respirasi

33
Pendahuluan Pernapasan terbagi menjadi dua, yaitu pernapasan eksterna dan pernapasan interna. Pernapasan eksterna adalah penyerapan oksigen dan pengeluaran CO 2 dari tubuh secara keseluruhan. Sedangkan pernapasan interna adalah penggunaan oksigen dan pembentukan CO 2 oleh sel serta pertukaran gas di antara sel tubuh dan media cair. Pernapasan sangat penting bagi manusia. Alat-alat pernapasan antara lain hidung, laring, trakea, bronkus, bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorius dan alveolus. Alat-alat tersebut mempunyai fungsi masing-masing yang sangat penting. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas problem based learning tentang pernapasan. Dan bertujuan untuk mengetahui lebih dalam tentang alat pernapasan, fungsi paru, pertukaran gas, serta struktur alat pernapasan. Isi Struktur Makroskopis Sistem Pernapasan Hidung. Berbentuk pyramid; pangkalnya berkesinambungan dengan dahi dan ujung bebasnya disebut puncak hidung. Ke arah inferior hidung memiliki dua pintu masuk berbentuk bulat panjang, yakni “nostril” atau nares, yang terpisah oleh septum nasi. Permukaan infero-lateral hidung berakhir sebagai alae nasi yang bulat. Ke arah medial permukaan lateral ini berlanjut pada dorsum nasi di tengah. Penyangga hidung terdiri atas tulang dan tulang-tulang rawan hialin. Rangka bagian tulang terdiri atas os nasale, processus frontalis maxillae 1

Upload: joseph-king

Post on 16-Dec-2015

15 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

PendahuluanPernapasan terbagi menjadi dua, yaitu pernapasan eksterna dan pernapasan interna. Pernapasan eksterna adalah penyerapan oksigen dan pengeluaran CO2 dari tubuh secara keseluruhan. Sedangkan pernapasan interna adalah penggunaan oksigen dan pembentukan CO2 oleh sel serta pertukaran gas di antara sel tubuh dan media cair.Pernapasan sangat penting bagi manusia. Alat-alat pernapasan antara lain hidung, laring, trakea, bronkus, bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorius dan alveolus. Alat-alat tersebut mempunyai fungsi masing-masing yang sangat penting. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas problem based learning tentang pernapasan. Dan bertujuan untuk mengetahui lebih dalam tentang alat pernapasan, fungsi paru, pertukaran gas, serta struktur alat pernapasan. IsiStruktur Makroskopis Sistem Pernapasan Hidung. Berbentuk pyramid; pangkalnya berkesinambungan dengan dahi dan ujung bebasnya disebut puncak hidung. Ke arah inferior hidung memiliki dua pintu masuk berbentuk bulat panjang, yakni nostril atau nares, yang terpisah oleh septum nasi. Permukaan infero-lateral hidung berakhir sebagai alae nasi yang bulat. Ke arah medial permukaan lateral ini berlanjut pada dorsum nasi di tengah. Penyangga hidung terdiri atas tulang dan tulang-tulang rawan hialin. Rangka bagian tulang terdiri atas os nasale, processus frontalis maxillae dan bagian nasal ossis frontalis. Rangka tulang rawannya terdiri atas cartilage septi nasi, cartilage nasi lateralis dan cartilage ala nasi major dan minor, yang bersama-sama dengan tulang di dekatnya saling dihubungkan. Keterbukaan bagian atas hidung dipertahankan oleh os nasale dan processus frontalis maxillae dan di bagian bawah oleh tulang-tulang rawannya. 1Otot yang melapisi hidung merupakan bagian dari otot wajah. Otot hidung tersusun dari M. nasalis dan M. depressor septi nasi. Pendarahan hidung bagian luar disuplai oleh cabang-cabang A. facialis, A. dorsalis nasi cabang, A. ophtalmica, dan A. infraorbitalis cabang A. maxillaries interna. Pembuluh baliknya menuju V. facialis dan V. opthalmica. 1Persarafan otot-otot hidung oleh N. facialis; kulit sisi medial punggung hidung sampai ujung hidung dipersarafi oleh cabang infratrochlearis dan nasalis externus N. ophtalmicus/N. V 1; kulit sisi lateral hidung dipersarafi oleh cabang infraorbitalis N. maxillaries/N. V 2.1Sinus Paranasalis. Terdiri atas sinus frontalis, ethmoidalis, sphenoidalis, dan maxillaries. Fungsi sinus-sinus ini tidak diketahui dengan pasti; sinus meringankan tulang tengkorak dan menambah resonansi suara. Sebagian besar sinus rudimenter atau tidak ada sejak kelahiran. Sinus membesar sejak erupsi gigi permanen dan sesudah pubertas, yang secara nyata mengubah ukuran dan bentuk wajah.1

Gambar 1. Sinus Paranasalis2Pharynx. Pharynx adalah sebuah pipa musculomembranosa, panjang 12-14 cm, membentang dari basis cranial sampai setinggi vertebra cervical 6 atau tepi bawah alatine cricoidea. Paling lebar di bagian superior, berukuran 3,5 cm. di sebelah kaudal dilanjutkan dengan oesophagus (kerongkongan). Pada batas pharynx dengan oesophagus lebarnya menjadi sekitar 1,5 cm; tempat ini merupakan bagian tersempit saluran pencernaan; selain appendix vermiformis.1Di sebelah kranial pharynx dibatasi oleh bagian posterior corpus ossis sphenoidalis dan pars basilaris ossis occipitalis. Di sebelah dorsal dan lateral pharynx terdapat jaringan penyambung. Di sebelah dorsal, jaringan penyambung longgar tersebut memisahkan pharynx dari fascia laaris (lembar depan fascia prevertebralis). Di sebelah ventral, pharynx terbuka ke dalam rongga hidung, mulut dan larynx; dengan demikian dinding anteriornya tidak sempurna.1Pharynx dibagi menjadi tiga bagian, yakni:11) Nasopharynx (epipharynx)2) Oropharynx (mesopharynx)3) Laryngopharynx (hypopharynx)

