rencana strategis 2015 - badan pengawas obat dan makananpom.go.id/ppid/2015/rbalai/sofifi.pdf ·...
TRANSCRIPT
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
KATA PENGANTAR
Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan bahwa setiap kementerian dan lembaga
perlu menyusun Rencana Strategis (Renstra) yang mengacu pada Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Dengan telah ditetapkannya RPJMN 2015-2019
tanggal 8 Januari 2015 maka Badan Pengawas Obat dan Makanan menyusun Renstra Tahun
2015-2019.
Balai POM di Sofifi sesuai dengan kewenangan, tugas pokok dan fungsinya sebagai
Unit Pelaksanaan Teknis Badan POM berkewajiban untuk menyusun Rencana Strategis yang
memuat Visi, Misi, tujuan, strategi, kebijakan serta program dan kegiatan untuk periode
2015-2019.
Mengacu kepada Rencana Strategi Badan POM 2015 – 2019, maka pada Renstra
Balai POM di Sofifi tahun 2015-2019 telah ditetapkan 3 (tiga) sasaran strategis dengan 9
(Sembilan) indikator kinerja utama (IKU) sebagai tolok ukur capaian kinerja pelaksanaan
program dan kegiatan selama tahun 2015 – 2019. Dengan telah disusunnya Rencana Strategis
Balai POM di Sofifi 2015 – 2019 diharapkan dapat lebih meningkatkan kinerja pengawasan
Obat dan Makanan untuk melindungi masyarakat di Provinsi Maluku Utara melalui
penguatan Sistem pengawasan obat dan makanan berbasis resiko; mewujudkan kemandirian
pelaku usaha dalam jaminan keamanan obat dan makanan serta memperkuat kemitraan
dengan pemangku kepentingan; dan meningkatkan kapasitas kelembagaan Balai BPOM.
Penyusunan renstra Badan Pengawas Obat dan Makanan dilaksanakan melalui
pendekatan teknokratis, politik, partisipatif, atas-bawah (top-down) dan bawah-atas (bottom-
up). Rencana Strategis Balai Pengawas Obat dan Makanan di Sofifi Tahun 2015-2019 ini
digunakan sebagai acuan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di bidang
pengawasan Obat dan Makanan di wilayah Provinsi Maluku Utara dalam kurun waktu 2015-
2019.
Akhir kata, semoga Rencana Strategis Badan Pengawas Obat dan Makanan di Sofifi
Tahun 2015-2019 dapat bermanfaat bagi bangsa Indonesia.
Jakarta, Februari 2015
Kepala Balai Pengawas Obat dan
Makanan di Sofifi
Drs. Karim Latuconsina,M.Kes
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. KONDISI UMUM
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional, memberikan amanat bahwa pererncanaan pembangunan disusun secara periodik
meliputi rencana pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) untuk jangka waktu 20
tahun, rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis
(Renstra) Kementerian/Lembaga untuk jangka waktu 5 tahun, serta rencana pembangunan
tahunan yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja
Kementerian/Lembaga (Renja K/L).
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang ditetapkan
melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 memiliki maksud untuk memberikan arah
sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah, masyarakat, dan dunia
usaha) di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional. Selanjutnya RPJPN ini dibagi
menjadi empat tahapan rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN), salah
satunya adalah RPJMN 2015-2019 yang merupakan tahap ketiga dari pelaksanaan RPJPN
2005-2025. Sebagai kelanjutan RPJMN tahap kedua, RPJMN 2015-2019 ditujukan untuk
lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan
menekankan pada pencapaian daya saing kompetitif perekonomian yang berlandaskan
keunggulan sumber daya alam, sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang terus meningkat.
Sebagaimana amanat tersebut dan dalam rangka mendukung pencapaian program-
program prioritas Pemerintah, Balai POM di Sofifi sesuai kewenangan, tugas pokok dan
fungsinya menyusun Rencana Strategis (Renstra) yang memuat visi, misi, tujuan, strategi,
kebijakan serta program dan kegiatan Balai POM di Sofifi untuk periode 2015-2019.
Penyusunan Renstra Balai POM di Sofifi ini berpedoman pada RPJMN Periode 2015-2019.
Proses penyusunan Renstra Balai POM di Sofifi periode 2015-2019 dilakukan sesuai dengan
amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hasil evaluasi pencapaian kinerja
periode 2010-2014 serta melibatkan pemangku kepentingan yang menjadi mitra BPOM.
Selanjutnya Renstra Balai POM di Sofifi periode 2015-2019 diharapkan dapat meningkatkan
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
Kinerja Balai POM di Sofifi dibandingkan dengan pencapaian dari periode sebelumnya
sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
Adapun kondisi umum Balai POM di Sofifi pada saat ini berdasarkan peran, tupoksi dan
pencapaian kinerja adalah sebagai berikut:
A. Peran Balai POM berdasarkan Peraturan Perundang-undangan
Balai POM di Sofifi adalah Unit Pelaksana Teknis Badan POM RI, sesuai Keputusan
Kepala Badan POM No. 05018/SK/KBPOM tahun 2001 dengan perubahan terakhir
Nomor HK.00.05.21.3546 tahun 2009 mempunyai Tugas Pokok untuk melaksanakan
kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplimen, keamanan pangan dan bahan
berbahaya.
Badan POM adalah sebuah Lembaga Pemerintahan Non Kementerian (LPNK) yang
bertugas mengawasi peredaran obat, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, dan
makanan di wilayah Indonesia. Tugas, fungsi, dan kewenangan Badan POM diatur dalam
Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah non Departemen
yang telah diubah terakhir kali dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 tentang
Perubahan Ketujuh Atas Keppres 103 Tahun 2001.
Dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan dan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi pada tanggal 17 Oktober 2014 tentang Pembentukan
Balai POM di Sofifi maka Balai POM di sofifi pada akhir tahun 2014 telah berpisah
dengan Balai Besar POM di Manado, tetapi karena pemisahan terjadi pada akhir tahun
2014 maka anggaran untuk Balai POM di sofifi masih melekat di BBPOM di manado.
Balai POM di Sofifi menyelenggarakan fungsi: (1) Penyusunan rencana dan program
pengawasan obat dan makanan; (2) Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium,
pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lain, obat tradisional, kosmetika, produk komplimen, pangan dan bahan berbahaya; (3)
Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk secara
mikrobiologi; (4) Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan
pemeriksaan pada sarana produksi dan distribusi; (5) Pelaksanaan penyelidikan dan
penyidikan pada kasus pelanggaran hukum; (6) Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana
produksi dan distribusi tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Badan; (7) Pelaksanaan
kegiatan layanan informasi konsumen; (8) Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian
obat dan makanan; (9) Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan; (10)
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan, sesuai dengan bidang
tugasnya
Badan POM mempunyai 3 (tiga) inti kegiatan atau pilar lembaga Badan POM, yakni:
(1) Penapisan produk dalam rangka pengawasan Obat dan sebelum beredar (pre-market)
melalui: a) Peningkatan registrasi/penilaian Obat dan Makanan yang diselesaikan tepat
waktu; b) Perkuatan standar, regulasi dan pedoman pengawasan Obat dan Makanan serta
dukungan regulatori kepada pelaku usaha untuk pemenuhan standar dan ketentuan yang
berlaku; c) Peningkatan inspeksi sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan dalam
rangka pemenuhan standar Good Manufacturing Practices (GMP) dan Good Distribution
Practice (GDP) terkini; d) Penguatan kapasitas laboratorium Badan POM. (2)Pengawasan
Obat dan Makanan pasca beredar di masyarakat (post-market) melalui: a) Pengambilan
sampel dan pengujian; b)Peningkatan cakupan pengawasan sarana produksi dan distribusi
Obat dan Makanan di seluruh Indonesia oleh 33 BB/BPOM, termasuk Pasar Aman dari
Bahan Berbahaya; c) Investigasi awal dan penyidikan kasus pelanggaran di bidang Obat
dan Makanan di Pusat dan Balai. (3) Pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi
Informasi dan Edukasi dalam rangka meningkatkan efektifitas pengawasan Obat dan
Makanan di Pusat dan Balai melalui: a) Public Warning; b) Penyuluhan kepada
masyarakat dan pelaku usaha di bidang Obat dan Makanan, serta; c) Peningkatan
Pengawasan terhadap Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS), peningkatan kegiatan Badan
POM Sahabat Ibu, dan advokasi kepada masyarakat.
Tugas dan fungsi tersebut, melekat pada Badan POM sebagai lembaga pemerintah
yang merupakan garda depan dalam hal perlindungan terhadap konsumen. Badan POM
idealnya dapat menjalankan tugasnya secara lebih proaktif, tidak reaktif, yang bergerak
ketika sudah ada kasus-kasus yang dilaporkan.
Provinsi Maluku Utara yang beribukota Sofifi terletak diantara 3º Lintang Utara-3º
Lintang Selatan dan antara 124º - 129º Bujur Timur. Berbatasan dengan Samudera
Pasifik di sebelah utara, Laut Seram di sebelah selatan, sebelah barat dan timur masing-
masing berbatasan dengan Laut Maluku dan Laut Halmahera.
Provinsi Maluku Utara merupakan provinsi kepulauan yang terdiri atas 805 pulau
baik pulau-pulau besar maupun pulau-pulau kecil. Pulau-pulau besar diantaranya adalah
Pulau Halmahera, Pulau Morotai, Pulau Obi, Pulau Bacan, dan Pulau Taliabu. Sedangkan
pulau-pulau kecil diantaranya Pulau Ternate, Pulau Tidore, Pulau Makian, dan Pulau
Kayoa. Diantara pulau-pulau tersebut hanya 82 pulau (10,2 %) yang telah dihuni, dan
sekitar 723 pulau (89,9%) yang belum berpenghuni. Luas wilayah Provinsi Maluku Utara
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
adalah 145.801,10km² yang terdiri atas luas lautan ±100.731,44 (69%) dan luas daratan ±
45.069,66km² (31%).
Balai POM di Sofifi mempunyai kedudukan dan catchment area di Provinsi Maluku
Utara. Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan POM RI, Balai POM di Sofifi
mempunyai wilayah kerja10 Kabupaten/Kota terdiri dari 2 Kota dan 8 Kabupaten di
Provinsi Maluku Utara yang meliputi:. Peta Catchment Area Balai POM di Sofifi dapat
dilihat pada gambar 1.1.
1. Kota Ternate
2. Kota Tidore Kepulauan
3. Kabupaten Halmahera Barat
4. Kabupaten Halmahera Utara
5. Kabupaten Kepulauan Morotai
6. Kabupaten Halmahera Timur
7. Kabupaten Halmahera Tengah
8. Kabupaten Halmahera Selatan
9. Kabupaten Kepulauan Sula
10. Kabupaten Taliabu
Gambar 1.1.
Peta Wilayah Administratif Provinsi Maluku Utara Tahun 2013
Dengan luas wilayah Provinsi Maluku Utara 145.801,10km² yang terdiri atas luas lautan
±100.731,44 (69%) dan luas daratan ± 45.069,66km² (31%) Dengan luas wilayah dan sulitnya
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
menjangkau Catchment area tersebut, kesempatan untuk tumbuhnya lokasi perdagangan
baru semakin terbuka. Akses keluar dan masuk wilayah Maluku Utara semakin mudah
didukung dengan pembangunan infrastruktur yang semakin pesat. Kondisi seperti ini
mengakibatkan volume produk obat dan makanan di wilayah Maluku Utara semakin
meningkat. Di sisi lain, produk-produk substandar, produk palsu maupun produk yang
mengandung bahan berbahaya semakin mudah masuk di kalangan masyarakat Maluku
Utara.
Kondisi tersebut menuntut adanya sistem Pengawasan Obat dan Makanan yang efektif
dan optimal dalam melindungi masyarakat dari produk-produk yang beresiko terhadap
kesehatan. Balai POM di Sofifi melakukan upaya peningkatkan cakupan pengawasan
sarana distribusi berdasarkan analisis resiko serta meningkatkan kualitas pelayanan
publik. Dalam organisasi, diperlukan komitmen dalam pengembangan kompetensi SDM,
kualitas pengujian laboratorium dan penerapan sistem manajemen mutu secara konsisten.
Di sisi lain, perkembangan modernisasi suatu bangsa akan berpengaruh pada pola
hidup masyarakat. Dengan perkembangan modernisasi atau pola hidup tersebut
menjadikan sulit bagi masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan hidup, terutama
pemenuhan standar kesehatan.
B. Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia
Stuktur Organisasi dan tata kerja BPOM disusun berdasarkan Keputusan Kepala
BPOM Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan
Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala
BPOM Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004. Khusus Organisasi dan Tata Kerja Balai
Besar/ Balai POM disusun berdasarkan Keputusan Kepala BPOM Nomor
05018/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis
di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Peraturan Kepala BPOM Nomor 14 Tahun 2014.
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
BALAI PENGAWAS OBAT DAN
MAKANAN
Sesuai dengan struktur organisasi yang ada pada Gambar 1.2,
Untuk mendukung tugas-tugas Balai POM di Sofifi sesuai dengan peran dan
fungsinya diperlukan sejumlah SDM yang dimiliki dengan kompetensi yang baik. Jumlah
SDM yang dimiliki Balai POM di Sofifi untuk melaksanakan tugas dan fungsi
pengawasan Obat dan Makanan adalah sejumlah 13 orang, yang tersebar di unit kerja.
Adapun jumlah pegawai Balai POM di Sofifi berdasarkan tingkat pendidikan dapat
dijelaskan pada Tabel 1.1 di bawah ini:
Tabel 1.1 Profil Pegawai Balai POM di Sofifi Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2014
No Unit Kerja
Pendidikan Juml per Bid/Sub
S2 Apt S1 D3 SMF/ SMAK
SLTA SD
1 Kepala 1 - - - - - - 1
2 Staf BPOM di Sofifi - 6 3 - - - - 9
3 Pramubakti - - - - - 4 - 4
Jumlah per Pendidikan/
Total 1 5 3 - - 4 - 14
Catatan : Struktural BPOM di Sofifi belum terbentuk.
SEKSI PENGUJIAN
PRODUK TERAPETIK,
NARKOTIKA, OBAT
TRADISIONAL, KOSMETIK
KOMPLEMEN
SEKSI PENGUJIAN
PANGAN, BAHAN
BERBAHAYA DAN
MIKROBIOLOGI
SEKSI PEMERIKSAAN,
PENYIDIKAN, SERTIFIKASI
DAN LAYANAN
INFORMASI KONSUMEN
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL POS POM TERNATE
SUBBAGIAN TATA
USAHA
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
Gambar 2 Profil Pegawai Balai POM di Sofifi Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2014
Berdasarkan tabel 1.1 dan gambar 2 diatas dirasakan bahwa untuk menghadapi
perubahan lingkungan strategis yang semakin dinamis khususnya perubahan lingkungan
strategis eksternal maka perlu dilakukan peningkatan kuantitas maupun kualitas SDM
agar dapat mengantisipasi perubahan lingkungan strategis tersebut sehingga bisa
mewujudkan tujuan organisasi dalam lima tahun kedepan.
C. Hasil Capaian Kinerja Pos POM Ternate periode 2014
Pencapaian keberhasilan pelaksanaan tugas dan kewenangan Balai POM di sofifi
mengacu pada keberhasilan Besar POM di Manado sebagai induk asal Balai POM di
Sofifi hal tersebut dapat dilihat sesuai dengan pencapaian indikator kinerja utama sesuai
sasaran strategis pada Tabel 2.1 di bawah ini.
0
1
2
3
4
5
6
S2 Apt S1 SMF/SMK SD
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
Tabel 2 Capaian Kinerja Balai Besar POM di Manado Periode 2010-2014
NO Indikator
T*)
Tahun 2014 Tahun
2013
Tahun
2012
Tahun
2011
Tahun
2010
2014 R
**)(%)
%C***)
R (%) R (%) R (%) R (%)
thd 2014
1 Persentase kenaikan Obat
yang memenuhi standar 0,4 5,16 1290 4,44 5,64 5,65 baseline
2 Persentase kenaikan Obat
tradisional yang memenuhi
standar
0,4 24,48 6120 24,70 19,92 24,68 baseline
3 Persentase kenaikan
kosmetik yang memenuhi
standar
0,4 4,61 1152,5 4,51 4,52 4,55 baseline
4 Persentase kenaikan
suplemen makanan yang
memenuhi standar
0,4 4,90 1225 4,70 4,80 4,90 baseline
5 Persentase kenaikan
makanan yang memenuhi
standar
8 20,07 250,875 12,63 15,36 8,10 baseline
6 Proporsi obat yang
memenuhi standard (aman,
manfaat, dan mutu)
99,84 99,26 99,42 98,74 99,84 99,75 94,00
7 Proporsi obat tradisional
yang mengandung Bahan
Kimia Obat (BKO)
0,55 0,42 100,13 0 4,88 0,22 75
8 Proporsi kosmetik yang
mengandung bahan
berbahaya
0,28 0,29 99,99 0,19 0,28 0,35 95
9 Proporsi suplemen
makanan yang tidak
memenuhi syarat keamanan
4,4 0 104,60 0 0 0 95
10 Proporsi makanan yang
memenuhi syarat 85,3 96,17 112,74 88,93 91,56 84,20 76
Sebagaimana tabel 1.2 terkait pencapaian kinerja pada Renstra tahun 2010-2014
tersebut di atas, kinerja BBPOM di Manado telah menunjukkan perbaikan yang semakin
signifikan. Hal ini bisa dilihat dari seluruh kinerja BBPOM di Manado sesuai dengan
tugas utamanya melakukan pengawasan Obat dan Makanan. Adapun penjelasan
pencapaian masing-masing indikator tersebut adalah sebagai berikut: Untuk indikator
kinerja Obat yang beredar telah memenuhi syarat tercapai sebesar 99,84%, sedangkan
Obat Tradisional beredar telah tercapai memenuhi syarat 99,58%. Untuk kinerja
Kosmetik beredar telah memenuhi syarat sebesar 98,71%, dan kinerja Suplemen
Makanan tercapai sebesar 100%, dan Makanan beredar yang memenuhi syarat sebesar
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
96,17%. Capaian yang tinggi (>100%) tidak dapat disimpulkan bahwa kinerja BBPOM di
Manado telah luar biasa. Justru ini menunjukan keterbatasan BBPOM di Manado dalam
perencanaan dan penetapan target. Oleh karena itu hal ini akan menjadi fokus perbaikan
dalam Renstra 2015-2019 ke depan, yaitu dalam menetapkan baseline data dan laju
kenaikan tiap tahunnya. Berdasarkan hasil tersebut, pengawasan Obat dan Makanan tetap
menjadi mainstreaming di Renstra 2015-2019. Di bawah ini pada gambar 1.3 dapat dilihat
secara grafik pencapaian kinerja BBPOM di Manado dari tahun 2010-2014.
