review retrospektif mengenai efektifitas dan keamanan dari tindakan pembentukan lesi menggunakan...
DESCRIPTION
pulsed radiofrequencyTRANSCRIPT
Ulasan retrospektif mengenai efektifitas dan keamanan dari tindakan pembentukan lesi menggunakan frekuensi radio (Radiofrequency lesioning) yang kontinu dan pulsasi yang berulang dari ganglion radix posterior/nervus segmental untuk nyeri radikuler lumbar
Jyotsna V. Nagda, MD, Craig W. Davis, MD, Zahid H. Bajwa, MD, dan Thomas T. Simopoulos, MD
Latar belakang: nyeri radikuler lumbosakral kronik merupakan akibat umum dari nyeri kaki
yang menjalar yang terlihat pada pasien – pasien manajemen nyeri. Pasien – pasien ini sering
ditangani secara konservatif dengan beberapa modalitas termasuk pengobatan dengan obat-
obatan, terapi fisik, dan injeksi steroid epidural. Frekuensi radio telah digunakan untuk
menangani nyeri radikuler kronik selama lebih dari 30 tahun; tetapi, terdapat kekurangan dari
literatur mengenai keamanan dan efektifitas dari penggunaan berulang pembentukan lesi
menggunakan frekuensi radio (radiofrequency lesioning).
Tujuan: Untuk menentukan keamanan, angka kesuksesan, dan durasi pereda nyeri dari
penggunaan berulang pulsed radiofrequency (PRF) continous radiofrequency (CRF) lesioning
pada ganglion radix posterior (dorsal root ganglion (DRG)) / nervus segmental sacral (sacral
segmental nerves (SN)) pada pasien – pasien dengan nyeri radikuler lumbosakral kronik.
Desain pembelajaran: Pasien rawat jalan pusat nyeri multidisiplin
Metode: Ulasan rekam medis mengenai pasien yang ditangani dengan radiofrequency
lesioning pulsasi dan radiofrequency lesioning kontinu dari dorsal root ganglia dan nervus
segmental dan yang dilaporkan mengalami keberhasilan penanganan pada awalnya kemudian
di evaluasi untuk ada tidaknya nyeri yang berulang/kambuh dan penanganan berulang
frekuensi radio. Tanggapan untuk perawatan selanjutnya dibandingkan dengan perawatan
awal untuk melihat tingkat keberhasilan, durasi rata-rata hilangnya nyeri, dan efek samping
neurologis yang merugikan.
Keterbatasan: Ulasan grafik retrospektif tanpa grup kontrol
Hasil: Dua puluh enam wanita dan 24 laki – laki diidentifikasi mana yang
mendapatkanperedaan nyeri sebesar 50% atau lebih baik setelah PRF dan CRF dari DRG
lumbar / SN sacral untuk nyeri radikuler lumbosakral. Angka umur rata – rata adalah 62
tahun ( berkisar, 25 – 86).
Kesimpulan: Pulsasi berulang dan ablasi frekuensi radio kontinu (continous radiofrequency
ablation) pada dorsal root ganglion/ nervus segmental tampak menjanjikan untuk menjadi
manajemen paliatif yang aman dan efektif dalam jangka waktu yang lama pada beberapa
pasien dengan nyeri radikular lumbosakral.
Kata kunci: pembentukan lesi frekuensi radio berpulsasi (pulsed radiofrequency lesioning),
dorsal root ganglion, nervus segmental, pembentukan lesi frekuensi radio kontinu ( continous
radiofrequency lesioning, nyeri radikular lumbosakral kronik.
Nyeri radikular lumbosakral kronik merupakan sumber tersering dari nyeri menjalar
pada kaki pada pasien dengan manajemen nyeri. Masalah ini sering ditangani dengan
kombinasi dari farmasi, fisioterapi, dan injeksi epidural depo-kortikosteroid secara periodik.
Lebih banyak kasus yang sulit diatasi dapat ditangani dengan baik dengan pembedahan spinal
atau stimulasi spinal cord. Meskipun terdapat pilihan perawatan seperti ini, beberapa pasien
tidak mendapatkan pereda nyeri yang adekuat, ataupun mereka bukan kandidat yang optimal
untuk salah satu dari intervensi pengobatan ini.
