rehabilitasi psikososial terhadap orang...
TRANSCRIPT
REHABILITASI PSIKOSOSIAL TERHADAP ORANG
DENGAN GANGGUAN JIWA (ODGJ) DI PANTI
SOSIAL BINA LARAS HARAPAN SENTOSA 3
JAKARTA BARAT
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Sosial (S.Sos)
Disusun Oleh:
ICHSAN KURNIA
NIM: 1113054100029
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU
KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H / 2020 M
i
ii
iii
iv
ABSTRAK
Ichsan Kurnia
Rehabilitasi Psikososial Terhadap Orang Dengan Gangguan
Jiwa (ODGJ) di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3
Jakarta Barat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
proses rehabilitasi psikososial yang diberikan di Panti Sosial
Bina Laras Harapan Sentosa 3. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif yang bersifat deskriptif yaitu peneliti
mengumpulkan data, menyusun, mengklarifikasi dan
menganalisa. Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh
peneliti adalah secara triangulasi (gabungan), analisis data
bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna dari pada generalisasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Rehabilitasi
Psikososial di lakukan dengan baik sesuai dengan program-
program yang dilakukan oleh panti, sesuai juga dengan hasil
wawncara dan observasi yang peneliti lakukan. Kegiataan
Rehabilitasi Psikososial yang dilakukan disini adalah
bercakap-cakap dan kegiatan jalan-jalan disekitaraan panti
yang dimana diselingi dengan berkomunikasi dengan
masyarakat di sekitar panti. Dalam proses penerapannya
pekerja sosial melakukan peran tersebut sesuai dengan
tahapan pelayanan yang sudah diatur dalam aturan panti
sosial. Sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Kata Kunci : Rehabilitasi Psikososial
v
REHABILITASI PSIKOSOSIAL TERHADAP ORANG
DENGAN GANGGUAN JIWA (ODGJ) DI PANTI
SOSIAL BINA LARAS HARAPAN SENTOSA 3
JAKARTA BARAT
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
ICHSAN KURNIA
NIM: 1113054100029
Dibawah Bimbingan
Lisma Dyawati Fuaida, M.Si.
NIP : 198005272007102001
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS
ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS
ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H/ 2020 M
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa
memberikan nikmat yang tak terhingga kepada penulis, juga
memberikan kesehatan sehingga penulis mendapatkan
kemudahan dalam menyelesaikan tugas akhir dalam kuliah yaitu
skripsi yang berjudul “Rehabilitasi Psikososial Terhadap Orang
Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Panti Sosial Bina Lara
Harapan Sentosa 3 Jakarta Barat”. Shalawat serta salam selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya,
para sahabat, tabi‟in dan umat islam.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak
kekurangan, baik dari segi isi maupun teknik penulisan, sekalipun
penulis sudah berusaha untuk menyusun skripsi ini sebaik
mungkin. Karena sesungguhnya kesempurnaan hanya milik Allah
SWT.
Pada kesempatan ini penulis akan menyampaikan rasa terima
kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan,
motivasi, dan arahan serta saran terhadap penulis sehingga
penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini. Dengan
segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada:
1. Dr. Suparto, M.Ed, Ph.D sebagai Dekan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, serta segenap jajaran Dekanat Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
vii
2. Ahmad Zaky, M.Si sebagai ketua Program Studi
Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hj.
Nunung Khoriyah, MA selaku sekretaris Program Studi
Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si Dosen Pembimbing
Skripsi yang telah membantu membimbing dan
memberikan masukan serta support dalam menyelesaikan
skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan
dan keikhlasan yang telah beliau curahkan.
4. Seluruh Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu
pengetahuan, pengajaran, dan bimbingan selama penulis
menjalani perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Kedua Orang tuaku, Ayahanda Tarmin dan Almarhumah
Ibunda Ani yang senantiasa mendo’akan, memberikan
dukungan tenaga dan semangat setiap harinya sehingga
penulis termotivasi untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Untuk Guruku, Ustadz H. Endang Husna Hadiawan yang
senantiasa memberikan dukungan dan do’a sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Segenap pihak Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3
Jakarta Barat yang sudah mengizinkan penulis untuk
melakukan penelitian serta telah berpartisipasi untuk
membantu penulis dalam pengumpulan informasi untuk
penyelesaian skripsi ini.
viii
8. Kakuku tercinta Iqbal Priyadi dan Sefty Fadriyah yang
selalu memberikan dukungan dan kasih sayang kepada
penulis.
9. Eko Radityo, Ari Herlangga, Erby Eko, dan Lisda Nur
Asiah, yang merupakan sahabat terbaik yang selalu
memberikan support, kritik dan masukan kepada penulis.
Serta meluangkan waktunya untuk menghibur penulis
dikala jenuh dalam menyelesaikan skripsi.
10. Teman-teman Kesejahteraan Sosial UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2013, yang telah memberikan warna
selama menjalankan perkuliahan dan berjuang bersama-
sama untuk mendapatkan gelar sarjana strata 1.
11. Untuk kawan-kawan The Kubs , yang tidak lain adalah
Radit, Ari, Erby, Nurman, Sahri, Agung, Agik dan
Ridwan. Mereka adalah kawan-kawan selalu menemani
penulis di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Terima kasih atas canda dan tawa, nasehat, dukungan
serta doa kalian untuk proses penyelesaian skripsi penulis.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu
yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi
dan perkuliahan.
Ichsan Kurnia
1113054100029
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................ i
KATA PENGANTAR ........................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................ 1
B. Pembatasan dan Perumusan Maslah ......................... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................. 7
D. Metodologi Penelitian ............................................... 8
E. Tinjauan Pustaka ........................................................ 18
F. Sistematika Penulisan ................................................ 21
BAB II KERANGKA TEORI ................................................ 22
A. Rehabilitasi Psikosial ................................................. 22
1. Pengertian Rehabilitasi Psikosisial ...................... 22
2. Prinsip-prinsip rehabilitasi psikososial ................ 24
3. Faktor- Faktor Psikososial.................................... 25
4. Tahapan Perkembangan Psikososial .................... 27
x
5. Permasalahan Psikososial .................................... 32
B. Gangguan Jiwa ........................................................... 42
1. Definisi Gangguan Jiwa ....................................... 42
2. Faktor Yang Menyebabkan Gagguan Jiwa .......... 42
3. Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa ........................ 45
C. Keranga Berpikir Penelitian ....................................... 49
BAB III GAMBARAN UMUM ........................................... 50
A. Sejarah Singkat........................................................... 50
B. Visi dan Misi .............................................................. 51
C. Struktur Organisas ...................................................... 52
D. Dasar Hukum ............................................................. 53
E. Tahapan Pelayanan Sosial .......................................... 53
F. Tujuan Pelayanan ....................................................... 54
G. Ruang Lingkup Pelayanan ......................................... 55
H. Sasaran dan Kriteria Warga Binaan Sosial ................ 55
I. Sarana Panti Sosial ..................................................... 56
J. Sumber Daya Manusia ............................................... 57
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN .................. 58
A. Data Informan ............................................................ 58
B. Tahapan Pelayanan Sosial .......................................... 59
xi
C. Rehabilitasi Psikososial .............................................. 63
D. Prinsip-prinsip Rehabilitasi Psikososial ..................... 65
BAB V PEMBAHASAN ....................................................... 69
BAB VI Kesimpulan dan Saran ............................................. 76
a. Kesimpulan ................................................................ 76
b. Saran ........................................................................... 77
Daftar Pustaka ........................................................................ 78
Lampiran ............................................................................... 80
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia diciptakan Tuhan dengan kesempurnaan
baik segi jasmani maupun rohani, sehingga manusia
berupaya menjaga kesehatan jasmani maupun rohani agar
sehat sehingga terhindar dari penyakit. Kesehatan
merupakan aset terpenting, oleh karena itu tidak
mengherankan jika manusia yang merasakan sakit akan
terus berusaha berobat demi mendapatkan kesehatannya
kembali.
Menurut WHO (World Health Organization) sehat
adalah keadaan yang sempurna baik fisik, mental, tidak
hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan. Kebalikan
dari sehat adalah sakit atau penyakit. Sakit atau penyakit
adalah suatu penyimpangan yang simtomnya diketahui
melalui diagnosis. Sehat dan sakit adalah keadaan
biopsikososial yang menyatu dengan kehidupan
manusia.(Latipun 2005, 8)
2
Sedangkan menurut Undang-Undang Republik
Indonesia No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan
menyatakan bahwa Kesehatan adalah keadaan sejahtera
dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup
produktif secara sosial dan ekonomi. Menurut pengertian
tersebut maka kesehatan harus dilihat sebagai satu
kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental
dan sosial yang berkontribusi membentuk suatu
kemungkinan untuk seseorang produktif dalam kehidupan
sosial dan ekonominya.
Berbicara mengenai kesehatan adalah yang sangat
penting karena kesehatan merupakan elemen yang sangat
penting dalam kehidupan yang sangat dibutuhkan oleh
manusia.
Jika kita mengamati kehidupan ini, semua orang
pasti pernah merasakan sakit. Salah satu penyakit yang
mengganggu kesehatan manusia adalah mengenai
gangguan jiwa. Berbicara mengenai gangguan jiwa
menurut beberapa pandangan orang merupakan hal yang
masih asing terdengar ditelinga, bahkan menurut sebagian
3
orang merupakan sesuatu yang menakutkan jika melihat
orang dengan gangguan jiwa.
Namun hal semacam ini terjadi baik di kota
maupun desa. Gangguan jiwa di daerah perkotaan dan
pedesaan hampir sama, sudah menjadi kepercayaan di
dalam masyarakat bahwa gangguan jiwa bukanlah suatu
penyakit. Melainkan karena dibawa oleh tenaga
supranatural atau karena suatu kutukan, hal inilah yang
akhirnya membawa mereka mencari pertolongan kepada
dukun bahkan sampai melakukan pasung dan lain-lainnya.
Masyarakat sering menyamakan arti ganguan jiwa dengan
gila dan susah mencari obat, sehingga masyarakat
beranggapan bahwa penyakit ini tidak dapat disembuhkan
secara medis.
Fenomena gangguan jiwa pada saat ini mengalami
peningkatan yang sangat signifikan, dan setiap tahun di
berbagai belahan dunia jumlah penderita gangguan jiwa
bertambah. Berdasarkan data dari World Health
Organisasi (WHO), ada sekitar 450 juta orang di dunia
yang mengalami gangguan jiwa. WHO menyatakan
4
setidaknya ada satu dari empat orang didunia mengalami
masalah mental, dan masalah gangguan kesehatan jiwa
yang ada di seluruh dunia sudah menjadi masalah yang
sangat serius.
Berdasarkan hasil penelitian prevalensi (angka
kasakitan) masalah kesehatan jiwa di Indonesia sebesar
6,55%. Angka tersebut tergolong sedang dibandingkan
dengan negara lainnya. Data dari 33 Rumah Sakit Jiwa (
RSJ ) yang ada di seluruh Indonesia menyebutkan hingga
kini jumlah penderita gangguan jiwa berat mencapai 2,5
juta orang.
Penderita gangguan jiwa berat dengan usia di atas
15 tahun di Indonesia mencapai 0,46%. Hal ini berarti
terdapat lebih dari 1 juta jiwa di Indonesia yang
menderita gangguan jiwa berat. Berdasarkan data tersebut
diketahui bahwa 11,6% penduduk Indonesia mengalami
masalah gangguan mental emosional. Sedangkan pada
tahun 2013 jumlah penderita gangguan jiwa mencapai 1,7
juta.
5
Berdasarkan data penelitian di atas menyatakan
bahwa penderita gangguan jiwa dari tahun ketahun
meningkat jumlahnya, baik itu ganguan jiwa ringan,
sedang, maupun berat. Penderita gangguan jia tidak
mengenal usia baik remaja, dewasa bahkan lanjut usia
dapat mengalami masalah gangguan jiwa.
Dalam perkembangannya, sebagian dari
masyarakat sudah mulai menyadari bahwa penyakit ini
bukanlah disebabkan karena kutukan, melainkan oleh
beberapa faktor yang mempengaruhi pikirannya, sehingga
tidak heran jika masyarakat mulai mengakses rumah sakit
sebagai tempat rujukan. Guna mengatasi masalah
gangguan jiwa, bukan hanya dengan penyembuhan secara
fisik melainkan juga butuh penanganan secara preventif,
terapi, serta rehabilitasi.
Salah satu Panti Sosial yang melakukan
rehabilitasi psikososial ialah Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 3 Jakarta Barat. Rehabilitasi psikososial
merujuk lebih khusus pada restorasi fungsi psikologis dan
6
sosial dan paling sering digunakan dalam konteks
penyakit mental. Ini didasarkan pada dua prinsip inti :
• Orang termotivasi untuk mencapai kemandirian dan
kepercayaan diri melalui penguasaan dan kompetensi.
• Orang mampu belajar dan beradaptasi untuk memenuhi
kebutuhan dan mencapai tujuan.
Adapun ruang lingkup pelayanan yang dimiliki Panti Sosial Bina
Laras Sentosa 3, diantaranya: Symptom
Management (Manajemen Gejala), Medication Management
(Manajemen Pengobataan), Basic Conversational
Skills (Keterampilan Percakapan Dasar), Community Re-
integration (Reintegrasi Ke-Masyarakat).
Dengan rehabilitasi psikososial ini dimaksudkan agar
peserta rehabilitasi dapat kembali adaptif bersosialisasi dalam
lingkungan sosialnya. Program rehabilitasi psikososial
merupakan persiapan untuk kembali ke masyarakat (reentry
program). Oleh karena itu mereka perlu dibekali dengan
pendidikan dan keterampilan misalnya berbagai kursus ataupun
rehabilitasi. Dengan demikian diharapkan mereka dapat kembali
secara optimal di lingkungan dengan mengembangkan
kemampuannya dan bisa beradaptasi dengan perubahan di
lingkungan.
7
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk
meneliti dalam sebuah penulisan skripsi dengan judul
“Rehabilitasi Psikososial Terhadap Orang Dengan Gangguan
Jiwa (ODGJ) di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3
Jakarta Barat.”
B. Pembatasan dan Perumusan Maslah
1. Pembatasan Masalah
Dalam Hal Pembatasan Masalah penelitian skripsi ini
untuk lebih menjelaskan dan lebih memberikan arah yang tepat
dalam pembahasan skrispsi ini, penulis membatsi penelitian ini
hanya pada ‘ Rehabilitasi Psikososial Terhadap Orang Dengan
Gangguan Jiwa di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3
Jakarta Barat’.
2. Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini:
a) Bagaimana proses rehabilitasi psikososial yang diberikan
di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3?
b) Bagaimana pengaruh rehabilitasi psikososial terhadap
WBS yang diberikan Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 3?
8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah:
a) Mendeskripsikan proses rehabilitasi psikososial di Panti
Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3.
b) Mendeskripsikan pengaruh yang ada saat rehabilitasi
psikososial yang diberikan oleh Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 3.
2. Manfaat penelitian
a) Manfaat Akademis
Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan diharapkan
penelitian ini dapat menjadi tambahan referensi dan
meningkatkan wawasan akademi dalam bidang kesejahteraan
sosial khususnya yang terkait dengan rehabilitasi psikososial
untuk orang dengan gangguan jiwa.
b) Manfaat Praktis
1) Menginformasikan hasil yang dicapai dari rehabilitasi
psikososial bagiorang dengan gangguan jiwa diPanti
Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3.
9
2) Memberikan pemahaman dan masukan untuk penelitian-
penelitian lebih lanjut dan juga praktisi di lembaga.
D. Metodologi Penelitian
1.Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang saya gunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah metode
penelitian yang berlandaskan pada filsafat post-positivisme.
Filsafat ini sering disebut sebagai paradigma interpretif dan
konstruktif, yang memandang realitas sosial sebagai suatu yang
utuh, kompleks, dinamis, penuh makna, dan hubungan gejala
bersifat interaktif (timbal balik).
Penelitian kualitatif sendiri merupakan penelitian yang
dilakukan pada kondisi alamiah dengan berlandaskan pada
paradigma post-positivisme, yang lebih ditujukan untuk
mengungkap makna dari pandangan subjek yang diteliti untuk
mendapatkan pemahaman tentang fenomena yang diteliti secara
luas, menyeluruh, dan mendalam, bukan ditujukan untuk mencari
generalisasi (Sugiyono: 2009) (Rustanto 2015, 8).
10
2. Sumber Data
Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat
memberikan informasi mengenai data. Berdasarkan sumbernya,
data dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari
subjek penelitian. Data primer dari penelitian ini adalah staff
klinis dan klien dari Panti Sosial Bina Laras Sentosa 3, Jakarta
Barat.
b. Data Sekunder
Data Sekunder yaitu data yang diperoleh sumber-sumber
infomasi baik secara langsung maupun tidak langsung, baik
berupa dokumen, arsip-arsip, memo atau catatan tertulis lainnya
maupun gambar atau benda yang berkaitan dengan penelitian.
Data sekunder ini peneliti dapatkan dari Panti Sosial Bina Laras
Sentosa 3, website Panti Sosial Bina Laras Sentosa 3, media
masa, dan lain-lain.
11
3. Teknik Pemilihan Informan
Menurut Sugiyono, purposive sampling adalah teknik
untuk menentukan sampel penelitian dengan beberapa
pertimbangan tertentu bertujuan agar data yang diperoleh
nantinya bisa lebih representatif. Dalam penelitian ini yang
menjadi subjek penelitian adalah klien dan pekerja sosial yang
ada di Panti Sosial Bina Laras Sentosa 3.
Sedangkan objek penelitian ini adalah rehabilitasi
psikososial untuk orang dengan gangguan jiwa di Panti Sosial
Bina Laras Sentosa 3 Jakarta Barat. Dalam memilih subjek
penelitian ini, penulis menggunakan pengambilan informan
menggunakan purposive sampling yaitu peneliti sudah
mempunyai informan yang dituju untuk membantu melakukan
penelitian ini.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik
purposive sampling yang diberikan keleluasaan kepada peneliti
dalam menyeleksi informan yang sesuai dengan tujuan penelitian,
yang terpenting disini bukanlah jumlah informan, melainkan
potensi diri tiap kasus untuk memberikan pemahaman teoritis
12
yang lebih baik mengenai aspek yang dipelajari.(Nanang Martono
2011)
Purposive sampling juga merupakan teknik penentuan
sampel dengan pertimbangan tertentu. Jadi sebelumnya peneliti
sudah melakukan perencanaan yang menjadi informan dalam
penelitian yang sesuai dengan penelitian ini. Berikut ini jumlah
informan yang terpilih dalam pengumpulan data yang diperlukan
dalam penelitian.
4. Teknik Pengumpulan Data
Adapun untuk pelaksanaan penelitian ini, teknik
pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan cara :
a. Wawancara
Wawancara mendalam (in-dept, intensive
interview). dalam hal ini seharusnya peneliti
mempelajari teknik wawancara agar bisa dilakukan
wawancara secara mendalam. Teknik ini menuntut
peneliti untuk mampu bertanya sebanyak-banyaknya
dengan perolehan jenis data terntentu sehhingga
diperoleh data atau informasi yang rinci.
13
Melakukan wawancara mendalam berarti
menggali informasi atau data sebanyak-banyaknya dari
responden atau informan. Agar informasi yang detail
diperoleh, peneliti hendaknya berusaha mengetahui,
menguasai sebelumnya tentang topik penelitiannya.
Sebelum wawancara peneliti menyiapkan
pedoman wawancara yang berhubungan dengan
keterangan yang ingin digali. Adapun hal yang
diwawancarai adalah seputar proses rehabilitasi
psikososial untuk pasien gangguan jiwa dan hasil yang
didapat setelah melakukan rehabilitasi psikososial.
Dalam hal ini peneliti menggunakan bahasa Indonesia
dalam mewawancarai responden, yaitu para klien, staff
klinis, dan pekerja sosial.
No Nama Jenis
Kelamin
Pekerjaan Waktu
Penelitian
Tempat Penelitian
1. Dwi Pasetyo
Utomo
Laki-laki Pekerja Sosial
30/05/20
Via WhatsApp
2. Netty Rumanti Perempua
n
Pekerja
Sosial
28/05/20
Via WhatsApp
1.1.Data Informan
14
b. Observasi
Dengan teknik ini (termasuk wawancara) peneliti
harus berusaha dapat diterima sebagai warga atau
orang dalam para responden, karena teknik ini
memerlukan hilangnya kecurigaan para subjek
penelitian terhadap kehadiran peneliti.
Observasi, berarti peneliti melihat dan
mendengarkan (termasuk menggunakan tiga indera
yang lain, jika terjadi) apa yang dilakukan dan
dikatakan atau diperbincangkan para responden dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari baik sebelum,
menjelang, ketika dan sesudahnya. Aktivitas yang
diamati terutama yang berkaitan dengan konsep-kunci
penelitian, tanpa melakukan intervensi atau memberi
stimuli pada aktivitas subjek penelitian.
Observasi dilakukan untuk memperoleh data
tentang proses rehabilitasi psikososial untuk orang
dengan gangguan jiwa dan hasil rehabilitasi psikososial
di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3.
15
c. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu yang berbentuk tulisan, gambar, atau karya
monumental dari seseorang. Studi dokumen merupakan
perlengkap dari penggunaan metode observasi dan
wawancara.(Gunawan 2013)
Teknik dokumentasi yang berupa informasi yang
berasal dari catatan penting baik dari lembaga atau
organisasi maupun perorangan.
Peneliti berusaha mengumpulkan, membaca, dan
mempelajari berbagai bentuk data tertulis yang ada
dilapangan serta data-data lain yang didapat dari buku,
majalah, surat kabar, artikel, kliping, dan lain-lain.
5. Tempat dan Waktu Penelitian
a) Tempat Penelitian
Tempat penelitian yang diambil oleh penulis yaitu Panti
Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3.
c) Waktu Penelitian
16
Waktu penelitian yang dilakukan penulis berlangsung
selama enam bulan dimulai dari bulan Januari 2020 sampai bulan
Juni 2020.
6. Analisa Data
Analisis data adalah pencarian atau pelacakan pola-pola.
Analisis data kualitatif adalah pengujian sistematik dari sesuatu
untuk menetapkan bagian- bagiannya, hubungan antar kajian dan
hubungannya terhadap keseluruhan. Artinya, semua analisis
kualitatif akan mencakup penelusuran data, melalui catatan-
catatan (pengamatan lapangan) untuk menemukan pola-pola
budaya yang dikaji oleh penelit.
Penelitian ini dilakukan dengan penelitian kualitatif, data
yang diperoleh melalui wawancara dan pengamatan tersebut
dideskripsikan dalam bentuk uraian. Setelah data terkumpul dan
informasi yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan
penelitian, maka selanjutnya peneliti melaksanakan analisis
terhadap data dan informasi tersebut. Dalam menulis data
tersebut, peneliti menggunakan analisis deskriptif, yaitu
mendeskrpsikan hasil temuan penelitian secara sistematik, faktual
17
dan akurat yang disertai dengan petikan wawancara yang akan
dipaparkan oleh peneliti.
7. Teknik Keabsahan Data
Teknik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini
memiliki kriteria yaitu, Dilakukan dengan membandingkan dan
mengecek baik derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh melalui waktu dan cara yang berbeda dalam metode
kualitatif yang dilakukan dengan membandingkan data hasil
pengamatan dengan hasil wawancara, membandingkan hasil
wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Hasil dari
perbandingan yang diharapkan adalah berupakesamaan atau
alasan-alasan terjadinya perbedaan.(Bungin 2013)
8. Teknik Penulisan
Untuk mempermudah dalam penulisan skripsi ini maka
penulis mengacu pada Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatulah
Jakarta Nomor 507 tahun 2017 tentang Pedoman Penulisan Karya
Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatulah
Jakarta.
18
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan tinjauan pustaka
terhadap beberapa hasil penelitian terdahulu yang berkaitan
dengan permasalahan penelitian. Adapun penelitian tersebut
diantaranya:
a. “Rehabilitasi Sosial Untuk Penyalahgunaan Napza di
Yayasan Karya Peduli Kita Tangerang Selatan” oleh Raudhotul
Firdha, mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah, Program Studi
Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi.
Yang membedakan dengan skripsi peneliti adalah subjek
penelitiannya adalah klien dari Panti Sosial Bina Laras 3.
Sedangkan objek penelitian adalah mengetahui pengaruh
rehabilitasi psikososial yang diberikan Panti Sosial Bina Laras 3.
b. Rehabilitasi Mental Remaja Korban Penyalahgunaan
Narkoba Di Yayasan Madani Mental Health Care Cipinang Besar
Selatan, Jakarta Timur. Disusun oleh Jovendra Aliansyah, jurusan
Bimbingan Penyuluhan Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
19
Yang membedakan dengan skripsi peneliti adalah subjek
penelitiannya adalah klien dari Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 3. Sedangkan objek penelitian adalah mengetahui
proses rehabilitasi psikososial yang diberikan Panti Sosial Bina
Laras 3 untuk pasien gangguan jiwa dan juga pengaruh
rehabilitasi psikososial yang diberikan Panti Sosial Bina Laras
3.
G. Sistematika Penulisan
BAB I: Pendahuluan; pada bab ini peneliti menuliskan
tentang latar belakang masalah,
pembatasan masalah dan perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metodologi penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB II: Kerangka teori; Pada bab ini memuat didalamnya
landasan teori, dan kerangka pemikiran
teoritis. Landasan teori yang digunakan
merupakan teori-teori yang berkaitan
20
dengan Rehabilitasi Psikososial dan
Gangguan Jiwa.
BAB III :Gambaran umum; mendeskripsikan Panti Sosial
Bina Laras Harapan Sentosa 3 terdiri dari
sejarah singkat lembaga, identitas lembaga,
visi dan misi lembaga, program lembaga,
sumber daya manusia, sarana dan
prasarana.
BAB IV : Temuan Analisis; Pada bab ini peneliti
menguraikan analisa hasil penelitian
meliputi gambaran umum objek
penelitian, analisis data dan
pembahasan hasil penelitian tentang
Rehabilitasi Psikososial Terhadap
Pasien Gangguan Jiwa Panti Sosial
Bina Laras Harapan Sentosa 3.
BAB V: Pembahasan; Pada bab ini, peneliti akan
menjelaskan mengenai uraian pembahasan
mengenai permasalahan yang diangkat
21
dalam penelitian ini seperti teori dalam
melakukan penelitian tersebut.
BAB VI: Penutup; Bab terakhir yang menguraikan
tentang kesimpulan dari hasil penelitian
yang telah didapat dan disertakan saran-
saran yang diajukan pihak terkait sebagai
bentuk dari hasil penelitian dalam masalah
ini.
22
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Rehabilitasi Psikosial
1. Pengertian Rehabilitasi Psikosisial
Rehabilitasi Psikososial adalah suatu pelayanan
berupa strategi yang memfasilitasi peluang-peluang yang
ada dalam individu dengan masalah kesehatan jiwa
sehingga bisa berfungsi secara optimal di lingkungan
dengan mengembangkan kemampuannya dan bisa
beradaptasi dengan perubahan di lingkungan. Rehabilitasi
mengacu secara luas pada pemulihan fungsi dan
digunakan secara luas dibidang kesehatan.
Rehabilitasi psikososial merujuk lebih khusus
pada restorasi fungsi psikologis dan sosial dan paling
sering digunakan dalam konteks penyakit mental.(Meehan
2007, 9). Ini didasarkan pada dua prinsip :
• Orang termotivasi untuk mencapai kemandirian dan
kepercayaan diri melalui penguasaan dan kompetensi.
23
• Orang mampu belajar dan beradaptasi untuk memenuhi
kebutuhan dan mencapai tujuan.
Kebutuhan psikososial mencangkup cara
seseorang berfikir dan merasa mengenal dirinya dengan
orang lain, keamanan dirinya dan orang- orang yang
bermakna baginya, hubungan dengan orang lain dan
lingkungan sekitarnya serta pemahaman dan reaksinya
terhadap kejadian-kejadian disekitarnya.(Meinarno 2012,
11)
Psikososial merupakan istilah yang digunakan
untuk menggambarkan hubungan antara kondisi sosial
seseorang dengan kesehatan mental atau emosionalnya
yang melibatkan aspek psikologis dan sosial. Dalam
beberap Sebagai hasil dari identifikasi awalnya dengan
casework, adalah teori psikososial yang paling
diidentifikasikan secara dekat dengan pemikiran
psikoanalitik dan perkembangan selanjutnya dengan
psikologi ego.