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
Dari Gambar 1.3a sampai 1.3e dapat dilihat hasil pengawasan Obat dan Makanan
selama tahun 2010-2014. Persentase/proporsi Obat dan Makanan yang memenuhi syarat
pada tahun 2014 cenderung mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2010. Namun, jika
dibandingkan terhadap tahun 2011 Persentase/proporsi Obat dan Makanan yang
memenuhi syarat pada tahun 2014 cenderung mengalami penurunan. Di sisi lain, saat ini
masih dijumpai produk Obat dan Makanan illegal/palsu/substandar.
Tabel 1.2. Capaian Kinerja Balai POM di Sofifi Periode 2010-2014
NO Indikator
Tahun 2014
Target Realisasi
%
1 Jumlah sampel yang diuji 105 100
2 Persentase Cakupan pengawasan sarana
produksi obat dan makanan 11 36,36%
3 Persentase Pengawasan Sarana Distribusi
Obat dan Makanan 180
100% ( 284
Sarana)
4 Persentase Jumlah Penandaan/ Label Iklan
Obat dan Makanan yang diawasi 150 100% (160)
5 Persentase Jumlah perkara dibidang Obat dan
Makanan 1 100%
Sebagaimana tabel 1.2 terkait pencapaian kinerja, Balai POM di Sofifi menggunakan
hasil capaian Pos POM Ternate pada tahun 2014, Dari Hasil capaian Pos POM di Ternate
menunjukkan bahwa Pos POM di Ternate dengan keterbatasan SDM dan luasnya
catchment area telah memperlihatkan hasil pengawasan yang hampir sesuai target hal ini
sesuai dengan tugas utamanya melakukan pengawasan Obat dan Makanan. Adapun
penjelasan pencapaian masing-masing indikator tersebut adalah sebagai berikut: Untuk
Indikator Persentase cakupan pengawasan sarana produksi obat dan makanan Pos POM
Ternate hanya mencapai realisasi 36,36% karena terbatasnya jumlah sarana produksi
yang tersebar di berbagai catchment area provinsi Maluku Utara sehingga dengan
keterbatsan anggaran kami sulit untuk realisasikan capaian target. Untuk indikator
cakupan Pengawasan sarana distrbusi obat dan makanan Pos POM mencapai realisasi
lebih dari 100% dari target 180 sarana yang diberikan oleh BBPOM di Manado. Capaian
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
yang tinggi (>100%) tidak dapat disimpulkan bahwa kinerja BPOM di Sofifi telah luar
biasa. Justru ini menunjukan keterbatasan BPOM di Sofifi dalam perencanaan dan
penetapan target. Oleh karena itu hal ini akan menjadi fokus perbaikan dalam Renstra
2015-2019 ke depan, yaitu dalam menetapkan baseline data. Berdasarkan hasil tersebut,
pengawasan Obat dan Makanan tetap menjadi mainstreaming di Renstra 2015-2019.
Hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa pengawasan Obat dan Makanan yang
dilakukan oleh Badan POM selama ini harus terus ditingkatkan. Perkuatan pengawasan
post market merupakan hal yang tak dapat dielakkan lagi.
Pencapaian selama 2010 – 2014 relative tinggi, namun untuk lima tahun ke depan,
tantangan akan Harmonisasi ASEAN serta Perdagangan Bebas ASEAN akan memicu
lalulintas barang masuk ke Indonesia akan mengalami peningkatan. Tidak terkecuali
produk berupa obat-obatan, kosmetik, obat tradisonal, suplemen makanan serta makanan
yang menjadi ruang lingkup kerja BPOM di Sofifi. Terlebih dari sisi geografis Maluku
utara dimana salah satu kabupatennya yaitu Kabupaten Morotai yang berbatasan dengan
Negara Filipina dan Kep. Palau tak terelakan akan ada lalulintas barang yang cukup
besar. Hal ini menjadi tantangan bagi BPOM di Sofifi untuk melindungi masyarakat dari
produk obat, kosmetik, obat tradisional, suplemen makanan serta makanan yang
berbahaya bagi kesehatan.
E. Isu-isu Strategis sesuai dengan Tupoksi dan Kewenangan
Selama periode 2010-2014, pelaksanaan peran dan fungsi BPOM tersebut di atas telah
diupayakan secara optimal sesuai dengan target hasil pencapaian kinerjanya. Namun
demikian, upaya tersebut
masih menyisakan
permasalahan yang
belum sepenuhnya sesuai
dengan harapan
masyarakat, antara lain:
(1) belum sepenuhnya
tercapai penapisan
produk dalam rangka
pengawasan Obat dan
Makanan sebelum
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
beredar (pre-market), (2) belum optimalnya pengawasan Obat dan Makanan pasca
beredar di masyarakat (post-market) dan (3) belum efektifnya pemberdayaan masyarakat
melalui Komunikasi Informasi dan Edukasi dalam rangka meningkatkan efektivitas
pengawasan Obat dan Makanan. Dari permasalahan-permasalahan tersebut di atas
terdapat beberapa penyebab yang dianggap sangat krusial dan strategis bagi peran BPOM
dalam melakukan pembenahan di masa mendatang, sehingga diharapkan pencapaian
kinerja berikutnya akan lebih optimal. Di bawah ini pada gambar 1.4 terdapat diagram
yang menunjukkan analisa permasalahan pokok dan isu-isu strategis sesuai dengan
tupoksi dan kewenangan BPOM sebagai berikut:
Berdasarkan kondisi obyektif yang dipaparkan di atas, kapasitas BPOM di Sofifi
sebagai lembaga pengawasan Obat dan Makanan masih perlu terus dilakukan penguatan,
baik secara kelembagaan maupun dari sisi manajemen sumber daya manusianya, agar
pencapaian kinerja di masa datang semakin membaik dan dapat memastikan berjalannya
proses pengawasan Obat dan Makanan yang lebih ketat dalam menjaga keamanan, mutu
serta khasiat/manfaat Obat dan Makanan tersebut, yang pada akhirnya diharapkan dapat
memberikan kontribusi yang maksimal bagi pembangunan kesehatan masyarakat.
Untuk itu, ada 3 (tiga) isu strategis dari permasalahan pokok yang dihadapi BPOM
sesuai dengan peran dan kewenangannya agar lebih optimal, yang perlu terus diperkuat
dalam peningkatan kinerja di masa yang akan datang sebagai berikut:
1. Penguatan sistem dalam pengawasan Obat dan Makanan,
2. Peningkatan pembinaan dan bimbingan melalui Kerjasama, Komunikasi, Informasi
dan Edukasi Publik dalam rangka mendorong kemandirian pelaku usaha dalam
memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan serta mendorong peningkatan
kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan,
3. Penguatan kapasitas kelembagaan BPOM, serta meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pengelolaan sumber daya.
Untuk memperkuat peran dan kewenangan tersebut secara efektif, BPOM perlu terus
melakukan perbaikan dan pengembangan secara kelembagaan serta penguatan regulasi,
khususnya peraturan perundang-undangan yang menyangkut peran dan tugas pokok dan
fungsinya. Di samping itu, kondisi lingkungan strategis dengan dinamika perubahan yang
sangat cepat, menuntut BPOM dapat melakukan evaluasi dan mampu beradaptasi dalam
pelaksanaan peran-perannya secara tepat dan sesuai dengan kebutuhan zaman. Dengan
etos tersebut, diharapkan mampu menjadi katalisator dalam proses pencapaian tujuan
pembangunan kesehatan nasional.
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
1.2. POTENSI DAN PERMASALAHAN
Sejalan dengan dinamika lingkungan strategis, baik nasional maupun global,
permasalahan dan tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia semakin kompleks. Arus
besar globalisasi membawa keleluasaan informasi, fleksibilitas distribusi barang dan
jasa yang berdampak pada munculnya isu-isu yang berdimensi lintas bidang. Percepatan
arus informasi dan modal juga berdampak pada meningkatnya pemanfaatan berbagai
sumber daya alam yang memunculkan isu perubahan iklim (climate change),
ketegangan lintas-batas antarnegara, serta percepatan penyebaran wabah penyakit,
mencerminkan rumitnya tantangan yang harus dihadapi oleh BPOM. Hal ini menuntut
peningkatan peran dan kapasitas instansi BPOM dalam mengawasi peredaran produk
Obat dan Makanan.
Secara garis besar, lingkungan strategis yang bersifat eksternal yang dihadapi oleh
BPOM terdiri atas 2 (dua) isu mendasar, yaitu kesehatan dan globalisasi. Isu kesehatan
yang akan diulas disini adalah Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dan Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN). Sedangkan terkait globalisasi, akan diulas tentang perdagangan
bebas, komitmen internasional, perubahan iklim, MEA dan demografi. Isu-isu tersebut
saling terkait satu dengan yang lain. Adapun lingkungan strategis yang mempengaruhi
peran BPOM baik internal maupun eskternal adalah sebagai berikut:
1. Sistem Kesehatan Nasional (SKN)
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) merupakan wujud dan sekaligus metode
penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang memadukan berbagai upaya bangsa
Indonesia dalam satu derap langkah guna menjamin tercapainya tujuan
pembangunan kesehatan.
Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh dukungan sistem
nilai dan budaya masyarakat yang secara bersama terhimpun dalam berbagai sistem
kemasyarakatan. SKN merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan yang
dipergunakan sebagai acuan utama dalam mengembangkan perilaku dan lingkungan
sehat serta menuntut peran aktif masyarakat dalam berbagai upaya kesehatan
tersebut.
Upaya pelayanan kesehatan masyarakat diselenggarakan oleh semua pihak
(pemerintah, pemerintah daerah, swasta dan masyarakat) melalui peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan pemulihan kesehatan. Bentuk
pelayanan kesehatan tersebut berupa layanan Rumah Sakit, Puskesmas dan kegiatan
peran serta masyarakat melalui Posyandu.
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
Di sisi lain, menjamurnya sistem dan model serta klinik-klinik kesehatan dan
pengobatan alternatif juga makin menambah beban dan daya jangkau BPOM untuk
makin melebarkan sayap dan menajamkan matanya dalam melakukan pengawasan
yang lebih komprehensif.
Semakin banyak pelayanan kesehatan yang disediakan, maka akan semakin
mempengaruhi kebutuhan pelayanan pendukung kepada kesehatan masyarakat
tersebut, yang antara lain tentunya adalah kebutuhan akan obat semakin meningkat.
Penjaminan mutu obat merupakan bagian yang tidak terpisahkan juga dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Hal ini merupakan tantangan ke depan
yang akan dihadapi oleh BPOM dalam penyediaan obat-obatan yang aman dan
bermutu.
Penjaminan mutu obat tidak terlepas dari kualitas obat tersebut. Beberapa
permasalahan lainnya yang juga memerlukan perhatian dalam penjaminan mutu
obat adalah koordinasi seluruh pemangku kepentingan dalam penjaminan mutu obat
yang beredar seperti Kemenkes, Dinkes, BKKBN termasuk industri farmasi dalam
hal tingkat kematangannya dalam penerapan CPOB. Terkait meluasnya penggunaan
jamu dan obat-¬obat tradisional, serta pengobatan secara tradisional di masyarakat
diperlukan peningkatan penelitian ilmiah lebih lanjut.
Di samping itu juga munculnya bibit penyakit baru atau bibit penyakit yang dulu
pernah ada dan sudah langka kasusnya sekarang, namun kini berjangkit kembali.
Penyakit ini, baik menular maupun yang tidak menular sebagai akibat dari adanya
perubahan iklim secara global, fluktuasi ekonomi, model perdagangan bebas dan
kemajuan teknologi maupun transisi dari demografi, juga turut mengubah pola dan
gaya hidup dari masyarakat Indonesia dalam mengkonsumsi Obat dan Makanan.
Untuk itu, permasalahan ini menjadi tantangan tersendiri bagi BPOM untuk
dapat memberikan rasa aman bagi masyarakat dalam mengkonsumsi obat yang
beredar di pasaran. Dalam menciptakan rasa aman bagi masyarakat, BPOM selama
ini melakukan kontrol dalam bentuk penilaian sebelum produk beredar di pasar dan
pengawasan secara ketat terhadap produk yang sudah beredar luas di masyarakat.
Selain itu, BPOM juga dapat memberikan informasi dan edukasi pada masyarakat
mengenai produk obat yang aman, bermutu dan berkhasiat.
2. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) merupakan salah satu bentuk
perlindungan sosial untuk menjamin agar setiap rakyat dapat memenuhi kebutuhan
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
dasar hidup yang minimal layak menuju terwujudnya kesejahteraan sosial yang
berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sistem ini merupakan program negara
dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui pendekatan sistem. Sistem
ini diharapkan dapat menanggulangi risiko ekonomi karena sakit, PHK, pensiun
usia lanjut dan risiko lainnya dan merupakan cara (means), sekaligus tujuan (ends)
dalam mewujudkan kesejahteraan. Untuk itu, dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional
juga diberlakukan penjaminan mutu obat yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan juga dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
Implementasi SJSN dapat membawa dampak secara langsung dan tidak
langsung terhadap pengawasan Obat dan Makanan. Dampak langsung adalah
meningkatnya jumlah permohonan pendaftaran produk obat, baik dari dalam
maupun luar negeri karena perusahaan/industri obat akan berusaha menjadi supplier
obat untuk program pemerintah tersebut. Selain peningkatan jumlah obat yang akan
diregistrasi, jenis obat pun akan sangat bervariasi. Hal ini, disebabkan adanya
peningkatan demand terhadap obat sebagai salah satu produk yang dibutuhkan.
Sementara dampak tidak langsungnya diasumsikan adalah terjadinya peningkatan
konsumsi obat, baik jumlah maupun jenisnya. Dampak lain adalah banyak industri
farmasi yang akan melakukan pengembangan fasilitas dan peningkatan kapasitas
produksi dengan perluasan sarana yang dimiliki. Adanya peningkatan kapasitas dan
fasilitas tersebut, maka akan terjadi peningkatan permohonan sertifikasi Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Dalam hal ini peran BPOM akan semakin
besar, antara lain adalah peningkatan pengawasan pre-market melalui sertifikasi
CPOB dan post-market melalui intensifikasi pengawasan obat pasca beredar.
Dengan penerapan SJSN, maka akan banyak industri farmasi yang harus
melakukan resertifikasi CPOB yang berlaku 5 (lima) tahun. Sampai dengan tahun
2014, industri farmasi yang melakukan sertifikasi CPOB baru sekitar 207 sarana.
Selain itu, dengan meningkatnya variasi obat sebagai implikasi penerapan SJSN,
BPOM juga dituntut harus lebih intensif dalam melaksanakan pengawasan post-
market terhadap mutu obat beredar termasuk farmakovigilan utamanya Monitoring
Efek Samping Obat (MESO).
3. Globalisasi, Perdagangan Bebas dan Komitmen Internasional
Globalisasi merupakan suatu perubahan interaksi manusia secara luas, yang
mencakup banyak bidang dan saling terkait: ekonomi, politik, sosial, budaya,
teknologi dan lingkungan. Proses ini dipicu dan dipercepat dengan berkembangnya
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
teknologi, informasi dan transportasi yang sangat cepat dan massif akhir-akhir ini
dan berkonsekuensi pada fungsi suatu negara dalam sistem pengelolaannya. Era
globalisasi dapat menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pembangunan
kesehatan, khususnya dalam rangka mengurangi dampak yang merugikan, sehingga
mengharuskan adanya suatu antisipasi dengan kebijakan yang responsif.
Dampak dari pengaruh lingkungan eksternal khususnya globalisasi tersebut
telah mengakibatkan Indonesia masuk dalam perjanjian-perjanjian internasional,
khususnya di bidang ekonomi yang menghendaki adanya area perdagangan bebas
(Free Trade Area). Ini dimulai dari perjanjian ASEAN-6 (Brunei Darussalam,
Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand) Free Trade Area, ASEAN-
China Free Trade Area, ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership
(AJCEP), ASEAN-Korea Free Trade Agreement (AKFTA), ASEAN-India Free
Trade Agreement (AIFTA) dan ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade
Agreement (AANZFTA). Dalam hal ini, memungkinkan negara-negara tersebut
membentuk suatu kawasan bebas perdagangan yang bertujuan untuk meningkatkan
daya saing ekonomi kawasan regional dan berpeluang besar menjadikan ASEAN
sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional. Hal ini membuka
peluang peningkatan nilai ekonomi sektor barang dan jasa serta memungkinkan
sejumlah produk Obat dan Makanan Indonesia akan lebih mudah memasuki pasaran
domestik negara-negara yang tergabung dalam perjanjian pasar regional tersebut.
Dalam menghadapi FTA dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir tahun
2015, diharapkan industri farmasi, obat tradisional, kosmetika, suplemen kesehatan
dan makanan dalam negeri mampu untuk menjaga daya saing terhadap produk luar
negeri.
Dalam kaitan dengan globalisasi dan perjanjian-perjanjian internasional
khususnya di sektor ekonomi tersebut, harusnya yang menjadi dasar pijakan dan
harus ditekankan dari awal adalah soal kedaulatan bangsa, negara dan rakyat kita
dalam menghadapi persaingan dengan perusahaan-perusahaan trans-nasional dan
negara-negara lain tersebut.
Dengan masuknya produk perdagangan bebas tersebut yang antara lain adalah
obat, kosmetik, suplemen kesehatan, dan makanan, termasuk jamu dari negara lain,
merupakan persoalan krusial yang perlu segera diantisipasi. Realitas menunjukkan
bahwa saat ini Indonesia telah menjadi pasar bagi produk Obat dan Makanan dari
luar negeri yang belum tentu terjamin keamanan dan mutunya untuk dikonsumsi.
