refrat kehamilan dengan tiroid
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Kelainan tiroid merupakan kelainan endokrin tersering kedua yang ditemukan selama
kehamilan. Berbagai perubahan hormonal dan metabolik terjadi selama kehamilan,
menyebabkan perubahan kompleks pada fungsi tiroid maternal. Hipertiroid adalah kelainan
yang terjadi ketika kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan dari
kebutuhan tubuh. Wanita hamil dengan eutiroid memunculkan beberapa tanda tidak spesifik
yang mirip dengan disfungsi tiroid sehingga diagnosis klinis sulit ditegakkan. Sebagai
contoh, wanita hamil dengan eutiroid dapat menunjukkan keadaan hiperdinamik seperti
peningkatan curah jantung, takikardi ringan, dan tekanan nadi yang melebar, suatu tanda-
tanda yang dapat dihubungkan dengan keadaan hipertiroid. (Admin: 2011)
Disfungsi tiroid autoimun umumnya menyebabkan hipertiroidisme dan hipotiroidisme
pada wanita hamil. Kelainan endokrin ini sering terjadi pada wanita muda dan dapat
mempersulit kehamilan, demikian pula sebaliknya. Penyakit Graves terjadi sekitar lebih dari
85 % dari semua kasus hipertiroid, dimana Tiroiditis Hashimoto adalah yang paling sering
untuk kasus hipotiroidisme. Tiroiditis postpartum adalah penyakit tiroid autoimun yang
terjadi selama tahun pertama setelah melahirkan. Penyakit ini memberikan gejala
tirotoksikosis transien yang diikuti dengan hipotiroidisme yang biasanya terjadi pada 8-10%
wanita setelah bersalin. (Admin:2011)
Krisis tiroid merupakan komplikasi hipertiroidisme yang jarang terjadi tetapi
berpotensi fatal. Krisis tiroid harus dikenali dan ditangani berdasarkan manifestasi klinis
karena konfirmasi laboratoris seringkali tidak dapat dilakukan dalam rentang waktu yang
cukup cepat. Pasien biasanya memperlihatkan keadaan hipermetabolik yang ditandai oleh
demam tinggi, takikardi, mual, muntah, agitasi, dan psikosis. Pada fase lanjut, pasien dapat
jatuh dalam keadaan stupor atau komatose yang disertai dengan hipotensi. Krisis tiroid
adalah penyakit yang jarang terjadi, yaitu hanya terjadi sekitar 1-2% pasien hipertiroidisme.
Sedangkan insidensi keseluruhan hipertiroidisme sendiri hanya berkisar antara 0,05-1,3%
dimana kebanyakannya bersifat subklinis. Namun, krisis tiroid yang tidak dikenali dan tidak
ditangani dapat berakibat sangat fatal. Angka kematian orang dewasa pada krisis tiroid
mencapai 10-20%. Bahkan beberapa laporan penelitian menyebutkan hingga setinggi 75%
dari populasi pasien yang dirawat inap. Dengan tirotoksikosis yang terkendali dan
penanganan dini krisis tiroid, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 20%.
Hipertiroidisme lebih sering ditemukan pada wanita daripada laki-laki dengan ratio 5:1.
1
Hipertiroidisme jarang ditemukan pada wanita hamil. Kekerapannya diperkirakan 2 : 1000
dari semua kehamilan,namun bila tidak terkontrol dapat menimbulkan krisis tiroid, persalinan
prematur, abortus dan kematian janin. Diagnosis hipertiroidisme dalam kehamilan sulit
ditegakkan karena kehamilan itu sendiri menyebabkan perubahan-perubahan fisiologik yang
menyerupai keadaan hipertiroidisme. Namun deteksi dini untuk mengetahui adanya
hipertiroidisme pada wanita hamil sangatlah penting, karena kehamilan itu sendiri merupakan
suatu stres bagi ibu apalagi bila disertai dengan keadaan hipertiroidisme. Pengelolaan
penderita hipertiroidisme dalam kehamilan memerlukan perhatian khusus, oleh karena baik
keadaan hipertiroidismenya maupun pengobatan yang diberikan dapat memberi pengaruh
buruk terhadap ibu dan janin. (Muh. Rifal: 2010)
1. Anatomi Dan Fisiologi Tiroid
Kelenjar tiroid terdiri dari lobus kanan dan kiri dimana kedua lobus tersebut
dihubungkan oleh istmus. Kelenjar ini terdapat pada bagian inferior trakea dan beratnya
diperkirakan 15-20 gram. Lobus kanan bisasanya lebih besar dan lebih vascular dibandingkan
lobus kiri. Kelenjar ini kaya akan pembuluh darah dengan aliran darah 4-6 ml/menit/gram.
Pada keadaaan hipertiroid, aliran darah dapat meningkat sampai 1 liter/menit/gram sehingga
dapat didengar menggunakan stetoskop yang disebut bruit.Kelenjar tiroid mendapatkan
persarafan adrenergik dan kolinergik yang berasal dari ganglia servikal dan saraf vagus.
Kedua system saraf ini mempengaruhi aliran darah pada kelenjar tiroid yang akan
mempengaruhi fungsi kelenjar tiroid seperti TSH dan iodid. Selain itu, serabut saraf
adrenergik mencapai daerah folikel sehingga persarafan adrenergik diduga mempengaruhi
fungsi kelenjar tiroid secara langsung. Folikel atau acini yang berisi koloid merupakan unit
fungsional kelenjar tiroid. Dinding folikel dilapisi oleh sel kuboid yang merupakan sel tiroid
dengan ukuran bervariasi tergantung dari tingkat stimulasi pada kelenjar. Sel akan berbentuk
kolumner bila dalam keadaaan aktif, dan berbentuk kuboid bila dalam keadaan tidak aktif.
