refrat sirosis hepatis

37

Click here to load reader

Upload: daynisakusuma

Post on 15-Nov-2015

75 views

Category:

Documents


22 download

DESCRIPTION

interna

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangSirosis hepatis (SH) merupakan konsekuensi dari penyakit hati kronis yang ditandai dengan penggantian jaringan hati oleh fibrosis, jaringan parut dan nodul regeneratif (benjolan yang terjadi sebagai hasil dari sebuah proses regenerasi jaringan yang rusak) akibat nekrosis hepatoseluler, yang mengakibatkan penurunan hingga hilangnya fungsi hati (PPHI, 2011). Di negara maju, sirosis hepatis merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada pasien yang berusia 45-46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini.Sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan bagian penyakit dalam. Perawatan di rumah sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna bagian atas, koma peptikum, hepatorenal sindrom, acites, spontaneus bacterial peritonitis, dan hepatosellular carsinoma. Diagnosis klinis SH dibuat berdasarkan kriteria Soedjono dan Soebandiri tahun 1973, yaitu bila ditemukan 5 dari 7 keadaan berikut: eritema palmaris, spider nevi, vena kolateral atau varises esofagus, asites dengan atau tanpa edema, splenomegali, hematemesis dan melena, rasio albumin dan globulin terbalik. Timbulnya komplikasi-komplikasi seperti asites, ensefalopati,varises esofagus menandai terjadinya pergantian dari SH fase kompensasi yang asimtomatik menjadi SH dekompensasi (Vidyani dkk, 2011).Menurut laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, rata-rata prevalensi sirosis hepatis adalah 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat dibangsal penyakit dalam atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat. Di negara-negara maju seperti Inggris Raya dan Amerika Serikat, jumlah kematian akibat SH meningkat setiap tahunnya (PPHI, 2011; WHO, 2000). Di Indonesis menunjukan bahwa pria lebih banyak dari wanita (2,4-5:1), dimana kelompok terbanyak didapati pada dekade kelima. Sedangkan angka kejadian sirosis hepatis dari hasil otopsi sekitar 2,4% di negara barat. Penyebab sirosis hepatis bermacam-macam. Ada penyebab didapat maupun genetik. Di Amerika Serikat alkoholisme kronis dan hepatitis C merupakan penyebab terbanyak dari sirosis hepatis. Sedangkan, di Indonesia penyebab terbanyak dari sirosis hepatis adalah karena virus hepatitis tipe B dan C. Penyebab lain dari sirosis hepatis adalah alkohol, hepatitis virus tipe B, metabolik (Diabetes Melitus), kolestatis kronik intra dan ekstrahepatik, obstruksi vena hepatica, gangguang imunitas, toksin dan obat, malnutrisi, kelemahan jantung kronik yang menyebabkan sirosis kardiak, serta sirosis yang tidak diketahui penyebabnya dan digolongkan dalam kriptogenikPatogenesis sirosis hepatis menunjukan adanya peranan sel stelata (stellate cell), yang berperan dalam keseimbangan matriks ekstraselular dan proses degradasi, jika terpapar faktor tertentu secara terus menerus (mial hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen dan jika terus berlangsung maka jaringan hati normal akan terganti jaringan ikat.Penegakan diagnosis sirosis hati saat ini terdiri atas pemeriksaan fisik, laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosi hepatis.

B. Ruang Lingkup PembahasanDisini penulis akan mencoba menguraikan tentang patofisiologi, dan pendekatan terapi pada sirosis hepatis.

C. Tujuan PenulisanReferat ini disusun sebagai bahan informasi bagi penulis serta para pembaca, khususya kalangan medis, agar dapat lebih memahami tentang patofisiologi dan pendekatan terapi pada sirosis hepatis.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Sirosis HepatisSirosis hepatis adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar, dan seluruh sistem arsitektur hepar mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) di sekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi. Batasan fibrosis sendiri adalah suatu penumpukan berlebihan matriks ekstraseluler (seperti kolagen, glikoprotein, proteoglikan) di dalam hepar. Respon fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat reversibel. Namun pada sebagian besarpasien sirosis, proses fibrosis biasanya irreversibel. Secara histologi sirosis merupakan penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati. Progresi dari kerusakan sel hepar menuju sirosis dapat muncul dalam beberapa minggu sampai dengan bertahun-tahun. Pasien dengan hepatitis C dapat mengalami hepatitis kronik selama 40 tahun sebelum akhirnya menjadi sirosis. Sirosis hati dapat mengganggu sirkulasi sel darah intra hepatik dan pada kasus yang sangat lanjut menyebabkan kegagalan fungsi hati. Secara klinis sirosis hepatis dibedakan menjadi sirosis hepatis kompensata yang berarti belum ada gejala klinis yang nyata dan sirosis hepatis dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas.

