s sej 053934 bab2 - a-research.upi.edua-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_053934_bab2.pdf ·...
TRANSCRIPT
-
21
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORITIS
Pembahasan dalam bab ini akan mengemukakan berbagai kajian yang
diperoleh dari berbagai sumber literatur yang sesuai dengan permasalahan yang
dibahas dalam penelitian ini. Kajian tersebut mencakup berbagai persoalan yang
berhubungan dengan skripsi yang berjudul ”Perkembangan Industri Rumah
Tangga Tapai Singkong dan Dampaknya Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi
Masyarakat. (Studi Pada Industri Tapai Singkong di Kecamatan Cimenyan
Kabupaten Bandung Tahun 1980-2008)”.
Bab ini terdiri dari tinjauan pustaka dan landasan teoritis. Dalam tinjauan
teoritis akan dikaji beberapa hal mengenai industri rumah tangga, kewirausahaan,
pembangunan ekonomi kerakyatan, produksi tapai singkong, sedangkan dalam
landasan teoritis akan dikemukakan tentang teori perubahan sosial Emile
Durkheim dan teori motif berprestasi McClleland.
Kajian dalam tinjauan pustaka akan dibagi dalam tiga bagian sesuai
dengan sumbernya yaitu dari sumber yang berupa buku, penelitian yang telah ada
yang dijadikan referensi penulis, dan sumber yang berasal dari internet. Kemudian
bagian-bagian tersebut akan dibagi lagi menjadi beberapa sub judul yang sesuai
dengan pokok permasalahan yang akan dikaji.
-
22
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Sumber Buku
2.1.1.1 Industri Rumah Tangga
Buku yang dijadikan sumber referensi pertama dalam membahas
mengenai perkembangan industri rumah tangga ini adalah buku yang berjudul
Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia, Beberapa Isu Penting (2002), buku ini
secara keseluruhan membahas tentang keberadaan atau perkembangan UKM
(Usaha Kecil dan Menengah) di Indonesia selama ini. Seluruh isi buku terdiri dari
tujuh bab. Bab 1 membahas secara teoritis keberadaan UKM dalam proses
pembangunan ekonomi. Bab 2 membahas kinerja UKM di Indonesia terutama
sekitar periode krisis (1997-2000). Jika pada bab 2 dilihat perkembangan UKM
secara umum disemua sektor-sektor ekonomi, maka pembahasan pada bab 3
terfokus pada industri kecil dan industri rumah tangga. Bab 4 membicarakan
masalah-masalah utama yang dihadapi oleh pengusaha kecil dan menengah seperti
keterbatasan modal, rendahnya kualitas SDM, dan masalah persaingan. Bab 5
lebih menekankan pada pokok masalah perempuan pengusaha di UKM, karena
salah satu aspek penting dari perkembangan UKM adalah kesempatan berusaha
bagi perempuan. Aspek lainnya yang juga relevan untuk dikaji adalah
menyangkut pelaksanaan otonomi daerah dan artinya bagi peran UKM serta
dampaknya bagi perkembangannya di daerah. Aspek ini menjadi topik utama dari
bab 6. Terakhir bab 7 adalah soal kelembagaan untuk perumusan dan
implementasi kebijaksanaan UKM di Indonesia.
-
23
Salah satu bab dari buku ini yaitu bab 3 membahas mengenai profil
Industri Kecil (IK) dan Industri Rumah Tangga (IRT) dengan melihat perbedaan
di antara kedua jenis usaha rakyat ini. Perbedaan tersebut terutama dalam aspek
organisasi, manajemen, metode atau pola produksi, teknologi dan tenaga kerja
produk, dan lokasi usaha. Industri rumah tangga pada umumnya adalah unit-unit
usaha yang sifatnya lebih tradisional, dalam arti menerapkan sistem organisasi dan
manajemen yang baik seperti lazimnya dalam suatu perusahaan modern, tidak ada
pembagian tugas kerja dan sistem pembukuan yang jelas.
Proses produksi dilakukan di samping atau di dalam rumah dari pemilik
usaha, mereka tidak mempunyai tempat khusus. Teknologi yang digunakan sangat
sederhana yang pada umumnya manual dan sering kali direkayasa sendiri dan
banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak dibayar (khususnya anggota
keluarga). Sebagian besar industri rumah tangga terdapat di daerah pedesaan dan
kegiatan produksi pada umumnya musiman, erat kaitannya dengan siklus kegiatan
di sektor pertanian. Pada saat musim tanam dan musim panen kegiatan di IRT
menurun tajam karena sebagian besar pengusaha dan pekerja di IRT kembali ke
sektor pertanian dan sebaliknya pada saat tidak ada kegiatan di sektor pertanian,
mereka kembali melakukan kegiatan IRT.
Adanya keterkaitan ekonomi yang erat ini antara sektor pertanian dan IRT
karena pada umumnya pemilik usaha dan sebagian besar tenaga kerja di IRT
berprofesi sebagai petani atau buruh tani. Jadi dapat dikatakan bahwa pekerjaan
utama mereka adalah bertani, sementara kegiatan IRT hanyalah merupakan
kegiatan sambilan atau sebagai sumber tambahan bagi pendapatan keluarga.
-
24
Implikasi dari adanya keterkaitan ini adalah bahwa distribusi pendapatan di
pedesaan atau disektor pertanian pada khususnya sangat mempengaruhi
perkembangan IRT.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh Tambunan, ia kemudian
membedakan antara IK (demand-pull based SSIs) dan IRT (supply-push based
SSIs). Perbedaan tersebut didasarkan pada sejumlah aspek seperti tingkat
pendapatan, motivasi pengusaha melakukan kegiatan (tujuan usaha), tingkat
pendidikan pengusaha, jenis produk yang dibuat, nilai investasi awal, faktor utama
pendorong kegiatan dan laju pertumbuhan. Secara keseluruhan buku ini
memberikan informasi dan pemahaman kepada peneliti mengenai perbedaan yang
mendasar antara IRT dan IK, sehingga relevan sekali apabila buku ini digunakan
sebagai acuan sumber dan kerangka berpikir peneliti dalam memahami lebih
dalam permasalahan yang dikaji.
Buku yang dijadikan sumber referensi kedua adalah buku yang ditulis oleh
Redaksi Agromedia (2008) yang berjudul “Membidik Peluang Usaha. 22 Peluang
Bisnis Makanan Untuk Home Industri”. Dalam buku ini didefinisikan mengenai
pengertian usaha rumah tangga menurut Badan Pusat Stastistik, usaha rumah
tangga adalah usaha yang dijalankan oleh satu sampai empat orang. Sedangkan
menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mengemukakan bahwa
usaha rumah tangga adalah suatu perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha
di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi
otomatis. Adapun keunggulan usaha makanan skala rumah tangga yang
disebutkan dalam buku ini adalah sebagai berikut :
-
25
a. Tidak perlu pusing memikirkan lokasi usaha, karena bisa dilakukan sendiri
di rumah.
b. Daerah pemasaran dan jumlah konsumen tidak terbatas.
c. Pembeli datang sendiri.
d. Dapat melibatkan seluruh anggota keluarga.
e. Dapat menyerap tenaga kerja.
Buku ini memberikan berbagai macam alternatif usaha rumah tangga
dalam bidang pengolahan makanan yang dapat dijadikan usaha atau peluang
bisnis. Diantaranya mengenai pemilihan jenis usaha yang dianggap sedang
diminati oleh khalayak ramai, salah satunya adalah usaha tapai singkong.
Perencanaan dan rumusan yang harus diperhatikan ketika akan memulai usaha,
seperti perlengkapan usaha, perekrutan tenaga kerja, teknik promosi dan
penjualan, penetapan harga, dan perhitungan risiko dibahas secara mendalam
dalam buku ini sehingga akan sangat membantu penulis dalam memahami usaha
ini dalam kaitannya dengan proses produksi pembuatan tapai singkong. Akan
tetapi dalam buku ini tidak dibahas secara mendalam tentang bagaimana
perkembangan usaha IRT tapai singkong.
Buku ketiga yang dijadikan sumber referensi adalah Ekonomi
Pembangunan. Teori, Masalah, dan Kebijakan (1997) karya Mudrajad Kuncoro.
Dalam buku ini terdapat dua definisi usaha kecil yang dikenal di Indonesia,
pertama usaha kecil menurut Undang-undang no. 9 tahun 1995 tentang usaha
kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki hasil penjualan tahunan
maksimal Rp 1 miliar dan memiliki kekayaan bersih, tidak termasuk tanah dan
-
26
bangunan tempat usaha, paling banyak Rp. 200 juta (Sudirman&Sari, 1996: 5).
Kedua, menurut kategori Biro Pusat Statistik (BPS), usaha kecil identik dengan
industri kecil dan industri rumah tangga. BPS mengklasifikasikan industri
berdasarkan jumlah pekerjaan, yaitu: (1). Industri rumah tangga dengan pekerja 1-
4 orang; (2). Industri kecil dengan pekerja 5-19 orang; (3). Industri menengah
dengan pekerja 20-99 orang; (4). Industri besar dengan pekerja 100 orang atau
lebih (BPS, 1999:250).
Kendati beberapa definisi mengenai usaha kecil namun nampaknya usaha
kecil mempunyai karakteristik yang hampir seragam. Pertama tidak adanya
pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan operasi. Kebanyakan
industri kecil dikelola oleh perorangan yang merangkap sebagai pemilik sekaligus
pengelola perusahaan, serta memanfaatkan tenaga kerja dan kerabat dekatnya.
Data BPS (1994) menunjukkan hingga saat ini jumlah pengusaha kecil telah
mencapai 34,316 juta orang yang meliputi 15,635 juta pengusaha kecil mandiri
(tanpa pengguna tenaga kerja lain), 18,227 juta orang pengusaha kecil yang
menggunakan tenaga kerja anggota keluarga sendiri serta 54 ribu orang pengusaha
kecil yang memiliki pekerja tetap.
Kedua, rendahnya akses industri tekstil terhadap lembaga-lembaga kredit
formal sehingga mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usaha dari
modal sendiri atau sumber-sumber lain seperti keluarga, kerabat, pedagang
perantara, bahkan rentenir. Ketiga, sebagian usaha kecil ditandai dengan belum
dipunyainya status badan hukum.
-
27
Keempat, dilihat menurut golongan industri tampak bahwa hampir
sepertiga bagian dari seluruh industri kecil bergerak pada kelompok usaha industri
makanan, minuman, dan tembakau (ISIC31), diikuti oleh kelompok industri bahan
galian bukan logam (ISIC36), industri tekstil (ISIC32), industri kayu, bambu,
rotan, rumput dan sejenisnya termasuk perabotan rumah tangga (ISIC33) masing-
masing berkisar antara 21% hingga 22% dari seluruh industri kecil yang ada.
