rima zuriah amdani, ardi rahman, eka pratiwi, purwowibowo .... studi awal... · parameter iso,...

14
Rima Zuriah Amdani, Ardi Rahman, Eka Pratiwi, Purwowibowo Pusat Penelitian Metrologi LIPI Kompleks PUSPIPTEK Gedung 420, Setu, Tangerang Selatan, 15314 [email protected] INTISARI Optical telah banyak digunakan di ranah industri maupun metrologi. Pusat Penelitian Metrologi LIPI sebagai Lembaga Metrologi Nasional memiliki peran penting dalam ketertelusuran standar nasional dengan penyediaan layanan jasa kalibrasi. Persentase jumlah kalibrasi optical pada Laboratorium Panjang selama tiga tahun lebih dari 10% dari total jumlah order. Kebutuhan kalibrasi yang besar tersebut membutuhkan sistem kalibrasi yang handal dan cepat. Sebaliknya, sistem kalibrasi di Laboratorium Panjang masih banyak terdapat faktor human error. Oleh karena itu dilakukan perbaikan sistem dengan berbasis pengolahan citra. Penelitian ini diawali dengan konsen pada studi tentang pengaturan kamera pada deteksi tepi citra frinji. Beberapa citra frinji ditangkap dengan menggunakan dua pengaturan kamera mode BW (mode hitam putih) dan RGB (mode warna). Hasil citra frinji tersebut diproses dengan program deteksi tepi citra yang dibangun dalam Matlab. Hasil deteksi kedua citra tersebut kemudian dibandingkan. Sebagai tambahan, tinjauan umum mengenai uji coba pengambilan gambar citra frinji dengan variasi parameter ISO, aperture dan shutter time juga ditampilkan. Pada hasil penelitian diperoleh bahwa pengaturan pada mode kamera BW (hitam putih) memberikan hasil deteksi tepi citra frinji yang lebih baik dibandingkan dengan mode RGB. Selain itu diperoleh gambaran secara umum mengenai pengaturan kamera pada ISO 100, aperture f/5, dan shutter time 13s yang memberikan hasil yang baik dalam deteksi tepi citra frinji. Kata Kunci : frinji, deteksi tepi, mode kamera, shutter time, aperture, ISO ABSTRACT Optical has widely used in industry and metrology areas. Research Center for Metrology Indonesian Institute of Sciences (RCM LIPI) as a National Metrology Institute has a role in dissemination of standard by providing calibration service. Percentages of optical calibration order in Length Laboratory RCM LIPI for three years are over than 10% of the total amount order. The large requirement needs reliable and fast calibration system. Otherwise, the calibration system in Length laboratory has large human error factor. It is suggested an improvement in calibration system based image processing. This research begins with study the camera setting on fringe edge detection. Fringe images are captured with two different camera modes BW (black white mode) and RGB (color mode). The images result are processed by edge detection build in matlab then compared. It is also presented the overview of a series trial images captured using variation of parameter ISO, aperture and shutter time. It is obtained that setting on camera BW mode give a good result in edge detection compared to RGB mode. It is also give an overview of setting camera on ISO 100, aperture f/5, and shutter time 13s for presenting a good result in fringe edge detection. Keywords : fringe, edge detection, camera mode, ISO, aperture, shutter time

Upload: vanliem

Post on 11-Apr-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Rima Zuriah Amdani, Ardi Rahman, Eka Pratiwi, Purwowibowo

Pusat Penelitian Metrologi LIPI

Kompleks PUSPIPTEK Gedung 420, Setu, Tangerang Selatan, 15314

[email protected]