Setiap 20-40 folikel dibatasi oleh jaringan ikat yang disebut septa yang akan membentuk
lobulus. Di sekitar folikel terdapat sel parafolikuler atau sel C yang menghasilkan hormon
kalsitonin. Didalam lumen folikel, terdapat koloid dimanatiroglobulin yang merupakan suatu
glikoprotein yang dihasilkan oleh sel tiroid yang akan disimpan.(Admin:2011)
Kelenjar tiroid memelihara tingkat metabolisme dari sebagian besar sel dalam tubuh
dengan menghasilkan dua hormon tiroid di dalam sel folikelnya, yaitu triiodothyronin (T3)
dan tetraiodohyronin (T4) atau tirosin. Iodin (I2) memilki berat atom sebesar 127 dan berat
2
molekulnya 254. T4 memilki berat molekul sebesar 777 Dalton yang 508 didalamya
merupakan iodida. Hormon tiroid sangat penting dalam perkembangan saraf normal,
pertumbuhan tulang, dan pematangan seksual. Sel parafolikel yang disebut sel C berada di
dekat sel folikuler yang menghasilkan suatu hormon polipeptida, kalsitonin.
Pada orang dewasa, hormon tiroid disintesis di kelenjar tiroid melalui beberapa tahap, yaitu :
1. Iodin (I2) yang direduksi menjadi iodide (I) di lambung dan usus cepat diabsorbsi dan
beredar dalam sirkulasi dalam bentuk iodide.
2. Sel folikuler pada kelenjar tiroid membentuk iodide trap yang dibawa ke sel melalui
gradien elektrokimia.
3. Retikulum endoplasma kasar mensintesis molekul besar yang disebut tiroglobulin..
Iodida-tiroglobulin bebas diangkut dalam bentuk vesikel ke membran apikal,dimana
vesikel tersebut kemudian berfusi dengan membran dan akhirnya melepaskan
tiroglobulin pada membran apikal
4. Pada membran apikal, iodida yang teroksidasi berikatan dengan unit tirosin
(Ltyrosine) dalam tiroglobulin pada satu atau dua posisi, membentuk prekursor
hormon monoiodotyrosine (MIT) dan diiodotyrosine (DIT).
5. Setiap molekul tiroglobulin bisa mengandung sampai 4 residu T4 dan nol hingga satu
T3. Tiroglobulin disimpan kembali ke dalam sel folikuler sebagai droplet koloid
melalui proses pinositosis.
6. Lisosom eksopeptidase mengancurkan ikatan antara tiroglobulin dan T4 (atau T3).
Sebagian besar (80%) T4 dilepaskan ke kapiler darah dan hanya sejumlah kecil (20%)
T3 disekresi dari kelenjar tiroid.
7. Proteolisis tiroglobulin juga melepaskan monoiodotyrosine (MIT) dan diiodotyrosine
(DIT). Molekul-molekul ini dideiodinasi oleh enzim deiodinase sehingga iododa dapat
digunakan kembali untuk membentuk T4 atau T3.Normalnya, hanya beberapa
molekul tiroglobulin utuh yang meninggalkan sel folikuler.
8. TSH merangsang hampir semua proses yang melibatkan sintesis dan sekresi hormon
tiroid.
Aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid mengatur fungsi kelenjar tiroid dan pertumbuhan.
Produksi dan pelepasan hormon tiroid diatur oleh thyroid-releasing hormone (TRH) dari
hipotalamus. TRH mencapai hipofisis anterior melalui sistem portal, dimana sel tirotropik
dirangsang untuk menghasilkan thyroid-stimulating hormone (TSH) atau thyrotropin. TSH
dilepaskan ke aliran darah sistemik kemudian dibawa sampai ke kelenjar tiroid. Di sini, TSH
3
merangsang pengambilan iodida, dan semua proses yang mendorong pembentukan dan
pelepasan T4 dan T3. TSH mengaktifasi adenilsiklase yang berbatasan dengan membran sel
folikel dan meningkatkan kerja cAMP. T3 memiliki efek inhibisi kuat terhadap sekresi TRH.
Hampir semua T3 dalam sirkulasi berasal dari T4. TSH juga merangsang konversi T4
menjadi T3 yang secara biologis lebih aktif. Sebagian besar hormon tiroid terikat pada
protein plasma agar hormon tersebut terlindungi selama diangkut. Terdapat keseimbangan
antara hormon yang terikat protein dengan hormon yang bebas. Hormon tiroid larut dalam
lemak dan dapat dengan mudah melintasi membran sel melalui proses difusi.(Admin:2011)
Di dalam darah, tubuh kita hanya memiliki sejumlah kecil thyroxine-binding globulin
(TBG) sekitar 10 mg/L, tetapi afinitasnya terhadap T4 sangat tinggi. T4 total sekitar 10-7
mol/L setara dengan 77,7 μg/L serum darah, karena 777 gram T4 sama dengan 1 mol dari
total. Kurang lebih 70% dari T4 dan T3 berikatan pada TBG, dan sisanya terikat pada
thyroxine-binding albumin (TBA) dan transthyrenin. Estrogen merangsang sintesis TBG.