Nasopharynx. Nasopharynx berada di sebelah dorsal hidung dan sebelah kranial palatum molle. Rongga nasopharynx tidak pernah tertutup, berbeda dari oropharynx dan laryngopharynx. Ke arah ventral nasopharynx berhubungan dengan rongga hidung melalui choanae (aperture nasalis posterior), yang masing-masing terpisah oleh septum nasi. Nasopharynx dan oropharynx berhubungan melalui isthmus pharyngeum yang dibatasi oleh tepi palatum molle dan dinding posterior pharynx. Sewaktu proses menelan dan berbicara, isthmus pharyngeum ini tertutup oleh elevasi palatum molle dan pembentukan lipatan Passavant di dinding dorsal pharynx. Lipatan ini terbentuk oleh kontraksi M. sphincter palatopharyngeal yang berfungsi sebagai sphincter, M. salpingopharyngeus dan M. constrictor pharyngis superior.1Pada masing-masing dinding lateral nasopharynx dijumpai ostium pharyngeal tubae auditivae, yakni di sebelah dorsal dan kaudal ujung posterior concha nasalis inferior. Di sebelah dorsokranial, lubang ini dibatasi oleh elevasi tuba (torus tubarius) yang dibentuk oleh mukosa yang menutupi ujung pharyngeal tulang rawan tuba auditiva. Plica salpingopharingea turun dari torus tubarius, menutupi M. salpingopharyngea. Plica salpingopalatina yang lebih kecil terbentang dari sudut anterosuperior torus tubarius menuju palatum molle. M. levator veli alatine, yang memasuki palatum molle, membentuk elevasi mukosa (torus levatorius) tepat di ventrokaudal muara tuba ini. Di sebelah dorsal torus tubarius mukosa nasopharynx membatasi recessus pharyngeus. Atap dan dinding posterior nasopharynx membentuk lereng postero-inferior yang bersinambungan, berturut-turut dari anterior ke posterior dibentuk oleh bagian posterior corpus ossis sphenoidalis, pars basilaris ossis occipitalis dan arcus anterior tulang atlas. Pada garis tengah batas atap dan dinding posterior ini dijumpai sebuah kantong tertutup, busa pharyngea, yang berisi jaringan limfoid, dikelilingi/berdekatan dengan kumpulan masa jaringan limfoid, yakni tonsilla pharyngea/adenoid. Bursa pharyngea dapat meradang atau menjadi kista. Kadang-kadang di sebelah kranial terdapat bursa pharyngea terdapat pharyngeal hypophysis, yakni sisa kantong Rathke yang berisi hypophysis embrional. 1Oropharynx. Oropharynx terbentang mulai dari palatum molle sampai tepi atas epiglottis atau setinggi corpus vertebra cervical 2 dan 3 bagian atas. Di sebelah ventral berhubungan dengan cavum oris melalui isthmus oropharyngeum (isthmus faucium) dan berhadapan dengan aspek pharyngeal lidah. Dinding lateral oropharynx terdiri atas arcus palatopharyngeus dan tonsilla palatine. Arcus palatopharyngeus terletak di sebelah dorsal arcus palatoglossus, turun dari uvula menuju sisi pharynx, sebagai lipatan mukosa yang menutupi M. palatopharyngeus. Pada tiap sisi, arcus palatopharyngeus dan arcus palatoglossus membentuk sinus tonsillaris yang berbentuk segitiga dan berisi tonsilla palatine yang merupakan masa jaringan limfoid pada kedua dinding lateral oropharynx. 1Laryngopharynx. Laryngopharynx membentang dari tepi cranial epiglotis sampai tepi inferior cartilago cricoidea atau mulai setinggi bagian bawah corpus vertebra cervical 3 sampai bagian atas vertebra cervical 6. Ke arah kaudal laryngopharynx dilanjutkan sebagai oesophagus. Di dinding anteriornya yang tidak sempurna, terdapat pintu masuk ke dalam larynx. 1Larynx. Larynx merupakan saluran udara yang bersifat sphincter dan juga organ pembentuk suara, membentang antara lidah sampai trachea atau pada laki-laki dewasa setinggi vertebra cervical 3-6, tetapi sedikit lebih tinggi pada anak dan perempuan dewasa. Ke arah atas larynx terbuka ke dalam laryngopharynx, dinding posterior larynx dilanjutkan sebagai trachea. 1Tulang rawan larynx terdiri atas cartilago thyreoidea (yang terbesar), cartilago cricoidea, dan cartilago epiglotis yang masing-masing sebuah serta cartilago arytaenoidea, cartilago cuneiforme, dan cartilago corniculatum yang masing-masing sepasang. 1Otot larynx dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yakni: kelompok ekstrinsik dan kelompok intrinsik. Otot-otot ekstrinsik menghubungkan larynx dengan struktur-struktur sekitar; termasuk otot-otot tersebut adalah M. sternothyreoideus (menarik larynx ke bawah), M. thyreohyoideus (menarik larynx ke atas), M. constrictor pharyngis inferior. 1Otot-otot intrinsik mempunyai tempat lekat yang terbatas pada larynx. Fungsi otot-otot intrinsik larynx dapat dibagi dalam 3 kelompok, yakni: 1(1) Otot-otot yang mengubah glotis:a. Membuka glotis:M. cricoarytaenoideus posteriorb. Menutup glotis:M. cricoarytaenoideus lateralis, M. arytaenoideus obliquus, M. arytaenoideus transversus, M. thyreoarytaenoideus, M. cricothyreoideus.(2) Otot-otot yang mengatur ketegangan lig. vocale:a. Menegangkan lig. vocale: M. cricothyreoideus, M. cricoarytaenoideus posteriorb. Mengendurkan lig. vocale: M. thyreoarytaenoideus, M. vocalis, M. cricoarytaenoideus lateralis(3) Otot-otot yang mengubah auditus laryngis:a. Menutup auditus laryngis: M. arytaenoideus obliquus, M. aryepigloticus, M. thyreoarytaenoideusb. Membuka auditus laryngis: M. thyreoepigloticus.

