respon tanaman hanjuang (cordyline sp.) pada berbagai …repository.ub.ac.id/5911/1/priskara s.p, ni...
TRANSCRIPT
1
RESPON TANAMAN HANJUANG (Cordyline sp.) PADA BERBAGAI TINGKAT Pb
DI JALUR HIJAU JALAN KOTA MALANG
Oleh : NI WAYAN PRISKARA S.P
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2017
2
RESPON TANAMAN HANJUANG (Cordyline sp.)
PADA BERBAGAI TINGKAT Pb
DI JALUR HIJAU JALAN KOTA MALANG
Oleh:
NI WAYAN PRISKARA S.P
(135040201111402)
MINAT BUDIDAYA PERTANIAN
PROGAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
MALANG
2017
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Penelitian : RESPON TANAMAN HANJUANG (Cordyline sp.)
PADA BERBAGAI TINGKAT Pb DI JALUR
HIJAU JALAN KOTA MALANG
Nama Mahasiswa : NI WAYAN PRISKARA S.P
NIM : 135040201111402
Jurusan : Budidaya Pertanian
Prog Studi : Agroekoteknologi
Disetujui,
Pembimbing Utama
Prof. Dr. Ir. Ariffin, MS.
NIP. 19550504 198003 1 024
Diketahui,
Ketua Jurusan
Dr. Ir. Nurul Aini, MS.
NIP. 19601012 198601 2 001
Tanggal Persetujuan :
iv
LEMBAR PENGESAHAN
Mengesahkan,
MAJELIS PENGUJI
Penguji I Penguji II
Sisca Fajriani, SP., MP. Prof. Dr. Ir. Ariffin, MS.
NIP. 19820314 200812 2 001 NIP. 19550504 198003 1 024
Penguji III
Prof. Ir. Syukur Makmur Sitompul, Ph.D.
NIP. 19500716 198003 1 003
Tanggal Lulus :
xv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini merupakan
hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan komisi pembimbing. Skripsi ini
tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar di perguruan tinggi manapun dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan
rujukannya dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Malang, Agustus 2017
(Ni Wayan Priskara S.P)
xvi
Skripsi ini kupersembahkan untuk
Kedua orang tua tercinta serta adikku tersayang
i
RINGKASAN
Ni Wayan Priskara S.P 135040201111402. Respon Tanaman Hanjuang
(Cordyline sp.) pada Berbagai Tingkat Pb di Jalur Hijau Jalan Kota Malang.
Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Ariffin, MS. sebagai pembimbing utama.
Kota Malang, yang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur dan
menjadi salah satu kota tujuan wisata, mengalami peningkatan volume kendaraan
pada setiap tahunnya. Hal ini dapat menyebabkan kualitas lingkungan semakin
menurun akibat polusi dari asap kendaraan yang ditimbulkan. Pemilihan tanaman
pada jalur hijau jalan penting untuk dilakukan, karena dapat berfungsi sebagai
pereduksi polutan serta meningkatkan kualitas lingkungan. Tanaman Hanjuang
(Cordyline sp.) adalah salah satu jenis tanaman yang memiliki kemampuan
menyerap logam Pb dengan hasil tertinggi di dalam tanah setelah dilakukan uji
coba dan dibandingkan dengan beberapa tanaman lain (Haryanti et al., 2013),
selain itu hanjuang juga merupakan salah satu ciri khas flora Kota Malang.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2017. Lokasi
pengamatan dan pengambilan sampel dibagi kedalam 3 lokasi di jalur hijau jalan
Kota Malang dengan tingkat kepadatan berbeda, yaitu di Jl. Ahmad Yani Utara
dengan kepadatan tinggi, Jl. Jakarta dengan kepadatan sedang, dan kawasan
perumahan Araya dengan kepadatan rendah. Pengujian sampel tanaman kontrol
berada di UPT Kebun Garbis milik Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman
Kota Malang. Analisis kandungan Pb dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik
FMIPA Universitas Brawijaya. Alat yang digunakan pada pelaksanaan penelitian
adalah AAS (Atomic Absorbtion Spectofotometer), Color Chart, timbangan
analitik, meteran, map coklat, kantong plastik, label, gunting, kertas kuarto (A4),
kamera, dan alat tulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman
hanjuang dengan jenis Hanjuang Merah (Cordyline terminalis „Rededge‟).
Metode pelaksanaan penelitian yang merupakan metode survei terdiri dari tiga
bagian yaitu observasi, monitoring, dan analisis logam berat Pb, yang selanjutnya
dilakukan uji statistik yaitu data analysis dan menggunakan skoring serta analisa
regresi.
Pengamatan morfologi tanaman dan pengujian kadar Pb pada tanaman
hanjuang di 3 lokasi, menunjukkan bahwa hanjuang memiliki kemampuan dalam
menyerap Pb. Nilai kandungan Pb terendah dengan skor 1 (0,58 mg/kg) di lokasi
tanam jalur hijau Jl. Jakarta dan nilai kandungan Pb tertinggi dengan skor 3 (6,49
mg/kg) di lokasi tanam jalur hijau Jl. Ahmad Yani Utara. Dari hasil pengamatan
morfologi tanaman, terkandungnya Pb dalam hanjuang tidak menghambat proses
pertumbuhan tanaman. Hubungan kandungan Pb dengan salah satu morfologi
hanjuang yang diamati yaitu luas daun menunjukkan tidak ada pengaruh luas daun
dengan kadar Pb dalam tanaman, sehingga tidak mempengaruhi pertambahan luas
daun tanaman. Hanjuang memiliki respon pertumbuhan yang baik terhadap bahan
pencemar Pb karena memiliki kemampuan dalam menyerap Pb tanpa
mempengaruhi pertumbuhannya.
ii
SUMMARY
Ni Wayan Priskara S.P 135040201111402. Response of Hanjuang (Cordyline
sp.) in Different Levels of Lead on the Green Lane Road in Malang City.
Supervisor by Prof. Dr. Ir. Ariffin, MS.
Malang City, the second largest city in East Java and became one of the
tourist destination, increasing vehicle volume every year. This can decrease
environmental quality due to pollution from vehicle fumes. Selection of plants on
the green path is important to do, because it can be a reducer of pollutants and
improve environment quality. Hanjuang (Cordyline sp.) is one of the most capable
plants to absorb lead with the highest yield in the soil after it has been tested and
compared to some other plants (Haryanti et al., 2013), besides that hanjuang is
also one characteristic flora of Malang.
The study was conducted from March to May 2017. The location of the
observation and sampling divided into 3 locations on the green lane road of
Malang City with different density, that is Ahmad Yani Utara Street with high
density, Jakarta Street with medium density, and low-density at Araya residence.
Testing of the control plant samples are in UPT Kebun Garbis owned by Dinas
Perumahan dan Kawasan Pemukiman Kota Malang. Analysis of lead content was
done at Analytical Chemistry Laboratory of FMIPA University of Brawijaya.
Equipments used in this research are AAS (Atomic Absorbtion Spectofotometer),
Color Chart, Analytical Scale, Sewing Meter, Brown Evenlope, Plastic Bags,
Label, Scissor, Quarto Paper (A4), Camera and Stationary. The material used in
this research is Red Hanjuang type (Cordyline terminalis 'Rededge'). The research
method which is survey method consists of three parts, namely observation,
monitoring, and lead analysis, then data was analyzed by using statistic test with
data analysis, and then scoring and regression analysis.
Testing of plant morphology and lead level in hanjuang plants in 3
locations, it is known that hanjuang have ability to absorb lead. The lowest value
of lead content with a score of 1 (0.58 mg/kg) at the location of Jakarta Street and
the highest value of lead content with a score of 3 (6.49 mg / kg) at the location of
A. Yani Street. From the results of observation of plant morphology, lead content
in hanjuang does not inhibit the process of plant growth. The relationship of lead
content to one of hanjuang morphology observed that no effect of leaf area with
lead content in the plant, so it does not affect the increase of plant leaf area.
Hanjuang has a good growth response to lead contaminants because it has the
ability to absorb lead without affecting its growth.
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat,
taufiq, dan hidayah-Nya telah menuntun penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Respon Tanaman Hanjuang (Cordyline sp.) pada Berbagai
Tingkat Polutan (Pb) di Jalur Hijau Jalan Kota Malang” dengan tepat waktu.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
pertanian strata satu (S-1) dari Universitas Brawijaya.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Kedua orang tua (Ayah I Ketut Sujana dan Bunda Siti Rahayu Putri), serta
Adik I Made Gustav Verol Pastika (alm.) dan I Komang Caesareno Ari Asa
Putra yang selalu memberikan semangat, kasih sayang, dan do‟a yang tulus
tiada henti-hentinya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan,
2. Prof. Dr. Ir. Ariffin, MS. selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah
membimbing penulis dalam memberikan banyak masukan kepada penulis
untuk penyelesaian skripsi ini,
3. Sisca Fajriani, SP., MP. dan Dr. Ir. Sitawati, M.Si. selaku Dosen Pembahas,
Prof. Ir. Syukur Makmur Sitompul, Ph.D. selaku Ketua Majelis Penguji, dan
Dr. Ir. Nurul Aini, MS. selaku Ketua Jurusan Budidaya Pertanian yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan serta penyusunan
skripsi ini,
4. Keluarga besar dan sahabat-sahabat tercinta: Bude Sri Endang dan Pakde
Budi yang senantiasa menjaga penulis selama menyelesaikan masa studi di
Malang, Lutfiana (Pepeng) teman seperjuangan dan saudara sekamar selama
masa studi di Malang, Khoirul Rohim sebagai partner belajar dan
berpetualang yang sudah banyak memberikan motivasi dan membantu dalam
segala hal selama menjalankan studi, Dian Hendra R., sahabat terbaik dalam
10 tahun dan selamanya, Vashti, Lalita, Ocir, Titin, Rangga, dan Ayik,
sahabat tercinta dalam suka dan duka, Fitri, Novi, dan Nessya, sahabat yang
senantiasa membantu dan menghibur, teman-teman, karyawam dan staff
Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya dan
semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
iv
Penulis berharap semoga hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi
banyak pihak dan memberikan sumbangan pemikiran dalam kemajuan ilmu
pengetahuan.
Malang, 29 Agustus 2017
Penulis
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Srimenanti, Kabupaten Lampung Timur pada tanggal 1
Juli 1995 sebagai putri pertama dari dua bersaudara dari Ayah I Ketut Sujana dan
Bunda Siti Rahayu Putri.
Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Xaverius
Srimenanti pada tahun 1999 sampai tahun 2001, kemudian masuk ke sekolah
dasar di SD Kristen No. 4 Bandar Sribhawono pada tahun 2001 sampai tahun
2007, kemudian penulis melanjutkan ke sekolah menengah pertama di SMPN 1
Bandar Sribhawono pada tahun 2007 sampai tahun 2010. Penulis melanjutkan
sekolah menengah atas pada tahun 2010 sampai tahun 2013 di SMAN 1 Bandar
Sribhawono. Pada tahun 2013 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Strata-1 (S1)
di Progam Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya
Malang, Jawa Timur melalui jalur Undangan (SNMPTN), dan pada tahun 2015
penulis masuk di Jurusan Budidaya Pertanian, Laboratorium Sumber Daya
Lingkungan, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur.
Selama menjadi mahasiwa, penulis pernah mengikuti organisasi Badan
Ekskutif Mahasiswa (BEM) dan menjabat sebagai Staff Muda di Kementerian
Hubungan Mahasiswa dan Masyarakat (HUMMAS) pada tahun 2013, lalu
dilanjutkan menjadi Staff Ahli di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada
tahun 2013-2014. Penulis pernah mengikuti beberapa kegiatan kepanitiaan yaitu
LKM Awards dan BEM Rerfresh pada tahun 2013, Sharing Alumni (AFTA)
sebagai koordinator divisi PDD, Open House LKM, PEMILWA (Pemilihan
Mahasiswa) tingkat Fakultas Pertanian dan PEMIRA (Pemilihan Mahasiswa
Raya) tingkat Universitas Brawijaya, serta LKM Awards sebagai sekertaris
pelaksana pada tahun 2014. Pada tahun 2015 penulis mengikuti kegiatan
kepanitian penerimaan mahasiswa baru tingkat Universitas Brawijaya yaitu Raja
Brawijaya sebagai anggota divisi acara. Penulis juga pernah mengikuti kegiatan di
bidang akademik sebagai asisten praktikum Mata Kuliah Hortikultura Lanskap
pada tahun ajaran 2016/2017. Penulis menyelesaikan kegiatan Praktik Kerja
Magang di Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Malang (sekarang Dinas
Perumahan dan Kawasan Pemukiman Kota Malang) pada tahun 2016.
vi
DAFTAR ISI
RINGKASAN ................................................................................................. i
SUMMARY .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... v
DAFTAR TABEL ........................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... ix
1. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2. Tujuan Penelitian ............................................................................. 2
1.3. Hipotesis Penelitian .......................................................................... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3
2.1. Tanaman Hanjuang (Cordyline sp.) ................................................. 3
2.2. Kepadatan Lalu lintas ....................................................................... 5
2.3. Pencemaran Udara ........................................................................... 7
2.4. Tingkat Polusi Udara Kota Malang ................................................. 10
2.5. Ruang Terbuka Hijau ....................................................................... 12
2.6. Jalur Hijau Jalan ............................................................................... 13
2.7. Respon Tanaman terhadap Pb .......................................................... 14
3. BAHAN DAN METODE ........................................................................ 16
3.1. Waktu dan Tempat ........................................................................... 16
3.2. Alat dan Bahan ................................................................................. 16
3.3. Metode Pelaksanaan ......................................................................... 16
3.4. Pelaksanaan Penelitian ..................................................................... 17
3.5. Analisa Data ..................................................................................... 20
3.6. Rekomendasi .................................................................................... 21
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 22
4.1. Hasil ................................................................................................. 22
4.2. Pembahasan ...................................................................................... 39
5. PENUTUP ............................................................................................... 50
5.1. Kesimpulan ...................................................................................... 50
5.2. Saran ................................................................................................. 50
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 51
LAMPIRAN .................................................................................................... 55
vii
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1. Hasil Analisis Kualitas Udara Ambien di Kota Malang ................... 11
2. Skoring Kategori Kandungan Pb ...................................................... 21
3. Hasil analisis kandungan Pb daun Hanjuang Merah di
Jl. Ahmad Yani Utara ........................................................................ 25
4. Hasil analisis kandungan Pb daun Hanjuang Merah di Jl. Jakarta .... 25
5. Hasil analisis kandungan Pb daun Hanjuang Merah di
Perumahan Araya .............................................................................. 26
6. Tinggi tanaman Hanjuang Merah (cm tan-1
) pada tiga lokasi
pengamatan ....................................................................................... 28
7. Luas daun tanaman Hanjuang Merah (cm2tan
-1) pada tiga lokasi
pengamatan ....................................................................................... 29
8. Jumlah daun tanaman Hanjuang Merah (tan-1
) pada tiga
lokasi pengamatan ............................................................................. 31
9. Kondisi fisik tanaman Hanjuang Merah di Jl. Ahamd Yani Utara . .. 35
10. Kondisi fisik tanaman Hanjuang Merah di Jl. Jakarta ...................... 37
11. Kondisi fisik tanaman Hanjuang Merah di Perumahan Araya........... 38
12. Kandungan Pb dalam daun Hanjuang Merah dan tanah di tiga
lokasi pengamatan berdasarkan waktu pengambilan sampel ............ 40
13. Hasil uji statistik tinggi tanaman hanjuang merah (cm tan-1
)
di Jl. Ahmad Yani Utara .................................................................... 59
14. Hasil uji statistik tinggi tanaman hanjuang merah (cm tan-1
)
di Jl. Jakarta ....................................................................................... 59
15. Hasil uji statistik tinggi tanaman hanjuang merah (cm tan-1
)
di Perumahan Araya. .......................................................................... 60
16. Hasil uji statistik luas daun hanjuang merah (cm2tan
-1)
di Jl. Ahmad Yani Utara .................................................................... 60
17. Hasil uji statistik luas daun hanjuang merah (cm2tan
-1)
di Jl. Jakarta ....................................................................................... 61
18. Hasil uji statistik luas daun hanjuang merah (cm2tan
-1)
di Perumahan Araya .......................................................................... 61
19. Hasil uji statistik jumlah daun hanjuang merah (tan-1
)
di Jl. Ahmad Yani Utara .................................................................... 62
20. Hasil uji statistik jumlah daun hanjuang merah (tan-1
)
di Jakarta ........................................................................................... 62
21. Hasil uji statistik jumlah daun hanjuang merah (tan-1
)
di Perumahan Araya .......................................................................... 63
22. Hasil Analisa Regresi di Jl. Ahmad Yani Utara ................................ 64
23. Hasil Analisa Regresi di Jl. Jakarta ................................................... 64
24. Hasil Analisa Regresi di Perumahan Araya ...................................... 65
viii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1. Morfologi Tanaman Hanjuang Jenis Hanjuang Merah
(Cordyline terminalis ‟Rededge‟) .................................................... 3
2. Contoh Tata Letak Jalur Hijau Jalan ................................................ 14
3. Hanjuang Merah (Cordyline terminalis ‟Rededge‟)
di Jalur Hijau Jalan ........................................................................... 17
4. Penampilan Hanjuang Merah di Jl. Ahmad Yani Utara ................... 24
5. Penampilan Hanjuang Merah di Jl. Jakarta ...................................... 24
6. Penampilan Hanjuang Merah di Perumahan Araya ......................... 24
7. Kurva tinggi tanaman Hanjuang Merah (cm tan-1
) disertai
dengan standard error pada tiga lokasi pengamatan ....................... 28
8. Kurva luas daun tanaman Hanjuang Merah (cm2tan
-1) disertai
dengan standard error pada tiga lokasi pengamatan ....................... 30
9. Kurva jumlah daun Hanjuang Merah (tan-1
) disertai
dengan standard error pada tiga lokasi pengamatan ....................... 32
10. Warna daun tanaman Hanjuang Merah pada tiga lokasi
pengamatan ....................................................................................... 33
11. Gejala flecking/bintik hitam pada daun Hanjuang Merah di
Jl. Ahmad Yani Utara ........................................................................ 36
12. Pengukuran tinggi dan luas daun Hanjuang Merah di
Jl. Ahmad Yani Utara dan Perumahan Araya .................................. 68
13. Pengambilan sampel daun dan pengamatan kondisi fisik
Hanjuang Merah di Jl. Ahmad Yani Utara dan Jl. Jakarta ............... 68
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman
1. Laporan Hasil Analisa Kadar Pb Pengamatan Pertama .................... 55
2. Laporan Hasil Analisa Kadar Pb Pengamatan Kedua ...................... 56
3. Laporan Hasil Analisa Kadar Pb Pengamatan Ketiga ..................... 57
4. Laporan Hasil Analisa Kadar Pb pada Tanah di Tiga Lokasi
Pengamatan ....................................................................................... 58
5. Hasil Uji Statistik Morfologi Hanjuang Merah di 3 Lokasi
Pengamatan ....................................................................................... 59
6. Hasil Analisa Regresi Hubungan Luas Daun Hanjuang Merah
dengan Kadar Pb di 3 Lokasi Pengamatan ........................................ 64
7. Alat AAS (Atomic Absorbtion Spectofotometer) .............................. 67
8. Dokumentasi Pelaksanaan Penelitian ................................................ 68
1
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan pada saat ini sudah menjadi perhatian utama pemerintah di
setiap wilayah terutama di perkotaan. Berbanding lurus dengan peningkatan
pembangunan di suatu wilayah kota, maka penggunaan transportasi oleh
penduduk akan semakin tinggi, baik transportasi umum maupun pribadi.
