documentrm
DESCRIPTION
mentalTRANSCRIPT
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap anak yang terlahir di dunia ini rentan mengalami masalah yang
berkaitan dengan proses pertumbuhan, bila gangguan tersebut tidak segera diatasi
maka akan berkelanjutan pada fase perkembangan berikutnya yaitu fase
perkembangan anak sekolah, gangguan tersebut dapat menghambat proses
perkembangan anak secara optimal. Adanya berbagai masalah tersebut maka
penting bagi para orang tua dan guru untuk memahami permasalahan-
permasalahan anak agar dapat meminimalkan kemunculan dan dampak
permasalahan tersebut serta mampu memberikan upaya bantuan yang tepat.
Memiliki anak merupakan anugerah terindah yang dirasakan suami istri
dalam rumah tangga dan harapan orang tua menginginkan kondisi anaknya
sempurna atau normal. Tidak ada satu pun orang tua yang menginginkan anaknya
menderita gangguan seperti autisme dan retardasi mental. Sebagian masyarakat
memang masih menganggap tabu terhadap penderita retardasi mental. Tidak
sedikit sekolah yang menolak anak autis berada di lingkungannya. Jumlah anak
pengidap retardasi mental di Indonesia semakin bertambah setiap tahunnya,
sehingga diperlukan semacam sosialisasi edukasi deteksi dini pada orangtua,
supaya bisa memperhatikan perkembangan anaknya dengan lebih baik.
Merupakan masalah dunia dengan implikasi yang besar terutama bagi negara
berkembang. Prevalensi retardasi mental sekitar 1% dalam satu populasi. Di
indonesia 1-3 persen penduduknya menderita kelainan ini. Diperkirakan angka
kejadian retardasi mental berat sekitar 0,3% dari seluruh populasi dan hampir 3%
mempunyai IQ dibawah 70.
Prevalens retardasi mental pada anak-anak di bawah umur 18 tahun di
negara maju diperkirakan mencapai 0,5-2,5% , di negara berkembang berkisar
4,6%. Insidens retardasi mental di negara maju berkisar 3-4 kasus baru per 1000
anak dalam 20 tahun terakhir. Angka kejadian anak retardasi mental berkisar 19
per 1000 kelahiran hidup. Banyak penelitian melaporkan angka kejadian retardasi
mental lebih banyak pada anak laki-laki dibandingkan perempuan.
Beberapa fenomena menunjukkan bahwa kejadian anak yang mengalami
redartasi mental masih merupakan dilema, sumber kecemasan bagi keluarga dan
masyarakat. Sehubungan dengan latar belakang tersebut maka dalam makalah ini
akan dibahas mengenai masalah retardasi mental yang terjadi pada anak.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisanmakalah ini yaitu:
1.2.1 untuk mengetahui pengertian retardasi mental;
1.2.2 untuk mengetahui psikopatologi atau psikodinamika retardasi mental;
1.2.3 untuk mengetahui diagnosa medis dan diagnosa keperawatan dari retardasi
mental;
1.2.4 untuk mengetahui penatalaksanaan medis dan keperawatan dari retardasi
mental.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Contoh Kasus
Vino seorang anak laki-laki berusia tujuh tahun dia mengalami Retardasi
Mental dikarenakan sewaktu ibunya mengandung, ibunya sering mengkonsumsi
minuman beralkohol dan merokok, sehingga ketika ia lahir ia cacat. Ia sering kali
tidak bisa menangkap pelajaran yang disampaikan oleh gurunya di sekolah, daya
ingatnya juga sangat kurang, susah untuk berkonsentrasi, serta perhatiannya tidak
bisa fokus. Selain itu ia juga tidak bisa bersosialisasi dengan temannya di
lingkungan maupun di sekolahnya. Dia juga mengalami keterlambatan dalam
berbicara dan kadang-kadang susah untuk menjawab pertanyaan atau diajak
berbicara. Disamping itu, Vino tidak mampu untuk melakukan pekerjaan yang
berat, segala sesuatunya ia harus dibantu oleh orang-orang terdekatnya, baik untuk
mandi, BAB, maupun mengenakan pakaian.
2.2 Pengertian
Istilah Retardasi Mental (RM) merujuk pada keterbatasan nyata fungsi
kognitif dan adaptif. Retardasi Mental merupakan kelemahan mental yang tidak
mencukupi sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Adapun
definisi Retardasi Mental dari beberapa sumber antara lain:
1. Retardasi Mental adalah kelainan atau kelemahan jiwa dengan inteligensi
yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak
masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara
keseluruhan, tetapi gejala yang utama ialah inteligensi yang terbelakang.
Retardasi Mental disebut juga oligofrenia (oligo: kurang atau sedikit dan fren:
jiwa) atau tuna mental (W.F. Maramis, 2005 dalam Kuntjojo, 2009).
2. Retardasi Mental adalah suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensi yang
rendah yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan
beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan yang dianggap
normal (Carter CH, Toback C. dalam Soetjiningsih, 1995).
3. Retardasi Mental adalah apabila jelas terdapat fungsi intelegensi yang rendah,
yang disertai adanya kendala dalam penyesuaian perilaku dan gejalanya
timbul pada masa perkembangan (Crocker AC, 1983 dalam Soetjiningsih,
1995).
4. Retardasi Mental adalah suatu keadaan yang ditandai dengan fungsi
Intelektual berada dibawah normal, timbul pada masa perkembangan
/dibawah usia 18 tahun, berakibat lemahnya proses belajar dan adaptasi sosial
(Muttaqin, 2008).
5. Menurut WHO, Retardasi Mental adalah kemampuan mental yang tidak
mencukupi.
6. Retardasi Mental menurut The Individuals with Disabilities Education Act
(IDEA) adalah fungsi intelektual di bawah rata-rata yang muncul bersamaan
dengan defisit perilaku adaptif dan bermanifestasi dalam periode
perkembangan serta berakibat buruk terhadap kemampuan belajar.
7. The American Association on Intellectual and Developmental Disabilities
(AAIDD,2002) mendefinisikan Retardasi Mental sebagai keterbatasan dalam
fungsi intelektual dan perilaku adaptif.
8. Menurut Association American of Mental Retardation (AAMR), Retardasi
Mental mengacu pada fungsi intelektual yang secara signifikan berada di
bawah rata-rata, didefinisikan sebagai nilai Intelegence Quotient (IQ) <70-
75, terdapat bersamaan dengan keterbatasan yang berkaitan dengan dua atau
lebih area keterampilan adaptif yang dapat diterapkan: komunikasi, merawat
diri, keterampilan sosial, kemampuan bermasyarakat, pengarahan diri,
kesehatan dan keamanan, akademik fungsional, istirahat, dan bekerja.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Retardasi
Mental adalah suatu keadaan kelemahan mental dengan inteligensi yang kurang
(subnormal) yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan
beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat karena adanya kendala dalam
penyesuaian perilaku dan timbul pada masa perkembangan /dibawah usia 18
tahun.
Berikut ini adalah klasifikasi Retardasi Mental berdasarkan PPDGJ III:
1. F70 Retardasi Mental Ringan (IQ 55-69)
Mulai tampak gejalanya pada usia sekolah dasar, misalnya sering
tidak naik kelas, selalu memerlukan bantuan untuk mengerjakan pekerjaan
rumah atau mengerjakan hal-hal yang berkaitan pekerjaan rumah atau
mengerjakan hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan pribadi. 80 % dari
anak RM termasuk pada golongan ini. Dapat menempuh pendidikan
Sekolah Dasar kelas VI hingga tamat SMA. Ciri-cirinya tampak lamban
dan membutuhkan bantuan tentang masalah kehidupannya.
2. F71 Retardasi Mental Sedang (IQ 35-49)
Sudah tampak sejak anak masih kecil dengan adanya keterlambatan
dalam perkembangan, misalnya perkembangan wicara atau perkembangan
fisik lainnya. Anak ini hanya mampu dilatih untuk merawat dirinya
sendiri, pada umumnya tidak mampu menyelesaikan pendidikan dasarnya,
angka kejadian sekitar 12% dari seluruh kasus RM. Anak pada golongan
ini membutuhkan pelayanan pendidikan yang khusus dan dukungan
pelayanan.
