roccipi kemacetan di kota bandung
TRANSCRIPT
EFEKTIFITAS PENETAPAN TRAYEK ANGKOT SEBAGAI UPAYA
MENGATASI KEMACETAN DI KOTA BANDUNG
Diajukan sebagai salah satu syarat mata kuliah Kebijakan Publik
Disusun oleh :
MOCH CHAIRUDIN G1A02053
AHMAD TRI UTOMO G1A02067
IYAN KURNIA H. G1A0202
FAJRIANTARA BASKARA G1A03057
ACHMAD SOLEH G1A03061
DODDY APRINALDI G1A03069
SYARIF M. AKBAR G1A03064
DANI PRASETYO G1A03096
RIKI FITRIADI G1A03118
IRWAN RUSWANDI G1A03120
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
JATINANGOR
2006
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Illahi Robbi karena atas rahmat dan
hidayah-Nya maka makalah ini dapat kami selesaikan. Makalah yang kami beri judul
“Efektifitas Penetapan Trayek Angkot Sebagai Upaya Mengatasi Kemacetan Di Kota
Bandung” disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kebijakan Publik.
Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu, membimbing, dan mengarahkan serta mengorbankan waktunya untuk
membantu penyusunan dalam menyelesaikan makalah tentang “Kemacetan Di Kota
Bandung ” ini.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna.
Tidak Ada Gading Yang Tak Retak, begitulah kata pepatah. Oleh karena itu, saran dan
kritik dari para pembaca sangat kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini.
Demikian harapan kami dan agar makalah ini dapat berguna bagi kita.
Jatinangor, November 2006
Penyusun
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR………………………………………………………………i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………..........ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………..1
1. Pernyataan Ringkas Tentang Permasalahan....................................................1
BAB II KESULITAN YANG AKAN DISELESAIKAN
2.1 Hubungan Kesulitan Khusus Kepada Konteks yang lebih Luas ..................4
2.2 Perilaku Bermasalah .....................................................................................9
2.3 Komparasi kebijakan dan pengalaman ........................................................10
2.4 Publik yang Diuntungkan Dan yang Dirugikan ..........................................13
BAB III PENYEBAB PERILAKU BERMASALAH
3.1 Pengantar singkat ........................................................................................14
3.1 Instansi Pelaksana Yang Bermasalah ........……………………………….19
3.2 Peran Publik dan Perilakunya :
• Keadaan kebijakan yang sudah ada dan pengaruhnya pada publik ......20
• Faktor-Faktor nonhukum Yang Mempengaruhi Perilaku Bermasalah :
Faktor Objektif dan Faktor Subjektif .......... .........................................21
BAB IV USULAN SOLUSI
4.1 Pengantar Singkat ....................................................................................... 23
4.2 Usulan Potensial Logis Alternatif Solusi Masalah . ....................................24
4.3 Rincian Ketentuan-Ketentuan Pokok RUU ................................................25
4.4 Solusi yang disukai ......................................................................................26
4.5 Pernyataan Dampak Sosial .........................................................................27
4.6 Pelaksanaan pemantauan .............................................................................28
4.7 Kesimpulan Singkat .....................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………............iii
ROCCIPI atas Perda tentang
Penyelenggaraan Perhubungan di Kota Bandung
ROCCIPI
Panduan
Perumusan
Perilaku
Bermasalah
yang Berulang
Penyebab
perilaku
bermasalah
yang
berulang
Tindakan
dalam
rumusan
kebijakan
guna
mengubah
perilaku
bermasalah
yang
berulang
Rules Apakah
peraturan
telah didesain
untuk
menangani
penyebab-
penyebab
perilaku
bermasalah
yang
berulang?
Apakah
peraturan
justru
memberi
peluang
implementasi
kebijakan
yang tidak
transparan,
tidak
bertanggungja
wab dan tidak
partisipatif?
Apakah
peraturan
memberi
Peraturan
Daerah No.10
Tahun 2001
tentang
Penyelenggar
aan
Perhubungan
di Kota
Bandung tidak
didesain
secara jelas
terutama
pengaturan
mengenai
sanksi bagi
perilaku
bermasalah
yang
melanggar
tata tertib
berlalu-lintas,
sehingga
terjadi
berulang-
ulang
SKPD yang
berwenang
dapat
menerapkan
sanksi yang
jelas berupa
sanksi
administrasi
maupun
sanksi
keuangan
(pembebanan
biaya paksa)
kewenangan
yang tidak
perlu kpd
pejabat
pelaksana
dalam
memutuskan
apa dan
bagaimana
mengubah
perilaku
bermasalah
dari publik
yang dituju
perda
Penyelenggar
aan
Perhubungan
Opportunit
y
Apakah
lingkungan
disekeliling
pihak yang
dituju
(publik) perda
Penyelenggaraan Perhubungan memungkinka
n mereka
berperilaku
sebagaimana
yg
diperintahkan
perda?
Tidak
menggunakan
jembatan
penyeberangan
dan
menyeberang
sembarangan
Jembatan
penyeberanga
n rusak, kotor,
jorok
SKPD yang
berwenang
wajib
menyediakan
jembatan
yang kokoh,
bersih, dan
nyaman.
Atau
sebaliknya,
apakah
lingkungan
tersebut
membuat
perilaku yang
sesuai tidak
mungkin
terjadi?
Di jembatan
penyeberanga
n sering
terjadi
pencopetan
Polisi
meningkatka
n ketertiban
untuk
mencegah
dan
mengatasi
tindak
kriminal
Naik angkot
tidak ditempat
pemberhentian
Tidak ada
tempat
pemberhentia
n untuk
angkot
SKPD yang
berwenang
wajib
menyediakan
tempat
pemberhentia
n untuk
angkot
Angkot
rebutan
mengambil
penumpang,
karena ”kejar
setoran’
Tarif setoran
pada
pengusaha
angkot mesti
diatur
Motor
memasuki ruas
jalan jalur cepat
Pembatas ruas
jalan rusak /
tidak
berfungsi /
sengaja
dibuka;
Menentukan
standar
spesifikasi
teknis
pembatas
ruas jalan
yang efektif
Ruas jalan
yang khusus
diperuntukan
untuk motor
ternyata
dipadati
pengendara
motor,
ditambah lagi
bercampur
dengan
angkot.
Menyediakan
’angkot-lane’
yang terpisah
dari ’motor-
lane’
Jumlah
penggunaan
kendaraan yang
melebihi
panjang jalan
Belum adanya
peraturan
khusus yang
mengatur ijin
operasional
kendaraan,
pembatasan
usia
kendaraan,ma
upun program
yang
Membuat
peraturan
yang
membatasi
peredaran
kendaraan
mengatur
jumlah
kendaraan
yang beredar
pada ruas-ruas
jalan protokol
pada jam
sibuk (ex:
program 3 in
1 di Jakarta)
Jumlah Trayek
Angkot yang
overload dan
tumpang tindih
penetapan trayek angkutan kota di Kota Bandung belum terkoordinir dengan tertib
Membuat
peraturan
baru dan atau
mengkoordini
r jumlah
penetapan
trayek
banyaknya armada yang melakukan ngetem pada jam-jam off peak, yang tak
jarang menjadi penyebab kemacetan lalu lintas
Melarang
angkot untuk
ngetem pada
jam-jam off
peak dan
menyediakan
sarana
(terminal)
angkot untuk
ngetem
Pelanggaran
terhadap
Rambu-rambu
Lalu-lintas dan
Marka jalan
Pengemudi
berani
melanggar
karena tidak
adanya
petugas polisi
yang
mengawasi
Penempatan
aparat
kepolisian
dijalanan
untuk
menindak
pelanggar
dan mengatur
lalu-lintas
Pedagang
menggunakan
trotoar dan
kadang bahu
jalan untuk
lokasi berjualan
Aparat tidak
pernah
melakukan
penertiban
dengan tegas
karena adanya
Sesuai
dengan Perda
maka petugas
harus
menertibkan
pedagang
dan juga pasar
tumpah
pihak-pihak
petugas yang
menerima
sogokan baik
dari preman
maupun dari
pedagang
langsung
yang
melanggar
aturan dan
juga
memberikan
sanksi kepada
pedagang
yang bandel
maupun
petugas yang
menyalahgun
akan
kewenangann
ya.
