s sej 053934 bab2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053934_bab2.pdf ·...

49
21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORITIS Pembahasan dalam bab ini akan mengemukakan berbagai kajian yang diperoleh dari berbagai sumber literatur yang sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Kajian tersebut mencakup berbagai persoalan yang berhubungan dengan skripsi yang berjudul ”Perkembangan Industri Rumah Tangga Tapai Singkong dan Dampaknya Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat. (Studi Pada Industri Tapai Singkong di Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung Tahun 1980-2008)”. Bab ini terdiri dari tinjauan pustaka dan landasan teoritis. Dalam tinjauan teoritis akan dikaji beberapa hal mengenai industri rumah tangga, kewirausahaan, pembangunan ekonomi kerakyatan, produksi tapai singkong, sedangkan dalam landasan teoritis akan dikemukakan tentang teori perubahan sosial Emile Durkheim dan teori motif berprestasi McClleland. Kajian dalam tinjauan pustaka akan dibagi dalam tiga bagian sesuai dengan sumbernya yaitu dari sumber yang berupa buku, penelitian yang telah ada yang dijadikan referensi penulis, dan sumber yang berasal dari internet. Kemudian bagian-bagian tersebut akan dibagi lagi menjadi beberapa sub judul yang sesuai dengan pokok permasalahan yang akan dikaji.

Upload: others

Post on 16-Feb-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 21

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORITIS

    Pembahasan dalam bab ini akan mengemukakan berbagai kajian yang

    diperoleh dari berbagai sumber literatur yang sesuai dengan permasalahan yang

    dibahas dalam penelitian ini. Kajian tersebut mencakup berbagai persoalan yang

    berhubungan dengan skripsi yang berjudul ”Perkembangan Industri Rumah

    Tangga Tapai Singkong dan Dampaknya Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi

    Masyarakat. (Studi Pada Industri Tapai Singkong di Kecamatan Cimenyan

    Kabupaten Bandung Tahun 1980-2008)”.

    Bab ini terdiri dari tinjauan pustaka dan landasan teoritis. Dalam tinjauan

    teoritis akan dikaji beberapa hal mengenai industri rumah tangga, kewirausahaan,

    pembangunan ekonomi kerakyatan, produksi tapai singkong, sedangkan dalam

    landasan teoritis akan dikemukakan tentang teori perubahan sosial Emile

    Durkheim dan teori motif berprestasi McClleland.

    Kajian dalam tinjauan pustaka akan dibagi dalam tiga bagian sesuai

    dengan sumbernya yaitu dari sumber yang berupa buku, penelitian yang telah ada

    yang dijadikan referensi penulis, dan sumber yang berasal dari internet. Kemudian

    bagian-bagian tersebut akan dibagi lagi menjadi beberapa sub judul yang sesuai

    dengan pokok permasalahan yang akan dikaji.

  • 22

    2.1 Tinjauan Pustaka

    2.1.1 Sumber Buku

    2.1.1.1 Industri Rumah Tangga

    Buku yang dijadikan sumber referensi pertama dalam membahas

    mengenai perkembangan industri rumah tangga ini adalah buku yang berjudul

    Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia, Beberapa Isu Penting (2002), buku ini

    secara keseluruhan membahas tentang keberadaan atau perkembangan UKM

    (Usaha Kecil dan Menengah) di Indonesia selama ini. Seluruh isi buku terdiri dari

    tujuh bab. Bab 1 membahas secara teoritis keberadaan UKM dalam proses

    pembangunan ekonomi. Bab 2 membahas kinerja UKM di Indonesia terutama

    sekitar periode krisis (1997-2000). Jika pada bab 2 dilihat perkembangan UKM

    secara umum disemua sektor-sektor ekonomi, maka pembahasan pada bab 3

    terfokus pada industri kecil dan industri rumah tangga. Bab 4 membicarakan

    masalah-masalah utama yang dihadapi oleh pengusaha kecil dan menengah seperti

    keterbatasan modal, rendahnya kualitas SDM, dan masalah persaingan. Bab 5

    lebih menekankan pada pokok masalah perempuan pengusaha di UKM, karena

    salah satu aspek penting dari perkembangan UKM adalah kesempatan berusaha

    bagi perempuan. Aspek lainnya yang juga relevan untuk dikaji adalah

    menyangkut pelaksanaan otonomi daerah dan artinya bagi peran UKM serta

    dampaknya bagi perkembangannya di daerah. Aspek ini menjadi topik utama dari

    bab 6. Terakhir bab 7 adalah soal kelembagaan untuk perumusan dan

    implementasi kebijaksanaan UKM di Indonesia.

  • 23

    Salah satu bab dari buku ini yaitu bab 3 membahas mengenai profil

    Industri Kecil (IK) dan Industri Rumah Tangga (IRT) dengan melihat perbedaan

    di antara kedua jenis usaha rakyat ini. Perbedaan tersebut terutama dalam aspek

    organisasi, manajemen, metode atau pola produksi, teknologi dan tenaga kerja

    produk, dan lokasi usaha. Industri rumah tangga pada umumnya adalah unit-unit

    usaha yang sifatnya lebih tradisional, dalam arti menerapkan sistem organisasi dan

    manajemen yang baik seperti lazimnya dalam suatu perusahaan modern, tidak ada

    pembagian tugas kerja dan sistem pembukuan yang jelas.

    Proses produksi dilakukan di samping atau di dalam rumah dari pemilik

    usaha, mereka tidak mempunyai tempat khusus. Teknologi yang digunakan sangat

    sederhana yang pada umumnya manual dan sering kali direkayasa sendiri dan

    banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak dibayar (khususnya anggota

    keluarga). Sebagian besar industri rumah tangga terdapat di daerah pedesaan dan

    kegiatan produksi pada umumnya musiman, erat kaitannya dengan siklus kegiatan

    di sektor pertanian. Pada saat musim tanam dan musim panen kegiatan di IRT

    menurun tajam karena sebagian besar pengusaha dan pekerja di IRT kembali ke

    sektor pertanian dan sebaliknya pada saat tidak ada kegiatan di sektor pertanian,

    mereka kembali melakukan kegiatan IRT.

    Adanya keterkaitan ekonomi yang erat ini antara sektor pertanian dan IRT

    karena pada umumnya pemilik usaha dan sebagian besar tenaga kerja di IRT

    berprofesi sebagai petani atau buruh tani. Jadi dapat dikatakan bahwa pekerjaan

    utama mereka adalah bertani, sementara kegiatan IRT hanyalah merupakan

    kegiatan sambilan atau sebagai sumber tambahan bagi pendapatan keluarga.

  • 24

    Implikasi dari adanya keterkaitan ini adalah bahwa distribusi pendapatan di

    pedesaan atau disektor pertanian pada khususnya sangat mempengaruhi

    perkembangan IRT.

    Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh Tambunan, ia kemudian

    membedakan antara IK (demand-pull based SSIs) dan IRT (supply-push based

    SSIs). Perbedaan tersebut didasarkan pada sejumlah aspek seperti tingkat

    pendapatan, motivasi pengusaha melakukan kegiatan (tujuan usaha), tingkat

    pendidikan pengusaha, jenis produk yang dibuat, nilai investasi awal, faktor utama

    pendorong kegiatan dan laju pertumbuhan. Secara keseluruhan buku ini

    memberikan informasi dan pemahaman kepada peneliti mengenai perbedaan yang

    mendasar antara IRT dan IK, sehingga relevan sekali apabila buku ini digunakan

    sebagai acuan sumber dan kerangka berpikir peneliti dalam memahami lebih

    dalam permasalahan yang dikaji.

    Buku yang dijadikan sumber referensi kedua adalah buku yang ditulis oleh

    Redaksi Agromedia (2008) yang berjudul “Membidik Peluang Usaha. 22 Peluang

    Bisnis Makanan Untuk Home Industri”. Dalam buku ini didefinisikan mengenai

    pengertian usaha rumah tangga menurut Badan Pusat Stastistik, usaha rumah

    tangga adalah usaha yang dijalankan oleh satu sampai empat orang. Sedangkan

    menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mengemukakan bahwa

    usaha rumah tangga adalah suatu perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha

    di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi

    otomatis. Adapun keunggulan usaha makanan skala rumah tangga yang

    disebutkan dalam buku ini adalah sebagai berikut :

  • 25

    a. Tidak perlu pusing memikirkan lokasi usaha, karena bisa dilakukan sendiri

    di rumah.

    b. Daerah pemasaran dan jumlah konsumen tidak terbatas.

    c. Pembeli datang sendiri.

    d. Dapat melibatkan seluruh anggota keluarga.

    e. Dapat menyerap tenaga kerja.

    Buku ini memberikan berbagai macam alternatif usaha rumah tangga

    dalam bidang pengolahan makanan yang dapat dijadikan usaha atau peluang

    bisnis. Diantaranya mengenai pemilihan jenis usaha yang dianggap sedang

    diminati oleh khalayak ramai, salah satunya adalah usaha tapai singkong.

    Perencanaan dan rumusan yang harus diperhatikan ketika akan memulai usaha,

    seperti perlengkapan usaha, perekrutan tenaga kerja, teknik promosi dan

    penjualan, penetapan harga, dan perhitungan risiko dibahas secara mendalam

    dalam buku ini sehingga akan sangat membantu penulis dalam memahami usaha

    ini dalam kaitannya dengan proses produksi pembuatan tapai singkong. Akan

    tetapi dalam buku ini tidak dibahas secara mendalam tentang bagaimana

    perkembangan usaha IRT tapai singkong.

    Buku ketiga yang dijadikan sumber referensi adalah Ekonomi

    Pembangunan. Teori, Masalah, dan Kebijakan (1997) karya Mudrajad Kuncoro.

    Dalam buku ini terdapat dua definisi usaha kecil yang dikenal di Indonesia,

    pertama usaha kecil menurut Undang-undang no. 9 tahun 1995 tentang usaha

    kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki hasil penjualan tahunan

    maksimal Rp 1 miliar dan memiliki kekayaan bersih, tidak termasuk tanah dan

  • 26

    bangunan tempat usaha, paling banyak Rp. 200 juta (Sudirman&Sari, 1996: 5).

    Kedua, menurut kategori Biro Pusat Statistik (BPS), usaha kecil identik dengan

    industri kecil dan industri rumah tangga. BPS mengklasifikasikan industri

    berdasarkan jumlah pekerjaan, yaitu: (1). Industri rumah tangga dengan pekerja 1-

    4 orang; (2). Industri kecil dengan pekerja 5-19 orang; (3). Industri menengah

    dengan pekerja 20-99 orang; (4). Industri besar dengan pekerja 100 orang atau

    lebih (BPS, 1999:250).

    Kendati beberapa definisi mengenai usaha kecil namun nampaknya usaha

    kecil mempunyai karakteristik yang hampir seragam. Pertama tidak adanya

    pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan operasi. Kebanyakan

    industri kecil dikelola oleh perorangan yang merangkap sebagai pemilik sekaligus

    pengelola perusahaan, serta memanfaatkan tenaga kerja dan kerabat dekatnya.

    Data BPS (1994) menunjukkan hingga saat ini jumlah pengusaha kecil telah

    mencapai 34,316 juta orang yang meliputi 15,635 juta pengusaha kecil mandiri

    (tanpa pengguna tenaga kerja lain), 18,227 juta orang pengusaha kecil yang

    menggunakan tenaga kerja anggota keluarga sendiri serta 54 ribu orang pengusaha

    kecil yang memiliki pekerja tetap.

