respon metabolik thdp stres

Upload: savitri-maharani-budiman

Post on 02-Jun-2018

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/11/2019 Respon Metabolik Thdp Stres

    1/7

    191Volume 2 Nomor 4 Oktober 2012

    TINJAUAN PUSTAKA

    Respons Metabolik Terhadap Stres

    Samsirun Halim

    PENDAHULUAN

    Pada keadaan normal bila tubuh menghadapi stres

    berat, trauma atau sepsis akan timbul mekanisme

    pertahanan melalui tiga mekanisme yaitu respons

    kardiovaskular, respons imunologi, dan respons

    metabolik. Ketiga mekanisme ini bekerja secara

    simultan untuk menjaga homeostasis tubuh sehingga

    bila stres ini dapat dilewati maka pasien akan dapat

    bertahan hidup.1

    Pada pasien sakit kritis yang ditandai dengan

    fungsi organ yang labil atau organ mudah mengalami

    perubahan yang akan mempengaruhi fungsi organ

    lain sehingga timbul sindrom gangguan organ

    multipel yang bisa menjadi gagal organ multipel

    dengan mortalitas yang sangat tinggi. Pada pasien

    ini respons terhadap obat ataupun peralatan sulit

    diduga dan berbeda untuk tiap individu serta

    tergantung respons pasien dan perjalanan penyakit.

    Oleh karena itu prinsip penanganan pasien sakit

    kritis di unit perawatan intensif dikenal istilah terapi

    berdasarkan respons dan titrasi. Tinjauan pustaka

    ini akan membahas manifestasi klinis stres, responsimunologik, neurohumoral, dan metabolik.

    MANIFESTASI KLINIS STRES2

    Manifestasi klinis respons tubuh terhadap stres

    melalui tiga fase. Fase ow yang dikenal dengan

    nama fase ebb dan fase ow yang dibagi menjadi

    2 fase, respons akut dan respons adaptif. Fase ebb

    terjadi segera setelah terjadi stress baik itu trauma,

    infeksi atau sepsis yang berlangsung (248) jam yang

    ditandai dengan periode syok berupa hipovolemia

    dan penurunan oksigen jaringan, penurunan volume

    darah yang menyebabkan penurunan curah jantung

    dan produksi urin, bila pasien dapat melewati fase ini

    maka akan memasuki awal faseowyang ditandai

    dengan respons metabolik berupa hipermetabolisme,

    katabolisme dan perubahan respons imun sertahormonal. Bila pasien dapat melewati fase ini,

    selanjutnya memasuki fase ow berupa fase

    anabolik yang ditandai dengan pemulihan respons

    terhadap stres dan timbul proses anabolik serta laju

    metabolisme kembali normal.(Gambar 1)

    RESPONS IMUNOLOGIK

    Banyak kemajuan dalam pengetahuan mengenai

    peran imunologi dalam menghadapi stres. Banyak

    mediator atau sitokin yang dilepas sebagai respons

    badan terhadap stres tapi yang akan dibahas adalah

    sitokin yang berperan besar dalam menghadapi stres

    dan berinteraksi dengan sistem neuroendokrin4.

    Intensive Care Unit RSD Raden Mattaher

    Jl. Jend. Suprapto No. 61, Jambi 36113

    Korespondensi: [email protected]

    Gambar 1. Skema respons klinis terhadap injury.( dikutip dari

    Neims MN, et al2 )

  • 8/11/2019 Respon Metabolik Thdp Stres

    2/7

    192 Majalah Kedokteran Terapi Intensif

    Respons Metabolik terhadap Stres

    Tabel 1. Respons fase terhadap stres3

    FaseFlow

    Respons faseEbb Respons akut Respons adaptasi

    Syok hipovolemik Katabolisme dominan Anabolisme dominan

    perfusi jaringan hGlukokortikoid Respon hormonal turun perlahan

    iLaju metabolisme hGlukagon iLaju hipermetabolik turun berhubungan

    iKonsumsi O2 hKatekolamin dengan penyembuhan restorasi protein

    iTekanan darah Lepas sitokiniSuhu badan Produksi protein fase akut

    Penyembuhan luka tergantung nutrisi

    hEkskresi nitrogen

    hLaju metabolisme

    hKonsumsi O2

    Gangguan penggunaan energi

    Gambar 2. Beberapa efek dari IL -1.( dikutip dari Weissmann C4 )

