rsud kudus

Upload: ritzha-satriani

Post on 13-Jul-2015

99 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GAGAL NAFAS I. PENGERTIAN Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk memnasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkanoleh masalah ventilasi difusi atau perfusi (Susan Martin T, 1997) Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran oksigen dankarbondioksida dalam jumlah yangdapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS Jantung Harapan Kita, 2001) Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsioksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001) II. PATOFISIOLOGI Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang bebrbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara).Pasien mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel. Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena kerja pernafasan menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg). Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuatdimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan denganefek yang dikeluarkanatau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiood. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut. PATHWAYS

III. ETIOLOGI 1. Depresi Sistem saraf pusat Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal. 2. Kelainan neurologis primer Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangatmempengaruhiventilasi. 3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas. 4. Trauma Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas.

Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar 5. Penyakit akut paru Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas. IV. TANDA DAN GEJALA A. Tanda Gagal nafas total Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan. Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi buatan Gagal nafas parsial Terdenganr suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan whizing. Ada retraksi dada B. Gejala Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2) Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun) V. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemerikasan gas-gas darah arteri Hipoksemia Ringan : PaO2 < 80 mmHg Sedang : PaO2 < 60 mmHg Berat : PaO2 < 40 mmHg Pemeriksaan rontgen dada Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui Hemodinamik Tipe I : peningkatan PCWP EKG Mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan Disritmia VI. PENGKAJIAN Pengkajian Primer 1. Airway Peningkatan sekresi pernapasan Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi 2. Breathing Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi. Menggunakan otot aksesori pernapasan Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis 3. Circulation Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia Sakit kepala Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk Papiledema Penurunan haluaran urine VII. PENTALAKSANAAN MEDIS Terapi oksigen Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker Venturi atau nasal prong Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau PEEP Inhalasi nebuliser Fisioterapi dada Pemantauan hemodinamik/jantung

Pengobatan Brokodilator Steroid Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan VIII. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Pola nafas tidak efektif b.d. penurunan ekspansi paru Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pola pernapasan yang efektif Kriteria Hasil : Pasien menunjukkan Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan normal Adanya penurunan dispneu Gas-gas darah dalam batas normal Intervensi : Kaji frekuensi, kedalaman dan kualitas pernapasan serta pola pernapasan. Kaji tanda vital dan tingkat kesasdaran setaiap jam dan prn Monitor pemberian trakeostomi bila PaCo2 50 mmHg atau PaO2< 60 mmHg Berikan oksigen dalam bantuan ventilasi dan humidifier sesuai dengan pesanan Pantau dan catat gas-gas darah sesuai indikasi : kaji kecenderungan kenaikan PaCO2 atau kecendurungan penurunan PaO2 Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap 1 jam Pertahankan tirah baring dengan kepala tempat tidur ditinggikan 30 sampai 45 derajat untuk mengoptimalkan pernapasan Berikan dorongan utnuk batuk dan napas dalam, bantu pasien untuk mebebat dada selama batuk Instruksikan pasien untuk melakukan pernapasan diagpragma atau bibir Berikan bantuan ventilasi mekanik bila PaCO > 60 mmHg. PaO2 dan PCO2 meningkat dengan frekuensi 5 mmHg/jam. PaO2 tidak dapat dipertahankan pada 60 mmHg atau lebih, atau pasien memperlihatkan keletihan atau depresi mental atau sekresi menjadi sulit untuk diatasi. 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pertukaran gas yang adekuat Kriteria Hasil : Pasien mampu menunjukkan : Bunyi paru bersih Warna kulit normal Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan Intervensi : Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap[ jam dan prn, laporkan perubahan tinmgkat kesadaran pada dokter. Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2 Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP atau PEEP. Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan atau penyimpangan Pantau irama jantung Berikan cairan parenteral sesuai pesanan Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid. Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen. 3. Kelebihan volume cairan b.d. edema pulmo Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan pasien tidak terjadi kelebihan volume cairan Kriteria Hasil : Pasien mampu menunjukkan: TTV normal

Balance cairan dalam batas normal Tidak terjadi edema Intervensi : Timbang BB tiap hari Monitor input dan output pasien tiap 1 jam Kaji tanda dan gejala penurunan curah jantung Kaji tanda-tanda kelebihan volume : edema, BB , CVP Monitor parameter hemodinamik Kolaburasi untuk pemberian cairandan elektrolit 4. Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan curah jantung Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mampu mempertahankan perfusi jaringan. Kriteria Hasil : Pasien mampu menunjukkan Status hemodinamik dalam bata normal TTV normal Intervensi : Kaji tingkat kesadaran Kaji penurunan perfusi jaringan Kaji status hemodinamik Kaji irama EKG Kaji sistem gastrointestinal

