restorasi ekosistem - green growth program...
TRANSCRIPT
Restorasi Ekosistem Peluang Pertumbuhan Hijaudi Lahan Gambut Katingan
2
"Hutan telah rusak. Pendapatan dari karbon adalah 'tongkat penopang' yang diperlukan untuk dapat berjalan lagi setelah masa istirahat dan pemulihan. Semakin banyak penopang yang dapat di akses oleh investor, semakin cepat pula hutan akan pulih. Dan seiring dengan berhasilnya pemulihan hutan, akhirnya investasi dalam kegiatan ekonomi berkelanjutan yang lebih luas seperti hasil hutan non-kayu, ekowisata akan dapat berjalan dan mandiri. Tapi hanya jika hutan sudah dapat berjalan lagi dengan kemampuan sendiri dan tanpa memerlukan penopang lagi."
Rezal KusumaatmadjaPT. RMU COO
Diterbitkan pada bulan Maret 2015
Semua nilai tukar yang tercantum di dalam dokumen ini berdasarkan pada nilai tukar tanggal 1 Nopember 2014 (USD 1 = IDR 11,976)
3
Pemerintah Kalimantan Tengah menyambut baik diterbitkannya laporan berjudul " Restorasi Ekosistem: Peluang Pertumbuhan Hijau di Lahan Gambut Katingan." Laporan ini merupakan produk penting dari kemitraan kami dengan Global Green Growth Institute (GGGI). Dalam kemitraan ini, Pemerintah Indonesia dan GGGI telah sepakat untuk mengembangkan kerangka kerja dan seperangkat alat analisis untuk mendapatkan analisa yang lebih baik serta memahami biaya serta manfaat pertumbuhan hijau. Pertumbuhan hijau semakin dipahami, dan diinginkan baik oleh pemerintah mapun pelaku swasta. Sebagai contoh, BAPPEDA Kalimantan Tengah dan GGGI telah menghasilkan laporan "Kalimantan Tengah: Menuju Pertumbuhan Hijau" yang menggunakan lensa pertumbuhan hijau untuk mengkaji berbagai inisiatif pemerintah untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Selain itu, Strategi Pertumbuhan hijau di dua kabupaten yaitu Murung Raya dan Pulang Pisau telah dikembangkan, dengan mengidentifikasi intervensi sesuai dengan konteks yang spesifik yang secara bersamaan mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan maupun tujuan sosial dan lingkungan. Dengan memperhatikan hal tersebut, pemanfaatan hutan dan lahan gambut berkelanjutan merupakan masalah pertumbuhan hijau yang utama di Kalimantan Tengah. Laporan ini menyajikan hasil studi kasus yang menerapkan Analisis Biaya dan manfaat yang diperluas (extended Cost Benefit Analysis/eCBA) untuk menunjukkan nilai moneter biaya dan manfaat yang terkait dengan intervensi kebijakan pertumbuhan hijau di dalam proyek lahan gambut. Hasil perhitungan eCBA terlihat melampaui keuntungan proyek secara komersial dan mencoba untuk menangkap dampak yang lebih luas pada masyarakat, khususnya dalam hal menilai eksternalitas lingkungan, barang publik, dan keuntungan sosial. Studi ini menyajikan pilihan menarik untuk meningkatkan hasil pertumbuhan hijau suatu proyek dan mengidentifikasi manfaat mitigasi emisi karbon dan melestarikan jasa ekosistem hayati. Hasil kajian eCBA juga menyoroti pentingnya pemerintah dan sektor swasta -dalam hal ini PT. RMU sebagai pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) - untuk bekerja sama memastikan penggunaan hutan dan lahan gambut yang berkelanjutan serta produktif secara ekonomi. Saya berharap laporan ini akan merangsang diskusi publik dan memicu penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan solusi kebijakan yang inovatif untuk mewujudkan pertumbuhan hijau di Kalimantan Tengah.
Katapengantar
4
Kami telah melakukan Analisis Biaya dan Manfaat yang diperluas (eCBA) pada Proyek Konsesi Restorasi Ekosistem di Lahan Gambut Katingan, yang dikembangkan oleh PT. Rimba Makmur Utama (PT. RMU), untuk mengevaluasi biaya dan manfaat intervensi kebijakan pertumbuhan hijau secara sistematis.