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
Untuk itu, masyarakat membutuhkan proteksi yang kuat dan rasa aman dalam
mengkonsumsi Obat dan Makanan tersebut.
Perdagangan bebas juga membawa dampak tidak hanya terkait isu-isu ekonomi
saja, namun juga merambah pada isu-isu kesehatan. Terkait isu kesehatan, masalah
yang akan muncul adalah menurunnya derajat kesehatan yang dipicu oleh
perubahan gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat tanpa diimbangi dengan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan kesehatan. Permasalahan ini akan
semakin kompleks dengan sulitnya pemerintah dalam membuka akses kesehatan
yang seluas-luasnya bagi masyarakat, khususnya untuk masyarakat yang berada di
pelosok desa dan perbatasan. Sebagai contoh, saat ini akses masyarakat untuk
mendapatkan obat legal dari apotek masih terbatas sehingga menyebabkan harga
obat menjadi lebih mahal. Di sisi lain, secara nasional jumlah apotek yang ada juga
masih kurang, dimana belum semua kecamatan terjangkau dengan layanan apotek.
Perdagangan bebas membuat kepekaan “berbisnis” menjadi sangat tinggi.
Kebutuhan obat yang tinggi dengan ketersediaan yang rendah ditambah lemahnya
pengawasan dan penegakan hukum membuat masih banyaknya ditemukan obat-obat
yang tidak memenuhi ijin edar dan mengandung bahan baku yang berbahaya. Hal
ini jelas akan sangat merugikan masyarakat. Berdasarkan data WHO (World Health
Organization), praktik pemalsuan produk obat di dunia rata-rata mencapai 10%, dan
mencapai 20-40% untuk negara berkembang termasuk Indonesia. Tentunya hal ini
menjadi tantangan yang sangat serius bagi BPOM sebagai lembaga negara yang
bertanggungjawab terkait dengan pengawasan atas produk Obat dan Makanan yang
beredar di masyarakat.
Menurut data BPOM tahun 2014, jumlah perusahaan farmasi di Indonesia
mencapai 207 perusahaan, sebanyak 34 di antaranya merupakan perusahaan
multinasional. Rata-rata penjualan obat di tingkat nasional selalu tumbuh 12-13%
setiap tahun dan lebih dari 70% total pasar obat di Indonesia merupakan perusahaan
nasional. Namun, ketergantungan impor bahan baku obat masih sangat tinggi,
bahkan 95-96% diimpor dari China, India dan Eropa.
Produksi domestik untuk bahan baku obat juga masih sangat kecil. Meskipun
Indonesia mampu memproduksinya, sampai saat ini kebanyakan masih belum dapat
bersaing dengan produk impor. Jumlah industri farmasi nasional cukup besar
dengan kapasitas produksi sebesar 3% dari kapasitas total dunia. Namun, disisi lain,
pasar farmasi Indonesia relatif kecil yaitu sekitar 0,2% dari total pasar dunia
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
(Kardono, 2004). Apabila terjadi kenaikan drastis harga obat yang berakibat
menurunnya daya beli masyarakat, hal ini akan membuat masyarakat lebih sulit
untuk mendapatkan obat, yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat kesehatan
masyarakat baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Selain produsen farmasi, Indonesia juga memiliki pasar pengobatan tradisional
yang cukup besar. Saat ini terdapat sekitar 900 industri skala kecil dan 130 industri
skala menengah obat tradisional, namun baru 69 yang memiliki sertifikat Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik. Padahal Indonesia memiliki sekitar 9.600
tumbuhan yang memiliki potensi untuk dijadikan bahan obat. Setidaknya terdapat
sekitar 300 jenis tumbuhan yang telah digunakan sebagai bahan dasar industri obat.
Dengan melihat besarnya potensi dan permasalahan yang dihadapi Indonesia, maka
pemerintah harus selalu mendukung dan melindungi industri farmasi di Indonesia.
Dengan adanya Free Trade Area (FTA), maka pemerintah harus mengembangkan
kesiapan industri farmasi untuk dapat mendukung pemerataan, keterjangkauan dan
ketersediaan obat yang bermutu, aman dan berkhasiat sehingga mampu bersaing
dengan produk obat dari luar negeri.
4. Perubahan Iklim
Ancaman perubahan iklim dunia, akan semakin dirasakan oleh sektor pertanian
khususnya produk bahan pangan di Indonesia. Perubahan iklim dapat
mengakibatkan berkurangnya ketersediaan pangan yang berkualitas, sehat,
bermanfaat, dengan harga yang kompetitif. Dari sisi ekonomi makro, industri
makanan dan minuman di masa yang akan datang perannya akan semakin penting
sebagai pemasok pangan dunia.
Semakin besarnya kontribusi industri pengolahan, dengan sub-sektor makanan,
minuman dan tembakau serta sub-sektor pupuk, kimia dan barang dari karet
terhadap output nasional, maka akan semakin besar juga tugas dari BPOM untuk
mengawasi dan menjamin keamanan proses produksi produk makanan dari hulu
hingga hilir. Selain produk makanan yang termasuk didalamnya, terdapat industri
obat-obatan, yakni obat kimia, maupun suplemen yang berbahan baku dari herbal.
Ekonom Faisal Basri dalam Kompasiana, Nopember 2010, menyatakan bahwa
industri makanan dan minuman berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi di
Indonesia. Hal ini terlihat dari hasil ekspor-impor produk makanan dan minuman
serta peringkat pertumbuhan industri. Namun hasil peningkatan ini masih perlu
didukung dengan peran teknologi (inovasi produk, kemasan dan lainnya),
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
infrastruktur (logistik kebutuhan industri), institusi (peraturan yang terkait industri
makanan dan minuman), health and primary education (sumber daya manusia
Indonesia). Jadi peran dan fungsi dari BPOM akan semakin berat dan sangat
dibutuhkan dalam upaya mencegah Obat dan Makanan mengandung bahan
berbahaya bagi tubuh.
Selain dari sisi pangan, perubahan iklim juga dapat mengakibatkan munculnya
bibit penyakit baru hasil mutasi gen dari beragam virus. Bibit penyakit baru tersebut
diantaranya virus influenza yang variannya sekarang menjadi cukup banyak dan
mudah tersebar dari satu negara ke negara lain.
Menurut Kementerian Kesehatan yang bekerja sama dengan Research Center for
Climate Change Universitas Indonesia (RCCC-UI) tahun 2013, dalam pelaksanaan
kajian dan pemetaan model kerentanan penyakit infeksi akibat perubahan iklim,
Indonesia merupakan wilayah endemik untuk beberapa penyakit yang
perkembangannya terkait dengan pertumbuhan vektor pada lingkungan, misalnya
Demam Berdarah Dengue, Malaria dan Tuberkulosis. Jadi di Indonesia, terdapat
tiga penyakit yang perlu mendapat perhatian khusus terkait perubahan iklim dan
perkembangan vector yaitu Malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Diare.
Selain dari ketiga jenis penyakit tersebut, masih ada lagi penyakit yang banyak
ditemukan akibat adanya perubahan iklim seperti, Infeksi Saluran Pernapasan
(ISPA) dan penyakit batu ginjal.
Dengan adanya potensi permasalahan serta peluang dari proses perubahan iklim,
diperlukan peranan dari BPOM dalam mengawasi peredaran varian produk obat
yang baru dari jenis penyakit tersebut, baik yang diproduksi di dalam negeri,
maupun yang berasal dari luar negeri. Selain dari obat, varian obat baru ini juga
diikuti pula dengan jenis obat herbal tradisional Indonesia dan Cina yang paling
banyak beredar di pasar. Kondisi ini menuntut kerja keras dari BPOM melakukan
pengawasan terhadap perkembangan produksi dan peredaran obat tersebut.
5. Perubahan Ekonomi dan Sosial Masyarakat
Kemajuan dari ekonomi Indonesia dapat dilihat dari indikator makro-ekonomi,
yakni pendapatan perkapita sebesar USD 3000 tahun 2010 dan diproyeksikan pada
tahun 2025 mencapai USD 14.250–15.500 (Bappenas; 2012) dan telah menjadi 10
(sepuluh) besar negara yang mendominasi kekuatan ekonomi dunia. Indikator ini
menunjukan besarnya daya beli yang ada pada masyarakat Indonesia. Secara teori
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
dan fakta, bahwa semakin tinggi pendapatan maka semakin besar pula konsumsi
masyarakat terhadap Obat dan Makanan yang memiliki standar dan kualitas.
Berdasarkan data konsumsi obat yang dilakukan masyarakat Indonesia pada
Gambar 1. 5, sebagian besar penduduk masih banyak yang mengkonsumsi obat
modern dibandingkan dengan obat tradisional. Konsumsi obat modern pada tahun
2012 mencapai 91,40%, sedangkan obat tradisional hanya sebanyak 24,33%.
Beberapa penyakit degeneratif, yakni penyakit yang dimiliki para kaum lanjut usia
justru banyak menggunakan obat-obatan dalam jangka waktu yang relatif lebih
lama.
Gambar 1.5 Persentase Penduduk yang Mengkonsumsi Obat Modern dan Tradisional
Sumber: Susenas BPS 2009-2012
Untuk itu, dengan banyaknya konsumsi obat modern yang dilakukan
masyarakat, maka perlu mendapatkan perhatian dan pengawasan yang serius dari
BPOM.
6. Demografi dan Perubahan Komposisi Penduduk
Rata-rata laju pertumbuhan penduduk Indonesia menurut sensus penduduk
tahun 2010, dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir sebesar 32,5 juta jiwa (sebesar 1,49%
pertahun). Dengan laju pertumbuhan sebesar itu, diperkirakan jumlah penduduk
Indonesia pada tahun 2035 akan mencapai 450 juta jiwa. Dari gambar 1. 6 di bawah
ini, dapat dilihat bahwa jumlah populasi terbesar berada pada kelompok umur
remaja 15-19 tahun, namun menunjukan tren penurunan. Sementara usia produktif
antara 30-54 tahun justru menunjukan tren meningkat dari waktu ke waktu.
Sedangkan usia 55-64 tahun dan usia di atas 65 tahun menunjukan tren yang
meningkat tetapi dengan jumlah yang berbeda. Semakin meningkat usia harapan
hidup, artinya tingkat kesehatan masyarakat juga semakin meningkat.
91,63% 90,76% 90,96% 91,40%
22,24% 27,57%
23,63% 24,33%
0,00%
30,00%
60,00%
90,00%
2009 2010 2011 2012
Obat Modern
Obat Tradisional
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
Gambar 1.6 Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia Berdasarkan Kelompok Umur Tahun
2009-2013
Sumber: BPS Proyeksi Penduduk Indonesia Tahun 2000-2013
Indonesia sebagai negara ke-4 dengan populasi lanjut usia tertinggi, yakni 9,079
juta tahun 2010 dan akan naik pada tahun 2020 menjadi 29,047 juta (BPS Proyeksi
Penduduk Indonesia tahun 2010). Maka perubahan pola beban penyakit untuk kaum
lansia dengan beban yang lebih kronik dan membutuhkan layanan kesehatan pada
jangka panjang yang lebih berkualitas.
Secara umum, bahwa transisi demografi juga akan menimbulkan efek pada
transisi kesehatan di masyarakat, sehingga terjadi peningkatan dalam penggunaan
layanan kesehatan baik secara personal, korporat maupun masyarakat luas. Efek ini
akan dapat mempengaruhi besarnya beban fasilitas kesehatan dan sistem jaminan
kesehatan masyarakat Indonesia, dan sekaligus akan menambah beban kerja dari
BPOM sebagai pengawas di bidang Obat dan Makanan.
Konsumsi obat baik farmasi maupun herbal serta bahan makanan akan cukup
besar pada kelompok usia produktif, karena pola hidup dan orientasi konsumsi juga
akan mengarah pada kesehatan pada jangka panjang dan juga penampilan, sehingga
vitamin dan suplemen kesehatan menjadi komponen obat yang cukup besar
konsumsinya. Hal ini menjadi tambahan tugas bagi BPOM untuk melakukan
penilaian dan pengawasan terhadap berbagai jenis obat dan suplemen yang semakin
bervariasi dan meningkat jumlahnya.
Berdasarkan pada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa semakin
bertambahnya jumlah penduduk Indonesia, maka permintaan terhadap produk Obat
dan Makanan juga akan semakin meningkat. Jika permintaan terhadap produk Obat
dan Makanan semakin meningkat, maka penawaran dari produk Obat dan Makanan
juga akan meningkat. Potensi pasar yang besar membuat para produsen Obat dan
Makanan baik lokal maupun internasional semakin meningkatkan volume produksi
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
jum
lah
pe
nd
ud
uk
(dal
am
00
0)
Kelompok Umur
2009
2010
2011
2012
2013
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
maupun variasinya. Bertambahnya jumlah volume produksi dan variasi Obat dan
Makanan ini tentunya menuntut semakin besarnya peran BPOM dalam proses
penilaian dan pengawasannya. Kurangnya pemenuhan GMP (Good Manufacturing
Practice) oleh produsen dalam memproduksi Obat dan Makanan menjadi tantangan
BPOM dalam melakukan pengawasan.
Peningkatan jumlah penduduk jika ditata dengan baik akan menjadi potensi
berupa sumber daya manusia bagi pembangunan ekonomi (yaitu dengan adanya
bonus demografi). Kondisi ini menjadi tantangan dan peluang bagi pemerintah
untuk dapat memanfaatkan fase Bonus Demografi di Indonesia untuk menciptakan
aktivitas ekonomi yang sangat besar dan mampu memberikan kontribusi yang besar
juga dalam APBN.
Berdasarkan peta demografi, penduduk Indonesia dalam usia produktif telah
mencapai 80%. Penduduk ini telah memiliki daya beli lebih tinggi ditambah dengan
kenaikan jumlah penduduk kelas menengah (middle class) yang terjadi pada tahun
2040. Laporan Mc Kinsey (2012) menunjukkan bahwa kelompok middle class atau
consuming class Indonesia naik dari waktu ke waktu, yakni tahun 2010 hanya 45
juta orang, maka proyeksi tahun 2020 naik menjadi 85 juta orang dan pada tahun
2030 sudah mencapai 135 juta orang. Kelompok ini akan banyak mempengaruhi
pola konsumsi Obat dan Makanan serta gaya hidup masyarakat Indonesia.
Syarat agar Bonus Demografi dapat dimanfaatkan dengan baik adalah dengan
mempersiapkannya dari mulai perencanaan sampai dengan implementasinya di
tingkat lapangan. Persiapan ini antara lain melalui: a) Peningkatan pelayanan
kesehatan masyarakat termasuk jaminan mutu Obat; b) Peningkatan kualitas dan
kuantitas pendidikan; c) Pengendalian jumlah penduduk; d) Kebijakan ekonomi
yang mendukung fleksibilitas tenaga kerja dan pasar, serta keterbukaan
perdagangan dan tabungan nasional.
Di samping menyiapkan pemanfaatan Bonus Demografi, juga sudah harus mulai
dipikirkan permasalahan-permasalahan yang timbul pasca berakhirnya masa Bonus
Demografi, dimana jumlah lansia meningkat.
7. Desentralisasi dan Otonomi Daerah
Desentralisasi bidang kesehatan dan komitmen pemerintah belum dapat berjalan
sesuai yang diharapkan. Kerjasama lintas sektor dan dukungan peraturan
perundangan merupakan tantangan yang sangat penting dalam mensinergikan
kebijakan kesehatan khususnya dalam pengawasan obat dan makanan.
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
Desentralisasi di bidang kesehatan belum dapat berjalan sesuai yang diharapkan
sehingga belum secara optimal memberikan perlindungan bagi masyarakat.
Dengan perubahan paradigma sistem penyelenggaraan pemerintah yang semula
sentralisasi menjadi desentralisasi atau otonomi daerah, maka urusan kesehatan
menjadi salah satu kewenangan yang diselenggarakan secara konkuren antara pusat
dan daerah. Desentralisasi di bidang kesehatan belum berjalan sesuai dengan yang
diharapkan. Untuk itu kerjasama lintas sektor dan dukungan peraturan perundang-
undangan merupakan tantangan yang sangat penting. Hal ini berdampak pada
pengawasan obat dan makanan yang tetap bersifat sentralistik dan tidak mengenal
batas wilayah (borderless) sehingga perlu adanya one line command (satu
komando), apabila terdapat suatu produk Obat dan Makanan yang tidak memenuhi
syarat maka dapat segera ditindaklanjuti.
Desentralisasi dapat menimbulkan beberapa permasalahan di bidang
pengawasan Obat dan Makanan di antaranya kurangnya dukungan dan kerjasama
dari pemangku kepentingan di daerah sehingga tindaklanjut hasil pengawasan Obat
dan Makanan belum optimal.
Untuk itu, agar tugas pokok dan fungsi BPOM berjalan dengan baik, diperlukan
komitmen yang tinggi, dukungan dan kerjasama yang baik dari para pelaku untuk
menghasilkan tata penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang baik (sound
governance). Pembangunan kesehatan harus diselenggarakan dengan menggalang
kemitraan yang dinamis dan harmonis antara pemerintah pusat dan daerah, antara
pemerintah dan masyarakat, termasuk swasta dengan mendayagunakan potensi yang
dimiliki masing-masing. Dengan berlakunya Undang-Undang No 23 Tahun 2014
tentang Pemerintah Daerah, merupakan tantangan bagi BPOM untuk menyiapkan
Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria bagi Pemerintah Daerah dalam
melaksanakan kegiatan terkait Obat dan Makanan yang dilimpahkan ke daerah.
8. Perkembangan Teknologi
Pasar sediaan farmasi masih didominasi oleh produksi domestik, namun
penyediaan bahan baku obat yang diperoleh dari impor mencapai 96% dari
kebutuhan. Padahal Indonesia memiliki 9.600 jenis tanaman berpotensi mempunyai
efek pengobatan, dan baru 300 jenis tanaman yang telah digunakan sebagai bahan
baku. Dengan kemajuan teknologi dan besarnya kebutuhan produk obat, BPOM
dapat mendorong industri farmasi untuk mengoptimalkan penggunaan bahan baku
obat dalam negeri.
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
Selain teknologi produksi juga didukung dengan teknologi transportasi.
