retno nilasari

100
ANALISIS PENGARUH TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK HOTEL DAN RESTORAN TERHADAP PENERIMAAN PAJAK DAERAH (Studi Kasus Pada Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I) Disusun Oleh: Retno Nilasari 203082001909 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008 M/1429 H

Upload: chacha-ndut

Post on 18-Jul-2015

411 views

Category:

Art & Photos


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Retno nilasari

ANALISIS PENGARUH TINGKAT KEPATUHAN

WAJIB PAJAK HOTEL DAN RESTORAN TERHADAP

PENERIMAAN PAJAK DAERAH

(Studi Kasus Pada Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I)

Disusun Oleh:

Retno Nilasari

203082001909

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2008 M/1429 H

Page 2: Retno nilasari

2

ANALISIS PENGARUH TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK

HOTEL DAN RESTORAN TERHADAP PENERIMAAN PAJAK DAERAH

(Studi Kasus Pada Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial

Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana

Ekonomi

Oleh:

Retno Nilasari

203082001909

Dibawah Bimbingan :

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Afif Sulfa, SE, Ak, M.Si.

NIP. 131 474 891

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2007

Page 3: Retno nilasari

3

Hari ini Kamis Tanggal 29 Bulan Oktober Tahun Dua ribu Tujuh telah dilakukan ujian komprehensif atas nama Retno Nilasari NIM: 203082001909 dengan judul

Skripsi “ANALISIS TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK HOTEL

DAN RESTORAN TERHADAP PENERIMAAN PAJAK DAERAH (Studi

Kasus Pada Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I)”.

Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka

skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 29 Oktober 2007

Tim Penguji Ujian Komprehensif

Amilin, SE.,Ak.,M.Si. Rini, SE.,Ak.,M.Si.

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Penguji Ahli

Page 4: Retno nilasari

4

ANALISIS PENGARUH TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK

HOTEL DAN RESTORAN TERHADAP PENERIMAAN PAJAK DAERAH

(Studi Kasus Pada Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial

Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana

Ekonomi

Oleh:

Retno Nilasari

203082001909

Dibawah Bimbingan :

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Afif Sulfa, SE, Ak, M.Si. NIP. 131 474 891

Penguji Ahli

Amilin, SE.,Ak.,M.Si.

NIP. 150 216 997

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2007

Page 5: Retno nilasari

5

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Bahwa yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Retno Nilasari

Umur : 23 tahun

Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 28 Agustus 1985

Alamat : Jl. Rawa Domba RT 009/007 No.55 Duren Sawit

Jakarta Timur 13440

Agama : Islam

Kebangsaan : Warga Negara Indonesia

Pendidikan Formal :

1. SDN Duren Sawit 16 Pagi

2. SLTP 27 Duren Sawit

3. SMU 44 Perumnas Kelender

4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Akuntansi

Page 6: Retno nilasari

6

Abstract

Retno Nilasari: “The Analysis Influence of Hotel and Restaurant Tax

Compliance to the Regional Tax Income”.

The purpose of this research is to find out the influence of hotel and

restaurant tax compliance to the regional tax income. The samples taken of this

research were obtained from Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I.

The research use Multivariate Linear Regression Method, t-Test and F Test with

signification is 5%.

The analysis result had known that Hotel and restaurant tax compliance is

influential as significant in the tax income by simultaneous. Besides in the partial,

hotel tax compliance does not influential as significant to the tax income but

restaurant tax compliance does.

Key word: Hotel and Restaurant Tax Compliance Rate, Tax income

Page 7: Retno nilasari

7

Abstrak

Retno Nilasari: “Analisis Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Hotel

dan Restoran Terhadap Penerimaan Pajak Daerah”

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat kepatuhan wajib

pajak hotel dan restoran terhadap penerimaan pajak daerah. Data yang diambil

dalam penelitian ini diperoleh dari Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I.

Metode yang digunakan penelitian ini adalah metode regresi linear berganda, uji t

dan uji F dengan tingkat signifikansi 5%.

Hasil uji dari peelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan pajak hotel

dan restoran mempengaruhi penerimaan pajak daerah. Sedangkan secara parsial,

tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel tingkat kepatuhan wajib pajak

hotel terhadap penerimaan pajak daerah sementara itu ada pengaruh yang

signifikan antara variabel tingkat kepatuhan wajib pajak restoran terhadap

penerimaan pajak daerah.

Kata kunci: tingkat kepatuhan wajib pajak hotel dan restoran, penerimaan

pajak daerah

Page 8: Retno nilasari

8

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah Tuhan Semesta Alam. Yang selalu

memberikan kemenangan bagi siapa saja yang berjuang dijalan-Nya. Teriring

shalawat dan salam tak lupa juga terlimpah kepada Rasulullah Muhammad SAW,

beserta keluarga, sahabat serta orang-orang yang istiqomah dalam mengemban

risalahnya hingga akhir zaman.

Penulis senang dapat mengerjakan skripsi yang berjudul “Analisis

Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Hotel dan Restoran Terhadap

Penerimaan Pajak Daerah”. Penulis berharap semoga dengan tulisan ini dapat

memberikan kontribusi pengalaman dan pengetahuan yang bisa dipergunakan

dimasa mendatang.

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk melengkapi tugas guna

memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat terlaksana dengan baik

tanpa bantuan dan bimbingan dari semua pihak. Pada kesempatan ini,

perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ayah dan Mama tercinta yang selalu memberikan dukungan, semangat,

kasih sayang dan do’a yang tiada henti-hentinya. Nana yang bersedia

mengoreksi tulisan penulis, Uta dan Namat yang selalu bikin kesel tapi

tetap bersedia menolong penulis kalau lagi cape.

2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, Ms sebagai dosen pembimbing I dan Bapak

Afif Sulfa SE, Ak, M.Si sebagai pembimbing II yang telah meluangkan

waktu untuk memberikan bimbingan, arahan serta motivasi kepada enulis

sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Drs. M. Faisal badroen MBA, selaku Dekan Fakultas Eonomi dan

Ilmu Sosial UIN Suarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Drs. Abdul Hamid Cebba, Ak., MBA. Selaku ketua Jurusan

Akuntansi dan Sekretaris FEIS Jurusan Akuntansi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Page 9: Retno nilasari

9

5. Segenap Bapak/Ibu dosen FEIS yang telah memberikan ilmu yang tak

ternilai serta karyawan/staff akademik dan perpustakaan FEIS atas

pelayananya.

6. Bapak Taufik yang telah banyak memberikan kesempatan untuk konsultasi

kepada penulis, Bapak Arya, Ibu Ganti, Bapak Suhada, Ibu Prapti, Ibu

Ijah, Bapak Siskrisman, Ibu Maryana, Pak Rizal, Pak Dani dan seluruh

karyawan/staff Dinas Pendapatan Daerah.

7. Ibu Arneti, Bapak Setyoko, Ibu Zakiah dan segenap karyawan/staff Suku

Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I yang telah membantu dalam

memperoleh data penelitian skripsi ini.

8. Tek Lena dan Om Buyung yang dengan tulus bersedia membantu dan

memberikan dukungan kepada penulis.

9. Edi dan Idrus yang sudah berjuang bersama-sama menyelesaikan skripsi,

Dbot, Lia, Muba, Ria, Itoh, Ijet (yang sudah lulus duluan), teman-teman

akuntansi A angkatan 2003 (Laily, Jamaroh, Sera, Nur, Titi, Riri, Tami,

Ijo, Aqil, Sandy, Agus, Fiqh,Jordan, Arfan, Dien, Boy, Jordan. Yang telah

memberi dukungan, bantuan serta selalu memotivasi penulis. Terimakasih

banyak semua.

10. Keluarga besar Ekonomi angkatan 2003 FEIS UIN Syahid Jakarta, tetap

semangat dan sukses mencapai cita-cita.

Akhir kata, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima

kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian

skripsi ini. Penulis juga berharap semoga laporan ini bermanfaat dan memperoleh

tambahan pengetahuan setelah membacanya.

Jakarta, Maret 2008

Wassalam

Penulis

Page 10: Retno nilasari

10

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI........................................................ i

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF........................... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP.................................................................... iii

ABSTRACT.................................................................................................. iv

ABSTRAK.................................................................................................... v

KATA PENGANTAR.................................................................................. vi

DAFTAR ISI................................................................................................. ix

DAFTAR TABEL........................................................................................ xii

DAFTAR GAMBAR.................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xiv

BAB I. PENDAHULUAN............................................................................ 1

A. Latar Belakang Penelitian.................................................................. 1

B. Perumusan Masalah........................................................................... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.......................................................... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 10

A. Pajak Secara Umum.......................................................................... 10

1. Pengertian Pajak………………………………………………... 10

2. Fungsi Pajak…………………………………………………….. 12

3. Asas Pemungutan Pajak………………………………………… 14

4. Sistem Pemungutan Pajak………………………………………. 14

5. Kepatuhan Wajib Pajak................................................................ 15

Page 11: Retno nilasari

11

B. Pajak Hotel......................…………………………………………… 19

1. Pengertian Pajak Hotel…………………………………………. 19

2. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Hotel...................................... 20

3. Objek Pajak dan Bukan Objek Pajak Hotel....………………….. 20

4. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Hotel............................................ 22

5. Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Perhitungan Pajak Hotel...….. 23

C. Pajak Restoran...…………………………………………………….. 25

1. Pengertian Pajak Restoran........…………………………………. 25

2. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Restoran.................................. 26

3. Objek Pajak dan Bukan Objek Pajak Restoran…………………. 27

4. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Restoran....................................... 27

5. Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Perhitungan Pajak Restoran.... 28

D. Pendapatan Daerah.............................................................................. 30

E. Penelitian Sebelumnya........................................................................ 33

F. Kerangka Pemikiran........................................................................... 34

G. Hipotesis.............................................................................................. 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………………………………… 37

A. Ruang Lingkup Penelitian…………………………………………... 37

B. Metode Penentuan Sampel………………………………………….. 38

C. Metode Pengumpulan Data…………………………………………. 38

D. Metode Analisis…………………………………………………….. 39

E. Operasional Variabel Penelitian......................................................... 45

Page 12: Retno nilasari

12

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................... 47

A. Gambaran Umum Objek Penelitian.................................................... 47

1. Tempat dan Waktu Penelitian....................................................... 47

2. Sejarah Dinas Pendapatan Daerah................................................. 47

3. Visi dan Misi................................................................................. 54

4. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pendapatan Daerah..................... 55

5. Struktur Organisasi........................................................................ 56

B. Penemuan dan Pengolahan data.......................................................... 63

1. Penemuan dan Pembahasan.......................................................... 63

2. Pengolahan Data dan Hasil Pengujian Statistik............................ 67

a. Uji Asumsi Klasik................................................................... 67

b. Uji Hipotesis........................................................................... 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN....................................................... 79

A. Kesimpulan ........................................................................................ 79

B. Implikasi............................................................................................. 80

C. Saran................................................................................................... 80

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 81

Page 13: Retno nilasari

13

DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Halaman

4.1 Daftar Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak.................. 64

4.2 Rekapitulasi Pertumbuhan dan Kepatuhan Dalam

Penyetoran SPT Masa Wajib Pajak Hotel Dan Restoran....... 65

4.3 Hasil Identifikasi uji Multikolineariti..................................... 69

4.4 Hasil Uji Autokorelasi............................................................ 71

4.5 Hasil Uji Koefisien Determinasi........................................... 72

4.6 Hasil Uji t-Statistik................................................................. 73

4.7 Hasil uji F-statistik................................................................. 76

Page 14: Retno nilasari

14

DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman

2.1 Skema Kerangka Pemikiran................................................. 35

4.1 Struktur organisasi suku dinas pendapatan daerah.............. 62

4.2 Grafik Normality probability Plot....................................... 68

4.3 Grafik Hasil Uji Heterokedasitas......................................... 70

Page 15: Retno nilasari

15

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Keterangan Halaman

1 Hasil Uji SPSS............................................................................. 84

2 Rekapitulasi Pertumbuhan Wajib Pajak Hotel, Restoran dan

Hiburan.........................................................................................

91

3 Surat Keterangan Riset................................................................. 94

4 Daftar variabel Penelitian............................................................. 95

5 Penerimaan Pajak Daerah SuDin Penda Jak-Pus I....................... 96

Page 16: Retno nilasari

16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Jakarta merupakan pusat perkonomian utama di Indonesia, karena

Jakarta adalah ibu kota negara dan merupakan pusat pemerintahan. Sebagai

ibu kota negara, maka banyak terdapat lembaga pemerintahan dan pusat bisnis

yang berkembang di Jakarta, sehingga terjadi perputaran uang yang cukup

tinggi. Hal ini menyebabkan banyak penduduk daerah yang melakukan

urbanisasi ke Jakarta. Selain Warga Negara Indonesia (WNI) juga banyak

terdapat Warga Negara Asing (WNA) yang bekerja dan melakukan kegiatan

bisnis di Jakarta. Selain itu, Jakarta juga menjadi kota tujuan pariwisata, baik

wisatawan domestik maupun mancanegara. Dengan tingginya minat orang

untuk datang ke Jakarta sehingga kebutuhan akan hotel (rumah penginapan)

dan restoran (rumah makan) sangat tinggi. Hal ini membuat hotel dan restoran

dapat berkembang di kota ini.

Hotel dan restoran merupakan salah satu sarana pendukung

perekonomian dan pariwisata. Fungsi utama hotel adalah sebagai tempat

tinggal sementara dan retoran adalah tempat untuk makan. Wisatawan sangat

mengandalkan hotel dan restoran sebagai tempat tinggal sementara selama di

Jakarta. Disamping fungsi utamanya, hotel dan restoran juga sering dijadikan

sebagai tempat untuk mengadakan pertemuan-pertemuan dan rapat (meeting)

Page 17: Retno nilasari

17

oleh berbagai pihak, baik dari kalangan pejabat tinggi negara, pebisnis, sampai

organisasi.

Gaya hidup masyarakat modern saat ini juga menjadikan hotel dan

restoran sebagai ajang berkumpul dan bergaul, tidak hanya anak-anak muda

tetapi juga orang tua menggunakan hotel dan retoran sebagai tempat untuk

mengadakan acara-acara seperti pesta tahun baru, pesta pernikahan, pesta

ulang tahun sampai arisan. Dewasa ini, banyak bermunculan hotel dan

restoran yang menawarkan jasa dengan tarif miring atau rendah, sehingga

tidak hanya dari kalangan atas saja yang dapat menggunakan jasa hotel dan

restoran tetapi juga dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.

Berdasarkan data dari Bagian Pengendalian Dinas Pendapatan Daerah

DKI Jakarta, jumlah hotel dan restoran di Jakarta sampai Desember 2007

tercatat sebesar 771 untuk hotel dan 5.031 untuk restoran. Pertumbuhan

jumlah hotel selama satu tahun meningkat hingga hampir 100 hotel dari tahun

sebelumnya atau sekitar 10,25%. Sedangkan jumlah restoran meningkat

hingga lebih dari 500 restoran dari tahun sebelumnya yang berjumlah 4.516

restoran atau sekitar 10,24%.