Hormon T3 dieliminasi dengan cepat (waktu paruhnya 24 jam), karena memiliki derajat
terendah terhadap pengikatan protein. Molekul tiroksin(T4) memiliki waktu paruh biologis
sekitar 7 hari, hampir setara dengan waktu paruh isotop radioaktif I131 (8 hari).Hormon
tiroid adalah molekul yang larut lemak dan dapat melewati membran sel dengan mudah. T3
berikatan pada protein reseptor nuklear dengan sebuah afinitas sepuluh kali lipat
dibandingkan T4. Informasi tersebut mengubah transkripsi DNA menjadi mRNA, dan
akhirnya diterjemahkan ke dalam banyak protein efektor. Satu tipe protein reseptor tiroid
terikat pada elemen pengatur tiroid dalam gen sel target. (Admin:2011)
Susunan seluler penting yang dirangsang oleh T3 : mitokondria, pompa Na+-K+,
myosin ATPase, reseptor β adrenergik, banyak sistem enzim dan protein untuk
pertumbuhan dan pematangan termasuk perkembangan sistem saraf pusat. Hormon tiroid
merangsang konsumsi oksigen pada hampir semua sel. Hormon tiroid merangsang kecepatan
dari (1) pengeluaran glukosa hati dan utilisasi glukosa perifer, (2) metabolisme asam lemak,
kolesterol, dan trigliserida hati, (3)sintesis protein penting (pompa Na+-K+, enzim
pernapasan, eritropoietin, reseptor β adrenergik, hormon seksual, faktor pertumbuhan, dll),
(4) absorpsi karbohidrat di usus dan ekskresi kolesterol, dan (5) pengaturan fungsi
reproduksi.(Admin: 2011)
2. Fisiologi Tiroid Dalam Kehamilan
Hormon tiroid tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) disintesis di dalam folikel tiroid.
Tiroid-stimulating hormone (TSH) merangsang sintesis dan pelepasan T3 dan T4, yang
4
sebelumnya didahului dengan pengambilan iodide yang penting untuk sintesis hormon tiroid.
Walaupun T4 disintesis dalam jumlah yang lebih besar, namun di jaringan perifer T4
dikonversi menjadi T3 yang lebih poten melalui proses deiodinasi. Selama kehamilan normal
kadar tiroid binding globulin (TBG) dalam sirkulasi meningkat dan juga akhirnya T3 dan T4
ikut meningkat.(Admin:2011)
Hormon tiroid sangat penting untuk perkembangan otak bayi dan sistem saraf. Selama
trimester pertama kehamilan, fetus bergantung pada ibu untuk menyediakan hormon tiroid
melalui plasenta karena fetus tidak dapat menghasilkan hormon tiroid sendiri sampai
trimester kedua. Pada minggu ke-10-12, kelenjar tiroid fetus mulai berfungsi namun fetus
tetap membutuhkan iodin dari ibu untuk menghasilkan hormon tiroid. Selama trimester kedua
dan ketiga, hormon tiroid disediakan oleh ibu dan fetus, namun lebih banyak oleh ibu.
Selama kehamilan, fungsi kelenjar tiroid maternal bergantung pada tiga faktor independen
namun saling terikat, yaitu (a) peningkatan konsentrasi hCG yang merangsang kelenjar tiroid,
(b) peningkatan ekskresi iodide urin yang signifikan sehingga menurunkan konsentrasi iodin
plasma, dan (c) peningkatan thyroxine-binding globulin (TBG) selama trimester pertama,
menyebabkan peningkatan ikatan hormone tiroksin. Pada akhirnya, faktor-faktor ini
bertanggung jawab terhadap peningkatan kebutuhan tiroid. (Admin:2011)
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai oleh
demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem saluran cerna.
Awalnya, timbul hipertiroidisme yang merupakan kumpulan gejala akibat peningkatan kadar
hormon tiroid yang beredar dengan atau tanpa kelainan fungsi kelenjar tiroid. Ketika
jumlahnya menjadi sangat berlebihan, terjadi kumpulan gejala yang lebih berat, yaitu
tirotoksikosis. Krisis tiroid merupakan keadaan dimana terjadi dekompensasi tubuh terhadap
tirotoksikosis. (Muh. Rizal:2010)
Tipikalnya terjadi pada pasien dengan tirotoksikosis yang tidak terobati atau tidak
tuntas terobati yang dicetuskan oleh tindakan operatif, infeksi, atau trauma. (Muh Rizal:2010)
Tiroid, kelenjar kecil di dasar leher, berfungsi mengatur metabolisme tubuh, termasuk
seberapa cepat irama jantung.
Tiroid yang terlalu aktif (hipertioridisme) atau yang tak terlalu aktif (hipotiroidisme)
bisa membawa masalah, terutama pada masa kehamilan. The National Women's Health
Information Center menyebutkan beberapa komplikasi diantaranya.
HIPERTIROIDISME (Morbus basaedowi)
- Kelahiran prematur, bayi yang dilahirkan kecil, atau keguguran.
- Preeklamsia, yang menyebabkan tekanan darah tinggi dan masalah organ, seperti ginjal.
- Peningkatan detak jantung bayi.
HIPOTIROIDISME (Mixedema)
- Anemia
- Preeklamsia
- Abortus
- Perkembangan otak bayi abnormal.
- Perdarahan setelah melahirkan.
Selama kehamilan, kelenjar tiroid bekerja lebih berat atau fungsinya mengalami peningkatan
karena kebutuhan metabolisms yang meningkat sekitar 15-25%. Akibatnya. sering dijumpai kelenjar
tiroid yang membesar.
