ret pelayanan kesehatan -...
TRANSCRIPT
1
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA
NOMOR 4 TAHUN 2012
TENTANG
RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI SUMBA BARAT DAYA,
Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,perlu mengatur pungutan Retribusi Pelayanan Kesehatan;
b. bahwa Retribusi Pelayanan Kesehatan merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pembangunan daerah untuk memantapkan otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1649);
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
2
4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4436);
5. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Sumba Barat Daya di Provinsi Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2692);
6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
7. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161);
11. Peraturan Menteri Keuangan 11/PMK.07/2010 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Terhadap Penyelenggaraan Ketentuan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
12. Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 93a/ MenKes/SKB/1996, Nomor 12 Tahun 1996 tentang Pedoman Pelaksanaan Retribusi pada Pusat Kesehatan Masyarakat;
13. Keputusan Menteri Kesahatan Nomor 228 Tahun 1992 tentang Pedoman Penyusunan Setandar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Yang Wajib dilaksanakan Daerah;
14. Keputusan Menteri Kesehatan dan Sosial Nomor 1747/Menkes-Kesos/SK/XII/2000 tentang Penetapan Standar Pelayanan Minimal Dalam Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;
15. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah;
16. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 175 Tahun 1997 tentang Tata Cara Pemeriksaan di bidang Retribusi Daerah;
3
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA
dan
BUPATI SUMBA BARAT DAYA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Sumba Barat Daya. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Sumba Barat Daya. 3. Bupati adalah Bupati Sumba Barat Daya. 4. Dinas adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Sumba Barat Daya. 5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sumba Barat
Daya. 6. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut PPNS adalah
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkup Pemerintah Daerah yang oleh Undang-Undang diberi kewenangan khusus untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah.
7. Unit Pelayanan Kesehatan Daerah, yang disingkat UPKD adalah unit-unit kesehatan yang memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat seperti Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), Puskesmas Pembantu, Pos Kesehatan Desa, Pondok Bersalin Desa, dan Puskesmas Keliling.
8. Pelayanan Kesehatan adalah kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di UPKD yang ditujukan baik pada perorangan maupun kelompok yang mengalami masalah kesehatan dengan tujuan menentukan diagnosis, pengobatan, perawatan, pemulihan kesehatan dan rehabilitasi.
9. Pelayanan Rawat Jalan adalah Pelayanan Kesehatan terhadap pasien dengan tujuan observasi, diagnosis pengobatan dengan waktu tidak lebih dari 6 (enam) jam.
10. Pelayanan Rawat Inap adalah pelayanan kesehatan terhadap pasien untuk keperluan observasi, diagnosis pengobatan dan pelayanan kesehatan lainnya dengan waktu lebih dari 6 (enam) jam.
11. Retribusi Pelayanan Kesehatan adalah Retribusi atas jasa pemberian pelayanan oleh unit pelayanan kesehatan.
12. Retribusi Pelayanan Kesehatan yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pembayaran atas pelayanan kesehatan di Puskesmas, Puskesmas Keliling, Puskesmas Pembantu, Pondok Bersalin Desa ( Polindes ) dan sarana pelayanan kesehatan lainnya.
4
13. Badan adalah sekumpulan orang dan / atau persekutuan hukum yang merupakan kesatuan terbatas, perseroan komuditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.
14. Obyek Retribusi Pelayanan adalah orang, kelompok atau badan yang memanfaatkan pelayanan dari UPKD.
15. Subyek Retribusi Pelayanan Kesehatan adalah orang pribadi, kelompok atau badan yang memberikan pelayanan di UPKD.
16. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Retribusi Daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi yang terutang, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi tertentu.
17. Retribusi Terutang adalah Retribusi yang harus dibayar pada suatu saat, dalam masa Retribusi, dalam tahun Retribusi, atau dalam bagian tahun Retribusi menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan Retribusi Daerah.
18. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari perhimpunan data subyek dan obyek Retribusi Pelayanan Kesehatan, penentuan besarnya Retribusi Pelayanan Kesehatan yang terutang sampai kegiatan penagihan Retribusi Pelayanan Kesehatan kepada penerima Pelayanan Kesehatan serta pengawasan penyetorannya.
