s45708-modeling dan.pdf
TRANSCRIPT
i
UNIVERSITAS INDONESIA
MODELING DAN FORECASTING TINGKAT PRODUKSI GAS DI
INDONESIA MENGGUNAKAN METODE AUTOREGRESSIVE
INTEGRATED MOVING AVERAGE (ARIMA)
SKRIPSI
FITRI YULIANTI
NPM 0806458845
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM SARJANA TEKNIK INDUSTRI
DEPOK
JUNI 2012
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
MODELING DAN FORECASTING TINGKAT PRODUKSI GAS DI
INDONESIA MENGGUNAKAN METODE AUTOREGRESSIVE
INTEGRATED MOVING AVERAGE (ARIMA)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
FITRI YULIANTI
NPM 0806458845
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM SARJANA TEKNIK INDUSTRI
DEPOK
JUNI 2012
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang
dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Nama : Fitri Yulianti
NPM : 0806458845
Tanda Tangan :
Tanggal : 22 Juni 2012
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini diajukan oleh :
Nama :Fitri Yulianti
NPM : 0806458845
Program Studi : Teknik Industri
Judul Skripsi : Modeling dan Forecasting Tingkat Produksi Gas
di Indonesia Menggunakan Metode
Autoregressive Integrated Moving Average
(ARIMA)
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik,
Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI Pembimbing : Farizal, Ph.D ( ) Penguji : Dr. Akhmad Hidayatno,ST.,MBT. ( ) Penguji : Dendi P. Ishak, MSIE ( ) Penguji : Romadhani Ardi, S.T.,M.T ( )
Ditetapkan di : Depok Tanggal : 22 Juni 2012
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Teknik Jurusan Teknik Industri pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari
masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi penulis
untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1) Farizal, PhD., selaku dosen pembimbing yang sangat bersemangat dan
totalitas dalam membimbing dan mengarahkan penulis selama
penyusunan.
2) Ir. Djoko Sihono Gabriel, M.T., selaku dosen pembimbing akademis
penulis
3) Dr.Akhmad Hidayatno, ST., MBT., Dendi P. Ishak, MSIE., dan
Romadhani Ardi, S.T., M.T., selaku dosen penguji
4) Bapak Anggi, bagian Pelaporan dan Perencanaan Ditjen Migas Indonesia
yang telah membantu dalam pencarian data penelitian
5) Kedua orang tua yang tidak hentinya mendoakan dari jauh dan memberi
segala dukungan untuk puterinya.
6) Sahabat yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis
Layya Notiva Dewi, Hanitya Dwi Ratnasari, Mohammad Idris.
7) Lilis Purnama, Elvaretta Kumasi, Yunita Ramanda, Rama Raditya atas
motivasi, sharing, dan semua bantuan yang diberikan selama penyusunan.
8) Rekan satu bimbingan Indah, Harumi, Wenty, Patty, Ifu, dan Dede yang
bersama-sama berjuang dan saling mendukung selama penyusunan.
9) Pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan atas segala bantuan dalam
penyusunan skripsi ini
Depok, 22 Juni 2012
Penulis
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Fitri Yulianti
NPM : 0806458845
Program Studi : Teknik Industri
Departemen : Teknik Industri
Fakultas : Teknik
Jenis karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive
Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
“Modeling dan Forecasting Tingkat Produksi Gas di Indonesia Menggunakan
Metode Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)”
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 22 Juni 2012
Yang menyatakan
( Fitri Yulianti)
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Fitri Yulianti
Program Studi : Teknik Industri
Judul : Modeling dan Forecasting Tingkat Produksi Gas di
Indonesia Menggunakan Metode Autoregressive Integrated
Moving Average (ARIMA)
Gas merupakan sumber energi yang sangat besar potensinya di Indonesia. Penelitian ini memodelkan tingkat produksi gas dari tiga perusahaan besar dan juga tingkat produksi Indonesia secara keseluruhan kemudian memprediksi tingkat produksi gas pada periode yang akan datang. Dalam hal ini digunakan analisis deret waktu ARIMA dan data dari periode Januari 2005 – Desember 2011. Hasilnya model ARIMA yang sesuai untuk meramalkan tingkat produksi Total E&P Indonesia adalah ARIMA (4,2,1) dengan MAPE 4.854 %, Pertamina adalah ARIMA (2,2,2) dengan MAPE 5.864%, dan Conoco Phillips Grissik sesuai dengan ARIMA (4,2,1) dengan MAPE 6.207%. Sedangkan model ARIMA peramalan tingkat produksi gas di Indonesia adalah ARIMA (4,2,1) dengan MAPE 3.607 %.
