rsud cibinong - lib.ui.ac.id
TRANSCRIPT
Faktor-Faktor Stres Kerja Perawat di Ruang IGD (Emergency Setting)
RSUD Cibinong
Mustafidz1, Mustikasari2
1. Mustafidz, S.Kep.: Dusun 5 RT/RW 10/05 Sendang Agung Kec. Sendang Agung Kab.
Lampung Tengah, Lampung – 34174. Email: [email protected]
2. Dr. Mustikasari, S.Kp., MARS: Keilmuan Keperawatan Jiwa, Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia, Kampus FIK UI, Jl. Prof. Dr. Bahder Djohan, Depok, Jawa Barat –
16424. Email: [email protected]
Abstrak
Perawat IGD merupakan salah satu profesi yang rentan mengalami stres kerja. Faktor penyebab perawat IGD stres
antara lain kematian pasien, konflik dengan dokter, kurangnya persiapan, masalah dengan sesama profesi, masalah
dengan supervisor, beban kerja yang berlebihan, ragu-ragu dalam memberikan treatment, serta masalah yang
disebabkan oleh pasien dan keluarganya. Penelitian deskriptif dengan desain cross sectional ini bertujuan untuk
menggambarkan stres kerja perawat di ruang IGD (emergency setting) RSUD Cibinong. Sampel penelitian berjumlah
21 perawat (total sampling). Hasil penelitian didapatkan bahwa sebanyak 61,9% perawat mengalami stres rendah dan
38,1% perawat mengalami stres tinggi. Penelitian ini memberikan rekomendasi kepada para perawat IGD agar mampu
mengidentifikasi penyebab stres kerja dan mampu meminimalisasi stres kerja.
Kata kunci: faktor stres, perawat IGD, stres kerja,
Abstract
Emergency Room Nurse is one profession that is susceptible to job stress. Factors causing stress among emergency
room nurses such as patient's death, conflict with physicians, inadequate preparation, problems with fellow profession,
problems with supervisors, workload, uncertainty concerning treatment, and problems caused by patients and their
families. Descriptive research design is cross sectional study that aimed to describe nurses' stress in the emergency
room (emergency setting) RSUD Cibinong. Study sample were 21 nurses (total sampling). The results showed that as
many as 61.9% of nurses had lower stress and 38.1% of nurses experiencing high stress. This study provides
recommendations to the emergency room nurses to be able to identify the causes of workplace stress and to minimize
work stress.
Keywords: stress factors, emergency room nurses, occupational stress,
Faktor-faktor..., Mustafidz, FIK UI, 2013
Pendahuluan
Wong, et al (2004) mengemukakan bahwa
ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan
pintu utama dari suatu rumah sakit. Ruang
Gawat Darurat adalah ruang atau kelompok
kamar, dalam sebuah rumah sakit yang
dirancang untuk pengobatan darurat, mendesak
dan medis. Sifat pelayanan pada Instalasi Gawat
Darurat (IGD) adalah segera, yaitu cepat dan
tepat (proper) (Sujudi, 1999). Banyaknya
tuntutan kerja dan pelayanan yang bersifat
segera dapat membuat perawat IGD rentan
mengalami stres kerja.
Menurut United State Departement of Health
and Human Services (1999), Occupational
Stress atau stres yang berhubungan dengan
pekerjaan dapat didefinisikan sebagai respon
emosi yang terjadi ketika permintaan atau
tuntutan kerja tidak sesuai dengan kapasitas,
sumber daya, atau kebutuhan dari pekerja dan
berakibat pada kesehatan yang memburuk,
bahkan kerugian-kerugian lainnya (Alves, 2005,
p.443). Instalasi Gawat Darurat (IGD)
merupakan tempat yang penuh tuntutan dan
memiliki tingkat stres yang tinggi sehingga
memerlukan perawat dengan kesehatan fisik
serta emosional yang sangat prima. Tuntutan
yang terus menerus timbul dalam lingkungan
kedaruratan dapat memicu stres yang tidak sehat
jika perawat tidak dapat menangani stres
tersebut dengan cara yang positif dan proaktif
(Oman, McLain, & Scheetz, 2000). Lingkungan
pekerjaan perawat di ruangan IGD tidak dapat
diprediksikan dan sering rawan terjadi peristiwa
gawat darurat disetiap rutinitasnya. Oleh karena
itu, perawat IGD persisten terpapar terhadap hal
yang mengancam nyawa atau kejadian yang
traumatik. (Karr, 2006).