Teori psikososial berusaha mempertahankan
identifikasi “orang-dalam-situasi” sementara pada waktu
24
yang sama mengadopsi dari pemikiran psikoanalitik
konsep-konsep tersebut konteks dan strategi-strategi
terapeutik yang sesuai dengan tugas pekerja
sosial.(Greene 2009, 168)
2. Prinsip-prinsip rehabilitasi psikososial
a. Semua orang memiliki kapasitas yang kurang
dimanfaatkan, yang harus dikembangkan
b. Semua orang dapat dilengkapi dengan
keterampilan (sosial, kejuruan, pendidikan,
interpersonal dan lain-lain)
c. Orang-orang memiliki hak dan tanggung jawab
untuk menentukan nasib sendiri
d. Layanan harus disediakan dalam lingkungan yang
dinormalisasi
e. Penilaian kebutuhan dan perawatan berbeda untuk
setiap individu
f. Staf harus memiliki komitmen yang dalam
g. Perawatan diberikan dalam lingkungan yang intim
tanpa perisai profesional dan otoritatif
h. Strategi intervensi krisis telah tersedia
i. Badan dan struktur lingkungan tersedia untuk
memberikan dukungan
25
j. Mengubah lingkungan (mendidik masyarakat dan
menata kembali lingkungan untuk merawat
penderita cacat mental)
k. Tidak ada batasan partisipasi
l. Proses yang berpusat pada pekerjaan
m. Ada penekanan pada model perawatan sosial dari
pada model medis
n. Penekanan pada kekuatan klien dan bukan pada
patologi
o. Penekanan ada di sini dan sekarang dari pada
masalah dari masa lalu.(Meehan 2007, 10)
3. Faktor- Faktor Psikososial
Faktor-faktor psikososial antara lain:(Soetjiningsih 1998,
9)
a. Stimulasi
Stimulasi merupakan hal yang paling penting
dalam tumbuh kembang anak. Anak yang mendapatkan
stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih cepat
berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang/tidak
mendapat stimulasi.
b. Motivasi belajar
Motivasi belajar dapat ditimbulkan sejak dini,
dengan memberikan lingkungan yang kondusif untuk
26
belajar, misalnya adanya sekolah yang tidak terlalu jauh,
buku-buku, suasana yang tenang serta sarana lainnya.
c. Ganjaran ataupun hukuman yang wajar
Kalau anak berbuat benar, maka wajib kita
memberi ganjaran, misalnya pujian, ciuman, belaian,
tepuktangan dan sebagainya. Ganjaran tersebut akan
menimbulkan motivasi yang kuat bagi anak untuk
mengulangi tingkah lakunya.
Sedangkan menghukum dengan cara-cara yang
wajar kalau anak berbuat salah, masih dibenarkan. Yang
penting hukuman harus diberikan secara obyektif, disertai
pengertian dan maksud dari hukuman tersebut, bukan
hukuman untuk melampiaskan kebencian dan kejengkelan
terhadap anak.
Sehingga anak tahu mana yang baik dan yang
tidak baik, akibatnya akan menimbulkan rasa percaya diri
pada anak yang penting untuk perkembangan kepribadian
anak kelak kemudian hari.
d. Cinta dan kasih sayang
Salah satu hak anak adalah hak untuk dicintai dan
dilindungi. Anak memerlukan kasih sayang dan perlakuan
yang adil dari orang tuanya. Agar kelak kemudian hari
menjadi anak yang tidak sombong dan bisa memberikan
kasih sayangnya pula kepada sesamanya.
Sebaliknya kasih sayang yang diberikan secara
berlebihan dan menjurus ke arah memanjakannya, maka
27
akan menghambat bahkan mematikan perkembangan
kepribadian anak.
Akibatnya anak akan menjadi manja, kurang
mandiri, pemboros, sombong dan kurang bisa menerima
kenyataan.
e. Kualitas interaksi anak-orang tua
Interaksi timbal balik antara anak dan orang tua,
akan menimbulkan keakraban dalam keluarga. Anak akan
terbuka terhadap orang tuanya, sehingga komunikasi bisa
dua arah dan segala permasalahan dapat dipecahkan
bersama karena adanya keterdekatan dan kepercayaan
antara orang tua dan anak.
Interaksi tidak ditentukan oleh seberapa lama kita
bersama anak. Tetapi lebih ditentukan oleh kualitas dari
interaksi tersebut yaitu pemahaman terhadap kebutuhan
masing-masing dan upaya optimal untuk memenuhi
kebutuhan tersebut yang dilandasi oleh rasa saling
menyayangi.
4. Tahapan Perkembangan Psikososial
Menurut Erik H. Erickson, fase-face perkembangan
psikososial dibagi dalam beberapa tahapan tertentu, yaitu
sebagai berikut :(Elizabeth B. Hurlock 1997, 25)
a. Kepercayaan dasar versus kecurigaan dasar (trust vs
mistrust)
28
Masa bayi berlangsung antara 0-1 tahun. Pada
tahap ini anak mulai belajar percaya pada orang yang
ada di sekitarnya. Namun sebaliknya, pada tahap ini
pula anak dapat merasa tidak percaya pada orang lain,
menarik diri dari lingkungan masyarakat, dan
melakukan pengasingan diri.
Pemenuhan kebutuhan pada tahap ini cenderung
bersifat fisik, seperti pemenuhan kepuasan untuk
makan dan menghisap, rasa hangat dan nyaman, cinta
dan rasa aman. Semuapemenuhan ini akan
menimbulkan sebuah kepercayaan pada diri anak
terhadap orang lain.
Sebaliknya jika kepuasan ini tidak terpenuhi maka
akan mengakibatkan perasaan curiga, rasa takut, dan
tidak percaya pada orang lain. Hal ini ditandai dengan
perilaku makan, tidur dan eliminasi yang buruk.
b. Otonomi versus perasaan malu dan keragu-raguan
(autonomy vs shame& doubt)
Masa kanak-kanak permulaan yaitu berlangsung
pada usia 2-3 tahun yang menentuka tubuhnya
kemauan baik dan kemauan keras, anak
mempelajariapakah yang diharapkan dari dirinya,
apakah kewajiban dan hak-haknya yang disertai
pembatasan-pembatasan yang dikenakan pada dirinya.
Inilah tahap saat berkembangnya kebebasan
pengungkapan diri dan sifat penuh kasih sayang, rasa
mampu mengendalikan diri yang pada akhirnya akan
29
menimbulkan rasa percaya diri pada anak.
Konsekuensi apabila kepuasan pada tahap ini tidak
terpenuhi adalah anak akan menjadi individu yang
pemalu.
c. Inisiatif versus kesalahan (initiative vs guilt)
Masa bermain, berlangsung pada usia 4 tahun
sampai usia sekolah. Pada tahap ini anak mulai
belajar pada tingkat tertentu. Anak mulai
mengevaluasi kebiasaan-kebiasaan yang
dilakukannya. Namun sebaliknya, pada tahap ini pula
anak bisa merasa kurang percaya diri, pesimis, takut
salah. Perasaantakut salah ini muncul pada saat anak
melakukan aktivitas yang berlawanan dengan orang
yang lebih tua darinya. Selain itu, anak juga perlu
belajar untuk melakukan aktivitas yang tidak merusak
hak-hak orang lain.
d. Kerajinan versus inferioritas (industry vs inferiority)
Masa usia sekolah, berlangsung antara usia 6-12
tahun. Pada masa ini berkembang kemampuan berfikir
deduktif, disiplin diri, dan kemampuan berhubungan
dengan teman sebaya serta rasa ingin tahu akan
meningkat.
Pada tahap ini anak mulai membangun rasa
bersaing dan ketekunan pada dirinya. Sebaliknya,
anak mungkin akan kehilangan harapan, merasa
cukup, menarik diri dari sekolah dan teman sebaya.
Anak mulai mendapatkan pengenalan melalui
30
demonstrasi keterampilan dan produksi benda-benda
serta mengembangkan harga dirinya melalui suatu
pencapaian apa yang diinginkannya.
Tahap ini mendorong anak untuk memiliki
perasaan inferior,yaitu perasaan yang timbul akibat
adanya orang dewasa yang memandang usaha anak
untuk belajar bagaimana sesuatu bekerja melalui
manipulasi dianggap merupakan sesuatu yang bodoh
atau merupakan masalah.
e. Identitas versus kekacauan identitas (identity vs role
confusion)
Masa odolesen, berlangsung pada usia 12/13-20
tahun. selama masa ini individu mulai merasakan
suatu perasaan tentang identitasnya sendiri, perasaan
bahwa ia adalah manusia unik, namun siap untuk
memasuki suatu peranan yang berarti ditengah
masyarakat, entah peranan ini bersifat menyesuaikan
diri atau sifat memperbaharui.
Selain itu individu mulai menyadari sifat-sifat
yang melekat pada dirinya sendiri, seperti aneka
kesukaan dan ketidaksukaannya, tujuan-tujuan yang
dikejarnya di masa depan, kekuatan dan hasrat untuk
mengembngkan rasa identitas akan menyebabkan
kebingungan peran, yang sering muncul dari perasaan
tidak adekuat, isolasi dan keragu-raguan.
f. Keintiman versus isolasi (intimacy vs isolation)
31
Masa dewasa muda, berlangsung antara usia 20-24
tahun. Pada masa ini, mereka mengorientasikan
dirinya terhadap pekerjaan dan teman hidupnya.
Menurut Erickson, masa ini menumbuhkan
kemampuan dan kesedian meleburkan diri dengan
orang lain, tanpa merasa takut kehilangan sesuatu
yang ada pada dirinya yang disebut intimasi.
Ketidakmampuan untuk masuk ke dalam
hubungan yang menyenangkan sert akrab dapat
menimbulkan hubungn sosial yang hampa dan
terisolasi atau tertutup (menutup diri).
g. Generativitas versus stagnasi
Masa dewasa tengah, berlangsung pada usia 25-45
tahun. Generativitas yang ditandai jika individu mulai
menunjukan perhatiannya terhadap apa yang
dihasilkan, ia mulai kreatif, produktif, dan peduli
terhadap lingkungan sekitar. Sedangkan grjala negatif
yang dapat timbul adalah ia mulai merasa kurang
nyaman terhadap dirinya.
Untuk mengatasi hal tersebut, ia cenderung sangat
perhatian dengan dirinya baik dari segi penampilan
maupun cara bertindaknya dihadapan orang lain.
Orang dewasa ini sangat membutuhkan bimbingan
dari orang lain demi tercapainya cita-cita di masa
depan. Ia akan melakukan perenungan diri yang
mengarah pada stagnasi kehidupan.
32
h. Integritas versus keputus-asaan
Masa usia tua, berlangsung diatas usia 65 tahun.
tahap ini merupakan tahap terakhir dimana individu
telah menjalani kehidupannya dan menerima
kehidupannya itu sebagai suatu yang berharga dan
unik. Masa ini disebut juga masa lansia.
Pada masa ini manusia telah dapat melihat ke
belakang dengan rasa puas dan sikap menerima
sebuah kematian. Resolusi (pencapaian) yang tidak
berhasil bisa menghasilkan perasaan putus asa karena
individu melihat kehidupan sebagai bagian dari
ketidakberuntungan, kekecewaan dan kegagagalan.
5. Permasalahan Psikososial
Masalah psikososial adalah masalah kejiwaan dan
kemasyarakatan yang mempunyai pengaruh timbal balik,
sebagai akibat terjadinya perubahan sosial dan atau
gejolak sosial dalam masyarakat yang dapat menimbulkan
gangguan jiwa.
Masalah psikososial adalah setiap perubahan
dalam kehidupan individu baik yang bersifat psikis
ataupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik
dan dianggap berpotensi cukup besar sebagai faktor
penyebab terjadinya gangguan jiwa (atau gangguan
kesehatan) secara nyata, atau sebaliknya masalah
kesehatan jiwa yang berdampak pada lingkungan sosial.
1. Masalah Psikososial Orang tua: Ansietas
33
a). Pengertian Ansietas
Kata ansietas berasal dari bahasa Latin, angere,
yang berarti tercekik atau tercekat. Respon ansietas sering
kali tidak berkaitan dengan ancaman yang nyata, namun
tetap dapat membuat seseorang tidak mampu bertindak
atau bahkan menarik diri. Ansietas (kecemasan) adalah
kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang
berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak
berdaya.(Said Az-zahroni Musfir 2005, 511)
Keadaan emosi ini tidak memilki obyek yang
spesifik. Anseitas dialami secara subyektif dan
dikomunikasikan secara interpersonal, ansietas berbeda
dengan rasa takut, yang merupakan penelian intelektual
terhadap bahaya. Kecemasan adalah kondisi jiwa yang
penuh dengan ketakutan dan kekhawatiran dan ketakutan
akan apa yang mungkin terjadi.(Said Az-zahroni Musfir
2005, 512)
Lazarus mengatakan kecemasan merupakan suatu
respon dari pengalaman yang dirasa tidak menyenangkan
dan diikuti perasaan gelisah, khawatir, dan takut.
Kecemasan merupakan aspek subjektif dari emosi
seseorang karena melibatkan faktor perasaan yang tidak
menyenangkan yang sifatnya subyektif dan timbul karena
menghadapi tegangan, ancaman kegagalan, perasaan tidak
aman dan konflik dan biasanya individu tidak menyadari
dengan jelas apa yang menyebabkan ia mengalami
kecemasan.
34
b). Jenis dan Tingkat Kecemasan
1. Jenis kecemasan
Sigmund freud sang pelopor psikoanalisis banyak
mengakaji tentang kecemasan ini, dalam kerangka
teorinya, kecemasan dipandang sebagai komponen utama
dan memegang peranan penting dalam dinamika
kepribadian seorang individu. Freud membagi kecemasan
kedalam tiga tipe yaitu kecemasan realitas, kecemasan
neurotik, dan kecemasan moral.
a. Kecemasan realitas atau objektif (reality or
objective anxiety)
Suatu kecemasan yang bersumber dari
adanya ketakutan terhadap ancaman atau bahaya-
bahaya nyata yang ada dilingkungan maupun
dunia luar.
b. Kecemasan neurotik (Neurotic Anxiety)
yaitu rasa takut, jangan-jangan , (insting
doron id) akan lepas dari kendali dan
menyebabkan dia berbuat sesuatu yang dapat
membuatnya dihukum. Kecemasan neurotik
bukanlah ketakutan terhadap insting-insting itu
sendiri, melainkan ketakutan terhadap hukuman
yang akan menimpanya jika suatu insting
dilepaskan.
c. Kecemasan moral (Moral Anxiety)
Kecemasan ini merupakan hasil dari
konflik antara Id dan superego. Secara dasar
35
merupakan ketakutan akan suara hati individu
sendiri. Ketika individu termotivasi untuk
mengekspresikan implus instingtual yang
berlawanan dengan nilai moral yang termaksud
dalam superego individu itu maka ia akan merasa
malu atau bersalah.