Radiofrequency (RF) telah digunakan untuk mengobati nyeri radikular kronik selama
lebih dari 30 tahun. Continous radiofrequency (CRF) lesioning pada dorsal root ganglion
(DRG) untuk nyeri radikular servikal telah didemonstrasikan memiliki khasiat melebihi
placebo pada beberapa percobaan, tetapi terdapat hasil campuran pada regio lumbar (1-3).
Beberapa studi retrospektif telah menyarankan manfaat dari pulsed radiofrequency (PRF)
lesioning untuk nyeri radikular lumbosakral (4-6). Pada penelitian percobaan prospektif
sebelumnya, kami mendemonstrasikan bahwa penanganan PRF atau PRF dengan kombinasi
CRF dari lumbar dorsal root/ nervus segmentalis secara neurologis aman dan ditoleransi baik
(7). Pasien-pasien dalam grup yang ditangani dengan PRF yang diikuti secara langsung
dengan CRF, dilaporkan secara klinis meningkatkan efek analgesik secara signifikan yang
bertahan rata – rata selama masing - masing 3.18 bulan dan 4.39 bulan. Meskipun kami tidak
dapat menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik dalam hal sensitivitas waktu
keberhasilan antara kedua grup, kami merasa bahwa PRF yang dikombinasikan dengan CRF
dapat memberikan durasi peredaan nyeri yang lebih lama dan secara klinis menguntungkan.
Perbedaan dalam hal durasi kerja dari kedua model telah diusulkan dalam model
eksperimental. Penelitian praklinis dari PRF dan CRF isotermal pada propagasi impuls dan
transmisi sinaps dalam kultur sel hippocampus telah menunjukkan efek yang sementara
dalam membangkitkan aktivitas sinaps dengan PRF dibandingkan dengan efek yang
disebabkan oleh CRF (8). Dasar digunakannya continous radiofrequency lesioning adalah
untuk memproduksi lesi parsial pada DRG/nervus segmental, sehingga secara khusus
mengganggu nosisepsi sambil menghindari defisit sensoris yang signifikan.
Sementara terdapat banyak laporan mengenai manfaat dari PRF pada kondisi nyeri
yang bervariasi, mayoritas tidak melaporkan hasil akhir dari pemberian berulang setelah efek
analgesinya menghilang (9-13). Memang benar, efek therapeutik yang dapat dihasilkan
kembali dari CRF untuk nyeri facetogenik lumbar baru – baru saja dinilai (14-15).
Radiofrequency dari DRG lumbar untuk penanganan nyeri radikular berasal dari banyak
proses penyakit yang telah didapatkan dalam praktek sleama lebih dari 30 tahun dan telah
diketahui memiliki keberhasilan analgesik yang dibatasi oleh waktu (16). Maka dari itu kami
berusaha untuk menentukan keamanan, angka kesuksesan, dan durasi dari pereda nyeri
dengan PRF lumbar yang berkesinambungan yang diikuti dengan CRF lesioning dari
DRG/nervus segmentalis (SN) secara langsung pada pasien – pasien dengan nyeri radikular
kronik.
Metode
The Beth Israel Deaconess Medical Center Intitutional Review Board telah menyetujui
penelitian ini. Sebuah kelompok netral (CWD) dengan memperhatikan hasil akhir
menggunakan database yang terkomputerisasi untuk mengidentifikasi semua pasien dari dua
dokter pada satu pusat layanan kesehatan yang menjalankan PRF/CRF pada DRG/SN lumbar
untuk nyeri radikular dari 21 Januari 2013 sampai 1 Maret 2010. Semua pasien yang
termasuk dalam penelitian memiliki riwayat dan pemeriksaan fisik yang rinci, pencitraan
radiografik multimodal, dan injeksi diagnostik. Kriteria inklusi/eksklusi yang digunakan pada
penelitian mirip dengan pekerjaan sebelumnya (7). Kriteria inklusi sebagai berikut:
Riwayat nyeri segmental dari asal lumbosakral yang menjalar dari punggung hingga
ekstremitas bawah lebih dari 6 bulan.
