rela berkurban untuk menggapai ridha ilahi (radar b)

7
RELA BERKURBAN UNTUK MENGGAPAI RIDHA ILAHI Amatlah berbahagia hati kita yang tak terhingga, karena dengan izin-Nya Insya Allah kita masih dipertemukan dengan Idul Adhha 1431 H , yang penuh berkah. Sebab berapa banyak diantara kita, orang tua atau guru yang kita cintai, saudara atau teman sejawat, atau tetangga yang pada Idul Adha yang lalu masih berada di tengah-tengah kita, duduk berdampingan bersama kita, saling bermusafahah kini mereka telah tiada, telah dipanggil ke hadirat Allah untuk selamanya, khususnya bagi saudara-saudara kita yang berada di kawasan Gunung Merapi Jogjakarta, Kepulauan Mentawai, dan di beberapa tempat kejadian musibah lainnya. Dengan potensi nikmat sehat wal’afiat dan panjang umur kita masih dapat bersimpuh bersama menghadap untuk mensucikan dan mengagungkan asma Allah SWT untuk melaksanakan shalat ‘Idul Adha 2 rakaat, dan sekaligus mendengarkan khutbahnya, sebagai tausiyah yang disampaikan oleh khatib yang merupakan bagian tak terpisahkan dari pelaksanaan shalat ‘Ied . Disamping itu, sejak malam Idul Adha sampai dengan Insya Allah hari ketiga belas, dari bulan dzulhijjah ini, dari mulut kita terlontar dan terucapkan dengan derasnya kalimat takbir, kalimat tahmid, dan kalimat tahlil, yaitu: Allah Akbar 3x lailaha illallahu Allahu Akbar wa Lillahil hamd, sebagai ekspresi dan implementasi pernyataan syukur atas berbagai limpahan nikmat dan fasilitas kehidupan yang telah

Upload: dani-rusdani

Post on 26-Oct-2015

3 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Rela Berkurban Untuk Menggapai Ridha Ilahi (Radar b)

RELA BERKURBAN UNTUK MENGGAPAI RIDHA ILAHI

Amatlah berbahagia hati kita yang tak terhingga, karena dengan izin-Nya Insya

Allah kita masih dipertemukan dengan Idul Adhha 1431 H , yang penuh berkah.

Sebab berapa banyak diantara kita, orang tua atau guru yang kita cintai, saudara

atau teman sejawat, atau tetangga yang pada Idul Adha yang lalu masih berada

di tengah-tengah kita, duduk berdampingan bersama kita, saling bermusafahah

kini mereka telah tiada, telah dipanggil ke hadirat Allah untuk selamanya,

khususnya bagi saudara-saudara kita yang berada di kawasan Gunung Merapi

Jogjakarta, Kepulauan Mentawai, dan di beberapa tempat kejadian musibah

lainnya. Dengan potensi nikmat sehat wal’afiat dan panjang umur kita masih

dapat bersimpuh bersama menghadap untuk mensucikan dan mengagungkan

asma Allah SWT untuk melaksanakan shalat ‘Idul Adha 2 rakaat, dan sekaligus

mendengarkan khutbahnya, sebagai tausiyah yang disampaikan oleh khatib

yang merupakan bagian tak terpisahkan dari pelaksanaan shalat ‘Ied .

Disamping itu, sejak malam Idul Adha sampai dengan Insya Allah hari

ketiga belas, dari bulan dzulhijjah ini, dari mulut kita terlontar dan terucapkan

dengan derasnya kalimat takbir, kalimat tahmid, dan kalimat tahlil, yaitu: Allah

Akbar 3x lailaha illallahu Allahu Akbar wa Lillahil hamd, sebagai ekspresi

dan implementasi pernyataan syukur atas berbagai limpahan nikmat dan fasilitas

kehidupan yang telah dianugerahkan Allah SWT kepada kita. Dan kita semakin

yakin dengan seyakin-yakinnya akan kebesaran dan kekuasaan-Nya, sehingga

Allah SWT selalu dijadikan tempat untuk meminta, tempat untuk bergantung, dan

mengadukan berbagai problematika kehidupan yang beraneka ragam.

‘Idul Adha, atau disebut “Idul Qurban”, juga disebut “Idun-Nahr, dan

disebut ‘Idul Hajj: di dalamnya paling tidak ada tiga peristiwa penting yang

dijadikan momentum bersejarah bagi kehidupan ummat manusia.

Peristiwa pertama: secara serempak ummat Islam yang telah mampu

melaksanakan ibadah haji, rukun Islam yang kelima, diundang oleh Allah SWT

sebagai tamunya untuk melaksanakan manasikulhajj. Mereka digembleng jiwa

Page 2: Rela Berkurban Untuk Menggapai Ridha Ilahi (Radar b)

dan raganya melalui seperangkat rukun, wajib, dan sunnah-sunnah haji untuk

mendapatkan predikat haji yang mabrur dan maqbul. Puncak kegiatan ibadah

haji adalah wukuf di Arafah pada tanggal 9 dzulhijjah, yang merupakan rukun haji

dan inti dari kegiatan haji, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW “al-hajju

‘arafah” (HR al-khamsah).