Kajian eCBA ini didukung oleh pemangku kepentingan (stakeholder) secara luas.
Kita memperkirakan bahwa manfaat bersih yang diperluas dengan Skenario Pertumbuhan Hijau sebesar USD 9.9m jauh lebih tinggi dibandingkan dengan skenario business as usual senilai USD 480 jt. Business as Usual (BAU) didasarkan pada tebang pilih dan perkebunan kelapa sawit dan HTI, berdasarkan perkiraan pokok dari nilai karbon global sebesar USD 80/tCO2.
Tapi insentif untuk berinvestasi dalam Restorasi Konsesi Ekosistem jenis ini, dengan harga pasar CO2 saat ini, sangat terbatas dibandingkan dengan BAU.
Langkah-langkah kebijakan kunci diperlukan untuk mendorong investasi hijau termasuk pemberian insentif keuangan yang lebih kuat, mekanisme dukungan harga karbon, mekanisme pembagian manfaat yang jelas, dan menetapkan pedoman untuk membantu pengembang mencakup rancangan proyek pengembangan mata pencaharian.
Tujuan mendasar kerjasama Pemerintah Indonesia–GGGI adalah mengarusutamakan pertumbuhan hijau dalam proses perencanaan ekonomi. Untuk tujuan ini, Program Pertumbuhuan Hijau mengembangkan kerangka kerja yang dapat digunakan oleh berbagai instansi pemerintah, khususnya mereka yang terlibat dalam perencanaan ekonomi dan penilaian investasi. Kerangka ini, dikembangkan para pemangku kepentingan pada tahun 2013 dan 2014 untuk membuat pertumbuhan hijau terukur dalam hal lima capaian yang diinginkan (lihat gambar di bawah), menggunakan serangkaian indikator proyek tingkat nasional, regional dan proyek.
Penilaian pertumbuhan hijau, termasuk Analisis Biaya dan Manfaat yang diperluas (extended Cost Benefit Analysis/eCBA)
adalah pedoman dan toolkit yang dikembangkan untuk mengukur dan membandingkan kinerja investasi Pertumbuhan Hijau. Konsultasi dengan para pemangku kepentingan yang luas telah dilakukan untuk mendukung penilaian dampak.
Toolkit dapat digunakan pada tingkatan tinggi untuk memprioritaskan proyek-proyek dengan pertumbuhan hijau yang potensinya tinggi, atau yang akan mendapat manfaat dari rancang ulang pertumbuhan hijau. Pada tingkat yang lebih terperinci, toolkit dapat digunakan untuk Penilaian Pertumbuhan Hijau di tingkat proyek (seperti dalam studi kasus Proyek Konsesi Restorasi Ekosistem Katingan) menggunakan alat analisa yang lebih teliti (eCBA).
Pendahuluan
Pesan kunci
eCBA adalah cara sistematis membandingkan biaya dan manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan dan membantu para pengambil keputusan menjawab pertanyaan:
Kinerja proyek pertumbuhan hijau yang dirancang saat ini seperti apa?
Berapa nilai perekonomian, masyarakat dan lingkungan dari kinerja ini?
5 CAPAIAN YANG DIHARAPKAN DARI PERTUMBUHAN EKONOMI HIJAU ADALAH HASIL MASUKAN PARA PEMANGKU
KEPENTINGAN YANG EKSTENSIFDI TAHUN 2013, DI INDONESIA
TInGKAT nASIOnAL/PROvInSI
TInGKAT PROyEK/KEGIATAn EKOnOMI
DI LAPAnGAn
PERTUMBUHAn EKOnOMI HIJAU
Penurunan emisi gas rumah kaca
Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutanKetahanan sosial,
ekonomi, dan lingkungan
Pertumbuhan ekonomi yang
inklusif dan adil
Ekosistem yang sehat dan produktif menyediakan jasa
lingkungan
$
$
$
$
PopulasiRp GvA
PDB/Pekerja FDI
Pengawasan, Evaluasi dan Penetapan target
Pengawasan, Evaluasi dan Kesadaran luasnya
dampak projek
Pekerja migranInvestasi swasta
pekerjaan
InDIKATORDAn
TARGET
InDIKATORDAn
TARGET
nasional, Provinsi adalah indikator kabupaten untuk pengawasan, evaluasi, dan penentuan target
Indikator proyek meningkatkan kesadaran atas luasnya dampak proyek dan dapat digunakan untuk pengawasan dan evaluasi
5
Apa sinergi dan tarik ulur (trade off) dalam rancang ulang proyek?