B. EpidemiologiCase Fatality Rate (CSDR) sirosis hati laki-laki di Amerika Serikat tahun 2001 sebesar 13,2 per 100.000 dan wanita sebesar 6,2 per 100.000 penduduk. Di Indonesia, kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan kaum wanita. Dari beberapa rumah sakit di kota-kota besar di Indonesia memperlihatkan bahwa penderita pria lebih banyak dari wanita dengan perbandingan antara 1,5-2:1. Hasil penelitian Suyono dkk tahun 2006 di RSUD dr. Moewardi Surakarta menunjukkan pasien sirosis hati laki-laki (71%) lebih banyak dari wanita (29%) dengan kelompok umur 51-60 tahun merupakan kelompok umur yang terbanyak. Penelitian lain melaporkan selama januari-maret 2009 di rumah sakit Koja Jakarta dari 38 penderita sirosis hati, 63,7% laki-laki dan 36,7% wanita, terbanyak (55,3%) adalah kelompok umur 40-60 tahun.

C. EtiologiPenyebab utama sirosis di AS adalah hepatitis C (26%), penyakit hati alkoholik (21%), hepatitis C dan penyakit hati alkoholik (15%), kriptogenik (18%), hepatitis B, yang bersamaan dengan hepatitis D (15%), serta penyebab lain (5%) yang meliputi hepatitis autoimun, sirosis bilier, drug induced liver disease, hemokromatosis, penyakit Wilson, defisiensi alfa-1 antitripsin. Sedangkan di Indonesia penyebab sirosis terutama akibat infeksi virus hepatitis B dan C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan bahwa virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50% dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui, alkohol sebagai penyebab sirosis hati di Indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali karena belum ada datanya. Berikut ini berbagai macam penyebab sirosis hepatis:1. Alkohol.2. Hepatitis virus tipe B.3. Metabolik, misalnya hemokromatosis, penyakit wilson, defisiensi alfa-1 antitripsin, diabetes melitus, glikogenosis tipe IV, galaktosemia, tirosinosis kongenital.4. Kolestasis kronik intrahepatik dan ekstrahepatik.5. Obstruksi vena hepatica misalnya penyakit venooklusif, sindroma budd chiari, perikarditis konstriktiva.6. Gangguan imunitas hepatitis lupoid.7. Toksin dan obat, misalnya metotreksal dan amiodaron.8. Malnutrisi.9. Kelemahan jantung kronik yang menyebabkan sirosis kardiak.10. Sirosis yang tidak diketahui penyebabnya dan digolongkan dalam kroptogenik.

D. KlasifikasiKlasifikasi berbagai jenis sirosis yang hanya didasarkan pada etiologi atau morfologi tidaklah memuaskan. Suatu pola patologik dapat disebabkan oleh berbagai cedera, sementara cedera yang sama dapat menimbulkan beberapa pola morfologik. Bagaimanapun juga, sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan menjadi:1. Etiologia. Virus hepatitis B, D, Cb. Alkoholc. Metabolik (non alkoholik steato hepatitis)d. Kholestatis berkepanjangan baik intra maupun ekstrahepatike. Obstruksi vena Hepatikaf. Gangguan autoimun (hepatitis autoimun)g. Toksin dan obat-obatan (amiodaron dan methotrexate)h. Indian Childhood Cirrhosisi. Cryptogenic2. Morfologia. Ukuran Hati1) Normothropic cirrhosis2) Hyperthropic cirrhosis3) Athropic cirrhosisb. Ukuran Regenerasi1) Granular cirrhosis2) Nodular cirrhosis3) Lobular cirrhosis4) Mixed nodular cirrhosis5) Smooth cirrhosisc. Struktus Jaringan Hati1) Multilobuler2) Monolobuler3) Pseudolobuler4) Tipe campurand. Progresivitas1) Bentuk progresif2) Bentuk inaktife. Bentukan1) Sirosis bentuk lengkap2) Sirosis bentuk tidak lengkap3. Klinisa. Sirosis hati kompensata: pada penderita tidak didapatkan gejala dan tanda yang nyata adanya sirosis hati.b. Sirosis hati dekompensata: pada penderita didapatkan gejala dan tanda sirosis hati yang nyata dan jelas.4. Derajat KeparahanTabel 1. Klasifikasi Derajat Sirosis Hepatis Menurut Criteria Child-Pugh Skor / parameter1 (Ringan)2 (Sedang)3 (Berat)