Faktor-faktor yang diidentifikasi sebagai
penyebab stres perawat antara lain: gaji perawat
yang belum sesuai dengan kinerjanya, tim
dokter yang tidak peduli dan acuh tak acuh
kepada perawat, bertugas di ruang gawat darurat
(IGD), menghadapi pasien kritis dan kematian
pasien, jumlah pasien yang tidak terkontrol,
interaksi atau komunikasi yang kurang sehat
antara perawat dengan dokter, dan rekan kerja
perawat lain yang kurang tanggap dan sigap
dalam bertindak (Helps, 1997, p.48). Dari
faktor-faktor yang telah dijelaskan di atas,
bekerja di ruang IGD merupakan salah satu
penyebab stres. Josland (2008) mengemukaan
bahwa bidang kegawatdaruratan (IGD)
merupakan penyebab utama dari stres pada
lingkungan kerja. Staf yang bekerja di IGD
harus siap menghadapi stresor yang bersifat
akut atau kronik (Healy & Tyrrell, 2011, p.31).
Penelitian lain terkait stres pada perawat IGD
juga dilakukan oleh Gholamzadeh, Sharfif, &
Rad pada tahun 2011, yaitu 90 perawat IGD di
Shiraz (berlokasi di barat daya Iran). Dari
penelitian tersebut didapatkan beberapa sumber
stres yang memengaruhi stres kerja pada
perawat IGD di Shiraz. Sumber stresor tersebut
antara lain: (1) Lingkungan fisik pekerjaan; (2)
Faktor-faktor..., Mustafidz, FIK UI, 2013
Beban kerja yang terlalu tinggi; berurusan
dengan pasien dan keluarganya; (3) Terpapar
dengan bahaya risiko kesehatan dan
keselamatan; (4) Kurangnya dukungan dari
kepala perawat; (5) Ketidakhadiran dokter di
ruang IGD; dan (6) minimnya peralatan di IGD.
Fenomena, teori, dan konsep yang ada membuat
peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor
yang mempengaruhi stres kerja perawat di
ruang IGD (emergency setting) RSUD
Cibinong. Pemilihan tempat penelitian di ruang
IGD RSUD Cibinong karena memang belum
ada penelitain terkait dilakukan di ruang IGD
RSUD Cibinong dan sangat penting penelitian
ini dilakukan di ruang IGD RSUD Cibinong.
Rumusan masalah yang diambil dalam
penelitian ini adalah “gambaran faktor-faktor
yang mempengaruhi stres kerja perawat di
ruang IGD (emergency setting) RSUD
Cibinong”.
Metode
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif
dengan analisis univariat. Sampel dalam
penelitian ini menggunakan total sampling yaitu
semua perawat yang ada di ruang IGD RSUD
Cibinong. Alat pengumpul data dalam
penelitian ini menggunakan kuesioner Nursing
Stress Scale.
Hasil
Karakteristik responden yang diteliti dalam
penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, dan lama bekerja di IGD.
Karakteristik usia dan lama kerja disajikan
dengan dalam bentuk mean, standar deviasi, dan
nilai minimun-maksimum karena usia dan lama
kerja merupakan data numerik. Jenis kelamin
dan tingkat pendidikan disajikan dalam bentuk
proporsi dan persentase karena merupakan data
kategorik.
Tabel 1. Rata-rata Usia dan Lama Kerja Perawat
di Ruang IGD RSUD Cibinong (n=21) Variabel Mean SD Minimal-
Maksimal 95% CI
Usia 33,33 6,31 24-53 30,46-36,21
Lama Kerja
7,95 5,18 2-19 5,59-10,31
Data rata-rata usia perawat IGD di RSUD
Cibinong adalah 33,33 tahun (95% CI: 30,46-
36,21), dengan standar deviasi 6,31 tahun. Dari
hasil estimasi interval dapat disimpulkan 95%
diyakini bahwa rata-rata usia perawat IGD di
RSUD Cibinong adalah antara 30, 46 sampai
dengan 36,21 tahun. Rata-rata lama kerja
perawat IGD di RSUD Cibinong adalah 7,95
tahun (95% CI: 5,59-10,31) dengan standar
deviasi 5,18. Dari hasil estimasi interval dapat
disimpulkan 95% diyakini bahwa rata-rata lama
kerja perawat IGD di RSUD Cibinong adalah
antara 5,59 sampai dengan 10,31 tahun.
Faktor-faktor..., Mustafidz, FIK UI, 2013
Tabel 2. Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan
Perawat di Ruang IGD Cibinong (n=21) Jenis
Kelamin Frekuensi Persentase
(%) Laki-laki 15 71,4
Perempuan 6 28,6 Total 21 100
Tingkat Pendidikan
D3 18 85,7 S1 3 14,3
Total 21 100
Jumlah perawat laki-laki di ruang IGD RSUD
Cibinong lebih banyak (71,4%) dibandingkan
dengan jumlah perawat perempuannya. Perawat
di ruang IGD RSUD Cibinong yang berlatar
belakang pendidikan D3 lebih banyak (85,7%)
daripada perawat yang berlatar belakang
pendidikan S1.
