rokurinium edit memo
DESCRIPTION
anestesiTRANSCRIPT
![Page 1: Rokurinium Edit Memo](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022081123/563dba6f550346aa9aa59f7f/html5/thumbnails/1.jpg)
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ROKURONIUM BROMIDA
Merupakan obat pelumpuh otot golongan non depolarisasi turunan aminosteroidal, dengan efek
utamanya pada post junctional dan selektifitas yang tinggi pada reseptor neuromuscular junction.
Obat ini dipublikasikan pada tahun 1988 pada World Congress of Anesthesiology IX di
Washington dan diperkenalkan pada praktek anestesi tahun 1994 di Prancis. Obat golongan ini
mencegah depolarisasi dengan jalan bereaksi dengan reseptor asetilkolin dengan cara : a. b. c.
Mencegah asetilkolin berikatan dengan reseptor, jadi mencegah depolarisasi motor end plate Bila
konsentrasi relaksan non depolarisasi banyak, molekul relaksan akan masuk ke terowongan
reseptor, menyebabkan blokade channel. Relaksan non depolarisasi bekerja pada presynaptic
site, memblok terowongan Na+ dan mencegah pergerakan asetilkolin dari sintesa site ke release
site. Paralisis otot dihasilkan dengan antagonis kompetitif pada reseptor kolinergik nikotinik otot
rangka, potensinya kurang lebih 15-20 % vekuronium. Rokuronium tidak menghasilkan blok
pada ganglia autonom, mempunyai onset kerja cepat, masa kerja sedang, pemulihan cepat dan
kumulasi minimal, juga mempunyai tendensi yang rendah untuk menghasilkan pelepasan
histamin. 3 Sifat Fisik dan Kimia3,7,19 Rokuronium adalah suatu 2-morpholino, 3-desacetyl, 16-
allyl-pyrrolidino derivat dari vekuronium, yang berbeda dari vekuronium pada posisi 3 nukleus
steroid. Rumus kimiawinya C32H53BrN2O4 dengan berat molekul 609.70. Koefisien partisi
dalam n-octanol/water adalah 0,5 pada 20oC dan memiliki pH 4. Osmolaritas (osmol.litre-1) dan
osmolalitas (osmol.kg -1) antara 260 dan 330,6.
a.
Universitas Sumatera Utara
![Page 2: Rokurinium Edit Memo](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022081123/563dba6f550346aa9aa59f7f/html5/thumbnails/2.jpg)
Karakteristik molekuler yang menarik dari rokuronium adalah tidak adanya fragmen mirip
asetilkolin yang ditemukan pada nukleus steroid (A ring) dari pankuronium dan vekuronium.
\
Fragmen mirip asetilkolin terletak pada D ring yang sesuai untuk bergabung dengan reseptor
neuromuscular junction dan umumnya ada pada obat pelumpuh otot dengan potensi tinggi.
Fragmen mirip asetilkolin ini dapat tetap tampak pada struktur rokuronium. Namun penggantian
methyl group yang terletak pada quaternary nitrogen dari pankuronium dan vekuronium, oleh
allyl group dan tidak adanya fragmen mirip asetilkolin pada A ring mungkin yang bertanggung
jawab pada penurunan potensi yang tampak pada rokuronium. Penggantian acetate group yang
terletak pada A ring oleh hydroxy group, yang mungkin menyebabkan rokuronium sebagai
larutan yang stabil. Digunakan dalam 24 jam setelah pencampuran dan disimpan pada 2-8 derajat
Celcius. Rokuronium dikemas dalam larutan isotonis yang steril dan non pirogen. Interaksi dan
Potensi3 Penelitian pada manusia mempunyai potensi 15% vekuronium. ED50 0.105 mg/kg -
0.170 mg/kg, dan ED90 dari 0.259 mg/kg 0.305 mg/kg, tergantung teknik anestesi dan stimulasi
yang digunakan. Enfluran dan isofluran mempunyai efek potensiasi dengan rokuronium, sedang
halotan kurang dibanding enfluran dan isofluran, hal ini sama dengan obat pelumpuh otot yang
lain. Penelitian mengenai interaksi rokuronium dengan beberapa obat anestesi intravena seperti
droperidol, midazolam, etomidate, thiopentone dan propofol tidak mempunyai efek yang nyata
secara klinis dari rokuronium, namun dosis tinggi obat-
b.