Tingginya penggunaan transportasi seringkali menyebabkan kualitas lingkungan
kota menjadi semakin menurun akibat dari polusi udara yang ditimbulkan.
Kota Malang yang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur dan
menjadi salah satu kota tujuan wisata, setiap tahunnya mengalami peningkatan
volume kendaraan. Hal ini dapat menyebabkan kualitas lingkungan semakin
menurun apabila tidak diimbangi dengan tindakan preventif seperti penanaman
lebih banyak pohon atau tanaman lain di Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Pembangunan jalur hijau jalan sebagai salah satu bentuk RTH, dapat membantu
meningkatkan kualitas lingkungan yang mampu menyediakan udara bersih
khususnya disekitar jalan raya yang dilewati oleh kendaraan bermotor yang
mengeluarkan polutan melalui asapnya.
Pemilihan tanaman pada jalur hijau jalan penting untuk dilakukan, karena
selain berfungsi pada nilai estetika perkotaan, tanaman yang ditanam perlu
diperhatikan dari nilai fungsionalnya. Salah satu fungsi tanaman pada jalur hijau
jalan yaitu sebagai penyerap polutan, dimana kemampuan tanaman dalam
menyerap pencemar udara bervariasi, dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi
pencemar, sensitivitas tanaman terhadap pencemar, dan faktor pertumbuhan
tanaman (Wilmer 1986).
Tanaman hanjuang (Cordyline sp.) merupakan salah satu tanaman yang
mudah dijumpai di taman-taman Kota Malang, dengan ciri khas dari warna
daunnya yang hijau keunguan hingga kemerahan membuat tanaman ini menjadi
kontras jika ditanam dengan tanaman lain yang berdaun hijau dan menambah nilai
estetika. Selain menjadi kota tujuan wisata, Kota Malang yang dijuluki juga
sebagai kota bunga memiliki ciri khas flora tersendiri. Tanaman hanjuang menjadi
salah satu tanaman maskot Kota Malang berdasarkan SK Gubernur nomor
5225/16774/032/1996, dimana dalam SK tersebut telah ditetapkan hanjuang
2
(Cordyline sp.) sebagai ciri khas flora Kota Malang, bersama dengan dua tanaman
lain yaitu puring (Codiaeum variegatum) dan kol banda (Pisonia alba).
Tanaman hanjuang memiliki banyak manfaat bagi lingkungan diantaranya
mampu mereduksi polutan dengan menyerap timbal (Pb). Hanjuang memiliki
kemampuan menyerap logam Pb dari dalam tanah dengan hasil serapan tertinggi
setelah dilakukan uji coba dan dibandingkan dengan beberapa tanaman lain
(Haryanti et al., 2013). Meskipun memiliki kemampuan dalam menyerap Pb
namun tanaman ini tidak dapat menjerap Pb dan debu sehingga tidak akan
mengurangi estetika bila ditanam di jalur hijau jalan karena ketika disiram atau
terkena air hujan daun tanaman akan kembali bersih (Fathia, 2014).
Dengan adanya potensi atau kelebihan yang dimiliki oleh tanaman hanjuang
tersebut, melalui penelitian ini diharapkan mampu memberikan hasil analisa lebih
lanjut tentang respon tanaman hanjuang terhadap ketahanannya jika ditanam pada
berbagai tingkat Pb di jalur hijau jalan Kota Malang dan manfaatnya dalam
mereduksi polutan, sehingga dapat memberi masukan dan rekomendasi terhadap
pengembangan dan pelestarian tanaman hanjuang sebagai salah satu jenis
komposisi tanaman di jalur hijau jalan Kota Malang.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui tanggapan pertumbuhan tanaman
hanjuang terhadap berbagai tingkat Pb di jalur hijau jalan, dan menganalisa
tingkat logam berat Pb yang dapat diserap oleh tanaman hanjuang.
1.3. Hipotesis Penelitian
Tanaman hanjuang memiliki respon pertumbuhan yang baik untuk ditanam
pada jalur hijau jalan Kota Malang, dan tanaman hanjuang memiliki kemampuan
dalam menyerap logam berat Pb.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Hanjuang (Cordyline sp.)
Hanjuang termasuk kedalam tanaman perennial. Tanaman ini berbentuk
perdu bercabang dengan tinggi 2-4 m. Taksonomi dari hanjuang adalah:
Kingdom: Plantae (tumbuhan), Sub Kingdom: Tracheobionta (tumbuhan
berpembuluh), Super Divisi: Spermatophyta (menghasilkan biji), Divisi:
Magnoliophyta (tumbuhan berbunga), Kelas: Liliopsida (berkeping
satu/monokotil), Sub Kelas: Liliade, Ordo: Liliales, Famili: Agavaceae, Genus:
Cordyline, Spesies: Cordyline sp. (Plantamor, 2012). Terdapat 4 jenis tanaman
hanjuang yaitu: Hanjuang Merah (Cordyline terminalis „Rededge‟), Hanjuang
Instanbul (Cordyline terminalis „Compacta‟), Cordyline fruticosa „White‟, dan
Cordyline terminalis „Tricolor‟ (Lestari, 2015).
Morfologi tanaman hanjuang didukung oleh komponen utamanya, yaitu
akar, daun, batang, ranting, dan bunga sehingga dapat tumbuh secara optimal.
Gambar 1. Morfologi Tanaman Hanjuang Jenis Hanjuang Merah (Cordyline
terminalis ‟Rededge‟) (Direktorat Budidaya dan Pasca Panen
Florikultura. 2012)
Hanjuang mempunyai ranting dengan bekas daun rontok yang berbentuk
cincin. Akar hanjuang adalah jenis akar serabut dan berwarna putih kekuningan.
Batangnya bulat, keras, bekas dudukan daun nampak jelas, bercabang, dan
berwarna coklat keabu-abuan. Hanjuang berdaun tunggal, daunnya berbentuk
lanset dengan panjang sekitar 30-50 cm, sedangkan lebar daun 5-10 cm. Pada
ujung daun dan pangkalnya berbentuk runcing, tepi rata, letak daunnya terutama
diujung batang terlihat berjejal dengan susunan spiral. Memiliki pelepah dengan
lebar 5-10 cm dengan pertulangan menyirip. Bunga majemuk berbentuk malai, di
4
ketiak daun dengan panjang sekitar 30 cm, warnanya dadu atau hijau ungu, namun
juga ada yang berwarna kuning muda bertangkai panjang, bercabang melebar,
dengan daun pelindung yang besar pada pangkal cabang dengan panjang ± 1,4
cm. Anak daun pelindung pada pangkal bunga kecil.
Syarat tumbuh hanjuang adalah dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian
tempat: 50-1.500 mdpl. Tanaman ini memerlukan intensitas cahaya setengah
teduh yaitu (50-75%). Hanjuang dapat tumbuh dengan baik dengan temperatur:
18-35oC dan kelembaban udara: 80-100%. Pada dasarnya hanjuang menghendaki
kondisi tanah yang tidak terlalu basah dengan drainase dan aerasi yang baik.
Selain itu, tanaman ini menghendaki kondisi tanah yang subur, gembur, dan kaya
bahan organik. Bahan organik yang cukup dalam tanah akan memperbaiki daya
olah dan juga menjadi sumber makanan bagi jasad renik untuk membebaskan
unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Keasaman tanah (pH) yang cocok berkisar
antara 5,5-6,5 (Direktorat Budidaya dan Pasca Panen Florikultura. 2012).
Hanjuang adalah tanaman yang memiliki banyak manfaat selain digunakan
sebagai tanaman hias karena daunnya yang indah, yaitu hanjuang juga bermanfaat
dalam kesehatan dan pengendali polutan. Hanjuang memiliki fungsi kesehatan
yaitu daunnya dapat digunakan sebagai obat sakit kepala, diare, disentri, TBC
paru, asma, sakit kulit, inflamasi mata, sakit punggung, rematik, dan encok
(Bogoriani et al., 2007). Tanaman ini juga berkhasiat untuk menghentikan
perdarahan (hemostatis), menghancurkan darah beku pada memar, dan obat wasir.
Sedangkan dalam fungsi pengendali polutan, hanjuang dapat menyerap beberapa
bahan berbahaya seperti trikhloroetilen, benzena, NO2, dan logam berat Pb yang
dihasilkan oleh asap kendaraan bermotor (Nasrullah et al., 2000).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Haryanti et al. (2013), setelah
dilakukan uji coba pemaparan Pb dalam tanah selama 60 hari dan dibandingkan
dengan tanaman lain yaitu Sambang Dara (Excoecaria cochinensis), Sri Rejeki
(Aglonema sp), Lipen (Aglonema commutatum), Aglonema Merah (Donna
carmen), Lidah Mertua (Sanseviera trifasciata Prain.), Pucuk Merah (Syzigiu
oleina), dan Puring (Codiaeum variegatum), hasil penelitian menunjukkan bahwa
Hanjuang (Cordyline sp.) memiliki kemampuan menyerap logam Pb dengan hasil
tertinggi di dalam tanah. Hanjuang juga dapat menyerap Pb langsung dari udara
5
melalui daunnya dengan hasil 0,9 mg/kg. Meskipun memiliki kemampuan dalam
menyerap Pb namun hanjuang tidak dapat menjerap Pb dan debu karena pada
daunnya tidak memiliki bulu daun sehingga jika disiram atau terkena air hujan
akan bersih kembali (Fathia, 2014).
Tanaman dapat mengurangi polutan udara melalui proses oksigenasi, yaitu
proses pelepasan oksigen ke atmosfer, dan dilusi, yaitu pencampuran udara
tercemar dengan udara bersih. Ketika udara yang tercemar mengalir didalam dan
sekitar tanaman dan melewati udara bersih dan beroksigen, terjadi pencampuran
antara udara yang tercemar dengan udara bersih sehingga konsentrasi zat
pencemar udara berkurang (Grey dan Deneke, 1978). Polutan diserap oleh
jaringan tanaman yang aktif, terutama di daun dan dijerap pada permukaan
tanaman. Tanaman dapat menjadi penyaring yang efektif dan dapat menyerap dan
menjerap gas dan polutan padat sampai pada batas tertentu yang dapat ditoleransi
oleh tanaman.
2.2. Kepadatan Lalu lintas
Kepadatan lalu lintas yang menyebabkan kemacetan adalah kondisi dimana
arus lalu lintas yang melewati ruas jalan yang ditinjau melebihi kapasitas rencana
jalan tersebut yang mengakibatkan kecepatan bebas ruas jalan tersebut mendekati
atau melebihi 0 km/jam sehingga menyebabkan terjadinya antrian. Pada saat
terjadinya kemacetan, nilai derajat kejenuhan pada ruas jalan akan ditinjau dimana
kemacetan akan terjadi bila nilai derajat kejenuhan mencapai lebih dari 0,5
(MKJI, 1997). Kemacetan total terjadi apabila kendaraan harus berhenti atau
bergerak sangat lambat.
Pada dasarnya faktor utama penyebab kemacetan di Kota Malang adalah
kapasitas jalan raya yang tidak seimbang dengan peningkatan jumlah kendaraan
bermotor. Jumlah penjualan sepeda motor untuk wilayah Malang Kota sebesar
1.700-1.800 unit/per bulan tahun 2013. Apabila jumlah penjualan per bulan
dikalikan satu tahun, maka diperkirakan terjual 20.400 unit/per tahun. Untuk
jumlah penjualan kendaraan roda empat bisa mencapai 7.000 unit/per bulan.
Dapat disumpulkan bahwa jumlah kendaraan yang keluar setiap harinya
mengalami peningkatan, namun tidak diimbangi dengan penambahan kapasitas
jalan raya sehingga dapat mengakibatkan kemacetan (Ekawati et al., 2014).
6
Terdapat beberapa ruas jalan yang menjadi sumber kemacetan di wilayah
Kota Malang, yaitu tingkat kepadatan lalu lintas tinggi berada di Jl. Ahmad Yani
Utara, Jl. Raya Sawojajar, Jl. Simpang Janti Barat I, dan pertigaan Kacuk di Jl. S.
Supriyadi, tingkat kepadatan sedang berada di kawasan lingkar Universitas
Brawijaya di Jl. Soekarno-Hatta, dan Jl. Jakarta, dan untuk tingkat kepadatan
rendah berada di Jl Kartini, Jl. Dr. Sutomo, dan Jl. Tugu. Kepadatan lalu lintas
yang menyebabkan kemacetan dapat terjadi pada pagi dan sore hari dimana
masyarakat melakukan banyak aktivitas di jalan raya sehingga menyebabkan
kendaraan hanya dapat melaju hingga 5-10 km/jam di beberapa ruas jalan dengan
tingkat kepadatan lalu lintas tinggi (Ipda Purwantoro ”Interview”, 2017).
Kepadatan lalu lintas dapat dibagi kedalam kondisi ramai lancar dan tidak
bergerak sama sekali atau terjadi kemacetan. Kondisi lalu lintas dengan jumlah
kendaraan tinggi yang sampai menyebabkan kemacetan akan menimbulkan polusi
udara lebih banyak dibandingkan dengan lalu lintas dengan kondisi ramai lancar.
Hal ini dikarenakan pada kendaraan yang mengalami kemacetan walaupun
kendaraan tersebut berhenti bergerak namun mesinnya tetap beroperasi sehingga
akan terus mengeluarkan gas buang ke udara. Sedangkan untuk kondisi lalu lintas
ramai lancar, walaupun dengan tingkat kepadatan yang cukup tinggi namun tidak
sampai terjadi kemacetan, gas buang yang dikeluarkan oleh kendaraan akan lebih
tersebar dalam radius yang lebih jauh karena kendaraan tetap bergerak dan juga
akan terbawa oleh angin.
Menurut Ekawati et al. (2014), kemacetan lalu lintas yang terjadi dapat
memberi dampak terhadap masyarakat yang dapat dilihat dari segi waktu, biaya,
dan lingkungan. Berdasarkan waktu, kemacetan menyebabkan waktu tempuh
perjalanan menjadi lebih lama. Dampak kemacetan berdasarkan biaya,
menyebabkan penggunaan bahan bakar menjadi lebih banyak sehingga
mengeluarkan banyak biaya untuk membeli bahan bakar. Sedangkan dari segi
lingkungan, kemacetan menyebabkan meningkatnya polusi yang tercemar ke
udara dan berpengaruh terhadap kesehatan dan lingkungan. Kondisi lingkungan
yang diantaranya dekat dengan jalan raya, terminal, pom bensin, dan tempat
pemberhentian lalu lintas akan berpotensi lebih tercemar oleh polusi udara, karena
7
di tempat-tempat tersebut intensitas kendaraan lebih tinggi dan menghasilkan
emisi gas kendaraan yang lebih banyak.
2.3. Pencemaran Udara
Pencemaran udara merupakan situasi dimana terdapatnya bahan-bahan atau
zat-zat asing didalam udara sehingga menyebabkan terjadinya perubahan susunan
dalam udara tersebut dan mempengaruhi keadaan normalnya. Zat-zat pencemar
udara dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan apabila
terdapat dalam jumlah yang berlebihan, dan dapat menyebabkan gangguan lain
seperti jarak pandang yang semakin berkurang, dan mengakibatkan timbulnya bau
pada udara oleh zat pencemar (Manik, 2003).
Grey dan Deneke (1978) menyebutkan bahwa polutan udara dapat
berbentuk gas maupun partikel. Komponen pencemar udara yang banyak
berpengaruh pada pencemaran udara yaitu karbon monoksida (CO), nitrogen
oksida (NOx), oksida sulfur (SOx), hidrokarbon (HC), dan partikel (particulate),
dengan perkiraan persentasenya yaitu CO 70,50%, NOx 8,9%, SOx 0,9%, HC
18,34%, partikulat sebesar 1,33%, dan gas rumah kaca (CH4, CO2 dan N2O).
Jenis-jenis polutan ini termasuk dalam golongan pencemar udara primer (sumber
utama) yang jumlahnya mencakup 90% dari jumlah total polutan udara. Kelima
kelompok pencemar udara primer ini memiliki dampak negatif bagi kesehatan
manusia.