    Kedua, rendahnya akses industri tekstil terhadap lembaga-lembaga kredit

    formal sehingga mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usaha dari

    modal sendiri atau sumber-sumber lain seperti keluarga, kerabat, pedagang

    perantara, bahkan rentenir. Ketiga, sebagian usaha kecil ditandai dengan belum

    dipunyainya status badan hukum.

  • 27

    Keempat, dilihat menurut golongan industri tampak bahwa hampir

    sepertiga bagian dari seluruh industri kecil bergerak pada kelompok usaha industri

    makanan, minuman, dan tembakau (ISIC31), diikuti oleh kelompok industri bahan

    galian bukan logam (ISIC36), industri tekstil (ISIC32), industri kayu, bambu,

    rotan, rumput dan sejenisnya termasuk perabotan rumah tangga (ISIC33) masing-

    masing berkisar antara 21% hingga 22% dari seluruh industri kecil yang ada.

    Sedangkan yang bergerak pada kelompok usaha industri kertas (34) dan kimia

    (35) relatif masih sangat sedikit sekali yaitu kurang dari 1%.

    Buku ini cukup membantu penulis dalam memahami industri kecil yang

    didalamnya juga termasuk industri rumah tangga. Namun sayangnya tidak banyak

    penjelasan yang dapat penulis ambil tentang industri rumah tangga pada buku ini.

    2.1.1.2 Kewirausahaan

    Buku Sekuncup Ide Operasional Pendidikan Wiraswasta (1984) karya

    Drs. Wasti Soemanto mendefinisikan wiraswasta sebagai keberanian, keutamaan

    serta keperkasaan dalam memenuhi kebutuhan serta memecahkan permasalahan

    hidup dengan kekuatan yang ada pada diri sendiri. Tapi kemudian Wasti

    Soemanto menegaskan bahwa percaya pada kekuatan diri sendiri tidak berarti

    bahwa orang yang berwiraswasta mesti selalu berkarya sendirian tanpa ikut

    sertanya orang lain. Secara umum dapat dikatakan bahwa manusia wiraswasta

    adalah orang yang memiliki potensi untuk berprestasi. Dia menyebutkan ciri-ciri

    manusia wiraswasta adalah orang yang senantiasa memiliki motivasi yang besar

    untuk maju berprestasi dalam kondisi dan situasi yang bagaimanapun, manusia

  • 28

    wiraswasta mampu menolong dirinya sendiri di dalam mengatasi permasalahan

    hidupnya, mampu memenuhi setiap kebutuhan hidupnya, mampu mengatasi

    kemiskinan, baik kemiskinan lahir maupun kemiskinan batinnya tanpa menunggu

    pertolongan dari orang lain. Manusia wiraswasta tidak suka hanya menunggu

    uluran tangan pemerintah ataupun pihak lainnya di dalam masyarakat. Manusia

    wiraswasta tidak mudah menyerah pada alam, justru selalu berupaya untuk

    bertahan dari tekanan alam.

    Wasti Soemanto juga menjelaskan tentang sikap mental wiraswasta adalah

    mempunyai kemauan keras untuk mencapai tujuan dan kebutuhan hidupnya.

    Setiap orang mempunyai tujuan dan kebutuhan tertentu dalam hidupnya. Sayang,

    tidak setiap orang memiliki tujuan yang jelas dan operasional sehingga terbayang

    jelas jalan yang harus ditempuh untuk mencapainya. Tujuan yang samar-samar

    kurang memberikan motivasi pada diri seseorang untuk berusaha mencapainya,

    kekuatan untuk mencapai tujuan adalah kemauan keras. Jadi kemauan yang keras

    merupakan kunci daripada keberhasilan seseorang untuk mencapai tujuan.

    Disamping berkemauan keras, manusia yang bersikap mental wiraswasta

    memiliki keyakinan yang kuat atas kekuatan yang ada pada dirinya. Kita lahir dan

    hidup didunia telah dibekali dengan perlengkapan dan kekuatan oleh sang

    pencipta agar kita dapat hidup dan menaklukan alam sekitar kita. Keyakinan yang

    kuat dapat kita tumbuhkan di dalam jiwa kita dengan syarat:

    1). Kita harus mengenal diri kita sendiri sebagai mahluk yang memiliki

    kelemahan, namun memperoleh anugrah kekuatan untuk mengatasi

    kelemahan kita itu.

  • 29

    2). Kita harus percaya kepada diri sendiri, bahwa kita memiliki potensi

    tersendiri yang tidak kurang kuatnya dengan apa yang dimiliki oleh

    orang lain.

    3). Kita harus mengetahui dengan jelas terhadap tujuan-tujuan serta

    kebutuhan kita, dimana kita dapat mendapatkannya, serta

    kapan/berapa lama target waktu untuk mencapai/memenuhinya. Setiap

    tujuan, kebutuhan dan rencana-rencana kita harus senantiasa

    menguasai jiwa kita dengan penuh kesadaran. Hal ini akan

    menumbuhkan kepercayaan kepada diri sendiri, sehingga dengan

    demikian timbul pula kegairahan dan semangat untuk maju dan kita

    terdorong dan tergerak untuk berbuat.

    Itulah tiga syarat yang harus dimiliki oleh seseorang untuk menumbuhkan

    keyakinan yang kuat pada diri sendiri.

    Manusia yang bersikap mental wiraswasta memiliki sifat kejujuran dan

    tanggung jawab. Salah satu kunci keberhasilan seseorang dalam berusaha dan

    berwiraswasta adalah adanya kepercayaan dari orang lain terhadap dirinya.

    Banyak orang mengalami kegagalan dalam relasi dan usaha hanya karena tidak

    dimilikinya sifat-sifat kejujuran dan tanggung jawab ini. Banyak orang yang tidak

    dapat dipercaya oleh orang lain, baik dibidang usaha maupun karier oleh karena

    mereka tidak jujur dan tidak memiliki rasa tanggungjawab.

    Buku ini memberikan kontribusi kepada penulis dalam memahami

    bagaimana seharusnya mental seseorang yang berjiwa wirausaha dan mendidik

    keluarga untuk bisa memupuk jiwa entrepreneurship sejak dini. Namun sayang

  • 30

    buku ini kurang menjelaskan tentang bagaimana seharusnya membangun suatu

    usaha atau berwirausaha.

    Buku yang kedua adalah Kewirausahaan Yang Berproses (1995) karya

    Thoby Muthis, beliau menyatakan bahwa kata enterpreneurship bisa

    diterjemahkan dengan kata kewirausahaan. Dahulu, sering diterjemahkan dengan

    kata kewiraswastaan. Terjemah kewiraswastaan sering banyak dikritik karena ada

    yang berpendapat bahwa wiraswasta merupakan usaha yang menimbulkan risiko,

    kekritisan dan kejelian serta kreativitas tidak hanya milik orang-orang yang

    berada di swasta saja. Beberapa ahli teori manajemen mengatakan, bahwa

    kewirausahaan adalah kehebatan dalam pembentukan perusahaan baru yang

    didalamnya mengandung pemanfaatan, peluang dan pengambilan risiko serta

    didalamnya serta melakukan perubahan.

    Menurut Wiliam H. Sahlman, bisa saja seorang wirausaha tidak

    melakukan pembelian maupun penjualan, tidak pula menyatukan faktor-faktor

    produksi, dia bukan seorang inovator tetapi seorang peniru. Ia tidak mempunyai

    bisnis sendiri tetapi menata bisnis orang lain yang di dalamnya mengandung

    upaya pemanfaatan peluang dan pengambilan risiko.

    Jose Carlos Jarillo-Mosi mendefinisikan, kewirausahaan sebagai

    “seseorang yang merasakan adanya peluang, mengejar peluang-peluang yang

    sesuai dengan situasi dirinya; dan yang percaya bahwa kesuksesan merupakan

    suatu hal yang bisa dicapai”.

    James M. Higgis mengatakan pula, hal utama yang membedakan para

    wirausaha dengan para manajer lainnya terletak pada pendekatan mereka terhadap

  • 31

    pemecahan masalah. Para wirausaha bukan hanya memecahkan masalah atau

    bereaksi terhadap masalah; melainkan juga mencari peluang. Wirausaha adalah

    para pengambil risiko. Pandangan mengenai kewirausahaan seperti itu

    dikemukakan oleh Peter Drucker di tahun 1964, yang mengindikasikan, “agar

    sumber daya membawa hasil, maka sumber daya tersebut harus dialokasikan

    dalam lingkup pemanfaatan peluang, dan bukan dialokasikan kepada masalah lain

    yang tidak ada kaitannya dengan sumber daya manusia. Pemanfaatan peluang

    merupakan suatu definisi yang tepat dari kewirausahaan.”

    Wirausaha juga harus memulai dan menata perubahan. Mereka membuat

    perubahan dalam segala aspek dari fungsi-fungsi organisasi pemasaran, keuangan,

    operasional, sumber daya manusia, dan informasi. Menurut Drucker “para

    wirausaha selalu mencari perubahan, menanggapi masalah tersebut dan

    menggunakannya sebagai peluang.”

    Buku ini juga berusaha mengidentifikasi ciri-ciri pribadi para

    wirausahawan. Di antaranya yang paling sering diungkapkan adalah adanya

    kebutuhan untuk mencapai sesuatu (achievement), adanya kebutuhan akan

    kontrol, orientasi intuitif dan kecenderungan untuk mengambil risiko.

    Entrepreneurshif adalah sikap untuk melakukan suatu usaha karena ada

    suasana yang mendukung untuk merealisasikannya. Seorang entrepreneur akan

    selalu berpikir untuk bertindak mencari pemecahan (looking at solution), sesuai

    dengan inisiatif yang muncul untuk meraih target dengan kedinamisan tertentu.

    Sebab pasar adalah dinamis, yang terus-menerus bergerak dari satu keseimbangan

    kepada keseimbangan lain. Di dalam hukum rimba persaingan, yang menang

  • 32

    adalah mereka yang dapat memahami pasar yang dinamis atau yang memasuki

    pasar yang baru muncul, dan yang dapat mengubah pola laku konsumen di pasar

    yang sudah ada.

    Istilah kewirausahaan yang masuk dalam kamus bisnis pada tahun 1980-an

    memiliki definisi yang berbeda-beda. Ada dua pendekatan yang digunakan di

    dalam mendefinisikan kewirausahaan, yaitu pendekatan fungsional dan

    pendekatan kewirausahaan, sisi penawaran (sumber psikologis dan sosiologis).

    Pendekatan fungsional menekankan peranan kewirausahaan di dalam

    perekonomian seperti mengemban suatu risiko karena melakukan pembelian pada

    satu tingkat harga tertentu dan menjualnya pada tingkat harga yang tidak menentu,

    melakukan kegiatan-kegiatan produksi dan inovasi, serta menyebabkan atau

    memberikan reaksi terhadap gejolak-gejolak ekonomi.

    Pendekatan kewirausahaan sisi penawaran menekankan kepada sifat-sifat

    individual yang dimiliki para pengusaha. Pendekatan ini mengatakan bahwa sifat-

    sifat tertentu seperti keinginan untuk berprestasi dan kemampuan untuk

    mengontrol serta menanggung resiko dari tindakan yang mereka lakukan sebagai

    sifat-sifat dari wirausaha.