Sedangkan yang bergerak pada kelompok usaha industri kertas (34) dan kimia
(35) relatif masih sangat sedikit sekali yaitu kurang dari 1%.
Buku ini cukup membantu penulis dalam memahami industri kecil yang
didalamnya juga termasuk industri rumah tangga. Namun sayangnya tidak banyak
penjelasan yang dapat penulis ambil tentang industri rumah tangga pada buku ini.
2.1.1.2 Kewirausahaan
Buku Sekuncup Ide Operasional Pendidikan Wiraswasta (1984) karya
Drs. Wasti Soemanto mendefinisikan wiraswasta sebagai keberanian, keutamaan
serta keperkasaan dalam memenuhi kebutuhan serta memecahkan permasalahan
hidup dengan kekuatan yang ada pada diri sendiri. Tapi kemudian Wasti
Soemanto menegaskan bahwa percaya pada kekuatan diri sendiri tidak berarti
bahwa orang yang berwiraswasta mesti selalu berkarya sendirian tanpa ikut
sertanya orang lain. Secara umum dapat dikatakan bahwa manusia wiraswasta
adalah orang yang memiliki potensi untuk berprestasi. Dia menyebutkan ciri-ciri
manusia wiraswasta adalah orang yang senantiasa memiliki motivasi yang besar
untuk maju berprestasi dalam kondisi dan situasi yang bagaimanapun, manusia
-
28
wiraswasta mampu menolong dirinya sendiri di dalam mengatasi permasalahan
hidupnya, mampu memenuhi setiap kebutuhan hidupnya, mampu mengatasi
kemiskinan, baik kemiskinan lahir maupun kemiskinan batinnya tanpa menunggu
pertolongan dari orang lain. Manusia wiraswasta tidak suka hanya menunggu
uluran tangan pemerintah ataupun pihak lainnya di dalam masyarakat. Manusia
wiraswasta tidak mudah menyerah pada alam, justru selalu berupaya untuk
bertahan dari tekanan alam.
Wasti Soemanto juga menjelaskan tentang sikap mental wiraswasta adalah
mempunyai kemauan keras untuk mencapai tujuan dan kebutuhan hidupnya.
Setiap orang mempunyai tujuan dan kebutuhan tertentu dalam hidupnya. Sayang,
tidak setiap orang memiliki tujuan yang jelas dan operasional sehingga terbayang
jelas jalan yang harus ditempuh untuk mencapainya. Tujuan yang samar-samar
kurang memberikan motivasi pada diri seseorang untuk berusaha mencapainya,
kekuatan untuk mencapai tujuan adalah kemauan keras. Jadi kemauan yang keras
merupakan kunci daripada keberhasilan seseorang untuk mencapai tujuan.
Disamping berkemauan keras, manusia yang bersikap mental wiraswasta
memiliki keyakinan yang kuat atas kekuatan yang ada pada dirinya. Kita lahir dan
hidup didunia telah dibekali dengan perlengkapan dan kekuatan oleh sang
pencipta agar kita dapat hidup dan menaklukan alam sekitar kita. Keyakinan yang
kuat dapat kita tumbuhkan di dalam jiwa kita dengan syarat:
1). Kita harus mengenal diri kita sendiri sebagai mahluk yang memiliki
kelemahan, namun memperoleh anugrah kekuatan untuk mengatasi
kelemahan kita itu.
-
29
2). Kita harus percaya kepada diri sendiri, bahwa kita memiliki potensi
tersendiri yang tidak kurang kuatnya dengan apa yang dimiliki oleh
orang lain.
3). Kita harus mengetahui dengan jelas terhadap tujuan-tujuan serta
kebutuhan kita, dimana kita dapat mendapatkannya, serta
kapan/berapa lama target waktu untuk mencapai/memenuhinya. Setiap
tujuan, kebutuhan dan rencana-rencana kita harus senantiasa
menguasai jiwa kita dengan penuh kesadaran. Hal ini akan
menumbuhkan kepercayaan kepada diri sendiri, sehingga dengan
demikian timbul pula kegairahan dan semangat untuk maju dan kita
terdorong dan tergerak untuk berbuat.
Itulah tiga syarat yang harus dimiliki oleh seseorang untuk menumbuhkan
keyakinan yang kuat pada diri sendiri.
Manusia yang bersikap mental wiraswasta memiliki sifat kejujuran dan
tanggung jawab. Salah satu kunci keberhasilan seseorang dalam berusaha dan
berwiraswasta adalah adanya kepercayaan dari orang lain terhadap dirinya.
Banyak orang mengalami kegagalan dalam relasi dan usaha hanya karena tidak
dimilikinya sifat-sifat kejujuran dan tanggung jawab ini. Banyak orang yang tidak
dapat dipercaya oleh orang lain, baik dibidang usaha maupun karier oleh karena
mereka tidak jujur dan tidak memiliki rasa tanggungjawab.
Buku ini memberikan kontribusi kepada penulis dalam memahami
bagaimana seharusnya mental seseorang yang berjiwa wirausaha dan mendidik
keluarga untuk bisa memupuk jiwa entrepreneurship sejak dini. Namun sayang
-
30
buku ini kurang menjelaskan tentang bagaimana seharusnya membangun suatu
usaha atau berwirausaha.
Buku yang kedua adalah Kewirausahaan Yang Berproses (1995) karya
Thoby Muthis, beliau menyatakan bahwa kata enterpreneurship bisa
diterjemahkan dengan kata kewirausahaan. Dahulu, sering diterjemahkan dengan
kata kewiraswastaan. Terjemah kewiraswastaan sering banyak dikritik karena ada
yang berpendapat bahwa wiraswasta merupakan usaha yang menimbulkan risiko,
kekritisan dan kejelian serta kreativitas tidak hanya milik orang-orang yang
berada di swasta saja. Beberapa ahli teori manajemen mengatakan, bahwa
kewirausahaan adalah kehebatan dalam pembentukan perusahaan baru yang
didalamnya mengandung pemanfaatan, peluang dan pengambilan risiko serta
didalamnya serta melakukan perubahan.
Menurut Wiliam H. Sahlman, bisa saja seorang wirausaha tidak
melakukan pembelian maupun penjualan, tidak pula menyatukan faktor-faktor
produksi, dia bukan seorang inovator tetapi seorang peniru. Ia tidak mempunyai
bisnis sendiri tetapi menata bisnis orang lain yang di dalamnya mengandung
upaya pemanfaatan peluang dan pengambilan risiko.
Jose Carlos Jarillo-Mosi mendefinisikan, kewirausahaan sebagai
“seseorang yang merasakan adanya peluang, mengejar peluang-peluang yang
sesuai dengan situasi dirinya; dan yang percaya bahwa kesuksesan merupakan
suatu hal yang bisa dicapai”.
James M. Higgis mengatakan pula, hal utama yang membedakan para
wirausaha dengan para manajer lainnya terletak pada pendekatan mereka terhadap
-
31
pemecahan masalah. Para wirausaha bukan hanya memecahkan masalah atau
bereaksi terhadap masalah; melainkan juga mencari peluang. Wirausaha adalah
para pengambil risiko. Pandangan mengenai kewirausahaan seperti itu
dikemukakan oleh Peter Drucker di tahun 1964, yang mengindikasikan, “agar
sumber daya membawa hasil, maka sumber daya tersebut harus dialokasikan
dalam lingkup pemanfaatan peluang, dan bukan dialokasikan kepada masalah lain
yang tidak ada kaitannya dengan sumber daya manusia. Pemanfaatan peluang
merupakan suatu definisi yang tepat dari kewirausahaan.”
Wirausaha juga harus memulai dan menata perubahan. Mereka membuat
perubahan dalam segala aspek dari fungsi-fungsi organisasi pemasaran, keuangan,
operasional, sumber daya manusia, dan informasi. Menurut Drucker “para
wirausaha selalu mencari perubahan, menanggapi masalah tersebut dan
menggunakannya sebagai peluang.”
Buku ini juga berusaha mengidentifikasi ciri-ciri pribadi para
wirausahawan. Di antaranya yang paling sering diungkapkan adalah adanya
kebutuhan untuk mencapai sesuatu (achievement), adanya kebutuhan akan
kontrol, orientasi intuitif dan kecenderungan untuk mengambil risiko.
Entrepreneurshif adalah sikap untuk melakukan suatu usaha karena ada
suasana yang mendukung untuk merealisasikannya. Seorang entrepreneur akan
selalu berpikir untuk bertindak mencari pemecahan (looking at solution), sesuai
dengan inisiatif yang muncul untuk meraih target dengan kedinamisan tertentu.
Sebab pasar adalah dinamis, yang terus-menerus bergerak dari satu keseimbangan
kepada keseimbangan lain. Di dalam hukum rimba persaingan, yang menang
-
32
adalah mereka yang dapat memahami pasar yang dinamis atau yang memasuki
pasar yang baru muncul, dan yang dapat mengubah pola laku konsumen di pasar
yang sudah ada.
Istilah kewirausahaan yang masuk dalam kamus bisnis pada tahun 1980-an
memiliki definisi yang berbeda-beda. Ada dua pendekatan yang digunakan di
dalam mendefinisikan kewirausahaan, yaitu pendekatan fungsional dan
pendekatan kewirausahaan, sisi penawaran (sumber psikologis dan sosiologis).
Pendekatan fungsional menekankan peranan kewirausahaan di dalam
perekonomian seperti mengemban suatu risiko karena melakukan pembelian pada
satu tingkat harga tertentu dan menjualnya pada tingkat harga yang tidak menentu,
melakukan kegiatan-kegiatan produksi dan inovasi, serta menyebabkan atau
memberikan reaksi terhadap gejolak-gejolak ekonomi.
Pendekatan kewirausahaan sisi penawaran menekankan kepada sifat-sifat
individual yang dimiliki para pengusaha. Pendekatan ini mengatakan bahwa sifat-
sifat tertentu seperti keinginan untuk berprestasi dan kemampuan untuk
mengontrol serta menanggung resiko dari tindakan yang mereka lakukan sebagai
sifat-sifat dari wirausaha.
Howard H Stevenson, Presiden Harvard Business School, mengatakan
bahwa tak satu pun dari kedua pendekatan di atas yang cukup menjelaskan teori
kewirausahaan. Menurut Stevenson, kewirausahaan merupakan suatu pola tingkah
laku manajerial terpadu. Kewirausahaan adalah upaya pemanfaatan peluang-
peluang yang tersedia tanpa mengabaikan sumber daya yang dimilikinya.