3. F72 Retardasi Mental Berat (IQ 20- 34)
Tampak sejak lahir, yaitu perkembangan motorik yang buruk dan
kemampuan bicara yang sangat minim, anak ini hanya mampu untuk
dilatih belajar bicara dan keterampilan untuk pemeliharaan tubuh dasar,
angka kejadian 8% dari seluruh RM. Memiliki lebih dari 1 gangguan
organik yang menyebabkan keterlambatannya, memerlukan supervisi yang
ketat dan pelayanan khusus.
4. F73 Retardasi Mental Sangat Berat (IQ < 20)
Sudah tampak sejak lahir yaitu gangguan kognitif, motorik, dan
komunikasi yang pervasif. Mengalami gangguan fungsi motorik dan
sensorik sejak awal masa kanak-kanak, individu pada tahap ini
memerlukan latihan yang ekstensif untuk melakukan “self care” yang
sangat mendasar seperti makan, BAB, BAK. Selain itu memerlukan
supervisi total dan perawatan sepanjang hidupnya, karena pada tahap ini
pasien benar-benar tidak mampu mengurus dirinya sendiri.
5. F78 Retardasi Mental lainnya
Kategori ini hanya dignakan bila penilaian dari tingkat Retardasi
Mental intelektual dengan memakai prosedur biasa sangat sulit atau tidak
mungkin dilakukan karena adanya hendaya sensorik atau fisik, seperti
buta, bisu tuli, dan penyandang yang perilakunya terganggu berat atau
fisiknya tidak mampu.
Sedangkan berdasarkan DSM-IV-TR, terdapat beberapa klasifikasi retardasi mental yaitu:
Klasifikasi IQ Keterangan Ekspektasi Pendidikan
Retardasi Mental berat sekali (profound)
dibawah 20 atau 25
Biasanya tidak dapat berjalan, berbicara atau memahami.
Biasanya tidak mampu belajar walaupun mempunyai kemampuan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Keinginan biasanya membutuhkan perhatian yang penuh dan pengawasan untuk waktu seumur hidup.
Retardasi Mental berat (severe)
Sekitar 20-25 sampai 35-40
Dapat dilatih meskipun agak lebih susah dibandingkan dengan anak Retardasi Mental moderat.
Kemampuan belajar hanya pada area bantu diri seperti mandi, buang air, kemampuan terbatas dalam bidang akademik. Kemampuan penyesuaian sosial biasanya terbatas hanya pada anggota keluarga atau orang yang dikenal lainnya. Kemampuan kerja biasanya dapat terlihat ketika bekerja dibawah setting workshop atau naungan suatu lembaga tertentu.
Retardasi Mental moderat (moderate)
Sekitar 35-40 sampai 50-55
Mengalami kelambatan dalam belajar berbicara dan kelambatan dalam mencapai tingkat perkembangan lainnya (misalnya duduk dan
Dapat mengikuti sekolah sampai kelas dua sampai kelas lima. Dalam hal penyesuaian sosial menampakkan kemandirian dalam komunitas. Dalam hal kemampuan kerja harus didukung secara penuh
berbicara). Dengan latihan dan dukungan dari lingkungannya, mereka dapat hidup dengan tingkat kemandirian tertentu.
atau hanya secara parsial.
Retardasi Mental ringan (mild)
Sekitar 50-55 sampai 70
Bisa mencapai kemampuan membaca sampai kelas 4-6.
Dapat mempelajari kemampuan pendidikan dasar yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Mereka memerlukan pengawasan dan bimbingan serta pelatihan dan pendidikan khusus.
Borderline Sekitar 70 sampai 89
Penyesuaian sosial yang tidak berpola akan berbeda dengan populasinya walaupun pada segmen yang lebih bawah penyesuaiannya akan baik, dalam arti lain perkembangan anak dalam penyesuaian sosial akan berbeda dengan teman-teman seusianya yang normal.
Mampu mengikuti kegiatan sekolah sampai pada jenjang tertentu yang dapat dicapai tidak sesuai dengan tahapan usia kalender. Memperoleh kepuasan kerja dibidang non-teknis yang disertai dengan dukungan diri yang penuh bila diperlukan
2.3 Psikopatologi/Psikodinamika
Proses terjadinya Retardasi Mental dipengaruhi oleh berbagai faktor, faktor
maternal merupakan faktor terbesar yang menentukan kesehatan anak, menurut
Stuart dan Laraia (2005) proses terjadinya masalah dilihat dari bio, psiko, sosial,
dan spiritual.
2.3.1 Faktor Predisposisi
Merupakan faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang
dapat digunakan individu untuk mengatasi stres (Stuart, 2005). Faktor predisposisi
Retardasi Mental menurut DSM IV-TR (2000) adalah:
a. Biologis
Kelainan yang disebabkan adanya masalah atau gangguan pada organ
maternal meliputi:
1. Kelaian kromosom
Kelainan ini bisa diartikan dengan kesalahan pada jumlah
Kromosom (Sindroma Down), defek pada Kromosom (sindroma X
yang rapuh, sindroma Angelman, sindroma Prader-Willi), dan
Translokasi Kromosom.
2. Pewarisan faktor genetika yang dominan
Neurofibromatosis (penyakit Von Recklinghausen), Khorea
Huntington (dengan awitan masa kanak-kanak), sindroma Sturge-
Weber, Tuberous sclerosis.
3. Gangguan metabolik;
Semua Retardasi Mental yang langsung disebabkan oleh gangguan
metabolisme (misalnya gangguan metabolism karbohidrat dan
protein), gangguan pertumbuhan, dan gizi buruk termasuk dalam
kelompok ini. Gangguan gizi yang berat dan berlangsung lama
sebelum anak berusia empat tahun sangat mempengaruhi
perkembangan otak dan dapat mengakibatkan retardasi mental.
Keadaan seperti itu dapat diperbaiki dengan memberikan gizi yang
mencukupi sebelum anak berusia enam tahun, sesudah itu biarpun
anak tersebut dibanjiri dengan makanan yang bergizi, intelegensi
yang rendah tersebut sangat sukar untuk ditingkatkan. Penyakit
Fenilketonuria, penyakit Wilson, sejenis gangguan lipid,
hipotiroidisme, hipoglikemia juga berisiko menimbulkan Retardasi
Mental.
4. Gangguan prenatal
Rubela maternal, sifilis, toxoplasmosis, atau diabetes,
penyalahgunaan alkohol pada ibu dan penggunaan beberapa obat,
toxemia pada kehamilan, eritoblastosis fetalis, malnutrisi pada ibu.
5. Trauma kelahiran
Proses kelahiran yang sulit dengan trauma fisik atau anoxia.
Prematuritas, Retardasi Mental yang termasuk ini termasuk
Retardasi Mental yang berhubungan dengan keadaan bayi yang
pada waktu lahir berat badannya kurang dari 2500 gram dan atau
dengan masa kehamilan kurang dari 38 minggu.
6. Trauma otak
Dalam kelompok ini termasuk Retardasi Mental akibat neoplasma
(tidak termasuk pertumbuhan sekunder karena rudapaksa atau
peradangan) dan beberapa reaksi sel-sel otak yang nyata, tetapi
yang belum diketahui betul etiologinya (diduga herediter). Reaksi
sel-sel otak ini dapat bersifat degeneratif, infiltratif, radang,
proliferatif, sklerotik atau reparatif. Beberapa penyakit yang
berisiko terjadinya Retardasi Mental yaitu tumor, infeksi (terutama
ensefalitis, meningitis neonatal), kecelakaan, toxin, hidrosefalus
dan berbagai macam kelainan cranial.
7. Gangguan perkembangan embrio
Sekitar 30% RM disebabkan oleh gangguan perkembangan embrio,
biasanya keracunan maternal karena alkohol dan obat-obatan,
maternal yang sakit dan infeksi selama kehamilan (rubella) dan
komplikasi kehamilan (Toxemia dan diabetes yang tidak
terkontrol).
8. Faktor kehamilan dan perinatal
Faktor kehamilan dan perinatal dapat menyebabkan RM sekitar
10%. Kelainan pertumbuhan otak selama kehamilan (infeksi, zat
teratogen dan toxin, disfungsi plasenta), prematur, atau kelainan
proses kelahiran (trauma kepala saat melahirkan, plasenta previa
dan prolaps umbilical cord) (Sadock dan Sadock, 2003).
9. Kondisi medis saat infan
Kondisi medis saat infan hanya 5% yang dapat menyebabkan RM,
penyebab utamanya kondis medis adalah infeksi.