    Howard H Stevenson, Presiden Harvard Business School, mengatakan

    bahwa tak satu pun dari kedua pendekatan di atas yang cukup menjelaskan teori

    kewirausahaan. Menurut Stevenson, kewirausahaan merupakan suatu pola tingkah

    laku manajerial terpadu. Kewirausahaan adalah upaya pemanfaatan peluang-

    peluang yang tersedia tanpa mengabaikan sumber daya yang dimilikinya.

    Kewirausahaan berbeda dengan suatu fungsi ekonomi. Kewirausahaan Stevenson

  • 33

    mengatakan bahwa pola tingkah laku manajerial yang terpadu tersebut bisa dilihat

    dalam enam dimensi praktek bisnis:

    1. Orientasi strategis

    2. Komitmen terhadap peluang yang ada

    3. Komitmen terhadap sumber daya

    4. Pengawas sumber daya

    5. Konsep manajemen

    6. Kebijakan balas jasa

    Dari keenam ciri di atas dihasilkan dua bentuk pelaku bisnis dengan corak

    yang berbeda, yaitu apa yang disebut:

    (a) Promotor, yaitu orang yang percaya akan kemampuan yang dimilikinya

    untuk menangkap peluang yang ada tanpa menghiraukan sumber daya yang

    dimilikinya.

    (b) Truste, yaitu orang yang lebih menekankan penggunaan sumber daya

    yang telah dimilikinya secara efisien.

    Kewirausahaan merupakan sebuah pola dari tingkah laku manajerial yang

    terpadu yang terletak di antara promotor dan truste adalah tingkah laku

    administratif. Stevenson menjelaskan pula perbedaan antara tingkah laku

    kewirausahaan dan tingkah laku administratif. Menurut Stevenson, kita harus

    memahami faktor-faktor yang akan mendorong kita ke dalam pola tingkah laku

    kewirausahaan serta faktor-faktor apa yang mendorong kita ke dalam pola tingkah

    laku administratif. Diungkapkannya pula, bahwa tingkah laku kewirausahaan akan

  • 34

    memampukan kita mencapai serta memelihara vitalitas perusahaan jangka

    panjang.

    Raymond W.Y Kao, masih dalam buku kewirausahaan yang berproses,

    mengungkapkan bahwa “kewirausahaan adalah proses pengerjaan sesuatu yang

    baru dan berbeda untuk tujuan penciptaan kemakmuran untuk seseorang dan yang

    memberikan nilai tambah bagi masyarakat.” Lebih lanjut dikatakannya, wirausaha

    adalah “seorang yang melakukan suatu penciptaan kemakmuran dan proses

    penambahan nilai melalui pengembangan gagasan, perakitan sumberdaya-

    sumberdaya, dan usaha untuk mewujudkannya.”

    Wirausaha adalah orang yang selalu mencari tantangan baru dengan

    mengutamakan standar keunggulan yang terus membaik. Tapi standar keunggulan

    ini lebih didorong oleh hasrat untuk berprestasi dengan daya yang ada pada diri

    sendiri, tanpa campur tangan yang lebih besar dari pihak lain.

    Mantan Presiden Soeharto pernah mengatakan, wirausaha merupakan

    sarana tepat mengatasi pengangguran. Sebab itu beliau berharap kaum muda

    membangkitkan jiwa kewirausahaan, agar mereka tidak hanya menjadi pencari

    kerja saja, tapi justru membuka kesempatan kerja bagi diri mereka sendiri. Kaum

    muda perlu memiliki rasa percaya diri untuk mandiri sebagai wirausahawan

    pemula, kendatipun menjadi wirausaha sektor informal maupun usaha kecil.

    Tumbuhnya wirausahawan yang menciptakan perusahaan-perusahaan skala kecil

    dan menengah ini sangat berarti sebagai kekuatan-kekuatan pembuka lapangan

    kerja dan kemajuan ekonomi suatu negara.

  • 35

    Buku ini banyak memberikan kontribusi bagi penulis dalam memahami

    pengertian konsep kewirausahaan. Akan tetapi buku ini tidak menjelaskan lebih

    dalam tentang seluk beluk berwirausaha secara praktis di lapangan, karena selain

    menjelaskan tentang entrepreneurship (kewirausahaan), buku ini juga membahas

    tentang Intrapreneurship, ultrapreneurship, dan ecopreneuring sehingga

    pembahasan entrepreneurship tidak lebih spesifik dijelaskan dalam buku ini.

    2.1.1.3 Pembangunan Ekonomi Kerakyatan

    Buku pertama yang dijadikan sumber dalam penulisan skripsi ini

    adalah buku yang ditulis oleh Mubyarto yang berjudul Ekonomi Rakyat,

    Program IDT dan Demokrasi Ekonomi Indonesia (1997). Buku tersebut

    memberikan informasi mengenai pengembangan ekonomi kerakyatan. Buku

    ini mengemukakan usaha yang bersifat mandiri adalah ciri khas usaha sektor

    ekonomi rakyat. Apabila kita ingin mengembangkan perekonomian rakyat,

    kita perlu meneliti dimana kekuatan dan kelemahannya agar ditemukan cara-

    cara atau metode yang paling tepat untuk mengembangkannya. Ekonomi

    rakyat yang tidak didukung oleh modal kuat dan teknologi yang maju, yang

    dengan sendirinya merupakan ekonomi lemah, akan tetapi bisa bertahan

    meskipun harus bersaing secara keras dengan ekonomi modern yang ”efisien”

    dan mengglobal.

    Kekuatan dan daya tahan ekonomi rakyat terletak pada

    kemampuannya untuk berswadaya, yaitu mengandalkan pada kekuatan

    “modal sendiri”. Artinya ”pengusaha” ekonomi rakyat atau ekonomi lemah

  • 36

    tidak membayar bunga modal dan upah buruh yang tinggi kepada pihak

    ketiga. Bagaimanapun ekonomi rakyat adalah ”strategi berorganisasi

    ekonomi” bagi rakyat miskin. Orang miskin tidak akan menetapkan ”target

    keuntungan” yang ingin diraih dalam setiap kegiatannya. Yang ingin dicapai

    adalah pemenuhan kebutuhan dasar bagi dirinya dan keluarganya.

    Pembahasan yang terdapat dalam buku tersebut sayangnya belum begitu

    menguraikan mengenai macam-macam usaha apa saja yang termasuk ke

    dalam ekonomi kerakyatan yang dianggap memberikan sumbangsih bagi

    masyarakat kecil.

    Buku kedua yang dijadikan referensi adalah buku yang ditulis oleh

    Prof. Dr. Cornelis Rintuh yang berjudul Kelembagaan dan Ekonomi rakyat

    (2003). Buku ini terlebih dahulu mengemukakan mengenai pengertian

    ekonomi rakyat. Ekonomi rakyat adalah segala kegiatan dan upaya rakyat untuk

    memenuhi segala kebutuhan hidupnya, yaitu sandang, pangan, papan, pendidikan

    dan kesehatan. Dengan perkataan lain, ekonomi rakyat adalah kegiatan ekonomi

    yang dilakukan oleh rakyat dengan secara swadaya mengelola sumber daya apa

    saja yang dapat dikuasainya setempat, dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan

    dasarnya beserta keluarganya. Dalam konteks permasalahan yang sederhana,

    ekonomi rakyat adalah strategi bertahan hidup (survival) dari rakyat miskin.

    Menurut Mubyarto (1996), ekonomi rakyat atau perekonomian rakyat

    mempunyai ciri-ciri :

    1. Dilakukan oleh rakyat tanpa modal besar,

    2. Dikelola dengan cara-cara swadaya,

  • 37

    3. Bersifat mandiri sebagai ciri khasnya,

    4. Tidak ada buruh dan tidak ada majikan,

    5. Tidak mengejar keuntungan.

    Pemberdayaan ekonomi rakyat pedesaan berarti juga pembangunan

    pedesaan tetapi lebih sulit ditekankan pada upaya meningkatan pendapatan petani.

    Pembangunan ekonomi rakyat karena sebagian besar rakyat hidup di sektor

    pertanian yang berarti juga pembangunan pertanian yang sekaligus merupakan

    upaya peningkatan pendapatan rakyat di pedesaan.

    Dalam hal pemerataan, ekonomi rakyat mempunyai peluang yang lebih

    besar karena mampu menjangkau masyarakat sehingga tingkat paling bawah.

    Oleh karena itu, usaha mencapai tujuan ekonomi rakyat dan swasta harus berjalan

    seimbang sehingga pada akhirnya tercapai masyarakat yang adil dan makmur.

    Namun pembahasan ini belum banyak memaparkan mengenai kelemahan-

    kelemahan dari ekonomi kerakyatan. Hanya sebatas memaparkan kekuatan dari

    ekonomi kerakyatan.

    Berdasarkan pemaparan tersebut, peneliti memperoleh pemahaman bahwa

    ekonomi kerakyatan merupakan kegiatan ekonomi yang tumbuh dalam

    lingkungan keluarga dalam masyarakat kecil. Kegiatan ekonomi ini merupakan

    kegiatan ekonomi sederhana yang hanya bertumpu pada modal sendiri. Dalam

    pemaparannya buku ini memberikan kontribusi kepada peneliti dalam

    menjelaskan latar belakang permasalahan dalam skripsi ini mengenai peranan

    ekonomi kerakyatan bagi masyarakat menengah ke bawah.

  • 38

    Buku ketiga yaitu Perekonomian Indonesia, Dari Bangkrut Menuju

    Makmur (2003) merupakan kumpulan berbagai artikel Hendri Kariawan yang

    dimuat di berbagai media masa dalam kurun waktu 1986-2002. Benang merah

    dari artikel-artikel tersebut adalah kekecewaan penulis buku atas perilaku lembaga

    eksekutif, legislatif dan yudikatif dalam menyikapi tuntutan reformasi di tahun

    1997 untuk memberantas segala praktek busuk KKN di era Presiden Soeharto

    selama 32 tahun yang jelas-jelas telah merusak sendi-sendi perekonomian

    nasional sehingga akhirnya hanya mendudukkan rakyat sebagai pelaku ekonomi

    yang tidak berdaulat. Buku ini terdiri dari tiga bagian utama, yaitu (1)

    Bangkrutnya ekonomi, (2) Memenuhi tuntutan Reformasi dan (3) Membangun

    ekonomi rakyat. Dalam bagian ketiga ini penulis buku menawarkan gagasan

    membangun ekonomi rakyat yang berlandaskan rakyat sebagai pelaku ekonomi

    yang berdaulat. Dalam kondisi langka dana saat ini pembangunan ekonomi harus

    kembali mengakar pada usaha kecil lalu menengah dan selanjutnya besar. Dalam

    buku ini dijelaskan bahwa pembangunan perekonomian nasional sejak tahun 1966

    hingga saat ini menitik beratkan pada pembangunan ekonomi menengah besar.

    Namun ternyata strategi ini hanyalah menyusahkan rakyat karena rakyat jugalah

    yang saat ini harus membayar kerugian karena kegagalan strategi pembangunan

    tersebut.

    Ekonomi rakyat sejak tahun 1966 hingga saat ini belum mendapat

    sentuhan yang serius dalam strategi pembangunan perekonomian nasional.