Menurut Rahadiyan et al. (2013) pencemaran udara menurut asalnya dapat
dibagi menjadi dua macam, yakni:
1. Pencemaran udara alami (natural sources), yaitu masuknya zat pencemar ke
dalam udara/ atmosfer, akibat proses-proses alam seperti asap kebakaran hutan,
debu gunung berapi, pancaran garam dari laut, debu meteoroid, dan
sebagainya,
2. Pencemaran udara non alami, yaitu masuknya zat pencemar oleh aktivitas
manusia, yang pada umumnya tanpa disadari dan merupakan produk
sampingan, berupa gas-gas beracun, asap, partikel-partikel halus, senyawa
belerang, senyawa kimia, buangan panas dan buangan nuklir.
Sedangkan sumber-sumber pencemaran udara menurut EPA (Environmental
Protection Agency) (2017), dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
8
1. Sumber tetap, sumber tetap adalah sumber emisi yang berada pada posisi tetap
dari waktu ke waktu, contohnya adalah pada cerobong asap industri, misalnya
emisi SO2 dari cerobong PLTU,
2. Sumber bergerak, sumber bergerak menghasilkan pencemar yang bergerak dari
waktu ke waktu, seperti pada alat-alat transportasi, contohnya gas-gas
pencemar yang keluar dari knalpot,
3. Sumber alamiah, sumber alamiah contohnya adalah letusan gunung berapi
yang meniup debu dari tanah.
Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber
utama pencemaran udara di daerah perkotaan yang termasuk kedalam sumber
bergerak. Transportasi darat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
setengah dari total emisi SPM10, untuk sebagian besar timbal, CO, HC, dan NOx
di daerah perkotaan, dengan konsentrasi utama terdapat di daerah lalu lintas yang
padat, dimana tingkat pencemaran udara sudah hampir melampaui standar kualitas
udara ambien (Soedomo et al., 1990).
Sekitar 25% logam berat timbal (Pb) tetap berada dalam mesin dan 75%
lainnya akan mencemari udara sebagai asap knalpot. Setiap liter bensin dalam
angka oktan 87 dan 98 mengandung 0,70 g senyawa Pb Tetraetil dan 0,84 g
Tetrametil Pb. Setiap satu liter bensin yang dibakar jika dikonversi akan
mengemisikan 0,56 g Pb yang dibuang ke udara (Librawati, 2005). Emisi Pb dari
gas buangan tetap akan menimbulkan pencemaran udara dengan tahapannya
adalah sebagai berikut: sebanyak 10% akan mencemari lokasi dalam radius
kurang dari 100 m, 5% akan mencemari lokasi dalam radius 20 km, dan 35%
lainnya terbawa atmosfer dalam jarak yang cukup jauh (Surani, 2002).
Pada saat terjadinya kemacetan, kendaraan akan berhenti bergerak namun
dengan mesin yang masih beroperasi, sehingga tetap akan menghasilkan gas
buang ke udara dan menjadi sumber polusi tidak bergerak. Emisi Pb merupakan
hasil samping pembakaran yang kurang sempurna dalam mesin kendaraan
bermotor. Semakin kurang sempurna proses pembakaran dalam mesin kendaraan
bermotor yang salah satunya disebabkan oleh kemacetan, maka semakin banyak
jumlah Pb yang akan di emisikan ke udara. Logam Pb yang terkandung dalam
bahan bakar kendaraan terutama bensin sangatlah berbahaya, dengan hasil dari
9
proses pembakaran bensin tersebut akan mengemisikan 0,09 g timbal tiap 1 km.
Komponen Pb tersebut terutama adalah PbBrCl dan PbBrCl.2PbO (Fardiaz,
1992).
Pb dalam bensin akan bereaksi dengan oksigen dan bahan-bahan pengikat,
selanjutnya dikeluarkan melalui sistem pembuangan dalam bentuk partikel.
Partikel yang mengandung Pb akan diemisikan ke dalam lingkungan, sehingga
menyebabkan terjadinya pencemaran udara. Masih digunakannya bahan aditif
tersebut di dalam bensin lebih disebabkan oleh keyakinan bahwa tingkat
sensitivitas Pb tinggi dalam menaikkan angka oktan. Setiap 0,1 g Pb per liter
bensin, mampu menaikkan angka oktan 1,5 sampai 2 satuan. Selain itu, harga Pb
relatif murah untuk meningkatkan satu oktan dibandingkan dengan senyawa
lainnya (Santi, 2001), sehingga Pb masih digunakan sebagai bahan campuran
untuk bahan bakar kendaraan bermotor.
Pencemaran udara dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan
manusia dan hewan. Pencemaran udara oleh bahan pencemar debu dapat
menyebabkan penyakit paru-paru (bronchitis), serta gangguan saluran pernapasan
lainnya juga dapat menjangkit hewan. Sedangkan dampak pencemar udara oleh
zat kimia seperti CO dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada hemoglobin.
Menurut Eckholm (1983), berkurangnya lapisan ozon di atmosfer akan
mengakibatkan peningkatan radiasi ultra violet yang meransang terjadinya
penyakit kanker kulit.
Menurut Budiyono (2001) pada tumbuhan, gejala yang tampak karena
pencemaran udara dapat dilihat klorosis (perusakan zat hijau daun/menguning),
flecking (bintik-bintik pada daun), dan penurunan hasil panen. Efek pencemaran
udara yang tak terlihat adalah adanya kemunduran kemampuan pertumbuhan,
berkurangnya kemampuan fotosintesis, dan reproduksi menurun. Tumbuh-
tumbuhan memiliki reaksi yang besar dalam menerima pengaruh akibat polusi
udara dan perubahan lingkungan. Hal ini terjadi karena banyak faktor yang
berpengaruh, diantaranya spesies tanaman, umur, keseimbangan nutrisi, kondisi
tanaman, temperatur, kelembaban dan penyinaran. Mekanisme tanaman untuk
bertahan dari zat pencemar udara adalah melalui pergerakan membuka dan
menutup stomata dan proses detoksifikasi.
10
2.4. Tingkat Polusi Udara Kota Malang
Kota Malang merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa Timur karena
potensi alam dan iklim yang dimiliki. Kondisi iklim Kota Malang selama tahun
2008 tercatat rata-rata suhu udara berkisar antara 22,7-25,1°C. Sedangkan suhu
maksimum mencapai 32,7°C dan suhu minimum 18,4°C. Rata-rata kelembaban
udara berkisar 79-86%. Dengan kelembaban maksimum 99% dan minimum
mencapai 40%. Seperti umumnya daerah lain di Indonesia, Kota Malang
mengikuti perubahan putaran 2 iklim, musim hujan, dan musim kemarau
(Pemerintah Kota Malang, 2016).
Kota Malang memiliki luasan ruang terbuka hijau yang tidak besar. Luasan
total RTH di Kota Malang adalah 130,3 ha yang terbagi atas jalur hijau 7,9 ha,
taman kota 36,7 ha, taman lingkungan 13,1 ha dan bentuk lain-lain adalah 72,7 ha
(Bappeko, 2007). Nilai ini relatif sangat kecil dan terhitung kurang memenuhi
untuk standar kota besar. Untuk dapat mengurangi pencemaran udara perlu
adanya penambahan RTH.
Setelah dilakukannya uji kualitas udara ambien oleh Badan Lingkungan
Hidup (BLH) Kota Malang, diketahui bahwa sumber dan jenis utama pencemaran
udara di Kota Malang terbagi menjadi sepuluh, yaitu nitrogen dioksida (NO2),
total suspended particulate (TSP) debu, timbal (Pb), sulfur dioksida (SO2),
oksidan (O3), hidrogen sulfida (H2S), karbon monoksida (CO), ammonia (NH3),
kebisingan, dan hidrokarbon. Kadar polutan udara Kota Malang tersebut dinilai
berdasarkan baku mutu yang telah ditetapkan pada skala provinsi Jawa Timur.
Pencemaran udara yang terjadi di Kota Malang pada umumnya disebabkan
oleh asap kendaraan bermotor dimana volume kendaraan tersebut sudah cukup
tinggi. Adanya peningkatan volume kendaraan dari tahun ke tahun akan
mempengaruhi kualitas udara di Kota Malang. Semakin tinggi volume kendaraan
di suatu wilayah atau perkotaan maka pencemaran udara yang terjadi juga juga
tinggi. Bila udara dimana makhluk hidup tinggal menjadi tercemar tentunya akan
menimbulkan kerugian khususnya dalam pemenuhan kebutuhan udara bersih
untuk keberlangsungan hidup. Udara yang tercemar akan menyebabkan gangguan
kesehatan bagi manusia dan menimbulkan penyakit seperti asma dan masalah
pada sistem pernapasan.
11
Berikut adalah hasil analisis kualitas udara ambien Kota Malang:
Tabel 1. Hasil Analisis Kualitas Udara Ambien di Kota Malang (Badan
Lingkungan Hidup Kota Malang, 2015)
No. Parameter Hasil Baku Mutu** Satuan Metode
1 Nitrogen Dioksida
(NO2)*
54,173 93 μg/m3
SNI 19-7119-2-2005
2 TSP (Debu) 0,182 0,26 mg/Nm3 SNI 19-7119-3-2005
3 Timbal (Pb) 0 60 μg/m3
SNI 19-7119-4-2005
4 Sulfur Dioksida
(SO2)
44,110 262 μg/m3
SNI 19-7119-7-2005
5 Oksidan (O3) 8,691 200 μg/m3
SNI 19-7119-8-2005
6 Hidrogen Sulfida
(H2S)
1,480 42 ppm SNI 19-4844-1998
7 Karbon
Monoksida (CO)*
0 22.600 μg/Nm3
MU/5.4/01/04-
ENV25 (COM)
8 Amonia (NH3) 66,874 1360 ppm MU/5.4/01/04-
ENV49 (UV-VIS)
9 Kebisingan 69,0 70*** dB(A) SNI 7231 : 2009
10 Hidrokarbon* 2,071 160 μg/Nm3
SNI 7119.13.2009
KONDISI CUACA SAMPLING
1 Kecepatan Angin 1,2-2,7 - m/s
2 Suhu 29,7 - oC
3 Kelembaban 66,7 - %
4 Arah Angin T-B - -
5 Tekanan Udara - - mmHg
Keterangan :
*Parameter terakreditasi oleh KAN No. LP-522-IDN
**Nilai Baku Mutu mengacu pada Pergub Jatim No. 10/2009
***Nilai Baku Mutu mengacu kepada KEPMENLH No. 48 tahun 1996 – Tentang
Baku tingkat Kebisingan (Lampiran 1 Point 5)
12
Uji kualitas udara ambien tersebut dilakukan di salah satu lokasi yang cukup
padat dengan kendaraan yaitu di Terminal Arjosari Jl. Raden Intan, Kelurahan
Arjosari, Kecamatan Blimbing Kota Malang, sehingga dapat ditemukan zat
polutan yang menjadi penyebab terjadinya pencemaran udara. Berdasarkan hasil
uji tersebut, diketahui bahwa polusi suara atau kebisingan memiliki hasil tertinggi
diikuti dengan ammonia (NH3), dan nitrogen dioksida (NO2). Polutan tersebut
tentunya akan berbahaya jika terdapat di udara dalam jumlah yang tinggi.
2.5. Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan bagian penting dari struktur
pembentuk kota dan memiliki fungsi utama sebagai penunjang ekologis kota,
serta berperan sebagai penambah dan pendukung nilai kualitas lingkungan suatu
kota. RTH sendiri didefinisikan sebagai area memanjang, jalur, dan atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, dan merupakan tempat
tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alami maupun sengaja ditanam.
Proporsi luas RTH pada kota paling sedikit 30% luas wilayah kota. Proporsi RTH
30% tersebut merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan
ekosistem kota, meningkatkan ketersediaan udara bersih bagi masyarakat dan juga
meningkatkan nilai estetika kota.
RTH yang pada umumnya berupa taman kota adalah area yang ditujukan
untuk melayani penduduk satu kota atau bagian wilayah kota. Taman ini melayani
penduduk dengan standar minimal 0,3 m2 per penduduk kota, dengan luas taman
minimal 144.000 m2. Taman ini dapat berbentuk sebagai RTH (lapangan hijau),
yang dilengkapi dengan fasilitas rekreasi dan olahraga, dan kompleks olahraga
dengan minimal RTH 80-90%. Semua fasilitas tersebut terbuka untuk umum.
Jenis vegetasi yang dipilih berupa pohon tahunan, perdu, dan semak ditanam
secara berkelompok atau menyebar berfungsi sebagai pohon pencipta iklim mikro
atau sebagai pembatas antar kegiatan (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2008).
Simonds dan Starke (2006) mengemukakan bahwa ruang terbuka memiliki
kekuatan untuk membentuk karakter kota dan menjaga kualitas lingkungannya.
Ruang terbuka dapat berupa waterfront (kawasan pantai, tepian danau, dan tepian
airan sungai), blueways (aliran sungai, aliran air lainnya, serta hamparan banjir),
greenways (jalan bebas hambatan, jalan-jalan di taman, koridor transportasi, jalan-
13
jalan setapak, jalan sepeda, serta jogging track), taman-taman kota dan areal
rekreasi, serta ruang terbuka penunjang lainnya seperti hutan kota, reservoir,
lapangan golf, kolam renang, lapangan tenis, dan instalasi militer.
Secara umum, menurut Shirvani (1985), ruang terbuka publik di perkotaan
terdiri dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau, yang dapat memberi
manfaat ekonomi dan kesejahteraan bagi masyarakatnya, seperti antara lain:
1. Fungsi ekologis, RTH dapat meningkatkan kualitas air tanah, mencegah
banjir, dan pengatur iklim mikro,
2. Fungsi sosial budaya, keberadaan RTH dapat memberikan fungsi sebagai
ruang interaksi sosial, sarana rekreasi dan sebagai tetenger (landmark) kota,
3. Fungsi arsitektural, RTH dapat meningkatkan nilai keindahan dan
kenyamanan kota melalui keberadaan taman-taman kota dan jalur hijau jalan
kota,
4. Fungsi ekonomi, RTH sebagai pengembangan sarana wisata hijau perkotaan
yang dapat mendatangkan wisatawan.
2.6. Jalur Hijau Jalan
Jalur hijau merupakan daerah hijau sekitar lingkungan perkotaan yang
bertujuan mengendalikan pertumbuhan pembangunan dan mempertahankan
daerah hijau (Dinas Pertamanan dan Keindahan Kota DKI Jakarta, 2001). Jalur
hijau yang unsur utamanya berupa vegetasi yang secara alamiah berfungsi sebagai
pembersih atmosfer dengan menyerap polutan yang berupa gas dan partikel
melalui daunnya. Vegetasi berfungsi sebagai filter hidup yang menurunkan
tingkat polusi dengan mengabsorbsi, detoksifikasi, akumulasi dan atau mengatur
metabolisme di udara sehingga kualitas udara dapat meningkat dengan pelepasan
oksigen di udara (Shannigrahi et al., 2003).
Jalur hijau diperuntukkan sebagai resirkulasi udara sehat bagi masyarakat
guna mendukung kenyamanan lingkungan dan sanitasi yang baik. Salah satu
bentuk jalur hijau adalah jalur hijau jalan. Terdapat beberapa struktur pada jalur
hijau jalan, yaitu daerah sisi jalan, median jalan, dan pulau lalu lintas (traffic
islands). Daerah sisi jalan adalah daerah yang berfungsi untuk keselamatan dan
kenyamanan pemakai jalan, lahan untuk pengembangan jalan, kawasan
14
penyangga, jalur hijau, tempat pembangunan fasilitas pelayanan, dan
perlindungan terhadap bentukan alam (Carpenter et al., 1975).
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05 Tahun 2008, untuk
jalur hijau jalan, RTH dapat disediakan dengan penempatan tanaman antara 20-
30% dari ruang milik jalan (rumija) sesuai dengan kelas jalan. Pemilihan jenis
tanaman untuk jalur hijau jalan memperhatikan fungsi tanaman dan persyaratan
penempatannya. Disarankan agar dipilih jenis tanaman khas daerah setempat,
yang disukai oleh burung-burung, serta dengan tingkat evapotranspirasi rendah.
Pada jalur hijau jalan, tanaman disediakan pada tepi jalan serta median dan pulau
jalan. Jalur tanaman tepi pada ruang terbuka hijau jalur hijau jalan memiliki fungsi
antara lain peneduh, penyerap polusi udara, peredam kebisingan, dan pemecah
angin. Median pada jalur hijau jalan berfungsi sebagai penahan silau lampu
kendaraan.
Gambar 2. Contoh Tata Letak Jalur Hijau Jalan (Direktorat Jenderal Penataan
Ruang, 2008)
2.7. Respon Tanaman terhadap Pb
Kondisi udara yang terpolusi akan mempengaruhi lingkungan, termasuk
vegetasi pada lanskap yang ditanam untuk menjerap polutan. Menurut Mansfield
(1976), sebagian besar bahan-bahan pencemar udara mempengaruhi tanaman
melalui daun. Jaringan daun terdiri dari epidermis, mesofil, dan berkas pembuluh.
Mekanisme tanaman untuk bertahan dari zat pencemar udara adalah melalui
pergerakan membuka dan menutup stomata dan proses detoksifikasi.
Salah satu partikel pencemar berbahaya yang dihasilkan dari kendaraan
bermotor dan tercemar ke udara adalah Pb. Selain memiliki dampak negatif
terhadap kesehatan manusia, Pb juga berbahaya bagi pertumbuhan tanaman.
15
Masuknya partikel Pb ke dalam jaringan daun karena ukuran stomata daun yang
cukup besar dan ukuran partikel Pb yang lebih kecil daripada ukuran stomata. Pb
masuk ke dalam daun melalui proses penjerapan pasif. Akumulasi Pb di dalam
jaringan daun akan lebih besar daripada bagian lainnya. Jumlah kandungan Pb
dalam suatu jenis tanaman bervariasi menurut organ tanaman tersebut (Dahlan,
1989).