INTISARI

Optical telah banyak digunakan di ranah industri maupun metrologi. Pusat Penelitian Metrologi LIPI sebagai Lembaga Metrologi Nasional memiliki peran penting dalam ketertelusuran standar nasional dengan penyediaan layanan jasa kalibrasi. Persentase jumlah kalibrasi optical pada Laboratorium Panjang selama tiga tahun lebih dari 10% dari total jumlah order. Kebutuhan kalibrasi yang besar tersebut membutuhkan sistem kalibrasi yang handal dan cepat. Sebaliknya, sistem kalibrasi di Laboratorium Panjang masih banyak terdapat faktor human error. Oleh karena itu dilakukan perbaikan sistem dengan berbasis pengolahan citra. Penelitian ini diawali dengan konsen pada studi tentang pengaturan kamera pada deteksi tepi citra frinji. Beberapa citra frinji ditangkap dengan menggunakan dua pengaturan kamera mode BW (mode hitam putih) dan RGB (mode warna). Hasil citra frinji tersebut diproses dengan program deteksi tepi citra yang dibangun dalam Matlab. Hasil deteksi kedua citra tersebut kemudian dibandingkan. Sebagai tambahan, tinjauan umum mengenai uji coba pengambilan gambar citra frinji dengan variasi parameter ISO, aperture dan shutter time juga ditampilkan. Pada hasil penelitian diperolehbahwa pengaturan pada mode kamera BW (hitam putih) memberikan hasil deteksi tepi citra frinji yang lebih baik dibandingkan dengan mode RGB. Selain itu diperoleh gambaran secara umum mengenai pengaturan kamera pada ISO 100, aperture f/5, dan shutter time 13s yang memberikan hasil yang baik dalam deteksi tepi citra frinji.

Kata Kunci : frinji, deteksi tepi, mode kamera, shutter time, aperture, ISO

ABSTRACT

Optical has widely used in industry and metrology areas. Research Center for MetrologyIndonesian Institute of Sciences (RCM LIPI) as a National Metrology Institute has a role in dissemination of standard by providing calibration service. Percentages of optical calibration order in Length Laboratory RCM LIPI for three years are over than 10% of the total amount order. The large requirement needs reliable and fast calibration system. Otherwise, the calibration system in Length laboratory has large human error factor. It is suggested an improvement in calibration system based image processing. This research begins with study the camera setting on fringe edge detection. Fringe images are captured with two different camera modes BW (black white mode) and RGB (color mode). The images result are processed by edge detection build in matlab then compared. It is also presented the overview of a series trial images captured using variation of parameter ISO, aperture and shutter time. It is obtained that setting on camera BW mode give a good result in edge detection compared to RGB mode. It is also give an overview of setting camera on ISO 100, aperture f/5, and shutter time 13s for presenting a good result in fringe edge detection.

Keywords : fringe, edge detection, camera mode, ISO, aperture, shutter time

1. PENDAHULUAN

Optical telah banyak digunakan dalam berbagai aplikasi pengukuran di industri

maupun metrologi. Jenis optical yang umum digunakan berupa optical flat dan optical

parallel. Perbedaan dari kedua jenis optical tersebut yaitu pada optical flat hanya

menjamin kerataan dari muka ukur, tetapi tidak menjamin keparallelan dari muka ukur.

Aplikasi optical di industri misalnya untuk mengecek kerataan pada bagian-bagian mesin

seperti bearing atau seal. Pada bidang metrologi, optical digunakan sebagai standar

untuk mengukur kerataan optical sejenis dan untuk mengukur kerataan permukaan pada

gauge block.

Pusat Penelitian Metrologi LIPI sebagai Lembaga Metrologi Nasional memiliki

peran penting dalam ketertelusuran pengukuran standar nasional. Salah satu bentuk

diseminasi ketertelusuran yaitu dalam bentuk layanan kepada masyarakat melalui jasa

kalibrasi. Kebutuhan kalibrasi optical (flat maupun parallel) tergolong cukup banyak di

laboratorium dimensi. Berdasarkan data order kalibrasi dalam 3 tahun terakhir,

persentase order optical diatas 10% dari total order yang dikerjakan di laboratorium

dimensi. Persentase order kalibrasi optical pada tahun 2013, 2014 dan 2015 yaitu sebesar

10,6%, 29,6% dan 15%.

Sistem pengukuran kerataan optical pada Laboratorium Dimensi Puslit Metrologi-

LIPI ditunjukkaan oleh Gambar 1.

Gambar 1. Sistem Pengukuran Kerataan

Sistem pengukuran kerataan di laboratorium dimensi yaitu berdasarkan fenomena

interferensi yang dihasilkan dari kontak langsung antara optical tes dengan optical

standar dengan bantuan sinar hijau monochromatic lamp. Optical tes ditempatkan di atas

optical standar kemudian disinari dengan menggunakan monochromatic lamp.

Penyinaran tersebut menyebabkan terjadinya peristiwa interferensi yang menghasilkan

pola frinji. Hasil pola frinji yang terbentuk menggambarkan kerataan dari optical tes.