    Ekonomi rakyat hanya dijadikan pelengkap pembangunan perekonomian nasional

    demi kepentingan elit politik yang berkuasa. Sebenarnya bila dilihat lebih lanjut,

  • 39

    ekonomi rakyat justru menjadi penyelamat perekonomian nasional. Ekonomi

    rakyat menyediakan kesempatan kerja. Sementara itu ekonomi menengah besar

    justru giat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan lebih dari itu

    menggerogoti keuangan negara.

    Dalam buku ini juga dijelaskan mengenai strategi pembangunan ekonomi

    rakyat, yaitu:

    a. Pemerintah tidak boleh lagi menjadi penjamin pengembalian hutang

    swasta. Pemerintah hanya dapat bertindak sebagai fasilitator

    pengembalian hutang swasta.

    b. Orientasi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

    (RAPBN) dan RAPBD harus menitik beratkan pada pembangunan

    ekonomi rakyat. Bukan pada pengembalian hutang swasta dan negara.

    c. Segala bentuk proteksi, subsidi dan kemudahan-kemudahan lainnya

    yang diberikan oleh pemerintah kepada usaha menengah besar harus

    dihilangkan sehingga cara alamiah akan menyeleksi “hanya yang baik

    yang dapat terus bertahan dan maju tanpa fasilitas-fasilitas

    pemerintah”.

    d. Ekonomi rakyat harus dapat menghasilkan nilai tambah yang sebesar-

    besarnya. Untuk itu mekanisme pasar ekonomi rakyat harus berjalan

    dengan baik. Ini hanya dapat terjadi jika mekanisme pasar ekonomi

    menengah besar juga berjalan dengan baik.

    e. Pembangunan ekonomi rakyat harus lintas sektoral: pertanian,

    perikanan, kehutanan, industri, perdagangan dan jasa.

  • 40

    Untuk keluar dari lingkaran setan kemiskinan, struktur perekonomian

    nasional harus berbasis usaha skala kecil dan menengah. Usaha skala tersebut

    sudah terbukti bahwa selama dilanda krisis sejak 1997/1998 berhasil menciptakan

    kesempatan kerja sehingga pengangguran dan kemiskinan tidak bertambah parah

    lagi. Usaha ini juga tidak boros menghabiskan devisa negara dan lebih dari itu

    mereka tidak menyusahkan rakyat karena hutang macetnya sangat kecil sehingga

    tidak perlu di bail out oleh pemerintah atas beban rakyat.

    Buku ini menawarkan solusi bahwa tatanan perekonomian nasional harus

    diubah total dengan menjadikan kedaulatan rakyat sebagai basis ekonomi. Buku

    ini memberikan pemahaman kepada penulis bahwa rakyat sebagai pelaku

    ekonomi harus berdaulat. Proses pembangunn ekonomi itu harus dimulai dari

    sektor usaha mikro, koperasi, kecil dan menengah.

    Buku keempat yang berjudul Perekonomian Indonesia Tantangan dan

    Harapan Bagi Kebangkitan Ekonomi Indonesia (2002) karya Faisal Basri. Buku

    ini mengungkapkan bahwa proses pembangunan tidak saja menuntut adanya

    pertumbuhan, tetapi juga perubahan-perubahan di berbagai bidang kehidupan

    yang sejalan dengan aspirasi masyarakat yang terus berkembang. Pembangunan

    tanpa menghasilkan expansion of freedom nyata-nyata telah mengakibatkan

    terjadinya pemusatan kemakmuran, bukan penyebaran kemakmuran yang

    berkeadilan. Keseimbangan, keselarasan, dan keserasian derap maju tidak saja

    dituntut dari berbagai bidang kehidupan. Melainkan juga di dalam aspek-aspek

    ekonomi itu sendiri. Hanya dengan begitu akan terbentuk suatu landasan yang

    kokoh bagi kesinambungan pembangunan jangka panjang yang berkeadilan.

  • 41

    Salah satu prinsip yang mendasari agenda pemberdayaan ekonomi rakyat

    adalah pengalaman pahit yang dialami oleh UKM di masa lalu. Sepanjang

    pemerintah Orde baru, usaha-usaha besar sangat diberikan keleluasaan dalam

    berbagai hal, termasuk dalam penyaluran kredit. Menurut para pendukung

    argumen ini, kinilah giliran UKM dan koperasi, karena jelas-jelas usaha besarlah

    yang telah membangkrutkan perekonomian Indonesia; sedangkan UKM dan

    koperasi yang justru selama ini dikesampingkan oleh kebijakan-kebijakan Orde

    baru bisa bertahan.

    Seperempat abad silam, pada paruh pertama dekade 1970-an, persoalan

    kesenjangan tingkat kesejahteraan pada umumnya dan kesenjangan usaha besar-

    kecil telah menjadi perdebatan sengit dan berkepanjangan. Ketika itu, para

    teknokrat di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto yakin betul bahwa

    pemerataan lambat laun akan terwujud dengan sendirinya. Dilain pihak, para

    pengkritiknya, termasuk Bung Hatta, sudah melihat ekses-ekses yang begitu kasat

    mata dari penerapan strategi tersebut. Peristiwa Malari menghentikan

    perbincangan itu. Sejumlah pengkritik dari kalangan kampus dipenjara karena

    dituduh sebagai pemicu kerusuhan masal. Itulah harga yang harus dibayar untuk

    berbagai perubahan yang akhirnya dilakukan pemerintah pasca-Malari.

    Pemerintah memperkenalkan sejumlah program Inpres yang sarat bernuansa

    pemerataan. Impor mobil mewah dilarang. Ketentuan tentang pola hidup

    sederhana bagi para pejabat diberlakukan, yang sebetulnya sampai sekarang

    belum dicabut.

  • 42

    Untuk memajukan usaha kecil-menengah tidak cukup dengan kemitraan,

    apalagi dengan sekadar menunggu uluran tangan dari pengusaha besar seperti

    inisiatif kelompok Jimbaran. Demikian pula dengan cara-cara yang ditempuh

    pemerintah lewat keterlibatan yayasan swasta yang mengentaskan produk miskin.

    Tidak salah kalau orang bertanya mengapa persoalan-persoalan besar yang

    dihadapi bangsa ini lebih banyak diatasi dengan cara-cara seperti Gerakan

    Nasional Kemitraan Usaha. Padahal, kita telah memiliki Undang-Undang Usaha

    Kecil yang didalamnya mencantumkan tentang kemitraan. Akan tetapi sangat sulit

    untuk menjabarkan kemitraan dari Undang-undang Usaha Kecil, karena hampir

    semua undang-undang kita lebih bersifat simbolis sehingga sulit

    dioperasionalisasikan.

    Meskipun demikian, saat ini industri rumah tangga, UKM dan koperasi

    tidak seterpuruk usaha besar, alasannya adalah:

    1. Pertama, sebagian besar usaha kecil menghasilkan barang-barang

    konsumsi (consumer goods), khususnya yang tidak tahan lama.

    Kelompok barang ini dicirikan oleh permintaan terhadap perubahan

    pendapatan (Income elasticity of demand) yang relatif rendah.

    Artinya, seandainya terjadi peningkatan pendapatan masyarakat,

    permintaan atas kelompok barang ini tidak akan meningkat banyak;

    sebaliknya jika pendapatan masyarakat merosot sebagai akibat dari

    krisis sebagaimana yang terjadinya dalam dua tahun terakhir ini,

    maka permintaan tidak akan banyak berkurang. Dengan demikian

    secara rata-rata tingkat kemunduran usaha kecil tidak separah yang

  • 43

    dialami oleh kebanyakan usaha besar, terutama usaha yang selama

    ini bisa bertahan karena topangan proteksi, fasilitas istimewa, dan

    praktik-praktik KKN lainnya.

    2. Kedua, mayoritas usaha kecil lebih mengandalkan pada non-

    banking financing dalam aspek pendanaan usaha. Hal ini terjadi

    karena akses usaha kecil pada fasilitas perbankan sangat terbatas.

    Maka, bisa dipahami kalau di tengah keterpurukan sektor

    perbankan justru usaha kecil tidak banyak terpengaruh. Oleh

    karena itu, jangan sampai kebijakan pemerintah terlalu

    mengedepankan aspek pendanaan usaha kecil dengan beragam

    paket kredit murah yang disubsidi, mengingat bisa saja langkah

    demikian justru merupakan usaha menggali liang kubur bagi

    pengusaha kecil. Jangan sampai pula, pemberian kredit murah lebih

    merupakan komoditi politik bagi keuntungan segelintir orang atau

    kelompok-kelompok tertentu saja.

    3. Ketiga, pada umumnya usaha kecil melakukan spesialisasi

    produksi yang ketat, dalam artian hanya memproduksi barang atau

    jasa tertentu saja (kebalikan dari konglomerasi). Modal yang

    terbatas menjadi salah satu faktor yang melatarbelakanginya. Di

    lain pihak, mengingat struktur pasar yang mereka hadapi mengarah

    pada persaingan sempurna (banyak produsen dan banyak

    konsumen), tingkat persaingan sangatlah ketat. Akhirnya, yang

    bangkrut atau keluar dari arena usaha relatif banyak, namun pemain

  • 44

    baru yang masuk pun cukup banyak pula, sehingga secara neto

    jumlah pelaku tidak akan mengalami pengurangan yang berarti.

    Spesialisasi dan struktur pasar persaingan sempurna inilah yang

    membuat usaha kecil cenderung lebih fleksibel dalam memilih dan

    berganti jenis usaha, apalagi mengingat bahwa usaha kecil tidak

    membutuhkan kecanggihan teknologi dan kualitas sumber daya

    manusia yang tinggi.

    4. Keempat, terbentuknya usaha-usaha kecil, terutama di sektor

    informal, sebagai akibat dari banyaknya pemutusan hubungan kerja

    di sektor formal, akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan.

    Banyaknya unit usaha baru di sektor informal ini pada akhirnya

    membuat tidak terjadinya penurunan jumlah UKM dan koperasi,

    bahkan sangat mungkin mengalami peningkatan.

    Agar permasalahan usaha kecil dan menengah bisa ditempatkan di dalam

    kerangka utuh bagi terwujudnya suatu pembaruan ekonomi yang mendasar, maka

    diperlukan suatu landasan pijak yang kokoh dan kerangka pemikiran

    komprehensif yang memayunginya. Dengan cara ini, diharapkan ditemukan dan

    dikenali sumber-sumber permasalahan yang sebenarnya, sehingga cara-cara

    penyelesaiannya pun lebih terstruktur. Dari kerangka konseptual di bagian muka,

    menjadi jelas kiranya di mana posisi Usaha Kecil Menengah (UKM) di dalam

    kancah pembangunan ekonomi. UKM tidak lain adalah sekelompok aktor yang

    bersama-sama dengan usaha besar menggerakkan roda produksi.

  • 45

    Pemberdayaan ekonomi rakyat pada dasarnya merupakan manifestasi dari

    tuntunan pembangunan ekonomi yang berlandaskan kepada nilai-nilai demokrasi

    yang universal, yaitu menjadikan manusia sebagai subjek pembangunan dengan

    ekonomi sebagai titik tolaknya. Potensi yang ada pada rakyat harus mampu

    dikuakkan, bukannya diperdayakan. Pembangunan bukan untuk menjadikan kota

    sebagai pusat pertumbuhan dengan sosok modernisasi yang menyilaukan. Bukan

    pula dengan menghasilkan kutub-kutub pertumbuhan yang bersifat enclave.