Universitas Sumatera Utara
![Page 3: Rokurinium Edit Memo](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022081123/563dba6f550346aa9aa59f7f/html5/thumbnails/3.jpg)
obatan tersebut dapat mempunyai efek potensiasi yang sedikit, pemberian suxamethonium
sebelumnya tidak memberikan efek pada potensi rokuronium. Efek Kardiovaskuler2,20,22
Pelumpuh otot dapat menghasilkan efek kardiovaskuler pada blok reseptor muskarinik, blok
ganglion, pelepasan noradrenalin dan blokade re-uptake, atau pelepasan histamin. Rokuronium
juga memiliki sedikit efek vagolitik, oleh karena itu rokuronium cocok juga digunakan untuk
operasi yang mempunyai resiko stimulasi vagal. Begitupun rokuronium tidak menyebabkan
perubahan denyut jantung ataupun tekanan darah Pada dosis klinis rokuronium mempunyai
aktifitas sedikit atau tidak ada pada reseptor kolinergik nikotinik yang lain diluar otot rangka.
Efek vagolitik yang ringan, yang tampak pada dosis yang lebih tinggi dari rokuronium dapat
membantu pencegahan bradikardia intra operatif yang mana dapat menyebabkan masalah pada
anestesia. Kurangnya bloking ganglion secara relatif atau efek simpatomimetik, biasanya tidak
menyebabkan masalah pada pasien-pasien yang menggunakan terapi (anti depresan, β bloker )
yang mana tergetnya pada sistim simpatis. Tidak ada perubahan hemodinamik yang berarti oleh
karena pemberian rokuronium. Tidak ada peningkatan plasma histamin pada dosis 1,2 mg/kg iv
(4xED95). Perubahan hemodinamik sedikit pernah diobservasi sewaktu operasi bypass koroner
jantung. Reaksi anafilaksis pernah juga dilaporkan, namun ternyata dianggap tes positip palsu,
karena lebih 50% dari populasi menunjukkan tes intradermal dengan hasil positip. Penemuan
terbaru disimpulkan bahwa tidaklah tepat untuk menghindari rokuronium karena alasan reaksi
anafilaksis. d. Sifat Pelepasan Histamin3 Pelepasan histamin dapat menyebabkan efek yang tak
diinginkan yang mana efek kardiopulmonal adalah masalah penting pada klinis. Kebanyakan
obat pelumpuh otot yang digunakan sekarang ini adalah derivat aminosteroidal,
benzylisoquinoline, atau molekul asetilkolin. Perbedaan pada obat tersebut adalah matriks
molekuler yang mensuport struktur amonium bisquaternary. Suatu yang paling penting diantara
obat pelumpuh otot tersebut adalah kemampuan untuk melepaskan histamin dari sel mast.
c.
Universitas Sumatera Utara
![Page 4: Rokurinium Edit Memo](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022081123/563dba6f550346aa9aa59f7f/html5/thumbnails/4.jpg)
Hal ini telah diperlihatkan bahwa benzylisoquinoline dari obat pelumpuh otot mempunyai
kemungkinan bahan yang lebih tinggi untuk melepaskan histamin dari sel mast dari pada
aminosteroidal. Rokuronium merupakan pelumpuh otot dari aminosteroidal, sehingga kurang
melepaskan histamin. Hal ini telah diperlihatkan pada pasien yang mana tidak ada peningkatan
level histamin plasma yang tampak pada 1, 3 dan 5 menit setelah bolus intravenous yang cepat
dari penggunaan dosis yang lebih dari 1,3 mg/kg iv (2,4x ED95). e. Farmakokinetik3,7,20,22
Farmakokinetik rokuronium mirip dengan vekuronium, kecuali volume distribusinya lebih kecil,
ini menunjukkan lipophilicity rokuronium lebih rendah dari vekuronium. Penelitian
farmakokinetik dilakukan di Spain, Northern Ireland dan Netherlands dengan menggunakan
teknik anestesi inhalasi dengan halotan atau isofluran. Hasil dari ketiganya tidak berbeda. Setelah