Pada sistem pengukuran tersebut masih banyak terdapat faktor human error.

Pembacaan pola frinji masih manual oleh mata. Selain itu, pengukuran jarak frinji masih

menggunakan mistar yang resolusinya 0,5 mm. Terdapat beberapa sumber kesalahan

pengukuran frinji dari segi penglihatan. Keterbatasan pengamat dalam melihat skala

mistar pada posisi yang tidak tegak lurus (paralaks) akan mengakibatkan kesalahan

dalam pembacaan pola frinji. Kesalahan bisa disebabkan pula karena peletakkan mistar

yang kurang tepat. Posisi bayangan frinji yang tidak tegak lurus terhadap skala mistar

bisa menyebabkan pengukuran yang tidak tepat. Selain itu. penentuan garis tepi frinji

masih bersifat subjektif dari pengamat karena kemampuan penglihatan tiap personel

yang berbeda. Belum ada standar khusus untuk menentukan kriteria batas suatu tepi

garis. Mengingat besarnya kebutuhan kalibrasi optical dan keterbatasan sistem yang ada

sekarang, maka diperlukan sistem kalibrasi optical yang reliable dan cepat.

Rencana perubahan dalam sistem tersebut dilakukan dengan menggantikan

pembacaan frinji yang semula oleh mata dengan kamera. Pemasangan kamera tersebut

membutuhkan holder untuk mengatur posisi kamera yang tepat dalam menangkap

gambar frinji. Selain itu holder berfungsi agar pengambilan gambar berada dalam

kondisi statis. Kamera dihubungkan dengan controlled button agar pengambilan gambar

bisa dilakukan oleh personel pada jarak yang tidak terlalu dekat dengan objek ukur.

Kamera dihubungkan dengan komputer untuk menyimpan gambar yang tertangkap.

Untuk mencegah panas radiasi pada sistem pengukuran,akan dibuat chamber. Ruang

dalam chamber dibuat gelap agar terhindar dari pengaruh cahaya ruangan yang bisa

menjadi gangguan dalam menangkap gambar frinji. Ilustrasi rancangan sistem tersebut

ditunjukkan dalam Gambar 2.

Gambar 2. Rancangan Sistem Pengukuran Kerataan Berbasis Pengolahan Citra

Sebelum membuat sistem pengukuran kerataan berbasis pengolahan citra, pada

penelitian ini dilakukan studi awal mengenai mode pengaturan kamera. Pengambilan

gambar frinji yang tepat oleh kamera akan menentukan kebenaran dari hasil ukur. Oleh

karena itu dilakukan serangkaian uji coba pengambilan gambar frinji dengan pengaturan

mode BW dan RGB untuk diketahui mode kamera yang menghasilkan gambar frinji

dengan deteksi tepi terbaik. Selain itu pengambilan gambar frinji pada penelitian ini juga

sekilas diujicobakan dengan variasi pengaturan ISO, aperture dan shutter time pada

kamera DSLR. Pemilihan ketiga parameter ini dikarenakan parameter tersebut

mempengaruhi pengambilan gambar pada ruangan dengan sedikit pencahayaan.

Diharapkan dengan adanya studi tersebut akan mampu memberi gambaran untuk

menentukan pengaturan kamera yang tepat dalam pengukuran kerataan optical.

2. TEORI DASAR

Optical flat merupakan peralatan optik yang terbuat dari kaca hasil leburan material

silika, zerodur atau safir yang dipoles dengan tingkat kerataan tertentu. Optical flat biasa

digunakan untuk mengevaluasi akurasi dari permukaan datar [1].

Interferensi cahaya terjadi karena adanya interaksi dua atau lebih gelombang dengan

panjang gelombang yang sama sehingga membentuk pola gelap terang. Cahaya

monokromatik yang dikenakan pada suatu permukaan lapisan tipis dapat menunjukkan

fenomena interferensi karena ada beda fasa antara berkas cahaya yang langsung

dipantulkan (berkas 1, BE) dengan cahaya yang mengalami pembiasan terlebih dahulu

(berkas 2, CF). Perbedaan fasa antara berkas 1 dan 2 disebabkan adanya beda panjang

lintasan yang ditempuh dan juga karena pembalikan fasa saat gelombang dipantulkan

Chamber

oleh medium yang lebih rapat. Ilustrasi terjadinya peristiwa interferensi ditunjukkan pada

Gambar 3 [2].

