan dalam RKAK/L tahun 2008.
3. Rincian Program Kerja dan Skala Prioritas KPPU beserta rincian pagu indikatif
RAPBN Tahun 2008.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 127
Berdasarkan pembahasan, dihasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Permintaan kepada KPPU agar dalam penyusunan seluruh kebijakan anggaran
harus didasarkan pada tugas dan kewajiban KPPU sebagaimana termaktub
dalam UU No. 5/1999, sehingga desain struktur, posting anggaran dan
operasionalisasi anggaran berdasar pada persoalan pokok terutama
pemberantasan monopoli, kartel, dan persaingan usaha tidak sehat; dan
2. Persetujuan Komisi VI DPR RI atas usulan pagu anggaran indikatif KPPU
sekurang-kurangnya sebesar Rp 88.430.300.000,00 – Rp 150.742.794.000,00
Selain hal yang menjadi kesimpulan rapat tersebut, DPR juga menyampaikan
beberapa hal berikut:
1. Pentingnya peningkatan sosialisasi dan monitoring oleh KPPU;
2. Perlunya monitoring atas industri usaha kecil dan menengah (UKM) yang terkait
isu strategis (terutama UKM ritel), monitoring tender di daerah, dan monitoring
industri sumber daya alam; dan
3. Perlunya pertimbangan kembali KPPU atas pengadaan tanah dan bangunan,
karena masih banyaknya gedung pemerintah yang menganggur dan dapat
digunakan.
Dalam menjamin efektivitas kebijakan persaingan di Indonesia, sesuai amanat
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, KPPU telah melakukan penjajakan
kerjasama dengan Badan Perlindungan Konsumen. Dalam pertemuan yang
dilaksanakan pada tanggal 20 September 2007 tersebut, KPPU dan BPKN
bersepakat untuk meresmikan hubungan kedua instansi melalui suatu nota
kesepahaman. Dengan terwujudnya kerjasama tersebut, maka akan menjadi nota
kesepahaman kelima yang telah dihasilkan KPPU, setelah nota kesepahaman
dengan Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (Bapapem LK), Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo),
dan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK). Kerjasama tersebut diarahkan kepada
upaya penciptaan persaingan usaha yang sehat dan perlindungan konsumen.
Dalam konsep nota kesepahaman yang disusun Sub Direktorat, ruang lingkup
kerjasama akan meliputi konsultasi masalah persaingan usaha dan perlindungan
konsumen; koordinasi atas temuan masing-masing pihak, terutama dalam upaya
pencegahan persaingan usaha tidak sehat yang berdampak kepada konsumen; dan
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 128
sosialisasi tentang hubungan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat dan
perlindungan konsumen.
Selain dengan BPKN, KPPU dalam bulan September telah melakukan dua kali
Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI, yaitu pada tanggal 11
September dan 24 September 2007. Fokus kedua rapat tersebut terletak pada
proses pengajuan anggaran KPPU tahun 2008 dan evaluasi atas kinerja anggaran
KPPU tahun 2007. Berdasarkan kesimpulan rapat tersebut, secara garis besar
KPPU diminta untuk melakukan optimalisasi penggunaan anggaran 2007 dan
menyetujui usulan anggaran 2008. Selain itu, DPR juga menekankan kepada KPPU
untuk menyelesaikan perkara terkait dugaan monopoli dalam telekomunikasi yang
melibatkan Temasek Holding Company sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Diluar himbauan kepada KPPU, DPR juga mendesak pemerintah c.q. Departemen
Keuangan c.q. Dirjen Anggaran dan Perimbangan Keuangan untuk segera merealisir
pelaksanaan anggaran operasional KPPU yang masih tertunda sampai saat ini.
Rapat Kerja DPRD, Sekretaris Daerah, dan Sekretaris DPRD yang diadakan pada
tanggal 23–24 Januari 2007 di Hotel Bidakara, Jakarta dihadiri oleh 1500 orang,
yang terdiri dari:
a. Ketua DPRD, Sekretaris Daerah, dan Sekretaris DPRD dari 33 propinsi di
Indonesia
b. Ketua DPRD, Sekretaris Daerah, dan Sekretaris DPRD dari 434 kabupaten di
Indonesia
Materi yang diberikan kepada peserta meliputi:
PP Nomor 37 tahun 2006 yang disampaikan oleh Dirjen BAKD
Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah oleh BAPPENAS
Larangan Persekongkolan dalam Tender oleh KPPU
Pencegahan Tindak Pidana Korupsi dalam Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah
Dalam rangka penguatan kelembagaan KPPU, pada bulan Maret 2007 KPPU
menyelenggarakan acara Temu Ramah bagi Komunitas Persaingan Sehat sebagai
konsep awal dari berdirinya suatu komunitas yang mendukung terciptanya iklim
persaingan sehat, sekaligus memperingati 8 tahun diberlakukannya UU No. 5/1999.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 129
Temu Ramah tersebut dihadiri oleh Menteri Perdagangan RI, Ketua Komisi VI DPR
RI, dan sejumlah perwakilan instansi pemerintah. Dalam kesempatan yang sama,
Menteri Perdagangan menyampaikan bahwa KPPU sebagai mitra kebijakan dari
Departemen Perdagangan dapat bersama–sama membahas dan menyelesaikan
peraturan–peraturan penting untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat,
misalnya dalam menyusun Peraturan Presiden mengenai penataan pasar modern.
Lebih lanjut, Ketua Komisi VI DPR RI menyatakan bahwa KPPU telah berhasil
membudayakan persaingan dalam dunia penerbangan di Indonesia.
5 . 2 . P E N I N G K A T A N S A R A N A D A N P R A S A R A N A
Kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenang KPPU dan Sekretariat KPPU tidak
hanya ditentukan oleh sumber daya manusia yang dimiliki, namun juga kondisi serta
keadaan sarana dan prasarana pendukungnya.
Untuk mengoptimalkan penegakan UU No. 5/1999, pada awal tahun 2007 KPPU
merekrut 77 orang tenaga baru untuk ditempatkan sesuai dengan kebutuhan
sekretariat. Di sisi lain, hal ini menyebabkan situasi kerja menjadi kurang kondusif,
karena kurangnya ruangan serta sarana dan prasarana untuk pegawai baru.
Ruangan yang memadai dan representatif akan memberikan dukungan bagi
pelaksanaan tugas KPPU, untuk itu sangat dibutuhkan ruangan-ruangan antara lain
ruang kerja untuk Anggota Komisi, Direksi dan pegawai KPPU, ruang pemeriksaan,
ruang rapat, ruang pembacaan putusan, pelaksanaan dengar pendapat,
perpustakaan, ruang audio visual, ruang publik area dan tempat parkir kendaraan.
Upaya memperoleh gedung dan tanah aset milik negara melalui Menteri Keuangan
belum memperoleh hasil. Sedangkan melalui Menteri Sekretaris Negara telah
disampaikan permintaan untuk memperoleh eks gedung kantor KPK di Jalan Juanda
Nomor 36 Jakarta untuk pengembangan ruangan kerja KPPU.
Dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan, pada semester awal 2007 ini
KPPU telah memberikan asuransi bagi para pegawainya. Asuransi tersebut
mencakup pelayanan layanan rawat inap dan rawat jalan (baik umum maupun
spesialis).
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 130
5 . 4 . P E N I N G K A T A N D A N P E N G E M B A N G A N
K A N T O R P E R W A K I L A N K P P U D I D A E R A H
KPPU telah mempunyai 5 (lima) Kantor Perwakilan Daerah KPPU (KPD KPPU)
yaitu di: Medan, Surabaya, Makassar, Balikpapan, dan Batam. Dengan keberadaan
kelima KPD KPPU tersebut sangat dirasakan dukungannya terhadap pelaksanaan
tugas KPPU. Penanganan terhadap beberapa perkara, yang sedang ditangani oleh
KPPU dan perkara tersebut terkait dengan pelaku usaha di wilayah kerja KPD KPPU
bersangkutan, khususnya dalam melakukan investigasi dan pemeriksaan
pendahuluan maupun pemeriksaan lanjutan telah dilakukan di KPD KPPU maupun
ditempat lain yang ditetapkan dengan difasilitasi oleh KPD KPPU, termasuk
kegiatan-kegiatan lainnya yang perlu difasilitasi oleh KPD KPPU.
Upaya peningkatan keberadaan, KPD KPPU mendapat dukungan dari berbagai
pihak antara lain dari Komisi VI DPR RI, DPRD maupun Pemerintah Daerah, media
massa serta pihak-pihak lainnya. Dukungan dari berbagai pihak tersebut tentunya
akan memudahkan operasionalisasi kantor perwakilan daerah KPPU di masing-
masing wilayah kerjanya, sehingga diharapkan upaya penegakan UU No. 5/1999
akan dapat berjalan lebih efektif dan memberikan hasil pada terwujudnya persaingan
usaha yang sehat di seluruh pelosok tanah air Indonesia.
Dukungan Komisi VI DPR RI terhadap peningkatan dan pengembangan KPD KPPU
sangat kuat, hal ini sebagaimana disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat
Komisi VI DPR RI dengan Sekretaris Jenderal Departemen Perdagangan dan
Direktur Eksekutif KPPU pada tanggal 9 Juli 2007. Salah satu butir kesimpulan
dalam Rapat Dengar Pendapat tersebut (butir 4) berbunyi:” Dalam upaya
meningkatkan kinerja KPPU dan pelayanan terhadap publik serta efektifitas
penanganan perkara/ laporan atas persaingan usaha yang sehat di daerah-daerah
sebagai pelaksanaan UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, maka Komisi VI DPR RI meminta KPPU untuk
membuka kantor perwakilan KPPU di seluruh ibukota provinsi di Indonesia secara
bertahap”.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 131
Permintaan Komisi VI DPR RI tersebut di atas sangatlah menggembirakan dan hal
ini perlu direspon secara positif, oleh KPPU maupun pihak Pemerintah serta pihak-
pihak lain sebagai stakeholders KPPU. Dukungan yang sangat positif dari DPR RI
tesebut, dalam implementasinya masih menghadapi hambatan. Hal ini terkait
dengan masalah status kelembagaan Sekretariat KPPU, kepegawaian, serta
kemandirian anggaran KPPU.
Dalam rangka menindaklanjuti permintaan Komisi VI DPR RI tersebut di atas, KPPU
sedang dan akan melakukan upaya-upaya secara bertahap untuk dapat
mewujudkannya, antara lain yaitu:
• Melakukan evaluasi dan kajian terhadap keberadaan dan pengembangan KPD
KPPU.
• Merencanakan membuka/ membentuk KPD KPPU baru di 2 (dua) ibukota provinsi
pada tahun anggaran 2008.
• Meningkatkan/ mengembangkan tugas pokok, fungsi dan kewenangan KPD
KPPU.
• Menambah jumlah sumber daya manusia serta meningkatkan/ mengembangkan
kemampuannya.
• Melengkapi sarana dan prasarana kerja KPD KPPU.
• Mengusulkan anggaran biaya operasional untuk masing-masing KPD KPPU yang
cukup signifikan.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 132
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 133
PENUTUP
Dalam perjalanan tahun 2007, KPPU menyadari betapa beratnya beban yang
diemban, mengingat kondisi riil ekonomi Indonesia yang sedang dalam upaya
pemulihan ekonomi justru banyak dipenuhi oleh praktek – praktek usaha yang anti
persaingan seperti diskriminasi, penyalahgunaan posisi dominan, kolusi, kartel dan
kegiatan usaha lainnya yang bertentangan dengan UU No 5 Tahun 1999.
Untuk itu menjadi suatu tantangan yang cukup berat bagi KPPU karena publik
menaruh harapan yang cukup tinggi pada KPPU untuk dapat berperan aktif
membenahi sistem perekonomian dalam upaya meningkatkan daya saing Indonesia
pada era globalisasi.
Hal lain yang terungkap, bahwa fakta di lapangan menunjukkan bahwa tantangan
yang dihadapi KPPU tidak hanya datang dari pelaku usaha yang menjadi obyek
terbesar dari tugas KPPU, akan tetapi juga datang dari pemerintah yaitu bahwa
pemerintah belum secara efektif mengakomodasi semangat persaingan ke dalam
kebijakan ekonomi yang diambilnya. Sehingga tidaklah aneh apabila muncul
beberapa regulasi yang justru diwarnai oleh semangat anti persaingan.
Oleh karena itu, berangkat dari semangat untuk menyelaraskan kebijakan
pemerintah dalam rangka meningkatkan efektifitas implementasi hukum persaingan
di Indonesia, KPPU terus mendorong upaya reformasi regulasi agar dapat
memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk itu, KPPU
selayaknya selalu memperhatikan kondisi regulasi pemerintah yang terkait dengan
BAB
6
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 134
persaingan usaha di semua sektor, dampak ekonomi dari putusan yang dikeluarkan
KPPU serta memperhatikan keseimbangan kepentingan pelaku usaha dan
kepentingan umum sebagaimana amanat Pasal 2 UU Nomor 5/1999 melalui
reformasi regulasi.
Regulasi reformasi yang tengah digulirkan saat ini, sedikit banyak telah memberikan
warna dalam perjalanan perkembangan perekonomian bangsa ini. Nilai positif yang
dapat diambil dari berjalannya mekanisme reformasi regulasi ini adalah dengan
diikutsertakannya KPPU dalam penyusunan berbagai draff Peraturan Pemerintah.
Sepanjang tahun 2007 ini KPPU telah mengirimkan tidak kurang dari 10 (sepuluh)
saran dan kebijakan terhadap pemerintah dalam berbagai sektor industri, bahkan
beberapa diantaranya direspon positif oleh pemerintah dalam menjalankan
fungsinya sebagai regulator. Semoga hal ini dapat menjadi awal yang baik dalam
mewujudkan tujuan mulia UU ini, yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Suatu program reformasi (penataan kembali) regulasi, membutuhkan 4 (empat) hal,
yaitu : dukungan publik, kemauan politik, dan juga anlisa ekonomi yang
komprehensif, serta dilengkapi dengan penegakan hukum yang tegas dan adil.
Program regulasi reformasi akan bermakna ketika diwadahi dalam suatu frame work
dan institusi yang kuat. Untuk itu, perlu segera dibentuk Kebijakan Persaingan
Usaha Nasional, yaitu kebijakan tingkat nasional guna mewadahi koordinasi dan
harmonisasi nilai-nilai pesaingan usaha dengan kebijakan sektoral dan sebaliknya.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 135
RINGKASAN PERKARA, PUTUSAN,
DAN PENETAPAN
PUTUSAN PERKARA NO. 08/KPPU-L/2006 TENDER PEKERJAAN NON
DISTRUCTING TESTING INSPECTION SERVICES
Perkara ini adalah perkara laporan yang diterima oleh KPPU pada awal Mei
2006 mengenai dugaan pelanggaran Undang-Undang No. 5/1999 terkait dengan
Tender No. 200/SINS-WD/03-D untuk pekerjaan Non Distructing Testing (NDT)
Inspection Services di Total E & P Indonesia, Balikpapan, Kalimantan Timur.
Dugaan persekongkolan tender ini muncul setelah tender NDT tersebut di
atas dilakukan tender ulang karena tidak ada peserta yang memenuhi persyaratan.
Sebelum dimulainya tender ulang tersebut, dilakukan pertemuan-pertemuan antara
PT. Surveyor Indonesia dan PT. Inspektindo Pratama yang dimaksudkan untuk
membicarakan kerja sama antara PT. Surveyor Indonesia dan PT. Inspektindo
Pratama dalam rangka memenangkan dan menangani kegiatan proyek pekerjaan
NDT Inspection Services Tender No. 200/SINS-WD/03-D di Total E & P Indonesia.
Beberapa data dan fakta yang diperoleh dari hasil pemeriksaan dan
penyelidikan yang dilakukan oleh KPPU:
1. Pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan yang dituangkan dalam
perjanjian kerja sama tanggal 13 Januari 2004 yang ditandatangani oleh
masing-masing direktur utama PT. Surveyor Indonesia dan PT. Inspektindo
LAMPIRAN
1
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 136
Pratama, yang pada pokoknya berisi pembagian pekerjaan dan tanggung
jawab masing-masing antara lain:
a. Lingkup kerjasama ini dimulai dari kegiatan pra tender sampai dengan
pelaksanaan kegiatan proyek, yaitu Persiapan, Penyusunan,
Penyampaian Data Administrasi dan Teknis, Data Penawaran Harga, dan
Data Pelaksanaan untuk Pekerjaan;
b. PT. Surveyor Indonesia akan berperan sebagai bidder yang akan
diupayakan untuk memenangkan tender dan PT. Inspektindo Pratama
akan mendukung sepenuhnya;
c. PT. Surveyor Indonesia akan mengatur dan membentuk Tim Sukses
untuk evaluasi teknis dengan dukungan penuh dari PT. Inspektindo
Pratama;
d. PT. Inspektindo Pratama akan berperan untuk me-manage dan mengatur
komposisi harga penawaran sehingga diperoleh harga jual dan komposisi
yang paling menguntungkan di kedua belah pihak;
2. Perjanjian tersebut ternyata diingkari oleh PT. Inspektindo Pratama karena
PT. Inspektindo Pratama pada tanggal 15 Januari 2004 memasukan
dokumen penawaran dalam Tender NDT tersebut. Hal tersebut mengingkari
kesepakatan yang kedua bahwa yang menjadi bidder adalah PT. Surveyor
Indonesia. Hal tersebut dipertegas oleh Johannes Widodo Rantow, Direktur
PT. Inspektindo Pratama yang pada tanggal 14 Februari 2004
menyampaikan surat pembatalan kepada Direktur Utama PT. Surveyor
Indonesia, Didie B. Tedjosumirat, yang berisi pernyataan bahwa perjanjian
kerja sama tertanggal 13 Januari 2003 adalah tidak sah, karena pada tanggal
penandatanganan perjanjian kerja sama tersebut, H.S. Syafrul sudah tidak
lagi menjabat sebagai Direktur Utama PT. Inspektindo Pratama dan
memberitahukan bahwa PT. Inspektindo Pratama memutuskan untuk
berpartisipasi dalam tender secara mandiri. Pertimbangan dibatalkannya
surat perjanjian oleh Direktur PT. Inspektindo Pratama yang baru tersebut,
karena sulit dilaksanakan hingga akhirnya merugikan PT. Inspektindo
Pratama dan tidak patut adanya kerjasama antara dua bidder. PT.
Inspektindo Pratama kemudian memasukan dokumen penawaran tender
tersebut pada tanggal 15 Februari 2004.
3. Pada tanggal 16 Februari 2004, Direktur Utama PT. Surveyor Indonesia,
Didie B. Tedjosumirat, menyampaikan surat balasan kepada Direktur PT.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 137
Inspektindo Pratama, dan PT. Surveyor Indonesia menyatakan bahwa untuk
selanjutnya perjanjian kerjasama tersebut batal demi hukum, sehingga
segala hak dan kewajiban yang timbul dalam perjanjian tersebut dinyatakan
tidak ada.
4. Bahwa PT. Surveyor Indonesia dengan PT. Inspektindo Pratama telah
melakukan persekongkolan tender berupa kesepakatan kerja sama untuk
mengatur dan menentukan PT. Surveyor Indonesia sebagai pemenang
lelang NDT Inspection Services yang dilaksanakan oleh Panitia lelang di
Total E & P Indonesia, namun dengan dimasukkannya dokumen penawaran
tender oleh PT. Inspektindo Pratama dan dibatalkannya Perjanjian Kerja
Sama tanggal 13 Januari 2004 oleh kedua pihak, maka perilaku mengatur
dan atau menentukan pemenang tender tidak terbukti dilaksanakan oleh PT.
Surveyor Indonesia dan PT. Inspektindo Pratama, sehingga tidak memenuhi
salah satu unsur Pasal 22 Undang-Undang No. 5/1999 yang berbunyi:
“Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan
atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya persaingan usaha tidak sehat”, dan oleh karena itu tidak dapat
dikatakan telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 5/1999.
Berdasarkan fakta-fakta diatas maka pada tanggal 15 Maret 2007 KPPU
memutuskan bahwa Terlapor I: PT Surveyor Indonesia dan Terlapor II: PT
Inspektindo Pratama tidak terbukti melanggar ketentuan Pasal 22 Undang-Undang
No. 5/1999 tentang Persekongkolan.
PUTUSAN PERKARA NO. 09/KPPU-L/2006 TENDER PENGADAAN MEUBELAIR DI LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA (LAN), MAKASSAR
Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) No. 09/KPPU-L/2006
merupakan perkara yang berawal dari laporan oleh pelaku usaha ke KPPU.
Berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan
oleh Tim Pemeriksa, Majelis Komisi menilai bahwa Panitia Tender melakukan
beberapa kesalahan dan kelalaian dalam melaksanakan proses tender antara lain:
1. Tidak membuat kriteria/spesifikasi Barang Pabrikasi dan Barang Non
Pabrikasi secara terperinci;
2. Tidak mengumumkan nilai total Harga Perkiraan Sendiri (HPS) sebagaimana
ketentuan Keppres Nomor 80 Tahun 2003;
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 138
3. Tidak melakukan tahapan evaluasi penawaran peserta tender sebagaimana
tercantum dalam Rencana Kerja dan Syarat (RKS);
4. Tidak melakukan evaluasi kualifikasi Kemampuan Dasar (KD) peserta tender.
Meskipun telah terjadi kesalahan dan kelalaian dalam melaksanakan proses
tender, Majelis Komisi menilai bahwa kesalahan dan kelalaian yang dilakukan oleh
Panitia Tender tersebut di atas bukan merupakan tindakan kesengajaan untuk
mengatur pemenangan salah satu peserta tender.
Majelis Komisi menilai dugaan persekongkolan yang dilakukan oleh Panitia
Tender dengan CV Diamond Abadi dan CV Banyumas dalam bentuk Post Bidding
antara Panitia Tender dengan CV Diamond Abadi serta dugaan adanya
persekongkolan horisontal di antara peserta tender tidak didukung oleh fakta dan
bukti yang kuat. Berdasarkan hasil pemeriksaan, Majelis Komisi juga menemukan
fakta-fakta yang dinilai perlu untuk dikemukakan dalam putusannya, yaitu:
1. Terdapat pernyataan saksi dibawah sumpah mengenai adanya
persekongkolan horizontal berbentuk tawaran uang mundur sebesar Rp
100.000.000,- (seratus juta rupiah) dari Terlapor III kepada peserta tender
lainnya yang tidak didasarkan pada fakta yang benar;
2. Ditemukan fakta bahwa para peserta tender kerap meminjam nama
perusahaan lain guna memenuhi persyaratan kompetensi yang ditentukan
dalam suatu tender sebagai suatu hal yang dianggap lazim. Kelaziman
tersebut merupakan kondisi yang tidak benar dan tidak sehat dalam dunia
usaha;
3. Khusus dalam tender pengadaan barang, persyaratan kualifikasi mengenai
Kemampuan Dasar berpotensi menjadi hambatan (entry barrier) bagi
perusahaan kecil atau perusahaan baru untuk memperoleh kesempatan
mengikuti berbagai kegiatan tender yang menimbulkan kondisi persaingan
usaha yang tidak sehat;
4. Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang dikuatkan oleh Putusan
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara mengenai proses tender yang sama,
serta Surat Pemberitahuan Hasil Penyelidikan dan Penyidikan Kepolisan
Daerah Sulawesi Selatan terhadap proses tender yang sama, tidak
dipertimbangkan oleh Majelis Komisi karena tidak relevan dengan subtansi
perkara No. 09/KPPU-L/2006 yang dinilai dari sisi persaingan usaha.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 139
Berdasarkan fakta-fakta dan bukti-bukti yang ditemukan selama proses
pemeriksaan, maka Majelis Komisi memutuskan:
1. Menyatakan Terlapor I: Panitia Tender Pengadaan Meubelair Kantor Pusat
Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur II (PKP2A) Lembaga
Administrasi Negara (LAN) Makassar tidak terbukti melanggar Pasal 22
Undang-Undang No. 5/1999 tentang Persekongkolan;
2. Menyatakan Terlapor II: CV Diamond Abadi tidak terbukti melanggar Pasal
22 Undang-Undang No. 5/1999 tentang Persekongkolan;
3. Menyatakan Terlapor III: CV Banyumas tidak terbukti melanggar Pasal 22
Undang-Undang No. 5/1999 tentang Persekongkolan;
Putusan tersebut dibacakan dalam Sidang Majelis Komisi yang dinyatakan
terbuka untuk umum pada hari Jumat tanggal 16 Maret 2007 di Gedung KPPU Jl. Ir.
H. Juanda no. 36 Jakarta Pusat. Meskipun Terlapor tidak terbukti melanggar UU
No.5 tahun 1999, namun sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 huruf e
Undang-undang Nomor 5/1999, maka Majelis Komisi dalam putusannya
merekomendasikan hal-hal sebagai berikut:
1. Meminta kepada atasan Panitia Tender untuk memberikan sanksi kepada
Panitia Tender atas kesalahan dan kelalaian dalam melaksanakan tender
meubelair di LAN Makassar;
2. Mengambil tindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku terhadap laporan, sumpah, atau pernyataan yang diduga palsu;
3. Meminta kepada Pemerintah agar membuat peraturan dalam pengadaan
barang dan jasa baik di lingkungan pemerintah maupun swasta yang
mewajibkan Panitia lelang/tender memuat ketentuan tentang larangan pinjam
meminjam nama perusahaan dan memeriksa keabsahan identitas peserta
tender;
4. Meminta kepada Pemerintah untuk mengkaji ulang ketentuan Keppres
Nomor 80 Tahun 2003 mengenai persyaratan Kemampuan Dasar dan
kualifikasi lain khususnya untuk pengadaan barang yang berpotensi untuk
menghambat para pelaku usaha dalam mengikuti kegiatan tender tanpa
mengabaikan penilaian kompetensi pelaku usaha dalam melaksanakan
pekerjaan.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 140
Putusan Perkara No. 10/KPPU-L/2006 Persekongkolan Tender Pekerjaan Pembangunan 2 (dua) unit Kapal Ferry Ro-Ro 750 GT di BRR NAD-Nias
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah selesai melakukan
pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan telah menetapkan putusan
terhadap perkara No. 10/KPPU-L/2006, yaitu dugaan pelanggaran UU No. 5 /1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU
No.5/1999) terkait dengan tender pekerjaan pembangunan 2 (dua) unit kapal motor
penyeberangan, ukuran 750 GT di Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nangroe
Aceh Darussalam-Nias (BRR NAD-Nias).
Perkara ini muncul setelah adanya laporan yang pada pokoknya menemukan
adanya indikasi persekongkolan tender yang dilakukan oleh Panitia Tender dengan
PT. Daya Radar Utama, PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari dan PT. Dumas
Tanjung Perak Shipyard untuk secara bersama-sama meloloskan PT. Daya Radar
Utama dalam tahap evaluasi administrasi dengan bukti sebagai berikut:
1. Bahwa terdapat 2 (dua) versi checklist pemeriksaan dokumen administrasi
yang ditandatangani oleh PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari dan PT.
Dumas Tanjung Perak Shipyard dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk
dokumen penawaran yang sama yaitu dokumen penawaran yang diajukan
oleh PT. Daya Radar Utama;
2. Bahwa Panitia Tender mengusulkan PT. Daya Radar Utama sebagai
pemenang tender meskipun berdasarkan checklist tersebut, PT. Daya Radar
Utama tidak memenuhi kelengkapan dokumen administrasi.
Pada Pemeriksaan Pendahuluan, Tim Pemeriksa menemukan fakta dan
indikasi yang pada pokoknya sebagai berikut:
1. Bahwa 2 (dua) versi checklist pemeriksaan dokumen administrasi PT. Daya
Radar Utama tersebut tidak menunjukkan indikasi kuat keterlibatan PT. Dok
& Perkapalan Kodja Bahari dan PT. Dumas Tanjung Perak Shipyard dalam
persekongkolan tender karena kewenangan untuk meloloskan peserta
merupakan wewenang Panitia Tender dan faktanya checklist tersebut tidak
dijadikan acuan dari panitia;
2. Bahwa terdapat indikasi kuat adanya persekongkolan antara Kepala
SATKER BRR dengan Direktorat LLASDP dalam proses perencanaan tender
yang cenderung mengarahkan PT. Daya Radar Utama sebagai pemenang
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 141
tender. Hal tersebut terkait dengan penentuan tipe kapal yang ditenderkan
yang cenderung memilih tipe kapal yang sering diproduksi PT. Daya Radar
Utama dalam proyek Departemen Perhubungan;
3. Bahwa terdapat indikasi kuat adanya tindakan Panitia Tender yang tidak
melakukan evaluasi secara sehat yang cenderung mengarahkan PT. Daya
Radar Utama sebagai pemenang tender. Hal tersebut terkait dengan
tindakan Panitia Tender yang mengabaikan kelengkapan dokumen
penawaran PT. Daya Radar Utama serta melakukan evaluasi kemampuan
peserta tender secara sempit dengan mengabaikan kemampuan faktual
semua peserta
Pada Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa menyimpulkan sebagai berikut:
1. Bahwa atas dasar analisis dugaan pelanggaran UU NO. 5 / 1999 tersebut,
maka Tim Pemeriksa menyimpulkan bahwa tindakan yang dilakukan Panitia
Tender, PT. Daya Radar Utama, Kepala SATKER BRR dan Direktorat
LLASDP baik sendiri maupun secara bersama–sama dalam proses Tender
Kapal 750 GT di BRR tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan
persekongkolan;
2. Bahwa oleh karena itu, maka Tim Pemeriksa menyimpulkan bahwa tidak ada
bukti terjadinya pelanggaran Pasal 22 UU No. 5 / 1999 yang dilakukan oleh
Panitia Tender, PT Daya Radar Utama, Kepala SATKER BRR dan Direktorat
LLASDP.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut dan dikaitkan dengan dugaan pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, maka Majelis
Komisi menilai pemenuhan unsur-unsur pasal sebagai berikut:
1. Unsur Pelaku Usaha. Bahwa pelaku usaha yang dimaksud adalah PT. Daya
Radar Utama; Unsur pelaku usaha terpenuhi.
