ruang lingkup deviden - official site of sri...
TRANSCRIPT
Ruang Lingkup Deviden
Oleh : Astriningsih (10206148)Della Natalia (10206218)Gusti A.A. Mirah U. (10206403)Kiki Kurniati (10206528)Lestari (10206544)Putri Wulandari (11206177)
Kelas : 4EA01Dosen : Sri Setya Handayani, SE, MM
UNIVERSITAS GUNADARMA
2010
RUANG LINGKUP DEVIDEN
1. Pengertian Dividen
Dividen adalah proporsi laba atau keuntungan yang dibagikan kepada para
pemegang saham dalam jumlah yang sebanding dengan jumlah lembar saham yang
dimilikinya (Baridwan, 2000:434). Semua keuntungan ataupun kerugian yang
diperoleh perusahaan selama berusaha dalam satu periode tersebut dilaporkan oleh
direksi kepada para pemegang saham dalam suatu rapat pemegang saham.
Yang termasuk dalam pengertian Dividen adalah:
1. Pembagian laba secara langsung atau tidak langsung, dengan nama dan dalam
bentuk apapun.
2. Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal disetor.
3. Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran, termasuk yang berasal
dari kapitalisasi agio saham.
4. Pembagian Laba dalam bentuk saham.
5. Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran.
6. Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh
pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perusahaan yang
bersangkutan.
2. Jenis Dividen
Perusahaan dapat membagikan dividen dalam bentuk kas, aktiva lain, atau
saham bonus. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembagian dividen adalah masalah:
1. Kapan utang dividen harus dicatat
2. Kepada siapa dividen akan diterimakan
3. Kapan pembayaran dividen akan dilakukan.
Agar perusahaan dapat membagikan dividennya, maka perusahaan tersebut harus:
1. Mempunyai saldo laba yang ditahan cukup besar
2. Jumlah kas yang cukup
3. Memutuskan secara resmi tentang pembagian dividen.
Dividen tunai tidak boleh dibagikan kepada pemilik saham treasury sedangkan
dividen saham dapat dibagikan kepada pemilik saham treasury dapat pula tidak.
Pembagian dividen tunai akan menyebabkan laba yang ditahan berkurang dan aktiva
perusahaan berkurang. Sedangkan pembagian dividen saham tidak akan mengurangi
jumlah modal saham. Pembagian ini hanya akan mengakibatkan perubahan bentuk
modal dari laba yang ditahan menjadi modal saham. Pemecahan saham adalah usaha
perseroan untuk menurunkan harga pasar sahamnya dengan cara menambah jumlah
lembar saham yang beredar. Penambahan ini dilakukan dengan cara menurunkan nilai
nominal saham. Kejadian ini tidak akan mempengaruhi bentuk susunan modal dan
untuk itu tidak perlu dicatat dalam pembukuan.
3. Jenis-jenis Dividen
1. Cash Dividen ialah dividen yang diberikan oleh perusahaan kepada para
pemegang sahamnya dalam bentuk uang tunai (cash). Pada waktu rapat pemegang
saham, perusahaan memutuskan bahwa sejumlah tertentu dari laba perusahaan
akan dibagi dalam bentuk cash dividen (M. Munandar, 1983: 312). Perusahaan
hanya berkewajiban membayar dividen setelah perusahaan tersebut
mengumumkan akan membayar dividen. Dividen dibayarkan kepada pemegang
saham yang namanya tercatat dalam daftar pemegang saham. Pembayaran dividen
dapat dilakukan oleh perusahaan sendiri atau melalui pihak lain, umpamanya
bank. Cara yang kedua biasanya yang dipilih perusahaan karena bank mempunyai
banyak cabang, sehingga memudahkan pemegang saham yang mungkin sekali
tersebar luas di seluruh Indonesia (Arief Suaidi, 1994: 230). Yang perlu
diperhatikan oleh pimpinan perusahaan sebelum membuat pengumuman adanya
dividen kas adalah apakah jumlah kas yang ada mencukupi untuk pembagian
dividen tersebut.
Script Dividen adalah suatu surat tanda kesediaan membayar sejumlah uang
tertentu yang diberikan perusahaan kepada para pemegang saham sebagai dividen.
Surat ini berbunga sampai dengan dibayarkannya uang tersebut kepada yang
berhak. Script dividen seperti ini biasanya dibuat apabila pada waktu para
pemegang saham mengambil keputusan tentang pembagian laba, dimana
perusahaan belum (tidak) mempunyai persediaan uang cash yang cukup untuk
membayar dividen cash (Arief Suaidi, 1994: 231).
2. Property Dividen adalah dividen yang diberikan kepada para pemegang saham
dalam bentuk barang-barang (tidak berupa uang tunai ataupun (modal) saham
perusahaan). Contoh dividen barang adalah dividen berupa persediaan atau saham
yang merupakan investasi perusahaan pada perusahaan lain. Pembagian dividen
berupa barang sudah barang tentu lebih sulit dibanding pembagian dividen uang.
