responsi stemi fix print 1
TRANSCRIPT
-
8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1
1/33
1
RESPONSI
STEMI ( ST Elevat ion Myocardial Infarct ion )
Oleh:
Sovira Prashanti 115070107111006
Roshini Shasitharan 115070108111004
Akbar Fitrahadi 115070107121002
Pembimbing:
dr. Cholid Tri Tjahjono, M.Kes, Sp.JP(K)
LABORATORIUM/SMF JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SAIFUL ANWAR
MALANG
2016
-
8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1
2/33
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangSindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit
jantung koroner (PJK) yang memiliki risiko komplikasi serius bahkan kematian
penderita. Penyakit jantung koroner meliputi stable angina pectoris, unstable angina
pectoris, infark miokard akut (IMA) tanpa peningkatan gelombang ST dan dengan
peningkatan gelombang ST (Trisnohadi, 2006).
Stable Angina pectoris adalah rasa nyeri yang timbul karena iskemia
miokardium berlangsung beberapa menit sampai kurang dari 20 menit, bila lebih dari
20 menit dan berat harus dipertimbangkan unstable angina pectoris sehingga
dimasukkan dalam sindrom koroner akut (SKA) (Ogaswara, 2004).
Gambar 1.1 Sindrom Koroner Akut
Penyakit Jantung Koroner terjadi karena proses atherosklerosis yangmenyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah koroner (stenosis arteri koroner).
Penyempitan tersebut menyebabkan gangguan aliran darah sehingga dapat terjadi
kekurangan pasokan oksigen bagi sel otot jantung yang menerima darah dari
pembuluh darah yang terkena. Otot jantung yang mengalami nekrosis akan
mengeluarkan makromolekul seperti protein dan enzim tertentu yang dapat menjadi
penanda biokimia (Milioti, 2008).
Proses atherosklerosis koroner timbul akibat perubahan pada vaskular yang
progresif sehingga mengakibatkan berkembangnya plak di arteri koroner 2
-
8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1
3/33
3
(Shitrit,2004). Pada beberapa studi ditunjukkan bahwa sistem fibrinolisis endogen
teraktivasi pada stadium stable dan unstable atherosklerosis di jantung
(Tataru,1999).Sindroma Koroner Akut timbul akibat terjadinya ruptur yang selanjutnya
menghambat aliran darah dan mengakibatkan iskemia jantung (Santoso,2010).Penyakit Jantung Koroner saat ini merupakan salah satu penyebab utama
kematian di negara maju maupun di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Penyakit ini menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, apalagi dengan adanya
fasilitas diagnostik yang semakin tersebar merata.Menurut WHO pada tahun 2004 di
negara berkembang PJK menempati peringkat ke-2 penyebab kematian setelah stroke
atau penyakit serebrovaskular lainnya dengan angka kematian 3,40 juta jiwa
sedangkan di negara maju merupakan penyebab utama kematian dengan angka
kematian 1,33 juta jiwa dan secara keseluruhan, PJK merupakan penyebab utama
kematian dengan angka kematian 7,20 juta jiwa dari jumlah penduduk dunia. Di
Indonesia, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007
menunjukkan PJK menempati peringkat ke-3 penyebab kematian setelah stroke dan
hipertensi (Salim Y, 2001)
Parameter biokimiawi pada masa lalu digunakan sebagai goldstandard yaitu
aktivitas enzim Creatine Kinase (CK) dan CK-MB yang termasuk dalam definisi WHO
untuk infark miokard. Karena keterbatasan sensitivitas dan spesifisitas telah
diperkenalkan penanda biokimiawi baru seperti, mioglobin, cardiac troponin (cTn) T
dan cTn I, namun pada pasien Stable Angina Pectorisdan Unstable Angina Pectoris
kadar troponin dalam serum belum meningkat. Penegakkan diagnosis Stable Angina
Pectorisadalah berdasarkan angiografi untuk menilai derajat stenosis, namun bersifat
invasif dan butuh persiapan tertentu untuk melaksanakan tindakan tersebut,
-
8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1
4/33
4
sedangkan Unstable Angina Pectorispadaelektrokardiografi (EKG) menunjukkan
gambaran yang tidak spesifik berupa ST depresi dan T inversi(Santoso, 2009)
Pemilihan obat dalam tatalaksana terapi SKA antara lain adalah antiiskemik,
antikoagulan, antiplatelet, trombolitik/fibrinolitik, serta obat pendukung lain seperti ACEinhibitor untuk mencegah remodelling dan obat golongan statin untuk stabilisasi plak
(Baudi FB., 2010).
Selain pemberian obat, pedoman 3 mengenai revaskularisasi darurat oleh
European Society Cardiology menyebutkan bahwa revaskularisasi diberikan pasien
STEMI adalah emergensi/darurat sehingga tidak ada penundaan dalam melakukan
revaskularisasi, sedangkan pada pasien dengan NSTEMI bersifat urgensi/mendesak
sehingga revaskularisasi dapat dilakukan dalam 24 jam dan tidak melebihi waktu dari
dari 72 jam setelah episode SKA (Windecker dkk., 2014). Pemberian revaskularisai
degan intervensi koroner perkutan (PCI) dapat meningkatkan outcome klinik pasien
SKA yakni mampu menurunkan angka mortalitas dan mobiditas (Boudi FB., 2010)
1.2 Tujuan
1. Mengetahui penyakit Infark Miokard Akut (IMA) dengan elevasi ST ( ST
elevation myocardial infarction = STEMI) secara ilmu pengetahuan dasar ( basic
science ) dan dibandingkan dengan keadaan yang ada sebenarnya di lapangan
atau secara klinis ( clinical science ), serta mengetahui penatalaksanaan
kegawat-daruratannya sesuai dengan kompetensi dokter umum.
2. Penerapan proses analisis klinis ( clinical process ) untuk diagnosis dan
tatalaksana awal pada penyakit Infark Miokard Akut (IMA) dengan elevasi ST
(ST elevation myocardial infarction = STEMI) berdasarkan studi kasus ( case
study ).
