resume dissenting opinion perkara icj bolivia v. chile - kewajiban untuk menegosiasikan akses ke...
DESCRIPTION
Resume Dissenting Hakim Arbour terhadap perkara Bolivia v. Chile mengenai Kewajiban untuk Menegosiasikan Akses Ke Samudera Pasifik. Perkara tersebut diajukan ke International Court of Justice.TRANSCRIPT
Resume Dissenting OpinionKewajiban untuk Menegosiasikan
Akses Ke Samudera Pasifik(Bolivia v. Chili)
Kelompok:2130131 Hendrik Lie
2130231 Chandra Wijaya
UNIVERSITAS SURABAYAFAKULTAS HUKUM
2016
RESUME KASUS
Sengketa antara Bolivia dan Chili yang tak berkesudahan bermula dari keinginan Bolivia
untuk mendapatkan akses berdaulat ke Samudera Pasifik. Bermula dari ketika Spanyol
memerdekakan Chili, disebutkan Gurun Atacama sebagai perbatasannya. Namun Bogota
beranggapan bahwa sebenarnya tidak demikian.
Bolivia menginginkan koridor Atacama, yang walaupun ditolak Chili, sebenarnya Bolivia
memiliki akses tanpa batas untuk tujuan komersil dari Bolivia ke pelabuhan-pelabuhannya.
Belakangan, Presiden Bolivia Evo Morales memutuskan untuk menghentikan segala dialog
dengan Chili mengenai masalah maritim dan menyatakan untuk menyelesaikan isu ini
melalui litigasi di Mahkamah Internasional. Dia kemudian mengeluarkan resolusi di tahun
2012. Akhirnya Bolivia mengajukan kasus tersebut ke Mahkamah Internasional pada 24
April 2013. Ternyata kasus tersebut tidak mempermasalahkan perjanjian perbatasan yang
ditandatangani oleh kedua negara di mana Evo Morales selalu menentangnya. Dasar dari
kasus tersebut berakar dari negosiasi bilateral di 1970an dan 1950an dimana Chile
menjanjikan rute berdaulat ke pasifik, tapi tidak pernah direalisasikan.
DISSENTING OPINION
Terkait dengan putusan mengenai Keberatan Awal (Preliminary Objection) Chili dari kasus
tersebut, yang dikeluarkan pada 24 September 2015, Mahkamah Internasional memutuskan:
1. Menolak Keberatan Awal (Preliminary Objection) yang diajukan oleh Republik Chili;
2. Menemukan kalau Mahkamah Internasional memiliki yurisdiksi, berdasarkan Pasal
XXXI Pakta Bogotá, untuk mempertimbangkan Permohonan yang diajukan oleh
Negara Plurinasional Bolivia pada 24 April 2013.
Hakim Arbour berpendapat lain untuk kedua putusan tersebut. Ada beberapa hal yang
tampaknya menjadi titik berat pendapat Hakim Arbour:
1. Mengenai karakterisasi permasalahan pokok sengketa, pada prosesnya Mahkamah
harus mengupayakan untuk “mengisolasi masalah utama pada kasus tersebut dan
untuk mengidentifikasi objek dari klaimnya.” Maka sebenarnya penting untuk
menelaah bagaimana Bolivia mengkarakterisasi klaimnya, dan bagaimana posisinya
seiring jalannya persidangan. Chili keberatan berdasarkan pemahaman bahwa Bolivia
mengklaim kewajiban Chili untuk menyelesaikan perkara tersebut, karena sebenarnya
kewajiban yang diminta Bolivia tersebut hanyalah salah satu cara Bolivia untuk
memperoleh tujuannya: tujuan akhir dari negosiasi tersebut, seandainya dilakukan,
adalah Bolivia memperoleh wilayah teritorial Chili agar memperoleh hak berdaulat ke
laut. Tapi Bolivia tidak pernah memperjelas apakah ia juga menuntut kewajiban akan
hasil dari negosiasinya. Secara tegas Bolivia menginginkan bahwa Mahkamah
mendeklarasikan kewajiban untuk menegosiasikan hasil tertentu: akses berdaulat ke
Samudera Pasifik bagi Bolivia.
2. Selain itu juga ditekankan bahwa terdapat perbedaan “kewajiban akan hasil” dan
“kewajiban mengenai cara” dengan bergantung pada Advisory Opinion” pada
“Nuclear Weapons” (1996), bahwa “kewajiban yang terkait adalah kewajiban untuk
memperoleh hasil yang spesifik”, pada kasus ini Chili berkewajiban untuk
memberikan Bolivia akses berdaulat ke Samudera Pasifik. Bolivia menjelaskan bahwa
ini adalah kewajiban legal untuk merealisasikan tujuan tersebut melalui negosiasi, dan
kewajiban itu permanen dan terus-menerus, yang hanya dapat berakhir apabila telah
tercapai persetujuan akan tujuan akhir tersebut. Bukan hanya mengenai kewajiban
untuk menegosiasikannya saja, tapi juga untuk memperoleh hasil tertentu dari
negosiasi tersebut.
