russo-japan border dispute
TRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Jepang dan Rusia adalah dua negara yang memiliki pengaruh yang kuat di wilayah
Asia-Pasifik. Rusia merupakan salah satu negara Barat pertama yang pernah melakukan
kontak langsung depan Jepang. Hubungan diplomatik mereka berjalan dengan lancar hingga
awal abad ke-20 di mana pecah peperang di Manchuria. Hubungan mereka pun mengalami
penurunan drastis, ditambah lagi dengan pernyataan perang Rusia pada akhir Perang Dunia
II. Kini, hubungan diplomatik kedua negara tersebut masih menghadapi banyak hambatan,
salah satunya adalah sengketa perebutan kepemilikan Kepulauan Kuril bagian selatan.
Kepulaun Kuril yang terdiri dari beberapa pulau besar dan puluhan pulau-pulau kecil
sama-sama dianggap sebagai wilayah penting bagi Rusia maupun Jepang. Kasus sengketa
Kepulauan Kuril seringkali dianggap sebagai hambatan terbesar hubungan diplomatik Jepang
maupun Rusia. Persengketaan ini telah terjadi begitu lama, bahkan lebih dari lima puluh
tahun. Banyak pihak menyayangkan ketidakmampuan Jepang dan Rusia untuk
menyelesaikan sengketa Kepulauan Kuril. Hal ini pun cukup menimbulkan ketegangan antara
pemerintah kedua negara. Yang paling dirugikan tentunya penduduk yang tinggal di wilayah
perbatasan Kepulauan Kuril.
Melalui makalah ini, kami pertama-tama menguraikan inti permasalahan
persengketaan Kepulauan Kuril. Kemudian, akan dijelaskan pula langkah-langkah diplomasi
bilateral apa yang telah dilakukan kedua negara tersebut. Pertanyaan yang akan kami jawab
dalam makalah ini adalah sejauh mana diplomasi bilateral dilakukan oleh Rusia maupun
Jepang untuk menyelesaikan sengketa Kepulauan Kuril.
1
I
Sejarah Singkat Sengketa Kepulauan Kuril Antara Jepang dan Rusia
(http://www.menasborders.com/menasborders/border_focus/Kuril_Islands.aspx)
Kepulauan Kuril di wilayah Rusia, Oblast Sakhalin, membentuk kepulauan gunung
berapi yang membentang sekitar 1.300 km (810 mi) timur laut dari Hokkaido, Jepang, ke
Kamchatka, Rusia, memisahkan Laut Okhotsk dari Samudra Pasifik Utara. Orang Jepang
menyebutnya Chisima Rettou yang berarti Kepulauan Seribu. Kepulauan ini terdiri dari 56
pulau dan beberapa pulau karang lainnya. Luas lahan total sekitar 15.600 kilometer persegi
(6.000 sq mi) dan total populasi sekitar 17.000 1. Penduduk awal di Kepulauan Kuril adalah
suku Ainu yang telah bermigrasi dari wilayah utara Asia. Sekarang tidak ada satu pun orang
dari suku Ainu yang tinggal di Kepulaun Kuril. Semua pulau-pulau berada di bawah
yurisdiksi Rusia, tetapi Jepang mengklaim dua pulau besar selatan sebagai bagian dari
wilayahnya, serta Shikotan dan pulau Habomai, yang telah menyebabkan sengketa
Kepulauan Kuril yang sedang berlangsung.2
Persengketaan Kepulauan Kuril atau Persengkataan Teritorial Utara adalah
persengketaan antara Jepang dan Rusia atas kedaulatan Kepulauan Kuril Selatan. Kedua
negara ini memperebutkan kedaulatan empat buah pulau paling selatan dari Kepulauan Kuril,
1 diambil dari <http://www.sakhalin.ru/Engl/Region/geography.htm>, diakses pada 10 Maret 20112 “Kuril Islands: Factfile,” Telegraph <http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/asia/japan/8101395/Kuril-Islands-factfile.html>, diakses pada 10 Maret 2011
2
yaitu Pulau Iturup, Shikotan, Habomai, dan Kunashir. Rusia (dulu Uni Soviet) menduduki
pulau-pulau yang disengketakan dalam Operasi Ofensif Strategis Manchuria pada akhir
Perang Dunia II. Pulau-pulau yang disengketakan sekarang berada di bawah administrasi
Rusia sebagai Distrik Kuril Selatan, Oblast Sakhalin, namun diklaim Jepang sebagai bagian
dari Jepang yang disebut Wilayah Utara atau Chishima Selatan di bawah administrasi
Subprefektur Nemuro, Prefektur Hokkaido.