6
B. EPIDEMIOLOGI
United States
Hipertiroid mempengaruhi 0.1-0.4% wanita hamil. Penyakit Graves sekitar 85% dari
kasus ini. Hipotiroidisme mempengaruhi hingga 2,2% wanita hamil dan tiroiditis Hashimoto
merupakan penyebab paling umum. Tiroiditis atropi kurang umum. Tiroiditis postpartum
memiliki prevalensi berkisar 3,3-8,8% di Amerika Serikat. (Abalovich M, Amino N, Barbour
LA, Cobin RH, De Groot LJ, Glinoer D: 2007)
International
Di Thailand, sedikitnya 2 dari 100 wanita postpartum yang terpengaruh. Sebagai
perbandingan, beberapa studi Kanada mengungkapkan frekuensi 2 dari 10 wanita postpartum
yang terpengaruh. Perbedaan-perbedaan ini mungkin karena variasi dalam kriteria diagnostik,
faktor genetik, dan konsumsi yodium.
Prevalensi Hipotiroid kongenital diperkirakan 1 dari 4000 kelahiran, 1 dari 2000
orang pada ras Timur, 1 dari 5500 pada ras eropa dan 1 dari 32000 pada ras afrika, insiden
meningkat pada sindrom down 1:140. 95 % kelainan ini bersifat sporadik dan 5% nya terkait
genetik, yang biasanya pada dishormonogenesis. Perbandingan perempuan dan laki-laki
adalah 2:1 dan terkait tipe HLA spesifik.
7
C. PENGARUH KRISIS TIROID DALAM KEHAMILAN
1. Hipotiroid
Hipotiroid adalah penyakit yang relatif umum dalam kehamilan. Antara 2,2% dan 2,5%
perempuan telah ditemukan memiliki thyroid stimulating hormone (TSH) tingkat 6 mU / L
atau lebih pada usia kehamilan 15 sampai 18 minggu.( Klein RZ, Haddow JE, Faix JD,
Brown RS, Hermos RJ, Pulkkinen A, et al.: 1991)
Hipotiroid merupakan gangguan tiroid berupa kekurangan hormon tiroid dalam darah.
Hipotiroidisme klinis didiagnosa apabila tiroksin bebas rendah dan kadar tirotropin
meningkat. Penyakit ini jarang menjadi penyulit kehamilan, mungkin karena penyakit ini
sering berkaitan dengan infertilitas. Walaupun demikian seorang cebol (cretin) dan penderita
miksoederma dapat menjadi hamil. Insidensi kejadian hipotiroid adalah sekitar 2,5 %.
Defisiensi kelenjar tiroid klinik ditemukan pada 1,3 per 1.000 dan subklinis 23 per 1.000
orang. Insidensi keadaan hipotiroid subklinis pada perempuan berusia antara 18-45 tahun
adalahsekitar 5 %. Dari semua ini, 2-5 % pertahun nya keadaan mereka memburuk dan
berkembang menjadi kegagalan tiroid secara klinik.
a. Etiologi Hipotiroid
Pada umumnya, hipotiroid pada ibu hamil terjadi karena kekurangan iodium.
Selain itu, sekitar 10% dari ibu hamil memproduksi antibodi atau zat anti yang
menyerang kelenjar tiroidnya sendiri yang disebut Anti TPO-Ab (Anti
Thyroid Peroxidase Antibody) pada awal kehamilannya. Sebagian dari ibu hamil yang
positif memproduksi anti TPO akan mengalami hipotiroid tetapi bersifat subklinik atau
tidak bergejala, namun bila diperiksa di laboratorium akan didapatkan kadar TSH
(Thyroid Stimulating Hormone) yang tinggi.
b. Gejala klinis
Diagnosis berdasarkan klinis sulit dilakukan karena penyakit hipotiroid pada
kehamilandengan kehamilan normal memiliki gejala-gejala klinis yang sama seperti :
Kelelahan
Mual
Penambahan berat badan
Kesemutan
8
sulit buang air besar
pusing, sakit kepala
selain itu gejala lain seperti :
pembengkakan kulit disekitar mata (non-pitting oedema)
kulit kering
suara serak dan lidah besar
Hipotiroid pada ibu hamil dapat berakibat buruk bagi ibu maupun perkembangan
janin atau bayinya, terutama bila hipotiroid terjadi pada trimester pertama karena pada
periode tersebut janin hanya dapat memperoleh hormon tiroid dari ibunya. Sebanyak 2,5%
wanita akan memiliki kadar TSH yang meningkat hingga lebih dari 6 dan sebanyak 0,4%
akan memiliki kadar TSH lebih dari 10 selama kehamilan. Apabila tidak
diobati,hipotiroidisme pada masa kehamilan dapat menyebabkan :
Biasanya kehamilan berakhir dengan abortus, sehingga tidak jarang wanita menderita
abortus habitualis.
Kelahiran premature
BBLR
Anemia
Kelainan plasenta (solusio plasenta)
Perdarahan setelah melahirkan.