Capacity Apakah
pihak-pihak
yang dituju
(publik)
memiliki
kemampuan
berperilaku
sebagaimana
ditentukan
oleh
peraturan
yang ada?
Ciri-ciri apa
saja yang
menyulitkan
atau tidak
memungkinka
n pihak yang
dituju
berperilaku
sesuai
tuntutan
kebijakan
Melanggar
rambu-rambu
lalu-lintas,
peraturan
mengenai trayek
dan kurangnya
pengetahuan
masyarakat
umum mengenai
peraturan
tentang
pengentasan
masalah
kemacetan, tidak
tegasnya aparat
dalam menindak
para pelanggar
dan penindakan
tidak sesuai
dengan hukum
yang berlaku.
Penegak
hukum tidak
bisa
menerapkan
sanksi
pembebanan
biaya paksa
yang besar
karena kita
semua
menyadari
bahwa mereka
yang
berperilaku
bermasalah
tersebut pasti
tidak mampu
membayar.
Penegak
hukum sering
menerima dan
bahkan
meminta uang
damai kepada
para
pelanggar
agar mereka
tidak
mengikuti
sanksi aturan
Ketentuan
tentang
pembebanan
biaya paksa
ini dan juga
penyeleweng
an oleh
petugas bisa
diatasi
apabila :
Polisi bisa
bertindak
tegas;
SKPD
berwenang
membuat /
menjalankan
moda
transportasi
makro yang
mengitegrasi
kan 4 moda
transportasi
umum yaitu:
buslane,
monorel,
subway.
SKPD yang
berwenang
menyediakan
hukum yang
berlaku
sarana dan
prasarana
bagi angkot
untuk ngetem
dan PKL
untuk lokasi
berjualan.
Bila ini
terwujud,
dengan
sendirinya
maka
kemacetan
bisa diatasi
atau
setidaknya
dikurangi.
Pengaturan
Jumlah Trayek
Dan
pengkoordinasia
nnya, serta
pembatasan
jumlah
kendaraan yang
diperbolehkan
beredar tidak
diatur secara
jelas.
Pemerintah
Daerah tidak
dapat
mengkoordini
r jumlah
trayek dan
tidak dapat
mengatur
jumlah
peredaran
kendaraan
bermotor yang
makin hari
semakin
bertambah.
Pemda
beserta
SKPD yang
berwenang
mengatur dan
menetapkan
peraturan
yang dapat
mengurangi
jumlah trayek
kendaraan
umum dan
juga
kendaraan
pribadi sesuai
dengan
kapasitas
panjang jalan.
Communica
tion
Ketidaktahua
n pihak2 yang
dituju
kebijakan
tentang perda
misalnya,
menjelaskan
mengapa dia
berperilaku
Menyeberang
jalan di
sembarang
tempat
Warga
masyarakat
tidak
mengetahui
dan tidak
perduli bahwa
menyeberang
jalan tidak
pada zebra
Mempublikas
ikan tentang
peraturan2
yang
tampaknya
sepele dan
akrab sekali
dengan
keseharian
tidak sesuai. cross dan
jembatan
penyeberanga
n merupakan
pelanggaran
hukum ,dapat
menyebabkan
kemacetan
dan
mempunyai
sanksi yang
diatur dalam
hukum
masyarakat,
yang ternyata
melanggar
perda.
Interests Pandangan
perumus
kebijakan
publik
tentang akibat
dan manfaat
untuk mereka
sendiri,
termasuk
insentif
material dan
non-material
seperti
penghargaan
dan acuan
kelompok
berkuasa
Menjadikan
pembebanan
biaya paksaan
sebagai sumber
pendapatan yang
dibayarkan ke
Kas Daerah
Kemacetan
menjadikan kota
Bandung kurang
untuk investasi
dan pariwisata
Belum ada
aturan yang
lebih teknis
operasional
yang
mengatur SOP
pengelolaan
kas daerah
yang
bersumber
dari dana
pembebanan
biaya
paksaan.
Mengatur
secara jelas
dan teknis
tentang
pengelolaan
kas daerah
bersumber
dari
pembebanan
biaya
paksaan
Mengatur
secara jelas
dan tegas
melalui
sanksi dalam
Perda untuk
menanggulan
gi kemacetan
Menjadikan
pembebanan
biaya paksaan
sebagai sumber
penghasilan
pribadi /
kelompok
Process Dengan
proses seperti
apa dan
bagaimana
agar para
pihak yang
dituju
kebijakan
memutuskan
untuk
mematuhi
kebijakan
atau tidak.
Volume
kendaraan yang
melebihi sarana
dan prasarana
jalan
Proses
pembatasan
volume
kendaraan
tidak
didukung oleh
kebijakan
yang lebih
teknis dan
efektif
Melakukan
revisi
terhadap
peraturan
yang sudah
ada
Membatasi
volume
kendaraan
bermotor
Ideology Motivasi
subjektif dari
publik yang
tidak tercakup
dalam
“interests”,
termasuk:
nilai, sikap,
selera, mitos
dan asumsi
tentang dunia,
kepercayaan,
agama, dan
ideologi
politik, sosial
dan ekonomi.
Belum adanya
kesadaran dari
pengendara
kendaraan
bermotor untuk
menaati
peraturan
lalulintas
Ketidaktegasa
n dari pihak-
pihak yang
berwenang
untuk
mengatasi
masalah
kemacetan
Perlunya
ketegasan
dan sifat
memaksa
untuk
meneggakkan
aturan
tersebut
Melakukan
shock terapy
berupa razia
dadakan
BAB I
PENDAHULUAN
Posisi strategis Kota Bandung sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, budaya
dan pariwisata, perekonomian dan industri serta sebagai Etalase Jawa Barat, telah
mendorong Kota Bandung sebagai sebuah Kota Metropolitan dengan berbagai
kompleksitas permasalahan perkotaan. Dari segi jumlah penduduk, Kota Bandung telah
berpenduduk sekitar 2,6 juta jiwa yang tersebar di 1390 kelurahan dan 26 kecamatan
dengan 6 wilayah pembantu walikota. Sedangkan untuk kegiatan ekonomi, Kota
Bandung didominasi oleh kegiatan perdagangan, hotel dan restoran (32,68 %), industri
pengolahan (31,36 %) serta kegiatan-kegiatan jasa (12 %) sehingga dengan keadaan
demikian menuntut ketersediaan sarana transportasi angkutan yang memenuhi syarat
kelancaran, kenyamanan, keamanan dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
Didalam perkembangannya kegiatan pembangunan di Kota Bandung pada
umumnya dihadapkan pada berbagai masalah, baik masalah sosial, ekonomi maupun
lingkungan, disamping pula kebutuhan dasar manusia akan sandang, pangan dan papan
harus dapat terpenuhi.
Kepadatan lalu lintas kota Bandung dari hari ke hari makin terus bertambah
terlebih lagi pada setiap akhir pekan, kenyamanan kota Bandung sudah tidak dapat
dirasakan lagi seperti pada masa lalu tahun 1960 – 1970 an. Kondisi tersebut dipacu
dengan bertambahnya jumlah penduduk disebabkan adanya angka kelahiran maupun
migrasi dan urbanisasi yang tinggi, dengan berbagai kegiatan dan tujuan mulai dari
pendidikan, perdagangan, perkantoran maupun pariwisata. Disatu pihak memang
menguntungkan dari sisi pendapatan daerah secara makro, disisi lain terjadi kepadatan
penduduk, lalu lintas dan polusi lingkungan pun udara, air dan tanah) terjadi. Dengan
luas wilayah yang terbatas secara geografis serta sumber daya yang ada, kota Bandung
mempunyai daya tarik tinggi bagi kegiatan pembangunan.
Permasalahan yang timbul adalah tingginya pertumbuhan penduduk yang
dipengaruhi oleh adanya migrasi maupun pertumbuhan alami, serta jumlah kendaraan
yang melebihi panjang jalan dan mengakibatkan terjadi pula dampak kemacetan lalu
lintas di kota Bandung.
