rekonstruksi pemikiran islam - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28450/4... ·...

20
1 KONTRIBUSI PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM PEMBENTUKAN MASYARAKAT MADANI Oleh Muhbib Abdul Wahab Abstrak Ada tiga kata kunci visi dan misi profetik Muhammad Saw: mendidik, membentuk karakter (akhlak), dan menyayangi. Pengembangan pemikiran pendidikan Islam tidak dapat dipisahkan dari ketiga kata tersebut, terutama dalam membetuk masyarakat madani. Untuk mengantisipasi transformasi sosial menuju "masyarakat madani", pendidikan Islam harus didisain dan direformulasikan untuk menjawab perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemikiran pendidikan Islam idealnya tidak sekedar berorientasi ―romantisme historis‖ yang tidak kreatif, melainkan harus berpacu dalam merespon tuntutan global yang sangat kompetitif. Pemikiran pendidikan Islam harus mampu memberi ―corak‖ (shibghah) integritas moral bagi para lulusannya. Karena dengan shibghah inilah, fitrah manusia menjadi tetap terpelihara sekaligus menjadi benteng moral dan pemacu semangat perubahan menuju kejayaan peradaban Islam di masa mendatang. Dalam konteks ini, kontribusi pemikiran pendidikan Islam semestinya diapresiasi dan diaktualisasikan sesuai dengan tuntutan zamannya, sehingga melahirkan generasi masa depan yang memiliki kekuatan imtak dan keunggulan iptek dengan tradisi riset yang maju dan produktif. م لخص البحث ثمةة تمثل رؤية مفتاحيث كلمات ث وسلم عليوحمد صلى النبي مية ل مستقبلر الفكر التربوي تطويق، والرحمة. وخرم ا تكوين مكا: التربية، و وىي رسالتو، أ وميس ا أ بتحويلي. ورغبة في التنبع مدنجتم عن تكوين مث، وفضت الثكلماو من ىذه ال يمكن فصلجتماعي نح الصياغةيم وادة التصممية بحاجة إلى إعاس، فإن التربية اع مدنيجتم و متلبية ل التكنولوجي.علمي و العصر والتقدم الطلبات متمي علىسر الفكر التربوي اسي يمول أن المأ وم ا تجاه غيرخيلتاريكي الرومانتي ات اللبية متطلباسابقا في ت بد أن يكون مت لكنوبداعي، و ا عصر الدوليةلتنافس. الشديدة اميسقدم الفكر التربوي امطلوب أن ي ومن ال التربويةلهيئاتن في المتخرجيقية ل صبغة خلقخ معقل الصبغة إنما ظة، وىذه اسان محفون أصبحت فطرة اذه الصبغةمية. وبـهس امستقبل. وفيمي في السري الحضا التغير نحو التقدم ا ومنبع روح ورياد أصبح ضر ىذا الصد وسياقيتهاميس الفكر التربوي ا ر إسهامات نقد أن ن من ما يمكت العصر، ممتطلبا وفقا ل التكنولوجيعلمي ون في التقدم ال المتفوقي ى، و التقويمان وء اقويامستقبل ا الد أجيال إعدا، ية متقدمة ومنتجة.دات بحثية قو وذلك بإنماء عاKata Kunci: pemikiran pendidikan Islam, membentuk karakter, kekuatan imtak, keunggulan iptek, dan masyarakat madani. Penulis adalah Dosen dan Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, alamat e-mail: [email protected].

Upload: phamdien

Post on 02-Feb-2018

224 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: REKONSTRUKSI PEMIKIRAN ISLAM - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28450/4... · menjawab perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemikiran pendidikan

1

KONTRIBUSI PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM

DALAM PEMBENTUKAN MASYARAKAT MADANI

Oleh Muhbib Abdul Wahab

Abstrak

Ada tiga kata kunci visi dan misi profetik Muhammad Saw: mendidik,

membentuk karakter (akhlak), dan menyayangi. Pengembangan pemikiran

pendidikan Islam tidak dapat dipisahkan dari ketiga kata tersebut, terutama dalam

membetuk masyarakat madani. Untuk mengantisipasi transformasi sosial menuju

"masyarakat madani", pendidikan Islam harus didisain dan direformulasikan untuk

menjawab perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pemikiran pendidikan Islam idealnya tidak sekedar berorientasi ―romantisme

historis‖ yang tidak kreatif, melainkan harus berpacu dalam merespon tuntutan

global yang sangat kompetitif. Pemikiran pendidikan Islam harus mampu memberi

―corak‖ (shibghah) integritas moral bagi para lulusannya. Karena dengan shibghah

inilah, fitrah manusia menjadi tetap terpelihara sekaligus menjadi benteng moral dan

pemacu semangat perubahan menuju kejayaan peradaban Islam di masa mendatang.

Dalam konteks ini, kontribusi pemikiran pendidikan Islam semestinya diapresiasi

dan diaktualisasikan sesuai dengan tuntutan zamannya, sehingga melahirkan generasi

masa depan yang memiliki kekuatan imtak dan keunggulan iptek dengan tradisi riset

yang maju dan produktif.

البحثلخص ممستقبلية للنبي محمد صلى اهلل عليو وسلم ثالث كلمات مفتاحية تمثل رؤية ثمة

ال اإلسالمي ورسالتو، أال وىي: التربية، وتكوين مكارم األخالق، والرحمة. وتطوير الفكر التربوييمكن فصلو من ىذه الكلمات الثالث، وفضال عن تكوين مجتمع مدني. ورغبة في التنبأ بتحويل

لتلبية و مجتمع مدني، فإن التربية اإلسالمية بحاجة إلى إعادة التصميم والصياغةاجتماعي نح متطلبات العصر والتقدم العلمي والتكنولوجي.

الرومانتيكي التاريخي غير تجاه االومن المأمول أال يسير الفكر التربوي اإلسالمي على الشديدة التنافس. عصر الدوليةاإلبداعي، ولكنو ال بد أن يكون متسابقا في تلبية متطلبات ال

صبغة خلقية للمتخرجين في الهيئات التربوية ومن المطلوب أن يقدم الفكر التربوي اإلسالمي اإلسالمية. وبـهذه الصبغة أصبحت فطرة اإلنسان محفوظة، وىذه الصبغة إنما معقل األخالق

ىذا الصدد أصبح ضروريا ومنبع روح التغير نحو التقدم الحضاري اإلسالمي في المستقبل. وفيوفقا لمتطلبات العصر، مما يمّكن من أن نقّدر إسهامات الفكر التربوي اإلسالمي وسياقيتها

، إعداد أجيال المستقبل األقوياء اإليمان والتقوى، والمتفوقين في التقدم العلمي والتكنولوجي وذلك بإنماء عادات بحثية قوية متقدمة ومنتجة.

Kata Kunci: pemikiran pendidikan Islam, membentuk karakter, kekuatan imtak,

keunggulan iptek, dan masyarakat madani.

Penulis adalah Dosen dan Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, alamat e-mail: [email protected].

Page 2: REKONSTRUKSI PEMIKIRAN ISLAM - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28450/4... · menjawab perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemikiran pendidikan

2

Prolog

Islam merupakan satu-satunya agama yang ayat pertamanya mewajibkan umatnya

untuk membaca (belajar, meneliti, mengkaji, mengembangan ilmu).1 Karena itu, Islam juga

mengharuskan umatnya agar senantiasa memaksimalkan pendayagunaan akal (i’mâl al-aqli wa

al-fikr), sehingga melahirkan pemikiran yang kreatif dan konstruktif bagi kemanusiaan. Di

dalam al-Qur'an setidak-tidaknya dijumpai penggunaan kata ‗aql (akal) dalam bentuk verba

(kata kerja) sebanyak 48 kali. Kata-kata lain yang terkait langsung dengan ilmu dalam al-

Qur‘an adalah ra’yu (melihat, berpendapat, mengamati, menyelidiki), disebut sebanyak 332

kali; bashar (melihat, mengobservasi, memahami, memperhatikan) digunakan sebanyak 149

kali, nazhar (mengobservasi, bernalar, memperhatikan, memikirkan) sebanyak 99 kali, dan

kata `arafa (mengetahui, memahami, bersikap arif) sebanyak 24 kali, dan fikr (berpikir)

sebanyak 19 kali, kata lubb yang berarti akal atau nalar sebanyak 6 kali, dan kata hikmah

(kebijaksanaan, filsafat, kearifan) disebut ulang 16 kali (al-Bâqî, 1992: passim).