1.3 Manfaat
Manfaat yang diharapkan adalah sebagai dokter umum nantinya mampu
menerapkan proses analisa klinis untuk membuat diagnosis klinik, melakukan
penatalaksanaan kegawat-daruratan, dan membuat rujukan yang tepat bagi pasien
dengan penyakit Infark Miokard Akut (IMA) dengan elevasi ST ( ST elevation
myocardial infarction = STEMI) sesuai dengan standar kompetensi dokter umum.
-
8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1
5/33
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DefinisiSindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit
jantung koroner (PJK) yang memiliki risiko komplikasi serius bahkan kematian
penderita. Penyakit jantung koroner meliputi stable angina pectoris, unstable angina
pectoris, infark miokard akut (IMA) tanpa peningkatan gelombang ST dan dengan
peningkatan gelombang ST (Trisnohadi, 2006).
Infark adalah jaringan yang mengalami nekrosis akibat keadaan iskemia lokal
yang disebabkan oleh obstruksi sirkulasi darah ke daerah jaringan tersebut. Penyebab
infark paling sering adalah obstruksi karena plak aterosklerosis, trombus, atau emboli
(Dorland, 2002). Iskemia dapat juga terjadi karena tekanan dari luar pembuluh darah
atau disebut juga dengan kompresi secara mekanik yang dapat disebabkan oleh tumor,
voluvulus, atau hernia.
Konsensus internasional mendefinisikan keadaan infark miokard akut
digunakan apabila terdapat bukti nekrosis otot jantung dengan tampilan klinis yang
konsisten dengan keadaan iskemik miokard. WHO memberikan panduan penegakkan
diagnosis infark miokard jika terdapat kombinasi 2 dari 3 keadaan berikut :
a. Gejala khas infark (nyeri dan rasa tidak nyaman yang tipikal pada dada)
b. Pola EKG yang tipikal
c. Peningkatan serum enzim biomarker jantung
American Heart Association (AHA) dalam penentuan kasus infark miokard
membagi lebih detil secara garis waktu menjadi 2 garis besar, yaitu infark miokardium
akut (Acute Myocardial Infarction – AMI) dan infark miokardium lama (Old Myocardial
Infarction – OMI) . Kriteria untuk AMI adalah ditemukansalah satu dari:
Peningkatan cardiac biomarker ditambah salah satu dari:
- Tanda-tanda iskemia
- Perubahan ST-segment atau gelombang T yang signifikanatau adanya Left
Bundle Branch Block (LBBB) yang baru
- Terbentuknya gelombang Q patologis pada EKG
- Bukti gambaran otot jantung yang pergerakannya abnormal
- Ditemukannya thrombus intracoronaria dengan angiographyatau dengan
otopsi
-
8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1
6/33
6
Adanya kematian sel jantung yang terlihat dengan perubahan EKGyang
menunjukkan tanda-tanda iskemik atau LBBB yang baru, sebelum munculnya
perubahan cardiac biomarker dalam darah
Sedangkan, kriteria untuk OMI adalah ditemukan salah satu dari:
Gambaran Q patologis dengan atau tanpa penyebab noniskemik
Bukti gambaran myokardium yang tipis dan gagal berkontraksi tanpaada
penyebab noniskemik
Temuan patologis dari infark myokardium sebelumnya
Kriteria untuk Infark miokard akut (IMA) tanpa elevasi ST ( Non ST elevation myocardial
infarction = NSTEMI ) ditunjukkan dengan:
Oklusitrombus 90% padaarteri koroner yang dibuktikan dengan angiografik.
Perubahan EKG STEMI meliputi gelombang hiperakut T danST elevasi yang
diikuti terbentuknya gelombang Q patologis.
Troponin adalah biomarker terbaik untuk memprediksi kerusakan jantung
sehubungan dengan infark miokard.
2.2 Etiologi dan Faktor Risiko
Penyebab infark paling sering adalah obstruksi karena plak aterosklerosis,
trombus, atau emboli. Plak aterosklerotik menjadi penyebab pada 90% pasien Sindrom
Koroner Akut. Aterosklerosis adalah penyakit arteri yang berkembang secara perlahan
(kronik progresif) dengan penebalan dinding tunika intima akibat terbentuknya lesi
yang disebut plak ateromatosa pada permukaan dalam dinding arteri (Maliya, 2006).
Etiologi aterosklerosis bersifat multifaktorial, perpaduan antara tingkat stres
yang tinggi, kebiasaan merokok serta kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan
berkolesterol tinggi dapat menyebabkan gangguan metabolisme lemak sehinggaterjadi hiperkolesterolemia dan akan mengarah pada keadaan dislipidemia yang
dianggap sebagai salah satu faktor risiko utama aterosklerosis (Subektif, 2005;
Almatsier, 2003; Mayes, 2003).
Ada empat faktor resiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah, yaitu
usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Resiko aterosklerosis koroner meningkat
seiring bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarangterjadisebelum usia 40 tahun.
Faktorresiko lain masihdapatdiubah, sehinggaberpotensidapatmemperlambat proses
aterogenik (Santoso, 2005). Faktor- faktor tersebut adalah abnormalitas kadar serum
-
8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1
7/33
7
lipid, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, faktor psikososial, konsumsi buah-
buahan, diet dan alkohol, dan aktivitas fisik (Ramrakha, 2011).
Wanita mengalami kejadian infark miokard pertama kali 9 tahun lebih lama
daripada laki-laki.Perbedaan onset infark miokard pertama ini diperkirakan dariberbagai faktor resiko tinggi yang mulai muncul pada wanita dan laki-laki ketika berusia
muda.Wanita agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai menopause, dan
kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal ini diduga karena adanya efek
perlindungan estrogen (Santoso, 2005).