    Interleukin-1 (IL-1)4,5

    Sitokin ini dilepaskan oleh monosit atau makrofag

    yang teraktivasi oleh berbagai antigen stimuli. Sitokin

    ini juga disebut sebagai pirogen endogen atau faktor

    endogen lekosit yang berperan besar dalam ina-masi jaringan. Sitokin ini merangsang sel hati untuk

    mensintesis dan melepaskan protein fase akut ( sep-

    erti makroglobulin, komplemen, immunoglobulin, C

    reaktif protein), membuat endotel mudah menang-

    kap monosit, merangsang pertumbuhan broblas,

    menyebabkan demam dan terlibat dalam pemecahan

    otot. Interleukin-1 juga mengaktifkan granulocyte

    macrophage colony stimulating (G-CSF) dan IL-6

    di sel endotel, T cell helper, broblas dan sumsum

    tulang untuk menghasilkan lekosit. (Gambar 2)

    Tumor Necrosis Factor(TNF)4

    Protein ini disekresi sebagai respons makrofag

    terhadap paparan endotoksin dan Candida albicans.

    Pemberian TNF pada binatang menyebabkan

    timbulnya manifestasi syok septik seperti hipotensi,

    asidosis metabolik, hemokonsentrasi, hiperglikemia,

    hiperkalemia, lesi hemoragik pada saluran cerna dan

    nekrosis tubular akut. Penelitian menunjukkan adakorelasi antara kadar TNF dan derajat syok serta

    mortalitas pada pasien dengan meninggosemia.

    Tumor necrosis factormenyebabkan demam melalui

    aksi langsung pada hipotalamus dan sekresi IL-1.

    Interleukin 6 (IL-6)4,5

    Sitokin ini kadarnya rendah di dalam darah dan

    berhubungan dengan beratnya trauma jaringan,

    makin berat trauma jaringan semakin banyak sitokin

    ini beredar. Sitokin ini bertanggung jawab terhadap

    produksi protein fase akut.

  • 8/11/2019 Respon Metabolik Thdp Stres

    3/7

    193Volume 2 Nomor 4 Oktober 2012

    Samsirun Halim

    ada hubungan antara opiod endogen dengan HPA

    aksis. Selain itu ACTH juga merangsang kelenjar

    adrenal mengeluarkan katekolamin dan enkefalin.

    Peran prolaktin dalam stres tidaklah begitu jelas.

    Sekresinya diduga melalui rangsangan VIP. Hormon

    lain seperti thyroid stimulating hormon(TSH), follicle

    stimulating hormon(FSH) dan luteinizing hormone(LH) tidaklah terpengaruh akan tetapi LH dan FSH

    biasanya menurun pada hari pertama operasi.

    Katekolamin4,6

    Kadar katekolamin baik itu norepinefrin, epinefrin

    maupun dopamin meningkat pada berbagai keadaan

    stres antara lain kecemasan, hipotensi, hipotermia,

    hiperkarbia dan trauma. Katekolamin yang beredar

    bisa berupa kadar bebas atau terikat dalam bentuk

    konjugasi sulfat yang mencapai 60-90% dari total

    katekolamin. Pada sakit kritis proporsi antara kadar

    bebas terhadap kadar total tetap.

    Epinefrin dilepas ke dalam sirkulasi dari kelenjar

    adrenal akibat rangsangan saraf simpatis sedangkan

    norepinefrin masuk ke dalam plasma setelah lepas

    dari ujung saraf simpatis. Sistem saraf simpatis diatur

    oleh hipotalamus yang juga mengatur aksis HPA

    sehingga terjadi juga pelepasan CRF yang mengatur

    pelepasan hormon. Kenaikan kadar epinefrin dan

    norepinefrin tidaklah selalu sebanding. Pada trauma

    berat kadar epinefrin plasma meningkat hanyasampai 48 jam pertama sedangkan norepinefrin

    bertahan sampai 810 hari. Tergantung juga pada

    lokasi pembedahan, pada operasi abdomen dan

    jantung kedua katekolamin meningkat sebanding

    tetapi operasi pelvis yang meningkat hanya epinefrin.