Mempercepat terjadinya-
- Gagal ginjal kongestif pada ibu
- Gagal jantung
- Preeklampsia
Dampak pada anak yang dilahirkan adalah
ketidakseimbangan perkembangan psikomotor
Kemungkinan cacat bawaan
Bayi juga menjadi hipotiroid
Kretinisme
Memiliki berat badan rendah dan
Berkurangnya fungsi intelektual jangka panjang atau retardasi mental
9
c. Pemeriksaan
Untuk memastikan apakah ibu hamil mengalami hipotiorid atau tidak maka perlu
dilakukan skrining laboratorium yaitu dengan melakukan pemeriksaan TSHs, FT4, T3 dan
antiTPO.
d. Penatalaksanaan
Pengobatan hipotiroidisme adalah Terapi pengganti dengan memberikan tiroksin,
dosis antara 50-100 g per hari. Tujuannya adalah menormalkan kadar hormon tiroid pada ibu
hamil sehingga mencegah kelainan kehamilan dan cacat janin Kadar serum tirotropin diukur
setiap 4-6minggu dan dosis tiroksin ditingkatkan antara 25-50 g sampai mencapai nilai
normal.
2. Hipertiroid
Dimana kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan dari kebutuhan
tubuh. Insidensi kehamilan dengan gejala klinik hipertiroidisme adalah 1 : 2000 kehamilan.
Kehamilan normal akan menimbulkan keadaan klinik yang mirip dengan kelebihan tiroksin
(T4), sehingga tirotoksikosis yang ringan mungkin akan sulit terdiagnosis..
a. Etiologi Hipertiroid
Grave's disease: suatu kelainan thyroid yang bersifat auto-imun, artinya ada zat
tertentudalam darah (TSI) yang merangsang thyrod sehingga membesar dan
menghasilkanhormon yang berlebihan.
Peradangan kelenjar thyroid (thyroiditis): misalnya Quervain thyroiditis atau
Hashimotothyroiditis. Peningkatan produksi hormon akibat reaksi peradangan
(inflamasi).
Tumor kelenjar hipofise (Pituitary adenoma): tumor ini menyebabkan peningkatan
TSH(Thyroid Stimulating Hormone) sehingga menyebabkan hyperstimulasi thyroid.
Hipertiroid akibat obat-obatan (drug induced): sering disebabkan oleh obat jantung
yangdinamakan amiodarone (Cordarone). Bisa dicegah dengan memantau ketat efek
sampingobat serta mempertimbangkan untung ruginya pemakaiaj obat ini.
Penyebab tersering adalah Graves. Ibu yang menderita penyakit Graves, meskipun
sudaheutiroid, TSI-nya mungkin masih tinggi. TSI ini dapat melewati plasenta dan
10
berikatan denganreseptor TSH pada tiroid janin sehingga menyebabkan
hipertiroidisme pada janin. Akibatnya, terjadilah gangguan pertumbuhan pada janin.
b. Gejala Klinik
Takikardi
Susah tidur (Insomnia)
Eksoftalmus (Mata kelihatan melotot)
c. Pemeriksaan
Tiromegali
Penurunan berat badan
Nyeri sendi
Tremor (Gemetaran), Gugup (Nervous)
Merasa kepanasan pada suhu normal atau dingin
Keringat berlebihan
D. PENGARUH KEHAMILAN PADA KELENJAR TIROID
Kehamilan dapat membuat struma tambah besar dan
keluhan penderita bertambah berat
E. DAMPAK PADA JANIN DAN NEONATUS
Sebagian janin bisa dalam keadaan eutiroid dan sebagian kecil lainya hiper atau
hipotiroid. Kedua kondisi ini dapat terjadi seiring dengan ada tidaknya goiter. Gambaran
klinik yang mungkin dapat ditemukan pada bayi baru lahir dari ibu yang terpapar tiroksin
secara berlebihan adalah sebagai berikut :
Terlihatnya gambaran goiter tirotoksikosis pada janin atau bayi baru lahir akibat
adanya transfer thyroid-stimulating immunoglobulin melalui plasenta. Janin bisa
dalam keadaan non immune hydrops atau bahkan meninggal.
Dapat terjadi goiter hipotiroid pada janin dari ibu yag mendapatkan pengobatan
golongan thiomide. Keadaan hipotiroid ini dapat diterapi dengan pemberian tiroksin
secara intra-amniotik.
11
Pada janin juga dapat terjadi hipotiroidism tanpa adanya goiter sebagai akibat
masuknya thyrotropin-receptor blocking antibodies ibu melalui plasenta.
Keadaan bayi perinatal dari perempuan dengan tirotoksikosis sangat tergantung
dengan tercapai tidaknya pengontrolan metabolic. Kelebihan tiroksin dapat menyebabkan
keguguran spontan.
Pada perempuan yang tidak mendapat pengobatan, atau pada mereka yang tetap
hipertiroid meskipun terapi telah diberikan, akan meningkatkan resiko terjadinya preeklamsi,
kegagalan jantung dan keadaan perinatal yang buruk.
F. LABORATORIUM
1. Kadar T4 dan T3 total
Kadar T4 total selama kehamilan normal dapat meningkat karena peningkatan kadar
TBG oleh pengaruh estrogen. Namun peningkatan kadar T4 total diatas 190 nmol/liter (15
ug/dl) menyokong diagnosis hipertiroidisme.
2. Kadar T4 bebas dan T3 bebas (fT4 dan fT3)
Pemeriksaan kadar fT4 dan fT3 merupakan prosedur yang tepat karena tidak
dipengaruhi oleh peningkatan kadar TBG. Beberapa peneliti melaporkan bahwa kadar fT4
dan fT3 sedikit menurun pada kehamilan, sehingga kadar yang normal saja mungkin sudah
dapat menunjukkan hipertiroidisme.