Trachea. Merupakan sebuah pipa udara yang terbentuk dari tulang rawan dan selaput fibro-muskular, panjang sekitar 10-11 cm, sebagai lanjutan dari larynx, membentang mulai setinggi cervical 6 sampai tepi atas vertebra thoracal 5. Ujung kaudal trachea terbagi menjadi bronchus principalis dexter dan sinister. Trachea terletak hampir di bidang sagital, tetapi biasanya bifurkasi trachea sedikit terdesak ke arah kanan oleh arcus aortae. Selama inspirasi dalam, mungkin bifurkasi ini turun sampai setinggi vertebra thoracal 6. Bentuk trachea sedikit kurang silindrik, karena datar di sebelah posterior.1Trachea dan bronchus utama yang letaknya ekstrapulmonal (di luar paru) memiliki rangka cincin tulang rawan hialin yang tidak sempurna, dipersatukan oleh jaringan fibrosa dan otot polos. Cincin trachea berjumlah 16-20 yang membatasi dinding 2/3 bagian anterior.1Thorax. Merupakan bagian superior batang badan, antara leher dan perut. Mempunyai bentuk kerucut yang terpancung horizontal. Di dalam thorax ini terkandung rongga thorax. Rongga thorax memiliki akses masuk ke dalam lewat pintu atas dan pintu bawah thorax.1Pintu atas thorax (aperture thoracis superior) yang sempit, terbuka dan berkesinambungan dengan leher; pintu bawah thorax (aperture thoracis inferior) yang relatif luas, tertutup oleh diaphragma. Rongga thorax yang dibatasi oleh dinding thorax dan diaphragm ini terbagi menjadi 3 kompartemen utama, yakni cavum pleurae (rongga pleura) kanan dan kiri yang masing-masing mengelilingi sebuah paru dan mediastinum.1Salah satu fungsi terpenting thorax adalah pernapasan. Thorax tidak hanya berisi paru-paru, tetapi juga memberikan kepentingan bagi mekanik pernapasan, yakni melalui diafragma, dinding thorax dan iga-iga, sehingga dengan efektif thorax memindahkan udara ke dalam dan keluar paru-paru. Thorax juga melindungi jantung, paru-paru, pembuluh-pembuluh darah besar, sebagian besar hati, gaster, dan lien. Kompartemen mediastinum rongga thorax berfungsi sebagai sebuah saluran struktur-struktur yang melintasi thorax, dari satu daerah tubuh menuju daerah tubuh lainnya, dan saluran struktur yang menghubungkan organ yang berada di dalam rongga thorax menuju tubuh daerah lainnya. 1Diafragma. Merupakan jaringan musculofibrosa yang berbentuk dua belah kubah, di antara rongga thorax dan rongga perut. Terutama cembung, ke arah posterosuperior, yang menghadap rongga thorax dan cekung, ke arah antero-inferior, yang menghadap rongga perut. 1Pleura. Pleura terdiri dari dua lapisan: lapisan viseralis yang melekat pada paru dan lapisan parietalis yang membatasi aspek terdalam dinding dada, diafragma, serta sisi pericardium dan mediastinum. Pada hilus paru kedua lapisan pleura ini berhubungan. Hubungan ini bergantung longgar di atas hilus dan disebut ligamentum pulmonale. Adanya ligamentum ini memungkinkan peregangan vv. pulmonalis dan pergerakan struktur hilus selama respirasi.3Kedua rongga pleura tidak berhubungan. Rongga pleura mengandung sedikit cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas untuk mengurangi friksi antara kedua pleura. Selama inspirasi maksimal paru-paru hampir mengisi seluruh rongga pleura. Pada inspirasi tenang paru-paru tidak mengembang sepenuhnya, melainkan menyisakan ruang sisa kostodiafragmatikus dan kostomediastinal dari rongga pleura.3Pleura parietalis sensitif terhadap nyeri dan raba (melalui n. interkostalis dan n. frenikus). Pleura viseralis hanya sensitif terhadap regangan (melalui serabut aferen otonom dari pleksus pulmonalis).3Paru-paru. Paru-paru memiliki area permukaan alveolar kurang lebih seluas 40 m2 untuk pertukaran udara. Tiap paru memiliki apeks yang mencapai ujung sterna kosta ke-1; permukaan kostovertebral yang melapisi dinding dada; basis yang terletak di atas diafragma dan permukaan mediastinal yang menempel dan membentuk struktur mediastinal di sebelahnya.3Paru kanan terbagi menjadi lobus atas, tengah, dan bawah oleh fisura oblikus dan horizontal. Paru kiri hanya memiliki fisura oblikus sehingga tidak ada lobus tengah. Segmen lingular merupakan sisi kiri yang ekuivalen dengan lobus tengah kanan. Namun, secara anatomis lingula merupakan bagian dari lobus atas kiri. Struktur yang masuk dan keluar dari paru-paru melewati hilus paru yang, seperti telah disebut sebelumnya, diselubungi oleh kantung pleura yang longgar.3Bronki dan jaringan parenkim paru-paru mendapat pasokan darah dari a. bronkialis cabang-cabang dari aorta torakalis desendens. V. bronkialis, yang juga berhubungan dengan v. pulmonalis mengalirkan darah ke v. azigos dan v. hemiazigos. Alveoli mendapat darah deoksigenasi dari cabang-cabang terminal a. pulmonalis dan darah yang teroksigenasi mengalir kembali melalui cabang-cabang v. pulmonalis. Dua v. pulmonalis