    Kadar plasma epinefrin mencerminkan intensitas

    Gambar 3. Aksis HPA bisa dirangsang melalui impuls saraf atau secara humoral melalui pelepasan mediator makrofag dan limfosit.( dikutip

    dari Weissmann C 4 )

    RESPONS NEUROHUMORAL4,6

    Aksis hipotalamushifosisadrenal (HPA)

    ikut berperan dalam mekanisme timbulnya respons

    metabolik.(Gambar 3) Mekanisme yang memulai,

    mengatur dan mempertahankan respons ini belum

    sepenuhnya dipahami. Sudah sejak lama diketahui

    bahwa pasien yang mengalami trauma akanditemukan hormon kontra insulin seperti kortisol,

    glukagon dan katekolamin yang meningkat. Kadar

    insulin juga meningkat tapi tidak mampu mengatasi

    hiperglikemia yang terjadi, selain hormon kontra

    insulin yang ada hormon pertumbuhan, aldosteron dan

    vasopresin juga meningkat. Mekanisme peningkatan

    hormon ini diduga sebagian melalui impuls saraf.

    Impuls dari saraf aferen akan merangsang sekresi

    corticotropin releasing factor(CRF) dan vasoactive

    intestinal peptide (VIP) yang akan merangsang

    hiposis mengeluarkan prolaktin, vasopressin,

    hormon pertumbuhan dan propoiomelanocortin yang

    akan diubah menjadi adrenocorticotropic hormone

    (ACTH).

    Kadar vasopresin akan meningkat pada

    berbagai kondisi stres seperti tindakan pembedahan,

    pneumonia, infark miokard dengan atau tanpa gagal

    jantung dan terapi elektrokonversi. Setelah tindakan

    pembedahan vasopresin akan meningkat dan

    menetap sampai beberapa hari kemudian, lama dan

    kadar dalam darah sesuai dengan beratnya tindakanpembedahan.

    Corticotropin releasing factor bekerja

    sinergistik dengan vasopresin merangsang

    sekresi propiomelanocortin kelenjar hiposis.

    Propiomelanocortin kemudian dimetabolisme

    menjadi ACTH dan b-endorphin, yang menandakan

  • 8/11/2019 Respon Metabolik Thdp Stres

    4/7

    194 Majalah Kedokteran Terapi Intensif

    rangsangan pada korteks adrenal sedangkan kadar

    plasma norepinefrin mencerminkan aktivitas

    rangsangan simpatis.

    Pada dosis siologis epinefrin menyebabkan

    glikogenolisis, meningkatnya glukoneogenesis di

    hati, penghambatan pelepasan insulin, resistensi

    insulin di perifer, dan lipolisis. Epinefrin merupakanstimulator glukoneogenesis yang poten.

    Glukokortikoid dan Steroid Lainnya4,6

    Beberapa peran kortisol antara lain merangsang

    glukoneogenesis, meningkatkan proteolisis dan

    sintesis alanin, meningkatkan sensitivitas jaringan

    lemak terhadap rangsangan hormon lipolitik (GH

    dan katekolamin) dan anti-inamasi. Selain itu juga

    menyebabkan resistensi insulin dengan menurunkan

    laju uptake glucose di jaringan melalui aktivitas

    penghambatan reseptor post-insulin. Sekresi ACTH

    meningkatkan kortisol dalam darah yang berdampak

    umpan balik negatif terhadap sekresi ACTH.

    Pada keadaan stres sekresi kortisol meningkat,

    pada pasien dengan pemberian etomidate yang

    menghambat sekresi adrenal menunjukkan angka

    kematian yang tinggi demikian pula pada hewan

    coba yang dibuang kelenjar adrenalnya atau pada

    pasien dengan penyakit Addison menunjukkan angka

    mortalitas yang tinggi. Hal ini menunjukkan kortisol

    merupakan hormon vital karena mampu mensuplaipenggunaan glukosa dari otot ke otak, memudahkan

    aktivitas katekolamin dan mencegah reaksi imun

    yang berlebihan saat terjadi trauma. Konsentrasi

    kortisol berbanding lurus dengan lama dan beratnya

    operasi.

    Hormon androgen juga terpengaruh saat

    terjadinya trauma. Penelitian menunjukkan hormon

    ini menurun saat pembedahan dan serangan jantung.

    Pada penelitian menunjukkan hormon androgen dan

    estradiol menurun pada pasien sakit kritis.

    Glukagon dan Insulin4,6

    Glukagon dihasilkan oleh sel alfa pankreas dan

    insulin dihasilkan oleh sel beta pankreas kemudian

    masuk ke vena portal sehingga sel hati sangat terpapar

    oleh kedua hormon ini dengan konsentrasi tinggi.