Tabel 2.1 Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskuler (Yusuf, 2001)
Faktor risiko yang menjadi penyebab ( risk
factor )
Penanda risiko yang menunjukkan
hubungan (risk markers)
1. Merokok
2. LDL yang tinggi
3. HDL yang rendah
4. Tekanan darah tinggi
5. Kadar glukosa yang tinggi
6. Aktifitas fisik yang kurang (physical
inactivity)
7. Obesitas
8. Diet
1. Status sosio ekonomi yang rendah
2.Kenaikan faktor prothrombin:
fibrinogen, PAI-1 (plasminogen
activator inhibitor – 1 )
3. Penanda dari infeksi atau inflamasi
4. Kenaikan homocysteine
5. Kenaikan lipoprotein (a)
6. Faktor psikologi (depresi, stress)
dan kehilangan dukungan sosial
2.3 Insidensi dan Prevalensi
Penyakit Jantung Koroner saat ini merupakan salah satu penyebab utama
kematian di negara maju maupun di negara berkembang, termasuk Indonesia.Penyakit
ini menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, apalagi dengan adanya fasilitas
diagnostik yang semakin tersebar merata.Menurut WHO pada tahun 2004 di negara
berkembangPJK menempati peringkat ke-2 penyebab kematian setelah stroke atau
penyakit serebrovaskular lainnya dengan angka kematian 3,40 juta jiwa sedangkan di
negara maju merupakan penyebab utama kematian dengan angka kematian 1,33 juta
jiwa dan secara keseluruhan, PJK merupakan penyebab utama kematian dengan
angka kematian 7,20 juta jiwa dari jumlah penduduk dunia. Di Indonesia, menurut hasil
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 menunjukkan PJK menempati
peringkat ke-3 penyebab kematian setelah stroke dan hipertensi (Yuniarti, 2000)
Menurut data statistik dari American Heart Association (AHA), sekitar 18% pada
-
8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1
8/33
8
pria dan 23% pada wanita dengan usia >40 tahun meninggal dalam kurun waktu 1
tahun yang memiliki infark miokard untuk diagnosa pertama, 20% pasien SKA masuk
rumah sakit untuk serangan ulang dalam 1 tahun dan 60% dari biaya rumah sakit
terkait dengan pasien SKA yang mengalami ulangan masuk rumah sakit (Kolansky,2009)
2.4 Patogenesis
Proses terjadinya aterosklerosis berjalan dalam waktu yang lama, secara
bertahap berjalan dari sejak usia muda bahkan juga sejak usia anak-anak sudah
terbentuk bercak garis lemak ( fatty streaks) pada permukaan lapis dalam pembuluh
darah, dan lambat-laun pada usia tua dapat berkembang menjadi bercak sklerosis
(plak pada pembuluh darah) sehingga terjadi penyempitan dan penyumbatan
pembuluh darah.Penyebab utama Sindrom Koroner Akut dipicu oleh rupture , fisur atau
erosi plak aterosklerotik adalah karena kondisi plak aterosklerotik yang tidak stabil
(vulnerableatherosclerotic plaques ) dengan karakteristik; lipid core besar, fibrous cap
tipis,dan plak penuh dengan aktivitas sel-selinflamasi seperti sel limfosit T dan lain-lain.
Gambar 2.1 Pembentukan Aterosklerosis (GyldendalAkademisk, 2011)
Patogenesis aterosklerosis dimulai ketika terjadi jejas pada endotel arteri, sehingga
menimbulkan disfungsi endotel. Konsentrasi kolesterol yang tinggi dalam plasma darah
-
8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1
9/33
9
dapat merubah gambaran lipoprotein menjadi dislipidemia yaitu menurunkan kadar
High density lipoprotein (HDL) dan meningkatkan kadar Low density lipoprotein (LDL)
plasma (Murwani, 2013). Keadaan dislipidemia yang terus menerus menyebabkan
terjadinya disfungsi endotel. Disfungsi endotel akan memicu LDL masuk danterakumulasi di tunika intima endotel arteri dan membuat terjadinya retensi partikel
lipoprotein dengan cara memperlambat jalan keluar mereka dari intima. Terikatnya LDL
pada proteoglikan di matriks ekstraseluler menyebabkan LDL terperangkap lebih lama
dalam endotel. LDL rentan terhadap modifikasi struktural karena oksidasi, terutama
partikel LDL yang padat dan kecil. Di lain sisi tingginya kadar lipid dalam darah akan
meningkatkan produksi Reactive Oxygen Species (ROS). Radikal bebas ROS akan
memicu terjadinya stres oksidatif yang mengakibatkan terbentuknya LDL yang
teroksidasi yang akan menjadi ox-LDL atau LDL termodifikasi (Pradana, 2012).ROS
juga menyebabkan turunnya sistem antioksidan di jaringan (Ercal, 2001). ROS
mempunyai efek negatif yaitu dapat merubah struktur jaringan dan menimbulkan
kerusakan jaringan.
Rupture , fisuratau erosi plak aterosklerosis (yang sudah ada dalam dinding
arteri koronaria) mengeluarkan zat vasoaktif (kolagen, inti lipid, makrofag dan faktor-
faktor lain dalam jaringan) ke dalam aliran darah, sehingga menginduksi adhesi,
aktivasi dan agregasi thrombosit serta pembentukan fibrin membentuk thrombus.
Trombus pada arteri jantung inilah yang mengakibatkan terjadinya oklusi koroner total
atau subtotal. Hal ini menyebabkan suplai oksigen menjadi semakin berkurang yang
berakibat terjadinya nekrosis jaringan dan dapat mengakibatkan kematian otot jantung.
2.5 Diagnosis
Kemungkinan SKA adalah dengan gejala dan tanda:
1. Nyeri dada yang sesuai dengan kriteria angina ekuivalen atau tidak seluruhnya
tipikal pada saat evaluasi di ruang gawat-darurat.
2. EKG normal atau nondiagnostik, dan
3. Marka jantung normal
Definitif SKA adalah dengan gejala dan tanda:
1. Angina tipikal.
2. EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik untuk STEMI, depresi ST atau
inversi T yang diagnostik sebagai keadaan iskemia miokard, atau LBBB
baru/persangkaan baru.
3. Peningkatan marka jantung
-
8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1
10/33
10
a. Gejala Klinis
Gejala ST elevation myocardial infraction (STEMI)adalah chest discomfort >30
menit dan tidak hilang dengan pemberian nitrat biasa. Chest discomfort digambarkanseperti rasa tertekan benda berat, tertusuk dan terbakar di dada yang bisa menjalar ke
bahu, lengan, punggung, leher,rahang. Gejala yang mungkin menyertai termasuk
sesak napas,kelemahan,diaforesis, mual, muntah, sakit kepala.
Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin
dan lemas. Pasien terus menerus mengubah posisinya di tempat tidur. Hal ini
dilakukan untuk menemukan posisi yang dapat mengurangi rasa sakit, namun tidak
berhasil. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa dingin
(Antman, 2005).