Berapa banyak modal investasi yang diperlukan untuk mewujudkan peningkatan kinerja?
Apa instrumen kebijakan yang diperlukan untuk mendorong investasi dan terjadinya perubahan perilaku?
Bagaimana kita dapat mendesain ulang proyek untuk memperbaiki kinerja pertumbuhan ekonomi hijau?
Kami telah melakukan eCBA tingkat proyek pada proyek restorasi dan konservasi ekosistem di lahan gambut Katingan di Kalimantan Tengah untuk memahami manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan dibandingkan dengan skenario Business As Usual (BAU). Ringkasan temuan kami disajikan di halaman sebelah.
Sebuah laporan teknis lengkap yang menguraikan konteks, metodologi dan temuan secara rinci tersedia atas permintaan ke Sekretariat Bersama Program Pertumbuhan Hijau.
Rencana Pembangunan Nasional dan
Daerah
Rencana sektor
Business As Usual (BAU)
Kebijakan & pendukung
PenggalianProduksiPenggunaan lahanKonektivitas
nasionalProvinsiKoridor
nasionalProvinsi• Koridor• Kabupaten• Sektor
Pembuatan dan identifikasi proyek
Uji Kelayakan
eCBA
Business case
Peta panduan danpenetapan sasaran
Pengawasan & Evaluasi
Uji potensi PH
Peninjauan ulang kebijakan & pendukungnya untuk
menghilangkan hambatan dan memastikan proyek
sepenuhnya sejalan dengan Pendekatan Perencanaan
Pertumbuhan Ekonomi Hijau
LAnGKAH 1 LAnGKAH 2 LAnGKAH 3 Green Growth Assessment Process (GGAP)
LAnGKAH 4
LAnGKAH 5
LAnGKAH 7
LAnGKAH 8
LAnGKAH 6Menuju visi pertumbuhan ekonomi hijau
Menginformasikan sasaran dan menguji visi
eCBA
PERTUMBUHAn EKOnOMI HIJAU
Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca
Pertumbuhan Ekonomi yang berkelanjutan
Ketahanan sosial, ekonomi, dan
lingkungan
Pertumbuhan yang inklusif dan
merata
Ekosistem yang sehat dan Produktif
$
$
$
$
Kerangka Pertumbuhan Ekonomi Hijau
Implementasi praktis Analisis Biaya Manfaat yang Diperluas mencakup 7 tahap:
Tahap 1
Identifikasi baseline proyek
Konsultasidengan
pemangku kepentingan
proyek
Tinjauan dokumentasi
proyek
Konsultasi dengan
pemangku kepentingan
proyek
Tinjauan literatur
Identifikasi keluaran, hasil,
dan dampak
Menilai materialitasIdentifikasi
cakupan CBA
Pengumpulan data dari
dokumentasi proyek
Pengumpulan data pasar setempat
Pengumpulan data teknologi internasional
Mengukur biaya dan
manfaatintervensi
pertumbuhan ekonomi hijau
Menilai biaya dan manfaat
bagimasyarakat
Memvalidasi temuandengan
pemangku kepentingan
Mempertimbangkan implikasi hasil
terhadap kebijakan
Mempertimbangkan implikasi terhadap desain ulang daninvestasi proyek
Identifikasi pilihan
pertumbuhan ekonomi hijau
Peta Jalur Dampak
Pengumpulan data
Analisis Biaya Manfaat
Diperluas
validasi temuan Mempertimbangkan implikasi
Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 Tahap 5 Tahap 6 Tahap 7
6
Proyek Konsesi Restorasi Ekosistemdi Katingan
Sebuah penilaian eCBA dilakukan pada Proyek Konsesi Restorasi Ekosistem Katingan. Proyek tersebut dilaksanakan oleh PT. RMU di Kabupaten Katingan dan Kabupaten Kotawaringin Timur yang terletak di Kalimantan Tengah, dan mencakup 203,570 ha kawasan hutan gambut dan 150,650 ha hutan rawa dengan kerapatan tinggi. Habitat bagi populasi banyak spesies yang terancam punah seperti orangutan kalimantan dan bekantan. Seluruh area proyek diklasifikasikan sebagai Hutan Produksi (HP) yang dapat dikonversi dan tidak dapat dikonversi.