Melihat dari pertumbuhan jumlah hotel dan restoran yang cukup

signifikan dalam satu tahun dan tingginya antusias masyarakat terhadap hotel

dan restoran yang ada di Jakarta, dapat diasumsikan besar pendapatan yang

diterima hotel dan restoran juga tinggi, hal ini mengindikasikan bahwa

penerimaan pajak daerah dari sektor hotel dan restoran juga meningkat.

Page 18: Retno nilasari

18

Pajak daerah yang diterima pemerintah daerah dibagi menjadi dua

bagian, yaitu: pajak propinsi yang terdiri dari pajak kendaraan bermotor dan

kendaraan diatas air; bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan diatas

air; pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak pengambilan dan

pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan, dan pajak kabupaten/kota

yang terdiri dari pajak hotel; pajak restoran; pajak hiburan; pajak reklame;

pajak penerangan jalan; pajak pengambilan bahan galian golongan C; pajak

parkir; pajak lain-lain (Mardiasmo:2006).

Dari sekian banyak penerimaan pemerintah daerah dari pajak, sektor

pajak hotel dan restoran menyumbangkan setidaknya 15% dari jumlah seluruh

pemasukan setiap tahunnya. Menurut Marihot Siahaan (2005:11), pajak

daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan

kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan

untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan

daerah.

Secara teori, jika hotel dan restoran di Jakarta berkembang maka

penerimaan dari sektor pajak hotel dan restoran meningkat, maka akan

meningkatkan penerimaan pajak daerah. Tetapi besarnya penerimaan daerah

bukan hanya dilihat dari berkembangnya jumlah wajib pajak hotel dan

restoran, namun juga dari tingkat kepatuhan wajib pajak (tax compliance)

dalam melakukan pembayaran pajaknya. Menurut Gunadi (2005:4),

pengertian kepatuhan pajak dalam hal ini diartikan bahwa wajib pajak

Page 19: Retno nilasari

19

mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan

aturan yang berlaku tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi, seksama,

peringatan ataupun ancaman dan penerapan sanksi administrasi.

Menurut Chaizi Nasucha seperti yang dikutip oleh Marcus (2005:71),

kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak dalam

mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat

Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak

terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.

Kepatuhan wajib pajak bisa tercermin dalam nilai selisih antara rencana

penerimaan pajak dengan realisasi penerimaan pajak tersebut. Maka, apabila

semua wajib pajak hotel dan restoran menaati dan patuh terhadap peraturan

perpajakan yang berlaku, maka selisih antara rencana penerimaan pajak

dengan realisasi penerimaan menjadi nol. Oleh karena itu, secara sederhana

meningkatnya tingkat kepatuhan pajak akan tercermin pada menyempitnya

jurang kepatuhan, yakni selisih antara rencana penerimaan pajak dengan

realisasi penerimaan pajak.

Menurut Safri Nurmantu (2003:148), Isu kepatuhan dan hal-hal yang

menyebabkan ketidakpatuhan serta upaya untuk meningkatkan kepatuhan

menjadi agenda penting di negara-negara maju, apalagi di negara-negara

berkembang. Isu kepatuhan menjadi penting karena ketidakpatuhan secara

bersamaan menimbulkan upaya menghindarkan pajak, baik dengan fraud dan

illegal yang disebut tax evasion, maupun penghindaran pajak tidak dengan

fraud dan dilakukan secara legal yang disebut tax avoidance. Pada akhirnya

Page 20: Retno nilasari

20

tax evasion dan tax avoidance mempunyai akibat yang sama, yaitu

berkurangnya penyetoran pajak ke kas negara.

Pada hakekatnya kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh kondisi sistem

administrasi perpajakan yang meliputi pelayanan pajak dan pelaksanaan

perpajakan juga kesadaran masyarakat akan pentingnya membayar pajak.

Kurangnya kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak dipengaruhi oleh

hal-hal seperti: kurang efektifnya sosialisasi dari pemerintah untuk

menyerukan membayar pajak; kurangnya pengetahuan wajib pajak tentang

pajak; juga adanya kekhawatiran masyarakat dalam penggunaan penerimaan

pajak yang terkumpul tidak dipergunakan dengan semestinya.

Kepatuhan terhadap pembayaran pajak sangat penting karena pajak

merupakan merupakan sektor perekonomian yang berperan sebagai sumber

pembiayaan pembangunan utama. Sebagai salah satu penerimaan negara,

pajak merupakan pilihan yang tepat disamping penerimaan dari sumber migas

dan non migas, karena jumlahnya yang relatif stabil. Dan dari sektor tersebut

diharapkan partisipasi aktif masyarakat dalam pembiayaan pembangunan.

Karena pajak merupakan sumber penerimaan strategis dalam

menyokong pembangunan, maka pajak harus dikelola dengan baik agar

keuangan negara dapat berjalan dengan lancar dan baik. Dari tahun ke tahun

telah dilakukan berbagai langkah dan kebijakan untuk meningkatkan

penerimaan pajak sebagai sumber penerimaan negara. Kebijakan tersebut

dapat dilakukan melalui penyempurnaan perundang-undangan, penerbitan

peraturan-peraturan baru dibidang perpajakan, meningkatkan tingkat

Page 21: Retno nilasari

21

kepatuhan wajib pajak maupun menggali sumber-sumber pajak lain. Berbagai

upaya diatas tentunya belum dapat menghasilkan peningkatan pajak yang

signifikan bagi penerimaan negara.

Penelitian yang membahas tentang hotel dan restoran telah dilakukan

oleh Sapto Nur Edie (2005) dengan judul “Analisis Pengaruh Penerimaan

Pajak Hotel dan Restoran Terhadap Pendapatan Asli Daerah (Studi Kasus

pada Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat)”. Penelitian tersebut

dilakukan pada periode 1995-2004. Sapto Nur Edie menggunakan metode uji

statistik regresi sederhana untuk menguji data dan mendapatkan hasil

penelitian bahwa besarnya pengaruh hubungan antara penerimaan pajak hotel

dan restoran terhadap pendapatan asli daerah cukup tinggi yaitu sebesar

93,4%.

Selain itu ada juga penelitian yang dilakukan oleh Heri Purnama (2006),

dengan judul “Analisa Penerimaan Pajak Hotel dan Restoran: Studi

Berdasarkan Jumlah Kunjungan Wisatawan di Kabupaten Garut Periode 1999-

2005”. Adapun kesimpulan yang didapat oleh Heri, yaitu: Jumlah wisatawan

(lokal dan asing) berpengaruh secara bersama-sama terhadap penerimaan

pajak hotel dan restoran di Kabupaten Garut periode 1999-2005. Secara

parsial hanya wisatawan lokal yang berpengaruh signifikan terhadap

penerimaan pajak hotel dan restoran di Kabupaten Garut.

Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu,

objek penelitian yang penulis uji adalah tingkat kepatuhan wajib pajak hotel

dan wajib pajak restoran dengan tujuan untuk mengetahui pengaruhnya

Page 22: Retno nilasari

22

terhadap penerimaan pajak daerah di Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta

Pusat I. Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode

penelitian regresi linier berganda. Selain itu, sampel yang diambil hanya dari

bulan Januari sampai Desember tahun 2007. Sementara objek penelitian yang

dilakukan oleh Sapto adalah jumlah penerimaan pajak hotel dan restoran serta

di uji menggunakan metode penelitian regresi linier sederhana dan sampel

diambil pada tahun 1995-2004. Sedangkan objek penelitian yang dilakukan

Hery adalah jumlah kunjungan wisatawan lokal dan asing dengan tujuan

mengetahui pengaruhnya terhadap penerimaan pajak daerah Kabupaten Garut

dan menggunakan sampel dari tahun 1999-2005.

Melihat akan pentingnya kepatuhan wajib pajak dalam melakukan

kewajiban perpajakannya terhadap penerimaan negara dari sektor pajak,

penulis ingin mengetahui berapa besar tingkat kepatuhan wajib pajak hotel

dan restoran di DKI Jakarta. Dengan latar belakang permasalahan tersebut

penulis tertarik untuk menganalisisnya dalam bentuk skripsi dengan judul

“Analisis Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Hotel dan Restoran

Terhadap Penerimaan Pajak Daerah”. Penelitian ini dilakukan pada Suku

Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I.

B. Perumusan Masalah

Untuk membatasi masalah dalam penelitian ini, penulis hanya melakukan

penelitian pada Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I dan membahas

Page 23: Retno nilasari

23

tentang bagaimana tingkat kepatuhan wajib pajak hotel dan restoran

mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penulis melakukan penelitian kepatuhan wajib pajak terhadap

penerimaan pajak adalah untuk mengetahui bagaimana tingkat kepatuhan

Wajib Pajak Hotel dan Restoran mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah.

2. Manfaat Penelitian

Penulis berharap hasil dari penelitian dalam skripsi ini dapat

bermanfaat bagi berbagai pihak seperti:

a. Bagi akademis,

∗ dapat dijadikan pedoman atau referensi untuk bahan perkuliahan

guna mempermudah pengguna ilmu dalam mempelajari pengenaan

pajak hotel dan restoran serta penerimaan daerah.

∗ Mengetahui kemampuan mahasiswa dalam penguasaan materi

yang telah diberikan.

∗ Mengetahui kemampuan mahasiswa dalam menerapkan ilmunya

sebagai bahan evaluasi terhadap materi yang telah diberikan.

b. Bagi mahasiswa,

∗ hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk menambah

wawasan, pengetahuan dan perbandingan untuk penelitian

selanjutnya.

Page 24: Retno nilasari

24

∗ Menerapkan pengetahuan akademis yang telah diperoleh selama

kuliah.

c. Bagi Suku Dinas Pendapatan Daerah

∗ Dapat digunakan sebagai masukan bermanfaat bagi pemerintah

untuk lebih meningkatkan kepatuhan wajib pajak sehingga akan

meningkatkan penerimaan pajak daerah.

Page 25: Retno nilasari

25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pajak Secara Umum

1. Pengertian Pajak

Menurut Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 Tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 ayat 1, Pajak adalah kontribusi

wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang

bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan

negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Selain itu, terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang

Pajak yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah:

a. Menurut Adriani, (Santoso Brotodiharjo,1991:2)

“Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat

dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut

peraturan-peraturan umum (Undang-Undang) dengan tidak mendapat

prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya

adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.”

b. Sedangkan menurut Soeparman Soemahamidjaya (Bukhori, 2002:24)

“Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor

pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu,

tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar

pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan

pemerintahan”.

Page 26: Retno nilasari

26

c. Menurut H. Rochmat Soemitro, (Bukhori, 2002:25):

“Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-

undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal

(kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan

untuk membayar pengeluaran umum”. Definisi tersebut kemudian

dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: “Pajak adalah peralihan

kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai

pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang

merupakan sumber utama untuk membiayai public investment”.

Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber

daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan

gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah.

Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber

daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua,

bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan

jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.

Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak baik pengertian

secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke

sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang

dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat

pada pengertian pajak antara lain sebagai berikut:

a. Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan

pelaksanaannya.

Page 27: Retno nilasari

27

b. Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya)

dari sektor swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sektor negara

(pemungut pajak/administrator pajak).

c. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum

pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin

maupun pembangunan.

d. Tidak dapat ditunjukkan adanya imbalan (kontraprestasi) individual

oleh pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh para

wajib pajak.

2. Fungsi Pajak

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan

bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak

merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua

pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas

maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu (Bukhori, 2002):

a. Fungsi Anggaran (budgetair).

Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin

negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya.

Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak

digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja

barang, pemeliharaan dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan

pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni

Page 28: Retno nilasari

28

penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan

pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan

pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama

diharapkan dari sektor pajak.

b. Fungsi Mengatur (regulerend).

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui

kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan

sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka

menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri,

diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka

melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk

yang tinggi untuk produk luar negeri.

c. Fungsi Stabilitas.

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan

kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi

dapat dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan

mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak,

penggunaan pajak yang efektif dan efesien.

d. Fungsi Redistribusi Pendapatan.

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk

membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai

pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada

akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

Page 29: Retno nilasari

29

3. Asas Pemungutan Pajak

Asas-asas pemungutan pajak sebagaimana dikemukakan oleh Adam

Smith dalam bukunya An Inquiri into the Nature and Cause of the Wealth

of Nations dengan ajaran yang terkenal "The Four Maxims", menyatakan

bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan pada (Santoso, 1991:87):

a. Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas

keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai

dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh

bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.

b. Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus

berdasarkan Undang-Undang, sehingga bagi yang melanggar akan

dapat dikenai sanksi hukum.

c. Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat

waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang

tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib

pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima

hadiah.

d. Asas Effeciency (asas efesien atau asas ekonomis): biaya pemungutan

pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya

pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.

4. Sistem Pemungutan Pajak

Dalam perpajakan di Indonesia dikenal tiga jenis metode dalam

pemungutan pajak, yaitu (Early Suandi, 2005:239):

Page 30: Retno nilasari

30

a. Official Assessment System

Official Assessment System atau Menghitung Pajak Orang (MPO).

Sistem ini secara sederhana menggambarkan bahwa pajak terutang

Wajib Pajak ditentukan oleh Dirjen Pajak (Wajib Pajak pasif). Sistem

ini biasanya lazim digunakan oleh negara-negara Eropa hingga

sekarang.

b. Self Assessment System

Self assessment system atau Menghitung Pajak Sendiri (MPS), yang

secara sederhana dipahami bahwa pajak terutang Wajib Pajak dihitung,

disetor dan dilaporkan sendiri oleh Wajib Pajak. Sementara itu, aparat

pajak bertugas memberikan penerangan dan pengawasan.

c. With Holding System

With holding system, yaitu pajak terutang Wajib Pajak dihitung,

dipungut, dan disetorkan oleh pihak ketiga. Pihak ketiga yang

melakukan pemungutan pajak tersebut tentunya yang telah ditetapkan

oleh Dirjen Pajak.

5. Kepatuhan Wajib pajak

a. Pengertian Kepatuhan

Menurut Gunadi (2005:4), pengertian kepatuhan pajak dalam hal

ini diartikan bahwa wajib pajak mempunyai kesediaan untuk

memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan yang berlaku

tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi, seksama, peringatan

ataupun ancaman dan penerapan sanksi administrasi.

Page 31: Retno nilasari

31

Menurut Safri Nurmantu (2003:148) kepatuhan perpajakan

didefinisikan sebagai “suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi

semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.”

Terdapat dua macam kepatuhan menurut Safri Nurmantu, yakni:

Kepatuhan formal dan kepatuhan material. Kepatuhan formal

adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban

perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-

undang perpajakan. Misalnya ketentuan batas waktu penyampaian

Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan tanggal

31 Maret. Apabila wajib pajak telah melaporkan Surat Pemberitahuan

Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan sebelum atau pada tanggal 31 Maret maka wajib pajak telah memenuhi ketentuan formal, akan tetapi

isinya belum tentu memenuhi ketentuan material, yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif memenuhi semua ketentuan

material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang undang perpajakan. Kepatuhan material dapat meliputi kepatuhan formal.