Partikel yang menempel pada permukaan daun berasal dari tiga proses yaitu
(1) sedimentasi akibat gaya gravitasi (2) tumbukan akibat turbulensi angin, dan
(3) pengendapan yang berhubungan dengan hujan. Celah stomata mempunyai
panjang sekitar 10 μm dan lebar antara 2-7 μm, dan dengan ukuran partikel Pb
yang demikian kecil, yaitu kurang dari 4 μm dan rerata 0,2 μm maka partikel akan
masuk ke dalam daun lewat celah stomata serta menetap dalam jaringan daun dan
menumpuk di antara celah sel jaringan pagar/palisade dan atau jaringan bunga
karang/spongi tissue (Smith, 1981). Partikel Pb yang tidak larut dalam air, akan
menyebabkan senyawa Pb dalam jaringan terperangkap dalam rongga antar sel di
sekitar stomata.
Mengel dan Kirby (1987) menyebutkan bahwa secara biokimia Pb berfungsi
menghambat sistem enzim dalam mengkonversi asam amino dan pencemaran
tumbuhan oleh Pb akan sangat membahayakan kesehatan dan mengurangi laju
pertumbuhan tanaman. Kadar Pb normal dalam tumbuhan berkisar antara 2-3
ppm. Vegetasi di sekitar jalan raya dapat menyerap Pb sampai 50 ppm dimana Pb
yang diserap diakumulasikan dalam dinding sel.
Menurut Smith (1981), kemampuan daun menangkap partikel sangat
dipengaruhi oleh keadaan permukaan daun, yaitu kebasahan, kelengketan, dan
bulu daun. Semakin tinggi kandungan partikel Pb di udara akan semakin tinggi
pula kandungan partikel Pb yang terserap oleh daun. Hal tersebut terjadi karena
semakin besar kandungan partikel Pb di udara akan semakin besar kemungkinan
bertumbukan dengan daun dan masuk ke dalam stomata sampai tersimpan dalam
lapisan epidermis dan mesofil akan lebih besar. Semakin besar kemampuan
tanaman menyerap Pb dari udara, maka semakin banyak Pb dapat dibersihkan dari
udara.
3. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2017. Lokasi
pengamatan dan pengambilan sampel dibagi kedalam 3 tempat di lokasi jalur
hijau jalan Kota Malang dengan tingkat kepadatan berbeda, yaitu di Jl. Ahmad
Yani Utara dengan kepadatan tinggi, Jl Jakarta dengan kepadatan sedang,
kawasan perumahan Araya dengan kepadatan rendah, serta penambahan lokasi
untuk pengambilan sampel daun kontrol berlokasi di UPT Kebun Garbis milik
Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman Kota Malang. Ketiga lokasi tersebut
dipilih karena memiliki tingkat kepadatan yang berhubungan dengan kualitas
udara yang berbeda sehingga dapat dibandingkan bagaimana respon pertumbuhan
tanaman jika ditanam di wilayah padat kendaraan, dan yang tidak dilewati oleh
banyak kendaraan per jamnya.
Analisis kadar polutan juga dilakukan pada tanaman dengan mengambil
salah satu zat polutan yaitu logam berat Pb, yang bertujuan untuk mengetahui
seberapa besar tanaman mampu mereduksi polusi udara jika ditanam di jalur hijau
jalan yang terpapar langsung dengan asap kendaraan. Analisis logam berat Pb
dilaksanakan di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah AAS (Atomic Absorbtion
Spectofotometer), Color Chart, timbangan analitik, meteran, map coklat, kantong
plastik, label, gunting, kertas kuarto (A4), kamera, dan alat tulis. Bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman hanjuang dengan jenis Hanjuang
Merah (Cordyline terminalis ‟Rededge‟).
3.3. Metode Pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan dengan metode survei yaitu dengan mengumpulkan
data aktual di lapang untuk menggambarkan atau menguraikan sifat dari suatu
keadaan yang ada pada waktu aktual. Kegiatan survei tersebut terdiri dari 3 bagian
yaitu (1) observasi, (2) monitoring, dan (3) analisis logam berat Pb.
17
3.4. Pelaksanaan Penelitian
3.4.1. Observasi
Tahap observasi berupa penetapan lokasi, inventarisasi, dan pengambilan
sampel. Pada tahap observasi juga dilakukan pengumpulan data primer dan
sekunder. Data primer berupa tinggi tanaman, luas daun, jumlah daun, warna
daun, kondisi fisik tanaman, serta data analisis kandungan Pb, sedangkan data
sekunder berupa data tingkat kepadatan lalu lintas di Kota Malang, kualitas udara
ambien di Kota Malang, dan jenis tanaman hanjuang yang ditanam di jalur hijau
di jalan utama Kota Malang yang didapatkan dari hasil observasi di lapang serta
wawancara.
1. Penetapan Lokasi
Pengamatan dan pengambilan sampel dilakukan pada 3 lokasi, yaitu pada
jalur hijau jalan dengan tingkat kepadatan tinggi, sedang, dan rendah. Perbedaan
lokasi pengamatan yang didasarkan pada tingkat kepadatan lalu lintas bertujuan
untuk mengetahui respon ketahanan tanaman terhadap polusi udara yang
dihasilkan oleh asap kendaraan bermotor dengan intensitas jumlah kendaraan
yang berbeda di setiap lokasinya. Pembagian tersebut yaitu masing-masing
dengan tingkat kepadatan tinggi di Jl. Ahmad Yani Utara (50 - > 100 kendaraan
per jam), tingkat kepadatan sedang di Jl. Jakarta (50-60 kendaraan per jam), dan
tingkat kepadatan rendah di kawasan perumahan Araya (< 10 kendaraan per jam).
(a) (b) (c)
Gambar 3. Hanjuang Merah (Cordyline terminalis ‟Rededge‟) di Jalur Hijau Jl.
Ahmad Yani Utara (a), Jl. Jakarta (b), Perumahan Araya (c),
(Dokumentasi Pribadi, 2017)
2. Inventarisasi
Inventarisasi jenis tanaman hanjuang dilakukan di jalur hijau jalan utama
yang terdapat di Kota Malang. Inventarisasi bertujuan untuk mengetahui umur
18
tanaman, lokasi jalur hijau mana saja yang ditanami tanaman hanjuang, jenis
tanaman hanjuang yang ditanam, dan kondisi aktual dari tanaman hanjuang.
3. Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan untuk tujuan analisis kandungan Pb pada
tanaman. Sampel daun tanaman diambil dan dianalisis sebanyak 3 kali pada 0
(awal pengamatan), 1, dan 2 bulan pengamatan untuk mengetahui perbedaan
jumlah serapan Pb. Sampel pengamatan yang diambil untuk dianalisis kadar
logam berat Pb adalah daun yang terdapat pada kanopi terluar dengan tujuan agar
sampel yang diambil merupakan daun yang langsung terpapar polusi dari asap
kendaraan bermotor. Sampel daun Hanjuang dipilih secara acak dari setiap
tanaman yang berada pada lokasi pengamatan. Daun yang dipilih sejumlah 2 daun
per tanaman.
3.4.2 Monitoring
Melakukan kegiatan monitoring atau pengamatan pada tanaman bertujuan
untuk mengetahui respon tanaman dan tingkat pertumbuhan tanaman. Objek yang
diamati menggunakan tanaman pada kanopi terluar, yaitu dengan tanaman yang
digunakan adalah 10% dari total populasi yang ada pada setiap lokasi.
Pengamatan tersebut dilakukan dalam kurun waktu 3 bulan, yaitu Maret sampai
dengan Mei 2017. Pengamatan pertumbuhan dilakukan setiap 1 minggu sekali.
Parameter yang diamati sebagai berikut:
a. Pertambahan tinggi tanaman diukur setiap satu minggu hingga akhir
pengamatan. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan secara manual
menggunakan meteran.
b. Pertambahan luas daun diukur setiap satu minggu hingga akhir pengamatan.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan metode panjang kali lebar (p x
l). Untuk daun yang bentuknya terartur seperti daun hanjuang, luas daun
dapat diukur menggunakan metode p x l. Ini merupakan satu cara pengukuran
luas daun yang tersedia untuk pengamatan tanpa merusak tanaman.
Perhitungan luas daun didasarkan atas persamaan berikut:
LD = ( k * P * L )
19
Keterangan :
k : Konstanta
P : Panjang daun
L : Lebar daun
Untuk mendapatkan harga konstanta, jumlah sampel daun ideal paling
sedikit 30 helai dengan ukuran panjang dan lebar yang bervariasi (Sitompul,
2016). Pengukuran selanjutnya dilakukan pada sampel daun yang sama
ditambah dengan daun yang baru terbentuk.
c. Jumlah daun, diukur setiap satu minggu. Parameter jumlah daun diamati pada
tiap sampel tanaman utuh pada setiap waktu pengamatan. Daun yang dihitung
adalah daun telah membuka sempurna.
d. Kualitas penampakan warna dinilai dari warna daun sesuai dengan warna-
warna pada Color Chart yang disesuaikan dengan penampakan secara visual.
Perbandingan dilakukan antara daun yang terpapar polusi dengan tingkatan
kepadatan lalu lintas berbeda.
e. Keadaan fisik tanaman diamati secara deskriptif, apakah terdapat perubahan
pada tanaman yaitu timbul flecking (bintik-bintik pada daun), dimana hal
tersebut merupakan salah satu indikasi adanya Pb yang terjerap pada tanaman
(Budiyono, 2001).
3.4.3 Analisis Kandungan Pb
Analisis Pb dilakukan dengan menggunakan alat AAS (Atomic Absorbtion
Spectofotometer) di Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya. Metode ini sangat tepat untuk analisis
zat pada konsentrasi rendah. Metode AAS berprinsip pada absorbsi cahaya oleh
atom, atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu,
misalnya Pb menyerap pada 217,0 nm, Fe menyerap pada 248,3 nm, dan Cd
menyerap pada 228,8 nm (Hendayana, 1994).
Sebelum dianalisis menggunakan AAS, daun terlebih dahulu diabukan
dengan tanur dengan langkah-langkah sebagai berikut; sampel (daun hanjuang)
diambil 3-4 g lalu ditaruh di cawan porselen. Selanjutnya sampel diabukan dengan
tanur dengan suhu 400oC selama 2 jam. Selanjutnya sampel
didinginkan. Setelah dingin, sampel ditambah larutan HNO3 dan aquaregia
20
sebesar 10 ml. Sampel dipanaskan diatas kompor sampai volume ± 5 ml.
Kemudian didinginkan. Sampel disaring menggunakan kertas saring dan
dimasukkan dalam labu takar 25 ml. Sampel siap untuk dianalisis menggunakan
AAS (Manik et al., 2015).
Prinsip pengukuran adalah dengan adanya absorbsi sinar UV atau Vis oleh
atom-atom logam tersebut dalam keadaan dasar yang terdapat pada bagian
pembentuk sinar atom. Sinar UV atau Vis yang diabsorbsi berasal dari emisi
cahaya logam yang terdapat pada sumber energi hollow cathode. Sinar yang
berasal dari hollow cathode diserap oleh atom-atom logam yang terdapat dalam
nyala api, sehingga konfigurasi atom tersebut menjadi keadaan tereksitasi.
Apabila elektron kembali ke keadaan dasar ground state maka akan
mengemisikan cahayanya. Besarnya intensitas cahaya yang diemisikan sebanding
dengan konsentrasi sampel (berupa atom) yang terdapat pada nyala api dan data
akan terlihat pada komputer. Dari hasil kandungan logam berat Pb akan dibagi
menjadi beberapa kategori untuk mempermudah analisis. Kategori dibagi
berdasarkan literatur yang menyatakan bahwa kadar Pb normal dalam tumbuhan
adalah 2-3 ppm (Sukarsono, 1998). Tanaman dalam kandungan Pb rendah yaitu 0-
1,99 mg/kg, sedang 2,00-3,99 mg/kg, dan tinggi > 4 mg/kg.
3.5. Analisa Data
Hasil pengamatan terhadap morfologi tanaman yaitu tinggi tanaman, luas
daun, dan jumlah daun akan di uji statistik dengan menggunakan prog Ms. Excel
yaitu data analysis, sehingga selanjutnya akan diperoleh hasil grafik yang
menggambarkan perbedaan pertumbuhan tanaman pada setiap parameter di
seluruh perlakuan. Analisa data untuk mengetahui hubungan keeratan antara
variabel parameter yang diamati dengan respon pertumbuhan tanaman
menggunakan analisa regresi. Sedangkan untuk parameter warna daun dan kondisi
fisik tanaman akan di analisa secara visual deskriptif.
Selanjutnya skoring kandungan Pb tanaman dilakukan berdasarkan
penelitian oleh Sukarsono (1998) yaitu kandungan normal Pb dalam tanaman
adalah 2-3 ppm, dengan baku mutu di udara adalah 60 μg/m3
(Badan Lingkungan
Hidup Kota Malang, 2015).
21
Kandungan Pb pada tanaman dapat dibagi menjadi 3 kategori (Tabel 2).
Tabel 2. Skoring Kategori Kandungan Pb (Sukarsono, 1998)
Kandungan Pb Kategori Skoring
0 – 1,99 mg/kg Rendah 1
2,00 – 3,99 mg/kg Sedang 2
>4 mg/kg Tinggi 3
3.6. Rekomendasi
Data dan informasi hasil analisis disusun berdasarkan tingkat dan aspek
respon tanaman, sehingga dihasilkan data tingkat respon tanaman pada
pencemaran udara serta dibuat rekomendasi penanaman hanjuang untuk jalur
hijau jalan Kota Malang.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1 Inventarisasi Tanaman Hanjuang di Jalur Hijau Jalan Kota Malang
Inventarisasi tanaman hanjuang dilakukan dalam kegiatan observasi lapang
untuk menghasilkan jenis hanjuang dan lokasi pengambilan sampel yang sesuai.
Dari hasil inventarisasi yang telah dilakukan, diketahui bahwa terdapat 3 jenis
hanjuang yang ditanam di jalur hijau Kota Malang, yaitu hanjuang merah
(Cordyline terminalis ‟Rededge‟) dan hanjuang instanbul (Cordyline terminalis
„Compacta‟) yang termasuk kedalam genus Cordyline, serta sri gading (Draceana
fragrans) yang termasuk kedalam genus Draceana. Penanaman hanjuang di
taman maupun di jalur hijau Kota Malang sudah mulai dikembangkan mengingat
hanjuang sebagai ciri khas flora Kota Malang, bersama dengan dua tanaman lain
yaitu puring (Codiaeum variegatum) dan kol banda (Pisonia alba).
Jenis hanjuang ditanam di berbagai lokasi jalur hijau yaitu di Jl. R. Panji
Suroso sampai Jl. Tumenggung Suryo, Jl. Jakarta, Jl. Gajayana – Jl. Raya Langsep
tepatnya di median Jl. Raya Langsep, Jl Raya Dieng, dan Jl. Danau Toba, Jl.
Soekarno Hatta, Jl. Veteran, Jl. Jend. Basuki Rachmad sampai Jl. A. Yani Utara,
Jl. Besar Ijen, dan Jl. Raden Intan. Sedangkan pada 3 lokasi jalan lain yaitu Jl.
Raya Telaga Mas sampai Jl. Brigjend Slamet Riyadi, Jl. Panglima Sudirman
sampai Jl. Raya Gadang, dan Jl. Arief Margono sampai Jl. Sudanco Supriadi,
tidak ditanam jenis hanjuang. Berdasarkan ke-10 lokasi tersebut hanjuang paling
banyak jumlahnya terdapat di Jl. Soekarno Hatta yaitu berjumlah 62 plot dengan
luas 4,40 m2.
Selain didasarkan pada ketersediaan tanaman hanjuang di jalur hijau,
penetapan lokasi pengamatan dan pengambilan sampel juga didasarkan pada
tingkat kepadatan kendaraan bermotor. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ipda
Purwantoro, Endiex (2017) selaku petugas dari bagian Unit Dikyasa Satlantas
Polres Malang terkait dengan kepadatan lalu lintas di Kota Malang, dihasilkan 3
lokasi pengamatan dan pengambilan sampel yang sesuai yaitu di Jl. Ahmad Yani
Utara dengan tingkat kepadatan tinggi (50 - > 100 kendaraan per jam), Jl. Jakarta
dengan tingkat kepadatan sedang (50-60 kendaraan per jam), dan kawasan
perumahan Araya dengan tingkat kepadatan rendah (< 10 kendaraan per jam),
23
dengan jenis hanjuang yang diamati yaitu Hanjuang Merah (Cordyline terminalis
‟Rededge‟).
Lokasi pengamatan pertama berada di Jl. Ahmad Yani Utara dengan tingkat
kepadatan kendaraan paling tinggi (50 - > 100 kendaraan per jam). Pada lokasi
tersebut hanjuang ditanam di jalur hijau yang memisahkan ruas jalur kanan dan
kiri jalan raya atau berada tepat di tengah jalan dan langsung terpapar asap dari
kendaraan. Tingginya jumlah kendaraan yang melintas per jamnya dapat menjadi
salah satu penyebab tingginya polusi yang dihasilkan dan yang terserap oleh
tanaman. Pada lokasi tersebut dikarenakan dengan areanya yang sempit, pohon
besar tidak dapat ditanam di jalur hijau yang berada di tengah jalan atau yang
dapat disebut dengan median jalan, melainkan ditanam di jalur hijau di sisi kanan
dan kiri jalan sehingga tidak dapat menaungi hanjuang yang langsung terpapar
sinar matahari.