Hal tersebut menunjukkan bahwa Islam adalah agama rasional yang pada

intinya menghendaki umatnya mampu menjadi pemikir, peneliti, penemu, dan

pengembang ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga pada gilirannya dapat

membangun masyarakat madani yang berperadaban dan berkeadaban. Nabi Saw.

sendiri menyatakan bahwa ―Agama (Islam) adalah akal (rasionalitas). Karena itu,

tidak dikatakan beragama orang yang tidak mendayagunakan akalnya.‖ (HR. Ibn

Hibbân). Dengan kata lain, peradaban Islam dalam masyarakat madani hanya

mungkin dibangun dengan kesadaran ilmiah: keseriusan untuk melakukan penelitian,

pengembangan pemikiran dan karya ilmiah, serta bepartisipasi aktif dalam

mengembangkan masyarakat dengan berbasis pada temuan-temuan ilmiah dan

pemikiran-pemikiran Islam.

Jika di masa lalu, masa keemasan peradaban Islam, dinamika pemikiran

Islam menjadi "ruh" perubahan sosial budaya yang bersendikan nilai-nilai Islami,

kini –pada saat dunia Islam berada dalam kemunduran— pemikiran itu tampaknya

1 Ada yang menarik bahwa Rasulullah Saw. memadukan ilmu pengetahuan dengan agama,

yang disimbolkan dalam iqra' bi ismi rabbik! (Bacalah dengan nama Tuhanmu). Iqra' adalah simbol

ilmu pengetahuan, sedangkan bi ismi rabbik sebagai simbol agama. Iqra' tanpa bi ismi rabbik atau bi

ismi rabbik tanpa iqra' terbukti tidak mengangkat martabat manusia dan kemanusiaan (Nasaruddin

Umar, 2010:1),

Page 3: REKONSTRUKSI PEMIKIRAN ISLAM - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28450/4... · menjawab perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemikiran pendidikan

3

menjadi "mandul", kalau tidak dikatakan "mati suri". Kemandulan pemikiran Islam,

antara lain, tampak dalam berbagai hal. Dari segi metodologis, para pemikir Muslim

kini masih tampak sibuk mencari –dan dalam banyak hal mencoba mengadopsi atau

mengadaptasi Barat—metodologi pemikiran yang dinilai tepat dan relevan dengan

kebutuhan umat Islam. Para pemikir Muslim kini belum cukup "mandiri" dalam

mengembangkan model pemikiran keislamannya.

Para pemikir Muslim modern kini memfokuskan perhatiannya terhadap ilmu-

ilmu sosial dan humaniora (sosiologi, antropologi, linguistik, psikologi, semiologi,

sastra, dan sebagainya) untuk kemudian diaplikasikan dalam memahami ajaran

Islam. Mohammed Arkoun, pemikir Muslim asal al-Jazair, misalnya menyerukan

pembacaan kembali terhadap ajaran Islam melalui antropologi pemikiran;

Fazlurrahman melalui pendekatan historis-sosiologis dan wacana hermenuetik; M.

Syahrur, pemikir kontemporer asal Suriah, melalui kritik diri (naqd al-dzat) dan

analisis linguistiknya; Nashr Hamid Abû Zaid dengan kritik wacana keagamaan dan

pembacaan yang produktif (qirâ'ah muntijah), dan Muhammad 'Âbid al-Jâbiri,

pemikir asal Marokko, melalui kritik nalar Arab (naqd al-'aql al-'Arabi) (al-

Daghâmain, 1995:15). Karena itu, upaya modernisasi pemikiran Islam tidak jarang

hanya dipahami sebagai penerapan pendekatan dan metodologi baru dalam menelaah

dan mengembangkan wacana pemikiran yang sudah ada.

Uraian dalam tulisan ini, secara jujur diakui, bukanlah hasil penelitian ilmiah

yang mendalam, melainkan lebih merupakan hasil pengamatan selintas dan

pembacaan reflektif terhadap sketsa pemikiran pendidikan Islam yang kini sedang

dan terus bergeliat menuju pembacaan kembali, rekonstruksi, dan pencerahan

intelektual. Tanda-tanda ke arah itu sudah mulai jelas di hadapan kita, atau sekurang-

kurang di kalangan komunitas akademik, antara lain: (1) semakin banyaknya sarjana

Muslim yang berpendidikan Barat dan Timur [Tengah] yang bergelar Doktor dan

kini telah memainkan peran penting dalam lembaga pemerintah maupun swasta; (2)

berubahnya status institusional sebagian pendidikan tinggi Islam dari institut menjadi

universitas, seperti: UIN Jakarta, UIN Yogyakarta, UIN Malang, UIN Makassar, dan

UIN Bandung; atau perubahan status dari STAIN menjadi IAIN, seperti: IAIN

Gorontalo, IAIN Banten, dan IAIN Cirebon, (3) menjamurnya penyelenggaraan

program pendidikan S2 dan S3 mengenai studi Islam di pelosok tanah air, baik di

Page 4: REKONSTRUKSI PEMIKIRAN ISLAM - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28450/4... · menjawab perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemikiran pendidikan

4

kalangan PTAIN maupun PTAIS, (4) mulai tumbuhnya semangat kemandirian dan

kreativitas intelektualisme di kalangan generasi muda kita; (5) menguatnya kontrol

sosial terhadap kebijakan dan kinerja pemerintah, baik melalui komunitas yang

tergabung berbagai asosiasi dan lembaga profesi maupun melalui lembaga legislatif,

dan (6) mobilitas dan dinamisme para intelektual muda Islam dalam menyikapi dan

merespon terhadap berbagai perubahan kontempor cukup tinggi. Hal ini, antara lain,

disebabkan terbuka komunikasi digital dan ketersediaan nuansa demokrasi yang

bebas menyatakan pendapat dan pemikiran. Beberapa kalangan intelektual Muslim

tidak lagi hanya menulis dan mengekspresikan gagasannya di media-media yang

beridentitas Islam, seperti Republika, melainkan juga sudah mampu menembus dan

sedikit banyak mewarnai media ‖nasionalis‖ seperti: Kompas dan Media Indonesia.

Lalu, apa kontribusi pemikiran pendidikan Islam dalam pembentukan

masyarakat madani? Artikel singkat ini berusaha menjawab pertanyaan ini dengan

sedikit ‖menoleh ke belakang‖ menelusuri jejak pemikiran pendidikan Islam, dan

‖menatap ke depan‖ sembari memberi alternatif model pemikiran pendidikan yang

perlu dikembangkan di dunia pendidikan kita.

Pemikiran Pendidikan Islam: Rekonstruksi Metodologi

Kata "rekonstruksi" (i’âdah al-bina’/al-binyah) mengingatkan kita kepada

Irak yang porak-poranda akibat perang melawan sekutu –atau lebih tepat sekutu

yang memporak-porandakan Irak— dan Aceh yang hancur akibat gempa dahsyat dan

gelombang tsunami pada akhir Desember 2004 lalu. Irak dan Aceh memang perlu

direkonstruksi, tidak hanya berupa pembangunan kembali sarana dan prasarana fisik

yang rusak atau hancur, melainkan juga perlu pembangunan mental-spiritual maupun

intelektual dan sosial.

Bagaimana halnya dengan pemikiran Islam: adakah bangunan pemikiran

yang selama ini dipandang "hancur berantakan", sehingga harus direkonstruksi?

Apakah rekonstruksi pemikiran Islam mensyaratkan "kehancuran bangunan

pemikiran" terlebih dahulu ataukah kemandegan (status quo) pemikiran Islam itu

dengan sendirinya memerlukan proses dekonstruksi (deconstruction, tafkîk), lalu

ditindaklanjuti dengan rekonstruksi?