2. Tingkat kecemasan
Semua orang pasti mengalami kecemasan pada
derajat tertentu, ada 4 tingkatan kecemasan yaitu:
a. Kecemasan ringan
Kecemasan ini berhubungan dengan kehidupan
sehari-hari. Tanda dan gejala antara lain: persepsi dan
perhatian meningkat, waspada, sadar akan stimulus
internal dan eksternal, mampu mengatasi masalah
secara efektif serta terjadi kemampuanbelajar.
Perubahan fisiologis ditandai dengan gelisah, sulit
tidur, hipersentif.
b. Kecemasan sedang memungkinkan seseorang
memusatkan pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain, sehingga individu
mengalami perhatian yang selektif, namun dapat
melakukan sesuatu yang lebih terarah.
Respon fisiologi: sering nafas pendek, nadi dan
tekanan darah naik, gelisah. Sedangkan respon
kognitif yaitu lahan persepsi menyempit, rangsangan
36
luar tidak dapat diterima, berfokus pada apa yang
menjadi perhatian.
c. Kecemasan berat
Kecemasan berat sangat mempengaruhi persepsi
individu, individu cenderung untuk memusatkan
pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak
dapat berfikir tentang hal lain. Semua perilaku
ditunjukan untuk mengurangi ketegangan.
Tanda dan gejala dari kecemasan berat yaitu:
persepsinya sangat kurang, berfokus pada hal yang
detail, rentang perhatian sangat terbatas, tidak dapat
berkonsentrasi atau menyelesaikan masalah. Pada
tingkatan ini individu mengalami sakit kepala,
gemetar, insomnia. Secara emosi individu
mengalami ketakutan serta seluruh perhatian
terfokus pada dirinya.
d. Panik
Pada tingkat panik dari kecemasan berhubungan
dengan terpengarah, ketakutan dan teror. Karena
mengalami kehilangan kendali, individu yang
mengalami panik tidak dapat melakukan
sesuatubelajar. Perubahan fisiologis ditandai dengan
gelisah, sulit tidur, hipersentif.
3. Masalah Ekonomi
Untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti
sandang, pangan, papan, dan kebutuhan lainnya melalui
keefektifan sumber dan keluarga. Mencari sumber
37
penghasilan guna memenuhi kebutuhan keluarga,
pengaturan penghasilan keluarga, serta menabung untuk
memenuhi kebutuhan keluarga. Beban yang dirasakan
keluarga ketika memiliki anak tunagrahita berkaitan
dengan ketidakmampuan keluarga dalam memenuhi
fungsi ekonomi.
Keluarga akan dihinggapi perasaan cemas tentang
masa depan pembiayaan anak, terkait dengan
kemunduran produktivitas kepala keluarga dan
kekhawatiran bahwa anak tidak mampu berfungsi
optimal secara ekonomis, dikarenakan keterbatasan yang
dimilikinya.
Status Sosial-ekonomi (socioeconomic status atau
SES) merujuk pada kelompok orang-orang yang
memiliki pekerjaan, pendidikan, dan karakteristik
ekonomi yang kurang lebih sama. Individu yang berasal
dari SES yang berbeda memiliki tingkat kekuasaan,
pengaruh dan prestasi yang berbeda-beda. Beberapa
perbedaan status sosial-ekonomi yang terlihat secara
gamblang tergantung pada ukuran dan kompleksitas
komunitas. Sosial ekonomi rendahkadangkala
dideskripsikan sebagai orang yang memiliki penghasilan
rendah, kelas pekerja atau kerah biru.
Sementara sosial ekonomi menengah kadangkala
dideskripsikan sebagai orang yang memiliki penghasilan
menengah, memegang pekerjaan manajerial atau kerah
putih. Para profesional yang berada di puncak
38
bidangnya, para eksekutif perusahaan tingkat tinggi,
para pemimpin politik, dan individu-individu yang kaya
adalah mereka yang digolongkan sebagai kategori sosial
ekonomi kelas atas.(Santrcok John 2007, 198)
Hoff, Laursen, & Tardif, mengemukakan bahwa
ditemukan perbedaan pengasuhan anak di antara
kelompok-kelompok sosial-ekonomi yang berbeda.
a. Orang tua yang memiliki sosial-ekonomi rendah
lebih mengusahakan agar anaknya meyesuaikan diri
terhadap ekspektasi sosial, mencipatakan atmosfir
rumah dimana orang tua memiliki otoritas yang jelas
terhadap anak-anak, lebih banyak menggunakan
hukuman fisik untuk mendisiplinkan anak- anaknya,
dan komunikasi yang dilakukan kepada anak-
anaknya bersifat searah.
b. Orang tua yang memiliki sosial-ekonomi lebih tinggi
lebih mengusahakan agar anak-anaknya
mengembangkan inisiatif dan mampu
menundakepuasan, menciptakan lingkungan rumah
dimana anak-anak lebih ditempatkan sebagai
partisipan yang setara dan lebih banyak
mendiskusikan aturan-aturan yang akan
diberlakukan dibandingkan hanya sekedar
menetapkannya dengan otoriter, jarang
menggunakan hukuman fisik untukmenghukum, dan
lebih banyak melakukan komunikasi dua arah
dengan anak-anaknya.
39
4. Masalah Menarik Diri Dari Lingkungan Sosial
a. Definisi menarik diri
Menurut Rawlins dan Heacock, menarik diri
merupakan suatu usaha seseorang untuk menghindari
interaksi dengan lingkungan sosial atau orang lain,
merasa kehilangan kedekatan dengan orang lain dan
tidak bisa berbagi pikiran dan perasaannya.
Sedangkan menurut Carpenito menarik diri adalah
keadaan dimana individu atau kelompok mengalami
atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk
meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi
tidak mampu untuk membuat kontak.
Kebanyakan orang tua yang memiliki anak
tunagrahita merasa malu dan tertekan dengan stigma
dari lingkungannya sehingga mereka cenderung
menyembunyikan anaknya. Orang tua menganggap
bahwa kondisi anaknya disebabkan karena
kecelakaan atau hukuman dari Tuhan sehingga orang
tua merasa tidak mampu, rendah diri gagal dan
berperilaku menghindari atau menarik diri dari
interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Hal tersebut
akan berdampakpada munculnya tugas maladaptif
sebagai orang tua.
b. Penyebab menarik diri
40
Penyebab dari menarik diri adalah harga diri
rendah yaitu perasaan negatif terhadap diri sendiri,
hilang kepercayaan diri, mersa gagal mencapai
keinginan, yang ditandai dengan adanya perasaan
malu terhadap diri sendiri, rasa bersalahterhadap diri
sendiri, gangguan hubungan sosial, percaya diri
kurang, dan juga dapat mencederai diri.(W.A.
Gerungan 1988, 114) Faktor predisposisi menarik
diri menurut Stuart GW :
1. Faktor perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas
perkembangan mempengaruhi respon sosial
maladafptif pada individu. Sistem keluarga yang
terganggu dapat berperan dalam perkembangan
respon sosial maladaptif.
2. Faktor biologis
Faktor grnrtik dapat berperan dalam respon
sosial maladaptif.
3. Faktor sosial kultural
Menarik diri merupakan faktor utama
dalam gangguan hubungan. Hal ini akibat dari
transiensi norma yang tidak mendukung
pendekatan terhadap orang lain, atau tidak
menghargai anggota masyarakat yang kurang
produktif, seperti lanjut usia (lansia), anak
berkebutuhan khusus, dan penderita penyakit
kronis. Menarik diri dapat terjadi karena
41
mengadopsi norma, perilaku dansistem nilai yang
berbeda dari yang dimilki budaya mayoritas.
c. Tanda dan gejala menarik diri Gejala subyektif:
1. Individu menceritakan perasaan kesepian atau
ditolak oleh orang lain.
2. Individu merasa tidak aman berada dengan orang
lain.
3. Responverbal kurang dan sangat singkat.
4. Individu mengatakan hubungan yang tidak
berarti dengan orang lain.
5. Individu merasakn bosan dan lambat
menghabiskan waktu.
6. Individu tidak dapat berkonsentrasi dan membuat
keputusan.
7. Individu merasa ditolak Gejala obyektif:
a. individu banyak diam dan tidak mau bicara.
b. Tidak mengikuti kegiatan.
c. Individu menyendiri .
d. Individu tampak sedih, kontak mata kurang
dan ekspresi datar.
e. Aktivitas menurun.
f. Kurang spontan.
g. Apatis (acuh terhadap lingkungan).
h. Ekspresi wajah kurang berseri.
i. Kurang energi (tenaga).
j. Rendah diri.
42
B. Gangguan Jiwa
1. Definisi Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa adalah sindrom pola perilaku
individu yang berkaitan dengan suatu gejala penderitaan
dan pelemahan didalam satu atau lebih fungsi penting dari
manusia, yaitu fungsi psikologik, perilaku, biologik,
gaangguan tersebut mempengaruhi hubungan antara
dirinya sendiri dan juga masyarakat. (Maramis 2010)
Gangguan jiwa atau mental illnes adalah keadaan
dimana seseorang mengalami kesultan mengenai
persepsinya tentang kehidupan, hubungan dengan orang
lain, dan sikapnya terhadap dirinya sendiri. Gangguan
jiwa merupakan suatu gangguan yang sama halnya
dengan gangguan jasmaniah lainnya, tetapi gangguan jiwa
bersifat lebih kompleks, mulai dari yang ringan seperti
rasa cemas, takut hingga tingkat berat berupa sakit jiwa.
Gangguan jiwa adalah suatu kondisi dimana
seseorang mengalami gangguan dalam pikiran,perilaku,
dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk
sekumpulan gejala atau perubahan perilaku yang
bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan
hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai
manusia. (Budiono, 2010)
2. Faktor Yang Menyebabkan Gagguan Jiwa
Gejala yang paling utama pada gangguan jiwa
terdapat pada unsur kejiwaan, biasanya tidak terdapat
penyebab tunggal, akan tetapi terdapat beberapa penyebab
43
dari beragai unsur yang saling mempengaruhi atau
kebetulan terjadi bersamaan, lalu muncul gangguan
kejiwaan.
Menurut Maramis dalam Buku Ajar Keperawatan
Jiwa, sumber penyebab gangguan jiwa dapat dibedakan
atas :(Maramis 2010)
a. Faktor Somatik (Somatogenik),yaitu akibat gangguan
pada neuroanatomi, neurofisiologi,dan nerokimia,
termasuk tingkat kematangan dan perkembangan
organik, serta faktorpranatal dan perinatal.
b. Faktor Psikologik (Psikogenik), yaitu keterkaitan
interaksi ibu dan anak, peranan ayah,persaingan antara
saudara kandung, hubungan dalam keluarga,pkerjaan,
permintaan masyarakat. Selain itu, faktor intelegensi,
tingkat perkembangan emosi, konsep diri, dan pola
adaptasi juga akan mempengaruhi kemampuan untuk
menghadapi masalah. Apabila keadaan tersebut
kurang baik, maka dapat menyebabkan kecemasan,
depresi, rasa malu, dan rasa bersalah yang berlebihan.
c. Faktor Sosial Budaya, yang meliputi faktor kestabilan
keluarga, pola mengasuh anak, tingkat ekonomi,
perumahan, dan masalah kelompok minoritas yang
meliputi prasangka, fasilitas kesehatan, dan
kesejahteraan yang tidak memadai, serta pengaruh
mengenai keagamaan. Sedagangkan Menurut Faris
faktor-faktor penyebab gangguan jiwa diantaranya :
1. Usia
44
Pada usia menginjak dewasa, dimana pada
usiaini merupakan usia yang produktif, dimana
seseorang dituntut untuk menghadapi dirinya
sendiri secara mandiri, masalah yang dihadapi
juga semakin banyak, bukan hanya masalah
dirinya sendiri tetapi juga harus memikirkan
anggota keluarganya.
2. Tidak bekerja
Tidak mempunyai pekerjaan
mengakibatkan seseorang tidak mempunyai
penghasilan dan gagal dalam menunjukan
aktualisasi dirinya, sehingga seseorang tidak
bekerja tdak mempunyai kegiatan dan
memungkinkan mengalami harga diri rendah yang
berdampak pada gangguan jiwa.
3. Kepribadian yang tertutup
Seseorang yang memiliki kepribadian
tertutup cenferung menyimpan permasalahannya
sendiri sehingga masalah yang dihadapi akan
semakin menumpuk. Hal ini yang membuat
seseorang tidak bisa menyelesaikan permasalahan
dan enggan mengungkapkan sehingga
menimbulkan depresi dan mengalami gagguan
jiwa.
4. Putus obat
Pada beberapa penelitian menunjukan
bahwa seseorang dengan gangguan jiwa harus
45
minum obat seumur hidup, terkadang klien merasa
bosan, dan kurang pengetahuan akan
menghentikan minum obat dan merasa sudah
sembuh.
5. Pengalaman yang tidak menyenangkan
Pengalaman tidak menyenangkan yang
daialami misalnya adanya aniaya seksual, aniaya
fisik, dikucilkan oleh masyarakat atau kejadian
lain akan memicu seseorang mudah mengalami
ganguan jiwa
6. Konflik dengan teman atau keluarga
Seseorang yang memepunyai konflik
dengan keluarga misalnya karena harta warisan
juga dapat membuat seseorang mengalami
gangguan jiwa.
Konflik yang tidak terselesaikan dengan
teman atau keluarga akan memicu stressor yang
berlebihan. Apabila seseorang mengalami stressor
yang berlebihan namun mekanisme kopingnya
buruk, maka kemungkinan besar sesorang akan
mengalami gangguan jiwa.
3. Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa
Tanda dan gejala yang muncul pada pasien dengan
gangguan jiwa menurut Maramis diantaranya :(Maramis
2010)
a. Normal dan Abnormal
46
Abnormal berarti menyimpang dari yang normal.