Tabel 3. Kondisi dan Peralatan di Ruang IGD
RSUD Cibinong (n=21) Kondisi
Ruang IGD Frekuensi Persentase
(%) Tidak Layak 12 57,1 Cukup Layak 9 42,9
Total 21 100 Peralatan di Ruang IGD
Tidak Lengkap
10 47,6
Cukup Lengkap
11 52,4
Total 21 100
Perawat yang menyatakan kondisi ruangan IGD
RSUD Cibinong tidak layak (57,1%). Masih
terdapat peralatan di ruang IGD RSUD
Cibinong tidak lengkap (47,6%).
Tabel 4. Stres Kerja Perawat di Ruang IGD
RSUD Cibinong (n=21) Stres Kerja
Frekuensi Persentase (%)
Rendah 13 61,9 Tinggi 8 38,1 Total 21 100
Tingkat stres kerja perawat di ruang IGD RSUD
Cibinong secara keseluruhan dipersepsikan
perawat masih rendah (61,9%).
Tabel 5. Faktor Eksternal yang Mempengaruhi
Stres Kerja Perawat IGD RSUD Cibinong
(n=21)
Tingkat stres yang dipersepsikan tinggi oleh
perawat meliputi kematian pasien (52,4%),
kurangnya persiapan (76,2%), masalah dengan
sesama profesi (57,1%), serta masalah karena
pasien dan keluarganya (57,1%). Sedangkan
tingkat stres yang dipersepsikan rendah oleh
Faktor Eksternal
Stres Kerja Perawat Total Rendah Tinggi f % f % f %
Kematian pasien
10 47,6 11 52,4 21 100
Konflik dengan dokter
14 66,7 7 33,3 21 100
Kurangnya persiapan
5 23,8 16 76,2 21 100
Masalah dengan sesama profesi
9 42,9 12 57,1 21 100
Masalah dengan supervisor
13 61,9 8 38,1 21 100
Beban kerja yang berlebihan
13 61,9 8 38,1 21 100
Ragu-ragu dalam memberikan treatment
13 61,9 8 38,1 21 100
Pasien dan keluarganya
9 42,9 12 57,1 21 100
Faktor-faktor..., Mustafidz, FIK UI, 2013
perawat meliputi konflik dengan dokter
(66,7%), masalah dengan supervisor (61,9%),
beban kerja yang berlebihan (61,9%), dan ragu-
ragu dalam memberikan treatment (61,9%).
Pembahasan
1. Faktor Internal
a. Usia
Rata-rata usia perawat IGD di RSUD Cibinong
berada pada tahap perkembangan dewasa tengah
yaitu 33 tahun. Pada umumnya masa dewasa
tengah dimulai pada usia 30 an sampai usia 60
an. Masalah psikologis yang sering terjadi pada
rentan usia dewasa tengah adalah ansietas dan
depresi. Usia dewasa tengah sering mengalami
masalah psikologis dalam merespon perubahan
fisiologis dan psikososial yang terjadi (Potter &
Perry, 2005).
Usia merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi stres kerja. Perawat dan dokter
muda yang memiliki sedikit pengalaman praktik
dalam merawat pasien kritis mempunyai tingkat
stres lebih tinggi jika dibandingkan dengan
perawat dan dokter yang sudah mempunyai
banyak pengalaman (Healy & Tyrrell, 2011,
p.34). Perawat yang berusia 24 tahun atau
dibawah 24 tahun memiliki tingkat stres lebih
tinggi jika dibandingkan dengan usia lain. Usia
muda juga berhubungan dengan tingkat
pengetahuan dan kesiapan perawat dalam
menangani pasien (Chan Kwok-Bun, 2007).
b. Lama Kerja
Penelitian terkait tentang lama kerja yang
berhubungan dengan stres dan keinginan untuk
keluar dari pekerjaan pada perawat muda
dilakukan oleh Tsu-Yin Wu, Diane Porretta
Fox, Carmen Stokes, dan Cynthia Adam (2012).
Perawat yang bekerja kurang dari 2 tahun
dilaporkan mengalami tingkat stres tertinggi jika
dibandingkan dengan dua kategori lainnya (3-5
tahun dan lebih dari 5 tahun). Perawat IGD yang
mempunyai pengalaman kerja di ruang IGD
kurang dari 1 tahun memiliki tingkat stres lebih
tinggi jika dibandingkan dengan perawat yang
memiliki pengalaman bekerja di IGD lebih dari
satu tahun (Ross-Adjie, Leslie, & Gillman,
2007, p.119).