Perkembangan industri transportasi baik darat, laut dan udara maupun jasa
pengiriman barang mengalami perkembangan yang cukup pesat. Sehingga distribusi
Obat dan Makanan secara masal dapat dilakukan lebih efisien. Untuk itu, dampak
pengawasan atas peredaran Obat dan Makanan semakin tinggi, dikarenakan
distribusi Obat dan Makanan ke tempat tujuan di seluruh wilayah Indonesia semakin
cepat, sehingga antipasi pengawasan obat dan makanan juga harus sama cepatnya.
Selain itu, teknologi pangan juga semakin berkembang. Adanya perubahan iklim
juga ikut mendorong berbagai inovasi perkembangan teknologi menciptakan
rekayasa genetika dan varian makanan yang terkadang tingkat keamanannya belum
teruji. Hal ini harus menjadi perhatian dan antisipasi BPOM dalam menghadapi hal
tersebut.
Perkembangan teknologi informasi juga dapat menjadi potensi bagi BPOM
untuk dapat melakukan pelayanan secara online, yang dapat memudahkan akses dan
jangkauan masyarakat yang ada di Indonesia. Namun di sisi lain, teknologi
informasi juga dapat menjadi tantangan bagi BPOM terkait tren pemasaran dan
transaksi produk Makanan dan Obat secara online, yang tentu saja juga perlu
mendapatkan pengawasan dengan berbasis pada teknologi.
9. Analisa terhadap Lingkungan Strategis (Strengths, Weaknesses,
Opportunities, Threats/SWOT)
Sebagaimana dinamika perubahan lingkungan strategis yang telah dijelaskan di
atas baik secara internal maupun eksternal, maka BPOM harus melakukan upaya-
upaya agar pengaruh lingkungan khususnya eskternal dapat menjadi suatu peluang
dan meminimalkan ancaman yang dapat mempengaruhi peran BPOM sebagai
lembaga yang bertanggungjawab dalam melakukan pengawasan terhadap Obat dan
Makanan.
Atas dasar pengaruh lingkungan strategis tersebut, dilakukan identifikasi
kekuatan, kelemahan, peluang dan hambatan melalui analisa SWOT, sehingga dari
analisa tersebut dapat ditetapkan arah strategis dan kebijakan BPOM kedepan, agar
dapat terwujud sesuai tujuan dan sasaran organisasi BPOM dalam Renstra Periode
2015-2019. Adapun hasil analisa SWOT tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. KEKUATAN (STRENGTHS)
Balai POM di Sofifi memiliki kualitas SDM yang sangat memadai
khususnya tenaga-tenaga yang kompeten dalam melakukan pengujian/penilaian
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
dan pengawasan produk Obat dan Makanan yang ada. Didukung dengan
Pedoman Pengawasan yang jelas untuk acuan penilaian/pengujian dalam
pengawasan atas Obat dan Makanan sehingga seluruh penilaian/pengujian
tersebut telah memiliki standar baku baik untuk obat dan makanan juga faktor-
faktor mutu lainnya seperti standar distribusi dan standar produk pangan
lainnya.
Balai POM di Sofifi memiliki jaringan (networking) yang kuat dengan
pemerintah daerah sebagai pijakan dalam mendorong tugas-tugas sebagai
Pengawasan Obat dan Makanan sehingga dapat menjadi lancar. Dukungan
Pemerintah Propinsi Maluku Utara selama ini telah terlaksana dengan baik,
dimana ditunjukkan dengan adanya beberapa kegiatan penting dengan provinsi
maupun kabupaten kota yang di selenggarakan oleh BPOM di Sofifi
Pemerintah Daerah Provinsi Maluku Utara berpartisipasi aktif mensukseskan
kegiatan BPOM di Sofifi yang bersinergis dengan Program Keamanan Pangan
dan Obat. Selain itu, Komitmen pimpinan dan seluruh jajaran Balai POM di
Sofifi menjadi mutlak sebagai landasan untuk mewujudkan visi dan misi serta
tujuan dari peran BPOM dalam memberikan kontribusi pembangunan kesehatan
masyarakat.
BPOM saat ini memiliki kualitas SDM yang sangat memadai, khususnya
tenaga-tenaga yang terampil dalam melakukan pengujian/penilaian dan
pengawasan produk Obat dan Makanan yang ada. Pelayanan ini sangat mutlak
harus memiliki integritas karena dampak pelayanan yang diberikan oleh BPOM
terhadap penilaian/pengujian Obat dan Makanan akan langsung dirasakan oleh
masyarakat.
Sebagai lembaga setingkat Kementerian, BPOM sendiri juga memiliki
jaringan (networking) yang kuat dengan lembaga-lembaga, baik di pusat,
daerah, bahkan internasional. Jaringan yang kuat dan luas ini sangat strategis
posisinya dalam mendukung tugas-tugas pokok BPOM. Di sisi lain, BPOM
telah memiliki Pedoman Pengawasan yang jelas untuk acuan dalam pengawasan
atas Obat dan Makanan, sehingga seluruh kegiatan pengawasan tersebut telah
memiliki standar baku, baik untuk Obat dan Makanan, juga faktor-faktor mutu
lainnya, seperti standar produksi dari industri farmasi, standar distribusi dan
standar produk pangan lainnya.
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
Dalam mendorong pencapaian tujuan organisasi BPOM, komitmen
pimpinan menjadi mutlak sebagai landasan untuk mewujudkan visi dan misi
serta tujuan dari peran BPOM dalam memberikan kontribusi bagi pembangunan
kesehatan masyarakat.
b. KELEMAHAN (WEAKNESSES)
Saat ini SDM BPOM sudah memiliki kualitas yang memadai, namun dari
sisi kuantitas SDM BPOM belum mencukupi kebutuhan untuk menjalankan
tugas dan fungsi sebagai BPOM yang tersebar di seluruh Indonesia. Sistem
manajemen pemerintah menuntut adanya ukuran keberhasilan, baik di tingkat
organisasi sampai ke level individu. Untuk saat ini, sistem manajemen kinerja
belum optimal diterapkan, sehingga perlu dilakukan penerapan sistem
manajemen kinerja yang lebih efektif dan efisien.
Dalam pelaksanaan tugas pengawasan Obat dan Makanan, diperlukan sarana
dan prasarana yang sangat memadai. Hal ini juga untuk mengimbangi peredaran
Obat dan Makanan yang semakin canggih. Untuk itu, penyiapan sarana dan
prasarana yang memadai tersebut menjadi mutlak dilakukan dalam mendukung
tugas pokok dan fungsi BPOM. Di samping itu, untuk mendukung pelaku usaha
dalam melakukan pendaftaran (registrasi) dan penyebarluasan informasi
mengenai Obat dan Makanan perlu didukung dengan teknologi informasi yang
memadai. Peran dan kewenangan BPOM juga harus didukung oleh struktur
organisasi dan tata kerja yang tepat. Saat ini pembagian kewenangan atau beban
kerja masih belum menunjukkan ukuran yang sesuai. Diharapkan penataan
kelembagaan ke depannya bisa sesuai dan mengikuti prinsip structur follow
function follow strategy, sehingga struktur organisasi dan tata kerja (fungsi)
dapat mewujudkan tujuan organisasi.
c. PELUANG (OPPORTUNITIES)
Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh dukungan
sistem nilai dan budaya masyarakat yang secara bersama terhimpun dalam
berbagai sistem kemasyarakatan. SKN dan JKN merupakan bagian dari sistem
kemasyarakatan yang dipergunakan sebagai acuan utama dalam
mengembangkan perilaku dan lingkungan sehat serta berperan aktif masyarakat
dalam berbagai upaya kesehatan. Untuk itu, SKN dan JKN merupakan
tantangan atau peluang bagi BPOM dalam mendorong upaya kesehatan
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
masyarakat yang lebih baik lagi dalam menghadapi pola prilaku dan lingkungan
sehat khususnya obat dan makanan.
Dengan kemajuan teknologi dan besarnya kebutuhan produk obat dan
makanan, BPOM dapat mendorong pelaku usaha baik industri kecil maupun
besar untuk mengoptimalkan penggunaan bahan baku dalam negeri sehingga
menjadi tantang dan peluang yang harus dihadapi BPOM.
Semakin bertambahnya penduduk dan berkembangnya varian penyakit maka
kebutuhan Obat dan Makanan akan semakin meningkat. Hal ini mendorong
pertambahan dan pertumbuhan industri Obat dan Makanan secara pesat. Hal ini
menjadi peluang dan tantangan BPOM dalam mengawasi Obat dan Makanan
yang semakin banyak variannya.
Kerjasama dengan Instansi terkait merupakan hal yang sangat mutlak agar
upaya pembangunan kesehatan dapat tercapai. Peluang kerjasama dengan
instansi terkait dapat mendorong efektivitas dan efesiensi pengawasan Obat dan
makanan khususnya dengan instansi aparatur penegak hukum maupun instansi
terkait lainnya.
Otonomi dan Desentralisasi bidang kesehatan dan komitmen pemerintah
belum dapat berjalan sesuai yang diharapkan. Kerjasama lintas sektor dan
dukungan peraturan perundangan merupakan tantangan yang sangat penting.
d. TANTANGAN (THREATS)
Pengaruh perubahan iklim dunia, khususnya untuk produk bahan pangan di
Indonesia semakin dirasakan ancamannya. Adanya gagal panen di sejumlah
daerah di Indonesia dapat mengancam ketersediaan pangan. Dengan demikian,
perubahan iklim dapat mengakibatkan berkurangnya ketersediaan pangan yang
berkualitas, sehat, bermanfaat, dengan harga yang kompetitif sehingga
permintaan akan produk pangan semakin meningkat. Hal ini akan sulit
mengimbangi dan mengawasi distribusi barang yang masuk yang sesuai dengan
standardisasi kesehatan.
Tingginya arus produk Obat dan Makanan yang beredar, mengakibatkan
adanya produk-produk yang tersedia dipasar tidak memenuhi kualifikasi standar
yang dipersyaratkan. Hal ini menjadi masalah dalam peredaran Obat dan
Makanan. Di sisi lain, lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran seperti
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
ini mengakibatkan ancaman bagi masyarakat. Untuk itu, diharapkan penegakan
hukum harus lebih aktif lagi agar dapat meminimalkan permasalahan tersebut.
Dengan semakin tumbuhnya perekonomian Indonesia akan mempengaruhi
perubahan pola perilaku hidup sosialnya, salah satunya dalam mengkonsumsi
Obat dan Makanan. Hal ini menjadi ancaman bagi masyarakat apabila
pengunaan Obat dan Makanan tidak diantisipasi dengan pemberian informasi,
komunikasi dan edukasi atas penggunaan Obat dan Makanan tersebut. Sisi lain,
globalisasi yang mendorong lahirnya area perdagangan bebas (free trade area)
menjadikan peredaran Obat dan Makanan juga semakin sulit untuk dikontrol.
Dengan masuknya berbagai produk Obat dan Makanan dari negara lain
merupakan persoalan krusial yang perlu diantisipasi segera. Realitas
menunjukan bahwa saat ini Indonesia telah menjadi pasar bagi produk Obat dan
Makanan dari luar negeri yang belum tentu terjamin keamanan dan kualitasnya
untuk dikonsumsi. Untuk itu, masyarakat membutuhkan proteksi yang kuat dan
rasa aman dalam mengkonsumsi produk Obat dan Makanan tersebut.
Rata-rata laju pertumbuhan penduduk Indonesia menurut sensus penduduk
tahun 2010, dalam sepuluh tahun terakhir sebesar 32,5 juta jiwa (sebesar 1,49%
pertahun). Sementara usia produktif antara 30-54 tahun justru menunjukkan tren
meningkat dari waktu ke waktu. Sedangkan usia 55-64 tahun dan usia di atas 65
tahun menunjukan tren yang meningkat tetapi dengan jumlah yang berbeda.
Semakin meningkat usia harapan hidup, artinya tingkat kesehatan masyarakat
juga semakin meningkat. Perkembangan jumlah penduduk yang sangat cepat,
jika tidak ditata dengan baik akan menjadi potensi ancaman bagi kesehatan
masyarakat. Di bawah ini, Tabel 3.1 Rangkuman Analisis SWOT sesuai dengan
pengaruh lingkungan strategis dari internal dan eskternal.
Tabel 1.3: Rangkuman Analisis SWOT
HASIL PEMBAHASAN (SWOT)
Kekuatan
(Strengths)
1. Kualitas SDM
2. Integritas Pelayanan Publik diakui secara Nasional
3. Networking yang kuat dengan lembaga-lembaga pusat/daerah/internasional
4. Pedoman Pengawasan yang jelas
5. Komitmen Pimpinan
Kelemahan
(Weaknesses)
1. Masih terbatasnya jumlah SDM
2. Masih belum optimalnya sistem manajemen kinerja
3. Terbatasnya sarana dan prasarana baik pendukung maupun utama
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
HASIL PEMBAHASAN (SWOT)
4. Masih kurangnya dukungan IT
5. Belum optimalnya struktur organisasi dan tata kerja
Peluang
(Opportunities)
1. Adanya Program Nasional (JKN dan SKN)
2. Perkembangan Teknologi yang sangat cepat
3. Jumlah industri Obat dan Makanan yang berkembang pesat
4. Terjalinnya kerjasama dengan instansi terkait
5. Desentralisasi dan Otonomi Daerah
Tantangan
(Threats)
1. Perubahan iklim dunia
2. Lemahnya penegakan hokum
3. Perubahan pola hidup masyarakat
4. Adanya Perjanjian Perdagangan Bebas (Free Trade Area)
5 Perkembangan jumlah penduduk yang sangat cepat
Berdasarkan hasil Analisa SWOT tersebut di atas, maka BPOM perlu
melakukan penguatan organisasi dan kelembagaan, agar faktor-faktor
lingkungan strategis yang mempengaruhi baik dari internal maupun eskternal
tidak akan menghambat pencapaian tujuan dan sasaran organisasi BPOM
periode 2015-2019. Dilihat dari keseimbangan pengaruh lingkungan internal
antara kekuatan dan kelemahan serta pengaruh lingkungan eskternal antara
peluang dan ancaman, posisi organisasi BPOM harusnya melakukan
pengembangan dan perluasan organisasi agar dapat mewujudkan visi, misi dan
tujuan organisasi BPOM periode 2015-2019. Untuk itu, dalam melaksanakan
peran dan kewenangan yang optimal sesuai dengan peran dan kewenangan
BPOM sebagai lembaga yang mengawasi Obat dan Makanan, maka diusulkan
penguatan peran dan kewenangan BPOM sesuai dengan bisnis proses BPOM
untuk periode 2015-2019 sebagaimana pada Tabel 7.1 di bawah ini:
Gambar 1.7: Peta Bisnis Proses Utama BPOM sesuai Peran dan Kewenangan
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
Gambar 1.8 Penjabaran Bisnis Proses Utama kepada Kegiatan Utama BPOM
Tabel 1.4 Penguatan Peran BPOM Tahun 2015-2019
Penguatan Sistem
Pengawasan Obat dan
Makanan
• Penyusunan Kebijakan Teknis Pengawasan Obat dan Makanan (NSPK)
• Riset terhadap pelaksanaan kebijakan pengawasan Obat dan Makanan
• Pengawasan (penilaian) Obat dan Makanan sesuai standar
• Pengawasan sarana produksi Obat dan Makanan sesuai standar
• Pengawasan sarana distribusi Obat dan Makanan sesuai standar
• Sampling dan pengujian laboratorium Obat dan Makanan
• Penyidikan dan penegakan hokum
Kerjasama,
Komunikasi, Informasi
dan Edukasi Publik
• Mendorong kemitraan dan kemandirian pelaku usaha
• melalui Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik termasuk peringatan publik
• Pengelolaan data dan informasi Obat dan Makanan
• Menentukan peta zona rawan peredaran Obat dan Makanan yang tidak sesuai
dengan standar
• Penyebaran informasi bahaya obat dan makanan yang tidak memenuhi standard
Berdasarkan penjelasan potensi dan permasalahan diatas, BPOM di Sofifi sebagai Unit
Pelaksana Teknis di wilayah Maluku Utara memiliki potensi dan permasalahan yang tidak
jauh berbeda. Koordinasi dan kerjasama dalam pengawasan obat dan makanan perlu
ditingkatkan. Karena obat dan makanan bukan barang yang beredar secara local, namun
bersifat nasional atau bahkan beredar antar bangsa. Temuan dari pengawasan obat dan
makanan yang dilakukan di wilayah Maluku utara, bukan hanya ditujukan bagi produsen atau
distributor ditingkat local saja, namun juga ditujukan kepada produsen dari daerah lain yang
memasarkan obat dan makanan di wilayah Maluku utara. Hal ini yang menjadi perbedaan
antara pengawasan obat di daerah dengan di pusat. Bila produsen telah taat terhadap
pemenuhan Good Manufacturing Practice maka secara signifikan akan menekan peredaran
obat dan makanan yang di bawah standar.
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
BAB II
VISI, MISI DAN TUJUAN BPOM
Berdasarkan kondisi umum, potensi, permasalahan dan tantangan yang dihadapi ke depan
sebagaimana telah dijelaskan pada Bab I, maka Balai POM di Sofifi sesuai dengan tugas
pokok dan fungsinya sebagai Unit Pelaksana Teknis Badan POM dituntut untuk dapat
menjamin keamanan, mutu, manfaat/khasiat sesuai standar yang telah ditetapkan. Untuk itu,
visi dan misi serta tujuan dan sasaran Balai Besar POM Di Sofifi sesuai dengan dan misi serta
tujuan dan sasaran Badan POM. Namun karena kedudukan Balai POM di Sofifi sebagai Unit
Pelaksana Teknis maka Indikator Kinerja bagi Balai POM di Sofifi tidak sama dengan
Indikator Kinerja BPOM.
Gambar 9: Peta Strategis BPOM Periode 2015-2019
A. VISI
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, BPOM harus memberikan kontribusi yang
signifikan bagi keberhasilan pelaksanaan RPJMN 2015-2019 dan RKP Tahunan, melalui
penyusunan rencana strategis dan rencana tahunan (Renja K/L) yang berkualitas serta
optimalisasi pengendalian dan monitoring evaluasi atas pelaksanaan pengawasan Obat
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
dan Makanan secara efektif dan efisien serta pelaksanaan tugas-tugas lainnya dari
pemerintah.