Seseuatu dikatakan abnormal apabila terdapat suat
norma, dan seseorang tersebut telah menyimpang dari
batas-batas norma.
b. Gangguan Kesadaran
Kesadaran mrupakan kemampuan individu dalam
mengadakan pembatasan terhadap lingkungannya
serta dengan dirinya sendiri (melalui panca
inderanya).apabila kesadaran tersebut baik maka
orientasi (waktu, tempat, dan orang) dan pengertian
yang baik serta pemakaian informasi yang masuk
secara efektfif (melalui ingatan dan pertimbangan).
Kesadaran menurun adalah suatu keadaan dengan
kemampuan persepsi, perhatian dan pemikiran yang
berkurang secara keseluruhan (secara kwantitatif).
Kesadaran yang berubah atau tidak normal
merupakan kemampuan dalam mengadakan hubungan
dengan dunia luar dan dirinya sendiri sudah terganggu
dalam taraf tidak sesuai kenyataan.
c. Gangguan Ingatan
Ingatan berdasarkan tiga proses yaitu, pencatatan
atau regristasi (mencatat atau meregristasi sesuatu
pengalaman didalam susunan saraf pusat); penahanan
atau retensi (menyimpan atau menahan catatan
tersebut) ; dan pemanggilan kembali atau “recall”
(mengigat atau mengeluarkan kembali catatan itu).
47
Gangguan ingatan terjadi apabila terdapat
gangguan pada salah satu atau lebih dari ketiga usnsur
diatas.
d. Gangguan Orientasi
Gangguan orientasi atau Disorientasi timbul
sebagai akibat gangguan kesadarandan dapat
menyangkut waktu, tempat, atau orang. Gangguan
Afek dan Emosi. Afek ialah nada perasaan,
menyenangkan atau tidak (seperti kebanggan,
kekecewaan, kasih sayang) yang menyertai suatu
pikiran dan biasanya bermanifestasi afek ke luar dan
disertai oleh banyak komponen fisiologik.
Emosi adalah manifestasi fek ke luar dan dsertai
oleh banyak komponen fisiologi dan berlansung relatif
tidak lama. Seseorang dikatakan telah mengalami
gangguan afek atau emosi yaitu dapat berupa depresi,
kecemasan, eforia, anhedonia, kesepian, kedangkalan,
labil, dan ambivalensi.
e. Gangguan Psikomotor
Psikomotor merupakan gerakan badan yang
dipengaruhi oleh keadaan jiwa, gangguan psikomotor
dapat berupa :
1). Hipokinesia atau hipoaktivitas : gerakan atau
aktivitas berkurang
2). Stupor Katatonic : reaksi terhadap lingkungan
sangat berkurang, gerakan dan aktivitas menjadi
sangat lambat.
48
3). Katalepsi : mempertahankan posisi tubuh secara
kaku posisi badan tertentu.
4). Fleksibilitas serea : memetahankan posisi badan
yang dibuat padanya oleh orang lain.
5). Hiperkinesia : pergerakan atau aktivitas yang
berlebihan
6). Gaduh gelisah katatonik : aktivtas motorik yang
kelihatannya tidak bertujuan, yang berkali-kali dan
seakan- akan tidak dipengaruhi oelh rangsangan dari
luar
7). Berisikap aneh : dengan sengaja mengambil sikap
atau posisi badan yang tidak wajar
8). Grimas : mimik yang aneh dan brulang- ulang
9.Stereotype : gerakan salah satu anggota badan yang
berkali- kali dan tidak bertujuan.
49
C. Kerangka Berpikir Penelitian
Orang dengan Gangguan Jiwa
Prinsip Rehabilitasi Psikososial
hak dan tanggung jawab Manusia
Penilaian kebutuhan dan perawatan.
Semua orang dapat
dilengkapi dengan
keterampilan.
Membuat WBS memutuskan
atau mencari penyelesainnya.
Memberikan penangan WBS
Sendiri.
Memberikan keahlian serta
keterampilan WBS.
Program Rehabilitasi Psikososial Panti
Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3
50
BAB III
GAMBARAN UMUM
PANTI SOSIAL BINA LARAS HARAPAN SENTOSA 3
A. Sejarah Singkat
Sejarah berdirinya Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 4 Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta
bermula pada tahun 1972, dengan diterbitkannya Surat
Keputusan Gubernur Nomor CA 6/1/31972, sebagai Panti
yang menampung gelandangan dan Pengemis (gepeng)
sebagai tempat mempersiapkan calin-calon transmigran.
Berdasarkan SK Gubernur Nomor 736/1996,
tentang Organisasi dan Tata Kerja Panti-panti Sosial di
lingkungan Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta, terjadi
perubahan sasaran Warga Binaan Sosial (WBS) menjadi
tempat penampungan penderita gangguan jiwa (Psikotik
terlantar), dengan kapasitas 100 orang dengan nama
Sasana Bina Laras Harapan Sentosa 3 yang berada di
bawah naungan PSBL HS 1.
Sejalan dengan era globalisasi yang membawa
dampak yang cukup signifikan terhadap meningkatnya
masyarakat yang mengalami gangguan kejiwaan akibat
51
berbagai tekanan ekonomi sosial dan ekonomi. Sehingga
pada tahun 2010 Sasana Bina Laras Harapan Sentosa 3
berubah bentuk menjadi Sasana Bina Laras Harapan
Sentosa 4, berdasarkan SK Gubernur Provinsi DKI Jakarta
Nomor 125 Tahun 2010, dengan daya tamping sebanyak
276 orang. Pada tahun 2012 gedung PSBL Harapan
Sentosa 4 dilakukan rehab total, sehingga kapasitasnya
menjadi 350 orang dengan sasaran pelayanan adalah WBS
Psikotik terlantar yang kooperatif.(Panti Sosial, 1)
B. Visi dan Misi
Berikut ini merupakan visi dan misi dari lembaga
yang bersangkutan.
a. Visi
Mengetaskan penyandang psikotik terlantar di
Provinsi DKI Jakarta, agar hidup layak normative
dan manusiawi.
b. Misi
1. Meningkatkan harkat, martabat serta kualitas
Warga Binaan Sosial, agar memiliki kemauan
dan kemampuan untuk mengembangkan fungsi
sosialnya.
2. Meningkatkan Sumber Daya Warga Binaan
Sosial menuju kemandirian.
52
3. Meningkatkan prakarsa serta peran Aktif
Keluarga, masyarakat dalam memberikan
dukungan dalam proses penyembuhan.
4. Meningkatkan Profesionalisme Pekerjaan
Sosial dan Petugas Panti dalam pelayanan dan
Rehabilitasi Warga Binaan Sosial.
5. Meningkatkan kerjasama dengan Organisasi
Sosial Dunia.
C. Struktur Organisasi
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3
KEPALA PANTI
KEPALA SUB BAGIAN
TATA USAHA
KASATPEL
PELAYANAN SOSIAL
KASATPEL
PEMBINAAN SOSIAL
SUB KELOMPOK
JABATAN FUNGSIONAL
53
D. Dasar Hukum
1. Undang-undang No. 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial;
2. Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Kesejahteraan SOsial;
3. Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2011 tentang
Perlindungan Penyandang Disabilitas;
4. Peraturan Daerah No. 104 Tahun 2009 tentang
Organisasi dan tata Kerja Dinas Sosial
5. Peraturan Gubernur No. 45 tahun 2010 tentang
Penerapan dan Rencana Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal Bidang Sosial;
6. Peraturan Gubernur No. 95 Tahun 2011 tentang
Pelayanan Kesehatan bagi Warga Binaan Sosial;
7. Peraturan Gubernur no. 300 Tahun 2014 tentang
Pembentukan Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa;
8. Peraturan Gubernur No. 18 Tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Sosial.(Panti Sosial, 2)
E. Tahapan Pelayanan Sosial Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 3
1. Warga binaan sosial dapat berasal dari Panti Sosial
Bina Laras Harapan Sentosa 1 dan Panti Sosial Bina
Laras Harapan Sentosa 2
2. Pendekatan awal meliputi, obsevasi dan seleksi.
54
3. Penerimaan meliputi, identifikasi, pemeriksaan
dokumen, tanda tangan berita acara serah terima,
registrasi, penjelasan program, penempatan dalam
panti.
4. Asesmen meliputi, pengungkapan dan pemahaman
masalah, penelaahan data warga binaan sosial,
identifikasi potensi dan sumber-sumber dari warga
binaan sosial dan keluarga, case conference, rencana
pelayanan.
5. Pembinaan meliputi, bimbingan (fisik, mental
spiritual, sosial, keterampilan, rekreasi, terapi musik,
aktifitas kehidupan sehari-hari), konsultasi (keluarga
dan psikologis).
6. Resosialisasi meliputi, silaturahmi dengan keluarga
dan masyarakat, memperkenalkan panti sosial dan
lembaga rujukan, mengikutsertaan warga binaan
sosial dalam kegiatan.
7. Penyaluran meliputi, persiapan dan pelaksanaan
(keluarga, instansi/lembaga, rujukan, masyarakat)
8. Bina lanjut meliputi, monitoring, konsultasi,
penguatan dan evaluasi.
F. Tujuan Pelayanan
Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa
mempunyai tugas melaksanakan kegiatan Rehabilitasi
Sosial Penyandang Psikotik terlantar.
55
G. Ruang Lingkup Pelayanan
1. Pengobatan penyakit fisik gangguan jiwa
2. Pelayanan makanan bergizi
3. Pelayanan kesehatan/olah raga
4. Konseling psikologis
5. Bimbingan mental keagamaan
6. Bimbingan sosial individu
7. Bimbingan sosial kelompok
8. Pelayanan konsultasi keluarga warga binaan sosial
9. Pelayanan terapi musik
10. Pelayanan keterampilan kerja
11. Pembahasan kasus
12. Pelayanan rekreasi dan kesenian
13. Penyaluran (ke keluarga, daerah asal, bekerja)
14. Pembinaan lanjut bagi warga binaan sosial yang
sudah disalurkan
15. Pelayanan informasi bagi masyarakat(Panti Sosial,
4)
H. Sasaran dan Kriteria Warga Binaan Sosial
1. Sasaran
Disabilitas psikotik terlantar
2. Kritreria
a. Psikotik terlantar
b. Warga DKI Jakarta dan sekitarnya
c. Laki-laki/perempuan
56
d. Usia 17 sampai 65 tahun
e. Berasal dari keluarga tidak mampu
f. Mampu didik dan mampu latih
g. Mampu melaksanakan aktifitas untuk keperluan
dirinya
h. Rujukan dari Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 1 dan Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 2
I. Sarana Panti Sosial
1. Kantor
Tempat kerja kepala panti, Kasubag kepala seksi
dan staf
2. Aula
Ruang pertemuan/kegiatan
3. Ruang asrama
Ruang tidur warga binaan sosial terdiri dari 21 unit
4. Rumah petugas
Ruang petugas atau pramusosial terdiri dari 3 unit
5. Rumah dinas
Rumah pegawai atau staf terdiri dari 6 unit
6. Poliklinik
Ruang pengobatan
7. Ruang workshop
Ruang keterampilan terdiri dari 4 unit
8. Mushola
Bimbingan Agama Islam
57
9. Dapur
Pengolahan bahan makanan
10. Isolasi
Tempat penampungan warga binaan sosial agresif
terdiri dari 2 unit
11. Ruang Laundry
Tempat cuci, jemur, dan setrika baju warga binaan
sosial
J. Sumber Daya Manusia
1. Dokter umum : 1 orang
2. Dokter jiwa : 1 orang
3. Psikolog : 1 orang
4. Pekerja sosial : 4 orang
5. Perawat : 2 orang
6. WBS : 490 orang
58
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Peneliti melakukan penelitian di Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 3. Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3
merupakan panti sosial dibawah wewenang Dinas Sosial Provinsi
DKI Jakarta dengan sasaran WBS yaitu penderita gangguan jiwa
(Psikotik terlantar).
Dalam bab ini akan dijelaskan tentang rehabilitasi
psikososial pada WBS yang dikaji berdasarkan hasil observasi
dan wawancara, peneliti juga akan menjelaskan mengenai
tahapan pelayanan sosial pada WBS yang dilakukan oleh pekerja
sosial, yang diawali pada tahap penerimaan dan rehabilitasi
psikososial yang diberikan.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan pekerja sosial
sebagai informan dan observasi yang peneliti lakukan, Panti
Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3 adalah panti sosial di bawah
wewenang Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta dalam hal ini yang
menangani Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dalam
kategori ringan atau kluster tiga. Pengklusteran ini berdasarkan
dengan ISPDS. ISPDS adalah Instrumen Skrinning Psikotik
Dinas Sosial yang dibuat untuk pengklusteran di dinas
sosial. Karena sudah masuk dalam kategori ringan atau kluster
tiga WBS di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3 sudah
akti dan komunikatif sehingga dapat berkomunikasi dengan baik
serta responsif. Selain mendapat pengobatan farmakoterapi dari
59
psikiater di panti sosial ini juga diberikan keterampilan,
diantaranya adalah membuat mote-mote, pel, sapu dan keahlian
menyalon bagi perempuan.
Pekerja Sosial di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3
berperan melakukan pelayanan sosial kepada WBS dimulai dari
penerimaan, rehabilitasi, hingga resosialisasi. Panti Sosial Bina
Laras Harapan Sentosa 3 mempunyai tujuan utama kepada WBS
yaitu untuk dapat memulangkan kembali WBS ke keluarganya
dengan dibekali dengan keterampilan dan juga WBS disini dapat
bersosialisai dilingkungan asalnya serta memebrikan WBS BPJS
serta obat rutin untuk tiga bulan bagi WBS yang bertempat
tinggal di luar kota dan obat rutin untuk satu bulan bagi WBS
yang bertempat tinggal di jakarta.
A. Tahapan Pelayanan Sosial
Pekerja sosial di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3
mempunyai tugas untuk melakukan pelayanan sosial dan
rehabilitasi sosial terhadap WBS dan menyelenggarakan kegiatan
resosialisasi. Tahapan pelayanan sosial yang ada di Panti Sosial
Bina Laras Harapan Sentosa 3 yaitu :
1. Asal WBS
WBS di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa
3 ini berasal dari Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa
1 dan Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 2, Panti
Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3 tidak menerima
langsung ODGJ dari jalan atau diantar oleh warga. Karena
suadah ada prosedur yang mengaturnya.