Perjanjian Rusia-Jepang pertama yang berhubungan dengan status Sakhalin dan
Kepulauan Kuril adalah Shimoda Treaty atau Treaty of Commerce, Navigation and
Delimitation (1855) yang pertama kali menjalinkan hubungan resmi antara Rusia dan Jepang.
Pasal 2 Perjanjian Shimoda menyatakan "Selanjutnya batas antara kedua negara akan terletak
antara pulau Etorofu dan Uruppu. Seluruh Etorofu harus milik Jepang; dan Kepulauan Kuril,
yang terletak di sebelah utara dan termasuk Urup, akan menjadi milik Rusia.” Pulau
Kunashir, Shikotan dan Kepulauan Habomai, yang terletak di sebelah selatan Iturup, tidak
secara eksplisit disebutkan dalam perjanjian dan dianggap sebagai pulau-pulau yang tidak
disengketakan.
Perang Rusia-Jepang tahun 1904-1905 yang memperebutkan Manchuria adalah
sebuah titik balik hubungan Rusia-Jepang. Perjanjian Portsmouth (1905), menyimpulkan
pada akhir perang ini, memberikan setengah selatan Pulau Sakhalin ke Jepang.3 Kepulauan
Kuril diambil alih sepenuhnya oleh Uni Soviet antara 28 Agustus hingga 5 September 1945,
setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 15 Agustus. Selanjutnya pada
tahun 1951, Perjanjian San Francisco antara Sekutu dan Jepang secara resmi ditandatangani
oleh 49 negara. Jepang dinyatakan tidak memegang kedaulatan untuk Pulau Kuril tapi juga
perjanjian itu tidak pihak mana yang memiliki Kepuluan Kuril. Pada akhirnya, Uni Soviet
tidak mau menandatangani perjanjian tersebut. Hingga sekarang, kedua belah pihak telah
berkali-kali mengadakan perjanjian dan pembicaraan mengenai masalah ini. Sengketa atas
kepemilikan Kepulauan Kuril dianggap sebagai halangan terbesar hubungan diplomatik
Rusia dan Jepang.
II
Kepemilikan Kepulauan Kuril Berdasarkan Sudut Pandang Jepang
3 M. Ito, “Russian-held Issels: So Near, So Far,” Japan Times, 18 Januari, 2011 <http://search.japantimes.co.jpcgi-bin/nn20110118i1.html>, diakses pada 10 Maret 2011
3
Jepang menyebut wilayah Kepulaun Kuril (Pulau Iturup, Kunashir, Shikotan, dan
Habomai) sebagai Wilayah Utara (Northern Territories atau Hoppou Ryoudou dalam bahasa
Jepang). Keempat pulau tersebut pun menjadi bagian dari kepentingan ekonomi Jepang.
Pulau Iturup dan Kunashir memiliki hutan yang mengandung endapan timah, seng, tembaga,
nikel, logam dan masih banyak lagi.4 Sehingga, pulau-pulau ini dapat menjadi suplai yang
cukup pentingbagi pulau Hokkaido. Tidak aneh apabila Jepang mempertahankan klaim
persengketaan terhadap kepulauan kuril ini. Kepulauan ini pun dikatakan sebagai salah satu
dari tiga kepulauan di dunia yang diberkati oleh sumber daya alam laut yang sangat
melimpah dan juga ikan-ikan yang bernilai harga sangat tinggi. Daeran ini juga diduga
mengandung cadangan titanium, nikel, tembaga, kromium, vanadium dan niobium. Meskipun
para nelayan kaya pasti sangat tertarik untuk memasuki kepulauan ini, karena begitu
banyaknya ikan-ikan laut bernilai tinggi.
Tidak hanya karena sumber daya alam yang melimpah, Wilayah Utara telah menjadi
nilai simbolik bagi Jepang. Peran dari keempat pulau-pulau tersebut adalah sebagai tempat
untuk mengingat kepedihan Jepang dari kekalahan pada Perang Dunia II. Beberapa hari
sebelum Jepang menyerah kalah kepada Sekutu, Uni Soviet menyatakan perang terhadap
Jepang dan mulai menginvasi keempat pulau tersebut. Jepang menggap bahwa Rusia
(sebelumnya Uni Soviet) telah melakukan ketidakadilan terhadap klaim Jepang pada empat
pulau tersebut.