penyuntikan dosis bolus secara intravena, maka proses waktu konsentrasi plasma berjalan dalam
tiga tahapan. Pada orang dewasa sehat, waktu paruh eliminasi rata-rata 73 menit, volume
distribusi pada kondisi yang tetap 203 ml.kg-1 dan pembersihan plasma adalah 3,7ml kg-1 min-
1. Rokuronium terutama dieliminasi melalui jalur hepatobiliary dan 10% di ginjal. Umumnya
kumulasi berdasarkan pada dosis dan sifat farmakologi dari obat, kumulasi terjadi bila pemberian
obat melebihi eliminasi obat. Awalnya plasma clearence oleh 2 proses yaitu distribusi dan
eliminasi. Akhirnya hanya clearence oleh eliminasi yang menetap karena redistribusi secara
progresif berlawanan dengan distribusi sampai clearence distribusi menjadi zero. Khuenl-Brady
dkk menemukan bahwa pada kucing lebih dari 50% rokuronium dieliminasi tidak berubah pada
biliaris, dan hanya 9% pada urine. Lebih dari 32 % rokuronium ditemukan di liver dalam 6 jam
setelah pemberian, menunjukkan adanya metabolisme sedikit dari rokuronium. Penelitian
farmakokinetik memperlihatkan bahwa rokuronium mirip vekuronium, secara relatif fraksi yang
terbatas dieksresi renal (33%). Cooper dkk menemukan bahwa nilai farmakokinetik rokuronium
pada pasienpasien dengan dan tanpa gagal ginjal dapat menunjukkan perbedaan yang nyata pada
Universitas Sumatera Utara
![Page 5: Rokurinium Edit Memo](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022081123/563dba6f550346aa9aa59f7f/html5/thumbnails/5.jpg)
kecepatan clearance (2.5 dan 3.7 ml/kg/menit) dan mean residence times (97.1 dan 58.3 menit).
Namun parameter lain pada penelitian ini tidak ada perbedaan bermakna. Pada penyakit hepar
stadium lanjut terjadi pemanjangan masa kerja obat tetapi dosis initial sedikit ditingkatkan
karena volume distribusi yang lebih lama dan pada gagal ginjal bersihan plasma menurun,
distribusi volume menjadi meningkat dan terjadi pemanjangan masa kerja obat secara signifikan
dengan sekali pemberian. Efek pemanjangan masa kerja obat juga terjadi pada wanita hamil dan
orang tua yang disebabkan pemanjangan masa kerja hepar. Selain itu efek dari pemanjangan
masa kerja dari rokuronium disebabkan juga penambahan dosis 0,6 mg/kg iv menjadi 1 mg/kg iv
yaitu (37-95 menit). Untuk mengakhiri kerja rokuronium dibutuhkan suatu antagonis blokade
neuromuskular. Profil farmakokinetik rokuronium : VD (mL/kg) Normal Gagal ginjal Sirosis
Geriatrik Pediatrik 207±14 264±19 234±50 399±122 224 Bersihan (mL/kg/mnt) 2,89±0,25
2,89±0,25 2,41±0,57 3,67±1 2,67 Waktu paruh eliminasi (menit) 70,9±4,7 97,2±17,3 96±36,8
97,6±69,1 46-55
e.
Farmakodinamik3,7,20 Potensi rokuronium sekitar 15-20% vekuronium. Potensi yang lebih
rendah ini
dapat mempunyai keuntungan. Pada penelitian eksperimental, obat–obat dengan potensi lebih
rendah menghasilkan onset yang lebih cepat, kemungkinan karena konsentrasi molar yang lebih
tinggi pada tempat aksinya. Rokoronium merupakan antagonis asetilkolin, sehingga bereaksi
dengan cara kompetisi ditempat ikatan asetilkolin. Prinsip kerjanya reseptor seperti yang
dilakukan asetilkolin pada daerah yang sama di dan suksinilkolin, tetapi tidak
![Page 6: Rokurinium Edit Memo](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022081123/563dba6f550346aa9aa59f7f/html5/thumbnails/6.jpg)
mendepolarisasi motor end plate. Rokuronium menstabilkan membran post sinap dan mencegah
terbentuknya potensial aksi di otot rangka, tetapi aksinya tidak hanya di reseptor nikotinik post
sinap tetapi juga di presinap.