Perusahaan melakukannya karena uang tunai perusahaan tertanam dalam investasi
saham perusahaan lain atau persediaan dan penjualan investasi atau persediaan
terutama bila jumlahnya cukup banyak akan menyebabkan harga jual investasi
ataupun persediaan turun, sehingga merugikan perusahaan dan pemegang saham
sendiri (Arief Suaidi, 1994 : 233).
3. Liquidating Dividen adalah dividen yang dibayarkan kepada para pemegang
saham, dimana sebagian dari jumlah tersebut dimaksudkan sebagai pembayaran
bagian laba (Cash Dividen), sedangkan sebagian lagi dimaksudkan sebagai
pengembalian modal yang ditanamkan (diinvestasikan) oleh para pemegang
saham ke dalam perusahaan tersebut (M. Munandar, 1983: 314).
4. Stock Dividen adalah dividen yang diberikan kepada para pemegang saham
dalam bentuk saham-saham yang dikeluarkan oleh perusahaan itu sendiri (M.
Munandar, 1983: 314). Di Indonesia saham yang dibagikan sebagai dividen
tersebut disebut saham bonus. Dengan demikian para pemegang saham
mempunyai jumlah lembar saham yang lebih banyak setelah menerima Stock
Dividen. Dividen saham dapat berupa saham yang jenisnya sama maupun yang
jenisnya berbeda.
4. Keputusan Deviden ( Deviden Policy )
Keputusan deviden adalah keputusan manajeman keuangan untuk menentukan
besarnya prosentase laba yang dibagikan kepada para pemegang saham dalam bentuk
cash deviden,stabilitas deviden yang dibagikan,deviden saham (stock deviden),
pemecahan saham ( stock split ), dan penarikan kembali saham yang beredar yang
semuanya ditunjukan untuk meningkatkan kemakmuran para pemegang saham.
5. Kebijakan Deviden
5.1 Beberapa Teori Kebijakan Dividen :
Manajemen mempunyai 2 alternatif perlakuan terhadap penghasilan bersih
sesudah pajak ( EAT ) perusahaan yaitu :
1. Dibagi kepada para pemegang saham perusahaan dalam bentuk dividen
2. Diinvestasikan kembali ke perusahaan sebagai laba ditahan (retaired
earning).
Pada umumnya sebagian EAT ( Earning After Tax ) dibagi dalam bentuk
dividen dan sebagian lagi diinvestasikan kembali, artinya manajemen harus
membuat keputusan tentang besarnya EAT yang dibagikan sebagai dividen.
Pembuat keputusan tentang dividen ini disebut kebijakan dividen ( dividen
policy ).
Persentase dividen yang dibagi dari EAT disebut “ Dividend Payout Ratio”
( DPR ).
Dividen yang dibagi
DPR =
EAT
Prosentasi laba ditahan dari EAT adalah 1 – DPR
Ada berbagai pendapat atau teori tentang kebijakan dividen a.l :
a. Teori “ Dividen Tidak Relevan “ dari Modigliani dan Miller,
b. Teori “ The Bird in the Hand “ ,
c. Teori Perbedaan Pajak ,
d. Teori “ Signaling Hypothesis “ ,
e. Teori “ Clientele Effect “.
a. Teori “ Dividen Tidak Relevan “ dari Modigliani dan Miller :
Menurut Modigliani dan Miller (MM) , nilai suatu perusahaan tidak
ditentukan oleh besar kecilnya DPR, tapi ditentukan oleh laba bersih sebelum
pajak ( EBIT ) dan kelas risiko perusahaan. Jadi menurut MM, dividen adalah
tidak relevan.
Pernyataan MM ini didasarkan pada beberapa asumsi penting yang “lemah”
seperti :
1. Pasar modal sempurna dimana semua investor adalah rasional.
2. Tida ada biaya emisi saham baru jika perusahaan menerbitkan saham baru.
3. Tidak ada pajak
4. Kebijakan investasi perusahaan tidak berubah.
Pada praktiknya :
a) Pasar modal yang sempurna sulit ditemui
b) biaya emisi saham baru pasti ada
c) pajak pasti ada
d) kebijakan investasi perusahaan tidak mungkin tidak berubah.
Beberapa ahli menentang pendapatan MM tentang dividen adalah tidak
relevan dengan menunjukkan bahwa adanya biaya emisi saham baru akan
mempengaruhi nilai perusahaan. Modal sendiri dapat berasal dari laba ditahan
dan menerbitkan saham biasa baru. Jika modal sendiri berasal dari laba
ditahan, biaya modal sendiri sebesar Ks (Biaya modal sendiri dari laba ditahan).
Tapi bila berasal dari saham biasa baru, biaya modal sendiri adalah Ke ( biaya
modal sendiri dari saham biasa baru ).