    Pembangunan, oleh karena itu, merupakan ekspansi dari kebebasan. Industrialisasi

    bukannya untuk menciptakan konglomerasi yang menekan industri kecil dan

    industri rumah tangga bukan pula dengan menciptakan industri besar dengan

    pemberian proteksi yang menyengsarakan konsumen, karena dengan ekonomi

    rakyat kedaulatan konsumen harus ditegakkan.

    Jadi, secara ringkas bisa dirumuskan bahwa pemberdayaan ekonomi rakyat

    harus terwujud dalam dua sisi: pertama, perluasan basis aktor-aktor ekonomi

    dalam proses produksi; dan kedua, penegakkan kedaulatan konsumen. Lagi-lagi,

    disini tampak betapa dimensi kebebasan menjadi titik sentralnya. Berkaitan

    dengan pemberdayaan ekonomi rakyat tersebut, hal lain yang kiranya juga perlu

    dibahas adalah penataan kembali hubungan antara buruh dan pengusaha.

    Dengan menelusuri jenis lapangan usahanya, kita akan mendapatkan

    gambaran bahwa sebagian besar UKM itu berada di sektor pertanian, atau yang

    terkait erat dengan sektor pertanian dan di sektor perdagangan eceran kecil.

    Hampir semua usaha mereka tidak berbadan hukum, tergolong sektor informal,

    dengan jumlah pekerja di bawah 10 orang. Mereka tentu tidak memiliki akses

  • 46

    perbankan, kecuali Bank Rakyat Indonesia (BRI). Hampir dapat dipastikan, tidak

    satu pun dari mereka berurusan dengan BPPN.

    Buku ini banyak memberikan pemahaman akan pentingnya sistem

    ekonomi kerakyatan, apabila dihubungkan dengan masa pemerintahan Orde Baru

    dan krisis ekonomi yang melanda Indonesia yang telah dimulai dari sejak

    beberapa tahun yang lalu. Buku ini diharapkan akan sangat membantu penulis

    dalam menganalisis latar belakang permasalahan pada bab empat.

    Frans Husken,dkk (1997) dalam bukunya yang berjudul “Pembangunan

    dan Kesejahteraan Sosial Indonesia Di Bawah Orde Baru”, buku ini membahas

    tentang perkembangan perekonomian bangsa kita, saat masih dibawah pimpinan

    orde baru. Keberhasilan pemerintah dalam mengurangi kemiskinan banyak

    berkaitan dengan strategi pembangunan yang dilaksanakan serta kebijakan dan

    program pemerintah untuk mendukung pembangunan rural, khususnya dalam

    sektor pertanian memberi dasar kuat bagi lapangan pekerjaan dan pendapatan

    rural.

    2.1.1.4 Produksi Tapai Singkong

    Buku yang berjudul “Teknologi Pengawetan Makanan” yang ditulis oleh

    Norman W. Desrosier (1988) menjelaskan mengenai dasar-dasar pengawetan

    pangan dengan proses fermentasi. Fermentasi adalah suatu kegiatan penguraian

    bahan-bahan karbohidrat. Pada proses fermentasi biasanya tidak menimbulkan

    bau busuk dan biasanya menghasilkan gas karbondioksida. Suatu fermentasi yang

  • 47

    busuk biasanya adalah karena fermentasi tersebut mengalami kontaminasi,

    fermentasi yang normal adalah perubahan karbohidrat menjadi asam.

    Dalam proses fermentasi singkong, ragi yang digunakan adalah jenis

    khamir. Khamir adalah pengubah aldehid menjadi alkohol yang paling efisien.

    Banyak spesies-spesies bakteri, khamir dan jamur yang mampu menghasilkan

    alkohol. Khamir, saccharomyces ellipsoideus, merupakan organisme yang penting

    dalam industri alkohol.

    Awalnya penulis akan menggunakan buku ini sebagai pengantar untuk

    memahami bagaimana proses fermentasi dilihat secara teknologi untuk membuat

    tapai singkong. Akan tetapi setelah dipelajari lebih lanjut buku ini tidak

    menjelaskan tentang proses fermentasi tapai singkong dengan menggunakan ragi

    khamir secara mendetail sehingga kurang memberikan kontribusi dalam

    penyusunan skripsi ini.

    2.1.2 Penelitian yang Sudah Ada

    Sumber lain yang akan penulis gunakan sebagai kelengkapan sumber

    adalah laporan hasil penelitian yang disusun oleh Mariko Arata, yang berjudul

    “Tapai Singkong dan Tapai Ketan di Daerah Jawa Barat. Produksi, Pemasaran,

    Konsumsi dan Nilai Budayanya” (2007). Sesuai dengan judul penelitiannya, tapai

    yang dikaji dalam tentative final report ini tidak hanya menjelaskan tentang

    pembuatan tapai singkong, tapi juga tapai ketan yang berasal dari Kuningan.

    Penelitian ini merupakan sebagian dari penelitian kerjasama dengan Dr.

  • 48

    KANEKO, Masanori yang berjudul “The Change of Food Culture in Indonesia ---

    with a case study of the Fermented Cassava / Rice (Tape/Tapai)”.

    Penulis menggunakan laporan ini sebagai pengantar dalam melihat

    bagaimana proses pembuatan tapai singkong, mengetahui jenis tapai dan

    olahannya yang dipasarkan serta pola pemasarannya yang kebetulan mengambil

    lokasi penelitian yang sama, yaitu di Kecamatan Cimenyan.

    Walaupun mengambil sebagian tempat penelitian sama dengan penulis

    yaitu di daerah Cimenyan, namun hal yang membedakan penelitian penulis

    dengan Mariko Arata adalah fokus kajiannya, Mariko Arata selain pada proses

    produksi, pemasaran, konsumsi juga menjelaskan tentang nilai budayanya.

    Sedangkan penelitian yang akan penulis lakukan lebih luas lagi cakupannya yaitu

    mencakup juga kepada aspek sosial ekonomi dan melihat sejauh mana kontribusi

    adanya industri rumah tangga ini bagi masyarakat sekitar.

    2.1.3 Sumber Internet

    2.1.3.1 Industri Rumah Tangga

    Artikel pertama yang dijadikan sumber referensi dalam membahas

    mengenai perkembangan industri rumah tangga adalah Dinamika Industri di

    Indonesia (2008) yang ditulis oleh Pitra Octalia, S.Pd. Pertama-tama dalam artikel

    ini dibahas tentang pengertian industri yang dikemukakan oleh Idris Abdurachmat

    sebagai berikut :

    Definisi industri mengandung pengertian luas dan sempit. Dalam arti luas Industri mencakup pengertian semua kegiatan di bidang ekonomi yang produktif. Sedangkan industri dalam arti sempit meliputi segala usaha dan kegiatan yang sifatnya mengubah

  • 49

    dan mengolah bahan mentah menjadi bahan jadi atau setengah jadi. (Idris Abdurachmat, 1983:2).

    Jenis-jenis industri, jumlah, dan macamnya berbeda-beda di setiap daerah

    atau negara bergantung pada sumber daya yang tersedia. Abdurachmat (1989:5)

    mengemukakan bahwa di Indonesia, macam-macam usaha dibagi ke dalam empat

    golongan, yaitu:

    a. Berdasarkan luas dan kompleksitas kegiatan pengorganisasiannya: Industri

    besar (big industrie), dan Industri kecil (small scale industrie).

    b. Berdasarkan jumlah dan besarnya kebutuhan bahan mentah, sifat produksi

    dan penggunaan mesin-mesin: Industri berat, Industri ringan.

    c. Berdasarkan sifat bahan mentah dan sifat produksi, industri terbagi atas:

    Industri primer, Industri sekunder.

    d. Berdasarkan tempat kegiatan dan proses pengolahan serta penggunaan alat,

    antara lain industri rumah, industri yang menggunakan tangan dan industri

    yang menggunakan mesin.

    Industri juga dibagi ke dalam beberapa jenis :

    a. Industri Ekstraktif

    Yaitu industri yang bahannya langsung diambil dari alam, seperti industri

    pertambangan dan pertanian.

    b. Industri nonekstraktif

    Yaitu industri yang bahan bakunya berasal dari hasil-hasil pengolahan dari

    industri yang lain.

  • 50

    c. Industri fasilitatif

    Yaitu industri yang bergerak di bidang jasa, seperti industri perdagangan,

    perbankan, transportasi, dan komunikasi.

    Klasifikasi industri berdasarkan tenaga kerja menurut BPS (Jakarta: 1994)

    terdiri dari:

    a. Industri besar, yakni industri dengan jumlah tenaga kerja 100 orang atau lebih.

    b. Industri sedang, yakni industri dengan jumlah tenaga kerja 20 – 99 orang atau

    lebih.

    c. Industri kecil, yakni industri dengan jumlah tenaga kerja 5 – 19 orang.

    d. Industri rumah tangga, yakni industri dengan jumlah tenaga kerja 1 – 4 orang.

    Artikel ini juga menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan

    industri. Karena berdirinya suatu industri di suatu tempat tidak terlepas dari

    faktor-faktor ekonomi, historis, manusia, politis, dan geografis. untuk

    meningkatkan usaha dan kegiatan industri diperlukan beberapa faktor. Ada empat

    faktor yang mempengaruhi usaha dan kegiatan industri, yaitu:

    a. Faktor Sumber Daya Alam: bahan mentah, sumber energi, penyediaan air,

    iklim dan bentuk lahan.

    b. Faktor Sumber Daya Manusia: penyediaan tenaga kerja, keterampilan dan

    kemampuan teknologi, kemampuan berorganisasi.

    c. Faktor ekonomi: pemasaran, transportasi, modal, nilai dan harga tanah.

    d. Faktor kebijaksanaan pemerintah.

  • 51

    Kekurangan artikel ini adalah tidak dijelaskan secara mendalam tentang

    seluk-beluk industri rumah tangga itu sendiri, apa perbedaan dan persamaan dari

    tiap-tiap jenis industri yang dikemukakan di atas. Walaupun banyak materi yang

    dikemukakan adalah untuk jenis industri secara umum, tetapi hal itu sangat

    membantu penulis dalam memahami bahwa industri merupakan salah satu bentuk

    kegiatan manusia yang paling penting.

    Artikel yang dijadikan sebagai sumber referensi kedua adalah artikel yang

    ditulis oleh Suzan Dwi Selawati yang berjudul Home Industri dan Koperasi;

    Mutualisme Dua Kegiatan Ekonomi Sebagai Langkah Awal untuk Mengentaskan

    Kemiskinan (2007). Pada pemaparan pertama artikel ini membahas mengenai

    pengertian home industri yaitu, home berarti rumah, tempat tinggal, ataupun

    kampung halaman. Sedangkan industri (berdasarkan Kamus Ilmiah Populer yang

    diterbitkan oleh ARKOLA Surabaya) dapat diartikan sebagai kerajinan, usaha

    produk barang dan perusahaan. Jadi Home Industry adalah rumah usaha produk

    barang atau juga perusahaan kecil.