mengalirkan darah kembali dari tiap paru ke atrium kiri jantung. Drainase limfatik paru-paru: limfe mengalir kembali dari perifer menuju kelompok kelenjar getah bening trakeobronkial hilar dan dari sini menuju trunkus limfatikus mediastinal. Persarafan paru-paru: pleksus pulmonalis terletak di pangkal tiap paru. Pleksus ini terdiri dari serabut simpatis (dari trunkus simpatikus) dan serabut parasimpatis (dari n. vagus). Serabut eferen dari pleksus mempersarafi otot-otot bronkus dan serabut aferen diterima dari membran mukosa bronkioli dan alveoli.3Struktur Mikroskopis Sistem Pernapasan Hidung Hidung terdiri atas kerangka tulang dan tulang rawan yang dibungkus jaringan ikat dan kulit. Ia dibagi dalam rongga hidung (cavum nasale) kiri dan kanan oleh septum hidung (septum nasale). Rongga hidung terbuka di anterior pada nares dan di posterior ke dalam faring. Luas permukaannya diperbesar oleh tiga tonjolan mirip gulungan dari dinding lateral, yang disebut konka superior, media, dan inferior. Kulit yang menutupi hidung dilapisi rambut sangat halus, dengan kelenjar sebasea besar-besar. Bagian dalam hidung dilapisi empat jenis epitel. Epitel berlapis gepeng kulit berlanjut ke dalam melalui nares ke dalam vestibulum. Dimana sejumlah rambut kaku dan besar menonjol ke saluran udara. Mereka ini diduga membantu menahan partikel debu yang besar dalam udara yang dihirup. Beberapa millimeter kedalam vestibulum, epitel berlapis gepeng ini beralih menjadi epitel kolumnar atau koboid tanpa silia. Mereka ini berlanjut menjadi epitel bertingkat kolumnar bersilia, yang menutupi sisa dari rongga hidung, kecuali daerah kecil di dinding dorsal, yang dilapisi epitel olfaktorius sensoris. Epitel hidung terdiri atas sel-sel kolumnar bersilia. Sel goblet, dan sel-sel basofilik kecil pada dasar epitel, yang di anggap sebagai sel-sel induk bagi penggantian jenis sel yang lebih berkembang. Pada manusia, jumlah sel goblet berangsur bertambah dari anterior ke posterior. Selain mucus, epitel juga mensekresi sedikit cairan yang membentuk lapisan di antara bantalan mucus dan permukaan epitel. Silia melecut ke dalam lapis cairan ini, mendorong lapis mucus diatasnya kea rah faring. Di bawah epitel terdapat lamina propria tebal yang mengandung kelenjar submukosa, terdiri atas sel-sel mukosa dan serosa. Di dalam lamina propria juga terdapat sel plasma, sel mast, dan kelompok jaringan limfoid. Di bawah epitel konka inferior terdapat pleksus vena luas yang merupakan tempat terjadinya mimisan. 4Mukosa olfaktoris Pada hidung manusia mukosa olfaktoris menempati daerah kecil. Ia meluas di atas konka superior dan sedikit diluar septum nasi. Gambar ini menampakkan daerah peralihan antara epitel olfaktorius dan epitel resepiratoris. Pada daerah ini jelas terlihat perbedaan histologist di antara kedua epitel yang penting ini. 4Epitel olfaktoris adalah epitel bertingkat silindris tinggi, terdiri atas tiga jenis sel berbeda yaitu sel penyokong, sel basal, dan sel neuroepitel. Garis bentuk masing-masing sel sukar dibedakan pada sajian histology rutin namun letak dan bentuk inti member sedikit petunjuk tentang berbagai jenis sel yang menyusun epitel olfaktoris itu. 4Sel penyokong atau sel sustentakular itu panjang dengan inti lonjongnya yang terletak lebih keapikal atau superficial pada epitel. Permukaan apeksnya yang lebar mengandung mikrovili halus yang menonjol ke dalam lapisan mucus permukaan, bagian basal sel-sel ini lebih langsing. 4Sel olfaktoris adalah neuron bipolar sensoris. Inti bulat atau lonjongnya menempati daerah pada epitel yang terletak diantara inti sel penyokong dan sel basal. Apeks sel olfaktoris itu langsing dan mengarah ke permukaan epitel. Memancar dari apeks ini adalah silia olfaktoris non-motil dan panjang yang terletak parallel terhadap permukaan epitel dalam mucus di atas epitelsilia ini berfungsi sebagai reseptor untuk bau. Terjulur keluar dari basis sel yang langsing terdapat akson yang masuk ke dalam jaringan ikat lamina propria di bawahnya, tempat mereka bergabung dalam berkas-berkas kecil nervus olfactorius tanpa myelin, yaitu filia olfaktoria. Saraf ini akhirnya ke luar dari cavum nasi dan berjalan ke dalam bulbus olfactorius otak. 4Sel basal adalah sel kecil pendek yang terletak di basis epitel dan di antara basis sel-sel penyokong dan sel olfaktoris. 4Sinus paranasalisTerdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus sphenoid, semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung. 4FaringNasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum mole, sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng.4LaringLaring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa. 4Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang berbeda-beda. 4