Sejalan dengan telah selesai dan berfungsinya jalan Tol Cipularang tentunya
kota Bandung menjadi pusat tujuan wisata, namun mengakibatkan pula kemacetan lalu
lintas dimana-mana belum lagi kerusakan dijalan–jalan protokol masih belum banyak
diperbaiki. Meskipun pemerintah kota Bandung maupun Propinsi Jawa Barat telah
membangun beberapa jalan layang sebagai penghubung seperti (jalan layang
Cimindi,Kiaracondong, dan Pasupati), malah menambah kemacetan pada titik tertentu
serta hanya mengalihkan kemacetan pada titik lain.
Ciri khas dari sistem transportasi di Kota Bandung adalah sistem pelayanan
angkutan umum yang ditandai dengan beroperasinya ribuan angkutan kota sebagai alat
transportasi utama bagi penduduk yang berpenghasilan menengah ke bawah.
Berdasarkan pada tabel 1.1 dibawah terlihat bahwa terdapat 4 jenis angkutan umum
yang digunakan masyarakat Kota Bandung untuk menunjang kehidupan sehari-hari.
Namun dari keempat jenis angkutan yang ada, jenis angkutan penumpang umum
angkutan kota mempunyai armada yang relatif banyak, sehingga memerlukan perhatian
dan penanganan yang serius.
Tabel 1.1 Jumlah Angkutan Umum di Kota Bandung tahun 2005
No Jenis Angkutan Jumlah Trayek Jumlah Armada (SK)
1 Angkutan Kota 38 5521
2 Taksi 9 906
3 Damri 7 142
4 Metro Bus 1 12
Sumber : Dinas Perhubungan Kota Bandung, 2005
Kondisi yang terjadi saat ini bahwa meningkatnya permintaan jasa transportasi
angkutan kota Bandung, masih dirasakan belum maksimal. Hal ini disebabkan selain
kurang diimbangi oleh sarana dan prasarana jalan juga karena pengaturan manajemen
angkutan kota yang belum mampu menawarkan pelayanan yang memuaskan. Hal
tersebut minimal disebabkan oleh dua faktor, pertama, pengaturan rute dan jalur trayek
angkutan kota yang dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi kota yang terus
berkembang sehingga hal tersebut menyebabkan penumpukan pelayanan pada beberapa
ruas jalan yang ada di Kota Bandung. Kedua, sikap dan kesadaran berlalu lintas para
pengguna jalan relatif masih kurang. Permasalahan pengaturan angkutan kota yang
beroperasi di wilayah Kota Bandung melalui penetapan jalur trayek menjadi
permasalahan transportasi Kota Bandung yang selama ini telah memberikan citra dan
dampak yang kurang baik bagi Kota Kembang saat ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan peraturan daerah yang mengatur
tentang perhubungan di Kota Bandung belum mengakomodasi kepentingan publik yang
lebih luas. Untuk itu kami mengajukan beberapa usulan solusi dan rekomendasi untuk
menyelesaikan atau paling tidak mengurangi masalah kemacetan di Kota Bandung.
BAB II
KESULITAN YANG AKAN DISELESAIKAN
Kesulitan Khusus
Pertama, pengaturan rute dan jalur trayek angkutan kota yang dinilai sudah tidak
sesuai lagi dengan kondisi kota yang terus berkembang sehingga hal tersebut
menyebabkan penumpukan pelayanan pada beberapa ruas jalan yang ada di Kota
Bandung. Kedua, sikap dan kesadaran berlalu lintas para pengguna jalan relatif masih
kurang. Permasalahan pengaturan angkutan kota yang beroperasi di wilayah Kota
Bandung melalui penetapan jalur trayek menjadi permasalahan transportasi Kota
Bandung yang selama ini telah memberikan citra dan dampak yang kurang baik bagi
Kota Kembang saat ini.
2.1 Hubungan Kesulitan Khusus Dengan Konteks Yang Lebih Luas
Adanya kebijakan yang kurang tepat dan implementasi kebijakan yang dinilai
tidak menyentuh substansi permasalahan, memperlihatkan adanya hubungan yang
saling berkaitan. Dengan pemahaman yang komprehensif maka upaya pencapaian
sasaran dari unit-unit yang bersangkutan beserta aktivitas-aktivitasnya akan benar-benar
terarah, harmonis, bersatu padu dan serempak atau menurut urutan-urutannya yang
tepat.
Kepadatan lalu lintas kota Bandung dari hari ke hari makin terus bertambah
terlebih lagi pada setiap akhir pekan, kenyamanan kota Bandung sudah tidak dapat
dirasakan lagi seperti pada masa lalu tahun 1960 – 1970 an. Kondisi tersebut dipacu
dengan bertambahnya jumlah penduduk disebabkan adanya angka kelahiran maupun
migrasi dan urbanisasi yang tinggi, dengan berbagai kegiatan dan tujuan mulai dari
pendidikan, perdagangan, perkantoran maupun pariwisata.
Berdasarkan observasi penyusun lakukan, ditemukan beberapa permasalahan yang
berkaitan dengan efektivitas penetapan trayek angkutan umum di Kota Bandung , yaitu :
• Jumlah armada angkutan kota di Kota Bandung pada umumnya berlebih
sebanyak 247 unit atau sekitar 4% dari jumlah total sebanyak 5521 unit armada.
Kondisi seperti ini pada umumnya akan menguntungkan pihak pengguna
angkutan dalam mendapatkan pelayanan, dilain pihak, di kalangan operator
terjadi persaingan yang makin ketat dalam melayani permintaan. Dampak nyata
dari kondisi kelebihan armada yang dapat terlihat sehari-hari yakni banyaknya
armada yang melakukan ngetem pada jam-jam off peak, yang tak jarang
menjadi penyebab kemacetan lalu lintas.
Tabel 1.2 Jumlah armada alokasi angkutan kota Kota Bandung
No. Nama Trayek
Jml
Armada
Operasi
Kebutuhan
Armada
Kelebihan
Armada
1 Abdul Muis – Cicaheum via Binong 369 358 11
2 Abdul Muis – Cicaheum via Aceh 100 95 5
3 Abdul Muis – Dago 273 263 10
4 Abdul Muis – Ledeng 245 235 10
5 Abdul Muis – Elang 101 95 6
6 Cicaheum – Ledeng 214 204 10
7 Cicaheum – Ciroyom 206 197 9
8 Cicaheum – Ciwastra – Derwati 200 193 7
9 Cicaheum – Cibaduyut 150 143 7
10 Stasiun Hall – Dago 52 47 5
11 Ciroyom – Sadang Serang 150 135 15
12 St. Hall - Ciumbuleuit via Eykman 60 54 6
13 St. Hall - Ciumbuleuit via Cihampelas 40 28 12
14 Stasiun Hall – Gede Bage 200 199 1
15 Stasiun Hall – Sarijadi 75 62 13
16 Stasiun Hall – Gunung Batu 55 47 8
17 Margahayu Raya – Ledeng 125 117 8
18 Dago – Riung Bandung 201 198 3
19 Pasar Induk Caringin – Dago 140 129 11
20 Pang.Permai – Dipati Ukur - Dago 155 149 6
21 Ciroyom – Sarijadi 97 85 12
22 Ciroyom - Bumi Asri 115 107 8
23 Ciroyom – Cikudapateuh 125 121 4
24 Sederhana – Cipagalo 276 271 5
25 Sederhana – Cijerah 67 63 4
26 Sederhana – Cimindi 55 55 0
27 Ciwastra – Ujung Berung 32 29 3
28 Cisitu – Tegallega 82 81 1
29 Cijerah – Ciwastra – Derwati 200 195 5
30 Elang – Gede Bage – Ujung Berung 115 113 2
31 Abdul Muis – Mengger 25 23 2
32 Cicadas – Elang 300 294 6
33 Antapani – Ciroyom 160 152 8
34 Cicadas – Cibiru – Panyileukan 200 194 6
35 Bumi Panyileukan – Sekemirung 125 117 8
36 Sadang Serang – Caringin 200 196 4
37 Cibaduyut – Karang Setra 201 195 6
38 Halteu Andir – Cibogo Atas 35 35 0
Sumber : Dinas Perhubungan, 2006
• Adanya jaringan trayek yang saling tumpang tindih yang dampaknya sangat
signifikan terhadap kemacetan di beberapa ruas jalan utama Kota Bandung. Pola
rute angkutan kota yang ada umumnya berpola radial, yang menghubungkan
pusat pelayanan tertentu di pinggiran kota menuju pusat pelayanan lainnya yang
melewati pusat kota. Dalam pola rute tersebut, banyak terjadi tumpang tindih
rute yang dampaknya sangat signifikan terhadap kemacetan di beberapa ruas
jalan utama Kota Bandung. Secara kuantitatif, jumlah trayek yang berpola radial
ini sebanyak 55 % dari total jumlah trayek angkutan umum di Kota Bandung.
Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa tumpang tindih rute paling banyak
terjadi diruas-ruas jalan di pusat kota.
Tabel 1.4 Trayek Overlapping Angkutan Kota di Beberapa Ruas Jalan di Bandung
Klasifikasi Jumlah Overlapping (trayek) No. Nama Trayek
Panjang
Trayek (km) 5-6 7-8 > 8
1 Abd. Muis – Cicaheum via Binong 32.0 � �
2 Abdul Muis – Cicaheum via Aceh 22.0 ■ ●
3 Abdul Muis – Dago 22.0 ■ ●
4 Abdul Muis – Ledeng 26.0 ■ ●
5 Abdul Muis – Elang 20.0 �
6 Cicaheum – Ledeng 30.0
7 Cicaheum – Ciroyom 30.0 ▲
8 Cicaheum – Ciwastra – Derwati 34.0 � �
9 Cicaheum – Cibaduyut 36.8
10 Stasiun Hall – Dago 22.0 ▼ � ∆
11 Ciroyom – Sadang Serang 18.0 ● ▼ � ∆
12 St. Hall - Ciumbuleuit via Eykman 18.0 � ∆
13 St. Hall - Ciumblt via Cihampelas 16.0 � ∆
14 Stasiun Hall – Gede Bage 42.0 ● ▼ � ∆
15 Stasiun Hall – Sarijadi 15.4 ▼ � ∆
16 Stasiun Hall – Gunung Batu 16.0 ∆
17 Margahayu Raya – Ledeng 46.0 � ▼ �
18 Dago – Riung Bandung 42.0 � �
19 Pasar Induk Caringin – Dago 44.0
20 Pang.Permai – Dipati Ukur – Dago 37.8 �
21 Ciroyom – Sarijadi 24.0 ▲
22 Ciroyom – Bumi Asri 18.0 ▲
23 Ciroyom – Cikudapateuh 30.0 ■
24 Sederhana – Cipagalo 27.8 �
25 Sederhana – Cijerah 16.0 ▲
26 Sederhana – Cimindi 18.0
27 Ciwastra – Ujung Berung 35.8
28 Cisitu – Tegallega 21.4 ▼ �
29 Cijerah – Ciwastra – Derwati 40.0
30 Elang – Gede Bage – U.Berung 44.0
31 Abdul Muis – Mengger 12.0
32 Cicadas – Elang 38.0 � ▼ � � ∆
33 Antapani – Ciroyom 30.0 ▲ �
34 Cicadas – Cibiru – Panyileukan 14.0 � �
35 Bumi Panyileukan – Sekemirung 40.0
36 Sadang Serang – Caringin 42.0 ▲ ▼
37 Cibaduyut – Karang Setra 36.4
38 Halteu Andir – Cibogo Atas 12.0
Sumber : Dinas Perhubungan, 2006
Keterangan :
■ Jl. Lengkong Besar / Jl. Ciateul ▼ Jl. Kebon Kawung
▲ Jl. Abd. Rahman Saleh � Jl. Otista / Jl. Kebon Jukut
● Jl. Sunda ∆ Jl. Kebon Jati
� Jl. Kiara Condong � Jl. Kiara Condong
• Belum memadainya prasarana terminal pada lokasi asal atau tujuan perjalanan
rute-rute sehingga menimbulkan tumbuhnya kegiatan pangkalan (terminal
bayangan) yang tidak terencana yang mengganggu penggunaan lahan dan
kelancaran arus lalu lintas. Contohnya : Terminal Bayangan Bundaran Cibiru
yang merupakan pangkalan angkot jurusan Cicadas-Cibiru. Sejak awal trayek
dibuka, angkot berwarna hijau strip putih ini tidak pernah menginjak terminal.
Maka, Bundaran Cibiru, mulut kota tempat bis-bis antarkota menumpahkan
penumpangnya, adalah lokasi tepat untuk dijadikan terminal. Contoh lain seperti
pada angkot jurusan Dago-Caringin, sekitar 140 unit angkot setiap harinya
mengakhirinya jalur trayeknya di depan Pasar Induk Caringin. Semula, mereka
memiliki terminal yang berlokasi di dalam pasar. Namun, sejak jalan
penghubung Jln. Soekarno-Hatta dengan Jln. Caringin dibuat satu arah, angkot-
angkot itu tidak lagi menggunakan terminal tersebut.
2.2 Perilaku Bermasalah
• Tidak menggunakan jembatan penyeberangan dan menyeberang
sembarangan
• Naik angkot tidak ditempat pemberhentian
• Motor memasuki ruas jalan jalur cepat
• Jumlah penggunaan kendaraan yang melebihi panjang jalan
• Jumlah Trayek Angkot yang overload dan tumpang tindih
• Pelanggaran terhadap Rambu-rambu Lalu-lintas dan Marka jalan
• Pedagang menggunakan trotoar dan kadang bahu jalan untuk lokasi
berjualan dan juga pasar tumpah
• Melanggar rambu-rambu lalu-lintas, peraturan mengenai trayek dan
kurangnya pengetahuan masyarakat umum mengenai peraturan tentang
pengentasan masalah kemacetan,
• Tidak tegasnya aparat dalam menindak para pelanggar dan penindakan tidak
sesuai dengan hukum yang berlaku.
• Pengaturan Jumlah Trayek Dan pengkoordinasiannya, serta pembatasan
jumlah kendaraan yang diperbolehkan beredar tidak diatur secara jelas.
• Menyeberang jalan di sembarang tempat
• Volume kendaraan yang melebihi sarana dan prasarana jalan
• Belum adanya kesadaran dari pengendara kendaraan bermotor untuk menaati
peraturan lalulintas
2.3 Komparasi kebijakan dan pengalaman
Kebijakan mengenai perhubungan darat sebagaimana yang tercantum dalam
Peraturan Daerah (PERDA) nomor 10 Tahun 2001 dalam implementasinya telah
mengalami beberapa hambatan di lapangan. Hal ini diantaranya disebabkan sikap publik
yang terkadang tidak bersikap disiplin dalam berlalu-lintas serta adakalanya sikap
petugas yang kurang profesional. sebagai contoh, dalam pasal 102 menyebutkan bahwa
:
(1)Badan Hukum, perorangan yang akan memasang fasilitas lalu lintas,
perlengkapan jalan, fasilitas pendukung harus sesuai dengan rencana umum,
memenuhi persyaratan teknis dan mendapat ijin dan Walikota.
(2)Setiap orang, badan hukum dilarang menempelkan, memasang sesuatu yang
menyerupai menambah atau mengurangi arti, merusak, memindahkan rambu-
rambu, marka jalan dan pemberi isyarat.
(3)Kecuali dengan ijin Walikota, badan hukum perorangan dapat memasang reklame
pada fasilitas, perlengkapan jalan dan fasilitas pendukung sepanjang tidak bertentangan
dengan ketentuan teknis dan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Setiap orang dilarang menyimpan benda-benda atau alat perintang di jalan yang
dapat menimbulkan hambatan, gangguan dan kecelakaan lalu lintas kecuali setelah
mendapat ijin dari Walikota.