Kewirausahaan berbeda dengan suatu fungsi ekonomi. Kewirausahaan Stevenson
-
33
mengatakan bahwa pola tingkah laku manajerial yang terpadu tersebut bisa dilihat
dalam enam dimensi praktek bisnis:
1. Orientasi strategis
2. Komitmen terhadap peluang yang ada
3. Komitmen terhadap sumber daya
4. Pengawas sumber daya
5. Konsep manajemen
6. Kebijakan balas jasa
Dari keenam ciri di atas dihasilkan dua bentuk pelaku bisnis dengan corak
yang berbeda, yaitu apa yang disebut:
(a) Promotor, yaitu orang yang percaya akan kemampuan yang dimilikinya
untuk menangkap peluang yang ada tanpa menghiraukan sumber daya yang
dimilikinya.
(b) Truste, yaitu orang yang lebih menekankan penggunaan sumber daya
yang telah dimilikinya secara efisien.
Kewirausahaan merupakan sebuah pola dari tingkah laku manajerial yang
terpadu yang terletak di antara promotor dan truste adalah tingkah laku
administratif. Stevenson menjelaskan pula perbedaan antara tingkah laku
kewirausahaan dan tingkah laku administratif. Menurut Stevenson, kita harus
memahami faktor-faktor yang akan mendorong kita ke dalam pola tingkah laku
kewirausahaan serta faktor-faktor apa yang mendorong kita ke dalam pola tingkah
laku administratif. Diungkapkannya pula, bahwa tingkah laku kewirausahaan akan
-
34
memampukan kita mencapai serta memelihara vitalitas perusahaan jangka
panjang.
Raymond W.Y Kao, masih dalam buku kewirausahaan yang berproses,
mengungkapkan bahwa “kewirausahaan adalah proses pengerjaan sesuatu yang
baru dan berbeda untuk tujuan penciptaan kemakmuran untuk seseorang dan yang
memberikan nilai tambah bagi masyarakat.” Lebih lanjut dikatakannya, wirausaha
adalah “seorang yang melakukan suatu penciptaan kemakmuran dan proses
penambahan nilai melalui pengembangan gagasan, perakitan sumberdaya-
sumberdaya, dan usaha untuk mewujudkannya.”
Wirausaha adalah orang yang selalu mencari tantangan baru dengan
mengutamakan standar keunggulan yang terus membaik. Tapi standar keunggulan
ini lebih didorong oleh hasrat untuk berprestasi dengan daya yang ada pada diri
sendiri, tanpa campur tangan yang lebih besar dari pihak lain.
Mantan Presiden Soeharto pernah mengatakan, wirausaha merupakan
sarana tepat mengatasi pengangguran. Sebab itu beliau berharap kaum muda
membangkitkan jiwa kewirausahaan, agar mereka tidak hanya menjadi pencari
kerja saja, tapi justru membuka kesempatan kerja bagi diri mereka sendiri. Kaum
muda perlu memiliki rasa percaya diri untuk mandiri sebagai wirausahawan
pemula, kendatipun menjadi wirausaha sektor informal maupun usaha kecil.
Tumbuhnya wirausahawan yang menciptakan perusahaan-perusahaan skala kecil
dan menengah ini sangat berarti sebagai kekuatan-kekuatan pembuka lapangan
kerja dan kemajuan ekonomi suatu negara.
-
35
Buku ini banyak memberikan kontribusi bagi penulis dalam memahami
pengertian konsep kewirausahaan. Akan tetapi buku ini tidak menjelaskan lebih
dalam tentang seluk beluk berwirausaha secara praktis di lapangan, karena selain
menjelaskan tentang entrepreneurship (kewirausahaan), buku ini juga membahas
tentang Intrapreneurship, ultrapreneurship, dan ecopreneuring sehingga
pembahasan entrepreneurship tidak lebih spesifik dijelaskan dalam buku ini.
2.1.1.3 Pembangunan Ekonomi Kerakyatan
Buku pertama yang dijadikan sumber dalam penulisan skripsi ini
adalah buku yang ditulis oleh Mubyarto yang berjudul Ekonomi Rakyat,
Program IDT dan Demokrasi Ekonomi Indonesia (1997). Buku tersebut
memberikan informasi mengenai pengembangan ekonomi kerakyatan. Buku
ini mengemukakan usaha yang bersifat mandiri adalah ciri khas usaha sektor
ekonomi rakyat. Apabila kita ingin mengembangkan perekonomian rakyat,
kita perlu meneliti dimana kekuatan dan kelemahannya agar ditemukan cara-
cara atau metode yang paling tepat untuk mengembangkannya. Ekonomi
rakyat yang tidak didukung oleh modal kuat dan teknologi yang maju, yang
dengan sendirinya merupakan ekonomi lemah, akan tetapi bisa bertahan
meskipun harus bersaing secara keras dengan ekonomi modern yang ”efisien”
dan mengglobal.
Kekuatan dan daya tahan ekonomi rakyat terletak pada
kemampuannya untuk berswadaya, yaitu mengandalkan pada kekuatan
“modal sendiri”. Artinya ”pengusaha” ekonomi rakyat atau ekonomi lemah
-
36
tidak membayar bunga modal dan upah buruh yang tinggi kepada pihak
ketiga. Bagaimanapun ekonomi rakyat adalah ”strategi berorganisasi
ekonomi” bagi rakyat miskin. Orang miskin tidak akan menetapkan ”target
keuntungan” yang ingin diraih dalam setiap kegiatannya. Yang ingin dicapai
adalah pemenuhan kebutuhan dasar bagi dirinya dan keluarganya.
Pembahasan yang terdapat dalam buku tersebut sayangnya belum begitu
menguraikan mengenai macam-macam usaha apa saja yang termasuk ke
dalam ekonomi kerakyatan yang dianggap memberikan sumbangsih bagi
masyarakat kecil.
Buku kedua yang dijadikan referensi adalah buku yang ditulis oleh
Prof. Dr. Cornelis Rintuh yang berjudul Kelembagaan dan Ekonomi rakyat
(2003). Buku ini terlebih dahulu mengemukakan mengenai pengertian
ekonomi rakyat. Ekonomi rakyat adalah segala kegiatan dan upaya rakyat untuk
memenuhi segala kebutuhan hidupnya, yaitu sandang, pangan, papan, pendidikan
dan kesehatan. Dengan perkataan lain, ekonomi rakyat adalah kegiatan ekonomi
yang dilakukan oleh rakyat dengan secara swadaya mengelola sumber daya apa
saja yang dapat dikuasainya setempat, dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya beserta keluarganya. Dalam konteks permasalahan yang sederhana,
ekonomi rakyat adalah strategi bertahan hidup (survival) dari rakyat miskin.
Menurut Mubyarto (1996), ekonomi rakyat atau perekonomian rakyat
mempunyai ciri-ciri :
1. Dilakukan oleh rakyat tanpa modal besar,
2. Dikelola dengan cara-cara swadaya,
-
37
3. Bersifat mandiri sebagai ciri khasnya,
4. Tidak ada buruh dan tidak ada majikan,
5. Tidak mengejar keuntungan.
Pemberdayaan ekonomi rakyat pedesaan berarti juga pembangunan
pedesaan tetapi lebih sulit ditekankan pada upaya meningkatan pendapatan petani.
Pembangunan ekonomi rakyat karena sebagian besar rakyat hidup di sektor
pertanian yang berarti juga pembangunan pertanian yang sekaligus merupakan
upaya peningkatan pendapatan rakyat di pedesaan.
Dalam hal pemerataan, ekonomi rakyat mempunyai peluang yang lebih
besar karena mampu menjangkau masyarakat sehingga tingkat paling bawah.
Oleh karena itu, usaha mencapai tujuan ekonomi rakyat dan swasta harus berjalan
seimbang sehingga pada akhirnya tercapai masyarakat yang adil dan makmur.
Namun pembahasan ini belum banyak memaparkan mengenai kelemahan-
kelemahan dari ekonomi kerakyatan. Hanya sebatas memaparkan kekuatan dari
ekonomi kerakyatan.
Berdasarkan pemaparan tersebut, peneliti memperoleh pemahaman bahwa
ekonomi kerakyatan merupakan kegiatan ekonomi yang tumbuh dalam
lingkungan keluarga dalam masyarakat kecil. Kegiatan ekonomi ini merupakan
kegiatan ekonomi sederhana yang hanya bertumpu pada modal sendiri. Dalam
pemaparannya buku ini memberikan kontribusi kepada peneliti dalam
menjelaskan latar belakang permasalahan dalam skripsi ini mengenai peranan
ekonomi kerakyatan bagi masyarakat menengah ke bawah.
-
38
Buku ketiga yaitu Perekonomian Indonesia, Dari Bangkrut Menuju
Makmur (2003) merupakan kumpulan berbagai artikel Hendri Kariawan yang
dimuat di berbagai media masa dalam kurun waktu 1986-2002. Benang merah
dari artikel-artikel tersebut adalah kekecewaan penulis buku atas perilaku lembaga
eksekutif, legislatif dan yudikatif dalam menyikapi tuntutan reformasi di tahun
1997 untuk memberantas segala praktek busuk KKN di era Presiden Soeharto
selama 32 tahun yang jelas-jelas telah merusak sendi-sendi perekonomian
nasional sehingga akhirnya hanya mendudukkan rakyat sebagai pelaku ekonomi
yang tidak berdaulat. Buku ini terdiri dari tiga bagian utama, yaitu (1)
Bangkrutnya ekonomi, (2) Memenuhi tuntutan Reformasi dan (3) Membangun
ekonomi rakyat. Dalam bagian ketiga ini penulis buku menawarkan gagasan
membangun ekonomi rakyat yang berlandaskan rakyat sebagai pelaku ekonomi
yang berdaulat. Dalam kondisi langka dana saat ini pembangunan ekonomi harus
kembali mengakar pada usaha kecil lalu menengah dan selanjutnya besar. Dalam
buku ini dijelaskan bahwa pembangunan perekonomian nasional sejak tahun 1966
hingga saat ini menitik beratkan pada pembangunan ekonomi menengah besar.
Namun ternyata strategi ini hanyalah menyusahkan rakyat karena rakyat jugalah
yang saat ini harus membayar kerugian karena kegagalan strategi pembangunan
tersebut.
Ekonomi rakyat sejak tahun 1966 hingga saat ini belum mendapat
sentuhan yang serius dalam strategi pembangunan perekonomian nasional.
Ekonomi rakyat hanya dijadikan pelengkap pembangunan perekonomian nasional
demi kepentingan elit politik yang berkuasa. Sebenarnya bila dilihat lebih lanjut,
-
39
ekonomi rakyat justru menjadi penyelamat perekonomian nasional. Ekonomi
rakyat menyediakan kesempatan kerja. Sementara itu ekonomi menengah besar
justru giat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan lebih dari itu
menggerogoti keuangan negara.