2. Unsur Bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan
pemenang tender.
o Bahwa benar Panitia Tender menggugurkan PT. Industri Kapal
Indonesia (Persero) dalam evaluasi administrasi karena memang
sesuai dengan aturan yang berlaku dalam Keppres No. 80 Tahun
2003 dan Analisa Harga Satuan tidak memenuhi syarat karena hanya
mencantumkan daftar harga material. Hal tersebut telah diakui dan
disahkan oleh semua peserta tender termasuk PT. Industri Kapal
Indonesia (Persero) sendiri;
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 142
o Bahwa benar Panitia Tender meluluskan PT. Daya Radar Utama
dalam Tahap I (evaluasi administrasi) walaupun tidak melampirkan
maker list karena maker list tidak dimuat dalam persyaratan di
Dokumen Tender dan Metode Pelaksanaan Kerja tidak harus
ditandatangani karena tidak diatur di dalam Dokumen Tender;
o Bahwa benar Panitia Tender merubah tipe 600 GT menjadi 750 GT
karena alasan daya tampung kendaraan. Walaupun Direktorat
LLASDP menyarankan kepada Kepala SATKER BRR untuk
menggunakan tipe 750 GT dengan spesifikasi teknis dan prototipe
dari konsultan PT. Mega Ocean Jaya, namun Panitia Tender tidak
memakai sepenuhnya spesifikasi teknis dan prototipe tersebut karena
hanya dapat menampung 11 (sebelas) truk, padahal yang diinginkan
oleh Kepala Satker adalah yang dapat menampung 14 truk dan 8
kendaraan sedang/kecil;
o Bahwa benar Panitia Tender hanya mempertimbangkan nilai
pengalaman tertinggi pada subbidang pekerjaan dalam pembangunan
kapal ferry ro-ro saja dan tidak mempertimbangkan pengalaman
pekerjaan pembangunan kapal lainnya yang terbuat dari bahan baku
utama besi/baja. Hal ini karena semata-mata keterbatasan kapasitas
Panitia Tender dalam menginterpretasikan nilai pengalaman tertinggi
pada subbidang pekerjaan yang sejenis sebagaimana dimaksud
dalam KEPPRES No. 80 Tahun 2003 dan bukan dalam upaya
bersekongkol sebagaimana dimaksud dalam unsur Pasal 22 UU No.
5 / 1999;
o Bahwa dengan demikian, unsur bersekongkol dengan pihak lain untuk
mengatur dan atau menentukan pemenang tender tidak terpenuhi.
3. Bahwa karena unsur bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau
menentukan pemenang tender tidak terpenuhi, maka Majelis Komisi menilai
unsur-unsur lain pada Pasal 22 Undang-undang Nomor 5/1999 tidak perlu untuk
dibuktikan lebih lanjut.
Sebelum memutuskan, Majelis Komisi mempertimbangkan hal-hal sebagai
berikut:
1. Bahwa selama pemeriksaan ditemukan kelemahan Panitia Tender dalam
penyusunan spesifikasi teknis kapal yang akan ditenderkan. Hal tersebut
berpotensi adanya campur tangan pihak lain untuk mengarahkan spesifikasi
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 143
teknis kapal yang ditenderkan sehingga mengurangi independensi Panitia
Tender;
2. Bahwa selama pemeriksaan ditemukan kelemahan dalam menilai
kemampuan dasar peserta tender yang hanya mempertimbangkan Nilai
Pengalaman Tertinggi pekerjaan pada subbidang yang sejenis yaitu
pekerjaan pembangunan kapal ferry ro-ro saja;
3. Bahwa berkaitan dengan kelemahan tersebut, Majelis Komisi
merekomendasikan kepada Komisi untuk memberikan saran dan
pertimbangan kepada BRR NAD-Nias agar dalam menetapkan susunan
keanggotaan Panitia Tender yang memiliki kualifikasi sesuai dengan bidang
keahlian dalam pengadaan barang atau jasa yang akan ditenderkan.
Menimbang bahwa berdasarkan fakta dan kesimpulan di atas, serta dengan
mengingat Pasal 43 ayat (3) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, Majelis Komisi
memutuskan:
Menyatakan Panitia Tender, PT Daya Radar Utama, Kepala SATKER BRR,
dan Direktorat LLASDP tidak terbukti melanggar Pasal 22 Undang-undang Nomor 5
Tahun 1999 dalam Tender Kapal 750 GT di BRR.
Pemeriksaan dan penyusunan putusan terhadap perkara tersebut di atas
dilakukan oleh KPPU dengan prinsip Independen (tidak memihak siapapun) semata-
mata sebagai pengemban amanat pengawasan terhadap pelaksanaan UU No.
5/1999 agar terwujud kepastian berusaha yang sama bagi setiap pelaku usaha dan
menjamin persaingan usaha yang sehat dan efektif. Putusan Perkara No. 10/KPPU-
L/2006 tersebut dibacakan dalam Sidang Majelis Komisi yang dinyatakan terbuka
untuk umum pada hari Senin tanggal 16 April 2007 di Gedung KPPU Jl. Ir. H.
Juanda No. 36 Jakarta Pusat.
Putusan Perkara No. 14/KPPU-L/2006 Tender Pengadaan Integrated Shorebase
Management and Logistic Services (No. DCU-0064A) di BP Berau
Perkara ini diawali dari laporan ke KPPU pada tanggal 29 Juni 2006 yang
menyatakan bahwa terdapat dugaan pelanggaran Pasal 22 Undang-Undang No.
5/1999 tentang Persekongkolan dalam tender pengadaan integrated shorebase
management and logistic services (No. DCU-0064A) di BP Berau. Hasil pemeriksaan
Majelis Komisi menemukan fakta bahwa pada tanggal 2 dan 3 November 2004, BP
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 144
Berau Ltd mengumumkan tender pengadaan integrated shorebase management
and logistic services yang mencakup manajemen pangkalan darat di proyek LNG
Tangguh, camp dan katering, bengkel mesin, manajemen logistik dan pengurusan
kargo, transportasi darat, peralatan angkat, manajemen limbah, penanggulangan
dan pembersihan tumpahan minyak, inspeksi pipa bor, dan angkutan laut.
BP Berau Ltd melaksanakan 2 kali tender untuk pengadaan integrated
shorebase management and logistic services. Tender pertama diadakan pada
tanggal 2-3 November 2005 dan dinyatakan batal karena 5 perusahaan yang
memasukkan dokumen penawaran dinyatakan gugur karena penawaran yang
mereka masukkan dianggap tidak memenuhi syarat. Tender kedua, dilaksanakan
pada tanggal 13-27 September 2005 dan diikuti oleh 4 perusahaan yang
sebelumnya sudah lulus tahapan prakualifikasi, yaitu PT. Cipta Krida Bahari, PT.
Citra Pembina Pengangkutan Industries (CPPI), PT. Eka Nuri (Leader Eka Nuri
Consortium), dan PT. Supraco yang dinyatakan gugur setelah proses evaluasi.
Ketiga peserta tersebut mengajukan penawaran harga, yaitu (1) Eka Nuri
Consortium sebesar US $ 73,696,172.88 dengan nilai Tingkat Kandungan Dalam
Negeri (TKDN) 86.05, (2) PT Cipta Pembina Pengangkutan Industries sebesar US $
78,908,093.00 dengan nilai TKDN 51.29, dan (3) PT Cipta Krida Bahari sebesar US
$ 83,911,513.98 dengan nilai TKDN 62.14.
Pada tanggal 8 Desember 2005, PT Cipta Pembina Pengangkutan Industries
menyampaikan keberatannya kepada BP Berau mengenai penawaran Eka Nuri
Consortium terkait dengan masalah perhitungan TKDN dan masalah perizinan
pelabuhan PT Bangun Adyabahan Perkasa yang diajukan dalam penawaran Eka
Nuri Consortium.
Selanjutnya pada tanggal 15 Desember 2005, BP Berau Ltd mengajukan
usulan kepada BPMIGAS untuk menetapkan Eka Nuri Consortium sebagai
pemenang tender, meskipun perhitungan TKDN belum selesai dilakukan dengan
alasan koreksi atas TKDN yang diajukan oleh Eka Nuri Consortium tidak akan
mempengaruhi urutan peringkat. BP Berau kemudian mengajukan permohonan
verifikasi ke Dirjen Migas. Ditjen Migas menerbitkan hasil verifikasi TKDN dan
menyatakan bahwa Eka Nuri Consortium salah menghitung nilai TKDN yang
sebelumnya 86.05 menjadi 56.03. Atas kesalahan perhitungan TKDN tersebut, Eka
Nuri Consortium dikenai sanksi yaitu harus memenuhi nilai kandungan lokal sebesar
nilai yang diajukan ditambah 10% menjadi 96,05%.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 145
Tanggal 26 April 2006, BPMIGAS menyetujui usulan BP Berau Ltd. untuk
menetapkan Eka Nuri Consortium sebagai pemenang, dengan catatan, semua
perizinan yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku sudah harus diperoleh oleh
kontraktor sebelum pekerjaan dilakukan. Pada tanggal 27 Januari 2006, kontrak LoA
ditandatangani oleh PT. Eka Nuri dan BP Berau Ltd. mengeluarkan pemberitahuan
bahwa Eka Nuri Consortium telah ditetapkan sebagai pemenang yang dilanjutkan
dengan penandatanganan kontrak kerja oleh BP Berau Ltd. dan Eka Nuri
Consortium.
Majelis Komisi menilai dugaan pelanggaran pada perkara ini adalah adanya
persekongkolan tender yang berdasarkan atas tiga permasalahan, yaitu (1) Tingkat
Kandungan Dalam Negeri (TKDN) Eka Nuri Consortium, (2) Izin pelabuhan PT.
Bangun Adyabahan Perkasa yang digunakan oleh Eka Nuri Consortium, dan (3) LoA
BP Berau.
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang memadai dengan meminta keterangan
dari Saksi, Instansi Pemerintah, Ahli dan meneliti dokumen dan surat-menyurat
dengan pihak terkait, pada proses tender tersebut tidak terbukti telah terjadi
persekongkolan antara Eka Nuri Consortium (Terlapor I) dengan BP Berau Ltd
(Terlapor II) untuk memenangkan Eka Nuri Consortium.
Majelis Komisi dalam putusannya yang dibacakan pada hari Kamis tanggal
28 Juni 2007 di Gedung KPPU Jl. Ir. H. Juanda no. 36 Jakarta Pusat, memberikan
saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dan pihak terkait sebagai berikut:
1. Merekomendasikan kepada Menteri Perhubungan untuk memperbaiki
mekanisme dan proses pemberian izin pengoperasian pelabuhan agar
memberi kepastian hukum dan kepastian berusaha bagi pelaku usaha di
bidang usaha kepelabuhanan
2. Merekomendasikan kepada Kepala BPMIGAS untuk memberikan sanksi
kepada Kepala Divisi Hukum, Alan Frederik, sesuai dengan peraturan yang
berlaku
3. Merekomendasikan kepada BPMIGAS untuk melakukan koordinasi kepada
semua instansi terkait untuk meningkatkan pemakaian barang dan jasa
dalam negeri, (4) Merekomendasikan kepada BPMIGAS untuk memberikan
sanksi kepada BP Berau Ltd. karena tidak sepenuhnya melaksanakan
ketentuan-ketentuan PTK 007 pada tender ini
4. Merekomendasikan kepada BPMIGAS untuk menyempurnakan PTK 007
khususnya terkait mengenai TKDN dan pekerjaan mendahului kontrak.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 146
Putusan Perkara No. 15/KPPU-L/2006 Kegiatan Pendistribusian Elpiji di Sumatera Selatan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah selesai melakukan
pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan telah menetapkan putusan
terhadap perkara No. 15/KPPU-L/2006 yaitu dugaan pelanggaran Undang-Undang
No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
terkait dengan Pendistribusian Elpiji di Sumatera Selatan.
Berdasarkan rangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan oleh Tim
Pemeriksa, Majelis Komisi menilai bahwa:
a. Perjanjian antara PT Pertamina (Persero) dengan agen Elpiji bukan
merupakan bentuk perjanjian yang bertujuan untuk membatasi agen dalam
mendistribusikan dan memasarkan Elpiji.
b. Perjanjian antara PT Pertamina (Persero) dengan APPEL - PT Bina Mulia
Jaya Abadi dimaksudkan untuk menjaga ketersediaan Elpiji di masing-
masing agen dengan harga yang lebih murah.
c. Keberadaan APPEL di Pulau Bangka menyebabkan harga jual Elpiji di
tingkat konsumen menjadi lebih murah.
d. Pencabutan Surat General Manager UPMS II PT Pertamina (Persero) No.
057/E22000/2006-S3 tanggal 3 Maret 2006 merupakan langkah PT
Pertamina (Persero) dalam memberikan kebebasan kepada agen Elpiji untuk
memilih tempat pembelian/pengisian Elpiji.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, Majelis Komisi juga menemukan hal-hal lain
yang dinilai perlu untuk dikemukakan dalam putusannya, yaitu:
1. Bahwa Elpiji merupakan komoditas bebas (yang harganya tidak ditetapkan
oleh Pemerintah), namun Pemerintah masih turut campur dalam penentuan
harga.
2. Bahwa akibat kurang tanggapnya Wira Penjualan UPMS II Palembang dalam
merespon permasalahan pendistribusian Elpiji di Pulau Bangka
mengakibatkan terjadinya pelanggaran terhadap perjanjian yang dilakukan
oleh APPEL dan agen, sehingga menyebabkan keterlambatan PT Pertamina
(Persero) mengambil tindakan sebagaimana mestinya.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 147
Sesuai tugas Komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 huruf e
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, maka Majelis Komisi dalam putusannya
merekomendasikan kepada Komisi hal-hal sebagai berikut:
1. Meminta kepada Pemerintah agar mengambil kebijakan yang tegas dalam
hal pendistribusan dan penetapan harga Elpiji.
2. Meminta kepada PT Pertamina (Persero) agar memberi sanksi administratif
kepada Wira Penjualan UPMS II Palembang atas kelalaiannya dalam
menjalankan tugas pengawasan pendistribusian Elpiji di wilayah Pulau
Bangka, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan alat bukti yang telah diuraikan di atas, maka Majelis Komisi
memutuskan PT Pertamina (Persero) sebagai Terlapor tidak terbukti melanggar Undang-Undang No. 5/1999 Pasal 15 ayat (1) tentang Perjanjian Tertutup dan Pasal
25 ayat (1) huruf a tentang Penyalahgunaan Posisi Dominan. Putusan tersebut
dibacakan pada hari Rabu tanggal 23 Mei 2007 di Gedung KPPU Jl. Ir. H. Juanda
no. 36 Jakarta Pusat.
Putusan Perkara No. 16/KPPU-L/2006 tender pekerjaan SKTM (Kabel Tegangan Menengah) 20 KV Paket 4, 9, 20, dan 21 di PT PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang (PLN Disjaya) Tahun Anggaran 2005.
Berdasarkan laporan yang diterima oleh KPPU maka dilakukan serangkaian
proses pemeriksaan. Majelis Komisi KPPU menemukan fakta bahwa tender
pekerjaan SKTM merupakan tender gabungan antara jasa konstruksi (galian dan
instalasi kabel) yang nilai pekerjaannya hanya sekitar 20% dari total nilai proyek dan
pengadaan kabel yang nilainya mencapai 80% dari total nilai proyek.
Dasar peraturan yang digunakan PLN Disjaya untuk mengatur proses tender
ini adalah Surat Keputusan Direksi PLN No. 100.K/010/DIR/2004 dan Keputusan
Direksi PLN No. 200.K/010/DIR/2004 yang implementasinya diserahkan pada
masing-masing General Manager di setiap wilayah kerjanya. PLN Disjaya sebagai
penyelenggara tender telah keliru dalam menerapkan SK Direksi PLN ketika
membuat persyaratan mengikuti tender. Salah satu persyaratan tersebut adalah
kewajiban bagi kontraktor untuk mendapatkan dukungan pabrik kabel atau
membentuk konsorsium dengan menempatkan kontraktor sebagai leader dalam
konsorsium, padahal bagian pekerjaannya sangat kecil bila dibandingkan dengan
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 148
pengadaan material utamanya. Ketentuan mengenai konsorsium atau dukungan
sesungguhnya tidak diatur dalam kedua SK direksi PLN tersebut.
Selanjutnya ketentuan tersebut digunakan oleh para pabrikan kabel, DPD
Asosiasi Kontraktor Listrik Indonesia (DPD AKLI) dan para kontraktor untuk
melakukan pengaturan-pengaturan yang merupakan suatu tindakan persekongkolan
dalam bentuk:
1. Pengaturan mendapatkan surat dukungan atau konsorsium sehingga tercipta
suatu kondisi 3 penawar terendah dari paket 4, 20, dan 21 selalu dalam
bentuk konsorsium dan bentuk dukungan berada peringkat keempat dan
seterusnya;
2. Pengaturan terhadap harga penawaran sehingga tidak ada peserta tender
yang menawar melampaui HPS padahal panitia tender tidak pernah
mengumumkan besaran HPS (harga perkiraan sendiri) untuk tiap paket pada
saat aanwijzing (rapat penjelasan tender);
3. Pengaturan terhadap jumlah pasokan kabel untuk tiap paket yang
ditenderkan, sehingga masing-masing pabrikan memasok untuk jumlah yang
relatif sama.
Persekongkolan tersebut tidak sepenuhnya berhasil dengan ditunjuknya PT.
Prima Beton sebagai pemenang di Paket 9 sehingga ada beberapa pabrikan batal
memasok kabel untuk paket 9. Selanjutnya dengan pertimbangan bisnis setelah
mendapat persetujuan PLN Disjaya, PT. Prima Beton mengimpor kabel untuk
melaksanakan tender tersebut.
Bentuk pengaturan lainnya adalah melalui tindakan penyesuaian diantara
sembilan pabrik kabel untuk menyamakan harga kabel yaitu harga kabel tegangan
menengah ukuran 3x240mm2 dan ukuran 3x300mm2 yang pada awalnya bervariasi
berubah menjadi Rp 270.000,-/m untuk ukuran 3x240mm2 dan Rp 311.450,-/m untuk
kabel ukuran 3x300mm2. Pengaturan terjadi karena Panitia Tender mengundurkan
jadwal pemasukan dokumen penawaran dan berpindahnya pabrikan dari satu
konsorsium ke konsorsium yang lain.
Pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 5/1999 tersebut dilakukan oleh :
(1) PT. PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang (PLN Disjaya) yang
merupakan penyelenggara tender,
(2) DPD Asosiasi Kontraktor Listrik Indonesia Jakarta dan Tangerang yang
merupakan lembaga perkumpulan kontraktor dibidang elektrikal,
(3) Para pelaku usaha sebagai berikut:
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 149
PT. Alpha Radiant, PT. Yudhita Nugraha Karya, PT. Tangguk Jaya, PT.
Prima Beton, PT. Guna Swastika, PT. Kedungjaya Rekadayatama, PT. Dipa
Menka Engineering, PT. Nusakontrindo Widyatama, PT. Canas Unggul, PT.
Megaputra Ganda Dinamika, PT. Riffi Brothers & Sons, PT. Wahanayasa
Trans Energi, PT. Indo Fuji Energi, PT. Hilmanindo Signitama, PT. Andika
Energindo, PT. Inpar Saka, PT. Metrindo Maju Persada, PT. Mekadaya
Terestria, PT. Dhana Julaga Ekada yang merupakan kontraktor dibidang
mekanikal dan elektrikal, PT. Sumi Indo Kabel Tbk., PT. Jembo Cable
Company Tbk., PT. BICC Berca Cables, PT. Kabelindo Murni, PT. Voksel
Elektrik Tbk., PT. GT Kabel Indonesia Tbk., PT. Prysmian Cables Indonesia,
PT. Terang Kita dan PT. Supreme Cable manufacturing Corporation yang
merupakan pabrikan kabel.
Setelah menganalisis fakta–fakta dan mengambil kesimpulan, pada hari
Kamis tanggal 28 Juni 2007 di Gedung KPPU Jl. Ir. H. Juanda no. 36 Jakarta Pusat,
Majelis Komisi memutuskan:
1. Menyatakan PT GT Kabel Indonesia Tbk, PT Supreme Cable Manufacturing
Corporation, PT Prysmian Cable Indonesia, PT BICC Berca Cable, PT
Voksel Electric Tbk, PT Terang Kita, PT Jembo Cable Company Tbk, PT
Sumi Indo Kabel dan PT Kabelindo Murni Tbk terbukti secara sah dan
meyakinkan melanggar Pasal 5 Undang-Undang No. 5/1999 tentang
Penetapan Harga.
2. Menyatakan PT Supreme Cable Manufacturing Corporation terbukti secara
sah dan meyakinkan melanggar Pasal 19 huruf d Undang-Undang No.
5/1999 tentang Penguasaan Pasar.
3. Menyatakan PT Alpha Radiant Engineering, PT Yudhita Nugraha Karya, PT
Tangguk Jaya, PT Guna Swastika Dinamika, PT Kedungjaya Rekadayatama,
PT Dipa Menka Engineering, PT Nusakontrindo Widyatama, PT Canas
Unggul, PT Megaputra Ganda Dinamika, PT Riffi Brothres & Sons, PT
Wahanayasa Trans Energi, PT Indofuji Energi, PT Hilmanindo Signintama,
PT Andika Energindo, PT Inpar Saka, PT Metrindo Maju Persada, PT
Mekadaya Terestria, PT Dhana Julaga Ekada, PT Sumi Indo Kabel Tbk, PT
Jembo Company Cable Tbk, PT BICC Berca Cables, PT Kabelindo Murni
Tbk, PT Voksel Elektrik Tbk, PT GT Kabel Indonesia Tbk, PT Prysmian
Cables Indonesia, PT Terang Kita, PT Supreme Cable Manufacturing
Corporation, PT PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang dan DPD AKLI
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 150
Jakarta dan Tangerang terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar
Pasal 22 Undang-Undang No. 5/1999 tentang Persekongkolan.
4. Menyatakan PT Prima Beton International tidak terbukti melanggar Pasal 22
Undang-Undang No. 5/1999 tentang Persekongkolan.
5. Menghukum PT GT Kabel Indonesia Tbk, PT Prysmian Cable Indonesia, PT
BICC Berca Cable, PT Voksel Electric Tbk, PT Terang Kita, PT Jembo Cable
Company Tbk, PT Sumi Indo Kabel dan PT Kabelindo Murni Tbk membayar
denda masing-masing sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
6. Menghukum PT Supreme Cable Manufacturing Corporation membayar
denda sebesar Rp. 1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus juta rupiah).
7. Menghukum PT PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang membayar
denda sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).
8. Menghukum melarang PT Alpha Radiant Engineering, PT Yudhita Nugraha
Karya, PT Tangguk Jaya, PT Guna Swastika Dinamika, PT Kedungjaya
Rekadayatama, PT Dipa Menka Engineering, PT Nusakontrindo Widyatama,
PT Canas Unggul, PT Megaputra Ganda Dinamika, PT Riffi Brothres & Sons,
PT Wahanayasa Trans Energi, PT Indofuji Energi, PT Hilmanindo
Signintama, PT Andika Energindo, PT Inpar Saka, PT Metrindo Maju
Persada, PT Mekadaya Terestria, PT Dhana Julaga Ekada mengikuti seluruh
kegiatan tender yang diadakan oleh PLN Distribusi Jakarta Raya dan
Tangerang selama 1 (satu) tahun terhitung sejak putusan ini memiliki
kekuatan hukum tetap.
Putusan Perkara No. 17/KPPU-L/2006 Tender Pengadaan Komponen Lampu di Suku Dinas Penerangan Jalan Umum dan Sarana Jaringan Utilitas Kotamadya
Jakarta Selatan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah selesai melakukan
pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan telah menetapkan putusan
terhadap perkara No. 17/KPPU-L/2006 yaitu dugaan pelanggaran Pasal 22 UU No. 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
dalam Tender Pengadaan Komponen Lampu di Suku Dinas Penerangan Jalan
Umum dan Sarana Jaringan Utilitas (Dinas PJU & SJU) Kotamadya Jakarta Selatan.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 151
Perkara No. 17/KPPU-L/2006 merupakan perkara yang dilaporkan oleh
pelaku usaha ke KPPU. Dalam perkara tersebut, Majelis Komisi perlu untuk menilai
perilaku persekongkolan horizontal para pelaku usaha sebagai berikut :
1. PT Harbarinja Agung (Terlapor I)
2. PT Sekala Jalmakarya (Terlapor II)
3. PT Dinamika Prakarsa Elektrikal (Terlapor III)
4. PT Dian Pratama Persada (Terlapor IV)
Sedangkan untuk Panitia Pengadaan Barang/Jasa Suku Dinas Penerangan
Jalan Umum dan Sarana Jaringan Utilitas (selanjutnya disebut “PJU & SJU”)
Kotamadya Jakarta Selatan (Terlapor V), Majelis Komisi perlu menilai Rencana Kerja
dan Syarat (RKS) yang disusun oleh Panitia berdasarkan spesifikasi teknis dari
Dinas PJU & SJU Propinsi DKI Jakarta. Dalam RKS tersebut Dinas PJU & SJU
Propinsi DKI Jakarta mensyaratkan:
1. Barang yang ditawarkan harus dari satu merek pabrikan;
2. Barang yang ditawarkan dari luar negeri harus mempunyai kantor perwakilan
serta mempunyai investasi bidang perlampuan di Indonesia (dibuktikan dengan
surat yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang seperti
BKPM/DEPPERIN/DEPDAG);
3. Merek dagang dari barang yang ditawarkan harus sesuai dengan merek dagang
negara pembuatnya.
Dengan adanya persyaratan di atas, maka tender ini hanya dapat diikuti oleh
4 merek lampu yang mempunyai investasi bidang perlampuan di Indonesia, yaitu
Philips, GE, Osram, dan Panasonic. Pada kenyataannya, tender tersebut hanya
diikuti oleh 2 merek lampu yaitu Philips dan GE. Pemenang untuk komponen lampu
HPS 70 Watt adalah PT Sekala Jalmakarya yang membawa merek GE dengan
harga Rp 1.977.362.750, sedangkan pemenang untuk komponen lampu HPS 150
Watt adalah PT Harbarinja Agung yang membawa merek Philips dengan harga Rp
533.275.600.
Berdasarkan rangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan oleh Tim
Pemeriksa, Majelis Komisi menilai bahwa:
a. PT Philips Indonesia (Philips) dan PT GE Lighting Indonesia (GE) tidak
termasuk dalam kategori kantor perwakilan sebagaimana yang dipersyaratkan
dalam RKS tentang persyaratan kantor perwakilan serta mempunyai investasi
di bidang perlampuan di Indonesia.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 152
b. Persyaratan kantor perwakilan serta investasi bidang perlampuan di Indonesia
tidak relevan dan menjadi hambatan bagi perusahaan yang menawarkan
produk yang tidak mempunyai kantor perwakilan serta investasi bidang
perlampuan di Indonesia.
c. Persyaratan kantor perwakilan serta investasi bidang perlampuan di Indonesia
bertentangan dengan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat. Meskipun
persyaratan tersebut disepakati secara sadar oleh para calon Peserta tender
dengan Panitia Tender tetapi kesepakatan tersebut tidak memenuhi syarat
sahnya perjanjian dan bukanlah “kausa yang halal”. Oleh karena perjanjian
tersebut tidak memenuhi persyaratan objektif maka perjanjian tersebut harus
batal demi hukum.
d. Kesalahan pengetikan yang terdapat pada dokumen penawaran PT Sekala
Jalmakarya, PT Harbarinja Agung dan PT Dian Pratama Persada bukan
bersifat kebetulan mengingat PT Sekala Jalmakarya, PT Harbarinja Agung dan
PT Dian Pratama Persada merupakan suatu entitas yang terpisah dan mandiri
satu sama lain. Kesamaan kesalahan tersebut menunjukkan dokumen
penawaran milik PT Sekala Jalmakarya, PT Harbarinja Agung dan PT Dian
Pratama Persada disiapkan oleh orang yang sama atau setidak-tidaknya
disusun secara bersama-sama.
e. Pengaturan pemenang tender dilakukan dengan cara menyesuaikan tingkat
keuntungan kotor antara PT Sekala Jalmakarya, PT Harbarinja Agung dan PT
Dian Pratama Persada.
Sebelum memutus perkara ini, Majelis Komisi mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut:
1. Bahwa PT Philips Indonesia dan PT GE Lighting Indonesia menggunakan izin
impor komponen lampu HPS 70 Watt dan 150 Watt yang merupakan produk
akhir siap pakai dan bukan merupakan bahan baku atau bagian dari penunjang
industri kedua pabrikan tersebut. Seharusnya izin impor tersebut hanya
digunakan untuk mengimpor komponen sebagai penunjang industri.
2. Bahwa persyaratan surat dukungan perusahaan dengan melampirkan surat
investasi bidang perlampuan di Indonesia menghambat calon peserta tender
lainnya untuk mengikuti dan memenangkan tender
Dalam perkara ini Majelis Komisi bersifat independen dan tidak terikat dengan
penanganan perkara apapun atau terikat dengan siapapun.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 153
Sesuai tugas Komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 huruf e
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, maka Majelis Komisi dalam putusannya
merekomendasikan kepada Komisi hal-hal sebagai berikut:
1. Memberikan rekomendasi kepada Menteri Perdagangan untuk mengevaluasi
kembali pemberian izin impor barang jadi yang diberikan kepada pabrikan lampu
yang tergabung dalam Asosiasi Industri Lampu dan Kelistrikan Indonesia (AILKI).
2. Memberikan rekomendasi kepada Gubernur DKI Jakarta untuk memerintahkan
kepada Kepala Dinas PJU & SJU Propinsi DKI Jakarta agar tidak mencantumkan
klausula tentang persyaratan adanya kantor perwakilan serta investasi bidang
perlampuan di Indonesia dalam tender-tender yang akan datang.