Bilirubin (mg%) 3,0

Albumin (gr%)>3,53,0 - 3,5< 3,0

Prothrombin time (Quick%)>7040 70< 40

AsitesTidak adaMinimal sedang (+) (++)Mudah dikontrolBanyak (+++)Sukar dikontrol

Hepatic enchephalopathyTidak adaStd 1 dan II (minimal)Std III dan IV (berat/koma)

E. Patogenesis Sirosis HepatisSirosis alkoholik atau disebut sirosis Laennec ditandai oleh pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel hati yang uniform, dan sedikit nodul degeneratif. Sehingga kadang-kadang disebut sirosis mikronoduler. Sirosis mikronoduler dapat pula diakibatkan oleh cedera hati yang lainnya. Tiga lesi hati utama akibat induksi alkohol adalah perlemakan hati alkoholik, hepatitis alkoholik dan sirosis alkoholik.1. Perlemakan hati alkoholikHati membesar, berwarna kuning, berlemak dan padat. Hepatosit teregang oleh vakuola lemak berbentuk makrovesikel dalam sitoplasma yang mendorong inti hepatosit ke membran sel. Penumpukan lemak ini terjadi akibat kombinasi gangguan oksidasi asam lemak, peningkatan masukan dan esterifikasi asam lemak untuk membentuk trigliserida, dan menurunnya biosintesis dan sekresi lipoprotein.2. Hepatitis alkoholikMekanisme cedera hati alkoholik masih belum pasti. Diperkirakan mekanismenya sebagai berikut:a. Hipoksia sentrilobular, metabolisme asetaldehid etanol menigkatkan konsumsi oksigen lobular, sehingga terjadi hipoksemia relatif dan cedera sel di daerah yang jauh dari aliran darah yang teroksigenasi (misal daerah perisentral)b. Infiltrasi neutrofil, terjadi pelepasan chemoattractant neutrofil oleh hepatosit yang memetabolisme etanol. Cedera jaringan dapat terjadi dari neutrofil dan hepatosit yang melepaskan intermediet oksigen reaktif, protease, dan sitokinc. Formasi acetaldehyde-protein adducts berperan sebagai neoantigen, dan menghasilkan limfosit yang tersensitisasi serta antibodi spesifik yang menyerang hepatosit pembawa antigen inid. Pembentukan radikal bebas oleh jalur alternatif dari metabolisme etanol, disebut sisten yang mengoksidasi enzim mikrosomal.Patogenesis fibrosis alkoholik meliputi banyak sitokin, antara lain faktor nekrosis tumor, interleukin-1, PDGF dan TGF-beta. Asetaldehid kemungkinan mengaktifasi sel stelata tetapi bukan suatu faktor patogenik utama pada fibrosis alkoholik.3. Sirosis alkoholikAkibat masukan alkohol dan destruksi hepatosit yang berkepanjangan, muncul fibroblas di tempat cedera dan merangsang pembentukan kolagen. Di zona periportal dan perisentral muncul septa jaringan ikat seperti jaring yang akhirnya menghubungkan triad portal dengan vena sentralis. Jalinan jaringan ikat halus ini mengelilingi massa kecil sel hati yang masih ada yang lalu mengalami regenerasi dan membentuk nodulus. Walaupun terjadi regenerasi dalam sisa-sisa parenkim, kerusakan sel hati biasanya melebihi perbaikannya. Akibat destruksi hepatosit dan penimbunan kolagen yang berkelanjutan, ukuran hati menciut, tampak berbenjol-benjol (noduler) dan menjadi keras akibat terbentuk sirosis stadium akhir.