Umur yang lebih dari 18 tahun
Tidak terdapat defisit motorik progresif
Tidak terdapat defisit sensorik yang signifikan
Kontrol nyeri yang tidak memuaskan dengan farmakoterapi oral dan terapi fisik
Tidak terdapat kebutuhan mendesak untuk dilakukannya intervensi bedah terbuka
Bukti magnetic resonance imaging (MRI) dari keterlibatan nervus root
Terdapat respon terhadap epidural yang diberikan depo-steroid selama sebulan atau
kurang
Didokumentasikan hilangnya gejala radikular secara tuntas diikuti blok nervus
segmental volume rendah
Berkurangnya 50% intensitas nyeri pada skala nyeri angka (numeric rating pain scale
(NRS)) setelah pengobatan PRF/CRF dari DRG/SN lumbosakral sebanyak satu kali
diikuti oleh setidaknya pengobatan lanjutan setelah efek analgesik telah menghilang
Kriteria ekslusi untuk penelitian sebagai berikut :
Terdapat bukti defisit neurologis yang signifikan, dimana termasuk didalamnya defisit
motorik progresif dan hilangnya sensoris yang nyata
Terdapat kurang dari 50% pengurangan pada NRS setelah pengobatan PRF/CRF
dilakukan sekali pada DRG/SN lumbosakral
Hipersensitivitas terhadap material yang disuntikkan : anestesi lokal, kontras, depo-
kortikosteroid
Koagulopati
Psikopatologi yang berarti
Penggantian biaya kompensasi pekerja yang tertunda
Kehamilan
Respon terhadap setiap penanganan radiofrequency telah dibandingkan terhadap
pengobatan yang berhasil di awal penanganan dan telah dikategorikan berhasil ( dengan 50%
pengurangan dari NRS atau lebih baik) atau gagal ( kurang dari 50% pengurangan NRS).
Setiap rekam medis pasien digunakan untuk menentukan durasi dari pereda nyeri untuk setiap
penanganan beruntun yang dilakukan maupun untuk kejadian neurologis yang merugikan
( keram, kelemahan, atau peningkatan tingkat nyeri).
Teknik untuk melakukan diagnostik blok akar nervus segmental dan PRF/CRF dari
DRG/SN lumbosakral telah dideskripsikan sebelumnya oleh Simopoulos et al (7). PRF
dilakukan pada suhu 42oC selama 120 detik. Setiap detik selama penanganan PRF, 2 kali
pemberian arus bolak balik ( 500.000 Hz) dengan interval pemberian 20 milidetik ke jaringan
sekitar. Fase aktif 20 milidetik diikuti dengan fase 480 milidetik untuk menghilangkan panas.