Kualitas pengawasan Obat dan Makanan dilihat dari: 1) Kualitas kebijakan dalam
penetapan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria terhadap Obat dan Makanan; 2)
Kualitas pengawasan Obat dan Makanan, serta 3) Kerjasama dan Komunikasi Publik
dalam mendorong peran serta masyarakat dalam memanfaatkan produk-produk Obat dan
Makanan sesuai standar. Apabila keseluruhan hal tersebut dapat terpenuhi, maka berarti
BPOM telah mampu berperan dalam mendukung pencapaian, target, sasaran, misi dan
visi RPJMN 2015-2019 sesuai visi, misi Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode
2014-2019, dan selanjutnya mendukung pencapaian tujuan berbangsa dan bernegara
sesuai amanat UUD 1945, yaitu mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan
makmur.
Adapun visi Presiden dan Wakil Presiden terpilih dalam RPJMN 2015-2019 adalah
sebagai berikut:
“Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian
berlandaskan Gotong Royong”
Misi Presiden dan Wakil Presiden terpilih dalam RPJMN 2015-2019 adalah sebagai
berikut:
1. Terwujudnya keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah,
menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan
mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan,
2. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berlandaskan
negara hukum,
3. Mewujudkan politik luar negeri yang bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai
negara maritim,
4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera,
5. Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing,
6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju dan kuat dan
berbasiskan kepentingan nasional, dan
7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
Untuk mendukung pencapaian visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden terpilih
dalam RPJMN 2015-2019 tersebut, maka BPOM sesuai dengan tugas dan
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
kewenangannya sebagai lembaga yang bertanggungjawab dalam pengawasan Obat dan
Makanan menetapkan Visi BPOM 2015-2019 adalah sebagai berikut:
”Obat dan Makanan Aman Meningkatkan Kesehatan Masyarakat dan
Daya Saing Bangsa”
Penjelasan Visi:
Proses penjaminan pengawasan Obat dan Makanan harus melibatkan masyarakat dan
pemangku kepentingan serta dilaksanakan secara akuntabel serta diarahkan untuk
menyelesaikan permasalahan kesehatan yang lebih baik. Sejalan dengan itu, maka
pengertian kata Aman dan Daya Saing adalah sebagai berikut:
Aman : Kemungkinan risiko yang timbul pada penggunaan Obat dan Makanan
telah melalui analisa dan kajian sehingga risiko yang mungkin masih
timbul adalah seminimal mungkin/dapat ditoleransi/tidak membahayakan
saat digunakan pada manusia. Dapat juga diartikan bahwa khasiat/manfaat
Obat dan Makanan meyakinkan, keamanan memadai, dan mutunya
terjamin.
Daya Saing : Kemampuan menghasilkan produk barang dan jasa yang telah memenuhi
standar, baik standar nasional maupun internasional, sehingga adanya
kesiapan suatu produk bangsa untuk interaksi di masa depan.
B. MISI
Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, diperlukan tindakan nyata sesuai dengan
penguatan peran BPOM sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Bab I. Misi BPOM
adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk
melindungi masyarakat
Pengawasan Obat dan Makanan merupakan satu-kesatuan fungsi (full spectrum)
standardisasi, penilaian produk sebelum beredar, pemeriksaan sarana produksi dan
distribusi, sampling dan pengujian produk serta penegakan hukum. Menyadari
kompleksnya tugas yang diemban BPOM dalam melindungi masyarakat dari produk
yang tidak aman dengan tujuan akhir adalah masyarakat sehat, serta berdaya saing,
maka perlu disusun suatu sasaran strategis khusus yang mampu mengawalnya. Di satu
sisi tantangan dalam pengawasan Obat dan Makanan semakin tinggi, sementara
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
sumber daya yang dimiliki terbatas, maka perlu adanya prioritas dalam
penyelenggaraan tugas. Untuk itu pengawasan Obat dan Makanan seharusnya
didesain berdasarkan analisis risiko, hal ini untuk mengoptimalkan seluruh sumber
daya yang dimiliki secara proporsional untuk mencapai tujuan sasaran strategis ini.
2. Mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan Obat
dan Makanan serta memperkuat kemitraan dengan pemangku kepentingan.
Sebagai salah satu pilar Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM),
pelaku usaha mempunyai peran yang sangat strategis dalam menjamin produk Obat
dan Makanan aman. Pelaku usaha merupakan pemangku kepentingan yang mampu
memberikan jaminan produk yang memenuhi standar dengan memenuhi ketentuan
yang berlaku terkait dengan produksi dan distribusi Obat dan Makanan.
Sebagai lembaga pengawas, BPOM harus bersikap konsisten terhadap pelaku
usaha, yaitu dengan melaksanakan proses pemeriksaan serta pembinaan dengan baik.
BPOM harus mampu membina dan mendorong pelaku usaha untuk dapat memberikan
produk yang aman, bermanfaat/berkhasiat dan bermutu. Dengan pembinaan secara
berkelanjutan, ke depan diharapkan pelaku usaha mempunyai kemandirian dalam
memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan.
Era perdagangan bebas telah dihadapi oleh seluruh negara di dunia, termasuk
Indonesia. Sementara itu, kontribusi industri Obat dan Makanan terhadap Pendapatan
Nasional Bruto (PDB) cukup siginifikan. Industri makanan, minuman dan tembakau
memiliki kontibusi PDB non migas di tahun 2012 sebesar 36,33 persen, sementara
Industri Kimia dan Farmasi sebesar 12,59 persen (sumber: Laporan Kemenperin
2004-2012). Perkembangan industri makanan, minuman dan farmasi (obat) dari tahun
2004 sampai dengan 2012 juga mempunyai tren yang meningkat. Hal ini tentunya
merupakan suatu potensi yang luar biasa untuk industri tersebut berkembang lebih
pesat.
Kaitannya dengan perdagangan bebas, industri dalam negeri tidak hanya bersaing
di pasar dalam negeri, namun juga pasar di luar negeri. Sebagai contoh, masih
besarnya impor terhadap obat serta besarnya pangsa pasar dalam negeri dan luar
negeri menjadi tantangan industri obat untuk dapat berkembang. Demikian halnya
dengan industri makanan, dimana pasar dalam negeri dengan besarnya jumlah
penduduk Indonesia sangat potensial. Industri kosmetik, obat tradisional dan
suplemen kesehatan pun mempunyai karakteristik yang sama. Kemajuan industri Obat
dan Makanan secara tidak langsung juga dipengaruhi dari sistem serta dukungan
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
regulatory yang mampu diberikan oleh BPOM. Sehingga BPOM berkomitmen untuk
mendukung peningkatan daya saing, yaitu melalui jaminan keamanan, manfaat dan
mutu Obat dan Makanan.
Masyarakat dalam hal ini sebagai konsumen mempunyai peran yang sangat
strategis untuk dilibatkan dalam pengawasan Obat dan Makanan, utamanya pada sisi
demand. Sebagai salah satu pilar pengawasan Obat dan Makanan, masyarakat
diharapkan tidak hanya menjadi objek upaya peningkatan kesadaran (awareness)
untuk memilih Obat dan Makanan yang memenuhi standar, tetapi juga diberi
kemudahan akses informasi dan komunikasi terkait Obat dan Makanan sehingga dapat
berperan aktif dalam meningkatkan pengawasan Obat dan Makanan.
Sadar dengan kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat, BPOM melakukan
berbagai upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam
mendukung pengawasan. Upaya tersebut salah satunya dilakukan melalui kegiatan
Pemberdayaan, Komunikasi, Informasi dan Edukasi kepada masyarakat , serta
kemitraan dengan pihak lain.
Di sisi lain, arus globalisasi memberi kesempatan masuknya produk yang tidak
memenuhi standar dengan harga murah ke wilayah Indonesia. Pengetahuan
masyarakat yang kurang mengenai syarat keamanan produk Obat dan Makanan
menimbulkan asymmetric information yang dapat dimanfaatkan oleh produsen nakal
untuk menjual produk yang murah namun substandar.
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, BPOM tidak dapat berjalan sendiri,
sehingga diperlukan kerjasama atau kemitraan dengan pihak lainnya. Dalam era
otonomi daerah, khususnya terkait dengan bidang kesehatan, peran daerah dalam
menyusun perencanaan pembangunan serta kebijakan mempunyai pengaruh yang
sangat besar terhadap pencapaian tujuan nasional di bidang kesehatan. Pengawasan
Obat dan Makanan bersifat unik karena tersentralisasi, yaitu dengan kebijakan yang
ditetapkan oleh Pusat dan diselenggarakan oleh Balai di seluruh Indonesia. Hal ini
tentunya menjadi tantangan tersendiri dalam pelaksanaan tugas pengawasan, karena
kebijakan yang diambil harus disinkronkan dengan kebijakan dari Pemerintah Daerah.
Untuk itu, dalam melaksanakan tugas pengawasan di daerah, BPOM harus bersinergi
dengan lintas sektor terkait, sehingga pengawasan dapat berjalan dengan efektif dan
efisien dalam upaya mencapai tujuan.
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan BPOM
Untuk mendorong misi pertama dan kedua, diperlukan sumber daya yang
memadai dalam mencapai kapasitas kelembagaan yang kuat. Hal ini membutuhkan
sumber daya yang merupakan modal penggerak organisasi. Sumber daya dalam hal
ini terutama terkait dengan sumber daya manusia dan sarana-prasarana penunjang
kinerja. Ketersediaan sumber daya yang terbatas baik jumlah dan kualitasnya, maka
BPOM harus mampu mengelola sumber daya tersebut seoptimal mungkin agar dapat
mendukung terwujudnya sasaran program dan kegiatan yang telah ditetapkan. Pada
akhirnya, pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien menjadi sangat penting
untuk diperhatikan oleh seluruh elemen organisasi.
Di samping itu, BPOM sebagai suatu LPNK yang dibentuk pemerintah untuk
melaksanakan tugas tertentu tidak hanya bersifat teknis semata (techno structure),
namun juga melaksanakan fungsi pengaturan (regulating), pelaksana (executing), dan
pemberdayaan (empowering). Untuk itu, diperlukan penguatan
kelembagaan/organisasi. Kelembagaan tersebut meliputi struktur yang kaya dengan
fungsi, proses bisnis yang tertata dan efektif, serta budaya kerja yang sesuai dengan
nilai organisasi.
Misi BPOM merupakan langkah utama yang disesuaikan dengan tugas pokok dan
fungsi BPOM. Pengawasan pre- dan post-marketyang berstandar internasional
diterapkan dalam rangka memperkuat BPOM menghadapi tantangan globalisasi.
Dengan penjaminan mutu produk Obat dan Makanan yang konsisten, yaitu memenuhi
standar aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu, diharapkan BPOM mampu
melindungi masyarakat dengan optimal.
BPOM juga melakukan kemitraan dengan pemangku kepentingan terkait kerja
sama lintas sektor, lintas wilayah, lintas institusi dan sebagainya yang merupakan
potensi yang perlu diperkuat. Semua itu dilakukan untuk mewujudkan masyarakat
yang memiliki kesadaran dan pengetahuan yang baik terhadap Obat dan Makanan
yang beredar di pasaran, sehingga mampu melindungi diri sendiri dan terhindar dari
produk Obat dan Makanan yang mengandung bahan baku berbahaya dan ilegal.
Dari segi organisasi, perlu meningkatkan kualitas kinerja dengan tetap
mempertahankan sistem manajemen mutu dan prinsip organisasi pembelajar (learning
organization). Untuk mendukung itu, maka BPOM perlu untuk memperkuat
koordinasi internal dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia serta saling
bertukar informasi (knowledge sharing).
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
C. BUDAYA ORGANISASI
Budaya organisasi merupakan nilai-nilai luhur yang diyakini dan harus dihayati dan
diamalkan oleh seluruh anggota organisasi dalam melaksanakan tugasnya. Nilai-nilai
luhur yang hidup dan tumbuh-kembang dalam organisasi menjadi semangat bagi seluruh
anggota organisasi dalam berkarsa dan berkarya.
1. Profesional
Menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektivitas, ketekunan dan
komitmen yang tinggi.
2. Integritas
konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai
luhur dan keyakinan
3. Kredibilitas
Dapat dipercaya, dan diakui oleh masyarakat luas, nasional dan internasional.
4. Kerjasama Tim
Mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi yang baik.
5. Inovatif
Mampu melakukan pembaruan dan inovasi-inovasi sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan kemajuan teknologi terkini.
6. Responsif/Cepat Tanggap
Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah.
D. TUJUAN
Dalam rangka pencapaian visi dan misi pengawasan Obat dan Makanan, maka tujuan
yang akan dicapai dalam kurun waktu 2015-2019 adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya jaminan produk Obat dan Makanan aman, bermanfaat, dan bermutu
dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat;
2. Meningkatnya daya saing Obat dan Makanan di pasar lokal dan global dengan
menjamin mutu dan mendukung inovasi.
Ukuran keberhasilan atau indikator kinerja untuk tujuan tersebut di atas, adalah:
1. Meningkatnya jaminan Obat dan Makanan aman, bermanfaat, dan bermutu dalam
rangka meningkatkan kesehatan masyarakat, dengan indikator:
a. Tingkat kepuasan masyarakat atas jaminan pengawasan BPOM;
2. Meningkatnya daya saing Obat dan Makanan di pasar lokal dan global dengan
menjamin mutu dan mendukung inovasi, dengan indikator:
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
a. Tingkat kepatuhan pelaku usaha Obat dan Makanan dalam memenuhi ketentuan;
b. Tingkat kepuasan pelaku usaha terhadap pemberian bimbingan dan pembinaan
pengawasan Obat dan Makanan.
E. SASARAN STRATEGIS
Sasaran strategis ini disusun berdasarkan visi dan misi yang ingin dicapai BPOM,
dengan mempertimbangkan tantangan masa depan dan sumber daya serta infrastruktur
yang dimiliki BPOM. Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun (2015-2019) ke depan
diharapkan BPOM akan dapat mencapai sasaran strategis sebagai berikut:
1. Menguatnya Sistem Pengawasan Obat dan Makanan
Sistem pengawasan Obat dan Makanan yang diselenggarakan oleh BPOM
merupakan suatu proses yang komprehensif dan bersifat full spectrum, mencakup
pengawasan pre-market dan post-market. Sistem itu terdiri dari: pertama,
standardisasi yang merupakan fungsi penyusunan standar, regulasi, dan kebijakan
terkait dengan pengawasan Obat dan Makanan. Kedua, penilaian (pre-market
evaluation) yang merupakan evaluasi produk sebelum memperoleh nomor ijin edar
dan akhirnya dapat diproduksi dan diedarkan kepada konsumen. Ketiga, adalah
pengawasan setelah beredar (post-market control) yang dilakukan dengan melakukan
sampling produk Obat dan Makanan yang beredar, serta pemeriksaan sarana produksi
dan distribusi Obat dan Makanan. Keempat, pengujian laboratorium. Produk yang
disampling berdasarkan risiko kemudian diuji melalui laboratorium guna mengetahui
apakah Obat dan Makanan tersebut telah memenuhi syarat keamanan, khasiat/manfaat
dan mutu. Hasil uji laboratorium ini merupakan dasar ilmiah yang digunakan sebagai
dasar dalam menentukan produk yang tidak memenuhi syarat dan kemudian akan
ditarik dari peredaran. Kelima, adalah penegakan hukum di bidang pengawasan Obat
dan Makanan. Dalam bisnis Obat dan Makanan yang relatif menjanjikan keuntungan
yang besar, rentan terhadap pelanggaran dari pelaku usaha. Untuk itu diperlukan
adanya suatu penegakan hukum apabila terjadi pelanggaran terkait Obat dan
Makanan.
Untuk mengukur capaian sasaran strategis ini, maka dibuat indikator sebagai berikut:
1. Persentase obat yang memenuhi syarat meningkat,
2. Persentase obat tradisional yang memenuhi syarat meningkat,
3. Persentase kosmetik yang memenuhi syarat meningkat,
4. Persentase suplemen kesehatan yang memenuhi syarat meningkat,
5. Persentase makanan yang memenuhi syarat meningkat
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
2. Meningkatnya jaminan kualitas pembinaan dan bimbingan dalam mendorong
kemandirian pelaku usaha dan kemitraan dengan pemangku kepentingan serta
partisipasi masyarakat melalui kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi
Pengawasan Obat dan Makanan merupakan suatu program yang terkait dengan
banyak sektor, baik pemerintah maupun non pemerintah. Untuk itu perlu dijalin suatu
kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi yang baik.
Kerjasama yang telah dilakukan oleh BPOM selama ini lebih banyak dengan
unsur pemerintah serta masih bersifat sporadik, parsial dan belum dilakukan dengan
program yang terukur dan sistematis. Padahal pelibatan berbagai pihak termasuk
masyarakat sangat urgen dan strategis dalam menopang tugas pengawasan Obat dan
Makanan yang menjadi mandat BPOM. Untuk mendorong kemitraan dan kerjasama
yang lebih sistematis bisa dimulai dengan mengidentifikasi tingkat kepentingan setiap
lembaga/institusi, baik pemerintah maupun sektor private dan kelompok masyarakat
terhadap tugas pokok dan fungsi BPOM. Setelah itu, mengidentifikasi sumber daya
apa yang telah dimiliki oleh masing-masing institusi tersebut dalam mendukung tugas
yang menjadi mandat BPOM, lalu menentukan indikator bersama atas keberhasilan
program yang (akan) dikerjasamakan. Kerjasama dan kemitraan bisa dilakukan
dengan saling mendukung serta berbagi sumber daya (bisa dana, program atau SDM)
yang tersedia di masing-masing lembaga dengan terlebih dahulu menentukan tujuan
dan kerangka kerjasamanya. Atau bisa juga dengan “mendelegasikan” program-
program yang ada di BPOM kepada lembaga/ kelompok masyarakat sipil yang
memiliki program yang sejalan dengan BPOM dengan mendukung pembiayaan
program lembaga tersebut. Untuk memastikan bahwa kerjasama ini bisa berjalan
dengan baik dan berkelanjutan, maka harus diikat dengan sebuah kesepakatan (MoU)
yang mengikat kedua belah pihak dengan mengacu pada tujuan kerjasama yang telah
disepakati. Di sisi lain, juga harus disepakati adanya mekanisme dan sistem
monitoring dan evaluasi yang terlembagakan, serta memastikan bahwa hasil
kerjasama ini juga bisa diakses dan dievaluasi bersama oleh publik yang lebih luas.