Page 5: REKONSTRUKSI PEMIKIRAN ISLAM - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28450/4... · menjawab perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemikiran pendidikan

5

Yang pasti, rekonstruksi pemikiran Islam tidaklah identik dengan

rekonstruksi Islam sebagai agama universal, karena Islam sebagai ajaran yang

bersumber dari wahyu (al-Qur‘an dan al-Sunnah) sudah "final", sedangkan yang

belum final dan tidak akan pernah selesai, adalah proses interaksi dan interpretasi –

yang kemudian melahirkan pemikiran—terhadap doktrin dan ajaran dalam kitab suci.

Yang juga tidak pernah selesai adalah pembacaan dan pemikiran ulang (rethinking)

terhadap pemikiran para pemikir Muslim masa lalu.

Yang dimaksud dengan pemikiran pendidikan Islam (al-fikr al-tarbawî al-

Islâmî) adalah sejumlah postulat dan pemikiran yang membentuk suatu teori atau

beberapa teori yang dapat dijadikan sebagai referensi atau dasar dalam merancang

dan merumuskan strategi dan program-program pendidikan Islam. Pemikiran

pendidikan Islam merupakan usaha konseptual atau kerja intelektual yang berbasis

teori dan sekaligus mempunyai implikasi aplikatif atau operasional di bidang

pendidikan dan pembelajaran (Ghadhbân, 2009:3).

Dengan demikian, pemikiran pendidikan Islam pada dasarnya merupakan

kontribusi (ishâmât) hasil pemikiran kreatif di bidang pendidikan Islam yang

disumbangkan oleh para pemikir Muslim, baik klasik, pertengahan, maupun

kontemporer. Pemikiran pendidikan Islam dapat berupa hasil pergumulan intelektual

seorang pemikir dengan sumber ajaran Islam (al-Qur‘an dan al-Sunnah) dengan

realitas sosial budaya, dan dapat pula berupa kritik terhadap perkembangan ilmu

pendidikan yang ada (misalnya dari Barat) dengan memberikan alternatif dan solusi

sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Persoalannya kemudian adalah: pertama: "Bagaimana para pemikir Muslim

mampu merekonstruksi metodologi penalaran dan pemikiran Islam yang kreatif dan

konstruktif, seperti: yang pernah dirumuskan oleh Imam Syafi'i (w. 204 H) dalam

bidang ushûl fiqh, Ibn Ishâq dalam bidang sejarah, khususnya Sîrah Nabawiyyah

(biografi Nabi Muhammad Saw), Wâshil ibn al-'Athâ‘ dan Abu al-Hasan al-Asy'arî

dalam bidang kalam (teologi), al-Fârâbî dan Ibn Sînâ dalam bidang filsafat,

psikologi, musik, dan kedokteran, al-Khalîl ibn Ahmad (w. 175 H) dan al-Kisâ'î

dalam bidang linguistik, ‗arûdh (metrics) dan nahwu, ‗Abd al-Qâhir al-Jurjânî di

bidang balâghah (eloquence) al-Ghazzâli (w. 1111) dan Ibn 'Arabî dalam bidang

Page 6: REKONSTRUKSI PEMIKIRAN ISLAM - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28450/4... · menjawab perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemikiran pendidikan

6

moral dan tasawwuf (sufisme), dan Ibn Jarîr al-Thabarî dan al-Zamakhsyarî dalam

bidang tafsir dan linguistik, dan sebagainya?"

Semua pemikir tersebut, menurut penulis, telah berkontribusi dengan

mewariskan karya-karya besar (magnum opus, masterpiece) dalam bidang pemikiran

dan disiplin ilmu masing-masing karena mereka terbukti berhasil mengembangkan

metodologi penelitian dan model pemikiran yang jelas, distingtif, dan kreatif pada

masanya. Selain itu, mereka juga mampu merespon kebutuhan dan perkembangan

zamannya dengan cepat dan tepat.

Kedua, "Bagaimana para pemikir Muslim kontemporer mampu memetakan

kecenderungan dan orientasi (ittijâhât), berikut merekonstruksi pemikiran Islam

masa lalu (klasik hingga kontemporer), kemudian menjadikannya sebagai landasan

teoritis, kerangka epistemologi, atau sekurang-kurangnya sebagai pengalaman

empirik, untuk merespons perubahan dan perkembangan zaman dewasa ini, baik

dalam bidang sosial-politik, budaya, hukum, pendidikan, maupun dalam bidang

sains, teknologi, dan informatika?" Jika Albert Hourani, misalnya, berhasil membuat

pemetaan terhadap pemikiran liberal Arab di paruh pertama abad ke-20 (1830-1939)

dan mengklasifikasikannya ke dalam tiga generasi2, maka bagaimana pemikir kita

dewasa ini mampu membaca kembali kecenderungan dan karakteristik pemikiran

Islam Indonesia dalam abad 20 ini dan awal abad ke-21?" Ini merupakan tantangan

besar yang perlu dijawab melalui kajian yang intens, serius, dan mendalam, agar kita

dapat menatap masa depan pemikiran pendidikan Islam secara lebih dinamis,

konstruktif, progresif, dan berperadaban.

Ketiga, "bagaimana para pemikir pendidikan Islam memaknai perubahan

sosial dan perkembangan sains dan teknologi modern, sehinggga mereka mampu

memberikan respons yang positif, dan dalam batas-batas tertentu, bersikap proaktif

terhadap berbagai isu-isu kontemporer, seperti: fiqh korupsi, teologi reformasi,

2 Ketiga generasi dimaksud adalah: (1) generasi pertama (1830-1870 M), direpresentasikan

oleh Rif'at al-Thahthâwî, Abd al-Rahmân al-Kawâkîbî, dan Khairuddin al-Tûnusî, yang mendasarkan

pemikiran mereka pada pertanyaan reflektif: "Mengapa dunia Barat maju dan mengapa dunia Arab-

Islam mundur?" (2) Generasi kedua (1870-1900 M), direpresentasikan oleh Qâsim Amîn dan Ali Abd

al-Râziq, yang masing-masing mengangkat isu persamaan jender (gender equality) dan menyuarakan

penolakan terhadap sistem politik kekhalifahan. Sedangkan generasi ketiga (1900-1939 M),

direpresentasikan oleh Muhammad ‗Abduh (w. 1905), Rasyîd Ridhâ, Syiblî Syumayyil, antara lain

menyuarakan pentingnya teologi rasional dan pendidikan sebagai instrumen untuk kebangkitan dunia

Islam dan pembaharuan pemikiran Islam (Albert Hourani, 1983:passim).

Page 7: REKONSTRUKSI PEMIKIRAN ISLAM - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28450/4... · menjawab perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemikiran pendidikan

7

sufisme perkotaan, fiqh lingkungan, sosiologi Islami tentang konflik etnik, psikologi

Islami bagi korban tsunami, filantropi sosial bagi pendidikan dan kesejahteraan umat,

fiqh HAM, pendidikan anti-korupsi, pendidikan multikulturalisme, dan sebagainya?"

Menyikapi dan meresponi tanda-tanda zaman dan perubahan sosial yang demikian

cepat, tentu saja, tidak cukup dengan membaca ayat demi ayat dan hadits demi hadits

Nabi Saw. Pendekatan multidisiplin keilmuan dan model pemikiran yang

komprehensif, dipadukan dengan penelitian empirik yang mendalam, sangat

diperlukan dan dikembangkan secara komprehensif. Sinergi pendidikan,

pengembangan ilmu, dan penelitian adalah manifestasi dari upaya pengembangan

pemikiran Islam.

Dari beberapa pemetaan tantangan pemikiran pendidikan Islam tersebut,

dapat ditegaskan bahwa substansi pemikiran pendidikan Islam adalah produk

pemikiran dan kreativitas keilmuan yang dihasilkan oleh pemikir pendidikan Islam

sejak kerasulan Muhammad Saw. hingga dewasa ini mengenai tiga narasi besar,

yaitu: Allah, alam, dan manusia yang kemudian dikaitkan dan diaplikasikan dalam

dunia pendidikan (‗Abd al-Hâmid, 1992:41). Pemikiran dimaksud merupakan hasil

ijtihâd ilmiyyah para pemikir dalam berinteraksi, memahami, menjelaskan, dan

menginterpretasikan pengetahuannya dalam kerangka prinsip-prinsip Islam.