Dalam buku ini juga dijelaskan mengenai strategi pembangunan ekonomi
rakyat, yaitu:
a. Pemerintah tidak boleh lagi menjadi penjamin pengembalian hutang
swasta. Pemerintah hanya dapat bertindak sebagai fasilitator
pengembalian hutang swasta.
b. Orientasi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(RAPBN) dan RAPBD harus menitik beratkan pada pembangunan
ekonomi rakyat. Bukan pada pengembalian hutang swasta dan negara.
c. Segala bentuk proteksi, subsidi dan kemudahan-kemudahan lainnya
yang diberikan oleh pemerintah kepada usaha menengah besar harus
dihilangkan sehingga cara alamiah akan menyeleksi “hanya yang baik
yang dapat terus bertahan dan maju tanpa fasilitas-fasilitas
pemerintah”.
d. Ekonomi rakyat harus dapat menghasilkan nilai tambah yang sebesar-
besarnya. Untuk itu mekanisme pasar ekonomi rakyat harus berjalan
dengan baik. Ini hanya dapat terjadi jika mekanisme pasar ekonomi
menengah besar juga berjalan dengan baik.
e. Pembangunan ekonomi rakyat harus lintas sektoral: pertanian,
perikanan, kehutanan, industri, perdagangan dan jasa.
-
40
Untuk keluar dari lingkaran setan kemiskinan, struktur perekonomian
nasional harus berbasis usaha skala kecil dan menengah. Usaha skala tersebut
sudah terbukti bahwa selama dilanda krisis sejak 1997/1998 berhasil menciptakan
kesempatan kerja sehingga pengangguran dan kemiskinan tidak bertambah parah
lagi. Usaha ini juga tidak boros menghabiskan devisa negara dan lebih dari itu
mereka tidak menyusahkan rakyat karena hutang macetnya sangat kecil sehingga
tidak perlu di bail out oleh pemerintah atas beban rakyat.
Buku ini menawarkan solusi bahwa tatanan perekonomian nasional harus
diubah total dengan menjadikan kedaulatan rakyat sebagai basis ekonomi. Buku
ini memberikan pemahaman kepada penulis bahwa rakyat sebagai pelaku
ekonomi harus berdaulat. Proses pembangunn ekonomi itu harus dimulai dari
sektor usaha mikro, koperasi, kecil dan menengah.
Buku keempat yang berjudul Perekonomian Indonesia Tantangan dan
Harapan Bagi Kebangkitan Ekonomi Indonesia (2002) karya Faisal Basri. Buku
ini mengungkapkan bahwa proses pembangunan tidak saja menuntut adanya
pertumbuhan, tetapi juga perubahan-perubahan di berbagai bidang kehidupan
yang sejalan dengan aspirasi masyarakat yang terus berkembang. Pembangunan
tanpa menghasilkan expansion of freedom nyata-nyata telah mengakibatkan
terjadinya pemusatan kemakmuran, bukan penyebaran kemakmuran yang
berkeadilan. Keseimbangan, keselarasan, dan keserasian derap maju tidak saja
dituntut dari berbagai bidang kehidupan. Melainkan juga di dalam aspek-aspek
ekonomi itu sendiri. Hanya dengan begitu akan terbentuk suatu landasan yang
kokoh bagi kesinambungan pembangunan jangka panjang yang berkeadilan.
-
41
Salah satu prinsip yang mendasari agenda pemberdayaan ekonomi rakyat
adalah pengalaman pahit yang dialami oleh UKM di masa lalu. Sepanjang
pemerintah Orde baru, usaha-usaha besar sangat diberikan keleluasaan dalam
berbagai hal, termasuk dalam penyaluran kredit. Menurut para pendukung
argumen ini, kinilah giliran UKM dan koperasi, karena jelas-jelas usaha besarlah
yang telah membangkrutkan perekonomian Indonesia; sedangkan UKM dan
koperasi yang justru selama ini dikesampingkan oleh kebijakan-kebijakan Orde
baru bisa bertahan.
Seperempat abad silam, pada paruh pertama dekade 1970-an, persoalan
kesenjangan tingkat kesejahteraan pada umumnya dan kesenjangan usaha besar-
kecil telah menjadi perdebatan sengit dan berkepanjangan. Ketika itu, para
teknokrat di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto yakin betul bahwa
pemerataan lambat laun akan terwujud dengan sendirinya. Dilain pihak, para
pengkritiknya, termasuk Bung Hatta, sudah melihat ekses-ekses yang begitu kasat
mata dari penerapan strategi tersebut. Peristiwa Malari menghentikan
perbincangan itu. Sejumlah pengkritik dari kalangan kampus dipenjara karena
dituduh sebagai pemicu kerusuhan masal. Itulah harga yang harus dibayar untuk
berbagai perubahan yang akhirnya dilakukan pemerintah pasca-Malari.
Pemerintah memperkenalkan sejumlah program Inpres yang sarat bernuansa
pemerataan. Impor mobil mewah dilarang. Ketentuan tentang pola hidup
sederhana bagi para pejabat diberlakukan, yang sebetulnya sampai sekarang
belum dicabut.
-
42
Untuk memajukan usaha kecil-menengah tidak cukup dengan kemitraan,
apalagi dengan sekadar menunggu uluran tangan dari pengusaha besar seperti
inisiatif kelompok Jimbaran. Demikian pula dengan cara-cara yang ditempuh
pemerintah lewat keterlibatan yayasan swasta yang mengentaskan produk miskin.
Tidak salah kalau orang bertanya mengapa persoalan-persoalan besar yang
dihadapi bangsa ini lebih banyak diatasi dengan cara-cara seperti Gerakan
Nasional Kemitraan Usaha. Padahal, kita telah memiliki Undang-Undang Usaha
Kecil yang didalamnya mencantumkan tentang kemitraan. Akan tetapi sangat sulit
untuk menjabarkan kemitraan dari Undang-undang Usaha Kecil, karena hampir
semua undang-undang kita lebih bersifat simbolis sehingga sulit
dioperasionalisasikan.
Meskipun demikian, saat ini industri rumah tangga, UKM dan koperasi
tidak seterpuruk usaha besar, alasannya adalah:
1. Pertama, sebagian besar usaha kecil menghasilkan barang-barang
konsumsi (consumer goods), khususnya yang tidak tahan lama.
Kelompok barang ini dicirikan oleh permintaan terhadap perubahan
pendapatan (Income elasticity of demand) yang relatif rendah.
Artinya, seandainya terjadi peningkatan pendapatan masyarakat,
permintaan atas kelompok barang ini tidak akan meningkat banyak;
sebaliknya jika pendapatan masyarakat merosot sebagai akibat dari
krisis sebagaimana yang terjadinya dalam dua tahun terakhir ini,
maka permintaan tidak akan banyak berkurang. Dengan demikian
secara rata-rata tingkat kemunduran usaha kecil tidak separah yang
-
43
dialami oleh kebanyakan usaha besar, terutama usaha yang selama
ini bisa bertahan karena topangan proteksi, fasilitas istimewa, dan
praktik-praktik KKN lainnya.
2. Kedua, mayoritas usaha kecil lebih mengandalkan pada non-
banking financing dalam aspek pendanaan usaha. Hal ini terjadi
karena akses usaha kecil pada fasilitas perbankan sangat terbatas.
Maka, bisa dipahami kalau di tengah keterpurukan sektor
perbankan justru usaha kecil tidak banyak terpengaruh. Oleh
karena itu, jangan sampai kebijakan pemerintah terlalu
mengedepankan aspek pendanaan usaha kecil dengan beragam
paket kredit murah yang disubsidi, mengingat bisa saja langkah
demikian justru merupakan usaha menggali liang kubur bagi
pengusaha kecil. Jangan sampai pula, pemberian kredit murah lebih
merupakan komoditi politik bagi keuntungan segelintir orang atau
kelompok-kelompok tertentu saja.
3. Ketiga, pada umumnya usaha kecil melakukan spesialisasi
produksi yang ketat, dalam artian hanya memproduksi barang atau
jasa tertentu saja (kebalikan dari konglomerasi). Modal yang
terbatas menjadi salah satu faktor yang melatarbelakanginya. Di
lain pihak, mengingat struktur pasar yang mereka hadapi mengarah
pada persaingan sempurna (banyak produsen dan banyak
konsumen), tingkat persaingan sangatlah ketat. Akhirnya, yang
bangkrut atau keluar dari arena usaha relatif banyak, namun pemain
-
44
baru yang masuk pun cukup banyak pula, sehingga secara neto
jumlah pelaku tidak akan mengalami pengurangan yang berarti.
Spesialisasi dan struktur pasar persaingan sempurna inilah yang
membuat usaha kecil cenderung lebih fleksibel dalam memilih dan
berganti jenis usaha, apalagi mengingat bahwa usaha kecil tidak
membutuhkan kecanggihan teknologi dan kualitas sumber daya
manusia yang tinggi.
4. Keempat, terbentuknya usaha-usaha kecil, terutama di sektor
informal, sebagai akibat dari banyaknya pemutusan hubungan kerja
di sektor formal, akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan.
Banyaknya unit usaha baru di sektor informal ini pada akhirnya
membuat tidak terjadinya penurunan jumlah UKM dan koperasi,
bahkan sangat mungkin mengalami peningkatan.
Agar permasalahan usaha kecil dan menengah bisa ditempatkan di dalam
kerangka utuh bagi terwujudnya suatu pembaruan ekonomi yang mendasar, maka
diperlukan suatu landasan pijak yang kokoh dan kerangka pemikiran
komprehensif yang memayunginya. Dengan cara ini, diharapkan ditemukan dan
dikenali sumber-sumber permasalahan yang sebenarnya, sehingga cara-cara
penyelesaiannya pun lebih terstruktur. Dari kerangka konseptual di bagian muka,
menjadi jelas kiranya di mana posisi Usaha Kecil Menengah (UKM) di dalam
kancah pembangunan ekonomi. UKM tidak lain adalah sekelompok aktor yang
bersama-sama dengan usaha besar menggerakkan roda produksi.
-
45
Pemberdayaan ekonomi rakyat pada dasarnya merupakan manifestasi dari
tuntunan pembangunan ekonomi yang berlandaskan kepada nilai-nilai demokrasi
yang universal, yaitu menjadikan manusia sebagai subjek pembangunan dengan
ekonomi sebagai titik tolaknya. Potensi yang ada pada rakyat harus mampu
dikuakkan, bukannya diperdayakan. Pembangunan bukan untuk menjadikan kota
sebagai pusat pertumbuhan dengan sosok modernisasi yang menyilaukan. Bukan
pula dengan menghasilkan kutub-kutub pertumbuhan yang bersifat enclave.
Pembangunan, oleh karena itu, merupakan ekspansi dari kebebasan. Industrialisasi
bukannya untuk menciptakan konglomerasi yang menekan industri kecil dan
industri rumah tangga bukan pula dengan menciptakan industri besar dengan
pemberian proteksi yang menyengsarakan konsumen, karena dengan ekonomi
rakyat kedaulatan konsumen harus ditegakkan.