    Glukagon meningkatkan siklik AMP sel hati

    dan meningkatkan glukoneogenesis, pada keadaan

    kelaparan dan ketoasidosis diabetik glukagon

    juga meningkatkan glikogenolisis, lipolisis dan

    pembentukan benda keton. Pelepasan glukagon

    dirangsang oleh hipoglikemia, asupan protein,pemberian infus asam amino, endorn, olahraga,

    GH, epinefrin dan glukokortikoid. Sedangkan

    Respons Metabolik terhadap Stres

    penghambatan sekresi glukagon melalui intakedan

    infus glukosa, somatostatin dan insulin.

    Insulin mempunyai efek sebaliknya dari glukagon

    yaitu menurunkan siklik AMP dan mencegah

    glukoneogenesis. Insulin mempunyai efek anabolik,

    meningkatkan transpor glukosa melalui membran

    ke sel otot dan sel lemak, merangsang pembentukanglikogen, menghambat liposisis di jaringan lemak,

    menghambat ketogenesis di hati, meningkatkan laju

    transport asam amino dan sintesis protein di otot,

    hati dan jaringan lemak.

    Rasio glukagon dengan insulin inilah yang

    menentukan laju glukoneogenis. Pada keadaan

    kelaparan rasio ini meningkat (glukagon>insulin)

    dan glukoneogenesis meningkat dan sebaliknya pada

    keadaan maka rasio ini terbalik.

    Pada kebanyakan tindakan pembedahan,

    glukagon pasien meningkat 1848 jam setelah

    pembedahan walaupun kadar puncaknya lebih

    lambat dibanding kortisol, rasio glukagon : insulin

    juga meningkat. Kadar insulin menurun karena

    meningkatnya katekolamin dan hilangnya lewat

    urin, keadaan dengan meningkatnya hormon kontra

    insulin dan rendahnya kadar insulin merangsang

    glukoneogenesis. Pada keadaan sepsis kondisi ini

    tidak terjadi sehingga timbul hipoglikemia. Pasca-

    operasi biasanya insulin meningkat baik akibat

    peningkatan kadar glukosa maupun rangsangan

    epinefrin walaupun kadarnya tetap lebih rendah

    dibandingkan kadar glikemia saat itu.

    GrowthHormon4,6

    Growth Hormon disekresi di kelenjar hiposis

    anterior. Hormon ini mempunyai kerja yang unik,

    23 jam pertama setelah sekresi bekerja seperti

    insulin tapi setelah 3 jam bekerja seperti kontra

    insulin dan efek anabolik. Hormon ini menyebabkan

    intoleransi glukosa, resistensi insulin melalui efek

    post reseptor, menurunkan uptakeglukosa di hati ataumeningkatkan absorbsi di usus. Pada keadaan trauma,

    luka bakar atau pembedahan kadar GH meningkat.

    Interaksi antara Sistem Endokrin dan Imunolo-

    gi4

    Sudah lama diketahui bahwa kortikosteroid

    dalam dosis farmakologik akan menekan imunitas

    seluler. Glukokortikoid menyebabkan lepasnya

    netrol dari sumsum tulang, menurunkan sirkulasi

    monosit dan makrofag dan penghancuran sel T

    di sumsum tulang, membuat lisis sel T imatur,menghambat produksi g-interferon, IL-1 dan IL-2,

    memblokir fosfolipase A2 yang bertanggung jawab

  • 8/11/2019 Respon Metabolik Thdp Stres

    5/7

    195Volume 2 Nomor 4 Oktober 2012

    Samsirun Halim

    untuk produksi prostaglandin dan leukotrien dan

    menghambat aksi sejumlah protease yang terlibat

    dalam proses inamasi. Di lekosit sendiri ditemukan

    reseptor glukokortikoid. Juga ditemukan sel lekosit

    perifer akan melepas ACTH ketika terinfeksi virus

    atau terpapar endotoksin.

    Sejumlah penelitian menunjukkan kemampuanIL-1 untuk merangsang pelepasan ACTH dan CRP.

    Penyebab IL-1 melepaskanACTH masih kontroversial

    yaitu melalui sel hifosis atau melalui pelepasan

    CRF dari hipotalamus. Ditemukan pula pelepasan

    substansi seperti ACTH dan endorn dari sel lekosit

    perifer setelah terpapar IL-1 dan g-interferon. Selain

    itu IL-1 juga mampu merangsang pengeluaran

    insulin dan glukagon sehingga tampaknya IL-1 yang

    paling berperan mengaktifkan respons endoktrin

    terhadap stres. Penelitian menunjukkan g-interferon

    meningkatkan serum kortisol setelah diberi infusinterferon selama 20 menit pada pasien kanker yang

    menetap sampai 24 jam.