Lokasi pengamatan kedua berada di Jl. Jakarta dengan tingkat kepadatan
sedang (50-60 kendaraan per jam). Pada lokasi tersebut tanaman hanjuang
ditanam di jalur hijau yang juga berfungsi sebagai hutan kota sehingga memiliki
area yang lebih luas. Berbeda dengan lokasi di jalur hijau Jl. Ahmad Yani,
tanaman yang ditanam pada lokasi ini cukup banyak dan terdapat banyak pohon
yang menaungi, sehingga hanjuang tidak langsung terkena sinar matahari dan
terpapar asap kendaraan. Dilihat dari banyaknya tanaman lain yang ditanam pada
lokasi tersebut, lebih memungkinkan bahan pencemar yang keluar dari asap
kendaraan bermotor terserap oleh tanaman lain.
Lokasi pengamatan ketiga berada di kawasan perumahan Araya dengan
tingkat kepadatan rendah (< 10 kendaraan per jam). Pemilihan kawasan
perumahan sebagai salah satu lokasi pengamatan ditujukan sebagai lokasi
pembanding antara lokasi dengan tingkat kepadatan tingi dan sedang dengan
tingkat kepadatan kendaraan yang rendah. Kawasan perumahan yang lalu
lintasnya tidak sepadat di jalan raya, akan memberikan gambaran pertumbuhan
tanaman hanjuang dan dapat digunakan sebagai sampel tanaman pembanding.
Pada lokasi perumahan, kondisi lingkungan lebih menguntungkan untuk
pertumbuhan hanjuang dengan lalu lintasnya yang hanya ramai pada waktu
tertentu, yaitu pada pagi dan sore hari.
24
Gambar 4. Penampilan Hanjuang Merah di Jl. Ahmad Yani Utara
Gambar 5. Penampilan Hanjuang Merah di Jl. Jakarta
Gambar 6. Penampilan Hanjuang Merah di Perumahan Araya
4.1.2 Analisis Kandungan Logam Berat Pb
Analisis kandungan Pb pada daun tanaman yang telah dilakukan pada ketiga
lokasi menghasilkan 3 kategori (skoring) yang berbeda yaitu tanaman dengan
25
kandungan Pb rendah (0-1,99 mg/kg), sedang (2,00-3,99 mg/kg), dan tinggi (> 4
mg/kg).
Tabel 3. Hasil analisis kandungan Pb daun Hanjuang Merah di Jl. Ahmad Yani
Utara
Kode Tanaman Parameter Hasil Analisis
Skoring
Kadar Satuan
Sampel Bulan 1 Pb 0,97 ± 0,06 mg/kg 1
Sampel Bulan 2 Pb 6,49 ± 0,10 mg/kg 3
Sampel Bulan 3 Pb 1,70 ± 0,03 mg/kg 1
Hasil skoring kandungan Pb (Tabel 3) pada hanjuang di lokasi pengamatan
jalur hijau Jl. Ahmad Yani menunjukkan angka yang berbeda-beda yaitu dengan
skor rendah pada pengamatan 1 (0,97 mg/kg), skor tinggi pada pengamatan 2
(6,49 mg/kg), dan skor rendah pada pengamatan 3 (1,70 mg/kg). Salah satu skor
yang menghasilkan nilai tinggi sesuai dengan lokasi pengamatan yang berada di
daerah dengan tingkat kepadatan tinggi yaitu lebih dari 50 kendaraan melintas per
jamnya. Jenis kendaraan yang melintas di jalan ini terdiri dari kendaraan roda dua,
kendaraan roda empat atau kendaraan pribadi, dan kendaraan berat seperti truk
dan bus. Padatnya kendaraan yang melintas membuat kondisi lingkungan di lokasi
Jl. Ahmad Yani Utara banyak terpapar asap kendaraan yang berakibat pada
tingginya Pb yang terserap oleh tanaman.
Tabel 4. Hasil analisis kandungan Pb daun Hanjuang Merah di Jl. Jakarta
Kode Tanaman Parameter Hasil Analisis
Skoring
Kadar Satuan
Sampel Bulan 1 Pb 0,58 ± 0,03 mg/kg 1
Sampel Bulan 2 Pb 3,44 ± 0,00 mg/kg 2
Sampel Bulan 3 Pb 0,93 ± 0,03 mg/kg 1
26
Hasil skoring Pb pada daun hanjuang di lokasi pengamatan Jl. Jakarta
menunjukkan hasil dengan nilai skor rendah hingga sedang, yaitu pada
pengamatan pertama dengan skor rendah (0,58 mg/kg), pengamatan kedua dengan
skor sedang (3,44 mg/kg), dan pengamatan ketiga dengan skor rendah (0,93
mg/kg). Skor pada lokasi tersebut tidak mencapai nilai tinggi karena memang
tingkat kepadatan kendaraannya yang sedang. Banyaknya tanaman yang ditanam
pada jalur hijau di Jl. Jakarta ini pun membuat polusi udara yang dihasilkan oleh
kendaraan tidak terlalu mencemari lingkungan karena banyak diserap oleh
tanaman tersebut. Hal ini berbeda dengan kondisi lingkungan di lokasi dengan
tingkat kepadatan tinggi dimana banyak debu dan asap kendaraan yang
mencemari udara dan banyak dihirup oleh pengguna jalan.
Kadar Pb yang diserap oleh hanjuang di lokasi Jl. Jakarta tidak mencapai 1
mg/kg pada 2 kali pengamatan, hal ini sesuai dengan pernyataan Sukarsono
(1998) bahwa kadar Pb normal dalam tumbuhan adalah 2-3 ppm (mg/kg). Namun
jika kadar Pb melebihi 3 ppm pada waktu tertentu dapat dikarenakan oleh
meningkatnya intensitas kendaraan yang melintas dan tidak terjadi hujan atau
tidak dilakukan penyiraman sehingga banyak Pb yang terakumulasi didalam daun
dan meningkatkan nilai skoring.
Tabel 5. Hasil analisis kandungan Pb daun Hanjuang Merah di Perumahan Araya
Kode Tanaman Parameter Hasil Analisis
Skoring
Kadar Satuan
Sampel Bulan 1 Pb 1,10 ± 0,12 mg/kg 1
Sampel Bulan 2 Pb 2,45 ± 0,13 mg/kg 2
Sampel Bulan 3 Pb 1,65 ± 0,04 mg/kg 1
Hasil skoring Pb pada daun hanjuang di lokasi pengamatan perumahan
Araya menunjukkan hasil dengan nilai skor rendah hingga sedang, yaitu pada
pengamatan pertama dengan skor rendah (1,10 mg/kg), pengamatan kedua dengan
skor sedang (2,45 mg/kg), dan pengamatan ketiga dengan skor rendah (1,65
mg/kg). Hasil skor tersebut menunjukkan angka yang sesuai jika dilihat dari
lokasi pengamatan yang berada di daerah perumahan dengan tingkat kepadatan
27
rendah. Namun jika dilihat dari kadar hasil analisis Pb pada hanjuang, nilai
tersebut menunjukkan angka yang lebih besar dari lokasi sebelumnya di Jl. Jakarta
dengan tingkat kepadatan sedang, yaitu ketiga nilai tersebut lebih dari 1 mg/kg.
Selain dipengaruhi oleh intensitas kendaraan yang jumlahnya sudah
semakin meningkat walaupun berada di kawasan perumahan, lokasi tanam
hanjuang yang tidak terlalu jauh dengan gerbang masuk perumahan yang dekat
dengan jalan raya dan terminal pengisian bahan bakar kendaraan/pom bensin, bisa
menjadi penyebab lain masih terdapatnya kandungan Pb pada tanaman.
Kandungan Pb juga ditemukan dalam tanaman hanjuang yang ditanam di lokasi
kontrol atau jauh dari kendaraan yang melintas. Kadar Pb yang ditemukan dalam
tanaman hanjuang di lokasi kontrol UPT Kebun Garbis milik Dinas Perumahan
dan Kawasan Pemukiman Kota Malang adalah 0,76 mg/kg dan termasuk dalam
kategori skor 1 atau rendah.
4.1.3 Analisis Morfologi Tanaman
Pertumbuhan tanaman dapat menjadi indikator kecukupan sumber daya dan
interaksinya dengan faktor-faktor lingkungan. Sumber daya meliputi berbagai
macam unsur hara dan air. Faktor-faktor lingkungan diantaranya adalah cahaya,
angin, suhu, kelembaban udara, dan beberapa bahan pencemar udara. Berdasarkan
hasil penelitian Salama et al. (2011), polusi udara dapat memberikan dampak
yang signifikan pada parameter morfologi jenis tanaman. Beberapa parameter
pengamatan terkait dengan morfologi tanaman memberikan hasil mengenai
respon pertumbuhan tanaman terhadap lingkungannya yang dekat dengan polusi
udara. Parameter yang telah diamati yaitu tinggi tanaman, luas daun, jumlah daun,
warna daun, dan kondisi fisik tanaman.
1. Tinggi Tanaman
Pengukuran tinggi tanaman hanjuang dilakukan di ketiga lokasi pengamatan
selama 3 bulan dengan selang waktu 1 minggu pengamatan. Jika terjadi
pertambahan ukuran maka dapat dinyatakan bahwa tanaman hanjuang mengalami
proses pertumbuhan, namun bila terjadi reduksi tinggi tanaman atau tidak adanya
pertambahan ukuran maka dapat dinyatakan pertumbuhan tanaman hanjuang
terhambat.
28
Tabel 6. Tinggi tanaman Hanjuang Merah (cm tan-1
) pada tiga lokasi pengamatan
Lokasi Waktu Pengamatan (MST)
0 1 2
Jl. A. Yani Utara 72,60 76,60 78,38
Jl. Jakarta 74,50 77,75 78,88
P. Araya 75,25 78,25 79,50
66
68
70
72
74
76
78
80
82
0 1 2
Tin
ggi
Tan
am
an
(cm
)
Waktu Pengamatan (MST)
Jl. A. Yani Utara
Jl. Jakarta
P. Araya
Gambar 7. Kurva tinggi tanaman Hanjuang Merah (cm tan-1
) disertai dengan
standard error pada tiga lokasi pengamatan
Data yang terdapat didalam tabel 6 dan ditunjukan dalam kurva (Gambar 7)
memperlihatkan adanya peningkatan pertumbuhan tinggi tanaman setiap
minggunya. Pada ketiga lokasi tersebut, lokasi perumahan Araya menunjukkan
hasil tinggi tanaman yang paling tinggi dengan tinggi awal tanaman sebesar 75,25
cm sampai dengan 79,50 cm di akhir pengamatan. Sedangkan untuk lokasi jalur
hijau di Jl. Ahmad Yani Utara menunjukkan hasil yang lebih pendek dengan
kedua lokasi lainnya yaitu dengan tinggi awal tanaman sebesar 72,60 cm sampai
dengan 78,38 cm di akhir pengamatan. Pertambahan ukuran tinggi tanaman yang
tidak begitu besar setiap minggunya dapat disebabkan salah satunya oleh jenis
tanaman hanjuang yang bersifat tahunan atau perennial, sehingga pengukuran
tinggi tanaman yang dilakukan satu minggu sekali tidak menunjukkan hasil
pertambahan ukuran yang besar.
29
Setelah dilakukan uji statistik menggunakan data analysis pada Ms. Excel di
ketiga lokasi pengamatan, menghasilkan nilai P yaitu 0,93 pada lokasi Jl. Ahmad
Yani Utara, 0,95 pada lokasi Jl. Jakarta, dan 0,98 pada lokasi Perumahan Araya
(Lampiran 5, Tabel 13, 14, dan 15). Dilihat dari nilai P pada ketiga lokasi tersebut
dapat disimpulkan bahwa tinggi tanaman tidak berbeda nyata dengan taraf 5 %,
dengan hasil uji hipotesis H0 diterima, yaitu rata-rata tinggi hanjuang di ketiga
lokasi adalah sama.
Hanjuang yang ditanam di jalur hijau Jl. Ahmad Yani Utara langsung
terpapar oleh asap kendaraan dan tidak dinaungi oleh pohon atau tanaman lain,
tingkat kepadatan kendaraan yang tinggi pun juga semakin memperbanyak polusi
udara di sekitar tanaman. Hanjuang tersebut berada tepat di tengah jalan dengan
area tanam yang sempit, sedangkan jalur hijau di Jl. Jakarta dan perumahan Araya
memiliki area yang lebih luas sehingga masih dapat ditanami oleh pohon atau
tanaman lain dan tanaman tidak langsung terpapar oleh asap kendaraan yang
melintas. Namun dengan adanya perbedaan ukuran tersebut pada tinggi tanaman
dan kondisi lingkungan yang berbeda, tanaman hanjuang masih dapat tumbuh
dengan baik dan tidak mengalami reduksi tinggi tanaman. Sehingga dapat
dikatakan dengan kondisi lingkungan yang beragam tidak menghambat
pertumbuhan tanaman hanjuang.
2. Luas Daun
Pengamatan luas daun tanaman dilakukan di ketiga lokasi pengamatan
selama 3 bulan dengan selang waktu selama 1 minggu pengamatan.
Tabel 7. Luas daun tanaman Hanjuang Merah (cm2tan
-1) pada tiga lokasi
pengamatan
Lokasi Waktu Pengamatan (MST)
0 1 2
Jl. A. Yani Utara 107,03 112,58 129,85
Jl. Jakarta 81,83 90,03 101,93
P. Araya 94,83 100,64 112,69
30
0
20
40
60
80
100
120
140
160
0 1 2
Lu
as
Da
un
(c
m2)
Waktu Pengamatan (MST)
Jl. A.Yani Utara
Jl. Jakarta
P. Araya
Gambar 8. Kurva luas daun tanaman Hanjuang Merah (cm2tan
-1) disertai dengan
standard error pada tiga lokasi pengamatan
Pengamatan pada daun tanaman yang salah satunya adalah pengukuran
pertambahan luas daun sangat diperlukan selain sebagai indikator pertumbuhan
juga sebagai data penunjang untuk menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi
seperti pada pembentukan biomassa tanaman. Pada data yang terlihat dalam tabel
7 dan ditunjukan dalam kurva (Gambar 8) dari rataan 5 sampel tanaman di tiap
lokasi, terdapat adanya peningkatan luas daun tanaman setiap minggunya. Nilai
luas daun hanjuang terbesar terdapat di lokasi jalur hijau Jl. Ahmad Yani Utara
dengan nilai awal luas daun yaitu 107,03 cm2 sampai dengan 129,85 cm
2 di akhir
pengamatan, sedangkan nilai luas daun terkecil terdapat pada sampel hanjuang di
lokasi jalur hijau Jl. Jakarta dengan nilai awal luas daun yaitu 81,83 cm2 dan nilai
akhir pengamatan 101, 93 cm2.
Setelah dilakukan uji statistik menggunakan data analysis pada Ms. Excel di
ketiga lokasi pengamatan, menghasilkan nilai P yaitu 0,14 pada lokasi Jl. Ahmad
Yani Utara, 0,35 pada lokasi Jl. Jakarta, dan 0,21 pada lokasi Perumahan Araya
(Lampiran 5, Tabel 16, 17, dan 18). Dilihat dari nilai P pada ketiga lokasi tersebut
dapat disimpulkan bahwa luas daun tanaman tidak berbeda nyata dengan taraf
5 %, dengan hasil uji hipotesis H0 diterima, yaitu rata-rata luas daun hanjuang di
ketiga lokasi adalah sama.
31
Adanya peningkatan ukuran luas daun dapat membuktikan bahwa hanjuang
tidak mengalami hambatan pertumbuhan walaupun ditanam pada lokasi dengan
tingkat kepadatan tinggi sekalipun, yang daunnya terpapar polusi dari kendaraan
lebih banyak dibanding dengan kawasan perumahan. Kemampuan suatu tanaman
dalam menyerap polutan tentunya dipengerahui oleh karakteristik morfologi daun,
seperti ukuran dan bentuk daun. Kelebihan yang dimiliki oleh hanjuang adalah
daunnya yang termasuk dalam kategori daun berukuran besar, sehingga
diasumsikan jika hanjuang dapat menyerap lebih banyak bahan pencemar. Namun
kekurangan dari hanjuang adalah tekstur daunnya yang licin dan tidak memiliki
rambut sehingga bahan tercemar yang menempel dipermukaan jika tersiram atau
terkena air hujan akan jatuh ke tanah dan daun kembali tercuci bersih.
3. Jumlah Daun
Pengamatan jumlah daun tanaman dilakukan di ketiga lokasi pengamatan
selama 3 bulan dengan selang waktu selama 1 minggu pengamatan. Pengukuran
jumlah daun tanaman dihitung berdasarkan daun yang telah membuka sempurna.
Jika terjadi kenaikan jumlah daun pada tanaman maka dapat diasumsikan jika
pertumbuhan tanaman tersebut baik, namun jika banyak terjadi penurunan maka
dapat diasumsikan bahwa kondisi lingkungan dengan contoh salah satunya yaitu
bahan pencemar turut berpengaruh terhadap proses gugur daun. Berikut ini adalah
tabel beserta kurva rataan dari 8 sampel tanaman yang diamati jumlah daunnya di
setiap lokasi pengamatan.
Tabel 8. Jumlah daun tanaman Hanjuang Merah (tan-1
) pada tiga lokasi
pengamatan
Lokasi Waktu Pengamatan (MST)
0 1 2
Jl. Ahmad Yani Utara 16,13 16,25 16,13
Jl. Jakarta 12,63 13,13 12,50
Perumahan Araya 10,88 11 10,38
32
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
0 1 2
Ju
mla
h D
au
n (
hel
ai)
Waktu Pengamatan (MST)
Jl. A. Yani Utara
Jl. Jakarta
P. Araya
Gambar 9. Kurva jumlah daun Hanjuang Merah (tan-1
) disertai dengan standard
error pada tiga lokasi pengamatan
Pada data yang tersedia didalam tabel 8 dan ditunjukan dalam kurva
(Gambar 9), dapat dilihat bahwa jumlah daun hanjuang mengalami kenaikan dan
penurunan setiap minggunya. Data awal mengalami kenaikan pada pengamatan
kedua di setiap lokasi namun di akhir pengamatan mengalami penurunan. Jumlah
daun paling banyak terdapat di lokasi jalur hijau Jl. Ahmad Yani Utara dengan
nilai awal rataan yaitu 16,13 dan mengalami kenaikan di pengamatan kedua
dengan nilai rataan yaitu 16,25, sedangkan pada akhir pengamatan mengalami
penurunan dengan nilai rataan yaitu 16,13. Sama halnya dengan lokasi lain, nilai
untuk jumlah daun tanaman tidak mengalami kenaikan dan penurunan yang
signifikan.