3. Memberikan rekomendasi kepada Gubernur DKI Jakarta untuk memerintahkan
kepada Bawasda agar melakukan pemeriksaan terhadap pemenuhan kebutuhan
lampu di lingkungan Dinas dan Suku Dinas PJU & SJU di Propinsi DKI Jakarta.
Berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh selama pemeriksaan, maka Majelis
Komisi memutuskan :
1. Menyatakan Terlapor I, Terlapor II, dan Terlapor IV terbukti melanggar ketentuan
Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999;
2. Menyatakan Terlapor III dan Terlapor V tidak terbukti melanggar ketentuan Pasal
22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999;
3. Menyatakan klausula tentang persyaratan adanya kantor perwakilan serta
investasi bidang perlampuan di Indonesia dalam RKS “batal demi hukum”;
4. Menghukum Terlapor I, Terlapor II, dan Terlapor IV untuk tidak mengikuti tender
pengadaan di lingkungan Dinas dan Suku Dinas PJU & SJU di Propinsi DKI
Jakarta selama 2 (dua) tahun sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum
tetap;
5. Menghukum Terlapor I, Terlapor II, dan Terlapor IV untuk membayar denda
masing-masing sebesar Rp 1.000.000.000 apabila melanggar butir 4 amar
putusan ini, yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan
denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Keuangan
Direktorat Jenderal Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN
Jakarta I), beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19, Jakarta Pusat, melalui bank
Pemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran
di Bidang Persaingan Usaha).
Pemeriksaan dan penyusunan putusan terhadap perkara No. 17/KPPU-
L/2006 tersebut di muka dilakukan oleh KPPU dengan prinsip independensi, yaitu
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 154
tidak memihak siapapun karena peran KPPU sebagai pengemban amanat
pengawasan terhadap pelaksanaan UU No. 5/1999 yang berusaha mewujudkan
kepastian berusaha yang sama bagi setiap pelaku usaha dan menjamin persaingan
usaha yang sehat dan efektif. Putusan tersebut dibacakan dalam Sidang Majelis
Komisi yang dinyatakan terbuka untuk umum pada hari Kamis tanggal 4 Juli 2007 di
Gedung KPPU Jl. Ir. H. Juanda no. 36 Jakarta Pusat.
Putusan Perkara No. 02/KPPU-L/2007 Tender Pengadaan Peralatan Gizi Tahun 2006 di RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah selesai melakukan
pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan telah menetapkan putusan
terhadap perkara No. 02/KPPU-L/2007 yaitu dugaan pelanggaran Pasal 22 UU No.
5/1999 tentang Persekongkolan dalam tender Pengadaan Peralatan Gizi Tahun
2006 di RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda. Majelis komisi yang terdiri dari Erwin
Syahril, S.H. sebagai Ketua Tim Pemeriksa, Dr. Sukarmi, S.H., M.H., dan Ir. Dedie
S. Martadisastra, S.E., M.M., masing-masing sebagai Anggota, memutuskan
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) A. Wahab Sjahranie (Terlapor I) dan para
peserta tender yaitu CV RISA (Terlapor II), PT Binaco Group (Terlapor III), CV
Fadlan Prima (Terlapor IV), CV Citra Selaras Abadi (Terlapor V), PT Cahaya Bulu
Mampu (Terlapor VI) dan PT Makna Karya Bhakti (Terlapor VII) bersalah melanggar
Pasal 22 UU No. 5/1999.
Perkara ini diawali dari laporan ke KPPU yang menyatakan bahwa terdapat
dugaan pelanggaran UU No. 5/1999 dalam tender Pengadaan Peralatan Gizi Tahun
2006 di RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda. Berdasarkan laporan tersebut dan
atas rangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan oleh Tim Pemeriksa dan bukti-
bukti, Majelis Komisi menilai dan menyimpulkan bahwa dalam persekongkolan
vertikal yang terjadi dalam proses tender tersebut, RSUD A. Wahab Sjahranie
Samarinda (Terlapor I) telah memfasilitasi CV. Risa (Terlapor II) untuk
memenangkan tender pengadaan peralatan gizi, berupa antara lain:
1. Panitia Tender membuat kualifikasi sub bidang mekanikal elektrikal meskipun
untuk peralatan gizi seharusnya hal tersebut termasuk dalam kualifikasi sub
bidang usaha kesehatan non medik sehingga PT Binaco Group, CV Fadlan
Prima, CV Citra Selaras`Abadi dan PT Cahaya Bulu Mampu yang tidak
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 155
memenuhi kualifikasi bidang usaha kesehatan non medik dapat mengikuti
tender sebagai pendamping CV Risa;
2. Panitia Tender meluluskan PT Binaco Group, CV Fadlan Prima, CV Citra
Selaras`Abadi dan PT Cahaya Bulu Mampu dalam evaluasi administrasi dan
teknis meskipun tidak memiliki pengalaman pekerjaan pengadaan peralatan
gizi untuk mendampingi CV Risa sehingga memenuhi persyaratan tender;
3. Panitia Tender meluluskan PT Binaco Group, CV Fadlan Prima, CV Citra
Selaras Abadi dan PT Cahaya Bulu Mampu meskipun memiliki kesamaan
nomor surat dukungan;
Sedangkan dalam persekongkolan horizontal yang terjadi dalam tender
tersebut, CV Risa mengatur tender untuk memenangkan tender tersebut dengan
cara:
1. Meminjam PT Binaco Group sebagai pendamping dalam tender;
2. Meminta Surat Dukungan kepada PT Makna Karya Bhakti untuk PT Binaco
Group;
3. Menggandakan surat dukungan milik PT Binaco Group yang diperoleh dari PT
Makna Karya Bhakti untuk peserta tender yang lainnya yaitu CV Fadlan Prima,
CV Citra Selaras Abadi dan PT Cahaya Bulu Mampu sehingga terdapat
kesamaan nomor surat dukungan untuk PT Binaco Group, CV Fadlan Prima,
CV Citra Selaras Abadi dan PT Cahaya Bulu;
4. Terlapor VII, PT Makna Karya Bhakti sebagai distributor peralatan gizi atas
permintaan CV Risa telah lalai menerbitkan surat dukungan untuk PT Binaco
Group sebagai pendamping CV Risa.
Sesuai tugas Komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 huruf e
Undang-undang No. 5/1999, maka Majelis Komisi dalam putusannya
merekomendasikan kepada Komisi hal-hal sebagai berikut:
1. Bahwa Terlapor I, RSUD A. Wahab Sjahranie dan Terlapor IV CV Fadlan
Prima telah bertindak kooperatif selama proses pemeriksaan dalam
persidangan;
2. Bahwa Terlapor II CV Risa, Terlapor III PT Binaco Group, PT Citra Selaras
Abadi dan PT Cahaya Bulu Mampu bertindak tidak kooperatif sehingga
menghambat pelaksanaan pemeriksaan.
Berdasarkan temuan-temuan hasil pemeriksan dan Sidang Majelis, Majelis Komisi merekome
1. Bahwa dalam tender pengadaan peralatan gizi tahun 2006, telah terjadi
persekongkolan yang mengakibatkan kerugian negara. Oleh karenanya Majelis
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 156
Komisi merekomendasikan agar Kejaksaan Negeri Samarinda memeriksa
seluruh pihak yang terkait dalam pengadaan peralatan gizi tersebut;
2. Bahwa terdapat surat dukungan tidak resmi yang dilampirkan oleh CV Fadlan
Prima, CV Citra Selaras Abadi dan PT Cahaya Bulu Mampu dalam dokumen
administrasi dan teknis. Oleh karenanya Majelis Komisi merekomendasikan
kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia Wilayah Samarinda untuk
memeriksa pihak-pihak yang terlibat terbitnya surat dukungan tersebut.
Rekomendasi tersebut disampaikan guna mendorong pelaksanaan tender
pengadaan barang yang profesional dan demi tumbuhnya pelaku-pelaku usaha baru
di seluruh wilayah Indonesia sehingga menjamin iklim persaingan yang lebih sehat.
Berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh selama pemeriksaan, maka Majelis
Komisi memutuskan:
1. Menyatakan Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V,
Terlapor VI, dan Terlapor VII terbukti melanggar ketentuan Pasal 22 UU No.
5 / 1999 tentang Persekongkolan;
2. Menghukum Terlapor II dan Terlapor III membayar denda secara tanggung
renteng sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) yang harus
disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran
di bidang persaingan usaha Departemen Keuangan Direktorat Jenderal
Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN Jakarta I),
beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta Pusat melalui bank Pemerintah
dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di
Bidang Persaingan Usaha);
3. Menghukum Terlapor IV, Terlapor V, dan Terlapor VI untuk tidak mengikuti
tender pengadaan barang dan jasa di seluruh rumah sakit milik Pemerintah
Daerah di Kalimantan Timur selama 2 (dua) tahun dan apabila tidak
melaksanakan putusan ini maka secara tanggung renteng membayar denda
sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) yang harus disetorkan ke
Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang
persaingan usaha Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran
Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN Jakarta I) yang beralamat di
Jl. Ir. H. Juanda No. 19 Jakarta Pusat melalui bank Pemerintah dengan kode
penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan
Usaha);
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 157
4. Menghukum Terlapor VII untuk tidak memasok kebutuhan peralatan gizi
melalui pihak ketiga yang pengadaannya melalui proses tender di seluruh
rumah sakit milik Pemerintah Daerah di Kalimantan Timur Samarinda selama
1 (satu) tahun;
5. Memerintahkan Terlapor I untuk segera melakukan pembenahan manajemen
rumah sakit khususnya dalam pengadaan barang dan jasa sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemeriksaan dan penyusunan putusan terhadap perkara No. 02/KPPU-L/2007
tersebut di atas dilakukan oleh KPPU dengan prinsip independensi, yaitu tidak
memihak siapapun, karena peran KPPU sebagai pengemban amanat pengawasan
terhadap pelaksanaan UU No. 5/1999 yang berusaha mewujudkan kepastian
berusaha yang sama bagi setiap pelaku usaha dan menjamin persaingan usaha
yang sehat dan efektif. Putusan tersebut dibacakan dalam Sidang Majelis Komisi
yang dinyatakan terbuka untuk umum pada hari Kamis tanggal 20 Juli 2007 di
Gedung KPPU Jl. Ir. H. Juanda no. 36 Jakarta Pusat.
Putusan Perkara No. 03/KPPU-L/2007 Tender Pembangunan Gedung Kantor Pengadilan Negeri di Padangsidimpuan, Sumatera Utara
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah selesai melakukan
pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan telah menetapkan putusan
terhadap perkara No. 03/KPPU-L/2007 yaitu dugaan pelanggaran UU No. 5/1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terkait
dengan dugaan persekongkolan dalam tender Pembangunan Gedung Kantor
Pengadilan Negeri di Padangsidimpuan, Sumatera Utara yang dilaksanakan pada
bulan Maret – Juni 2006.
Perkara No. 03/KPPU-L/2007 merupakan perkara yang dilaporkan oleh
pelaku usaha ke KPPU. Berdasarkan laporan atas rangkaian pemeriksaan yang
telah dilakukan oleh Tim Pemeriksa, Majelis Komisi menilai telah terjadi
persekongkolan yang dilakukan oleh Terlapor I (Ketua Panitia Tender) dengan
Terlapor II (CV Mentari Jasa Mulia), yaitu bahwa Panitia Tender telah melakukan
tindakan untuk memfasilitasi Terlapor II memenangkan tender. Tindakan
memfasilitasi tersebut adalah menggugurkan PT Adhikarya Teknik Perkasa yang
merupakan penawar terendah dengan alasan yang tidak tepat, yaitu:
a. Ketentuan Masa Jaminan Penawaran yang tidak jelas dalam dokumen tender;
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 158
PT Adikarya Teknik Perkasa digugurkan karena tidak memenuhi masa jaminan
penawaran, padahal ketentuan masa jaminan penawaran dalam dokumen
tender dan dalam kesepakatan aanwijizing juga berbeda, sehingga
menimbulkan ketidakjelasan mengenai masa jaminan penawaran yang
dipersyaratkan bagi peserta tender;
b. Ketentuan tentang Koefisien Harga Satuan yang tidak tepat;
Majelis Komisi juga menilai dan menemukan persekongkolan yang dilakukan
oleh para peserta tender yaitu antara Terlapor II, Terlapor III (PT Menara Kharisma
Internusa) dan PT Winda Pratama Karya (dalam perkara ini berkapasitas sebagai
Saksi). Bentuk persekongkolan tersebut adalah melakukan tindakan saling
menyesuaikan harga penawaran atau pengaturan dokumen penawaran diantara
para Peserta Tender anggota ASPEKSU (Asossiasi Perusahaan Konstruksi
Sumatera Utara). Terlapor II, Terlapor III dan PT Winda Pratama Karya merupakan
anggota ASPEKSU.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, Majelis Komisi juga menemukan hal-hal lain
yang dinilai perlu untuk dikemukakan dalam putusannya, yaitu
1. Bahwa Terlapor I (Ketua Panitia Tender) tidak memiliki Pengetahuan untuk
menyelenggarakan tender dan tidak dapat menjelaskan kronologis tender;
2. Bahwa Terlapor I dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh anggota yang
seharusnya juga bertanggungjawab terhadap proses tender;
3. Bahwa kapasitas Terlapor IV (PT Tribina Adyasa Consultant) adalah sebagai
konsultan Panitia Tender dalam hal mempersiapkan dokumen tender untuk
dipergunakan Panitia Tender dalam menyelenggarakan tender, selanjutnya
Terlapor IV tidak terlibat dalam proses evaluasi penawaran tender;
4. Bahwa terdapat selisih harga penawaran sebesar Rp. 394.617.000,- antara
penawaran harga Terlapor II sebagai pemenang tender, dengan penawaran
harga PT Adhikarya Teknik Perkasa sebagai penawar terendah dalam tender, ini
berpotensi menimbukan kerugian negara;
Sesuai tugas Komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 huruf e
UU No. 5 /1999, maka Majelis Komisi dalam putusannya merekomendasikan kepada
Komisi hal-hal sebagai berikut:
1. Memberikan saran kepada Ketua Pengadilan Negeri Padangsidimpuan untuk
memberikan sanksi kepada Soaloon Siregar karena lalai dalam menjalankan
tugasnya sebagai Ketua Panitia Tender Pengadaan Barang/Jasa Program
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 159
Peningkatan Kinerja Peradilan dan Lembaga Penegakan Hukum lainnya
Pengadilan Negeri Padangsidimpuan.
2. Memberikan saran kepada Ketua Pengadilan Negeri Padangsidimpuan untuk
lebih memperhatikan kompetensi panitia pengadaan barang/ata jasa dalam
melaksanakan kegiatan pengadaan di lingkukan Pengadilan Negeri
Padangsidimpuan.
3. Memberikan saran kepada Menteri Pekerjaan Umum untuk mengembangkan
pedoman koefisian harga satuan yang mendukung efisiensi pelaksanaan proyek.
Rekomendasi tersebut disampaikan guna mendorong pelaksanaan tender
pengadaan barang yang profesional dan demi tumbuhnya pelaku-pelaku usaha baru
di seluruh wilayah Indonesia sehingga menjamin iklim persaingan yang lebih sehat.
Berdasarkan alat bukti yang telah diuraikan di atas, maka Majelis Komisi
memutuskan :
1. Menyatakan Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III terbukti secara sah dan
meyakinkan melanggar Pasal 22 UU No. 5/1999 tentang Persekongkolan.
2. Menyatakan Terlapor IV, tidak terbukti melanggar Pasal 22 UU No. 5/1999
tentang Persekongkolan;
3. Menghukum Terlapor II dan Terlapor III membayar denda sebesar Rp.
1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) secara tanggung renteng yang harus
disetorkan ke Kas Negara sebagai Setoran Pendapatan Denda Pelanggaran di
Bidang Persaingan Usaha, Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran
Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I, beralamat di Jl. Ir. H.
Juanda No. 9, Jakarta Pusat melalui Bank Pemerintah dengan Kode Penerimaan
423419;
4. Menghukum Bob Nasution, S.E., sebagai Direktur Terlapor II maupun
perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan Terlapor II, tidak boleh mengikuti
tender di seluruh instansi Pemerintah di Propinsi Sumatera Utara selama 2 (dua)
tahun sejak Putusan memiliki kekuatan hukum tetap;
Pemeriksaan dan penyusunan putusan terhadap perkara No. 03/KPPU-
L/2007 dilakukan oleh KPPU dengan prinsip independen (tidak memihak siapapun)
semata-mata sebagai pengemban amanat pengawasan terhadap pelaksanaan UU
No. 5/1999 agar terwujudnya kepastian berusaha yang sama bagi setiap pelaku
usaha dan menjamin persaingan usaha yang sehat dan efektif. Putusan Perkara
tersebut dibacakan dalam Sidang Majelis Komisi yang dinyatakan terbuka untuk
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 160
umum pada hari Jumat tanggal 31 Agustus 2007 di Gedung KPPU Jl. Ir. H. Juanda
no. 36 Jakarta Pusat.
Putusan Perkara No. 04/KPPU-L/2007 Tender Pengadaan LCD Di Biro Administrasi Wilayah Sekretariat Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2006
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melalui Majelis Komisi yang
terdiri dari Prof. Dr. Tresna P. Soemardi (Ketua), Didik Akhmadi, Ak., M.Comm., dan
Yoyo Arifardhani, S.H., MM., LL.M., masing-masing sebagai Anggota, telah selesai
melakukan pemeriksaan dan penyelidikan terhadap Perkara No. 04/KPPU-L/2007
tentang dugaan pelanggaran Pasal 22 UU No. 5/1999 tentang Persekongkolan yang
berkaitan dengan tender pengadaan LCD di Sekretariat Daerah Provinsi DKI
Jakarta. Dugaan Pelanggaran Pasal 22 dalam perkara tersebut dilakukan oleh PT
Sima Agustus (Terlapor I), PT Tiga Permata Hati (Terlapor II), PT Buana Rimba
Raya (Terlapor III), PANITIA PENGADAAN BARANG DAN JASA UNIT BIRO
ADMINISTRASI WILAYAH PROPINSI DKI JAKARTA (Terlapor IV), Kepala Biro
Administrasi Wilayah SETDA Propinsi DKI Jakarta (Terlapor V).
Berawal dari laporan oleh pelaku usaha ke KPPU, maka Perkara No.
04/KPPU-L/2007 mulai ditangani sesuai prosedur yang berlaku. Hasil pemeriksaan
awal menunjukkan bahwa proses tender pengadaan LCD sebanyak 267 unit
tersebut dimenangkan oleh PT Tiga Permata Hati (Terlapor II) dengan nilai
penawaran sebesar Rp 5.185.860.900,- (lima milyar seratus delapan puluh lima juta
delapan ratus enam puluh ribu sembilan ratus rupiah). PT Tiga Permata Hati
(Terlapor II) dan PT Buana Rimba Raya (Terlapor III) juga menjadi peserta tender
dengan menawarkan LCD merek Mega Power tipe ML 164 SE yang distributor
tunggalnya adalah PT Sima Agustus (Terlapor I). Mencermati kondisi tersebut, maka
Majelis Komisi perlu untuk menilai perilaku para Terlapor dalam persekongkolan
yang melibatkan pihak lain tersebut.
Selanjutnya, berdasarkan temuan dalam rangkaian pemeriksaan yang telah
dilakukan oleh Tim Pemeriksa maka Majelis Komisi menilai bahwa:
a. PT Tiga Permata Hati (Terlapor II) dan PT Buana Rimba Raya (Terlapor III)
adalah perusahaan yang dipinjam oleh Muhammad Bahri, Moh. Iqbal, dan
Jeffry Bunyamin yang secara bersama-sama menawarkan LCD merek Mega
Power tipe ML 164 SE yang distributor tunggalnya adalah PT Sima Agustus
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 161
(Terlapor I) dalam mengikuti tender pengadaan LCD di Biro Administrasi
Wilayah Propinsi DKI Jakarta.
b. Dokumen penawaran PT Tiga Permata Hati (Terlapor II) dan PT Buana
Rimba Raya (Terlapor III) disiapkan dan dibuat oleh Muhammad Bahri dan
Moh. Iqbal dengan melibatkan Jeffry Bunyamin, sehingga harga penawaran
dapat diatur dan pada akhirnya mengatur PT Tiga Permata Hati (Terlapor II)
menjadi pemenang.
c. Walaupun dalam pembelaan dari PT Tiga Permata Hati (Terlapor II) dan PT
Buana Rimba Raya (Terlapor III) menyatakan tidak terlibat secara langsung
maupun tidak langsung, serta tidak mengetahui perusahaannya dipinjam
dalam proses tender tersebut, namun alasan tersebut tidak dapat dijadikan
dasar hukum oleh para terlapor untuk lepas dari tanggung jawab keterlibatan
perusahaan dalam persekongkolan dalam tender.
d. Persekongkolan antara PT Sima Agustus (Terlapor I), PT Tiga Permata Hati
(Terlapor II), PT Buana Rimba Raya (Terlapor III), PANITIA PENGADAAN
BARANG DAN JASA UNIT BIRO ADMINISTRASI WILAYAH PROPINSI DKI
JAKARTA (Terlapor IV), dan Kepala Biro Administrasi Wilayah SETDA
Propinsi DKI Jakarta (Terlapor V) yang melibatkan Muhammad Bahri, Moh.
Iqbal, dan Jeffry Bunyamin dibuktikan melalui penentuan spesifikasi teknis
yang sama persis dengan spesifikasi teknis merek Mega Power tipe ML 164
SE yang distributor tunggalnya adalah PT Sima Agustus (Terlapor I),
perolehan surat dukungan sebelum aanwijzing, kesamaan dokumen, alasan
menggugurkan peserta tertentu dengan alasan yang tidak sah, penetapan
pemenang sebelum masa sanggah selesai, dan pembayaran uang muka
sebelum adanya Surat Perintah Mulai Kerja.
Mempertimbangkan bukti keterlibatan Jeffrey Bunyamin, Moh. Iqbal, dan
Muhammad Bahri dalam persekongkolan tender pengadaan LCD di Biro
Administrasi Wilayah Tahun Anggaran 2006, maka Majelis Komisi merasa perlu
menjatuhkan sanksi kepada ketiga orang tersebut.
Sesuai tugas Komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 huruf e UU
No. 5/1999, maka Majelis Komisi dalam putusannya merekomendasikan kepada
Komisi untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta untuk:
1. Memberikan sanksi administratif kepada PANITIA PENGADAAN BARANG
DAN JASA UNIT BIRO ADMINISTRASI WILAYAH PROPINSI DKI JAKARTA
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 162
(Terlapor IV) dan Kepala Biro Administrasi Wilayah SETDA Propinsi DKI
Jakarta (Terlapor V) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2. Melakukan evaluasi dalam perekrutan pihak-pihak yang akan terlibat dalam
tender pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintahan Provinsi DKI
Jakarta dengan tujuan menghindari praktek persekongkolan dalam tender.
3. Menertibkan peserta tender untuk menghindari praktek peminjaman
perusahaan dan percaloan dalam proses tender di lingkungan Pemerintahan
Provinsi DKI Jakarta.
Berdasarkan alat bukti yang telah diuraikan di atas, maka Majelis Komisi
memutuskan :
1. Menyatakan Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, dan Terlapor V
terbukti melanggar ketentuan Pasal 22 UU No. 5 /1999.
2. Menghukum Terlapor I untuk tidak memasok barang/jasa di lingkungan
Pemerintah Daerah di Provinsi DKI Jakarta selama 2 (dua) tahun sejak
putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap.
3. Menghukum Terlapor II, dan Terlapor III untuk tidak mengikuti tender
pengadaan barang atau jasa di lingkungan Pemerintah Daerah di Provinsi DKI
Jakarta selama 2 (dua) tahun sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum
tetap.
4. Menghukum Muhammad Bahri, Moh. Iqbal, dan Jeffrey Bunyamin untuk tidak
mengikuti tender pengadaan barang atau jasa di lingkungan Pemerintahan
Daerah di Provinsi DKI Jakarta selama 2 (dua) tahun terhitung sejak putusan
ini mempunyai kekuatan hukum tetap.
5. Menghukum Terlapor I membayar ganti rugi kepada Negara sebesar
Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) yang harus disetorkan ke
Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang
persaingan usaha Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran
Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN Jakarta I), beralamat di Jalan
Ir. H. Juanda Nomor 19, Jakarta Pusat melalui bank Pemerintah dengan kode
penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan
Usaha).
6. Menghukum Terlapor II dan Terlapor III membayar ganti rugi kepada Negara
masing-masing sebesar Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) yang harus
disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 163
bidang persaingan usaha Departemen Keuangan Direktorat Jenderal
Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN Jakarta I),
beralamat di Jalan Ir. H. Juanda Nomor 19, Jakarta Pusat melalui bank
Pemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda
Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha).
Putusan Perkara tersebut dibacakan dalam Sidang Majelis Komisi yang
dinyatakan terbuka untuk umum pada hari Jumat tanggal 9 Nopember 2007 di
Gedung KPPU Jl. Ir. H. Juanda no. 36 Jakarta Pusat.
Putusan Perkara No. 05/KPPU-L/2007 Tender Pekerjaan Pengerukan Alur Pelayaran Pelabuhan Belawan Tahun 2006
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melalui Majelis Komisi yang
terdiri dari Ibu Dr. AM Tri Anggraini, S.H., M.H. (Ketua), Bapak Ir. H. Mohammad
Iqbal dan Bapak Prof. Dr. Ir. Ahmad Ramadhan Siregar, M.S., masing-masing
sebagai Anggota, telah selesai melakukan pemeriksaan dan penyelidikan terhadap
Perkara No. 05/KPPU-L/2007 tentang dugaan pelanggaran Pasal 22 UU No. 5/1999
yang berkaitan dengan tender pekerjaan pengerukan alur pelayaran pelabuhan
Belawan tahun 2006.
Perkara No. 05/KPPU-L/2007 merupakan perkara yang dilaporkan oleh pelaku
usaha ke KPPU. Dalam perkara ini, Majelis Komisi perlu untuk menilai perilaku PT
(Persero) Pengerukan Indonesia dan PT Inai Kiara Indonesia terutama dalam hal
persekongkolan horizontal, dan untuk perilaku PT (Persero) Pelindo I Majelis Komisi
perlu menilai persyaratan dalam RKS (Rencana Kerja dan Syarat) dan proses
evaluasi penentuan pemenang yang mengarah pada PT (Persero) Pengerukan
Indonesia (persekongkolan vertikal).
Berdasarkan rangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan oleh Tim Pemeriksa,
Majelis Komisi menilai bahwa:
1. Adanya perubahan persyaratan tentang kepemilikan kapal keruk milik sendiri
jenis Hopper sebagaimana disepakati dalam aanwizjing, dimaksudkan agar
Panitia Tender dapat melaksanakan proses tender pengerukan alur pelayaran
pelabuhan Belawan dengan jumlah peserta tender yang memenuhi persyaratan
tender (minimal 5 peserta) sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Direksi
PT (Persero) Pelindo I Nomor PP.21/1/10/P.I-99 tanggal 1 September 1999
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 164
tentang Ketentuan/Peraturan Pengadaan Barang dan Jasa di lingkungan PT
(Persero) Pelindo I;
2. Tindakan PT (Persero) Pelindo I yang menerima bentuk Joint Operation (JO) PT
(Persero) Pengerukan Indonesia yang tidak sesuai dengan bentuk JO yang
dipersyaratkan oleh Panitia Tender dalam RKS, merupakan tindakan
memfasilitasi PT (Persero) Pengerukan Indonesia untuk dapat mengikuti tender
pekerjaan pengerukan alur pelayaran Pelabuhan Belawan;
3. PT (Persero) Pelindo I lalai dalam menjalankan tugasnya karena tidak
mencantumkan perubahan persyaratan kepemilikan kapal keruk jenis Hopper
dalam addendum RKS dan berita acara aanwijzing;
4. PT (Persero) Pelindo I melakukan kesalahan dalam evaluasi untuk penentuan
pemenang tender yang hanya berdasarkan pada harga penawaran terendah
tanpa menggabungkan nilai yang diperoleh peserta tender pada evaluasi teknis
dan evaluasi harga, merupakan tindakan yang menguntungkan PT (Persero)
Pengerukan Indonesia dalam memenangkan tender;
5. PT (Persero) Pelindo I melakukan kesalahan dalam penerapan persyaratan bid
capacity dalam bentuk :
a. PT (Persero) Pelindo I menerima bid capacity dari PT (Persero) Pengerukan
Indonesia dalam bentuk transfer dana bukan berupa surat dukungan bank;
b. PT (Persero) Pelindo I tidak konsisten dalam melakukan evaluasi bid
capacity yang seharusnya dilakukan pada evaluasi administrasi tetapi
dilakukan pada evaluasi teknis;
c. PT (Persero) Pelindo I dalam melakukan evaluasi bid capacity tidak
berdasarkan nilai penawaran masing-masing peserta tender tetapi
berdasarkan nilai acuan sendiri;
6. Pencantuman persyaratan peserta tender memiliki kapal keruk jenis Hopper
dalam pengumuman dan ketentuan di RKS sesuai dengan hasil kesepakatan
antara PT (Persero) Pelindo I sampai dengan PT (Persero) Pelindo IV dengan
PT (Persero) Pengerukan Indonesia pada tanggal 20 Desember 2005,
menunjukkan adanya niat PT (Persero) Pelindo I untuk mengarahkan pemenang
tender pekerjaan pengerukan alur pelayaran pelabuhan Belawan Tahun 2006
kepada PT (Persero) Pengerukan Indonesia sebagai bentuk upaya
penyelamatan PT (Persero) Pengerukan Indonesia;
7. PT (Persero) Pelindo I telah melakukan tindakan mengarahkan PT (Persero)
Pengerukan Indonesia sebagai pemenang tender dengan cara memberikan nilai
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 165
tertinggi kepada PT (Persero) Pengerukan Indonesia dalam hal pemahaman
pelaksanaan pekerjaan dan bid capacity;
8. Adanya excess margin sebesar Rp 2.214.060.158,- (dua miliar dua ratus empat
belas juta enam puluh ribu seratus lima puluh delapan rupiah) yang diterima oleh
PT (Persero) Pengerukan Indonesia namun dinikmati oleh PT Mitha Tirta Wijaya;
9. Berdasarkan excess margin tersebut menunjukkan nilai OE yang ditetapkan oleh
Panitia Tender terlalu tinggi dan berpotensi mengakibatkan kerugian/inefisiensi
pada PT (Persero) Pelindo I;
10. Harga penawaran PT Inai Kiara Indonesia sebesar Rp 20.200,-/m3 (dua puluh
ribu dua ratus rupiah per meter kubik) adalah harga berdasarkan kemampuan PT
Inai Kiara Indonesia saat itu dan tidak bertujuan untuk melakukan persesuaian
harga atau persaingan semu dengan PT (Persero) Pengerukan Indonesia.