Daftar pustaka Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott company, Philadelpia. Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta. Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta. Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth edition, JB Lippincott Company, Philadelphia. http://askepasbid.blogspot.com/2010/01/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan.html A. Pengertian Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat, berupa defisit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non troumatik (Arif, 1999) Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Brunner and Suddart, 2002). Stroke adalah defisit neurologi yang mempunyai awitan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari cedera serebrovaskuler (CVD) Hudak and Gallo, 1996) B. Etiologi Brunner and Suddart (2002) menyatakan penyebab stroke atau serebrovaskuler (CVA) adalah sebagai berikut : 1. Trobosit Serebral Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosit serebral aitu penyebab paling umum dari stroke.

2. Embolisme Serebral Embolisme biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya yang merusak sirkulasi serebral. Abnormalitas partologik pada jantung kiri, seperti endokarditis infektif, penyakit jantung reumatik dan infark miokard serta infeksi pulmanol adalah tempat-tempat di asal emboli. Pemasangan katop jantung prastetik dapat mencetuskan stroke. 3. Iskemio Serebral (Insofisiensi suplai darah ke otak) Stroke dapat terjadi karena kontriksi oterom pada arteri yang menyuplai darah ke otak.

4. Hemorrogi Serebral dapat terjadi di : a. Hemorogi ekstradural (Di luar dura meter). b. Hemoragi Subdural (dibawah durameter) Hematoma subdural biasanya jembatan yang robek karena periode pembentukan hematoma lebih lama (interval jelas lebih lama) dan menyebabkan tekanan pada otak. Kemudian ada yang menunjukkan bahwa yang selama ini dianggap berperan dalam meningkatkan prevalensi stroke ternyata tidak ditemukan pada penelitian tersebut diantaranya adalah : 1. Merokok, memang merokok dapat merusak arteri tetapi tidak ada bukti antara keduanya itu. 2. Latihan, orang mengatakan bahwa latihan dapat mengurangi resiko terjadinya stroke. Namun dalam penelitian tersebut tidak ada bukti yang menyatakan hal tersebut berkaitan secara langsung. Walaupun memang latihan yang terlalu berat dapat menimbulkan MCL. 3. Seks dan seksual intercouse, pria dan wanita mempunyai resiko yang sama terkena seragan stroke tetapi untuk MCL jelas pria lebih banyak dari pada wanita. 4. Obesitas. Dinyatakan kegemukan menimbulkan resiko yang lebih besar, namun tidak ada bukti secara medis yang menyatakan hal ini. 5. Riwayat keluarga. c. Hemoragi Subarokhnoid (di ruang subrakhnoid) Terjadi akibat trauma atau hipertensi tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme pada area sirkulus willisi dan malformasi arteri vena kongenital pada otak. d. Hemoragi Intraserebral (di dalam substansi otak) Biasanya terjadi akibat hipertensi dan ateriesklerosis serebral karena perubahan degeneratif dan biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah. Pada orang yang lebih muda dari 40 tahun hemoragi intraserebral biasanya disebabkan oleh malformasi arteri-vena, hemangioblastoma dan trauma juga dapat disebabkan oleh tipe patologi adanya tumor otak dan penggunaan medikasi (antikoagulan oral, amfetamen dan berbagai obat aditif). Klassifikasi stroke : 1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu : a. Stroke Haemorhagi

Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas dan saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. b. Stroke Non Haemorhagic Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik. C. Patofisiologi Stroke biasnaya disebabkan oleh hiperkolesterol yang menggumpal yang menempel pada bagian dinding arteri yang biasanya terjadi pada tikungan atau bagian-bagian arteri yang bercabang sehingga menyebabkan aliran darah tertekan atau tersumbat. Aliran darah tertekan atau tersumbat juga dapat disebabkan oleh adanya tumor, trombosit, dan emboli. (Hudak and gallo, 1996) Hipertensi dapat berakibat meningkatnya tekanan pada pembuluh darah dan menyebabkan aliran darah tertekan atau tersumbat. (Elizabet J. Corwin, 200) Jika aliran darah tertekan pembuluh darah lama-kelamaan akan pecah, pembuluh darah yang pecah dapat berakibat darah keluar dari pembuluh darah dan aliran darah ke otak menurun, jika aliran darah ke otak menurun otak kurang pasokan O2 dan menyebabkan terjadinya stroke. (Vita Health, 2003) Pembuluh darah yang pecah sedikit atau banyak akan terjadi kerusakan pada otak yang tidak dapat diperbaiki. (infark otak) dan berdampak fungsi kontrol bagian tubuh oleh daerah otak yang terkena stroke itu akan hilang atau mengalami gangguan dan dapat menyebabkan kematian (Vita Health, 2003). Keadaan patologis pembuluh darah yang disebabkan oleh stroke mengakibatkan penurunan suplaiarteri serebral mediana, arteri ini terutama menyebabkan suplai aspek lateral hemisfer serebri menjadi menurun. Penurunan suplai aspek lateral hemisfer tersebut mengakibatkan infrak dan menjadi defisit kolaterol motorik sensarik maka timbul perubahan persepsi sensori. (Hudak and Gallo, 1996) Suplai aspek lateral hemisfer serebri yang menurun dapat menjadi infark hemisfer dan mengakibatkan disfasia gangguan komuniksi. (Hudak and Gallo, 1996). Odema serebral yang disebabkan oleh stroke dapat mendesak batang otak dan terjadi pergeseran jaringan otak mengakibatkan gangguan perfusi jaringan. (Thomas, 1998). Stroke mengakibatkan kerusakan pada kemampuan fisik sehingga otot saraf menurun, penurunan koordinasi otot saraf berakibat reflek batuk menurun sehingga sekret atau dahak sulit

dikeluarkan maka terjadi ketidakefektifan bersiahan jalan nafas. (Doenges, 2000). Jika otak besar terhambat akibat terjadinya stroke maka sel jaringan otot ikut terhambat dan terjadi penuruan kekuatan otot. Penurunan kekuatan otot dapat mengakibatkan kurangnya perawatn diri. (Sustrani, 2003). D. Gambaran Klinis Gejala gejala yang dapat muncul untuk sementara, lalu menghilang atau bertambah berat dan menetap. Gejala yang muncul bervariasi tergntung bagian otak yang terganggu. (Price, 1996) 1. Gangguan ada vertebra basilaris (sirkulasi posterior manifesrasinya a. Kelemahan pada anggota gerak. b. Peningkatan reflek tendon. c. Ataksia. d. Tanda babinski bilateral. e. Disfagia f. Sinkop g. Gangguan penglihatan. h. Muka baal. 2. Gangguan pada arteri karotis interna (sirkuklasi anterior gejala gejalanya retina. b. Lesi pada daerah antara arteri serebri anterior dan media atau erteri serebri media. 3. Ganggan pada arteri serebri anterior (gejalanya primer) a. Kelemahan kontrol lateral lebih besar pada tungkai b. Gangguan sensorik kontrolateral c. Dimensia, reflek mencengkram dan reflek patologis (disfungsi lobus frontalis). 4. Gangguan pada serebri posterior (dalam lobus mesensefalon atau talamus). a. Koma b. Hemiparesis konilateral c. Afasia fisual atau buta kata (Aleksia) d. Kelumpuhan saraf otak ketiga Hemionopsia, kareoatetosis. 5. Gangguan pada arteri serebri media. a. Manuparesis atau hemiparesis kontrolateral biasanya mengenai lengan. b. Kadang kadang hamionapsia kontrolateral atau kebutaan. c. Afasia global (kalau hemisfer dominan yang terkena gangguan semua fungsi yang ada hubungangannya dengan percakapan atau komunikasi). d. Disastria atau kehilangan. Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, tegantung pada lokasi lesi (pembuluh darah yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah kolateral biasanya unilateral). a. Buta satu mata yang episodic, disebut amaurosis fugalis di sebabkan oleh insufisiensi arteri bilateral).