Berdasarkan sejarah, Jepang percaya bahwa sejak awal Wilayah Utara masuk ke
dalam naungan Jepang. Wilayah tersebut pada awalnya dikuasai oleh klan Matsumae. Karena
lokasi wilayah kekuasaan mereka yang sangat berbatasan dengan Rusia, maka merekalah
orang Jepang pertama yang melakukan kontak dengan orang Rusia. Selanjutnya, batas
wilayah Jepang-Rusia ditegaskan dalam Shimoda Treaty pada tahun 1855 di mana Jepang
mendapat kedaulatan penuh atas Pulau Irutup, Kunashir, Shikotan dan Habomai. Setelah
pecah perang antara Rusia dan Jepang yang memperebutkan wilayah Manchuria pada tahun
1904, hubungan kedua negara tersebut memang memburuk. Keadaan ini diperparah setelah
Wilayah Utara diinvasi oleh tentara Uni Soveit pada tahun 1945.
4 B. Williams, Resolving the Russo-Japan Territorial Disputes: Hokkaido-Sakhalin Relations (Routledge, 2007), hal. 21.
4
Di Jepang sendiri terdapat ‘Northern Territories Syndrome’ (‘Hoppou Ryoudou
Shoukougun’) yang telah dikembangkan kepada para penduduknya.5 Wilayah Utara telah
menjadi aspirasi Jepang dan menjadi tujuan nasional seluruh bangsanya. Sengketa Kepulauan
Kuril ini memiliki perjalanan panjang diatas kehidupan ekonomi, politik, dan kehidupan
sosial di masyarakat Hokkaido yanag terletak berdekatan dengan keempat pulau itu.
Semenjak Jepang menyerah tanpa syarat pada tanggal 15 Agustus 1945, belasan ribu
penduduk Jepang masih berada di Wilayah Utara yang diambil alih kembali oleh Rusia.
Pengembalian penduduk Jepang tidak dilakukan secara langsung dan dipercaya telah terjadi
penganiayaan dan kekerasan yang dilakukan oleh para tentara Uni Soviet kepada penduduk
Jepang. Hal ini menimbulkan rasa ketidakpercayaan Jepang terhadap Rusia.
Hingga kini, pemerintah dan masyarakat Jepang berpegang kepada Shimoda Treaty.
Pemerintah Jepang menganggap Shimoda Treaty sebagai kesepakatan sah atas batas-batas
wilayah Jepang-Rusia. Hal ini ditekankan pula oleh pemerintah Jepang melalui
kementeriannya. Ministry of Foreign Affair of Japan (MOFA) menyatakan sebuah dokumen
Rusia menyebutkan bahwa hingga jatuhnya kekaisaran Rusia, perbatasan Jepang-Rusia
mendasar kepada perjanjian tahun 1855 dan 1905 (setelah kemenangan Jepang dari Rusia
atas wilayah Manchuria) yang menunjukkan bahwa keempat pulau tersebut adalah milik
Jepang.6
Pemerintah Jepang telah meminta warga Jepang untuk tidak masuk ke Wilayah Utara
tanpa menggunakan visa untuk mengunjungi sampai masalah teritorial terselesaikan. Selain
itu, Jepang tidak bisa membiarkan aktivitas di kepulauan, termasuk aktivitas ekonomi dengan
pihak ketiga yang dapat dianggap sebagai suatu pelanggaran yurisdiksi Rusia, atau
mengizinkan kegiatan yang dilakukan berdasarkan asumsi bahwa Rusia telah memiliki
yurisdiksi di Wilayah Utara. Jepang mengambil langkah untuk memastikan bahwa hal ini
tidak terjadi.
III
Kepemilikan Pulau Kuril Berdasarkan Sudut Pandang Rusia
5 B. Williams, Resolving the Russo-Japan Territorial Disputes: Hokkaido-Sakhalin Relations (New York, 2007), hal. 23.6 The Kurile Islands Dispute <http://www1.american.edu/ted/ice/kurile.htm>, diakses pada 8 Maret 2011
5
Rusia menganggap keberadaaan Pulau Iturup, Shikotan, Kunashir, dan Habomai
sebagai gerbang yang sangat penting bagi perekonomian Rusia. Sama halnya dengan Jepang,
Rusia menganggap bahwa Kepuluan Kuril memiliki kekayaan serta sumber daya alam yang
banyak dan bernilai jual tinggi. Melepas keempat pulau tersebut ke tangan Jepang berarti
kehilangan lahan perikanan yang begitu besar. Rusia juga termasuk negara Barat pertama
yang mengadakan kontak dengan Jepang. Penjelajah Rusia mencapai daerah pantai di
wilayah timur jauh dengan melalui hutan-hutan di Siberia pada tahun 1790-an. Dari sana,
mereka masuk ke Pulau Sakhalin, Kepulauan Kuril, kemudian Hokkaido. Pada tahun 1792 di
Hokkaido lalu pada tahun 1804 di Nagasaki, pedagang Rusia berusaha meyakinkan Shogun
Tokugawa untuk membuka hubungan perdagangan tetapi ditolak dengan halus. Hal ini
memicu rangkaian kekerasan. Tahun 1806-1807, tentara Rusia menyerang penduduk
Hokkaido, Sakhalin, dan Iturup.7
Meski demikian, pada tahun 1855, Rusia menandatangani Shimoda Treaty yang
berarti mengakui Jepang sebagai pemilik Pulau Iturup, Shikotan, Kunashir, dan Habomai.