Isi pasal di atas menyebutkan bahwa setiap orang dan/atau badan hukum dilarang
mengganggu fasilitas-fasilitas jalan raya termasuk memasang dan menyimpan benda-
benda atau alat perintang di jalan yang dapat berakibat pada terganggunya lau-lintas
kecuali setelah mendapat ijin walikota, namun dalam kenyataannya implementasi
kebijakan tersebut tidak dapat berjalan optimal. Misalnya pada saat orang-orang
melakukan aksi demonstrasi kemudian mereka memasang atribut-atribut di jalan raya
atau bahkan melakukan pembakaran ban bekas agar mendapat perhatian dari
masyarakat yang tentunya hal ini sangat mengganggu aktivitas lalu-lintas seperti
timbulnya kemacetan. Nah, kemudian kita bertanya, apakah mereka sudah mendapat
ijin dari walikota/aparat untuk melakukan hal demikian? Dan apakah tindakan seperti
itu telah dianggap sebagai tindakan tradisi sehingga hukum atau kebijakan tidak
sanggup menyelesaikannya?. Implementasi kebijakan memang sangat menentukan
keberhasilan suatu organisasi, termasuk aktor-aktor pelaksana kebijakannya.
Jika kebijakan yang telah ada di komparasikan dengan pengalaman dilapangan
maka terdapat suatu friksi (gesekan) sebagai akibat dari ketidak-konsistenan
implementasi kebijakan dengan hasil keadaan yang diinginkan. Pemerintah seharusnya
senantiasa memperbaiki kinerjanya di bidang perhubungan dan lalu-lintas agar semua
hambatan yang terjadi bisa diminimalisir bahkan dihilangkan. Namun semua ini
membutuhkan proses serta kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat
sebagai pengguna lalu-lintas.
Sesuai dengan Peraturan Daerah No.10 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan
Perhubungan di Kota Bandung pasal 135 menyatakan bahwa penetapan jaringan trayek
angkutan penumpang umum merupakan hasil perencanaan yang dilakukan berdasarkan
hasil survey dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Analisis potensi faktor muatan;
b. Asal dan tujuan perjalanan;
c. Kondisi Jalan;
d. Jenis pelayanan dan prototype kendaraan untuk tiap-tiap jaringan yang direncanakan;
e. Jarak dan waktu tempuh;
f. Perhitungan tarif angkutan;
g. Ketersediaan terminal.
Penetapan jaringan trayek angkutan umum khususnya angkutan kota di Kota
Bandung melibatkan banyak pihak, baik swasta maupun pemerintah. Oleh karena itu,
koordinasi terhadap penetapan jaringan trayek merupakan suatu hal yang sangat esensial
agar rencana dapat selalu tanggap terhadap perubahan dan dinamika di dalam
masyarakat dengan tetap dapat mengarahkan kepada tujuan dan sasaran pembangunan
yang diharapkan.
2.4 Publik yang Diuntungkan dan yang Dirugikan
Didalam perkembangannya kegiatan pembangunan di Kota Bandung pada
umumnya dihadapkan pada berbagai masalah, baik masalah sosial, ekonomi maupun
lingkungan, disamping pula kebutuhan dasar manusia akan sandang, pangan dan papan
harus dapat terpenuhi.
Disatu pihak,semakin mudahnya akses ke Kota Bandung dan dijadikannya
sebagai kota jasa, memang menguntungkan dari sisi pendapatan daerah secara makro,
disisi lain terjadi kepadatan penduduk, lalu lintas dan polusi lingkungan pun (udara, air
dan tanah) terjadi. Dengan luas wilayah yang terbatas secara geografis serta sumber
daya yang ada, Kota Bandung mempunyai daya tarik tinggi bagi kegiatan
pembangunan.Namun dipihak lain,
kemacetan mengancam visi Kota Bandung sebagai kota tujuan investasi dan pariwisata.
BAB III
PENYEBAB PERILAKU BERMASALAH
3.1 Pengantar Singkat
Penetapan jaringan trayek angkutan umum khususnya angkutan kota di Kota
Bandung melibatkan banyak pihak, baik swasta maupun pemerintah. Oleh karena itu,
koordinasi terhadap penetapan jaringan trayek merupakan suatu hal yang sangat esensial
agar rencana dapat selalu tanggap terhadap perubahan dan dinamika di dalam
masyarakat dengan tetap dapat mengarahkan kepada tujuan dan sasaran pembangunan
yang diharapkan.
Koordinasi merupakan usaha yang selaras antara individu-individu atau
komponen-komponen yang ada di dalamnya untuk melaksanakan usaha sebanyak
mungkin agar terciptanya keterpaduan dan keserasian semua usaha dan kegiatan,
pemikiran, dana, dan daya guna dari semua fungsi instansi-instansi dan dinas-dinas
yang menjadikan sesuatu kekuatan yang ampuh sehingga kelemahan-kelemahan
pemerintah dalam penyelenggaraan pembangunan akan teratasi. Oleh karena itu,
kegiatan penyetapan jaringan trayek angkutan kota yang melibatkan dan
mengikutsertakan beberapa instansi dan dinas secara sekaligus akan sangat
membutuhkan koordinasi.
Keterpaduan dan keserasian pelbagai usaha dan kegiatan dalam rangka
pencapaian tujuan pemerintah tersebut adalah dalam bentuk kerjasama yang dilakukan
oleh berbagai instansi dan dinas. Karena itu perlu ada pengarahan dan dalam meninjau
arah yang sama itu perlu adanya saling mendekatkan dan mewujudkan integrasi,
sehingga berbagai usaha dan kegiatan itu saling mengisi dan terarah.
Koordinasi dalam penyelenggaraan pemerintahan merupakan pengaturan yang
aktif, bukan pengaturan dalam arti pasif berupa membuat peraturan mengenai segala
gerak dan kegiatan dan hubungan kerja antara instansi-instansi dengan dinas-dinas yang
mempunyai tugas kewajiban dan wewenang yang saling berhubungan satu sama lain.
Maka bagi penyelenggaraan pembangunan di daerah koordinasi bukanlah hanya
bekerjasama, melainkan juga integrasi dan sinkronsasi yang mengandung keharusan
penyelarasan unsur-unsur jumlah dan penentuan waktu kegiatan di samping
penyesuaian perencanaan dan keharusan adanya komunikasi yang teratur diantara
sesama pejabat yang bersangkutan dengan memahami dan memperhatikan ketentuan
peraturan pelaksanaannya.
Penetapan trayek angkutan umum khususnya angkutan kota di Kota Bandung
melibatkan banyak pihak terkait seperti Bakortans Jalan selaku koordinator, Bappeda,
Dinas Perhubungan, Dinas Bina Marga, Dinas Tata Kota, Satlantas Polwiltabes
Bandung, dan DPC organda. Terdapat 11 urutan kegiatan yang dilaksanakan dalam
penetapan trayek angkutan umum khususnya angkutan kota, yang terbagi dalam 4
tahapan, yaitu :
Tahap Penelitian : - pengumpulan data dan informasi
- penelitian dan perencanaan aspek yang terkait dengan
perencanaan trayek
Tahap Perencanaan : - Formulasi kebijaksanaan, analisa dan evaluasi alternatif
trayek
- Penetapan usulan trayek terpilih
Tahap Pelaksanaan : - Rekomendasi trayek terpilih
- Pemberian ijin
- Uji coba trayek terpilih
- Pengesahan trayek terpilih
- Operasi angkutan pada trayek tersebut
Tahap Pengawasan : - Pengawasan dan penertiban trayek di lapangan
- evaluasi jalannya trayek sebagai umpan balik.
Sumber : Dinas Perhubungan Kota Bandung, 2006
Keterlibatan instansi melalui perannya dalam tahap-tahap penetapan trayek
angkutan umum khususnya angkutan kota dapat dilihat dalam Bagan 1.1. Sedangkan
untuk arus informasi dan koordinasi pembagian peran yang diemban oleh berbagai
instansi terkait dalam penetapan trayek angkutan umum akan dideskripsikan
berdasarkan tahapan urutan kegiatan seperti diatas. Adapun aliran informasi yang terjadi
sebagai hubungan koordinasi antar berbagai instansi diatas sebagai berikut :
1. Badan Koordinasi Transportasi (Bakortrans) Jalan Kota Bandung
mengkoordinasikan berbagai institusi yang terkait dengan penetapan trayek
angkutan perkotaan untuk membahas usulan trayek. Pembahasan usulan trayek
ini dilakukan setelah mendapat informasi dari berbagai institusi terlibat dalam
masalah trayek, yaitu :
a. BAPPEDA Kota Bandung memberi informasi tentang pola dasar
pembangunan dan pola utama system perangkutan yang diterapkan di wilayah
Kota Bandung dan program-program kerja yang dilaksanakan untuk
mencapainya.
b. Dinas Bina Marga Kota Bandung memberi informasi tentang program-
program
pengelolaan jalan dan jembatan beserta seluruh kelengkapannya.
c. Dinas Tata Kota Kota Bandung memberi informasi tentang :
- program-program perencanaan dan pengendalian perkembangan kota;
- program-program perencanaan sistem jaringan jalan dan sistem lalu
lintasnya;
- hasil-hasil penelitian terhadap kebutuhan angkutan.
d. Dinas Perhubungan Kota Bandung menyampaikan usulan trayek berdasarkan
hasil penelitian dan perencanaannya.