    RESPONS METABOLIK TERHADAP STRES

    METABOLISME ENERGI4,6

    Ada perbedaan antara body energy expenditure

    (BEE) pada orang sehat dengan yang mengalami

    trauma. Pada keadaan sehat, pria dewasa 70 kg total

    energi yang dibutuhkan adalah 1800 kkal/hari. Laju

    metabolisme basal 85% untuk kebutuhan enzimdan pompa ion sedangkan 15% untuk kerja jantung

    dan paru. Sebaliknya 24 jam setelah trauma atau

    pembedahan sedang kebutuhan energi meningkat

    1030%, aktivitas sik menurun, produksi panas

    meningkat dan laju metabolisme basal juga meningkat

    Gambar 4. Respons neuroendokrin selama stres.( dikutip dari Walsh TS 8)

    baik enzimatik maupun kerja kardiorespirasi.

    (Gambar 5)

    METABOLISME KARBOHIDRAT4,6

    Pada keadaan normal sumber energi utama

    adalah glukosa yang masuk ke dalam sirkulasi, bisa

    dari dalam (glikogenolisis dan glukoneogenesis) ataudari luar (saluran cerna atau intravena). Glukosa akan

    dimetabolisme menjadi CO2, air dan energi (ATP)

    atau dikonversi dan disimpan dalam bentuk glikogen

    atau menjadi lemak. Insulin memudahkan serapan

    glukosa pada sel, merangsang sintesis glikogen dan

    menekan glukoneogenesis sebaliknya katekolamin,

    glukagon dan kortisol merangsang glikogenolisis

    dan glukoneogenesis hepatik sehingga ketiganya

    disebut hormon kontra insulin.

    Hiperglikemia merupakan respons metabolik

    yang paling menonjol setelah terjadi stres atau

    trauma. Awalnya hiperglikemia terjadi karena

    mobilisasi cadangan glikogen hati. Hiperglikemia

    ini menetap karena terjadi peningkatan produksi

    glukosa tanpa diimbangi pembersihan glukosa.

    Produksi meningkat selain dari pemecahan glikogen

    juga terjadi pembentukan glukosa dari asam amino,

    laktat, gliserol dan piruvat. Asam amino berasal dari

    pemecahan protein otot, laktat dan piruvat berasal

    dari glikogenolisis dan glikolisis di otot sedangkan

    gliserol berasal dari metabolisme trigliserida.Produksi glukosa hepatik meningkat pada orang

    normal sekitar 200 g/hari menjadi 320 g/hari pada

    pasien luka bakar tanpa infeksi dan menjadi 400 g/

    hari pada luka bakar dengan infeksi.

    Insulin sebenarnya juga meningkat akan tetapi

  • 8/11/2019 Respon Metabolik Thdp Stres

    6/7

    196 Majalah Kedokteran Terapi Intensif

    Respons Metabolik terhadap Stres

    Gambar 6. Metabolisme protein selama trauma.(dikutip dari Weissmann C4)

    Gambar 5. Skema kebutuhan energi pada orang normal dan pasca

    trauma.(dikutip dari Walsh TS8)

    terjadi resistensi di perifer sehingga kadar glukosa

    tetap tinggi, selain itu diduga terjadi sekresi hormon

    kontra insulin yang lebih tinggi daripada sekresi

    insulin. Jadi sebenarnya mekanisme hiperglikemia

    yang terjadi pada saat stres adalah produksi yang

    meningkat disertai timbulnya resistensi insulin.

    METABOLISME LEMAK4,6

    Lemak dapat dipakai sebagai sumber energiatau disimpan. Trigliserida rantai panjang (long

    chain trygliserde/LCT) yang dimakan akan dicerna

    menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak

    bebas bisa dipakai sebagai energi atau diesterikasi

    menjadi trigliserida kembali. Pada kondisi makan

    (insulin tinggi) esterikasi lebih dominan daripada

    lipolisis sebaliknya pada kondisi kelaparan (rasio

    insulin : glukagon rendah) lemak dipecah menjadi

    asam lemak bebas (lipolisis) dan dioksidasi menjadi

    energi yang diikuti dengan pembentukan benda

    keton oleh mitokondria hati yang selanjutnya dipakaisebagai sumber energi oleh organ. Oksidasi lemak

    dari makanan menghambat lipolisis lemak endogen.