Pemikiran Islam tidak hanya berkaitan dengan pemikiran teologis, filosofis, dan

sufistik (tasawuf), sebagaimana disederhanakan, misalnya, oleh almarhum Harun

Nasution. Pemikiran Islam meliputi seluruh apsek pemikiran yang pernah lahir dalam

lintasan sejarah peradaban Islam dari masa klasik hingga masa kontemporer.

Pemikiran pendidikan Islam juga merupakan bagian dari pemikiran Islam

pada umumnya. Hanya saja, bidang ini lebih difokuskan pada hasil-hasil atau

produk-produk pemikiran dalam bidang pendidikan yang dipahami dari sumber

bakunya: al-Qur‘an dan al-Sunnah, dan dikomunikasikan atau dikontekstualisasikan

dalam realitas sosial pendidikan. Pada masa Nabi Muhammad Saw., misalnya telah

lahir pendidikan Islam dengan menggunakan metode dialogis, metode kisah, metode

perumpamaan (tamtsîl), metode keteladanan, dan sebagainya (al-Nahlâwî, 2002: 175

dst). Di masa shahabat Nabi, misalnya pada masa Umar ibn al-Khaththab, muncul

ide pembentukan dawâwîn (kementerian atau departemen), yang menuntut adanya

Page 8: REKONSTRUKSI PEMIKIRAN ISLAM - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28450/4... · menjawab perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemikiran pendidikan

8

pembenahan administrasi dan manajemen, sehingga wacana dan pemikiran

pendidikan administrasi dan manajemen cukup menonjol.

Demikian pula, pemikiran pendidikan mengenai konsep fitrah juga mulai

dikembangkan pada masa-masa awal peradaban Islam. Imam Ja‘far al-Shadiq (80-

148 H), misalnya berpendapat bahwa manusia sesuai dengan ayat (QS. Al-Rûm/30:

30) diberikan fitrah (potensi dasar) bertauhid kepada Allah. Allah tidak (pernah)

mendorong manusia untuk menjadi kufur (ingkar, tidak bertauhid). Dengan fitrahnya

manusia memiliki kesanggupan untuk mengetahui apa yang diberikan oleh Allah

kepadanya dan sekaligus memiliki kesanggupan untuk menegakkan keadilan (Abu

al-‗Ainain, 1988:103). Jadi, jejak rekam dan kekayaan khazanah intelektual di bidang

pendidikan Islam dari masa ke masa merupakan ―tambang pemikiran‖ yang perlu

diapresiasi dan dikontekstualisasikan untuk kepentingan pengembangan model

pendidikan dan pembelajaran masa kini. Rintisan penambangan pemikiran

pendidikan Islam telah dimulai, misalnya, oleh al-Munazhzhamah al-Arabiyyah li al-

Tarbiyah wa al-Tsaqâfah wa al-’Ulûm (ISESCO) dengan menerbitkan empat jilid

pemikiran pendidikan Islam mulai dari masa khulafa‘ rasyidun hingga abad kedua

puluh, dalam ensiklopedi berjudul Min A’lâm al-Tarbiyah al-‘Arabiyyah al-

Islâmiyyah (1988).

Karakteristik Pemikiran Pendidikan Islam

Jika dibandingkan dangan pemikiran Barat yang sekuler dan materialistik,

akibat tidak bertemunya agama dan ilmu, pemikiran pendidikan Islam, mempunyai

beberapa karakteristik yang perlu dijadikan sebagai visi, misi, orientasi dan

aktualisasi pengembangan pemikiran pendidikan Islam ke depan. Karakteristik

pemikiran dimaksud adalah sebagai berikut.

Pertama, pemikiran Islam itu bersifat rabbâni, bersumber dari dan bermuara

kepada sistem nilai ketuhanan. Sumber utamanya adalah wahyu, yaitu: al-Qur'an dan

al-Sunnah (al-Zunaidi, 1995:125). Orientasi pemikiran pendidikan Islam juga

mengarah kepada nilai-nilai transendental dan spiritual, tidak hanya berupa

mewujudkan fi al-dunya hasanah (kebahagiaan duniawi, jangka pendek), tetapi juga

fi al-âkhirati hasanah (kebahagiaan ukhrawi, jangka panjang) sekaligus waqina

adzaba al-nâr (QS. al-Baqarah [2]: 201). Pemikiran Islam juga harus memposisikan

Page 9: REKONSTRUKSI PEMIKIRAN ISLAM - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28450/4... · menjawab perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemikiran pendidikan

9

kehidupan dunia sebagai instrumen atau sarana, atau meminjam istilah Mâjid ‘Irsân

al-Kailânî, pemikir pendidikan pendidikan Islam asal Jordania, dalam Falsafah al-

Tarbiyah al-Islâmiyyah-nya sebagai laboratorium pendidikan— menuju kebahagiaan

hidup tanpa batas di akhirat. Karena itu, pemikiran Islam tidak seharusnya

berorientasi kekinian dan kedisian (jangka pendek) semata, melainkan juga harus

berorientasikan jauh ke depan dan bervisi keabadian (perenial). Allah swt. berfirman:

Walal-âkhiratu khairul laka minal ûla. Artinya: "Orientasi kehidupan masa depan

[akhirat] itu sungguh lebih baik daripada orientasi masa kini (kehidupan dunia) (QS.

al-Dhuhâ [93]: 4).

Selain itu, pemikiran pendidikan Islam dibangun di atas fondasi tauhid

(ajaran tentang keesaan Allah, kesatuan sumber ajaran, kesatuan penciptaan,

kesatuan kemanusiaan, kesatuan tujuan hidup). Kesatuan aqidah inilah yang

merupakan faktor pemersatu (uniting factor) berbagai upaya pemikiran menuju

kamajuan dan kesejahteraan umat. Penelitian serius yang dilakukan oleh pemikir

Muslim dalam rangka mengungkap rahasia dan hukum-hukum alam tidak lain karena

didasari oleh semangat dedikasi atau pengabdian hanya untuk memperoleh cinta dan

ridha (perkenan, restu) Allah swt. dan sekaligus untuk mengokohkan iman yang ada

dalam diri pemikir dan siapa saja yang membaca dan memahami pemikirannya (al-

Difâ', 1998:20).

Kedua, pemikiran pendidikan Islam bersifat insâniyyah (kemanusiaan,

humanistik). Produk pemikiran pendidikan Islam hendaknya berorientasi kepada

proses humanisasi, pemanusiaan manusia, dengan mengedepankan pemberdayaan,

pencerdasan, kemaslahatan dan kesejahteraan umat manusia. Karena itu, pemikiran

pendidikan Islam memperioritaskan pemberlakukan rambu-rambu dan nilai-nilai

moral yang luhur dalam berinteraksi dengan kitab suci maupun dalam

mengembangkan wacana keilmuan. Pemikiran Islam dalam berbagai bidang tidak

berwujud teori-teori yang tidak membumi, melainkan seharunya melahirkan tatanan

kehidupan masyarakat yang lebih beradab, adil, dan sejahtera (al-Difâ‘, 1998:21).

Dengan kata lain, pemikiran pendidikan Islam harus mampu melayani kepentingan

dan kemaslahatan manusia sesuai dengan norma-norma syari'ah dan nilai-nilai al-

akhlâq al-karîmah (akhlak mulia).