Selanjutnya dalam forum Bakortrans Jalan, usulan-usulan trayek tersebut dibahas
bersama untuk menetapkan usulan trayek yang disepakati bersama.
2. Hasil pembahasan terhadap usulan trayek dan penetapan usulan trayek yang
disepakati bersama dalam forum Bakortrans Jalan tersebut kemudian
dirumuskan oleh BAPPEDA Kota Bandung.
3. Rumusan BAPPEDA Kota Bandung tentang hasil-hasil pembahasan dan
penetapan usulan trayel terpilih disampaikan kepada Walikota untuk mendapat
persetujuan.
4. Walikota Bandung memberi rekomendasi terhadap usulan trayek, kemudian :
a. Memberi persetujuan kepada Dinas Perhubungan Kota Bandung untuk
melanksanakan uji coba trayek di lapangan.
b. Pada saat yang sama dilaksanakan proses pengurusan ijin untui angkutan
perkotaan yang akan dioperasikan pada trayek-trayek uji coba tersebut.
Walikota Bandung memberikan ijin kepada angkutan perkotaan yang
bersangkutan untuk beroperasi pada trayek uji coba.
5. Dinas Perhubungan Kota Bandung melakukan pemantauan terhadap
pelaksanaan uji coba dan mengevaluasi hasil uji coba tersebut.
6. Hasil evaluasi Dinas Perhubungan Kota Bandung terhadap pelaksanaan uji coba
disampaikan dalam forum Bakortrans Jalan untuk dibahas lebih lanjut bersama
instansi-instansi terkait lainnya. Bila hasil uji coba sesuai dengan yang
diharapkan maka Bakortrans Jalan Kota Bandung langsung menyampaikannya
kepada Walikota Bandung untuk mendapat pengesahan. Bila hasil uji coba
trayek tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka diadakan pembahasan lebih
lanjut untuk mengadakan perbaikan-perbaikan. Hasil perbaikan trayek uji ciba
ini kemudian disampaikan kepada Walikota Bandung untuk disahkan.
7. Penyampaian hasil-hasil pembahasan trayek uji coba kepada Walikota Bandung
untuk disahkan. Selanjutnya Walikota Bandung menetapkan dan mengesahkan
trayek-trayek termaksud dengan Surat Keputusan Walikota.
8. Surat Keputusan Walikota tentang penetapan trayek diinformasikan kepada
pihak penyedia jasa angkutan. Pihak penyedia jasa angkutan mengoperasikan
kendaraan angkutan perkotaan pada trayek-trayek yang telah ditetapkan.
9. Dilakukan kegiatan pengawasan atau pemantauan terhadap pengoperasian
angkutan perkotaan oleh Dinas Perhubungan Kota Bandung dan Satlantas
Polwiltabes Bandung, dimana :
a. Dinas Perhubungan Kota Bandung melakukan pemantauan terhadap kondisi
pelayanan angkutan pada trayek-trayek termaksud dan kondisi serta situasi
lalu lintas pada ruas jalan yang dilalui oleh trayek tersebut. Hasil-hasil
pemantauan ini kemudian dipakai sebagai bahan untuk mengevaluasi
kembali pelaksanaan trayek tersebut.
b. Satlantas Polwiltabes Bandung melakukan pengawasan terhadap ketertiban
dan kelancaran lalu lintas serta melaksanakan penyidikan terhadap pelaku
pelanggaran lalu lintas, termasuk penyidikan terhadap pihak penyedia jasa
angkutan yang tidak memenuhi ketentuan trayek. Kemudian hasil
pengawasan dan penyidikan tersebut diinformasikan kepada Dinas
Perhubungan Kota Bandung sebagai bahan masukan untuk evaluasi.
10. a. Dinas Perhubungan Kota Bandung menyampaikan hasil-hasil evaluasi
terhadap pengoperasian trayek di lapangan kepada forum Bakortrans Jalan
untuk dibahas kembali.
b. Satlantas Polwiltabes Bandung juga menyampaikan hasil-hasil pengawasan
dan penyidikan yang dilakukan di lapangan kepada forum Bakortrans Jalan
Kota Bandung, khususnya yang menyangkut masalah operasi kendaraan
angkutan perkotaan.
3.2 Instansi pelaksana yang bermasalah
Pemerintah Kota Bandung terlalu mudah memberikan izin usaha di lokasi yang awalnya
sebagai tempat tinggal tanpa disertai sarana parkir yang memadai.
Bina Marga
Infrastruktur jalan di kota yang berpenduduk 2,6 juta jiwa ini memang tidak
mendukung. Data dari Dinas Bina Marga Kota Bandung menyebutkan, panjang jalan
keseluruhan di Kota Bandung mencapai 1.169 km, yang terdiri dari 1.103 km jalan kota,
23 km jalan provinsi, dan 42 km jalan negara.
Jika diasumsikan jalan negara dan provinsi selebar 10 meter dan jalan kota selebar lima
meter, maka dapat disimpulkan bahwa panjang jalan hanya sekitar 3,7 persen dari luas
kota 167,29 kilometer persegi. Sebagai kota jasa, idealnya panjang jalan 15 hingga 20
persen dari wilayah kota. Contohnya, Tokyo dan Paris, luas jalannya mencapai 15
persen dari luas kota.
Dinas Perhubungan
Banyaknya jumlah angkot yang melebihi batas jumlah armada yang ditetapkan.
Jumlah angkot sebanyak 5.521 ditambah 1.383 taksi, makin menambah beban
kemacetan. Jumlah itu belum termasuk sekitar 8.000 angkot dari luar Bandung. Lihat
saja, bagi pemakai jalan di sepanjang Jalan PHH Mustafa (Suci), Soekarno-Hatta, Kopo,
Otista, Riau, dan Merdeka, angkot menjadi salah satu penyebab kemacetan di Bandung
Dengan adanya pembagian peran antar instansi dalam tahapan penetapan trayek
angkutan penumpang umum di Kota Bandung dan aliran informasi yang jelas serta
tahap-tahap penetapan trayek angkutan umum khususnya angkutan kota yang tersusun
dengan baik, seharusnya mampu menghasilkan penetapan trayek yang efektif dan dapat
mengantisipasi perkembangan yang terjadi di kemudian hari. Meskipun penetrasi
pelayanan angkutan umum di Kota Bandung sudah dapat dikatakan secara ruang
maupun kapasitasnya, namun jaringan pelayanannya (trayek) tidak terstruktur dengan
rapi.
3.3 Keadaan Kebijakan yang ada dan Berpengaruh Pada Perilaku dan Publik
Peraturan Daerah No.10 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Perhubungan di
Kota Bandung tidak didesain secara jelas terutama pengaturan mengenai sanksi bagi
perilaku bermasalah yang melanggar tata tertib berlalu-lintas, sehingga terjadi berulang-
ulang. Ketidaktahuan pihak2 yang dituju kebijakan tentang perda misalnya,
menjelaskan mengapa dia berperilaku tidak sesuai.
Kebijakan yang ada ternyata kurang efektif untuk menyelesaikan masalah-
masalah lalu-lintas, terutama efek jera pada publik yang melakukan pelanggaran yang
ternyata masih rendah. Oleh karena itu dibutuhkan ketegasan dalam implementasinya.