Gambar 1. epitel epiglotis3TrakeaPermukaan trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Terdapat kelenjar serosa pada lamina propria dan tulang rawan hialin berbentuk C (tapal kuda), yang mana ujung bebasnya berada di bagian posterior trakea. Cairan mukosa yang dihasilkan oleh sel goblet dan sel kelenjar membentuk lapisan yang memungkinkan pergerakan silia untuk mendorong partikel asing. Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi untuk menjaga lumen trakea tetap terbuka. Pada ujung terbuka (ujung bebas) tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda tersebut terdapat ligamentum fibroelastis dan berkas otot polos yang memungkinkan pengaturan lumen dan mencegah distensi berlebihan. 4

Gambar 2. epitel trakea dipotong memanjang5

Gambar 3. epitel trakea5BronkusMukosa bronkus secara struktural mirip dengan mukosa trakea, dengan lamina propria yang mengandung kelenjar serosa , serat elastin, limfosit dan sel otot polos. Tulang rawan pada bronkus lebih tidak teratur dibandingkan pada trakea; pada bagian bronkus yang lebih besar, cincin tulang rawan mengelilingi seluruh lumen, dan sejalan dengan mengecilnya garis tengah bronkus, cincin tulang rawan digantikan oleh pulau-pulau tulang rawan hialin. 4

Gambar 4. epitel bronkus5BronkiolusBronkiolus tidak memiliki tulang rawan dan kelenjar pada mukosanya. Lamina propria mengandung otot polos dan serat elastin. Pada segmen awal hanya terdapat sebaran sel goblet dalam epitel. Pada bronkiolus yang lebih besar, epitelnya adalah epitel bertingkat silindris bersilia, yang makin memendek dan makin sederhana sampai menjadi epitel selapis silindris bersilia atau selapis kuboid pada bronkiolus terminalis yang lebih kecil. Terdapat sel Clara pada epitel bronkiolus terminalis, yaitu sel tidak bersilia yang memiliki granul sekretori dan mensekresikan protein yang bersifat protektif. Terdapat juga badan neuroepitel yang kemungkinan berfungsi sebagai kemoreseptor. 4

Gambar 5. epitel bronkiolus terminalis5Bronkiolus respiratoriusMukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik dengan mukosa bronkiolus terminalis, kecuali dindingnya yang diselingi dengan banyak alveolus. Bagian bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel kuboid bersilia dan sel Clara, tetapi pada tepi muara alveolus, epitel bronkiolus menyatu dengan sel alveolus tipe 1. Semakin ke distal alveolusnya semakin bertambah banyak dan silia semakin jarang/tidak dijumpai. Terdapat otot polos dan jaringan ikat elastis di bawah epitel bronkiolus respiratorius. 4Duktus alveolarisSemakin ke distal dari bronkiolus respiratorius maka semakin banyak terdapat muara alveolus, hingga seluruhnya berupa muara alveolus yang disebut sebagai duktus alveolaris. Terdapat anyaman sel otot polos pada lamina proprianya, yang semakin sedikit pada segmen distal duktus alveolaris dan digantikan oleh serat elastin dan kolagen. Duktus alveolaris bermuara ke atrium yang berhubungan dengan sakus alveolaris. Adanya serat elastin dan retikulin yang mengelilingi muara atrium, sakus alveolaris dan alveoli memungkinkan alveolus mengembang sewaktu inspirasi, berkontraksi secara pasif pada waktu ekspirasi secara normal, mencegah terjadinya pengembangan secara berlebihan dan pengrusakan pada kapiler-kapiler halus dan septa alveolar yang tipis. 4

Gambar 6. bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorik, duktus alveolaris dan alveoli5AlveolusAlveolus merupakan struktur berongga tempat pertukaran gas oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah. Septum interalveolar memisahkan dua alveolus yang berdekatan, septum tersebut terdiri atas 2 lapis epitel gepeng tipis dengan kapiler, fibroblas, serat elastin, retikulin, matriks dan sel jaringan ikat. 4 Terdapat sel alveolus tipe 1 yang melapisi 97% permukaan alveolus, fungsinya untuk membentuk sawar dengan ketebalan yang dapat dilalui gas dengan mudah. Sitoplasmanya mengandung banyak vesikel pinositotik yang berperan dalam penggantian surfaktan (yang dihasilkan oleh sel alveolus tipe 2) dan pembuangan partikel kontaminan kecil. Antara sel alveolus tipe 1 dihubungkan oleh desmosom dan taut kedap yang mencegah perembesan cairan dari jaringan ke ruang udara. 4Sel alveolus tipe 2 tersebar di antara sel alveolus tipe 1, keduanya saling melekat melalui taut kedap dan desmosom. Sel tipe 2 tersebut berada di atas membran basal, berbentuk kuboid dan dapat bermitosis untuk mengganti dirinya sendiri dan sel tipe 1. Sel tipe 2 ini memiliki ciri mengandung badan lamela yang berfungsi menghasilkan surfaktan paru yang menurunkan tegangan alveolus paru. 4Septum interalveolar mengandung pori-pori yang menghubungkan alveoli yang bersebelahan, fungsinya untuk menyeimbangkan tekanan udara dalam alveoli dan memudahkan sirkulasi kolateral udara bila sebuah bronkiolus tersumbat. 4AlveolusSawar darah udara dibentuk dari lapisan permukaan dan sitoplasma sel alveolus, lamina basalis, dan sitoplasma sel endothel. 4