Akan tetapi, muncul ketidaksetujuan dari beberapa pihak di Rusia karena mereka
menganggap bahwa Rusia-lah yang justru berhak memiliki keempat pulau tersebut.
Berdasarkan sejarah, para penjelajah Rusia adalah orang-orang yang paling pertama
menemukan Kepulauan Kuril. Kekalahan Rusia pada perang tahun 1904-1905 merupakan
titik awal memburuknya hubungan Rusia dengan Jepang. Ditambah lagi, pada tahun 1945
akhirnya Rusia (dulu Uni Soviet) berhasil menduduki keempat pulau tersebut selama Operasi
Strategi Penyerangan Manchuria. Selanjutnya, dalam tiga tahun ke depan, Rusia berhasil
mengusir penduduk Jepang di kepulaun tersebut melalui berbagai cara termasuk kekerasan.
Berbeda dengan Jepang yang berpatokan pada Shimoda Treaty, Rusia menganggap
batas negara mereka adalah sesuai dengan keadaan tahun 1945. Rusia beranggapan bahwa
Shimoda Treaty tidak berlaku setelah kekalahan Rusia atas Jepang pada tahun 1905. Dengan
diserangnya tentara Rusia oleh Jepang, maka hubungan bilateral kedua negara tersebut putus
sehingga berbagai perjanjian yang dibuat sebelumnya batal. Rusia juga menggunakan hasil
perjanjian Konferensi Yalta sebagai dasar hukum untuk mempertahankan keempat pulau itu.
Konferensi Yalta menyatakan bahwa kepulauan Kuril merupakan bagian dari Rusia, di mana
Jepang menolak konferensi tersebut.
Kepulauan Kuril sekarang seluruhnya berada di bawah pemerintahan Rusia. Jumlah
penduduk Rusia yang tinggal di sana mencapai 17.000 jiwa. Pada November 2010, Presiden
7 A. Gordon, A Modern History of Japan: From Tokugawa Times to the Present (New York, 2003), hal. 48. 6
Presiden Rusia Dmitry Medvedev mengunjungi Kepulauan Kuril. Medvedev adalah presiden
Rusia pertama yang menjejakkan kaki di kepulaun Kuril sejak Perang Dunia II. Beliau
pertama-tama mengunjungi Pulau Kunashir dan mengadakan dialog bersama para penduduk
setempat.8 Pemerintah Rusia juga berjanji untuk membangun infrastruktur yang lebih baik
serta meningkatkan kesejahteraan penduduk Kepulauan Kuril sebagai bentuk tanggung jawab
Rusia terhadap kepemilikan wilayah tersebut. Kunjungan ini mendapat kecaman dari
pemerintah dan masyarakat Jepang.
Sebelumnya, Rusia sempat menangkap nelayan Jepang yang tengah menangkap ikan
di wilayah sengketa Kepulauan Kuril pada tahun 2007 bahkan menembak sebuah kapal
Jepang beberapa bulan sebelumnya.9 Rusia menyatakan bahwa kapal-kapal tersebut telah
masuk ke wilayah Rusia. Tentu saja hal ini menimbulkan kemarahan di parlemen Jepang.
Akan tetapi Rusia tetap tidak memedulikan respon Jepang dengan alasan bahwa seluruh
Kepuluan Kuril berada di bawah administrasi Rusia.
IV
Diplomasi Jepang-Rusia Mengenai Sengketa Kepulauan Kuril
8 “Russian President Visits Disputed Kuril Islands,” BBC, 1 November, 2010 <http://www.bbc.co.uk/news/ world-asia-pacific-11663241>, diakses pada 14 Maret 20119 “Russian ‘Detain Japanese Boat,” BBC, 22 Januari, 2007 < http://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-pacific/6285747.stm>, diakses pada 15 Maret 2011
7
Pihak Jepang maupun Rusia telah sama-sama mengusahakan berbagai negosiasi untuk
membahas masalah Kepulauan Kuril. Mereka lebih menggunakan jalur diplomasi bilateral.
Diplomasi bilateral merupakan diplomasi internasional yang paling populer dalam dunia
internasional. Bilateralisme mengacu pada hubungan politik dan budaya, biasanya berupa
kunjungan kenegaraan dan misi kedutaan besar.