3. Indeks T4 bebas (fT4I)
Pemeriksaan fT4I sebagai suatu tes tidak langsung menunjukkan aktifitas tiroid yang
tidak dipengaruhi oleh kehamilan merupakan pilihan yang paling baik. Dari segi biaya,
pemeriksaan ini cukup mahal oleh karena dua pemeriksaan yang harus dilakukan yaitu kadar
fT4 dan T3 resin uptake (ambilan T3 radioaktif). Tetapi dari segi diagnostik, pemeriksaan
inilah yang paling baik pada saat ini.
4. Tes TRH
Tes ini sebenarnya sangat baik khususnya pada penderita hipertiroidisme hamil
dengan gejala samar-samar. Sayangnya untuk melakukan tes ini membutuhkan waktu dan
penderita harus disuntik TRH dulu.
5. TSH basal sensitif
Pemeriksaan TSH basal sensitif pada saat ini sudah mulai populer sebagai tes skrining
penderita penyakit tiroid. Bukan hanya untuk diagnosis hipotiroidisme, tetapi juga untuk
12
hipertiroidisme termasuk yang subklinis. Dengan pengembangan tes ini, maka tes TRH mulai
banyak ditinggalkan.
6. Thyroid Stimulating Immunoglobulin (TSI)
Pemeriksaan kadar TSI dianggap cukup penting pada penderita hipertiroidisme Grave
hamil. Kadar yang tetap tinggi mempunyai 2 arti penting yaitu :
a. Menunjukkan bahwa apabila obat anti tiroid dihentikan, kemungkinan besar penderita akan
relaps. Dengan kata lain obat anti tiroid tidak berhasil menekan proses otoimun.
b. Ada kemungkinan bayi akan menjadi hipertiroidisme, mengingat TSI melewati plasenta
dengan mudah.
G. PENATALAKSANAAN
Oleh karena yodium radioaktif merupakan kontra indikasi terhadap wanita hamil,
maka pengobatan hipertiroidisme dalam kehamilan terletak pada pilihan antara penggunaan
obat-obat anti tiroid dan tindakan pembedahan. Namun obat-obat anti tiroid hendaklah
dipertimbangkan sebagai pilihan pertama.
1. Obat-obat Anti Tiroid
Obat-obat anti tiroid yang banyak digunakan adalah golongan tionamida yang
kerjanya menghambat sintesis hormon tiroid melalui blokade proses yodinasi molekul tirosin.
Obat-obat anti tiroid juga bersifat imunosupresif dengan menekan produksi TSAb melalui
kerjanya mempengaruhi aktifitas sel T limfosit kelenjar tiroid. Oleh karena obat ini tidak
mempengaruhi pelepasan hormon tiroid, maka respons klinis baru terjadi setelah hormon
tiroid yang tersimpan dalam koloid habis terpakai. Jadi waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai keadaan eutiroid tergantung dari jumlah koloid yang terdapat didalam kelenjar
tiroid. Pada umumnya perbaikan klinis sudah dapat terlihat pada minggu pertama dan
keadaan eutiroid baru tercapai setelah 4-6 minggu pengobatan. Propylthiouracil (PTU) dan
metimazol telah banyak digunakan pada wanita hamil hipertiroidisme. Namun PTU
mempunyai banyak kelebihan dibandingkan metimazol antara lain :
a) PTU dapat menghambat perubahan T4 menjadi T3 disamping menghambat sintesis
hormon tiroid.
b) PTU lebih sedikit melewati plasenta dibandingkan metimazol karena PTU mempunyai
ikatan protein yang kuat dan sukar larut dalam air.
Selain itu terdapat bukti bahwa metimazol dapat menimbulkan aplasia cutis pada bayi.
Oleh karena itu, PTU merupakan obat pilihan pada pengobatan hipertiroidisme dalam
13
kehamilan. Pada awal kehamilan sebelum terbentuknya plasenta, dosis PTU dapat diberikan
seperti pada keadaan tidak hamil, dimulai dari dosis 100 sampai 150 mg setiap 8 jam. Setelah
keadaan terkontrol yang ditunjukkan dengan perbaikan klinis dan penurunan kadar T4 serum,
dosis hendaknya diturunkan sampai 50 mg 4 kali sehari. Bila sudah tercapai keadaan eutiroid,
dosis PTU diberikan 150 mg per hari dan setelah 3 minggu diberikan 50 mg 2 kali sehari.
Pemeriksaan kadar T4 serum hendaknya dilakukan setiap bulan untuk memantau perjalanan
penyakit dan respons pengobatan. Pada trimester kedua dan ketiga, dosis PTU sebaiknya
diturunkan serendah mungkin. Dosis PTU dibawah 300 mg per hari diyakini tidak
menimbulkan gangguan faal tiroid neonatus. Bahkan hasil penelitian Cheron menunjukkan
bahwa dari 11 neonatus hanya 1 yang mengalami hipotiroidisme setelah pemberian 400 mg
PTU perhari pada ibu hamil hipertiroidisme. Namun keadaan hipertiroidisme maternal ringan
masih dapat ditolerir oleh janin daripada keadaan hipotiroidisme. Oleh karena itu kadar T4
dan T3 serum hendaknya dipertahankan pada batas normal tertinggi.