(sekunder atu aksesori). Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaia sepenuhnya. Gambaran klinis yang sering muncul : paralisis dan hilang atau menurunnya reflek tendon dalam. Apabila reflek tendon muncul kembali, peningkatan tonus otot di sertai dengan spastisitas (peningkatan tonus otot abnormal) pada ekstermitas yang terkena dapat di lihat (Brunner and Suddart, 2002) Hemorogi atau perdarahan di substansi dalam otak paling umum pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah.Perdarahan biasanya arterial dan terjadi terutama sekitar basal ganglia. Gambaran klinis dan prognosis bergantung terutama pada derajat hemoragi dan kerusakan otak. Kadang kadang, perdarahan merobek dinding ventrikel lateral dan menyebabkan hemoragi intraventrikular, yang sering fatal. Gejala neurologis yang timbul tergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya. Manifestasinya yaitu : a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak. b. Gangguan sensitalitas pada satu atau lebih anggot badan (gangguan hentni sensoriK) c. Perubahan mendadak status mental (Konfusi, delirium, lelargi, stopor atau koma). d. Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan atau kesulitan memahami ucapan) e. Disatria (Bicara pelo atau cadel) f. Gangguan penglihatan (hemionopia atau monokuler) atau diplopia. g. Ataksio (trunkal atau anggota badan) h. Verigo, mual dan mutah atau nyeri kepala (Arif, 1999). Sedangkan menurut pendapat Hudak and gallo, 1996 gejala yang tampak sangat tergantung pada pembuluh darah yang terkena jika arteri karotis dan serebral yang terkena maka gejala yang tampak yaitu mengalami kebutuhan pada satu matanya atau kelainan penglihatan, hemiplegia, hemianestesia gangguan bicara dan kekacauan mental. Jika yang terkena arteri vertebrobosilar maka akan terjadi pening, diplopia, semutan, kelainan penglihatan pada salah satu atau kedua bidang pandang dan disatria.

A.

Diagnosa dan Intervensi Keperawatan Diagnosa keperawatan yang muncul menurut Doengoes, 2000 dan Carpenito, 2001. 1. Perubahan persepsi-sensori berhubungan dengan stres psikologis (penyempitan lapang perceptual yang disebabkan oleh ansitas) Data Tujuan Kriteria evaluasi : : : perceptual. Pikiran kacau, perubahan pola komunikasi, Stres psikologi teratasi Mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi ketidakmampuan mengenal obyek.

Intervensi Mandiri a. Rasional b. Rasional c. Rasional Lihat kembali proses patologis kondisi individual : Kesadaran akan daerah yang terkena membantu dalam mengkaji atau mengantisipasi desifik spesifik dan perawatan. Catat adanya penurunan lapang pandang, perubahan ketajaman persepsi (bidang horisontal/vertikal) : Muncul gangguan penglihatan dapat berdampak negatif terhadap kemampuan pasien untuk menerima lingkungan. Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabot yang membahayakan. : Menurunkan atau membatasi jumlah stimulasi penglihatan yang mungkin dapat menimbulkan kebingungan terhadap intrepretasi lingkungan, menurunkan resiko terjadinya kerusakan. d. Rasional Kaji kesadaran sensorik, seperti membedakan panas atau dingin, tajam atau tumpul : Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan kinetik berpengaruh buruk terhadap keseimbangan. 2. Gangguan komunikasi berhubungan dengan kehilangan kontrol otot fasial Data Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi Mandiri a. Kaji perbaikan disfungsi bicara / 24 jam sekali Rasional : pasien. b. Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana atau kata kata pendek dang mengulangnya seperti Sh atau pus Rasional : Mengidentifikasi adanya disartria sesuai komponen motorik dan bicara (seperti lidah, gerakan bibir, kontrol nafas) yang dapat mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga tidak disertai afasia motorik c. Bicara pada pasien dengan suara yang jelas tidak terlalu cepat Rasional : komunikasi d. Minta pasien untuk menulis nama atau kalimat yang pendek, jika tidak bisa menulis, mintalah pasien untuk membaca kalimat pendek Menurunkan kebingungan/ansietas selama proses Menentukan derajad kerusakan serebral dan kesulitan : bahasa tertulis atau ucapan. : tertulis maupun ucapan. : masalah komunikasi Mengidentifikasikan pemahaman tentang Mampu untuk bicara dan memahami bahasa Tidak dapat bicara, tidak mampu memahami

Rasional

:

Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan

dalam membaca yang benar (aleksia) yang juga merupakan bagian dari afasia sensorik dan afasia motorik. e. Antisipasi dan penuhi kebutuhan pasien ilustrasi bila tergantung pada orang lain dan tidak dapat berkomunikasi secara berarti. Rasional : Bermanfaat dalam menurunkan