Jadi, secara ringkas bisa dirumuskan bahwa pemberdayaan ekonomi rakyat
harus terwujud dalam dua sisi: pertama, perluasan basis aktor-aktor ekonomi
dalam proses produksi; dan kedua, penegakkan kedaulatan konsumen. Lagi-lagi,
disini tampak betapa dimensi kebebasan menjadi titik sentralnya. Berkaitan
dengan pemberdayaan ekonomi rakyat tersebut, hal lain yang kiranya juga perlu
dibahas adalah penataan kembali hubungan antara buruh dan pengusaha.
Dengan menelusuri jenis lapangan usahanya, kita akan mendapatkan
gambaran bahwa sebagian besar UKM itu berada di sektor pertanian, atau yang
terkait erat dengan sektor pertanian dan di sektor perdagangan eceran kecil.
Hampir semua usaha mereka tidak berbadan hukum, tergolong sektor informal,
dengan jumlah pekerja di bawah 10 orang. Mereka tentu tidak memiliki akses
-
46
perbankan, kecuali Bank Rakyat Indonesia (BRI). Hampir dapat dipastikan, tidak
satu pun dari mereka berurusan dengan BPPN.
Buku ini banyak memberikan pemahaman akan pentingnya sistem
ekonomi kerakyatan, apabila dihubungkan dengan masa pemerintahan Orde Baru
dan krisis ekonomi yang melanda Indonesia yang telah dimulai dari sejak
beberapa tahun yang lalu. Buku ini diharapkan akan sangat membantu penulis
dalam menganalisis latar belakang permasalahan pada bab empat.
Frans Husken,dkk (1997) dalam bukunya yang berjudul “Pembangunan
dan Kesejahteraan Sosial Indonesia Di Bawah Orde Baru”, buku ini membahas
tentang perkembangan perekonomian bangsa kita, saat masih dibawah pimpinan
orde baru. Keberhasilan pemerintah dalam mengurangi kemiskinan banyak
berkaitan dengan strategi pembangunan yang dilaksanakan serta kebijakan dan
program pemerintah untuk mendukung pembangunan rural, khususnya dalam
sektor pertanian memberi dasar kuat bagi lapangan pekerjaan dan pendapatan
rural.
2.1.1.4 Produksi Tapai Singkong
Buku yang berjudul “Teknologi Pengawetan Makanan” yang ditulis oleh
Norman W. Desrosier (1988) menjelaskan mengenai dasar-dasar pengawetan
pangan dengan proses fermentasi. Fermentasi adalah suatu kegiatan penguraian
bahan-bahan karbohidrat. Pada proses fermentasi biasanya tidak menimbulkan
bau busuk dan biasanya menghasilkan gas karbondioksida. Suatu fermentasi yang
-
47
busuk biasanya adalah karena fermentasi tersebut mengalami kontaminasi,
fermentasi yang normal adalah perubahan karbohidrat menjadi asam.
Dalam proses fermentasi singkong, ragi yang digunakan adalah jenis
khamir. Khamir adalah pengubah aldehid menjadi alkohol yang paling efisien.
Banyak spesies-spesies bakteri, khamir dan jamur yang mampu menghasilkan
alkohol. Khamir, saccharomyces ellipsoideus, merupakan organisme yang penting
dalam industri alkohol.
Awalnya penulis akan menggunakan buku ini sebagai pengantar untuk
memahami bagaimana proses fermentasi dilihat secara teknologi untuk membuat
tapai singkong. Akan tetapi setelah dipelajari lebih lanjut buku ini tidak
menjelaskan tentang proses fermentasi tapai singkong dengan menggunakan ragi
khamir secara mendetail sehingga kurang memberikan kontribusi dalam
penyusunan skripsi ini.
2.1.2 Penelitian yang Sudah Ada
Sumber lain yang akan penulis gunakan sebagai kelengkapan sumber
adalah laporan hasil penelitian yang disusun oleh Mariko Arata, yang berjudul
“Tapai Singkong dan Tapai Ketan di Daerah Jawa Barat. Produksi, Pemasaran,
Konsumsi dan Nilai Budayanya” (2007). Sesuai dengan judul penelitiannya, tapai
yang dikaji dalam tentative final report ini tidak hanya menjelaskan tentang
pembuatan tapai singkong, tapi juga tapai ketan yang berasal dari Kuningan.
Penelitian ini merupakan sebagian dari penelitian kerjasama dengan Dr.
-
48
KANEKO, Masanori yang berjudul “The Change of Food Culture in Indonesia ---
with a case study of the Fermented Cassava / Rice (Tape/Tapai)”.
Penulis menggunakan laporan ini sebagai pengantar dalam melihat
bagaimana proses pembuatan tapai singkong, mengetahui jenis tapai dan
olahannya yang dipasarkan serta pola pemasarannya yang kebetulan mengambil
lokasi penelitian yang sama, yaitu di Kecamatan Cimenyan.
Walaupun mengambil sebagian tempat penelitian sama dengan penulis
yaitu di daerah Cimenyan, namun hal yang membedakan penelitian penulis
dengan Mariko Arata adalah fokus kajiannya, Mariko Arata selain pada proses
produksi, pemasaran, konsumsi juga menjelaskan tentang nilai budayanya.
Sedangkan penelitian yang akan penulis lakukan lebih luas lagi cakupannya yaitu
mencakup juga kepada aspek sosial ekonomi dan melihat sejauh mana kontribusi
adanya industri rumah tangga ini bagi masyarakat sekitar.
2.1.3 Sumber Internet
2.1.3.1 Industri Rumah Tangga
Artikel pertama yang dijadikan sumber referensi dalam membahas
mengenai perkembangan industri rumah tangga adalah Dinamika Industri di
Indonesia (2008) yang ditulis oleh Pitra Octalia, S.Pd. Pertama-tama dalam artikel
ini dibahas tentang pengertian industri yang dikemukakan oleh Idris Abdurachmat
sebagai berikut :
Definisi industri mengandung pengertian luas dan sempit. Dalam arti luas Industri mencakup pengertian semua kegiatan di bidang ekonomi yang produktif. Sedangkan industri dalam arti sempit meliputi segala usaha dan kegiatan yang sifatnya mengubah
-
49
dan mengolah bahan mentah menjadi bahan jadi atau setengah jadi. (Idris Abdurachmat, 1983:2).
Jenis-jenis industri, jumlah, dan macamnya berbeda-beda di setiap daerah
atau negara bergantung pada sumber daya yang tersedia. Abdurachmat (1989:5)
mengemukakan bahwa di Indonesia, macam-macam usaha dibagi ke dalam empat
golongan, yaitu:
a. Berdasarkan luas dan kompleksitas kegiatan pengorganisasiannya: Industri
besar (big industrie), dan Industri kecil (small scale industrie).
b. Berdasarkan jumlah dan besarnya kebutuhan bahan mentah, sifat produksi
dan penggunaan mesin-mesin: Industri berat, Industri ringan.
c. Berdasarkan sifat bahan mentah dan sifat produksi, industri terbagi atas:
Industri primer, Industri sekunder.
d. Berdasarkan tempat kegiatan dan proses pengolahan serta penggunaan alat,
antara lain industri rumah, industri yang menggunakan tangan dan industri
yang menggunakan mesin.
Industri juga dibagi ke dalam beberapa jenis :
a. Industri Ekstraktif
Yaitu industri yang bahannya langsung diambil dari alam, seperti industri
pertambangan dan pertanian.
b. Industri nonekstraktif
Yaitu industri yang bahan bakunya berasal dari hasil-hasil pengolahan dari
industri yang lain.
-
50
c. Industri fasilitatif
Yaitu industri yang bergerak di bidang jasa, seperti industri perdagangan,
perbankan, transportasi, dan komunikasi.
Klasifikasi industri berdasarkan tenaga kerja menurut BPS (Jakarta: 1994)
terdiri dari:
a. Industri besar, yakni industri dengan jumlah tenaga kerja 100 orang atau lebih.
b. Industri sedang, yakni industri dengan jumlah tenaga kerja 20 – 99 orang atau
lebih.
c. Industri kecil, yakni industri dengan jumlah tenaga kerja 5 – 19 orang.
d. Industri rumah tangga, yakni industri dengan jumlah tenaga kerja 1 – 4 orang.
Artikel ini juga menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan
industri. Karena berdirinya suatu industri di suatu tempat tidak terlepas dari
faktor-faktor ekonomi, historis, manusia, politis, dan geografis. untuk
meningkatkan usaha dan kegiatan industri diperlukan beberapa faktor. Ada empat
faktor yang mempengaruhi usaha dan kegiatan industri, yaitu:
a. Faktor Sumber Daya Alam: bahan mentah, sumber energi, penyediaan air,
iklim dan bentuk lahan.
b. Faktor Sumber Daya Manusia: penyediaan tenaga kerja, keterampilan dan
kemampuan teknologi, kemampuan berorganisasi.
c. Faktor ekonomi: pemasaran, transportasi, modal, nilai dan harga tanah.
d. Faktor kebijaksanaan pemerintah.
-
51
Kekurangan artikel ini adalah tidak dijelaskan secara mendalam tentang
seluk-beluk industri rumah tangga itu sendiri, apa perbedaan dan persamaan dari
tiap-tiap jenis industri yang dikemukakan di atas. Walaupun banyak materi yang
dikemukakan adalah untuk jenis industri secara umum, tetapi hal itu sangat
membantu penulis dalam memahami bahwa industri merupakan salah satu bentuk
kegiatan manusia yang paling penting.
Artikel yang dijadikan sebagai sumber referensi kedua adalah artikel yang
ditulis oleh Suzan Dwi Selawati yang berjudul Home Industri dan Koperasi;
Mutualisme Dua Kegiatan Ekonomi Sebagai Langkah Awal untuk Mengentaskan
Kemiskinan (2007). Pada pemaparan pertama artikel ini membahas mengenai
pengertian home industri yaitu, home berarti rumah, tempat tinggal, ataupun
kampung halaman. Sedangkan industri (berdasarkan Kamus Ilmiah Populer yang
diterbitkan oleh ARKOLA Surabaya) dapat diartikan sebagai kerajinan, usaha
produk barang dan perusahaan. Jadi Home Industry adalah rumah usaha produk
barang atau juga perusahaan kecil.
Home Industry dapat dikatakan sebagai perusahaan kecil karena jenis
kegiatan ekonomi ini dipusatkan di rumah. Pengertian usaha kecil secara jelas
tercantum dalam UU No. 9 Tahun 1995, yang menyebutkan bahwa usaha kecil
adalah usaha dengan kekayaan bersih paling banyak Rp.200 juta (tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha) dengan hasil penjualan tahunan paling banyak
Rp 1.000.000.000. Kriteria lainnya dalam UU No. 9 Tahun 1995 adalah: milik
WNI, berdiri sendiri, berafiliasi langsung atau tidak langsung dengan usaha
-
52
menengah atau besar dan berbentuk badan usaha perorangan, baik berbadan
hukum maupun tidak.