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendukung diagnosis dan penilaian tempat
sakit, dan komplikasi pada pasien ST elevation myocardial infraction (STEMI).
Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal atau sedikit
meningkat (Irmalita, 1996). Pulsasi arteri karotis melemah karena penurunan stroke
volume yang dipompa jantung (Antman, 2005). Volume dan denyut nadi cepat, namun
pada kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia
juga sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau
hari. Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali normal (Irmalita, 1996).
c. Elektrokardiografi
Pada pasien ST elevation myocardial infraction (STEMI), dapat ditemui adanya
ST elevasi. Perubahan EKG pada STEMI meliputi:
i. Gelombang hiperakut T: pada periode awal STEMI bisa didapatkan gelombang T
hiperakut yaitu gelombang T yang tingginya lebih dari 6 mm pada sadapan
ekstremitas dan lebih dari 10 mm pada sadapan prekordial. Namun, gelombang
T hiperakut ini tidak selalu spesifik untuk STEMI.
ii. ST elevasi yang diikuti terbentuknya gelombang Q patologis: jika oklusi trombus
90% pada arteri koroner dapat ditemui adanya ST elevasi. Diagnosis STEMI
ditegakkan jika didapatkan elevasi segmen ST minimal 0,1 mv (1 mm) pada
sadapan ekstremitas dan lebih dari 0,2 mv (2 mm) pada sadapan prekordial.
Pada STEMI perubahan ini ditemukan 2 sadapan berdekatan. Pada saat
bersamaan, mulai terbentuk gelombang Q patologis.
-
8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1
11/33
11
iii. Intervensi gelombang T: kembalinya segmen ST pada garis isoelektrik.
.
Gambar 2.2 Gambaran EKG pada STEMI
d. Pemeriksaan Biomaker Laboratorium untuk kerusakan jantung
Troponin adalah biomarker terbaik untuk memprediksi kerusakan jantung
sehubungan dengan infrak miokard. Marker yang dilihat adalah CTnT atau CTnl
(Cardiac Spesific Troponin ) karena lebih spesifik dan lebih sensitif daripada cardiac
enzim lainnya, seperti Creatin Kinase (CK) atau Isoenzim MB (CK-MB). Troponin C,
TnI dan TnT berkaitan dengan konstraksi dari sel miokrad. Troponin merupakan
kompleks protein yang mengatur interaksi aktin-myosin sel jantung. Saat terjadi
kerusakan atau kematian sel, maka troponin akan menyebar ke sirkulasi darah perifer.
Protein-protein tersebut tidak terdeteksi pada kondisi sehat sehingga nekrosis kecil
miokard dapat memberikan hasil yang positif. Gambaran enzim jantung pada pasien
infark miokard dapat dilihat pada gambar 2.3
Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau troponin I/T
menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah awitan SKA, pemeriksaan
hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan angina. Jika awitan SKA tidak dapat
ditentukan dengan jelas, maka pemeriksaan hendaknya diulang 6-12 jam setelah
pemeriksaan pertama. Kadar CK-MB yang meningkat dapat dijumpai pada seseorang
dengan kerusakan otot skeletal (menyebabkan spesifisitas lebih rendah) dengan waktu
paruh yang singkat (48 jam). Mengingat waktu paruh yang singkat, CK-MB lebih terpilih
untuk mendiagnosis ekstensi infark (infark berulang) maupun infark periprosedural.
Peningkatan kadar cTnT terdeteksi 3-4 jam setelah jejas miokard. Kadar cTnT
mencapai puncak 12-24 jam setelah jejas (Samsu, 2007). Peningkatan terus terjadi
selama 7-14 hari. cTnT tetap meningkat kira-kira 4-5 kali lebih lama daripada CKMB.
cTnT membutuhkan waktu 5-15 hari untuk kembali normal (Samsu, 2007). Diagnosis
infark miokard ditegakkan bila ditemukan kadar cTnT dalam 12 jam sebesar ≥0.03 µg/L,
-
8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1
12/33
12
dengan atau tanpa disertai gambaran iskemi atau infark pada lembaran EKG dan nyeri
dada (McCann, 2009).
Gambar 2.3 Peningkatan enzim jantung (Zafari, et al ., 2014)
e. Imaging
Tujuan pemeriksaan adalah untuk membuat diagnosis banding, identifikasi
komplikasi dan penyakit penyerta. Cardiac imaging dapat menentukan penyebab chest
discomfort pada pasien infark miokard akut atau unstable angina yang pemeriksaan
ECGnya normal atau tidak terdiagnosis. High quality portable chest X-ray,
transthoracic atau transesophageal echocardiography dan CT-scan yang memakai
kontras berguna untuk membedakan STEMI pada pasien yang menunjukkan
perbedaan yang tidak jelas dari diseksi aorta (pecahnya pembuluh darah aorta yang
dapat menutupi arteri koroner, sehingga menyebabkan infark miokard.
2.6 Diagnosis Banding
Dalam penatalaksanaan pasien dengan nyeri dada hebat seperti padakasus
ini, harus dipikirkan juga diagnosis banding penyebab nyeri dada hebat yang dapat
mengancam nyawa, seperti diseksi aneurisma aorta, pulmonary embolism, ruptur VE,
tension pneumothorax, ataupun perforasi ulcus. Untuk menyingkirkan diagnosis
banding tersebut dan menguatkan dugaan ke arah STEMI, maka yang dilakukan
adalah EKG serial tiap 10-15 menit. Pemeriksaan cardiac biomarker tidak perlu
dilakukan di awal, melainkan dilakukan dalam interval 6-8 jam sebanyak 2-3 kali atau
hingga mencapai nilai puncak (AHA, 2004).
2.5 Penatalaksanaan
-
8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1
13/33
13
Terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan diagnosis kerja
Kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan angina di ruang gawat darurat,
sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau marka jantung. Terapi awal yang
dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin (disingkat MONA), yang tidak harusdiberikan semua atau bersamaan.
Penatalaksaan STEMI oleh AHA (2013) adalah sebagai berikut:
- Initial Therapy
Aspirin 162-325 mg (loading), selanjutnya 81-325 mg sekali perhari.
Oksigen sesuai kebutuhan untuk mempertahankan saturasi >90%.