Wajib pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah wajib pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap, dan benar Surat Pemberitahuan

(SPT) sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke KPP sebelum batas

waktu berakhir.

Menurut Chaizi Nasucha seperti yang dikutip Marcus (2005:45),

kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak

dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat

Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran

pajak terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.

Menurut Djoko Slamet Surjoputro dan Junaedi Eko Widodo

(2004:47), pada hakekatnya kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh

kondisi sistem administrasi perpajakan yang meliputi tax service dan

tax enforcement. Langkah-langkah perbaikan administrasi diharapkan

dapat mendorong kepatuhan wajib pajak melalui dua cara yaitu

pertama, wajib pajak patuh karena mendapatkan pelayanan yang baik,

Page 32: Retno nilasari

32

cepat, dan menyenangkan serta pajak yang mereka bayar akan

bermanfaat bagi pembangunan bangsa. Kedua, wajib pajak akan patuh

karena mereka berpikir bahwa mereka akan mendapat sanksi berat

akibat pajak yang tidak mereka laporkan terdeteksi sistem informasi

dan administrasi perpajakan serta kemampuan crosschecking informasi

dengan instansi lain.

Tiga strategi dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak

melalui administrasi perpajakan, yaitu pertama dengan membuat

program dan kegiatan yang diharapkan dapat menyadarkan dan

meningkatkan kepatuhan sukarela, khususnya bagi Wajib Pajak yang

belum patuh, kedua adalah meningkatkan pelayanan terhadap Wajib

Pajak yang relatif sudah patuh sehingga tingkat kepatuhannya dapat

dipertahankan atau ditingkatkan, ketiga meningkatkan kepatuhan

dengan program dan kegiatan yang dapat memerangi ketidakpatuhan

(combatting noncompliance) (Hadi Purnomo, 2004:220).

b. Kriteria Wajib Pajak Patuh

Wajib pajak dimasukkan dalam kategori patuh apabila memenuhi

kriteria atau persyaratan sebagai berikut (merujuk pada kriteria

menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 235/KMK.03/2003

tanggal 3 Juni 2003):

1) Tepat waktu dalam menyampaikan surat pemberitahuan untuk

semua jenis pajak dalam 2 (dua) tahun terakhir.

Page 33: Retno nilasari

33

2) Dalam tahun terakhir penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak

lebih dari 3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak

berturut-turut.

3) SPT masa yang terlambat itu disampaikan tidak lewat dari batas

waktu penyampaian SPT Masa masa pajak berikutnya.

4) Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak:

a) Kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau

menunda pembayaran pajak

b) Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan yang

diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir

5) Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana

dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir, dan

6) Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau

badan pengawasan keuangan dan pembangunan harus dengan

pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar

dengan pengecualian sepanjang pengecualian tersebut tidak

mempengaruhi laba rugi fiskal.

Laporan audit harus:

a) disusun dalam bentuk panjang (long form report)

b) menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal.

Dalam hal laporan keuangan Wajib Pajak tidak diaudit oleh

akuntan publik, maka Wajib Pajak harus mengajukan permohonan

tertulis paling lambat 3 bulan sebelum tahun buku berakhir, untuk

Page 34: Retno nilasari

34

dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak Patuh sepanjang memenuhi

syarat pada huruf a sampai huruf e, ditambah syarat:

− dalam 2 tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU KUP, dan

− apabila dalam 2 tahun terakhir terhadap Wajib Pajak pernah

dilakukan pemeriksaan pajak, maka koreksi fiskal untuk setiap

jenis pajak yang terutang tidak lebih dari 10%.

B. Pajak Hotel

1. Pengertian Pajak Hotel

Menurut Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan

Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah, Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel.

Pengertian hotel di sini termasuk juga rumah penginapan yang memungut

bayaran. Pengenaan pajak hotel tidak mutlak ada pada seluruh daerah

kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan

kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk

mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota.

Oleh karena itu, untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten atau

kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan

daerah tentang pajak hotel. Peraturan itu akan menjadi landasan hukum

operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak

hotel di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan.

Page 35: Retno nilasari

35

2. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Hotel

Pemungutan pajak hotel di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar

hukum yang jelas dan kuat sehingga harus dipatuhi oeh masyarakat dan

pihak terkait. Dasar hukum pemungutan pajak hotel pada suatu kabupaten

atau kota adalah sebagaimana di bawah ini (Marihot Siahaan, 2005:247):

a. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan

atas undang-undang Nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan

retribusi daerah.

b. Peraturan pemerintah nomor 65 tahun 2001 tentang pajak daerah.

c. Peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang pajak hotel.

Keputusan bupati/walikota yang mengatur tentang pajak hotel

sebagai aturan pelaksanaan peraturan daerah tentang pajak hotel pada

kabupaten/kota dimaksud.

3. Objek Pajak dan Bukan Objek Pajak Hotel

a. Objek Pajak Hotel

Objek pajak hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel

dengan pembayaran, termasuk pelayanan sebagaimana di bawah ini

(Perda No. 7 Tahun 2003, Ps. 3 ayat 1):

1) fasilitas penginapan atau fasilitas jangka pendek. Dalam pengertian

rumah penginapan termasuk rumah kos dengan jumlah kamar

sepuluh atau lebih yang menyediakan fasilitas seperti rumah

penginapan. Fasilitas penginapan/fasilitas tinggal jangka pendek

Page 36: Retno nilasari

36

antara lain: gubuk pariwisata (cottage), motel, wisma pariwisata,

pesanggrahan (hostel), losmen dan rumah penginapan.

2) Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan

atau tempat tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan

kemudahan dan kenyamanan. Pelayanan penunjang antara lain:

telepon, faksimili, teleks, fotokopi, pelayanan cuci, setrika, taksi

dan pengangkutan lainnya, yang disediakan atau dikelola hotel.

3) Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu

hotel, bukan untuk umum. Fasilitas olahraga dan hiburan antara

lain pusat kebugaran (fitness center), kolam renang, tenis, golf,

karaoke, pub, diskotik, yang disediakan atau dikelola hotel.

4) Jasa penyewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di

hotel.

b. Bukan Objek Pajak Hotel

Pada pajak hotel, tidak semua pelayanan yang diberikan oleh

penginapan dikenakan pajak. Ada beberapa pengecualian yang tidak

termasuk objek pajak, yaitu (Perda DKI Jakarta No. 7 Tahun 2003, Ps.

3 ayat 2):

1) Penyewaan rumah atau kamar, apartemen, dan atau fasilitas tempat

tinggal lainnya yang tidak menyatu dengan hotel.

2) Pelayanan tinggal di asrama dan pondok pesantren.

3) Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan di hotel yang

digunakan oleh bukan tamu hotel dengan pembayaran.

Page 37: Retno nilasari

37

4) Pertokoan, perkantoran, perbankan dan salon yang digunakan oleh

umum di hotel.

5) Pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel dan

dapat dimanfaatkan oleh umum.

4. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Hotel

Pada pajak hotel, yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi

atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan hotel (Perda DKI

Jakarta No. 7 Tahun 2003, Ps. 4). Secara sederhana yang menjadi subjek

pajak adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang

diberikan oeh pengusaha hotel. Sementara itu, yang menjadi wajib pajak

adalah pengusaha hotel, yaitu orang pribadi atau badan dalam bentuk apa

pun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan

usaha dibidang jasa penginapan. Dengan demikian, subjek pajak dan wajib

pajak pada pajak hotel tidak sama. Konsumen yang menikmati pelayanan

hotel merupakan subjek pajak yang membayar (menanggung) pajak

sedangkan pengusaha hotel bertindak sebagai wajib pajak yang diberi

kewenangan untuk memungut pajak dari konsumen (subjek pajak) dan

melaksanakan kewajiban perpajakan lainnya.

Dalam menjalankan kewajiban perpajakannya wajib pajak dapat

diwakili oleh pihak tertentu yang diperkenankan oleh undang-undang dan

peraturan daerah tentang pajak hotel (Marihot P Siahaan, 2005:248).

Wakil wajib pajak bertanggung jawab secara pribadi atas pembayaran

pajak terutang. Selain itu, wajib pajak dapat menunjuk seorang kuasa

Page 38: Retno nilasari

38

dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi

kewajiban perpajakannya.

5. Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Perhitungan Pajak Hotel

a. Dasar pengenaan pajak hotel

Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran yang

dilakukan kepada hotel (Perda DKI Jakarta No. 7 Tahun 2003, Ps. 5).

Jika pembayaran dipengaruhi oleh hubungan istimewa, harga jual atau

penggantian dihitung atas dasar harga pasar yang wajar pada saat

pemakaian jasa hotel. Contoh hubungan istimewa adalah orang pribadi

atau badan yang menggunakan jasa hotel dengan pengusaha hotel, baik

langsung atau tidak langsung, berada dibawah pemilikan atau

penguasaan orang pribadi atau badan yang sama.

Pembayaran adalah jumlah uang yang harus dibayar oleh subjek

pajak kepada wajib pajak untuk harga jual baik jumlah uang yang

dibayarkan maupun penggantian yang seharusnya diminta wajib pajak

sebagai penukaran atas pemakaian jasa tempat penginapan dan fasilitas

penunjang termasuk pula semua tambahan dengan nama apapun juga

dilakukan berkaitan dengan usaha hotel. Contoh pembayaran, misalnya

seseorang menginap di hotel “ABC” dan melakukan pembayaran atas

(Marihot P. Siahaan, 2005:249):

Page 39: Retno nilasari

39

Jasa sewa kamar Rp. 2.500.000,00

Jasa binatu Rp. 200.000,00

Jasa telepon Rp. 100.000,00 +

Jumlah Rp. 2.800.000,00

Service charge 10% Rp. 280.000,00 +

Jumlah pembayaran Rp. 3.080.000,00

b. Tarif pajak hotel

Tarif pajak hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10% dan

ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan

(Perda DKI Jakarta No. 7 Tahun 2003, Ps. 6). Hal ini dimaksudkan

untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota

untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi

masing-masing daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap

daerah kabupaten/kota diberi kewenangan untuk menetapkan tarif

pajak yang mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainnya, asalkan

tidak lebih dari 10%.

c. Perhitungan pajak hotel

Besarnya pokok pajak hotel yang terutang dihitung dengan cara

mengalikan tarif pajak dengan dasar penenaan pajak ((Perda No. 7

Tahun 2003, Ps. 7). Secara umum perhitungan pajak hotel adalah

sebagai berikut:

Pajak terutang = tarif pajak x dasar pengenaan pajak

= tarif pajak x jumlah pembayaran yang dilakukan

kepada hotel

Page 40: Retno nilasari

40

Berdasarkan pembayaran yang dilakukan oleh subjek pajak

kepada hotel “ABC” pada poin a di atas dan apabila besarnya tarif

pajak yang ditetapkan pada kota di mana hotel “ABC” berlokasi adalah

10%, maka dapat dihitung besarnya pajak hotel yang terutang, yaitu

sebesar: 10% x Rp. 3.080.000,00 = Rp. 308.000,00. (Marihot P.

Siahaan, 2005:251).

C. Pajak Restoran

1. Pengertian Pajak Restoran

Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan restoran (Perda DKI

Jakarta No. 8 Tahun 2003 Ps. 2). Pemungutan pajak restoran di Indonesia

saat ini didasarkan pada undang-undang nomor 34 tahun 2000 yang

merupakan perubahan atas undang-undang nomor 18 tahun 1997 tentang

pajak daerah dan reribusi daerah dan peraturan pemerintah nomor 65 tahun

2001 tentang pajak daerah. Semula menurut undang-undang nomor 18

tahun 1997 pajak atas hotel disamakan dengan restoran dengan nama pajak

hotel dan restoran. Akan tetapi, berdasarkan undang-undang nomor 34

tahun 2000 jenis pajak tersebut dipisahkan menjadi dua jenis pajak yang

berdiri sendiri, yaitu pajak hotel dan pajak restoran.

Pengenaan pajak restoran tidak mutlak ada pada seluruh daerah

kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan

kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk

mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota.

Page 41: Retno nilasari

41

Oleh karena itu, untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten atau

kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan

daerah tentang pajak restoran yang akan menjadi landasan hukum

operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak

restoran di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan.

2. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Restoran

Pemungutan pajak restoran di Indonesia saat ini didasarkan pada

dasar hukum yang jelas dan kuat sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat

dan pihak yang terkait. Dasar hukum pemungutan pajak restoran pada

suatu kabupaten atau kota adalah sebagaimana di bawah ini (Marihot P.

Siahaan, 2005:272):

a. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan

atas undang-undang Nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan

retribusi daerah.

b. Peraturan pemerintah nomor 65 tahun 2001 tentang pajak daerah.

c. Peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang pajak

restoran.

Keputusan bupati/walikota yang mengatur tentang pajak restoran

sebagai aturan pelaksanaan peraturan daerah tentang pajak restoran pada

kabupaten/kota dimaksud.

Page 42: Retno nilasari

42

3. Objek Pajak dan Bukan Objek Pajak Restoran

1. Objek pajak restoran

Objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran

dengan pembayaran. Termasuk dalam objek pajak restoran adalah

rumah makan, cafe, bar dan sejenisnya. Pelayanan di restoran/rumah

makan meliputi penjualan makanan dan atau minuman di

restoran/rumah makan, termasuk penyediaan penjualan

makanan/minuman yang diantar/dibawa pulang (Perda DKI Jakarta

No. 8 Tahun 2003 Ps. 3 ayat 1).

2. Bukan objek pajak restoran

Pada pajak restoran tidak semua pelayanan yang diberikan oeh

restoran/rumah makan dikenakan pajak. Ada beberapa pengecualian

yang tidak termasuk objek pajak, yaitu (Perda No. 8 Tahun 2003 Ps. 3

ayat 2):

1) Pelayanan usaha jasa boga atau katering; dan

2) Pelayanan yang disediakan oleh restoran atau rumah makan yang

peredarannya tidak melebih batas tertentu yang ditetapkan dengan

peraturan daerah, misalnya saja tidak melebihi Rp. 30.000.000,00

per tahun.

4. Subjek Pajak dan Wajib Pajak Restoran

Subjek pada pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang

melakukan pembayaran kepada restoran (Perda DKI Jakarta Nomor 8

Tahun 2003 Ps. 5 ayat 1). Secara sederhana yang menjadi subjek pajak

Page 43: Retno nilasari

43

adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang

diberikan oleh pengusaha restoran. Sementara itu, yang menjadi wajib

pajak adalah pengusaha restoran (Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2003 Ps.

5 ayat 2), yaitu orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam

lingkungan perusahaan atau pekerjaanya melakukan usaha di bidang

rumah makan. Dengan demikian, subjek pajak dan wajib pajak pada pajak

restoran tidak sama. Konsumen yang menikmati pelayanan restoran

merupakan subjek pajak yang membayar (menanggung) pajak sedangkan

pengusaha restoran bertindak sebagai wajib pajak yang diberi kewenangan

untuk memungut pajak dari konsumen (subjek pajak).