Setelah dilakukan uji statistik menggunakan data analysis pada Ms. Excel di
ketiga lokasi pengamatan, menghasilkan nilai P yaitu 1 pada lokasi Jl. Ahmad
Yani Utara, 0,93 pada lokasi Jl. Jakarta, dan 0,49 pada lokasi Perumahan Araya
(Lampiran 5, Tabel 19, 20, dan 21). Dilihat dari nilai P pada ketiga lokasi tersebut
dapat disimpulkan bahwa jumlah daun tanaman tidak berbeda nyata dengan taraf
5 %, dengan hasil uji hipotesis H0 diterima, yaitu rata-rata jumlah daun di ketiga
lokasi adalah sama.
33
Adanya penurunan nilai jumlah daun tanaman disebabkan oleh gugurnya
daun hanjuang yang tumbuh di batang bagian bawah tanaman. Bagian daun
tanaman terdiri dari daun muda yang belum berkembang penuh, dan daun yang
sudah berkembang penuh. Daun tanaman yang sudah berkembang penuh
kemudian dibagi lagi menjadi daun yang masih aktif berfotosintesis dan daun tua
(mati) (Sitompul, 2016). Daun hanjuang yang gugur inilah yang sudah termasuk
daun tua atau mati, yang menyebabkan adanya penurunan pada nilai jumlah daun
tanaman. Daun pada bagian bawah umumnya tidak dapat tersinari sinar matahari
secara langsung karena ternaungi oleh daun bagian atas dan daun tanaman lain.
Data pada lokasi Jl. Ahmad Yani menunjukkan pertumbuhan jumlah daun yang
baik karena walaupun lebih banyak terpapar oleh polusi udara jumlah daun yang
gugur masih dapat diimbangi dengan jumlah daun yang tumbuh, dan kondisi
lingkungan yang ekstrim tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan daun
tanaman.
4. Warna Daun
Pengamatan pada daun hanjuang yang juga diamati adalah warna daun
tanaman. Tidak seperti warna daun pada umumnya, warna daun pada jenis
Hanjuang Merah (Cordyline terminalis „Rededge‟) tidak berwarna hijau
keseluruhan melainkan hijau kemerahan, hijau keunguan, dan merah muda. Hal
ini dikarenakan selain klorofil yang memberi warna hijau pada daun juga terdapat
karotenoid yang memberi warna oranye atau kuning, dan antosianin yang berada
di sitoplasma dan memberikan warna merah muda, merah tua, dan biru pada
penampilan warna daun. Warna daunnya yang mempunyai nilai keindahan
tersendiri membuat hanjuang termasuk kedalam jenis tanaman hias.
(a) (b) (c)
Gambar 10. Warna daun tanaman Hanjuang Merah di Jl. Ahmad Yani Utara (a),
Jl. Jakarta (b), Perumahan Araya (c)
34
Pengamatan warna daun yang dilakukan di 3 lokasi menghasilkan hasil
yang berbeda dikarenakan oleh perbedaan kondisi lingkungan di ketiga tempat
tersebut. Kondisi warna daun tanaman di jalur hijau Jl. Ahmad Yani Utara terlihat
gelap dengan warna hijau keunguan dan tidak berwarna „pink‟ cerah. Hasil
pengukuran pada Colour Chart yaitu PANTONE 19-1518 TPX (Puce). Hanjuang
yang ditanam di lokasi tersebut memiliki kondisi lingkungan yang paling banyak
terpapar polusi dari kendaraan dan sinar matahari langsung. Cahaya matahari yang
selain berperan dalam proses fotosintesis tanaman juga berperan dalam
menentukan pigmen warna pada daun. Intensitas cahaya matahari di lokasi
tersebut merupakan yang paling tinggi diterima oleh hanjuang dibandingkan ke
dua lokasi lainnya yaitu sebesar 1322 lux. Warna daun yang hijau keunguan dan
berwarna gelap didukung oleh pernyataan Fergusson dalam Hendrasarie (2007)
tentang kajian efektifitas tanaman dalam menyerap kandungan Pb di udara bahwa
pengaruh logam timbal dengan konsentrasi yang berlebih dalam tumbuhan yaitu
warna hijau gelap dan layu pada daun.
Warna daun tanaman di 2 lokasi lain yaitu di jalur hijau Jl. Jakarta dan
Perumahan Araya memiliki warna yang hampir sama namun jauh berbeda dengan
lokasi Jl. Ahmad Yani, yaitu hijau kemerahan hingga „pink‟ cerah. Hasil
pengukuran pada Colour Chart di Jl. Jakarta yaitu PANTONE 19-1860 TPX
(Persian Red), dan di perumahan Araya yaitu PANTONE 18-1945 TPX (Bright
Rose). Pada ke dua lokasi tersebut intensitas cahaya matahari tidak terlalu tinggi
dan masih dibawah 1000 lux yaitu untuk Jl. Jakarta dengan nilai 338 lux dan
Perumahan Araya dengan nilai 945 lux. Kondisi lingkungan yang cukup teduh
dan tidak dilewati banyak kendaraan per jamnya membuat daun hanjuang di ke
dua lokasi tersebut menunjukkan warna yang lebih cerah.
5. Kondisi Fisik Tanaman
Pengamatan kondisi fisik tanaman perlu dilaksanakan untuk mengetahui
kondisi aktual dari tanaman hanjuang di setiap lokasinya. Kondisi aktual yang
diamati dapat memberikan gambaran secara langsung tentang bagaimana
pertumbuhan dari tanaman tersebut, sehingga dapat menjadi salah satu indikator
apakah tanaman mengalami pertumbuhan dengan baik atau terhambat
pertumbuhannya.
35
Tabel 9. Kondisi fisik tanaman Hanjuang Merah di Jl. Ahmad Yani Utara
Sampel Tanaman ke- Kondisi Fisik
1
- Daun kering pada bagian bawah tanaman
- Terdapat bintik-bintik hitam pada
permukaan daun
- Terdapat banyak debu yang menempel
pada daun
2 - Daun kering pada bagian tepi dan ujung
daun
3 - Terdapat gejala klorosis pada daun
- Terdapat banyak debu yang menempel
4
- Daun kering pada bagian bawah tanaman
- Terdapat bintik-bintik hitam pada
permukaan daun
- Terdapat banyak debu yang menempel
pada daun
5
- Daun kering pada bagian bawah tanaman
- Daun kering pada bagian tepi dan tulang
daun
6
- Daun kering pada bagian bawah tanaman
- Terdapat banyak debu yang menempel
pada daun
7
- Daun kering pada bagian bawah tanaman
- Terdapat bintik-bintik hitam pada
permukaan daun
- Daun kering pada bagian tulang daun
- Terdapat banyak debu yang menempel
pada daun
8
- Daun kering pada bagian bawah tanaman
- Terdapat bintik-bintik hitam pada
permukaan daun
- Terdapat banyak debu yang menempel
pada daun
Pemantauan secara biologis terkait polusi udara dengan menggunakan
bioindikator atau tanaman sebagai indikator menurut Mulgrew et al. (2000) dapat
dilakukan dengan dua metode yaitu :
36
1. Metode pasif dilakukan dengan mengamati tanaman yang tumbuh secara
alami di dalam area yang dipantau,
2. Metode aktif dilakukan dengan mendeteksi adanya polusi udara dengan
menempatkan tanaman uji yang respon dan genotipenya telah diketahui, ke
daerah penelitian.
Pada lokasi pengamatan pertama yaitu di jalur hijau Jl. Ahmad Yani Utara,
kondisi fisik yang dapat diamati secara visual adalah batang dan daun tanaman,
karena tidak terdapat bunga yang tumbuh pada tanaman hanjuang dan akar
tanaman berada dibawah permukaan tanah. Secara umum kondisi batang yang
meliputi ranting dan cabang tidak menunjukkan adanya gejala atau visible
symptom. Gejala yang tampak terdapat pada daun hanjuang dimana ke 8 sampel
tersebut menunjukkan ciri-ciri gejala masing-masing namun yang mendominasi
adalah daun yang mengalami gejala kering terutama yang terdapat pada bagian
bawah tanaman. Daun kering pada bagian bawah tanaman dikarenakan daun
bagian bawah tidak lagi langsung terkena sinar matahari karena digantikan oleh
tunas baru dan ternaungi oleh daun bagian atas sehingga menghambat proses
fotosintesis. Daun bagian bawah yang sudah tidak melakukan proses fotosintesis
tersebut kemudian akan mengalami gejala kering dan mati.
Selain adanya gejala kering pada daun bagian bawah, pada tanaman juga
terdapat gejala klorosis, flecking atau bintik-bintik hitam pada permukaan daun,
dan terdapat banyak debu dan kotoran yang menempel. Tanaman yang tumbuh
didaerah dengan tingkat pencemaran tinggi dapat mengalami berbagai gangguan
pertumbuhan serta rawan akan berbagai penyakit, antara lain klorosis, nekrosis,
dan bintik hitam (Fatoba dan Emem, 2008).
Gambar 11. Gejala flecking/bintik hitam pada daun Hanjuang Merah di Jl. Ahmad
Yani Utara
Flecking/bintik hitam
37
Tabel 10. Kondisi fisik tanaman Hanjuang di Jl. Jakarta
Sampel Tanaman ke- Kondisi Fisik
1 - Sedikit kering pada ujung daun
2 - Daun kering pada bagian tepi dan ujung
daun
3 - Kondisi tanaman baik
- Tidak ada gejala yang tampak
4 - Kondisi tanaman baik
- Tidak ada gejala yang tampak
5 - Daun kering pada bagian bawah tanaman
6 - Terdapat banyak debu yang menempel
pada daun
7 - Kondisi tanaman baik
- Tidak ada gejala yang tampak
8 - Kondisi tanaman baik
- Tidak ada gejala yang tampak
Pada lokasi pengamatan ke dua yaitu di jalur hijau Jl. Jakarta, kondisi fisik
yang dapat diamati secara visual sama dengan di lokasi sebelumnya yaitu batang
dan daun tanaman, karena tidak terdapat bunga yang tumbuh pada tanaman
hanjuang dan akar tanaman berada dibawah permukaan tanah. Secara umum
kondisi batang yang meliputi ranting dan cabang tidak menunjukkan adanya
gejala atau visible symptom. Daun pada ke 8 tanaman hanjuang secara
keseluruhan tidak menunjukkan gejala kerusakan, namun pada beberapa tanaman
hanya terdapat gejala kering pada bagian bawah tanaman maupun kering pada
ujung dan tepi daun. Hanjuang pada lokasi tersebut mendapatkan intensitas sinar
matahari yang cukup namun tidak terlalu terik karena masih ternaungi oleh pohon,
sehingga proses fotosintesis tanaman tidak mengalami hambatan. Lokasi tanam
hanjuang yang tidak terlalu dekat dengan jalan raya membuat daunnya tidak kotor
38
terkena debu atau bahan pencemar lainnya, hanya ada satu sampel hanjuang yang
pada daunnya masih terdapat debu dan kotoran yang menempel.
Tabel 11. Kondisi fisik tanaman Hanjuang Merah di Perumahan Araya
Sampel Tanaman ke- Kondisi Fisik
1 - Kondisi tanaman baik
- Tidak ada gejala yang tampak
2 - Kondisi tanaman baik
- Tidak ada gejala yang tampak
3 - Kondisi tanaman baik
- Tidak ada gejala yang tampak
4 - Kondisi tanaman baik
- Tidak ada gejala yang tampak
5 - Kondisi tanaman baik
- Tidak ada gejala yang tampak
6 - Kondisi tanaman baik
- Tidak ada gejala yang tampak
7 - Daun kering pada bagian bawah tanaman
8 - Kondisi tanaman baik
- Tidak ada gejala yang tampak
Pada lokasi pengamatan ke tiga yaitu di jalur hijau kawasan perumahan
Araya, kondisi fisik yang dapat diamati secara visual sama dengan kedua lokasi
lainnya yaitu batang dan daun tanaman, karena tidak terdapat bunga yang tumbuh
pada tanaman hanjuang dan akar tanaman berada dibawah permukaan tanah.
Secara umum kondisi batang yang meliputi ranting dan cabang tidak
menunjukkan adanya gejala atau visible symptom. Dari hasil pengamatan yang
telah dilakukan, kondisi tanaman secara keseluruhan baik dan tidak menunjukkan
gejala berarti. Hanya terdapat satu tanaman yang mengalami gejala umum yaitu
daun kering pada bagian bawah tanaman. Tidak ditemukan gejala flecking/bintik-
bintik hitam pada permukaan daun, debu dan kotoran yang menempel, serta
39
penyakit daun seperti klorosis dan nekrosis. Dilihat secara umum dimana kondisi
tanaman baik dan tidak adanya kerusakan pada kondisi fisik tanaman, dapat
dikatakan bahwa kondisi lingkungan pada lokasi tersebut mendukung
pertumbuhan dan perkembangan tanaman hanjuang.
4.2. Pembahasan
4.2.1 Kemampuan Tanaman Hanjuang Merah (Cordyline terminalis
‘Rededge’) dalam Menyerap Logam Berat Pb
Pb atau timbal adalah salah satu logam berat yang berbahaya jika
terkandung dalam jumlah besar di udara dan melebihi ambang batas atau baku
mutu yang telah ditetapkan. Udara tercemar yang mengandung logam berat Pb
dapat ditimbulkan dari asap kendaraan bermotor, dimana bahan bakar minyak
(BBM) yang digunakan oleh kendaraan bermotor di Indonesia belum sepenuhnya
terbebas dari kandungan Pb. Nilai oktan paling rendah terdapat pada bahan bakar
jenih premium dengan RON (Research Octane Number) sebesar 88, dan pada
jenis premium inilah masih terkandung Pb sebesar 0,013 g/l yang termasuk
kedalam kategori rendah.
Campuran aditif Pb pada bensin yang berupa alkil timbal yaitu TEL (Tetra
Etil Lead) dan TML (Tetra Metil Lead), berfungsi sebagai zat anti ketuk (anti
knock) dalam meningkatkan nilai oktan agar getaran mesin kendaraan berkurang.
Pada daerah dengan tingkat kepadatan tinggi pasti akan mempengaruhi kadar Pb
di udara. Penggunaan Pb yang masih ditemukan dalam kehidupan sehari-hari ini
pun walaupun dengan intensitas yang terus dikurangi setiap tahunnya berakibat
pada masih ditemukannya Pb pada tanaman. Kemampuan tanaman dalam
menyerap Pb dapat diartikan yaitu tanaman yang memiliki kandungan Pb pada
daun namun tidak memiliki efek yang besar pada daun dan organ lain pada
tanaman tersebut (Fathia, 2014).
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilaksanakan (Tabel 12), pada 3
lokasi berbeda dengan tingkat kepadatan tinggi di Jl. Ahmad Yani Utara, tingkat
kepadatan sedang di Jl. Jakarta, dan tingkat kepadatan rendah di kawasan
perumahan Araya, ditemukan kandungan Pb dengan kadar berbeda dalam kurun
waktu selama 3 bulan pengamatan.
40
Tabel 12. Kandungan Pb dalam daun Hanjuang Merah dan tanah di tiga lokasi
pengamatan berdasarkan waktu pengambilan sampel
Lokasi Pengamatan
Kadar Pb Daun (mg/kg)
Kadar Pb Tanah
(mg/kg) 1 Bulan
Pengamatan
2 Bulan
Pengamatan
3 Bulan
Pengamatan
Jl. A. Yani 0,97 6,49 1,70 39,33
Jl. Jakarta 0,58 3,44 0,93 13,47
P. Araya 1,10 2,45 1,65 8,94
UPT Kebun Garbis - - 0,76 -
Pada lokasi tanam hanjuang di jalur hijau Jl. Ahmad Yani Utara, di tiga kali
pelaksanaan pengujian sampel dihasilkan nilai kadar Pb yaitu pada pengujian
pertama 0,97 mg/kg dengan skor 1 (rendah), pengujian kedua 6,49 mg/kg dengan
skor 3 (tinggi), dan pengujian ketiga 1,70 mg/kg dengan skor 1 (rendah). Hasil
pengujian kedua pada lokasi tanam hanjuang di jalur hijau Jl. Jakarta, di tiga kali
pelaksanaan pengujian sampel dihasilkan nilai kadar Pb yaitu pada pengujian
pertama 0,58 mg/kg dengan skor 1 (rendah), pengujian kedua 3,44 mg/kg dengan
skor 2 (sedang), dan pengujian ketiga 0,93 mg/kg dengan skor 1 (rendah).
Hasil pengujian ketiga pada lokasi tanam hanjuang di jalur hijau perumahan
Araya, di tiga kali pelaksanaan pengujian sampel dihasilkan nilai kadar Pb yaitu
pada pengujian pertama 1,1 mg/kg dengan skor 1 (rendah), pengujian kedua 2,45
mg/kg dengan skor 2 (sedang), dan pengujian ketiga 1,65 mg/kg dengan skor 1
(rendah). Selain pada ketiga lokasi tersebut, dilakukan juga pengujian kadar Pb
dalam tanaman hanjuang di lokasi kontrol atau bebas kendaraan di UPT Kebun
Garbis milik Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman Kota Malang dengan
hasil 0,76 mg/kg yang masuk kedalam kategori 1 (rendah).