Mengingat klasifikasi penggunaan lahan sebelumnya (HP, HPK) dan izin yang dikeluarkan (HTI, HPH), ada kemungkinan bahwa tanah seharusnya dapat ditebang, digunakan untuk perkebunan kayu pulp dan/atau dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit (penggunaan lahan dengan skenario BAU).
Konversi dan penebangan akan membutuhkan pembangunan kanal untuk mengangkut kayu dan mengeringkan gambut untuk penanaman kelapa sawit dan akasia. Sejalan dengan waktu, hal ini menyebabkan penurunan permukaan tanah, peningkatan banjir, penurunan produktivitas pertanian dan emisi karbon tinggi dari pembersihan biomassa dan oksidasi bahan karbon. Proyek Konsesi Restorasi Ekosistem Katingan dikelola dan dilaksanakan dengan Konsesi Restorasi Ekosistem (ERC). Di dalam undang-undang, hal tersebut mencegah konversi area proyek untuk penggunaan non-hutan (kegiatan skenario BAU). Kami telah meringkas lima kegiatan kunci dari proyek PT. RMU dan dampaknya terhadap lima hasil yang diinginkan dari Pertumbuhan Hijau ditunjukkan pada tabel di halaman berikutnya.
© PT RMU
Batas wilayah konsesi dalam proposal kedua (Berdasarkan rekomendasi dari Gubernur)
Ibukota kabupaten
Desa
Batas Kabupaten
Batas Wilayah konsesi dalam proposal pertama
Batas wilayah dibawah konsesi saat ini (Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan)
Jalan
Sungai
Kanal
Legenda
Kawasan Hutan Suaka Alam
Hutan Lindung
Hutan Produksi
Hutan Produksi Konversi
Areal Penggunaan Lain
SKALA 1:350.000
Kawasan Hutan
7
Kami mencatat bahwa Proyek Konsesi Restorasi Ekosistem Katingan dapat dirancang ulang pada tahap awal. Fakta dan angka dalam laporan teknis berdasarkan pada desain proyek asli yang mencakup luas area sebesar 203,570 ha, sebagaimana tercantum dalam dokumen proyek desain CCBA (Climate Community and Biodiversity Alliance) dan konsisten dengan model finansial yang disediakan oleh PT. RMU.
AKTIFITAS PROyEK
I. RESTORASI EKOSISTEM
II. KOnSERvASI SUMBERDAyA HUTAn
III. PEnELITIAn DAn PEnGEMBAnGAn
Iv. PEnGEMBAnGAn MATA PEnCAHARIAn
v. KETAHAnAn MASyARAKAT
terkait langsung dengan……
1. Pengelolaan sistem pengairan2. Pengawasan dan pengukuran plot sampling3. Penghijauan di kawasan bukan hutan4. Memperbanyak penanaman di wilayah terganggu
5. Perlindungan dan penegakan aturan6. Pencegahan dan pengawasan kebakaran hutan7. Konservasi dan pengelolaan habitat
8. Pengelolaan pengetahuan
9. Produk hutan non-kayu10. Agroforestry11. Ekowisata12. Penyelamatan produksi kayu13. Budidaya perairan dan perikanan berkelanjutan
14. Lembaga keuangan mikro dan perusahaan15. Produksi dan penggunaan energi yang efisien 16. Peduli kesehatan ibu dan anak17. Air bersih dan sanitasi18. Dukungan pendidikan dasar
GRK Pembangunan Sosial
Keanekaragaman hayati &
EkosistemPertumbuhan
Ekonomi Ketahanan
8
Hasil Penilaian Pertumbuhan HijauPenilaian Pertumbuhan Hijau membandingkan biaya dan manfaat kegiatan ekonomi dalam dua skenario. BAU menggambarkan skenario konversi Proyek Katingan dimana luas area dikonversi ke perkebunan minyak dan HTI. Skenario Pertumbuhan Hijau menggambarkan kegiatan proyek yang dikelola dan dilaksanakan dengan Konsesi Restorasi Ekosistem (ERC), seperti dapat dilihat dalam tabel sebelumnya.