Dalam menjalankan kewajiban perpajakannya, wajib pajak dapat

diwakili oleh pihak tertentu yang diperkenankan oleh undang-undang dan

peraturan daerah tentang pajak restoran. Wakil wajib pajak bertanggung

jawab secara pribadi atas pembayaran pajak terutang. Selain itu, wajib

pajak dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk

menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya.

5. Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Perhitungan Pajak Restoran

a. Dasar Pengenaan

Dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang

dilakukan kepada restoran (Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2003 Ps.

6). Jika pembayaran dipengaruhi oleh hubungan istimewa, harga jual

atau pengantian dihitung atas dasar harga pasar yang wajar pada saat

pembelian makanan dan atau minuman. Contoh hubungan istimewa

Page 44: Retno nilasari

44

adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa restoran

dengan pengusaha restoran, baik langsung atau tidak langsung, berada

dibawah pemilikan atau penguasaan orang pribadi atau badan yang

sama.

Pembayaran adalah jumlah uang yang harus dibayar oleh subjek

pajak kepada wajib pajak untuk harga jual baik jumlah uang yang

dibayarkan maupun penggantian yang seharusnya diminta wajib pajak

sebagai penukaran atas pembelian makanan dan atau minuman,

termasuk pula semua tambahan dengan nama apa pun juga dilakukan

berkaitan dengan usaha restoran. Contoh pembayaran, misalnya

seseorang menikmati hidangan yang disediakan oleh restoran “XYZ”

dan melakukan pembayaran atas (Marihot P. Siahaan, 2005:276):

Makanan Rp. 100.000,00

Minuman Rp. 30.000,00 +

Jumlah Rp. 130.000,00

Service charge 10% Rp. 13.000,00 +

Jumlah pembayaran Rp. 143.000,00

b. Tarif

Tarif pajak restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10% dan

ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan

(Perda DKI Jakarta No. 8 Th. 2003 Ps. 7). Hal ini dimaksudkan untuk

memberi keleluasaan kepada pemeritah kabupaten/kota untuk

menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-

masing daerah kabupaten/kota. Maka, setiap daerah kabupaten/kota

diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang

Page 45: Retno nilasari

45

mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainnya, asalkan tidak lebih

dari 10%

c. Perhitungan Pajak Restoran

Besarnya pokok pajak restoran yang terutang dihitung dengan

cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak (Perda No.

8 Tahun 2003 Ps. 8). Secara umum perhitungan pajak restoran adalah

sesuai dengan rumus berikut:

Pajak terutang = tarif pajak x dasar pengenaan pajak

= tarif pajak x jumlah pembayaran yang dilakukan

kepada restoran

Berdasarkan pembayaran yang dilakukan oleh subjek pajak

kepada restoran “XYZ” pada poin a di atas dan apabila besarnya tarif

pajak yang ditetapkan pada kota di mana restoran “XYZ” berlokasi

adalah 10%, maka dapat dihitung besarnya pajak hotel yang terutang,

yaitu sebesar: 10% x Rp. 143.000,00 = Rp. 14.300,00. (Marihot P.

Siahaan, 2005:276).

D. Pendapatan Daerah

Adapun pendapatan daerah yang nantinya akan digunakan untuk

pembangunan daerah yaitu bersumber dari Pendapatan Asli Daerah, Dana

Perimbangan, Pinjaman Daerah dan Lain-Lain Pendapatan yang Sah.

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu:

Halim (2001:98), mendefinisikan PAD adalah sebagai berikut:

Page 46: Retno nilasari

46

“Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh

daerah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Jadi, dapat disimpulkan PAD merupakan suatu penerimaan daerah

yang berasal dari sumber-sumber di wilayahnya sendiri bedasarkan

perundang-undangan yang berlaku.

PAD merupakan bagian dari sumber pendapatan daerah sebagaimana

diatur dalam pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1947. Sebagai

salah satu sumber pendapatan daerah dalam kaitan pelaksanaan otonomi

daerah. PAD harus betul-betul dominan dan mampu memikul beban kerja

yang diperlukan sehingga pelaksanaan otonomi daerah tidak dibiayai oleh

dari subsidi atau dari sumbangan pihak ketiga atau pinjaman daerah.

Sumber-sumber PAD tidak dapat dipisahkan dari pendapatan daerah

secara keseluruhan. Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999

tentang pemerintah daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 99

tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah,

sumber pendapatan daerah terdiri dari:

a. Pajak Daerah

Adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan

kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat

dipaksakan berdasarkan peraturan perundan-undangan yang berlaku,

yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah

(Perda), yang wewenang pemungutanya dilaksanakan oleh pemerintah

Page 47: Retno nilasari

47

daerah dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintah dan

pembangunan di daerah (Early Suandi, 2005:236).

Pajak daerah pada pemerintah Provinsi DKI Jakarta terdiri dari

11 jenis pajak namun hanya 10 diantaranya yang dilakukan

pemungutan secara optimal melalui perda-perda lain yang lebih rinci

(KUPD Perda No. 4 Tahun 2002):

1) Pajak Parkir - Perda No. 6 Tahun 2002

2) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor - Perda No. 7 Tahun 2002

3) Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor - Perda No. 3 Tahun

2003

4) Pajak Kendaraan Bermotor - Perda No. 4 Tahun 2003

5) Pajak Hiburan - Perda No. 6 Tahun 2003

6) Pajak Hotel - Perda No. 7 Tahun 2003

7) Pajak Restoran - Perda No. 8 Tahun 2003

8) Pajak Penerangan Jalan - Perda No. 9 Tahun 2003

9) Pajak Air Bawah Tanah dan Air Permukaan - Perda No. 1 Tahun

2004

10) Pajak Reklame - Perda No. 2 Tahun 2004

11) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C.

b. Retribusi daerah

Adalah pembayaran wajib dari penduduk kepada negara karena

adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi penduduknya

secara perorangan. Jasa trsebut dapat dikatakan bersifat langsung, yaitu

Page 48: Retno nilasari

48

hanya yang membayar retribusi yang menikmati balas jasa dari negara

(Mardiasmo:2006). Salah satu contoh dari retribusi adalah retribusi

pelayanan kesehatan pada rumah sakit yang dikelola oleh pemerintah.

c. Hasil perusahaan mlik daerah

Adalah merupakan penerimaan yang berasal dari hasil

perusahaan milik daerah dan pengelolaan keuangan daerah, penyertaan

modal daerah ke pihak ke tiga (Marihot P. Siahaan, 2005). Hasil

perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah

lainnya yang dipisahkan (antara lain: bagian laba, deviden, dan

penjualan saham milik daerah).

d. Lain-lain usaha yang sah

Adalah hasil daerah yang diperoleh dari hasil usaha diluar

kegiatan pelaksanaan tugas daerah, misalnya penerimaan dan

sumbangan piak ketiga, hasil penjualan milik daerah (penjualan drum

bekas aspal), penerimaan jasa giro (Marihot P. Siahaan:2005).

E. Penelitian Sebelumnya

Terdapat berbagai penelitian tentang pajak hotel dan restoran yang telah

dilakukan sebelumnya, yaitu:

Sapto Nur Edie (2005), secara khusus meneliti tentang pengaruh

penerimaan pajak hotel dan restoran terhadap pendapatan asli daerah dalam

skripsinya untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi dalam bidang

Akuntansi Pajak Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 49: Retno nilasari

49

Penelitian tersebut menggunakan metode regresi sederhana dan menjelaskan

hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen yang

kemudian dianalisis dengan metode deskriptif. Objek penelitian adalah Suku

Dinas Pendapatan Daerah Jakara Pusat dengan periode 1995 sampai 2004 dan

mendapat kesimpulan bahwa besarnya pengaruh hubungan antara penerimaan

pajak hotel dan restoran terhadap pendapatan asli daerah cukup tinggi yaitu

sebesar 93,4%

Heri Purnama (2006) dengan judul “Analisa Penerimaan Pajak Hotel dan

Restoran: Studi Berdasarkan Jumlah Kunjungan Wisatawan di Kabupaten

Garut Periode 1999-2005” mendapat kesimpulan bahwa yaitu Jumlah

wisatawan (lokal dan asing) berpengaruh secara bersama-sama terhadap

penerimaan pajak hotel dan restoran di Kabupaten Garut periode 1999-2005.

Secara parsial hanya wisatawan lokal yang berpengaruh signifikan terhadap

penerimaan pajak hotel dan restoran di Kabupaten Garut.

F. Kerangka Pemikiran

Untuk membantu dan mempermudah dalam pembacaan dan pembahasan

skripsi hingga proses pengujian dilakukan dengan metode uji statistik linier

berganda maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada

Gambar 2.1.

Page 50: Retno nilasari

50

Gambar 2.1

Skema Kerangka Pemikiran

G. Hipotesis

Dalam usaha untuk memperoleh kesimpulan, biasanya didahului oleh

pengandaian atau asumsi mengenai populasi yang bersangkutan. Pengandaian

ini, yang mungkin betul ataupun mungkin tidak betul, disebut hipotesis.

Hipotesis inilah yang akan diteliti menggunakan karakteristik sampel yang

diambil dari populasi yang sedang ditinjau.

Suku Dinas Pendapatan Daerah

Jakarta Pusat I

Laporan Penerimaan Pajak Tahun

2007

Tingkat Kepatuhan WP Hotel (X1)

Tingkat Kepatuhan WP Restoran (X2)

Penerimaan Pajak (Y)

Uji Hipotesis:

• Uji Regresi Berganda

• Uji R2

• Uji F-statistik

• Uji t-statistik

Kesimpulan Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Hotel dan

Restoran terhadap Penerimaan Pajak

Page 51: Retno nilasari

51

Berkaitan dengan permasalahan yang ada, maka hipotesa yang dapat

diambil adalah sebagai berikut:

Terdapat pengaruh yang signifikan antara Tingkat Kepatuhan Wajib

Pajak Hotel dan Restoran terhadap Penerimaan Daerah. Atau secara statistik

dirumuskan sebagai berikut:

Ha1 : tingkat kepatuhan wajib pajak hotel berpengaruh secara signifikan

terhadap penerimaan pajak daerah.

Ha2 : tingkat kepatuhan wajib pajak restoran terhadap berpengaruh

secara signifikan terhadap penerimaan pajak daerah.

Ha3 : tingkat kepatuhan wajib pajak hotel dan wajib pajak restoran

secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap

Penerimaan Pajak Daerah.

Page 52: Retno nilasari

52

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini ruang lingkup penelitiannya yaitu, mengenai

pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Hotel dan Restoran terhadap

penerimaan daerah. Penelitian ini dilakukan pada kantor Suku Dinas

Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I

Adapun data yang diambil yaitu:

1. Sejarah singkat Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I.

2. Struktur organisasi

3. Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Hotel dan Wajib Pajak Restoran

4. Laporan Penerimaan Pajak Daerah.

Sedangkan, ruang lingkup penelitian ini membahas pengaruh antara:

1. Variabel Terikat (Y)

Variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas (Independent Variable).

Dalam hal ini, total penerimaan pajak daerah.

2. Variabel Bebas (X1)

Variabel yang diduga secara bebas berpengaruh terhadap variabel terikat

(Dependent Variable), yaitu Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Hotel.

Page 53: Retno nilasari

53

3. Variabel Bebas (X2)

Variabel yang diduga secara bebas berpengaruh terhadap variabel terikat

(Dependent Variable), yaitu Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Restoran.

B. Metode Penentuan Sampel

Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode purposive sampling yaitu model convenience sampling. Bentuk

sampling ini termasuk ke dalam metode pemilihan sampel nonprobabilitas

(non-probality sampling methods) dimana anggota sampel yang dipilih atau

diambil secara tidak acak berdasarkan kemudahan memperoleh data yang

dibutuhkan atau unit sampel yang ditarik mudah dihubungi, tidak

menyusahkan atau mudah mengukurnya dan bersifat kooperatif (Abdul

Hamid, 2004:24).

C. Metode Pengumpulan Data

Pada umumnya, salah satu syarat yang harus dipenuhi bagi suatu karya

ilmiah adalah research. Research dalam arti yang luas pengertiannya adalah

suatu penyelidikan sempurna terhadap suatu masalah atau objek tertentu.

Metode Research dapat dikatakan sebagai suatu penyelidikan secara analisa

yang sempurna. Berarti pencarian, pengumpulan, pengolahan dan penyajian

data yang benar, konkrit dan nyata serta diperlukan dalam lingkungan yang

mempengaruhi, guna pembahasan lebih lanjut. Oleh karena itu, penulis

menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:

Page 54: Retno nilasari

54

1. Studi Kepustakaan. Dalam metode ini penulis melakukan penelitian

dengan mempelajari buku kepustakaan, literatur, bahan-bahan kuliah

yang berkaitan erat dengan pembahasan penelitian ini.

2. Studi Lapangan. Penelitian lapangan ini merupakan pengumpulan data

yang dilakukan secara langsung di lokasi objek penelitian yaitu Kantor

Dinas Pendapatan Daerah Jakarta, dengan menggunakan teknik

pengumpulan data sebagai berikut:

a. Observasi, yaitu melakukan pengamatan atas objek data dan

kronologis suatu kegiatan, merekam, menghitung, serta mencatat

data yang diperoleh.

b. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan

tanya jawab yang dilakukan pada pokok persoalan.

D. Metode Analisis

Sesuai dengan masalah penelitian yang ditulis yaitu untuk mengetahui

pengaruh tingkat kepatuhan wajib pajak hotel dan restoran terhadap

penerimaan pajak pada dinas pendapatan daerah Jakarta, maka peneliti

menggunakan analisis statistik sampel dengan bentuk pengujian sebagai

berikut:

1. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas Data

Uji normalitas ini digunakan untuk menguji apakah dalam

sebuah model regresi, variabel dependen dan variabel independen

Page 55: Retno nilasari

55

mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik

adalah distribusi data normal atau mendekati normal. (Ghozali, 2005:

110)

Hipotesis:

H0 : Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal

H1 : Sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal

Kriteria Pengujian:

Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah

garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi

normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas (Ghozali,

2005: 112)

b. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model

regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen)

(Ghozali, 2005:91). Jika terjadi korelasi, maka terdapat problem

multikolinieritas atau multiko. Model regresi yang baik seharusnya

tidak terjadi korelasi di antara variabel independennya.

Multikolinearitas dapat dilihat dari (1) nilai tolerance (TOL) dan

lawannya (2) variant inflation factor (VIF). Apabila tolerance lebih

dari 0.1 dan VIF kurang dari 10 maka tidak terjadi multikolinearitas.

Hipotesis:

H0 : Model regresi tidak terjadi multikoliniearitas

H1 : Model regresi terjadi multikoliniearitas

Page 56: Retno nilasari

56

Kriteria Pengujian:

H0 diterima jika nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan angka

tolerance sesuai dengan pedoman suatu model regresi yang bebas

multikolinearitas, yakni mempunyai nilai VIF kurang dari 10,

mempunyai angka TOLERANCE (TOL) lebih dari 0.1.

c. Uji Heterokedasitas

Uji ini dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model

regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke

pengamatan yang lain. Jika nilai variansnya tetap, maka disebut

Homoskedastisitas. Jika variansnya berbeda disebut

heteroskedastisitas, dimana model regresi yang baik adalah tidak

terjadinya heteroskedastisitas. (Ghozali, 2005: 105)

Hipotesis:

H0 : Model regresi tidak terjadi heteroskedastisitas

H1 : Model regresi terjadi heteroskedastisitas.