Page 10: REKONSTRUKSI PEMIKIRAN ISLAM - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28450/4... · menjawab perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemikiran pendidikan

11

Ketiga, pemikiran pendidikan Islam itu bersifat syumûliyyah wa

mutakâmilah, komprehensif dan terpadu, meliputi segala bidang keilmuan,

keterampilan (bahasa, sosial, hidup) berorientasi dunia-akhirat (masa kini dan

mendatang). Pemikiran pendidikan Islam tidak terbatas mengkaji masalah metafisika

–seperti yang digeluti oleh filosof dan teolog—tetapi juga mencakup seluruh bidang

dan aspek kehidupan manusia. Komprehensivitas pemikiran Islam juga tidak terletak

pada tema kajian, melainkan juga meliputi sumber pengetahuan. Sumber

pengetahuan dalam pemikiran Islam tidak terbatas pada logika, rasio [rasionalisme]

dan pengalaman empiris [empirisme], melainkan juga bersumber dari wahyu dan

intuisi [gnostik, ma'rifah] (al-Zunaidî, 1995:126; al-Kailani, 1987:passim). Demikian

pula, metode yang digunakan dalam memproduksi pemikiran tidaklah semata-mata

deduksi-induksi, melainkan juga merupakan perpaduan antara ta'aqquli-ta'ammuli,

(penalaran logis dan kontemplatif), bayâni (penjelasan elaboratif), burhâni

(demonstratif), jadalî (dialektik) dan hadasi (intuitif) (al-Jâbirî, 1990: passim).

Pemikiran rasional tidak cukup untuk memahami realitas metafisika dan fisika.

Pengetahuan gnostik (ma'rifah) atau pendekatan sufistik, seperti yang pernah

ditempuh oleh al-Ghazzali (w. 1111) juga dapat mengantarkan dirinya menuju

mukâsyafah (penyingkapan tabir Ilahi) dan ma'rifatullah, maqam (station) tertinggi

dalam dunia tasawuf akhlaqi yang digelutinya.

Keempat, pemikiran pendidikan Islam itu bersifat al-hadafiyyah al-sâmiyah

(bercita-cita dan bertujuan luhur/mulia). Pemikiran pendidikan Islam tidak menganut

paham "pemikiran untuk pemikiran atau ilmu untuk ilmu", melainkan dimaksudkan

untuk merealisasikan cita-cita mulia dan luhur, yaitu: ibadah dan dedikasi yang tulus

kepada Allah swt. Karena itu, pemikiran pendidikan Islam menghendaki aksi dan

implementasi. Pemikiran, ilmu, gerakan, dan amal merupakan satu kesatuan menuju

kebaikan dan kesalehan sosial, termasuk kesalehan lingkungan. Keluhuran tujuan

pemikiran pendidikan Islam juga terletak pada kesadaran pemikirnya terhadap

tuntutan realitas dan petunjuk syari'ah (al-Zunaidî, 1995:127). Jadi, pemikiran

pendidikan Islam bukan semata-mata retorika wacana tanpa makna dan fakta,

melainkan merupakan produk intelektualisme yang mengejawantah dalam realitas

dan dunia pendidikan Islam secara konkret dari masa ke masa.

Page 11: REKONSTRUKSI PEMIKIRAN ISLAM - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28450/4... · menjawab perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemikiran pendidikan

11

Hanya saja, ketika wacana pemikiran pendidikan Islam itu hendak

diaplikasikan dalam realitas empirik, visi dan cita-cita luhur pemikiran pendidikan

Islam terkadang mengalami disorientasi dan distorsi. Gerakan pemikiran "salafisme",

misalnya, yang mencoba mengembalikan persoalan umat kepada figur dan model

ulama salaf dalam memahami dan mengamalkan Islam, justeru "terjebak" dengan

realitas historis masa lalu yang aktualisasinya tidak cukup aktual dan relevan dengan

persoalan masa kini. Demikian pula, "Pemikiran Islam Liberal" yang disuarakan oleh

intelektual muda NU (dan peminat lainnya) melalui Jaringan Islam Liberal (JIL)

terkesan agak kebablasan dalam memahami dan menginterpretasikan ajaran Islam,

sehingga nilai-nilai dasar yang diperjuangkan lebih "kebarat-baratan" daripada

keislaman seperti isu pluralisme dan multikulturalisme.

Kelima, pemikiran pendidikan Islam bercirikan al-wudhûh (kejelasan,

evidensi). Pemikiran pendidikan Islam itu jelas, tidak hanya dari segi sumber acuan

dan metodenya, tetapi juga jelas dari segi orientasi, kerangka berikut prosedur kerja

dan implementasinya. Pemikiran pendidikan Islam tidak bertolak dari mitos dan

khayalan. Pemikiran pendidikan Islam bersumber dari dan berinteraksi dengan ajaran

Tuhan (transendental) untuk dibumikan dan diaktualisasikan dalam kehidupan nyata.

Pemikiran pendidikan Islam seharusnya juga jelas dimaksudkan untuk memenuhi

fitrah (potensi dasar, kecerdasan) dan kebutuhan manusia, dan bukan untuk

mengabdi kepada rejim dan kekuasaan (al-Zunaidî, 1995:127). Selain itu, pemikiran

Islam juga memiliki kejelasan asal-usul, akar-akar historis, dan peta kajian, sehingga

mampu memberikan solusi terhadap permasalahan yang sedang terjadi. Ketika

bangsa ini memerlukan pemecahan terhadap perosalan "korupsi berjamaah" atau

―jama‘ah korupsi‖, —karena hampir pasti korupsi dilakukan secara konspirasi

birokratis— pemikiran Islam seharusnya dapat merespons dengan solusi yang tidak

hanya teori-teori akademik, tetapi juga dibarengi langkah-langkah konkret dalam

upaya pemberantasannya.

Selain lima karakteristik tersebut, pemikiran pendidikan Islam modern juga

berorientasi kepada beberapa titik temu sebagai berikut. Pertama, aliran pemikiran

pendidikan Islam di masa lalu dan sekarang merupakan persoalan ijtihadiyah, yang

bisa benar dan salah atau relatif. Karena itu, pemikiran pendidikan Islam tidak

mengenal absolutisme atau sakralisasi: kapan saja dapat "digugat" dan dikritisi.

Page 12: REKONSTRUKSI PEMIKIRAN ISLAM - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28450/4... · menjawab perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemikiran pendidikan

12

Kedua, fiqh (hukum) Islam adalah fiqh yang dinamis dan mengalami reformasi

dinamis dan transformatif, bukan fiqh yang statis dan rigid (kaku). Karena itu,

produk pemikiran hukum Islam harus mampu merespons persoalan dan

perkembangan zaman dengan kaidah-kaidahnya yang fleksibel dan dengan

senantiasa mempertimbangkan maqâshid al-syarîah (tujuan pembumian syari'at

Islam, yaitu: memelihara dan mengembangkan agama, akal/pemikiran, keturunan,

kehormatan, dan harta benda, bahkan lingkungan). Ketiga, perbedaan pemikiran

pendidikan Islam mengenai Tuhan, alam, kehidupan, dan manusia harus disikapi

dengan semangat keterbukaan, dan bertitik tolak dari sumber yang sama, yaitu al-

Qur'an dan al-Sunnah, dengan metode berpikir yang ilmiah. Keempat, para pemikir

Muslim dituntut mampu memahami hukum Allah yang diberlakukan di alam raya ini

untuk kepentingan pembangunan peradaban Islam, dengan senantiasa mau belajar

dan mengembangkan ilmu dan teknologi di mana pun dan kepada siapa pun. Hal ini

sesuai dengan sabda Nabi saw.: "Hikmah adalah mutiara Mukmin yang hilang. Di

manapun ia menemukannya, ia paling berhak untuk mengambilnya." (HR. al-

Turmudzi) (‗Abd al-Hâmid, 1996:134-135).

Kelima, implikasi dari poin keempat tersebut, para pemikir pendidikan Islam

juga dituntut mampu memerangi gejala bid'ah dan khurafat, termasuk syirik politik,

yang dapat mematikan kreativitas pemikiran Islam. Keenam, kajian syari'ah Islam

tidak cukup dilakukan secara parsial, melainkan perlu dilakukan secara

komprehensif, dengan mereformulasikan sistem hukum sosial, ekonomi, politik,

pertahanan, peradilan, pendidikan. Reformulasi itu dimaksudkan agar hukum-hukum

Islam yang sistemik itu dapat menjadi alternatif bagi sistem hukum yang sudah ada.