Pada berbagai bentuk hubungan bilateral terdapat situasi ketika keberadaan dan fungsi
Kedutaan Besar tidak dapat dipertahankan. Keputusan formal untuk menutup Kedutaan Besar
terjadi ketika timbul masalah dengan satu atau lebih negara. Pemutusan hubungan diplomatik
merupakan bagian dari masalah politik dan kekerasan.10 Dengan diplomasi bilateral
komunikasi di antara negara-negara yang berkonflik tetap perlu dipertahankan karena
kebutuhan untuk meminimalisir akibat dari menurunnya hubungan diplomatik, atau sebagai
jalur untuk memulihkan hubungan formal.
Diplomasi bilateral yang menekankan kepada negosiasi serta pembahasan
penyelesaian sengketa Kepulauan Kuril tersebut telah dilakukan sejak berpuluh-puluh tahun
lalu bahkan sebelum masa Perang Dunia II hingga sekarang. Berikut ini adalah diplomasi
yang telah dilakukan Rusia-Jepang.
Penandatanganan Shimoda Treaty (tahun 1855)
Rusia dan Jepang pertama kali melakukan hubungan diplomatik pada tahun ini. Pada
tahun yang sama, kedua negara tersebut menandatangani Treaty of Commerce, Navigation
and Delimitation (Shimoda Treaty) yang berisi perjanjian mengenai batas-batas negara.
Artikel 2 pada treaty tersebut menyebutkan bahwa perbatasan Rusia-Jepang berada di antara
Pulau Iturup dan Urup. Seluruh wilayah Pulau Iturup berada di bawah wilayah Jepang,
sementara Kepulauan Kuril, termasuk di dalamnya Pulau Urup hingga ke bagian utara,
merupakan wilayah Rusia. Perjanjian tersebut ditandatangani setelah negosiasi yang berjalan
lancar dan damai. Namun, muncul ketidaksetujuan dalam penandatanganan perjanjian
tersebut di mana beberapa pihak dari Rusia menyatakan bahwa secara historis, Rusia masih
dapat mengklaim bahwa Pulau Iturup, Kunashir, Shikotan, dan Habomai adalah milik mereka
karena Rusia-lah yang pertama kali menemukan serta mengeksplorasi pulau-pulau tersebut
pada awal abad ke-17. Orang-orang Rusia mulai tinggal di Iturup pada abad ke-18 meski
sebagian wilayahnya masuk ke dalam kekuasaan Shogun Tokugawa.
10 S. Djelantik, Diplomasi Antara Teori dan Praktik (Yogyakarta, 2008)8
Perjanjian Saint Petersburg (tahun 1875)
Pada tahun ini, Jepang dan Rusia menandatangani Perjanjian Petersburg yang
berisikan bahwa Jepang akan menghentikan semua tuntutan akan Pulau Sakhalin, dengan
penukaran Rusia memberikan semua hak Kepulauan Kuril kepada Jepang.
Perjanjian San Fransisco (tahun 1951)
Perjanjian perdamaian antara Jepang dan Sekutu ditandatangi di San Fransisco pada
tahun 1951. Uni Soviet hadir dalam konferensi tersebut tapi tidak ikut menandatangani
perjanjian. Dalam Perjanjian San Fransisco, terdapat beberapa poin mengenai wilayah
Kepulauan Kuril atau yang Jepang sebut sebagai Teritori Utara (Northern Territory). Poin
pertama menekankan kepada keinginan Jepang untuk menyatukan seluruh Kepulauan Kuril
dan Pulau Sakhalin ke wilayah mereka. Kepulauan Kuril yang disebutkan Jepang tidak
termasuk Iturup, Kunashir, Shikotan, ataupun Habomai (yang sejak awal memang sudah
termasuk wilayah Jepang). Menurut MOFA, dalam Perjanjian San Fransisco, AS juga
menyatakan bahwa perjanjian tidak memasukkan Pulau Habomai, Shikotan, Kunashir,
maupun Iturup yang merupakan wilayah Jepang. Berarti keempat pulau tersebut memang
telah dinyatakan sebagai wilayah Jepang. Poin kedua adalah bahwa kepemilikan Uni Soviet
terhadap bagian selatan Pulau Sakhalin, Kepulauan Kuril, dan Teritori Utara tidak bisa
mendapatkan pengakuan dari masyarakat internasional. Uni Soviet sempat mengajukan
amandemen draft perjanjian tapi ditolak oleh konferensi. Sehingga, Uni Soviet pun tidak
menandatangani perjanjian.