10. Herediter
Herediter menyebabkan RM sekitar 5%, beberapa disebabkan gen
abnormal yang diturunkan dari orangtua, kesalahan ketika
perpaduan gen, atau alasan lain.
b. Psikososial
Masalah psikososial dapat menyebabkan RM sekitar 15-20%,
diantaranya dipengaruhi oleh masalah perubahan lingkungan dan sosial,
masalah interaksi sosial dan keluarga seperti kurangnya stimulasi anak,
adanya penganiayaan maternal, dan kurangnya dukungan serta
pendidikan yang mendukung perkembangan mental dan meningkatkan
keterampilan adaptasi.
2.3.2 Stresor Presipitasi
Stresor presipitasi adalah stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai
tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping.
Stresor presipitasi merupakan stimulus yang berasal dari persepsi seseorang yang
dianggap mengancam sehingga meningkatkan ketegangan dan stres sebagai
koping.
a. Stressor psikologis
Kondisi yang kronis seperti ketegangan keluarga yang terus-menerus,
ketidakpuasan dan kesendirian dapat meningkatkan stres. Ansietas berat
yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan
untuk mengatasinya. Tuntutan berpisah dengan orang lain dan kegagalan
seseorang untuk memenuhi kebutuhannya akan mempengaruhi hubungan
individu dengan orang lain. Selain itu penolakan dari orang lain dan
ketidaksetujuan seseorang demi mempertahankan harga diri akan
mempengaruhi pola interaksi dengan lingkungan.
b. Stressor sosial budaya
Kejadian stresful yang berkontribusi terhadap terjadinya isolasi sosial
ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari
orang-orang yang berarti. Ketertarikan terhadap etnik tertentu akan
merefleksikan suatu usaha orang-orang yang terisolasi untuk berhubungan
dengan orang-orang denganidentitas khusus. Ketegangan yang terjadi
didalam sebuah keluarga adalahkesulitan anggota keluarga untuk
mencapai tugas perkembangan yangdihubungkan dengan keintiman atau
kerukunan.
2.3.3 Respon Terhadap Stres
Respon terhadap stres tergantung pada arti dan pemahaman stres pada
individu, yang terdiri dari penilaian kognitif, afektif, psikologikal, behavioral, dan
respon sosial. Pada keluarga dengan anak RM berat ringannya stres yang dialami
keluarga maupun anak, tergantung dari penilaian keluarga terhadap masalah anak
dengan RM.
a. Kognitif
Klien dengan Retardasi Mental kemampuan berpikirnya melemah, lambat
dalam menerima informasi, susah fokus, intelegensi rendah, serta tidak
mampu berkonsentrasi dan mengambil keputusan.
b. Afektif
Merasa bosan dan waktu terasa berjalan lambat, afek tumpul atau datar,
dan kurang motivasi.
c. Perilaku
Pasien Retardasi Mental menunjukkan perilaku menjauh dari orang lain,
tidak ada kontak mata, sibuk dengan dunianya sendiri, dan menolak
berhubungan dengan orang lain.
d. Sosial
Pasien Retardasi Mental menarik diri dari lingkungan, gangguan dalam
kemampuan berkomunikasi, acuh dengan lingkungan, kemampuan sosial
kurang atau tidak ada.
2.3.4 Sumber Koping/Kemampuan Mengatasi Masalah
Sumber koping adalah suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi
koping seseorang. Sumber koping adalah strategi yang akan membantu seseorang
untuk memilih cara penyelesaian masalah, yang terdiri dari aset ekonomi,
kemampuan dan keahlian, tehnik pertahanan, suport sosial, dan motivasi. Sumber
koping lainnya adalah kesehatan dan kekuatan, suport spiritual, positive belifes,
problem solving, dan social skill. Sumber koping pada keluarga dengan anak RM
hanya berasal dari diri sendiri atau internal, dimana sumber koping keluarga
kurang adekuat.
a. Kemampuan personal
Kemampuan yang diharapkan pada klien dengan isolasi social yaitu
kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan lanjutan
yang harus dikuasai untuk mengatasi isolasi social adalah kemampuan
mengungkapkan atau menyampaikan kenangan yang menyenangkan atau
yang paling berkesan yang pernah dialami di dalam kelompok.
b. Keyakinan positif
Merupakan keyakinan spiritual dan gambaran positif seseorang sehingga
dapat menjadi dasar dari harapan yang dapat mempertahankan koping
adaptif walaupun dalam kondisi penuh stressor. Keyakinan yang harus
dikuatkan pada klien isolasi social adalah keyakinan untuk menjadi lebih
baik dengan memiliki motivasi.
c. Dukungan sosial
Dukungan untuk individu yang di dapat dari keluarga, teman, kelompok,
atau orang-orang disekitar klien dan dukungan terbaik yang diperlukan
oleh klien adalah dukungan keluarga.
d. Asset material
Ketersediaan materi antara lain yaitu akses pelayanan kesehatan, dana atau
finansial yang memadai, asuransi, jaminan pelayanan kesehatan dan lain-
lain.
2.3.5 Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan
stres, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan
yang digunakan untuk melindungi diri. Tiga tipe mekanisme koping menurut
Stuart & Laraia (2005) yaitu:
a. Mekanisme koping berfokus pada masalah yaitu tugas dan usaha langsung
untuk mengatasi ancaman diri, contoh dari mekanisme koping ini adalah
negoisasi, konfrontasi dan mencari nasehat.
b. Mekanisme koping yang berfokus pada kognitif terjadi ketika seseorang
dapat mengontrol arti dari masalah dan menetralisirnya, contoh:
membandingkan secara positif, selective ignorence, substitution atau
reward dan mengevaluasi terhadap suatu objek.
c. Mekanisme koping yang berfokus pada emosi terjadi ketika seseorang
menyesuaikan diri terhadap stres emosional secara tidak berlebihan seperti
menggunakan mekanisme pertahanan ego dengan denial, supresi atau
proyeksi.
Mekanisme diatas bisa konstruktif bisa dekstruktif. Konstruktif bila
kecemasan segera diatasi dan individu menerima kecemasan tersebut sebagai
tantangan untuk memecahkan masalah, koping konstruktif dipengaruhi cara
pemecahan masalah dimasa lalu. Dekstruktif bila kecemasan tidak diselesaikan,
biasanya dengan cara menghindari masalah (Stuart & Laraia, 2005).
Selain mekanisme koping diatas terdapat juga mekanisme kopingg yang
biasa digunakan terutama saat sedang stress, yaitu:
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas merupakan pemecahan masalah secara
sadar untuk mengatasi masalah, menyelesaikan konflik dan memuaskan
kebutuhan. Task oriented reaction terdiri dari perilaku menyerang
digunakan individu dalam mengatasi rintangan untuk memenuhi
kebutuhan, biasa digunakan pada pasien dengan perilaku kekerasan dan
halusinasi, perilaku menarik diri digunakan untuk menghilangkan sumber
ancaman baik fisik maupun psikologis, banyak digunakan pada pasien
isolasi sosial dan harga diri rendah; selanjutnya adalah compromise
digunakan pada situasi dimana penyelesaian masalah tidak dapat dilakukan
secara emlawan ataupun menarik diri. Cara yang dilakuakn adalah
merubah tujuan atau mengorbankan kebutuhan personal untuk melawan
tujuan.
b. Ego oriented reaction dilakukan secara tidak sadar untuk mempertahankan
keseimbangan. Ego oriented sering digunakan pada pasien gangguan jiwa
untuk melindungi diri sehingga disebut juga mekanisme pertahanan diri.
Jenis mekanisme perthanan diri yaitu kompensasi, denial, displacement,
disosiasi, identifikasi, intelektualisasi, introyeksi, isolasi, proyeksi,
rasionalisasi, reaksi formasi, regresi, represi, permisahan, sublimasi,
supresi dan undoing.
(Stuart & Sundeen, 1998).
Bagan Psikopatologi/Psikodinamika Retardasi Mental
bayi
prematurIntoksikasi/
keracunan pada saat ibu hamil
Gangguan metabolisme pada anak usia <6 tahun
Riwayat Infeksi pada kandungan (pada ibu saat hamil)
Trauma otak
Kelainan kromosom
Resiko cedera
Perilaku hiperaktif
Defisit perawatan diri Isolasi sosialHambatan interaksi sosial
Tidak dapat berinteraksi dengan lingkungan
sekitar
Hambatan komunikasi verbal
RETARDASI MENTAL
Genetik Penyakit otak
Depresi berat
Ketidakmampuan kognitif
(IQ <70-75)
↓ atau kelainan fungsi kognitif dalam berbicara dan berbahasa
Tidak mampu merawat diri sendiri
Mobilitas fisik tidak seimbang
2.4 Diagnosa
2.4.1 Diagnosa Medis
Diagnosa medis yang dapat ditegakkan adalah Retardasi Mental.