Misalnya, konsep bank syari'ah menjadi alternatif bagi sistem perbankan

konvensional sekaligus sebagai solusi terhadap sistem ekonomi kapitalisme dan

sosialisme yang terbukti membuat tatanan ekonomi masyarakat global collapse;

konsep kafâlah ijtima'iyyah (jaminan sosial) dapat diimplementasikan dalam

penanganan korban bencana dan para pengungsi; dan shadaqah dapat

diaktualisasikan menjadi konsep filantropi sosial. Ketujuh, pemikiran pendidikan

Islam harus senantiasa terlibat dalam upaya pemecahan masalah sosial kemanusiaan.

Dalam konteks ini, misalnya diperlukan fiqh konflik sosial, teologi reformasi

religius, fiqh kesejahteraan sosial, pendidikan lingkungan, fiqh perdamaian, dan

Page 13: REKONSTRUKSI PEMIKIRAN ISLAM - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28450/4... · menjawab perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemikiran pendidikan

13

sebagainya. Kedelapan, pemikiran Islam modern juga dituntut mampu bersikap jelas

dan ofensif terhadap neo-kolonialisme dan kapitalisme global yang cenderung

melahirkan arogansi dan kediktatoran baru di dunia Islam (‘Abd al-Hamîd, 1996:

135-136). Dengan demikian, pemikiran Islam harus bervisi ketuhanan, kemanusiaan

dan keindonesiaan; berorientasi kepada pembentukan masyarakat madani yang

berkeadilan dan berkeadaban.

Pengembangan Pemikiran Pendidikan Islam

Islam memiliki warisan intelektual (pemikiran) yang sangat kaya. Nashr

Hâmid Abu Zayd, pemikir Muslim asal Mesir yang kini bermukim di Belanda,

menyatakan bahwa peradaban Islam di masa lalu telah memberikan warisan kepada

kita berupa "peradaban teks" (hadhârah al-nashsh) yang sangat melimpah (Abu

Zayd, 1993:7). Karena itu, salah satu bidang garap pemikiran Islam kontemporer

adalah revitalisasi teks, dengan melakukan pembacaan ulang, kritik teks3, dan

memaknainya dalam konteks perkembangan kekinian. Sedemikian strategisnya studi

teks, sehingga "peta jalan" (road map) menuju pembaharuan pemikiran Islam harus

mampu mensinergikan antara dialektika teks (kitab suci dan khazanah intelektual)

dan konteks (realitas sosial) dalam sebuah sistem pemikiran yang utuh (al-Rifâ'î,

2001:passim).

Namun demikian, menarik dicermati pengembangan pemikiran Islam dewasa

ini, yang oleh A.M. Saefuddin, dipetakan menjadi dua aliran kecenderungan, yaitu:

desakralisasi dan desekularisasi. Yang pertama menghendaki upaya kritis terhadap

pandangan lama yang tidak lagi relevan dengan kebutuhan zaman dengan

menisbikan dan tidak mensakralkan hasil pemikiran; sedangkan yang kedua

menghendaki eliminasi pola pikir sekuler dalam pemahaman ajaran Islam

(Saefuddin, 1987:7). Dari segi sosiologis-historis, pemikiran pendidikan Islam juga

3 Istilah "kritik teks" (Naqd al-Nashsh) belakangan cukup populer di kalangan pemikir

Muslim yang mempunyai apresiasi tinggi terhadap khazanah intelektual Muslim berupa teks dalam

bentuk manuskrip atau karya-karya besar ulama masa lalu. Teks itu diperlakukan sebagai salah satu

referensi untuk memaknai perkembangan masa kini, dengan mengkritisi: latar belakang sosial budaya

teks dan konteks zamannya. Teks adalah sumber inspirasi dan metodologi berpikir. Hampir semua

pemikir Muslim kontemporer, seperti Mohammed Arkoun, Muhammad 'Abid al-Jabiri, Muhammad

'Imarah, Hassan Hanafi hingga Nashr Hamid Abû Zaid, memandang revitalisasi teks pemikiran Islam

sebagai salah satu keniscayaan menuju pembaharuan dan kemajuan di masa depan. ('Ali Harb,

1995:passim)

Page 14: REKONSTRUKSI PEMIKIRAN ISLAM - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28450/4... · menjawab perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemikiran pendidikan

14

dapat diklasifikasikan menjadi pemikiran yang bersifat revivalis, tradisionalis,

modernis, dan neo-tradisonalis serta neo-modernis. Kategorisasi semacam ini sah-

sah saja, selama didukung dengan data dan fakta yang akurat, dan semata-mata untuk

kepentingan akademik, bukan dalam semangat pejoratif atau pemojokan kalangan

atau kelompok tertentu. Jika semangatnya cenderung pejoratif, misalnya melabelkan

pemikiran NU tradionalis dan Muhammadiyah modernis, menurut hemat saya, hal

ini kontra-produktif, dan cenderung melahirkan sikap antipati dan konfrontatif di

kalangan akar-rumput (masyarakat bawah).

Pengembangan pemikiran pendidikan pada dasarnya terkait dengan

pengembangan nalar kritis dan kreatif. Selama para pemikir pendidikan mampu

merespon dinamika sejarah dan berinteraksi dengan perubahan-perubahan sosial

yang terjadi, maka pemikiran pendidikan Islam akan senantiasa eksis dan progresif

(‗Ali, 1987:91). Jadi, yang dibutuhkan adalah penciptaan sistem pendidikan yang

mampu mengotimalkan nalar kritis dan kreatif (al-aql al-naqdî wa al-ibdâ’î) di

kalangan para pendidik dan peserta didiknya. Kebebasan berpendapat yang disertai

argumentasi yang logis harus mendapat apresiasi dan akomodasi dalam sistem

pendidikan Islam.

Pengembangan pemikiran pendidikan Islam idealnya tidak terjebak dalam

―romantisme historis‖ dan hanya berorientasi kepada kejayaan masa lampau.

Sebaliknya, spirit kemajuan (progresivisme) dan etos intelektual yang diteladankan

oleh para pemikir pendidikan Islam itu perlu dikembangkan di dalam etos pendidikan

dan pembelajaran masa kini (al-Ghabbân, 2009:1) Selain itu, tradisi penelitian (riset)

dan pengembangan karya-karya keilmuan yang intes juga perlu menjadi perhatian

serius dari sistem pendidikan Islam, terutama perguruan tinggi Islam.

Pendidikan Islam sebagai proses pembudayaan, termasuk pembudayaan riset,

sesuai dengan semangat iqra’, sudah semestinya menjadi komitmen bersama:

pengelola pendidikan, pendidik, peserta didik, dan stakeholder. Karena itu,

keberhasilan pengembangan pemikiran pendidikan Islam di masa mendatang sangat

ditentukan oleh sinergi berbagai pihak tersebut dalam mentradisikan riset. Sejauh ini,

UIN Jakarta misalnya, baru melangkah menuju universitas riset. Dengan tradisi riset

yang kuat seperti di berbagai universitas Barat (termasuk Israel), pemikiran

Page 15: REKONSTRUKSI PEMIKIRAN ISLAM - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28450/4... · menjawab perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemikiran pendidikan

15

pendidikan Islam kelak diharapkan mampu menjadi ‖mercusuar‖ bagi penyemaian

peradaban Islam yang humanis, rahmatan lil al-’âlamîn.

Pendidikan Islam sebagai Basis Pembentukan Masyarakat Madani

Menurut Hujair AH. Sanaky (2009:1), konsep masyarakat madani4 (civil

society, mujtama’ madani) merupakan konsep yang relatif baru dan tidak berakar

dalam budaya masyarakat Indonesia. Konsep masyarakat madani memiliki nilai-nilai

universal, sehingga perlu adaptasi dan sosialisasi apabila konsep tersebut akan

diwujudkan di Indonesia. Untuk mewujudkan nilai-nilai universal tersebut

tergantung dan berakar pada kondisi budaya dan sosial-politik serta perkembangan

masyarakat dan bangsa Indonesia. Akan tetapi, masyarakat madani tidak dapat

tercipta dengan sendirinya, harus diperjuangkan dan dalam perjuangan pembentukan

masyarakat madani di Indonesia tidak dapat dilihat berdiri sendiri, tetapi harus

ditempatkan dalam komfigurasi global. Dalam konteks ini, semua potensi bangsa

Indonesia mulai dipersiapkan dan diberdayakan untuk menuju masyarakat madani,

dengan harapan kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia akan mengalami

perubahan secara fundamental yang berbeda dengan kehidupan selama ini yaitu

masyarakat yang demokratis.