Deklarasi Bersama Jepang dan Uni Soviet (Oktober 1956)
Perdana Menteri Hatoyama Ichiro adalah Perdana Menteri Jepang pertama yang
mengunjungi Uni Soviet. Kedua negara menandatangani Deklarasi Bersama Jepang dan Uni
Soviet, deklarasi ini resmi mengakhiri keadaan perang dan memulihkan hubungan diplomatik
di antara mereka. Dalam ayat 9 dari deklarasi, kedua negara setuju untuk melanjutkan
negosiasi untuk menyimpulkan perjanjian perdamaian dan Uni Soviet setuju untuk
memberikan Jepang Habomai dan Shikotan. Penyerahan sebenarnya pulau-pulau ini terjadi
setelah kesimpulan didapat dari perjanjian perdamaian.
Kunjungan Perdana Menteri Tanaka ke Uni Soviet (Oktober 1973)
9
Selama Perdana Menteri Kakuei Tanaka di Uni Soviet pada Oktober 1973, Sekretaris
Jenderal Leonid Brezhnev menegaskan secara verbal bahwa isu Northwest Territories telah
disertakan dalam isu-isu yang belum terselesaikan sisa Perang Dunia II. Namun, tak lama
setelah itu, meskipun pernyataan oleh Sekretaris Jenderal Brezhnev, Uni Soviet berpendapat
tidak ada masalah teritorial antara kedua negara. Uni Soviet terus mengambil hak ini sampai
Mikhail Gorbachev menempati posisi Sekretaris Jenderal.11
Kunjungan Presiden Gorbachev ke Jepang (April 1991)
Pada bulan April 1991 Presiden Mikhail Gorbachev menjadi pemimpin Soviet
pertama yang mengunjungi Jepang dan menandatangani pernyataan bersama Jepang dan Uni
Soviet dengan Perdana Menteri Toshiki Kaifu. Ini adalah pertama kalinya Uni Soviet
mengakui secara tertulis bahwa empat pulau Etorofu, Kunashiri, Shikotan dan Habomai
merupakan suatu masalah teritorial.12
Kunjungan Presiden Yeltsin ke Jepang (Oktober 1993)
Deklarasi Tokyo yang ditandatangani oleh Perdana Menteri Morihiro Hosokawa dan
Presiden Boris Yeltsin jelas mendefinisikan masalah teritorial sebagai pertanyaan atribusi
dari pulau Etorofu, Kunashiri, Shikotan dan Habomai. Deklarasi jelas menyatakan bahwa
Jepang dan Rusia harus menyimpulkan perjanjian damai melalui penyelesaian masalah
atribusi dari empat pulau dan sepenuhnya membina hubungan bilateral yang baik. Tercantum
juga pedoman negosiasi yang jelas: Northern Territories masalah harus diselesaikan (i)
berdasarkan fakta-fakta sejarah dan hukum, (ii) berdasarkan dokumen-dokumen yang
disepakati kedua belah pihak, dan (iii) berdasarkan prinsip-prinsip hukum dan keadilan.13
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Krasnoyarsk (November 1997)
Di Krasnoyarsk, Perdana Menteri Ryutaro Hashimoto dan Presiden Yeltsin sepakat
"untuk melakukan upaya maksimal untuk menyimpulkan sebuah perjanjian perdamaian pada
tahun 2000 berdasarkan Deklarasi Tokyo" (Perjanjian Krasnoyarsk).
11 Japan Northern Territory: For A Relationship of Genuine Trust (Ministry of Foreign Affair Japan) <http://mofa. go.jp/region/europe/russia/territory/pamphlet.pdf>, diakses pada 10 Maret 201112 Japan Northern Territory: For A Relationship of Genuine Trust (Ministry of Foreign Affair Japan) <http://mofa. go.jp/region/europe/russia/territory/pamphlet.pdf>, diakses pada 10 Maret 201113 Ibid
10
KTT Kawana (April 1998) dan KTT Moskow (November 1998)
Pada bulan April 1998, Jepang membuat proposal untuk resolusi masalah teritorial,
“Kawana Proposal”. Sebagai tanggapan dari kunjungan Perdana Menteri Keizo Obuchi ke
Rusia pada bulan November 1998, Rusia membuat proposalnya, "Moscow Proposal." Setelah
gagal mencapai kesepakatan, kedua negara tidak dapat menyimpulkan suatu perjanjian
perdamaian pada akhir tahun 2000, sebagaimana tercantum dalam Perjanjian Krasnoyarsk.