3. Terkait juga masalah definisi “akses yang berdaulat ke laut”, Chili berpendapat bahwa
sebenarnya Bolivia menuntut Chili menyatakan kedaulatan daerah pantai Chili kepada
Bolivia. Bolivia berpendapat bahwa sifat sebenarnya dari kewajiban itu tidak dapat
ditentukan hingga kebenaran dari sengketa tersebut telah diperoleh, dan karenanya
sebaiknya tidak menekankan masalah yurisdiksi dulu hingga kebenaran dari kasus
tersebut diperoleh. Tapi Mahkamah tampaknya mengabaikan ambiguitas dalam
menjelaskan mengenai pokok sengketa klaim tersebut.
4. Bagi Mahkamah, pokok utama sengketa adalah apakah CHili berkewajiban untuk
menegosiasikan dengan itikad baik akses berdaulat Bolivia ke Samudera Pasifik, dan
jika ada, apakah Chili sudah melanggarnya. Tapi bukan berarti Mahkamah
beranggapan bahwa keberadaan, sifat, dan konten dari kewajiban yang
dipermasalahkan adalah pada Chili. Selain itu mengenai hasil yang diinginkan dari
negosiasi manapun yang timbul daripada kewajiban tersebut bukanlah merupakan
urusan Mahkamah.
5. Menurutnya, hingga telah diperoleh kebenaran dari kasus tersebut, dan Mahkamah
berada pada posisi untuk menentukan bukan hanya keberadaan dari kewajiban untuk
menegosiasikan yang dipermasalahkan, tapi juga mengenai sifat, konten, dan cakupan
dari kewajiban tersebut, tidaklah mungkin untuk memutuskan apakah pokok sengketa
yang sebenarnya dari sengketa ini adalah “permasalahan … diselesaikan melalui
perencanaan diantara para pihak atau diatur dalam persetujuan atau melalui Perjanjian
Damai 1904” sebelum tahun 1948, termasuk dalam makna yang dikandung Pasal VI
dari Pakta Bogotá.
6. Sebenarnya ini hanyalah masalah “apakah kewajiban bernegosiasi yang
dipermasalahkan itu hanya meminta para Pihak untuk mendiskusikan dan menelaah
dengan itikad baik, mengenai kelayakan dan modalitas pilihan tersebut” hingga
Bolivia dapat menghindari penerapan Pasal VI dari Pakta Bogotá. Sementara Pasal
XXXI memberikan yurisdiksi kepada Mahkamah segala sengketa yang berhubungan
dengan yurisdiksi yang bersifat memperhatikan hukum Internasional, Pasal VI
menegaskan bahwa Compulsory Jurisdiction tersebut tidak dapat diterapkan untuk
masalah yang sudah diselesaikan melalui pengaturan diantara kedua pihak, atau yang
diatur melalui persetujuan atau traktat yang sudah ada.
7. Inti dari Perjanjian Bogotá menentukan bahwa penetapan batas territorial diantara
Bolivia dan Chile adalah absolut dan terus-menerus, dan memberikan Bolivia akses
penuh dan tanpa batas untuk transit komersil ke pelabuhan-pelabuhannya.
8. Sebenarnya permasalahan pada tahap ini adalah murni masalah yurisdiksi. Tidak ada
persetujuan yang dapat menutupi kemungkinan merevisinya untuk selamanya. Maka
masalah utamanya adalah apakah salah satu pihak dari Bogotá yang menginginkan
dapat membuka kembali masalah yang telah diselesaikan atau diatur berdasarkan
traktat atau perjanjian lain sebelum 1948. Hingga segala kebenaran dari kasus ini
benar-benar diperoleh, Mahkamah tidak dalam posisi untuk mengidentifikasi sifat
sebenarnya, konten, dan cakupan dari kewajiban untuk menegosiasikan yang
dipermasalahkan itu, dan apakah kewajiban tersebut merupakan kewajiban akan hasil
atau kewajiban mengenai cara. Hanya setelah itulah Mahkamah dapat menentukan
apakah hal tersebut masuk dalam makna “diselesaikan” atau “diatur” oleh Perjanjian
Damai 1904 berdasarkan Pasal VI Pakta Bogotá, dan akhirnya apakah Mahkamah
memiliki yurisdiksi akan masalah tersebut.
Jika semua titik berat tersebut disimpulkan, maka menurut Hakim Ad Hoc Louise Arbour,
karena ketidakpastian mengenai sifat, konten, dan cakupan dari kewajiban bernegosiasi yang
dipermasalahkan, yang hanya bisa diselesaikan ketika kebenaran mengenai kasus tersebut
didengarkan, menurut pendapatnya pada kasus ini terlalu dini untuk menentukan apakah
permasalahan dari pokok sengketa diantara para pihak masuk dalam cakupan pada Pasal VI
Pakta Bogotá. Penempatan yang benar untuk Keberatan Awal Chili adalah untuk menunda
putusannya hingga kasus tersebut telah diketahui kebenarannya.