Diagnosa medis ditegakkan dengan melakukan skrining secara rutin
misalnya dengan menggunankan DDST (Denver Developmental Screening
Test), maka diagnosis dini dapat segera dibuat. Demikian pula anamnesis
yang baik dari orang tuanya, pengasuh atau gurunya, sangat membantu
dalam diagnosis kelainan ini. Setelah anak berumur 6 tahun dapat
dilakukan test IQ. Sering kali hasil evaluasi medis tidak khas dan tidak
dapat diambl kesimpulan. Pada kasus seperti ini, apabila tidak ada
kelainan pada sistem susunan saraf pusat, perlu, anamnesis yang teliti
apakah ada keluarga yang cacat, mencari masalah lingkungan/factor
nonorganic lainnya dimana diperkirakan mempengaruhi kelainan pada
otak anak. Biasanya Fungsi intelektual yang secara signifikan berada
dibawah rata-rata. IQ kira-kira 70 atau kurang (untuk bayi penilaian klinis
dari fungsi fungsi intelektual dibawah rata-rata). Terjadi kekurangan atau
kerusakan fungsi adaptif yang terjadi bersamaan misalnya efektifitas
seseorang dalam memenuhi harapan kelompok budayanya terhadap orang
seusianya dalam sedikitnya dua area yaitu komunikasi, perawatan diri,
ketrampilan sosial dan interpersonal, penggunaan sarana-sarana
masyarakat pengarahan diri, ketrampilan akademik fungsional, bekerja,
bersantai, kesehatan dan keamanan. Awitan terjadinya sebelum usia 18
tahun (Mansjoer, 2000).
2.4.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien Retardasi
Mental diantaranya adalah:
a. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
b. Hambatan komunikasi verbal
c. Hambatan interaksi sosial
d. Gangguan proses keluarga
e. Isolasi sosial
f. Defisit perawatan diri
g. Resiko cedera (Carpenito-Moyet, 2006).
2.5 Penatalaksanaan
2.5.1 Penatalaksanaan medis
Menurut Sularyo dan Kadim (2000), obat-obat yang sering
digunakan dalam pengobatan Retardasi Mental adalah terutama untuk
menekan gejala-gejala hiperkinetik. Metilfenidat (ritalin) dapat
memperbaiki keseimbangan emosi dan fungsi kognitif. Imipramin,
dekstroamfetamin, klorpromazin, flufenazin, fluoksetin kadang-kadang
dipergunakan oleh psikiatri anak. Untuk menaikkan kemampuan belajar
pada umumnya diberikan tioridazin (melleril), metilfenidat, amfetamin,
asam glutamat, gamma aminobutyric acid (GABA).
2.4.1 Penatalaksanaan keperawatan
Psikoterapi dapat diberikan kepada anak retardasi metal maupun kepada
orang tua anak tersebut. Walaupun tidak dapat menyembuhkan Retardasi Mental
tetapi dengan psikoterapi dan obat-obatan dapat diusahakan perubahan sikap,
tingkah laku dan adaptasi sosialnya (Sularyo dan Kadim, 2000). Tujuan konseling
dalam bidang Retardasi Mental ini adalah menentukan ada atau tidaknya
Retardasi Mental, dan derajat Retardasi Mentalnya, evaluasi mengenai sistem
kekeluargaan dan pengaruh Retardasi Mental pada keluarga,
kemungkinanpenempatan di panti khusus, konseling pranikah dan pranatal.
Pendidikan yang penting bukan hanya asal sekolah, namun bagaimana
mendapatkan pendidikan yang cocok bagi anak yang terbelakang ini, seperti kelas
khusus, sekolah luar biasa C, panti khusus, dan pusat latihan kerja.
Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil IntervensiKeterlambatan NOC: NIC:
pertumbuhan dan perkembangan
Definisi: Penyimpangan dan aturan kelompok usia
Batasan karakteristik
a. Gangguan pertumbuhan fisik
b. Penurunan waktu responc. Terlambat dalam
melakukan ketrampilan umum kelompok usia
d. Kesulitan melakukan ketrampilan uum kelompok usia
e. Afek datarf. Ketidakmampuan
malakukan aktifitas perawatan diri yang sesuai dengan usianya.
g. Ketidak mampuan melakukan aktifitas pengendalian diri yang sesuai dengan usianya
h. Lesu atau tidak bersemangat
Faktor yang berhubungan:a. Efek ketunadayaan fisikb. Defisiensi lingkunganc. Pengasuhan yang tidak
adekuatd. Responsifitas yang tidak
konsistene. Pengabaiayanf. Pengasuh gandag. Ketergantungan yang
terprogramh. Perpisahan yorang yang
dianggap pentingi. Defisiensi stimulasi
a. Growth and Development Delayed
b. Nutrition Imbalance Less Than Body Requirements
Kriteria hasil:a. Anak berfungsi optimal
sesuai tingkatannyab. Keluarga dan anak
mampu menggunakan koping terhadap tantangan karena adanya ketidakmampuan
c. Keluarga mampu mendapatkan sumber – sumber sarana komunitas
d. Kematangan fisik: pria perubahan fisik normal pada wanita yang terjadi dengan transisi dari masa kanak – kanak ke dewasa
e. Status nutrisi seimbangf. Berat badan
Peningkatan perkembangan anak dan remaja
a. Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak
b. Identifikasi dan gunakan sumber pendidikan untuk memfasilitasi perkembangan anak yang optimal
c. Berikan perawatan yang konsisten
d. Tingkatkan komunikasi verbal dan stimulasi taktil
e. Berikan instruksi berulang dan sederhana
f. Berikan reinforcement positif atas hasil yang dicapai anak
g. Dorong anak melakukan perawatan sendiri
h. Manajemen perilaku anak yang sulit
i. Dorong anak melakukan sosialisasi dengan kelompok
j. Ciptakan lingkungan yang aman
Nutritional Management:a. Kaji keadekuatan asupan nutrisi
(misalnya kalori, zat gizi)b. Tentukan makanan yang disukai
anakc. Pantau kecendrungan kenaikan
dan penurunan berat badanNutrition Therapy:a. Menyelesaikan penilaian gizi,
sesuaib. Memantau makanan/ cairan
tertelandanmenghitung asupan kalori harian, sesuai
c. Kolaborasi dengan ahli gizi, jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan gizi yang sesuai
d. Pilih suplemen gizi, sesuai
e. Dorong pasien untuk memilih makanan semisoft, jika kurangnya air liur menelan
f. Mendorong asupan makanan tinggi kalsium, sesuai
g. Mendorong asupan makanan dan cairan tinggi kalium, yang seuai
h. Pastikan bahwa diet termasuk makanan tinggi kandungan serat untuk mencegah konstipasi
i. Memberikan pasien dengan tinggi protein, tinggi kalori, makanan dan minuman bergizi jari yang dapat mudah dikonsumsi, sesuai
j. Administer menyusui enteral, sesuai
Hambatan komunikasi verbal
Definisi: penurunan, keterlambatan atau ketidakmampuan untuk menerima, memproses, mengirim, dan atau menggunakan sistem simbolBatasan Karasteristik:
a. Tidak ada kontak matab. Tidak ada kuat bicarac. Kesulitan
mengespresikan pikiran secar verbal
d. Kesulitan menyusun kalimat
e. Kesulitan menyusun kata-kata
f. Kesulitan memahami pola komunikasi yang biasa
g. Kesulitan
NOC:a. Anxiety self controlb. Copingc. Sensory function:
hearing & visiond. Fear self controlKriteria hasil:a. Komunikasi:
penerimaan, intrepetasi dan ekspresi pesan lisan, tulisan dan non verbal meningkat
b. Komunikasi ekspresif (kesulitan berbicara): ekspresi pesan verbal dan atau non verbal yang bermakna
c. Komunikasi reseptif (kesulitan mendengar): penerimaan komunikasi dan interpretasi pesan verbal/ atau non verbal
d. Gerakan terkoordinasi: mampu mengkoordinasi gerakan dalammenggunakan
NIC:Communication Enhancement: Speech Deficita. Gunakan penerjemah, jika
diperlukanb. Beri satu kalimat simple setiap
bertemu, jika diperlukanc. Konsultasikan dengan dokter
kebutuhan terapi wicarad. Dorong pasien untuk
berkomunikasi secara perlahan dan untuk mengulangi permintaan
e. Dengarkan dengan penuh perhatian
f. Berdiri didepan pasien ketika berbicara
g. Gunakan kartu baca, kertas pensil, bahasa tubuh, gambar daftar kosakata bahasa asing, computer dan lain – lain untuk memfasilitasikomunikasi dua arah yang optimal
h. Ajarkan bicara dari esophagus, jika diperlukan
i. Beri anjuran kepada pasien dan