Kriteria Pengujian:

Dasar pengambilan keputusannya, jika ada pola tertentu, seperti titik-

titik (point-point) yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur

(bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka telah terjadi

Heteroskedastisitas. Dan jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik

menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak

terjadi Heteroskedastisitas (Ghozali, 2005: 105)

Page 57: Retno nilasari

57

d. Uji Autokorelasi

Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah sebuah regresi linear

ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dan

kesalahan pada periode t-1. Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada

problem Autokorelasi. Tentu saja model regresi yang baik adalah yang

bebas dari problem tersebut. Deteksi adanya Autokorelasi dengan

menggunakan Durbin-Watson, dimana angka D-W dibawah -2 ada

Autokorelasi positif, angka D-W diantara -2 sampai +2 tidak ada

Autokorelasi, dan angka D-W di atas +2 berarti ada Autokorelasi

negatif (Santoso, 2002:219).

Hipotesis :

H0 : Model regresi tidak terjadi Autokorelasi

H1 : Model regresi terjadi Autokorelasi

2. Uji Hipotesis

a. Regresi Berganda

Model statistik yang dipakai adalah model regresi linear

berganda (Multiple Regression). Multiple Regression adalah suatu

teknik yang digunakan untuk menghitung seberapa jauh hubungan

antara beberapa variabel bebas (independen) dengan variabel terikat

(dependen). Model regresi linear berganda dapat dirumuskan sebagai

berikut:

Y = a + b1 x1 + b2 x2 + ei

Page 58: Retno nilasari

58

Keterangan:

Y = Variabel dependen (Penerimaan Pajak Daerah)

a = Konstanta

X1 = Variabel independent (Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak

Hotel)

X2 = Variabel independent (Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak

Restoran)

b1,b2 = Koefisien regresi Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Hotel

(X1) dan Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (X2)

ei = Standar Error

b. Uji Adjusted R2

(Koefisien Determinasi)

Untuk menentukan seberapa besar variabel independen dapat

menjelaskan variabel dependen, maka perlu diketahui nilai koefisien

determinasi (Adjusted R-Square). Jika Adjusted R-Square adalah

sebesar 1 berarti fluktuasi variabel dependen seluruhnya dapat

dijelaskan oleh variabel independen dan tidak ada faktor lain yang

menyebabkan fluktuasi variabel dependen. Nilai Adjusted R-Square

berkisar hampir 1, berarti semakin kuat kemampuan variabel

independen dapat menjelaskan variabel dependen. Sebaliknya, jika

nilai Adjusted R-Square semakin mendekati angka 0 berarti semakin

lemah kemampuan variabel independen dapat menjelaskan fluktuasi

variabel dependen. (Ghozali:2005)

Page 59: Retno nilasari

59

c. Uji t-statistik (Pengaruh Secara Parsial)

Uji t-Statistik digunakan untuk mengetahui hubungan masing-

masing variabel independen secara individual terhadap variabel

dependen, maka digunakan tingkat signifikan sebesar 0.05. Jika nilai

probability t lebih besar dari 0.05 maka tidak ada pengaruh dari

variabel independen terhadap variabel dependen (koefisien regresi

tidak signifikan), sedangkan jika nilai probability t lebih kecil dari

0.05 maka terdapat pengaruh dari variabel independen terhadap

variabel dependen (koefisien regresi signifikan) (Ghozali: 2005).

Kriteria pengujian:

1) Apabila nilai signifikansi tingkat kepatuhan wajib pajak hotel di

bawah 0.05, maka Ha1 diterima, berarti ada pengaruh secara

signifikan antara variabel tingkat kepatuhan wajib pajak hotel (X1)

terhadap penerimaan pajak (Y).

2) Apabila nilai signifikansi tingkat kepatuhan wajib pajak restoran

dibawah 0.05, maka Ha2 diterima, berarti ada pengaruh secara

signifikan antara variabel tingkat kepatuhan wajib pajak restoran

(X2) terhadap penerimaan pajak (Y).

d. Uji F-statistik (Pengaruh Secara Simultan)

Uji Statistik F dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel-

variabel independen secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel

dependen. Untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen

secara bersama-sama mengetahui variabel dependen, maka digunakan

Page 60: Retno nilasari

60

tingkat signifikan sebesar 0.05. jika nilai F probability lebih besar dari

0.05 maka model regresi tidak dapat digunakan untuk memprediksi

variabel dependen atau dengan kata lain variabel independen secara

bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen. Sebaliknya

jika nilai F probability lebih kecil dari 0.05 maka model regresi dapat

digunakan untuk memprdiksi variabel dependen atau dengan kata lain

variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap

variabel dependen (Ghozali: 2005).

Kriteria pengujian:

Apabila tingkat signifikansi < 0.05 maka Ha3 diterima berarti

secara simultan terdapat pengaruh yang nyata antara variabel tingkat

kepatuhan wajib pajak hotel dan wajib pajak restoran (X) terhadap

penerimaan pajak (Y).

E. Operasional Variabel penelitian

Operasional variabel merupakan pendefinisian dan serangkaian variabel

yang digunakan dalam penulisan. Penelitian ini menggunakan dua variabel,

yaitu variabel bebas (X) dan Variabel terikat (Y). Variabel bebas adalah tipe

variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel yang lain. Sedangkan

variabel terikat adalah tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh

variabel bebas. Dengan demikian, maka yang menjadi variabel dalam

penelitian ini adalah:

Page 61: Retno nilasari

61

1. Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Hotel adalah tingkat kesediaan wajib

pajak hotel dalam membayar hutang pajaknya tanpa perlu diadakan

pemeriksaan, investigasi, seksama, peringatan ataupun ancaman dan

penerapan sanksi administrasi (X1) dan kriteria kepatuhan wajib pajak

hotel pada penelitian ini dilihat dari keaktifan wajib pajak dalam

membayar utang pajaknya.

2. Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Restoran adalah tingkat kesediaan wajib

pajak restoran dalam membayar hutang pajaknya tanpa perlu diadakan

pemeriksaan, investigasi, seksama, peringatan ataupun ancaman dan

penerapan sanksi administrasi (X2) dan kriteria kepatuhan wajib pajak

restoran pada penelitian ini dilihat dari keaktifan wajib pajak dalam

membayar utang pajaknya.

3. Penerimaan Pajak Daerah adalah jumlah seluruh pajak yang diterima oleh

daerah pada suatu tahun pajak, yang digunakan untuk membiayai

penyelenggaraan pemerintah daerah (Y). Penerimaan pajak daerah Suku

Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I diperoleh dari jumlah seluruh

penerimaan pajak hotel, pajak restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame,

Pajak ABT (Air Bawah Tanah), dan Pajak Parkir.

Page 62: Retno nilasari

62

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian dilaksanakan pada Suku Dinas Pendapatan Daerah

Jakarta Pusat I yang berlokasi di Jalan Abdul Muis No. 66 Tanah Abang

Jakarta Pusat. Penelitian ini dilakukan pada Seksi Penetapan, dan Seksi

Penagihan dan Keberatan. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 28 Januari

2008 sampai dengan 28 Februari 2008.

2. Sejarah Pendirian

Kehadiran pemerintah pada dasarnya diperlukan untuk mengatur dan

melindungi masyarakat warganya agar senantiasa dalam keadaan aman,

tertib sejahtera. Untuk itu perlu adanya peraturan tentang peraturan di

daerah.

Peraturan tentang pemerintahan di Daerah ini secara eksplisit telah

dimuat dalam rancangan Undang Undang Dasar 1945 Pasal 18 yang

menyatakan bahwa pembagian daerah di Indonesia atas daerah besar dan

kecil dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan undang-

undang, dengan memandang dan mengingat dasar pemusyawaratan dalam

sistem Pemerintahan Negara dan hak asal-usul di daerah-daerah yang

bersifat istimewa. Selanjutnya penjelasan atas pasal tersebut menyatakan

Page 63: Retno nilasari

63

bahwa daerah Indonesia akan dibagi dalam Propinsi dan Daerah propinsi

akan dibagi pula dalam Daerah yang lebih kecil. Di daerah-daerah yang

bersifat otonom akan diadakan Badan Perwakilan Daerah oleh karena di

Daerahpun pemerintahan akan bersendi atas dasar pemusyawaratan.

Perkembangan selanjutnya, diterbitkan undang-undang Nomor 1

Tahun 1945 yang isinya sangat singkat yaitu hanya terdiri dari 6 pasal, tapi

pada hakekatnya undang-undang ini dapat dianggap sebagai suatu

peraturan perundangan desentralisasi dari pemerintah Republik Indonesia

yang memuat sistem Otonomi Indonesia, dan ini merupakan awal mula

peraturan tentang pemerintahan Daerah di Indonesia sejak kemerdekaan.

Menurut penjelasan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945

diterangkan bahwa Otonomi yang dikehendaki bukanlah otonomi Jepang

atau otonomi pada sistem Belanda, melainkan otonomi Indonesia yang

berdasarkan kedaulatan rakyat. Jadi lebih luas dari pada otonomi Belanda

dan pembatasannya hanyalah asal tidak bertentangan dengan Peraturan

Pemerintah Pusat.

Sesuai kondisi dan tuntutan jaman, undang-undang tentang

pemerintahan daerah tersebut telah beberapa kali mengalami perubahan

yaitu dengan UU Nomor 22 Tahun 1948, UU Nomor 44 Tahun 1950, UU

Nomor 1 Tahun 1957, UU Nomor 18 Tahun 1965, UU Nomor 5 Tahun

1974 Tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah dan terakhir diatur

dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. Khusus

untuk pemerintahan daerah di Propinsi DKI Jakarta diatur lagi dengan UU

Page 64: Retno nilasari

64

Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintah Propinsi Daerah Khusus

Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta.

Pembentukan pemerintahan di daerah, disebabkan oleh beberapa

faktor antara lain, secara historis keberadaan pemerintah daerah telah

dikenal sejak jaman pemerintahan kerajaan nenek moyang kita dahulu

sampai pada sistem pemerintahan penjajahan, baik pemerintahan Inggris

maupun pemerintahan Jepang. Demikian pula dengan sistem

kemasyarakatan dan susunan pemerintahannya mulai dari tingkat desa atau

kampung sampai pada puncak pimpinan pemerintahan.

Keanekaragaman yang menjadi ciri bangsa Indonesia serta potensi

kekayaan alam dan permasalahan yang melekat di berbagai wilayah

Indonesia tersebut harus diatur dan dikelola dengan baik, sehingga mampu

menjadi aset bangsa yang berharga untuk mendatangkan devisa guna

pembentukan pendapatan nasional.

Dengan kondisi demikian, tidak mungkin pemerintah pusat

menangani langsung semua urusan yang menyangkut pelayanan dan

pengaturan kehidupan atau kepentingan masyarakat yang menempati

ribuan pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kepada masyarakat dalam

rangka mewujudkan masyarakat agar senantiasa hidup aman dan sejahtera,

serta memperhatikan keterbatasan kemampuan pemerintah pusat, maka

dilakukan pendelegasian kewenangan kepada Pemerintah Pusat.

Page 65: Retno nilasari

65

Hal ini sejalan dengan prinsip, tujuan dan arah perjuangan Indonesia

Merdeka sebagaimana telah ditekankan pada proses pengambilan

keputusan rapat pengesahan UUD 1945, bahwa perangkat pemerintah di

daerah adalah sebagai bagian dari mekanisme pemerintah pusat dan bukan

merupakan negara tersendiri. Pemerintah pusat berfungsi

menyelenggarakan urusan-urusan pemerintah yang bersifat umum dan

pemerintah daerah menyelenggarakan berbagai urusan pemerintahan yang

berada di wilayah masing-masing.

Untuk menjaga kemungkinan agar pemerintah daerah tidak

memisahkan diri dari Pemerintah Pusat, maka pelimpahan kewenangan

dinyatakan dengan daerah otonom yang pada hakekatnya otonomi daerah

adalah hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri. Hak

tersebut antara lain berupa penetapan kebijakan sendiri, pelaksanaan

sendiri, pembiayaan sendiri dan pertanggung jawaban daerah sendiri

dengan tidak membawahi otonomi daerah lain.

Pemberian otonomi daerah berorientasi pada pembangunan dalam

arti luas, yang meliputi segala segi kehidupan dan penghidupan dan sudah

menjadi kewajiban bagi daerah untuk ikut melancarkan jalannya

pembangunan sebagai sarana meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.

Otonomi daerah untuk melancarkan pelaksanaan program pembangunan di

daerah, guna meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, memberdayakan

masyarakat sehingga masyarakat makin mandiri dan tidak terlalu

bergantung pada pemberian pemerintah, meningkatkan daya guna dan

Page 66: Retno nilasari

66

hasil guna penyelenggaraan Pemerintah Daerah terutama dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Sumber keuangan bagi pemerintah daerah, berasal dari Pendapatan

Asli Daerah (PAD) yaitu pendapatan yang sepenuhnya bersumber dari

daerah itu sendiri dan perimbangan keuangan yang diberikan oleh

pemerintah pusat.

Perimbangan keuangan yang diberikan pemerintah pusat kepada

pemerintah daerah sangatlah terbatas. Oleh karena keterbatasannya, maka

daerah harus berupaya meningkatkan PADnya dengan menggali potensi

pendapatan daerah dari pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan

lainnya yang sah, melalui tindakan dan cara yang tepat antara lain dengan

intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutannya.

Kegiatan pungutan sumber-sumber pendapatan daerah, harus

ditampung dalam suatu wadah yang lazimnya diyatakan dalam bentuk

struktur organisasi dan tata kerja yang menangani pendapatan daerah.

Penyusunan struktur organisasi dan tata kerja yang menangani

pendapatan daerah, untuk menciptakan alat penampung kegiatan dalam

bentuk organisasi dan menyatukan penafsiran yang berbeda-beda dalam

menunaikan tugas. Pada tahun 1952 berdasarkan Surat Keputusan Dewan

Perwakilan Kota Sementara Djakarta Raja Nomor 18/DK/Tanggal 11

September 1952 (Lembar Kota 1952 Nomor 27) dibentuk Suku Bagian

Padjak pada bagian Perundang-undangan di bawah Sekretariat Walikota

Djakarta Raja, yang sekarang ini disebut Dinas Pendapatan Daerah.

Page 67: Retno nilasari

67

Dengan demikian unit pemungutan yang sekarang disebut Dinas

Pendapatan Daerah adalah unit kerja yang murni milik daerah yang

dibentuk, kerena memang harus ada dan bukan karena menerima

pelimpahan wewenang dari pusat.