Berdasarkan uji interaksi yang dilakukan oleh
peneliti, antara lama kerja dengan tingkat stres
didapatkan hasil yang tidak bermakna (p=
0,223, α= 0,05).
c. Jenis Kelamin
Teori mengatakan bahwa menjadi perempuan
merupakan faktor risiko terjadinya depresi dan
masalah psikologis lainnya. Insiden depresi
pada perempuan lebih besar dua kali lipat
dibandingkan dengan laki-laki (Potter & Perry,
2005). Setelah bekerja, tingkat stres yang
dialami oleh perempuan meningkat secara cepat.
Hal tersebut berbanding terbalik dengan laki-
laki yang justru tingkat stresnya menurun ketika
pekerjaannya telah selesai. Perempuan itu tidak
hanya bekerja tetapi juga harus memikirkan
rumah tangga. Laki-laki dan perempuan
Faktor-faktor..., Mustafidz, FIK UI, 2013
memiliki perbedaan dalam hal merespon stres
kerja (Lunberg & Cooper, 2011). Penelitian
yang dilakukan oleh Dr Jhilla Adeb-Saeedi
(2002) tentang “Stress Amongst Emergency
Nurses” juga menghasilkan bahwa stres yang
dialami oleh perawat perempuan lebih tinggi
daripada stres yang dialami oleh perawat laki-
laki.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti
berbeda dengan teori dan penelitian terkait.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat
perempuan yang mengalami stres tinggi hanya
16,7% sedangkan perawat laki-laki yang
mengalami stres tinggi mencapai 46,7%.
Penelitian di Amerika Serikat pun menyatakan
bahwa wanita cenderung memiliki tingkat stres
yang lebih tinggi dibandingkan pria. Secara
umum wanita mengalami stres 30% lebih tinggi
dari pada pria (Gunawati et al, 2006). Peneliti
berpendapat bahwa jenis kelamin tidak mutlak
berpengaruh terhadap tingkat stres kerja.
d. Tingkat Pendidikan
Penelitian yang dilakukan oleh Delaney dan
Piscopo pada tahun 2007 menunjukkan bahwa
ada perbedaan pengalaman stres kerja perawat
dengan latar belakang pendidikan program
ADN (Associate Degree in Nursing) dan
perawat dengan latar belakang pendidikan BSN
program (Bachelors of Science in Nursing
degree). Bukti penelitian menyatakan bahwa
latar belakang pendidikan atau tipe pendidikan
keperawatan memiliki hubungan dengan stresor
yang dialami. Perbedaan stresor tentu
berpengaruh pada tingkat stres yang dialami
oleh perawat. Pada umumnya, lulusan BSN
program (Bachelors of Science in Nursing
degree) cenderung mengalami stres yang lebih
tinggi jika dibandingkan dengan lulusan
program ADN (Associate Degree in Nursing)
(Wu, et all, 2011, p. 671).
2. Faktor Eksternal
a. Kematian Pasien
Stres kerja pada perawat di Jordania
menunjukkan bahwa tingkat stres kerja yang
dialami oleh perawat sangat dipengaruhi oleh
kematian pasien. Kematian pasien merupakan
stresor yang paling banyak ditemukan pada
perawat di Jordania. Kematian pasien yang
sering ditemui merupakan kejadian yang
menyebabkan stres dan sumber penderitaan bagi
perawat. Terkadang perawat menemukan
banyak gejala stres ketika melihat kematian
pasien yang dirawatnya. Beban kerja yang
berlebihan semakin membuat perawat tidak
mampu melakukan koping terhadap stres yang
dialami akibat kematian pasien. Beban kerja
yang berlebihan mengakibatkan berkurangnnya
waktu untuk saling bertemu dan mendukung
secara emosional kepada sesama perawat.
Kematian pasien yang tering terjadi setiap
harinya membuat perawat mudah terpapar oleh
stres kerja. Kematian pasien terjadi secara tidak
terduga dan tiba-tiba. Hal ini menyebabkan
perawat berpersepsi bahwa kematian pasien
disebabkan oleh kegagalan klinik yang telah
dilakukan (Hamaideh et. al., 2008, p.44).
Faktor eksternal kematian pasien menjadi salah
Faktor-faktor..., Mustafidz, FIK UI, 2013
satu faktor penyebab tingkat stres kerja perawat
di ruang IGD RSUD Cibinong.
b. Konflik Dengan Dokter
Hasil penelitian tentang stresor kerja dan
mekanisme koping pada perawat IGD di Armed
Force Hospitals Taiwan menunjukkan bahwa
hubungan interpesonal juga hal yang
berpengaruh pada stres kerja perawat.