Sebelum memutus perkara ini, Majelis Komisi mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut:
a. PT (Persero) Pelindo I baru pertama kali melaksanakan proses tender pada
pekerjaan pengerukan alur pelayaran pelabuhan Belawan;
b. Dalam proses pelaksanaan tender pengerukan alur pelayaran pelabuhan
Belawan terdapat berbagai kesalahan dan kelalaian yang dilakukan oleh PT
(Persero) Pelindo I;
c. Berdasarkan pengakuan PT (Persero) Pengerukan Indonesia, dalam
melaksanakan pekerjaan pengerukan alur pelayaran pelabuhan dengan metode
penunjukan langsung (tahun 2001 sampai dengan tahun 2005) mengalami
kerugian yang diakibatkan oleh harga pekerjaan pengerukan yang tidak
didasarkan pada perhitungan harga pasar, namun didasarkan pada skema DIP
dan kesepakatan antara PT (Persero) Pelindo I sampai dengan PT (Persero)
Pelindo IV dengan PT (Persero) Pengerukan Indonesia;
d. Kesepakatan harga yang dilakukan PT (Persero) Pelindo I sampai dengan PT
(Persero) Pelindo IV dengan PT (Persero) Pengerukan Indonesia dalam hal kerja
sama pengerukan alur pelayaran pelabuhan yang menimbulkan kerugian
keuangan PT (Persero) Pengerukan Indonesia secara tidak langsung
mengakibatkan kerugian negara baik dari segi pemanfaatan aset kapal yang
dimiliki oleh PT (Persero) Pengerukan Indonesia maupun dari tidak
terpeliharanya alur pelayaran pelabuhan di Indonesia;
e. Pada tender pekerjaan pengerukan alur pelayaran pelabuhan Belawan Tahun
2006 dengan harga pekerjaan pengerukan sebesar Rp 14.165,-/m3 (empat belas
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 166
ribu seratus enam puluh lima ribu rupiah per meter kubik), PT (Persero)
Pengerukan Indonesia memperoleh excess margin sebesar Rp 2.214.060.158,-
(dua miliar dua ratus empat belas juta enam puluh ribu seratus lima puluh
delapan rupiah), namun dinikmati oleh PT Mitha Tirta Wijaya yang tidak terlibat
langsung dalam proses pelaksanaan pekerjaan pengerukan alur pelayaran
pelabuhan Belawan;
f. Dengan adanya JO antara PT (Persero) Pengerukan Indonesia dengan PT Mitha
Tirta Wijaya, maka upaya penyelamatan PT (Persero) Pengerukan Indonesia
sebagaimana hasil kesepakatan Kementerian BUMN dengan PT (Persero)
Pelindo I sampai dengan PT (Persero) Pelindo IV dengan PT (Persero)
Pengerukan Indonesia pada tanggal 20 Desember 2005 tidak dapat
direalisasikan;
g. Berdasarkan analisa Majelis Komisi, PT (Persero) Pelindo I menetapkan nilai OE
yang berpotensi mengakibatkan kerugian/inefisiensi pada Terlapor I.
Sesuai tugas Komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 huruf e
UU No. 5/1999, maka Majelis Komisi dalam putusannya merekomendasikan kepada
Komisi hal-hal sebagai berikut:
1. Meminta PT (Persero) Pelindo I untuk membuat dan melaksanakan aturan
tender sesuai ketentuan yang berlaku dengan memperhatikan prinsip-prinsip
persaingan usaha yang sehat;
2. Meminta kepada Menteri Negara BUMN untuk memperbaiki pengelolaan
manajemen PT (Persero) Pengerukan Indonesia dengan memperhatikan prinsip
Good Corporate Governance;
3. Meminta kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) untuk melakukan pemeriksaan atas excess margin yang diterima
oleh PT (Persero) Pengerukan Indonesia namun dinikmati oleh PT Mitha Tirta
Wijaya dalam tender pengerukan alur pelayaran pelabuhan Belawan Tahun
2006.
Berdasarkan alat bukti, fakta, serta kesimpulan yang telah diuraikan di muka,
maka pada tanggal 19 September 2007 Majelis Komisi memutuskan:
1. Menyatakan Terlapor I dan Terlapor II terbukti secara sah dan meyakinkan
melanggar Pasal 22 UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat;
2. Menyatakan Terlapor III tidak terbukti melanggar Pasal 22 UU No. 5/1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 167
3. Menghukum Terlapor I dan Terlapor II membayar denda sebesar
Rp 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah) secara tanggung renteng yang harus
disetorkan ke Kas Negara sebagai Setoran Pendapatan Denda Pelanggaran di
Bidang Persaingan Usaha, Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran
Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta I, beralamat di Jl. Ir. H.
Juanda No. 19, Jakarta Pusat melalui Bank Pemerintah dengan kode
penerimaan 423491.
Putusan Perkara No. 06/KPPU-L/2007 Tender Pengadaan Alat Pembasmi/Penyemprot Nyamuk (Mesin Fogging) di Biro Administrasi Wilayah Propinsi DKI Jakarta Tahun 2006
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah selesai melakukan
pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan telah menetapkan putusan
terhadap perkara 06/KPPU-L/2007 yaitu dugaan pelanggaran Pasal 22 UU No.
5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
dalam Tender Pengadaan Alat Pembasmi/Penyemprot Nyamuk (Mesin Fogging) di
Biro Administrasi Wilayah Propinsi Dki Jakarta Tahun 2006. Dugaan pelanggaran
dalam perkara ini dilakukan oleh PT Bhakti Wira Husada (Terlapor I), PT
Perusahaan Perdagangan Indonesia (Terlapor II), PT Tri Mitra Sehati (Terlapor III),
PT Rama Mandiri (Terlapor IV), PT Penta Valent (Terlapor V), dan PT Anugerah
Multi Perkasatama (Terlapor VI), PANITIA PENGADAAN BARANG DAN JASA UNIT
BIRO ADMINISTRASI WILAYAH PROPINSI DKI JAKARTA (Terlapor VII), dan
Kepala Biro Administrasi Wilayah SETDA Propinsi DKI Jakarta (Terlapor VIII).
Perkara No. 06/KPPU-L/2007 merupakan perkara yang dilaporkan ke KPPU.
Berdasarkan laporan tersebut telah dilakukan serangkaian pemeriksaan oleh Tim
Pemeriksa. Dalam penanganan perkara, diketahui bahwa tender pengadaan alat
pembasmi/penyemprot nyamuk (mesin fogging) sebanyak 2000 unit tersebut
dimenangkan oleh Terlapor I dengan nilai penawaran sebesar Rp 29.700.000.000
(Dua Puluh Sembilan Milyar Tujuh Ratus Juta Rupiah).
Diketahui juga bahwa Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, dan
Terlapor V menjadi peserta tender dengan menawarkan mesin fogging yang sama
(BlancFog), milik Terlapor VI, dengan difasilitasi oleh M. Bahri, Ahmad Hidayat,
Jeffry Bunyamin, dan Sugiarto Santoso. Untuk itu Majelis Komisi perlu untuk menilai
perilaku para pelaku usaha (Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 168
V, dan Terlapor VI) dalam persekongkolan horizontal yang difasilitasi oleh pihak lain
tersebut.
Berdasarkan rangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan oleh Tim
Pemeriksa, Majelis Komisi menilai bahwa:
a. Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV dan Terlapor V adalah
perusahaan yang dipinjam oleh M. Bahri, Ahmad Hidayat, Jeffry Bunyamin dan
Sugiarto Santoso dan secara bersama-sama menawarkan mesin fogging merek
Blancfog milik Terlapor VI dalam mengikuti tender pengadaan alat
pembasmi/penyemprot nyamuk (mesin Fogging) di Biro Administrasi Wilayah
Propinsi DKI Jakarta dengan imbalan berupa sejumlah uang (fee bendera).
b. Dokumen penawaran Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV dan
Terlapor V dibuat oleh M. Bahri, Ahmad Hidayat, Jeffry Bunyamin dan Sugiarto
Santoso sehingga harga penawaran dapat diatur untuk diajukan oleh masing-
masing Terlapor dan pada akhirnya mengatur salah satu diantara 5 (lima)
perusahaan Terlapor tersebut menjadi pemenang.
c. Walaupun dalam pembelaan dari Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV serta
Terlapor V yang pada intinya menyatakan bahwa para terlapor tidak terlibat
secara langsung maupun tidak langsung serta tidak mengetahui perusahaannya
dipinjam dalam proses tender, namun alasan tersebut tidak dapat dijadikan
dasar hukum oleh para terlapor untuk lepas dari tanggung jawab keterlibatan
perusahaan dalam persekongkolan tender.
d. Peminjaman perusahaan para terlapor oleh M. Bahri, Ahmad Hidayat, Jeffry
Bunyamin dan Sugiarto Santoso adalah suatu perbuatan yang tidak dapat
dibenarkan karena dapat mengurangi persaingan serta dapat menimbulkan
kerugian bagi para pelaku usaha lain yang mengikuti proses tender sesuai
dengan prosedur.
e. Persekongkolan antara Terlapor VI dengan Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III,
Terlapor IV dan Terlapor V yang difasilitasi oleh M. Bahri, Ahmad Hidayat, Jeffry
Bunyamin dan Sugiarto Santoso melalui kesamaan merek yang ditawarkan
(merek Blancfog) dan bahkan Terlapor VI telah memesan mesin fogging jauh
sebelum penentuan pemenang tender.
f. Berdasarkan keterangan dari Terlapor VI sebagai agen tunggal merek Blancfog
yang menyatakan alat penyemprot/mesin fogging bukanlah merupakan alat yang
memiliki teknologi yang kompleks dan rumit, sehingga Majelis Komisi
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 169
berpendapat Terlapor VII terlalu memaksakan penggunaan metode Merit Point
System dalam proses tender;
g. Majelis Komisi menemukan fakta Terlapor VIII mencantumkan mesin fogging
merek Blancfog lengkap dengan spesifikasinya dalam permintaan patokan harga
satuan kepada Biro Perlengkapan Propinsi DKI Jakarta berdasarkan Surat
Edaran Sekretaris Daerah Propinsi DKI Jakarta No. 6/SE/2004 tanggal 3 Maret
2004 perihal Permohonan Usulan Patokan Harga Satuan.
h. Surat Edaran Sekretaris Daerah Propinsi DKI Jakarta No. 6/SE/2004 tanggal 3
Maret 2004 perihal Permohonan Usulan Patokan Harga Satuan tersebut
berpotensi mengurangi persaingan secara substansial.
Sebelum memutus perkara ini, Majelis Komisi mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut:
1. Karena mesin fogging merek BlancFog tersebut sudah didistribusikan ke seluruh
kelurahan di wilayah Propinsi DKI Jakarta, maka Majelis Komisi tidak
membatalkan tender pengadaan alat pembasmi/penyemprot nyamuk (mesin
fogging) tersebut.
2. Bahwa Surat Edaran Sekretaris Daerah Propinsi DKI Jakarta No. 6/SE/2004
tanggal 3 Maret 2004 perihal Permohonan Usulan Patokan Harga Satuan tidak
sesuai dengan Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta No. 108 Tahun 2003
tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah
Propinsi DKI Jakarta, dan berpotensi menghambat persaingan karena pengguna
barang/jasa harus sudah mencantumkan merek barang termasuk spesifikasinya
secara lengkap ketika akan meminta patokan harga satuan kepada Biro
Perlengkapan Propinsi DKI Jakarta.
Sesuai tugas Komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 huruf e
UU No. 5/1999, maka Majelis Komisi dalam putusannya merekomendasikan kepada
Komisi hal-hal sebagai berikut:
1. Merekomendasikan kepada Sekretaris Daerah Propinsi DKI Jakarta untuk
mencabut Surat Edaran No. No. 6/SE/2004 tanggal 3 Maret 2004 perihal
Permohonan Usulan Patokan Harga Satuan.
2. Memberikan rekomendasi kepada Direktorat Jenderal Pajak Republik Indonesia
untuk meneliti laporan pajak dari Terlapor I dan Terlapor VI yang berkaitan
dengan tender pengadaan mesin fogging di Biro Administrasi Wilayah Propinsi
DKI Jakarta tahun 2006.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 170
Berdasarkan alat bukti yang telah diuraikan di atas, maka pada tanggal 20
September 2007 Majelis Komisi memutuskan:
1. Menyatakan Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, dan
Terlapor VI terbukti melanggar ketentuan Pasal 22 UU No. 5 /1999;
2. Menyatakan Terlapor VII, dan Terlapor VIII tidak terbukti melanggar ketentuan
Pasal 22 UU No. 5 /1999;
3. Menghukum Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, dan Terlapor V untuk
tidak mengikuti tender pengadaan di lingkungan Pemerintah Daerah di Propinsi
DKI Jakarta selama 2 (dua) tahun sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum
tetap;
4. Menghukum Terlapor VI untuk tidak memasok barang/jasa di lingkungan
Pemerintah Daerah di Propinsi DKI Jakarta selama 2 (dua) tahun sejak putusan
ini mempunyai kekuatan hukum tetap;
5. Menghukum M. Bahri, Ahmad Hidayat, Jeffry Bunyamin dan Sugiarto Santoso
untuk tidak terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam tender
pengadaan di lingkungan Pemerintah Daerah di Propinsi DKI Jakarta selama 2
(dua) tahun sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap;
6. Menghukum Terlapor I membayar ganti rugi sebesar Rp 100.000.000 (seratus
juta rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan
denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Keuangan
Direktorat Jenderal Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN
Jakarta I), beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19, Jakarta Pusat melalui bank
Pemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran
di Bidang Persaingan Usaha);
7. Menghukum Terlapor II membayar ganti rugi sebesar Rp 10.000.000 (sepuluh
juta rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan
denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Keuangan
Direktorat Jenderal Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN
Jakarta I), beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19, Jakarta Pusat melalui bank
Pemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran
di Bidang Persaingan Usaha);
8. Menghukum Terlapor IV membayar ganti rugi sebesar Rp 15.000.000 (lima belas
juta rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan
denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Keuangan
Direktorat Jenderal Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 171
Jakarta I), beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19, Jakarta Pusat melalui bank
Pemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran
di Bidang Persaingan Usaha);
9. Menghukum Terlapor V membayar ganti rugi sebesar Rp 15.000.000 (lima belas
juta rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan
denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Keuangan
Direktorat Jenderal Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN
Jakarta I), beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19, Jakarta Pusat melalui bank
Pemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran
di Bidang Persaingan Usaha);
10. Menghukum Terlapor VI membayar ganti rugi sebesar Rp 100.000.000 (seratus
juta rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan
denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Departemen Keuangan
Direktorat Jenderal Anggaran Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN
Jakarta I), beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 19, Jakarta Pusat melalui bank
Pemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran
di Bidang Persaingan Usaha).
Putusan Perkara No. 07/KPPU-L/2007 Kepemilikan Silang Yang Dilakukan Oleh Kelompok Usaha Temasek dan Praktek Monopoli Telkomsel
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melalui Majelis Komisi yang
terdiri dari Dr. Syamsul Maarif, S.H., LL.M sebagai Ketua Majelis, Prof. Dr. Tresna P.
Soemardi, Didik Akhmadi, Ak, M.Comm, Erwin Syahril, S.H. dan Dr. Sukarmi, S.H.,
M.H. masing-masing sebagai Anggota Majelis, telah memeriksa dan memutus
perkara dugaan pelanggaran Pasal 27 huruf a UU No 5/1999 terkait dengan
kepemilikan silang oleh Temasek Holdings, STT, STT Communication, Asia Mobile
Holdings Company, Asia Mobile Holdings, Indonesia Communication Limited,
Indonesia Communication Pte. Ltd., SingTel, SingTel Mobile (“Kelompok Usaha
Temasek”) dan Pasal 17 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (1) huruf b UU No 5 /1999 terkait
dengan praktek monopoli dan penyalahgunaan posisi dominan oleh Telkomsel.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 172
Terkait dengan Pelanggaran Pasal 27 huruf a UU No 5 Tahun 1999 Pada akhir tahun 2002 divestasi Indosat yang dimenangkan oleh STT, anak
perusahaan yang sahamnya 100% dikuasai oleh Temasek, menyebabkan industri
telekomunikasi seluler di Indonesia mengalami struktur kepemilikan silang. Hal ini
disebabkan karena sebelum divestasi tersebut, saham Telkomsel yang merupakan
operator seluler terbesar di Indonesia telah dimiliki oleh Temasek melalui anak
perusahaannya yaitu Singtel dan SingTel Mobile, sehingga secara tidak langsung
Kelompok Usaha Temasek telah menguasai pasar seluler Indonesia dengan
menguasai Telkomsel dan Indosat secara tidak langsung. Skema kepemilikan silang
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Pangsa pasar Telkomsel dan Indosat secara bersama-sama terus
mengalami peningkatan sejak terjadinya struktur kepemilikan silang sebagaimana
dapat dilihat pada tabel berikut:
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 173
Tahun Pangsa
Pasar
Telkomsel
dan Indosat
Secara
Bersama-
Sama
Gabungan
Pendapatan
Usaha
(dalam
milyar)
Pendapatan
Usaha
XL
(dalam
milyar)
Pangsa
Pasar XL
2001 76.34% 6,688 2,073.03 23.66%
2002 83.58% 10,845 2,130.41 16.42%
2003 88.09% 16,264 2,198.06 11.91%
2004 89.74% 22,107 2,528.48 10.26%
2005 90.97% 29,778 2,956.38 9.03%
Periode
Cross-
Ownership:
2003-2006 2006 89.64% 38,373 4,437.17 10.36%
Rata-rata
2003-
2006
89.61%
Adanya kemampuan pengendalian yang dilakukan oleh Kelompok Usaha
Temasek terhadap Telkomsel dan Indosat menyebabkan melambatnya
perkembangan Indosat sehingga tidak efektif dalam bersaing dengan Telkomsel
yang berakibat tidak kompetitifnya pasar industri seluler di Indonesia.
Perlambatan perkembangan Indosat ditandai dengan pertumbuhan BTS
yang secara relatif menurun dibanding dengan Telkomsel dan XL yang merupakan
dua operator besar lainnya di Indonesia.
Terkait dengan pelanggaran Pasal 17 (1) dan 25(1)b UU No 5 Tahun 1999 Struktur kepemilikan silang Kelompok Usaha Temasek, menyebabkan
adanya price-leadership dalam industri telekomunikasi di Indonesia. Telkomsel
sebagai pemimpin pasar kemudian telah menetapkan harga jasa telekomunikasi
seluler secara eksesif. Konsekuensi dari eksesif profit adalah operator menikmati
eksesif profit dan konsumen mengalami kerugian (consumer loss). Perhitungan yang
dilakukan Majelis Komisi menunjukkan kerugian yang dialami oleh konsumen
layanan telekomunikasi seluler di Indonesia sejak tahun 2003 sampai dengan 2006
berkisar dari Rp 14,76498 Triliun sampai dengan Rp 30,80872 Triliun. Namun sesuai
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 174
dengan ketentuan UU No 5/1999, Majelis Komisi dalam perkara ini tidak berada
pada posisi yang berwenang menjatuhkan sanksi ganti rugi untuk konsumen.
Selanjutnya selama berlangsungnya sidang, Majelis Komisi tidak menemukan
adanya bukti-bukti bahwa Telkomsel telah membatasi perkembangan teknologi
dalam industri seluler di Indonesia sehingga tidak melanggar Pasal 25(1) b UU No 5
Tahun 1999.
Berdasarkan fakta dan bukti yang diperoleh selama Sidang Majelis, pada
tanggal 19 November 2007 Majelis Komisi memutuskan:
1. Menyatakan bahwa Temasek Holdings, Pte. Ltd. bersama-sama dengan
Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd., STT Communications Ltd., Asia
Mobile Holding Company Pte. Ltd, Asia Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia
Communication Limited, Indonesia Communication Pte. Ltd., Singapore
Telecommunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd terbukti
secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 27 huruf a UU No 5 /1999.
2. Menyatakan bahwa PT. Telekomunikasi Selular terbukti secara sah dan
meyakinkan melanggar Pasal 17 ayat (1) UU No 5 /1999.
3. Menyatakan bahwa PT. Telekomunikasi Selular tidak terbukti melanggar Pasal
25 ayat (1) huruf b UU No 5 /1999.
4. Memerintahkan kepada Temasek Holdings, Pte. Ltd., bersama-sama Singapore
Technologies Telemedia Pte. Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile
Holding Company Pte. Ltd, Asia Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia
Communication Limited, Indonesia Communication Pte. Ltd., Singapore
Telecommunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd untuk
menghentikan tindakan kepemilikan saham di PT. Telekomunikasi Selular dan
PT.Indosat, Tbk. dengan cara melepas seluruh kepemilikan sahamnya di salah
satu perusahaan yaitu PT. Telekomunikasi Selular atau PT.Indosat, Tbk. dalam
waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak putusan ini memiliki kekuatan
hukum tetap.
5. Memerintahkan kepada Temasek Holdings, Pte. Ltd., bersama-sama Singapore
Technologies Telemedia Pte. Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile
Holding Company Pte. Ltd, Asia Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia
Communication Limited, Indonesia Communication Pte. Ltd., Singapore
Telecommunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd untuk
memutuskan perusahaan yang akan dilepas kepemilikan sahamnya serta
melepaskan hak suara dan hak untuk mengangkat direksi dan komisaris pada
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 175
salah satu perusahaan yang akan dilepas yaitu PT. Telekomunikasi Selular atau
PT.Indosat, Tbk. sampai dengan dilepasnya saham secara keseluruhan
sebagaimana diperintahkan pada diktum no. 4 di atas.
6. Pelepasan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada diktum no.4 di atas
dilakukan dengan syarat sebagai berikut:
a. untuk masing-masing pembeli dibatasi maksimal 5% dari total saham yang
dilepas.
b. pembeli tidak boleh terasosiasi dengan Temasek Holdings, Pte. Ltd.
maupun pembeli lain dalam bentuk apa pun.
7. Menghukum Temasek Holdings, Pte. Ltd., Singapore Technologies Telemedia
Pte. Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd,
Asia Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia Communication Limited, Indonesia
Communication Pte. Ltd., Singapore Telecommunications Ltd., dan Singapore
Telecom Mobile Pte. Ltd masing-masing membayar denda sebesar
Rp.25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) yang harus disetor ke Kas
Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan
usaha Departemen Perdagangan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja Komisi
Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode
penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan
Usaha).
8. Memerintahkan PT. Telekomunikasi Selular untuk menghentikan praktek
pengenaan tarif tinggi dan menurunkan tarif layanan selular sekurang-kurangnya
sebesar 15% (lima belas persen) dari tarif yang berlaku pada tanggal
dibacakannya putusan ini.
9. Menghukum PT. Telekomunikasi Selular membayar denda sebesar Rp.
Rp.25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) yang harus disetor ke Kas
Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan
usaha Departemen Perdagangan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja Komisi
Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode
penerimaan 423491 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan
Usaha).
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 176
Putusan Perkara No. 08/KPPU-L/2007 Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Bengkulu
Setelah melakukan pemeriksaan selama kurang lebih empat bulan, Komisi
Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia (KPPU-RI) yang dalam hal ini
Majelis Komisi Perkara Nomor: 08/KPPU-L/2007 telah mengambil putusan melalui
Rapat Musyawarah Majelis Komisi pada hari Selasa, 28 Agustus 2007, dan
membacakan putusannya tersebut dalam sidang yang dinyatakan terbuka untuk
umum pada hari Rabu, 29 Agustus 2007 di Kantor KPPU RI Pusat di Jakarta.
Para Terlapor, yaitu Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Dinas Pertamanan
dan Pemakaman Kota Bengkulu selaku Terlapor I, PT Multiyasa Anekadharma
selaku Terlapor II, CV Lisma selaku Terlapor III, CV Arma Putra selaku Terlapor IV,
PT Taruna Bhakti Perkasa selaku Terlapor V terbukti melakukan persekongkolan
baik horizontal maupun vertikal dalam 5 Paket Tender Pengadaan dan Pemasangan
Lampu Penerangan Jalan Umum dan Lampu Hias di Dinas Pertamanan dan
Pemakaman Kota Bengkulu Tahun Anggaran 2006.
Adapun kelima paket tender tersebut adalah Pengadaan dan Pemasangan
PJU pada median jalan: dari Simpang Pd. Harapan s/d Simpang Km 8 dengan nilai
Rp 945.387.000,- (Paket I); dari Simpang Km 8 s/d Simpang Polda dengan nilai Rp
600.454.000,- (Paket II); dari Simpang Polda s/d Simpang Pagar Dewa dengan nilai
Rp 454.159.000,- (Paket III); Pengadaan dan Pemasangan Lampu Hias di: Rayon
Teluk Segara dengan nilai Rp 667.500.000,- (Paket IV); dan di Rayon Nusa Indah
dengan nilai Rp 467.500.000,- (Paket V). Paket I dan III dimenangkan oleh PT
Multiyasa Anekadharma, Paket II dimenangkan oleh CV Lisma, dan Paket IV dan V
dimenangkan oleh CV Arma Putra.
Persekongkolan horizontal yang terjadi di antara sesama pelaku usaha yang
merupakan peserta tender terbukti antara lain dengan adanya fakta pinjam
meminjam perusahaan dan softcopy dokumen penawaran yang dilakukan oleh Para
Terlapor.
PT. Multiyasa Anekadharma yang mengikuti kelima paket tender ternyata
meminjamkan perusahaannya kepada Sdr. Arief Sukarnawijaya (Paket I, II dan III)
dan Sdr. Zikrisa Oktova (Paket IV dan V). Pimpinan Cabang PT Multiyasa
Anekadharma Cabang Bengkulu, Sdr. Gasman Hadi, meminjamkan perusahaan
tersebut dengan cara memasukkan nama Sdr. Arief Sukarnawijaya dan Sdr. Zikrisa
Oktova sebagai Wakil Pimpinan Cabang PT Multiyasa Anekadharma Cabang
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 177
Bengkulu dan Kuasa Direktur dalam Akta yang disahkan oleh Notaris Mufti
Nokhman, S.H. di Bengkulu. Pengangkatan Wakil Pimpinan Cabang dan Kuasa
Direktur tersebut tidak bersifat permanen karena hanya khusus ditujukan untuk
mengikuti tender tersebut di atas. Masing-masing Wakil Pimpinan Cabang dan
Kuasa Direktur tersebut memberikan fee sebesar 2,5% dari nilai tender kepada PT
Multiyasa Anekadharma jika berhasil memenangkan tender.
Selain meminjam PT Multiyasa Anekadharma, Sdr. Arief Sukarnawijaya juga
mengikuti tender untuk kelima paket dengan cara meminjam PT Taruna Bhakti
Perkasa dan menjadi Kuasa Direkturnya. Keikutsertaan PT Taruna Bhakti Perkasa
sebagai peserta tender adalah hanya untuk memenuhi syarat dapat
dilaksanakannya tender yaitu minimal diikuti oleh 3 (tiga) peserta yang memasukkan
penawaran. Sejak awal PT Taruna Bhakti Perkasa sudah dapat dipastikan gugur
karena memiliki kualifikasi M (Menengah), sedangkan kualifikasi perusahaan yang
dipersyaratkan baik dalam pengumuman tender maupun bestek adalah kualifikasi K
(Kecil).
Dalam mengikuti tender untuk Paket IV dan V, CV Arma Putra juga
meminjamkan perusahaan kepada Sdr. Armen Junaedi dengan cara
mengangkatnya sebagai Kuasa Direktur CV Arma Putra yang dimuat dalam Akta
yang disahkan oleh Notaris Mufti Nokhman, S.H. di Bengkulu. Dalam mengikuti
tender, Armen Junaedi yang berprofesi sebagai pembuat dokumen penawaran
tender ini, dibiayai oleh Sdr. Teddy Wirajaya yang merupakan Direktur PT Cipta
Jaya. Disamping pinjam meminjam perusahaan, para Terlapor yang merupakan
peserta tender juga melakukan pinjam meminjam disket atau softcopy penawaran
yang terbukti dengan ditemukannya persamaan-persamaan dokumen diantara para
Terlapor termasuk persamaan kesalahan pengetikan pada dokumen penawaran
para Terlapor. Sebagai contoh, terdapat beberapa persamaan dokumen penawaran
antara CV Lisma dengan PT Multiyasa Anekadharma, dan antara CV Arma Putra
dengan PT Multiyasa Anekadharma dimana Sdr. Armen Junaedi yang mewakili CV
Arma Putra memberikan soft copy dokumen penawaran tender kepada Zikrisa
Oktova yang mewakili PT Multiyasa Anekadharma.
Peranan Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Dinas Pertamanan dan
Pemakaman Kota Bengkulu dalam persekongkolan yang bersifat vertikal adalah
dengan cara memfasilitasi para peserta tender untuk melakukan persekongkolan
horizontal. Hal tersebut dilakukan dengan cara tidak mencantumkan baik dalam
Bestek maupun Berita Acara Aanwijzing mengenai nama pemilik pekerjaan pada
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 178
dokumen Jaminan Penawaran dan pihak yang seharusnya memasukkan dokumen
penawaran secara langsung. Kedua hal yang tidak tercantum baik dalam Bestek
maupun Berita Acara Aanwijzing tersebut dijadikan alat oleh Panitia untuk
menggugurkan peserta tender.