Unit kerja merupakan salah satu unsur pelaksana pemerintah daerah

yang mempunyai tugas menggali, mengelola dan mengkoordinir pungutan

daerah tersebut, telah beberapa kali mengalami perubahan nama dan

struktur organisasi dengan dasar hukum pembentukan dan urutannya

secara umum sebagai berikut:

• Tahun 1952 berdasarkan Surat Putusan Dewan Perwakilan Kota

Sementara Djakarta Raja Nomor 18/DK/tanggal 11 September 1952

(Lembar Kota 1952 Nomor 27) dibentuk Suku Bagian Padjak pada

bagian Perundang-undangan di bawah Sekretariat Walikota Djakarta

Raja.

• Tahun 1956 sebagaimana ditetapkan dalam pasal 17 Peraturan Padjak

Reklame Djakarta Raja 1956 (Tambahan Berita Negara Nomor 22

Tahun 1957) sebutan suku Bagian Padjak berubah menjadi Bagian

Padjak.

• Tahun 1966 berdasarkan Keputusan Gubernur KDCI Djakarta Nomor

B.6/6/52/1966 Tanggal 22 Juni 1966 tentang Struktur Organisasi

Sekretariat Pemerintah DCI Djakarta (Lembar Daerah Nomor 6 Tahun

1966) mengalami perubahan dengan sebutan Urusan Pendapatan

Padjak DCI Djakarta.

Page 68: Retno nilasari

68

• Tahun 1968 berdasarkan Keputusan Gubernur KDCI Djakarta Nomor

lb.3/2/48/1968 Tanggal 03 September 1968 (Lembar Daerah Nomor 6

Tahun 1966) mengalami perubahan dengan sebutan Urusan

Pendapatan Padjak DCI Djakarta.

• Tahun 1975 berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor

d.VII/774/a/1/1975 Tanggal 20 Februari 1975 (Lembaran Daerah

Nomor 7 Tahun 1975) Tentang Perubahan Sebutan Dan Susunan

Organisasi Dinas Pajak Dan Pendapatan Daerah Khusus Ibukota

Jakarta.

• Tahun 1976 berdasarkan Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor

b.vi/585/a/1/1976 Tanggal 01 Juli 1976 (Lembaran Daerah Nomor 45

Tahun 1976) Tentang Perubahan Kembali Nama Atau Sebutan Dan

Susunan Organisasi Serta Tata Kerja Kantor Pajak Dan Pendapatan

Daerah Khusus Ibukota Jakarta Menjadi Dinas Pajak Daerah Khusus

Ibukota Jakarta.

• Tahun 1983 berdasarkan Peraturan Daerah, Daerah Khusus Ibukota

Jakarta Nomor 5 Tahun 1983 (Lembar Daerah Nomor 68 Tahun 1983)

Tentang Pembentukan Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Dinas

Pendapatan Daerah, Daerah Khusus Ibukota Jakarta berubah menjadi

Dinas Pendapatan Daerah, Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

• Tahun 1955 berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 9

Tahun 1995 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Pendapatan

Daerah, Daerah Khusus Ibukota Jakarta tidak terjadi adanya perubahan

Page 69: Retno nilasari

69

nama atau sebutan dan tetap dengan sebutan Dinas Pendapatan Daerah,

Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dalam peraturan tersebut hanya

menjelaskan pengembangan organisasi yang disesuaikan dengan

kondisi.

• Dengan adanya otonomi daerah Undang-Undang Nomor 22 Tahun

1999 serta berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi DKI Jakarta Nomor

3 Tahun 2001 Tentang Bentuk Organisasi Dan Tata Kerja Perangkat

Daerah Dan Sekretariat Dalam Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi

DKI Jakarta tidak terjadi adanya perubahan nama atau sebutan dan

tetap dengan sebutan Dinas Pendapatan Daerah Propinsi DKI Jakarta.

3. Visi dan Misi

a. Visi Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I

Menjadikan Dipenda sebagai organisasi yang efisien dan efektif

dalam pengelolaan pendapatan daerah dengan dukungan aktif

masyarakat.

b. Misi Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I:

1) Pengelolaan yang transparan

2) Pemberdayaan dukungan masyarakat

3) Kerjasama internal yang efektif

4) Pelayanan prima

5) Pengembangan profesionalisme

6) Pemanfaatan teknologi informasi

7) Mengembangkan pola jaringan kerja

Page 70: Retno nilasari

70

8) Penggalian sumber-sumber pendapatan

9) Regulasi yang selalu kini (up to date)

4. Tugas Pokok dan Fungsi Suku Dinas Pendapatan Daerah

Suku Dinas Pendapatan Daerah mempunyai tugas menyusun

program kerja dan rencana kegiatan; melaksanakan pemungutan pajak

daerah; menerbitkan izin tertentu, melaksanakan penegakkan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan daerah serta melaksanakan

korrdinasi pemungutan pendapatan daerah dengan instansi terkait.

(Undang-undang Nomor 29 Tahun 2002 Tentang Organisasi dan Tata

Kerja Dipenda Propinsi DKI Jakarta)

Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud diatas, Suku

Dinas Pendapatan Daerah mempunyai fungsi:

a. Penyusunan program kerja dan rencana kegiatan;

b. Pendataan dan pemeriksaan subjek dan objek pajak daerah;

c. Penatausahaan penetapan, pembayaran dan unggakan pajak daerah;

d. Penatausahaan objek dan subjek pajak daerah;

e. Penetapan besarnya pajak daerah;

f. Penerbitan izin tertentu dalam bidang perpajakan;

g. Penagihan pasif atas piutang pajak daerah;

h. Penyelesaian permohonan keberatan sesuai dengan kewenangannya;

i. Penertiban dan/atau penyegelan atas pelanggaran peraturan perundang-

undangan pajak daerah;

Page 71: Retno nilasari

71

j. Pelaksanaan legalisasi tanda masuk/karcis hiburan, bon/bill penjualan,

reklame, rumah penginapan dan/atau rumah makan, serta dokumen

lainnya yang dipersamakan;

k. Pelaksanaan korrdinasi pemungutan pendapatan daerah dengan

instansi terkait di lingkungan kotamadya;

l. Pembinaan teknis pada Seksi Dinas Pendapatan Daerah Kecamatan.

5. Struktur Organisasi

Sesuai dengan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 29 Tahun

2002, tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah

Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, maka dapat disusun Struktur

Organisasi Dinas Pendapatan Daerah yang dapat dilihat pada Gambar 4.1,

yang terdiri dari:

a. Kepala Suku Dinas, mempunyai tugas: Memimpin Suku Dinas

Pendapatan Daerah yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya

secara teknis administratif bertanggung jawab kepada Kepala Dinas

dan secara taktis operasional bertanggung jawab kepada

Walikotamadya yang bersangkutan.

b. SubBagian Tata Usaha, mempunyai tugas:

1) menyusun program kerja dan rencana kegiatan Suku Dinas

Pendapatan Daerah;

2) menatausahakan surat masuk dan surat keluar;

3) melaksanakan urusan kepegawaian;

4) melaksanakan urusan keuangan;

Page 72: Retno nilasari

72

5) melaksanakan urusanperlengkapan;

6) melaksanakan urusan kerumahtanggaan;

7) melakukan kegiatan pelayanan administrasi;

8) menyiapkan surat tugas pemeriksaan dan peneriban pajak daerah;

9) menyusun dan mengkoordinasikan laporan kegiatan Suku Dinas

Pendapatan Daerah.

c. Seksi Penatausahaan dan Pelaporan Pendapatan Daerah mempunyai

tugas:

1) menyusun program kerja dan rencana kegiatan penatausahaan dan

pelaporan pendapatan daerah;

2) menerima dan meneliti permohonan sebagai wajib pajak daerah;

3) memproses izin tertentu dibidang pajak daerah sesuai dengan

kewenangannya;

4) mempunyai buku induk daftar subjek dan objek pajak daerah;

5) menatausahakan dan mendistribusikan berkas wajib pajak untuk

kepentingan pemeriksaan wajib pajak;

6) memproses dan mendistribusikan surat ketetapan pajak daerah

(SKPD);

7) memproses penerbitan, pencabutan, penghapusan Nomor Pokok

Wajib Pajak Daerah (NPWPD);

8) membuat perhitungan hasil bersih penetapan pajak daerah secara

periodik (lembar pengantar biru);

Page 73: Retno nilasari

73

9) menatausahakan pesanan tanda masuk/karcis hiburan dan

meneruskanke unit kerja yang bersangkutan;

10) menghimpun dan membuat laporan tentang jumlah ketetapan,

pembayaran, pebagihan serta tunggakan mengenai pajak daerah,

retribusi daerah, bagi hasil pajak dan pendapatan daerah lain-lain;

11) mengirim tindasan laporan hasil pemeriksaan (LHP) dan kertas

kerja pemeriksaan (KKP) dan program kerja pemeriksaan ke

Kepala Dinas c.q. Kepala Subdinas Pemeriksaan Pendapatan

Daerah;

12) melaksanakan otomatisasi komputerisasi pendapatan daerah;

13) menyusun laporan kegiatan penatausahaan danpelaporan

pendapatan daerah.

d. Seksi Penetapan mempunyai tugas:

1) menyusun program kerja dan rencana kegiatan penetapan pajak;

2) membuat risalah perhitungan pajak terutang;

3) membuat nota perhitungan pajak terutang untuk disahkan oleh

Kepala Suku Dinas;

4) mengirim berkas dan nota perhitungan pajak terhutang yang telah

disahkan keseksi penatausahaan dan pelaporan pendapatan daerah

untuk penerbitan surat ketetapan pajak daerah (SKPD);

5) melegalisasi tanda masik/karcis hiburan, bon/bill penjualan,

reklame, rumah penginapan dan/atau rumah makan serta dokumen

lainnya yang dipersamakan;

Page 74: Retno nilasari

74

6) melaporkan adanya penyelenggaraan kegiatan hiburan insidentil;

7) menyusun laporan kegiatan penetapan pajak.

e. Seksi Penagihan dan Keberatan mempunyai tugas:

1) menyusun program kerja dan rencana kegiatan penagihan dan

keberatan;

2) melaksanakan penatausahaan piutang, pembayaran dan tunggakan

pajak daerah;

3) melakukan pencocokan/verifikasi pembayaran pajak daerah, bagi

wajib pajak yang pajaknya dibayar sendiri;

4) memproses usul permohonan pencicilan dan penundaan

pembayaran piutang pajak daerah;

5) menerbitkan keterangan pembayran pajak daerah;

6) menerbitkan surat tagihan pajak daerah (STPD);

7) melakukan penagihan pasif atas piutang pajak daerah;

8) membuat daftar himpunan pembayaran, dan tunggakan pajak

daerah;

9) memproses permohonan restitusi dan kompensasi;

10) memproses permohonan keberatan pajak daerah sesuai dengan

kewenangannya;

11) membuat dan melaporkan daftar pemberian kompensasi, restitusi,

pemindahbukuan secara berkala;

12) membuat dan melaporkan risalah dan keputusan keberatan;

13) melakukan kordinasi dalam rangka penagihan aktif;

Page 75: Retno nilasari

75

14) membuat rekomendasi wajib pajak yang diusulkan untuk diperiksa;

15) menyusun laporan kegiatan penagihan dan keberatan.

f. Seksi Bagi Hasil Pajak, Retribusi Daerah, dan Pendapatan Lain-lain

mempunyai tugas:

1) menyusun program kerja dan rencana kegiatan pemungutan bagi

hasil pajak, retribusi daerah dan pendapatan lain-lain;

2) melakukan koordinasi dengan instansi terkait pemungutan bagi

hasil pajak, reribusi daerah dan pendapatan lain-lain;

3) menghimpun daftar objek/subjek dan jumlah penerimaan bagi hasil

pajak, retribusi daerah dan pendapatan lain-lain;

4) menatausahakan dan mendistribusikan sarana pemungutan

retribusi/dokumen lain yang dipersamakan sesuai dengan

kewenangannya;

5) membuat laporan hasil koordinasi dengan instansi terkait berkaitan

dengan pemungutan bagi hasil pajak dan melakukan penilaian

kepatuhan Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT), retribusi daerah

dan pendapatan lain-lain;

6) menyusun laporan kegiatan seksi begi hasil pajak, retribusi daerah

dan pendapatan lain-lain;

7) menyusun laporan kegiatan pemungutan bagi hasil pajak, retribusi

daerah dan pendapatan lain-lain.

g. Seksi Pemeriksaan mempunyai tugas:

1) menyusun program kerja dan rancangan kegiatan pemeriksaan;

Page 76: Retno nilasari

76

2) menyiapkan langkah-kangkah pemeriksaan terhadap wajib pajak

yang direkomendasikan oleh seksi penagihan dan keberatan;

3) melakukan pemeriksaan berdasarkan langkah-langkah pemeriksaan

yang dibuat menurut norma pemeriksaan dan audit manual yang

berlaku;

4) melakukan pendataan dan pemeriksaan subjek dan objek

pendapatan daerah;

5) melakukan pengawasan terhadap subjek dan objek pendapatan

daerah dan hiburan insidentil sesuai kewenangannya;

6) membuat laporan hasil pendataan, pemeriksaan, penertiban dan

atau penyegelan, pengawasan subjek dan objek pendapatan daerah;

7) melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam rangka

penertiban wajib pajak yang tidak mematuhi ketentuan peraturan

daerah;

8) membuat kertas kerja pemeriksaan dan laporan hasil pemeriksaan;

9) menyimpan dan mengadministrasikan kertas kerja pemeriksaan;

10) mendistribusikan tindasan laporan hasil pemeriksaan;

11) melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam rangka

penertiban terhadap wajib pajak yang tida mematuhi ketentuan;

12) menyusun laporan kegiatan pemeriksaan.

Page 77: Retno nilasari

77

Struktur

B. Penemuan dan Pengolahan Data

1. Temuan dan Pembahasan

Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat pada awalnya hanya

ada satu yang terdiri dari 9 kecamatan. Namun, sesuai dengan Keputusan

Gubernur Nomor 329 Tahun 2002 Tentang Penetapan Wilayah Kerja Suku

Dinas Pendapatan Daerah Kotamadya di Propinsi Daerah Khusus Ibukota

Jakarta, wilayah kerja Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat dibagi

menjadi dua, yaitu Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I yang

terdiri dari 4 kecamatan yaitu: Tanah Abang; Menteng; Senen dan Johar

Baru, dan Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat II yang juga terdiri

dari 4 kecamatan yaitu: Cempaka putih; kemayoran; Sawah Besar dan

Gambir. Alasan pemisahan wilayah kerja tersebut adalah pemerintah

daerah ingin agar mendekatkan pelayanan terhadap wajib pajak, untuk

lebih tergalinya potensi-potensi pajak daerah, dan lebih mudah melakukan

pendataan dan pengawasan pajak daerah.

Page 78: Retno nilasari

78

Sumber penerimaan pajak daerah pada Suku Dinas Pendapatan

Daerah Jakarta Pusat I adalah terdiri dari: Pajak Hotel, Pajak Restoran,

Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak ABT (Air Bawah Tanah), dan Pajak

Parkir. Diantara seluruh sumber penerimaan pajak daerah tersebut, pajak

hotel dan pajak restoran merupakan sumber pendapatan pajak daerah yang

utama. Karena penerimaan dari Pajak Hotel dan Pajak Restoran adalah

yang paling besar diantara penerimaan pajak daerah yang lain.