Kata kunci : Deret Waktu, Model, Peramalan,ARIMA, Tingkat Produksi Gas
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Fitri Yulianti
Study Program : Industrial Engineering
Title : Modeling and Forecasting Gas Prodution Rate in
IndonesiaUsing Autoregressive Integrated Moving
Average(ARIMA) Methods
Gas is an enormous sourceenergy potential in Indonesia. This study is to model gas production rate of three major companies and the production of Indonesia as a whole and then predict the gas production rate in the next period. For the purpose, the data used are from the period January 2005 - December 2011. The result is the appropriate ARIMA models to forecast the gas production rate of Total E & P Indonesia is ARIMA (4,2,1) with MAPE 4.854%, Pertamina is ARIMA (2,2,2) with MAPE 5.864%, and Conoco Phillips Grissik according to ARIMA (4,2,1) with MAPE 6.207%. While ARIMA model forecasting gas production rate in Indonesia is appropriate ARIMA (4,2,1) with MAPE 3.607%.
Keywords: Time Series,Modeling, Forecasting, ARIMA, Gas Production Rate
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ..................... vi
ABSTRAK ..................................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xiii
1. BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.1.1. Kedudukan Minyak dan Gas dalam APBN .................................. 1 1.1.2. Perkembangan Gas di Indonesia .................................................. 2 1.1.3. Perusahaan Pengoperasi Ladang Gas ........................................... 4
1.2. Diagram Keterkaitan Masalah .............................................................. 6 1.3. Perumusan Masalah ............................................................................. 7 1.4. Tujuan dan Manfaat Peneltian .............................................................. 7 1.5. Batasan Penelitian ................................................................................ 7 1.6. Metodologi Penelitian .......................................................................... 7 1.7. Sistematika Penulisan ........................................................................... 10
2. STUDI PUSTAKA..................................................................................... 11 2.1. Model .................................................................................................. 11 2.2. Forecasting .......................................................................................... 13
2.2.1. Pengertian Forecasting ................................................................ 13 2.2.2. Peran Forecasting ........................................................................ 14 2.2.3. Metode Forecasting ..................................................................... 14 2.2.4. Peramalan pada Sektor Migas ...................................................... 18 2.2.5. Teori Peak Oil ............................................................................. 18 2.2.6. Prinsip Peramalan ........................................................................ 19
2.3. Analisis Deret Waktu (Time Series Analysis) ........................................ 20 2.3.1. Definisi ........................................................................................ 20 2.3.2. Konsep Dasar dan Persamaan Deret Waktu ................................. 22 2.3.3. Komponen Deret Waktu (Time Series) ......................................... 24
2.4. Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) ........................... 25 2.4.1. Model Autoregressive (AR) ......................................................... 26 2.4.2. Model Moving Average (MA) ...................................................... 26 2.4.3. Model Autoregressive dan Moving Average (ARMA) .................. 27 2.4.4. Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) ...... 27 2.4.5. Tahapan Metode ARIMA (Box-Jenkins)...................................... 28
2.5. Keakuratan Peramalan .......................................................................... 31
3. PENGUMPULANDATA .......................................................................... 34
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
3.1. Tingkat Produksi Gas Total E&P Indonesie.......................................... 34 3.2. Tingkat Produksi Gas Pertamina .......................................................... 35 3.3. Tingkat Produksi Gas Conoco Phillips Grissik ..................................... 36 3.4. Tingkat Produksi Gas di Indonesia ....................................................... 37
4. PENGOLAHAN DATA ............................................................................ 39 4.1. TOTAL E&P INDONESIE .................................................................. 39 4.1.1 Mengidentifikasi Model ...................................................................... 40
4.1.2 Mengestimasi Parameter .............................................................. 48 4.1.3 Diagnostic Checking .................................................................... 49 4.1.4 Forecasting ................................................................................. 51