mempertahankan pola komunikasi yang biasa
h. Kesulitan dalam kehadiran tertentu
i. Kesulitan menggunakan espresi tubuh
j. Kesulitan menggunakan espresi wajah
k. Disorentasi orangl. Disorentasi waktum. Disorentasi ruangn. Tidak bicarao. Dispneap. Ketidakmampuan
menggunakan kemampuan bicara dalam bahasa pemberi asuahan
q. Ketidak mampuan menggunkan ekspresi tubuh
r. Ketidak mampuan menggunkan ekspresi wajah
s. Ketidak tepatan verbalisasi
t. Defisit visual parsialu. Pelov. Sulit bicaraw. Gagapx. Defisit pengihatan totaly. Bicara dengan kesulitanz. Menolak bicara
Faktor yang berhubungan:
a. Ketiadaan orang terdekatb. Perubahan konsep diric. Perubahan sistem saraf
pusatd. Defek anatomis e. Tumor otakf. HDRkg. Perubahan harga dirih. Perbedaan budayai. Penurunan sirkulasi ke
isyarate. Pengolahan informasi:
klien mampu untuk memperoleh, mengatur dan menggunakan informasi
f. Mampu mengontrol respon ketakutan dan kecemasan terhadap ketidakmampuan berbicara
g. Mampu memanajemen kemampuan fisik yang dimiliki
h. Mampu mengkomunikasikan kebutuhan dengan lingkungan sosial
keluarga tentang penggunaan alat bantu bicara (misalnya, prostesi trakeoseesofagus dan laring buatan
j. Berikan pujian positif, jika diperlukan
k. Anjurkan pada pertemuan kelompok
l. Anjurkan kunjungan keluarga secara teratur untuk memberi stimulus komunikasi
m. Anjurkan ekspresi diri dengan cara lain dalam menyampaikan informasi (bahasa isyarat)
Communication Enhacement: Hearing DeficitCommunication Enhacement: Visual DeficitAnxiety ReductionActive Listening
otakj. Perbedaan yang
berhungan dengan usia perkembangan
k. Gangguan emosil. Kendala lingkungan m. Kurang informasin. Hambatan fisik( misal
trakeostomi)o. Kondisi psikologisp. Kondisi
psikologis( missal psikosis)
q. HDRsr. Streess. Efek samping obatt. Kelemahan sistem
moskuloskeletal
Gangguan proses keluargaDefinisi: perubahan dalam hubungan dan/atau fungsi keluargaBatasan Karakteristik:
a. Perubahan dalam tugas yang telah ditetapkan
b. Perubahan ketersediaan untuk menunjukkan respon kasih sayang
c. Perubahan dalam ketersediaan untuk dukungan emosi
d. Perubahan dalam pola komunikasi
e. Perubahan dalam keefektifan dalam menyelesaikan tugas yang diemban
f. Perubahan dalam ekspresi konflik
NOC:a. Caregiver stressorb. Family Copingc. Parenting
Kriteria Hasil:a. Keluarga tidak
mengalami gangguan proses keluarga
b. Hubungan pasien dan pemberi kesehatan adekuat
c. Kesejahteraan emosid. Normalisasi keluarga
yang memuaskan
Family Proses Maintenancea. Identifikasi efek dari perubahan
peran dalam proses keluarga.b. Dukung kunjungan anggota
keluarga jika diperlukan.c. Jaga peluang untuk mengunjungi
secara fleksibel untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga dan pasien.
d. Bantu anggota keluarga untuk menggunakan mekanisme dukungan yang tersedia.
e. Kurangi gangguan rutinitas keluarga dengan memfasilitasi rutinitas dan ritual keluarga misalnya makan bersama atau diskusi keluarga untuk komunikasi dan pembuatan keputusan
dengan sumber komunitas
g. Perubahan dalam ekspresi konflik dalam keluarga
h. Perubahan dalam ekspresi isolasi dari sumber komunitas
i. Perubahan dalam ekspresi konflik di dalam keluarga
j. Perubahan dalam hubungan bersama
k. Perubahan dalam partisipasi di dalam penyelesaian masalah
l. Perubahan dalam partisipasi dalam membuat keputusan
m. Perubahan dalam kepuasan terhadap keluarga
n. Perubahan dalam keluhan somatik
o. Perubahan dalam pola komunikasi
p. Perubahan dalam keintiman
q. Perubahan dalam persatuan kekuatan
r. Perubahan dalam ritual
s. Perubahan dalam prilaku
t. Perliaku meredakan stresFaktor yang berhubungan:
a. Krisis perkembanganb. Transisi
perkembanganc. Interaksi dengan
komunitasd. Modifikasi dalam
keuangan keuargae. Modifikasi dalam
status sosial keluargaf. Pergeseran kekuatan
anggota keluargag. Pergeseran peran
keluargah. Pergeseran pada status
kesehatan anggota keluarga
i. Situasi transisij. Krisis situasi
Hambatan interaksi sosial
Definisi: insufisiensi atau kelebihan kuantitas atau ketidakefektifan kualitas pertukaran sosial.Batasan Karakteristik:
a. Ketidaknyamanan dalam situasi sosial
b. Disfungsi interaksi dengan orang lain
c. Laporan keluarga tentang interaksi
d. Ketidakmampuan untuk mengomunikasikan rasa keterikatan rasa sosial yang memuaskan
e. Ketidakmampuan menerima rasa keteraitan sosial yang memuaskan (misalnya; rasa memiliki, perhatian, minat, berbagi cerita)
NOC:a. Self esteem, situationalb. Communication
impaired verbalKriteria Hasil:a. Lingkungan yang
suportif yang bercirikan hubungan dan tujuan anggota keluarga
b. Menggunakan aktivitas yang menenangkan, menarik dan menyenangkan untuk meningkatkan kesejahteraan
c. Interaksi sosial dengan orang, kelompok atau organisasi
d. Memahami dampak dari perilaku diri pada interaksi sosial
e. Mendapatkan/ meningkatkan keterampilan interaksi sosial kerjasama, ketulusan dan saling memahami
f. Mengungkapkan keinginan untuk berhubungan dengan orang lain
NIC:Socialization Enhancement:a. Buat interaksi terjadwalb. Dorong pasien ke kelompok atau
program keterampilan interpersonal yang membantu meningkatkan pemahaman tentang pertukaran informasi atau sosialisai, jika perlu
c. Identifikasi perubahan perilaku tertentu
d. Berikan umpan balik positif jika pasien berinteraksi dengan orang lain
e. Fasilitas pasien dengan memberikan masukan dan mebuat perencanaan
f. Anjurkan bersikap jujur dan apa adanya saat berinteraksi dengan orang lain
g. Anjurkan menghargai orang lainh. Bantu pasien meningkatkan
kesadaran tentang kekuatan dan keterbatasan dalam berkomunikasi dengan orang lain
i. Gunakan teknik bermain peran untuk meningkatkan keterampilan dan teknik berkomunikasi
j. Minta dan harapkan adanya
f. Penggunaan perilaku interaksi sosial yang tidak efektifFaktor yang berhubungan:
a. Ketiadaan orang terdekat
b. Kendala komunikasic. Defisit tentang cara
meningkatkan kebersamaan (misal: pengetahuan, keterampilan)
d. Gangguan proses pikire. Kendala lingkunganf. Hambatan mobilitas
fisikg. Gangguan konsep dirih. Ketidaksesuaian
sosiokulturali. Isolasi terapeutik
g. Perkembangan fisik, kognitif dan psikososial anak bsesuai dengan usianya
komunikasi verbalSelf-Esteem EnhancementFamily Proses MaintenanceComplex Relationship Building
Defisit perawatan diriBerhubungan dengan :penurunan atau kurangnyamotivasi, hambatanlingkungan, kerusakanmuskuloskeletal, kerusakanneuromuskular, nyeri,kerusakan persepsi/ kognitif,kecemasan, kelemahan dankelelahan.DO :ketidakmampuan untukmandi, ketidakmampuanuntuk berpakaian,ketidakmampuan untuk
NOC :Self care : Activity ofDaily Living (ADLs)Kriteria hasil:
a. Klien terbebas dari bau badan
b. Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs
c. Dapat melakukan ADLS dengan bantuan
Self Care assistane : ADLsa. Monitor kemempuan klien
untuk perawatan diri yang mandiri.
b. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.
c. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.
d. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuaikemampuan yang dimiliki.
e. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
f. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu
makan, ketidakmampuanuntuk toileting
untuk melakukannya.g. Berikan aktivitas rutin sehari-
hari sesuai kemampuan.h. Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.