Data mengenai penerimaan pajak daerah Suku Dinas Pendapatan

Daerah Jakarta Pusat I perbulan tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1

Daftar Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah

Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I

Bulan Rencana

penerimaan

Realisasi

penerimaan (Y) Presentase

Januari 42.080.260.417 34.453.342.249 81,87%

Februari 84.166.520.833 65.757.592.680 78,13%

Maret 126.249.781.250 95.743.142.008 75,83%

April 168.333.041.667 130.185.946.695 77,34%

Mei 210.416.302.083 164.125.667.952 78,00%

Juni 252.499.562.500 200.818.107.651 79,53%

Juli 294.582.822.917 235.990.807.571 80,11%

Agustus 336.666.083.333 275.032.970.016 81,69%

September 378.749.343.750 313.328.336.787 82,73%

Oktober 420.832.604.167 351.189.935.983 83,45%

Nopember 462.915.864.583 386.513.617.204 83,50%

Desember 504.999.125.000 431.920.987.789 85,53% Sumber: Bagian Penagihan dan Keberatan SuDin Penda Jakarta Pusat I

Tabel 4.1 di atas menunjukkan penerimaan pajak daerah selama

tahun 2007 belum mencapai target penerimaan pajak yang direncanakan.

Namun, penerimaan pajak terus mengalami kenaikan setiap bulannya

Page 79: Retno nilasari

79

walaupun realisasi penerimaan sempat menurun pada bulan Februari yaitu

turun menjadi 78,13% dan pada bulan Maret penerimaan pajak turun

kembali sampai 75,83%. Akan tetapi, realisasi penerimaan pajak daerah

pada bulan Mei hingga Desember meningkat dan semakin mendekati

rencana penerimaan pajak daerah sebesar 85,53%.

Seperti yang kita ketahui, sejak berlakunya Perda No. 4 Tahun 2002

tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah, Pajak Hotel dan Restoran yang

sebelumnya menjadi satu dipisah menjadi Pajak Hotel dan Pajak Restoran.

Hal ini dilakukan karena adanya ketidakjelasan objek pajak antara pajak

hotel dan pajak restoran. Dengan dipisahnya kedua objek pajak tersebut,

maka pemerintah dapat menggali potensi yang lebih besar dari pajak hotel

dan pajak restoran agar penerimaan pajak daerah bisa ditingkatkan.

Tabel 4.2

Rekapitulasi Pertumbuhan dan Kepatuhan Dalam Penyetoran SPT

Masa Wajib Pajak Hotel Dan Restoran

Tahun 2007

Hotel Restoran

Bulan Jumlah

WP

WP Patuh (X1) %

Jumlah WP

WP Patuh (X2) %

Januari 55 52 94.55 385 279 72.47

Februari 55 52 94.55 385 281 72.99

Maret 55 51 92.73 389 286 73.52

April 55 51 92.73 397 284 71.54

Mei 55 50 90.91 403 293 72.70

Juni 55 52 94.55 419 297 70.88

Juli 55 50 90.91 419 299 71.36

Agustus 55 41 74.55 428 306 71.50

September 55 50 90.91 437 305 69.79

Oktober 55 49 89.09 437 310 70.94

Nopember 55 46 83.64 439 295 67.20

Desember 55 45 81.82 442 308 69.68

Page 80: Retno nilasari

80

Sumber: Bagian Penagihan dan Keberatan SuDin Penda Jakarta Pusat I

Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa jumlah wajib pajak hotel tetap

selama tahun 2007 yaitu berjumlah 55 wajib pajak dan kepatuhan wajib

pajak hotel mengalami penurunan pada bulan Januari sampai Mei. Bulan

Juni kepatuhan wajib pajak naik hingga 94,55% namun pada bulan

Agustus turun drastis hingga 74,55% kemudian naik lagi pada bulan

September hingga 90,91%. Tetapi, lagi-lagi kepatuhan wajib pajak

mengalami penurunan hingga 81,82% pada akhir tahun. Rata-rata tingkat

kepatuhan wajib pajak hotel pada tahun 2007 adalah 89.24%

Jumlah wajib pajak restoran mengalami peningkatan yang signifikan

setiap bulannya, tetapi hal itu tidak mempengaruhi tingkat kepatuhan

wajib pajak restoran. Kepatuhan wajib pajak restoran sempat naik pada 3

bulan pertama yaitu hingga 73,52% namun menurun pada bulan

berikutnya hingga 71,54%. Kepatuhan wajib pajak restoran mengalami

kenaikan dan penurunan pada bulan-bulan berikutnya hingga pada akhir

tahun kepatuhan turun hingga 69.68%. Rata-rata tingkat kepatuhan wajib

pajak restoran pada tahun 2007 adalah 71,21%

Menurunnya tingkat kepatuhan wajib pajak hotel dan wajib pajak

restoran disebabkan karena memburuknya kondisi ekonomi yang ditandai

dengan krisis pangan dan kenaikan harga bahan pokok yang menyebabkan

naiknya harga produksi dan membuat daya beli masyarakat menurun

sehingga penerimaan wajib pajakpun menurun. Hal ini menyebabkan

Page 81: Retno nilasari

81

wajib pajak lebih memilih untuk memenuhi kebutuhannya terlebih dahulu

baru memikirkan membayar pajak.

Ketua PHRI DKI Jakarta Krishnadi mengatakan, kenaikan bahan

pokok telah memukul usaha yang berbasis makanan, yang menyebabkan

food cost atau biaya memproduksi masakan naik rata-rata 10 persen.

Menurut dia, jumlah itu sudah cukup mulai menggoyang jalannya usaha

sebab kondisinya diikuti oleh daya beli konsumen yang merosot (Kompas,

3 Februari 2008).

Sapto (2005:45) berpendapat bahwa penurunan populasi hotel

kemungkinan karena ketatnya persaingan usaha dan isu-isu negatif yang

sering terdengar tentang terorisme dan ancaman ledakan bom. Dimana

dunia perhotelan khususnya sektor pariwisata sangatlah labil dengan isu-

isu semacam ini. Sementara itu, Ulfah (2007:69) berpendapat bahwa

walaupun penerimaan dari pajak hotel besar, tetapi kontribusinya kecil

karena kurangnya keamanan di DKI Jakarta dan penerima pajak hotel

dalam hal ini pemerintah daerah tidak menjalankan fungsi pembinaan

yang optimal sehingga masih ada wajib pajak hotel yang masih belum

menjalankan kewajiban pelaporan pajaknya secara baik. Begitu pula dari

sisi kepatuan wajib pajak dalam melaporkan omset penjualannya, masih

terdapat data yang tidak sesuai dengan laporan yang wajib pajak yang

disampaikan.

2. Pengolahan Data dan Hasil Pengujian Statistik

Page 82: Retno nilasari

82

Untuk dapat lebih jelas mengenai pengujian ini, berikut ini akan

diberikan pembahasan dengan menggunakan metode kuantitatif

menggunakan program SPSS. 15 yaitu:

a. Hasil Uji Asumsi Klasik

1) Uji Normalitas Data

Suatu data akan terdistribusi secara normal jika nilai

probabilitas yang diharapkan adalah sama dengan nilai probabilitas

pengamatan. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan

mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya

menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi

memenuhi asumsi normalitas (Ghozali, 2005: 110). Hasil

pengujian data penelitian ini dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut

ini:

Gambar 4.2

Grafik Normality probability Plot

Page 83: Retno nilasari

83

Observed Cum Prob

1.00.80.60.40.20.0

Exp

ecte

d C

um

Pro

b

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Dependent Variable: Penerimaan Pajak

Berdasarkan gambar 4.2 di atas terlihat bahwa penyebaran

titik-titik berada tidak jauh di sekeliling garis diagonal. Hal ini

menunjukkan bahwa data yang digunakan sebagai bahan penelitian

mendekati normal sehingga layak untuk diteliti (H0 diterima dan

H1 ditolak).

2) Uji Multikolinearitas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model

regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas

(independen) (Ghozali, 2005:91). Jika terjadi korelasi, maka

terdapat problem multikolinearitas atau multiko. Model regresi

Page 84: Retno nilasari

84

yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel

independennya. Multikolinearitas dapat dilihat dari (1) nilai

tolerance (TOL) dan lawannya (2) Variant Inflation Factor (VIF).

Apabila Tolerance lebih dari 0.1 dan VIF kurang dari 10 maka

tidak terjadi multikolinearitas.

Tabel 4.3

Hasil Identifikasi uji Multikolineariti

Collinearity Statistics Model Tolerance VIF

.653 1.530 1 (Contant) Kepatuhan WP Hotel Kepatuhan Wp Restoran .653 1.530

a. Dependent Variable: Penerimaan Pajak Data di atas menunjukan masing-masing variabel memiliki

VIF tidak lebih dari 10 dan nilai tolerance tidak kurang dari 0,1.

Maka dapat disimpulkan model regresi terbebas dari

multikolinearitas atau H0 diterima dan H1 ditolak.

3) Uji Heterokedasitas

Uji ini dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model

regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan

ke pengamatan yang lain. Jika nilai variansnya tetap, maka disebut

Homokedastisitas. Jika variansnya berbeda disebut

heteroskedastisitas, dimana model regresi yang baik adalah tidak

terjadinya heterokedasitas. (Ghozali, 2005: 105)

Gambar 4.3

Grafik Hasil Uji Heterokedasitas

Page 85: Retno nilasari

85

Regression Standardized Predicted Value

210-1-2

Re

gre

ssio

n S

tud

en

tized

Re

sid

ua

l

2

1

0

-1

-2

-3

Scatterplot

Dependent Variable: Penerimaan Pajak

Gambar 4.3 menunjukkan titik data menyebar secara acak

serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y.

Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa model regresi penelitian ini

tidak mengalami problem heteroskedasitas. Hal ini berarti pada

penelitian ini H0 diterima dan H1 ditolak.

4) Uji Autokorelasi

Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah sebuah regresi

linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dan

Page 86: Retno nilasari

86

kesalahan pada periode t-1. Jika terjadi korelasi maka dinamakan

ada problem Autokorelasi. Tentu saja model regresi yang baik

adalah yang bebas dari problem tersebut. Deteksi adanya

Autokorelasi dengan menggunakan Durbin-Watson, dimana angka

D-W dibawah -2 ada Autokorelasi positif, angka D-W diantara -2

sampai +2 tidak ada Autokorelasi, dan angka D-W di atas +2

berarti ada Autokorelasi negatif (Santoso, 2002:219).

Tabel 4.4 Model Summary(b)

Model R R

Square Adjusted R Square

Durbin-Watson

1 .856a .733 .674 1.095

Besarnya nilai Durbin-Watson pada Tabel 4.4 menunjukkan

angka 1.095, yang berarti nilai yang dihasilkan berada pada

interval antara -2 sampai dengan +2. Dapat disimpulkan bahwa

model regresi ini bebas dari Autokorelasi .

b. Uji Hipotesis

1) Uji Adjusted R2 (Koefisien Determinasi)

Untuk menentukan seberapa besar variabel independen dapat

menjelaskan variabel dependen, maka perlu diketahui nilai

koefisien determinasi (Adjusted R-Square). Jika Adjusted R-Square

adalah sebesar 1 berarti fluktuasi variabel dependen seluruhnya

dapat dijelaskan oleh variabel independen dan tidak ada faktor lain

yang menyebabkan fluktuasi variabel dependen. Nilai Adjusted R-

Square berkisar hampir 1, berarti semakin kuat kemampuan

Page 87: Retno nilasari

87

variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen.

Sebaliknya, jika nilai Adjusted R-Square semakin mendekati angka

0 berarti semakin lemah kemampuan variabel independen dapat

menjelaskan fluktuasi variabel dependen. (Ghozali:2005)

Tabel 4.5

Koefisien Determinasi

Model Summary b

Model R R Square Adjusted R

Square Std. Error of the

Estimate 1 .856

a .733 .674 7.444E+010

Besarnya Koefisien Determinasi pada tabel 4.5 adalah

sebesar 0,674 atau sebesar 67,4%. Artinya 67,4% variabel

penerimaan pajak daerah dapat dijelaskan oleh variabel tingkat

kepatuhan wajib pajak hotel dan restoran. Sedangkan sisanya

sebesar 32,6% dijelaskan oleh variabel lain seperti pajak hiburan,

pajak reklame, dan pajak penerangan jalan. Hal ini menunjukkan

korelasi antar variabel bebas dengan variabel terikat cukup kuat.

Sedangkan Sapto (2005:55) berpendapat bahwa besarnya

pengaruh hubungan antara penerimaan pajak hotel dan restoran

adalah sebesar 81,3%. Artinya, 83,1% pendapatan asli daerah dapat

dijelaskan oleh pajak hotel dan restoran sedangkan 12,8% sisanya

dijelaskan oleh faktor lain.

Besarnya tingkat pengaruh pajak hotel dan pajak restoran

terhadap pendapatan asli daerah pada penelitian yang dilakukan

oleh Sapto adalah dikarenakan penelitian tersebut dilakukan pada

Page 88: Retno nilasari

88

Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I dan Jakarta Pusat

II. Selain itu, penelitian tersebut mengambil sampel penerimaan

pajak hotel dan pajak restoran yang tidak memperhitungkan tingkat

kepatuhan wajib pajaknya.

2) Uji t-statistik (Pengaruh Secara Parsial)

Uji t-Statistik digunakan untuk mengetahui hubungan

masing-masing variabel independen secara individual terhadap

variabel dependen, maka digunakan tingkat signifikan sebesar

0.05. Jika nilai probability t lebih besar dari 0.05 maka tidak ada

pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen

(koefisien regresi tidak signifikan), sedangkan jika nilai

probability t lebih kecil dari 0.05 maka terdapat pengaruh dari

variabel independen terhadap variabel dependen (koefisien regresi

signifikan) (Ghozali: 2005).

Tabel 4.7

Hasil Uji t-Statistik

Coefficient a

Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (constant) Kepatuhan WP Hotel Kepatuhan WP Restoran

-19480806901508.565 -9044803306.032 8852362593.881

1E+012 8E+009 3E+009

-.229 .701

-1.782 -1.074 3.291

.108

.311

.009

Hasil Uji pada Tabel 4.7 menunjukkan bahwa variabel

kepatuhan wajib pajak hotel memiliki nilai signifikansi sebesar

0.311 atau lebih besar dari 0.05 maka Ha1 ditolak, berarti secara

parsial tidak ada pengaruh antara variabel tingkat kepatuhan wajib

Page 89: Retno nilasari

89

pajak hotel terhadap penerimaan pajak daerah. Sementara itu,

kepatuhan wajib pajak restoran mempunyai nilai signifikansi

sebesar 0.009 atau lebih kecil dari 0.05 maka Ha2 diterima, berarti

secara parsial ada pengaruh secara signifikan antara variabel

tingkat kepatuhan wajib pajak restoran terhadap penerimaan pajak

daerah.