KTT Irkutsk (Maret 2001)
Di Irkutsk, Perdana Menteri Yoshiro Mori dan Presiden Vladimir Putin
mendefinisikan Deklarasi Bersama Jepang-Soviet pada tahun 1956 sebagai titik awal dari
proses negosiasi untuk menyimpulkan perjanjian perdamaian dan mengkonfirmasi keabsahan
hukum secara tertulis untuk pertama kalinya sejak tahun 1960, ketika Uni Soviet secara
sepihak mengklaim untuk memodifikasi istilah Deklarasi Bersama Jepang-Soviet. Mereka
juga menegaskan kembali pengakuan bersama mereka itu, menurut Deklarasi Tokyo, sebuah
perjanjian perdamaian yang harus diselesaikan dengan memecahkan masalah atribusi dari
empat pulau (Irkutsk Statement).14
Kunjungan Perdana Menteri Koizumi ke Rusia (Januari 2003)
Perdana Menteri Junichiro Koizumi dan Presiden Putin mendukung Rencana Aksi
Jepang dan Rusia pada kesempatan kunjungan Perdana Menteri Koizumi ke Rusia pada bulan
Januari 2003. Rencana tersebut mengutip deklarasi bersama Jepang dan Uni Soviet pada
tahun 1956, Deklarasi Tokyo 1993 dan deklarasi Irkutsk pada tahun 2001 sebagai dasar bagi
perundingan perdamaian di masa depan.
Kunjungan Presiden Putin ke Jepang (November 2005)
Presiden Putin mengunjungi Jepang pada bulan November 2005 dan bertemu dengan
Perdana Menteri Koizumi. Untuk mengisi celah di posisi kedua belah pihak tentang masalah
teritorial, kedua pemimpin sepakat untuk melanjutkan upaya mereka untuk menemukan
14Japan Northern Territory: For A Relationship of Genuine Trust (Ministry of Foreign Affair Japan) <http://mofa.go.jp/region/europe/russia/territory/pamphlet.pdf>, diakses pada 10 Maret 2011
11
solusi yang diterima kedua negara atas dasar perjanjian dan dokumen yang dibuat pada saat
ini.
Perkembangan sejak 2006
Dalam KTT APEC di Hanoi pada bulan November 2006, para pemimpin sepakat
bahwa Jepang dan Rusia harus membangun "sebuah kemitraan yang didasarkan pada
kepentingan strategis umum" dan melakukan negosiasi tentang masalah teritorial penuh
semangat dalam politik dan bekerja. Pembicaraan mengenai sengketa Jepang dan Russia juga
dibahas pada pertemuan KTT G8 di Heiligendamm di Jerman pada bulan Juni 2007 dan KTT
APEC di Sydney, Australia pada bulan September 2007, kedua pemimpin sepakat bahwa
mereka masing-masing akan memberikan instruksi untuk membuat kemajuan nyata dalam
proses negosiasi perjanjian damai, yang merupakan pilar penting bagi “Japan-Russia Action
Plan”, dan bahwa kedua belah pihak akan membuat usaha tambahan sekarang .15
Pada tahun 2010, Presiden Rusia Medvedev mengunjungi Kepulauan Kuril. Hal ini
memancing kemarahan Jepang, karena persengkataan wilayah ini belum mencapai hasil
kesepakatan. Mentri Luar Negeri Jepang Seiji Maehara menyesalkan kunjungan ini yang
dianggap dapat mencederai hubungan Jepang dan Rusia karena dianggap membawa muatan
politik dalam kunjungannya. Namun hal ini dibantah oleh Menteri Luar Negeri Rusia Sergei
Lavrov, bahwa kunjungan ini hanya kunjungan biasa seorang presiden ke wilayah
negaranya.16
Pada awal 2011, serombongan menteri Rusia, termasuk salah satunya Menteri
Pertahanan Anthony Serdyukov mengadakan inspeksi fasilitas militer Rusia di Kepulauan
Kuril, padahal sebelumnya Jepang telah melakukan protes diplomatic berulang kali, namun
tetap diabaikan.
Selain negosiasi-negosiasi di atas, Rusia dan Jepang juga telah mengusahakan
berbagai macam kerjasama yang diperuntukkan bagi bagi penduduk yang tinggal di Pulau
Iturup, Shikotan, Habomai, dan Kunashir.