Gambar 3. Interferensi Cahaya

Pola gelap terang hasil interferensi dari cahaya monokromatik yang mengenai

optical standard dan optical tes dapat ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Pola gelap terang hasil interferensi [3]

Nilai kerataan pada sebuah optical tes dapat dihitung dari pola frinji yang terbentuk.

Perhitungan nilai kerataan tersebut dituliskan dalam persamaan 1. [4].

...............................................................................................................1

dimana :

F = Nilai kerataan dari optical

b = jarak penyimpangan frinji

a = jarak antar frinji

= Panjang gelombang dari sinar monochromatic lamp (cahaya hijau = 546,3 nm)

Berdasarkan rumus tersebut, untuk mendapatkan keraataan diperlukan informasi

mengenai jarak a dan b. Ilustrasi jarak a dan b pada pola frinji ditunjukkan Gambar 5.

Gambar 5. Jarak Pola Frinji [5]

Kamera DSLR semakin banyak digunakan untuk keperluan fotografi. Kamera

DSLR dilengkapi dengan sensor CMOS memiliki beberapa keungulan diantaranya

ringan dan tahan terhadap radiasi. Keunggulan tersebut memungkinkan kamera DSLR

digunakan sebagai instrument alternatif selain CCD untuk keperluan ilmiah [6]

Pengolahan citra adalah pemrosesan sebuah citra dengan menggunakan

komputer yang bertujuan untuk mendapatkan informasi dari sebuah citra. Salah satu

bagian dari proses pengolahan citra yaitu segmentasi citra. Segmentasi citra merupakan

proses mempartisi citra menjadi beberapa area. Beberapa pendekatan dalam proses

segmentasi citra yaitu pendekatan deteksi tepi, deteksi wilayah dan deteksi hybrid.

Metode deteksi tepi yang umum digunakan yaitu metode Roberts, Prewitt, Sobel dan

Canny. Diantara keempat metode tersebut, metode canny memberikan hasil deteksi tepi

citra yang terbaik [7].

Bagian terpenting sebelum melakukan pengolahan citra adalah mendapatkan citra

yang tepat sehingga dapat diperoleh informasi benar dalam citra tersebut. Ada beberapa

faktor yang perlu diperhatikan dalam mendapatkan kualitas citra yang baik diantaranya

adalah pengaturan kamera agar mendapatkan citra sesuai dengan yang diharapkan. Tiga

hal pokok pengaturan pada kamera untuk mendapatkan citra gelap terang yang ideal

yaitu pengaturan aperture, shutter time dan ISO. Aperture adalah bukaan lensa dimana

cahaya masuk. Penamaan pengaturan untuk aperture terbalik dengan besarnya bukaan.

Semakin besar bukaan berarti angka semakin kecil. Contoh urutan setting dari bukaan

dari besar ke kecil yaitu (f/1, f/2, f/4, f/8, f/16 dst). Shutter time adalah durasi kamera

membuka sensor untuk menyerap cahaya. Durasi bervariasi dari 1/4000 detik sampai 30

A (Jarak antar Frinji)B (Deviasi

Frinji)

detik. ISO adalah ukuran sensitifitas sensor terhadap cahaya. Ukuran dimulai dari 100,

400 atau 6400. ISO ukuran kecil berarti sensitifitas terhadap cahaya rendah, dan

sebaliknya untuk ISO ukuran besar. ISO dengan angka besar akan menurunkan kualitas

gambar karena akan menyebabkan noise pada sebuah citra [8].

3. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan melakukan uji coba

pengambilan serangkaian citra frinji dengan dua mode pengaturan kamera BW dan RGB.

Selain itu pengambilan citra juga dilakukan dengan mencoba variasi pengaturan pada

kamera yang berupa pengaturan aperture, shutter time dan ISO. Selanjutnya, beberapa

sampel citra yang telah diambil dideteksi tepi dengan metode Canny pada matlab.

Analisis kelurusan garis dari hasil deteksi tepi masih dilakukan secara kualitatif dengan

mengamati secara visual. Hasil analisis tersebut digunakan untuk mendapatkan

pengaturan kamera antara mode BW atau RGB yang mampu dalam mendeteksi tepi

citra. Peralatan yang digunakan dalam penelitian berupa optical flat diameter 2 inc

sebagai optical tes dan optical flat diameter 75 mm sebagai standar. Kedua optical

terbuat dari bahan silika. Kamera yang digunakan yaitu Nikon D3200. Adapun tahapan

penelitian ditunjukkan dengan diagram alir pada Gambar 6.