Beberapa ahli menyoroti asumsi tidak adanya pajak. Jika ada pajak maka
penghasilan investor dari dividen dan dari capital gains (kenaikan harga saham )
akan dikenai pajak. Seandainya tingkat pajak untuk dividen dan capital gains
adalah sama, investor cenderung lebih suka menerima capital gains dari pada
dividen karena pajak pada capital gains baru dibayar saat saham dijual dan
keuntungan diakui / dinikmati. Dengan kata lain, investor lebih untung karena
dapat menunda pembayaran pajak. Investor lebih suka bila perusahaan
menetapkan DPR yang rendah, menginvestasikan kembali keuntungan dan
menaikkan nilai perusahaan atau harga saham.
b. Teori “ The Bird in the Hand “ :
Gordon dan Lintner menyatakan bahwa biaya modal sendiri perusahaan
akan naik jika DPR rendah karena investor lebih suka menerima dividen dari
pada capital gains. Menurut mereka, investor memandang dividend yield lebih
pasti dari pada capital gains yield. Perlu diingat bahwa dilihat dari sisi
investor, biaya modal sendiri dari laba ditahan ( KS ) adalah tingkat
keuntungan yang disyaratkan investor pada saham. KS adalah keuntungan dari
dividen ( dividend yield ) ditambah keuntungan dari capital gains ( capital gains
yield ).
Modigliani dan Miller menganggap bahwa argumen Gordon dan Lintner ini
merupakan suatu kesalahan ( MM menggunakan istilah “ The Bierd in the hand
Fallacy “ ) . Menurut MM, pada akhirnya investor akan kembali
menginvestasikan dividen yang diterima pada perusahaan yang sama atau
perusahaan yang memiliki risiko yang hampir sama.
5.2 Kebijakan Dividen dalam Praktik
Pada praktiknya perusahaan cenderung memberikan dividen dengan jumlah
yang relatif stabil atau meningkat secara teratur. Kebijakan ini kemungkinan
besar disebabkan oleh asumsi bahwa :
a. Investor melihat keanaikan dividen sebagai suatu tanda baik bahwa
perusahaan memiliki prospek cerah, demikian sebaliknya. Hal ini membuat
perusahaan lebih senang mengambil jalan aman yaitu tidak menurunkan
pembayaran dividen ,
b. Investor cenderung lebih menyukai dividen yang tidak berfluktuasi ( dividen
yang stabil ).
Menjaga kestabilan dividen tidak berarti menjaga Dividend Payout Ratio
tetap stabil karena jumlah nominal dividen juga tergantung pada penghasilan
bersih perusahaan ( EAT ). Jika DPR dijaga kestabilannya, misalnya
ditetapkan sebesar 50 % dari waktu ke waktu, tetapi EAT berfluktuasi,
maka pembayaran dividen juga akan berfluktuasi
Pada umumnya perusahaan akan menaikkan dividen hingga suatu tingkatan
dimana mereka yakin dapat mempertahankannya diveden masa mendatang.
Artinya jika terjadi kondisi yang terburuk sekalipun, perusahaan masih dapat
mempertahankan pembayaran dividen – nya.
Pada prakteknya ada perusahaan yang menggunakan model “ residual
dividend “ dimana dividen ditentukan dengan cara :
1. Mempertimbangkan kesempat investasi perusahaan ;
2. Mempertimbangkan target struktur modal perusahaan untuk menentukan
besarnya modal sendiri yang dibutuhkan untuk investasi.
3. Memanfaatkan laba ditahan untuk memenuhi kebutuhan akan modal sendiri
tersebut semaksimal mungkin
4. Membayar dividen hanya jika ada sisa laba.
Dengan demikian, besarnya dividen bersifat fluktuatif. Model “ Residual
Dividend “ ini berkembang karena perusahaan lebih senang menggunakan laba
ditahan dari pada menerbitkan saham baru untuk memenuhi kebutuhan modal
sendiri, alasannya :
1) Menerbitkan saham menimbulkan biaya emisi saham ( flotation cost ) dan
2) Menruut teori “ signaling hypothesis “ penerbitan saham baru sering salah
artikan oleh investor bahwa perusahaan kesulitan keuangan sehingga
menyebabkan penurunan harga saham.
Model “ Residual dividend “ men;yebabkan dividen bervariasi jika
kesempatan investasi perusahaan juga bervariasi ( fluktuasi ) , Jika kita percaya
pada teori “ signaling hypothesis “. maka model ini sebaiknya tidak diguanakn
secara kaku untuk menetapkan besarnya dividen secara “ year to year basis “.
Model ini lebih banyak digunakan sebagai penuntun untuk menetapkan sasaran
payout ratio jangka panjang yang memungkinkan perusahaan memenuhi
kebutuhan akan modal sendiri dengan laba ditahan.