Kolaborasi f. Konsultasikan dengan atau kepada ahli terapi wicara. Rasional : kekurangan terapi. g. Anjurkan pengunjung/orang terdekat mempertahankan usahanya untuk berkomunikasi dengan pasien, seperti membaca surat atau metode komunikasi alternatif (kertas tulis) Rasional : Mengurangi isolasi sosial pasien dan meningkatkan penciptaan komunikasi yang efektif. 3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan edema serebral Data Kriteria evaluasi Intervensi Mandiri a. Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan atau penyebab khusus selama koma atau penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya peningkatan TIK Rasional : Mempengaruhi penetapan intervensi kerusakan atau kemunduran tanda dan gejala neurofologis atau kegagalan memperbaiki setelah fase awal memerlukan tindakan pembedahan dan pasien harus dipindahkan ke ruang perawatan kritis (ICU) untuk melakukan pemantauan terhadap peningkatan TIK. b. Pantau atau catat status neurologius sesering mungkin dan dibandingkan dengan keadaan normalnya. Rasional : Mengetahui kecenderungan tingkat keadaan dan potensial peningkatan TIK dan mengetahui lokasi, luas dan kemajuan kemakan SPP. c. Pantau tanda tanda vital seperti: Adanya hipertensi atau hipotensi, frekuensi dan irama jantung, catat pola dan irama dari pernafasan. Rasional : Variasi mungkin terjadi oleh tekanan/trauma serebral pada : menurun. : fungsi kognitif Mempertahankan tingkat kesadaran membaik, Kehilangan memori, gelisah, tingkat kesadaran Pengkajian secara individual kemampuan bicara dan sensori, motorik dan kognitif berfungsi untuk mengidentifikasi kebutuhan atau

daerah vasomotor otak. d. Letakkan kepala dengan posisi agak tinggi dan posisi anatomis Rasional : Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi/perfusi serebral. e. Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan, dan reaksi terhadap cahaya. Rasional f. : Untuk menentukan batang otak masih baik atau tidak yang berhubungan dengan saraf cranial okulomotor III. Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutaan. Rasional Kolaborasi: a. Berikan oksigen sesuai indikasi Rasional : Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi dan tekanan meningkat atau terbentuknya edema b. Berikan obat antifibiolitik seperti asam amino kaproid (amicar) sesuai indikasi. Rasional : Penggunaan dengan hati-hati dalam perdarahan untuk mencegah lisisbakuan yang terbentuk dan perdarahan berulang yangserupa. c. Berikan obat antihipertensi sesuai indikasi Rasional : Hipertensi lama atau kronis memerlukan penanganan yang hati-hati sebab penanganan yang berlebihan meningkatkan risiko terjadinya perluasan kerusakan jaringan. Hipertensi sementara seringkali terjadi selama fase stroke akut dan penanggulangannya seringkali tanpa intervensi terapeutik. d. Anti kongulasi seperti walfarin, heparin, anti trombosit, dipiridamol. Rasional : factor masalahnya. e. Fanitoin (dilantia), fenobarbital. Rasional : aktivitas sedative. 4. Ketidakefektifan bersihan-bersihan jalan nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru. Data Tujuan Kriteria evaluasi : : : Terlihat sesak dapat bernafas dengan normal Mepertahankan pola nafas normal atau efektif Dapat digunakan mengontrol kejang dan/atau untuk Dapat digunakan untuk meningkatkan/memperbaiki aliran darah serebral dan dapat mencegah pembekuan saat embolus/thrombus merupakan : Gangguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah otak yang terkena.

bebas dari sianosis dan tanda-tanda lain dari hipoksia Intervensi Mandiri a. Inspeksi adanya edema pada wajah atau leher

Rasional

: pernafasan.