Nitroglycerin
0,4 mg sublingual tiap 5 menit (hingga 3 kali) sesuaikebutuhan untuk
mengurangi nyeri karena iskemia.
IV nitroglycerin (mulai dari 10mcg/menit, titrasi)
o Kontraindikasi pada pasien dengan sistolik < 90 mmHgatau >30
mmHg dari baseline, pasien bradikardia atautakikardia, infark
ventrikel kanan, atau penggunaanphophodiesterase inhibitor
dalam 24-48 jam.
Morphine 4-8 mg IV (loading), selanjutnya 2-8 mg IV tiap 5-15menit sesuai
kebutuhan untuk mengatasi nyerinya, kecemasanataupun edema pulmonal.
Antiplatelet dan anticoagulant
Golongan P2Y12 inhibitor digunakan bersamaan denganaspirin
Clopidogrel 600 mg jika akan PCI atau 300 mg jika≤ 75 tahun dan
diterapi dengan fibrinolitik, selanjutnya 75 mg sekali sehari
- Terapi reperfusi
PCI
Direkomendasikan untuk gejala STEMI < 12 jam dan PCIdapat dilakukan dalam
90-120 menit, atau tidak bergantung padawaktu, namun terapi fibrinoliticmerupakan kontraindikasi.
CABG
Bila risiko tinggi dan anatomi coronaria tidak fleksibelsaat PCI
Fibrinolisis (thrombolysis)
Direkomendasikan bila tidak adakontraindikasi dan masih dalam golden period
12 jam, serta masihdianggap reasonable jika dilakukan dalam 12-24 jam bila
adaiskemia yang terus-menerus.
- Terapi tambahan
-
8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1
14/33
14
Beta blocker
Pada pasien tanpa kontraindikasi (HF, low outputstate, hipotensi, bradikardia,
heart block, STEMI akibatpenggunaan kokain). Mulai terapi beta blocker sejak
24 jam pertama. Fungsinya adalah mengurangi mortalitas jangka panjang. ACE inhibitor
Pemberian sejak 24 jam pertama dapatmengurangi mortalitas
Statin
Diberikan sejak 24 jam pertama dapat menurunkanmortalitas dan komplikasi
2.6 Prognosis
Terdapat beberapa skala objektif yang digunakan untuk menentukan prognosis dari
pasien-pasien dengan ACS.
- CCS (Canadian Cardiovascular Society) grading of angina
pectorismerupakan penilaian objektif untuk nyeri dada (Lucien,
1976).Penilaiannya adalah sebagai berikut:
Gambar 2.4 Pembagian Klasifikasi CCS
-
8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1
15/33
15
- Penilaian Killlip Class Score digunakan sebagai faktor prognosis jikapasien
didapatkan menderita gagal jantung (Khot, et al., 2003).
Gambar 2.5 klasifikasi killip(Zafari, et al ., 2014)
- GRACE (Global registry of acute coronary events) score digunakanuntuk
memprediksi risiko mortalitas 6 bulan post-MRS. Penilaian ini didasarkan
atas penelitian skala global dengan partisipasi 14 negaradari tahun 1999
hingga 2003 (Eagle, et al., 2004).
Gambar 2.6 Faktor Resiko Kematian pada Kasus SKA
-
8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1
16/33
16
Dengan nilai rujukan interpretasi sebagai berikut:
Gambar 2.7 Faktor Resiko Kematian Berdasarkan GRACE
- TIMI (Thrombolysis in myocardial infarction)score, yang digunakan untuk
menilai risiko mortalitas saat MRS
Gambar 2.8 Klasifikasi TIMI
-
8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1
17/33
17
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas PasienNama : Tn. T
Jenis kelamin : Laki – laki
Tanggal lahir : 27 November 1966
Umur : 49 tahun
Alamat :Malang
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : S1
Status : menikah
Etnis/suku : Jawa
Agama : Islam
3.2 Anamnesis
Keluhan utama: nyeri dada
Pasien mengeluh nyeri dada 8 jam sebelum masuk rumah sakit (saat tidur sekitar
pukul 21.00). nyeri dada muncul disertai rasa mual dan muntah serta terdapat
keringat dingin. Rasa nyeri kemudian menjalar hingga ke lengan kiri. Nyeri
bertahan selama 3 jam dengan vas 10/10. Kemudian pasien dibawa ke RS
Soepraoen. Saat di RS Soepraoen diberi Amiodarone dan kemudian pasien
dirujuk langsung ke RSSA.
Pasien pernah menderita nyeri dada sebelumnya 1 minggu yang lalu, nyeri
dada timbul hingga punggung kemudian tidak ada keluhan lagi sehingga pasien
tidak minum obat apapun dan juga tidak membawanya ke rumah sakit.