3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku yang bermasalah
Perilaku bermasalah yang terjadi dalam hal kemacetan di kota bandung disebabkan
oleh beberapa hal baik dari faktor objektif maupun dari faktor subjektif, berikut ini akan
kami coba jabarkan beberpapa faktor tersebut :
� Jembatan penyeberangan rusak, kotor, jorok
� Di jembatan penyeberangan sering terjadi pencopetan
� Tidak ada tempat pemberhentian untuk angkot
� Angkot rebutan mengambil penumpang, karena ”kejar setoran’
� Pembatas ruas jalan rusak / tidak berfungsi / sengaja dibuka;
� Ruas jalan yang khusus diperuntukan untuk motor ternyata dipadati pengendara
motor, ditambah lagi bercampur dengan angkot.
� Belum adanya peraturan khusus yang mengatur ijin operasional kendaraan,
pembatasan usia kendaraan,maupun program yang mengatur jumlah kendaraan
yang beredar pada ruas-ruas jalan protokol pada jam sibuk (ex: program 3 in 1 di
Jakarta)
� penetapan trayek angkutan kota di Kota Bandung belum terkoordinir dengan
tertib
� banyaknya armada yang melakukan ngetem pada jam-jam off peak, yang tak
jarang menjadi penyebab kemacetan lalu lintas
� Pengemudi berani melanggar karena tidak adanya petugas polisi yang
mengawasi
� Aparat tidak pernah melakukan penertiban dengan tegas karena adanya pihak-
pihak petugas yang menerima sogokan baik dari preman maupun dari pedagang
langsung
� Penegak hukum tidak bisa menerapkan sanksi pembebanan biaya paksa yang
besar karena kita semua menyadari bahwa mereka yang berperilaku bermasalah
tersebut pasti tidak mampu membayar.
� Penegak hukum sering menerima dan bahkan meminta uang damai kepada para
pelanggar agar mereka tidak mengikuti sanksi aturan hukum yang berlaku
� Pemerintah Daerah tidak dapat mengkoordinir jumlah trayek dan tidak dapat
mengatur jumlah peredaran kendaraan bermotor yang makin hari semakin
bertambah.
� Warga masyarakat tidak mengetahui dan tidak perduli bahwa menyeberang jalan
tidak pada zebra cross dan jembatan penyeberangan merupakan pelanggaran
hukum ,dapat menyebabkan kemacetan dan mempunyai sanksi yang diatur
dalam hukum
� Belum ada aturan yang lebih teknis operasional yang mengatur SOP pengelolaan
kas daerah yang bersumber dari dana pembebanan biaya paksaan.
� Proses pembatasan volume kendaraan tidak didukung oleh kebijakan yang lebih
teknis dan efektif
� Ketidaktegasan dari pihak-pihak yang berwenang untuk mengatasi masalah
kemacetan
Dari beberapa kenyataan yang terjadi diatas dapat diketahui bahwa penyebab
semrawutnya lalu lntas jalan raya di kota Bandung bukan hanya disebabkan oleh faktor
kenakalan dan kelalaian dari pengendara saja baik itu angkutan umum maupun
kendaraan pribadi, tetapi kemacetan juga ditimbulkan oleh tidak tegasnya aparat dan
juga ketidak seriusan pemerintah daerah kota bandung untuk benar-benar dapat
mengatasi masalah tersebut.
BAB IV
USULAN SOLUSI
4.1 Pengantar Singkat
Kepadatan lalu lintas kota Bandung dari hari ke hari makin terus bertambah
terlebih lagi pada setiap akhir pekan, kenyamanan kota Bandung sudah tidak dapat
dirasakan lagi seperti pada masa lalu tahun 1960 – 1970 an. Kondisi tersebut dipacu
dengan bertambahnya jumlah penduduk disebabkan adanya angka kelahiran maupun
migrasi dan urbanisasi yang tinggi, dengan berbagai kegiatan dan tujuan mulai dari
pendidikan, perdagangan, perkantoran maupun pariwisata.
Disatu pihak memang menguntungkan dari sisi pendapatan daerah secara makro,
disisi lain terjadi kepadatan penduduk, lalu lintas dan polusi lingkungan pun (udara, air
dan tanah) terjadi. Dengan luas wilayah yang terbatas secara geografis serta sumber
daya yang ada, kota Bandung mempunyai daya tarik tinggi bagi kegiatan pembangunan.
Didalam perkembangannya kegiatan pembangunan di Kota Bandung pada umumnya
dihadapkan pada berbagai masalah, baik masalah sosial, ekonomi maupun lingkungan,
disamping pula kebutuhan dasar manusia akan sandang, pangan dan papan harus dapat
terpenuhi. Permasalahan yang timbul adalah tingginya pertumbuhan penduduk yang
dipengaruhi oleh adanya migrasi maupun pertumbuhan alami, serta jumlah kendaraan
yang melebihi panjang jalan dan mengakibatkan terjadi pula dampak kemacetan lalu
lintas di kota Bandung.
Sudah wakunya kita bersama memikirkan solusi yang tepat untuk mengatasi
berbagai masalah yang timbul di perkotaan, tentunya kita memiliki ahli-ahli
transportasi, perencanaan kota, lingkungan, penataan ruang, sosial ekonomi dan lain
sebagainya. Berikut ini beberapa solusi yang kami temukan untuk mengatasi kemacetan
di Kota Bandung.
4.2 Usulan Solusi
Solusi I
• Pemkot Bandung sebaiknya harus lebih selektif dalam memberikan izin usaha
di tempat yang berpotensi menyebabkan kemacetan.
Solusi II
• Menerbitkan peraturan atau merevisi peraturan yang sudah ada baik berupa
perda atau SK walikota yang bersifat lebih komprehensif dan menyentuh publik
yang terlibat didalamnya.
Solusi III
• Melakukan koordinasi antar pihak terkait seperti bakortans jalan selaku
koordinator, bappeda, dinas perhubungan, dinas bina marga, dinas tata kota,
satlantas polwiltabes bandung, dan dpc organda.sehingga tercipta sebuah
pemahaman bersama dan persamaan persepsi atas masalah kemacetan di Kota
Bandung.
Solusi IV
Melakukan penelitian dan pengawasan secara intensif, yang terbagi dalam 4 tahapan,
yaitu :
Tahap penelitian : - Pengumpulan data dan informasi
- Penelitian dan perencanaan aspek yang terkait dengan
perencanaan trayek
Tahap perencanaan : - formulasi kebijaksanaan, analisa dan evaluasi alternatif
trayek
- penetapan usulan trayek terpilih
Tahap pelaksanaan : - rekomendasi trayek terpilih
- Pemberian ijin
- Uji coba trayek terpilih
- Pengesahan trayek terpilih
- Operasi angkutan pada trayek tersebut
Tahap pengawasan : - pengawasan dan penertiban trayek di lapangan
- Evaluasi jalannya trayek sebagai umpan balik.
Solusi V
Pemberlakuan 3 in 1 di jalan-jalan dan jam-jam tertentu dan melakukan manajemen
lalu-lintas dengan tepat.
Solusi VI
Membangun sarana dan prasarana baru untuk angkutan umum massal (saum) seperti
monoreil,kereta api subway,busway.
Solusi VII
Memperketat dan membatasi kredit kepemilikan kendaraan bermotor.
4.3 Rincian Ketentuan-Ketentuan Pokok RUU
Rincian ketentuan-ketentuan pokok RUU yang ada harus memuat hal-hal sebagai
berikut dibawah ini :
• SKPD yang berwenang dapat menerapkan sanksi yang jelas berupa sanksi
administrasi maupun sanksi keuangan (pembebanan biaya paksa)
• Polisi meningkatkan ketertiban untuk mencegah dan mengatasi tindak kriminal
• SKPD yang berwenang wajib menyediakan tempat pemberhentian untuk angkot
• Tarif setoran pada pengusaha angkot mesti diatur.
• Menentukan standar spesifikasi teknis pembatas ruas jalan yang efektif.
• Menyediakan ’angkot-lane’ yang terpisah dari ’motor-lane’
• Membuat peraturan yang membatasi peredaran kendaraan.
• Membuat peraturan baru dan atau mengkoordinir jumlah penetapan trayek.
• Melarang angkot untuk ngetem pada jam-jam off peak dan menyediakan sarana
(terminal) angkot untuk ngetem.