Edema atau trauma syaraf dapat mengganggu fungsi

b. Dengarkan suara yang parau Rasional : nafas) c. Auskultasi suara nafas Rasional : Menandakan adanya akumulasi sekret atau pembersihan jalan nafas yang tidak efektif. d. Bantu pasien untuk melakukan batuk efektif, miring kiri atau kanan dan nafas dalam Rasional : Memudahkan gerakan sekret dan pembersihan paru, menurunkan risiko komplikasi pernafasan (pneumonia) Kolaborasi Berikan oksigen tambahan Rasional : Mungkin dibutuhkan selama periode distress pernafasan atau adanya tanda-tanda hipoksia 5. Kurang perawatan diri berhubungan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri Data : Ketidakmampuan untuk memandikan bagian tubuh, tidak mampu untuk memasang atau melepas pakaian sendiri, kesulitan menyelesaikan tugas toileting Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi Mandiri a. Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan sehari hari. Rasional b. : Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individu. Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan Rasional : Pasien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan sangat bermanfaat dalam mencegah frustasi adalah penting bagi pasien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri sendiri untuk mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan. c. Pertahankan dukungan, sikap yang tegas beri pasien waktu yang cukup untuk mengerjakan tugasnya sendiri Rasional : Pasien akan memerlukan empati tetapi perlu untuk : : tingkat kemampuan sendiri Mampu untuk melakukan aktivitasnya sendiri. Melakukan aktivitas perawatan diri dalam Mungkin sebagai indikasi adanya trauma pada saraf trakea yang dapat menimbulkan batuk efektif (kemampuan untuk membersihkan jalan

mengetahui pemberi asuhan yang akan membantu pasien secara konsisten. d. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan atau keberhasilannya Rasional : kemandirian 6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kondisi sekunder akibat keletihan dan kelemahan umum Tujuan Kriteria evaluasi : aktivitas pasien terpenuhi : - Mengidentifikasi - Memperlihatkan tingkat yang lebih tinggi dari mobilitas - Menunjukkan teknik atau perilaku yang menampilkan kembali melakukan aktivitas - Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas Intervensi Mandiri a. Kaji respon atau tingkat aktivitas pasien Rasional : Mengetahui bagaimana respon, tingkat individu terhadap aktivitas serta menentukan pilihan intervensi. b. Anjurkan pasien untuk beraktivitas secara bertahap Rasional : Meningkatkan atau melatih aktivitas pasien sehingga dapat mengurangi atau mencegah kelemahan c. Motivasi pasien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya Rasional : istirahat Tirah baring yang lama dapat menunjukkan adanya edema ini dapat terjadi karena keterbatasan aliran darah yang mengganggu periode kemampuan melakukan faktor-faktor kemajuan yang menurunkan toleransi aktivitas (khususnya Setelah dilakukan tindakan keperawatan Meningkatkan perasaan makna diri, meningkatkan

d. Berikan lingkungan yang tenang serta tingkat tirah baring Rasional : Meningkatkan istirahat dan ketegangan menyediakan energi yang digunakan untuk pertumbuhan aktivitas posisi duduk tegak dapat menurunkan aliran darah ke kaki e. Ubah posisi dengan sering Rasional : Meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan risiko kerusakan jaringan

f.

Bantu pasien dalam beraktivitas Rasional Rasional : : : penurunan kekuatan otot Keterbatasan aktivitas dapat mengganggu periode istirahat Memberikan motivasi serta perhatikan terhadap pasien. Ketidakmampuan bergerak dengan tujuan dalam

g. Libatkan keluarga dalam pemberian perawatan 7. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan (penurunan kekuatan otot) Data lingkungan fisik, kerusakan koordinasi, keterbatasan rentang gerak, Tujuan Kriteria evaluasi : : Mampu bergerak bebas Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan

fungsi bagian tubuh yang terkena kompensasi Intervensi Mandiri a. Kaji kemampuan secara fungsional atau luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang teratur Rasional : Mengidentifikasi kekuatan atau kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan. Bantu dalam pemulihan terhadap intervensi, sebab teknik yang berbeda digunakan untuk paralisis spastic dengan flaksid. b. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (terlentang, miring) Rasional : Menurunkan risiko terjadinya trauma atau iskemia jaringan. Daerah yang terkena mengalami perburukan atau sirkulasi yang lebih jelek dan menurunkan sensasi dan lebih besar menimbulkan kerusakan pada kulit atau dekubitus. c. Tempatkan bantal dibawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan Rasional Rasional : : terbentuknya edema. e. Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas saat masuk Rasional : Meminimalkan atropi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktor. Menurunkan risiko terjadinya hiperkalsioria dan osteoporosis jika masalah utamanya adalah perdarahan. f. Observasi daerah yang terkena termasuk warna, edema, atau tanda lain dari gangguan sirkulasi Rasional : Jaringan yang mengalami edema lebih mudah mengalami trauma dan menyembuhkan lambat. g.Inspeksi kulit terutama pada daerah-daerah yang menonjol secara teratur Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku Meningkatkan aliran balik vena dan membantu mencegah d. Tinggikan tangan dan kepala