F. Manifestasi KlinisBeberapa pasien dengan sirosis hepatis tidak menampakan gejala klinis pada fase awal penyakit. Gejala-gejala yang nampak dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu kegagalan hepar dalam menjalankan fungsi nutrisi serta perubahan struktur dan ukuran hepar yang disebabkan oleh proses fibrotisasi. Menurut sherlock secara klinis sirosis hati dibagi atas dua tipe, yaitu:1. Sirosis kompensta atau sirosis latenGejala klinis yang dapat nampak adalah pireksia ringan, spider vaskular, eritema palmaris atau epitaksis yang tidak dapat dijelaskan, edema pergelangan kaki. Pembesaran hepar dan limpa merupakan tanda diagnosis yang bermanfaat pada sirosis kompensata. Dispepsia flatulen dan salah cerna pagi hari yang samar-samar bisa merupakan gambaran dini dari pasien sirosis alkoholik. Sebagai konfirmasi dapat dilakukan tes biokimia dan jika perlu dapat dilakukan biopsi aspirasi.2. Sirosis dekompensata atau sirosis aktif Gejala-gejala sirosis dekompensata lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta. Biasanya pasien sirosis dekompensata datang dengan asites atau ikterus. Gejala yang tampak adalah kelemahan, atrofi otot dan penurunan berat badan, hilangnya rambut badan, gangguan tidur, demam ringan kontinu (37,50-380C), gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epitaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental meliputi: mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi sampai dengan koma.Pada sirosis terjadi gangguan arsitektur hepar yang mengakibatkan kegagalan sirkulasi dan kegagalan parenkim hepar yang masing-masing memperlihatkan gejala klinis berupa:1. Kegagalan parenkim hepar a. Ikterusb. Komac. Spider nevid. Alopesia pectoralise. Ginekomastiaf. Kerusakan hatig. Rambut pubis rontokh. Eritema palmarisi. Atropi testisj. Kelainan darah (anemia, hematon/mudah terjadi perdarahan)2. Hipertensi portalHipertensi portal terjadi karena adanya kombinasi dari peningkatan aliran balik vena portal dan peningkatan tahanan pada aliran darah portal. Meningkatnya tahanan pada area sinusoidal vascular disebabkan oleh faktor tetap dan faktor dinamis. Dua per tiga dari tahanan vaskuler intrahepatis deisebabkan oleh perubahan menetap pada arsitektur hati. Perubahan tersebut seperti terbentuknya nodul dan produksi kolagen yang teraktivasi oleh sel stellata. Kolagen pada akhirnya berdeposit dalam daerah perisinusoidal.Faktor dinamis yang mempengaruhi tahanan vaskular portal adalah adanya kontraksi dari sel stellata yang berada disisi sel endothelial. Nitric oxide diproduksi oleh endotel untuk mengatur vasodilatasi dan vasokonstriksi. Pada sirosis terjadi penurunan produksi lokal dari nitric oxide sehingga menyebabkan kontraksi sel stellata sehingga terjadi vasokonstriksi dari sinusoid hepar. Hepatic venous pressure gradient (HVPG) merupaka selisih tekanan antara vena portal dan tekanan pada vena cava inferior. Tekanan HVPG diatas 8 mmHg dapat menyebabkan terjadinya asites dan tingginya tekanan portal merupakan salah satu presdiposisi terjadinya peningkatan risiko perdarahan varises esopagus.a. Varises oesophagusb. Splenomegalic. Perubahan sumsum tulangd. Caput medusaee. Asitesf. Collateral vein hemorrhoidg. Kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni)

G. Gambaran LaboratoriumPemeriksaan laboratorium pada sirosis hati meliputi hal-hal berikut : 1. Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun (leukopenia), dan trombositopenia. Bisa dijumpai anemia normokrom normositer, hipokrom normositer, hipokrom mikrositer, atau hipokrom makrositer. Anemia bisa akibat hipersplenisme.2. Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel yang rusak. Namun, tidak meningkat pada sirosis inaktif.3. Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun. Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar globulin merupakan tanda kurangnya daya tahan hati dalam menghadapi stress seperti tindakan operasi.4. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati.5. Masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.6. Pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan ketidakmampuan sel hati membentuk glikogen.7. Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab sirosis hati seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan sebagainya.8. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila ini terus meninggi atau >500-1.000 berarti telah terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya kanker hati primer (hepatoma).