19. Surat Ketetapan Retribusi Daerah,yang dapat disingkat SKRD, adalah surat ketetapan Retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok Retribusi.
20. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDLB adalah surat ketetapan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
21. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.
22. Pelayanan Kunjungan Rumah adalah kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan UPKD berupa kunjungan kepada pasien yang mengalami keterbatasan mobilitas dengan tujuan menentukan diagnosis, pengobatan, perawatan, pemulihan kesehatan dan rehabilitasi.
23. Tindakan Medik adalah suatu tindakan invasif maupun non-invasif yang dilakukan oleh tenaga kesehatan kepada pasien dengan tujuan mengurangi atau menghilangkan keluhan yang diderita pasien.
24. Pelayanan KIA adalah Pelayanan Kesehatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan kepada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu menyusui, bayi baru lahir, bayi dan anak balita.
25. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik adalah serangkaian pemeriksaan dengan menggunakan seperangkat alat yang dilakukan dengan mengambil bagian yang berasal dari tubuh, atau dilakukan kepada sebagian atau seluruh tubuh pasien untuk membantu menegakkan diagnose.
26. Pemeriksaan Visum et Repertum adalah pemeriksaan dengan menggunakan seperangkat alat yang dilakukan oleh dokter kepada seseorang atau orang mati untuk kepentingan proses hokum.
27. Penggunaan Mobil Ambulans adalah Kegiatan transportasi untuk menjemput maupun mengantar pasien ke tempat tujuan tertentu.
28. Penggunaan Mobil Jenazah adalah Kegiatan transportasi untuk menjemput maupun mengantar jenazah ke tempat tujuan tertentu.
29. Surat Keterangan adalah bukti tertulis yang dikeluarkan oleh UPKD yang menerangkan kondisi orang, orang mati, ataupun tempat.
5
30. Jasa Sarana Kesehatan adalah nilai nominal uang yang diserahkan kepada puskesmas untuk dijadikan biaya operasional puskesmas.
31. Jasa Pelayanan Kesehayan, yang selanjutnya disebut Jasa Pelayanan adalah nilai nominal uang yang diberikan kepada orang atau kelompok pelaku pelayanan kesehatan, atas jasa yang dilakukan sesuai dengan kompetensinya.
32. Bidan Desa adalah bidan yang ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Bupati, dengan kewajiban bertugas di desa binaannya.
33. Operasional Bidan Desa adalah jasa puskesmas yang akan diberikan untuk kegiatan operasional bidan desa bilamana bidan desa tersebut melaksanakan pelayanan kesehatan di desa binaannya.
BAB II NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN
Pasal 2
(1) Dengan nama Retribusi Pelayanan Kesehatan dipungut retribusi atas pelayanan kesehatan oleh Pemerintah Daerah.
(2) Obyek Retribusi Pelayanan Kesehatan adalah pelayanan kesehatan di Puskesmas, Puskesmas Keliling, Puskesmas Pembantu, Pos Kesehatan Desa, Pondok Bersalin Desa dan tempat pelayanan kesehatan lainnya yang sejenis yang dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah, kecuali biaya pendaftaran.
(3) Dikecualikan dari Obyek Retribusi Pelayanan Kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, BUMN, BUMD dan pihak swasta.
(4) Subyek Retribusi Pelayanan Kesehatan adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh pelayanan kesehatan dari Pemerintah Daerah.
BAB III
GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 3
Retribusi pelayanan kesehatan digolongkan sebagai Retribusi Jasa Umum.
BAB IV
CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN RETRIBUSI
Pasal 4
Tingkat penggunaan jasa dihitung berdasarkan jenis pelayanan, bahan/ peralatan yang digunakan dalam frekwensi pelayanan kesehatan.
BAB V
PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN TARIF RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN
Pasal 5
(1) Prinsip dan Sasaran dalam Penetapan Tarif Retribusi Pelayanan Kesehatan ditetapkan dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa, kemampuan masyarakat, aspek keadilan dan efektivitas pengendalian atas pelayanan tersebut.