Salah satu pilar pengawasan Obat dan Makanan adalah masyarakat sebagai
konsumen. Obat dan Makanan yang diproduksi dan diedarkan di pasaran
(masyarakat) masih berpotensi untuk tidak memenuhi syarat, sehingga masyarakat
harus lebih cerdas dalam memilih dan menggunakan produk Obat dan Makanan yang
aman, bermanfaat dan bermutu. Dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
terkait Obat dan Makanan yang memenuhi syarat, BPOM harus memberikan kegiatan
pembinaan dan bimbingan melalui Komunikasi, layanan Informasi, dan Edukasi
(KIE).
Di samping itu, pengawasan Obat dan Makanan perlu dilakukan oleh pelaku usaha
baik produsen, distributor dan pelaku usaha lain. Pengawasan oleh pelaku usaha
sebaiknya dilakukan dari hulu ke hilir, dari sebelum sampai sesudah produk beredar,
salah satunya adalah meliputi pengawasan Obat dan Makanan di sarana produksi dan
sarana distribusi. Produsen mempunyai peran dalam memberikan jaminan produk
Obat dan Makanan yang memenuhi syarat (aman, khasiat/bermanfaat dan bermutu)
melalui proses produksi yang sesuai dengan ketentuan. Dari sisi pemerintah, BPOM
bertugas dalam menyusun kebijakan dan regulasi terkait Obat dan Makanan yang
harus dipenuhi oleh pelaku usaha.
Paradigma BPOM sebagai lembaga pengawas dan ditakuti oleh pelaku usaha
selama ini mulai berubah, dengan adanya upaya yang dilakukan BPOM dalam
menjalin hubungan yang lebih harmonis dengan para pelaku usaha. Tanpa
meninggalkan tugas utama pengawasan, BPOM berupaya memberikan dukungan
kepada pelaku usaha untuk memperoleh kemudahan dalam usahanya. Salah satunya
melalui jaminan kualitas (quality assurance) pengawasan, melalui pendampingan
regulatory (regulatory assistance). Masing-masing kedeputian di BPOM mempunyai
upaya yang berbeda dalam memberikan dukungan regulatory, sesuai dengan bidang
lingkupnya.
Sasaran strategis ini berupaya untuk mengakomodasi kegiatan yang mendukung
pada peningkatan daya saing, yaitu melalui jaminan mutu Obat dan Makanan. Pelaku
usaha di bidang Obat dan Makanan harus didukung dalam menghadapi tantangan
perdagangan bebas. Salah satunya adalah dengan memberikan dukungan regulatory
(sistem pengawasan) kepada pelaku usaha dengan insentif. Sementara terkait dengan
faktor lain yang menjadi variabel penentu dalam meningkatkan kemudahan usaha,
adalah daya saing.
Untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran strategis ini, maka dibuat
indikatornya sebagai berikut:
1. Jumlah industri farmasi yang meningkat kemandiriannya,
2. Jumlah Industri Obat Tradisional (IOT) yang memiliki sertifikat CPOTB,
3. Jumlah industri kosmetika yang mandiri dalam pemenuhan ketentuan,
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
4. Persentase industri pangan olahan yang mandiri dalam rangka menjamin
keamanan pangan,
5. Peningkatan indeks kesadaran masyarakat, dan
6. Persentase pencapaian kerjasama terhadap target kerjasama yang ditetapkan.
3. Meningkatnya Kualitas Kapasitas Kelembagaan BPOM
Kualitas tatakelola pemerintahan (good governance) adalah prasyarat tercapainya
sasaran strategis BPOM. Penerapan tata kelola pemerintahan yang baik secara
konsisten ditandai dengan berkembangnya aspek keterbukaan, akuntabilitas,
efektivitas, efisiensi, supremasi hukum, keadilan, dan partisipasi masyarakat. BPOM
telah melaksanakan Reformasi Birokrasi yang harus terus dipelihara untuk
menciptakan birokrasi yang bermental melayani yang berkinerja tinggi sehingga
kualitas pelayanan publik BPOM akan meningkat.
Sumber daya meliputi 5 M (man, material, money, method, and machine)
merupakan modal penggerak organisasi. Sumber daya dalam hal ini terutama terkait
dengan sumber daya manusia dan sarana-prasarana penunjang kinerja. Ketersediaan
sumber daya yang terbatas baik jumlah dan kualitasnya, maka BPOM harus mampu
mengelola sumber daya tersebut seoptimal mungkin agar dapat mendukung
terwujudnya sasaran program dan kegiatan yang telah ditetapkan. Pada akhirnya,
pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien menjadi sangat penting untuk
diperhatikan oleh seluruh elemen organisasi.
BPOM untuk melaksanakan tugas masih memerlukan penguatan
kelembagaan/organisasi. Kelembagaan tersebut meliputi struktur yang kaya dengan
fungsi, proses bisnis yang tertata dan efektif, serta budaya kerja yang sesuai dengan
nilai organisasi.
Untuk memperkuat sistem pengawasan Obat dan Makanan serta meningkatkan
kualitas pembinaan BPOM perlu memperkuat kapasitas SDM dalam pengawasan
Obat dan Makanan untuk menjawab tantangan yang terjadi (emerging issus). Dalam
hal ini pengelolaan SDM harus sejalan dengan mandat transformasi UU ASN yang
dimulai dari (i) penyusunan dan penetapan kebutuhan, (ii) pengadaan, (iii) pola karir,
pangkat, dan jabatan, (iv) pengembangan karir, penilaian kinerja, disiplin, (v)
promosi-mutasi, (vi) penghargaan, penggajian, dan tunjangan, (vii) perlindungan
jaminan pensiun dan jaminan hari tua, sampai dengan (viii) pemberhentian.
Untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran strategis ini, maka dibuat
indikatornya adalah:
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
1. Capaian pelaksanaan Reformasi Birokrasi di BPOM,
2. Opini Laporan Keuangan BPOM dari BPK,
3. Nilai SAKIP BPOM dari MenPAN dan RB.
Berdasarkan uraian diatas, maka Balai Besar POM di Manado memiliki Visi,
Misi, Tujuan, Sasaran Strategis yang sama, sedangkan pada indicator kinerja, peran
Balai Besar POM di Manado sebagai Unit Pelaksana Teknis. Adapun Tabel 5 akan
menjelaskan Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja BPOM dan
Balai Besar POM di Manado periode 2015-2019 sesuai dengan penjelasan di atas,
adalah sebagai berikut :
Tabel 5 : Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja BPOM periode 2015-2019
VISI MISI TUJUAN SASARAN
STRATEGIS
INDIKATOR KINERJA
BPOM
INDIKATOR KINERJA
BBPOM di MANADO
Ob
at
da
n M
ak
an
an
Am
an
Men
ing
ka
tka
n K
ese
ha
tan
Ma
sya
rak
at
da
n
Da
ya
Sa
ing
Ba
ng
sa
Meningkatkan
sistem pengawasan Obat
dan Makanan
berbasis risiko untuk
melindungi
masyarakat
Meningkatnya
jaminan produk
Obat dan Makanan aman
Menguatnya Sistem Pengawasan Obat dan
Makanan
Persentase obat yang
memenuhi syarat;
Persentase obat yang
memenuhi syarat;
Persentase obat Tradisional yang memenuhi syarat;
Persentase obat Tradisional yang memenuhi syarat;
Persentase Kosmetik yang
memenuhi syarat;
Persentase Kosmetik yang
memenuhi syarat;
Persentase Suplemen
Kesehatan yang memenuhi syarat;
Persentase Suplemen
Kesehatan yang memenuhi syarat;
Persentase makanan yang memenuhi syarat.
Persentase makanan yang memenuhi syarat.
Mendorong kemandirian
pelaku usaha
dalam memberikan
jaminan
keamanan Obat dan Makanan
serta
memperkuat kemitraan
dengan
pemangku kepentingan.
Meningkatnya
daya saing Obat dan Makanan di
pasar lokal dan
global dengan menjamin mutu
dan mendukung
inovasi
Meningkatnya jaminan
kualitas pembinaan
dan bimbingan dalam mendorong
kemandirian pelaku
usaha dan kemitraan dengan pemangku
kepentingan serta
partisipasi masyarakat melalui kerjasama,
Komunikasi, Informasi
dan Edukasi
Jumlah industri farmasi yang
meningkat tingkat
kemandiriannya;
Persentase industri pangan olahan yang mandiri dalam
rangka menjamin keamanan
pangan;
Jumlah pelaku usaha industri obat tradisional (IOT) yang
memiliki sertifikat CPOTB;
Jumlah industri kosmetika
yang mandiri dalam pemenuhan ketentuan;
Indeks Kesadaran Masyarakat;
Indeks Kesadaran Masyarakat;
Persentase pencapaian kerja
sama terhadap target kerja sama yang ditetapkan.
Persentase pencapaian kerja
sama terhadap target kerja sama yang ditetapkan.
Meningkatkan kapasitas
kelembagaan
BPOM
Meningkatnya
Kualitas Kapasitas Kelembagaan BPOM
Capaian pelaksanaan Reformasi Birokrasi di
BPOM;
Opini Laporan Keuangan
BPOM dari BPK;
Nilai SAKIP BPOM dari
MenPAN.
Nilai SAKIP BPOM dari
Inspektorat BPOM.
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
BAB III
ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI
DAN KERANGKA KELEMBAGAAN
A. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL
Sebagaimana visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden periode 2015-2019 pada Bab
II di atas, untuk mewujudkan visi dilaksanakan 7 (tujuh) misi pembangunan yang salah
satunya adalah mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan
sejahtera. Visi-misi ini selanjutnya dijabarkan dalam 9 (sembilan) agenda prioritas
pembangunan yang disebut NAWA CITA, sebagai berikut:
1. Menghadirkan kembali Negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan
rasa aman pada seluruh warga Negara (Perkuat peran dalam kerjasama global dan
regional),
2. Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif demokratis dan terpercaya
(membangun transparansi dan akuntabilitas kinerja pemerintah),
3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa
dalam kerangka Negara kesatuan (pengurangan ketimpangan antar kelompok
ekonomi masyarakat),
4. Memperkuat kehadiran Negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan
hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya (pemberantasan narkotika dan
psikotropika),
5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia (pembangunan kesehatan khususnya
pelaksanaan program Indonesia sehat),
6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional (peningkatan
kapasitas inovasi dan teknologi),
7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan setor-sektor strategis
ekonomi domestik (peningkatan kedaulatan pangan),
8. Melakukan revolusi karakter bangsa, dan
9. Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
Adapun 5 (lima) prioritas pembangunan dalam Nawacita dari 9 (Sembilan) yang akan
menjadi tugas dan tanggung jawab BPOM pada periode 2015-2019 adalah sebagaimana
Tabel dibawah ini.
Tabel 6: 9 (Sembilan) Agenda Prioritas Pembangunan (NAWACITA)
Peningkatan kualitas hidup manusia tidak hanya tercermin pada penyediaan lapangan
pekerjaan dan jaminan pendapatan semata, melainkan juga pemenuhan hak-hak dasar
warga negara untuk memperoleh layanan publik. Dalam perspektif tersebut,
pembangunan manusia dimaksudkan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang
sehat, berpendidikan, berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab, serta
berdaya saing untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteran bagi seluruh bangsa
Indonesia. Kualitas SDM tercermin dari tingkat pendidikan, kesehatan, dan pendapatan
penduduk, yang menjadi komponen inti Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM
Indonesia terus mengalami peningkatan dari 71,8 pada tahun 2009 menjadi 73,8 pada
tahun 2013.
Untuk mewujudkan cita-cita pembangunan di atas, perlu disertai gerakan Revolusi
Mental, dengan mengubah cara pandang, pikiran, sikap, dan perilaku setiap orang, yang
berorientasi pada kemajuan dan kemoderenan, sehinga Indonesia menjadi bangsa besar
dan mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Revolusi Mental
mengandung nilai-nilai esensial yang harus dinternalisasi baik pada setiap individu
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
maupun bangsa, yaitu: etos kemajuan, etika kerja, motivasi berprestasi, disiplin, taat
hukum dan aturan, berpandangan optimistis, produktif-inovatif-adaptif, kerja sama dan
gotong royong, dan berorientasi pada kebajikan publik dan kemaslahatan umum.
Mengkrucut pada pembangunan kesehatan dan SDM, tantangan ke depan adalah
meningkatkan upaya promotif dan preventif; meningkatkan pelayanan kesehatan ibu
anak, perbaikan gizi (spesifik dan sensitif), mengendalikan penyakit menular maupun
tidak menular, meningkatkan pengawasan obat dan makanan, serta meningkatkan akses
dan mutu pelayanan kesehatan.
Sebagai salah satu aspek pendukung pembangunan manusia di bidang kesehatan dan
gizi masyarakat, pengawasan Obat dan Makanan dihadapkan pada beberapa tantangan.
Beberapa permasalahan dan Isu Strategis terkait pengawasan Obat dan Makanan tercakup
dalam Permasalahan dan Isu Strategis ke-5: Pemenuhan Ketersediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Pengawasan Obat dan Makanan. Saat ini persentase obat yang telah
memenuhi standar mutu, khasiat dan keamanan baru mencapai 92 persen. Pada tahun
2014 industri farmasi yang memenuhi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) terkini
baru mencapai 83,66 persen.
Sasaran pokok RPJMN 2015-2019 adalah meningkatnya status kesehatan ibu dan
anak, meningkatnya status gizi masyarakat, meningkatnya pengendalian penyakit menular
dan tidak menular, serta meningkatnya penyehatan lingkungan, meningkatnya pemerataan
akses dan mutu pelayanan kesehatan, meningkatnya perlindungan finansial,
meningkatnya ketersediaan, persebaran, dan mutu sumber daya manusia kesehatan, serta
memastikan ketersediaan obat dan mutu Obat dan Makanan. Sasaran pokok tersebut
antara lain tercermin dari indikator yang terkait BPOM di Sofifi sebagai berikut:
No Indikator Status Awal Target 2019
1 Persentase obat yang memenuhi syarat 97.18 98.90
2 Persentase makanan yang memenuhi syarat 88.74 90.74
(Sumber: RPJMN 2015-2019)
Untuk mewujudkan pencapaian sasaran pembangunan bidang Kesehatan dan Gizi
Masyarakat tahun 2015-2019, ditetapkan satu arah kebijakan pembangunan di bidang
Kesehatan dan Gizi Masyarakat yang terkait dengan BPOM di Sofifi adalah
“Meningkatkan Pengawasan Obat dan Makanan”, melalui:
1. Penguatan sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko;
2. Peningkatan sumber daya manusia pengawas Obat dan Makanan;
3. Penguatan kemitraan pengawasan Obat dan Makanan dengan pemangku kepentingan;
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
4. Peningkatan kemandirian pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko oleh
masyarakat dan pelaku usaha;
5. Peningkatan kapasitas dan inovasi pelaku usaha dalam rangka mendorong
peningkatan daya saing produk Obat dan Makanan; dan
6. Penguatan kapasitas dan kapabilitas pengujian Obat dan Makanan.
Pengawasan Obat dan Makanan terkait dengan 1 (satu) dari 5 (lima) strategi
pembangunan ekonomi, subbidang UMKM dan koperasi, yaitu dalam hal peningkatan
nilai tambah produk melalui peningkatan penerapan standardisasi produk dan sertifikasi
halal, keamanan pangan dan obat.
B. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI BPOM
Berdasarkan hasil Analisa SWOT tersebut di atas, arah kebijakan dan strategi untuk
mencapai tujuan dan sasaran strategis BPOM periode 2015-2019, adalah:
Arah Kebijakan yang akan dilaksanakan:
1) Penguatan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk melindungi
masyarakat
2) Peningkatan pembinaan dan bimbingan dalam rangka mendorong kemandirian pelaku
usaha dalam memberikan jaminan keamanan dan daya saing produk Obat dan
Makanan
3) Peningkatan Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik melalui
kemitraan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Obat
dan Makanan
4) Penguatan kapasitas kelembagaan pengawasan OM melalui penataan struktur yang
kaya dengan fungsi, proses bisnis yang tertata dan efektif, budaya kerja yang sesuai
dengan nilai organisasi serta pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien.
Sedangkan strategi yang akan dilaksanakan mencakup eksternal dan internal:
Eksternal:
1) Penguatan kemitraan dengan lintas sektor terkait pengawasan Obat dan Makanan;
2) Peningkatan pembinaan dan bimbingan melalui komunikasi, informasi dan Edukasi
kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang Obat dan Makanan;
Internal:
3) Penguatan Regulatory System pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko;
4) Membangun Manajemen Kinerja dari Kinerja Lembaga hingga kinerja
individu/pegawai;
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
5) Mengelola anggaran secara lebih efisien, efektif dan akuntabel serta diarahkan untuk
mendorong peningkatan kinerja lembaga dan pegawai;
6) Meningkatkan kapasitas SDM pengawas di BPOM di tingkat pusat dan daerah secara
lebih proporsional dan akuntabel;
7) Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendukung maupun utama dalam
mendukung tugas Pengawasan Obat dan Makanan.
Strategi eksternal lebih ditekankan pada aspek kerjasama dan kemitraan dengan lintas
sektor dan lembaga (pemerintah, dunia usaha dan kelompok masyarak sipil). Mengingat
begitu kompleksnya tantangan dari lingkungan strategis baik internal maupun eskternal
seperti yang diuraikan pada Bab I tersebut di atas, maka dengan sendirinya menuntut
penyesuaian-penyesuaian dalam mekanisme internal organisasi dan kelembagaan BPOM
sendiri. Untuk konteks kerjasama misalnya, secara kelembagaan selama ini di BPOM
belum ada satu Deputi/Biro/Bagian khusus yang menangani terkait dengan kerjasama ini.
Bahwa ada Biro Kerjasama Luar Negeri, tetapi fokus tugas dan fungsi Biro ini tidak
terkait dengan model kerjasama yang akan dikembangkan oleh BPOM ke depan. Oleh
sebab itu, perlu segera melakukan pembenahan di level organisasi dan kelembagaan
dengan membentuk satu Deputi/Biro/Bagian khusus yang bertanggungjawab atas
program kerjasama dan kemitraan ini.