Dalam artikel ini juga dibahas mengenai pelaku industri rumah tangga
yaitu keluarga sendiri ataupun salah satu dari anggota keluarga yang mengajak
beberapa orang sebagai karyawan yang berdomisili tidak jauh dari rumah
produksi tersebut untuk melakukan kegiatan ekonomi yang berbasis di rumah.
Industri rumah tangga juga pada umumnya merupakan usaha keluarga yang turun
menurun dengan skala yang tidak terlalu besar, namun kegiatan ekonomi ini
secara tidak langsung membuka lapangan pekerjaan untuk sanak saudara ataupun
tetangga di kampung halamannya.
Artikel ini memberikan kontribusi dalam penulisan peneliti dalam melihat
sudut pandang mengenai keberadaan industri rumah tangga yang dianggap kecil
dan tidak berguna ternyata mampu memberikan perubahan yang lebih baik bagi
kehidupan masyarakat sekitar. Namun isi dari artikel ini kurang membahas secara
mendalam mengenai seberapa besar pencapaian kesuksesan yang dapat diraih oleh
masyarakat yang berkecimpung di bidang industri rumah tangga ini.
Artikel ketiga berjudul Manajemen Produksi dan Industri Kecil yang
ditulis oleh Sofa dalam blog wordpressnya. Beliau menyatakan bahwa
Manajemen merupakan ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan sumber
daya manusia dan non manusia dalam rangka mencapai tujuan tertentu. llmu
teknik manajemen didasari oleh konsep bahan tugas manager (orang yang
melaksanakan manajemen) yaitu untuk merancang dan mendukung pelaksanaan
pekerjaan individu pada saat kelompok, dalam rangka mencapai tujuan yang telah
-
53
ditetapkan sebelumnya. Manajemen semakin dibutuhkan setelah adanya
pemisahan antara Rumah Tangga Kunsumen (RTK) dan Rumah Tangga Produsen
(RTP), dalam hal ini adalah dua pihak yang paling membutuhkan, di mana
konsumen dapat memenuhi kebutuhannya dengan berbagai jenis barang yang
disediakan produsen, dan produsen dapat menjual barang-barangnya yang betul-
betul dibutuhkan konsumen sesuai dengan selera, mode dan daya belinya.
Manajemen produksi merupakan proses manajemen yang diterapkan
dalam bidang produksi. Proses manajemen produksi adalah penggabungan seluruh
aspek yang terdiri dari produk, pabrik, proses, program dan manusia. Fungsi
manajemen yang paling mendasar yaitu adanya perencanaan, pengorganisasian,
penempatan Sumber Daya Manusia (Staffing), pemberian motivasi dan fungsi
yang terakhir adalah kegiatan pengawasan yang mutlak harus dilakukan oleh
setiap organisasi atau perusahaan.
Artikel ini banyak memberikan kontribusi bagi penulis dalam memahami
sistem produksi, perencanaan produksi, sistem pemasaran dan pengembangan
usaha. Sistem produksi dalam artikel ini diartikan sebagai sekumpulan sub-sistem
yang terdiri dari pengambilan keputusan, kegiatan, pembatasan, pengendalian dan
rencana yang memungkinkan berlangsungnya perubahan input menjadi output
melalui proses produksi. Kekurangan artikel ini adalah tidak membahas tentang
manajemen industri rumah tangga tetapi lebih ke industri kecil.
2.1.3.2 Kewiraswastaan
Artikel yang berjudul Kewiraswastaan Memotivasi Perubahan Berpikir
(2007) ini ditulis oleh seseorang yang menggunakan nama pena Suaraatr1938.
-
54
Penulis artikel ini berusaha menyamakan persepsi tentang konsep kewirausahaan
yang salah satunya dia ambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “orang
yang pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi
baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta
mengatur permodalan operasinya”. Dalam teori ilmu ekonomi, wirausahawan
ialah seseorang yang berusaha, mengambil inisiatif atau memulai dengan, dan
mengusahakan suatu perusahaan. Menurut kebiasaan, istilah ini berarti seseorang
yang mengusahakan suatu perusahaan dagang berukuran kecil, seperti seorang
petani atau pedagang eceran, seorang pemilik perusahaan. Orang-orang yang
bertanggung jawab karena mengambil inisiatif untuk memperkembangkan atau
menjalankan dan mengendalikan suatu organisasi perdagangan. Mereka itu
menanggung resiko dan ketidaktentuan. Jika berhasil mereka mendapatkan
keuntungan; jika tidak berhasil mereka memikul kerugian.
Bertitik tolak dari pemahaman yang diungkapkan diatas, maka seorang
Wiraswastawan (entrepreneur) itu dapat kita rumuskan kedalam kreteria sebagai
berikut :
1. Memiliki visi memaksimumkan peluang-peluang masa depan.
2. Memiliki komitmen, kolaborasi dan komunikasi.
3. Memiliki kesiapan menghadapi tantangan dan resiko yang dihadapi.
4. Memiliki kemampuan menuangkan kedalam rencana jangka pendek,
menengah dan panjang.
5. Memiliki keinginan untuk mengembangkan diri secara berkelanjutan.
6. Memiliki keinginan untuk mengembangkan para kader bukan pekerja
semata.
-
55
7. Memiliki kemampuan kreativitas individu dan kelompok.
8. Memiliki kemampuan kreatip menjadi inovatif.
9. Memiliki kemampuan untuk memanfaatkan teknologi informasi.
10. Memiliki kemampuan berpikir antisipatif.
Berdasarkan kriteria tersebut diatas, maka yang dimaksudkan dengan
Kewiraswastaan adalah seseorang yang mampu mengaktualisasikan visi merebut
peluang masa depan secara profesional (kolaborasi, komitmen, komunikasi)
berdasarkan kreatif menjadi inovatif organisasi dengan memanfaatkan teknologi
informasi dengan berpikir antisipatif. Artikel ini cukup memberikan kontribusi
kepada penulis dalam memahami konsep kewirausahaan serta mengetahui kriteria
seorang wiraswasta.
2.1.3.3 Ekonomi Kerakyatan
Artikel yang diambil dari sumber internet tentang ekonomi kerakyatan
berjudul Ekonomi Kerakyatan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat: Suatu Kajian
Konseptual (2002). Artikel ini ditulis oleh Fredrik Benu, dia mengatakan bahwa
untuk memahami makna kata ‘rakyat’ secara utuh, kita harus sampai pada
pemahaman bahwa rakyat sendiri bukanlah sesuatu obyek yang bisa ‘ditangkap’
untuk diamati secara visual, khususnya dalam kaitan dengan pembangunan
ekonomi. Kata rakyat merupakan suatu konsep yang abstrak dan tidak dapat
di’tangkap’ untuk diamati perubahan visual ekonominya. Kata rakyat baru
bermakna secara visual jika yang diamati adalah individualitas dari rakyat
(Asy’arie, 2001). Ibarat kata ‘binatang’, kita tidak bisa menangkap binatang untuk
mengatakan gemuk atau kurus, kecuali binatang itu adalah misalnya seekor tikus.
-
56
Dainy Tara (2001) dalam artikel ini membuat perbedaan yang tegas antara
“ekonomi rakyat” dengan “ekonomi kerakyatan”. Menurutnya, ekonomi rakyat
adalah satuan (usaha) yang mendominasi ragaan perekonomian rakyat. Sedangkan
ekonomi kerakyatan lebih merupakan kata sifat, yakni upaya memberdayakan
(kelompok atau satuan) ekonomi yang mendominasi struktur dunia usaha. Dalam
ruang Indonesia, maka kata rakyat dalam konteks ilmu ekonomi selayaknya
diterjemahkan sebagai kesatuan besar individu aktor ekonomi dengan jenis
kegiatan usaha berskala kecil dalam permodalannya, sarana teknologi produksi
yang sederhana, manajemen usaha yang belum bersistem, dan bentuk kepemilikan
usaha secara pribadi. Karena kelompok usaha dengan karakteristik seperti inilah
yang mendominasi struktur dunia usaha di Indonesia.
Kegagalan kebijakan pembangunan ekonomi nasional masa orde baru
dengan keberpihakan yang berlebihan terhadap kelompok pengusaha besar perlu
diubah. Sudah saatnya dan cukup adil jika pengusaha kecil-menengah dan
bangun usaha koperasi mendapat kesempatan secara ekonomi untuk berkembang
sekaligus mengejar ketertinggalan yang selama ini mewarnai buruknya tampilan
struktur ekonomi nasional.
Nampaknya kita semua berada pada pilihan yang dilematis. Mau
meninggalkan mekanisme pasar dalam sistem ekonomi nasional, kita masih ragu-
ragu, karena pengalaman keberhasilan pembangunan ekonomi negara-negara
maju saat ini selalu merujuk pada bekerjanya mekanisme pasar. Mau merujuk
pada bekerja suatu mekanisme yang baru (apapun namanya), dalam prakteknya
belum ada satu negarapun yang cukup berpengalaman serta yang paling penting
-
57
menunjukkan keberhasilan nyata, bahkan kita sendiri belum berpengalaman.
Sebenarnya keragu-raguan ini tidak perlu terjadi, jika kita semua jernih melihat
dan jujur untuk mengakui bahwa kegagalan-kegagalan pembangunan ekonomi
nasional selama ini terjadi bukan disebabkan oleh karena ketidakmampuan
mekanisme pasar mendukung keberhasilan pembangunan ekonomi nasional,
tetapi lebih disebabkan karena pasar sendiri tidak diberi kesempatan untuk bekerja
secara baik. Bentuk campur tangan pemerintah (orde baru) yang seharusya
diarahkan untuk menjamin bekerjanya mekanisme pasar guna mendukung
keberhasilan pembangunan ekonomi nasional, ternyata dalam prakteknya lebih
diarahkan pada keberpihakan yang berlebihan pada pengusaha besar
(konglomerat) dalam bentuk insentif maupun rezim proteksi yang ekstrim.
Jadi yang salah selama ini bukan mekanisme pasar, tetapi kurang adanya
affirmative action yang jelas oleh pemerintah demi menjamin bekerjanya
mekanisme pasar. Yang disebut dengan affirmative action seharusnya lebih
ditujukkan pada disadvantage group (sebagian besar rakyat kecil), bukan
sebaliknya pada konglomerat.
Semua pihak perlu mendukung affirmative action policy pada usaha kecil-
menengah dan koperasi yang diambil oleh pemerintah sesuai dengan tuntutan
TAP MPR. Pembangunan harus dikembangkan dengan berbasiskan ekonomi
domestik (bila perlu pada daerah kabupaten/kota) dengan tingkat kemandirian
yang tinggi, kepercayaan diri dan kesetaraan, meluasnya kesempatan berusaha dan
pendapatan, partisipatif, adanya persaingan yang sehat, keterbukaan/demokratis,
dan pemerataan yang berkeadilan. Semua ini merupakan ciri-ciri dari Ekonomi
-
58
Kerakyatan yang kita tuju bersama (Prawirokusumo, 2001).