Pasien tidak pernah mengeluhkan sesak nafas, pasien tidur menggunakan
1 bantal. Kaki bengkak (-). Riwayat hipertensi (-)Riwayat DM (-). Riwayat merokok
(+) sejak 1 bulan yang lalu, pasien merokok 2 pak per hari. Riwayat alergi
disangkal.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Deskripsi umum
Kesan sakit : tampak sakit sedang
Gizi : cukup
-
8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1
18/33
18
Tanda-tanda vital
Kesadaran : GCS 45 6
Nadi :80 kali/menit
Tekanan darah : 110/70 mmHgPernafasan :18 kali/menit
Pemeriksaan Fisik
K/L : an (-/-) ict (-/-)
JVP R + 2 cm H 2O; 30 0
Tho : Bentuk/gerak simetris
Pulmo:
SF D=S VS V|V
V|V
V|V
Rh - | - Wh - | -
- | - - | -
- | - - | -
Cor:
Inspeksi: iktus terlihat
Palpasi : iktus teraba pada ICS V 2cm MCL Sinistra
Perkusi : RHM = SL dextra
LHM = Iktus
Auskultasi : S1 S2 single regular, murmur (-), gallop (-)
Abd :datar, rata, lemas, BU (+) normal, nyeri tekan epigastrium
(-), Hepar tidak teraba, Liver tidak teraba
Ekstermitas :hangat akral, lateralisasi kanan, edema - | -
- | -
3.4 Pemeriksaan Laboratorium
Lab Value Normal
value Lab Value
Normal
value
Hb 13.5 3.500-10.000 Na 137 136-145
Leucocyt 13.850 11-16.5 K 3.85 3,5-5
Thrombocyt 300.000 150-390.10 Cl 108 98-105
PCV 39.6% 35-50 Ureum 51.80 10-50
-
8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1
19/33
19
Trop I20.00 ->
25.20
Neg bila 494 39 - 308 SGOT 74 11-41
CK MB 71 -> 67 7-25 SGPT 75 10-41 PPT 10.8 9.3-11.4 Albumin 3.70 3.5-5.5
APTT 26.2 24.8-34.4
INR 1.04 0.8-1.30
Blood Gas Analysis (BGA)
BGA
(on NRBM 10 Lpm)
Value
PH 7.33 7,35-7,45
PCO2 25.1 mmHg 35-45
PO2 74.2 mmHg 80-100
HCO3 13.4 mmol/ l 21-28
Base Excess -12.8 -3 until +3
O2 saturation 93.1% > 95%
3.5 Pemeriksaan EKG
1. Saat di IGD RSSA (pukul 03.45 WIB)
-
8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1
20/33
20
-
8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1
21/33
21
2. Saat di CVCU RSSA (pukul 05.00 WIB)
-
8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1
22/33
22
3. Post Streptase di CVCU (pukul 07.00 WIB)
-
8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1
23/33
23
-
8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1
24/33
24
3.6 Chest X-ray 26 Desember 2015
-
8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1
25/33
25
BAB 4
PEMBAHASAN
Kasus TeoriAnamnesis
Keluhan utama: nyeri dada
Pasien mengeluh nyeri dada 8 jam
sebelum masuk rumah sakit (saat
tidur sekitar pukul 21.00). Nyeri
dada muncul disertai rasa mual dan
muntah serta terdapat keringat
dingin. Rasa nyeri kemudian
menjalar hingga ke lengan kiri.
Nyeri dada seperti rasa terbakar.
Nyeri bertahan selama 3 jam
dengan vas 10/10. Kemudian
pasien dibawa ke RS Soepraoen.
Saat di RS Soepraoen pasien
terjadi OSVT dan diberi Amiodarone
dan kemudian pasien dirujuk
langsung ke RSSA.
Riwayat penyakit terdahulu:
Pasien pernah menderita nyeri
dada sebelumnya 1 minggu yang lalu,
nyeri dada timbul hingga punggung
kemudian tidak ada keluhan lagi
sehingga pasien tidak minum obat
apapun dan juga tidak membawanya ke
rumah sakit.
Pasien tidak pernah mengeluhkan
sesak nafas, pasien tidur menggunakan
1 bantal. Kaki bengkak (-). Riwayat
hipertensi (-) Riwayat DM (-). Riwayat
merokok (+) pasien merokok 2 pak per
hari. Riwayat alergi disangkal.
Gejala ST elevation myocardial infraction
(STEMI) adalah chest discomfort >20 menit.
Chest discomfort digambarkan seperti rasa
tertekan benda berat, tertusuk dan terbakar
di dada yang bisa menjalar ke bahu, lengan,
punggung, leher, rahang. Gejala yang
mungkin menyertai termasuk sesak napas,
kelemahan, diaforesis, mual, muntah, sakit
kepala.
Pada pasien ini, ditemukan bahwa terdapat
nyeri dada yang memenuhi kriteria nyeri
dada tipikal untuk keluhan jantung. Pasien
memiliki riwayat nyeri dada yang tembus ke
punggung dan memberat secara progresif,
tidak membaik dengan istirahat. Nyeri
disertai dengan keringat dingin dan
berlangsung selama kurang lebih 30 menit.
Pasien juga memiliki riwayat merokok yang
merupakan faktor risiko dari infark miokard
pada jantung.
-
8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1
26/33
26
Riwayat pengobatan
Sebelum masuk rumah sakit,
pasien pergi ke Rumah Sakit Soepraoendan dilakukan pemeriksaan EKG.
Karena dari pemeriksaan EKG
didapatkan gambaran OSVT Pasien
diberi Amiodarone. Lalu dirujuk ke
RSSA
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien tidak mengetahui penyakit
apa saja yang pernah diderita keluarga
Riwayat sosial
Riwayat merokok (+), pasien
merokok 2 pak per hari. Riwayat alergi
disangkal.
Pemeriksaan fisik
Deskripsi umum
Kesan sakit: tampak sakit sedang
Gizi: cukup
Tanda-tanda vital
Kesadaran: GCS 4 5 6
Nadi: 80 kali/menit
Tekanan darah: 110/70 mmHg
Pernafasan: 18 kali/menit
K/L: an (-/-) ict (-/-)
JVP R + 2 cm H 2O; 30 0
Tho: Bentuk/gerak simetris
Cor:
Inspeksi: iktus terlihat
Palpasi : iktus teraba pada ICS V 2cm
MCL kiri
Perkusi : RHM = SL dextra ; LHM = iktus
Auskultasi : S1 S2 single regular,
Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan bahwa pasien sudah
mengalami perbaikan kondisi, tetapi
pada fase awal sangan cocok dengan
tanda-tanda terjadinya infark miokard,
yaitu keringat dingin dan rasa nyeri pada
dada yang menjalar. Pada fase awal
infark miokard, tekanan vena jugularis
normal atau sedikit meningkat (Irmalita,
1996). Pulsasi arteri karotis melemah
karena penurunan stroke volume yang
dipompa jantung (Antman, 2005).
Volume dan denyut nadi cepat, namun
pada kasus infark miokard berat nadi
menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan
aritmia juga sering dijumpai. Tekanan
darah menurun atau normal selama
beberapa jam atau hari. Dalam waktu
-
8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1
27/33
27
murmur (-), gallop (-)
Abd :datar, rata, lemas, BU (+) normal,
nyeri tekan epigastrium (-), Hepar tidak
teraba, Liver tidak terabaEkstermitas: akral
Pemeriksaan Penunjang:
Pemeriksaan elektrokardiogram:
ST elevasi pada :
II, III, aVF, V3R, V4R dan V5R
Kesimpulan:
STEMI inferior
Foto Thorax:
Kardiomegali
Pemeriksaan Laboratorium:
Troponin I: 20 ug/L
CK-NAC: 500 U/L
CK-MB: 71 U/L
beberapa minggu, tekanan darah
kembali normal (Irmalita, 1996).