    Mobilisasi lemak yang meningkatkan asam lemak

    bebas akan menghambat ambilan dan oksidasi

    glukosa oleh sel otot.

    Glukagon dan epinefrin akan meningkatkan

    kecepatan dan beratnya lipolisis yang diperkuat

    dengan adanya kortisol karena aktivasi hormon

    sensitif lipase yang mengendalikan lipolisis adipose.

    Enzim ini dipacu oleh b1 agonis adrenergik dan

    dihambat oleh a2. Penelitian menunjukan lipolisis

    pada sepsis/trauma karena meningkatnya aktivitas

    b1 dan menurunnya a2.

    Setelah trauma liplolisis meningkat dan lemak

    dipakai sebagai sumber energi. Lipoprotein lipase

    yang melekat di endotel kapiler akan merubah

    trigliserda menjadi gliserol dan asam lemak bebas.

    Heparin akan melepaskan enzim lipoprotein lipase

    ini ke dalam sirkulasi sehingga terjadi hidrolisis

    intravaskular. Pada trauma aktivitas lipoprotein lipase

    otot meningkat tapi di jaringan adiposa menurun

    sebaliknya pada sepsis aktivitas lipase ini pada otot

    menurun.

    METABOLISME PROTEIN4,6,7

  • 8/11/2019 Respon Metabolik Thdp Stres

    7/7

    197Volume 2 Nomor 4 Oktober 2012

    Samsirun Halim

    Pada stres baik karena pembedahan, trauma

    atau luka bakar dan sepsis akan terjadi peningkatan

    pemecahan protein otot yang ditandai dengan

    peningkatan kehilangan nitrogen lewat urin,

    pelepasan asam amino dan hambatan serapan asam

    amino oleh otot. Asam amino berasal dari otot

    yang sehat atau yang cedera akan dibawa ke hatiuntuk pembentukan glukosa dan sintesis protein.

    Keseimbangan protein negatif mencerminkan ada

    kesetidak seimbangan antara pembentukan dan

    pemecahan otot dimana pemecahan lebih dominan.

    Asam amino yang ditransfer ke hati akan digunakan

    untuk sintesis glukosa dan protein fase akut seperti

    brinogen, komplemen, C reaktif protein, haptoglobin

    feritin dan lainlain. Banyaknya sintesis protein fase

    akut seimbang dengan beratnya kerusakan jaringan.

    Sintesis protein lain seperti albumin, transferin,

    retinol dan prealbumin akan menurun. Sintesis

    fase akut protein dipacu oleh IL-1, IL-6, dan TNF.

    Glukokortikoid dan lipopolisakarid bakteri.(Gambar

    6)

    KESIMPULAN

    Pasien yang mengalami trauma, sepsis atau

    pembedahan akan berkompensasi untuk mengatasi

    keadaan tersebut melalui 3 mekanisme yaitu

    kardiovaskular, imunologik dan metabolik guna

    mempertahankan homeostasis. Respons metabolikyang timbul merupakan reaksi simultan terhadap

    respons imunologik dan neuroendokrin. Manifestasi

    dari respons metabolik adalah hiperglikemia,

    katabolisme protein dengan pemecahan otot tubuh

    sehingga terjadi kesimbangan protein menjadi negatif

    dan pemecahan lemak yang meningkatkan.

    DAFTAR PUSTAKAFoex BA. Systemic responses to trauma. Brit Med1.

    Bulletin. 1999;55:726-43.

    Neims MN, Sucher K, Lacey K, etal. Metabolic2.

    Stress. Nutrition therapy and Pathophysiology,

    Thomson Brooks. 2007. 785-9.

    Winkler MF, Malone AM, Mahan LK, Escoot SS,3.

    etal. Medical nutrition therapy for metabolic stress:

    sepsis, trauma, burns and surgery. In Krauses Food

    and Nutrition therapy. Elsevier. 2008; 1021-41.

    Weissmann C. The metabolic response to stress; an4.

    overview and update. Anesthesiology. 1990;73:308-27.

    Desborough JP. The stress response to trauma and5.

    surgery. Br J Anaesth. 2000;85:109-17.

    Schmeling DJ, Coran AG. The hormonal and meta-6.

    bolic response to stress in neonate. Pediatr Surg Int.

    1990;5:307-21.

    Grifths RD, Hinds CJ, Little RA. Manipulating7.

    the metabolic response to injury. Brit Med Bull.

    1999;55:181-95.

    Walsh TS. The metabolic response to injury Prin-8.

    ciples of surgical cares. 2000:1-12.