• Penempatan aparat kepolisian dijalanan untuk menindak pelanggar dan
mengatur lalu-lintas.
• Sesuai dengan perda maka petugas harus menertibkan pedagang yang melanggar
aturan dan juga memberikan sanksi kepada pedagang yang bandel maupun
petugas yang menyalahgunakan kewenangannya.
• Ketentuan tentang pembebanan biaya paksa ini dan juga penyelewengan oleh
petugas bisa diatasi apabila :
• Polisi bisa bertindak tegas;
• SKPD berwenang membuat / menjalankan model transportasi makro yang
mengitegrasikan 4 model transportasi umum yaitu: buslane, monorel, subway.
• SKPD yang berwenang menyediakan sarana dan prasarana bagi angkot untuk
ngetem dan pkl untuk lokasi berjualan.Bila ini terwujud, dengan sendirinya
maka kemacetan bisa diatasi atau setidaknya dikurangi.
• Pemda beserta SKPD yang berwenang mengatur dan menetapkan peraturan
yang dapat mengurangi jumlah trayek kendaraan umum dan juga kendaraan
pribadi sesuai dengan kapasitas panjang jalan.
• Mempublikasikan tentang peraturan2 yang tampaknya sepele dan akrab sekali
dengan keseharian masyarakat, yang ternyata melanggar perda.
• Mengatur secara jelas dan teknis tentang pengelolaan kas daerah bersumber dari
pembebanan biaya paksaan
• Mengatur secara jelas dan tegas melalui sanksi dalam perda untuk
menanggulangi kemacetan
4.4 Solusi yang disukai
Untuk melakukan penertiban lalu-lintas, pemerintah kota bandung akan
memberlakukan lalu-lintas dengan sistem satu arah. Untuk merealisasikan hal tersebut,
Dinas Perhubungan dan Satuan Lalu lintas Kepolisian Wilayah Kota Besar Bandung
akan melakukan rekayasa lalu lintas di Jalan Gatot Subroto dan Jalan Lingkar Selatan.
Rencana rekayasa kedua jalan tersebut baru akan dilaksanakan setelah pihak Satlantas
Polwiltabes Bandung dan Dishub Kota Bandung mengevaluasi hasil rekayasa lalu
lintas sebelumnya.
Namun dengan sistem ini tidak memungkiri kemungkinan adanya aksi mogok
dari sopir angkutan umum yang merasa dirugikan dengan rekayasa jalan ini. Untuk
mengatasi hal tersebut, pihak Dishub dan Satlantas Polwiltabes Bandung akan
melakukan dialog secara intensif dengan pihak-pihak yang terkait. Satlantas Polwiltabes
Bandung juga sedang memikirkan alternatif penyelesaian permasalahan lahan parkir.
Seperi kita ketahui bahwa Sekarang ini badan jalan banyak yang digunakan untuk lahan
parkir.
4.5 Pernyataan Dampak Sosial
Sebagai konsekuensi dari sebuah kota yang berkembang menjadi metropolitan,
kemacetan tampaknya menjadi hal yang tidak asing lagi bagi warga Kota Bandung.
Dibandingkan dengan Jakarta yang masih mengenal hari sepi, yaitu hari Sabtu dan
Minggu, kesemrawutan lalu lintas di Kota Kembang ini dinilai banyak kalangan cukup
parah sebab tidak mengenal hari sepi lalu lintas.
Jalan Cihampelas merupakan salah satu lokasi yang cukup banyak dikunjungi
wisatawan. Ruas jalan ke arah Jalan H Juanda, RE Martadinata, dan Jalan Setiabudhi
juga menjadi tujuan utama wisatawan yang liburan ke Bandung. Hal itulah yang
menyebabkan ruas-ruas jalan itu kian macet saat weekend. Kendaraan roda empat hanya
bisa melaju 5-20 kilometer per jam.
Sejak dibukanya Jalan Tol Cipularang, mobil pribadi dari Jakarta yang masuk
Bandung makin meningkat. Data dari PT Jasa Marga menyebutkan, tiap hari rata-rata
kendaraan yang masuk ke Bandung lewat pintu Tol Pasteur sekitar 24.000. Jika liburan,
volume kendaraan bertambah sekitar 1.500 unit. Alhasil, Bandung yang sudah sesak
oleh mobil warganya, menjadi kian padat oleh mobil-mobil dari Jakarta.
Selain pertumbuhan jalan yang tidak sebanding dengan pertumbuhan kendaraan,
minimnya lahan parkir dan angkutan kota (angkot) turut andil dalam kemacetan di kota
yang besok, Minggu (25/9), memperingati hari jadinya yang ke-195 tahun. Banyak
kendaraan, terutama saat liburan, diparkir di pinggir-pinggir jalan sekitar factory outlet
dan pusat oleh-oleh Bandung.
4.6 Pelaksanaan pemantauan
Pelaksanaan pengawasan, Pemantauan, penilaian dan tindakan korektif
dilakukan oleh pemerintah daerah (dinas perhubungan), kepolisian, bina marga, serta
pihak yang terkait lainnya sesuai dengan pasal 96 UU No.10 Tahun 2001. Dilakukan
kegiatan pengawasan atau pemantauan terhadap pengoperasian angkutan perkotaan oleh
Dinas Perhubungan Kota Bandung dan Satlantas Polwiltabes Bandung, dimana :
a. Dinas Perhubungan Kota Bandung melakukan pemantauan terhadap kondisi
pelayanan angkutan pada trayek-trayek termaksud dan kondisi serta situasi
lalu lintas pada ruas jalan yang dilalui oleh trayek tersebut. Hasil-hasil
pemantauan ini kemudian dipakai sebagai bahan untuk mengevaluasi
kembali pelaksanaan trayek tersebut.
b. Satlantas Polwiltabes Bandung melakukan pengawasan terhadap ketertiban
dan kelancaran lalu lintas serta melaksanakan penyidikan terhadap pelaku
pelanggaran lalu lintas, termasuk penyidikan terhadap pihak penyedia jasa
angkutan yang tidak memenuhi ketentuan trayek. Kemudian hasil
pengawasan dan penyidikan tersebut diinformasikan kepada Dinas
Perhubungan Kota Bandung sebagai bahan masukan untuk evaluasi.
4.7 Kesimpulan Singkat
Masalah kemacetan lalu-lintas di Kota Bandung merupakan masalah yang cukup
pelik untuk diselesaikan dan membutuhkan suatu tindakan dalam pelaksanaannya. Saat
ini kota Bandung telah berubah menjadi sebuah kota metropolitan, dimana terdapat ciri
yaitu kian bertambahnya arus lalu-lintas sebagai konsekuensi dari bertambahnya
jumlah penduduk.
Fenomena seperti ini sudah lumrah terjadi di kota-kota besar lainnya, namun yang
membedakan ialah kebijakan serta usaha-usaha yang dilakukan untuk mengurangi
tingkat kemacetan di tiap-tiap kota itu berbeda-beda. Seperti di Jakarta telah
diberlakukan sistem 3 in 1 atau jalur Busway, di daerah Puncak Bogor dengan sistem
buka-tutup-nya, dan di Bandung dengan adanya Fly-over.
Indonesia telah berusaha semaksimal mungkin untuk menangani masalah
kemacetan tersebut, salah satunya dengan meng-adopsi strategi seperti yang dibuat di
luar negeri, yaitu dengan pembangunan Monorail dan kereta api Subway. Dengan
demikian, ternyata masih banyak hal lain yang harus diperbaiki dan dibuat untuk
menyelasaikan masalah kompleks ini.
DAFTAR PUSTAKA
Levri Ardiansyah, S.IP. Materi Kuliah Kebijakan Publik : teori ROCCIPI
WEBSITE
www.kompas.com. ” Lalu Lintas di Kota Bandung akan jadi Satu Arah”
www.kompas.com. ” Kemacetan di Bandung Kronis”
www.bandung.go.id. ”PERDA No 10 Tahun 2001”
www.pikiranrakyat.com. ”Monorel Kota Bandung bakal Beroperasi 2009”
DOKUMEN-DOKUMEN
Peraturan Daerah Nomor : 10 Tahun 2001 Tentang Penyelengaraan Perhubungan di
Kota Bandung.