Hubungan interpersonal dan sifat professional
saat bekerja juga mempengaruhi tingkat stres
kerja perawat. Hubungan interpersonal
mencakup hubungan dengan supervisor,
kurangnya dukungan dari sesama perawat,
komunikasi yang kurang baik antar sesama
perawat, komunikasi yang buruk antar dokter,
dan konflik dengan dokter. Buruknya
komunikasi dan konflik dengan dokter
menduduki peringkat kedua faktor-faktor yang
menyebabkan stres kerja perawat (Liu, et. al.,
2010, p.629). Konflik dengan dokter dapat
diminimalisasi dengan komunikasi verbal yang
efektif antara perawat dan dokter. Komunikasi
yang baik antara dokter dengan perawat
merupakan perilaku dukungan yang mampu
mengurangi stres kerja (Heaston, et. al., 2006,
p.483)
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti di ruang
IGD RSUD Cibinong menunjukkan bahwa
faktor konflik dengan dokter jarang dialami oleh
perawat IGD RSUD Cibinong. Perawat yang
mengalami tingkat stres rendah lebih banyak
(66,7%) dibandingkan dengan perawat yang
mengalami stres tinggi (33,3%).
c. Kurangnya Persiapan
Penelitian terkait dilakukan oleh Wenru Wang,
Amelia Wai Man Kong, dan Sek Ying Chair
(2011) tentang hubungan antara tingkat stres
kerja dan strategi koping yang digunakan oleh
perawat unit bedah di Hong Kong. Penelitian
tersebut juga menggunakan instrumen Nursing
Stress Scale untuk mengukur tingkat stres kerja
perawat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
faktor yang paling berpengaruh terhadap stres
kerja perawat adalah beban kerja, kurangnya
dukungan, dan kurangnya persiapan. Kurangnya
persiapan mempunyai nilai rata-rata 12,33
dengan standar deviasi 2,92 dan merupakan
faktor yang paling berpengaruh terhadap stres
kerja. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti di
ruang IGD RSUD Cibinong menunjukkan
bahwa faktor kurangnya persiapan banyak
dialami oleh perawat IGD RSUD Cibinong.
Perawat yang mengalami stres tinggi (76,2%)
lebih banyak dibandingkan dengan perawat
yang mengalami stres rendah (23,8%).
d. Masalah Dengan Sesama Profesi
Penelitian terkait tentang stres kerja perawat
Jordania dan dukungan sosial menghasilkan
bahwa konflik dengan sesama profesi
merupakan salah satu faktor penyebab stres
kerja perawat. Faktor masalah dengan sesama
profesi (mean= 11,58 dengan standar deviasi
3,17) merupakan faktor paling berpengaruh
setelah kematian pasien dan beban kerja.
Konflik dengan sesama profesi menyebabkan
Faktor-faktor..., Mustafidz, FIK UI, 2013
berkurangnya interaksi antar sesama perawat.
Hal ini menyebabkan berkurangnya dukungan
sosial yang diberikan antar sesama perawat
untuk saling membantu dan bekerjasama satu
dengan yang lain (Hamaideh et. al., 2008, p.45).
Konflik interpersonal merupakan salah satu
stresor pada perawat IGD. Salah satu komponen
yang terdapat dalam stres interpersonal adalah
komunikasi yang buruk antar sesama perawat.
Penelitian tentang stresor kerja dan mekanisme
koping pada perawat IGD di Armed Force
Hospital Taiwan menunjukkan bahwa
komunikasi yang buruk antar sesama perawat
merupakan salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap stres kerja (Liu, et. al., 2010, p.629).
Penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi
stres kerja perawat IGD di RSUD Cibinong
menunjukkan bahwa banyak perawat yang
mengalami stres tinggi karena masalah dengan
sesama profesi/perawat (57,1%) dibandingkan
dengan perawat yang mengalami stres rendah
karena masalah dengan sesama profesi (42,9%).
e. Masalah Dengan Supervisor
Faktor masalah dengan supervisor menyingkap
bahwa kurang dukungan dari supervisor,
kesulitan bekerja sama, dan ketidakmungkinan
bertukar pengalaman serta perasaan dengan
sesama perawat merupakan stresor penting pada
stres kerja pada perawat. Masalah dengan
supervisor merupakan salah satu faktor
lingkungan sosial kerja. Penelitian tentang stres
kerja dan kesehatan pada perawat ICU di Serbia
sudah pernah dilakukan oleh Dragana
Milutinovic, Boris Golubovic, Nina Brkic, dan
Bela Prokes pada tahun 2012. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa masalah dengan
supervisor (mean= 2,56 dengan standar deviasi
0,99) merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap stres kerja perawat ICU di
Serbia (Milutinovic et. al., 2012, p.175).
Penelitian yang dilakukan peneliti kepada
perawat IGD RSUD Cibinong tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi stres kerja
menunjukkan bahwa masalah supervisor tidak
terlalu signifikan terhadap stres kerja perawat.