    Home Industry dapat dikatakan sebagai perusahaan kecil karena jenis

    kegiatan ekonomi ini dipusatkan di rumah. Pengertian usaha kecil secara jelas

    tercantum dalam UU No. 9 Tahun 1995, yang menyebutkan bahwa usaha kecil

    adalah usaha dengan kekayaan bersih paling banyak Rp.200 juta (tidak termasuk

    tanah dan bangunan tempat usaha) dengan hasil penjualan tahunan paling banyak

    Rp 1.000.000.000. Kriteria lainnya dalam UU No. 9 Tahun 1995 adalah: milik

    WNI, berdiri sendiri, berafiliasi langsung atau tidak langsung dengan usaha

  • 52

    menengah atau besar dan berbentuk badan usaha perorangan, baik berbadan

    hukum maupun tidak.

    Dalam artikel ini juga dibahas mengenai pelaku industri rumah tangga

    yaitu keluarga sendiri ataupun salah satu dari anggota keluarga yang mengajak

    beberapa orang sebagai karyawan yang berdomisili tidak jauh dari rumah

    produksi tersebut untuk melakukan kegiatan ekonomi yang berbasis di rumah.

    Industri rumah tangga juga pada umumnya merupakan usaha keluarga yang turun

    menurun dengan skala yang tidak terlalu besar, namun kegiatan ekonomi ini

    secara tidak langsung membuka lapangan pekerjaan untuk sanak saudara ataupun

    tetangga di kampung halamannya.

    Artikel ini memberikan kontribusi dalam penulisan peneliti dalam melihat

    sudut pandang mengenai keberadaan industri rumah tangga yang dianggap kecil

    dan tidak berguna ternyata mampu memberikan perubahan yang lebih baik bagi

    kehidupan masyarakat sekitar. Namun isi dari artikel ini kurang membahas secara

    mendalam mengenai seberapa besar pencapaian kesuksesan yang dapat diraih oleh

    masyarakat yang berkecimpung di bidang industri rumah tangga ini.

    Artikel ketiga berjudul Manajemen Produksi dan Industri Kecil yang

    ditulis oleh Sofa dalam blog wordpressnya. Beliau menyatakan bahwa

    Manajemen merupakan ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan sumber

    daya manusia dan non manusia dalam rangka mencapai tujuan tertentu. llmu

    teknik manajemen didasari oleh konsep bahan tugas manager (orang yang

    melaksanakan manajemen) yaitu untuk merancang dan mendukung pelaksanaan

    pekerjaan individu pada saat kelompok, dalam rangka mencapai tujuan yang telah

  • 53

    ditetapkan sebelumnya. Manajemen semakin dibutuhkan setelah adanya

    pemisahan antara Rumah Tangga Kunsumen (RTK) dan Rumah Tangga Produsen

    (RTP), dalam hal ini adalah dua pihak yang paling membutuhkan, di mana

    konsumen dapat memenuhi kebutuhannya dengan berbagai jenis barang yang

    disediakan produsen, dan produsen dapat menjual barang-barangnya yang betul-

    betul dibutuhkan konsumen sesuai dengan selera, mode dan daya belinya.

    Manajemen produksi merupakan proses manajemen yang diterapkan

    dalam bidang produksi. Proses manajemen produksi adalah penggabungan seluruh

    aspek yang terdiri dari produk, pabrik, proses, program dan manusia. Fungsi

    manajemen yang paling mendasar yaitu adanya perencanaan, pengorganisasian,

    penempatan Sumber Daya Manusia (Staffing), pemberian motivasi dan fungsi

    yang terakhir adalah kegiatan pengawasan yang mutlak harus dilakukan oleh

    setiap organisasi atau perusahaan.

    Artikel ini banyak memberikan kontribusi bagi penulis dalam memahami

    sistem produksi, perencanaan produksi, sistem pemasaran dan pengembangan

    usaha. Sistem produksi dalam artikel ini diartikan sebagai sekumpulan sub-sistem

    yang terdiri dari pengambilan keputusan, kegiatan, pembatasan, pengendalian dan

    rencana yang memungkinkan berlangsungnya perubahan input menjadi output

    melalui proses produksi. Kekurangan artikel ini adalah tidak membahas tentang

    manajemen industri rumah tangga tetapi lebih ke industri kecil.

    2.1.3.2 Kewiraswastaan

    Artikel yang berjudul Kewiraswastaan Memotivasi Perubahan Berpikir

    (2007) ini ditulis oleh seseorang yang menggunakan nama pena Suaraatr1938.

  • 54

    Penulis artikel ini berusaha menyamakan persepsi tentang konsep kewirausahaan

    yang salah satunya dia ambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “orang

    yang pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi

    baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta

    mengatur permodalan operasinya”. Dalam teori ilmu ekonomi, wirausahawan

    ialah seseorang yang berusaha, mengambil inisiatif atau memulai dengan, dan

    mengusahakan suatu perusahaan. Menurut kebiasaan, istilah ini berarti seseorang

    yang mengusahakan suatu perusahaan dagang berukuran kecil, seperti seorang

    petani atau pedagang eceran, seorang pemilik perusahaan. Orang-orang yang

    bertanggung jawab karena mengambil inisiatif untuk memperkembangkan atau

    menjalankan dan mengendalikan suatu organisasi perdagangan. Mereka itu

    menanggung resiko dan ketidaktentuan. Jika berhasil mereka mendapatkan

    keuntungan; jika tidak berhasil mereka memikul kerugian.

    Bertitik tolak dari pemahaman yang diungkapkan diatas, maka seorang

    Wiraswastawan (entrepreneur) itu dapat kita rumuskan kedalam kreteria sebagai

    berikut :

    1. Memiliki visi memaksimumkan peluang-peluang masa depan.

    2. Memiliki komitmen, kolaborasi dan komunikasi.

    3. Memiliki kesiapan menghadapi tantangan dan resiko yang dihadapi.

    4. Memiliki kemampuan menuangkan kedalam rencana jangka pendek,

    menengah dan panjang.

    5. Memiliki keinginan untuk mengembangkan diri secara berkelanjutan.

    6. Memiliki keinginan untuk mengembangkan para kader bukan pekerja

    semata.

  • 55

    7. Memiliki kemampuan kreativitas individu dan kelompok.

    8. Memiliki kemampuan kreatip menjadi inovatif.

    9. Memiliki kemampuan untuk memanfaatkan teknologi informasi.

    10. Memiliki kemampuan berpikir antisipatif.

    Berdasarkan kriteria tersebut diatas, maka yang dimaksudkan dengan

    Kewiraswastaan adalah seseorang yang mampu mengaktualisasikan visi merebut

    peluang masa depan secara profesional (kolaborasi, komitmen, komunikasi)

    berdasarkan kreatif menjadi inovatif organisasi dengan memanfaatkan teknologi

    informasi dengan berpikir antisipatif. Artikel ini cukup memberikan kontribusi

    kepada penulis dalam memahami konsep kewirausahaan serta mengetahui kriteria

    seorang wiraswasta.

    2.1.3.3 Ekonomi Kerakyatan

    Artikel yang diambil dari sumber internet tentang ekonomi kerakyatan

    berjudul Ekonomi Kerakyatan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat: Suatu Kajian

    Konseptual (2002). Artikel ini ditulis oleh Fredrik Benu, dia mengatakan bahwa

    untuk memahami makna kata ‘rakyat’ secara utuh, kita harus sampai pada

    pemahaman bahwa rakyat sendiri bukanlah sesuatu obyek yang bisa ‘ditangkap’

    untuk diamati secara visual, khususnya dalam kaitan dengan pembangunan

    ekonomi. Kata rakyat merupakan suatu konsep yang abstrak dan tidak dapat

    di’tangkap’ untuk diamati perubahan visual ekonominya. Kata rakyat baru

    bermakna secara visual jika yang diamati adalah individualitas dari rakyat

    (Asy’arie, 2001). Ibarat kata ‘binatang’, kita tidak bisa menangkap binatang untuk

    mengatakan gemuk atau kurus, kecuali binatang itu adalah misalnya seekor tikus.

  • 56

    Dainy Tara (2001) dalam artikel ini membuat perbedaan yang tegas antara

    “ekonomi rakyat” dengan “ekonomi kerakyatan”. Menurutnya, ekonomi rakyat

    adalah satuan (usaha) yang mendominasi ragaan perekonomian rakyat. Sedangkan

    ekonomi kerakyatan lebih merupakan kata sifat, yakni upaya memberdayakan

    (kelompok atau satuan) ekonomi yang mendominasi struktur dunia usaha. Dalam

    ruang Indonesia, maka kata rakyat dalam konteks ilmu ekonomi selayaknya

    diterjemahkan sebagai kesatuan besar individu aktor ekonomi dengan jenis

    kegiatan usaha berskala kecil dalam permodalannya, sarana teknologi produksi

    yang sederhana, manajemen usaha yang belum bersistem, dan bentuk kepemilikan

    usaha secara pribadi. Karena kelompok usaha dengan karakteristik seperti inilah

    yang mendominasi struktur dunia usaha di Indonesia.

    Kegagalan kebijakan pembangunan ekonomi nasional masa orde baru

    dengan keberpihakan yang berlebihan terhadap kelompok pengusaha besar perlu

    diubah. Sudah saatnya dan cukup adil jika pengusaha kecil-menengah dan

    bangun usaha koperasi mendapat kesempatan secara ekonomi untuk berkembang

    sekaligus mengejar ketertinggalan yang selama ini mewarnai buruknya tampilan

    struktur ekonomi nasional.

    Nampaknya kita semua berada pada pilihan yang dilematis. Mau

    meninggalkan mekanisme pasar dalam sistem ekonomi nasional, kita masih ragu-

    ragu, karena pengalaman keberhasilan pembangunan ekonomi negara-negara

    maju saat ini selalu merujuk pada bekerjanya mekanisme pasar. Mau merujuk

    pada bekerja suatu mekanisme yang baru (apapun namanya), dalam prakteknya

    belum ada satu negarapun yang cukup berpengalaman serta yang paling penting

  • 57

    menunjukkan keberhasilan nyata, bahkan kita sendiri belum berpengalaman.

    Sebenarnya keragu-raguan ini tidak perlu terjadi, jika kita semua jernih melihat

    dan jujur untuk mengakui bahwa kegagalan-kegagalan pembangunan ekonomi

    nasional selama ini terjadi bukan disebabkan oleh karena ketidakmampuan

    mekanisme pasar mendukung keberhasilan pembangunan ekonomi nasional,

    tetapi lebih disebabkan karena pasar sendiri tidak diberi kesempatan untuk bekerja

    secara baik. Bentuk campur tangan pemerintah (orde baru) yang seharusya

    diarahkan untuk menjamin bekerjanya mekanisme pasar guna mendukung

    keberhasilan pembangunan ekonomi nasional, ternyata dalam prakteknya lebih

    diarahkan pada keberpihakan yang berlebihan pada pengusaha besar

    (konglomerat) dalam bentuk insentif maupun rezim proteksi yang ekstrim.

    Jadi yang salah selama ini bukan mekanisme pasar, tetapi kurang adanya

    affirmative action yang jelas oleh pemerintah demi menjamin bekerjanya

    mekanisme pasar. Yang disebut dengan affirmative action seharusnya lebih

    ditujukkan pada disadvantage group (sebagian besar rakyat kecil), bukan

    sebaliknya pada konglomerat.