Tegangan output sebanyak 45. Setelah menyelesaikan PRF, CRF dilakukan hingga
temperatur toleransi maksimum yang menimbulkan sensai panas pada ekstremitas bawah
yang searah dengan pola nyeri yang dirasakan menjalar pada pasien. Temperatur ini rata –rata
56o C ± 8o C selama 60 detik. Tidak ada agen anastesi lokal yang diinjeksikan selama
pemberian CRF atau PRF. Radiofrequency lesion generator (RFG-3C Plus; Radionics, Inc.,
Burlington, MA) digunakan untuk semua lesi. Sebuah C-arm (Siremobil,2000, Siemens AG,
Munich, Germany) mesin fluoroskopi yang digunakan untuk visualisasi selama penempatan
elektroda RF steril (22-G, jarum 10 cm, dengan ujung aktif 10 mm bengkok, Radionics,
Burlington, MA atau Neurotherm, UK). Setelah elektroda berada pada posisi yang benar
(Gambar 1 & 2), Jarum stylet allu diganti dengan pemeriksaan radiofrequency (SMK-TC 5,
Radionics, Burlington, MA). Posisi akhir membutuhkan penanganan sebagai berikut: 1)
threshold stimulasi sensoris (50 Hz) dibawah 0,6 V (berkisar antara 0.3 – 0.6 V) yang
membuat parestesia searah dengan distribusi nyeri kronik yang biasanya; Stimulasi harus
dirasakan turun ke pergelangan kaki/kaki setinggi L4/L5/S1, selangkangan setinggi L1/2, dan
anterior paha ke lutut setinggi L3. 2) stimulasi motorik (2 Hz) lebih besar daripada 1.5 kali
threshold stimulasi sensoris. (3) Impendansi diperiksa untuk memastikan sirkuit elektrik yang
lengkap dan berkisar dari 200 – 400 Ω. ( Ini merpakan huruf kapital yunani omega)
Hasil
Terdapat 50 pasien yang diidentifikasi menurut ulasan rekam medis yang menjalani
pembuatan lesi frekuensi radio pulsasi dan kontinu (pulsed and continous radiofrequency
lesioning) dari dorsal root ganglion/ nervus segmentalis lumbar selama periode tertentu yang
memenuhi kriteria inklusi/eksklusi. Dari 26 wanita dan 24 pria yang termasuk dengan rata –
rata umur 62 tahun ( berkisar 25086). Dua puluh enam pasien mendapatkan satu tingkat
terapi, 15 pasien mendapatkan 2 tingkat, dan 9 pasien mendapatkan 3 tingkat. Empat puuh
dua penanganan merupakan penanganan unilateral sementara 8 pasien menerima terapi
bllateral. Dari 50 pasien, 48 asien menerima perawatan pada tingkat L3 atau lebih rendah.
Hanya 2 pasien yang dirawat pada tingkat L1 dan L2.
Tabel 1. Merangkumkan kesuksesan/kegagalan dari penanganan PRF/CRF secara berseri dari DRG/SN lumbar.
Rata – rata durasi peredaan nyeri dari 40 pasien yang menerima 2 penanganan adalah
selama 4.7 bulan (berkisar 0-24, Se [Standar error] 0.74). Dua puluh delapan pasien yang
mendapatkan 3 penanganan dengan durasi rata – rata peredaan nyeri 4.5 bulan ( berkisar 0-19
bulan; Se 0.74). Dua puluh pasien mendapatkan 4 penanganan memiliki rata – rata durasi
peredaan nyeri selama 4.4 bulan ( berkisar 0.5-18; Se 0.95) dan 18 pasien dengan 5 atau lebih
penanganan memiliki rata – rata durasi peredaan nyeri selama 4.3 bulan ( berkisar 0.5 – 18;
Se 1.03). Durasi dari redanya nyeri dan frekuensi sukses tetap konstan setelah pengobatan RF
berikutnya tanpa kecenderungan untuk menjadi ketergantungan atau berkurangnya manfaat
yang dirasakan. Dari keseluruhan total 50 pasien, hanya ada satu yang dilaporkan terjadi
komplikasi; mati rasa pada paha yang sementara yang diikuti penanganan yang kedua,
dimana menghilang setelah satu minggu. Tidak ada penemuan neurologis objektif yang di
dokumentasi pada follow up. Tidak ada defisit neurologis jangka panjang yang dilaporkan,
termasuk kehilangan fungsi motorik, hiposensitivitas, atau disestesia pada pasien manapun.
Gambar 3 secara grafik menggambarkan hamburan dari pasien – pasien yang nyeri
nya sudah mereda pada kelompok pengobatan serial. Disamping 2 pasien yang mendapatkan
manfaat berkepanjangan setelah penanganan kedua dan ketiga, terdapat respon peredaan
nyeri yang konsisten dengan batas atas 10 bulan. 2 pasien dengan keuntungan panjang
dipresentasikan untuk pengobatan berulang dan keduanya jatuh pada kisaran waktu 10 bulan
bebas nyeri atau lebih kurang.