Risiko InjuryFaktor-faktor risiko :Eksternal- Fisik (contoh : rancanganstruktur dan arahanmasyarakat, bangunan danatau perlengkapan; modetranspor atau caraperpindahan; Manusia ataupenyedia pelayanan)- Biologikal ( contoh : tingkatimunisasi dalammasyarakat,mikroorganisme)- Kimia (obat-obatan:agenfarmasi, alkohol, kafein,nikotin, bahan pengawet,kosmetik; nutrien: vitamin,jenis makanan; racun;polutan)Internal- Psikolgik (orientasi afektif)- Mal nutrisi- Bentuk darah abnormal,contoh :leukositosis/leukopenia- Perubahan faktorpembekuan,- Trombositopeni- Sickle cell- Thalassemia,- Penurunan Hb,
NOC :a. Risk Kontrolb. Immune statusc. Safety Behavior
Kriteria Hasil:a. Klien terbebas dari
cederab. Klien mampu
menjelaskan cara/metode untuk mencegah injury/ cedera
c. Klien mampu menjelaskan factor risiko dari lingkungan/ perilakupersonal
d. Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injury
e. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
f. Mampu mengenaliperubahan status kesehatan
NIC : Environment Management(Manajemen lingkungan)
a. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
b. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
c. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)
d. Memasang side rail tempat tidur Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
e. Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien.
f. Membatasi pengunjungg. Memberikan penerangan yang
cukuph. Menganjurkan keluarga untuk
menemani pasien.i. Mengontrol lingkungan dari
kebisinganj. Memindahkan barang-barang
yang dapat membahayakank. Berikan penjelasan pada pasien
dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan
l. penyebab penyakit.
- Imun-autoimum tidakberfungsi.- Biokimia, fungsi regulasi(contoh : tidak berfungsinyasensoris)- Disfugsi gabungan- Disfungsi efektor- Hipoksia jaringan- Perkembangan usia(fisiologik, psikososial)- Fisik (contoh : kerusakankulit/tidak utuh,
Isolasi sosialDefinisi: kesepian yang dialami oleh individu dan dirasakan saat didorong oleh keberadaan orang lain dan sebagai pernyataan negatif atau mengancam.
Batasan karakteristikObjektif:
i. Tidak ada dukungan orang yang dianggap penting
j. Perilaku yang tidak sesuai dengan perkembangan
k. Afek tumpull. Bukti kecacatan (misal:
fisik, mental)m. Sakitn. Tindakan tidak berartio. Tidak ada kontak matap. Dipenuhi dengan
pemikiran sendiriq. Afek sedihr. Ingin sendirians. Tidak komunikatif,
menarik diri
NOC:c. Kemampuan interaksi
sosiald. Tingkat stresse. Dukungan sosial
Kriteria hasil:g. Iklim sosial keluarga
h. Kesempatan partisipasi
i. Kesepian yang parah
j. Kemampuan interaksi sosial
k. Keterlibatan sosial
l. Dukungans social
m. Partisipasi dalam bermain
n. Tingkat persepsi positif tentang status kesehatan dan status hidup individu
o. Meningkatkan hubungan yang efektif
p. Mengungkapkan penurunan perasaan atau pengalaman diasingkan
q. Ketersediaan dan peningkatan pemberian
NIC:Peningkatan Sosialisasi
Definisi: Fasilitasi kemampuan orang lain untuk berinteraksi dengan yang lain
Aktivitas :k. Dorong keterlibatan dalam
hubungan yang sudah harmonisl. Dorong kesabaran dalam
hubungan yang sedang berkembang
m. Dorong hubungan dengan orang-orang yang memiliki kepentingan dan tujuan yang sama
n. Dorong kegiatan sosial dan masyarakat
o. Dorong berbagai masalah umum dengan orang lain
p. Dorong kejujuran dalam memperkenalkan diri sendiri kepada orang lain
q. Dorong keterlibatan kepentingan yg benar-benar masih baru
r. Dorong rasa hormat terhadap hak-hak orang lain
s. Rujuk pasien ke kelompok
Subjektifa. Mengalami perasaan
berbeda dari orang lainb. Tidak percaya diri saat
berhadapan dengan publik
c. Mengungkapkan perasaan kesendirian yang didorong oleh orang lain
d. Mengungkapkan perasaan penolakan
Faktor yang berhubungan:j. Perubahan status mentalk. Gangguan penampilan
fisikl. Gangguan kondisi
kesehatanm. Faktor yang berperan
terhadap tidak adanya hubungan personal yang memuaskan (mis: terlambat dalam menyelesaikan tugas perkembangan)
n. Ketidakmampuan menjalani hubungan yang memuaskan
o. Sumber personal yang tidak adekuat
aktual bantuan yang andal dari orang lain
r. Meningkatkan hubungan yang efktif dalam perilaku pribadi
keterampilan interpersonal atau program di mana pemahaman transaksi dapat ditingkatkan, jika memungkinkan
t. Memberikan timbal balik tentang perbaikan dalam perawatan penampilan pribadi atau kegiatan lain
u. Bantu pasien meningkatkan kesadaran tentang kekuatan dan keterbatasan dalam berkomunikasi dengan orang lain
v. Gunakan permainan peran untuk melatih kemampuan dan teknik komunikasi
w. Berikan model peran yang mengekspresikan kemarahan yang tepat
x. Berikan umpan balik positif ketika pasien mengulurkan tangan kepada orang lain
y. Dorong pasien untuk mengubah lingkungan, seperti pergi ke luar untuk jalan-jalan atau menonton film
z. Fasilitasi masukan pasien dan perencanaan kegiatan di masa depan
aa. Dorong perencanaan kelompok kecil untuk kegiatan khusus
bb. Eksplorasi kekuatan dan kelemahan dari jaringan dalam berhubungan
BAB 3. PENUTUP
3.1. Simpulan
Retardasi Mental suatu keadaan kelemahan mental dengan
inteligensi yang kurang (subnormal) yang menyebabkan ketidakmampuan
individu untuk belajar dan beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat
karena adanya kendala dalam penyesuaian perilaku dan timbul pada masa
perkembangan /dibawah usia 18 tahun. Penatalaksanaan yang dapat
dilakukan yaitu penatalasanaan medis dan keperawatan. Salah satu
penatalaksanaan medis pada anak dengan retardasi mental yaitu salah
satunya dengan pemeberian obat retardasi mental seperti Metilfenidat
(ritalin) dapat memperbaiki keseimbangan emosi dan fungsi kognitif.
B. Saran
Untuk perawat diharapkan dapat meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan pada klien dengan Retardasi Mental. Untuk klien dan
keluarga diharapkan dapat melakukan pengobatan secara optimal untuk
meminimalkan gejala yang ditimbulkan akibat retardasi mental. Untuk
mahasiswa agar lebih memahami tentang retardasi mental agar dapat
melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan retardasi mental secara
optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, K. A. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Jakarta: EGC.
Betz and Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.
Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Hamid A.Y. 2008. Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Hands-out Workshop on Autism. August 2013. Autism Association of Western
Australia.
Lusmilasari L. 2002. Asuhan Keperawatan Klien dengan Retardasi Mental.
materi kuliah tidak di publikasikan. PSIK FK UGM Jogjakarta.
Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Sacharin, R.M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.
Stuart,G.W. & Laraia, M.T. 2005. Principles and Practice of Psychiatric Nursing.
8th edition. Missouri: Mosby.
Yatim, Faisal. 2002. Autisme Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak-Anak. Jakarta:
Pustaka Populer Obor.