6
(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya operasional dan pemeliharaan, biaya bunga dan biaya modal.
(3) Dalam hal penetapan tarif sepenuhnya memperhatikan biaya penyediaan jasa penetapan tarif hanya untuk menutup sebagian biaya.
BAB VI STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF
RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN
Pasal 6
Struktur dan besarnya tarif Retribusi Pelayanan Kesehatan sebagai berikut :
1. RETRIBUSI RAWAT JALAN
a. Retribusi Rp. 250
b. Jasa Puskesmas Rp. 2,250
c. Jasa Pelayanan Rp. 2,250
Total Retribusi Rp. 5,250
2. RETRIBUSI RAWAT INAP (Paket perhari)
a. Retribusi Rp. 3,000
b. Jasa Puskesmas Rp. 30,000
c. Jasa Pelayanan Rp. 27,000
Total Retribusi Rp. 60,000
3. RETRIBUSI KUNJUNGAN RUMAH
a. Retribusi Rp. 500
b. Jasa Puskesmas Rp. 5,000
c. Jasa Pelayanan Rp. 4,500
Total Retribusi Rp. 10,000
4. RETRIBUSI PELAYANAN KIA 4.1. Pemeriksaan Ante Natal K1 dan /
atau K2, K3, K4
a. Retribusi Rp. 500
b. Operasional bidan desa Rp. 5,000
c. Jasa Pelayanan Rp. 4,500
Total Retribusi Rp. 10,000 4.2. Biaya Kunjungan dan Perawatan
Ibu Nifas dan Neonatus (kunjungan hari pertama dan / atau Minggu ke-2, Minggu ke-4)
a. Retribusi Rp. 500
b. Operasional bidan desa Rp. 5,000
c. Jasa Pelayanan Rp. 4,500
Total Retribusi Rp. 10,000
5. TINDAKAN MEDIK
Jenis Tindakan
Retribusi (Rp)
Jasa Sarana Kesehatan (Rp)
Jasa Pelayanan (Rp)
Total Retribusi
(Rp)
Jahit Luka Ringan <5 Jahitan 750 7,500 6,750 15,000
Jahit Luka sedang 5-15 jahitan luar
2,000 12,500 11,500 25,000
Jahit Luka Luar > 15 jahitan dan atau Luka Dalam
2,500 25,000 22,500 50,000
Buka Jahitan 500 5,000 4,500 10,000
Insisi abses 500 5,000 4,500 10,000
7
Tindik telinga 500 5,000 4,500 10,000
Pasang AKDR/IUD 750 7,500 6,750 15,000
Cabut AKDR/IUD 750 7,500 6,750 15,000
Pasang Implant 750 7,500 6,750 15,000
Cabut Implant 750 7,500 6,750 15,000
Insisi Hordeolum 750 7,500 6,750 15,000
Sirkumsisi 750 7,500 6,750 15,000
Ekstraksi Benda Asing di Telinga 750 7,500 6,750 15,000
Ekstraksi Benda Asing di Hidung 750 7,500 6,750 15,000
Rawat Luka 500 5,000 4,500 10,000
Suntik 250 2,500 2,250 5,000
Ekstirpasi 2,500 25,000 22,500 50,000
Cabut Gigi Susu 1,000 10,000 9,000 20,000
Cabut Gigi Tetap 2,500 25,000 22,500 50,000
Insisi Abses Gigi 1,500 15,000 13,500 30,000
Bersihkan Karang Gigi 1,500 15,000 13,500 30,000
Tambalan Gigi 5,000 50,000 45,000 100,000
Resusitasi Jantung Paru 700 7,000 6,300 14,000
Cabut Kuku 1,000 10,000 9,000 20,000
Ekstraksi Benda Asing di Bawah Kulit (Ringan) 500 5,000 4,500 10,000
Ekstraksi Benda Asing di Bawah Kulit (Berat)
1,000 10,000 9,000 20,000
Inspekulo 500 3,750 3,250 10,000
Pencabutan Gigi dengan Penyulit
1,750 17,500 17,750 35,000
Kuretase 3,750 37,500 33,750 75,000
Manual Plasenta 3,000 30,000 27,000 60,000
Jahit Robekan Porsio
3,750 37,500 33,750 75,000
Vasektomi/MOP 11,750 117,600 185,750 235,000
Operasi Pterigium 5,000 50,000 45,000 100,000
PERSALINAN
Persalinan Normal oleh Bidan
4,375 87,500 262,500 350,000