Tingkat kepatuhan wajib pajak hotel tidak memiliki pengaruh

yang signifikan karena walaupun penerimaan dari pajak hotel

tinggi dan wajib pajak yang patuh juga lebih besar, namun

perkembangannya lebih kecil dari pada wajib pajak restoran.

Sehingga tingkat kepatuhan wajib pajak hotel tidak memberikan

kontribusi yang cukup tinggi bagi penerimaan pajak daerah.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ulfah

(2007:69).tentang pengaruh penerimaan pajak reklame dan hotel

terhadap pendapatan asli daerah. Pada penelitian tersebut didapat

hasil uji t bahwa jumlah penerimaan pajak reklame dan hotel

sebesar 0,001 dan 0,099 pada tingkat signifikansi 0,05. Maka dapat

diambil kesimpulan pajak reklame berpengaruh terhadap PAD

sedangkan pajak hotel tidak. Ulfah berpendapat bahwa tingkat

keamanan kota Jakarta dan kepatuhan wajib pajak yang kurang

menyebabkan penerimaan pajak hotel lebih rendah dibandingkan

dengan penerimaan pajak reklame. Kurangnya kepatuhan wajib

pajak disebabkan kurangnya pembinaan yang optimal dari

Page 90: Retno nilasari

90

pemerintah dan tidak adanya sistem on-line untuk membayar pajak

hotel dan wajib pajak hotel tidak dipersulit untuk menyetor

pajaknya

3) Uji F-statistik (Pengaruh Secara Simultan)

Uji Statistik F dilakukan untuk mengetahui hubungan

variabel-variabel independen secara bersama-sama (simultan)

terhadap variabel dependen. Untuk mengetahui apakah variabel-

variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel

dependen, maka digunakan tingkat signifikan sebesar 0.05. Jika

nilai F probability lebih besar dari 0.05 maka model regresi tidak

dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen atau

dengan kata lain variabel independen secara bersama-sama tidak

berpengaruh terhadap variabel dependen. Sebaliknya jika nilai F

probability lebih kecil dari 0.05 maka model regresi dapat

digunakan untuk memprediksi variabel dependen atau dengan kata

lain variabel independen secara bersama-sama berpengaruh

terhadap variabel dependen (Ghozali: 2005).

Tabel 4.6

Hasil uji F-statistik

T

a

Model Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression Residual Total

1.4E+023 5.0E+022 1.9E+023

2 9

11

6.848E+022 5.542E+021

12.358 .003a

Page 91: Retno nilasari

91

Tabel 4.6 menunjukkan hasil uji F dengan signifikansi 0,003

dimana besarnya signifikansi dari hasil uji F tersebut lebih kecil

dari 0,05. Berarti dalam penelitian ini Ha3 diterima. Artinya

variabel Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Hotel dan Wajib Pajak

Restoran berpengaruh secara bersama-sama terhadap variabel

Penerimaan Pajak Daerah. Hal ini menunjukkan bahwa kepatuhan

wajib pajak hotel dan restoran memiliki kontribusi yang sangat

kuat tehadap penerimaan pajak daerah.

Berdasarkan hasil uji hipotesis diatas maka dapat dibuat

persamaan regresi sebagai berikut:

Y = a + b1 x1 + b2 x2 + ei

Y = -19480806901508.565 - 9044803306.032 X1 + 8852362593.881X2 + ei

Konstanta sebesar -19.480.806.901.508,565 menyatakan

bahwa jika tidak ada wajib pajak hotel dan restoran yang patuh

(secara matematika X1 dan X2 adalah 0), maka penerimaan pajak

daerah berkurang hingga Rp. -19.480.806.901.508,565. Koefisien

regresi X1 sebesar -9.044.803.306,032 menyatakan bahwa setiap

pengurangan wajib pajak hotel yang patuh maka penerimaan pajak

daerah akan berkurang hingga menjadi sebesar

Rp. -9.044.803.306,032. Sedangkan koefisien regresi X2 sebesar

8.852.362.593,881 menyatakan bahwa setiap penambahan wajib

pajak restoran yang patuh maka penerimaan pajak daerah

bertambah hingga sebesar Rp. 8.852.362.593,881.

Page 92: Retno nilasari

92

Hasil pengujian di atas menunjukkan masih rendahnya

tingkat kepatuhan wajib pajak daerah terutama wajib pajak restoran

menyebabkan berkurangnya penerimaan pajak kepada kas daerah.

Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu lebih meningkatkan

jumlah penerimaan daerah dengan meningkatkan kepatuhan wajib

pajak terutama wajib pajak restoran dengan cara mengefektifkan

sosialisasi kepada masyarakat untuk meningkatkan tingkat

kesadaran wajib pajak dan memberlakukan sanksi yang lebih berat

kepada wajib pajak yang nakal. Selain itu, juga perlu di dukung

dengan sistem administrasi perpajakan yang baik.

Pada hakekatnya kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh

kondisi sistem administrasi perpajakan yang meliputi tax service

dan tax enforcement. Langkah-langkah perbaikan administrasi

diharapkan dapat mendorong kepatuhan wajib pajak melalui dua

cara yaitu pertama, wajib pajak patuh karena mendapatkan

pelayanan yang baik, cepat, dan menyenangkan serta pajak yang

mereka bayar akan bermanfaat bagi pembangunan bangsa. Kedua,

wajib pajak akan patuh karena mereka berpikir bahwa mereka akan

mendapat sanksi berat akibat pajak yang tidak mereka laporkan

terdeteksi sistem informasi dan administrasi perpajakan serta

kemampuan crosschecking informasi dengan instansi lain (Djoko

Slamet Surjoputro dan Junaedi Eko Widodo, 2004:41-51)

Page 93: Retno nilasari

93

Sedangkan menurut Machfud Sidik (2002:13) kebijaksanaan

Pemerintah Daerah yang sangat tepat saat ini untuk meningkatkan

penerimaan daerah dalam jangka pendek sebaiknya dititikberatkan

pada intensifikasi pemungutan pajak yaitu mengoptimalkan jenis-

jenis pungutan pajak daerah dan retribusi daerah yang sudah ada.

Page 94: Retno nilasari

94

BAB V

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

A. Kesimpulan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Tingkat

Kepatuhan Wajib Pajak Hotel dan Restoran Terhadap Penerimaan Pajak

Daerah pada Suku Dinas Pendapatan Daerah Jakarta Pusat I dengan

menggunakan sampel 1 tahun yaitu dari bulan Januari sampai bulan Desember

2007. Berdasarkan pembahasan dan analisis dari hasil penelitian, maka dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil Uji t menunjukkan bahwa Ha1 ditolak, berarti secara parsial tidak

ada pengaruh antara variabel tingkat kepatuhan wajib pajak hotel terhadap

penerimaan pajak daerah. Sementara itu, Ha2 diterima, berarti secara

parsial ada pengaruh secara signifikan antara variabel tingkat kepatuhan

wajib pajak restoran terhadap penerimaan pajak daerah.

2. Hasil uji F (simultan) menunjukkan bahwa Ha3 diterima artinya variabel

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Hotel dan Wajib Pajak Restoran secara

bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel

Penerimaan Pajak Daerah.

Page 95: Retno nilasari

95

B. Implikasi

Pajak daerah merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam

penyelenggaraan otonomi daerah dan juga merupakan sumber pendapatan

daerah yang penting untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan daerah. Meningkatnya kepatuhan wajib pajak daerah akan

menyebabkan bertambahnya jumlah penerimaan kepada kas daerah sehingga

pemerintah daerah dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat seperti

perbaikan fasilitas umum yang rusak, pembuatan jalan untuk kepentingan

umum, pengadaan sarana transportasi umum dan lain sebagainya karena pajak

pada hakikatnya dari masyarakat, oleh masyarakat, dan pada akhirnya juga

untuk masyarakat.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian diatas maka penulis mengajukan

saran sebagai berikut:

1. Suku Dinas Pendapatan Daerah perlu meningkatkan tingkat kepatuhan

wajib pajak terutama wajib pajak restoran dengan cara mengefektifkan

sosialisasi tentang pajak sehingga masyarakat memberikan partisipasi

lebih dalam membayar pajak.

2. Untuk penelitian selanjutnya dengan pembahasan yang sama,

melaksanakan penelitian pada wilayah penelitian yang lebih luas dan

dengan menggunakan periode penelitian lebih dari satu tahun. Misalnya

penelitian pada seluruh DKI Jakarta selama tiga tahun.

Page 96: Retno nilasari

96

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hamid, “Panduan Penulisan Skripsi”, FEIS UIN Syarif Hidayatullah,

Grafika Karya Utama, Jakarta, 2004.

Anastasia Diana & Lilis Setiawati, “PERPAJAKAN INDONESIA Konsep, Aplikasi

dan Penuntun Praktis”, Andi, Yogyakarta, 2004.

Bukhori, “Pengantar Hukum Pajak”, Edisi Revisi, Cet. IV, PT Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2002.

Djoko Slamet Surjoputro dan Junaedi Eko Widodo, “Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Melalui Modernisasi Administrasi Perpajakan,” dalam

Robert Pakpahan dan Toyomu Yuasa, peny., Menuju Sistem dan

Administrasi Perpajakan Berkelas Dunia: Studi Perpajakan di Indonesia

dengan Inspirasi Pengalaman Jepang Jakarta, Penerbit Kharisma, 2004.

Erly Suandi, “Hukum Pajak”, Jakarta, Salemba Empat, 2005.

Gunadi, “Fungsi Pemeriksaan Terhadap Peningkatan Kepatuhan Pajak”, Jurnal

Perpajakan Indonesia 4, No. 5, 2005.

H. Muhammad Gade, “Teori Akuntansi”, Halmahira, Jakarta, 2005.

Hadi Purnomo, “Reformasi Administrasi Perpajakan,” Dalam Heru Subyantoro

dan Singgih Riphat, peny., Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep, dan

Implementasi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, Februari 2004.

Imam Ghozali, “Aplikasi Multivariate dengan Program SPSS”, BP UNDIP,

Semarang, 2005.

Indra, Ismawan, “Memahami Reformasi Perpajakan”, Elexmedia Komputindo, Jakarta, 2001.

J. Supranto, “Statistik dan Aplikasi” Erlangga, Jakarta, 2000.

Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 329 Tahun 2002 Tentang Organisasi

dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 235/KMK.03/2003 tanggal 3 Juni 2003

Tentang Wajib Pajak Patuh.

Page 97: Retno nilasari

97

Kompas, “Bisnis Hotel dan Restoran di 2008” Minggu 3 Februari 2008.

Machfud Siddiq, “Optimalisasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam

Rangka Meningkatkan Kemampuan Keuangan Daerah” Disampaikan

dalam Acara Orasi Ilmiah dengan Thema “Strategi Meningkatkan

Kemampuan Keuangan daerah Melalui Penggalian Potensi Daerah

Dalam Rangka Otonomi Daerah” Acara Wisuda XXI STIA LAN

Bandung Tahun Akademik 2001/2002 - di Bandung, 10 April 2002.

Mardiasmo, “Perpajakan Edisi Revisi2006” Penerbit Andi, Yogyakarta, 2006.

Marcus Taufan Sofyan, “Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan

Modern Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan

Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib

Pajak Besar” STAN, 2005.

Moh. Nazir, “Metode Penelitian”, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003.

Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 2003 Tentang Pajak Hotel.

Peratutan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2003 Tentang Pajak Restoran.

Riduwan, “Dasar-dasar Statistika”, Alfabeta, Bandung, 2006.

Santoso Brotodihardjo “Pengantar Ilmu Hukum Pajak”, PT. Refika Aditama,

Bandung, 1991.

Safri Nurmantu, “Pegnantar Perpajakan”, Kelompok Yayasan Obor, Jakarta,

2003.

Sapto Nur Edie, “Analisis Pengaruh Penerimaan Pajak Hotel dan Restoran

Terhadap Pendapaan Asli Daerah (Studi Kasus pada Suku Dinas

Pendapatan Daerah Jakarta Pusat)”, FEIS UIN, 2005.

Siahaan, Marihot, “Pajak Daerah dan Retribusi Daerah”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005.

Singgih Santoso, “Latihan SPSS Statistik Parametrik”, Elexmedia Komputindo,

Jakarta, 2002.

Sudjana, “Statistika untuk Ekonomi dan Niaga”, Penerbit Tarsito, Bandung, 1993.

Ulfah, “Analisis Pengaruh Penerimaan Pajak Reklame dan Hotel terhadap

Pendapatan Asli Daerah Propinsi DKI Jakarta”, FEIS UIN Jakarta,

2007.

Page 98: Retno nilasari

98

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2003 Tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan.

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2002 Tentang Organisasi dan Tata Kerja

Dipenda Propinsi DKI Jakarta

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Perubahan Undang-undang

Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Page 99: Retno nilasari

99

Gambar 4.1

STRUKTUR ORGANISASI

SUKU DINAS PENDAPATAN DAERAH JAKARTA PUSAT I

KEPALA SUDIPENDA

KODYA JAKARTA PUSAT I

Drs. H. MUHAMMAD ALI, M.Si. 470035144 / 049944, 22-02-1955

KASI PENAGIHAN &

KEBERATAN

H. SETYOKO, S.Sos470046265 / 067417

∗ ZAKIAH

470060529 / 120061

∗ TUTI CHOIRIYAH

470060643 / 119830

∗ TITIN SUPRIHATINI

470051723 / 086267

∗ FAJAR ANDI MUGROHO

470063762 / 165001

KASI PENETAPAN

ACHMAD MAULANA, SE. M.Si. 470046294 / 67499, 02-04-1960

∗ SRI NASIFAH N, SH.

470045201 / 63940

∗ NURLAELA

470060771 / 119713

KASI PEMERIKSAAN

H. SULAIMAN J. LUBIS, M.Si 470045840 / 065827, 16-06-1953

∗ DRS. MAS’AN

470026994 / 038964

∗ SLAMET, S.Sos

470058881 / 114208

∗ SUHERMAN

470061920 / 121606

∗ DANI AMRAN ,S.Sos

470047637 / 71146

∗ RICHARD JEREMIA, S.Sos

470059990 / 117315

∗ HARRY RAHMADI

470061798 / 121795

∗ LUKMAN HIDAYAT

470063760 / 164942

KASI PENATAUSAHAAN &

PELAPORAN PERDA DJUMADI MACHDUM, S.Sos M.Si

470045641 / 14-03-1958

∗ ETI JUNAETI

470035663 / 53893

∗ MAD NURDIN

010096154 / 64582

∗ AGUS SALIM K.

470028954 / 41357

KASI PDK TANAH ABANG

DAHLAN SIPAHUTAR, SH. MH.

∗ RICKY NELSON

470046613/067693

∗ LONDUT

470057079/109837

∗ PONIMIN Bsc

470044483/62424

KASI PDK SENEN

AZHAR AMIR, SE, M.Si.

∗ RICHARD SIBURIAH

470045625/064455

∗ TJARMADI

470056147/107823

KASI PDK MENTENG

GEORGEUS HERMAN, S Sos

∗ EVI YANI V,S.Sos

470051914/87980

∗ MARTHA HENDRI

470060475/119942

Page 100: Retno nilasari

100