Analisa finansial Analisa biaya manfaat murni menghasilkan nilai manfaat yang lebih tinggi, dalam bentuk net Present value (nPv), di skenario BAU(USD 182 jt) dibandingkan dengan Pertumbuhuan Hijau (USD 139 jt). Ini mengasumsikan nPv tingkat diskonto 10% dan harga karbon sekitar USD 6.9/tCO2. Perlu dicatat bahwa manfaat BAU sepenuhnya dari pendapatan komoditas, yang tergantung pada harga pasar dunia yang tidak stabil.
eCBA namun, dengan mempertimbangkan manfaat sosial, ekonomi, dan lingkungan yang lebih luas dari kegiatan Proyek Konsesi Restorasi Ekosistem di Katingan, skenario Pertumbuhan Hijau dari ERC menghasilkan manfaat sosial lebih tinggi (9.9 milyar) dari BAU(USD 485 jt). Arus kas didiskontokan pada 5%. Manfaat tersebut bisa dipecah sebagai berikut:
• Manfaat Pertumbuhan Ekonomi USD 35 jt: Nilai penjualan kredit emisi 224 MtCO2 yang terhindarkan (avoided emission) dengan rata- rata USD 6.9/tCO2, USD 49 jt pendapatan kayu yang berkelanjutan setelah PT. RMU selesai restorasi ekosistem, dan USD 24 jt dari pertanian lahan produktif yang diwariskan kepada generasi berikutnya. Dikurangi biaya modal dan operasional.
• Manfaat Sosial USD 4 jt: Nilai sosial budaya keberadaan hutan untuk masyarakat lokal.
• Manfaat ekosistem USD 232 jt: Nilai keberadaan hutan untuk masyarakat setempat termasuk kayu bakar, pertanian, perikanan, dan nilai keanekaragaman hayati lokal dan global (yang pada gilirannya bisa mendorong ekowisata). • Manfaat emisi gas rumah kaca dari USD 9,702 jt: Nilai biaya terhindar dari kerusakan terjadinya perubahan iklim dari naiknya permukaan laut, kehilangan produktivitas pertanian, peristiwa cuaca ekstrim lebih sering dll (USD 80/tCO2, dikurangi nilai kredit menghasilkan uang di atas). Ini merupakan kategori manfaat terbesar, meskipun tergantung pada asumsi volume dan nilai karbon.
Selain itu ada biaya tersembunyi (hidden costs) termasuk dalam nilai bersih skenario BAU, meliputi:
• Masalah drainase tanah gambut menyebabkan kerusakan panenan yang signifikan dari waktu ke waktu (biaya bersih saat ini sekitar USD 297 jt).• Dampak negatif kumulatif (knock-on effects) terhadap lanskap pertanian sekitarnya dalam daerah aliran sungai yang sama (dengan biaya bersih saat ini sekitar USD 295 jt).
Perlu dicatat bahwa biaya tersembunyi bisa dihitung sebagai biaya di BAU atau sebagai biaya terhindar di skenario Pertumbuhan Hijau.
Net Present Value keuangan
Pertumbuhan Ekonomi
Pembangunan Sosial
Ekosistem
Emisi GRK
Secara singkat, sejumlah analisis mengungkapkan bahwa BAU hanya menghasilkan ketidakpastian, kas jangka pendek dan sejumlah biaya tersembunyi bagi investor dan ekonomi yang lebih luas. Sebaliknya pertumbuhan hijau menghasilkan manfaat berkelanjutan dan stabil.