Jama’atul hujjaj yang datang berbondong-bondong dari berbagai penjuru

dunia, yang berjumlah 4 jutaan jama`ah, berkumpul di kota Arafah ini merupakan

kongres dan silaturahmi tahunan umat Islam internasional, dan sekaligus untuk

menyatakan bahwa semua manusia adalah hamba-hamba Allah SWT yang

diperlakukan sama sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk

Allah tanpa membeda-bedakan ras, warna kulit dan bangsa, dan tanpa

membeda-bedakan apakah ia pejabat atau rakyat biasa, semuanya sama

dihadapan Allah SWT.

Dengan memakai pakaian ihram berwarna putih tanpa dijahit (khususnya

bagi jama’ah laki-laki), hal tersebut berlangsung sampai jamaah haji telah

melakukan tahallul awwal, tegasnya setelah melaksanakan jumratul ‘aqabah

tepatnya hari ini tanggal 10 dzulhijjah di kota Mina. Dan selanjutnya berlangsung

kegiatan jumrah ini pada tanggal 11 s/d 12 bagi yang termasuk kelompok nafar

awwal, dan sampai tanggal 13 dzulhijjah bagi yang kelompok nafar assani untuk

melaksanakan jumratul ula, jumratul wusta dan jumratul aqabah. Dengan

meninggalkan dan menanggalkan atribut duniawi, apakah jabatan, profesi,

bisnis, rumah, sanak keluarga, dan tanah air dan yang lainnya, hati dan jiwa

mereka tertuju dan terfokus terhadap panggilan dan kewajiban dari Allah SWT

dari mulut mereka hanya terlontar ”kalimat talbiyah” yaitu

“labbaikallahummalabbaik, labbaika la syarika laka labbaik, innal hamda wan-

ni’mata laka wal mulk, la syarikalaka”.

Disinilah letak nilai filosofisnya dari ibadah haji, seseorang disadarkan

akan jati dirinya, merenung tentang “dari mana ia berasal, untuk apa ia

hidup, dan setelah itu kemana ia berpulang?”. Dan melalui ibadah haji ini

seseorang akan disadarkan, bahwa ia lahir ke muka bumi Allah ini dalam

keadaan telanjang, tidak membawa apa-apa, dan nanti pulang menghadap

Page 3: Rela Berkurban Untuk Menggapai Ridha Ilahi (Radar b)

kehadirat Allah SWT pun dalam keadaan telanjang/ditelanjangi tidak

membawa apa-apa yang bersifat material, kecuali iman dan takwa serta

amal salih yang akan setia mendampinginya.

Peristiwa kedua: disyariatkannya ibadah kurban, yang hukumnya adalah

sunnah muakkadah bagi yang mampu untuk menyembelih kambing, atau sapi,

atau kerbau, atau unta, sebagai refleksi tanda syukur atas berbagai nikmat dan

karunia Allah SWT. Tentunya ibadah kurban ini sebagai media untuk taqarrub

(mendekatkan diri) kepada Allah SWT mempunyai akar historis yang tidak bisa

dilupakan. Perintah berkurban dari Allah SWT pertama kali ditujukan kepada

satu keluarga ideal, yaitu keluarga Nabi Ibrahim AS. Perintah melalui mimpi yang

sangat diyakininya bersumber dari Allah SWT itu, dilaksanakan dengan penuh

ikhlas oleh Ibrahim sebagai seorang ayah untuk menyembelih dan

mengorbankan anak satu-satunya dan sangat dicintainya, yaitu Ismail AS.

Tentunya setelah dikonsultasikan terlebih dahulu kepada sang anak tersayang

sebagai seorang anak yang salih, Ismail pun mengiyakan dan menyetujuinya

tanpa ada keberatan dan penolakan, sekalipun ia akan mengorbankan diri dan

jiwanya. Demikian pula Siti Hajar sebagai sosok Ibu yang shalihah mendukung

dan menyetujui akan perintah ibadah yang sangat berat untuk dilakukan ini.

Walaupun di sisi lain pihak syaitan mundur maju, dan berusaha semaksimal

mungkin untuk menggagalkan peristiwa ibadah kurban dari tiga anak manusia

ini. Godaan syetan yang dahsyat itu ternyata bisa diatasi dan diantisipasi oleh

mereka sambil melempar batu, seraya berucap: “Dengan nama Allah, Allah Yang

Maha Besar, terlaknatlah syetan, dan keridhaan bagi Ar-rahman, Allah SWT.”