Pada praktiknya, ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi manajemen
dalam menentukan kebijakan dividen , a.l :
1. Perjanjian Hutang , pada umumnya perjanjian hutang antara paerush
dengan kreditor membatasi pembayaran dividen. Misalnya, dividen hanya
dapat diberikan jika kewajiban hutang telah dipenuhi perusahaan dan atau
rasio – rasio keuangan menunjukkan bank dalam kondisi sehat.
2. Pembatasan dari saham Preferen , tidak ada pembayaran dividen untuk
saham biasa jika dividen saham preferan belum dibayar.
3. Tersedianya Kas, Dividen berupa uang tunai ( cash dividend ) hanya dapat
dibayar jika tersedianya uang tuani yang cukup. Jika likuiditas baik,
perusahaan dapat membayar dividen.
4. Pengendalian , Jika manajemen ingin mempertahankan kontrol terhadap
perusahaan, ia cenderung untuk segan menjual saham baru sehingga lebih
suka menahan laba guna memenuhi kebutuhan dana / baru. Akibatkanya
dividen yang dibayar menjadi kecil. Faktor ini menjadi penting pada
perusahaan yang relatif keci.
5. Kebutuhan dana untuk Investasi , Perusahaan yang berkembang selalu
membutuhkan dana baru untuk diinvestasikan pada proyek – proyek yang
menguntungkan. Sumber dana baru yang merupakan modal sendiri ( equity )
dapat berupa penjualan sham baru dan laba ditahan. Manajemen cenderung
memanfaatkan laba ditahan karena penjualan saham baru menimbulkan biaya
peluncuran saham ( flotation cost ) . Oleh karena itu semakin besar
kebutuhan dana investasi, semakin kecil dividen payout ratio.
6. Fluktuasi Laba, Jika laba perusahaan dapat membagikan dividen yang
relatif besar tanpa takut harus menurunkan dividen jika laba tiba – tiba
merosot. Sebaliknya jika laba perusahaan berfluktuasi, dividen sebaiknya
kecil agar kestabilannya terjaga. Selain itu, perusahaan dengan laba yang
berfluktuasi sebaiknya tidak banyak menggunakan hutang guna mengurangi
risiko kebangkrutan. Konsekuensinya laba ditahan menjadi besar dan dividen
mengecil.
6. Klasifikasi Modal
Klasifikasi modal saham dalam neraca harus diungkapkan dengan jelas.
Penyajian modal saham dalam neraca harus mengungkapkan berapa jumlah modal
dasar, modal yang ditempatkan dan modal yang ada dalam portofolio. Selisih antara
jumlah yang disetor pemegang saham dengan nominal saham dicatat sebagai
Premium Modal Saham. Nama lain dari akun ini adalah Agio Modal Saham. Akun
Modal Sumbangan digunakan untuk menampung sumbangan-sumbangan yang
diterima perseroan. Aktiva yang diterima sebagai sumbangan dinilai sebesar harga
pasar dari aktiva tersebut ketika diterima perusahaan.
Adanya pendapatan yang tidak dikenakan sebagai pajak dan biaya yang tidak
dianggap sebagai beban oleh peraturan pajak mengakibatkan besarnya pajak menurut
perhitungan akuntansi dan perpajakan berbeda. Bila perbedaan ini diakibatkan karena
perbedaan waktu maka selisih yang terjadi dicatat dalam akun penangguhan utang
PPh.
Sering kali terjadi untuk mencegah laba yang ditahan dibagikan sebagai
dividen, perusahaan menyisihkan sebagian laba yang ditahan. Untuk penyisihan ini
digunakan akun penyisihan laba yang ditahan (misalnya penyisihan untuk ekspansi)
guna memindahkan jumlah dari akun laba yang ditahan ke akun penyisihan ini.
7. Kebijakan Struktur Modal
7.1 Pengertian Struktur Modal
Struktur modal hanya menyangkut pembelanjaan jangka panjang saja. Tidak
termasuk pembelanjaan jangka pendek. Weston dan Copeland (1992) memberikan
definisi struktur modal sebagai pembiayaan permanen yang terdiri dari hutang
jangka panjang, saham preferen, dan modal pemegang saham. Nilai buku dari modal
pemegang saham terdiri dari saham biasa, modal disetor atau surplus modal dan
akumulasi laba ditahan. Bila perusahaan memiliki saham preferen, maka saham
tersebut akan ditambahkan pada modal pemegang saham.
Menurut Lawrence, Gitman (2000, p.488), definisi struktur modal adalah
sebagai berikut: ”Capital Structure is the mix of long term debt and equity maintained
by the firm”. Struktur modal perusahaan menggambarkan perbandingan antara hutang
jangka panjang dan modal sendiri yang digunakan oleh perusahaan. Ada dua macam
tipe modal menurut Lawrence, Gitman (2000) yaitu modal hutang (debt capital) dan
modal sendiri (equity capital). Tetapi dalam kaitannya dengan struktur modal, jenis
modal hutang yang diperhitungkan hanya hutang jangka panjang.