Pada pemeriksaan penunjang
juga ditemukan adanya ST elevasi padagambaran elektrokardiogram pada lead
II, III, aVF, V3R, V4R, dan V5R. Hal ini
sesuai dengan gambaran terjadinya
infark miokard. Pada keadaan ini aliran
konduktivitas listrik menjadi terganggu
sehingga nampak pada EKG sebagai
gambaran abnormal dengan tanda khas
pada gelombang ST menunjukkan
adanya elevasi.
Terapi:
O 2 6-10 lpm NRBM
Bed rest total
Total fluid 2500 cc/day (Equal fluid
balance)
Intake oral 1500cc / 24jam
IVFD NaCl 0,9% 1000 cc
Drip streptokinase 1,5 juta IU dalam
60min
Inj. Enoxaparine 1x0.6 cc
Inj. Lansoprazole 1x30 mg
Drip dopamin 5 mcg/ kg/ mnt
Drip midazolam 2 mg/hr
Drip amiodarone 1mg/min
Tambahan oksigen harus
diberikan pada penderita STEMI selama
6 jam pertama bila penderita dengan
desaturasi oksigen arteri (SaO2 < 90%)
2-4 liter/menit. 1 Nitrogliserin digunakan
untuk menghilangkan nyeri karena
gejala iskemik. Pasien yang sedang
mengalami gejala iskemik harus
menerima nitroglyserin 0,4 mg SL tiap 5
menit dengan total 3x dosis. Jika
nitrogliserin yang diberikan tidak
memberikan perbaikan terapi sebaiknya
pasien mendapatkan nitrogliserin
intravena. Nitrogliserin intravena
-
8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1
28/33
28
PO. Aspillet80 mg
Clopidogrel 75 mg
Simvastatin 20mg
Diazepam 2mgLaxadyn 1 C
diberikan 48 jam pertama setelah STEMI
untuk pengobatan persisten iskemia,
congestive heart failure (CHF), atau
hipertensi ( Level of Evidence: B ).Nitrogliserin dapat mengurangi
preload dan afterload pada arteri
peripheral dan dilatasi vena, relaksasi
pada arteri koroner epicardial dan
pelebaran pembuluh darah collateral .
Pemberian beta bloker juga bermanfaat
bagi penderita STEMI. Mekanisme kerja
beta bloker adalah dengan cara inhibisi
kompetitif terhadap efek katekolamin
pada reseptor adrenergik- 1 sehingga
menyebabkan vasodilatasi pada
pembuluh darah, penurunan aliran
simpatetik pada otak, menurunkan rilis
renin, menurunkan laju jantung dan
menurunkan curah jantung.
Pemberian Unfractionated
heparin (UFH) bermanfaat bagi
penderita STEMI dalam hal pengikatan
antritrombin III dan mempercepat proses
hambatan antitrombin III terhadap
trombin dan faktor Xa. Low Molecular
Weight Heparin (LMWH) harus
digunakan pada pasien setelah STEMI
yang berisiko tinggi terjadi emboli
sistemik (miokard infark anterior, atrial
fibrilasi, pernah terjadi emboli
sebelumnya, terbentuknya trombus pada
ventrikel kanan, atau syok kardiogenik).
ACEI diberikan secara oral
selama masa pemulihan STEMI
dilanjutkan dalam waktu jangka panjang.
http://bloodjournal.hematologylibrary.org/content/79/1/1.shorthttp://bloodjournal.hematologylibrary.org/content/79/1/1.shorthttp://bloodjournal.hematologylibrary.org/content/79/1/1.shorthttp://bloodjournal.hematologylibrary.org/content/79/1/1.shorthttp://bloodjournal.hematologylibrary.org/content/79/1/1.short
-
8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1
29/33
29
ARB diberikan pada pasien STEMI yang
intoleran ACEI dan memiliki tanda klinis
atau radiologi gagal jantung atau LVEF
-
8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1
30/33
30
menyikirkan diagnosa banding kontra
indikasi CVA haemorrhage (lamanya
penanganan untuk CT Scan).
Pada pasien telah dilakukan beberapa pemeriksaan tambahan meliputi:
a. Laboratorium
Pemeriksaan enzim jantung
Enzim jantung atau cardiac marker menjadi petanda akan adanya
miokard infark pada jantung. Troponin adalah biomarker terbaik untuk
memprediksi kerusakan jantung sehubungan dengan infrak miokard. Marker
yang dilihat adalah CTnT atau CTnl ( Cardiac Spesific Troponin ) karena lebih
spesifik dan lebih sensitif daripada cardiac enzim lainnya, seperti Creatin
Kinase (CK) atau Isoenzim MB (CK-MB). Troponin C, TnI dan TnT berkaitan
dengan kontraksi dari sel miokrad. Troponin merupakan kompleks protein yang
mengatur interaksi aktin-myosin sel jantung. Saat terjadi kerusakan atau
kematian sel, maka troponin akan menyebar ke sirkulasi darah perifer. Protein-
protein tersebut tidak terdeteksi pada kondisi sehat sehingga nekrosis kecil
miokard dapat memberikan hasil yang positif. Pada pasien ini ditemukan bahwa
terdapat peningkatan dari CKMB, CK-NAC, dan Troponin I yang menandakan
adanya kerusakan pada struktur jantung dan mendukung diagnosis STEMI.
b. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
Pada pasien ST elevation myocardial infraction (STEMI), dapat ditemui
adanya ST elevasi. Pada pasien ini dapat dilihat bahwa ST elevasi terdapat
pada II, III, dan AVF. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terjadi infark myokard
pada regio inferior jantung. Kemudian dilakukan rekam jantung kanan, dapat
dilihat bahwa terjadi ST elevasi pada sadapan V3 dan V4. Dari hasil EKG
tersebut dapat dicurigai bahwa terjadi RV infark pada pasien tersebut.
c. Pemeriksaan foto toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk mengevaluasi jantung dan organ
dalam rongga toraks. Pada pasien ini dapat disimpulkan terdapat kardiomegali
dengan perhitungan CTR sebesar 76%.
