religiositas manusia.doc

3
RELIGIOSITAS MANUSIA Yanika Judika Sihotang, 090648966 Judul : Thinking About Religion Pengarang : Strenski A. Reader Penerbit : Blacwell Publishing London: 2006 stilah religi! secara eti"ologis! berarti ikatan atau pengikatan. Bereligi berart #"engikatkan diri# atau #"en$erahkan diri#. katan dan %en$erahan diri inidiala"i &dirasakan' oleh "anusia $ang bereligi sebagai sesuatu$ang "engangkat dan "e"bahagiakanhidu%n$a.(ubungan antara religi dan kebahagiaan sangat eratsekali! sehingga kebahagiaan sering di%andang sebagai bukti dari kebenaran religi. Religiositas lahir tidak di suatu te"%at atau %ada "asa tertentu. Religios bersa"aan dengan ke"anusiaan karena religiositas adalah )awaban "anusia atas si*atn$a uni+ersal! $akni: rasa takut. Pengakuan akan adan$a rasa takut ini "en$ "anusia "e"%un$ai ob)ek teta% te"%at dia "engolah ketakutan dan %enghara%ann$a. adalah salah )ika "engatakan bahwa religiositas lahir dari kesadaran akan hadirn lahi Tertinggi. ,Religi tidak lahir karena %erasaan atau kehadiran Pribadi lah karena %erasaan berhubungan dengan %erasaan takut di dala" hidu%. -e%erca$aan ke Pribadi lahi han$alah kesi"%ulan dari %erasaan itu. Jadi! hal tersebut lebih "e bukan kesan. Religiositas "eru%akan salah satu hakikat "anusia. Sebagai "akhluk $ang be "anusia berusaha "encari hakikat dan tu)uan hidu%n$a "elalui aga"a. -eberadaan a aga"a! entah disebut aga"a wah$u atau non wah$u! "en)adi bukti keberada sebagai "akhluk $ang bereligi. Aga"a "uncul di tengah ko"unitas "as$arakat sebagai %engala"an %ersonal da sebagai le"baga sosial. Pada tingkat %ersonal! aga"a berkaitan dengan a%a $ang k secara %ribadi! $akni bagai"ana aga"a ber*ungsi dala" kehidu%an kita/ bagai"ana aga"a %ada a%a $ang kita %ikirkan! rasakan atau lalukan. (al ini "en$angkut as%e

Upload: juan-carlos-sihotang

Post on 06-Oct-2015

221 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Religiositas manusia

TRANSCRIPT

RELIGIOSITAS MANUSIAYanika Judika Sihotang, 0906489662

Judul : Thinking About Religion

Pengarang : Strenski A. Reader

Penerbit : Blacwell Publishing London: 2006

Istilah religi, secara etimologis, berarti ikatan atau pengikatan. Bereligi berarti mengikatkan diri atau menyerahkan diri. Ikatan dan penyerahan diri ini dialami (dirasakan) oleh manusia yang bereligi sebagai sesuatu yang mengangkat dan membahagiakan hidupnya.Hubungan antara religi dan kebahagiaan sangat erat sekali, sehingga kebahagiaan sering dipandang sebagai bukti dari kebenaran religi.

Religiositas lahir tidak di suatu tempat atau pada masa tertentu. Religiositas lahir bersamaan dengan kemanusiaan karena religiositas adalah jawaban manusia atas rasa yang sifatnya universal, yakni: rasa takut. Pengakuan akan adanya rasa takut ini menyebabkan manusia mempunyai objek tetap tempat dia mengolah ketakutan dan pengharapannya. Jadi, adalah salah jika mengatakan bahwa religiositas lahir dari kesadaran akan hadirnya Pribadi Ilahi Tertinggi. Religi tidak lahir karena perasaan atau kehadiran Pribadi Ilahi. Religi terlahir karena perasaan berhubungan dengan perasaan takut di dalam hidup. Kepercayaan kepada Pribadi Ilahi hanyalah kesimpulan dari perasaan itu. Jadi, hal tersebut lebih merupakan idea bukan kesan.

Religiositas merupakan salah satu hakikat manusia. Sebagai makhluk yang bereligi, manusia berusaha mencari hakikat dan tujuan hidupnya melalui agama. Keberadaan agama-agama, entah disebut agama wahyu atau non-wahyu, menjadi bukti keberadaan manusia sebagai makhluk yang bereligi.