7.2 Komponen Struktur Modal
1. Hutang Jangka Panjang
Jumlah hutang di dalam neraca akan menunjukkan besarnya modal pinjaman
yang digunakan dalam operasi perusahaan. Modal pinjaman ini dapat berupa hutang
jangka pendek maupun hutang jangka panjang, tetapi pada umumnya pinjaman jangka
panjang jauh lebih besar dibandingkan dengan hutang jangka pendek.
Menurut Sundjaja dan Barlian (2003, p.324), “hutang jangka panjang merupakan
salah satu dari bentuk pembiayaan jangka panjang yang memiliki jatuh tempo lebih
dari satu tahun, biasanya 5 – 20 tahun”. Pinjaman hutang jangka panjang dapat berupa
pinjaman berjangka (pinjaman yang digunakan untuk membiayai kebutuhan modal
kerja permanen, untuk melunasi hutang lain, atau membeli mesin dan peralatan) dan
penerbitan obligasi (hutang yang diperoleh melalui penjualan surat-surat obligasi,
dalam surat obligasi ditentukan nilai nominal, bunga per tahun, dan jangka waktu
pelunasan obligasi tersebut).
Mengukur besarnya aktiva perusahaan yang dibiayai oleh kreditur (debt ratio)
dilakukan dengan cara membagi total hutang jangka panjang dengan total asset.
Semakin tinggi debt ratio, semakin besar jumlah modal pinjaman yang digunakan di
dalam menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.
2. Modal Sendiri
Menurut Wasis (1981), dalam struktur modal konservatif, susunan modal
menitikberatkan pada modal sendiri karena pertimbangan bahwa penggunaan hutang
dalam pembiayaan perusahaan mengandung resiko yang lebih besar dibandingkan
dengan penggunaan modal sendiri. Menurut Sundjaja at al. (2003, p.324), “modal
sendiri/equity capital adalah dana jangka panjang perusahaan yang disediakan oleh
pemilik perusahaan (pemegang saham), yang terdiri dari berbagai jenis saham (saham
preferen dan saham biasa) serta laba ditahan”.
Pendanaan dengan modal sendiri akan menimbulkan opportunity cost.
Keuntungan dari memiliki saham perusahaan bagi owner adalah control terhadap
perusahaan. Namun, return yang dihasilkan dari saham tidak pasti dan pemegang
saham adalah pihak pertama yang menanggung resiko perusahaan. Modal sendiri atau
ekuitas merupakan modal jangka panjang yang diperoleh dari pemilik perusahaan atau
pemegang saham. Modal sendiri diharapkan tetap berada dalam perusahaan untuk
jangka waktu yang tidak terbatas sedangkan modal pinjaman memiliki jatuh tempo.
Ada 2 (dua) sumber utama dari modal sendiri yaitu:
a) Modal saham preferen
Saham preferen memberikan para pemegang sahamnya beberapa hak istimewa
yang menjadikannya lebih senior atau lebih diprioritaskan daripada pemegang saham
biasa. Oleh karena itu, perusahaan tidak memberikan saham preferen dalam jumlah
yang banyak.
Beberapa keuntungan penggunaan saham preferen bagi manajemen menurut
Sundjaja at. al (2003) adalah sebagai berikut:
1. Mempunyai kemampuan untuk meningkatkan pengaruh keuangan.
2. Fleksibel karena saham preferen memperbolehkan penerbit untuk tetap pada
posisi menunda tanpa mengambil resiko untuk memaksakan jika usaha sedang
lesu yaitu dengan tidak membagikan bunga atau membayar pokoknya.
3. Dapat digunakan dalam restrukturisasi perusahaan, merger, pembelian saham
oleh perusahaan dengan pembayaran melalui hutang baru dan divestasi.
b) Modal saham biasa
Pemilik perusahaan adalah pemegang saham biasa yang menginvestasikan
uangnya dengan harapan mendapat pengembalian dimasa yang akan datang.
Pemegang saham biasa kadang-kadang disebut pemilik residual sebab mereka hanya
menerima sisa setelah seluruh tuntutan atas pendapatan dan asset telah dipenuhi.
Ada beberapa keunggulan pembiayaan dengan saham biasa bagi kepentingan
manajemen (perusahaan), menurut Sundjaja at. al (2003), yaitu :
1. Saham biasa tidak memberi dividen tetap. Jika perusahaan dapat memperoleh
laba, pemegang saham biasa akan memperoleh dividen. Tetapi berlawanan
dengan bunga obligasi yang sifatnya tetap (merupakan biaya tetap bagi
perusahaan), perusahaan tidak diharuskan oleh hukum untuk selalu membayar
dividen kepada para pemegang saham biasa.