Dalam tender tersebut, Panitia tidak melakukan penelitian secara mendalam
terhadap dokumen penawaran sehingga tidak memperhatikan bahwa Sdr. Arief
Sukarnawijaya mengikuti tender di Paket I, II, dan III dengan dua perusahaan yaitu
PT Taruna Bhakti Perkasa dan PT Multiyasa Anekadharma. Panitia juga tidak
mencurigai adanya kemiripan dan kesamaan kesalahan pengetikan beberapa
dokumen penawaran peserta tender yang merupakan indikasi adanya
persekongkolan di antara para peserta tender.
Dalam mengambil putusan terhadap perkara ini, Majelis Komisi telah
mempertimbangkan hasil pemeriksaan termasuk keterangan dari seluruh Terlapor
dan Saksi-saksi, pembelaan dari para Terlapor dan dokumen-dokumen terkait.
Majelis Komisi kemudian memutuskan bahwa para Terlapor bersalah telah
melanggar Pasal 22 UU No. 5/1999 tentang Persekongkolan dan menghukum PT.
Multiyasa Anekadharma, CV. Lisma, CV. Arma Putra dan PT. Taruna Bhakti
Perkasa untuk tidak mengikuti tender di seluruh instansi Pemerintah Kota Bengkulu
selama 2 (dua) tahun sejak Putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap, dan jika
amar tersebut dilanggar, maka Majelis Komisi menghukum masing-masing Terlapor
peserta tender untuk membayar denda sebesar Rp 1.000.000.000,- (satu milyar
rupiah).
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 179
PERKEMBANGAN PENANGANAN LAPORAN
PERIODE JANUARI – DESEMBER 2007
Tabel Perkembangan Penanganan Laporan
NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS KATEGORI
LAPORAN
1 Pernyataan sikap
atas
Pembangunan
Pasar Modern di
Lahan Terminal
Kota Prabumulih
Pelapor menyampaikan pernyataan sikap berkaitan dengan
rencana pembangunan pasar modern (mall) di lahan
Terminal Kota Prabumulih Palembang.
Pelapor menolak pembangunan pasar modern dengan alasan
sebagai berikut:
1. Mall yang akan dibangun berhadapan langsung dengan
pasar tradisional.
2. Pembangunan mall melanggar SK Menperindag No.
420/MPP/Kep/10/1997 tentang Pedoman Penataan
Pembinaan Pasar dan Pertokoan.
3. Melanggar SK Menperindag No. 261/MPP/Kep/7/1997
tentang Pembentukan Tim Penataan Pembinaan Pasar
dan Pertokoan.
Penelitian
Sekretariat
Bukan
Laporan
2 Dugaan
persekongkolan
dengan cara
Pelapor menduga telah terjadi persekongkolan dengan cara
melawan hukum yaitu;
1. Pelapor mempunyai lahan kosong di Kec. Margahayu,
Penelitian
Sekretariat
Persekongko
lan tender
LAMPIRAN
2
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 180
NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS KATEGORI
LAPORAN
melawan hukum Bandung dan mengajukan permohonan izin mendirikan
SPBU kepada PT Pertamina.
2. Pada saat yang sama, ada pihak lain (Agus Sadikin)
mengajukan permohonan izin mendirikan SPBU dekat
lahan Pelapor.
3. PT Pertamina menolak kedua permohonan tersebut,
tetapi memberi izin kepada Pihak Ketiga diatas lahan
Agus Sadikin.
3 Dugaan
persekongkolan
tender
pengadaan Alat
Penguji
Kendaraan
Bermotor di
Dinas
Perhubungan
Kabupaten
Labuhan Batu,
Sumatera Utara
Pelapor menyampaikan telah terjadi persekongkolan dalam
tender pengadaan Alat Penguji Kendaraan Bermotor di Dinas
Perhubungan Kabupaten Labuhan Batu, dengan indikasi
sebagi berikut;
a. Peserta lelang yang memenuhi syarat hanya 3
perusahaan.
b. Harga yang ditawarkan ketiga perusahaan tersebut
hanya memiliki selisih yang tidak signifikan dan tidak
jauh dari pagu.
c. Persyaratan lelang memuat harus ada dukungan pabrik
dan ketiga peserta tender tersebut didukung oleh pabrik
yang sama.
Nilai proyek tender adalah 2 Milyar
Persekongko
lan tender
4 Dugaan
persekongkolan
dalam lelang
Pengadaan Bibit
tanaman hutan
dan buah-buahan
di BP DAS
Cimanuk
Citanduy
Pelapor menyampaikan telah terjadi persekongkolan dalam
lelang pengadaan bibit tanaman hutan dan buah-buahan,
dengan indikasi sebagai berikut;
a. Kepala DAS Cimanuk Citanduy dan Panitia lelang
membuat persyaratan lelang yang mengada-ada.
b. Sebelum lelang telah terjadi persekongkolan karena
paket-paket tertentu diberi syarat khusus yaitu untuk
satu kabupaten/kota bibitnya sama tetapi sertifikatnya
berbeda-beda.
c. Panitia lelang bersama-sama Kepala DAS Cimanuk
Citanduy merubah sebagian dari isi Dokumen Lelang.
Tender dibagi dengan 15 Paket senilai 10 Milyar.
Persekongk
olan tender
5 Dugaan
persekongkolan
Pelapor menyampaikan telah terjadi persekongkolan
pengadaan Oil Boom, Oil Dispersant dan CCTV di Direktorat
Persekongko
lan tender
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 181
NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS KATEGORI
LAPORAN
tender
pengadaan Oil
Boom, Oil
Dispersant dan
CCTV di
Direktorat
Pemasaran &
Niaga PT
Pertamina
Pemasaran & Niaga PT Pertamina, dengan indikasi sebagai
berikut;
1. Pada pengumuman tender dan saat Penjelasan
Prakualifikasi tidak menyebutkan tentang merek,
spesifikasi dan lain-lain.
2. Setelah lulus prakualifikasi para peserta membeli
dokumen tender dan dalam Dokumen Tender telah
mencamtumkan brand/merk (acceptable brands) yang
mengacu pada suatu produk tertentu.
6 Dugaan
persekongkolan
dalam
pelaksanaan
lelang
dibeberapa
instansi
pemerintah di
Propinsi
Sumatera Barat
Pelapor menyampaikan ada dugaan persekongkolan dalam
beberapa tender yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah
di Prop. Sumatera Barat pada Tahun 2006.
1. Tender Pengadaan Alat Kesehatan di RSUD Dr. Muh. Zein
Painan, dengan indikasi sbb;
a. Pemenang tender adalah yang memiliki harga
penawaran lebih tinggi.
b. Sole agent memberikan peryaratan teknis yang
berbeda-beda antara pemenang lelang dan rekanan
lain.
2. Tender Pengadaan alat laboratorium SMP dan SMA di
Dinas Pendidikan, dengan indikasi;
3. Bahwa Pelapor digugurkan dengan alasan perusahaan
Pelapor tidak memiliki pengalaman selama 3 tahun.
4. Tender pengadaan Komputer SMA dan SMK di Dinas
Pendidikan, dengan indikasi; bahwa Pelapor digugurkan
oleh Panitia saat pembukaan dokumen penawaran karena
sampul dokumen pelapor tidak di lak.
5. Tender Pengadaan dan Pendistribusian Pakaian, Sepatu,
Tas, BUku, dll untuk Sekolah Dasar Minoritas Terbelakang
dan Tidak Mampu di Dinas Pendidikan, dengan indikasi
bahwa sampai sekarang pemenang lelang belum
diumumkan baik secara tertulis maupun tidak tertulis.
6. Tender Pengadaan HPCL (High Performance Liquid
Chromathography dan Gas Chromathography di Dinas
Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikulkura, dengan
indikasi; bahwa pemenang adalah peserta lelang yang
memiliki penawaran yang jauh lebih tinggi.
Persekongko
lan tender
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 182
NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS KATEGORI
LAPORAN
7. Tender Pengadaan Bantuan (Ternak/Sapi) untuk Usaha
Ekonomi Produktif (UEP) Fakir Miskin sebanyak 300 KK di
Kabupaten Solok, Limapuluh Kota dan Pasaman di Dinas
Sosial, dengan indikasi;
a. Bahwa peserta yang lulus adalah peserta yang
menawarkan harga diatas 6 milyar.
b. Adanya beberapa peserta yang merekayasa
pengalaman kerja.
7 Dugaan
persekongkolan
dalam
pelaksanaan
tender
pengadaan Bibit
Kelapa Sawit di
Dinas
Perkebunan
Kalimantan
Selatan
Pelapor menyampaikan telah terjadi persekongkolan untuk
memenangkan CV Borneo Interprise Native sebagai
pemenang lelang dengan indikasi sebagai berikut;
1. Pelapor digugurkan dengan alasan SPEK Teknis tergabung
dalam proposal teknis padahal sistem evaluasi yang
digunakan Panitia adalah Merit Point.
2. CV Borneo Interprise Native sebagai pemenang lelang
mendapat Jaminan Supply dalam bentuk kerjasama dari
Koperasi Karya Bersama yang merupakan Koperasi
Karyawan PNS Dinas Perkebunan Prop. Kal. Selatan.
3. Dalam RKS telah ditetapkan syarat teknis yaitu ukuran
polibeg minimal ukuran 30 cm, namun fakta dilapangan
ukuran polibeg pemenang (CV Borneo Interprise Native)
tidak memenuhi syarat minimal tersebut.
4. Adanya kekeliruan dan kejanggalan dari surat yang
dikeluarkan oleh Panitia yaitu nomor surat sama tetapi
tanggal berbeda.
Nilai HPS tender tersebut adalah Rp. 4.404.892.800,-
Persekongko
lan tender
8 Laporan
persaingan tidak
sehat pada
tender di Propinsi
Bangka Belitung.
Pelapor menyampaikan adanya penghadangan oleh
sekelompok orang didepan pintu masuk ruangan Pemasukan
Penawaran Pelelangan Proyek Paket Peningkatan Jalan dan
Jembatan di Propinsi Bangka Belitung APBN 2007.
Persekongko
lan tender
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 183
NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS KATEGORI
LAPORAN
9 Dugaan adanya
rekayasa pada
lelang di Bagian
Kontrak-Jasrum
PT Pertamina UP
V Balikpapan
Pelapor menduga telah terjadi rekayasa dalam menentukan
pemenang dalam pelaksanaan tender-tender di Bagian
Kontrak Jasrum PT Pertamina UP V Balikpapan.
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;
1. pada pelaksanaan lelang panitia dinilai tidak mengikuti
ketentuan SK Dirut Pertamina No. 036/C0000/2004-S0.
2. Panitia memungut biaya penggantian dokumen yang
nilainya bervariasi tergantung dari nilai proyek.
3. sistem evaluasi yang dilakukan tidak jelas dan tidak
mengacu pada Keppres 80/2003 dan SK No.
036/C00000/2004/S0.
Penelitian
sekretariat
Persekongko
lan tender
10 Dugaan
persekongkolan
pada
pelaksanaan
lelang Pengadaan
Pupuk dan Bibit
Karet di Dinas
Perkebunan Kab.
Banjar Martapura
Pelapor menduga telah terjadi persekongkolan pada
pelaksanaan lelang pengadaan pupuk tablet, herbisida dan
bibit karet okulasi di Dinas Perkebunan Kab. Banjar
Martapura.
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;
1. Terdapat kesepakatan bersama untuk menentukan
pemenang yang dibuat dua hari sebelum pemasukan
dokumen. Kesepakatan tersebut adalah sebagai berikut;
a. Paket Pupuk dimenangkan oleh CV IRMA;
b. Paket Herbisida dimenangkan oleh CV Yunita;
c. Paket Bibit Karet Okulasi dimenangkan oleh CV Bina
Karya
2. Pertemuan dilakukan di RM Lesehan di pinggir irigasi
kab. Banjar dengan dimoderatori oleh Ir. Suyadi seorang
PNS di Kab. Banjar. Pertemuan tersebut juga
menyepakati pembagian uang kompensasi kepada
peserta yang tidak lolos sebesar 5% dari total nilai
kontrak dan seluruh pemenang adalah perusahaan yang
berdomisili di Kab. Banjar.
3. Panitia pada saat memasukan dokumen penawaran tidak
menyediakan kotak penawaran. Baru pada saat waktu
pemasukan penawaran berakhir panitia baru
mengeluarkan kotak penawaran yang sudah berisi
penawaran dari para peserta yang sebelumnya telah
Penelitian
sekretariat
Persekongko
lan tender
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 184
NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS KATEGORI
LAPORAN
bersepakat.
4. Pelapor tidak dapat memasukan dokumen penawaran
karena dihadang oleh sekelompok orang dan kotak
penawaran tidak tersedia.
5. Setelah pemasukan penawaran selesai, Sdr. Ardiansyah
Direktur CV Yunita membagikan uang Rp. 825.000
kepada para peserta yang terdaftar.
11 Tender
pengadaan dan
instalasi UPS di
PT Geo Dipa
Energy
Pelapor menduga telah terjadi pelanggaran Pasal 22 UU No.
5 tahun 1999 pada proses pelelangan pengadaan dan
instalasi UPS di PT Geo Dipa Energy tahun 2006.
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;
1. Panitia tidak menjelaskan pagu dana maupun harga
perkiraan sendiri dari UPS yang diminta.
2. Pada saat pembukaan dokumen penawaran, panitia tidak
melibatkan saksi dari peserta. Semua dokumen diperiksa
oleh panitia sendiri.
3. Panitia mengesahkan penawaran dari peserta yang
menawarkan barang merk AMITEK tetapi surat dukungan
dari ATPM merk lain.
4. Panitia memperlambat penyampaian pengumuman
pemenang dengan alasan no fax pelapor salah. Sehingga
pelapor tidak dapat melakukan sanggahan karena waktu
sanggah sudah lewat.
5. PT Erico selaku pemenang lelang hanya merupakan
perusahaan yang dipinjam oleh Sdr. Sudarsono.
Penelitian
laporan
Persekongko
lan tender
12 Pengaduan
perihal
pemblokiran
permohonan
bantuan
Pengaduan dari Yayasan Soaraja Botto Cempaka Kec. Dua
Pitue Kab. Sidenreng Rappang Prop Sulawesi Selatan perihal
dugaan adanya pemblokiran terhadap permohonan bantuan
dana.
Laporan
tidak
lengkap
Bukan
Kewenangan
KPPU
13 Lelang saham
Manulife
Pelapor menduga telah terjadi pelanggaran Pasal 22 UU No.
5 tahun 1999 oleh PT Dharmala Sakti Sejahtera dalam
proses pelelangan Saham PT Asuransi Jiwa Manulife
Indonesia (AJMI).
Penelitian
Sekretariat
Persekongko
lan tender
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 185
NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS KATEGORI
LAPORAN
Indikasi pelanggaran yang disampaikan adalah sebagai
berikut:
1. Pengumuman lelang isinya bertolak belakang dengan isi
risalah lelang. Didalam risalah lelang disebutkan bahwa
permintaan lelang diajukan oleh Ari Ahmad Effendi
selaku kurator, namun dalam pengumuman di Harian
Suara Pembaruan lelang dilakukan atas permintaan
RUPS PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia.
2. Jangka waktu pelaksanaan lelang dengan pengumuman
lelang di media massa hanya satu minggu, sehingga
dianggap terlalu singkat untuk melakukan due diligent.
3. Peserta lelang hanya satu yaitu The Manufactur Life
Insurance Company (MILC) dengan nilai penawaran Rp.
170.000.000.000,-
4. PT AJMI dan MLIC diketahui telah memperoleh
persetujuan dari Departemen Keuangan atas
permohonan pengambilalihan saham PT Dharmala Sakti
Sejahtera dua minggu sebelum lelang diumumkan.
14 Tender pekerjaan
jasa kebersihan
Angkasa Pura II
Pelapor menduga telah terjadi persaingan tidak sehat pada
pelaksanaan lelang Pekerjaan Jasa Kebersihan Terminal II
Bandara Soekarno Hatta Cengkareng tahun 2006.
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;
a. Pemenang lelang adalah peserta yang telah menang
dalam 4 tahun terakhir.
b. Nilai penawaran pemenang dianggap tidak masuk akal,
karena menurut perhitungan pelapor, pemenang tender
tidak akan sanggup mengerjakan sesuai ketentuan di
RKS.
Laporan
tidak
lengkap
Persekongko
lan tender
15 Distribusi Gula
Impor
Dugaan praktek monopoli pada usaha distribusi gula impor di
Sulawesi Tengah. Indikasi yang disampaikan adalah sebagai
berikut:
1. PT PN XI selalu membongkar gula impor untuk propinsi
Sulawesi Tengah sebanyak 4.000 Ton di Pelabuhan
Soekarno–Hatta Makassar, bukan di Pelabuhan Pantoloan
Palu.
Penelitian
Sekretariat
Monopoli
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 186
NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS KATEGORI
LAPORAN
2. PTPN XI hanya memberikan informasi mengenai batas
waktu pembayaran tahap I sebesar 40% dari total harga
tebusan hanya kepada PT Padi Mas Prima Makassar.
Perusahaan distributor gula di Palu yang
direkomendasikan oleh Dinas Perindagkop Propinsi
Sulawesi Tengah.
16 Tender konsultan
Study Master
Plan Sistem
Sumatera di PLN
P3B Sumatera
Pelapor menduga proses prakualifikasi tender konsultan
pekerjaan studi master plan sistem sumatera yang dilakukan
di PT PLN P3B Sumatera tidak kompetitif.
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;
1. Konsultan APS dari Malaysia diduga telah memberikan
“service” kepada pejabat PLN pada saat berkunjung ke
Malaysia.
2. Diduga Konsultan APS juga merupakan pemenang tender
konsultan untuk Studi Interkoneksi Jawa–Bali.
3. PT PLN akan melakukan penunjukkan langsung untuk
jasa konsultan perorangan di PLN Pusat dimana
beberapa bagian pekerjaannya sama dengan lingkup
pekerjaan interkoneksi Jawa - Bali.
Penelitian
sekretariat
Persekongko
lan tender
17 Persaingan usaha
tidak sehat oleh
PT Dinamika
Indonusa Prima
Pelapor menduga PT Dinamika Indonusa Prima (DIP) telah
melakukan praktek persaingan usaha tidak sehat. PT DIP
adalah produsen kasur pegas merk AIRLAND.
Pelapor adalah supplier kasur pegas untuk kebutuhan PT
Badak Natural Gas Liquefaction. Sesuai dengan Purchase
Order No. 004/BM40/2007-412 perihal pemesanan 190 unit
kasur pegas merk Airland dengan ketentuan kesamaan dan
kesetaraan (silent or equal).
Pelapor kemudian membeli tunai kasur pegas merk Koala by
Airland kepada PT DIP. Tetapi oleh PT Badak ditolak dengan
alasan produk yang diserahkan bukan merk Airland
sebagaimana dalam Purchase Order.
Penelitian
sekretariat
Persekongko
lan tender
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 187
NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS KATEGORI
LAPORAN
18 Permohonan
Tanggapan atas
Sengketa Bisnis
PT Starcom
Solusindo
dengan PT
Telkom
Indonesia
Pelapor menyampaikan bahwa telah terjadi sengketa bisnis
antara Pelapor dengan PT Telekominikasi Indonesia, dengan
permasalahan sebagai berikut;
1.Bahwa pelapor adalah pelaku usaha yang bergerak
dibidang multimedia berbasiskan internet protocol yang
salah satunya menyediakan broadband internet kepada
operator luar negeri.
2.Bahwa pelapor dengan PT Telkom Indonesia telah
menandatangani Surat Kontrak Berlangganan Sambungan
Telekomunikasi Model Tel-2.
Penelitian
Sekretariat
19 Dugaan
Persekongkolan
tender dalam
145 Paket
Pekerjaan pada
Dinas Pendidikan
Nasional Propinsi
Sumatera Utara
KPD Medan menyampaikan resume laporan Dugaan
Persekongkolan tender dalam 145 Paket Pekerjaan pada
Dinas Pendidikan Nasional Propinsi Sumatera Utara.
Indikasi persekongkolan adalah;
1. Tender terdiri dari 145 paket yang diumumkan pada
tanggal 21 Oktober 2006 yang merupakan hari
libur/sabtu bukan diumumkan pada hari kerja.
2. Panitia tender menginapkan dokumen penawaran selama
3 hari sejak penutupan penyerahan dokumen sehingga
menyebabkan ada dugaan potensi post bidding.
3. Dari informasi yang diperoleh telah terjadi pinjam-
meminjam perusahaan hal ini dibuktikan dengan alamat
perusahaan yang berbeda-beda.
Nilai pekerjaan adalah Rp. 70.264.459.000,-
Penelitian
Sekretariat
Persekongko
lan tender
20 Persaingan usaha
Tidak Sehat
dalam ekspor
Labi-Labi di
Kalimantan
Timur
Pelapor menyampaikan bahwa telah terjadi persaingan usaha
tidak sehat dalam ekspor Labi-labi di Kalimantan Timur
dengan indikasi sebagai berikut :
1. Bahwa kuota ekspor labi-labi ditentukan oleh SK
Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi
Agro Asia Tunggal yang berlaku sejak tanggal 1 Jan
2006 s/d 31 Des 2006.
2. Bahwa pelapor menduga adanya monopoli ekspor
labi-labi yang dilakukan Ting Ham (CV. Agro Asia
Tunggal).
3. Adanya dugaan bahwa CV Agro Asia Tunggal
Penelitian
Sekretariat
Monopoli
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 188
NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS KATEGORI
LAPORAN
menghalangi masuknya UD Daisa Sagena sebagai
pesaing dalam ekspor labi-labi.
21 Laporan
Pembatalan
lelang
Pelapor menyampaikan adanya kejanggalan-kejanggalan
dalam proses lelang pekerjaan jasa borongan untuk kegiatan
implementasi rehabilitasi gedung pendidikan pasca gempa
bumi di Prop. Jawa tengah dan pengembangan Poliklinik. PMI
Cabang Klaten antara lain:
1. Pengumuman pendaftaran dilakukan pada tanggal 5-8
Feb 2007 dan aanwizjing dilakukan pada tanggal 8 Feb
2007.
2. Panitia tidak melakukan aanwizjing untuk peninjauan
lapangan.
Penelitian
Sekretariat
Persekongko
lan tender
22 Laporan dugaan
pelanggaran
terhadap UU No.
5 Tahun 1999
yang dilakukan
EMI Music South
East Asia, EMI
Indonesia, Arnel
Affandy
Pelapor menyampaikan ada dugaan pelanggaran UU No. 5
Tahun 1999 yang dilakukan EMI Music South East Asia, EMI
Indonesia, Arnel Affandy, antara lain;
a. EMI Asia, EMI Indonesia dibantu oleh Arnel Affandy
melakukan pengambilalihan pengelolaan eksklusif
(pembajakan) artis Dewa 19 dan upaya-upaya untuk
membajak Arri Lasso.
b. EMI Asia dan EMI Indonesia secara bersama-sama
melakukan tindakan anti persaingan raising rival cost
untuk menghalang-halangi Aquarius untuk melakukan
kegiatan yang sama dalam pasar bersangkutan.
c. EMI Asia, EMI Indonesia dan Arnel Affandy bersekongkol
untuk mendapatkan informasi tentang segala hal terkait
dengan kerjasama diantara artis-artis khususnya Dewa
19, Ari Lasso dengan Aquarius.
Penelitian
Sekretariat
Penguasaan
Pasar
23 Laporan
pelanggaran
pasal 19 UU No.
5 Tahun 1999
yang dilakukan
oleh PT Krakatau
Lampung
Tourism
Pasal 19 UU No 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh PT
Krakatau Lampung Tourism development dengan indikasi
bahwa;
i. Pembatalan dan penghalangan pembangunan jaringan
listrik PLN menuju usaha Pelapor.
ii. Pihak PT Krakatau Lampung Tourism Development dan
pemda keberatan keberatan dengan pembangunan
jaringan listrik karena sebagian besar lahan belum
Penelitian
seketariat
Penguasaan
pasar
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 189
NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS KATEGORI
LAPORAN
development dibebaskan.
24 Penunjukan
langsung Rehab
Gedung SD di
SUMUT
Pelapor menduga telah terjadi pelanggaran UU No. 5 tahun
1999 pada proses pelaksanaan proyek Rehabilitasi 46
Gedung SD di Propinsi Sumatera Utara tahun 2006.
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut:
a. Proyek dilaksanakan dengan sistem penunjukan
langsung padahal anggarannya adalah Rp. 7 milyar
lebih.
b. Proses penunjukan langsung tidak dilakukan dengan
cara yang transparan.
c. Diduga dari 46 perusahaan yang mendapat
pekerjaan, hanya 7 yang Sertifikat Badan Usahanya
terdaftar di LPJK Sumut, 6 perusahaan dipertanyakan
SBUnya dan 33 perusahaan tidak memiliki SBU.
Penelitian
Sekretariat
Persekongko
lan tender
25 Persaingan tidak
sehat pada
Tender Badak
Catering and
Room Services di
PT Vico
Indonesia Kaltim
Pelapor menduga telah terjadi persaingan usaha tidak sehat
pada tender Badak Catering and room services.
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;
1. Pelapor telah mendaftar sebagai peserta tetapi tidak
diundang dalam pre-bid meeting.
2. Panitia kemudian melakukan re-tender atas
keberatan pelapor.
3. Namun kemudian panitia membatalkan re-tender
tersebut dan menunjuk PT Anugerah Jasa Caterindo
sebagai penyedia jasa untuk jangka waktu 3 bulan.
4. Kemudian dilakukan tender baru dimana pelapor
awalnya sebagai pemenangnya, tetapi kemudian
pelapor didiskualifikasi dikarenakan tidak
menyertakan certifikat dari tenaga ahli padahal para
peserta lainnya tidak diharuskan untuk menyertakan
certifikat dari tenaga ahli.
5. Adanya dugaan bahwa panitia melakukan
diskriminasi terhadap pelapor serta dugaan adanya
persekongkolan antara panitia dengan PT Anugrah
Jasa Caterindo.
Buku Daftar
Penghentian
Pelaporan
Persekongko
lan tender
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 190
NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS KATEGORI
LAPORAN
26 Jabatan rangkap
pada PT. Medan
Andalas dan PT.
Sumatera Raya
di Jakarta.
Pelapor menyampaikan bahwa telah terjadi pelanggaran UU
No. 5 tahun 1999 mengenai jabatan rangkap dan pemilikan
saham di PT. Medan Andalas dan PT. Sumatera Raya, yang
didirikan di Jakarta.
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut :
1. Pada tanggal 5 November tahun 2001 didirikan PT.
Medan Andalas di Jakarta yang bergerak di bidang
transportasi angkutan penumpang umum taksi
dengan nama Family Taksi. Di sini terlapor
berkedudukan sebagai pemilik saham dan Direktur
PT. Medan Andalas.
2. Pada tanggal 25 Februari tahun 2005 didirikan PT.
Sumatera Raya di Jakarta yang bergerak di bidang
yang sama, yaitu bidang transportasi angkutan
penumpang umum taksi. Di sini terlapor I
berkedudukan sebagai pemilik saham dan Komisaris
Utama PT. Sumatera Raya, sementara terlapor II
berkedudukan sebagai pemilik saham dan Direktur
PT. Sumatera Raya.
Penelitian
Sekretariat
Jabatan
Rangkap
dan
Pemilikan
Saham
27 Persekongkolan
untuk merebut
pesanan
terhadap T.B
Oloan Lubis.
Pelapor menyampaikan bahwa telah terjadi persekongkolan
antara terlapor dengan pihak tertentu di jajaran pemerintah
Kabupaten Labuhan Batu.
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut :
1. Pelapor telah mendapatkan pesanan alat peraga dan
buku-buku sekolah yang bersumber dari Dana
Alokasi Khusus (DAK), yang telah ditandatangani
oleh beberapa kepala sekolah dan komite sekolah di
Kabupaten Labuhan Batu.
2. Namun pesanan tersebut tidak terlaksana karena
adanya intervensi dari terlapor yang disinyalir
mempunyai hubungan khusus dengan orang-orang
tertentu di jajaran pemerintah Kabupaten Labuhan
Batu, dimana terlapor memaksa beberapa Kepala
Sekolah untuk mengalihkan sumber dana DAK ke
rekening terlapor
Penelitian
Sekretariat
Persekongko
lan tender
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 191
NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS KATEGORI
LAPORAN
28 Dugaan
persekongkolan
tender
pengadaan mobil
puskesmas di
Dinas Kesehatan
Bondowoso
Pelapor menduga telah terjadi persekongkolan pada proses
pengadaan 3 mobil Puskesmas Keliling pada Dinas Kesehatan
Kabupaten Bondowoso tahun 2007 senilai Rp. 591.750.000,-
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;
1. Diduga tidak dilakukan pengumuman pelelangan.
2. Tidak dilakukan melalui pelelangan umum.
Penelitian
Sekretariat
Persekongko
lan tender
29 Permohonan
Tanggapan dari
MenPAN
Surat dari Deputi Bidang Pengawasan Menteri PAN perihal
permohonan untuk menanggapi surat pengaduan dari Sdr.
Ichwan yang telah disampaiakan ke Tromol POS 5000.
Sekretariat telah menjawab surat permohonan tersebut.
Laporan
tidak
lengkap
Bukan
Laporan
30 Dugaan
Pelanggaran UU
No. 5 tahun 1999
pada
pembangunan
kembali Pasar
Melawai Blok M
Pelapor menduga telah terjadi persaingan usaha tidak sehat
pada proses penunjukan langsung Pengembang Pasar
Melawai Blok M.
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;
1. Penunjukan PT Melawai Jaya Realty sebagai pengembang
tidak transparan.
2. Modal yang disetor PT MJR sebesar Rp. 400 juta
sedangkan proyek yang dilaksanakan sebesar Rp. 494
Milyar.
3. PT MJR sebelumnya bernama PT Inter Buana Semesta
yang berdiri 4 bulan sebelum pasar Melawai terbakar.
4. PT MJR didirikan 4 hari sebelum PD Pasar Jaya
mengumumkan peremajaan Pasar Melawai.