Perawat yang mengalami tingkat stres rendah
karena masalah dengan supervisor lebih tinggi
(61,9%) dibandingkan dengan perawat yang
mengalami stres tinggi (38,1%).
f. Beban Kerja yang Berlebihan
Beban kerja (Workload) merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi stres kerja. Beban
kerja yang berlebihan dapat terjadi karena
permintaan atau tuntutan kerja melebihi dari
jumlah sumber daya manusia dan fasilitas yang
tersedia. Beban kerja yang berlebihan
merupakan hal yang sering terjadi dalam
lingkungan pekerjaan dan sering menimbulkan
stres. Beban kerja yang berlebihan akan
mempengaruhi penurunan kesehatan fisik dan
penurunan kesehatan mental. Akibat penurunan
kesehatan mental, tingkat stres pekerja
meningkat dan kemampuan koping individu
dalam menghadapi stres menurun (Chang, et.
al., 2005, p32). Sistem bekerja pada perawat di
rumah sakit menggunakan sistem shift dimana
terdapat 3 shift dalam 24 jam. Berdasarkan hasil
penelitian, pekerja shift lebih memungkinkan
Faktor-faktor..., Mustafidz, FIK UI, 2013
mengalami stres kerja yang tinggi jika
dibandingkan dengan pekerja yang bukan
menggunakan sistem kerja shift seperti pekerja
kantor. Pekerja shift mempunyai desakan atau
tuntutan psikologis yang tinggi dan mempunyai
kontrol kerja yang rendah. Selain itu, pekerja
shift lebih memungkinkan untuk merasakan
pekerjaannya sebagai tuntutan serta beban fisik
tersendiri (Park, 2007, p.9).
g. Ragu-ragu Dalam Memberikan Treatment
Penelitian tentang hubungan antara stres kerja,
metode koping, karakteristik demografi, dan
kesehatan pada perawat di Australia sudah
dilakukan oleh Esther M Chang, John Daly,
Karen M. H., John W. B., Amanda Johnson,
Vickie A. L., dan Clinton A. L pada tahun 2005.
Penelitian tersebut menghasilkan hubungan
antara keragu-raguan dalam memberikan
treatment terhadap kesehatan fisik dan mental.
Terganggunya kesehatan mantal menyebabkan
seseorang mudah mengalami stres kerja. Oleh
karena itu, ragu-ragu dalam memberikan
treatment merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi stres kerja perawat. Dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh peneliti di ruang
IGD RSUD Cibinong dapat disimpulkan bahwa
ragu-ragu dalam memberikan treatment
merupakan salah satu faktor penyebab
seseorang mengalami stres. Namun, penelitian
yang dilakukan di ruang IGD RSUD Cibinong
menunjukkan bahwa stres kerja perawat rendah
(61,9%) lebih tinggi dibandingkan dengan stres
tinggi (38,1%).
h. Pasien dan Keluarganya
Ketidakmampuan perawat dalam menerapkan
komunikasi terapeutik kepada pasien dan
keluarga pasien akan berdampak pada proses
perawatan pasien. Secara tidak langsung, pasien
tidak nyaman dan malas jika dirawat oleh
perawat. Hal tersebut mempengaruhi sifat
pasien dan keluarga pasien terhadap perawat.
Sifat negatif seperti kesulitan berkomunikasi,
pasien bersifat galak dan mudah marah, pasien
bersifat kasar, dan terkadang pasien dan
keluarga pasien mudah mencaci maki perawat
karena kurang puas dengan pelayanan dapat
mempengaruhi psikologis perawat. Perawat
sering diperlakukan tidak sewajarnya oleh
pasien dan keluarga pasien akan mudah
mengalami stres kerja. Pasien dan keluarga
pasien melakukan hal seperti itu juga karena
dampak psikologis yang dialaminya. Mereka
stres dengan kondisi kesehatannya. Oleh karena
itu, perawat pun juga harus dapat
meminimalisasi stres pada pasien dan keluarga
pasien. Sifat caring dan pelayanan yang baik
akan membuat pasien nyaman dan mengurangi
masalah psikologis pada pasien dan
keluarganya. Sifat caring perawat
mempengaruhi kepuasan pasien dan keluarga
pasien terhadap pelayanan keperawatan. Sifat
caring perawat juga berpengaruh pada respon
stres keluarga yang berhubungan dengan
hospitalisasi anggota keluarganya. Perawat
diposisikan untuk mempengaruhi sifat positif
respon stres keluarga. Ketika perawat mampu
Faktor-faktor..., Mustafidz, FIK UI, 2013
merawat dan mengatasi stres pasien dan
keluarganya, maka perawat tersebut juga akan
terhindar dari stres kerja yang disebabkan oleh
pasien dan keluarganya (Pryzby, 2005, p.22).
i. Kondisi Ruangan dan Peralatan di IGD
Kondisi lingkungan yang buruk dan peralatan
yang kurang memadai dapat mempengaruhi
tingkat stres di lingkungan kerja (Jeremy, 2005).