Persalinan Normal oleh Dokter
4,375 87,500 262,500 350,000
Persalinan Normal oleh Dokter Spesialis
4,375 87,500 262,500 350,000
Persalinan dengan Forceps Ekstraksi oleh Dokter
6,250 118,750 375,000 500,000
Persalinan dengan Forceps Ekstraksi oleh Dokter Spesialis
6,250 118,750 375,000 500,000
8
Persalinan Vakum Ekstraksi oleh Dokter
6,250 118,750 375,000 500,000
Persalinan Vakum Ekstraksi oleh Dokter Spesialis
6,250 118,750 375,000 500,000
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK
Jenis Tindakan
Retribusi (Rp)
Jasa Sarana
Kesehatan (Rp)
Jasa Pelayanan
(Rp)
Jumlah (Rp)
Urine Rutin 300 3,000 2,700 6,000
Tinja Rutin 300 3,000 2,700 6,000
Malaria 300 3,000 2,700 6,000
BTA (TBC/Lepra) 300 3,000 2,700 6,000
Hb 300 3,000 2,700 6,000
Leukosit 300 3,000 2,700 6,000
Trombosit 300 3,000 2,700 6,000
Eritrosit 300 3,000 2,700 6,000
Hitung Jenis 300 3,000 2,700 6,000
LED 300 3,000 2,700 6,000
Golongan Darah 250 2,500 2,250 5,000
Tes Kehamilan 500 5,000 4,500 10,000
Gula Darah 750 7,500 6,750 15,000
Kolesterol 750 7,500 6,750 15,000
Asam Urat 750 7,500 6,750 15,000
Trigliserida 750 7,500 6,750 15,000
Ureum 3,000 9,250 7,750 20,000
Kreatinin 3,000 9,000 8,000 20,000
Widal 750 7,500 6,750 15,000
HbSAg 2,250 22,500 20,250 45,000
Narkoba 1,000 10,000 9,000 20,000
SGOT 1,000 10,000 9,000 20,000
SGPT 1,000 10,000 9,000 20,000
EKG 1,000 10,000 9,000 20,000
Rongten 2,500 25,000 22,500 50,000
USG 2,500 25,000 22,500 50,000
7. PEMERIKSAAN VISUM ET REPERTUM
Jenis Tindakan
Retribusi (Rp)
Jasa Sarana
Kesehatan (Rp)
Jasa Pelayanan
(Rp)
Jumlah (Rp)
Korban Hidup 2,500 25,000 22,500 50,000
Korban Mati 11,500 115,000 103,600 230,000
Korban Mati (Penggalian) 35,000 350,000 515,000 700,000
Perawatan Jenasah 2,000 20,000 18,000 40,000
9
8. PENGGUNAAN MOBIL AMBULANS
Jenis Layanan
Retribusi
(Rp)
Jasa Sarana
Kesehatan (Rp)
Jasa Pelayanan
(Rp)
Jumlah (Rp)
< 10 KM 5,000 50,000 45,000 100,000
11 – 50 KM 10,000 100,000 90,000 200,000
> 51 KM 20,000 200,000 180,000 400,000
9. PENGGUNAAN MOBIL JENAZAH
Jenis Layanan
Retribusi (Rp)
Jasa Sarana
Kesehatan (Rp)
Jasa Pelayanan
(Rp)
Jumlah (Rp)
< 10 KM 5,000 50,000 45,000 100,000
11 – 50 KM 10,000 100,000 90,000 200,000
> 51 KM 20,000 200,000 180,000 400,000
10. PEMERIKSAAN KESEHATAN DALAM RANGKA PENERBITAN SURAT-SURAT
Jenis Tindakan
Retribusi (Rp)
Jasa Sarana
Kesehatan (Rp)
Jasa Pelayanan
(Rp)
Jumlah (Rp)
Pengujian Kesehatan 1,500 15,000 13,500 30,000
Keterangan Sakit untuk Pelajar
1,000 2,250 1,750 5,000
Keterangan Sakit 1,000 10,000 9,000 20,000
Pemeriksaan laik sehat untuk Tempat- Tempat Umum
10,000 83,500 66,500 200,000
Pemeriksaan Kesehatan Jemaah Haji
2,000 20,000 18,000 40,000
Surat Keterangan Sakit untuk Kasus Istimewa
3,750 37,500 33,750 75,000
BAB VII PERUBAHAN TARIF
Pasal 7
(1) Tarif Retribusi ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali. (2) Peninjauan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian. (3) Penetapan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
dengan Peraturan Bupati.