5. Dua setengah bulan setelah ditetapkan sebagai
pengembang, PT Mega Kirana Sentosa selaku pemilik
saham PT MJR menjual semua sahamnya ke PT Sunter
Agung dan PT Wijaya Wisesa.
Penelitian
Sekretariat
Persekongko
lan tender
31 Monopoli ekspor
Kulit Reptil
Pelapor menduga Indonesian Reptile and Ampibie Trade
Association (IRATA) telah melakukan monopoli ekspor kulit
reptil di Indonesia.
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;
Penelitian
Sekretariat
Monopoli
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 192
NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS KATEGORI
LAPORAN
1. Dirjen Sumber daya alam dan hutan departemen
kehutanan setiap bulan maret mengeluarkan kuota
ekspor kulit reptil.
2. Saat ini hampir 80% dari kuota tersebut dikuasai oleh
sebagian kecil anggota IRATA.
3. Kelompok tersebut adalah teman-teman George Saputra
selaku ketua IRATA.
32 Dugaan
persekongkolan
pada tender
peningkatan
jalan di Kab.
Banyuasin
Sumatera Barat
Pelapor menduga telah terjadi persekongkolan pada proses
pelelangan kegiatan peningkatan jalan di Dinas Pekerjaan
Umum Kab. Banyuasin Sumatera Selatan. Paket Pekerjaan
yang ditenderkan adalah;
Lubuk Lancang – Teluk Betung – Tanah Kering;
Pangkalan Balai – Pengumbuh;
Pangkalan Balai – Lubuk Saung;
Sp Tanjung Beringin – Rimba Alai dan
Sp. Rambutan Mendal – Mendil.
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;
1. Pelapor sebagai penawar terendah digugurkan pada
3 paket.
2. Terdapat beberapa peserta yang digugurkan pada
satu paket tetapi menjadi pemenang pada paket
yang lain.
3. Pelapor tidak pernah diklarifikasi.
4. Panitia tidak memiliki alasan yang jelas dalam
menggugurkan pelapor.
Penelitian
Sekretariat
Persekongko
lan tender
33 Dugaan
pelanggaran UU
No. 5 tahun 1999
Pelapor menduga telah terjadi pelanggaran Pasal 19 dan 25
UU No. 5 tahun 1999 oleh PT Inti Cemerlang Agung pada
kegiatan usaha pengelolaan air bersih dan IKK di Kompleks
Perumahan Kemang Pratama Bekasi.
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;
1. Terlapor melarang semua warga RW 36 mengelola
sendiri air bersih dan Keamanan.
2. Terlapor merupakan satu-satunya pengelola air
bersih dan keamanan di Perumahan Kemang
Pratama.
Penelitian
Sekretariat
penguasaan
pasar
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 193
NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS KATEGORI
LAPORAN
34 Usulan kepada
Bappenas
berkaitan dengan
Keppres 80 th
2003
Usulan dari H. Nandang Suhdana perihal revisi Keppres No.
80 tahun 2003 kepada Kepala BAPPENAS.
Laporan
tidak
lengkap
Bukan
Laporan
35 Tender Alat
Kesehatan di
RSUD Brebes
dana ABT APBD
Kab. Brebes
tahun 2006
Pelapor menduga telah terjadi persekongkolan pada
pelaksanaan tender pengadaan alat kesehatan di RSUD
Brebes Tahun Anggaran 2006. sumber dana dari ABT APBD
Kab. Brebes senilai Rp. 2.183.000.000.-.
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut:
1. Dokumen lelang tidak dibuat oleh Panitia melainkan telah
disiapkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen dan dibantu
oleh staf dari PT Graha Ismaya.
2. Data mengenai HPS diduga dibuat oleh staf PT Graha
Ismaya kemudian dikirim ke PPK melalui fax.
3. PT Graha Ismaya juga mengirimkan draf iklan
pengumuman lelang kepada PPK.
Panitia mengugurkan penawaran CV ULS, PT Pamiko dan PT
Samudera karena tidak mencantumkan kalimat ”masa
berlaku penawaran 30 hari kerja sejak pemasukan
penawaran”. Akan tetapi panitia meloloskan PT Candi
Prambanan (pemenang) meskipun memiliki kekurangan yang
sama.
Persekongko
lan tender
36 Tender
Peningkatan
Jalan di
Kalimantan Barat
Pelapor menduga terjadi permasalahan dalam pelaksanaan
tender peningkatan jalan paket Nanga Tepuai–Putussibu
tahun 2007 di Proyek Satker Non Vertikal Tertentu
Pembangunan Jalan dan Jembatan Perbatasan Kalimantan
Barat, Dirjen Bina Marga DPU.
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;
1. Panitia menggugurkan pelapor dengan alasan nilai
Kemampuan Dasar tidak mencukupi. Pelapor menilai
perhitungan panitia salah karena menurut pelapor
nilai KD telah mencukupi.
Penelitian
Sekretariat
Persekongko
lan tender
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 194
NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS KATEGORI
LAPORAN
37 Penolakan
Pembangunan
Carefour Ciledug
Pelapor menolak rencana pembangunan pasar modern
Carefour di Central Business District (CBD) Ciledug karena
hanya berjarak +/- 100 m dari Plaza Baru Ciledug.
Penelitian
Sekretariat
Bukan
Laporan
38 Persaingan Tidak
Sehat di
Pengadaan
Asuransi
PT Telkom
Pelapor menduga terjadi persaingan tidak sehat pada proses
tender asuransi di PT Telkom Tbk.
PT Sarana Janesia Utama yang merupakan anak perusahaan
PT Telkom diduga memperoleh keistimewaan tertentu
sehingga memenangkan tender tersebut.
Laporan
tidak
lengkap
Persekongko
lan tender
39 Penyimpangan
Proses Lelang di
PT PLN (Persero)
Pelapor menduga telah terjadi penyimpangan pada proses
pelelangan di PT PLN (Persero) W.S2JB tahun 2007 untuk
pekerjaan paket 005, 006 dan
007.RKS/P3BJN/W.S2JB/2007.
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;
1. Dokumen lelang tidak ditanda-tangani General Manager
PLN.
2. Berita Acara Penjelasan tidak sah karena dibuat dan
ditandatangani tanggal 23 Maret 2007 tetapi
pelaksanaannya tanggal 26 Maret 2007.
3. Terdapat persyaratan yang tidak dicantumkan dan
ditambah-tambahkan.
4. Panitia melakukan diskriminasi.
5. Diduga terjadi kolusi.
Penelitian
Sekretariat
Persekongko
lan tender
40 Tanggapan surat
pengaduan
Sekretariat menerima surat tembusan perihal pengaduan
dari Sdr. Haerul S. Aminoto dari Koperasi UKM Cempaka
Pratama
Laporan
tidak
lengkap
Bukan
Laporan
41 Permoho
nan Perlin
dungan Hukum
Pelapor menduga terjadi praktek monopoli di Kab. Mentawai
berkaitan dengan adanya nota kesepakatan bersama antara
Pemkab. Kepulauan Mentawai dengan Mentawai Marine
Tourism Association (MMTA).
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;
1. pada tanggal 11 Des 2006, Bupati, Ketua DPRD Kab.
Mentawai dan Sdr. Anom Suheri (pelaku usaha)
Penelitian
Sekretariat
Monopoli
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 195
NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS KATEGORI
LAPORAN
mengeluarkan deklarasi Simakang, yang intinya
membuat suatu asosiasi pariwisata bahari di Kab.
Kepulauan Mentawai dengan nama Mentawai Marine
Tourism Association (MMTA).
2. Anggota utama MMTA adalah lima badan hukum yang
belum memiliki ixin resort dan tidak memiliki kapal.
3. Keanggotaan dibagi menjadi dua. Anggota utama yang
terdiri dari 5 pelaku usaha dan Anggota Biasa.
4. Untuk menjadi anggota MMTA, pelaku usaha membayar
Rp. 2 juta dan retribusi Rp. 15 juta untuk 3 bulan
pertama. Pelaku usaha yang mendaftar seharusnya
memperoleh sertifikat keanggotaan tetapi pada
kenyataanya tidak.
5. MMTA diduga akan menentukan pelaku usaha mana yang
bisa beroperasi dan yang tidak. Sehingga dapat
menghambat pelaku usaha lain.
6. MMTA hanya melindungi kepentingan anggota utama.
42 Persekongkolan
Tender di Maluku
Utara
Pelapor menduga adanya praktek persekongkolan tender
oleh Kantor Dinas Kimpraswil Wilayah Maluku Utara dalam
pelelangan pekerjaan pembuatan reservoir 500M3.
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut :
Pelapor sebagai penawar terendah tidak dimenangkan.
Penelitian
Sekretariat
Persekongko
lan tender
43 Penunjukan
Langsung pada
Proyek Pipanisasi
Rewulu-Teras
Pelapor menduga adanya praktek penunjukan langsung yang
dilakukan oleh PT. Pertamina (Persero), BPKP, dengan PT.
Meta Epsi Engineering dalam hal penyelesaian kontrak dalam
Penyelesaian Pekerjaan Proyek Pipanisasi Rewulu–Teras
Termasuk Pembangunan Depot Teras milik PT. Pertamina.
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;
1. PT. Meta Epsi Engineering sebagai kontraktor utama
telah melakukan WAN Prestasi dari isi kontrak
sebelumnya (SPB 266 / C00000 / 2002 – S5) tanggal 10
April 2002, dengan tidak terselesainya proyek pada 09
Oktober 2004. dengan indikasi kerugian oleh Pertamina
sebesar @ Rp. 19 milyar dan equivalen sampai tahun
Penelitian
Sekretariat
Persekongko
lan tender
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 196
NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS KATEGORI
LAPORAN
2007 sebesar Rp. 40 milyar.
2. Kontrak sisa pekerjaan ( 10,28%) yang ditinggalkan
oleh PT. Meta Epsi Engineering tidak diadakan lelang
terbuka (beauty contest, penawaran harga dan due
diligence.
3. Hal ini dilakukan dengan alasan; agar cepat familiar dan
beradaptasi serta pihak PT. Meta Epsi Engineering dapat
bertanggung jawab, walau mengorbankan kerugian
korporasi PT. Pertamina (Persero) dan menyepelekan
peraturan dari perundang-undangan yang berlaku.
4. Adanya penambahan nilai proyek sebesar Rp.
29.764.539.414 dan US$ 2,153,389 tanpa diadakannya
tender terbuka. Dan diindikasikan sebagai
persekongkolan tender secara jelas dan meyakinkan
melanggar UU No. 5/1999 Pasal 22.
44 Persekongkolan
pada Tender
Pengadaan Pipa
PVC di Kepulauan
Riau
Laporan atas dugaan pelanggaran Pasal 22 UU No. 5 Tahun
1999. Dalam tender Pengadaan Pipa PVC 6”, 4”, 2” oleh
Dinas Pekerjaan Umum, Pertambangan dan Energi Provinsi
Kepulauan Riau.
Laporan dugaan ini disampaikan oleh Kepala KPD Batam atas
laporan dari PT. Mitratama Daya Alam Bintan.
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;
1. Pada saat pembukaan dokumen penawaran, hanya ada
3(tiga) peserta tender yang lulus administrasi, teknis dan
kualifikasi, yaitu PT. Mitratama Daya Alam Bintan, PT.
Sumber Alam Sejahtera, PT. Flopen Sejahtera.
2. Pihak yang seharusnya menang adalah PT. Mitratama
Daya Alam Bintan dengan penawaran terendah sebesar
Rp. 1.887.583.000,- pada kenyataannya yang
dimenangkan oleh panitia tender adalah PT. Alfatama
Anugrah Sari Albaqi.
3. Panitia tender diduga telah melakukan persekongkolan
dengan PT. Alfatama Anugrah Sari Albaqi yang secara
sah tidak lulus dalam evaluasi teknis dan kualifikasi.
Penelitian
Sekretariat
Persekongko
lan tender
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 197
NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS KATEGORI
LAPORAN
45 Monopoli
pasokan listrik
oleh Pengelola
ITC Surabaya
Mega Grosir
Laporan disampaikan oleh Asosiasi Pedagang ITC Surabaya
Mega Grosir yang telah diteruskan oleh KPD Surabaya
dengan isu awal yaitu adanya dugaan monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat dalam pengelolaan ITC
Surabaya Mega Grosir.
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut :
1. Asosiasi pelapor adalah asosiasi pedagang yang
menempati Upper Ground di ITC Surabaya Mega Grosir
dengan sistem sewa selama 25 tahun.
2. Upper Ground berdasarkan perjanjian sewa dan product
knowledge ITC diperuntukkan untuk penjualan garmen,
moeslem,wears batik dan textils. Pengelola ITC secara
konsisten mengatur hal itu sehingga setiap penyewa kios
di lantai ini harus menjual produk sesuai peruntukkan.
3. Pengelola secara sepihak mengalihperuntukkan lower
ground ITC yang semula merupakan lantai untuk kios-
kios produk sepatu, bank, mainan dan jasa menjadi kios-
kios komoditas barang-sebagaimana pedagang di kios
Upper ground.
4. Para pedagang lower ground dibebaskan dari sewa
kios/stan sehingga terbebas dari fixed cost sebagaimana
yang sudah ditanggung oleh Upper Ground, secara diam-
diam PT. Citra Agung Tirta Jatim membuat perjanjian
dengan pedagang lower ground.
5. Setiap bulannya para pedagang, membayar retribusi
listrik dan service charge, sesuai perjanjan yang dibuat
antara para pedagang dan PT. Citra Agung Tirta Jatim,
jika terlambat pembayarannya dikenakan denda 3%.
6. Pasokan listrik dimonopoli oleh PT. Citra Agung Tirta
Jatim, dengan tarif yang mencekik leher, yang
seharusnya dibayar langsung ke PLN, tetapi dibayar
lewat rekening tagihan pada PT. Citra Agung Tirta Jatim.
7. Adanya penambahan biaya jaminan kunci sebesar Rp.
2.000.000,- per kios, yang pengelolaan atau
penempatan uangnya tidak jelas dikemanakan.
Penelitian
Sekretariat
Monopoli
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 198
NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS KATEGORI
LAPORAN
46 Persaingan usaha
tidak sehat pada
Proyek
Outsourcing Roll
Out CMS pada PT
PLN Distribusi
Jawa Timur
Pelapor menduga telah terjadi persaingan usaha tidak sehat
pada proses implementasi customer management system di
PT PLN Distribusi Jawa Timur.
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;
1. PT PLN Disjatim melakukan penunjukan langsung kepada
PT Altelindo Karya Mandiri sebagai kontraktor yang
mengerjakan proyek implementasi CMS.
2. PT Altelindo bekerja sama dengan PT Netway Utama
dalam melakukan pengerjaan proyek tersebut.
3. Diduga praktek yang pernah dilakukan di PLN Disjaya
dan telah dihukum oleh KPPU dilakukan lagi di PLN
Disjatim
Penelitian
laporan
Penguasaan
pasar
47 Persaingan usaha
tidak sehat oleh
Interface Heuga
Singapore Ltd.
Pelapor menduga Interface Heuga Singapore Ptd Ltd telah
melakukan persaingan usaha tidak sehat pada penjualan
karpet merk Interface dan Heuga.
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;
1. Pelapor adalah distributor dari Interface Heuga Singapore
Ltd. di Indonesia sejak tahun 1992 untuk memasarkan
produk karpet merk Interface dan Heuga.
2. Bahwa kemudian PT Kencana Arind Murni juga menjual
karpet merk Interface dan Heuga di Indonesia.
3. Bahwa praktek paralel import yang dilakukan oleh PT
Kencana tersebut mengakibatkan posisi Pelapor sebagai
distributor tunggal di Indonesia terganggu.
4. Bahwa Interface Heuga Singapore Ptd Ltd kemudian
lebih memberikan dukungna kepada PT Kencana dari
pada Pelapor. Terbukti dalam beberapa tender Interface
Heuga Singapore Ptd Ltd memberikan dukungan kepada
PT Kencana dan meminta Pelapor untuk mundur.
Penelitian
sekretariat
Penguasaan
pasar
48 Monopoli jasa
kargo di Bandara
Hasanudin
Makassar
Pelapor menduga PT Angkasa Pura melalui anak
perusahaannya telah melakukan praktek monopoli pada jasa
kargo di Bandara Hasanudin Makassar.
Penelitian
sekretariat
Monopoli
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 199
NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS KATEGORI
LAPORAN
49 Persekong
kolan dalam
pelelangan Susu
dan Biskuit TA
2006
Pelapor menduga terjadi persekongkolan PT Sekawan
Pangan Jaya dengan panitia Pengadaan Barang dan Jasa
Dinas Kesehatan Kab. Tangerang dalam pelelangan Paket
Susu dan Biskuit TA 2006.
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut:
1. Pemenang lelang, PT Sekawan Pangan Jaya (PT SPJ)
adalah distributor PT Nestle;
2. Pada Bagian spesifikasi barang dari dokumen lelang/RKS
yang harus ditawarkan oleh peserta lelang:
a. Telah diarahkan pada prosuk dari PT Nestle, yaitu
Susu Lactogen 2 dan biskuit Bayi nestle;
b. Terlalu detil, mengingat peruntukan Susu dan Biskuit
ini adalah untuk penanggulangan kurang gizi pada
balita.
3. Apabila mengacu pada dokumen lelang dan aanwijzing 5
September 2006, seharusnya penawaran PT SPJ
dinyatakan gugur, namun PT SPJ tetap dimenangkan
walaupun:
a. Jaminan Penawaran kurang dari kurun waktu yang
ditentukan, yaitu 45 hari kerja;
PT SPJ juga melampirkan jaminan yang belum
berlaku, karena penawarannya berlaku mulai tanggal
15 September 2006, sedangkan pembukaan
penawaran pada tanggal 12 September 2006.
b. Masa berlaku surat penawaran kurang dari waktu
yang disyaratkan yaitu 45 hari kerja, karena surat
penawaran PT SPJ hanya berlaku selama 30 hari
kerja.
Penelitian
sekretariat
Persekongko
lan tender
50 Persaingan usaha
tidak sehat pada
pelelangan
pengadaan
barang di BKKBN
Pusat
Laporan tentang adanya indikasi persekongkolan pada
lelang/tender di BKKBN Pusat.
Dengan indikasi sebagai berikut:
1. Spesifikasi barang yang diminta mengarah pada produk
pabrikan tertentu, seperti produk ADS, implant,
suntikan, Pil KB;
2. Pabrikan hanya memberi dukungan pada perusahaan
tertentu, dan tidak memberikan dukungan pada peserta
Penelitian
sekretariat
Persekongko
lan tender
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 200
NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS KATEGORI
LAPORAN
tender lainnya, yang bisa dilihat pada SPK dan berita
acara pelelangan pengadaan tersebut;
3. Pada pengadaan barang tertentu, pabrikan ikut masuk
ke dalam tender, seperti pengadaan Pil KB dsb;
4. Panitia dalam membuat RKS tender barang ADS,
memasukkan kriteria E8 WHO, padahal kode tersebut
untuk kategori imunisasi. Dan yang digunakan untuk ibu-
ibu yang menerima ADS, suntikan KB adalah kategori
therapy dengan kode E 13;
5. Dalam RKS pelelangan panitia tidak mencantumkan
syarat Kemampuan Dasar (KD), padahal hal ini wajib
sesuai Keppres No. 80 Tahun 2003 sebagai syarat
mengikuti tender berkategori SIUP Non Kecil harus
memiliki kemampuan Dasar = 5 NPT (Nilai Perolehan
Tertinggi);
6. Tidak efisiennya penawaran harga di setiap pelelangan
barang-barang tersebut, sehingga menyebabkan
kerugian negara mencapai minimal 30 Miliyard;
7. Pengadaan ADS, barang yang digunakan adalah Onejack,
meskipun barang Onejack ini muatan lokal produksi
dalam negeri akan tetapi harganya lebih mahal dari
barang import dari Amerika yaitu BIDY. Padahal barang
lokal tidak dikenakanbiaya distribusi antar negara dan
tidak dikenakan biaya bea masuk barang import dari
pabean;
8. Pengadaan alat dan obat dengan spesifikasi 3 ml sudah
tidak direferensikan oleh WHO, seharusnya hal ini tidak
lagi dicantumkan dalam program BKKBN, tetapi ternyata
BKKBN Pusat masih mengalokasikan dana dari APBN
untuk pembelian alat suntikan tersebut.
51 Persekong
kolan dalam
tender alat
kesehatan RSUD
Sam Ratulangi
Tondano
Minahasa di
Adanya laporan dugaan persekongkolan tender alat
kesehatan RSUD Sam Ratulangi, dengan indikasi sebagai
berikut:
1. Pada tanggal 20 April 2007, telah diadakan aanwijsing
ulang oleh panitia tender di aula RSUD Tondano, karena
tender pertama telah diadakan penundaan pada saat
pembahasan RKS tentang spesifikasi, karena spesifikasi
Penelitian
sekretariat
Persekongko
lan tender
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 201
NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS KATEGORI
LAPORAN
Tondano telah diprotes oleh peserta/rekanan pengusaha dimana
item spesifikasi terarah pada produk tertentu dan
disupply oleh distributor tertentu. Dan hal ini telah diakui
oleh panitia sehingga panitia telah menskors dan
menunda rapat aanwijsing tersebut;
2. Pada pelaksanaan re-aanwijsing ulangan tanggal 20 April
2007, ternyata spesifikasi baru dalam RKS yang telah
dijanjikan panitia hanya dirubah dengan menghapus
beberapa item dalam setiap spesifikasi. Spesifikasi alat
tersebut masih seperti RKS yang lama karena mengarah
pada produk dan suplier/distributor tertentu;
3. Pelapor berpendapat telah terjadi persekongkolan antara
panitia dan pihak ke-3 dengan cara panitia memaksakan
spesifikasi tersebut dengan spesifikasi alat tertentu
sehingga perlu adanya penelusuran dan pemeriksaan
adanya dugaan pelanggaran UU No. 5/1999, Pasal 22.
52 Persekong
kolan tender
APBN pada Dinas
Kimprarwil
Propinsi Jambi
Adanya dugaan persekongkolan dalam menentukan
pemenang tender APBN pada Dinas Kimpraswil Propinsi
Jambi, dengan indikasi :
1. Jumlah peserta lelang yang mengambil dokumen dan
mengikuti aanwijzing sangat jauh berbeda jika
dibandingkan dengan jumlah peserta yang memasukkan
penawaran. Tindakan pelanggaran tersebut dikoordinir
oleh oknum tertentu yang telah bekerja sama dengan
oknum panitia.
2. Pada saat pelaksanaan tender tanggal 2 maret 2007 di
Dinas Kimpraswil Propinsi jambi telah terjadi tindakan
penghadangan terhadap peserta lelang yang akan
memasukkan penawaran oleh sekelompok orang-orang
dengan cara-cara premanisme.
3. Angka penawaran yang masuk dengan pagu dana yang
disediakan pemerintah adalah harga yang tidak bersaing
secara sehat.
Penelitian
sekretariat
Persekongko
lan tender
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 202
NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS KATEGORI
LAPORAN
53 Persaingan usaha
tidak sehat pada
pelelangan
proyek pekerjaan
jasa pemborong
di Dinas
Pekerjaan Umum
Cilacap, Jawa
Tengah
Pelapor menduga bahwa pelelangan proyek pekerjaan jasa
pemborong dengan No.602.1/1801/35/2007 di Dinas
Pekerjaan Umum Jl.MT.Haryono No.167 Cilacap Jawa Tengah
dilaksanakan secara tidak sehat dan di monopoli antara
sesama rekanan jasa pemborong. Dengan indikasi :
1. Telah terjadi penjagaan ketat oleh oknum tertentu yang
melarang seluruh peserta penyedia barang/jasa untuk
masuk ke instansi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Cilacap untuk mendaftar.
2. Peserta lelang yang ingin ikut mendaftar diajak ke salah
satu kantin untuk dibayar uang mundur sebesar
Rp.500.000,- tiap perusahaan.
Penelitian
sekretariat
Persekongko
lan tender
54 Persekongkolan
dalam pelelangan
tender
pembongkaran
gedung
PT.Matahari
Putra Prima,Tbk
Laporan dugaan persekongkolan dalam menentukan
pemenang tender pekerjaan pembongkaran gedung
PT.Matahari Putra Prima,Tbk dengan indikasi sebagai berikut
:
1. Pihak PT.Matahari Putra Prima,Tbk membatalkan
perusahaan pemenang tender secara sepihak dan
melakukan tender ulang.
2. Pemenang tender bukan merupakan peserta lelang serta
tidak memenuhi syarat-syarat dan ketentuan lelang yaitu
belum berbadan hukum dan atau terdaftar di
SISMINBAKUM Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia RI.
3. Pelelangan ulang yang diadakan PT.Matahari Putra Prima
Tbk tidak sah dan tidak berbadan hukum karena Panitia
Lelang tidak konsisten dalam menerapkan syarat-syarat
dan ketentuan lelang.
Penelitian
Sekretariat
Persekongko
lan Tender
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 203
NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS KATEGORI
LAPORAN
55 Penunjukan
Pemenang
Pelaksana
Pekerjaan ”Jasa
Katering” CNNOC
SES, Ltd
Pelapor menduga telah terjadi penghentian kontrak
perjanjian secara sepihak yang dilakukan oleh pihak CNNOC
SES Ltd. Indikasinya adalah sebagai berikut :
1. CNNOC SES Ltd secara tiba-tiba menghentikan
penyediaan jasa katering sebelum berakhirnya masa
kontrak tanpa suatu alasan jelas ataupun peringatan-
peringatan sebelumnya.
2. Diduga penghentian yang terkesan mendadak tersebut
telah dipersiapkan sangat terencana, terlihat dengan
tanggal penghentian yang sangat singkat dan telah ada
perusahaan jasa katering pengganti tanpa memalui
proses tender yang transparan.
3. Pelapor meminta Manajemen CNNOC SES Ltd untuk
membatalkan kontrak jasa katering pada perusahaan
jasa yang baru dan segera melakukan tender ulang,
serta tetap meneruskan penyediaan jasa katering yang
sekarang sedang bekerja sampai dengan proses tender
ulang selesai.
Penelitian
Sekretariat
56 Penyampaian
Hasil Demo
Pelapor menyampaikan hasil demo damai aspirasi rakyat
bagian timur Sidrap-Sulawesi Selatan. Tema tersebut antara
lain terkait dengan :
- Penolakan atau pembatalan perencanaan pihak lain atau
sekelompok orang untuk memindahkan pasar lama ke
tempat lain.
- Keberatan atas adanya pihak lain yang mengklaim dan
mengakui bahkan memagar pasar sentral Tanru Tedong
yang sama sekali tidak memiliki bukti yang visibel
sehingga menghambat pembangunan pasar dan
perekonomian masyarakat sekitar. Pelapor meminta
Eksekutif dan Legislatif serta Yudikatis segera
memberikan tindakan hukum yang tegas
- Segera dan secepatnya melaksanakan pasar sentral
Tanru Tedong sesuai komitmen awal.
- Menjamin keamanan pemerintah dan proyek yang telah
menjadi pemenang tender dalam pembangunan pasar
Tanru Tedong.
- Memohon kepada DPRD untuk segera menyampaikan
Penelitian
Sekretariat
Bukan
Kewenangan
KPPU
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 204
NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS KATEGORI
LAPORAN
kepada Pemerintah agar memberikan respon dan doktrin
secara tertulis atas aspirasi rakyat bagian timur.
57 Surat Sanggahan
dari Consulting
Engineer kepada
Panitia
Pengadaan
Barang dan Jasa
Bapenas
1. Berdasarkan Hasil Evaluasi Teknis yang telah
diumumkan oleh Panitia pada 3 Mei 2007 diperoleh hasil
sewaktu pembukaan dokumen teknis yang diketahui
bersama bahwa PT. Azimuth Utama Consultant di Form
Tenaga Ahli tidak dibubuhi materai, dimana hal tersebut
menjadi persyaratan mutlak yang tercantum dalam RKS.
2. Menurut pemahaman Pelapor seharusnya PT. Azimuth
Utama Consultant dinyatakan gugur.
Penelitian
Sekretariat
Persekongko
lan Tender
58 Pengaduan Atas
Pemaksaan
Keikutsertaan
Asuransi
Pelapor mengadukan adanya pemaksaan keikutsertaan
asuransi atas unit kondominium yang telah dibeli oleh
Pelapor.
1. Sesuai aturan perbankan yang berlaku unit tersebut
harus diasuransikan dan telah diasuransikan melalui
Asuransi Lippo General sejak Desember 2006.
2. Secara fakta, unit tersebut tidak lagi dikuasai oleh
manajemen pengelola gedung sehingga mereka tidak
lagi memiliki hak untuk mengasuransikan unit
kondominium yang telah dibeli oleh Pelapor.
3. Pengelola gedung tidak bersedia untuk mengembalikan
premi asuransi kolektif yang didebit dari setoran deposit
biaya Service Charge bulanan pemakainya.
Penelitian
Sekretariat
Bukan
Kewenangan
KPPU
59 Rekayasa
Pelelangan yang
Merugikan
Negara Milyaran
Rupiah
Laporan dugaan persekongkolan dalam menentukan
pemenang tender yang harga penawarannya sangat tinggi.
Pelapor menyampaikan surat sanggahan yang telah
dikirimkan oleh tiga rekanan atau peserta lelang yang merasa
dirugikan oleh Pejabat Panitia Lelang maupun Kuasa
Pengguna Anggaran atas Pelelangan Umum Pengadaan
Barang Atau Jasa yang dibiayai dari dana APBD di Dinas
Pekerjaan Umum Pertambangan dan Energi Provinsi
Kepulauan Riau.
1. Tiga peserta lelang merasa tidak pernah dipanggil untuk
verifikasi dan klarifikasi serta sampai saat ini belum
pernah menerima balasan surat sanggahan, padahal
Penelitian
Sekretariat
Persekongko
lan Tender
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 205
NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS KATEGORI
LAPORAN
ketiga peserta lelang tersebut sudah membuat surat
sanggahan kepada panitia lelang maupun kuasa
pengguna anggaran.