Gambar 6. Diagram Alir Tahapan Penelitian

Uji Coba Pengambilan Gambar

Tahap awal dalam perbaikan sistem adalah mencoba menggantikan pembacaan frinji

dengan kamera. Pengambilan gambar oleh kamera yang tepat akan menghasilkan citra

yang sesuai untuk mendapatkan hasil ukur yang benar. Oleh karena itu diperlukan uji

coba pengambilan gambar frinji dengan variasi pengaturan kamera. Adapun pengaturan

pada kamera yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Mode Citra Warna dan Citra Hitam Putih

Uji coba pertama dengan mengambil citra mode warna (RGB) dan hitam putih

(BW). Uji coba ini dilakukan untuk mengetahui mode pengambilan citra RGB atau BW

yang bisa dideteksi tepi secara otomatis dengan menggunakan program yang dibangun

dalam Matlab.

2. Pengaturan ISO

Pengaturan ISO divariasikan sekilas dari ISO terkecil 100 ke iso terbesar 6400.

Parameter yang dibuat tetap adalah mode kamera dalam BW, aperture diatur pada f/5

dan shutter time 1.6

3. Aperture

Pada pengujian dengan pengaturan aperture, variabel yang dibuat tetap antara

lain mode kamera dalam BW, ISO kamera 100 dan shutter time 4. Aperture divariasikan

dari f/2.8 sampai f/16.

4. Shutter Time

Pada pengujian dengan pengaturan shutter time, variabel tetap dalam variasi

shutter time yaitu mode BW, aperture f/5, dan ISO 100. Shutter time divariasikan dari

0.62s sampai 13s

Pengolahan Citra

Citra frinji yang ditangkap kamera diproses dengan menggunakan program yang

dibangun dalam perangkat lunak Matlab. Terdapat beberapa tahapan pengolahan citra

yang dilakukan pada citra frinji. Citra dicuplik pada area yang diinginkan kemudian

diubah menjadi citra negatif (hitam putih) selanjutnya dideteksi tepi. Citra yang sudah

dicuplik diubah menjadi citra negatif agar perbedaan antara area gelap dan terang

mencolok sehingga didapatkan garis tepi dari citra yang jelas. Adapun rancangan

program yang digunakan dalam mendeteksi tepian citra dijabarkan sebagai berikut :

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Warna merah pada kolom tabel mengindikasikan pengaturan pada kamera yang

tidak direkomendasikan.

Tabel 1. Perbandingan Citra RGB dan Citra BW

Pada Tabel 1 beberapa sampel pengambilan citra mode RGB dan BW

dibandingkan satu sama lain. Terlihat bahwa citra mode BW lebih mudah dideteksi tepi

secara otomatis dengan menggunakan program yang telah dibuat pada matlab. Pada

pengaturan aperture f/2.8 dan shutter time 3s, tampak garis-garis frinji mode RGB tidak

mampu dideteksi oleh program. Begitu pula untuk pengaturan aperture f/5 garis-garis

citra friji mode RGB belum mampu menghasilkan deteksi tepi yang baik . Pengambilan

sampel citra selanjutnya diatur pada mode BW.

Tabel 2. Hasil Deteksi Tepi Variasi Pengaturan ISO

Pada Tabel 2 memperlihatkan hasil deteksi tepi sampel-sampel citra dengan variasi

pengaturan ISO dari yang terendah yaitu ISO 100 ke ISO tertinggi yaitu 6400. Terlihat

pada Tabel 1 pengaturan aperture f/5 secara visual tampak lebih baik dari pengaturan

aperture f/2.8 untuk shutter time 3 sehingga aperture f/5 diuji cobakan sebagai variable

terikat untuk variasi ISO. Hasil deteksi garis menunjukkan untuk pengaturan ISO yang

tinggi menghasilkan garis citra yang secara visual tampak sangat tebal. Deteksi garis

yang dihasilkan belum mampu membuat satu berkas garis utuh. Pada pengaturan ISO

100 tampak ada beberapa area yang sudah berupa garis tipis, oleh karena itu pengaturan