BAB VIII WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 8
Retribusi yang terutang dipungut di wilayah daerah.
10
BAB IX SAAT RETRIBUSI TERUTANG
Pasal 9
(1) Saat retribusi terutang adalah pada saat diterbitkannya SKRD atau
dokumen lain yang dipersamakan. (2) Wajib retribusi yang belum melunasi retribusinya diharuskan memberikan
jaminan pelunasan atas retribusi terutang yang nilainya sama dengan retribusi terutang.
BAB X TATA CARA PEMUNGUTAN
Pasal 10
(1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan. (2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan. (3) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat berupa karcis, kupon dan kartu langganan. (4) Hasil pemungutan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetor
secara bruto ke kas daerah. (5) Tata cara pelaksanaan pemungutan retribusi diatur dengan Peraturan
Bupati.
BAB XI
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 11
Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar.
BAB XII
TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 12
(1) Pembayaran retribusi yang terutang dilakukan secara tunai/lunas. (2) Pembayaran retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima
belas) hari sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran, angsuran dan penundaan pembayaran retribusi diatur dengan Peraturan Bupati.
11
BAB XIII TATA CARA PENAGIHAN
Pasal 13
(1) Retribusi terutang yang tidak atau kurang bayar ditagih dengan
menggunakan STRD dan didahului dengan surat teguran/ surat peringatan/surat lain yang sejenis.
(2) Pengeluaran surat teguran/surat peringatan/surat lain yang sejenis sebagai tindakan awal pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kalender sejak jatuh tempo pembayaran.
(3) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran/ surat peringatan/surat lain yang sejenis wajib retribusi melunasi Retribusi yang terutang.
(4) Surat teguran/surat peringatan/surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.
(5) Tata cara penagihan dan penerbitan surat teguran/ surat peringatan/surat lain yang sejenis diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XIV KEBERATAN
Pasal 14
(1) Wajib Retribusi tertentu dapat mengajukan keberatan hanya kepada
Bupati atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas.
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKRD diterbitkan, kecuali jika Wajib Retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
(4) Keadaan di luar kekuasaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak atau kekuasaan Wajib Retribusi.
(5) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar Retribusi dan pelaksanaan penagihan Retribusi.
Pasal 15
(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal
Surat Keberatan diterima harus member keputusan atas keberatan yang diajukan dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk memberikan kepastian hokum bagi Wajib Retribusi, bahwa keberatan yang diajukan harus diberi keputusan oleh Bupati.
(3) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya Retribusi yang terutang.
(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak member suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
12
Pasal 16
(1) Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagian dan seluruhnya, kelebihan pembayaran Retribusi dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk paling lama 12 (dua belas) bulan.
(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKRDLB.
BAB XV
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Pasal 17
(1) Atas kelebihan pembayaran Retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati.
(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran Retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.
(4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang Retribusi lainnya, kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang Retribusi tersebut.
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB.
(6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran Retribusi.