2. Dengan adanya surat pengaduan dari ketiga peserta
lelang tersebut, pelapor menilai bahwa pejabat panitia
lelang Dinas Pekerjaan Umum Pertambangan dan Energi
Provinsi Kepulauan Riau tidak konsekuen.
3. Pelapor meragukan keseluruhan paket pekerjaan proyek
pelelangan (31 paket) dan adanya penyelewengan
prosedur dimana harga penawaran terendah digugurkan.
60 Pelanggaran UU
Nomor 5/1999
dan Keppres
83/2003 serta
Pelanggaran
Fatal tentang
Fakta Integritas
Laporan dugaan persekongkolan tender untuk memenangkan
peserta tender tertentu di Kalimantan Barat.
Pelapor dihalang-halangi oleh pihak panitia lelang dalam
membeli atau menebus dokumen lelang melalui preman
yang sengaja disewa oleh panitia lelang sedangkan pelapor
merasa telah memenuhi persyaratn dan kualifikasi seperti
yang ada dalam pengumuman lelang.
Penelitian
Sekretariat
Persekongko
lan Tender
61 Dugaan
Penyimpangan
dalam Proyek
Pengadaan DAK
Dinas Pendidikan
Kabupaten
Labuhan Batu
Tahun Anggaran
2006
Laporan dugaan penyimpangan dalam Proyek Pengadaan
Buku dan Alat Peraga Sekolah Dasar di Dinas Pendidikan
Kabupaten Labuhan Batu pada tahun anggaran 2006.
1. Pelapor bermaksud untuk ikut berpartisipasi dalam
pekejaan pengadaan Buku dan Alat Peraga Pendidikan
tersebut, dan telah mendapat rekanan untuk pengadaan
barang yang sesuai spesifikasi yang dimaksud, yaitu PT.
GEORAI.
2. Pelapor kemudian melakukan promosi ke beberapa
Kepala Sekolah. Dari hasil kegiatan promosi tersebut
pelapor telah mendapatkan surat pemesanan barang dari
15 sekolah dari 52 sekolah yang ada di Kabupaten
Labuhan Batu. Surat pemesanan tersebut kemudian
dikirimkan ke PT. GEORAI.
3. Tetapi pelapor tidak dapat merealisasikan pesanan
tersebut karena:
- Kepala Dinas Kecamatan dari beberapa Kepala
Sekolah yang sudah memesan ke Pelapor diancam
akan dicopot jabatannya oleh Istri Pengusahah Toko
Penelitian
Sekretariat
Persekongko
lan Tender
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 206
NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS KATEGORI
LAPORAN
Buku ANPU (selaku Skretris PKK Kabupaten Labuhan
Batu) jika tidak memesan ke Toko Buku ANPU.
- Pada saat pencaiaran dana, para Kepala Sekolah
dipaksa oleh Kacabdis dan Toko Buku ANPU untuk
langsung mentransfer dana pembelian barang tersbut
ke rekening Toko Buku ANPU.
- Sampai saat ini, pajak-pajak yang berkenaan dengan
pekerjaan pengadaan barang tersebut belum
disetorkan oleh Toko Buku ANPU ke kas Negara.
62 Persaingan
Usaha tidak
Sehat oleh PT.
(Persero)
Angkasa Pura II
dan Taksi
Puskopau di
Riau, Pekanbaru
Pelapor menyampaikan dugaan pelanggaran yang dilakukan
oleh PT. (Persero) Angkasa Pura II dan Taksi Puskopau.
1. PT. (Persero) Angkasa Pura II hanya menunjuk 1 (satu)
perusahaan taksi argometer yaitu Taksi Puskopau untuk
melayani penumpang yang ada di bandara tersebut.
2. PT. (Persero) Angkasa Pura II tidak mengizinkan taksi
manapun termasuk taksi milik pelapor untuk masuk dan
beroperasi di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru
3. Pelapor menilai bahwa alasan yang diberikan PT.
(Persero) Angkasa Pura II terkait hal tersebut di atas
yaitu karena adanya keterbatasan lapangan parkir, tidak
masuk akal.
4. Tindakan PT. (Persero) Angkasa Pura II dinilai
membatasi konsumen dalam menentukan pilihan
transportasi, di samping juga menunjukkan indikasi
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat antar
sesama Angkutan Taksi Argometer.
Penelitian
Sekretariat
Monopoli,
Penguasaan
Pasar, dan
Posisi
Dominan
63 Pelelangan di
Balai Besar
Penelitian dan
Pengembangan
Bioteknologi dan
Sumberdaya
Genetik
Pertanian
Pelapor menduga pelelangan tidak sesuai dengan Keppres
80/2003 karena panitia meminta peserta membayar Rp.
1.500.000 saat mengambil dokumen. Panitia juga melarang
peserta yang belum mendaftar untuk mengikuti aanwijzing.
Penelitian
sekretariat
Persekongko
lan tender
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 207
NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS KATEGORI
LAPORAN
64 Monopoli proyek
dan perilaku
anak pejabat di
Sulawesi Utara
Pelapor menduga telah terjadi persekongkolan dalam tender
pengadaan barang/jasa di Dinas Praskim dan Balai Sungai
Wilayah I Sulawesi Utara.
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut;
1. Terdapat satu kontraktor yang memenagkan 8 paket
pekerjaan dengan nilai masing-masing Rp. 1 milyar
lebih.
2. PT Soilex memenangkan pekerjaan jasa konsultan di
Dinas cipta karya untuk pekerjaan kulaifikasi Besar,
Menengah dan Kecil.
3. Beberapa pekerjaan dimenangkan oleh perusahaan yang
”dibawa” oleh anak pejabat.
Penelitian
sekretariat
Persekongko
lan tender
65 Monopoli
distribusi dan
penjualan
minuman
beralkohol di
Irian Jaya Barat
Pelapor menduga terjadi praktek monopoli pada
perdagangan, distribusi dan penjualan minuman beralkohol
di daerah Papua Barat (Irian Jaya Barat).
Indikasi yang disampaikan pelapor adalah sebagai berikut:
1. Surat Gubernur No. 503/157/GIJB/2007 tanggal 9 maret
2007 kepada Bupati Sorong menyatakan bahwa
perusahaan yang tidak mendapat rekomendasi dari
Gubernur tidak diizinkan memasok minuman beralkohol.
2. Bahwa dengan adanya surat tersebut mengakibatkan
perusahaan yang tidak mendapat rekomendasi dari
Gubernur menjadi tertutup untuk berusaha dibidang
tersebut.
Penelitian
sekretariat
Monopoli
66 Memo Kepala
KPD Balikpapan
perihal
pengadaan
komputer dan
printer di Dinas
Pendidikan Kota
Balikpapan
Kepala KPD Balikpapan menyampaikan adanya laporan dari
pelaku usaha mengenai dugaan adanya persaingan usaha
tidak sehat pada Tender Pengadaan Komputer dan Printer di
Dinas Pendidikan Kota Balikpapan tahun 2007 senilai Rp.
4.334.000.000.
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut:
1. Surat penawaran pemenang tidak ditujukan kepada
panitia kegiatan.
2. Pemenang menawar harga lebih mahal (Rp.
4.007.300.000) dari pelapor (Rp. 3.341.415.000).
Penelitian
Sekretariat
Persekongk
olan tender
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 208
NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS KATEGORI
LAPORAN
67 Dugaan
persekongkolan
tender
pembangunan
saluran irigasi di
Pematang
Siantar
Pelapor menduga terjadi kecurangan pada proses pelelangan
pekerjaan pembangunan saluran irigasi pedesaan di
pematang siantar. Indikasi yang disampaiakan adalah
adanya perampasan dokumen lelang oleh orang yang tidak
dikenal dan hal ini didiamkan oleh panitia, padahal
kejadiannya di ruangan panitia.
Penelitian
Sekretariat
Persekongk
olan tender
Tender Dipasena Pelapor menduga terjadi kecurangan dalam pelaksanaan
Program Penjualan Aset Kredit dan Saham Grup Dipasena
dengan Pengamanan Revitalisasi yang dilaksanakan oleh PT
Perusahaan Pengelola Aset (Persero).
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut:
1. Bukti kemampuan Keuangan Konsorsium Neptune hanya
berupa bilyet giro, sehingga tidak sesuai dengan TOR.
2. Konsorsium Neptune sebagai pemenang lelang diduga
tidak memenuhi syarat administrasi sehingga seharusnya
tidak diperkenankan mengikuti proses tender.
Penelitian
Sekretariat
Persekongk
olan tender
68 Hambatan
berusaha oleh
Asosiasi
Perawatan
Bangunan
Indonesia
Pelapor menduga telah terjadi persaingan usaha tidak sehat
oleh DPP Asosiasi Perawatan Gedung Indonesia pada bidang
usaha perawatan gedung di Samarinda, Kalimantan Timur.
Indikasi pelanggaran yang disampaikan adalah sebagai
berikut;
1. DPP APBI Kaltim mencabut keanggotaan dan Sertifikat
Badan Usaha pelapor tanpa mekanisme sesuai AD/ART.
2. Pencabutan dialami juga oleh CV. Sepakat Permai, CV
Perwira Karya. CV Sungai Mahakam dan CV Byrastio.
3. Selain itu DPP APBI Kaltim juga tidak mengeluarkan SBU
bagi badan usaha yang telah memenuhi syarat
administrasi dan kewajiban keuangan.
Penelitian
Sekretariat
Diskriminas
i
69 Tender Kabel
Laut Transmisi
Kepulauan Seribu
Pelapor menduga terjadi persaingan usaha tidak sehat pada
proses prakualifikasi proyek pengadaan kabel bawah laut
untuk transmisi listrik ke kepulauan seribu pada dinas
pertambangan provinsi DKI Jakarta tahun 2007.
Penelitian
sekretariat
Persekongk
olan tender
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 209
NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS KATEGORI
LAPORAN
Indikasi yang disampaikan adalah sebagai berikut:
1. Pelapor telah digugurkan oleh panitia karena dianggap
tidak memenuhi persyaratan, padahal sebenarnya telah
memiliki persyaratan tersebut.
2. Terdapat peserta yang tidak memenuhi persyaratan
prakualifikasi tetapi diluluskan oleh panitia.
3. Diduga terjadi pengaturan spesifikasi kabel sehingga
hanya dapat dipenuhi oleh produsen kabel tertentu.
70 Memo DKP
Tender
Pekerjaan
Perawatan
Kebersihan
Gedung di Biro
Umum dan
Humas
Depkominfo
Pelapor menduga terjadi persaingan usaha tidak sehat pada
proses Tender Pekerjaan Perawatan Kebersihan Gedung di
Biro Umum dan Humas Depkominfo tahun 2007.
Indikasi yang disampaikan adalah:
1. Terdapat perbedaan antara lampiran dokumen lelang
yang diterima dengan lampiran dokumen lelang yang
dijelaskan panitia lelang;
2. Panitia pelelangan hanya melampirkan lampiran 2
dokumen lelang (rincian biaya) dan tidak ada lampiran 1
dokumen lelang (contoh surat penawaran) yang
dijelaskan pada saat aanwijzing
Penelitian
Sekretariat
Persekongk
olan tender
71 Tender
Pemeliharaan
Jalan dan
Jembatan Dinas
Pekerjaan
Umum,
Pertambangan
dan Energi
Provinsi
Kepulauan Riau
Tanjung Pinang
Pelapor menduga terjadi persaingan usaha tidak sehat pada
proses Tender Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Dinas
Pekerjaan Umum Pertambangan dan Energi Provinsi
Kepulauan Riau Tanjung Pinang tahun 2007.
Indikasi yang disampaikan:
1. Beberapa peserta tender tidak pernah dipanggil untuk
verifikasi dan klarifikasi;
2. Terdapat peserta yang tidak memenuhi persyaratan
(tidak melampirkan Kerja Sama Operasi) tetapi
dinyatakan sebagai pemenang;
Penelitian
Sekretariat
Persekongk
olan tender
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 210
NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS KATEGORI
LAPORAN
72 Tender
Pengadaan
Barang dan Jasa
Kegiatan
Peningkatan
Jalan Pekerjaan
Pemeliharaan
Periodik Ruas
Jalan Gekbrong,
Tegallega.
Cianjur.
Pelapor menduga terjadi persaingan usaha tidak sehat pada
proses Tender Pengadaan Barang dan Jasa Kegiatan
Peningkatan Jalan Pekerjaan Pemeliharaan Periodik Ruas
Jalan Gekbrong, Tegallega. Cianjur tahun 2007.
Indikasi yang disampaikan:
Pelapor mempunyai nilai penawaran terendah namun
ditetapkan sebagai Pemenang Cadangan I atau Pemenang
Kedua.
Penelitian
Sekretariat
Persekongk
olan tender
73 Tender pekerjaan
infrastruktur
tahun jamak di
lingkungan
pemprov
Sumatera
Selatan (APBD th
anggaran 2005-
2008)
Pelapor menduga/ mengIndikasikan telah terjadi
persekongkolan tender pada pekerjaan infrastruktur tahun
jamak di lingkungan pemprov Sumatera Selatan (APBD th
anggaran 2005-2008)
Indikasi yang disampaikan:
- Panitia tender hanya mengumumkan tender di Koran
Rakyat merdeka yang tidak beredar di Palembang (16
Agustus 2005)
- Pelaksanan tender hanya 2 hari sebelum liburan nasional
lebaran
Penelitian
Sekretariat
Persekongk
olan tender
74 Penetapan harga
jual tarif di
pelabuhan
Sorong yang
disepakati
bersama sesama
perusahaan
ekspedisi
(Gabungan
perusahaan
Forwarder dan
Ekspedisi
Indonesia-
GAFEKSI)
Pelapor menduga telah terjadi pelanggaran terhadap UU no
5/99 dengan adanya kesepakatan harga jual antara sesama
perusahaan ekspedisi di Pelabuhan Sorong
Terlampir surat perubahan harga yang berlaku tertanggal 12
Mei 2007
Penelitian
Sekretariat
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 211
NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS KATEGORI
LAPORAN
75 Tarif SMS
(BRTI & ATSI) Himbauan untuk tidak melakukan kesepekatan, himbauan
atau apapun yg menyangkut penetapan tarif (price fixing)
terhadap tarif SMS
Penelitian
Sekretariat
penetapan
tarif (price
fixing)
76 Pelanggaran
penggunaan
dana BOS dan
rekayasa proses
penjualan buku
sekolah
Indikasi terjadinya pelanggaran KEPMEN no 11 tahun 2005
dan KKN teroganisir dalam pelaksanaan penggunaan dana
BOS tahun 2006 sejumlah Rp. 84.000.000.000 di Prop.
Lampung
Penelitian
Sekretariat
77 Dugaan monopoli
dalam
penyusunan
kebijakan
penyelenggaraan
aplikasi CIS PLN
2006 (Cek lap.
No 590)
Pelapor menduga telah terjadi persaingan usaha tidak sehat
(Pasal 25)pada proses penyelenggaraan aplikasi Customer
Information System (CIS) PLN 2006 yang akan digunakan
untuk melakukan roll out ke seluruh wilayah Indonesia
Penelitian
Sekretariat
Posisi
dominan
78 Laporan dan
permohonan
bantuan oleh
sekretariat
bersama
Pedagang Pasar
Tanah Abang yg
salah satunya
tentang tender
pelaksanaan
pembangunan
Pasar Tanah
Abang Blok B, C,
D, E
Pelapor menduga telah terjadi beberapa pelanggaran dalam
pembangunan Pasar Tanah Abang.
Indikasi:
Penunjukkan langsung tanpa tender PT. Priamanaya Djan
Int’l selaku developer untuk membangun kembali Blok A
PT. Priamanaya Djan Int’l hingga saat ini tetap bertindak
sebagai pengelola pasar yang seharusnya dilakukan oleh PD
Pasar Jaya
Penelitian
Sekretariat
Persekongk
olan tender
79 Pengaduan
monopoli pasar
kaos kaki melalui
pendaftaran
merk dagang dan
design industri
Pelapor manduga telah terjadi usaha penguasaan pasar kaos
kai oleh pemilik merek dagang MUNDO dengan
mendaftarkan design kaos kaki ke dirjen HAKI sedangkan
menurut pelapor desaign seperti yang dipublikasikan di
KOMPAS tersebut telah ada sejak adanya mesin kaos kaki
Penelitian
Sekretariat
Penguasa
an Pasar
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 212
NO PERIHAL SUBSTANSI LAPORAN STATUS KATEGORI
LAPORAN
oleh pemilik
merek MUNDO
80 Perlakuan
diskriminasi pada
pelelangan ban
di TPK Koja
Pelapor mengindikasikan bahwa telah terjadi diskriminasii
pada pelalangan pengadaan ban RTG, head truck dan chasis
di Terminal Petikemas Koja.
Indikasi yang disampaikan:
Dicoretnya perusahaan pelapor dari daftar peserta pendaftar
pelelangan tanpa disertai alaasan yang jelas
Penelitian
Sekretariat
Persekongk
olan tender
81 Korupsi dan
penyalahgunaan
wewenang
jabatan yang
dilakukan oleh
oknum pejabat
PT. Angkasa Pura
(persero)
Pelapor mengindikasikan telah terjadi persekongkolan dan
rekayasa pada pelaksanaan tender atas pengelolaan reklame
di Bandara Juanda oleh PT Angkasa Pura I
Indikasi yang disampaikan:
Setelah adanya pengumuman pemenang lelang, ternyata
ditemukan titik lokasi reklame yang strategis yang tidak
ditenderkan (penunjukkan langsung) dengan harga sewa
yang lebih murah dari harga sewa sewajarnya yang berarti
merugikan negara.
Persekongk
olan tender
82 Pengaduan
Pelanggaran
Prosedur
Pelelangan
Pembangunan
Gedung Arsip
BATAN
Pelapor mengindikasikan telah terjadi persekongkolan dalam
Pelelangan Pembangunan Gedung Arsip BATAN
Indikasi yang disampaikan:
PT. Satria Guna Utama dimenangkan padahal syarat
administratif dalam dokumen penawarannya tidak lengkap.
Sedangkan PT. Mugapes tetap dikalahkan karena tidak
melampirkan dokumen spesifikasi teknis, meskipun nilai
penawarannya lebih rendah
Persekongk
olan tender
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 213
RESUME SARAN DAN PERTIMBANGAN KPPU
PERIODE JANUARI – DESEMBER 2007
Tabel Resume Saran dan Pertimbangan KPPU
No./Tgl.
Surat/
Tujuan
Surat
Sumber, Materi
Kebijakan, dan
Isu Persaingan
Usaha
Isi Saran Pertimbangan Keterangan
1 2 3 4
1.Surat No.
77/K/III/20
07 tanggal
9 Maret
2007
kepada
Presiden
Republik
Indonesia
Sumber: Tidak
adanya
pengaturan
tentang equal
playing field
antara ritel
kecil/tradisional
dan pemasok
dengan ritel
besar yang
memiliki kapital
besar
Terkait kebijakan tersebut, KPPU menyampaikan
beberapa hal sebagai berikut :
1. KPPU mendukung substansi pengaturan yang
dilakukan sebagai upaya perlindungan usaha kecil
ritel dan tradisional serta perlindungan terhadap
pemasok ritel modern. Mengenai substansi
pengaturan KPPU memahami bahwa hal tersebut
merupakan kewenangan pemerintah
2. Dalam beberapa substansi pengaturan, KPPU
mengharapkan agar memperhatikan potensi-
potensi persaingan usaha tidak sehat
sebagaimana diatur dalam UU No.5 Tahun 1999,
antara lain menyangkut pengaturan pembatasan
jumlah pelaku usaha, berbasiskan analisis
Belum ada respon resmi dari
pemerintah terhadap saran
dari KPPU untuk memasukan
klausul tambahan dalam
bab/pasal tersendiri
LAMPIRAN
3
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 214
No./Tgl.
Surat/
Tujuan
Surat
Sumber, Materi
Kebijakan, dan
Isu Persaingan
Usaha
Isi Saran Pertimbangan Keterangan
1 2 3 4
terhadap supply dan demand. Diharapkan
pembatasan jumlah pelaku usaha tidak menjadi
instrumen yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku
usaha untuk melakukan praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat melalui eksploitasi
terhadap konsumen.
3. Terkait dengan hubungan pemasok dan peritel
modern, diusulkan agar hal tersebut tidak hanya
menyangkut pemasok kecil tetapi juga pemasok
menengah dan besar, mengingat daya tawar ritel
modern yang sangat tinggi tidak hanya berefek
pada pelaku usaha kecil tetapi juga usaha
menengah dan besar. Dalam pengaturan juga
perlu ditegaskan bahwa segala bentuk hubungan
transaksi antara pemasok dan peritel modern
tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip
persaingan usaha yang sehat
4. Apabila keterlibatan KPPU akan didefinisikan
secara eksplisit dalam substansi pengaturan,
maka diusulkan terdapat klausul tambahan dalam
bab/pasal tersendiri sebagai berikut:
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat
1. Pelaku usaha ritel dilarang melakukan kegiatan
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
2. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sesuai dengan UU No.5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 215
No./Tgl.
Surat/
Tujuan
Surat
Sumber, Materi
Kebijakan, dan
Isu Persaingan
Usaha
Isi Saran Pertimbangan Keterangan
1 2 3 4
2.Surat No.
80/K/III/20
07 tanggal
15 Maret
2007
kepada
Presiden
Republik
Indonesia
Perihal:
Saran
terhadap
MoU
Microsoft-
Pemerintah
RI yang
diwakili oleh
Menteri
Komunikasi
dan
Informasi
Sumber :
Memorandum of
Understanding
antara
Pemerintah yang
diwakili oleh
Menteri
Komunikasi dan
Informasi
dengan Microsoft
Terkait kebijakan tersebut, KPPU menyampaikan
beberapa hal sebagai berikut :
1. KPPU memahami dan mendukung upaya
pemerintah untuk melakukan pemberantasan
software ilegal di Indonesia, khususnya di instansi
pemerintah yang dijadikan landasan kebijakan MoU
tersebut. Proses pembajakan software, telah
sampai pada tingkat yang menghkhawatirkan dan
telah menjadi dissinsentif bagi para pelaku usaha
industri software Indonesia. Akibatnya inovasi di
industri software terancam stagnan bahkan
berhenti sama sekali, yang dalam gilirannya dapat
mematikan inovasi dan potensi wirausaha di
industri tersebut.
2. Tetapi terkait dengan kebijakan pemerintah untuk
melakukan MoU dengan Microsoft sebagai bagian
dari upaya pemberantasan pembajakan, KPPU
berpendapat hal tersebut tidaklah tepat karena
bertentangan dengan prinsip persaingan usaha
yang sehat sebagaimana diatur dalam UU Nomor 5
Tahun 1999. MoU dalam implementasinya akan
dilakukan dalam bentuk perjanjian, jika
ditindaklanjuti akan menyebabkan beberapa hal :
a. Memberikan tambahan kekuatan pasar (market
power) bagi Microsoft yang secara faktual telah
menjadi pemegang posisi dominan
dengan menguasai lebih dari 90 % pangsa
pasar operating system software (melalui
Microsoft Windows) dan software aplikasi
kantor (Melalui Microsoft Office). Kekuatan
pasar yang besar tersebut berpotensi
disalahgunakan. MoU akan berpotensi menjadi
sarana eksploitasi konsumen (Instansi
Pemerintah) oleh Microsoft sebagai satu-
satunya penyedia software (operating system
Tidak terdapat tanggapan
dari pemerintah. Meskipun
demikian hingga saat ini
MoU tersebut tidak
dilaksanakan.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 216
No./Tgl.
Surat/
Tujuan
Surat
Sumber, Materi
Kebijakan, dan
Isu Persaingan
Usaha
Isi Saran Pertimbangan Keterangan
1 2 3 4
dan aplikasi kantor)
b. Menutup peluang pelaku usaha penyedia
operating system software dan aplikasi kantor
Indonesia selain Microsoft, untuk dapat
memasarkan produknya di instansi pemerintah.
Hal ini akan menjadi disinsentif bagi
pengembangan software di Indonesia. Inovator
dan wirusahawan Indonesia dalam industri
sofware terancam kelangsungannya, karena
tidak lagi ada daya tarik pasar.
c. Menyebabkan tidak adanya alternatif pilihan
operating system software dan software aplikasi
kantor bagi instansi pemerintah selain produk
microsoft. Dalam jangka panjang hal ini akan
menutup potensi efisiensi proses pengadaan
software di instansi pemerintah. Instansi
pemerintah tidak lagi memiliki insentif untuk
berinisiatif mendapatkan software yang
sesungguhnya dapat menggantikan fungsi
software microsoft dengan biaya yang lebih
murah.
3. Memperhatikan hal-hal tersebut diatas, KPPU
berpendapat bahwa solusi untuk mengatasi
pembajakan dengan melakukan MoU dengan
microsoft, tidaklah tepat mengingat akar
permasalahan yang sesungguhnya dari maraknya
pembajakan software adalah terkait dengan
permasalahan penegakan hukum dari peraturan
perundangan tentang hak kekayaan intelektual
yang telah ada.
4. Solusi bagi upaya pemberantasan pembajakan
hanya dapat dilakukan melalui penegakan hukum
yang tegas. Meskipun hal tersebut memerlukan
waktu yang lebih panjang dan usaha yang lebih
keras, tetapi KPPU meyakini bahwa apabila semua
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 217
No./Tgl.
Surat/
Tujuan
Surat
Sumber, Materi
Kebijakan, dan
Isu Persaingan
Usaha
Isi Saran Pertimbangan Keterangan
1 2 3 4
elemen bangsa ini memiliki kemauan untuk
mewujudkannya, maka hal tersebut dapat
diimplementasikan.
Mencermati hal-hal diatas maka KPPU menyarankan
agar Pemerintah mencari model kebijakan lain yang
berdampak luas pada pemberantasan pembajakan
software dan persaingan usaha yang sehat.
Persaingan usaha yang sehat diharapkan mampu
mengatasi digital divide dalam pembangunan ekonomi
berbasis pengetahuan (knowledge based economy)
dalam jangka panjang, karena munculnya inovasi
software yang berbasis open system dan aplikasi
perkantoran serta aplikasi khusus lainnya yang lebih
terjangkau masyarakat luas. KPPU juga menyarankan
Pemerintah tidak menindaklanjuti MoU dengan
Microsoft dalam bentuk perjanjian sekaligus mencabut
MoU tersebut, untuk menghindarkan munculnya
potensi-potensi persaingan usaha tidak sehat di
industri software Indonesia.
3.163/K/V/2
007
tanggal
25 Mei
2007
kepada
Presiden
RI
Perihal :
Saran dan
Pertimbanga
n KPPU
terhadap
Surat Edaran
Sumber : SE
Menkominfo No.
01/SE/M/Kominf
o/1/2007
tentang
Pengiriman Surat
yang berpotensi
bertentangan
dengan prinsip
persaingan
usaha sehat
Tanggapan dan saran KPPU adalah sebagai berikut :
1. Dari sisi persaingan usaha terbitnya SE tersebut
diyakini akan menghambat iklim usaha dan
persaingan dalam jasa layanan pos. Hal tersebut
mengingat substansi SE yang bersifat diskriminatif
terhadap pelaku usaha tertentu, menghambat
pelaku usaha lain untuk melakukan kegiatan
usaha dalam pasar (entry barrier) serta
membatasi pilihan konsumen pengguna jasa pos
terutama konsumen perusahaan non individu.
Kondisi tersebut dikhawatirkan akan berdampak
negatif terhadap kinerja perekonomian secara
keseluruhan.
2. SE tersebut secara tidak langsung telah
mengembalikan atau menegaskan posisi monopoli
Tidak ada tanggapan dari
Pemerintah. Saat ini
pembahasan RUU Pos
prioritas pembahasannya
ditingkatkan oleh DPR.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 218
No./Tgl.
Surat/
Tujuan
Surat
Sumber, Materi
Kebijakan, dan
Isu Persaingan
Usaha
Isi Saran Pertimbangan Keterangan
1 2 3 4
Menkominfo
No.
01/SE/M/Ko
minfo/1/200
7
PT. Pos Indonesia. KPPU melihat bahwa kondisi
tersebut sesuai dengan yang diamanatkan dalam
UU No. 6 Tahun 1984 tentang Pos. Akan tetapi
KPPU juga melihat fakta bahwa selama ini
Pemerintah membiarkan bahkan cenderung
memfasilitasi kehadiran para pelaku usaha swasta
di sektor jasa pos selain PT. Pos Indonesia. Dalam
perspektif persaingan adanya SE tersebut
menimbulkan situasi bisnis yang tidak kondusif
baik terhadap PT. Pos Indonesia, pelaku usaha,
jasa kurir swasta dan konsumen. Dampak
terhadap PT. Pos Indonesia dalam jangka pendek
adalah peningkatan kinerja dengan memanfaatkan
hak monopolinya. Dalam jangka panjang, PT. Pos
Indonesia akan kembali dibesarkan dalam situasi
monopoli yang dapat menjadi disinsentif bagi PT.
Pos Indonesia untuk berkembang secara efisien.
3. Mekipun kondisi PT. Pos Indonesia saat ini sangat
memprihatinkan, namun solusi untuk
meningkatkan kinerja PT. Pos Indonesia tidak
harus melalui kebijakan yang cenderung
bertentangan dengan prinsip-prinsip persaingan
usaha yang sehat. Kebijakan yang anti persaingan
bahkan dapat memperburuk kinerja sektor jasa
pos secara keseluruhan.
4. KPPU memandang perlunya program revitalisasi
yang komprehensif terhadap PT. Pos Indonesia
untuk perbaikan serta peningkatan kinerja
operasional dan pelayanan. Untuk itu perlu adanya
dukungan Pemerintah dalam tugas PT. Pos
Indonesia yang tidak memiliki nilai ekonomis
(Public Service Obligation). Sedangkan untuk
kegiatan komersial sudah selayaknya manajemen
PT. Pos Indonesia diberikan fleksibilitas untuk
menetapkan berbagai kebijakan operasional dan
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 219
No./Tgl.