Perawat mempunyai stresor yang tidak hanya
berasal dari dalam diri sendiri (faktor internal).
Faktor eksternal seperti lingkungan pekerjaan
yang kurang layak, peralatan yang kurang
lengkap, dan sudah tidak sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan juga dapat
mempengaruhi tingkat stres kerja (Ross-Adjie,
Leslie, & Gillman, 2007, p.119). Kondisi fisik
lingkungan pekerjaan yang tidak layak menjadi
salah satu sumber stres pada pekerja (Lunberg
& Cooper, 2011). Penelitian terkait dilakukan
oleh Gholamzadeh, Sharfif, & Rad pada tahun
2011. Mereka meneliti tentang sumber stres
kerja dan strategi koping pada perawat yang
bekerja di bagian administrasi dan IGD di
Rumah Sakit pendidikan Shiraz University of
Medical Science Iran. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kurangnya peralatan dan
masalah yang berhubungan dengan lingkungan
fisik merupakan salah satu keadaan yang dapat
menyebabkan stres kerja. Hasil penelitian yang
sudah dilakukan pada perawat di ruang IGD
RSUD Cibinong sesuai dengan teori dan
penelitian-penelitian sebelumnya yang
menyatakan bahwa kondisi lingkungan dan
kelengkapan peralatan mempengaruhi stres
kerja. Hasil penelitian pada perawat di ruang
IGD RSUD Cibinong menunjukkan bahwa
sebanyak 50,0% perawat yang menyatakan
kondisi ruangan tidak layak mengalami stres
tinggi dan sebanyak 70,0% perawat yang
menyatakan peralatan kurang lengkap
mengalami stres tinggi. Peneliti ingin melihat
keterkaitan antar variabel dengan menggunakan
uji interaksi. Berdasarkan uji statistik
didapatkan p=0,004 yang artinya ada hubungan
antara kelengkapan peralatan di ruang IGD
dengan tingkat stres kerja perawat.
Kesimpulan
Faktor internal yang mempengaruhi stres kerja
perawat di ruang IGD RSUD Cibinong paling
banyak adalah berjenis kelamin laki-laki
(71,4%), memiliki latar belakang pendidikan D3
(85,7%), rata-rata berusia produktif (33,33
tahun), rata-rata lama kerja di ruang IGD selama
7,95 tahun. Banyak perawat IGD RSUD
Cibinong yang mengalami stres tinggi karena
kematian pasien (52,4%), kurangnya persiapan
(76,2%), masalah dengan sesama profesi
(57,1%), dan masalah karena pasien dan
keluarganya (57,1%). Faktor eksternal lain yang
mempengaruhi stres kerja perawat IGD RSUD
Cibinong adalah kondisi ruang IGD dan
peralatan di IGD. Perawat yang menyatakan
kondisi ruang IGD tidak layak (57,1%) lebih
banyak dibandingkan dengan yang menyatakan
cukup layak (42,9%). Perawat yang menyatakan
peralatan IGD cukup lengkap (52,4%) lebih
banyak dibandingkan dengan yang menyatakan
tidak lengkap (47,6%), namun perbedaannya
Faktor-faktor..., Mustafidz, FIK UI, 2013
tidak terlalu signifikan. Tingkat stres kerja
perawat di ruang IGD RSUD Cibinong secara
keseluruhan dipersepsikan perawat masih
rendah (61,9%). Peneliti memberikan saran agar
penelitain selanjutnya dapat menghubungkan
faktor-faktor yang mempengaruhi stres dengan
tingkat stres. Penelitian selanjutnya juga
diharapkan mengambil cakupan yang lebih luas
seperti jumlah sampel yang semakin banyak dan
tempat penelitian yang semakin bervariasi.
Ucapan Terimakasih
1. Ibu Dewi Irawati, MA., PhD. selaku dekan
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.
2. Ibu Dr. Mustikasari S.Kp., MARS. selaku
dosen pembimbing yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikirannya guna untuk
mendidik anak didiknya.
3. Ibu Kuntarti, S.Kp., M.Biomed. selaku
koordinator mata ajar Skripsi & Kepala
Program Studi S1 Keperawatan yang telah
memberikan bimbingannya.
4. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Cibinong yang telah mengizinkan peneliti
untuk meneliti fenomena yang ada di ruang
IGD.
5. Keluarga, Saudara, dan Teman-teman
Reguler 2009 FIK UI yang sudah membantu
dan memberikan dukungan kepada peneliti
selama proses penelitian.