Fedrik Benu kembali menegaskan bahwa ekonomi kerakyatan tidak bisa
hanya sekedar komitmen politik untuk merubah kecenderungan dalam sistem
ekonomi orde baru yang amat membela kaum pengusaha besar khususnya para
konglomerat. Perubahan itu hendaknya dilaksanakan dengan benar-benar
memberi perhatian utama kepada rakyat kecil lewat program-program operasional
yang nyata dan mampu merangsang kegiatan ekonomi produktif di tingkat rakyat
sekaligus memupuk jiwa kewirausahaan. Selanjutnya, pemerintah harus
mempunyai ancangan yang pasti tentang kapan seharusnya pemerintah
mengurangi bentuk campur tangan dalam affirmative action policy-nya, untuk
mendorong ekonomi kerakyatan berkembang secara sehat. Oleh karena itu,
diperlukan adanya kajian ekonomi yang akurat tentang timing dan process di
mana pemerintah harus mengurangi bentuk keberpihakannya pada usaha kecil-
menengah dan koperasi dalam pembangunan ekonomi rakyat. Permasalahan
umum yang dihadapi oleh UKM dan Koperasi adalah: keterbatasan akses terhadap
sumber-sumber pembiayaan dan permodalan, keterbatasan penguasaan teknologi
dan informasi, keterbatasan akses pasar, keterbatasan organisasi dan
pengelolaannya (Asy’arie, 2001).
Artikel ini sangat membantu penulis dalam memahami konsep ekonomi
kerakyatan dan konsep pengembangan ekonomi kerakyatan harus diterjemahkan
dalam bentuk program operasional berbasiskan ekonomi domestik pada tingkat
kabupaten dan kota dengan tingkat kemandirian yang tinggi. Namun demikian
perlu ditegaskan bahwa pengembangan ekonomi kerakyatan pada era otonomisasi
-
59
saat ini tidak harus diterjemahkan dalam perspektif territorial. Tapi sebaiknya
dikembangkan dalam perspektif “regionalisasi” di mana di dalamnya terintegrasi
kesatuan potensi, keunggulan, peluang, dan karakter sosial budaya.
2.2 Landasan Teoritis
2.2.1 Perubahan Sosial
Setiap masyarakat dalam hidupnya pasti mengalami perubahan. Karena
perubahan merupakan sesuatu yang amat melekat dalam diri manusia, baik itu
secara individu, kelompok, masyarakat maupun sistem yang ada dalam keseharian
manusia. Perubahan-perubahan hanya akan dapat ditemukan oleh seseorang
yang sempat meneliti susunan dan kehidupan suatu masyarakat pada suatu
waktu dan membandingkannya dengan susunan dan kehidupan masyarakat
tersebut pada waktu lampau. Perubahan-perubahan bukanlah semata-mata
berarti suatu kemajuan (progress) namun dapat pula berarti kemunduran dari
bidang-bidang tertentu. Hakikat manusia yang selalu dinamis membawa
manusia kepada sesuatu yang baru dalam kehidupannya, sehingga akan
berimplikasi kepada adanya suatu perubahan ataupun pergantian dalam unsur-
unsur tersebut.
2.2.1.1 Pengertian Perubahan Sosial
Perubahan sosial adalah perubahan dalam hubungan interaksi antar orang,
organisasi atau komunitas. Ia dapat menyangkut “struktur sosial” atau “pola nilai
dan norma” serta “peranan”. Unsur “ajar” adalah suatu alat penting dalam
perubahan sosial, karena mendidik umumnya diartikan sebagai merubah sikap,
-
60
nilai dan norma seseorang atau satu kelompok. Cara yang paling sederhana untuk
mengerti perubahan sosial dan kebudayaan ialah dengan membuat rekapitulasi
dari semua perubahan yang terjadi dalam masyarakat sebelumnya (Davis dalam
Sajogyo, 1985:120).
Perubahan sosial menurut Selo Sumardjan adalah perubahan-perubahan
pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang
mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai sikap-sikap
pola-pola perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Tekanan pada
definisi tersebut terletak pada lembaga-lembaga kemasyarakatan sebagai
himpunan pokok manusia, yang kemudian mempengaruhi segi-segi struktur
masyarakat lainnya (Soekanto, 2006:263).
Soerjono Soekanto dengan merujuk pada Ogburn dalam memberikan arti
perubahan sosial adalah memberikan tekanan akan pentingnya pembangunan pada
gejala-gejala sosial yang dihubungkan dengan suatu proses yaitu pertumbuhan dan
perkembangan teknologi, pertumbuhan dan perkembangan manusia dalam
mengendalikan alam (Saripudin, 2005: 132).
Kingsley Davis mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-
perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Misalnya,
timbulnya pengorganisasian buruh dalam masyarakat kapitalis telah
menyebabkan perubahan-perubahan dalam hubungan antara buruh dengan
majikan dan seterusnya menyebabkan perubahan-perubahan dalam organisasi
dan politik (Soekanto, 2006:262).
-
61
William F. Ogburn mengemukakan bahwa perubahan-perubahan sosial
meliputi unsur-unsur kebudayaan baik material maupun yang immaterial, yang
ditekankan adalah pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material terhadap
unsur-unsur immaterial (Saripudin, 2005: 132). Dari beberapa pendapat ahli ilmu
sosial yang dikutip, dapat disinkronkan pendapat mereka tentang perubahan
sosial, yaitu suatu proses perubahan, modifikasi, atau penyesuaian-penyesuaian
yang terjadi dalam pola hidup masyarakat, yang mencakup nilai-nilai budaya, pola
perilaku kelompok masyarakat, hubungan-hubungan sosial ekonomi, serta
kelembagaan-kelembagaan masyarakat, baik dalam aspek kehidupan material
maupun nonmaterial.
Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sosial dan kebudayaan pada
umumnya bisa disebabkan oleh:
faktor dari dalam masyarakat itu sendiri, antara lain faktor bertambah atau berkurangnya penduduk, penemuan-penemuan baru, pertentangan dalam masyarakat, revolusi dalam masyarakat. Adapula sebab-sebab perubahan sosial yang datang dari luar yaitu pengaruh dari masyarakat lain atau dari alam sekitarnya, antara lain dari gempa bumi, banjir, taufan, peperangan dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain. Dalam hal ini perubahan sosial dari suatu masyarakat terjadi karena kebudayaan masyarakat lain melancarkan pengaruhnya (Sajogyo, 1985: 121). Menurut Schoorl yang dikutip Jefta Leibo dalam Saripudin (2005:133-
134), ada empat kategori orang atau kelompok yang terbuka untuk suatu
perubahan, yaitu:
1. Mereka yang tidak menyetujui keadaan
yaitu mereka yang selalu menolak untuk mengikuti kebiasaan
tertentu walaupun itu mungkin dalam hati saja. Ini disebabkan
karena pendidikan atau keyakinan-keyakinan tertentu.
2. Mereka yang acuh tak acuh
-
62
adalah mereka yang tidak atau belum mengikuti kebiasaan tertentu
atau tidak merasa terikat olehnya. Misalnya kaum muda yang
belum sepenuhnya terlibat dalam kebiasaan-kebiasaan baru sebagai
hasil dari perubahan (sifat masa bodoh). Atau orang-orang yang
tidak langsung terlibat di dalam kebiasaan tertentu karena mereka
tidak termasuk sub kultur di mana kebiasaan itu berlaku.
3. Mereka yang tidak puas
Mereka ini mula-mula mengikuti kebiasaan tertentu, tapi kemudian
menjadi terasing mungkin karena berkenalan dengan alternatif lain.
Di lingkungan penduduk desa, mereka itu terdapat diantara orang-
orang yang telah beberapa lama hidup di kota. Jadi telah
berkenalan dengan cara hidup lain.
4. Mereka yang mengandung rasa dendam.
Mereka ini sebenarnya setuju dengan keadaan masyarakat dan
kebudayaan yang ada, akan tetapi mereka tidak puas dengan
kedudukan mereka di dalamnya.
2.2.1.2 Bentuk-bentuk Perubahan Sosial
Dilihat dari segi bentuk-bentuk kejadiannya, maka perubahan sosial dapat
dibahas dalam tiga dimensi atau bentuk, yaitu: Perubahan sosial menurut
kecepatan prosesnya, ada yang berlangsung lambat (evolusi) dan ada yang cepat
(revolusi). Perubahan sosial menurut skala atau besar pengaruhnya terhadap
kehidupan masyarakat secara keseluruhan, ada yang pengaruhnya luas dan dalam,
serta ada yang pengaruhnya relatif kecil terhadap kehidupan masyarakat. Yang
ketiga, adalah perubahan sosial menurut proses terjadinya, ada yang direncanakan
(planned) atau dikehendaki, serta ada yang tidak direncanakan (unplanned).
-
63
Menurut kecepatan prosesnya, perubahan sosial dapat terjadi setelah
melalui proses perkembangan masyarakat yang panjang dan lama, atau disebut
juga dengan proses evolusi. Tetapi ada juga perubahan sosial yang berlangsung
begitu cepat yang disebut revolusi. Adapun menurut skala pengaruhnya terhadap
kehidupan masyarakat, ada perubahan sosial yang terjadi dan sekaligus
memberikan pengaruh yang luas dan dalam terhadap kehidupan masyarakat secara
keseluruhan. Namun sebaliknya ada pula perubahan sosial yang berskala kecil
dalam arti pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat secara keseluruhan relatif
kecil dan terbatas. Sementara itu menurut proses terjadinya, ada perubahan sosial
yang memang dari semula direncanakan atau dikehendaki. Misalnya dalam bentuk
program-program pembangunan sosial. Namun ada pula yang tidak dikehendaki
terjadinya atau tidak direncanakan.
2.2.1.3 Teori Perubahan Sosial
Dalam kelompok teori-teori perubahan sosial klasik terdapat beberapa
tokoh-tokoh sosiolog terkenal yakni August Comte, Karl Marx, Emile Durkheim,
Max Weber, Herbert Spencer, Oswald Spengler, Wilfred Pareto, dan Ferdinand
Tonnies. Pemikiran para sosiolog ini saling mempengaruhi satu sama lain,
walaupun terdapat pertentangan pendapat diantara mereka sendiri.
Teori yang digunakan peneliti adalah teori perubahan sosial menurut
Emile Durkheim, ia menekankan bahwa unsur lingkungan dan keturunan sebagai
pengikat sosial sehingga terbentuklah masyarakat dengan solidaritas mekanik dan
solidaritas organisatorik. Dengan makin majunya komunikasi dan transportasi
bentuk ikatan solidarits organik atau ikatan organisatorik makin meningkat.