pengambilan sampel selanjutnya difokuskan pada ISO 100

Tabel 3. Hasil Deteksi Tepi Variasi Aperture

Uji pengambilan citra dengan variasi aperture menggunakan shutter time 4s

sebagai variable terikat. Ini dikarenakan pada uji coba dengan shutter time 1.6s (dari

percobaan pada mode RGB dan BW) masih menghasilkan garis yang tebal. Pada Tabel 3

terlihat untuk variasi aperture f/13 menghasilkan garis yang sangat tebal sehingga tidak

direkomendasikan untuk diajadikan acuan pengaturan pengambilan gambar. Pada tabel,

tampak pengaturan aperture f/5 cukup membentuk tepian garis yang tipis pada area

tertentu meskipun masih belum tampak jelas membentuk garis yang lurus. Pengambilan

sampel berikutnya akan difokuskan pada pengaturan aperture f/5

Tabel 4. Hasil Deteksi Tepi Variasi Shutter Time

Pada Tabel 4, memperlihatkan garis-garis yang terbentuk secara visual sudah

tampak membentuk garis lurus dan tipis dibandingkan dengan sampel-sampel

sebelumnya. Semakin tinggi shutter time semakin menghasilkan garis tepi yang tipis.

5. KESIMPULAN

Pada percobaan yang dilakukan dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa

dengan program yang telah dibangun pada matlab, pengambilan citra frinji dengan

pengaturan kamera mode BW mampu menghasilkan deteksi tepi citra yang lebih baik

dibandingkan mode RGB. Pengaturan ini mampu diaplikasikan baik untuk jenis optical

flat maupun parallel untuk berbagai jenis ukuran karena pada sampel citra yang berbeda-

beda. Didapatkan pula hasil deteksi tepian garis optimal dengan pengaturan kamera pada

ISO 100, Aperture f/5 dan shutter time 10s sampai 13s. Adapun perbaikan yang

diperlukan untuk penelitian selanjutnya yaitu pengambilan gambar dengan variasi posisi

kamera yang tetap agar diketahui perpaduan posisi dan pengaturan aperture, shutter

time, dan ISO yang tepat pada kamera.

6. UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih kepada rekan-rekan Laboratorium Panjang Puslit Metrologi LIPI

atas kerjasama dalam membangun terwujudnya penelitian ini serta manajemen Puslit

Metologi yang membantu memfasilitasi pengadaan penelitian ini.

7. DAFTAR PUSTAKA

[1] Optical Flat Manual. 2004. Edmund Optics

[2] Dave Cochrane. How Flat Is Flat. Industrial Research Limited. New Zealand

[3] Kalpakjian. 2001. Chapter 35 Engineering Metrology And Instrumentation Schmid

Manufacturing Engineering AndTechnology. Prentice Hall. US

[4] Eka Pratiwi. 2011. Pengukuran Kerataan Permukaan Optical Flat Menggunakan

Lampu Monochromatic dan Gauge Block Comparator. PPI KIM 37 Hal 399-410

[5] http://mbdaps.com/precision-optical/data/ta006.html. Diakses 20 April 2016

[6] Iman Firmansyah, Rhorom Priyatikanto, Dan Judhistira Aria Utama. 2015.

Fotometri Pleiades Menggunakan Kamera DSLR.2015. Spektra: Jurnal Fisika Dan

Aplikasinya, Vol. 16, No. 3

[7] Raman Maini & Dr. Himanshu Aggarwal. Study And Comparison Of Various

Image Edge Detection Techniques. International Journal Of Image Processing

(IJIP), Volume (3) : Issue (1)

[8] Ence Tjin. 2011. Kamera DSLR Itu Mudah. Jakarta. Bukunè

HASIL DISKUSI

1. Penanya : Veny (P2 Metrologi LIPI)

Pertanyaan : Apakah ketebalan frinji berpengaruh terhadap pengukuran?

Mengapa tidak pakai CCD kamera?

Jawaban : 1. Iya. Ketebalan frinji yang terbentuk mempengaruhi perubahan

jarak frinji dimana jarak frinji tersebut mempengaruhi

perhitungan nilai kerataan

2. Sudah dilakukan uji coba dengan menggunakan CCD kamera

dan hasilnya citra frinji tidak tertangkap oleh kamera karena

CCD kamera kurang sesuai digunakan untuk pengukuran pada

ruangan dengan pencahayaan kurang (gelap)