Sedangkan strategi internal lebih difokuskan pada pembenahan internal organisasi dan
kelembagaan serta sumber daya pegawai BPOM sendiri. Poin penting yang harus
diperhatikan di sini adalah soal SDM pegawai, karena kunci keberhasilan sebuah lembaga
sangat ditentukan dari kualitas SDM-nya. Sistem pengawasan, manajemen kinerja,
pengelolaan anggaran yang efisien, efektif dan akuntabel, peningkatan kualitas
Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai lembaga pengawasan Obat dan
Makanan tersebut, BPOM menetapkan program-programnya sesuai RPJMN periode
2015-2019, yaitu program utama (teknis) dan program pendukung (generik), sebagai
berikut:
a. Program Teknis
Program Pengawasan Obat dan Makanan
Program ini dimaksudkan untuk melaksanakan tugas-tugas utama Badan
Pengawasan Obat dan Makanan dalam menghasilkan standardisasi dalam pemenuhan
mutu, keamanan dan manfaat Obat dan Makanan melalui serangkaian kegiatan
penetapan standar pengawasan, penilaian Obat dan Makanan sesuai standar,
pengawasan terhadap sarana produksi, pengawasan terhadap sarana distribusi,
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
sampling dan pengujian Obat dan Makanan beredar, penegakan hukum, serta
pembinaan dan bimbingan kepada pemangku kepentingan.
b. Program Generik
1) Program generik 1. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis
lainnya.
2) Program generik 2. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana BPOM.
Selanjutnya, program-program tersebut dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan prioritas
BPOM, sebagai berikut:
a. Kegiatan-kegiatan utama untuk melaksanakan Pengawasan Obat dan Makanan
1) Penyusunan standar Obat dan Makanan berupa Norma, Standar, Prosedur dan
Kriteria (NSPK) pengawasan Obat dan Makanan (pre dan post-market);
2) Peningkatan efektivitas evaluasi pre-market melalui penilaian Obat;
3) Peningkatan cakupan pengawasan mutu Obat dan Makanan beredar melalui
penetapan prioritas sampling berdasarkan risiko termasuk iklan dan penandaan.
4) Peningkatan pengawasan sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan, sarana
pelayanan kesehatan, serta sarana produksi dan sarana distribusi Pangan dan Bahan
Berbahaya;
5) Peningkatan pengawasan narkotika, psikotropika, prekursor, dan zat adiktif;
6) Penguatan kemampuan pengujian meliputi sistem dan sumber daya laboratorium
Obat dan Makanan;
7) Penyidikan terhadap pelanggaran Obat dan Makanan;
8) Peningkatan penelitian terkait pengawasan Obat dan Makanan antara lain
regulatory science, life science;
9) Peningkatan Pembinaan dan bimbingan melalui kemitraan dengan pemangku
kepentingan, serta meningkatkan partisipasi masyarakat.
b. Kegiatan untuk melaksanakan ketiga program generik (pendukung ):
1) Koordinasi dan Pengembangan Organisasi, Penyusunan Program dan Anggaran,
Keuangan ;
2) Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Badan Pengawas Obat dan
Makanan;
3) Pengadaan, Pemeliharaan dan Pembinaan Pengelolaan, serta Peningkatan Sarana
dan Prasarana Penunjang Aparatur BPOM;
4) Peningkatan Kompetensi Aparatur BPOM;
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
5) Peningkatan kualitas produk hukum, serta Layanan Pengaduan Konsumen dan
Hubungan Masyarakat.
Untuk mewujudkan pencapaian sasaran strategis, maka masing-masing sasaran strategis
BPOM periode 2015-2019 dijabarkan kepada sasaran program dan kegiatan berdasarkan
logic model perencanaan. Adapun logic model penjabaran terhadap sasaran program dan
kegiatan sesuai dengan unit organisasi di lingkungan BPOM adalah sebagai berikut :
Gambar 12. Log Frame Balai Daerah
Tabel 10: Program/Kegiatan Strategis, Sasaran Program/Kegiatan, dan Indikator Balai
PROGRAM SASARAN
PROGRAM
KEGIATAN
STRATEGIS
SASARAN
KEGIATAN INDIKATOR PIC
PROGRAM
PENGAWASAN
OBAT DAN
MAKANAN
Menguatnya
sistem
pengawasan
Obat dan
Makanan
Persentase
pangan
fortifikasi yang
memenuhi
ketentuan
Pengawasan
Obat dan
Makanan di 33
Balai
Besar/Balai
POM
Meningkatnya
kinerja
pengawasan obat
dan makanan di
seluruh Indonesia
1. Jumlah sample yang diuji
menggunakan parameter kritis
2. Persentase cakupan
pengawasan sarana produksi
Obat dan Makanan
3. Pemenuhan target sampling
produk Obat di sektor publik
(IFK)
4. Persentase cakupan
pengawasan sarana distribusi
Obat dan Makanan
5. Jumlah Perkara di bidang obat
dan makanan
Balai
Besar/Balai
POM
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
PROGRAM SASARAN
PROGRAM
KEGIATAN
STRATEGIS
SASARAN
KEGIATAN INDIKATOR PIC
6. Jumlah sarana dan prasarana
yang terkait pengawasan Obat
dan Makanan
7. Jumlah dokumen
perencanaan, penganggaran,
dan evaluasi yang dilaporkan
tepat waktu
8. Jumlah layanan informasi
BB/BPOM
9. Desa/Kelurahan yang
diintervensi program
Keamanan Pangan
C. KERANGKA REGULASI
Dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan Obat dan Makanan, dibutuhkan adanya
regulasi yang kuat guna mendukung sistem pengawasan. Sebagai Lembaga Pemerintah
Non Kementerian (LPNK) yang mempunyai tugas teknis, tidak hanya regulasi yang
bersifat teknis saja yang harus dipenuhi, melainkan perlu adanya regulasi yang bersifat
adminitratif dan strategis. Pengawasan Obat dan Makanan merupakan tugas pemerintahan
yang tidak dapat dilakukan sendiri, dan dalam praktiknya dibutuhkan kerjasama dengan
banyak sektor terkait, baik pemerintah maupun swasta. Untuk itu, regulasi perlu
dirancang sedemikian mungkin agar sesuai dengan tugas pengawasan Obat dan Makanan.
Selama ini, dalam pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan masih dijumpai
kendala yang berkaitan dengan koordinasi dengan pemangku kepentingan. Seperti di
daerah, Balai Besar/Balai POM melaksanakan pengawasan seringkali harus berkoordinasi
dengan dinas kesehatan kabupaten/kota setempat. Dalam melaksanakan tugas dan fungsi
instansi pemerintah harus memperhatikan peraturan perundang-undangan seperti Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Pengawasan Obat dan
Makanan merupakan suatu aspek penting yang dilihat dari berbagai segi. Dari segi
kesehatan, Obat dan Makanan secara tidak langsung mempunyai pengaruh terhadap
derajat kesehatan masyarakat, bahkan tidak hanya derajat kesehatan, namun menyangkut
kehidupan seorang manusia. Obat dan Makanan tidak dapat dipandang sebelah mata dan
dianggap inferior dibanding faktor-faktor lain yang menentukan derajat kesehatan. Selain
di bidang kesehatan, dari sisi ekonomi, Obat dan Makanan merupakan potensi yang
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
sangat besar bagi pelaku usaha (produsen dan distributor), sektor industri Obat dan
Makanan dapat menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup besar berkontribusi pada
pengurangan jumlah pengangguran.
Visi BPOM yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing bangsa mempunyai
beberapa maksud, diantaranya: pertama, daya saing bangsa dalam hal ini adalah dengan
Obat dan Makanan yang terjamin keamanan, manfaat, dan mutunya maka secara tidak
langsung akan membentuk seorang manusia yang sehat dan berkualitas. Dengan makanan
yang bergizi maka seseorang akan tumbuh dengan baik jasmani dan
rohaninya/kecerdasannya. Obat yang aman dan bermutu akan dapat menurunkan tingkat
risiko kematian akibat penyakit yang tidak berkhasiat, dan pasien dapat tertolong dengan
obat yang bermutu.
Untuk dapat menyelenggarakan tugas pengawasan Obat dan Makanan secara optimal,
maka BPOM perlu ditunjang oleh regulasi atau peraturan perundang-undangan yang kuat
dalam lingkup pengawasan Obat dan Makanan.
Untuk itu, diperlukan beberapa regulasi yang penting dan dibutuhkan oleh BPOM
dalam rangka memperkuat sistem pengawasan antara lain:
1. UU Pembinaan, Pengawasan, dan Pengembangan Sediaan Farmasi. Mengingat RUU
Pembinaan, Pengawasan, dan Pengembangan Sediaan Farmasi merupakan inistiatif
DPR, maka dalam hal ini BPOM akan melakukan koordinasi dengan Panitia Kerja
DPR.
2. Peraturan Perundang-undangan terkait pengawasan Obat dan Makanan. Peraturan ini
dapat berupa Peraturan baru atau revisi Peraturan Kepala BPOM atau Rancangan
Peraturan Menteri Kesehatan yang perlu disusun untuk meningkatkan efektivitas
pengawasan Obat dan Makanan. Peraturan Kepala BPOM yang bersifat teknis
maupun non-teknis dapat diidentifikasi oleh unit kerja baik di pusat maupun balai
sebagai pelaksana dari kegiatan. Beberapa contoh peraturan ini adalah Rancangan
Peraturan Kepala BPOM tentang obat kuasi; Rancangan Peraturan Kepala BPOM
tentang Mekanisme Monitoring Efek Samping Suplemen Kesehatan; Pemutakhiran
Peraturan Kepala BPOM tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Suplemen
Kesehatan.
3. Rancangan Peraturan Pemerintah(RPP) tentang Keamanan Mutu dan Gizi Pangan
serta RPP Label dan Iklam Pangan terkait Undang-Undang No 18 Tahun 2012 tentang
Pangan, terutama yang berkaitan dengan pengawasan makanan perlu dibuat peraturan
pemerintah agar dapat dilaksanakan dengan baik. Permasalahan pangan seharusnya
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
tidak hanya berfokus pada ketahanan pangan saja, namun juga pada keamanan pangan
serta pemenuhan gizi dan penyesuaian terhadap amanat UU pangan itu sendiri, yaitu
pangan tidak boleh bertentangan dengan agama dan keyakinan masyarakat Indonesia.
4. Norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) terkait pelaksanaan UU No. 23 tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintah
konkuren. Diharapkan terbentuknya NSPK ini akan dapat menciptakan sinergi antara
Pemerintah Pusat dan Daerah berdasarkan UU No. 23 tahun 2014 pasal 16 dalam hal:
(1) Pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan dan (2) Sebagai pedoman Pemerintah
Daerah dalam penyelenggaraan pengawasan Obat dan Makanan. Untuk mendukung
upaya ini perlu penguatan koordinasi dengan melibatkan kementerian terkait (contoh.
Kemendagri) dalam penyusunan regulasi dan pelaksanaan kegiatan di daerah,
monitoring efektivitas implementasi NSPK. Untuk itu, diperlukan peraturan bersama
dengan Kemendagri sebagai pembina daerah dalam hal pelaksanaan NSPK didaerah.
Diharapkan NSPK ini juga termasuk pola tindak lanjut hasil pengawasan Obat dan
Makanan antara BPOM dengan daerah terkait. Hal ini bertujuan agar pengawasan
Obat dan Makanan dapat berjalan lebih lancar, hasil pengawasan dapat ditindaklanjuti
oleh pemangku kepentingan terkait.
5. Standar kompetensi laboratorium dan standar GLP. Diharapkan dengan adanya
standar kompetensi tersebut BPOM dapat meningkatkan pengawalan mutu Obat dan
Makanan terhadap isu terkini (AEC, Post MDGs, SJSN Kesehatan, dll.).
6. Dasar hukum terkait legalisasi peran BPOM sebagai provider Uji Profisiensi dan
provider Baku Pembanding untuk meningkatkan pengawalan mutu Obat dan
Makanan oleh BPOM terhadap isu terkini (AEC, Post MDGs, SJSN Kesehatan, dll.).
7. Minutes of Understanding (MoU) Penguatan sistem pengawasan Obat dan Makanan
di wilayah Free Trade Zone (FTZ), daerah perbatasan, terpencil dan gugus pulau. Hal
ini diperlukan karena belum optimalnya quality surveilance/monitoring mutu untuk
daerah perbatasan, daerah terpencil dan gugus pulau.
8. Regulasi yang mendukung optimalisasi Pusat Kewaspadaan Obat dan Makanan dan
Early Warning System (EWS) yang informatif, antara lain: Peraturan baru terkait
KLB dan Farmakovigilans dan Mekanisme pelaksanaan Sistem Outbreak response
dan EWS. Upaya ini dapat membantu memperbaiki Sistem Outbreak response dan
EWS yang belum optimal dan informatif sehingga didapatkan response yang cepat
dan efektif pada saat terjadi outbreak bencana yang berkaitan dengan bahan obat dan
makanan (contoh: Obat terkontaminasi etilen glikol).
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
9. Juknis/pedoman untuk pengintegrasian penyebaran informasi Obat dan Makanan.
Adanya Juknis/pedoman tersebut diharapkan dapat memperbaiki Sistem penyebaran
informasi Obat dan Makanan yang belum terintegrasi, termasuk dengan pemanfaatan
hasil MESO, Monitoring Efek Samping Obat Tradisional (MESOT), dan Monitoring
Efek Samping Kosmetik (MESKOS).
10. Perlu adanya Peraturan dengan instansi terkait yang mengatur regulatory insentive
melalui bimbingan teknis, fast track registrasi (crash program), misalnya semua
laboratorium dalam lima tahun ke depan telah pra-kualifikasi oleh lembaga
internasional.
11. Peraturan Kepala BPOM tentang koordinasi dengan pemerintah daerah serta
Peraturan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota) untuk meningkatkan
efektivitas pengawasan Obat dan Makanan di daerah. Dalam hal ini BPOM perlu
meningkatkan advokasi tentang peranan pemerintah daerah dalam pengawasan Obat
dan Makanan.
D. KERANGKA KELEMBAGAAN
Untuk memperkuat peran dan fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam
melaksanakan mandat Renstra 2015-2019, maka dilakukan beberapa inisiatif penataan
kelembagaan, baik penataan dalam lingkup intraorganisasi Badan POM (organisasi
induk) maupun penataan yang bersifat interorganisasi dalam bentuk koordinasi lintas
instansi/lembaga maupun hubungan relasional dengan para pemangku kepentingan
utama. Balai POM di Sofifi sebaga UPT dari BPOM maka akan terlibat dalam review dan
kajian terhadap struktur kelembagaan.
Beberapa aspek kelembagaan yang harus diintegrasikan dan dikoordinasikan agar
lebih efisien dan efektif adalah:
1. Penyempurnaan Struktur Organisasi dan Tata Kerja BPOM sesuai dengan perubahan
lingkungan strategis periode 2015-2019
Penataan dalam kerangka kelembagaan bagi organsiasi induk dilakukan dengan
memperhatikan Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001, Tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga
Pemerintah Non Departemen, antara lain dengan:
a. Penguatan Kantor Pusat Badan POM dalam fungsi dan peran sebagai policy
center (pengkaji, perumus, dan penetapan kebijakan) dalam bidang pengawasan
obat dan makanan;
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
b. Penguatan Pusat-Pusat sebagai center of excellence untuk memberikan dukungan
kepada Kedeputian dalam hal: (1) pelaksanaan kajian strategis dan konseptual; (2)
pertimbangan proses pengambilan keputusan tertentu; (3) pelaksanaan kegiatan
teknis dan operasional tertentu dalam pengawasan obat dan makanan;
Sedangkan untuk penataan kelembagaan bagi Unit Pelaksana Teknis (UPT)
dilakukan dengan berpegang pada Peraturan Menteri PAN No.
PER/18/M.PAN/ll/2008, Tentang Pedoman Organisasi Unit Pelaksana Teknis
Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian, dengan langkah penataan
sebagai berikut :
a. Penguatan UPT sebagai responsibility center dalam pelaksanaan fungsi Badan
POM di daerah untuk pelaksanaan mandat pada tingkat taktikal dan operasional,
sekaligus sebagai “ujung tombak” dalam penyelenggaraan layanan teknis dan
administratif yang telah didelegasikan dari Badan POM;
b. Upaya peningkatan kinerja kelembagaan UPT melalui penataan ulang kriteria dan
klasifikasi UPT berdasarkan unsur pokok dan unsur penunjang;
Secara garis besar kerangka kelembagaan Badan Pengawas Obat dan Makanan
dituangkan pada Gambar 13. Dalam kerangka kelembagaan tersebut tampak bahwa
dalam pelaksanaan mandatnya Badan POM menyelenggarakan fungsi produce,
provide, manage, dan apply.
Gambar 13. Kerangka kelembagaan pelaksanaan mandat Badan POM
Fungsi produce, meliputi mandat untuk perumusan dan penetapan kebijakan
(regulating), penyelenggaraan layanan publik (executing, dan pelenksanaan fasilitasi,
pengembangan kapasitas, maupun kegiatan-kegiatan penguatan bagi pihak lain
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
(empowering). Fungsi provide, merupakan menyediakan keluaran untuk
dimanfaatkan langsung oleh mitra atau pengguna akhir. Untuk fungsi manage,
merupakan fungsi pengelolaan sumberdaya organsiasi agar dapat dicapai hasil yang
optimal dalam mendukung kegiatan operasional Badan POM. Sedangkan apply
adalah bentuk outreach dalam penciptaan nilai tambah dan manfaat bagi masyarakat.
1. Penguatan lembaga-lembaga pemerintah di daerah di bidang pengawasan Obat
dan Makanan;
2. Diperlukan koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait yang memiliki tugas sama
dalam rangka mewujudkan pencapaian prioritas pembangunan kesehatan;
3. Diperlukan koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait yang memiliki tugas sama
dalam rangka penyidikan hukum yang tergabung dalam aparat gabungan penegak
hukum. Hal ini sangat diperlukan karena peredaran Obat dan Makanan ilegal
merupakan aspek pidana yang masuk dalam sistem peradilan pidana.