Agama muncul di tengah komunitas masyarakat sebagai pengalaman personal dan sebagai lembaga sosial. Pada tingkat personal, agama berkaitan dengan apa yang kita imani secara pribadi, yakni bagaimana agama berfungsi dalam kehidupan kita; bagaimana pengaruh agama pada apa yang kita pikirkan, rasakan atau lalukan. Hal ini menyangkut aspek iman dari perilaku penganut suatu agama. Sementara pada tingkat sosial, agama dapat kita lihat pada kegiatan kelompok-kelompok sosial keagamaan. Definisi agama akan selalu etnosentris (subjektif dan sektarian), karena didefinisikan menurut penganutnya. Selain sangat etnosenstris, setiap definisi agama akan selalu tidak komprehensif. Definisi hanya menangkap sebagian dari realitas agama karena sifatnya sangat kompleks.

Pada dasarnya, istilah religi lebih luas sifatnya daripada agama. Sifat religi yang melekat pada manusia sudah dimiliki sebelum ia menganut suatu agama tertentu, entah itu primitif atau pun modern. Atheisme pun bisa dikatakan sebagai suatu model manusia yang bereligi. Didalam bukunya Sastra dan Religiositas, Romo Mangun mempertentangkan agama dan religiositas : Agama lebih menunjuk kepada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan atau kepada dunia atas dalam aspeknya yang resmi,yuridis,peraturan-peraturan dan hukum-hukumnya, serta keseluruhan organisasi tafsir Alkitab dan sebagainya, yang melingkupi segi-segi kemasyarakatan (gesselschaft,Jerman). Religiositas lebih melihat aspek yang di dalam lubuk hati. Riak getaran nurani pribadi; sikap personal yang sedikit banyak menjadi misteri bagi orang lain, karena menafaskan intimitas jiwa, du coeur dalam arti Pascal, yakni cita rasa yang mencakup totalitas (termasuk rasio dan rasa manusiawi) kedalaman pribadi si manusia. Oleh karena itu, pada dasarnya religiositas mengatasi atau lebih dalam dari agama yang tampak,formal dan resmi. Religiositas lebih bergerak dalam tata paguyuban yang cirinya lebih intim.

Religiositas, khususnya sebagai iman personal, diungkapkan dalam agama dan di wujudnyatakan dalam hidup sehari-hari. Maka justru pada taraf religiositas dan iman ada hubungan antara orang beragama, biarpun ekspresi keagamaannya, juga dalam ajaran dan dogma, berbeda bahkan bertentangan satu sama lain.

Berdasarkan paparan di atas, kita mendapat pengertian yang mendalam tentang manusia yang memeluk religi. Secara empiris, kita melihat bahwa manusia mengalami puncak kebahagiaan karena dan dalam penyerahan diri. Dapat dikatakan, bereligi berarti ingin menemukan kebahagiaan.

Untuk menuju religiositas sejati, manusia tidak dapat melihat hanya dari satu dimensi saja (dimensi vertikal atau horisontal). Religiositas yang sejati adalah mampu mempertanggungjawabkan agamanya dan berhubungan baik dengan sesama manusia. Persoalan religi tidak mungkin dianggap sebagai objek netral tanpa memasukan pengalaman religikita, karena pengalaman religi bukanlah sekadar fenomena manusia, melainkan juga campur tangan Illahi. Jadi, niscaya bagi orang yang tidak percaya akan adanya Tuhan, lambat laun akan percaya apabila telah mengalami pengalaman religius.

Pengalaman religius adalah pandangan atau visi yang secara intuitif melihatAllah hadir dalam dunia dan nyata, yaitu dalam bahasaSt. Thomas Aquinas: visio beatifica (pandanganyang membahagiakan). Secaramendalam, manusia merasa hidupnya terarah pada kenyataan Yang Luhur (Allah), sebagai jawaban terakhir atas pertanyaan manusia: Dari manaakudatangdankemanaakupergi? Manusia mengalami Allah sebagai dasar dan tujuan hidupnya yang terbatas ini. Ketika berhadapan dengan Yang Ilahi, manusia merasa kecil, tidak berdaya, hanyalah debu dan abu, karena hidupnya adalah pemberian Allah.

.