Diskusi
Penelitian sekarang ini menyokong keamanan neurologis dari pengobatan radiofrequency
serial termasuk PRF dan CRF dari DRG/SN selama lebih dari 2 tahun pada kelompok dengan
18 pasien ( tabel 1). Tetapi, data praklinis menyarankan sebaliknya. Hal ini cukup diterima
bahwa ambang kerusakan jaringan ireversibel untuk serat sarafoleh CRF diperkirakan
berkisar antara 45-50oC.Pemberian CRF pada akar saraf spinal pada anjing menyebabkan
kerusakan myelin, nekrosis sel saraf, hilangnya axon, dan perdarahan pada temperatur 45 o C
atau lebih (17). Di samping itu, PRF telah diperkirakan tidak bersifat destruktif, atau peran
neuromodulasi, berdasarkan sifat isotermal dari terapi ini. Sifat nondestruktif dari PRF saat
ini telah ditantang bahwa dalam medan listrik yang sangat tinggi dapat mengganggu
arsitektur sel saraf dan fungsinya (18). Perubahan ultrastruktural terbaru pada akson diikuti
paparan PRF termasuk pembengkakan mitokondria dan gangguan dari sitoskeleton oleh
disorganisasi mikrotubulus dan mikrofilamen (19). Oleh karena itu, menggunakan kedua
modalitas pada jaringan saraf, salah satu yang diharapkan dalam jangka pendek, dan
berpotensi dalam jangka panjang, kehadiran diestesia dan parestesia yang tidak diamati pada
penelitian saat ini. diestesia yang menyakitkan sebaiknya dihindari dengan menerapkan CRF
ke tingkat maksimal yang dapat ditoleransi seperti yang dilaporkan sebelumnya (7).
Selanjutnya, neuron/axon yang cukup dibiarkan tetap intak untuk membiarkan sensasi normal
sehingga menghindari mati rasa dermatomal. Terdapat kemungkinan efek sedang terhadap
jaringan saraf dengan kombinasi PRF/CRF membagi dalam interval waktu sebelum
pengobatan selanjutnya, sehingga untuk menghindari efek adiktif ke neuron/axon. Data
mikroskop cahaya menunjukkan bahwa edema endoneurial dan aktivasi fibroblast, seperti
yang ditunjukkan oleh deposisi kolagen, sembuh setelah 21 hari setelah eksposure terhadap
PRF (20).Manfaat dari CRF dan PRF untuk pengobatan nyeri radikuler kronis telah
dijelaskan namun keduanya tidak menyembuhkan dan memiliki kesuksesan yang sensitif
terhadap waktu (16, 7). Diketahui bahwa manfaat dari CRF dan PRF berkurang dan
pengobatan harus diulang untuk kondisi nyeri kronis dalam banyak kasus.Penulis tidak
mengetahui adanya laporan khusus yang menangani hasil dar frekuensi radio yang digunakan
sebagai terapi maintenance untuk nyeri radikuler. Dalam studi ini, tingkat keberhasilan
pengobatan PRF / CRF berulang yang jelas terlihat berhasil dalam setidaknya 95% pasien.
Rata-rata durasi peredaan nyeri tetap konstan pada lebih dari 4 bulan. Hal ini terdapat dalam
perjanjian pada laporan prospektif sebelumnya dari manfaat analgesik (7).Efek analgesik dari
radiofrequency untuk nyeri radikuler secara signifikan lebih kurang dari nyeri facet (10
bulan) menekankan kemungkinan manfaat berkepanjangan dari neurolisis termal (14). Dari
catatan, 2 pasien memperoleh manfaat berkepanjangan dari terapi CRF / PRF, tetapi telah
mengalami gejala yang berulang, dan memiliki manfaat selama 10 bulan atau kurang.
Pengecualian yang dramatis ini sulit untuk dijelaskan tetapi telah dilaporkan oleh orang lain
juga (11).