Dengan sikap yang kuat dan ucapan yang tegas, terlempar dan terlaknatlah

golongan syetan, sehingga dengan mulusnya keluarga Ibrahim AS ini dapat

mencapai tujuannya yaitu melaksanakan perintah Allah SWT untuk berkurban.

Akan tetapi takdir Allah menentukan lain sebagai peristiwa yang sangat

menakjubkan di alam raya ini. Ismail yang mestinya tersembelih, tetap dalam

keadaan selamat, ia diganti dengan seekor kibasy (kambing yang besar) sebagai

hewan kurban. Hal tersebut ditegaskan oleh Allah SWT dalam QS 37:107-110.

Page 4: Rela Berkurban Untuk Menggapai Ridha Ilahi (Radar b)

Peristiwa inilah yang menjadi cikal bakal disyariatkannya kurban bagi

umat Nabi Muhammad SAW, sebagai bahagian rasa kepeduliannya terhadap

saudaranya yang dhu’afa, fakir miskin yang kesehariannya tidak berjumpa

dengan menu daging, baik kambing, sapi atau kerbau. Masa berkurban ini

berlangsung dari pagi setelah selesai shalat ‘Idul Adha sampai dengan tanggal

13 dzulhijjah Senin sore.

Tentunya melalui ibadah kurban (udhiyyah) ini, akan menyadarkan

kepada setiap insan bahwa apa yang dimilikinya dalam bentuk harta kekayaan,

jabatan, anak dan sampai sekalipun dirinya sendiri, pada hakikatnya semua itu

adalah milik dan kepunyaan Allah SWT. Sehingga jika sang pemilik mau

menariknya, melalui kepailitan dan kegagalan dalam berusaha, melalui musibah

kebakaran atau melalui musibah longsor, dan kebanjiran, tsunami, atau gempa

bum, atauu meletusnya gunung, sebagaimana yang sudah atau sedang dialami

oleh sebagian saudara kita yang terkena musibah, dengan sekejap mata semua

titipan dan amanah Allah itu telah sirna, baik rumah tinggal, harta, keluarga,

bahkan jiwa telah terhempas. Dengan ibadah kurban ini seseorang akan

merasakan kepedihan dan kesusahan saudaranya yang lain, sehingga harta

yang telah didapatkan melalui profesi dan keahlian apa saja yang dimilikinya,

ternyata di dalamnya terdapat hak orang lain yang mesti dikeluarkannya.

Sehingga dengan media ibadah kurban ini akan terjalinlah keharmonisan

komunikasi sosial, dengan tidak ada jurang pemisah antara yang kaya dan yang

miskin, khususnya dalam rangka membantu dan menjalin solidaritas sosial

tehadap sudara kita yang sedang terkena musibah. Allah SWT telah menguji

kita, masyarakat dan seluruh rakyat Indonesia sejauhmana rasa kasih sayang

dan peduli kita untuk memberikan bantuan kepada kaum dhua`fa yang saat

menanti bantuan kita, melalui infak, sedekah, zakat mal, zakat fitrah, zakat

proffesi, dan khususnya melalui ibadah kurban ini.

Peristiwa ketiga: secara serempak dan kompak umat Islam di seluruh

penjuru dunia diundang oleh Allah SWT untuk melaksanakan shalat ‘Idul Adha

secara berjama’ah yang hukumnya sunnah mu’akkadah sebagaimana yang kita

laksanakan sekarang ini, dan dianjurkan untuk dilaksanakan di lapangan terbuka

Page 5: Rela Berkurban Untuk Menggapai Ridha Ilahi (Radar b)

atau di masjid. Semua duduk sama rendah, berdiri sama tinggi melalui aba-aba

imam shalat. Dengan meletakkan kepala di atas tanah, tersungkur untuk

bersujud, semuanya mengakui betapa kecil dan lemahnya, serta tidak

berdayanya seorang hamba Allah dihadapan Al-Khaliq Rabbul ‘alamin.

Inilah yang menjadi inti dan essensi serta hakikat ‘Idul Adha, bahwa

dengan melalui ibadah haji, penyembelihan kurban, dan pelaksanaan shalat ‘Idul

Adha ini tidak lain bertujuan bahwa pada masing-masing diri setiap insan hamba

Allah SWT akan tumbuh dan berkembang semangat beribadah yang dilandasi

oleh hati yang ikhlas lillahi ta’ala, baik ibadah yang bersifat vertikal dan ritual

kepada Allah SWT, maupun ibadah sosial yang akan terasa nilai, hikmah dan

manfaatnya secara individual maupun dirasakan oleh masyarakat, bangsa dan

negara, khususnya bagi saudara-saudara kita yang sedang terkena musibah

karena meletusnya gunung Merapi, dan koban gempa Sunami nyang berada di

Mentawai. Semua pengabdian dan pengorbanan ini dilakukan hanya ingin

menggapa Ridla Allah SWT. Amin Ya Mujibas-Sailin.