60
Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Pak Dwi
sebagai Pekerja Sosial yaitu :
“ Asal WBS di sini itu rujukan dari PSBL 1 dan 2.
Jadi penerimaan WBS itu sudah ada prosudernya,
jadi tidak sembarang mengambil WBS dari
jalanan.”
Dan juga pernyataan Ibu Netty sebagai Pekerja Sosial,
yakni:
“Yaa hampir sebagian besar WBS itu berasal
dari Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 1
dan Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 2.”
Pernyataan kedua pekerja sosial tersebut, selaras
dengan observasi yang dilakukan peneliti.
2. Pendekatan Awal
Pekerja Sosial pada tahapan pendekatan awal
melakukan observasi dan seleksi.
Observasi
Observasi merupakan tugas yang dilakukan oleh
pekerja sosial yaitu aktivitas mengamati terhadap
WBS dengan maksud mengamati dan kemudian
memahami perilaku dan sikap WBS, untuk
mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan
untuk melanjutkan pada tahapan selanjutnya.
61
Seperti yang dilakukan oleh Pak Dwi, yang
menjabat sebagai peksos, menerangkan bahwa tugas
peksos diantaranya adalah melakukan observasi
terhadap WBS. Hal ini terungkap dalam penuturan
Pak Dwi, yaitu:
“ Observasi pada WBS yang kita lakukan disini
dengan cara mengamati dari apa yang kita lihat
seperti perilaku WBS lalu kita analisa apakah
WBS tersebut pasif atau aktif..”
Begitu pula dengan penuturan yang disampaikan
oleh Ibu Netty sebagai Pekerja Sosial terkait tugas
peksos pada tahap observasi, yaitu:
“Observasi pada WBS yang kita lakukan disini
dengan cara mengamati dari apa yang kita lihat
seperti perilaku WBS lalu kita analisa apakah
WBS tersebut pasif atau aktif.”
Pernyataan kedua pekerja sosial tersebut selaras
dengan observasi yang dilakukan peneliti, peneliti
mengamati bahwa pekerja sosial menganalisis dan
melakukan pengamatan fisik terhadap Hasil observasi.
Selain itu peneliti juga melakukan pengamatan
pada saat kegiatan pagi waktu para WBS untuk
berjemur, ada WBS yang di kumpulkan terpisah dari
WBS yang lainnya karena sakit kulit hal tersebut
merupakan hasil observasi awal yang dilakukan oleh
pekerja sosial.
62
3. Penerimaan
Penerimaan adalah tahap kegiatan yang mengawali
keseluruhan proses pelayanan dan rehabilitasi bagi
WBS yang dilaksanakan di Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 3 untuk mempersiapkan pelaksanaan
kegiatan pelayanan sosial baik yang diselenggarakan
didalam panti maupun diluar panti.
Disinilah pekerja sosial mulai mengarahkan
kepada WBS untuk lebih menyesuaikan lingkungan
barunya dan dapat beradaptasi dengan para WBS yang
lainnya. Tahap penerimaan terdiri dari identifikasi,
pemeriksaan dokumen, tanda tangan berita acara
sserah terima, registrasi, penjelasan proram dan
penempatan dalam panti.
Hal ini terungkap dalam penuturan Pak Dwi
sebagai pekerja sosial, yaitu:
“Jadi pada awalnya kami melihat dulu form
rujukan dari psbl 1 dan 2, apakah ada skrinning
ispds terbarunya, lalu melihat form perkembangan
WBS, dokumen bpjsnya, dan laporan konsultasi.
.”
Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Ibu
Netty sebagai peksos, yaitu:
“Yaa, biasanya saya melihat rujukan dari Panti
Sosisal Bina Laras 1 dan 2 ada skrinning ISPDS
63
terbaru form perkembangan WBS, dan juga
laporan konsultasi sama bpjs WBS tersebut.”
B. Rehabilitasi Psikososial
Rehabilitasi Psikososial merupakan serangkaian
kegiatan pelayanan berdasarkan hasil assessment yang
disesuaikan dengan kebutuhan dan permasalahan
masing-masing WBS dan juga usaha untuk
mengembalikan WBS ke masyarakat untuk
menjadikannya sebagai warga yang berswasembada
(mandiri) dan berguna.
Rehabilitasi Psikososial adalah suatu pelayanan
berupa strategi yang memfasilitasi peluang-peluang
yang ada dalam individu dengan masalah kesehatan
jiwa sehingga bisa berfungsi secara optimal di
lingkungan dengan mengembangkan kemampuannya
dan bisa beradaptasi dengan perubahan di lingkungan.
Seperti dalam penuturan Pak Dwi sebagai pekerja
sosial, yaitu:
“Jadi kalau disini proses rehabilitasi
psikososialnya itu langsung ikut kegiatan dan
langsung ikut bimbingan. Kalo disini itu
kegiatannya sudah terprogram. Jadi WBS tingal
mengikuti kegiatan yang sudah terjadwal di panti
atau WBS mengikuti arahan yang diberikan oleh
peksos. Rehabilitasi psikososial yang diberikan
kepada WBS yaitu kegiatan seperti bercakap-
cakap,melakuakn jalan sehat diluar panti dan
sekaligus mengajak WBS untuk berinteraksi
dengan masyarakat yang ada dilingkungan panti.
Selain berinteraksi dengan masyarakat WBS juga
64
melakukan kegiatan bersih-bersih lingkungan
diluar panti. Itu untuk melatih WBS agar nantinya
WBS dapat berkomunikasi dengan baik kepada
petugas maupun dengan sesama WBS dan juga
masyarakat. Selain itu disini juga ada kegiatan
keterampilan seperti membuat mote, sapu,pel,keset
dan lain-lain.”
Begitu pula dengan penuturan yang disampaikan
oleh Ibu Netty sebagai pekerja sosial, yaitu:
“Yaa, kalau disini itu proses rehabilitasi
psikososialnya itu langsung saja mengikut
kegiatan-kegiatan dan langsung ikut bimbingan.
Kan disini itu sudah jelas yah programnya. Yaa
WBS langsung mengikuti kegiatan yang sudah
terjadwal di panti atau WBS mengikuti arahan
yang diberikan oleh pengasuh atau peksos disini.
Yaa, ada banyak lah kegiatan rehabilitasi
psikososial yang dilakukan dipanti ini, seperti
melakuakn jalan sehat diluar panti dan sekaligus
mengajak WBS disini untuk berinteraksi dengan
masyarakat yang ada dilingkungan panti. Selain
berinteraksi dengan masyarakat WBS juga
melakukan kegiatan bersih-bersih lingkungan
diluar panti. Selain itu juga kegiatan bercakap-
cakap dimana ini untuk melatih WBS agar
nantinya WBS dapat berkomunikasi dengan baik
kepada petugas maupun dengan sesama WBS dan
juga masyarakat. Selain itu disini WBS juga ada
kegiatan keterampilan seperti membuat mote,
sapu,pel,keset dan lain-lain. Yang dimana ini
untuk menambah keterampilan para WBS.”
Pernyataan tersebut selaras dengan observasi yang
dilakukan peneliti yaitu peneliti memperhatikan bahwa
terdapat kegiatan rehabilitasi psikososial yang telah
65
diprogram atau dijadwalkan kemudian pekerja sosial
mengarahkan WBS untuk mengikuti kegiatan rehabilitasi
psikososial yang sudah dijadwalkan.
WBS mengikuti kegiatan pembinaan tersebut
dengan dipandu oleh pekerja sosial dan petugas lainnya
selain itu pekerja sosial juga mengarahkan WBS untuk
mengikuti kegiatan yang sudah dijadwalkan sehingga
seluruh kegiatan dapat berjalan sebagaimana yang sudah
dijadwalkan. Selain itu WBS terlihat antusias dan aktif
dalam mengikuti kegiatan panti, namun ada juga beberapa
WBS yang pasif.
C. Prinsip-prinsip Rehabilitasi Psikososial
Di sini Panti Sosial Bina Laras Sentosa 3 menerapkan
beberapa prinsip-prinsip rehabilitasi psikosial
Seperti dalam penuturan Pak Dwi sebagai pekerja
sosial, yaitu:
“Jadi saya menerapakan prinsip-prinsip itu dari
program yang sudah dibuat oleh panti, seperti ;
a. semua orang dapat dilengkapi dengan
keterampilan di sini saya melatih WBS untuk
menghasilkan sesuatu dan membuat WBS
mempunyai keterampilan, selain itu dalam
melakukan kegiatan keterampilan disini juga
menjadi media saya untuk dapat ngobrol sama
WBS untuk interaksi sehingga dapat digali
informasi dan perkembangan WBS.
66
b. Penilaian kebutuhan dan perawatan berbeda
untuk setiap individu. Jadi seperti diawal saya
bilang, bahwa setiap WBS itu memiliki
perbedaan dari WBS yang satu dengan yang
lain. Jadi ketika saya menghadapi WBS yang
pasif atau sulit di ajak berkomunikasi saya
harus lebih bersabar untuk melakukan
pendekatan atau pada saat melakukan kegitan
rehabilitasi psikososial sperti bercakap-cakap
saya lebih sabar untuk mendapatka informasi
yang diberikan dari WBS tersebut. Sebaliknya
ketika saya menghadapi WBS yang aktif saya
lebih mudah untuk memberikan WBS tersebut
dalam melakukan kegitan rehabilitasi
psikososial.
c. Orang-orang memiliki hak dan tanggung
jawab untuk menentukan nasib sendiri, disini
saya hanya sebagai pendengar apabila ada
WBS yang sedang ada masalah tentang sehari-
harinya atau dengan temannya biasanya
dilakukan saat terapeutik seperti bercakap
cakap, membuat buku kegiatan, berkenalan
sambil mendengarkan cerita WBS.”
Begitu pula dengan penuturan yang
disampaikan oleh Ibu Netty sebagai pekerja
sosial, yaitu:
67
“Yaa saya menerapakan prinsip-prinsip
rehabbilitasi psikososial melalui program
yang sudah dibuat oleh panti, seperti ;
a. Orang-orang memiliki hak dan tanggung
jawab untuk menentukan nasib sendiri, yaa
biasanya saya disini hanya mendengarkan
apabila ada WBS yang bercerita yang sedang
ada masalah kesehariannya atau masalah
dengan WBS yang lain, biasanya ini saya
lakukan saat terapeutik seperti membuat buku
kegiatan, bercakap-cakap dan saat WBS
sedang bercerita dihadapan WBS yang lain.
b. Penilaian kebutuhan dan perawatan berbeda
untuk setiap individu. Yaa seperti yang Anda
tahu bawa setiap WBS itu memiliki perbedaan
ya, jadi saya juga menyesuaikan diri saya
pada setiap WBS seperti pada WBS yang pasif
saya lebih intens atau lebih banyak
berkomunikasi lagi dengan mereka. Untuk
saya melakukan ini pada saat pendekatan atau
pada saat melakukan kegitan rehabilitasi
psikososial sperti bercakap-cakap saya yang
harus lebih aktif untuk mendapatkan informasi
yang diberikan dari WBS tersebut. Sebaliknya
ketika saya menghadapi WBS yang aktif saya
lebih gampang dan tidak membutuhkan
komunaksi yang intes kepada WBS tersebut
dalam melakukan kegitan rehabilitasi
psikososial.
c. semua orang dapat dilengkapi dengan
keterampilan, yaa di sini saya melatih
keterampilan WBS untuk menghasilkan karya
dan membuat WBS mempunyai keahlian,
selain itu dalam melakukan kegiatan
keterampilan disini juga menjadi media saya
untuk dapat berbincang dengan WBS untuk
interaksi sehingga dapat digali informasi dan
perkembangan WBS.”
Pernyataan tersebut selaras dengan observasi yang
68
dilakukan peneliti. Berdasarkan hasil pengamatan yang
dilakukan oleh peneliti pada tahap ini, pekerja sosial
memang melakukan prinsip-prinsip rehabilitasi
psikososial tersebut dan ditamabah selaras dengan
program-program yang diberikan Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 3 .
69
BAB V
PEMBAHASAN
Peneliti akan membahas tentang Rehabilitasi Psikososial
dalam Pelayanan Sosial Warga Binaan Sosial Orang dengan
Ganguan Jiwa (ODGJ) di panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 3. Analisis dilakukan dengan menggunakan dan mengkaji
antara temuan hasil wawancara, observasi dan dokumentasi
dengan teori- teori yang telah dijelaskan pada bab II.
Dari hasil penelitian, peneliti menemukan beberapa hal
mengenai Rehabilitasi Psikososial dalam Pelayanan Sosial Warga
Binaan Sosial Orang dengan Ganguan Jiwa (ODGJ) di panti
Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3. Kegiataan Rehabilitasi
Psikososial yang dilakukan disini adalah bercakap-cakap dan
kegiatan jalan-jalan disekitaraan panti yang dimana diselingi
dengan berkomunikasi dengan masyarakat di sekitar panti.
Berdasarkan temuan yang peniliti dapat disimpulkan
bahwa pernyataan kedua peksos adalah sama. Dari dua
pernyataan diatas, dalam hal ini apa yang telah disampaikan
oleh Pak Dwi dan Ibu Netty, bahwa kegiatan Rehabilitasi
Psikosoial tersebut memang ada dan selalu dijalankan oleh
setiap WBS yang ada dipanti. Tujuan kegiatan Rehabilitasi
Psikososial tersebut ialah membuat WBS mampu melatih
berkomunikasi dengan baik dan juga meningkatkan kepercayaan
diri dari WBS tersebut. Dimana dengan WBS melakukan
interaksi dengan masyarakat sekitar panti atau dengan sesama
70
WBS membuat fungsi sosial dari WBS tersebut kemabali
berfungsi dengan baik.
Itu sesuai dengan pernyataan bahawa Rehabilitasi
Psikososial mengacu secara luas pada pemulihan fungsi dan
digunakan secara luas dibidang kesehatan. Rehabilitasi
psikososial merujuk lebih khusus pada restorasi fungsi
psikologis dan sosial dan paling sering digunakan dalam konteks
penyakit mental.(Meehan 2007, 9)
Ini didasarkan pada dua prinsip :
• Orang termotivasi untuk mencapai kemandirian dan
kepercayaan diri melalui penguasaan dan kompetensi.
• Orang mampu belajar dan beradaptasi untuk memenuhi
kebutuhan dan mencapai tujuan.