4. Pemeliharaan Sistem Manajemen Mutu yang telah diimplementasikan BPOM
untuk memastikan bisnis proses dan tata laksana baik dalam hal tata kelola
pembuatan keputusan, implementasi keputusan, tata kelola evaluasi, serta
manajemen kinerja dilaksanakan secara efektif, efisien, dan transparan.
5. Penyempurnaan tata laksana dengan membuat prosedur-mekanisme penanganan
konflik antar unit organisasi.
6. Pemantapan pengelolaan SDM ASN, mulai dari perencanaan kebutuhan
berdasarkan analisa jabatan dan analisa beban kerja, peningkatan kompetensi dan
profesionalisme ASN, penilaian kinerja individu ASN, hingga penysunan
kebutuhan anggaran untuk biaya rutin ASN.
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
BAB IV
TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN
A. TARGET KINERJA
Sebagaimana sasaran strategis BPOM sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan,
maka target Balai POM di Sofifi sesuai dengan indicator masing-masing dapat dilihat
pada lampiran .... Tabel....
Untuk mencapai Sasaran Strategis Menguatnya Sistem Pengawasan Obat dan
Makanan, Balai POM di Sofifi melaksanakan Program Pengawasan Obat dan Makanan
melalui Kegiatan-Kegiatan:
1. Pengawasan Sarana Produksi Obat
2. Pengawasan Sarana Distribusi Obat
3. Pengawasan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif
4. Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya
5. Surveilan dan Promosi Keamanan Pangan
6. Pengawasan Obat dan Makanan di 33 BB/Balai POM
7. Pemeriksaan secara Laboratorium, Pengujian dan Penilaian Keamanan, Manfaat dan
Mutu Obat dan Makanan, serta Pembinaan Laboratorium POM
8. Investigasi Awal dan Penyidikan terhadap Pelanggaran Bidang Obat dan Makanan
Untuk mencapai Sasaran Strategis Meningkatnya jaminan kualitas pembinaan dan
bimbingan dalam mendorong kemandirian pelaku usaha dan kemitraan dengan pemangku
kepentingan dilaksanakan Program Pengawasan Obat dan Makanan melalui Kegiatan-
Kegiatan:
1. Pengawasan Sarana Produksi Obat/Peningkatan Kemandirian Pelaku Usaha Obat
2. Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen
Kesehatan/Peningkatan Kemandirian Pelaku Usaha Obat Tradisional, Kosmetik dan
Suplemen Kesehatan
3. Inspeksi dan Sertifikasi Pangan/Peningkatan Kemandirian Pelaku Usaha Pangan
Olahan
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
Untuk mencapai Sasaran Strategis Meningkatnya kualitas kapasitas kelembagaan
BPOM, Balai POM di Sofifi sebagai UPT melaksanakan:
(i) Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya BPOM serta
melalui Kegiatan-Kegiatan:
1. Koordinasi Kegiatan Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-undangan,
Bantuan Hukum, Layanan Pengaduan Konsumen, dan Hubungan Masyarakat
2. Koordinasi Perumusan Renstra dan Pengembagan Organisasi, Penyusunan
Program dan Anggaran, Keuangan serta Evaluasi dan Pelaporan
3. Peningkatan Kapasitas dan Kapabilitas SDM Aparatur Negara
4. Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur BPOM
5. Pelayanan Informasi Obat dan Makanan, Informasi Keracunan dan Teknologi
Informasi
(ii) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana BPOM, melalui Kegiatan-Kegiatan:
1. Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur BPOM
2. Pengadaan, Pemeliharaan dan Pembinaan Pengelolaan Sarana dan Prasarana
Penunjang Aparatur BPOM
B. KERANGKA PENDANAAN
Sesuai target kinerja masing-masing indikator kinerja yang telah ditetapkan maka
kerangka pendanaan untuk mendukung pencapaian tujuan dan sasaran strategis BPOM di
Sofifi periode 2015-2019 dapat dilihat pada table .... :
Dalam kerangka pendanaan di buku II RPJMN terkait dengan kesehatan dan gizi
masyarakat, pemerintah dimandatkan untuk meningkatkan pendanaan dan peningkatan
efektivitas pendanaan pembangunan kesehatan dan gizi masyarakat antara lain melalui
peningkatan dukungan dana publik (pemerintah), termasuk peningkatan peran dan
tanggungjawab pemerintah daerah dan juga peningkatan peran dan dukungan masyarakat
dan dunia usaha/swasta melalui public private partnership (PPP) dan corporate social
responsibility (CSR).
Peningkatan kerjasama, peran serta tanggungjawab pemerintah daerah dalam
mendukung pengawasan peredaran Obat dan Makanan yang aman dalam rangka
peningkatan kesehatan dan gizi masyarakat adalah salah satu hal yang penting untuk
digarap secara serius oleh BPOM, utamanya untuk memastikan keterlibatan pemerintah
daerah dalam mendukung mandat BPOM tersebut.
Di sisi lain, peningkatan dukungan masyarakat dan dunia usaha melalui mekanisme
PPP dan CSR juga perlu dirumuskan secara lebih intensif. Inisiatif PPP merupakan model
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
kerjasama baru antara pemerintah dan private sector yang bertujuan untuk memastikan
keterlibatan dunia usaha dalam mewujudkan dan mempercepat tercapainya tujuan
pembangunan serta mendorong keberlanjutannya. Mekanisme PPP bisa dalam bentuk
kerjasama teknis dan program, pendidikan dan pelatihan, atau dengan memberikan
dukungan tenaga expert pada proyek yang dikerjasamakan. Inisiatif PPP ini cukup
progresif jika dibandingkan dengan model CSR yang selama ini lebih banyak dalam
bentuk karikatif dan lebih pada bagaimana citra dan branding perusahaan menjadi lebih
baik di mata publik.
Model PPP dan CSR ini tentu saja merupakan peluang yang bisa dimanfaatkan oleh
BPOM dalam mendukung program-program BPOM. Apalagi banyak perusahaan,
khususnya pelaku usaha di bidang Obat dan Makanan yang berkepentingan secara
langsung dengan BPOM. Namun demikian, juga terdapat tantangan dimana akan muncul
semacam conflict of interest antara BPOM sebagai regulator sekaligus eksekutor terhadap
perusahaan-perusahaan yang berkepentingan dengan BPOM tersebut.
Tetapi potensi konflik kepentingan ini bisa dihindari dengan membuat aturan main
dan program yang jelas, serta bisa dievaluasi oleh publik. Bahkan, kalau perlu dibentuk
semacam badan independen yang mengawasi pelaksanaan kerjasama PPP dan CSR ini.
Di sisi lain, BPOM juga sebisa mungkin menghindari supporting langsung dari
perusahaan (khususnya dana), agar potensi konflik kepentingan ini bisa dihindari sedari
awal. Dalam hal ini, BPOM bisa mendorong dan mengarahkan agar program-program
mitra-mitra utama BPOM bisa didukung oleh perusahaan-perusahaan tersebut, tentunya
dalam kerangka mendukung tugas dan fungsi BPOM dalam pengawasan Obat dan
Makanan.
Matriks kinerja dan pendanaan BPOM per kegiatan sebagaimana pada Lampiran 1.
Matriks Kinerja dan Pendanaan Kementerian/Lembaga
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
BAB V
PENUTUP
Balai POM di SOfifi sebagai UPT dalam menyusun RENSTRA tidak dapat lepas dari
RENSTRA BPOM Tahun 2015-2019 adalah panduan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
BPOM untuk 5 (lima) tahun ke depan. Keberhasilan pelaksanaan Renstra Tahun 2015-2019
sangat ditentukan oleh kesiapan kelembagaan, ketatalaksanaan, SDM dan sumber
pendanaannya, serta komitmen semua pimpinan dan staf BPOM. Selain itu, untuk menjamin
keberhasilan pelaksanaan Renstra Tahun 2015-2019, setiap tahun akan dilakukan evaluasi.
Apabila diperlukan, dapat dilakukan perubahan/revisi muatan Renstra BPOM, termasuk
indikator-indikator kinerjanya yang dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang berlaku dan
tanpa mengubah tujuan BPOM yaitu meningkatkan kinerja lembaga dan pegawai dengan
mengacu kepada RPJMN 2015-2019.
Renstra BPOM Tahun 2015-2019 harus dijadikan acuan kerja bagi unit-unit kerja di
lingkungan di BPOM sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing, termasuk
Balai POM di Sofifi sebagai UPT di wilayah Maluku Utara. Diharapkan semua unit kerja
dapat melaksanakannya dengan akuntabel serta senantiasa berorientasi pada peningkatan
kinerja lembaga, unit kerja dan kinerja pegawai.
Pelaksanaan Renstra diharapkan berkontribusi pada pencapaian RPJMN dan Visi Misi
Presiden. Hal ini dimungkinkan karena program dan kegiatan dalam Renstra BPOM 2015-
2019 ini telah dilengkapi dengan target outcome dan output yang akan dipantau dan
dievaluasi secara berkala setiap tahun, pada pertengahan periode Rencana Strategis/RPJMN
sebagai midterm review, maupun pada akhir RPJMN sebagai impact assessment.
Evaluasi Renstra yang dilaksanakan setiap tahun didasarkan pada Peraturan Pemerintah
No. 39 Tahun 2006 tentang Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
Nasional yang dikoordinasikan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan nasional (BAPPENAS). Selain sebagai bahan
evaluasi seperti tersebut di atas,Renstra juga menjadi pedoman untuk penyusunan Laporan
Kinerja Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) sesuai dengan Peraturan Presiden
tentang Sistem Akuntansi Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang dikoordinasikan oleh
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
Dengan demikian, hasil pelaksanaan Renstra BPOM Tahun 2015-2019 dapat memberikan
kontribusi terhadap visi, misi dan program kerja Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode
2014-2019, yaitu “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian
Berlandaskan Gotong Royong”.
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
Rencana Strategis 2015 - 2019
BPOM di SOFIFI
E:\Renstra dan Peta Strategi\Renstra Balai\Renstra BPOM Sofifi 04-03-2015\lampiran Renstra Balai-sofifi 04032015 - backup.xlsx
2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019
SS 1Menguatnya sistem pengawasan Obat dan Makanan
0,0 431,9 475,0 522,6 574,8
1.1. Persentase obat yang memenuhi syarat Provinsi Maluku Utara
97,18 97,18 97,61 98,04 98,47 98,90
1.2.Persentase obat Tradisional yang memenuhi syarat
Provinsi Maluku Utara
92,00 92,00 93,00 94,00 95,00 96,00
1.3.Persentase Kosmetik yang memenuhi syarat
Provinsi Maluku Utara
95,00 95,00 95,20 95,40 95,60 95,80
1.4.Persentase Suplemen Kesehatan yang memenuhi syarat
Provinsi Maluku Utara
94,53 94,53 95,53 96,53 97,53 98,53
1.5.Persentase makanan yang memenuhi syarat
Provinsi Maluku Utara
88,74 88,74 89,24 89,74 90,24 90,74
SS 2
Meningkatnya jaminan kualitas pembinaan dan bimbingan dalam mendorong kemandirian pelaku usaha dan kemitraan dengan pemangku kepentingan
0,0 449,9 495,0 544,4 599,0
2,1 Tingkat Kepuasan MasyarakatProvinsi Maluku Utara
NA 70,00 70,00 71,00 71,00 72,00Tidak ada dalam Definisi Operasional 13 Feb
2015
2,2
Jumlah Kabupaten/Kota yang memberikan komitmen untuk pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan dengan memberikan alokasi anggaran pelaksanaan regulasi Obat dan Makanan
Provinsi Maluku Utara
- 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 Dalam DO 13 Feb 2015 Masuk Ke SPKP
SS 3Meningkatnya kualitas kapasitas kelembagaan BPOM
0,0 6614,0 6775,4 6953,0 7148,3
3,1 Nilai SAKIP BBPOM/BPOM dari Badan POMProvinsi Maluku Utara
- B B B B B
2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019
SP 1Menguatnya sistem pengawasan Obat dan Makanan
0,0 431,9 475,0 522,6 574,8
1.1. Persentase obat yang memenuhi syarat Provinsi Maluku Utara
97,18 97,18 97,61 98,04 98,47 98,90
1.2.Persentase obat Tradisional yang memenuhi syarat
Provinsi Maluku Utara
92,00 92,00 93,00 94,00 95,00 96,00
1.3.Persentase Kosmetik yang memenuhi syarat
Provinsi Maluku Utara
95,00 95,00 95,20 95,40 95,60 95,80
1.4.Persentase Suplemen Kesehatan yang memenuhi syarat
Provinsi Maluku Utara
94,53 94,53 95,53 96,53 97,53 98,53
1.5.Persentase makanan yang memenuhi syarat
Provinsi Maluku Utara
88,74 88,74 89,24 89,74 90,24 90,74
Alokasi (dalam juta rupiah) Unit Organisasi Pelaksana
K/L-N-B-NS-BS
Lampiran 1. Draft RENSTRA dan Pendanaan Balai POM di Sofifi 2015 - 2019
KeteranganProgram/ Kegiatan
Sasaran Program (Outcome)/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
Lokasi Baseline
Target
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Manado
Definisi Operasional Berubah
Program/ Kegiatan
Sasaran Program (Outcome)/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
Lokasi BaselineTarget Alokasi (dalam juta rupiah) Unit
Organisasi Pelaksana
K/L-N-B-NS-BS
Keterangan
Program Pengawasan Obat dan Makanan
Definisi Operasional Berubah
E:\Renstra dan Peta Strategi\Renstra Balai\Renstra BPOM Sofifi 04-03-2015\lampiran Renstra Balai-sofifi 04032015 - backup.xlsx
SP 2
Meningkatnya jaminan kualitas pembinaan dan bimbingan dalam mendorong kemandirian pelaku usaha dan kemitraan dengan pemangku kepentingan
0,0 449,9 495,0 544,4 599,0
2,1 Tingkat Kepuasan MasyarakatProvinsi Maluku Utara
NA 70,00 70,00 71,00 71,00 72,00Tidak ada dalam Definisi Operasional 13 Feb
2015
2,2
Jumlah Kabupaten/Kota yang memberikan komitmen untuk pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan dengan memberikan alokasi anggaran pelaksanaan regulasi Obat dan Makanan
Provinsi Maluku Utara
- 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 Dalam DO 13 Feb 2015 Masuk Ke SPKP
SP 3Meningkatnya kualitas kapasitas kelembagaan BPOM
0,0 6614,0 6775,4 6953,0 7148,3
3,1 Nilai SAKIP BPOM dari Badan POMProvinsi Maluku Utara
- B B B B BPerlu di review, apa perlu dicantumkan? Karena
baru muncul pada tahun berjalan +1
2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019
SK 1Meningkatnya kualitas sampling dan pengujian terhadap produk obat dan makanan yang beredar
1Jumlah sampel yang diuji menggunakan parameter kritis
Provinsi Maluku Utara
- 500 500 500 500 266,9 293,6 323,0 355,3
2Pemenuhan target sampling produk Obat di sektor publik (IFK)
Provinsi Maluku Utara
NA 100 100 100 100 Definisi Operasional Berubah
SK 2Meningkatnya kualitas sarana produksi yang memenuhi standard
Definisi Operasional Berubah
3Persentase cakupan pengawasan sarana produksi Obat dan Makanan
Provinsi Maluku Utara
- 10,64 10,64 10,64 10,64 14,0 15,4 16,9 18,6 Definisi Operasional Berubah
SK 3Meningkatnya kualitas sarana distribusi yang memenuhi standard
- Definisi Operasional Berubah
4Persentase cakupan pengawasan sarana distribusi Obat dan Makanan
Provinsi Maluku Utara
- 6,65 8,13 9,60 11,08 147,8 162,5 178,8 196,7 Definisi Operasional Berubah
5Jumlah Penandaan/label dan iklan Obat dan Makanan yang diawasi
NA 200,0 250,0 300,0 350,0 3,2 3,5 3,9 4,3 Indikator kegiatan Baru
SK 4Meningkatnya hasil tindaklanjut penyidikan terhadap Pelanggaran Obat dan Makanan
Provinsi Maluku Utara
-
6Jumlah Perkara di bidang obat dan makanan
Provinsi Maluku Utara
- 1,00 1,00 1,00 1,00 50,5 55,7 61,1 67,4Diubah dari 6 menjadi 4 disesuaikan dg jumlah
penyidik
SK 5Meningkatnya kerjasama, komunikasi, informasi dan edukasi
7 Jumlah layanan publik BB/BPOM Provinsi Maluku Utara
- 95,20 95,20 95,20 95,20 95,20 399,4 439,3 483,3 531,6 Definisi Operasional Berubah,
8 Jumlah Komunitas yang diberdayakanProvinsi Maluku Utara
- 1 2 3 4 495,0 1089,0 1996,5 2928,2
SK 6Pengadaan Sarana dan Prasarana yang Terkait Pengawasan Obat dan Makanan
Tidak Muncul dalam DO 13 Feb 2015
9Persentase pemenuhan sarana prasarana sesuai standar
Provinsi Maluku Utara
- 100 100 100 100 5000,0 5000,0 5000,0 5000,0 Definisi Operasional Berubah,
SK 7Penyusunan Perencanaan, Penganggaran, Keuangan dan Evaluasi yang dilaporkan tepat waktu
10Jumlah dokumen perencanaan, penganggaran, dan evaluasi yang dilaporkan tepat waktu
- 9,00 10,00 9,00 10,00 1614,0 1775,4 1953,0 2148,3 Renstra pada tahun 2015
Kegiatan Pengawasan Obat dan Makanan di Balai Besar PO di Manado
Program/ Kegiatan
Sasaran Program (Outcome)/Sasaran Kegiatan (Output)/Indikator
Lokasi BaselineTarget Alokasi (dalam juta rupiah) Unit
Organisasi Pelaksana
K/L-N-B-NS-BS
Keterangan
E:\Renstra dan Peta Strategi\Renstra Balai\Renstra BPOM Sofifi 04-03-2015\lampiran Renstra Balai-sofifi 04032015 - backup.xlsx
Note : - Data Keuangan mengacu pada Matriks Renstra 2015 - 2019 pada 24 Juli 2014
- Untuk Target 2015 tidak dicantumkan karena anggaran masih bergabung dalam SATKER manado