Gambar 7. Sawar udara-kapiler5PleuraPleura merupakan lapisan yang memisahkan antara paru dan dinding toraks. Pleura terdiri atas dua lapisan: pars parietal dan pars viseral. Kedua lapisan terdiri dari sel-sel mesotel yang berada di atas serat kolagen dan elastin. 4Fungsi sistem pernapasanFungsi system pernapasan adalah untuk mengambil oksigen (O2) dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan untuk mentranspor karbon dioksida ( CO2) yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer. Organ-organ respiratorik juga berfungsi dalam produksi wicara, dan berperan dalam keseimbangan asam basa, pertahanan tubuh, melawan benda asing, dan pengaturan hormonal tekanan darah. 6Mekanisme PernapasanVentilasi, atau bernapas, adalah proses pergerakan udara masuk-keluar paru secara berkala sehingga udara alveolus yang lama dan telah ikut serta dalam pertukaran O2 dan CO2 dengan darah kapiler paru diganti oleh udara atmosfer segar. Ventilasi secara mekanis dilaksanakan dengan mengubah-ubah secara berselang-seling arah gradien tekanan untuk aliran udara antara atmosfer dan alveolus melalui ekspansi dan penciutan berkala paru. Kontraksi dan relaksasi otot-otot inspirasi (terutama diafragma) yang berganti-ganti secara tidak langsung menimbulkan inflasi dan deflasi periodik paru dengan secara berkala mengembang-kempiskan rongga toraks, dengan paru secara pasif mengikuti gerakannya. 7

Karena kontraksi otot inspirasi memerlukan energi, inspirasi adalah proses aktif, tetapi ekspirasi adalah proses pasif pada pernapasan tenang karena ekspirasi terjadi melalui penciutan elastik paru sewaktu otot-otot inspirasi melemas tanpa memerlukan energi. Untuk ekspirasi aktif yang lebih kuat, kontraksi otot-otot ekspirasi (terutama otot abdomen) semakin memperkecil ukuran rongga toraks dan paru, yang semakin meningkatkan gradien tekanan intra-alveolus terhadap atmosfer. Semakin besar gradien antar alveolus dan atmosfer (dalam kedua arah), semakin besar laju aliran udara, karena udara terus mengalir sampai tekanan intra-alveolus seimbang dengan tekanan atmosfer. 7Selain secara langsung proporsional dengan gradien tekanan, laju aliran udara juga berbanding terbalik dengan resistensi saluran pernapasan. Karena resistensi saluran pernapasan, yang bergantung pada kaliber saluran pernapasan, dalam keadaan normal sangat endah, laju aliran udara biasanya bergantung pada gradien tekanan yang tercipta antara alveolus dan atmosfer. Apabila resistensi saluran pernapasan meningkat secara patologis akibat penyakit paru obstruktif menahun, gradien tekanan harus juga meningkat melalui peningkatan aktivitas otot pernapasan agar laju aliran udara konstan. 7Paru dapat direngangkan ke berbagai ukuran selama inspirasi dan kemudian kembali menciut ke ukuran prainspirasinya selama ekspirasi karena sifat elastik paru. Compliance paru mengacu pada distensibilitas paru seberapa jauh mereka teregang sebagai respons terhadap perubahan gradien tekanan transmural, gaya yang meregangkan dinding paru, tertentu. Recoil elastik mengacu pada fenomena paru kembali ke posisi istirahatnya selama ekspirasi. Sifat elastik paru bergantung pada jaringan ikat elastik di dalam paru dan pada interaksitegangan permukaan alveolus/ surfaktan paru. Tegangan permukaan alveolus, yang disebabkan oleh gaya tarik-menarik antar molekul-molekul air permukaan dalam film cair yang melapisi setiap alveolus, cendrung menahan perengangan alveolus pada saat inflasi (menurunkan compliance) dan cenderung mengembalikan alveolus ke luas permukaan yang lebih kecil selama deflasi (meningkatkan rebound paru). Jika alveolus hanya dilapisi oleh air, tegangan permukaan akan sedemikian besar, sehingga paru tidak memiliki compliance dan cendrung kolaps. Sel-sel alveolus tipe II mengeluarkan surfaktan paru, suatu fosfolipoprotein yang berada diantara molekul-molekul air dan menurunkan tegangan permukaan, sehingga compliance paru meningkat dan mencegah kecendrungan alveolus untuk kolaps. 7Paru dapat diisi sampai lebih dari 5,5 liter dengan usaha inspirasi maksimum atau dikosongkan sampai sekitar 1 liter dengan ekspirasi maksimum. Namun dalam keadaan normal paru bekerja pada separuh kapasitas. Volume paru biasanya bervariasi dari sekitar 2- 2,5 liter karena udara tidal volume rata-rata sebesar 500ml keluar masuk paru setiap kali bernapas. 7Jumlah udara yang masuk dan keluar dalam satu menit, ventilasi paru, setara dengan tidal volume x kecepatan bernapas. Namun, tidak semua udara yang masuk dan keluar tersedia untuk ditukar O2 dan CO2nya dengan darah karena sebagian udara menempati saluran pernapasan, yang dikenal dengan ruang mati anatomik. Ventilasi alveolus, volume udara yang ditukarkan antara atmosfer dan alveolus dalam satu menit, adalah ukuran udara yang benar-benar tersedia untuk pertukaran gas dengan darah. Ventilasi alveolus sama dengan (tidal volume dikurangi volume ruang mati) x kecepatan bernapas. 7

Pertukaran Gas Oksigen dan CO2 bergerak melintasi membran tubuh melalui proses difusi pasif mengikuti gradien tekanan parsial. Difusi netto O2 mula-mula terjadi antara alveolus dan darah, kemudian antara darah dan jaringan akibat gradien tekanan parsial O2 yang tercipta oleh pemakaian terus menerus O2 oleh sel dan pemasukan terus menerus O2 segar melalui ventilasi. Difusi netto CO2 terjadi dalam arah yang berlawanan, pertama-tama antara jaringan dan darah, kemudian antara darah dan alveolus, akibat gradien tekanan parsial Co2 yang tercipta oleh produksi terus menerus CO2 oleh sel dan pengeluaran terus menerus CO2 alveolus oleh proses ventilasi. 7