2. Saham biasa tidak memiliki tanggal jatuh tempo.
3. Karena saham biasa menyediakan landasan penyangga atas rugi yang diderita
para kreditornya, maka penjualan saham biasa akan meningkatkan kredibilitas
perusahaan.
4. Saham biasa dapat, pada saat-saat tertentu, dijual lebih mudah dibandingkan
bentuk hutang lainnya. Saham biasa mempunyai daya tarik tersendiri bagi
kelompok-kelompok investor tertentu karena (a) dapat memberi pengembalian
yang lebih tinggi dibanding bentuk hutang lain atau saham preferen; dan (b)
mewakili kepemilikan perusahaan, saham biasa menyediakan para investor
benteng proteksi terhadap inflasi secara lebih baik dibanding saham preferen
atau obligasi. Umumnya, saham biasa meningkat nilainya jika nilai aktiva riil
juga meningkat selama periode inflasi.
5. Pengembalian yang diperoleh dalam saham biasa dalam bentuk keuntungan
modal merupakan obyek tarif pajak penghasilan yang rendah. (Weston &
Copeland) Menurut Wasis (1981, p.81), “pemilik yang menyetorkan modal akan
menjadi penanggung resiko yang pertama. Artinya bahwa pihak non pemilik
tidak akan menderita kerugian sebelum kewajiban dari pemilik ditunaikan
seluruhnya.
7.3 Metoda-Metoda Dalam Manajemen Struktur Modal
Mengapa struktur modal perlu diperhatikan ? Hal ini memotivasi manajemen
perusahaan untuk mencari suatu struktur mosal yang optimal untuk
perusahaannya . Beberapa alat atau metoda dapat digunakan untuk menentukan
suatu pilihan sehingga akan sangat bermanfaat untuk menjawab pertanyaan
semacam ini “ Dimasa mendatanng, jika kita memerlukan dana 500 juta,
apakah kita sebaiknya menerbitkan saham atau obligasi ?” Metoda dasar tersebut
adalan (a) Analisis EBIT – EPS, (b) Perbandingan rasio – rasio leverage, dan (c)
Anaisis arus kas perusahaan.
a). Analisis EBIT – EPS.
Melalui analisis ini manajemen dapat melihat dampak dari berbagai
alternatif pendanaan terhadap EPS ( Earning per share ) pada tingkatan EBIT
( Earning Before Interest and Tax ) yang bervariasi. Yang dimaksud dengan EPS
adalah laba bersih sesudah pajak atau Earning After Tax ( EAT ) dibagi jumlah
lembar saham perusahaan yang beredar.
Pada analisis ini, hubungan antara EBIT dan EPS dapat dicari dengan cara :
1. Menghitung EPS pada berbagai alternatif pendanaan untuk EBIT tertentu
2. Mengulang lankah pertama untuk EBIT yang berbeda – beda. Hasilnya
kemudian digambarkan dalam grafik EBIT-EPS.
Indifference point memberikan masukan penting bagi manajemen dalam
memilih alternatif pembelanjaan, Jika expected EBIT lebih besar dari
indifference point, perusahaan sebaiknya menggunakan hutang. Jika sebaliknya,
menggunakan saham akan lebih menguntungkan. Perlu dicatat bahwa keputussan
ini bisa salah jika actual EBIT tidak besar yang diharapkan. Oleh karena itu,
didalam mengambil keputusan, manajemen harus memperhatikan juga deviasi
standard ( tingkat variabilitas ) EBIT perusahaan. Expected dan deviasi standard
EBIT dapat dicari dengan mengembangkan sejumlah skenario tentang EBIT
dimasa mendatang beserta dengan probabilita terjadinya. Jika deviasi standard
EBIT relatif besar, manajemen harus lebih hati – hati karena expected EBIT
menjadi kurang dapat dipercaya. Sebaiknya manajemen memutuskan
menggunakan hutang hanya bila ecpected EBIT cukup jauh di atas indifference
point.
EAT ( saham ) EAT ( hutang )
=
Jumlah saham Jumlah saham
( EBIT* - C1) ( 1 – T ) (EBIT* - C2 ) ( 1 – T)
=
S1 S2
Dimana:
EBIT * = Indifferent point
C1 = Biaya bunga pada alternatif pembelanjaan 1
C2 = Biaya bunga pada alternatif pembelanjaan 2
S1 = Jumlah saham pada alternatif pembelanjaan 1
S2 = Jumlah saham pada alternatif pembelanjaan 2
T = Tingkat pajak
(b) Perbandingan Rasio – Rasio Leverage
Tujuan dari analisis ini adalah untuk menentukan efek dari setiap alternatif
pendanaan terhadap rasio – rasio leverage ( penggunaan hutang ). Manajemen
kemudian dapat membandingkan rasio – rasio yang ada saat ini dan rasio – rasio
pada alternatif pendanaan tertentu dengan rasio – rasio industri sejenis. Rasio
Leverage terdiri dari (1) Rasio Hutang ( debt ratio ), (2) Rasio Jaminan ( coverege
ratio ).