USD 182 jt
USD 485 jt
USD 485 jt
USD 0 jt
USD 0 jt
USD 0 jt
USD 139 jt
USD 9,974 jt
USD 35 jt
USD 4 jt
USD 232 jt
USD 9,702 jt
-USD 43 jt
+USD 9,489 jt
-USD 450 jt
+USD 4 jt
+USD 232 jt
+USD 9,702 jt
Business As Usual Green Growth Perbedaan
Net Present Value diperluas
9
Meningkatkan Kinerja Keuangan
Pedoman Membuat
Keputusan
KEBIJAKAN UNTUK INTERNALISASI BIAYA DAN MENDORONG INVESTASI SWASTAUNTUK PERTUMBUHAN EKONOMI HIJAU
ANALISA SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN
ANALISISKEUANGAN
KESIMPULAN KESIMPULAN
Projek ERCProjek ERC Kelapa Sawit/HTI
Kelapa Sawit/HTI
Mengatasi Masalah Regulasi
Pembagian Manfaat
Tata kelola Penggunaan
Lahan
Transfer fiskal
Mengurangi Risiko Usaha
Cash return langsung dalam jangka pendek
dari proyek kelapa sawit/HTI USD 43 jt lebih tinggi
daripada proyek ERC
Hasil investasi dalam janga panjangyang lebih
luas pada proyek ERC USD 9,4 jt lebih tinggi proyek kelapa sawit /
HTI
Juta
USD
Juta
USD
USD 9,974
USD 139
USD 485
USD 182
BIAYATERSEMBUNYIMInyAK SAWITDAn KAyU DI
KOnSESI*
Banjir
Panen Merosot
MANFAAT PROyEK
Jasa Ekosistem
lainnya
nilai Stok CO2
ProdukHutan
Degradasi lahan
* Mengacu pada skenario alternatif dimana luas area dibawah konsesi (IUPHHK-RE) saat ini dikembangkan sebagai HTI.
10
Implikasi KebijakanUntuk mendorong investasi ERC di lokasi lahan terdegradasi di seluruh Indonesia, sejumlah intervensi kebijakan kunci akan diperlukan untuk mengatasi hambatan. Kami telah menguraikan hambatan dan intervensi pada tabel di bawah, sesuai dengan yang dinyatakan apakah hambatan dan intervensi tersebut untuk kepentingan (atau insentif) terutama investor, pemerintah atau masyarakat.
Mengatasi Masalah Peraturan
Mengatasi / Risiko Keuangan Bisnis
Meningkatkan kinerja keuangan
Pemerintah memberikan insentif
Mengatasi Risiko Sosial
Hambatan Kunci Usulan Intervensi Kebijakan
Ketidakpastian mengenai perizinan (waktu dan biaya)
Tidak adanya model bisnis yang sudah terbukti
Risiko keuangan (ketidakpastian harga CER/ vCS/volume)
Laba atas investasi (ROI) rendah relatif terhadap komoditas
Daya tarik pendapatan dari komoditas dan biaya kesempatan fiskal ERC (nasional / provinsi)
Tidak adanya kesempatan sosial-ekonomi berarti kegiatan pembukaan lahan tidak terhindarkan (atau hanya terlantar; kebocoran)
Laba atas investasi (ROI) yang sangat rendah
Biaya kesempatan fiskal pertukaran lahan (khusunya kabupaten)
Biaya dan manfaat (termasuk kewajiban fiskal akan datang) tidak termasuk dalam pengambilan keputusan
• Memperlancar dan meningkatkan transparansi proses perizinan ERC• Partisipasi pemerintah yang lebih besar dalam proyek: pemerintah daerah jadi pemilik tanah dan/atau perizinan
• Tambahan dukungan sekali jadi (one-off) untuk proyek tahap awal seperti tax holiday
• Tanah tukar guling: lahan yang cocok untuk perluasan perkebunan kelapa sawit vs lahan HCv (High Conservation Value, nilai Konservasi Tinggi) • Penerapan prinsip pencemar yang membayar melalui penetapan harga karbon
• Rencana tata ruang yang jelas, termasuk zonasi daerah HCV (validasi "satu peta")
• Memperjelas mekanisme pembagian manfaat • Manfaat disalurkan ke dana perwalian jangka panjang yang digunakan untuk mendukung pengembangan mata pencaharian • Menetapkan pedoman untuk membantu pengembang mencakup rancangan proyek pengembangan mata pencaharian
• Pasar karbon nasional dan dana stabilisasi (harga minimum di mana Pemerintah Indonesia akan membeli volume jaminan kredit)• Jaminan bilateral dan multilateral lainnya
• Mandat lembaga pemerintah untuk memantau kebocoran atau menyerap risiko dengan pengawasan atas peningkatan biaya (cost spiraling) • Izinkan biaya konsesi untuk diangsur• Menyediakan berbagai pilihan pendanaan jangka panjang untuk pengembang ERC melalui Dana REDD + (FREDDI) untuk mempercepat terjadinya pertumbuhan hijau
• Mengarahkan arus pendapatan pengembang proyek dari tingkat pemerintah pusat sampai pemerintah lokal• Transfer fiskal antar pemerintah
• Termasuk pedoman dan metodologi Pertumbuhan Hijau dalam penilaian proyek dan perencanaan
Kebi
jaka
n In
vest
orKe
bija
kan
Pem
erin
tah
Kebi
jaka
n M
asya
raka
t
11
Program Pertumbuhan HijauPemerintah Indonesia - GGGI
Pemerintah Indonesia dan Global Green Growth Institute (GGGI) telah mengembangkan program kegiatan yang selaras dan sepenuhnya mendukung mewujudkan visi indonesia yang sudah ada di dalam perencanaan pembangunan ekonomi.