-
64
Dalam bukunya “Pembagian Kerja dalam Masyarakat” (1893), Durkheim
meneliti bagaimana tatanan sosial dipertahankan dalam berbagai bentuk
masyarakat. Ia memusatkan perhatian pada pembagian kerja, dan meneliti
bagaimana hal itu berbeda dalam masyarakat tradisional dan masyarakat modern.
Ia berpendapat bahwa masyarakat-masyarakat tradisional bersifat ‘mekanis’ dan
dipersatukan oleh kenyataan bahwa setiap orang lebih kurang sama, dan
karenanya mempunyai banyak kesamaan di antara sesamanya. Dalam masyarakat
tradisional, kata Durkheim, kesadaran kolektif sepenuhnya mencakup kesadaran
individual – norma-norma sosial kuat dan perilaku sosial diatur dengan rapi.
Dalam masyarakat modern, demikian pendapatnya, pembagian kerja yang
sangat kompleks menghasilkan solidaritas 'organik'. Spesialisasi yang berbeda-
beda dalam bidang pekerjaan dan peranan sosial menciptakan ketergantungan
yang mengikat orang kepada sesamanya, karena mereka tidak lagi dapat
memenuhi seluruh kebutuhan mereka sendiri. Dalam masyarakat yang ‘mekanis’,
misalnya, para pengrajin tapai singkong hidup dalam masyarakat yang terjalin
bersama oleh warisan bersama dan pekerjaan yang sama. Dalam masyarakat
modern yang 'organik', para pekerja memperoleh gaji dan harus mengandalkan
orang lain yang mengkhususkan diri dalam produk-produk tertentu (bahan
makanan, pakaian, dan lain-lain) untuk memenuhi kebutuhan mereka. Akibat dari
pembagian kerja yang semakin rumit ini, demikian Durkheim, ialah bahwa
kesadaran individual berkembang dalam cara yang berbeda dari kesadaran
kolektif – seringkali malah berbenturan dengan kesadaran kolektif.
-
65
Perubahan sosial yang terjadi pada pengrajin tapai singkong dapat ditinjau
dari beberapa aspek, diantaranya dalam sistem kerja, gaya hidup, urbanisasi dan
lain-lain. Perubahan dalam sistem kerja terlihat sangat jelas. Jika sebelumnya
masyarakat bekerja pada sektor pertanian, waktu kerja dan pendapatan sangat
ditentukan oleh musim dan panen. Berbeda halnya dengan sektor perindustrian,
pendapatan sangat ditentukan oleh hasil pekerjaan mereka bisa memperoleh
penghasilan setiap waktu sesuai dengan hasil kerja yang telah dilakukan. Hal
tersebut menimbulkan perubahan gaya hidup mereka yang lebih konsumtif.
Perubahan lain yang terjadi oleh munculnya golongan baru seperti pengusaha,
pekerja dan masyarakat yang mencari pekerjaan lain selain pengrajin tapai
singkong dalam kegiatan usaha sehingga menimbulkan stratifikasi sosial yang
baru.
Salah satu komponen penting dalam perubahan sosial oleh keberadaan
perindustrian, khususnya IKM yang peranannya cukup besar dalam peningkatan
perekonomian masyarakat yang ada disekitarnya. Upaya untuk meningkatkan
kehidupan ekonomi Seseorang menurut David McClelland harus memiliki
dorongan (impulse) yang menyebabkan terjadinya pertumbuhan ekonomi dan
modernisasi perekonomian seseorang pengrajin akan meningkat apabila memiliki
sikap mental yang mau berfikir maju. David McClelland mengemukakan teori
n’Ach, yakni kebutuhan untuk meraih hasil atau prestasi. Dalam memenuhi
kebutuhan hidup seorang pengrajin tidak hanya menggantungkan dari upah yang
diterima saja, mereka juga harus melakukan inovasi-inovasi seperti mencari
pengetahuan baru atau memiliki pekerjaan tambahan.
-
66
2.2.2 Teori Motif Berprestasi
Motivasi berasal dari kata latin “MOVERE” yang berarti “DORONGAN”
atau daya penggerak. Motivasi ini hanya diberikan kepada manusia, khususnya
kepada para bawahan atau pengikut. Motivasi penting karena dengan motivasi ini
diharapkan setiap individu karyawan mau bekerja keras dan antusias untuk
bekerja keras dan antusias untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Drs. H.
Malayu S.P. Hasibuan mendefinisikan motivasi adalah pemberian daya penggerak
yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama,
bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai
kepuasan. (Hasibuan, 2003:95).
Teori motif berprestasi “n Ach” yang dilontarkan oleh McClelland
menyatakan bahwa penyebab suatu bangsa tidak maju adalah karena tidak
memiliki “n Ach”, need for Achievement. N Ach ini diibaratkan dengan virus
mental yang apabila terjadi pada diri seseorang cenderung akan menyebabkan
orang itu bertingkah laku secara giat. McClelland sebagaimana dijelaskan Stoner
(1994: 14-15) melihat adanya korelasi positif antara perilaku orang yang memiliki
motif prestasi tinggi dengan semangat kerja yang tinggi. Motif yang kuat untuk
berprestasi berhubungan dengan sejauh mana individu dimotivasi untuk
menjalankan tugas-tugasnya. Mereka yang mempunyai motif berprestasi (n Ach)
yang tinggi cenderung sangat dimotivasi oleh situasi kerja yang bersaing dan
penuh tantangan. Kemajuan ekonomi suatu bangsa oleh McClelland dapat
dijelaskan dengan tinggi rendahnya motif berprestasi pada bangsa tersebut.
-
67
Perkembangan ekonomi masyarakat yang memiliki motif prestasi tinggi akan
lebih pesat daripada perkembangan masyarakat dengan motif prestasi rendah.
Teori motivasi prestasi yang dikemukakan McClelland jika dihubungkan
dengan etos kerja seorang karyawan diperusahaan, menyatakan bahwa karyawan
mempunyai cadangan energi potensial. Bagaimana energi ini dilepaskan dan
digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi
serta peluang yang tersedia. Energi ini akan dimanfaatkan oleh karyawan karena
didorong oleh:
a. Kekuatan motif dan kebutuhan dasar yang terlibat
b. Harapan keberhasilannya
c. Nilai insentif yang terlekat pada tujuan.
David McClelland (1961:205) mengemukakan ciri perilaku kewirausahaan
yaitu keterampilan mengambil keputusan dan mengambil resiko yang moderat,
dan bukan atas kebetulan belaka, energik, khusus dalam berbagai kegiatan
inovatif, mengetahui hasil-hasil dari berbagai keputusan yang diambilnya, dengan
tolak ukur satuan uang sebagai indikator keberhasilan dan memiliki kemampuan
berorganisasi, meliputi kemampuan, kepemimpinan, dan manajerial. Para ahli
mengatakan bahwa seorang yang memiliki minat wirausaha karena adanya motif
tertentu, yaitu motif berprestasi (achievment motif). Motif berprestasi ialah suatu
nilai sosial yang menekankan pada hasrat untuk mencapai yang terbaik guna
mencapai kepuasan secara pribadi (Gede Angan Suhandana, 1980:05).
Teori motivasi sebenarnya pertama kali dikemukakan oleh Masslow
(1934). Ia mengemukakan hierarki kebutuhan yang berdasarkan motivasi.
-
68
Menurutnya, kebutuhan itu bertingkat sesuai dengan tingkat pemuasannya, yaitu
kebutuhan fisik (physiological needs), kebutuhan akan keamanan (security needs),
kebutuhan sosial (social needs), kebutuhan harga diri (esteem needs), dan
kebutuhan akan aktualisasi diri (self actualisation needs).
David McClelland (1971) mengelompokkan kebutuhan (needs) menjadi
tiga, yang dapat memotivasi gairah bekerja yakni: 1) Need for achievment
(n’Ach): the drive to excel, to achieve ini relation to a set of standard, to strive to
succed. 2) Need for power (n’Pow): the need to make other behave in a way that
they would not have behaved otherwise. 3) Need for aviliation (n’Aff): the desire
for friendly and close interpersonal relationship.
Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa kebutuhan berprestasi
wirausaha (n’Ach) terlihat dalam bentuk tindakan untuk melakukan sesuatu yang
lebih baik dan efisien dibanding sebelumnya. Wirausaha yang memiliki motif
berprestasi pada umumnya mempunyai ciri ingin mengatasi sendiri kesulitan-
kesulitan, persoalan-persoalan yang timbul pada dirinya, selalu memerlukan
umpan balik, berani menghadapi resiko dengan penuh perhitungan, menyukai
tantangan dan melihat tantangan secara seimbang (fifty-fifty).
Kebutuhan akan prestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi
semangat kerja seseorang. Karena itu n’Ach ini akan mendorong seseorang untuk
mengembangkan kreativitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi
yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang optimal. Karyawan akan
antusias untuk berprestasi tinggi asalkan kemungkinan untuk hal itu diberikan
kesempatan. Seseorang menyadari bahwa hanya dengan mencapai prestasi kerja
-
69
yang tinggi akan dapat memperoleh pendapatan yang besar. Dengan pendapatan
yang besar akhirnya ia dapat memiliki serta memenuhi kebutuhan hidupnya.
Salah satu kunci penting kewirausahaan yang ditunjukkan oleh pengrajin
tapai singkong untuk menghadapi perubahan dan mengatasi berbagai masalah,
baik dari permodalan, persaingan produk atau pun perluasan pemasaran. Untuk itu
diperlukan penerapan kreativitas, motivasi dan inovasi dalam memanfaatkan
peluang yang dihadapi setiap hari, para pengrajin ini mempunyai keyakinan pada
diri mereka sendiri meskipun timbul berbagai masalah dan persaingan baru,
mereka masih tetap bertahan dan mengembangkan usahanya. Terkait dengan hal
itu, kewirausahaan pengrajin di sentra industri rumah tangga tapai singkong
Cimenyan dalam mengembangkan usahanya memiliki semangat dan motivasi
yang tinggi untuk mempertahankan dan mengembangkan industri dengan cara
meningkatkan etos kerjanya. Manfaat dari wirausaha yang ditunjukan oleh
pengrajin tapai singkong Cimenyan antara lain menambah daya tampung tenaga
kerja, sehingga dapat menanggulangi masalah pengangguran serta sebagai
penggerak pembangunan dibidang produksi, distribusi, pemeliharaan lingkungan
dan kesejahteraan serta bisa menjadi contoh bagi masyarakat lainnya. Terdapat
sikap mental wirausaha yang tinggi pada diri pengrajin dalam mengembangkan
industri tapai singkong ini, yakni ketekunan dan keuletan dalam bekerja yang
disebabkan karena selain sebagai mata pencaharian utama, industri ini juga
merupakan tradisi turun temurun yang tetap dipertahankan oleh generasi
selanjutnya.