Surat/
Tujuan
Surat
Sumber, Materi
Kebijakan, dan
Isu Persaingan
Usaha
Isi Saran Pertimbangan Keterangan
1 2 3 4
strategis, seperti diantaranya adalah penetapan
tarif layanan komersial dan inovasi produk dan
jasa kepada konsumen komersial. Hal ini sejalan
dengan status PT. Pos Indonesia (persero) yang
salah satu tujuannya adalah mencari keuntungan
(profit center).
5. SE tersebut bertentangan dengan semangat RUU
Perposan yang mendukung perubahan model
pengelolaan sektor jasa pos Indonesia dari
monopoli menuju persaingan.
6. KPPU berharap agar pembahasan perubahan UU
No. 6/1984 dapat diselesaikan dalam waktu dekat
serta agar Menkominfo dapat meninjau kembali SE
Menkominfo No. 01/SE/M/Kominfo/1/2007 agar
sesuai dengan koridor persaingan usaha yang
sehat.
4. Surat No.
188/K/VI/20
07 tanggal
18 Juni 2007
kepada
MenteriKoord
inator
Perekonomia
n
Perihal :
Saran dan
Pertimbanga
n terhadap
Rancangan
Peraturan
Presiden
tentang
Penataan
Sumber : RPP
tentang
Penataan dan
Pembinaan
Usaha Pasar
Modern dan
Usaha Toko
Modern
KPPU memberikan tanggapan dan saran sebagai
berikut :
1. KPPU mendukung sepenuhnya substansi
pengaturan yang dilakukan dalam upaya
perlindungan usaha kecil ritel dan tradisional serta
perlindungan terhadap pemasok ritel modern.
Menyangkut substansi pengaturan, KPPU
memahami sepenuhnya bahwa hal tersebut
merupakan kewenangan Pemerintah.
2. Terkait substansi pengaturan, KPPU
mengharapkan agar substansi tersebut
memperhatikan potensi-potensi terjadinya
persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur
dalam UU No. 5 tahun 1999. Hal tersebut antara
lain menyangkut pengaturan pembatasan jumlah
pelaku usaha berbasiskan analisis terhadap supply
dan demand. Diharapkan pembatasan jumlah
pelaku usaha tidak menjadi instrumen yang dapat
Tidak ada tanggapan resmi
dari Pemerintah. Meskipun
demikian KPPU selalu
dilibatkan dalam proses
pembahasan RPP Ritel
tersebut.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 220
No./Tgl.
Surat/
Tujuan
Surat
Sumber, Materi
Kebijakan, dan
Isu Persaingan
Usaha
Isi Saran Pertimbangan Keterangan
1 2 3 4
dan
Pembinaan
Usaha Pasar
Modern dan
Usaha Toko
Modern
dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk melakukan
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat melalui eksploitasi terhadap konsumen,
misalnya dengan melakukan praktek kartel antar
pelaku usaha yang jumlahnya terbatas atau
bahkam praktek monopoli karena hanya ada satu
pelaku usaha disatu wilayah.
3. Terkait dengan hubungan pemasok dan peritel
modern, diusulkan agar hal tersebut tidak hanya
menyangkut pemasok kecil, tetapi juga pemasok
menengah dan besar. Hal tersebut mengingat
daya tawar ritel modern yang sangat tinggi tidak
hanya berefek terhadap pelaku usaha kecil saja
tetapi juga usaha menengah dan besar. Selain itu
dalam pengaturan juga perlu ditegaskan bahwa
segala bentuk hubungan transaksi antara pemasok
dan peritel modern tidak boleh bertentangan
dengan prinsip-prinsip persaingan usaha yang
sehat.
4. Apabila keterlibatan KPPU hendak didefinisikan
secara eksplisit dalam substansi pengaturan, maka
diusulkan terdapat klausul tambahan dalam
bab/pasal tersendiri sebagai berikut :
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat :
a. Pelaku usaha ritel dilarang melakukan kegiatan
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
b. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 221
No./Tgl.
Surat/
Tujuan
Surat
Sumber, Materi
Kebijakan, dan
Isu Persaingan
Usaha
Isi Saran Pertimbangan Keterangan
1 2 3 4
5. .215/ K/
VII/ 2007
tanggal 10
Juli 2007
kepada :
Presiden
Republik
Indonesia
Perihal :
Saran &
Pertimbanga
n terhadap
Kebijakan
Penyelenggar
aan Haji
Sumber :
pembenahan
penyelenggaraan
haji oleh
Pemerintah
melalui
Rancangan
Perubahan UU
Nomor 17 Tahun
1999 tentang
Penyelenggaraan
Haji.
Terkait kebijakan tersebut, KPPU menyampaikan
beberapa hal sebagai berikut :
1. Tarif BPIH selama ini dihasilkan berdasarkan
sumber informasi yang terbatas karena masih
adanya hambatan-hambatan pasar bagi
keikutsertaan pelaku usaha potensial di pasar
bersangkutan. Penetapan tarif oleh pemerintah
pada segmentasi haji khusus tidak mendorong
pihak swasta untuk melakukan efisiensi dan
melakukan persaingan sehat.
2. Penetapan tarif BPIH untuk segmen haji reguler
sebaiknya terbentuk melalui mekanisme
persaingan yang tidak diskriminatif disertai
kriteria-kriteria teknis yang jelas dan transparan
yang dimplementasikan melalui tender terbuka.
3. Pada segmen pasar haji khusus perlu didorong
efisiensi terprogram melalui kebijakan cost
reduction yang wajar berupa penetapan batas
atas tarif yang diawasi secara tegas.
4. Sebaiknya Pemerintah melakukan terder terbuka
terhadap pelayanan ibadah haji di bidang
transportasi, jasa pelayanan dan jasa boga yang
melibatkan swasta nasional, sehingga diharapkan
dapat menekan tarif BPIH.
5. Pemerintah perlu melakukan pendekatan G to G
dengan Pemerintah Arab Saudi dalam rangka
pengembangan kelompok kerja sama ekonomi
yang lebih strategis antara swasta nasional
dengan swasta Arab Saudi, sehingga dapat
memperluas peran swasta nasional dalam
penyelenggaraan jasa angkutan dan katering, baik
di embarkasi maupun di Arab Saudi.
6. Perangkapan fungsi regulasi dan fungsi
pelaksanaan oleh Pemerintah menjadi sebab
utama inefisiensi penyelenggaraan haji. Hubungan
Menanggapi surat saran dan
pertimbangan KPPU, Menteri
Agama memberi tanggapan
sebagai berikut :
1. Mengenai tarif BPIH,
telah dibahas bersama
dengan DPR-RI melalui
mekanisme pembentukan
Panja, dimana
sebelumnya telah
dilakukan Rapat Dengar
Pendapat dengan pihak-
pihak terkait untuk
membahas penetuan tarif
yang wajar dan
proporsional. Tarif BPIH
tersebut tetap
menggunakan tarif tahun
sebelumnya dengan juga
melakukan pembahasan
dan tawar-menawar
untuk memperoleh tarif
yang wajar dan
proporsional. Sedangkan
mengenai keikutsertaan
pelaku usaha lain dalam
transportasi haji,
maskapai nasional yang
dipakai hanya satu yaitu
Garuda. Hal ini
dikarenakan adanya
kesulitan perolahan izin
pendaratan di Saudi
Arabia yaitu Pemerintah
Arab Saudi yang
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 222
No./Tgl.
Surat/
Tujuan
Surat
Sumber, Materi
Kebijakan, dan
Isu Persaingan
Usaha
Isi Saran Pertimbangan Keterangan
1 2 3 4
operator-regulator harusnya bersifat vertikal,
karena pada bentuk rangkap fungsi seperti
sekarang menyulitkan mekanisme reward and
punishment ; akibatnya sampai saat ini tidak ada
mekanisme pertanggungjawaban Departemen
Agama atas berbagai masalah yang terjadi dalam
penyelenggaraan haji.
7. Pemerintah cukup menjalankan fungsi regulator,
sedangkan fungsi pelaksanaan sebaiknya
diserahkan kepada badan yang dibentuk secara
khusus oleh pemerintah berupa Badan Pelaksana
Ibadah Haji. Penetapan BPIH dilakukan oleh
Presiden berdasarkan usulan BPIH setelah
mendapatkan persetujuan DPR.
8. Setiap komponen biaya penyelenggaraan ibadah
haji diorganisasikan oleh Badan Pelaksana Ibadah
Haji dengan mengimplementasikan mekanisme
yang memperhatikan prinsip-prinsip persaingan
usaha yang sehat.
memberlakukan single
designator bagi
penerbangan haji suatu
negara. Selain itu
maskapai lainnya selalu
memberikan penawaran
tarif yang lebih tinggi dari
Garuda dan Saudi Airline.
2. Implementasi melalui
tender terbuka telah
dilakukan melalui media
massa seperti
pengumuman hasil
tender catering di
Surabaya melalui koran
media Indonesia.
Sedangkan untuk tarif
pemondokan,
penentuannya dilakukan
sesuai ketentuan yang
berlaku dan mengikat di
Arab Saudi. Departemen
Agama melakukan upaya
negosiasi untuk
memperoleh harga yang
wajar dan kompetitif.
3. Departemen Agama telah
mendorong untuk
melakukan efisiensi
dengan tetap
memperhatikan
perlindungan terhadap
jemaah. Untuk itu,
Departemen Agama
menetapkan harga
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 223
No./Tgl.
Surat/
Tujuan
Surat
Sumber, Materi
Kebijakan, dan
Isu Persaingan
Usaha
Isi Saran Pertimbangan Keterangan
1 2 3 4
minimal dalam rangka
perlindungan agar
pelayanan benar-benar
dapat dilaksanakan
sesuai yang dijanjikan.
Sementara ini belum
dilakukan pembatasan
harga maksimal sesuai
saran KPPU, karena di
Arab Saudi belum ada
standarisasi tarif hotel,
naqobah, dan catering.
Namun, Departemen
Agama akan tetap
menjaga agar tarif yang
ditentukan harus sesuai
dengan pelayanan yang
diberikan.
4. Tender terbuka telah
dilakukan dengan
mengumumkan
pemenang lelang/tender
melaui website disamping
koran nasional yang
sesuai dengan Kepres
No.80 Tahun 2003.
5. Dalam pendekatan G to
G, sangat diharapkan
adanya peran aktif dari
pelaku usaha nasional
untuk mendapatkan
partner bisnis di Arab
Saudi.
6. Usulan pemisahan fungsi
regulasi dan fungsi
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 224
No./Tgl.
Surat/
Tujuan
Surat
Sumber, Materi
Kebijakan, dan
Isu Persaingan
Usaha
Isi Saran Pertimbangan Keterangan
1 2 3 4
pelaksanaan telah
diusulkan oleh beberapa
pengamat perhajian dan
telah mendominasi
pembahasan pada
pembicaraan usul inisiatif
DPR-RI tentang
Perubahan Undang-
Undang No.17 tahun
1999 tentang
Penyelenggaraan Ibadah
Haji.
7. Departemen Agama
sependapat untuk
membentuk Komite
Pengawas independen
yang ikut mengawasi
penyelenggaraan haji di
Indonesia, dengan
pertimbangan untuk
diantisipasi tidak adanya
tumpang tindih
pelaksanaan dengan
lembaga pengawasan
yang dibentuk oleh
peraturan perundangan.
8. Akuntabilitas
penyelenggaraan haji
dilakukan oleh institusi
pemeriksa internal yaitu
Inspektorat Jenderal dan
BPKP, serta institusi
pemeriksa eksternal yaitu
BPK. Perlu diketahui
bahwa sejak dua tahun
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 225
No./Tgl.
Surat/
Tujuan
Surat
Sumber, Materi
Kebijakan, dan
Isu Persaingan
Usaha
Isi Saran Pertimbangan Keterangan
1 2 3 4
ini, setelah selesai
operasional haji telah
diumumkan neraca BPIH
secara luas kepada
masyarakat melalui
media massa nasional.
6.
301/K/VIII/2
007
Tanggal 30
Agustus
2007
Perihal :
Saran
Pertimbanga
n terhadap
Kebijakan
Perbukuan
Nasional
Sumber :
Peraturan
Menteri No. 11
Tahun 2005
tentang Buku
Teks Pelajaran
merupakan
kebijakan yang
selaras dengan
semangat
persaingan
usaha yang
sehat. Namun
dalam
implementasinya
, kerangka
industri
perbukuan yang
ideal yang sesuai
dengan
kebijakan masih
jauh dari
harapan. Salah
satu
permasalahan
yang muncul
adalah terjadinya
distorsi terhadap
Terkait kebijakan tersebut, KPPU menyampaikan
beberapa hal sebagai berikut :
1. Apabila Pemerintah ingin mempertahankan bentuk
pengaturan saat ini, maka Pemerintah harus
memperkuat kebijakan tersebut dengan :
b. mengembangkan program-program turunan
dari kebijakan yang telah dibuat saat ini,
antara lain dengan :
i. mengembangkan pengaturan teknis dari
kebijakan yang telah ada
ii. mengembangkan toko buku sebagai
ujung tombak industri buku
b. menegakkan sanksi bagi pihak-pihak yang
melanggar ketentuan yang telah ditetapkan,
terutama ditujukan kepada pejabat dan
pelaksana pendidikan nasional yang
mendistorsi sistem melalui kewenangannya.
2. Terkait kebijakan harga buku nasional, mengingat
potensi oligopoli dalam industri buku sangat
besar, maka untuk menghindari terjadinya
eksploitasi konsumen, Pemerintah disarankan
untuk menetapkan batas atas harga buku. Hal
tersebut dilakukan sebagai upaya pencegahan
terhadap potensi eksploitasi siswa oleh pelaku
usaha. Di sisi lain kebijakan tersebut memberi
ruang persaingan yang seluas-luasnya sehingga
upaya efisiensi pelaku usaha tetap terjadi.
3. Memperhatikan nilai strategis perbukuan dalam
Tidak terdapat tanggapan
dari Pemerintah.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 226
No./Tgl.
Surat/
Tujuan
Surat
Sumber, Materi
Kebijakan, dan
Isu Persaingan
Usaha
Isi Saran Pertimbangan Keterangan
1 2 3 4
sistem ideal yang
diinginkan
Pemerintah serta
minimnya
perhatian
Pemerintah
untuk
mendorong
implementasi
kebijakan yang
ditetapkan oleh
Departemen
Pendidikan
Nasional.
pendidikan nasional dan lemahnya implementasi
kebijakan saat ini, disarankan agar pengaturan
perbukuan menggunakan peraturan perundangan
yang lebih tinggi yang mengikat setiap warga
Negara yang menjadi obyeknya. KPPU
mengusulkan bentuk pengaturan yang tepat yaitu
Undang-Undang. Untuk itu KPPU mengusulkan
agar Pemerintah segera menyiapkan Rancangan
Undang-Undang Perbukuan Nasional.
7.
302/K/VIII/2
007
Tanggal 31
Agustus
2007
Perihal :
Saran &
Pertimbanga
n KPPU
dalam RUU
Perposan
Sumber :
Amandemen
terhadap UU
No.6 Tahun 1984
terutama yang
berkaitan dengan
pelayanan PSO
Pos
Terkait kebijakan tersebut, KPPU menyampaikan
beberapa hal sebagai berikut :
1. Perlu adanya klasifikasi dan spesifikasi yang lebih
jelas terhadap produk atau jasa pos yang terkait
dengan Public Service Obligation (PSO).
Klasifikasi tersebut dapat dilakukan berdasarkan
kombinasi dari tiga kriteria utama yaitu jenis jasa
pelayanan (class of services), berat, dan tarif.
2. Dengan mengacu pada berbagai kebijakan pos
yang diterapkan di berbagai negara, kategori
produk/jasa yang bersifat wajib disediakan oleh
operator/Negara dengan tarif yang terjangkau.
Sementara, produk jasa pos seperti express mail
dan jasa pos premium lainnya merupakan
produk/jasa bernilai tambah yang termasuk ke
dalam wilayah komersial dan dapat dilakukan
secara kompetitif, baik dari segi pelayanan
maupun tarif, berdasarkan mekanisme pasar
yang wajar.
3. RUU Pos harus tetap memuat pengaturan
mengenai PSO jasa pos di Indonesia. Undang-
Tidak terdapat tanggapan
resmi dari Pemerintah.
Meskipun demikian dari
berita media massa
diketahui bahwa Pemerintah
akan berusaha untuk
mengakomodasi usulan
KPPU tersebut dalam
regulasi turunan UU No. 6
Tahun 1984.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 227
No./Tgl.
Surat/
Tujuan
Surat
Sumber, Materi
Kebijakan, dan
Isu Persaingan
Usaha
Isi Saran Pertimbangan Keterangan
1 2 3 4
Undang pos yang baru harus memberikan amanat
kepada negara dalam hal penyediaan PSO jasa
pos dengan sistem dan metode pembiayaan yang
memadai. Dalam hal ini, metode atau praktek
subsidi silang antara jasa pos yang bernilai
komersial dengan jasa pos non komersial (PSO)
harus dihilangkan, karena akan memberatkan
kinerja operator sebagai pelaksana PSO pos dan
juga akan menimbulkan adanya hambatan
terhadap iklim persaingan usaha yang sehat.
4. Pemerintah perlu menerbitkan kebijakan yang
memberikan hak konsensi kepada operator PSO
dalam jasa pos, melalui proses yang kompetitif
dan transparan, sehingga akan diperoleh operator
PSO jasa pos dengan biaya terendah yang dapat
melaksanakan fungsi serta menghilangkan
adanya subsidi silang antara layanan PSO dengan
layanan komersial. Untuk itu, perlu dilakukan
evaluasi baik terhadap metode pendanaan PSO
maupun terhadap kinerja serta kemampuan
kandidat operator sebagai pelaksana PSO dalam
jasa pos.
5. Perlunya penguatan fungsi serta peran regulator
dan pengawas dalam undang-undang pos yang
baru, terutama dalam hal status hukum, tatanan
institusi, pendanaan serta kewenangannya. Selain
itu, regulator dan pengawas pos harus menjamin
tidak terjadi penyimpangan atau persilangan
antara produk/jasa yang bersifat wajib dengan
produk/jasa yang bersifat komersial, terutama
dari sisi kebijakan tarif oleh operator PSO dan
pelaku usaha lainnya.
6. Dalam RUU Pos sebaiknya juga mencakup
berbagai perkembangan dan inovasi dalam dunia
bisnis, terutama dalam rangka mengantisipasi
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 228
No./Tgl.
Surat/
Tujuan
Surat
Sumber, Materi
Kebijakan, dan
Isu Persaingan
Usaha
Isi Saran Pertimbangan Keterangan
1 2 3 4
trend integrasi layanan jasa pos dan logistik,
sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan
inovasi dalam supply chain yang mengarah
kepada peningkatan kualitas layanan konsumen
dengan tarif yang lebih kompetitif.
7. Ketentuan dalam RUU Pos tetap
mempertimbangkan kaidah-kaidah prinsip
persaingan usaha yang sehat sesuai dengan UU
No. 5 Tahun 1999 untuk menyikapi berbagai isu
dalam sektor pos, seperti diantaranya adalah
integrasi vertikal, akses terhadap jaringan pos
serta penetapan tarif yang unfair.
8.
330/K/IX/20
07
Tanggal 24
September
2007 kepada
Bapak
Presiden RI
Perihal :
Saran
Pertimbanga
n terhadap
kebijakan
usaha
perkebunan
sawit
Sumber : Masih
diperlukan
berbagai
pembenahan
agar
perkembangan
industri kelapa
sawit sesuai
dengan harapan
dengan
mengakomodasi
nilai-nilai
persaingan
usaha yang
sehat dalam
pengembangann
ya.
Terkait kebijakan tersebut, KPPU menyampaikan
beberapa hal sebagai berikut :
1. KPPU menyarankan agar departemen teknis
ataupun instansi yang berwenang dalam hal
perijinan usaha perkebunan melakukan
evaluasi terhadap pendayagunaan lahan
perkebunan kelapa sawit yang diusahakan
oleh perusahaan besar swasta
2. Ketentuan di dalam Peraturan Menteri
Pertanian Nomor
26/Permentan/OT.140/2/2007 mengenai
keharusan usaha pengolahan hasil perkebunan
sawit untuk memenuhi minimal 20% pasokan
bahan bakunya dari pengusahaan budidaya
tanaman perkebunan sendiri, disarankan
untuk dicabut.
3. Pola kemitraan yang dilakukan seharusnya
dilandasi dengan prinsip transaksional yang
terbuka. Untuk itu, ketentuan-ketentuan di
dalam perjanjian kemitraan disarankan
memperhatikan ketentuan larangan praktek
monopsoni dan perjanjian tertutup
sebagaimana diatur dalam UU No. 5 tahun
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 229
No./Tgl.
Surat/
Tujuan
Surat
Sumber, Materi
Kebijakan, dan
Isu Persaingan
Usaha
Isi Saran Pertimbangan Keterangan
1 2 3 4
1999.
4. KPPU menyarankan agar departemen ataupun
instansi yang berwenang menjalankan
ketentuan operasional Peraturan Menteri
Pertanian Nomor 395/Kpts/OT.140/11/2005,
disarankan untuk tidak menyalahgunakan
sebagai instrumen yang memaksakan
keseragaman harga pasar di pasar
bersangkutan.
9.
373/K/X/200
7
Tanggal 29
Oktober
2007
Perihal :
Saran &
Pertimbanga
n KPPU
terhadap
Pelaksanaan
Angkutan
Kontainer
Roll On-Roll
Off (RoRo)
Batam-
Singapura
Sumber :
Pemanfaatan
kapal RoRo
sebagai
angkutan Batam-
Singapura saat
ini belum
diakomodasi
dengan baik
dalam kebijakan
sektor
perhubungan,
sehingga
implementasinya
telah
menimbulkan
potensi
persaingan
usaha tidak
sehat berupa
terhambatnya
pelaku usaha
nasional yang
memiliki
keinginan untuk
Permasalahan mendasar terkait dengan pelaksanaan
sistem Roro adalah sebagai berikut.
1. Selama ini belum ada kebijakan bilateral
antara Pemerintah RI dan Pemerintah
Singapura sebagai landasan hukum yang
mengatur mengenai angkutan penyeberangan
antara kedua negara tersebut. Landasan
hukum yang dipakai selama ini adalah berupa
MoU antara Pemerintah RI dengan Pemerintah
Singapura tentang kerjasama ekonomi serta
Surat Keputusan Menteri Perdagangan,
Menteri Keuangan, dan Menteri Perhubungan.
Ketiadaan landasan hukum ini menjadi entry
barrier bagi pelaku usaha nasional yang
masuk kedalam usaha jasa angkutan
penyeberangan dengan sistem Roro.
Hambatan tersebut muncul dalam bentuk
antara lain, tidak adanya jaminan bagi
kelangsungan usaha jasa penyeberangan
dengan sistem Roro, serta seringkali terjadi
penolakan chasis kapal Indonesia yang akan
masuk ke Singapura dengan alasan bahwa
chasis kapal Indonesia tidak sesuai dengan
standar chasis yang diterapkan otoritas
pelabuhan Singapura.
Terdapat tanggapan resmi
yang ditujukan kepada KPPU
melalui Surat Menteri
Sekretaris Negara No B-
16/M.Sesneg/D-4/01/2008.
Dalam surat tersebut,
Menteri Sekretaris Negara
meminta kepada Menteri
Koordinator Bidang
Perekonomian untuk
membahas saran dan
pertimbangan dari KPPU,
mengingat telah
ditandatanganinya
perjanjian bilateral dengan
Pemerintah Singapura
mengenai Economic
Cooperation in The Island of
Batam, Bintan, and Karimun
pada tanggal 25 Juni 2006.
Hasil pembahasan tersebut
diharapkan dilaporkan
kepada Presiden melalui
Menteri Sekretaris Negara.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 230
No./Tgl.
Surat/
Tujuan
Surat
Sumber, Materi
Kebijakan, dan
Isu Persaingan
Usaha
Isi Saran Pertimbangan Keterangan
1 2 3 4
mengoperasikan
kapal RoRo di
jalur Batam-
Singapura.
2. Terdapat berbagai praktek ekonomi biaya
tinggi yang terjadi di pelabuhan-pelabuhan
yang berada di Pulau Batam, terkait dengan
pengoperasian kapal Roro tersebut. Muncul
biaya-biaya yang tidak sesuai dengan standar
kepelabuhanan nasional sehingga lebih
mendekati bentuk pungutan ilegal daripada
pemasukan bagi Pemerintah di Pulau Batam.
Terkait dengan hal-hal tersebut diatas, KPPU
menyampaikan beberapa hal sebagai berikut :
1. KPPU menyarankan agar Pemerintah segera
membuat perjanjian bilateral antara kedua
negara yang megatur hal tersebut.
Pengaturan harus dilakukan secara
komprehensif, sehingga tidak ada keraguan
dari pelaku usaha nasional untuk
berpartisipasi aktif dalam usaha jasa
penyeberangan dengan menggunakan kapal
Roro,
2. Pengaturan juga harus mengakomodasi bagi
munculnya persaingan usaha yang sehat serta
menghindarkan ekonomi biaya tinggi dalam
usaha jasa penyeberangan tersebut.
Berdasarkan surat tersebut,
menurut Menteri Sekretaris
Negara, kebijakan yang
mengatur mengenai
pemanfaatan kapal Ro-Ro
Batam-Singapura telah
diakomodasi dalam
Framework Agreement
between Republic of
Indonesia and The
Government of The Republic
of Singapore on Economic
Cooperation in The Islands
of Batam, Bintan, and
Karimun.
10.
390/K/XI/20
07
Tanggal 9
November
2007
Perihal :
Saran
Pertimbanga
Sumber :
Sebagian besar
laporan
persaingan
usaha tidak
sehat yang
masuk ke KPPU
berasal dari
sektor jasa
konstruksi. Dari
Terkait dengan kebijakan tersebut, KPPU
menyampaikan beberapa hal sebagai berikut :
1. Pengaturan dalam sektor jasa konstruksi harus
terus disempurnakan untuk menghindarkan
terjadinya distorsi implementasi UU No.18 Tahun
1999. Salah satu permasalahan paling penting yang
harus diperbaiki adalah upaya validasi kepada
unsur pelaku usaha yang menjadi pengurus LPJK.
Pemerintah harus mendorong peran aktif dari unsur
LPJK lain yang lebih independen seperti unsur
Tidak terdapat tanggapan
resmi dari Pemerintah. Akan
tetapi hingga saat ini
Departemen Pekerjaan
Umum selalu melibatkan
KPPU dalam sosialisasi
mengenai prinsip persaingan
usaha yang sehat dalam
industri jasa konstruksi.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 231
No./Tgl.
Surat/
Tujuan
Surat
Sumber, Materi
Kebijakan, dan
Isu Persaingan
Usaha
Isi Saran Pertimbangan Keterangan
1 2 3 4
n terhadap
Kebijakan di
Sektor Jasa
Konstruksi
laporan tersebut
memunculkan
dugaan bahwa
salah satu akar
permasalahan
sektor jasa
konstruksi
terletak pada
kebijakan yang
tidak kondusif.
Pemerintah dan Akademisi/Pakar.
2. Diharapkan Pemerintah dapat melahirkan kebijakan
yang menjadikan proses validasi perusahaan dan
asosiasi jasa konstruksi di LPJK menjadi proses
seleksi bagi munculnya perusahaan dan asosiasi
yang mengedepankan profesionalitas serta menjadi
sarana untuk melahirkan pelaku usaha dengan
daya saing tinggi.
3. Memperhatikan bahwa akar permasalahan di sektor
jasa konstruksi terletak pada format kelembagaan,
maka untuk kepentingan jangka panjang KPPU
menyarankan kepada Pemerintah agar mengubah
format kelembagaan sektor jasa konstruksi
tersebut. Format yang tepat adalah dengan
menempatkan LPJK sebagai lembaga resmi negara
dengan tugas menjadi regulator dalam sektor jasa
konstruksi. Format ini mengedepankan
independensi yang akan menghindarkan LPJK dari
konflik kepentingan anggotanya. Mengingat
perubahan format hanya dapat dilakukan dengan
melakukan amandemen terhadap UU No.18 Tahun
1999, maka KPPU menyarankan agar Pemerintah
menyiapkan Rancangan Undang-Undang perubahan
terhadap UU No.18 Tahun 1999.
11.
427/K/XII/20
07
Tanggal 6
Desember
2007
Perihal :
Saran &
Pertimbanga
Dalam
pengelolaan taksi
bandara, pada
perkembanganny
a telah terjadi
monopoli
pengelolaan oleh
pelaku usaha
tertentu dengan
potensi
Mencermati perkembangan pengelolaan taksi bandara
yang memiliki kecenderungan tetap monopoli, serta
minimnya langkah nyata yang dilakukan beberapa
instansi terkait dalam upaya pembenahan pengelolaan
taksi bandara menuju pelayanan yang lebih baik
dengan harga yang kompetitif, KPPU memandang
perlu adanya langkah konkrit yang dapat dilakukan
Pemerintah untuk mengambil kebijakan yang
mengedepankan implementasi nilai-nilai persaingan
usaha yang sehat dalam sektor taksi bandara. Apabila
Tidak terdapat tanggapan
resmi dari Pemerintah.
_____________________________________________________________________
Halaman Laporan Tahun 2007 232
No./Tgl.
Surat/
Tujuan
Surat
Sumber, Materi
Kebijakan, dan
Isu Persaingan
Usaha
Isi Saran Pertimbangan Keterangan
1 2 3 4
n Terhadap
Kebijakan
Pengelolaan
Taksi Bandar
Udara
penyalahgunaan
kekuatan
monopoli di
dalamnya
melalui tarif
yang tinggi dan
kualitas
pelayanan yang
memprihatinkan.
Sementara itu,
hasil kajian KPPU
memeperlihatkan
bahwa model
persaingan yang
terbuka
sesungguhnya
dapat
diimplementasik
an dalam
pengelolaan taksi
bandara dengan
memberikan
kesempatan
kepada pelaku
usaha yang
memiliki
kompetensi
dalam
pengelolaan taksi
bandara.
Pemerintah berkenan untuk mendapatkan penjelasan
yang lebih komprehensif dari KPPU, maka KPPU
bersedia untuk melakukan audiensi terkait hal
tersebut.