    Semua pihak perlu mendukung affirmative action policy pada usaha kecil-

    menengah dan koperasi yang diambil oleh pemerintah sesuai dengan tuntutan

    TAP MPR. Pembangunan harus dikembangkan dengan berbasiskan ekonomi

    domestik (bila perlu pada daerah kabupaten/kota) dengan tingkat kemandirian

    yang tinggi, kepercayaan diri dan kesetaraan, meluasnya kesempatan berusaha dan

    pendapatan, partisipatif, adanya persaingan yang sehat, keterbukaan/demokratis,

    dan pemerataan yang berkeadilan. Semua ini merupakan ciri-ciri dari Ekonomi

  • 58

    Kerakyatan yang kita tuju bersama (Prawirokusumo, 2001).

    Fedrik Benu kembali menegaskan bahwa ekonomi kerakyatan tidak bisa

    hanya sekedar komitmen politik untuk merubah kecenderungan dalam sistem

    ekonomi orde baru yang amat membela kaum pengusaha besar khususnya para

    konglomerat. Perubahan itu hendaknya dilaksanakan dengan benar-benar

    memberi perhatian utama kepada rakyat kecil lewat program-program operasional

    yang nyata dan mampu merangsang kegiatan ekonomi produktif di tingkat rakyat

    sekaligus memupuk jiwa kewirausahaan. Selanjutnya, pemerintah harus

    mempunyai ancangan yang pasti tentang kapan seharusnya pemerintah

    mengurangi bentuk campur tangan dalam affirmative action policy-nya, untuk

    mendorong ekonomi kerakyatan berkembang secara sehat. Oleh karena itu,

    diperlukan adanya kajian ekonomi yang akurat tentang timing dan process di

    mana pemerintah harus mengurangi bentuk keberpihakannya pada usaha kecil-

    menengah dan koperasi dalam pembangunan ekonomi rakyat. Permasalahan

    umum yang dihadapi oleh UKM dan Koperasi adalah: keterbatasan akses terhadap

    sumber-sumber pembiayaan dan permodalan, keterbatasan penguasaan teknologi

    dan informasi, keterbatasan akses pasar, keterbatasan organisasi dan

    pengelolaannya (Asy’arie, 2001).

    Artikel ini sangat membantu penulis dalam memahami konsep ekonomi

    kerakyatan dan konsep pengembangan ekonomi kerakyatan harus diterjemahkan

    dalam bentuk program operasional berbasiskan ekonomi domestik pada tingkat

    kabupaten dan kota dengan tingkat kemandirian yang tinggi. Namun demikian

    perlu ditegaskan bahwa pengembangan ekonomi kerakyatan pada era otonomisasi

  • 59

    saat ini tidak harus diterjemahkan dalam perspektif territorial. Tapi sebaiknya

    dikembangkan dalam perspektif “regionalisasi” di mana di dalamnya terintegrasi

    kesatuan potensi, keunggulan, peluang, dan karakter sosial budaya.

    2.2 Landasan Teoritis

    2.2.1 Perubahan Sosial

    Setiap masyarakat dalam hidupnya pasti mengalami perubahan. Karena

    perubahan merupakan sesuatu yang amat melekat dalam diri manusia, baik itu

    secara individu, kelompok, masyarakat maupun sistem yang ada dalam keseharian

    manusia. Perubahan-perubahan hanya akan dapat ditemukan oleh seseorang

    yang sempat meneliti susunan dan kehidupan suatu masyarakat pada suatu

    waktu dan membandingkannya dengan susunan dan kehidupan masyarakat

    tersebut pada waktu lampau. Perubahan-perubahan bukanlah semata-mata

    berarti suatu kemajuan (progress) namun dapat pula berarti kemunduran dari

    bidang-bidang tertentu. Hakikat manusia yang selalu dinamis membawa

    manusia kepada sesuatu yang baru dalam kehidupannya, sehingga akan

    berimplikasi kepada adanya suatu perubahan ataupun pergantian dalam unsur-

    unsur tersebut.

    2.2.1.1 Pengertian Perubahan Sosial

    Perubahan sosial adalah perubahan dalam hubungan interaksi antar orang,

    organisasi atau komunitas. Ia dapat menyangkut “struktur sosial” atau “pola nilai

    dan norma” serta “peranan”. Unsur “ajar” adalah suatu alat penting dalam

    perubahan sosial, karena mendidik umumnya diartikan sebagai merubah sikap,

  • 60

    nilai dan norma seseorang atau satu kelompok. Cara yang paling sederhana untuk

    mengerti perubahan sosial dan kebudayaan ialah dengan membuat rekapitulasi

    dari semua perubahan yang terjadi dalam masyarakat sebelumnya (Davis dalam

    Sajogyo, 1985:120).

    Perubahan sosial menurut Selo Sumardjan adalah perubahan-perubahan

    pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang

    mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai sikap-sikap

    pola-pola perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Tekanan pada

    definisi tersebut terletak pada lembaga-lembaga kemasyarakatan sebagai

    himpunan pokok manusia, yang kemudian mempengaruhi segi-segi struktur

    masyarakat lainnya (Soekanto, 2006:263).

    Soerjono Soekanto dengan merujuk pada Ogburn dalam memberikan arti

    perubahan sosial adalah memberikan tekanan akan pentingnya pembangunan pada

    gejala-gejala sosial yang dihubungkan dengan suatu proses yaitu pertumbuhan dan

    perkembangan teknologi, pertumbuhan dan perkembangan manusia dalam

    mengendalikan alam (Saripudin, 2005: 132).

    Kingsley Davis mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-

    perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Misalnya,

    timbulnya pengorganisasian buruh dalam masyarakat kapitalis telah

    menyebabkan perubahan-perubahan dalam hubungan antara buruh dengan

    majikan dan seterusnya menyebabkan perubahan-perubahan dalam organisasi

    dan politik (Soekanto, 2006:262).

  • 61

    William F. Ogburn mengemukakan bahwa perubahan-perubahan sosial

    meliputi unsur-unsur kebudayaan baik material maupun yang immaterial, yang

    ditekankan adalah pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material terhadap

    unsur-unsur immaterial (Saripudin, 2005: 132). Dari beberapa pendapat ahli ilmu

    sosial yang dikutip, dapat disinkronkan pendapat mereka tentang perubahan

    sosial, yaitu suatu proses perubahan, modifikasi, atau penyesuaian-penyesuaian

    yang terjadi dalam pola hidup masyarakat, yang mencakup nilai-nilai budaya, pola

    perilaku kelompok masyarakat, hubungan-hubungan sosial ekonomi, serta

    kelembagaan-kelembagaan masyarakat, baik dalam aspek kehidupan material

    maupun nonmaterial.

    Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sosial dan kebudayaan pada

    umumnya bisa disebabkan oleh:

    faktor dari dalam masyarakat itu sendiri, antara lain faktor bertambah atau berkurangnya penduduk, penemuan-penemuan baru, pertentangan dalam masyarakat, revolusi dalam masyarakat. Adapula sebab-sebab perubahan sosial yang datang dari luar yaitu pengaruh dari masyarakat lain atau dari alam sekitarnya, antara lain dari gempa bumi, banjir, taufan, peperangan dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain. Dalam hal ini perubahan sosial dari suatu masyarakat terjadi karena kebudayaan masyarakat lain melancarkan pengaruhnya (Sajogyo, 1985: 121). Menurut Schoorl yang dikutip Jefta Leibo dalam Saripudin (2005:133-

    134), ada empat kategori orang atau kelompok yang terbuka untuk suatu

    perubahan, yaitu:

    1. Mereka yang tidak menyetujui keadaan

    yaitu mereka yang selalu menolak untuk mengikuti kebiasaan

    tertentu walaupun itu mungkin dalam hati saja. Ini disebabkan

    karena pendidikan atau keyakinan-keyakinan tertentu.

    2. Mereka yang acuh tak acuh

  • 62

    adalah mereka yang tidak atau belum mengikuti kebiasaan tertentu

    atau tidak merasa terikat olehnya. Misalnya kaum muda yang

    belum sepenuhnya terlibat dalam kebiasaan-kebiasaan baru sebagai

    hasil dari perubahan (sifat masa bodoh). Atau orang-orang yang

    tidak langsung terlibat di dalam kebiasaan tertentu karena mereka

    tidak termasuk sub kultur di mana kebiasaan itu berlaku.

    3. Mereka yang tidak puas

    Mereka ini mula-mula mengikuti kebiasaan tertentu, tapi kemudian

    menjadi terasing mungkin karena berkenalan dengan alternatif lain.

    Di lingkungan penduduk desa, mereka itu terdapat diantara orang-

    orang yang telah beberapa lama hidup di kota. Jadi telah

    berkenalan dengan cara hidup lain.

    4. Mereka yang mengandung rasa dendam.

    Mereka ini sebenarnya setuju dengan keadaan masyarakat dan

    kebudayaan yang ada, akan tetapi mereka tidak puas dengan

    kedudukan mereka di dalamnya.

    2.2.1.2 Bentuk-bentuk Perubahan Sosial

    Dilihat dari segi bentuk-bentuk kejadiannya, maka perubahan sosial dapat

    dibahas dalam tiga dimensi atau bentuk, yaitu: Perubahan sosial menurut

    kecepatan prosesnya, ada yang berlangsung lambat (evolusi) dan ada yang cepat

    (revolusi). Perubahan sosial menurut skala atau besar pengaruhnya terhadap

    kehidupan masyarakat secara keseluruhan, ada yang pengaruhnya luas dan dalam,

    serta ada yang pengaruhnya relatif kecil terhadap kehidupan masyarakat. Yang

    ketiga, adalah perubahan sosial menurut proses terjadinya, ada yang direncanakan

    (planned) atau dikehendaki, serta ada yang tidak direncanakan (unplanned).

  • 63

    Menurut kecepatan prosesnya, perubahan sosial dapat terjadi setelah

    melalui proses perkembangan masyarakat yang panjang dan lama, atau disebut

    juga dengan proses evolusi. Tetapi ada juga perubahan sosial yang berlangsung

    begitu cepat yang disebut revolusi. Adapun menurut skala pengaruhnya terhadap

    kehidupan masyarakat, ada perubahan sosial yang terjadi dan sekaligus

    memberikan pengaruh yang luas dan dalam terhadap kehidupan masyarakat secara

    keseluruhan. Namun sebaliknya ada pula perubahan sosial yang berskala kecil

    dalam arti pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat secara keseluruhan relatif

    kecil dan terbatas. Sementara itu menurut proses terjadinya, ada perubahan sosial

    yang memang dari semula direncanakan atau dikehendaki. Misalnya dalam bentuk

    program-program pembangunan sosial. Namun ada pula yang tidak dikehendaki

    terjadinya atau tidak direncanakan.

    2.2.1.3 Teori Perubahan Sosial

    Dalam kelompok teori-teori perubahan sosial klasik terdapat beberapa

    tokoh-tokoh sosiolog terkenal yakni August Comte, Karl Marx, Emile Durkheim,

    Max Weber, Herbert Spencer, Oswald Spengler, Wilfred Pareto, dan Ferdinand

    Tonnies. Pemikiran para sosiolog ini saling mempengaruhi satu sama lain,

    walaupun terdapat pertentangan pendapat diantara mereka sendiri.

    Teori yang digunakan peneliti adalah teori perubahan sosial menurut

    Emile Durkheim, ia menekankan bahwa unsur lingkungan dan keturunan sebagai

    pengikat sosial sehingga terbentuklah masyarakat dengan solidaritas mekanik dan

    solidaritas organisatorik. Dengan makin majunya komunikasi dan transportasi

    bentuk ikatan solidarits organik atau ikatan organisatorik makin meningkat.