Masyarakat madani adalah masyarakat sipil yang religius, berbudaya, dan

berkeadaban. Masyarakat yang demikian adalah masyarakat yang lahir dari "rahim

pemikiran keagamaan", bukan masyarakat sekuler. Masyarakat madani bersendikan

nilai-nilai moral agama yang bersumber dari wahyu Ilahi, dan dibangun melalui

pembentukan keluarga yang sakinah sebagai unit sosial terkecil. Masyarakat madani,

antara lain, memiliki ciri-ciri: kemandirian, toleransi, keswadayaan, kerelaan untuk

4 Ketika mendengar kata ―madani‖, asosiasi kita segera terhubung dengan kata Madinah.

Asosiasi tidak salah karena kata ―madani‖ berasal dari dan terjalin erat secara etimologi dan

terminologi dengan Madinah yang kemudian menjadi ibukota pertama pemerintahan Muslim. Karena

itu, "Kalangan pemikir muslim mengartikan civil society dengan cara memberi atribut keislaman

madani [attributive dari kata al-Madani]. Oleh karena itu, civil society dipandang dengan masyarakat

madani yang pada masyarakat idial di [kota] Madinah yang dibangun oleh Nabi Muhammad Saw.

Dalam masyarakat tersebut Nabi berhasil memberlakukan nilai-nilai keadilan, prinsip kesetaraan

hukum, jaminan kesejahteraan bagi semua warga, serta perlindungan terhadap kelompok minoritas.

Dengan begitu, kalangan pemikir Muslim menganggap masyarakat [kota] Madinah sebagai prototype

masyarakat ideal produk Islam yang dapat dipersandingkan dengan masyarakat ideal dalam konsep

civil society" (Thoha Hamim, 1999:4).

Page 16: REKONSTRUKSI PEMIKIRAN ISLAM - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28450/4... · menjawab perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemikiran pendidikan

16

saling tolong-menolong (kerja sama), dan menjunjung tinggi norma dan etika yang

disepakati bersama (Syamsuddin, 2000:vii).

Menurut Blakeley dan Suggate (1997), masyarakat madani sering digunakan

untuk menjelaskan ―the sphere of voluntary activity which takes place outside of

government and the market.‖ Merujuk pada Bahmueller (1997), sebagaimana dikutip

Edi Hartono (2008:3) ada beberapa karakteristik masyarakat madani, di antaranya

sebagai berikut:

1. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekseklusif ke dalam

masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.

2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi

dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.

3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara

dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.

4. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena

keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukan-

masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.

5. Tumbuh-kembangnya kreativitas yang pada mulanya terhambat oleh rejim-rejim

totaliter.

6. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-individu

mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.

7. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan

berbagai ragam perspektif.

Ada seperangkat nilai moral yang mutlak harus menjadi pilar utama

masyarakat madani yang berkeadaban, dan nilai-nilai itu tampaknya menjadi efektif

jika ditransformasikan melalui sistem pendidikan Islam. Nilai-nilai moral dimaksud

adalah: (1) kemuliaan manusia, (2) kebebasan, (3) persamaan, (4) musyawarah, (5)

jaminan sosial, (6) moderasi, dan (7) amar ma'ruf nahi munkar (Mahmud,

1992:passim). Ketujuh nilai dasar ini satu sama lain saling berkaitan dan tidak dapat

dipisahkan. Pandangan mengenai "kemuliaan manusia" mengharuskan setiap

individu dalam masyarakat madani harus menghargai dan menghormati kebebasan

orang lain. Kebebasan manusia dalam berpendapat, berekspresi, bekerja dan

Page 17: REKONSTRUKSI PEMIKIRAN ISLAM - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28450/4... · menjawab perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemikiran pendidikan

17

sebagainya menuntut adanya perlakukan yang egaliter (adil dan sportif) dalam semua

aspek kehidupan sosial.

Pemikiran pendidikan Islam dalam konteks ini mempunyai kontribusi

penting, terutama dalam memproses dan menyiapkan sumber daya manusia yang

memiliki kekuatan imtak dan keunggulan iptek. Kontribusi pemikiran pendidikan

terletak pada proses penyadaran, pencerdasan, dan pembentukan karakter manusia

yang beriman dan berkompeten dalam membangun peradaban dunia. Selain itu,

kontribusi pemikiran pendidikan Islam juga terletak pada supplay masukan (input)

pemikiran cerdas dan kreatif dari para pemikir dalam memberi inspirasi dan spirit

menuju model pendidikan dan pembelajaran Islami di masa mendatang. Pemikiran

pendidikan Islam pada akhirnya juga menjadi prototipe yang diharapkan dapat

mengawal terbentuknya masyarakat madani.

Jika visi dan misi profetik Nabi5 dipahami sebagai proses trasformasi dan

internalisasi nilai atau proses humanisasi menuju kualitas moral yang luhur, dan

bukan semata-mata transfer of knowledge, maka pembentukan masyarakat madani

dapat terwujud selama proses pendidikan Islam itu berintikan dan bermuara kepada

perbaikan akhlak, pembentukan karakter yang humanis, dan penyemaian budaya

rahmah (kasih sayang). Dengan kata lain, pemikiran pendidikan Islam ke depan

perlu diberi muatan visi dan misi profetik agar mampu mewujudkan masyarakat

madani, sebagaimana pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. dalam

membangun masyarakat Madinah yang plural dan multikultural itu.

Epilog

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pemikiran pendidikan

Islam perlu direkonstruksi kembali dengan tujuan dan agenda utama meningkatkan

dan memberdayakan umat Islam dan umat manusia pada umumnya menuju

"masyarakat madani" melalui reaktualisasi tiga kata kunci visi dan misi profetik:

5 Ada beberapa hadits yang menjelaskan mengenai visi dan misi profetik (kenabian)

Muhammad Saw. Di antaranya adalah: (1) Aku diutus sebagai pendidik (HR. Ibn Majah); (2) Aku

diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia (HR. Malik), dan (3) ―Aku tidak diutus sebagai pelaknat,

akan tetapi diutus semata-mata untuk membawa ajaran kasih sayang.‖ (HR. Muslim). Dalam tiga

hadits ini, setidaknya ada tiga kata kunci: mendidik, memperbaiki akhlak, dan menyayani. Ketiga kata

kunci ini merupakan esensi dari pemikiran pendidikan Islam.

Page 18: REKONSTRUKSI PEMIKIRAN ISLAM - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28450/4... · menjawab perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemikiran pendidikan

18

mendidik, membentuk karakter (akhlak), dan menyayangi. Peningkatan dan

pemberdayaan sumber daya manusia yang paling strategis adalah melalui penataan

sistem pendidikan Islam trasformatif yang mampu mempersiapkan lulusan yang

berkualitas unggul di bidang imtak maupun iptek, sehingga mampu berperan optimal

dalam pembentukan masyarakat madani. Sebab, hanya mereka yang mendalami

imtak dan menguasai ipteklah yang dapat mengolah dan mengalihkan kekayaan atau

sumber daya alam menjadi sumber kesejahteraan dan kemakmuran umat manusia.

Masyarakat madani yang bercirikan: universalitas, supermasi hukum,

keabadian, pemerataan kekuatan, kebaikan dari dan untuk bersama, meraih kebajikan

umum, perimbangan kebijakan umum, piranti eksternal, bukan berinteraksi pada

keuntungan, dan kesempatan yang sama dan merata kepada setiap warganya. Atas

dasar konsep ini, maka pemikiran pendidikan Islam dikembangkan sebagai prinsip-

prinsip yang mendasari keterlaksanaannya dalam kontek lingkungan masyarakat

madani tersebut, sehingga pendidikan Islam relevan dengan perkembangan zaman

dan konteks sosial kultural masyarakat tersebut.