Daftar Pustaka
Alves, Steve L. (2005). A study of occupational
stress, scope and practice, and collaboration
in nurse anesthetists practicing in anesthesia
care team settings. AANA Journal, 73, 443-
452.
Chang, Ester M. (2005). The relationships
among workplace stressors, coping
methods, demographic characteristics, and
health australian nurses. Jurnal of
Professional Nursing. 22. 30-38
Delaney, C., Piscopo, B.J. (2007). There really is a difference: nurses experiences with transitioning from RNs to BNs. Professional Nursing. 23. 167-173.
Gholamzadeh, S., Sharif, F., & Rad, F. D.
(2011). Sources of occupational stress and
coping strategies among nurses who work
in admission and emergency departements
of hospitals related to Shiraz University of
Medical Sciences. IJMNR/WINTER, 16, 41-
46.
Gray-Toft, P. A. & Anderson, J. G. (1981). The
Nursing stress scale: Development of an
instrumen. Journal of Behavioral
Assessment. 3, 11-23.
Hamaideh, S.H. et. al. (2008). Jordanian nurses
job stressors and social support.
International Nursing Review. 55. 40-47.
Healy, Sonya, & Tyrrell, Mark. (2011). Stress in
emergency departements: experiences of
Faktor-faktor..., Mustafidz, FIK UI, 2013
nurses and doctors. Emergency Nurse, 19,
31-37.
Heaston, Sondra et. al. (2006). Emergency
nurses perceptions of obstacles and
supportive behaviors in end-of-life care.
Journal of Emergency Nursing. 32. 477-
485.
Helps, Sarah L. (1997). Experiences of stress in
accident in emergency nurses. Accident and
Emergency Nursing, 5, 48-53.
Karr, Collen D. (2006). Recognition of stress in
emergency room nurses. Buffalo New
York: Faculty of D’Youville College.
Kwok-Bun, Chan. (2007). Work Stress and Coping Among Professionals. Netherlands: Brill.
Liu, Wei-Wen. et. al. (2010). Job stressor and
coping mechanisms among emergency
department nurses in the Armed Forces
Hospitals of Taiwan. International Journal
of Human and Social Science. 5. 626-633.
Lunberg, Ulf & Cooper, Cary L. (2011). The
Science of Occupational Health: Stress
Psychobiology and The New World of
Work. UK: Wiley-Blackwell.
Milutinovic, Dragana et al. (2012). Professional
stress and health among critical care nurse
in Serbia. Arh Hig Rada Toksikol. 63. 171-
180.
Oman, K. S., McLain, J. K., & Scheetz, L. J.
(2000). Panduan belajar keperawatan
emergensi (Nur Meity S. A., Yuyun
Tuningsih, & Salmiatun, Penerjemah.).
Jakarta: EGC.
Park, Jungwee. (2007). Work stress and job performance. Statistic Canada Catalogue. 75. 001-XIE.
Potter, P. A. & Perry A. G. (2005).
Fundamental of nursing: Concept, theory,
and practice. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Pryzby, Barbara Z. (2005). Effects of nurse
caring behaviours on family stress
responses in critical care. Intensive and
Critical Care Nursing. 21. 16-23.
Rosen, C. C., Chang, C. H., Djurdjevic, Emilija, & Eatough, Erin. (2010). Occupational stressors and job performance: an updated review and recommendations. Research in Occupational Stress and Well Being. 8, 1–60
Ross-Adjie, Gail M., Leslie, Gavin, & Gillman,
Lucia. (2007). Occupational stress in the
ED: what matters to nurses?. Australasian
Emergency Nursing Jurnal. 10. 117-123.
Saeedi, Jhilla Adeb. (2002). Stress amongst
emergency nurses. Australian Emergency
Nursing Journal, 5, 19-24.
Stranks, Jeremy. (2005). Stress at Work:
Management and Prevention. Oxford:
Elseiver Butterworth-Heinemann.
Sujudi, A. (1999). Prinsip-prinsip manajemen
rumah sakit. Modul kuliah program Pasca
Sarjana Magister Manajemen Rumah Sakit
Faktor-faktor..., Mustafidz, FIK UI, 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Gajah
Mada.
Wang, Wenru., Kong, Amelia Wai Man., & Chair, Sek Ying. (2011). Relationship between job stress level and coping strategies used by Hong Kong nurses working in an acute surgical unit. Applied Nursing Research. 24. 238-243.
Wong, F. K. Y., et al. (2004). Effects of nurse
follow-up on emergency room revisits: a
randomized controlled trial. Social Science
and Medicine, 59, 2207-2218.
Wu, Tsu-Yin et. al. (2012). Work-related stress
and intention to quit in newly graduated nurses.
Nurse Education Today. 32. 669-674.
Faktor-faktor..., Mustafidz, FIK UI, 2013