H. DiagnosisDiagnosa yang pasti ditegaskan secara mikroskopis dengan melakukan biopsi hati. Dengan pemeriksaan histopatologi dari sediaan jaringan hati dapat ditentukan keparahan dan kronisitas dari peradangan hatinya, mengetahui penyebab dari penyakit hati kronis, dan mendiagnosis apakah penyakitnya suatu keganasan ataukah hanya penyakit sistemik yang disertai pembesaran hati. Namun, untuk mendiagnosis suatu penyakit selalu dilakukan mulai dari anamnesis hingga pemeriksaan penunjang. Anamnesis dilakukan untuk mengetahui riwayat penyakit. Keterangan yang mungkin didapatkan antara lain adalah lesu dan berat badan yang turun, anoreksia-dispepsia, nyeri perut, sebah, ikterus (BAK coklat dan mata kekuningan), perdarahan gusi, perut membuncit, libido menurun, konsumsi alkohol, riwayat kesehatan yang lalu (sakit kuning), riwayat muntah darah dan feses kehitaman. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendapatkan tanda-tanda klinis yang dapat ditemukan pada penderita sirosis hati, antara lain:1. Hati: perkiraan besar hati, biasanya hati membesar pada awal sirosis, bila hati mengecil artinya, prognosis kurang baik. Besar hati normal selebar telapak tangannya sendiri (7-10 cm). Pada sirosis hati, konsistensi hati biasanya kenyal/firm, pinggir hati biasanya tumpul dan ada sakit pada perabaan hati.2. Limpa:pembesaran limpa diukur dengan 2 cara:a. Schuffner : hati membesar ke medial dan kebawah menuju umbilikus (SI-IV) dan dari umbilikus ke SIAS kanan (SV-VIII).b. Hacket: bila limpa membesar ke arah bawah saja (HI-V).3. Perut dan ekstra abdomen: pada perut diperhatikan vena kolateral dan ascites.4. Manifestasi diluar perut: perhatikan adanya spider nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae, dan tubuh bagian bawah. Perlu diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia, dan atrofi testis pada pria. Bisa juga dijumpai hemoroid. Pemeriksaan penunjang lainnya :1. Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi hepertensi portal.2. Esofagoskopi : dapat dilihat varises esofagus sebagai komplikasi sirosis hati/hipertensi portal. Kelebihan endoskopi ialah dapat melihat langsung sumber perdarahan varises esofagus, tanda-tanda yang mengarah akan kemungkinan terjadinya perdarahan berupa cherry red spot, red whale marking, kemungkinan perdarahan yang lebih besar akan terjadi bila dijumpai tanda diffus redness. Selain tanda tersebut, dapat dievaluasi besar dan panjang varises serta kemungkinan terjadi perdarahan yang lebih besar.3. Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai alat pemeriksaa rutin pada penyakit hati. Diperlukan pengalaman seorang sonografis karena banyak faktor subyektif. Yang dilihat pinggir hati, pembesaran, permukaan, homogenitas, asites, splenomegali, gambaran vena hepatika, vena porta, pelebaran saluran empedu/HBD, daerah hipo atau hiperekoik atau adanya SOL (Space Occupying Lesion). Sonografi bisa mendukung diagnosis sirosis hati terutama stadium dekompensata, hepatoma/tumor, ikterus obstruktif batu kandung empedu dan saluran empedu, dll.4. Sidikan hati : radionukleid yang disuntikkan secara intravena akan diambil oleh parenkim hati, sel retikuloendotel dan limpa. Bisa dilihat besar dan bentuk hati, limpa, kelainan tumor hati, kista, filling defek. Pada sirosis hati dan kelainan difus parenkim terlihat pengambilan radionukleid secara bertumpuk-tumpuk (patchty) dan difus.5. Tomografi komputerisasi : walaupun mahal sangat berguna untuk mendiagnosis kelainan fokal, seperti tumor atau kista hidatid. Juga dapat dilihat besar, bentuk dan homogenitas hati.6. Endoscopic retrograde chlangiopancreatography (E R C P) : digunakan untuk menyingkirkan adanya obstruksi ekstrahepatik.7. Angiografi : angiografi selektif, selia gastrik atau splenotofografi terutama pengukuran tekanan vena porta. Pada beberapa kasus, prosedur ini sangat berguna untuk melihat keadaan sirkulasi portal sebelum operasi pintas dan mendeteksi tumor atau kista.Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan cairan asites dengan melakukan pungsi asites. Bisa dijumpai tanda-tanda infeksi (peritonitis bakterial spontan), sel tumor, perdarahan dan eksudat, dilakukan pemeriksaan mikroskopis, kultur cairan dan pemeriksaan kadar protein, amilase dan lipase.