Tujuannya untuk menunjukkan, dengan menggunakan contoh-contoh nyata pembangunan dan rencana investasi Indonesia di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten, bagaimana pertumbuhan ekonomi dapat dipertahankan sekaligus mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial, memaksimalkan nilai jasa ekosistem, mengurangi emisi GRK, dan menciptakan masyarakat, ekonomi, dan lingkungan yang tangguh terhadap guncangan ekonomi dan iklim.
Tujuan Kerjasama Pemerintah Indonesia dan GGGI adalah:
“Untuk mendorong pertumbuhan hijau di Indonesia yang menyadari nilai modal alam, meningkatkan ketahanan, membangun ekonomi lokal dan inklusif serta adil”.
Tujuan spesifik untuk mencapai target ini adalah:
• Memastikan visi pertumbuhan hijau sesuai atau melebihi target pembangunan yang ada;• Mengetahui prioritas pertumbuhan hijau dari Indonesia dengan memberikan target dan indikator yang relevan ;• Mengevaluasi implikasi arah perkembangan negara saat ini terhadap target dan indikator pertumbuhan hijau dan menilai intervensi kebijakan dan potensi dan investasi terhadap indikator awal;•Mengidentifikasisektor-sektorkuncidanintervensiproyeksertainvestasiyangmempunyaipotensitinggi pertumbuhan hijau akan membantu terwujudnya pengembangan pertumbuhan hijau;• Memanfaatkan keterlibatan dan investasi sektor swasta dalam mendukung terwujudnya kesempatan pertumbuhan hijau di Indonesia;• Melakukan pemodelan ekonomi untuk menganalisa setiap proyek dengan cara menunjukkan keuangan mereka danmengidentifikasikesenjangantiappertambahanpembelanjaanyangdiperlukanuntukmengamankan proyek hijau.
12
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
Sekretariat Bersama Program Pertumbuhan Ekonomi Hijau Pemerintah Indonesia – GGGI Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional / BAPPENAS Jl. Taman Suropati No. 2, Jakarta PusatIndonesia 10310
www.gggi.org/indonesia-green-growth-planning/
Catatan Penting: Pandangan dan pendapat penulis yang dinyatakan dalam publikasi ini tidak mencerminkan pandangan dan pendapat dari Global Green Growth Institute. Publikasi ini ditulis dan diterbitkan oleh GGGI untuk membantu menyoroti peluang perbaikan Proyek Konsesi Restorasi Ekosistem Katingan atau proyek sejenis lainnya guna mencapai tujuan pertumbuhanhijau.Publikasiinitidakditujukanuntuksecaraspesifikmemberikandukungan agar proyek dapat dilaksanakan. Hasil analisis ini tidak cocok untuk pengambilan keputusan investasi. Meskipun sejumlah upaya telah dilakukan untuk sedapat mungkin menggunakan informasi lokal, data belum tersedia secara universal, dan pendekatan internasional digunakan dalam analisis. Untuk itu, diperlukankajianrincilebihlanjutsebelumpengambilankeputusanfinansial.