Pada pengamatan tersebut juga dilakukan pengujian sampel tanah dengan
hasil tertinggi berada di Jl. Ahmad Yani dengan nilai 39,33 mg/kg dan hasil
terendah berada di perumahan Araya dengan nilai 8,94 mg/kg. Kadar Pb dengan
nilai tinggi pada tanah di lokasi jalur hijau Jl. Ahmad Yani sudah melebihi
setengah dari baku mutu Pb di lingkungan yang ditetapkan yaitu dengan nilai
60 μg/m3
. Hal ini dapat menjadi salah satu penyebab didapatkannya nilai Pb paling
41
tinggi pada hanjuang yaitu 6,49 mg/kg karena selain melalui stomata Pb juga
dapat diserap melalui akar tanaman. Pb adalah jenis bahan pencemar yang dapat
terakumulasi. Sesuai dengan pernyataan Dahlan (1989), akumulasi Pb di atas
vegetasi atau dalam tanah meningkat dengan meningkatnya kepadatan lalu lintas,
dan akumulasinya akan menurun dengan bertambahnya jarak dari tepi jalan raya.
Setelah dilakukan skoring untuk mengategorikan hasil kadar Pb dalam
tanaman hanjuang, diketahui bahwa nilai skor menunjukkan angka 1 sampai 3
yang berarti kandungan Pb didalam tanaman bervariasi antara rendah, sedang,
hingga tinggi. Skor yang berbeda-beda dapat dipengaruhi oleh umur tanaman atau
lama masa tanam dari hanjuang yang juga berbeda di masing-masing lokasi
pengamatan dan waktu pengambilan sampel yang berjarak 1 bulan pengamatan.
Lama paparan Pb pada tanaman dapat mempengaruhi banyaknya Pb yang diserap
oleh tanaman, semakin lama lingkungan tanam dari hanjuang terpapar bahan
pencemar Pb dapat meningkatkan kandungan Pb dalam tanaman. Hanjuang di Jl.
Ahmad Yani Utara dan Jl. Jakarta memiliki 2 tahun masa setelah tanam, dan
hanjuang di perumahan Araya memiliki 5 tahun masa setelah tanam.
Nilai kadar Pb yang menunjukkan adanya penurunan dari bulan kedua pada
bulan ketiga dapat disebabkan oleh faktor lingkungan. Hanjuang yang memiliki
daun licin tidak menjerap Pb dengan baik, karena permukaan daun akan bersih
kembali ketika terkena air. Waktu pengambilan sampel yang dilakukan setelah
kegiatan penyiraman menjadi salah satu penyebab menurunnya kadar Pb pada
tanaman. Faktor angin dan tidak padatnya jumlah kendaraan yang melintas juga
dapat menyebabkan Pb yang terkandung dalam tanaman menurun. Namun masih
ditemukannya kandungan Pb didalam tanaman berbanding terbalik dengan hasil
pengukuran Pb di udara yang menghasilkan nilai 0 μg/m3
pada pengujian kualitas
udara di salah satu lokasi dengan tingkat kepadatan cukup tinggi yaitu di Terminal
Arjosari Jl. Raden Intan, Kelurahan Arjosari, Kecamatan Blimbing Kota Malang
oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Malang pada tahun 2015 (Tabel 1).
Kondisi tersebut membuktikan bahwa Pb masih digunakan oleh manusia
dalam kegiatan sehari-hari dan sebagai contoh Pb masih digunakan sebagai zat
aditif pada bensin walaupun sudah terdapat upaya penghapusan bensin bertimbal
seperti yang tertuang dalam UU No. 23/1997 dan instruksi Menteri Lingkungan
42
Hidup RI tahun 2000 tentang penghapusan bensin bertimbal secara bertahap di
seluruh Indonesia dan ditargetkan pada tahun 2005 bahan bakar kendaraan
sudah bebas dari kandungan Pb (Gusnita, 2012). Namun hingga saat ini upaya
tersebut belum tuntas untuk dilaksanakan dan peningkatan jumlah kendaraan
setiap tahunnya akan memberikan dampak pencemaran udara yang buruk jika
tidak diimbangi dengan penggunaan bahan bakar yang benar-benar ramah
lingkungan.
4.2.2 Pengaruh Kandungan Pb dengan Pertumbuhan Tanaman Hanjuang
Merah (Cordyline terminalis ‘Rededge’)
Bahan pencemar berbentuk zat maupun partikel yang terkandung dalam
polusi udara yang dihasilkan oleh aktivitas manusia maupun gejala alam, akan
menimbulkan dampak terhadap lingkungan dan makhluk hidup disekitarnya. Jika
pada manusia dan hewan dapat terhirup masuk kedalam paru-paru ketika bernafas,
beberapa tumbuhan juga dapat menyerap partikel tersebut melalui stomata.
Menurut Dahlan (1989), masuknya partikel Pb ke dalam jaringan daun karena
ukuran stomata daun yang cukup besar dan ukuran partikel Pb yang lebih kecil
daripada ukuran stomata. Pb masuk ke dalam daun melalui proses penjerapan
pasif. Akumulasi Pb di dalam jaringan daun akan lebih besar daripada bagian
lainnya. Jumlah kandungan Pb dalam suatu jenis tanaman bervariasi menurut
organ tanaman tersebut.
Sama halnya dengan gejala kesehatan yang ditimbulkan jika terlalu banyak
bahan pencemar yang dihirup oleh manusia, adanya bahan pencemar yang
terakumulasi didalam tumbuhan dapat menimbulkan gejala tertentu. Hubungan
antara kandungan logam berat Pb terhadap pertumbuhan tanaman hanjuang dapat
diamati melalui morfologi tanaman tersebut. Pertambahan jumlah daun menjadi
salah satu indikator respon tanaman terhadap bahan pencemar udara, selain itu
juga terdapat pengamatan tinggi tanaman, warna daun, dan kondisi fisik tanaman.
Namun pertumbuhan tanaman berdasarkan pertambahan luas daun merupakan
indikator yang lebih baik sebagai respon terhadap pencemar udara. Jika pada
kondisi terpolusi tanaman mempunyai pertambahan luas daun yang tinggi, maka
kemampuan untuk menyerap pencemar udara diharapkan juga lebih besar
(Sulistijorini 2008).
43
Berdasarkan hasil analisa regresi linier di lokasi pengamatan Jl. Ahmad
Yani antara kadar Pb dengan luas daun, menghasilkan nilai persamaan regresi
yaitu y = 7,915 – 0,042x, yang berarti setiap penambahan 1% tingkat luas daun
(x), maka kadar Pb (y) akan meningkat sebesar -0,042. Selanjutnya setelah
dilakukan uji hipotesis/uji pengaruh dengan membandingkan nilai signifikan
(Sig.) dengan probabilitas 0,05 dihasilkan nilai (Sig.) = 0,894 > 0,05 yang berarti
H0 diterima H1 ditolak, dengan pengertian tidak ada pengaruh luas daun terhadap
kadar Pb atau tidak terjadi signifikan antara variabel independen dan dependen.
Kadar Pb yang mengalami kenaikan dan penurunan tidak berbanding lurus
dengan nilai luas daun yang tetap mengalami peningkatan dalam 3 minggu masa
pengamatan. Sehingga hubungan antara kadar Pb dengan luas daun pada lokasi Jl.
Ahmad Yani Utara dinyatakan negatif atau tidak memiliki keterkaitan diantara
keduanya. Dari hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa kandungan Pb pada
tanaman tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman terutama untuk pertambahan
luas daun tanaman, dimana daun berperan besar terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman sebagai tempat terjadinya proses fotosintesis.
Hal ini didukung oleh pengujian kadar Pb pada tanaman yang dilakukan
menggunakan sampel daun, dimana Pb akan lebih banyak terkandung dalam daun
tanaman dibandingkan dengan organ lainnya. Celah stomata yang mempunyai
panjang sekitar 10 μm dan lebar antara 2-7 μm, dan dengan ukuran partikel Pb
yang demikian kecil, yaitu kurang dari 4 μm dan rerata 0,2 μm maka partikel akan
masuk ke dalam daun lewat celah stomata tersebut serta menetap dalam jaringan
daun dan menumpuk di antara celah sel jaringan pagar/polisade dan atau jaringan
bunga karang/spongi tissue (Smith, 1981). Partikel Pb yang tidak larut dalam air,
akan menyebabkan senyawa Pb dalam jaringan terperangkap dalam rongga antar
sel di sekitar stomata sehingga kandungan Pb lebih banyak terdapat pada daun
tanaman.
Berdasarkan hasil analisa regresi linier selanjutnya yaitu di lokasi
pengamatan Jl. Jakarta, menghasilkan nilai persamaan regresi yaitu y = 1,555 +
0,001x, yang berarti setiap penambahan 1% tingkat luas daun (x), maka kadar Pb
(y) akan meningkat sebesar 0,001. Selanjutnya setelah dilakukan uji hipotesis/uji
pengaruh dengan membandingkan nilai signifikan (Sig.) dengan probabilitas 0,05
44
dihasilkan nilai (Sig.) = 0,996 > 0,05 yang berarti H0 diterima H1 ditolak, dengan
pengertian tidak ada pengaruh luas daun terhadap kadar Pb atau tidak terjadi
signifikan antara variabel independen dan dependen.
Sama halnya dengan lokasi sebelumnya di Jl. Ahmad Yani Utara, nilai luas
daun menunjukkan hasil yang jauh lebih besar dibandingkan dengan kadar Pb
pada tanaman. Tanaman hanjuang memiliki kemampuan dalam menyerap Pb
namun Pb tidak menghambat pertumbuhannya. Luas daun mengalami
peningkatan yang stabil dan tidak dipengaruhi oleh kandungan Pb dalam tanaman
yang mengalami peningkatan dari pengujian pertama ke pengujian kedua, dan
penurunan kandungan Pb pada pengujian ketiga. Hal tersebut juga dapat
dipengaruhi oleh kadar Pb yang termasuk kedalam kategori rendah hingga sedang
dengan nilai kadar Pb berkisar pada 0,58-3,44 mg/kg yang ditemukan dalam
sampel daun tanaman, dan belum mencapai nilai tinggi sehingga tidak
menghambat pertumbuhan tanaman.
Berdasarkan hasil analisa regresi linier pada lokasi pengamatan terakhir di
Perumahan Araya, menghasilkan nilai persamaan regresi yaitu y = 0,079 +
0,016x, yang berarti setiap penambahan 1% tingkat luas daun (x), maka kadar Pb
(y) akan meningkat sebesar 0,016. Selanjutnya setelah dilakukan uji hipotesis/uji
pengaruh dengan membandingkan nilai signifikan (Sig.) dengan probabilitas 0,05
dihasilkan nilai (Sig.) = 0,861 > 0,05 yang berarti H0 diterima H1 ditolak, dengan
pengertian tidak ada pengaruh luas daun terhadap kadar Pb atau tidak terjadi
signifikan antara variabel independen dan dependen.
Nilai kadar Pb pada tanaman mengalami kenaikan dan penurunan sama
dengan kedua lokasi sebelumnya pada tingkat kepadatan berbeda. Kandungan Pb
dalam tanaman termasuk kedalam kategori rendah hingga sedang dengan skor 1
pada pengujian sampel pertama, skor 2 pada pengujian sampel kedua, dan skor 1
pada pengujian sampel ketiga. Luas daun tanaman tidak mengalami penurunan
ketika kandungan Pb dalam tanaman meningkat, dan tidak menunjukkan adanya
pengaruh diantara luas daun dan kandungan Pb pada pengukuran data yang telah
dilakukan.
Lokasi tanam hanjuang yang berada di kawasan perumahan dengan tingkat
kepadatan rendah memberikan kondisi yang mendukung untuk pertumbuhan
45
hanjuang. Menurut Harahap dalam Rangkuti (2005), semakin jauh jarak tanaman
dari sumber pencemar maka kandungan timbal pada tanaman semakin menurun.
Meskipun setelah dilakukan pengujian masih terdapat kadar Pb pada hanjuang,
namun Pb yang masih dalam konsentrasi rendah hingga sedang tersebut tidak
menghambat pertumbuhan tanaman dibuktikan dengan morfologi tanaman dengan
kondisi baik.
Hasil uji hipotesis menunjukan tidak adanya pengaruh pertambahan luas
daun pada kandungan Pb dalam tanaman. Hubungan kadar Pb dengan luas daun
tanaman di 3 lokasi pengamatan dengan tingkat kepadatan kendaraan berbeda
menunjukkan hasil yang sama yaitu H0 diterima atau tidak adanya pengaruh luas
daun terhadap kadar Pb pada hanjuang. Kandungan Pb paling tinggi dalam
tanaman hanjuang yang dihasilkan pada lokasi pengamatan Jl. Ahmad Yani Utara
tidak mempengaruhi pertambahan luas daun tanaman yang mengalami
peningkatan yang stabil setiap minggunya. Selain itu, pengamatan lain pada
morfologi hanjuang seperti tinggi tanaman, jumlah daun, warna daun, dan kondisi
fisik tanaman tidak menunjukkan adanya penghambatan pertumbuhan yang
disebabkan oleh bahan pencemar Pb.
Kandungan Pb dalam hanjuang tidak mempengaruhi pertumbuhannya
dikarenakan masih terkandung dalam kadar normal Pb dalam tanaman. Bahan
pencemar Pb akan mengganggu pertumbuhan tanaman bila melebihi ambang
batas normal atau dalam jumlah yang sangat tinggi. Kovacs (1992) menyatakan
bahwa pencemaran udara akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan
tanaman disebabkan oleh terhambatnya asupan hasil fotosintesis kepada sel-sel
apikal dan akan menyebabkan terhambatnya pembelahan dan pemanjangan sel
sehingga mempengaruhi pertumbuhan luas permukaan daun. Hal ini juga
dinyatakan dalam penelitian Pandey dan Agrawal (1994) yang menunjukkan
terjadinya reduksi tinggi tanaman, diameter batang, biomassa tanaman, dan
jumlah daun dari tanaman-tanaman di lingkungan urban. Namun dari hasil
pengamatan morologi tanaman tidak terjadi reduksi pada pertumbuhan tinggi
tanaman dan pertambahan luas daun tanaman, hanya pada jumlah daun tanaman
yang mengalami kenaikan dan penurunan setiap minggunya.
46
Meningkatnya jumlah dan luas daun tanaman tentu akan mempengaruhi
seberapa besar Pb yang dapat diserap oleh tanaman, karena daun adalah organ
yang paling penting dalam menyerap bahan pencemar yang ada di lingkungan
tumbuh tanaman tersebut dengan peran dari proses membuka dan menutupnya
stomata pada daun. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian Juni et al. (2002)
yaitu, masuknya partikel timah hitam (Pb) dipengaruhi oleh ukuran daun.
Semakin besar ukuran daun dan semakin banyak jumlah stomatanya maka
semakin besar pula Pb yang diserap masuk ke dalam daun. Meskipun
terkandungnya Pb didalam tanaman tidak mempengaruhi pertambahan luas daun
tanaman, jika pertambahan luas daun semakin meningkat maka potensi jumlah Pb
yang diserap kedalam tanaman akan semakin meningkat.
Pb yang tercemar di udara tentunya akan memberikan pengaruh yang besar
jika sudah melewati baku mutu kualitas udara yang sudah ditetapkan karena akan
lebih banyak terserap oleh tanaman dan terhirup oleh makhluk hidup lainnya.
Namun nilai kadar Pb yang ditemukan dalam hanjuang belum mencapai ambang
batas dan masih didalam batas normal yaitu kurang dari 1 hingga 3 ppm, dan
kandungan normal pada tanaman berkisar antara 2-3 ppm (Sukarsono, 1998).
Hanya pada waktu tertentu pengujian yang dilakukan menghasilkan kadar Pb
dengan skor 3 (tinggi) dengan nilai 6,49 mg/kg. Hanjuang dengan kategori
kandungan Pb tinggi tersebut ditanam di jalur hijau pada lokasi yang memang
memiliki tingkat kepadatan tinggi yaitu di Jl. Ahmad Yani Utara.
4.2.3 Respon Tanaman Hanjuang Merah (Cordyline terminalis ‘Rededge’)
terhadap Logam Berat Pb
Pengamatan pertumbuhan tanaman hanjuang dan pengujian kadar Pb telah
dilaksanakan untuk mengetahui respon tanaman hanjuang tersebut terhadap bahan
pencemar Pb. Pengukuran kualitas udara yang telah dilakukan di Kota Malang
(Tabel 1), menunjukkan bahwa tidak terdapatnya logam berat Pb di udara dengan
hasil 0 μg/m3. Namun setelah dilakukan pengujian kadar Pb dalam tanaman
hanjuang di 3 lokasi pengamatan dengan tingkat kepadatan tinggi, sedang, dan
rendah, masih terdapat logam berat Pb dalam hanjuang di ketiga lokasi tersebut.
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan diketahui bahwa nilai rataan
dari tinggi tanaman, dan luas daun tanaman mengalami peningkatan, namun untuk
jumlah daun hanjuang mengalami kenaikan dan penurunan. Rataan tinggi
47
tanaman di 3 lokasi pengamatan mengalami peningkatan dengan tinggi tanaman
tertinggi berada di lokasi pengamatan dengan tingkat kepadatan rendah yaitu di
perumahan Araya dengan nilai 75,25-79,5 cm, sedangkan untuk nilai rataan
terendah berada di lokasi pengamatan dengan tingkat kepadatan tinggi yaitu di Jl.
Ahmad Yani Utara dengan nilai 72,63-78,38 cm.
Selain tinggi tanaman, luas daun tanaman juga mengalami peningkatan di 3
lokasi tersebut. Namun berbeda dengan tinggi tanaman, luas daun tanaman
tertinggi berada pada lokasi dengan tingkat kepadatan tinggi di Jl. Ahmad Yani
dengan nilai 107,03-129,85 cm2, dan nilai terendah berada di lokasi Jl. Jakarta
dengan nilai 81,83-101,93 cm2. Nilai rataan jumlah daun tanaman bervariasi di 3
lokasi pengamatan, namun jumlah daun dengan nilai rataan yang konstan berada
di lokasi Jl. Ahmad Yani Utara. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan
yang padat kendaraan hingga dapat menyebabkan kemacetan pada waktu tertentu
tidak menghambat pertumbuhan tanaman.