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PADA ANAK DAN REMAJA: GANGGUAN TIDUR
disusun guna melengkapi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Klinik VIIIDosen Pengampu: Ns. Erti Ikhtiarini Dewi, M.Kep., Sp. Kep. J.
Oleh:Listya Pratiwi (122310101017)Amanda Putri A. (122310101048)Akhmad Miftahul H. (122310101064)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANUNIVERSITAS JEMBER
2015
BAB 1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya istirahat adalah suatu kondisi yang tenang, rileks
tanpa ada stres emosional, bebas dari kecemasan. Namun tidak berarti
tidak melakukan aktivitas apa pun, duduk santai di kursi empuk atau
berbaring di atas tempat tidur juga merupakan bentuk istirahat. Sebagai
pembanding, klien/orang sakit tidak beraktifitas tapi mereka sulit
mendapatkan istirahat begitu pula dengan mahasiswa yang selesai ujian
merasa melakukan istirahat dengan jalan-jalan. Oleh karena itu perawat
dalam hal ini berperan dalam menyiapkan lingkungan atau suasana yang
nyaman untuk beristirahat bagi klien/pasien.
Sedangkan Tidur merupakan suatu keadaan perilaku individu yang
relatif tenang disertai peningkatan ambang rangsangan yang tinggi
terhadap stimulus dari luar. Keadaan ini bersifat teratur, silih berganti
dengan keadaan terjaga(bangun), dan mudah dibangunkan, (Hartman).
Pendapat lain juga menyebutkan bahwa tidur merupakan suatu keadaan
istirahat yang terjadi dalam suatu waktu tertentu, berkurangnya kesadaran
membantu memperbaiki sistem tubuh/memulihkan energi. Juga tidur
sebagai fenomena di mana terdapat periode tidak sadar yang disertai
perilaku fisik psikis yang berbeda dengan keadaan terjaga.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisanmakalah ini yaitu:
1. untuk mengetahui pengertian gangguan tidur;
2. untuk mengetahui psikopatologi atau psikodinamika gangguan tidur;
3. untuk mengetahui diagnosa medis dan diagnosa keperawatan dari
gangguan tidur;
4. untuk mengetahui penatalaksanaan medis dan keperawatan dari gangguan
tidur.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
A. Contoh Kasus
Seorang remaja An.K berusia 17 tahun akhir-akhir ini sering tidur
larut malam. Ketika akan tidur pun, kakinya sering bergerak-gerak
sebelum An.K tertidur lelap. Kebiasaan tersebut dirasakannya ketika
mendekati Ujian Nasional (UAN). Aktivitas-aktivitas rutin yang biasanya
dilakukan sesuai dengan waktunya, akhir-akhir ini juga jadi berantakan.
An.K yang biasanya sarapan menjadi melupakan kegiatan sarapannya
dikarenakan harus mengikuti tambahan pelajaran di sekolahnya yang
dimulai pukul 6 pagi. Ketika pulang sekolah, An.K juga tidak bisa
melakukan kegiatan tidur siang karena diharuskan mengikuti bimbingan
belajar untuk persiapan UAN. Karena kebiasaan buruk ini, An.K jadi
susah berkonsentrasi terhadap pelajaran di sekolah.
B. Pengertian
Gangguan tidur biasa terjadi pada penduduk secara umum dan
penderita gangguan jiwa. Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling
sering terjadi. Penduduk yang mengalami insomnia dan mencari bantuan
untuk mengatasi masalah ini mencapai 30%. Gangguan tidur yang lain
adalah rasa mengantuk yang berlebihan pada siang hari, sulit tidur pada
waktu tidur yang diinginkan, dan kejadian pada malam hari yang luar
biasa seperti mimpi buruk dan berjalan sambil tidur. Akibat gangguan
tidur, deprivasi tidur, dan rasa mengantuk yaitu penurunan produktivitas,
penurunan performa kognitif, peningkatan kemungkinan kecelakaan,
risiko morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi, dan penurunan kualitas
hidup. Gangguan tidur lebih sering terjadi pada lansia.
Gangguan tidur diklasifikasikan ke dalam empat kelompok besar.
1. Gangguan memulai atau mempertahankan tidur, juga disebut dengan
insomnia. Ansietas dan depresi merupakan penyebab utama insomnia.
2. Gangguan somnolen yang berlebihan, juga disebut dengan hipersomnia.
Kategori ini termasuk narkolepsi, apnea tidur, dan gangguan gerakan pada
malam hari seperti kaki yang gelisah/bergerak terus.
3. Gangguan jadwal tidur-bangun, ditandai oleh tidur normal tetapi pada
waktu yang tidak tepat. Gangguan ini merupakan gangguan sementara
yang sering dikaitkan dengan jetlag dan perubahan sif kerja. Biasanya
bersifat individual dan dapat diatasi ketika tubuh menyesuaikan dengan
jadwal tidur-bangun yang baru.
4. Gangguan yang berhubungan dengan tahapan tidur, juga disebut dengan
parasomnia. Kategori ini termasuk bermacam kondisi seperti jalan sambil
tidur, mimpi buruk dan enuresis. Masalah tidur ini sering dialami oleh
anak-anak dan dapat sangat mempengaruhi fungsi dan kesejahteraan
individu.
Faktor Predisposisi
Faktor biopsikososial yang diyakini mempengaruhi respons psikofisiologis
individu terhadap stres yaitu:
1. Faktor biologis
a. Emosi dikaitkan dengan bangkitan sistem neuroendokrin melalui
pelepasan kortikosteroid; aksi sistem neurotransmitter; dan
perubahan reseptor pascasinaptik dalam berespons terhadap stres.
b. Faktor genetik terbukti mempengaruhi prevalensi beberapa
gangguan psikofisiologis.
c. Psikoimunologi mengkaji hubungan antara jiwa dan sistem imun
serta menemukan faktor biologis yang mempengaruhi cara otak
melindungi diri dari sel yang rusak akibat trauma, penyakit, atau
stres.
2. Faktor psikologis
a. Kepribadian tipe A mewakili hubungan tipe kepribadian dengan
gangguan fisiologis, dalam hal ini penyakit jantung.
b. Peneliti lain telah mendokumentasikan hubungan antara gaya
kepribadian dengan gangguan fisiologis seperti hipertensi dan sakit
kepala migrain.
c. Penyakit fisik dapat terjadi tanpa disertai kerusakan organik. Dalam
hal ini, konflik psikologis dan ansietas dicurigai menimbulkan
respons somatik pada individu.
3. Faktor sosiokultural
a. Keparahan gejala pada individu dipengaruhi oleh aspek lingkungan
sosial dan budaya.
b. Gejala membentuk dan menyusun dunia sosial individu ketika
adanya penyakit menimbulkan serangkaian perubahan dalam
lingkungan individu. Mata rantai kejadian interpersonal yang
berhubungan dengan penyakit kemudian menjadi suatu bagian
proses sosial penyakit individu.
C. Psikopatologi/Psikodinamika
a. Penyakit
Seorang yang mengalami sakit, memerlukan waktu tidur lebih banyak
dari normal. Namun demikian, keadaan sakit menjadikan pasien
kurang tidur.
b. Lingkungan
Pasien yang biasa tidur pada keadaan terang dan nyaman, kemudian
terjadi perubahan-perubahan suasana makan dan menghambat
tidurnya.
c. Motivasi
Motivasi berpengaruh untuk menimbulkan keinginan untuk tetap
bangun dan waspada menahan ngantuk.
d. Kelelahan
Apabila kelelahan dapat memperpendek periode pertama dari tahap
REM ( Rapid Eye Movement )
e. Kecemasan
Keadaan cemas meningkatkan saraf simpatis, sehingga mengganggu
tidur.
f. Alkohol
Alkohol menekan REM secara normal, seseorang yang tahan minum
alcohol dapat mengakibatkan insomnia dan lekas marah.
g. Obat-obatan
Beberapa jenis obat yang dapat menimbulkan gangguan tidur antara
lain:
- Diuretik : menyebabkan insomnia
- Anti depresan : supresi REM
- Kafein : meningkatkan saraf simpatis
- Beta Bloker : menimbulkan insomnia
- Narkotika : mensupresi REM
Etiologi
Kerusakan Neurologi Reseptor
Tanda Fisiologis Tanda
Psikologis
Nyeri Cemas
Gangguan Pola Tidur
Skema Psikopatologi Gannguan Pola Tidur
D. Diagnosa Medis dan Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Medis
Gangguan medis yang berhubungan dengan respons psikofisiologis
diklasifikasikan di bawah judul umum gangguan somatoform, gangguan
tidur dan faktor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis dalam
DSM-IV-TR.