Universitas Sumatera Utara
![Page 7: Rokurinium Edit Memo](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022081123/563dba6f550346aa9aa59f7f/html5/thumbnails/7.jpg)
Pada umumnya setuju bahwa interval waktu antara supresi reflek proteksi oleh induksi anestesi
dan kondisi intubasi yang baik adalah fase yang berbahaya pada anestesia, regurgitasi dan
aspirasi isi lambung sering terjadi selama periode ini, maka interval ini sepatutnya sependek
mungkin. Mula kerja rokuronium yaitu waktu dari penyuntikan obat sampai efek maksimal, lebih
cepat dibanding obat–obat pelumpuh otot non depolarisasi yang telah tersedia, pada beberapa
dosis perbandingan obat pelumpuh otot, rokuronium memberikan paralisis dan kondisi intubasi
yang baik lebih cepat. Dosis 0.6 mg/kg iv rokuronium (2 x ED95) pada intravenous anestesia
memberikan kondisi intubasi yang baik dalam 1 menit hampir pada semua pasien. Pada dosis ini
paralisis otot cukup untuk suatu tipe pembedahan diperoleh dalam 2 menit. Alasan mula kerja
yang cepat diduga oleh potensi rendah relatif rokuronium, ini menjamin molekul relaksan yang
lebih pada sirkulasi darah dan menghasilkan gradien konsentrasi yang besar terhadap biophase.
Karena rokuronium menyebabkan blok neuromuskuler lebih cepat pada otot adduktor larinx
( walaupun blok kurang intensif ) daripada otot adduktor pollisis. Hal ini menyebabkan intubasi
dapat dilakukan sebelum blok yang komplit pada jari. Profil farmakodinamik rokuronium : Dosis
(mg/kg) ED95 Intubasi rutin Intubasi cepat 0,3 0,6 1,2 Mula kerja (detik) 210±55 89±33 55±14
Waktu pulih 25% 20 (14-28) 37 (23-75) 73 (38-150)
2.2.
Pemantauan Transmisi Neuromuskuler Kekuatan kontraksi otot tergantung pada jumlah serabut
otot yang berkontraksi.
Agar semua serabut otot yang bersangkutan berkontraksi dibutuhkan rangsang supramaksimal.
Dengan demikian respon otot tersebut dapat dihasilkan kembali. Untuk memeriksa fungsi
neuromuscular junction, maka respon otot diperiksa dengan memberikan rangsangan listrik
terhadap saraf perifer. Saraf motorik perifer yang sering digunakan pada pemantauan saraf
adalah saraf ulnaris, menghasilkan respon berupa aduksi ibu jari. Tempat pemantauan saraf
![Page 8: Rokurinium Edit Memo](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022081123/563dba6f550346aa9aa59f7f/html5/thumbnails/8.jpg)
Universitas Sumatera Utara
![Page 9: Rokurinium Edit Memo](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022081123/563dba6f550346aa9aa59f7f/html5/thumbnails/9.jpg)
lainya adalah saraf fasialis, dengan respon kontraksi otot orbicularis oculi, atau pada saraf
mandibula dengan respon berupa kontraksi otot masseter.
2.2.1. Pola Perangsangan Saraf a. Train Of Four (TOF) Pola perangsangan ini pertama
diperkenalkan oleh Ali dkk pada awal tahun 1970-an. Pada pola ini diberikan empat rangsangan
pada frekuensi 2 Hz setiap 0,5 detik. Pada penggunaan kontinyu, rentetan rangsang ini diulang
setiap 10-12 detik. Setiap rangsangan didalam rentetan akan menimbulkan kontraksi otot dengan
amplitudo yang sama. Pengurangan amplitudo kontraksi akan terjadi apabila digunakan obat
pelumpuh otot non depolarisasi ataupun pada blokade fase II setelah pemberian suksinilkolin.
Rasio TOF kurang dari 0,3 pada penggunaan suksinilkolin, menggambarkan blokade fase II.
Derajat pengurangan amplitudo bergantung pada derajat kelumpuhan otot, frekwensi dan lama
perangsangan serta kekerapan rangsangan diberikan.
Gambar 2. TOF-Watch (Organon Teknika, Boxtel, Holland) b. Post Tetanic Count (PTC) Oleh
karena pada blokade yang hebat tidak terjadi kontraksi otot sama sekali, maka pola perangsangan
TOF tidak mungkin digunakan untuk menilai blokade yang hebat. Namun telah terbukti bahwa
blokade yang hebat dapat dinilai dengan memberikan rangsangan tetanik (50 hz selama 5 detik),
yang 3 detik kemudian diikuti dengan suatu rangsangan tunggal 1.0 hz.
Universitas Sumatera Utara
![Page 10: Rokurinium Edit Memo](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022081123/563dba6f550346aa9aa59f7f/html5/thumbnails/10.jpg)
c.