Selama trimester ketiga dapat terjadi penurunan kadar TSAb secara spontan, sehingga
penurunan dosis PTU tidak menyebabkan eksaserbasi hipertiroidisme. Bahkan pada
kebanyakan pasien dapat terjadi remisi selama trimester ketiga, sehingga kadang-kadang
tidak diperlukan pemberian obat-obat anti tiroid. Namun Zakarija dan McKenzie menyatakan
bahwa walaupun terjadi penurunan kadar TSAb selama trimester ketiga, hal ini masih dapat
menimbulkan hipertiroidisme pada janin dan neonatus. Oleh karena itu dianjurkan untuk
tetap meneruskan pemberian PTU dosis rendah (100-200 mg perhari). Dengan dosis ini
diharapkan dapat memberikan perlindungan terhadap neonatus dari keadaan hipertiroidisme.
Biasanya janin mengalami hipertiroidisme selama kehidupan intra uterin karena ibu
hamil yang hipertiroidisme tidak mendapat pengobatan atau mendapat pengobatan anti tiroid
yang tidak adekuat. Bila keadaan hipertiroidisme masih belum dapat dikontrol dengan
panduan pengobatan diatas, dosis PTU dapat dinaikkan sampai 600 mg perhari dan diberikan
lebih sering, misalnya setiap 4 – 6 jam. Alasan mengapa PTU masih dapat diberikan dengan
dosis tinggi ini berdasarkan hasil penelitian Gardner dan kawan-kawan bahwa kadar PTU
didalam serum pada trimester terakhir masih lebih rendah dibandingkan kadarnya post
partum. Namun dosis diatas 600 mg perhari tidak dianjurkan.
Pemberian obat-obat anti tiroid pada masa menyusui dapat pula mempengaruhi faal
kelenjar tiroid neonatus. Metimazol dapat dengan mudah melewati ASI sedangkan PTU lebih
sukar. Oleh karena itu metimazol tidak dianjurkan pada wanita yang sedang menyusui.
Setelah pemberian 40 mg metimazol, sebanyak 70 ug melewati ASI dan sudah dapat
mempengaruhi faal tiroid neonatus. Sebaliknya hanya 100 ug PTU yang melewati ASI
14
setelah pemberian dosis 400 mg dan dengan dosis ini tidak menyebabkan gangguan faal
tiroid neonatus. Menurut Lamberg dan kawan-kawan, PTU masih dapat diberikan pada masa
menyusui asalkan dosisnya tidak melebihi 150 mg perhari. Selain itu perlu dilakukan
pengawasan yang ketat terhadap faal tiroid neonatus.
2. Tindakan Operatif
Tiroidektomi subtotal pada wanita hamil sebaiknya ditunda sampai akhir trimester
pertama karena dikawatirkan akan meningkatkan risiko abortus spontan. Lagipula tindakan
operatif menimbulkan masalah tersendiri, antara lain :
a) Mempunyai risiko yang tinggi karena dapat terjadi komplikasi fatal akibat pengaruh obat-
obat anestesi baik terhadap ibu maupun janin.
b) Dapat terjadi komplikasi pembedahan berupa paralisis nervus laryngeus,
hipoparatiroidisme dan hipotiroidisme yang sukar diatasi.
c) Tindakan operatif dapat mencetuskan terjadinya krisis tiroid.
Pembedahan hanya dilakukan terhadap mereka yang hipersensitif terhadap obat-obat
anti tiroid atau bila obat-obat tersebut tidak efektif dalam mengontrol keadaan
hipertiroidisme serta apabila terjadi gangguan mekanik akibat penekanan struma. Sebelum
dilakukan tindakan operatif, keadaan hipertiroisme harus dikendalikan terlebih dahulu
dengan obat-obat anti tiroid untuk menghindari terjadinya krisis tiroid. Setelah operasi,
pasien hendaknya diawasi secara ketat terhadap kemungkinan terjadinya hipotiroidisme. Bila
ditemukan tanda-tanda hipotiroidisme, dianjurkan untuk diberikan suplementasi hormon
tiroid.
H. KB UNTUK PENDERITA KRISIS TIROID
1. Kb Susuk (Norplant)
Menurut Weiner dan Victor² senyawa aktif dari Norplant adalah Levonorgestrel suatu
preparat potent progesterone. Kemasannya berbentuk kapsul kecil yang mengandung 36 mg
levonorgestrel yang dapat diimplantasikan di bawah kulit untuk masa 5 tahun. Dari
implantasi ini setiap hari akan dilepaskan 80 mcg levogestrel. (Weiner R, Victor A:1976)
Dan menurut penelitian Zainal Arifin Nang Agus, bagian biokimia Fakultas
Kedokteran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, alat kotrasepsi ini menimbulkan gangguan
awal fungsi tiroid dalam penggunaan jangka panjang, sehingga alat kotrasepsi ini masih
BELUM COCOK untuk penderita kelainan tiroid.(Zainal Arifin Nang Agus: 1996)
15
2. KB PIL
Saat ini pil KB mengandung kedua macam hormon dalam kadar yang sangat rendah,
sehingga dinamakan “low dose combined oral contraceptivesâ€. Ada dua macam paket pil
KB. Beberapa merek mempunyai kemasan 28 pil , yang terdiri dari 21 pil “aktif†yang�
berisi hormon diikuti oleh 7 pil berbeda warna yang tidak mengandung hormon sebagai pil
pelengkap (â€reminder pilâ€) supaya mudah mengingat waktu menelannya. Kemasan lainnya� �
hanya terdiri dari 21 pil aktif , tanpa pil pelengkap. Wanita dalam kondisi kelainan tiroid pada
umumnya DAPAT memakai pil kb. (Dr.dr.Sofie Rifayani Krisnadi, SpOG.KFM:2007)
3. Kondom
KB kondom biasanya jarang untuk digunakan dalam hubungan suami istri karena
ketidak nyamanan penggunaan nya. Tapi alat kontrasepsi ini sangat sedikit sekali efek
samping nya. alat kotrasepsi ini bisa digunakan tanpa mempengaruhi hormone sehingga
SANGAT AMAN bila digunakan untuk wanita dengan kelainan tiroid.