-
8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1
31/33
31
BAB 5
KESIMPULAN
Acute Coronary Syndrome (ACS) merupakan suatu kasus gawatdaruratdalam bidang kardiologi, dan penatalaksanaan serta prognosisnya sangat bergantung
pada klinis pasien serta waktu. Secara klinis, ACS terbagi menjadi tiga yakni Unstable
Angina (UA), ST-Elevation Myocardial Infarction (STEMI) dan Non-STEMI (NSTEMI).
Penegakan diagnosis untuk ACS STEMI adalah secara klinis, pasien
didapatkan nyeri tipikal ACS, terjadi perubahan pada EKG yaitu adanya elevasi dari
segmen ST > dari 1 mm dan adanya peningkatan biomarker cardiac .
Penatalaksanaan yang dilakukan saat awal adalah pemberian aspirin,
clopidogrel, O2 sesuai kebutuhan untuk mempertahankan saturasi oksigen > 90%,
nitrat, morphine dan antiplatelet-anticoagulant. Terapi selanjutnya adalah
penatalaksanaan untuk reperfusi. Hal ini dapat dilakukan dengan 3 cara, PCI, CABG
dan terapi fibrinolitik.
-
8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1
32/33
32
DAFTAR PUSTAKA
ACC/AHA. (2004, Aug 31). ACC/AHA guidelines for the management of patients with
ST-elevation myocardial infarction: a report of the American College ofCardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines.
Circulation, 110 (9), e82-292.
ACCF/AHA Task Force on Practice Guidelines. (2013). 2013 ACCF/AHA guideline for
the management of ST-elevation myocardial infarction. Circulation, 127 (4), e362-
425.
Ameli S, Hultgradh-Nilson A, Nilson J. Effect of Immunization with Homologous LDL
and Oxidized LDL on Early Atherosclerosis in Hipercholesterolemic Rabbits.
Atherosclerosis, Thrombosis, and Vascular Biology, 1997; 16(8): 1074-1079
American Heart Association. 2013. Hospital discharges for the 10 leadings diagnostic
group. National Hospital Discharge Survey.
http://circ.ahajournals.org/content/129/3/e28/F59.expansion.html
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan (Riskesdas).
2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), Depkes RI, Jakarta
Biteker, M., Duran, N. E., Biteker, F. S., Gündüz, S., Gökdeniz, T., Kaya, H., . . . Ozkan,
M. (2008). Kounis syndrome secondary to cefuroxime-axetil use in an
octogenarian. J Am Geriatr Soc, 9 (56), 1757-8.
Boudi,FB.2010.Atherosclerosis(online).
http://emedicine.medscape.com/cardiolog#atherosclerosis diakses pada tanggal
1 Desember 2013
British Heart Foundation. 2013. Coronary Heart disease statistics: A compendium of
health statistics 2012 edition. British Heart Foundation Health Promotion
Research Group Department of Public Health, University of Oxford.
Eagle, K. A., Lim, M. J., Dabbous, O. H., Pieper, K. S., Goldberg, R. J., Van de Werf,
F., . . . Fox, K. A. (2004). A validated prediction model for all forms of acute
coronary syndrome: estimating the risk of 6-month postdischarge death in an
international registry. JAMA, 291 (22), 2727-33.
ESC/ACCF/AHA/WHF. (2012). Third universal definition of myocardial infarction.
European Heart Journal, 33 , 2551-67.
GyldendalAkademisk,2011 ,http://www.scientificart.com/portfolio%20medicine%20page
s/atherosclerosis.htm diakses 31-Jan-16
http://circ.ahajournals.org/content/129/3/e28/F59.expansion.htmlhttp://emedicine.medscape.com/cardiolog#atherosclerosishttp://www.scientificart.com/portfolio%20medicine%20pages/atherosclerosis.htmhttp://www.scientificart.com/portfolio%20medicine%20pages/atherosclerosis.htmhttp://www.scientificart.com/portfolio%20medicine%20pages/atherosclerosis.htmhttp://www.scientificart.com/portfolio%20medicine%20pages/atherosclerosis.htmhttp://emedicine.medscape.com/cardiolog#atherosclerosishttp://circ.ahajournals.org/content/129/3/e28/F59.expansion.html
-
8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1
33/33
Khot, U. N., Jia, G., Moliterno, D. J., Lincoff, A. M., Khot, M. B., Harrington, R. A., &
Topol, E. J. (2003). Prognostic importance of physical examination for heart
failure in non-ST-elevation acute coronary syndromes: the enduring value of Killip
classification. JAMA, 290 (16), 2174-81.Milioti,S .Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia Kedokteran. 2005
Ogaswara, 2004 .http://circ.ahajournals.org/content/104/22/2746 diakses pada tanggal
5 Januari 2014
Peter Libby, Paul M. Ridker and Attilio Maseri. 2002. Inflammation and Atherosclerosis.
http://circ.ahajournals.org/content/105/9/1135 AHA 105:1135-1143. circulation.
Ramrakha, P., & Hill, J. (2011). Oxford Handbook of Cardiology. New York:Oxford
Publisher.
Salim Yusuf, Srinath Readdy, Stephanie Ounpuu and Sonia Anand. 2001a. global
Burden of Cardiovascular Diseases Part I: General Considerations, the
Epidemiologic Transition, Risk Factors, and Impact of urbanization.
Di:10.1161/hc4601.099487. Circulation;104:2746-2753. (online)
http://circ.ahajournals.org/content/104/22/2746 diakses pada tanggal 5 Januari
2014
Santoso M, Setiawan T. Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia Kedokteran. 2005;
147: 6-9
Spagnoli A L. G., Mauriello A A., Sangiorgi a g. 2004. A Extracranial thrombotically
active carotid plaque as a risk factor for ischemic stroke. A JAMA . 292
2004:1845-1852.
Trisnohadi, . Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia Kedokteran. 2006.
World Health Organization, 2011a. Global status report on noncommunicable diseases
2010. Geneva, WHO
World Health Organization, 2011b. Global atlas on noncommunicable diseases
prevention and control. Geneva, WHO
http://circ.ahajournals.org/content/104/22/2746http://circ.ahajournals.org/content/105/9/1135http://circ.ahajournals.org/content/104/22/2746http://circ.ahajournals.org/content/104/22/2746http://circ.ahajournals.org/content/105/9/1135http://circ.ahajournals.org/content/104/22/2746