I. Komplikasi Sirosis1. Edema dan ascites Ketika sirosis hati menjadi parah, sinyal-sinyal dikirim ke ginjal untuk menahan garam dan air di dalam tubuh. Kelebihan garam dan air pertama-tama berakumulasi dalam jaringan di bawah kulit pergelangan karena efek gaya berat ketika berdiri atau duduk. Akumulasi cairan ini disebut edema atau pitting edema. Pitting edema merujuk pada fakta bahwa jika menekan menggunakan ujung jari dengan kuat pada suatu pergelangan atau kaki dengan edema akan menyebabkan suatu lekukan pada kulit yang berlangsung untuk beberapa waktu tertentu setelah tekanan pada daerah tersebut dihilangkan. Sebenarnya, tipe dari tekanan apa saja, seperti dari pita elastis kaos kaki, mungkin cukup untuk menyebabkan pitting). Pembengkakan seringkali memburuk pada saat setelah berdiri atau duduk dan mungkin berkurang dalam semalam sebagai suatu akibat dari kehilangan efek gravitasi ketika berbaring. Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak garam dan air yang tertahan, cairan juga mungkin berakumulasi dalam rongga perut antara dinding perut dan organ-organ perut. Akumulasi cairan ini (disebut ascites) menyebabkan pembengkakan perut, ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang meningkat.2. Spontaneous bacterial peritonitis (SBP) Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna untuk bakteri-bakteri berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung suatu jumlah yang sangat kecil cairan yang mampu melawan infeksi dengan baik, dan bakteri-bakteri yang masuk ke perut (biasanya dari usus) dibunuh atau menemukan jalan mereka ke dalam vena portal dan ke hati dimana mereka akan dibunuh. Pada sirosis, cairan yang mengumpul di dalam perut tidak mampu untuk melawan infeksi secara normal. Sebagai tambahan, lebih banyak bakteri-bakteri menemukan jalan mereka dari usus k edalam ascites. Oleh karenanya, infeksi di dalam perut dan ascites, dirujuk sebagai spontaneous bacterial peritonitis atau SBP. SBP adalah suatu komplikasi yang mengancam nyawa. Beberapa pasien dengan SBP tidak mempunyai gejala-gejala, dimana yang lainnya mempunyai demam, kedinginan, sakit perut dan kelembutan perut, diare, dan memburuknya ascites.3. Perdarahan dari Varices Esofagus (esophageal varices) Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang kembali ke jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi portal). Ketika tekanan dalam vena portal menjadi cukup tinggi, ia menyebabkan darah mengalir di sekitar hati melalui vena-vena dengan tekanan yang lebih rendah untuk mencapai jantung. Vena-vena yang paling umum yang dilalui darah untuk membypass hati adalah vena-vena yang melapisi bagian bawah dari kerongkongan (esophagus) dan bagian atas dari lambung.Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan tekanan yang diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah dan lambung bagian atas mengembang dan mereka dirujuk sebagai esophageal dan gastric varices; lebih tinggi tekanan portal, lebih besar varices-varices dan lebih mungkin seorang pasien mendapat perdarahan dari varices-varices ke dalam kerongkongan (esophagus) atau lambung.Perdarahan dari varices-varices biasanya adalah parah/berat dan, tanpa perawatan segera, dapat menjadi fatal. Gejala-gejala dari perdarahan varices-varices termasuk muntah darah (muntahan dapat berupa darah merah bercampur dengan gumpalan-gumpalan atau "coffee grounds" dalam penampilannya, yang belakangan disebabkan oleh efek dari asam pada darah), mengeluarkan tinja/feces yang hitam dan bersifat ter disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam darah ketika ia melewati usus (melena), dan kepeningan orthostatic (orthostatic dizziness) atau membuat pingsan (disebabkan oleh suatu kemerosotan dalam tekanan darah terutama ketika berdiri dari suatu posisi berbaring).Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk dimana saja di dalam usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini adalah jarang. Untuk sebab-sebab yang belum diketahui, pasien-pasien yang diopname karena perdarahan yang secara aktif dari varices-varices kerongkongan mempunyai suatu risiko yang tinggi mengembangkan spontaneous bacterial peritonitis.4. Hepatic encephalopathy Beberapa protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan dan penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir dalam usus.Ketika menggunakan protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, bakteri-bakteri membuat unsur-unsur yang mereka lepaskan kedalam usus. Unsur-unsur ini kemudian dapat diserap kedalam tubuh.Beberapa dari unsur-unsur ini, contohnya, ammonia, dapat mempunyai efek-efek beracun pada otak.Biasanya, unsur-unsur beracun ini diangkut dari usus didalam vena portal ke hati dimana mereka dikeluarkan dari darah dan didetoksifikasi (dihliangkan racunnya).Seperti didiskusikan sebelumnya, ketika sirosis hadir, sel-sel hati tidak dapat berfungsi secara normal karena mereka rusak atau karena mereka telah kehilangan hubungan normalnya dengan darah. Sebagai tambahan, beberapa dari darah dalam vena portal membypass hati melalui vena-vena lain. Akibat dari kelainan-kelainan ini adalah bahwa unsur-unsur beracun tidak dapat dikeluarkan oleh sel-sel hati, dan, sebagai gantinya, unsur-unsur beracun berakumulasi dalam darah.Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi dari otak terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic encephalopathy. Tidur waktu siang hari daripada pada malam hari (kebalikkan dari pola tidur yang normal) adalah diantara gejala-gejala paling dini dari hepatic encephalopathy. Gejala-gejala lain termasuk sifat lekas marah, ketidakmampuan untuk konsentrasi atau melakukan perhitungan-perhitungan, kehilangan memori, kebingungan, atau tingkat-tingkat kesadaran yang tertekan. Akhirnya, hepatic encephalopathy yang parah/berat menyebabkan koma dan kematian.Unsur-unsur beracun juga membuat otak-otak dari pasien-pasien dengan sirosis sangat peka pada obat-obat yang disaring dan di-detoksifikasi secara normal oleh hati.Dosis-dosis dari banyak obat-obat yang secara normal di-detoksifikasi oleh hati harus dikurangi untuk mencegah suatu penambahan racun pada sirosis, terutama obat-obat penenang (sedatives) dan obat-obat yang digunakan untuk memajukan tidur.Secara alternatif, obat-obat mungkin digunakan yang tidak perlu di-detoksifikasi atau dihilangkan dari tubuh oleh hati, contohnya, obat-obat yang dihilangkan/dieliminasi oleh ginjal-ginjal.5. Hepatorenal syndrome Pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan hepatorenal syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius dimana fungsi dari ginjal berkurang. Itu adalah suatu persoalan fungsi dalam ginjal, yaitu, tidak ada kerusakan fisik pada ginjal. Sebagai gantinya, fungsi yang berkurang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam cara darah mengalir melalui ginjal. Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagai kegagalan yang progresif dari ginjal untuk membersihkan unsur-unsur dari darah dan menghasilkan jumlah urin yang memadai walaupun beberapa fungsi penting lain dari ginjal, seperti penahanan garam, dipelihara/dipertahankan. Jika fungsi hati membaik atau sebuah hati yang sehat dicangkok kedalam seorang pasien dengan hepatorenal syndrome, ginjal biasanya mulai bekerja secara normal.Ini menyarankan bahwa fungsi yang berkurang dari ginjal adalah akibat dari akumulasi unsur-unsur beracun dalam darah ketika hati gagal.Ada dua tipe dari hepatorenal syndrome. Satu tipe terjadi secara berangsur-angsur melalui waktu berbulan-bulan.Yang lainnya terjadi secara cepat melalui waktu dari satu atau dua minggu.6. Hepatopulmonary syndrome Jarang, beberapa pasien dengan sirosis yang berlanjut dapat mengembangkan hepatopulmonary syndrome. Pasien-pasien ini dapat mengalami kesulitan bernapas karena hormon-hormon tertentu yang dilepas pada sirosis yang telah berlanjut menyebabkan paru-paru berfungsi secara abnormal. Persoalan dasar dalam paru adalah bahwa tidak cukup darah mengalir melalui pembuluh darah kecil dalam paru-paru yang berhubungan dengan alveoli (kantung-kantung udara) dari paru-paru. Darah yang mengalir melalui paru-paru dilangsir sekitar alveoli dan tidak dapat mengambil cukup oksigen dari udara didalam alveoli.Sebagai akibatnya pasien mengalami sesak napas, terutama dengan pengerahan tenaga.7. Hypersplenism Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan (filter) untuk mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel darah putih, dan platelet-platelet (partikel-partikel kecil yang penting uktuk pembekuan darah) yang lebih tua. Darah yang mengalir dari limpa bergabung dengan darah dalam vena portal dari usus. Ketika tekanan dalam vena portal naik pada sirosis, bertambah menghalangi aliran darah dari limpa. Darah tersendat dan berakumulasi dalam limpa, dan limpa membengkak dalam ukurannya, suatu kondisi yang dirujuk sebagai splenomegaly. Adakalanya, limpa begitu bengkaknya sehingga menyebabkan sakit perut.Ketika limpa membesar, menyaring keluar lebih banyak dan lebih banyak sel-sel darah dan platelet-platelet hingga jumlah dalam darah berkurang. Hypersplenism adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi ini, dan itu behubungan dengan suatu jumlah sel darah merah yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih yang rendah (leucopenia), dan/atau suatu jumlah platelet yang rendah (thrombocytopenia). Anemia dapat menyebabkan kelemahan, leucopenia dapat menjurus pada infeksi-infeksi, dan thrombocytopenia dapat mengganggu pembekuan darah dan berakibat pada perdarahan yang diperpanjang (lama).8. Kanker Hati (Hepatocellular Carcinoma) Sirosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja meningkatkan risiko kanker hati utama/primer (hepatocellular carcinoma). Utama (primer) merujuk pada fakta bahwa tumor berasal dari hati. Suatu kanker hati sekunder adalah satu yang berasal dari mana saja didalam tubuh dan menyebar (metastasizes) ke hati.