Untuk mengantisipasi transformasi sosial menuju "masyarakat madani",

pendidikan Islam harus didisain dan direformulasikan untuk menjawab perubahan

dan perkembangan tersebut. Pemikiran pendidikan Islam hendaknya tidak sekedar

berorientasi ―romantisme historis‖ yang tidak kreatif, melainkan harus berpacu

dalam merespon tuntutan global yang sangat kompetitif. Pemikiran pendidikan Islam

harus mampu memberi ―corak‖ (shibghah) integritas moral bagi para lulusannya.

Karena dengan shibghah inilah, fitrah manusia menjadi tetap terpelihara sekaligus

menjadi benteng moral dan pemacu semangat perubahan menuju kejayaan peradaban

Islam di masa mendatang. Dalam konteks ini, kontribusi pemikiran pendidikan Islam

semestinya diapresiasi dan diaktualisasikan sesuai dengan tuntutan zamannya.

Semoga! Wallahu a’lam...

Daftar Pustaka

'Abd al-Hamîd, Muhsin. 1996. Tajdîd al-Fikr al-Islâmî. Firginia: al-Ma'had al-'Âlami

li al-Fikr al-Islâmî, Cet. I.

Abd el-Salâm, Ja'far. 2002. al-Islami wa Tathwîr al-Khithab al-Dini (Islam dan

Pengembangan Wacana Keagamaan), Kairo: Rabithah al-Jâmi'ât al-

Islamiyyah. Cet. I.

Page 19: REKONSTRUKSI PEMIKIRAN ISLAM - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28450/4... · menjawab perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemikiran pendidikan

19

Abu al-‗Ainain, ‗Ali Khalîl Mushthafa. 1988. ―al-Ihtimâmât al-Tarbawiyyah fi Fikri

Ja‘far al-Shâdiq‖, dalam Min A’lam al-Tarbiyah al-’Arabiyyah al-

Islâmiyyah, Jilid I, Rabâth: Isesco.

Abu Sulaiman, 'Abd al-Hamid Ahmad. 1994. Azmah al-'Aql al-Muslim, Firginia: al-

Ma'had al-'Âlamî li al-Fikr al-Islâmi. Cet. III. Abû Zayd, Nashr Hâmid. 1993. Mafhûm al-Nashsh: Dirâsah fi ‘Ulûm al-Qur’ân.

Kairo: al-Hai‘ah al-Mishriyyah al-‗Âmmah li al-Kitab, Cet. I.

Arkoun, Mohammed. 1999. Membongkar Wacana Hegemonik dalam Islam dan Post

Modernisme. Terj. dari Min Faishal Tafriqah ila Fashli al-Maqal: Aina al-

Fikr al-Islami al-Mu'ashir oleh Jauhari, dkk. Surabaya: al-Fikr, Cet. I.

‗Ali, Sa‘d Ismâ‘il. 1987. al-Fikr al-Tarbawi al-Hadîts, Kuwait: ‗Âlam al-Ma‘rifah.

al-Bâqi, Muhammad Fu`âd. 1992. al-Mu`jam al-Mufahras li Alfâzh al-Qur’ân al-

Karîm, Beirut: Dâr al-Fikr.

al-Daghâmain, Ziyâd Khalîl Muhammad. 1995. Manhajiyyah al-Bahts fi al-Tafsîr al-

Mawdhu'î lil al-Qur'an al-Karîm. Kairo: Dâr al-Basyîr.

al-Difâ', 'Ali 'Abdullah. 1998. Min Rawa'î al-Hadhârah al-'Arabiyyah al-Islâmiyyah

fi al-'Ulûm. Beirut: Mu'assasah al-Risâlah.

al-Ghabbân, Bâsim Qâsim. 2009. ―al-Fikr al-Tarbawi al-‗Arabi: Baina al-‗Awdah li

al-Madhi wa Irtihan al-Hadhir‖, diakses dari

http://www.annabaa.org/nbahome. 15 Desember.

Ghadhbân, ‗Amir. 2009. ―al-Fikr al-Tarbawi al-Islâmî‖, dari http://almoslim.net

/node, diakses pada 12 Desember.

al-Hadri, Khalîl ibn 'Abdullah ibn 'Abd al-Rahmân. 2005. Manhajiyyah al-Tafkir al-

Ilmi fi al-Qur'an al-Karîm wa Tathbîqatuha al-Tarbawiyyah, Makkah: Dar

'Alam al-Fawaid. Cet. I.

Hamim, Thoha. 1999. Islam dan Masyarakat Madani (1) Ham, Pluralisme, dan

Toleransi Beragama, Koran Harian "Jawa Pos", Kamis Kliwon, Tanggal, 11

Maret.

Harb, Ali. 1995. Naqd al-Nashsh. Casablanca: al-Markaz al-Tsaqâfi al-'Arabi.

Hourani, Albert. 1983. Arabic Thought in the Liberal Age 1798-1939, Cambridge:

The Press Syndicate of The University of Cambridge.

Hujair AH. Sanaky. 2009. ―Pembaharuan Pendidikan Islam Menuju Masyarakat Madani:

Tinjauan‖, diakses dari http://www.sanaky.com/materi/, 10 Desember.

al-Jâbirî, Muhammad 'Âbid. 1986. Nahnu wa al-Turâts: Qirâ'at Mu'âshirah fi

Turatsina al-Falsafi. Casablanca: al-Markaz al-Tsaqâfi al-'Arabi. Cet. V.

al-Jâbirî, Muhammad 'Âbid. 1991. Takwîn al-'Aql al-'Arabi, Beirut: Markaz Dirâsat

al-Wahdah al-'Arabiyyah. Cet. V.

al-Jâbirî, Muhammad 'Âbid. 1991. Binyat al-'Aql al-'Arabi: Dirâsah Tahliliyyah

Naqdiyyah li Nuzhum al-Ma'rifah fi al-Tsaqâfah al-'Arabiyyah, Beirut:

Markaz Dirâsat al-Wahdah al-'Arabiyyah. Cet. III.

al-Kailânî, Mâjid Irsân. 1987. Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyyah. Jeddah:

Maktabah al-Manârah.

Khalîl, Hâmid, 2001. al-Hiwâr wa al-Shidâm fi al-Tsaqafah al-'Arabiyyah al-

Mu'ashirah, Damaskus: Dâr al-Madâ, 2001.

Mahmûd, Jamâl al-Dîn Muhammad. 1992. Ushûl al-Mujtama' al-Islâmi, Kairo: Dâr

al-Kitab al-Mishri, Cet. I.

Page 20: REKONSTRUKSI PEMIKIRAN ISLAM - …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28450/4... · menjawab perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemikiran pendidikan

21

al-Nahlâwî, Abd al-Rahmân, Ushûl al-Tarbiyah al-Islâmiyah wa Asâlîbihâ fi al-Baiti wa

al-Madrasah wa al-Mujtama', Damaskus: Dâr al-Fikr, Edisi Revisi, 2002. Al-Rifa'i, 'Abd al-Jabbâr. 2001. Jadal al-Turâts wa al-'Ashr. Damaskus: Dâr al-Fikr,

Cet. I, 2001.

Syalabî, Abu Zaid, 1963. Târîkh al-Hadhârah al-Islâmiyyah wa al-Fikr al-Islâmi,

Kairo: Maktabah Wahbah, Cet. III.

Syamsuddin, M. Din, 2000. Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani,

Jakarta: Logos, Cet. I.

Umar, Nasaruddin. 2010. ―Iqra‘‖, dalam HU. Republika, 01 Pebruari.

al-Zunaidî, 'Abd al-Rahman ibn Zaid. 1995. Haqîqat al-Fikr al-Islâmi: Dirâsat

Ta'shiliyyah li Mafhûm al-Fikr al-Islâmi wa Muqawwimatihi wa

Khashaishihi, Riyâdh: Dâr al-Muslim.

Muhsin 'Abd al-Hamîd, Tajdîd al-Fikr al-Islâmî. (Firginia: al-Ma'had al-'Âlami li al-Fikr al-

Islâmî, 1996) Cet. I.