Rasio hutang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban jangka panjang, sedangkan rasio jaminan menunjukkan kemampuan
untuk membayar bunga dan pokok pinjamn yang jatuh tempo. Untuk
menghitung rasio hutang, manajemen menggunakan informasi dari neraca.
Untuk menghitung rasio jaminan, informasi dari laporang rugi – laba yang
dipergunakan.
Manajemen dapat menggunakan metoda perhitungan rasio sbb :
1. Rasio Hutang:
a. Total hutang/Total aktiva
b. Hutang jangka panjang/ (Hutang jangka panjang + Modal sendiri)
c. Total hutang/ Modal sendiri
2. Rasio Jaminan:
a. Time interest earned = EBIT/Biaya bunga
b. Debt service coverage = EBIT / [ biaya bunga + (pembayaran pokok pinjman/1
– pajak) ]
Rasio hutang dan rasio jaminan dapat dihitung berdasarkan : (1) posisi
keuangan perusahaan pada saat ini, (2) posisi keuangan perusahaan dengan
alternatif – alternatif pendanaan yang ada seperti 100 % modal sendiri, 100%
hutang dsb. Rasio – rasio tersebut kemudian dibandingkan dengan rasio
indusstri. Dari perbandingan tersebut, manajemen dapat menentukan alternatif
pendanaan yang paling tepat bagi perusahaan. Hal ini tidak berarti bahwa
manajemen harus mempertahankan rasio yang sama dengan rasio industri.
Kegunaan perbandingan rasio dengan rasio industri adalah jika perusahaan
memilih rasio hutang dan rasio jaminan yang menyimpang dari rasio industri,
ia harus memiliki alasan yang kuat.
(c) Analisis Arus Kas Perusahaan
Metoda ini menganalisis dampak keputusan struktur modal terhadap arus kas
perusahaan. Metoda ini sederhana tetapi sangat bermanfaat. Metoda ini
melibatkan persiapan suatu seri anggaran kas pada (1)kondisi perekonomian
yang berbeda, (2) struktur modal yang berbedaArus kas bersih pada situasi yang
berbeda ini dapat dianalisis untuk menentukan apakah beban tetap perusahaan
( pokok pinjaman, bunga, sewa dan dividen saham preferen ) yang dihadapi
perusahaan tidak terlalu tinggi. Ketidak mampuan perusahaan untuk membayar
beban tetap bisa mengakibatkan “ financial insolvency “.
Gordon Donaldson dari Harvard University menyarankan bahwa kapasitas
beban tetap perusahaan sebaiknya tergantung pada arus kas bersih perusahaan
yang diharapkan dapat terwujud pada saat perekonomian mengalami resesi.
Dengan kata lain, target struktur modal ditentukan dengan membuat rencana
untuk menghadapi “ kondisi terburuk yang mungkin terjadi “.
Rumus berikut mendifinisikan CBr, saldo kas yang diharapkan perusahaan pada
akhir periode resesi.
CBr = Co + NCFr – FC
Dimana:
Co = Saldo ka pada awal resesi
NCFr = Arus kas bersih dari operasi selama resesi
FC = Beban tetap perusahaan
7.4 ANALISIS SUBYEKTIF DALAM MANAJEMEN STRUKTUR MODAL
Dalam menentukan struktur modal perusahaan , manajemen juga menerapkan
analisi subyektif ( judgment ) bersama dengan analisis kuantitatif yang telah
dibahas didepan. Berbagai faktor yang dipertimbangkan dalam pembuatan
keputusan tentang struktur modal adalah :
a). Kelangsungan hidup jangka panjang ( Long – run viability ).
Manajer perusahaan, khusunya yang menyediakan produk dan jasa yang
penting, memiliki tanggung jawab untuk menyediakan jasa yang
berkesinambungan. Oleh karena itu, perusahaan harus menghindari tingkat
penggunaan hutang yang dapat membahayakan kelangsungan hidup jangka
panjang perusahaan.
b). Konsevatisme manajemen
Manajer yang bersifat konservatif cenderung menggunakan tingkat hutang
yang “ konservatif “ pula ( sedikit hutang ) dari pada berusaha memaksimumkan
nilai perusahaan dengan menggunakan lebih banyak hutang.
c). Pengawasan
Pengawasan hutang yang besar dapat berakibat semakin ketat
pengawasan dari pihak kreditor ( misalnya, melalui kontrak perjanjian atau
covenaut ). Pengawasan ini dapat mengurangi fleksibilitas manajemen dalam
membuat keputusan perusahaan.