Kunjungan Non-Visa
15 Japan Northern Territory: For A Relationship of Genuine Trust (Ministry of Foreign Affair Japan) <http://mofa.go.jp/region/europe/russia/territory/pamphlet.pdf>, diakses pada 10 Maret 201116 E. Patanistik, “Hubungan Rusia-Jepang Menegang,” Kompas, 10 November, 2010 <http://internasional.kompas.com/read/2010/11/01/13264777/Hubungan.Rusia-Jepang.Menegang>, diakses pada 12 Maret 2011
12
Kedua negara telah mendirikan tiga frame untuk kunjungan warga Jepang di
Northwest Territories: (a) program pertukaran non-visa bagi keempat pulau: Dalam program
ini, hingga resolusi tercapai, warga Jepang dan Rusia di pulau boleh saling mengunjungi
tanpa paspor atau visa. Program ini bertujuan untuk mempromosikan rasa saling pengertian
dan membantu menyelesaikan masalah teritorial. (b) Kunjungan bebas: program ini dilihat
melalui perspektif kemanusiaan, kunjungan ke Northwest Territories oleh warga Jepang yang
mantan penduduk pulau dan keluarga mereka akan dibuat sesederhana mungkin. (c)
Kunjungan ke makam: program ini juga ditinjau dari perspektif kemanusiaan, warga Jepang
boleh mengunjungi makam di Northern Teritories dengan kartu identitas. Dengan
menggunakan kerangka kerja ini, ada banyak kunjungan bersama oleh warga Jepang dan
warga Rusia.17
Bantuan Kemanusiaan Bagi Warga
Pemerintah Jepang memperluas bantuan sesuai dengan apa yang dibutuhkan bagi
warga Rusia di pulau-pulau. Ini termasuk menerima pasien medis dan menyediakan bantuan
kemanusiaan sesuai dengan kebutuhan.
Kerjasama di Daerah Sekitarnya antara Jepang dan Rusia, Termasuk Wilayah Utara
Pada pertemuan puncak di Jepang dan Rusia pada bulan Juli dan November 2006,
sebuah langkah yang juga akan membantu menciptakan lingkungan yang memungkinkan
untuk perdamaian dalam perundingan perjanjian. Berdasarkan perjanjian ini akhirnya pada
saat kunjungan Perdana Menteri Rusia Mikhail Fradkov ke Jepang ada bulan Februari 2007
telah disepakati bahwa kedua negara akan bekerja sama di bidang pencegahan bencana
seperti penanggulangan gempa bumi dan tsunami di zona perbshiatasan antara mereka,
termasuk wilayah utara.
KESIMPULAN
Kasus perebuatan empat pulau (Iturup, Shikotan, Kuashir, Habomai) yang merupakan
bagian dari Kepulauan Kuril telah menjadi kasus yang menahun antara Jepang dan Rusia.
Berulang kali diadakan perjanjian damai, namun belum berhasil menciptakan perdamaian
yang sesungguhnya antara Jepang dan Rusia. Jepang menganggap kepulauan Kuril
17 Japan Northern Territory: For A Relationship of Genuine Trust (Ministry of Foreign Affair Japan) <http://mofa.go.jp/region/europe/russia/territory/pamphlet.pdf>, diakses pada 10 Maret 2011
13
merupakan bagian wilayahnya, sedangkan Rusia beranggapan bahwa mereka yang pertama
kali menemukan Kepulauan Kuril tersebut. Kepulauan Kuril yang pernah masuk ke wilayah
Shogun Tokugawa dan Shimoda Treaty tahun 1855 juga menguatkan argumen Jepang atas
kepemilikan bagian dari kepulauan Kuril. Namun Rusia tidak tinggal diam, mereka terus
mengklaim bahwa mereka yang pertama kali menemukan kepulauan tersebut dan tentara
mereka telah berhasil menguasai kepulauan ini di akhir Perang Dunia II.
Kepulauan Kuril memang tidak terlalu mencolok dalam penampakannya. Seperti
kebanyakan sengketa wilayah, kepulauan Kuril memang memiliki sumber daya alam yang
cukup menjanjikan. Kuril memiliki sumber daya alam mineral dan ikan yang kaya, dan
kemungkinan cadangan minyak dan gas. Hal ini juga yang menarik perhatian kedua negara
yang bersengketa, karena mereka hendak mengekspolitasi kekayaan sumber daya Kuril
tersebut.
Praktek diplomasi bilateral yang dilakukan kedua negara, Jepang dan Rusia dalam
menyelesaikan kasus ini seringkali menguap begitu saja. Hal ini dikarenakan masing-masing
pihak bersikukuh dengan pendapatnya sendiri. Belum ada kesepahaman pemikiran dari
masing-masing pihak yang bertikai. Jelas ini mempersulit proses sepakat dalam berbagai
perjanjian yang dibuat.
Untuk dapat menyelesaikan persengketaan ini, tentunya kedua belah pihak harus
memiliki kesamaan pandangan. Konsep diplomasi yang juga menyanjung tinggi win-win
solution hanya dapat terlaksana bila masing-masing pihak rela mengorbankan
kepentingannya sendiri, dan bersedia membaurkan kepentingannya sehingga dapat tercipta
kata sepakat.
14