Asap kendaraan pada lokasi dengan tingkat kepadatan tinggi akan lebih
banyak mencemari lingkungan dan bahan pencemar akan lebih banyak terserap
oleh tanaman disekitarnya, namun jika tanaman tersebut masih dapat tumbuh
dengan baik dapat dinyatakan bahwa tanaman tersebut memiliki respon positif
terhadap bahan pencemar dan bersifat toleransi atau memiliki kemampuan dalam
menyerap bahan pencemar tersebut tanpa membuat pertumbuhan tanaman
terhambat atau mati.
Pb yang juga masih ditemukan dalam hanjuang yang ditanam di lokasi
kontrol dengan kadar nilai Pb yang rendah, membuktikan bahwa lingkungan Kota
Malang belum sepenuhnya terbebas dari logam berat Pb. Pb yang berbentuk zat
dan partikel dapat melayang di udara sebagai komponen dari polusi udara.
Kandungan Pb dalam tanaman hanjuang juga dapat disebabkan oleh tanaman
tersebut yang menyerap langsung bahan pencemar Pb melalui stomata di daun,
dan menyerapnya melalui akar dimana logam berat Pb sudah terakumulasi di
dalam tanah pada lokasi tanam tanaman tersebut.
Gejala flecking/bintik hitam serta klorosis yang tampak pada daun tanaman
menjadi beberapa ciri terdapatnya Pb dalam hanjuang, namun untuk morfologi
tanaman lainnya secara keseluruhan menghasilkan respon yang baik atau
48
pertumbuhan tanaman tidak terganggu. Bahan pencemar yang diserap tanaman
dapat menyebabkan perubahan kondisi fisiologi tanaman yang melibatkan
berbagai reaksi biokimia. Jika tanaman terpapar pencemar udara dalam jangka
panjang maka respon yang dapat timbul adalah terjadinya kerusakan yang
dapat diamati (visible symptom) atau terjadi perubahan laju pertumbuhan vegetatif
tanpa disertai visible symptom (Malhotra dan Khan 1984).
Selain disebabkan oleh nilai kadar Pb yang masih dalam kategori normal,
tanaman hanjuang juga termasuk kedalam tanaman yang mampu bertahan hidup
dalam kondisi ekstrim sekalipun yang tahan dengan kondisi suhu lingkungan
cukup tinggi yaitu 18-35oC dan kelembaban udara: 80-100%. (Direktorat
Budidaya dan Pasca Panen Florikultura. 2012). Tanaman hanjuang juga tidak
termasuk kedalam tanaman yang sensitif/peka terhadap bahan pencemar. Kondisi
tersebut menguntungkan untuk pengembangan tanaman hanjuang sebagai salah
satu ciri khas flora Kota Malang. Hanjuang yang mampu tumbuh baik ditanam di
lokasi dengan tingkat kepadatan kendaraan tinggi seperti di jalur hijau Jl. Ahmad
Yani Utara dan dapat dikembangkan untuk ditanam di lokasi-lokasi jalur hijau
lainnya untuk lebih mempercantik Kota Malang.
4.2.4 Rekomendasi
Pemilihan tanaman pada RTH Kota Malang tentunya selain didasarkan pada
nilai estetika juga didasarkan pada nilai fungsional yang dapat diberikan oleh
tanaman tersebut. Hanjuang adalah tanaman yang mempunyai nilai estetika
dengan daunnya yang menarik berwarna hijau kemerehan hingga keunguan, dan
dengan nilai estetika yang dimilikinya tersebut, membuat hanjuang ditetapkan
sebagai salah satu ciri khas flora Kota Malang, bersama dengan dua tanaman lain
yaitu puring (Codiaeum variegatum) dan kol banda (Pisonia alba). Selain itu
hanjuang juga memiliki nilai fungsional yang bermanfaat dalam kesehatan dan
pengendali polutan.
Hanjuang memiliki fungsi kesehatan yaitu daunnya dapat digunakan sebagai
obat sakit kepala, diare, disentri, TBC paru, asma, sakit kulit, inflamasi mata, sakit
punggung, rematik, dan encok (Bogoriani et al., 2007). Tanaman ini juga
berkhasiat untuk menghentikan perdarahan (hemostatis), menghancurkan darah
beku pada memar, dan obat wasir. Sedangkan dalam fungsi pengendali polutan,
49
hanjuang dapat menyerap beberapa bahan berbahaya seperti trikhloroetilen,
benzena, NO2, dan logam berat Pb yang dihasilkan oleh asap kendaraan bermotor
(Nasrullah et al., 2000).
Namun penanaman hanjuang di RTH terutama di jalur hijau jalan yang
banyak dilintasi oleh kendaraan masih kurang dikembangkan. Hanjuang pada
lokasi jalur hijau jalan tertentu hanya ditanam dalam beberapa plot saja dan
kurang menambah estetika dari jalur hijau tersebut. Hanjuang pada beberapa jalur
hijau di jalan utama Kota Malang juga terlihat dikurangi dan digantikan oleh
tanaman lain. Hal ini cukup disayangkan mengingat hanjuang merupakan salah
satu maskot flora Kota Malang yang seharusnya penanamannya lebih
dikembangkan agar lebih dikenal oleh masyarakat di Kota Malang sendiri maupun
masyarakat dari daerah lain yang sedang berkunjung/berwisata. Selain itu,
hanjuang juga baik dikembangkan untuk ditanam pada jalur hijau setelah diteliti
mampu mengurangi pencemaran udara yang berasal dari asap kendaraan bermotor
dengan dapat menyerap logam berat Pb namun tetap memiliki respon
pertumbuhan yang baik.
50
5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanjuang memiliki kemampuan dalam
menyerap Pb. Nilai kandungan Pb terendah dengan skor 1 (0,58 mg/kg) terdapat
di lokasi tanam jalur hijau Jl. Jakarta dan nilai kandungan Pb tertinggi dengan
skor 3 (6,49 mg/kg) terdapat di lokasi tanam jalur hijau Jl. Ahmad Yani Utara.
Hasil pengamatan morfologi tanaman menunjukkan bahwa Pb yang diserap oleh
tanaman tidak menghambat proses pertumbuhan tanaman. Hanjuang di lokasi
dengan tingkat kepadatan tinggi yaitu di Jl. Ahmad Yani Utara memiliki kondisi
morfologi yang baik sama dengan kondisi morfologi pada lokasi dengan tingkat
kepadatan sedang yaitu di Jl. Jakarta dan rendah yaitu di Perumahan Araya, serta
pada kondisi lingkungan bebas kendaraan di UPT Kebun Garbis.
Kandungan Pb masih didalam batas normal Pb dalam tanaman yaitu 2-3
ppm sehingga tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Hubungan kandungan
Pb dengan luas daun hanjuang menunjukkan tidak adanya pengaruh pertambahan
luas daun dengan kadar Pb dalam tanaman, namun semakin meningkatnya
pertambahan luas daun tanaman akan berpotensi pada penyerapan Pb yang lebih
tinggi kedalam tanaman. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
hanjuang memiliki kemampuan dalam menyerap logam berat Pb tanpa
menghambat proses pertumbuhannya, sehingga dapat dinyatakan hanjuang
memiliki respon pertumbuhan yang baik dan memiliki sifat ketahanan terhadap
Pb.
5.2. Saran
Penelitian selanjutnya disarankan menambah jumlah sampel jenis tanaman
untuk mengetahui respon tanaman lainnya yang biasa ditanam pada jalur hijau
jalan khususnya dengan tingkat kepadatan kendaraan tinggi agar dapat lebih
menambah komposisi tanaman. Pemilihan tanaman di jalur hijau terutama dengan
tingkat kepadatan sedang sampai tinggi, disarankan tanaman yang efektif
mengurangi (menyerap dan menjerap) polutan dan toleran terhadap paparan polusi
udara dan menghindari tanaman sensitif pada area terpolusi tinggi.
51
DAFTAR PUSTAKA
Badan Lingkungan Hidup Kota Malang. 2015. Report of Analysis: Kualitas Udara
Ambien (Outdoor). Jakarta: PT. PETROLAB Services.
Bappeko (Badan Perencanaan Pembangunan Kota). Wasbangdaling. Kota
Malang. 2007.
Bogoriani, N. W., Sri R. S., dan I. A. R. Astiti Asih. 2007. Isolasi Senyawa
Sitotoksik dari Daun Andong (Cordyline terminalis Kunth). Jurnal Kimia.
1(1):40-44.
Budiyono, Afif. 2001. Pencemaran Udara: Dampak Pencemaran Udara Pada
Lingkungan. Jurnal Penelitian Bidang Pengkajian Ozon dan Polusi Udara.
2(1):21-27.
Carpenter, P.L., T.D. Walker, and F.O. Lanphear. 1975. Plant in The Landscape.
W.H. Freemann And Company. San Fransisco. p. 468.
Dahlan, E.N. 1989. Dampak Pencemaran Udara terhadap Manusia dan beberapa
Komponen Sumber Daya Alam. Media Konservasi. 2(2):39-44.
Dinas Pertamanan dan Keindahan Kota DKI Jakarta. 2001. Daftar Istilah. Jakarta:
Tidak dipublikasikan. p. 11.
Direktorat Budidaya dan Pasca Panen Florikultura. 2012. Informasi Teknis
Budidaya Tanaman Pot dan Lansekap: Seri Tanaman Hias Potensial
Penyerap Polutan. Direktorat Jenderal Hortikultura. p.23-25.
Direktorat Jenderal Bina Marga. 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI).
Jakarta: Bina Karya.
Direktorat Jenderal Penataan Ruang. 2008. Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang
Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Jakarta: Direktorat Jenderal
Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum.
Eckholm, P.E. 1983. Masalah Kesehatan: Lingkungan sebagai Sumber Penyakit.
Jakarta: PT. Gramedia. p.107-126.
Ekawati, Natalia. N., M. Saleh Soeaidy., dan H. Ribawonto. 2014. Kajian
Dampak Pengembangan Pembangunan Kota Malang Terhadap Kemacetan
Lalu Lintas (Studi pada Dinas Perhubungan Kota Malang). Jurnal
Administrasi Publik (JAP). 2(1):129-133.
EPA (Environmental Protection Agency). 2017. Sumber Pencemaran Udara
[online]. https://www.epa.gov/stationary-sources-air-pollution. Diakses
pada 31 Januari 2017.
Fardiaz, S., 1992, Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kanisius. p. 61.
Fathia, Luki. A.N. 2014. Analisis Kemampuan Tanaman Semak di Median Jalan
dalam Menyerap Logam Berat Pb. Skripsi. Malang: Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya.
Fatoba, P.O. and G.U. Emem. 2008. Effects of Some Heavy Metals on
Chlorophyll Accumulation in Barbula lambaranesis. Journal of
Ethanobotanical Leaflets. 11(2):776-783.
52
Grey, GW dan FJ Deneke. 1978. Urban forestry. New York: John Wiley and
Sons, Inc.
Gusnita, D. 2012. Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) Di Udara Dan Upaya
Penghapusan Bensin Bertimbal. Bandung: Berita Dirgantara
13(3):100.
Haryanti, D., D. Budianta dan Salni. 2013. Potensi Beberapa Jenis Tanaman Hias
sebagai Fitoremediasi Logam Timbal (Pb) dalam Tanah. Jurnal Penelitian
Sains. 16(2 D):16211-52 -16211-58.
Hendayana, S. 1994. Kimia Analitik Instrumen. Edisi Kesatu. Semarang: IKIP
Semarang Press.
Hendrasarie, N. 2007. Kajian Efektifitas Tanaman Dalam Menjerap Kandungan
Pb di Udara. Jurnal Teknik Lingkungan. 3(2):1-15.
Ipda Purwantoro, Endiex “Interview”. 2017. Interview of Traffic Density in
Malang. Unit Dikyasa Satlantas Polres Malang. Jl. Jaksa Agung Suprapto,
Rampal Celaket, Klojen, Kota Malang.
Juni, A dan Ketut, I. 2002. Kandungan Timah Hitam (Plumbum) Pada Tanaman
Peneduh Jalan Di Kota Denpasar. Jurusan Biologi F. MIPA-UNUD.
Kovacs. 1992. Trees as biological indicators. In: Biological Indicators in
Environmental Protection. New York: Kovacs, M. (ed), Ellis Horwood.
Lestari, G. dan I.P.Kencana. 2015. Tanaman Hias Lanskap. Edisi Revisi. Jakarta:
Penebar Swadaya. p.196.
Librawati, T.P, 2005. Analisis Cemaran Pb pada Bawang Daun (Allium fistulosum
L) di daerah Dieng Wonosobo. Skripsi. Fakultas Biologi Unsoed
Purwokerto.
Malhotra, S.S. and A.A. Khan. 1984. Biochemical and Physiological Impacts of
Major Pollutants. In Treshow M. 1989 eds. Air Pollution and Plant Live.
John Wiley & Sons Ltd. New York. pp. 113 – 157.
Manik, K.E.S. 2003. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta: Djambatan.
Manik, S. Tunjung, W. Prihanta, dan E. Purwanti. 2015. Analisis Kandungan
Timbal (Pb) pada Daun Tamarindus indica dan Samanea saman di
Kecamatan Garum Kabupaten Blitar. Seminar Nasional XII Pendidikan
Biologi FKIP UNS 2015. Malang: PS Penddk Biologi-FKIP-UMM.
p. 817.
Mansfield, T.A. 1976. Effect of Air Pollution on Plants. Cambridge, London:
Cambridge University.
Mengel K. dan E.A. Kirby. 1987. Principles of Plant Nutrition. New York:
International Potash Institute.
Mulgrew, Angela and Peter Williams. 2000. Biomonitoring of Air Quality Using
Plants. WHO Collaborating Centre for Air Quality Management and Air
Pollution Control [Online]. http://umweltbundesamt.de/whocc/AHR10/I-
Introd. htm>. Diakses pada 1 Agustus 2017.
53
Nasrullah, N., S. Gandanegara, H. Suharsono, M. Wungkar, dan A. Gunawan,
2000. Pengukuran Serapan Polutan Gas NO2 pada Tanaman Tipe Pohon,
Semak, dan Penutup Tanah dengan Menggunakan Gas NO2 bertanda 15
N.
Risalah Pertemuan Ilmiah Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop
dan Radiasi. Bandung: Institut Pertanian Bogor.
Pandey J, Agrawal M. 1994. Evaluation of Air Pollution Phytotoxicity in
Seasonally Dry Tropical Urban Environment Using Three Woody
Perennials. New Phytol. 126: 53-64.
Pemerintah Kota Malang. 2016. Keadaan Geografi [online].
http://malangkota.go.id/sekilas-malang/geografis/. Diakses pada 22
Desember 2016.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No: 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman
Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.
Plantamor. 2012. Informasi spesies: Hanjuang Cordyline terminalis (L.) Kunth
[online]. http://www.plantamor.com/index.php?plant=1738/. Diakses pada
2 Mei 2016.
Rahadiyan, Bovi A.C dan Naniek Ratni J.A.R. 2013. Tingkat Kemampuan
Penyerapan Tanaman Hias Dalam Menurunkan Polutan Karbon
Monoksida. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan. 4(1):58.
Rangkuti, Marlinda N.S. et al., 2005. Kemampuan Menjerap Timbel (Pb)
Beberapa Jenis Tanaman Penghijauan Di Jalan Tol Jagorawi: Analisis
Struktur Anatomi Dan Histokimia. Jurnal Analisis Lingkungan. 2(1):117-
127.
Salama HMH, Al-Rumaih MM, Al-Dosary MA. 2011. Effect of Riyadh Cement
Industry Pollutions on some Physiological and Morphological Factors of
Daturainnoxia mill, Plant. Saudi Journal Biology Science. 18(1):227-237.
Santi, D. 2001. Pencemaran Udara Oleh Timbal (Pb) Serta Penanggulangannya.
Artikel Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. p. 1.
Shannigrahi, A.S., T. Fukushima, and R.C. Sharma. 2003. Air Pollution Control
by Optimal Green Belt Development Around the Victoria Memorial
Monument, Kolkata (India). Journal Environmental Studies. 60(3):241-
249.
Shirvani, Hamid. 1985. Urban Design Process. New York: Van Nostrand
Reinhold.
Simonds, J.O. dan B.W. Starke. 2006. Landscape Architecture. New York:
McGraw-Hill Book Co. p. 396.
Sitompul, S.M. 2016. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Malang: Universitas
Brawijaya Presss (UB Press). p. 74, p. 86.
Smith WH. 1981. Air Pollution and Forest: Interaction Between Air
Contaminants and Forest Ecosystems. New York: Springer-Verlag.
Smith, J. 1981. Air Pollution and Plant Life. Chichester, New York: John Willey
& Sons Ltd.
54
Soedomo M., Usman K, dan Djajadiningrat S T., Darwin. 1990. Model
Pendekatan dalam Analisis Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara,
Studi Kasus di Jakarta, Bandung dan Surabaya. Penelitian KLH. Bandung:
Jurusan Teknik Lingkungan ITB.
Sukarsono. 1998. Dampak Pencemaran Udara Terhadap Tumbuhan di Kebun
Raya Bogor. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Sulistijorini, Mas‟ud ZA, Nasrullah N, Bey A, Tjitrosemito S. 2008. Tolerance
Level of Roadside Trees to Air Pollutants Based on Relative Growth Rate
and Air Pollution Tolerance Index. Hayati Journal Biology Science.
15(3):123-129.
Surani, R., 2002. Pencemaran dan Toksi-kologi Logam Berat. Kesehatan
Lingkungan. Jakarta: Gadjah Mada University Press.
Wilmer, C.M. 1986. Stomata. London: Longman. p. 166.