Rasional

:

Titik-titik tekanan pada daerah yang menonjol paling

berisiko untuk terjadinya penurunan perfusi atau iskemia. g. Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latih dengan menggunakan ekstermitas yang tidak sakit untuk menyokong/menggerakan daerah tubuh yang mengalamikelemahan. Rasional : sendiri. Untuk menyatukan kembali sebagai bagian dari tubuhnya

DAFTAR PUSTAKA

Bates, Barbara, 1997. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. Edisi 2 Buku Kedokteran EGC, Jakarta Brunner&Suddart, 2003. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, Volume 3, Jakarta Budiarso LR, Bakri Z & Kortani DS, 1989. Morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskuler. Medika, 5:423-428. Carpenito, Linda Juall, 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Ahli Bahasa, Yasmin Asih, Editor, Monica Ester 6, EGC, Jakarta Corwin, Elizabeth J, 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC, Jakarta Devi,2006.http://www.google.co.id/search?q=angka+kejadian+stroke+di+rumah+sakit+hasan+ sadikin+bandung&hl=id&start=0&sa=N Doengoes Marlyin C, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Alih Bahasa I Made Kariasa, dkk. EGC, Jakarta Hudak&Gallo, 1996. Keperawatan Kritis. Edisi V, EGC, Jakarta Ginsberg, Lionel, 2002. Lecture Notes Neurologi. Edisi 8, Erlangga, Jakarta Hartono B, dkk , 2001. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Oliver, Slevin. Dkk. 2006. Teori dan Praktek Keperawatan: Pendekatan Integral pada Asuhan Pasien, EGC, Jakarta Mansjoer, Arief, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 2, Media Aescula Plus, FKUI, Jakarta Price, Sylvia A, 1996. Patofisiolog :Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. Edisi 4, EGC, Jakarta Ratmono T, Prihartono J, 2002. Angka Kejadian Stroke Iskemik dan Faktor Risikonya. Media Medika Indonesianna, Volume 37, Nomor 3 tahun 2002, FK UNDIP Santosa, Budi, 2005 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Edisi 1, Jakarta Imam, 2004. Serangan Jantung dan Stroke : Fisik. Edisi 2, Gramedia pustaka utama, Jakarta Sustrani, 2003. Stroke. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, IKAPI, Jakarta Suryono, Haryono, 2007. http://www.yastroki.or.id/read.php?id=244 Sutarto, 2000. http://forum.dudung.net/index.php Tarwoto, 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persyarafan. Cetakan 1, 10001, Jakarta Thomas, 1993. Stroke dan Pencegahannya. Edisi 3, Alih Bahasa Dr. Andri Hartono, Jakarta Vita, 2003. http://www.vitahealth.or.id/read.php?id=245 Wahid, Iqbal Mubarok, 2006. Buku Ajar Keperawatan Komunitas. Edisi 1, Sagung Seto, Jakarta

Wieufield FD, 1981. The national survey of stroke. Stroke, 12(suppl) 1-71.pertahankan oksige Hiperkolesterol Menggumpal Menempel pada bagian dinding arteri Trombosit emboli Meningkatnya tekanan pada pembuluh darah Tumor otak Hipertensi

Aliran darah tertekan/tersumbat Pembuluh darah pecah Darah keluar dari pembuluh darah Aliran darah ke otak menurun Otak kurang O2 dan nutrisi STROKE

Infark otak Fungsi kontrol tubuh hilang Kematian

Sindrom neurovaskuler pembuluh darah serebral Menurunnya suplai serebral mediana Suplay aspek lateral hemisfer serebri menurun Infark hemisfer kiri Defisit kolateral motorik sensorik Perubahan persepsi sensori Pembicaraan Disfasia Gangguan Komunikasi

Hipoksia serebrum Cedera dan kematian sel-sel neuron Gangguan perfusi jaringan

Menurunnya koordinasi otot pernafasan Reflek batuk menurun Sekret/dahak sulit keluar Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Kurang Perawatan diri

Kerusaka n motorik Gangguan Mobilitas fisik

Sumber: Hudak Gallo, 1997 Vita Health, 2003 Doengoes, 2000 Elizabeth, 2000