Insomnia primer: Kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur, atau tidak
dapat tidur kembali, sedikitnya selama sebulan yang menimbulkan distres atau
gangguan fungsi yang penting secara klinis.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan harus mencerminkan kompleksitas interaksi
biopsikososial yang merupakan tanda gangguan psikofisiologis. Upaya
individu untuk mengatasi ansietas yang berhubungan dengan stres
mungkin menimbulkan berbagai gangguan emosional dan somatik.
Asuhan harus diberikan dengan mempertimbangkan semua gangguan yang
mungkin terjadi ketika merumuskan diagnosis keperawatan yang lengkap.
Pengkajian keperawatan yang lengkap mencakup semua respons
maladaptif pasien dan banyak diagnosis keperawatan tambahan
diidentifikasi. Gangguan pola tidur (diagnosis keperawatan utama untuk
respons psikofisiologis maladaptif).
E. Penatalaksanaan (Terapi Medis dan Keperawatan)
Benzodiazepin dan zolpidem biasanya mengurangi awitan tidur 15
sampai 30 menit, mengurangi jumlah waktu bangun pada tingkat absolut 1
sampai 3 kali per malam, dan meningkatkan total waktu tidur sekitar 15
sampai 45 menit. Agens farmakologis ini bekerja lebih terpercaya daripada
intervensi perilaku dalam jangka pendek.
Selama intervensi perilaku jangka panjang, yang mencakup kontrol
stimulus, pembatasan tidur, strategi relaksasi, dan terapi perilaku kognitif,
mengurangi awitan tidur, mengurangi waktu bangun, dan meningkatkan
total waktu tidur. Intervensi perilaku ini menghasilkan efek yang lebih
tahan lama daripada agens farmakologis.
Mekanisme Kerja
Benzodiazepin diduga memberikan efek antiansietasnya melalui potensiasi yang
kuat pada neurotransmitter inhibisi asam aminobutirat (GABA).
Manfaat Klinis
Benzodiazepin merupakan obat pilihan yang sering digunakan dalam
penatalaksanaan ansietas, insomnia, dan kondisi yang berhubungan dengan stres.
Banyak ahli yakin bahwa terapi dengan benzodiazepin harus singkat, selama
periode stres spesifik. Namun dengan pengawasan, obat ini sering diberikan
dalam jangka panjang.
Indikasi utama dalam penggunaan benzodiazepin adalah:
1. Gangguan ansietas umum;
2. Ansietas yang berhubungan dengan depresi;
3. Gangguan tidur;
4. Ansietas yang berhubungan dengan gangguan fobia;
5. Gangguan stres pascatrauma;
6. Putus obat dan alkohol;
7. Ansietas yang berhubungan dengan penyakit medis;
8. Relaksasi muskuloskeletal;
9. Gangguan kejang;
10. Ansietas praoperasi.
Reaksi yang merugikan dan pertimbangan keperawatan
Benzodiazepin mempunyai indeks terapeutik yang sangat tinggi; sehingga
overdosis obat ini saja hampir tidak pernah menyebabkan fatalitas. Efek samping
merupakan hal yang umum, berhubungan dengan dosis, dan hampir selalu tidak
membahayakan.
Kewaspadaan perawat: Benzodiazepin pada umumnya tidak menjadi adiktif kuat
jika penghentian pemberiannya dilakukan secara bertahap, jika obat ini digunakan
untuk tujuan yang tepat, dan jika penggunaannya tidak disertai dengan
penggunaan zat lain, seperti penggunaan kronis barbiturat atau alkohol. Awasi
terutama terhadap:
1. Sedasi
2. Atakasia
3. Irritabilitas
4. Masalah memori
Terapi Deprivasi Tidur
Telah dilaporkan bahwa sebanyak 60% pasien depresi membaik segera setelah
dilakukan satu malam deprivasi tidur total. Namun, beberapa penelitian klinis
yang terkontrol dan acak telah dilakukan untuk deprivasi tidur, sehingga laporan
tersebut harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Sayangnya, banyak pasien yang
berespons terhadap terapi ini menjadi depresi kembali ketika mereka hanya tidur
selama kurang lebih 2 jam pada malam hari.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN POLA
TIDUR
Diagnosa: Gangguan pola tidur
Definisi
Kondisi dimana seseorang mengalami gangguan dan perubahan waktu tidur yang
menyebabkan ketidaknyamanan dan menggangu aktifitas sehari-hari.
Kemungkinan berhubungan dengan ( tarwoto & wartonah ):
1. Kerusakan Neurologis
2. Tempat yang asing
3. Terpasang tube
4. Prosedur invasif
5. Nyeri
6. Cemas
7. Ketidaknormalan status fisiologis
8. Pengobatan
Kemungkinan berhubungan dengan ( nanda ):
- Kelembapan lingkungan sekitar - bising
- Suhu lingkungan sekitar - pencahayaan
- Tanggung jawab memberi asuhan - bau gas
- Perubahan pajanan terhadap cahaya gelap - teman tidur
- Restrain fisik - kurang privasi
- Kurang control tidur
Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada :
- Kecemasan
- Depresi
- Asma
- Kondisi setelah operasi dan nyeri kronik
Intervensi
Tujuan yang diharapkan :
a. Pasien dapat tidur 6- 8 jam setiap malam
b. Secara verbal mengatakan dapat rileks dan lebih segar
c. Pasien dapat tidur dengan nyenyak dan tidak terjaga
No Intervensi Rasional
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lakukan pengkajian masalah
tidur
Lakukan mandi air hangat
sebelum tidur
Anjurkan pasien makan yang
cukup satu porsi sebelum tidur
Tingkatkan aktivitas sehari-hari
dan kurangi aktivitas sebelum
tidur
Berikan pengobatan analgetik
dan sedative setengah jam
sebelum tidur.
Observasi TTV
Sarankan keluarga pasien untuk
memberikan pasien susu
sebelum tidur
Berikan lingkungan yang
nyaman bagi pasien
Sarankan kepada pasien untuk
mengurangi tidur siang
untuk mengetahui sejauh mana
masalah yang dialami dan bisa
menentukan rencana keperawatan
agar pasien rileks
untuk meningkatkan jam tidur
agar tidur malam lebih lama dan
nyenyak
Mengurangi gangguan tidur
untuk mengetahui kondisi pasien
dengan diberikan susu dapat
menyebabkan tidur pasien lebih
nyaman
agar pasien nyaman dengan tempat
tidurnya
agar pada malam hari pasien dapat
tidur.
BAB 3.PENUTUP
A. Kesimpulan
Gangguan tidur biasa terjadi pada penduduk secara umum dan penderita
gangguan jiwa. Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering terjadi.
Penduduk yang mengalami insomnia dan mencari bantuan untuk mengatasi
masalah ini mencapai 30%. Gangguan tidur yang lain adalah rasa mengantuk yang
berlebihan pada siang hari, sulit tidur pada waktu tidur yang diinginkan, dan
kejadian pada malam hari yang luar biasa seperti mimpi buruk dan berjalan sambil
tidur. Akibat gangguan tidur, deprivasi tidur, dan rasa mengantuk yaitu penurunan
produktivitas, penurunan performa kognitif, peningkatan kemungkinan
kecelakaan, risiko morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi, dan penurunan
kualitas hidup. Gangguan tidur lebih sering terjadi pada lansia.
B. Saran
Mahasiswa keperawatan yang telah mempelajari konsep dasar gangguan
tidur dan asuhan keperawatannya diharapkan mampu mengidentifikasi gangguan
ini di dalam kasus yang nyata. Setelah mampu mengidentifikasi gangguan tidur
pada kasus nyata atau pasien, mahasiswa dapat menerapkan asuhan keperawatan
yang sesuai dengan respon atau kebutuhan pasien. Selain itu diharapkan juga
mahasiswa dapat memberikan pencegahan kepada pasien maupun kelompok
resiko agar tidak mengalami gangguan tidur.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien., Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2004. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : EGC.
NANDA, International. 2010. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klarifikasi. Jakarta: EGC
Potter, Patricia A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan (Ed. 4). Jakarta: EGC.
Wartonah Tartowo. 2006. KDM dan Proses keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.