Satu dari kriteria inklusi yang digunakan dalam penelitian ini telah mengurangi
setidaknya 50% dari intensitas nyeri. Kriteria seperti ini telah terbukti berhubungan dengan
tingkat kepuasan pasien yang tinggi dan dengan demikian meningkatkan kesempatan
dilakukannya pengobatan serial atas permintaan pasien itu sendiri (14, 20). Bahkan dengan
pengurangan signifikan secara klinis terhadap intensitas nyeri, 40 dari 50 pasien awal
meminta pengobatan kedua setelah pengobatan pertama selesai dilakukan, diikuti oleh 28 dari
40 untuk pengobatan ketiga. Alasan yang paling sering untuk ini adalah durasi dari analgesia
sangat singkat untuk pasien untuk menerima radiofrequency sebagai terapi maintenance.
Sebagai tambahan, pengobatan lain untuk nyeri radikuler seperti dekompresi atau stimulasi
spinal cord juga diminta oleh pasien, tetapi penulis tidak mencari tau rincian kuantitatif ini
oleh karena hal ini bukan merupakan tuuan dari penelitian sekarang ini. Hal ini berbeda untuk
nyeri facetogenik dimana radiofrequency merupakan pengobatan primer untuk pereda nyeri
jangka panjang dan pasien lebih mungkin untuk kembali untuk melakukan pengobatan
berulang.
Pasien berjumlah kecil tetapi konsisten gagal untuk mendapatkan pengurangan nyeri
untuk pengobatan selanjutnya. Alasan untuk kurangnya efek dapat mencakup respon plasebo
untuk pertama pengobatan RF, kegagalan teknis pengobatan berikutnya, sebuah penyebab
nyeri struktural yang berbeda dengan gejala yang menjalar, dan kurangnya respon terhadap
RF karena difungsi progresif DRG / SN yang terkena. Aspek teknis dari prosedur mudah
diulang dalam banyak kasus. Dalam sebagian besar kasus, jika struktur anatomi lain
menyebabkan rasa nyeri, komponen aksial menjadi lebih umum dan dilakukan penanganan
yang berbeda. Oleh karena itu kami merasa bahwa ketidakpuasan klinis untuk pasien setelah
pengobatan PRF / CRF dari DRG yang / SN lebih pada durasi waktu berkurang nya nyeri
daripada penurunan intensitas nyeri.Ada keterbatasan serta kekuatan untuk penelitian ini.
Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif tanpa kelompok kontrol, dan karena itu tidak
ada pernyataan langsung yang dapat dibuat tentang khasiat analgesik. Selain itu, terdapat
ukuran sampel yang kecil dengan tanpa pengukuran hasil sekunder. Di sisi lain, hasil klinis
dari RF berulang didorong oleh kepuasan pasien dan kami percaya hal ini relevan secara
klinis. Tindak lanjut jangka panjang dan beberapa perawatan berulang secara tidak langsung
menyarankan khasiat analgesik. Pengobatan lain seperti operasi lumbar tulang belakang yang
lebih invasif telah menunjukkan secara eksponensial penurunan kesuksesan berkisar dari 80-
98% terhadap operasi awal, menurun menjadi 5% dengan operasi keempat (22). Data
epidemiologi ini menunjukkan bahwa pasien dengan nyeri kaki yang menjalar dari tulang
belakang lumbar tidak begitu terpengaruh terhadap plasebo atau pengkondisian untuk operasi
dari perawatan serial. Semua pasien yang masuk ke dalam penelitian memiliki inklusi /
eksklusi spesifik serta kriteria pengobatan. Prosedur ini dilakukan oleh dokter yang
berpengalaman dan data dikumpulkan oleh pihak yang netral untuk hasil akhir.
Kesimpulan
Temuan kami dalam penelitian ini menunjukkan bahwa PRF / CRF dari DRG / SN
tampaknya merupakan pengobatan yang berguna dan aman secara serial untuk nyeri radikuler
kronis. Sebuah kelompok pasien yang dipilih dapat ditangani dengan baik dalam jangka
panjang dengan beberapa perawatan. Peran dari modalitas ini mungkin untuk pasien yang
tidak termasuk kandidat atau tidak menginginkan pilihan bedah yang lebih invasif. Akhirnya,
tidak ada laporan dari perawatan RF yang menyebabkan komplikasi neurologis yang
merugikan, seperti injeksi transforaminal depot-kortikosteroid (21).