(7) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XVI PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI
Pasal 18
(1) Bupati dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan
retribusi. (2) Pemberian pengurangan atau keringanan retribusi sebagaiman dimaksud
pada ayat (1) diberikan dengan memperhatikan kamampuan wajib retribusi, antara lain untuk mengangsur.
(3) Pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada wajib retribusi karena keadaan darurat seperti bencana alam atau kerusuhan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi diatur dengan peraturan Bupati.
13
BAB XVII KEDALUWARSA PENAGIHAN
Pasal 19
(1) Hak untuk melakukan penagihan Retribusi menjadi kedaluwarsa setelah
melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya Retribusi, kecuali jika Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang Retribusi.
(2) Kedaluwarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika: a. diterbitkan Surat Teguran; atau b. ada pengakuan utang Retribusi dari Wajib Retribusi, baik langsung
maupun tidak langsung. (3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut.
(4) Pengakuan utang Retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(5) Pengakuan utang Retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi.
Pasal 20
(1) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tata cara penghapusan piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XVIII INSENTIF PEMUNGUTAN
Pasal 21
(1) Instansi yang melaksanakan pemungutan Retribusi dapat diberi insentif
atas dasar pencapaian kinerja tertentu. (2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (3) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Bupati.
BAB XIX KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 22
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah
diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
14
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau
laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Retribusi Daerah;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah;
d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Retribusi Daerah;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan; dan/atau k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan
tindak pidana di bidang Retribusi Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
BAB XX KETENTUAN PIDANA
Pasal 23
(1) Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga
merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar.
(2) Tindak pidana sebagaiman dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. (3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan
Negara.
15
BAB XXI KETENTUAN PENUTUP
Pasal 24
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Sumba Barat Daya.
Ditetapkan di Tambolaka pada tanggal, 10 Januari 2012
BUPATI SUMBA BARAT DAYA,
KORNELIUS KODI METE Diundangkan di Tambolaka, pada tanggal, 17 Januari 2012 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA,
A. UMBU ZAZA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2012 NOMOR 4
16
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 4 TAHUN 2012
TENTANG
RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN
I. UMUM
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) yang telah ditetapkan dengan Undang–Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 108, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548), dimana retribusi merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah, didalam melaksanakan otonominya yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri disamping sumber penerimaan yang berasal dari Pemerintah berupa subsidi/bantuan dan bagi hasil pajak dan bukan pajak. Sumber pendapatan daerah tersebut diharakan menjadi sumber pembiyaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah untuk meningkatkan dan menentukan kesejahteraan rakyat.
Disamping itu pula secara yuridis formal berbagai peraturan perundang-undangan dibidang retribusi dan pajak daerah telah mengalami perubahan yaitu Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atau Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan telah dicabut oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka pemberlakuan Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat secara mutatis mutandis dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1
Cukup Jelas Pasal 2
Cukup Jelas Pasal 3
Cukup Jelas Pasal 4
Cukup Jelas Pasal 5
Cukup Jelas Pasal 6
Cukup Jelas Pasal 7
Cukup Jelas Pasal 8
Cukup Jelas
17
Pasal 9 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan dokumen lain yang dipersamakan antara lain berupa karcis masuk, kupon, kartu langganan
Ayat (2) Cukup Jelas
Pasal 10 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan tidak dapat diborongkan adalah bahwa seluruh kegiatan pemungutan retribusi tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga, kecuali dalam bentuk kerja sama operasi
Ayat (2) Cukup Jelas
Pasal 11 Cukup Jelas
Pasal 12 Cukup Jelas
Pasal 13 Cukup Jelas
Pasal 14 Cukup Jelas
Pasal 15 Cukup Jelas
Pasal 16 Cukup Jelas
Pasal 17 Cukup Jelas
Pasal 18 Cukup Jelas
Pasal 19 Cukup Jelas
Pasal 20 Cukup Jelas
Pasal 21 Cukup Jelas
Pasal 22 Cukup Jelas
Pasal 23 Cukup Jelas Pasal 24
Cukup Jelas TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 0004