d). Struktur aktiva
Perusahaan yang memiliki aktiva yang digunakan sebagai agunan hutang
cenderung menggunakan hutang yang relatif lebih besar. Misalnya , perusahaan
real estate cenderung menggunakan hutang yang lebih besar dari pada
perusahaan yang bergerak pada bidang riset teknologi.
e). Risiko bisnis
Perusahaan yang memiliki risiko bisnis ( variabilitas keuntungannya )
tinggi cenderung kurang dapat menggunakan hutang yang besar ( karena
kreditor akan meminta biaya hutang yang tinggi ). Tinggi rendahnya risiko
bisnis ini dapat dilihat antara lain dari stabilitas harga dan unit penjualan,
stabilitas biaya, tinggi rendahnya operating leverage, dll.
f). Tingkat pertumbuhan
Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi membutuhkan modal
yang besar. Karena biaya penjualan ( flotation cost ) untuk hutang pada
umumnya lebih rendah dari fenation cost untuk jaminan, perusahaan dengan
tingkat pertumbuhan yang tinggi cenderung menggunakan lebih banyak hutang
dbanding dengan perusahaan dengan tingkat pertumbuhan rendah.
g). Pajak
Biaya bunga adalah biaya yang dapat mengurangi pembayaran pajak,
sedangkan pembayaran dividen tidak mengurangi pembayaran pajak. Oleh
karena itu , semakin tinggi tingkat pajak perusahaan, semakin besar keuntungan
dari penggunaan pajak.
h). Cadangan kapasitas peminjaman
Penggunaan hutang akan meningkatkan risiko, sehingga biaya mosal
akan meningkat. Perusahaan harus mempertimbangkan suatu tingkat penggunaan
hutang yang masih memberikan kemungkinan menambah hutang di masa
mendatang dengan biaya yang relatif rendah.
7.5 BEBERAPA CATATAN TENTANG KEBIJAKAN STRUKTUR MODAL
Pada pertemuan tahunan Financial Management Association (FMA) pada
tahun 1989, disimpukan beberapa hal mengenai struktur perusahaan.
a). Dalam praktik sangat sulit menentukan titik struktur modal yang optimal.
Bahkan untuk membuat suatu range untuk struktur modal yang optimalpun
sangat sulit. Oleh karena itu, kebanyakan perusahaan hanya memperhatikan
apakah perusahaan terlalu banyak menggunakan hutang atau tidak.
b). Ada kenyataan bahwa walaupun struktur modal perusahaan dianggap jauh dari
optimal, tapi dampaknya pada nilai perusahaan tidak terlalu besar. Dengan kata lain
keputusan tentang struktur modal tidaklah sepenting keputusan investasi, yang
memiliki dampak yang lebih besar terhadap nilai perusahaan.
Berdasarkan hal – hal di atas, sebaiknya perusahaan lebih memfokuskan diri
pada suatu tingkat hutang yang hati – hati ( prudent ) dari pada berusaha mencari
tingkat hutang yang optimal. Tingkat hutang yang “ prudent “ harus dapat
memanfaatkan keuntungan dari penggunaan hutang dan tetap menuju :
(1) mempertahankan risiko finansial pada tingkat yang masih terkendali
(2) menjamin fleksibilitas pembelanjaan perusahaan, (3) mempertahankan “ credit
rating “ perusahaan.
Keputusan tentang sstruktur modal melibatkan analisis “ trade – off “ antara
risiko dan keuntungan. Penggunaan hutang meningkatkan risiko perusahaan, tapi
juga mengingkatkan keuntungan perusahaan oleh karena itu, struktur modal
yang optimal akan menyeimbankan risiko dan keuntungan perusahaan.
Metoda lain yang tidak jarang digunakan dalam menentukan struktur modal
perusahaan adalah analisi perbandingan rasio struktur modal. Manajemen
membandingkan struktur modal perusahaan mereka dengan struktur modal
perusahaan pada industri yang sama. Suatu pilihan terhadap struktur modal yang
menyimpang dari struktur modal industri harus memiliki alasan yang kuat.
Suatu riset terhadap 170 manajer keuangan senior di AS menunjukkan
bahwa sekitar 60 % percaya bahwa ada suatu struktur modal yang opetimal
bagi perusahaan. Riset ini juga menunjukkan bahwa (1) manajer keuangan
menetapkan suatu target rasio hutang bagi perusahaannya, (2) nilai rasio hutang
ini dipergunakan untuk evaluasi terhadap risiko bisnis yang dihadapi
perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
http://pulsadeltapulsa.co.cc/?p=78
http://putri180191.ngeblogs.com/2009/11/27/makala-3-keputusan-manajer-keuangan/
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/07/teori-struktur-modal-pengertian-dan.html
http://massofa.wordpress.com/2008/01/25/ruang-lingkup-akuntansi-bag-2/
http://www.conchaytoro.com/company/pdf/memorias/2002/profit.pdf
http://www.detikfinance.com/read/2009/01/09/145942/1065784/692/dividen