Double Burst (DB) Derajat sisa kelumpuhan otot oleh obat pelumpuh otot non depolarisasi
umumnya dipantau secara manual dengan rasio TOF. Namun penilaian secara kuantitatif sulit
dilakukan dengan rasio TOF telah pulih > 40-50 %. Ini disebabkan kedua tanggapan ditengah
mengaburkan perbandingan tanggapan keempat dengan yang pertama. Atas dasar itu
dikembangkan suatu teknik perangsangan saraf yang hanya menghasilkan dua kontraksi saja.
Sehingga dimungkinkan untuk menilai pengurangan tanggapan oleh sisa efek obat secara
manual. Teknik ini menggunakan dua rangsangan tetanik yang berlangsung singkat dengan
interval singkat pula – Double Burst Stimulator (DBS). Rentang waktu perangsangan harus
singkat agar tanggapan otot dapat terlihat atau dirasakan sebagai kedutan tunggal singkat dan
bukan sebagai suatu kontraksi yang menetap. Pada DBS ditetapkan rentang waktu tersebut
adalah 750 milidetik.
2.2.2. Penilaian Kontraksi Alat perangsang saraf perifer mempunyai 2 buah elektroda (positif
dan negatif) yang ditempelkan sejajar pada permukaan kulit didaerah ulnaris. Pada saat alat
perangsang saraf perifer berfungsi, akan terlihat atau teraba aduksi otot polisis. Kekuatan
perabaan atau lebar sudut penyimpangan merupakan indikator derajat kelumpuhan otot.
2.2.3. Penggunaan Klinis 1. Relaksasi Singkat Jarang sekali efek pemberian suksinilkolin dosis
tunggal berlangsung lebih dari 5-10 menit. Bila berlangsung 1-4 jam, maka perlu dipikirkan
kemungkinan adanya pseudokholinesterase abnormal. Untuk memastikan seorang penderita
Universitas Sumatera Utara
![Page 11: Rokurinium Edit Memo](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022081123/563dba6f550346aa9aa59f7f/html5/thumbnails/11.jpg)
tidak mengalami dual blokade setelah dilakukan intubasi trakea, maka sebaiknya obat pelumpuh
otot non depolarisasi tidak diberikan sebelum terlihat adanya tanggapan terhadap rangsangan. 2.
Intubasi Intubasi trakea dilakukan apabila relaksasi total telah tercapai, yaitu saat amplitudo
kontraksi 0%. Secara klinis tidak terlihat atau teraba kontraksi otot. 3. Relaksasi Lama Pada saat
hanya dirasakan atau terlihat satu kontraksi otot pada perangsangan TOF (amplitudo kontraksi
10%), maka relaksasi otot cukup optimal untuk dilakukan prosedur pembedahan. Derajat
kelumpuhan otot dapat dipertahankan dengan memberikan tambahan dosis kecil. 4. Relaksasi
Hebat Pada prosedur pembedahan tertentu diperlukan derajat relaksasi yang maksimal. Metode
TOF tidak dapat digunakan untuk menilai derajat relaksasi, sehingga perlu digunakan metode
PTC. 5. Penawar Relaksasi Pada saat prosedur pembedahan berakhir, diperlukan penawar obat
pelumpuh otot untuk memulihkan relaksasi otot secara cepat. Pemberian penawar harus tepat
waktu, yaitu tidak pada saat puncak derajat relaksasi otot. Pemberian penawar yang tidak tepat
waktu tidak akan memberikan efek yang optimal, seberapa besarpun dosis yang diberikan.
Penawar obat pelumpuh otot sebaiknya diberikan pada saat terlihat atau teraba sekurangnya dua
kontraksi (DBS) otot. 6. Ekstubasi Umumnya ekstubasi dapat dilakukan bila rasio TOF ataupun
DBS telah mencapat 70 %. Karena pada tingkat ini, kontraksi otot telah hampir mencapai 100%
dari keadaan normal. 7. Kontrol Klinis Alat perangsang saraf perifer dapat pula digunakan di
ruang pulih sebagai alat pemantau terhadap efek sisa obat pelumpuh otot non depolarisasi yang
telah diberikan penawar.
Universitas Sumatera Utara
![Page 12: Rokurinium Edit Memo](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022081123/563dba6f550346aa9aa59f7f/html5/thumbnails/12.jpg)
Apabila rasio TOF atau DBS <70%, maka ini merupakan indikasi masih terdapat efek sisa obat
pelumpuh otot non depolarisasi (atau adanya blokade fase II akibat penggunaan suksinilkolin).