J. Pendekatan TerapiPada penderita sirosis hepatis dekompensata, terapi yang terbaik adalah dengan melakukan transplatasi hati. Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa:1. Simtomatis2. Supportif, yaitu:a. Istirahat yang cukupb. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang, misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin.c. Pengobatan berdasarkan etiologiMisalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi pada pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti kombinasi IFN dengan ribavirin,terapi induksi IFN, terapi dosis IFN tiap hari.3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi seperti:a. AsitesDapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas:1) Istirahat2) Diet rendah garam Asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus dirawat.3) DiuretikPemberian diuretik hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretik adalah hipokalemia dan hal ini dapat mencetuskan encepalophaty hepatic, maka pilihan utama diuretik adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan dengan furosemid.4) Terapi lain Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan konservatif. Pada keadaan demikian pilihan kita adalah parasintesis. Mengenai parasintesis cairan asites dapat dilakukan 5-10 liter/hari, dengan catatan harus dilakukan infus albumin sebanyak 6-8 gr/l cairan asites yang dikeluarkan. Ternyata parasintesa dapat menurunkan masa opname pasien. Prosedur ini tidak dianjurkan pada Childs C, Protrombin < 40%, serum bilirubin > dari 10 mg/dl, trombosit < 40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin < 10 mmol/24 jam.b. Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP)Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan parasintese. Tipe yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati dengan asites, sekitar 20% kasus. Keadaan ini lebih sering terjadi pada sirosis hati stadium kompesata yang berat. Pada kebanyakan kasus penyakit ini timbul selama masa rawatan. Infeksi umumnya terjadi secara Blood Borne dan 90% Monomicroba. Pada sirosis hati terjadi permiabilitas usus menurun dan mikroba ini berasal dari usus. Pengobatan SBP dengan memberikan sefalosporin Generasi III (Cefotaxime), secara parental selama lima hari, atau quinolon secara oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat diberikan Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3 minggu.c. Hepatorenal SyndromeSindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik yang berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan elekterolit, perdarahan dan infeksi. Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa restriksi cairan, garam, potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan yang nefrotoxic. Manitol tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan Asidosis intraseluler. Diuretik dengan dosis yang tinggi juga tidak bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan dan syok.d. Perdarahan karena pecahnya Varises EsofagusKasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering dinomorduakan, namun yang paling penting adalah penanganannya lebih dulu. Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi sampai keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan:1) Pasien diistirahatkan dan dpuasakan2) Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi3) Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali kegunaannya yaitu untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan, evaluasi darah.4) Pemberian obat-obatan berupa antasida, ARH2, Antifibrinolitik, Vitamin K, Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin5) Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka menghentikan perdarahan misalnya Pemasangan Ballon Tamponade dan Tindakan Skleroterapi/Ligasi atau Oesophageal Transection.e. Ensefalopati HepatikSuatu sindrome neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita penyakit hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan kepribadian, gelisah sampai ke pre koma dan koma. Pada umumnya enselopati Hepatik pada sirosis hati disebabkan adanya faktor pencetus, antara lain : infeksi, perdarahan gastro intestinal, obat-obat yang hepatotoxic.Prinsip penggunaan ada 3 sasaran :1) Mengenali dan mengobati factor pencetus2) Intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta toxin-toxin yang berasal dari usus dengan jalan :a) Diet rendah proteinb) Pemberian antibiotik (neomisin)c) Pemberian lactulose/ lactikol3) Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter (Bromocriptin, flumazemil)

K. PrognosisPrognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. Klasifikasi Child-Pugh, juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan encefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri Child A, B, dan C. Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A, B, dan C berturut-turut 100, 80 dan 45%.

DAFTAR PUSTAKA

Arroyo V. Pathophysiology, Diagnosis And Treatment Of Ascites In Cirrhosis. http://mse.mef.hr/msedb/slike/p06030201_1/dir429/pdf0.pdf. 2010.

David C W. Cirrhosis. Medscape. http://emedicine.medscape.com. 2007

Isselbacher et al. 2000. Penyakit Hati yang Berkaitan dengan Alkohol dan Sirosis. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13, Volume 4, diterjemahkan oleh Ahmad H. Asdie. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. P. 1665-77.

Jefferey A Gunter, MD. Cirrhosis. http://www.emedicinehealth.com/cirrhosis/article_em.htm#Cirrhosis%20Overview. 2005.

Nicholson JP, MR Wolmarans, and GR Park. The Role of Albumin in Critical Illnes. British Journal of Anaesthesia. 2000.85 (4) : 599 610.

Nurjanah S. Sirosis Hati, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid I. Editor Sudoyo AW, Setitohadi B, Alwi I. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2007.

Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI). 2010. Sirosis Hepatis. Available on http://pphi-online.org/

Sacher R.A. and Mcpherson R.A. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta : EGC. 2004. pp : 373.

Sanchez W and Talwalkar JA. Liver Cirrhosis, The American College of Gastroenterology. 2008. P : 301-263.

Setiawan, Poernomo Boedi, dkk. 2007. Sirosis Hati dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga University Press. P. 129-36.

Sutadi, Sri Maryani. 2003. Sirosis Hepatitis. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara : USU digital library.

Throop. Article: Albumin in Health and Disease, Protein Metabolism and Function. Columbia : University of Missouri-Columbia.2004. Pp : 932-938.

Vidyani Ami, Denny Vianto. 2011. Faktor risiko terkait perdarahan varises esofagus berulang pada penderita sirosis hati. Jurnal Penyakit Dalam 12(3): 56-6211