Jadi kegiataan yang telah di berikan oleh Panti Sosial Bina
Laras Sentosa 3 sesuai dengan pernyataan tersebut. Dimana
kegiatan-kegiatan Rehabilitasi Psikososial yang diberikan oleh
panti sangat tepat dimana Panti Sosial Bina Laras Sentosa 3
menginginkan WBS yang ada disana termotivasi dan mempunyai
kepercayaan diri kembali.
Serta para WBS juga bisa beradaptasi lingkungan yang ada
didalam atau diluar panti. Sehingga jika nanti WBS dikembalikan
71
kepada keluarganya di akan mudah untuk beradaptasi dan WBS
tersebut dapat diterima kembali di masyarakat.
1. Prinsip-prinsip Rehabilitasi Psikososial
Peneliti akan membahas tentang prinsip-prinsip
Rehabilitasi Psikososial dalam Pelayanan Sosial Warga
Binaan Sosial Orang dengan Ganguan Jiwa (ODGJ) di
panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3.
Prinsip-prinsip rehabilitasi psikososial menurut Meehan
adalah sebagai berikut :
a. Semua orang memiliki kapasitas yang kurang
dimanfaatkan, yang harus dikembangkan
b. Semua orang dapat dilengkapi dengan
keterampilan (sosial, kejuruan, pendidikan,
interpersonal dan lain-lain)
c. Orang-orang memiliki hak dan tanggung jawab
untuk menentukan nasib sendiri
d. Layanan harus disediakan dalam lingkungan yang
dinormalisasi
e. Penilaian kebutuhan dan perawatan berbeda untuk
setiap individu
f. Staf harus memiliki komitmen yang dalam
g. Perawatan diberikan dalam lingkungan yang intim
tanpa perisai profesional dan otoritatif
h. Strategi intervensi krisis telah tersedia
72
i. Badan dan struktur lingkungan tersedia untuk
memberikan dukungan
j. Mengubah lingkungan (mendidik masyarakat dan
menata kembali lingkungan untuk merawat
penderita cacat mental)
k. Tidak ada batasan partisipasi
l. Proses yang berpusat pada pekerjaan
m. Ada penekanan pada model perawatan sosial dari
pada model medis
n. Penekanan pada kekuatan klien dan bukan pada
patologi
Penekanan ada di sini dan sekarang dari pada
masalah dari masa lalu.(Robert King Tom Meehan 2007,
10)
Ada beberpa Prinsip-prinsip Rehabilitasi Psikososial
yang diterapkan oleh Pekerja Sosial disini dalam
menanggani para WBS yaitu :
1. Orang-orang memiliki hak dan tanggung jawab untuk
menentukan nasib sendiri.
2. Penilaian kebutuhan dan perawatan berbeda untuk
setiap individu.
3. semua orang dapat dilengkapi dengan keterampilan.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Pak Dwi
sebagai Pekerja Sosial, yaitu:
Berdasarkan hasil wawancara tersebut
disimpulkan bahwa pernyataan kedua peksos adalah
sama. Dari dua pernyataan diatas, dalam hal ini apa
73
yang telah disampaikan oleh Pak Dwi dan Ibu Netty,
bahwa Prinsip-prinsip Rehabilitasi Psikosoial
tersebut diterapkan dan selalu dijalankan oleh
Pekerja Sosial yang ada di Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 3.
Dari Prinsip Rehablitasi Psikososial Orang-
orang memiliki hak dan tanggung jawab untuk
menentukan nasib sendiri, disini para Pekerja Sosial
mereka hanya menjadi pendengar ketika ada WBS
yang sedang mengalami masalah baik masalah
dengan kegiatannya, atau dengan sesama WBS dan
bahakn dengan perawat yang ada di Panti Sosial Bina
Larasa Harapan Sentosa 3.
Para Pekerja Sosial biasanya mendengarkan
keluahan atau masalah-masalah itu pada saat
kegiatan menlis buku kegiatan dimana disana para
WBS disuruh menceritakan kegiataan atau hal-hal
apa saja yang mereka lakukan dan satu hari kemarin.
Disitu biasanya kesempatan para WBS
mengutarakan masalah yang sedang dialaminya.
Pekerja Sosial disana tidak pernah memberikan
solusi utnuk masalah tersebut.
Tetapi WBS lah yang harus memutuskan atau
mencari penyelesainnya sendiri.
Lalu selanjutnya Prinsip-prinsip Rehabilitasi
Psikososail, Penilaian kebutuhan dan perawatan
berbeda untuk setiap individu. Jadi disini para
74
Pekerja Sosial itu tidak bisa memberikan
perlakuakan yang sama kepada setiap WBS,
maksudnya bahwa WBS itu memiliki sifat yang
berbeda-beda ada yang aktif dan juga ada yang pasif.
Dari hasil wawancara dan observasi yang peneliti
lakukan untuk WBS yang pasif itu,Pekerja Sosial
lebih bekerja keras dan sabar dalam menanggani atau
memberikan arahan kepada WBS tersebut.
Karena WBS tersebut masih tertutp, tidak banyak
berkomunikasi dan terlalu banyak diam saat sedang
melakukan kegiatan Rehablitasi Psikososial
berlangsung, bahkan masih banyak WBS yang
kadang suka bengong.
Ketika ada WBS yang bengong langusng ditegur
oleh Pekerja Sosial karena itu sangat dilarang takut
menimbulkan halusinasi kemabli kepada WBS.
Sedangkan untuk WBS yang aktif menurut
observasi peneliti Pekerja Sosial di Panti Sosial Bina
Laras Harapan Sentosa 3 lebih mudah untuk
mengarahkan WBS dan WBS tersebut juga dapat
berkomunikasi dengan baik dengan Pekerja Sosial
atau sesama WBS.
Dan yang terakhir Prinsip-prinsip Rehablitasi
Psikososail, semua orang dapat dilengkapi dengan
keterampilan. Di Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 3 berdasarkan wawancara dan obervasi
peneliti, keterampilan-keterampilan yang diberikan
75
sangat banyak mulai keterampilan sederhana yang
dapat membantu kegiatan WBS sehari-hari seperti
membereskan tempat tidur,mencuci pakaian, dan
menyetrika. Itu menurut peneliti kegiatan yang
keliatan kecil tapi mempunyai dampak yang besar
dimana nantinya kalau para WBS ini dikembalikan
kekeluarga mereka, para WBS sudah terbiasa dan
tidak akan menyusahkan keluarganya justu para
WBS tersebut bisa di berdayakan oleh keluarganya
untuk membantu keluarganya dirumah.
Lalu ada keterampilan yang mana bisa
menambah sekil dan juga menghasilkan uang untuk
para WBS yaitu kegiatan menghasilkan karya yang
dapat dibeli oleh masyarakat, seperti membuat mute-
mute, membuat pel, membuat keset dimana
keterampilan tersebut sangat berguna untuk WBS,
dimana ketika WBS dipulangkan dia bisa membuat
kerajinan dan dapat menghasilkan uang utnuk WBS
dan dapat membantu ekonomi keluarganya. Sehingga
WBS tersebut tidak akan menjadi beban keluarganya
ketika nanti pulang.
76
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hasil yang telah didapat oleh peneliti di Panti Sosial Bina
Laras Harapan Sentosa 3 untuk melihat proses rehabilitasi
psikososial dari observasi, wawancara, dan dokumentasi
maka peneliti menyimpulkan:
Rehabilitasi Psikososial dalam Pelayanan Sosial Warga
Binaan Sosial Orang dengan Ganguan Jiwa (ODGJ) di panti
Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3. Kegiataan Rehabilitasi
Psikososial yang dilakukan disini adalah bercakap-cakap dan
kegiatan jalan-jalan disekitaraan panti yang dimana diselingi
dengan berkomunikasi dengan masyarakat di sekitar panti.
Rehabilitasi Psikosoial tersebut memang ada dan selalu
dijalankan oleh setiap WBS yang ada dipanti. Tujuan
kegiatan Rehabilitasi Psikososial tersebut ialah membuat
WBS mampu melatih berkomunikasi dengan baik dan juga
meningkatkan kepercayaan diri dari WBS tersebut. Dimana
dengan WBS melakukan interaksi dengan masyarakat sekitar
panti atau dengan sesama WBS membuat fungsi sosial dari
WBS tersebut kemabali berfungsi dengan baik.
Ada beberpa Prinsip-prinsip Rehabilitasi Psikososial yang
diterapkan oleh Pekerja Sosial di Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa 3 dalam menanggani para WBS yaitu :
77
1. Orang-orang memiliki hak dan tanggung jawab
untuk menentukan nasib sendiri
2. Penilaian kebutuhan dan perawatan berbeda untuk
setiap individu.
3. semua orang dapat dilengkapi dengan
keterampilan.
B. Saran
1. Kepada Pekerja Sosial lebih semangat dan
meningkatkan kinerja dalam melakukan kegiatan
Rehabilitasi Psikososial sehingga lebih profesional
dalam memberikan pelayanan kepada WBS, dengan
mengikuti seminar-seminar serta pelatihan-pelatihan
yang bersifat mendidik dan keilmuan, sehingga
menjadi pekerja sosial yang profesional dan
berkualitas yang akan membantu menghasilkan WBS
yang lebih baik.
2. Kepada pihak panti lebih menambahkan kegiatan
Rehabilitasi Psikososial, serta mensinergikan lagi
kerjasama antar bidang pekerjaan yang ada, seperti
pekerja sosial, perawat dan psikolog. Agar semakin
baik lagi dalam mencapai tujuan WBS untuk pulih.
Jumlah pekerja sosialnya mungkin harus di tambah
karena tidak sebanding dengan jumlah WBS yang di
layani, agar proses pelayanan lebih baik lagi.
78
DAFTAR PUSTAKA
Moeljono Notosoedirjo dan Latipun, Kesehatan Mental :
Konsep Dan Penerapan (Malang : UMM Press, 2005), h. 8.
Cnaan, R., Blankertz, L., Messinger, KW, & Gardner, J.
Psychosisal Rehabilitation (Victoria: Blackwell
Publishing,2007), h. 9.
Koentjoro, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu
Sosial, (Jakarta:Salemba Humanika, 2012).
Nanang Martono, Metode Penelitian Kualitatif Analisis Isi dan
Analisis Data Sekunder, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h.79.
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktik,
(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2013), Cetakan Pertama, h. 176.
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi,
Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana,
2011), Edisi kedua, Cetakan ke-5, h. 264-265.
Drs. H. Abu Ahmadi, Psikologi umum, (Jakarta: Rineka
Cipta,2009), Cetakan keempat h.7.
Laury M.G Korobu, G.D Kandou, Ch.R. Tilaar. Jurnal
Penelitian, Analisis Pelaksanaan Layanan Instalasi Rehabilitasi
Psikososial di Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.V.L. Ratumbuysang
Provisi Sumatra Utara . h.185
Sarlito W. Sarwono dan Eko A. Meinarno, Psikologi Sosial,
(Jakarta: Salemba Humanika, 2012), h, 12
Yustinus, Semiun, Kesehatan Mental 1,(Yogyakarta : Kanisius,
2006) h. 9.
79
Maramis, Wf. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, ( Surabaya : Air
Langga University Press, 1980) Cet ke-1.
Said Az-zahroni Musfir, Konseling Terapi, (Jakarta : Gema
Insani,2005).
Dirkes Jiwa. 1983. Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental
Rumah Sakit Jiwa di Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
Soetjiningsih, 1998. Tumbuh Kemabng Anak. Laboratorium Ilmu
Kesehatan Anak Universitas Airlangga
Blankertz Gardner. Jurnal Psychosisal Rehabilitation,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
http://yankes.kemkes.go.id/read-rehabilitasi-psikososial-untuk-orang-
dengan-gangguan-jiwa-odgj--8225.html, Diakses pada tanggal 25 April
2020
Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, (Jakarta, 1997)
Robert King Tom, Meehan, Psychosocial Rehabilitation
(Victoria, Blackwell Publishing, 2007)
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa
80
LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA
(Pekerja Sosial)
A. Identitas Informan
Nama : Dwi Pasetyo Utomo
Usia : 27 thn
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : D4 Pekerja Sosial STKS Bandung
Tanggal : 30 Mei 2020
Tempat : Via Whatsapp
B. Pertanyaan
I. Proses Penerimaan Warga Binaan Sosial(WBS)
1. Darimana asal WBS?
Asal WBS di sini itu rujukan dari PSBL 1
dan 2. Jadi penerimaan WBS itu sudah ada
prosudernya, jadi tidak sembarang mengambil
WBS dari jalanan.
2. Bagaimana kondisi WBS pada saat penerimaan
awal?
81
Jadi kondisi WBS pada saat penerimaan
awal atau saat pertama datang itu seperti
mengisolasi diri, mereka hanya diam,tidak mau
bicara dan lebih sering menyendiri saja.
3. Apa saja tahapan pendekatan awal pada WBS?
Jadi Pendekatan awal kepada WBS itu
beragam sih tergantung WBS itu, ada yang kita
ajak ngobrol ringan seperti kita menayakan nama
WBS tersebut. Ada juga WBS yang kita lakukan
pedekatan awal itu dia tidak mau bicara sama kita.
4. Apa yang dilakukan pada saat pendekatan awal?
Bagaimana prosesnya?
Jadi pada saat pendekatan awal kita
melakukan observasi dari apa yang kita lihat
seperti apa perilaku WBS tersebut, kemudian kita
analisa apakah WBS tersebut pasif atau aktif.
Setelah itu kita ajak ngobrol. Balik lagi yang tadi
sudah bilang pendekatan tergantung kondisi WBS.
Karena mereka kan ODGJ yang setiap
WBS berbeda cara pendekatannya namun rata-rata
WBS yg sudah di PSBL 3 memiliki kondisi yang
sudah cukup baik yah. Nah untuk kondisi WBS
yang sudah cukup baik dalam berkomunikasi ini
kita melakukan tanya jawab sederhana seperti apa
masih mendengar bisikan-bisikan dll.
82
Selain itu kita juga melakukan identifikasi
dan assesmen. Melakukan penggalian informasi
kepada WBS mengenai data diri dan data keluarga
WBS.
5. Apa yang dilakukan pekerja sosial saat observasi
pada WBS?
Observasi pada WBS yang kita lakukan
disini dengan cara mengamati dari apa yang kita
lihat seperti perilaku WBS lalu kita analisa apakah
WBS tersebut pasif atau aktif.