BAB III
KESIMPULAN
1. Hipertiroidisme dalam kehamilan lebih sering disebabkan oleh penyakit Grave yang
merupakan penyakit otoimun.
2. Diagnosis hipertiroidisme dalam kehamilan secara klinis sulit ditegakkan, oleh karena itu
perlu dibantu dengan pemeriksaan laboratorium penunjang.
16
3. Pemeriksaan laboratorium yang paling ideal adalah pemeriksaan fT4I, karena tidak
dipengaruhi oleh proses kehamilan.
4. Prioritas penatalaksanaan hipertiroidisme dalam kehamilan adalah dengan pemberian obat
obat anti tiroid dan PTU merupakan obat pilihan yang paling aman.
5. Propranolol dan preparat yodida hanya diberikan sebagai tambahan pada keadaan
hiperdinamik dan hipermetabolik yang berat dan tidak boleh diberikan lebih dari 1
minggu.
6. Tindakan operatif hanya dilakukan pada keadaan-keadaan :
a. Hipersensitif terhadap obat-obat anti tiroid
b. Obat anti tiroid tidak efektif dalam mengendalikan keadaan hipertiroidismenya
c. Terjadi gangguan mekanik akibat penekanan struma
7. Tindakan operatif sebaiknya ditunda sampai akhir trimester pertama.
8. Terapi dengan yodium radioaktif merupakan kontraindikasi pada wanita hamil karena
dapat menimbulkan hipotiroidisme permanen pada janin.
Prevalensi hipertiroid dengan kehamilan diperkirakan 0,2%. Apabila hipertiroid tidak
terkendali, dapat terjadi komplikasi seperti lahir prematur, lahir mati, bahkan pada ibu dapat
terjadi krisis tiroid. Penyebab hipertiroid pada wanita usia subur pada umumnya adalah
penyakit Graves. Penderita dengan hipertiroid Graves mempunyai kecenderungan untuk
remisi pada akhir kehamilan, dan eksaserbasi setelah persalinan, terutama pada enam bulan
pertama. (Diagnosis dan pengobatan hipertiroid selama hamil biasanya sulit). Selama hamil,
wanita hamil yang normal sering memberikan keluhan dan gejala yang mirip pada keadaan
hipertiroid. Oleh karena itu diagnosis hipertiroid dengan kehamilan membutuhkan
pemeriksaan laboratorium fungsi tiroid seperti kadar FT4 dan TSH. Pilihan pengobatan pada
hipertiroid dengan kehamilan ialah pemakaian obat antitiroid seperti propiltiourasil dan
karbimazol (NeoMercazole). Dosis obat antitiroid harus diberikan dalam jumlah kecil untuk
mencegah terjadinya hipotiroid pada neonatus. Selama pengobatan, fungsi tiroid harus
dipantau lebih sering yaitu setiap empat-delapan minggu. Tiroidektomi subtotal hanya
dilakukan pada mereka yang tidak berhasil dengan obat antitiroid, misalnya allergi obat.
17
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Klein RZ, Haddow JE, Faix JD, Brown RS, Hermos RJ, Pulkkinen A, et al. Prevalence
of thyroid deficiency in pregnant women. Clin Endocrinol (Oxf) 1991;35(1):41–6
2. Weiner R, Victor A. Plasma level of d-norgestrel after oral administration.
Contraception 1976; 14: 563-70
18
3. Allan WC, Haddow JE, Palomaki GE, Williams JR, Mitchell ML, Hermos RJ, et al.
Maternal thyroid deficiency and pregnancy complications: implications for population
screening. J Med Screen 2000;7(3):127–30.
4. Abalovich M, Amino N, Barbour LA, Cobin RH, De Groot LJ, Glinoer D.
Management of thyroid dysfunction during pregnancy and postpartum: an Endocrine
Society Clinical Practice Guideline. J Clin Endocrinol Metab. Aug 2007;92(8
Suppl):S1-47.
5. Glinoer, D., 1998a. The systemic screening and management of hypothyroidism and
hyperthyroidism during pregnancy. Trends Endocrinol. Metab., 9: 403-403.
6. Glinoer, D., 1998b. Thyroid hyperfunction during pregnancy. Thyroid, 8: 859-864.
7. Glinoer, D., 1999. What happens to the normal thyroid during pregnancy. Thyroid, 9:
631-635.
8. Glinoer, D., 2000. Thyroid immunity, thyroid dysfunction and the risk of miscarriage.
Am. J. Reprod. Immunol., 43: 202-203
9. Glinoer, D., 2004. Increased TBG during pregnancy and increased hormonal
requirements. Thyroid, 14: 479-480.
10. Netto, S., C. Medina, Coeli, E. Micmacher and S.M. da Costa, 2004. Thyroid
authoimmunity is arisk factor for miscarage. Am. J. Reprod. Immunol., 52: 312-312.
11. Nang Agus, Zainal Arifin, 1996, Berkata Ilmu Kedokteran, vol 2B no4, Yogyakarta:
1996
12. Krisnadi, SpOG.KFM, Dr.dr.Sofie Rifayani, Artikel Pil KB (Oral Pil, Pil Kombinasi),
Bandung:2007
13.
19
20