Transportasi GasKarena O2 dan CO2 tidak terlalu larut dalam darah, keduanya terutama harus diangkut dengan mekanisme selain hanya larut secara fisik. Hanya 1,5% O2 yang larut secara fisik dalam darah, dengan 98,5% secara kimiawi berikatan dengan hemoglobin (Hb). Faktor utama yang menentukan seberapa banyak O2 berikatan dengan Hb (%saturasi Hb) adalah PO2 darah. Hubungan antara PO2 darah dan % saturasi Hb adalah sedemikian rupa, sehingga pada rentang PO2 yang dijumpai pada kapiler paru, Hb tetap hampir mengalami saturasi penuh, walaupun PO2 darah turun sampai hanya 40%; hal ini memberikan batas keamanan dengan menjamin penyaluran O2 dengan kadar hampir normal ke sel-sel walaupun terjadi penurunan bermakna PO2 arteri. Di pihak lain, dalam rentang PO2 yang terdapat di kapiler sistemik, terjadi peningkatan mencolok pelepasan O2 oleh Hb sebagai respons terhadap penurunan ringan PO2 darah yang berkaitan dengan peningkatan metabolisme sel; dengan demikian, lebih banyak O2 yang disediakan untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan jaringan. 7Karbondioksida yang diserap di kapiler sistematik diangkut dalam darah dengan tiga cara:1. 10% larut secara fisik2. 30% terikat ke Hb3. 60% dalam bentuk bikarbonat (HCO3).Enzim karbonat anhidrase eritrosit mengkatalisasi perubahan CO2 menjadi HCO3 sesuai dengan reaksi. Ion H+ yang dihasilkan berikatan dengan Hb. Rekasi-reaksi ini semuanya berbalik arah di paru ketika CO2 dieliminasi ke alveolus.7

Tes Fungsi Paru Tes fungsi paru-paru dengan spirometer akan menghasilkan gambaran fungsi paru-paru sebagai berikut:1. Volume alun napas (Tidal Volume TV) Volume alun napas yaitu udara yang masuk dan keluar paru-paru pada pernapasan biasa dalam keadaan istirahat (N500 ml). 82. Volume cadangan inspirasi (Inspiration Reserve Volume IRV) Volume cadangan inspirasi yaitu volume udara yang masih dapat masuk ke dalam paru-paru pada inspirasi maksimal setelah inspirasi secara biasa. Volume cadangan inspirasi pada laki-laki dan perempuan berbeda. Pada laki-laki (L) sebesar 3300 ml, sedangkan pada perempuan (P) sebesar 1900 ml. 83. Volume cadangan ekspirasi (Ekspiration Reserve Volume ERV) Volume cadangan ekspirasi yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara aktif dalam paru-paru melalui kontraksi otot-otot respirasi setelah respirasi biasa (L=1000ml, P=700 ml).84. Volume residu (Residual Volume- RV) Volume residu yaitu udara yang masih tersisa dalam paru-paru setelah ekspirasi maksimal (L=1200 ml, P=1100 ml). jika TV, IRV,ERV, dan RV dijumlahkan maka akan diperoleh volume maksimum yang merupakan kapasitas maksimal paru-paru saat berkembang. Jika besar dua jenis volume atau lebih dijumlahkan dalam satu kesatuan, maka dinamakan kapasitas pulmonal. Selain itu, terdapat pula yang dinamakan volume kolaps dan volume minimal. Volume kolaps adalah volume paru-paru jika mengalami kolaps. Volume minimal adalah volume ketika paru-paru skolaps dan tidak bisa dikeluarkan lagi dengan cara apapun.8 5. Kapasitas inspirasi (Inspiration Capacity-IC) Kapasitas inspirasi yaitu jumlah udara yang dapat dimasukan ke dalam paru-paru setelah akhir ekspirasi secara biasa (IC=IRV+TV). Kapasitas tersebut menunjukan banyaknya uadra yang dapat dihirup setelah taraf ekspirasi secara biasa hingga pengembangan paru-paru secara maksimal.86. Kapasitas Residu Fungsional (Functional Residual Capacity FRC) Kapasitas residu fungsional yaitu jumlah udara dalam paru-paru pada akhir respirasi secara biasa (FRC=ERV+RV). Kapasitas tersebut bermakna untuk mempertahankan kadar O2 dan CO2 yang relatif stabil di alveoli selama proses inspirasi dan ekspirasi).8 7. Kapasitas vital (Vital Capacity-VC) Kapasitas vital yaitu volume udara maksimal yang dapat masuk dan keluar paru-paru selamasatu siklus pernapasan yaitu setelah inspirasi maksimal dan ekspirasi maksimal (VC=IRV+TV+ERV). Kapasitas tersebut bermakna untuk menggambarkan kemampuan pengembangan paru-paru dan dada. 8 8. Kapasitas Paru-paru Total (Total Lung Capacity-TLC) Kapasitas paru-paru total yaitu jumlah udara maksimal yang masih dapat berada paru-paru (TLC=VC+RV), nilai TLC normal pada laki-laki adalah 6000 ml, sedangkan pada perempuan 4200 ml.8 9. Ruang Rugi (Anatomical Dead Space) Ruang rugi yaitu area di sepanjang saluran napas yang tidak terlibat proses pertukaran gas (150 ml). tidal volume pada pria sejumlah 500 l, maka yang mengalami pertukaran gas hanya 350 ml karena 150 ml berada dalam ruang rugi.8 10. Frekuensi napas (f) Frekuensi napas yaitu jumlah pernapasan yang dilakukan per menit. Kecepatan pernapasan dalam keadaan istirahat sekitar 15 kali per menit. Masing-masing volume dan kapasitas paru-paru memiliki makna yang berbeda untuk menggambarkan kondisi paru-paru seseorang. Besar volume dan kapasitas paru-paru berubah bila posisi tubuh berganti. Secara umum, volume dan kapasitas paru-paru akan menurun bila seseorang berbaring dan meningkat saat berdiri. Penurunan tersebut dikarenakan isi perut menekan ke diafragma, sedangkan volume darah paru-paru justru meningkat. Oleh karena itu, ruangan yang dapat diisi oleh udara dalam paru-paru menjadi berkurang.8 11. Analisis Gas Darah (Analysis Blood Gases-ABGs) sampel darah yang akan dinalisis dengan menggunakan tes ini merupakan darah arteri yang biasa digunakan yaitu arteri radialis karena mudah diambil. 8