6. Setelah pendekatan awal, bagaimana proses
penerimaan secara administrasi yang dilakukan
pekerja sosial?
Jadi pada awalnya kami melihat dulu form
rujukan dari psbl 1 dan 2, apakah ada skrinning
ispds terbarunya, lalu melihat form perkembangan
WBS, dokumen bpjsnya, dan laporan konsultasi.
II. Proses Rehabilitasi Psikososial
1. Apakah Anda mendampingi WBS? Sejak kapan
dan sampai kapan?
Iya saya mendampingi WBS disini,saya
mendampingi dari tahap penerimaan awal sampai
resosialisasi.
83
2. Bagaimana proses rehabilitasi psikososial yang
diberikan di Panti Sosial Bina Laras Sentosa 3?
Jadi kalau disini proses rehabilitasi
psikososialnya itu langsung ikut kegiatan dan
langsung ikut bimbingan. Kalo disini itu
kegiatannya sudah terprogram. Jadi WBS tingal
mengikuti kegiatan yang sudah terjadwal di panti
atau WBS mengikuti arahan yang diberikan oleh
peksos.
3. Apa saja kegiatan rehabilitasi psikososial yang
dilakukan di panti sosial bina laras sentosa 3?
Rehabilitasi psikososial yang diberikan
kepada WBS yaitu kegiatan seperti bercakap-
cakap,melakuakn jalan sehat diluar panti dan
sekaligus mengajak WBS untuk berinteraksi
dengan masyarakat yang ada dilingkungan panti.
Selain berinteraksi dengan masyarakat WBS juga
melakukan kegiatan bersih-bersih lingkungan
diluar panti.
Itu untuk melatih WBS agar nantinya
WBS dapat berkomunikasi dengan baik kepada
petugas maupun dengan sesama WBS dan juga
masyarakat. Selain itu disini juga ada kegiatan
84
keterampilan seperti membuat mote,
sapu,pel,keset dan lain-lain.
4. Kapan biasanya Anda melaksanakan proses
rehabilitasi psikososial terhadap WBS?
Saya melakukan rehabilitasi psikososial itu
berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan oleh
panti,jadi saya mengikuti itu saja.
5. Apakah Anda mengetahui tentang prinsip-prinsip
rehablitasi psikososial?
Iya saya mengetahui prinsip-prinsip
rehabilitasi psikososial, seperti semua orang dapat
dilengkapi dengan keterampilan, penilaian
kebutuhan dan perawatan berbeda untuk setiap
individu, orang-orang memiliki hak dan tanggung
jawab untuk menentukan nasib sendiri.
6. Bagaimana Anda menerapkan prinsip-prinsip
tersebut ke dalam pelaksanaan proses rehabilitasi
psikososial pada WBS?
Jadi saya menerapakan prinsip-prinsip itu dari
program yang sudah dibuat oleh panti, seperti ;
a. semua orang dapat dilengkapi dengan
keterampilan di sini saya melatih WBS
untuk menghasilkan sesuatu dan membuat
WBS mempunyai keterampilan, selain itu
85
dalam melakukan kegiatan keterampilan
disini juga menjadi media saya untuk dapat
ngobrol sama WBS untuk interaksi
sehingga dapat digali informasi dan
perkembangan WBS.
b. Penilaian kebutuhan dan perawatan
berbeda untuk setiap individu. Jadi seperti
diawal saya bilang, bahwa setiap WBS itu
memiliki perbedaan dari WBS yang satu
dengan yang lain. Jadi ketika saya
menghadapi WBS yang pasif atau sulit di
ajak berkomunikasi saya harus lebih
bersabar untuk melakukan pendekatan atau
pada saat melakukan kegitan rehabilitasi
psikososial sperti bercakap-cakap saya
lebih sabar untuk mendapatka informasi
yang diberikan dari WBS tersebut.
Sebaliknya ketika saya menghadapi WBS
yang aktif saya lebih mudah untuk
memberikan WBS tersebut dalam
melakukan kegitan rehabilitasi psikososial.
c. Orang-orang memiliki hak dan tanggung
jawab untuk menentukan nasib sendiri,
disini saya hanya sebagai pendengar
apabila ada WBS yang sedang ada masalah
tentang sehari-harinya atau dengan
temannya biasanya dilakukan saat
86
terapeutik seperti bercakap cakap,
membuat buku kegiatan, berkenalan sambil
mendengarkan cerita WBS.
7. Bagaimana cara Anda menghadapi WBS yang
sulit untuk diajak bekerja sama dalam pelaksanaan
rehabilitasi psikososial?
Alhamdulillah disini WBSnya mudah
diajak kerja sama untuk melakukan-melakukan
kegiatan rehabilitasi psikososial, mereka itu nurut
dan selalu mengikuti kegiatan-kegiatan yang telah
dibuat oleh panti.
Tapi terkadang ada yang malas untuk
mengikuti kegiatn saya langsung menghampiri
kamarnya dan menyuruh WBS tersebut untuk
melakukan kegiatan dan dia langsung nurut dan
langsung bergabung untuk melakukan kegiatan
rehabilitasi psikososial.
8. Ketika WBS Anda memiliki masalah, bagaimana
cara Anda menyelesaikan masalah WBS tersebut?
Apabila ada WBS yang sedang ada
masalah tentang sehari-harinya atau dengan
temannya biasanya dilakukan saat terapeutik
seperti bercakap cakap, membuat buku kegiatan,
berkenalan sambil mendengarkan cerita WBS.
87
Saya memberikan tanggapan terhadap masalah
WBS tersebut.
9. Bagaimana jika WBS tidak mau mengikuti
kegiataan rehabilitasi psikososial ?
Seperti yang tadi saya bilang sebelumnya,
alhamdulillah WBS disini selalu mengikuti
kegiatan-kegiatan yang diberikan oleh panti.
Tetapi terkadang ada juga WBS yang pura-pura
sakit agar tidak mau mengikuti kegiatan, kalau ada
yang sperti iyu bisanya saya cek kondisi WBS
tersebut apakah benar-benar sakit atau pura-pura,
kalau hanya punya pura-pura saja maka saya
langsung untuk menyuruh WBS tersebut
bergabung dengan WBS yang lain untuk
melakukan kegiatan rehabilitasi psikososial.
PEDOMAN WAWANCARA
(Pekerja Sosial)
A. Identitas Informan
Nama : Netty Rumanti
Usia : 27 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
88
Pendidikan : D IV Pekerja Sosial
Tanggal : 28 Mei 2020
Tempat : Via Whatsapp
B. Pertanyaan
I. Proses Penerimaan Warga Binaan Sosial(WBS)
1. Darimana asal WBS?
Yaa hampir sebagian besar WBS itu
berasal dari Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 1 dan Panti Sosial Bina Laras Harapan
Sentosa 2.
2. Bagaimana kondisi WBS pada saat
penerimaan awal?
Kebanyakan kondisi WBS disini itu sudah
tenang lah dan bisa diajak komunikasi dengan
baik, walaupun terkadang masih agak tertutup,
masih suka menyendiri begitu. Namun
semakin lama ada komunikasi dan interaksi
WBS juga semakin terbuka secara perlahan.
3. Apa yang dilakukan pada saat pendekatan
awal? Bagaimana prosesnya?
Yaa, yang bisa saya lakukan pada saat
pendekatan awal yaitu komunikasi ringan
dengan WBS seperti ngobrol menanyakan
89
mengenai identitas seperti nama, asal
darimana, dan lain-lain. Seiring berjalannya
waktu komunikasi akan lebih sering dilakukan
seperti menanyakan kabar dan menanyakan
kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan.
Kemudiaan saat kegiatan rutin dilakukan
itu menjadi media untuk interaksi sehingga
WBS yang tadinya pasif dan tertutup lama-
lama lebih aktif dan terbuka.
4. Apa yang dilakukan pekerja sosial saat
observasi pada WBS?
Pada saat observasi saya biasanya
melakukan pengamatan yang memfokuskan
pada pengamatan fisik atau interaksi WBS.
Jadi kita amati bagaimana perilaku atau sikap
WBS sehingga kita dapat penempatan WBS
sesuai kondisi WBS tersebut.
5. Setelah pendekatan awal, bagaimana proses
penerimaan secara administrasi yang dilakukan
bapak/ibu?
Yaa, biasanya saya melihat rujukan dari
Panti Sosisal Bina Laras 1 dan 2 ada skrinning
ISPDS terbaru form perkembangan WBS, dan
juga laporan konsultasi sama bpjs WBS
tersebut.
90
II. Proses Rehabilitasi Psikososial
1) Apakah Anda mendampingi WBS? Sejak kapan
dan sampai kapan?
Yaa , saya mendampingi itu saat mulai
WBS sudah masuk asrama atau pada saat
penerimaan sampai nanti WBS dipulangankan.
2) Bagaimana proses rehabilitasi psikososial yang
diberikan di Panti Sosial Bina Laras Sentosa 3?
Yaa, kalau disini itu proses rehabilitasi
psikososialnya itu langsung saja mengikut
kegiatan-kegiatan dan langsung ikut bimbingan.
Kan disini itu sudah jelas yah programnya. Yaa
WBS langsung mengikuti kegiatan yang sudah
terjadwal di panti atau WBS mengikuti arahan
yang diberikan oleh pengasuh atau peksos disini.
3) Apa saja kegiatan rehabilitasi psikososial yang
dilakukan di panti sosial bina laras sentosa 3?
Yaa, ada banyak lah kegiatan rehabilitasi
psikososial yang dilakukan dipanti ini, seperti
melakuakn jalan sehat diluar panti dan sekaligus
mengajak WBS disini untuk berinteraksi dengan
masyarakat yang ada dilingkungan panti.
Selain berinteraksi dengan masyarakat
WBS juga melakukan kegiatan bersih-bersih
lingkungan diluar panti. Selain itu juga kegiatan
bercakap-cakap dimana ini untuk melatih WBS
91
agar nantinya WBS dapat berkomunikasi dengan
baik kepada petugas maupun dengan sesama WBS
dan juga masyarakat.
Selain itu disini WBS juga ada kegiatan
keterampilan seperti membuat mote,
sapu,pel,keset dan lain-lain. Yang dimana ini
untuk menambah keterampilan para WBS.
4) Kapan biasanya Anda melaksanakan proses
rehabilitasi psikososial terhadap WBS?
Yaa tentu saya melakukan rehabilitasi
psikososial itu sesuai jadwal yang telah diberikan
oleh panti,jadi saya mengikuti itu saja pada saat
melakukan rehabilitasi.
5) Apakah anda mengetahui prinsip-prinsip
rehabilitasi psikososial?
Yaa saya mengetahuinya seperti orang-
orang memiliki hak dan tanggung jawab untuk
menentukan nasib sendiri, penilaian kebutuhan
dan perawatan berbeda untuk setiap individu, dan
semua orang dapat dilengkapi dengan
keterampilan.
6) Bagaimana Anda menerapkan prinsip-prinsip
tersebut ke dalam pelaksanaan proses rehabilitasi
psikososial pada WBS?
92
Yaa saya menerapakan prinsip-prinsip
rehabbilitasi psikososial melalui program yang
sudah dibuat oleh panti, seperti ;
a. Orang-orang memiliki hak dan tanggung
jawab untuk menentukan nasib sendiri, yaa
biasanya saya disini hanya mendengarkan
apabila ada WBS yang bercerita yang sedang
ada masalah kesehariannya atau masalah
dengan WBS yang lain, biasanya ini saya
lakukan saat terapeutik seperti membuat buku
kegiatan, bercakap-cakap dan saat WBS
sedang bercerita dihadapan WBS yang lain.
b. Penilaian kebutuhan dan perawatan berbeda
untuk setiap individu. Yaa seperti yang Anda
tahu bawa setiap WBS itu memiliki perbedaan
ya, jadi saya juga menyesuaikan diri saya pada
setiap WBS seperti pada WBS yang pasif saya
lebih intens atau lebih banyak berkomunikasi
lagi dengan mereka. Untuk saya melakukan ini
pada saat pendekatan atau pada saat
melakukan kegitan rehabilitasi psikososial
sperti bercakap-cakap saya yang harus lebih
aktif untuk mendapatkan informasi yang
diberikan dari WBS tersebut. Sebaliknya
ketika saya menghadapi WBS yang aktif saya
lebih gampang dan tidak membutuhkan
komunaksi yang intes kepada WBS tersebut
93
dalam melakukan kegitan rehabilitasi
psikososial.
c. semua orang dapat dilengkapi dengan
keterampilan, yaa di sini saya melatih
keterampilan WBS untuk menghasilkan karya
dan membuat WBS mempunyai keahlian,
selain itu dalam melakukan kegiatan
keterampilan disini juga menjadi media saya
untuk dapat berbincang dengan WBS untuk
interaksi sehingga dapat digali informasi dan
perkembangan WBS.
7) Bagaimana cara Anda menghadapi WBS yang
sulit untuk diajak bekerja sama dalam pelaksanaan
rehabilitasi psikososial?
Yaa karena WBS disini termasuk kategori
yang ringan jadi lebih mudah diarahkan, tetapi jika
ada WBS yang sulit diajak kegiatan rehabilitasi
psikososial yaa saya deketin saya tanya-tanya
sambil saya bujuk WBS tersebut agar mau ikut
kegiatan rehabiliasi psikososial.
8) Ketika WBS Anda memiliki masalah, bagaimana
cara Anda menyelesaikan masalah WBS tersebut?
Yaa kalau ada WBS yang sedang ada
masalah enatah itu kesehariannya atau masalah
dengan temannya biasanya saya lakukan saat
94
terapeutik seperti bercakap cakap, membuat buku
kegiatan, berkenalan sambil mendengarkan cerita
WBS. Yaa saya hanya memberikan tanggapan dan
nasehat terhadap masalah WBS tersebut.
9) Bagaimana jika WBS tidak mau mengikuti
kegiataan rehabilitasi psikososial ?
Yaa seperti yang tadi saya bilang
sebelumnya, WBS didini kan termasuk WBS
kategori ringan jadi menerka kebanyakan
mematuhi apa yang diberikan oleh peksos . Tetapi
apabila ada WBS yang tidak mau ikut kegiataan
saya akan dekati dan membujuk dia agar
mengikuti kegiatan dan mereka biasanya langsung
nurut.