  • 64

    Dalam bukunya “Pembagian Kerja dalam Masyarakat” (1893), Durkheim

    meneliti bagaimana tatanan sosial dipertahankan dalam berbagai bentuk

    masyarakat. Ia memusatkan perhatian pada pembagian kerja, dan meneliti

    bagaimana hal itu berbeda dalam masyarakat tradisional dan masyarakat modern.

    Ia berpendapat bahwa masyarakat-masyarakat tradisional bersifat ‘mekanis’ dan

    dipersatukan oleh kenyataan bahwa setiap orang lebih kurang sama, dan

    karenanya mempunyai banyak kesamaan di antara sesamanya. Dalam masyarakat

    tradisional, kata Durkheim, kesadaran kolektif sepenuhnya mencakup kesadaran

    individual – norma-norma sosial kuat dan perilaku sosial diatur dengan rapi.

    Dalam masyarakat modern, demikian pendapatnya, pembagian kerja yang

    sangat kompleks menghasilkan solidaritas 'organik'. Spesialisasi yang berbeda-

    beda dalam bidang pekerjaan dan peranan sosial menciptakan ketergantungan

    yang mengikat orang kepada sesamanya, karena mereka tidak lagi dapat

    memenuhi seluruh kebutuhan mereka sendiri. Dalam masyarakat yang ‘mekanis’,

    misalnya, para pengrajin tapai singkong hidup dalam masyarakat yang terjalin

    bersama oleh warisan bersama dan pekerjaan yang sama. Dalam masyarakat

    modern yang 'organik', para pekerja memperoleh gaji dan harus mengandalkan

    orang lain yang mengkhususkan diri dalam produk-produk tertentu (bahan

    makanan, pakaian, dan lain-lain) untuk memenuhi kebutuhan mereka. Akibat dari

    pembagian kerja yang semakin rumit ini, demikian Durkheim, ialah bahwa

    kesadaran individual berkembang dalam cara yang berbeda dari kesadaran

    kolektif – seringkali malah berbenturan dengan kesadaran kolektif.

  • 65

    Perubahan sosial yang terjadi pada pengrajin tapai singkong dapat ditinjau

    dari beberapa aspek, diantaranya dalam sistem kerja, gaya hidup, urbanisasi dan

    lain-lain. Perubahan dalam sistem kerja terlihat sangat jelas. Jika sebelumnya

    masyarakat bekerja pada sektor pertanian, waktu kerja dan pendapatan sangat

    ditentukan oleh musim dan panen. Berbeda halnya dengan sektor perindustrian,

    pendapatan sangat ditentukan oleh hasil pekerjaan mereka bisa memperoleh

    penghasilan setiap waktu sesuai dengan hasil kerja yang telah dilakukan. Hal

    tersebut menimbulkan perubahan gaya hidup mereka yang lebih konsumtif.

    Perubahan lain yang terjadi oleh munculnya golongan baru seperti pengusaha,

    pekerja dan masyarakat yang mencari pekerjaan lain selain pengrajin tapai

    singkong dalam kegiatan usaha sehingga menimbulkan stratifikasi sosial yang

    baru.

    Salah satu komponen penting dalam perubahan sosial oleh keberadaan

    perindustrian, khususnya IKM yang peranannya cukup besar dalam peningkatan

    perekonomian masyarakat yang ada disekitarnya. Upaya untuk meningkatkan

    kehidupan ekonomi Seseorang menurut David McClelland harus memiliki

    dorongan (impulse) yang menyebabkan terjadinya pertumbuhan ekonomi dan

    modernisasi perekonomian seseorang pengrajin akan meningkat apabila memiliki

    sikap mental yang mau berfikir maju. David McClelland mengemukakan teori

    n’Ach, yakni kebutuhan untuk meraih hasil atau prestasi. Dalam memenuhi

    kebutuhan hidup seorang pengrajin tidak hanya menggantungkan dari upah yang

    diterima saja, mereka juga harus melakukan inovasi-inovasi seperti mencari

    pengetahuan baru atau memiliki pekerjaan tambahan.

  • 66

    2.2.2 Teori Motif Berprestasi

    Motivasi berasal dari kata latin “MOVERE” yang berarti “DORONGAN”

    atau daya penggerak. Motivasi ini hanya diberikan kepada manusia, khususnya

    kepada para bawahan atau pengikut. Motivasi penting karena dengan motivasi ini

    diharapkan setiap individu karyawan mau bekerja keras dan antusias untuk

    bekerja keras dan antusias untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Drs. H.

    Malayu S.P. Hasibuan mendefinisikan motivasi adalah pemberian daya penggerak

    yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama,

    bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai

    kepuasan. (Hasibuan, 2003:95).

    Teori motif berprestasi “n Ach” yang dilontarkan oleh McClelland

    menyatakan bahwa penyebab suatu bangsa tidak maju adalah karena tidak

    memiliki “n Ach”, need for Achievement. N Ach ini diibaratkan dengan virus

    mental yang apabila terjadi pada diri seseorang cenderung akan menyebabkan

    orang itu bertingkah laku secara giat. McClelland sebagaimana dijelaskan Stoner

    (1994: 14-15) melihat adanya korelasi positif antara perilaku orang yang memiliki

    motif prestasi tinggi dengan semangat kerja yang tinggi. Motif yang kuat untuk

    berprestasi berhubungan dengan sejauh mana individu dimotivasi untuk

    menjalankan tugas-tugasnya. Mereka yang mempunyai motif berprestasi (n Ach)

    yang tinggi cenderung sangat dimotivasi oleh situasi kerja yang bersaing dan

    penuh tantangan. Kemajuan ekonomi suatu bangsa oleh McClelland dapat

    dijelaskan dengan tinggi rendahnya motif berprestasi pada bangsa tersebut.

  • 67

    Perkembangan ekonomi masyarakat yang memiliki motif prestasi tinggi akan

    lebih pesat daripada perkembangan masyarakat dengan motif prestasi rendah.

    Teori motivasi prestasi yang dikemukakan McClelland jika dihubungkan

    dengan etos kerja seorang karyawan diperusahaan, menyatakan bahwa karyawan

    mempunyai cadangan energi potensial. Bagaimana energi ini dilepaskan dan

    digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi

    serta peluang yang tersedia. Energi ini akan dimanfaatkan oleh karyawan karena

    didorong oleh:

    a. Kekuatan motif dan kebutuhan dasar yang terlibat

    b. Harapan keberhasilannya

    c. Nilai insentif yang terlekat pada tujuan.

    David McClelland (1961:205) mengemukakan ciri perilaku kewirausahaan

    yaitu keterampilan mengambil keputusan dan mengambil resiko yang moderat,

    dan bukan atas kebetulan belaka, energik, khusus dalam berbagai kegiatan

    inovatif, mengetahui hasil-hasil dari berbagai keputusan yang diambilnya, dengan

    tolak ukur satuan uang sebagai indikator keberhasilan dan memiliki kemampuan

    berorganisasi, meliputi kemampuan, kepemimpinan, dan manajerial. Para ahli

    mengatakan bahwa seorang yang memiliki minat wirausaha karena adanya motif

    tertentu, yaitu motif berprestasi (achievment motif). Motif berprestasi ialah suatu

    nilai sosial yang menekankan pada hasrat untuk mencapai yang terbaik guna

    mencapai kepuasan secara pribadi (Gede Angan Suhandana, 1980:05).

    Teori motivasi sebenarnya pertama kali dikemukakan oleh Masslow

    (1934). Ia mengemukakan hierarki kebutuhan yang berdasarkan motivasi.

  • 68

    Menurutnya, kebutuhan itu bertingkat sesuai dengan tingkat pemuasannya, yaitu

    kebutuhan fisik (physiological needs), kebutuhan akan keamanan (security needs),

    kebutuhan sosial (social needs), kebutuhan harga diri (esteem needs), dan

    kebutuhan akan aktualisasi diri (self actualisation needs).

    David McClelland (1971) mengelompokkan kebutuhan (needs) menjadi

    tiga, yang dapat memotivasi gairah bekerja yakni: 1) Need for achievment

    (n’Ach): the drive to excel, to achieve ini relation to a set of standard, to strive to

    succed. 2) Need for power (n’Pow): the need to make other behave in a way that

    they would not have behaved otherwise. 3) Need for aviliation (n’Aff): the desire

    for friendly and close interpersonal relationship.

    Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa kebutuhan berprestasi

    wirausaha (n’Ach) terlihat dalam bentuk tindakan untuk melakukan sesuatu yang

    lebih baik dan efisien dibanding sebelumnya. Wirausaha yang memiliki motif

    berprestasi pada umumnya mempunyai ciri ingin mengatasi sendiri kesulitan-

    kesulitan, persoalan-persoalan yang timbul pada dirinya, selalu memerlukan

    umpan balik, berani menghadapi resiko dengan penuh perhitungan, menyukai

    tantangan dan melihat tantangan secara seimbang (fifty-fifty).

    Kebutuhan akan prestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi

    semangat kerja seseorang. Karena itu n’Ach ini akan mendorong seseorang untuk

    mengembangkan kreativitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi

    yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang optimal. Karyawan akan

    antusias untuk berprestasi tinggi asalkan kemungkinan untuk hal itu diberikan

    kesempatan. Seseorang menyadari bahwa hanya dengan mencapai prestasi kerja

  • 69

    yang tinggi akan dapat memperoleh pendapatan yang besar. Dengan pendapatan

    yang besar akhirnya ia dapat memiliki serta memenuhi kebutuhan hidupnya.

    Salah satu kunci penting kewirausahaan yang ditunjukkan oleh pengrajin

    tapai singkong untuk menghadapi perubahan dan mengatasi berbagai masalah,

    baik dari permodalan, persaingan produk atau pun perluasan pemasaran. Untuk itu

    diperlukan penerapan kreativitas, motivasi dan inovasi dalam memanfaatkan

    peluang yang dihadapi setiap hari, para pengrajin ini mempunyai keyakinan pada

    diri mereka sendiri meskipun timbul berbagai masalah dan persaingan baru,

    mereka masih tetap bertahan dan mengembangkan usahanya. Terkait dengan hal

    itu, kewirausahaan pengrajin di sentra industri rumah tangga tapai singkong

    Cimenyan dalam mengembangkan usahanya memiliki semangat dan motivasi

    yang tinggi untuk mempertahankan dan mengembangkan industri dengan cara

    meningkatkan etos kerjanya. Manfaat dari wirausaha yang ditunjukan oleh

    pengrajin tapai singkong Cimenyan antara lain menambah daya tampung tenaga

    kerja, sehingga dapat menanggulangi masalah pengangguran serta sebagai

    penggerak pembangunan dibidang produksi, distribusi, pemeliharaan lingkungan

    dan kesejahteraan serta bisa menjadi contoh bagi masyarakat lainnya. Terdapat

    sikap mental wirausaha yang tinggi pada diri pengrajin dalam mengembangkan

    industri tapai singkong ini, yakni ketekunan dan keuletan dalam bekerja yang

    disebabkan karena selain sebagai mata pencaharian utama, industri ini juga

    merupakan tradisi turun temurun yang tetap dipertahankan oleh generasi

    selanjutnya.