Ringkasan Sistem pernapasan sangat berperan penting dalam kelangsungan hidup manusia. Sistem pernapasan mempunyai organ atau alat-alat yang saling berkaitan sehingga semua peran organ tersebut sangat berpengaruh bagi kerja pernapasan. Sistem pernafasan terdiri daripada hidung , trakea , paru-paru , tulang rusuk , ototinterkosta, bronkus bronkiolus,alveolus dan diafragma. Dalam mekanismenya, Udara disedot ke dalam paru-paru melalui hidung dan trakea,dinding trakea disokong oleh gelang rawan supaya menjadi kuat dan sentiasa terbukatrakea bercabang kepada bronkus kanan dan bronkus kiri yang disambungkan kepadaparu-paru .kedua-dua bronkus bercabang lagi kepada bronkiol dan alveolus pada ujungbronkiol .Alveolus mempunyai penyesuaian berikut untuk memudahkan pertukaran gas.Ada 3 langkah dalam proses oksigenasi yaitu ventilasi, difusi dan perfusi paru, dimana proses tersebut dapat terjadi pada saat inspirasi dan ekspirasi. Fungsi pernapasan yang benar menimbulkan keseimbangan asam basa tubuh dalam keadaan normal.

Ventilasi, atau bernapas, adalah proses pergerakan udara masuk keluar paru secara berkala sehingga udara alveolus yang lama dan telah ikut serta dalam pertukaran O2 dan CO2 dengan darah kapiler paru diganti oleh udara atmosfer segar. Ventilasi secara mekanis dilaksanakan dengan mengubah-ubah secara berselang-seling arah gradien tekanan untuk aliran udara antara atmosfer dan alveolus melalui ekspansi dan penciutan berkala paru. Kontraksi dan relaksasi otot-otot inspirasi (terutama diafragma) yang berganti-ganti secara tidak langsung menimbulkan inflasi dan deflasi periodik paru dengan secara berkala mengembangkempiskan rongga toraks, dengan paru secara pasif mengikuti gerakannya.Oksigen dan CO2 bergerak melintasi membran tubuh melalui proses difusi pasif mengikuti gradien tekanan parsial. Difusi netto O2 mula-mula terjadi antara alveolus dan darah, kemudian antara darah dan jaringan akibat gradien tekanan parsial O2 yang tercipta oleh pemakaian terus menerus O2 oleh sel dan pemasukan terus menerus O2 segar melalui ventilasi. Difusi netto CO2 terjadi dalam arah yang berlawanan, pertama-tama antara jaringan dan darah, kemudian antara darah dan alveolus, akibat gradien tekanan parsial CO2 yang tercipta oleh produksi terus menerus oleh sel dan pengeluaran terus menerus CO2 alveolus oleh proses ventilasi.Karena O2 dan CO2 tidak terlalu larut dalam darah, keduanya terutama harus diangkut dengan mekanisme selain hanya larut secara fisik. Hanya 1,5% O2 yang larut secara fisik dalam darah, dengan 98,5% secara kimiawi berikatan dengan Hb. Faktor utama yang menentukan seberapa banyak O2 berikatan dengan Hb (% saturasi Hb) adalah PO2 darah.Karbon dioksida yang diserap di kapiler sistemik diangkut dalam darah dengan tiga cara: (1) 10% larut secara fisik; (2) 30% terikat ke Hb; dan (3) 60% dalam bentuk bikarbonat (HCO3-).KesimpulanDapat diambil kesimpulan bahwa jika terjadi gangguan pada sistem pernapasan dapat mengakibatkan gangguan ventilasi, difusi, dan perfusi pada proses oksigenasi yang dapat menimbulkan berbagai macam gangguan seperti hipoksia dan hiperkapnea yang ditandai dengan sianosis dan sesak napas. Gangguan sistem pernapasan ini dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan fungsi paru menggunakan alat spirometer.

Daftar Pustaka1. Gunadi S. Sistem pernapasan. Edisi ke-1. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.p. 2-69.2. Gambar diunduh dari:http://www.google.co.id/imglanding?q=sinus+paranasalis&um=1&hl=id&sa=N&biw=1280&bih=923&tbm=isch&tbnid=phMM__spS-EbJM:&imgrefurl=http://rhaudhahbinafsha.blogspot.com/2010/11/anatomy-of-sinus.html&imgurl=http://www.drpaulose.com/wp-content/uploads/anatomy-of-nasal-passage.jpg&w=522&h=433&ei=6SvVTYC3GY6uuQPMweHlCw&zoom=13. Faiz O, Moffat D. Toraks. Dalam: Safitri A, penyunting. Anatomy at a glance. Edisi ke-10. Jakarta: Erlangga; 2008.p.11-3.4. Junqueira LC, Carneiro J. Histologi Dasar Teks & Atlas. 10th ed. Jakarta: EGC; 2007. p. 335-54.5. Kuehnel. Color Atlas of Cytology, Histology, and Microscopic Anatomy. 4th ed Stuttgart: Thieme; 2003. p. 340-51.6. Somantri I. asuhan keperawatan pada pasien dengan gengguan system pernapasan. Jakarta: Salemba Medika;2007.h. 18-20.7. Sherwood.L, Fisiologi manusia, Ed.2,Thn.2001,Hal.410-58.8. Slonane E.Anatomi dan fisiologi untuk pemula.2003.Jakarta: EGC.p.267-8,277.

22