4.2 PERTAMINA ...................................................................................... 53 4.2.1 Mengidentifikasi Model ............................................................... 53 4.2.2 Mengestimasi Parameter .............................................................. 61 4.2.3 Diagnostic Checking .................................................................... 62 4.2.4 Forecasting ................................................................................. 64
4.3 CONOCO PHILLIPS GRISSIK ........................................................... 66 4.3.1 Mengidentifikasi Model ............................................................... 66 4.3.2 Mengestimasi Parameter .............................................................. 73 4.3.3 Diagnostic Checking .................................................................... 75 4.3.4 Forecasting ................................................................................. 77
4.4 Gas di Indonesia ................................................................................... 79 4.4.1 Mengidentifikasi Model ............................................................... 79 4.4.2 Mengestimasi Parameter .............................................................. 87 4.4.3 Diagnostic Checking .................................................................... 88 4.4.4 Forecasting ................................................................................. 90
5 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 94 5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 94 5.2 Saran .................................................................................................... 94
6. DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 95
7. LAMPIRAN .............................................................................................. 98
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Perkembangan Penerimaan Dalam Negeri, 2006-2011 ....................... 1
Tabel 1.2 Penerimaan Negara dari Sektor Migas, 2006-2011 ............................. 2
Tabel 4.1 Parameter Model ARIMATotal E&P Indonesie .................................. 49
Tabel 4.2 Ljung-Box Q Model Total E&P Indonesie.......................................... 50
Tabel 4.3 Tingkat Kesalahan Forecasting Tingkat Produksi Gas Total E&P Indonesie ........................................................................................... 53
Tabel 4.4 Parameter Model ARIMA Pertamina .................................................. 62
Tabel 4.5 Ljung-Box Q Model Pertamina .......................................................... 63
Tabel 4.6 Tingkat Kesalahan Forecasting Tingkat Produksi Gas Pertamina ....... 66
Tabel 4.7 Parameter Model ARIMA Conoco Phillips Grissik............................. 74
Tabel 4.8 Ljung-Box Q Model Conoco Phillips Grissik ..................................... 76
Tabel 4.9 Tingkat Kesalahan Forecasting Tingkat Produksi Gas Conoco Phillips Grissik................................................................................... 79
Tabel 4.10 Parameter Model ARIMA Gas di Indonesia ..................................... 88
Tabel 4.11 Ljung-Box Q Model Gas di Indonesia .............................................. 89
Tabel 4.12 Tingkat Kesalahan Forecasting Tingkat Produksi Gas di Indonesia ........................................................................................... 92
Tabel 7.1 Data Historis Tingkat Produksi Gas Total E&P Indonesie Periode Januari 2005-Desember 2008 ............................................................. 98
Tabel 7.2 Data Historis Tingkat Produksi Gas Total E&P Indonesie Periode Januari 2009-Desember 2011 ............................................................. 99
Tabel 7.3 Data Historis Tingkat Produksi Gas Pertamina Periode Januari 2005-Desember 2008 ......................................................................... 100
Tabel 7.4 Data Historis Tingkat Produksi Gas Pertamina Periode Januari 2009-Desember 2011 ......................................................................... 101
Tabel 7.5 Data Historis Tingkat Produksi Gas Conoco Phillips Grissik Periode Januari 2005-Desember 2008 ................................................ 102
Tabel 7.6 Data Historis Tingkat Produksi Gas Conoco Phillips Grissik Periode Januari 2009-Desember 2011 ................................................ 103
Tabel 7.7 Data Historis Tingkat Produksi Gas di Indonesia Periode Januari 2005-Desember 2008 ......................................................................... 104
Tabel 7.8 Data Historis Tingkat Produksi Gas di Indonesia Periode Januari 2009-Desember 2011 ......................................................................... 105
Tabel 7.9 Hasil Perhitungan SPSS 19 Model Forecasting Tingkat Produksi Gas Total E&P Indonesie ................................................................... 106
Tabel 7.10 Hasil Perhitungan SPSS 19 Model Forecasting Tingkat Produksi Gas Pertamina .................................................................................... 107
Tabel 7.11 Hasil Perhitungan SPSS 19 Model Forecasting Tingkat Produksi Gas Conoco Phillips Grissik ............................................................... 108
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
Tabel 7.12 Hasil Perhitungan SPSS 19 Model Forecasting Tingkat Produksi Gas di Indonesia................................................................................. 109
Tabel 7.13 Hasil Forecasting Tingkat Produksi Gas Total E&P Indonesie Periode Januari 2005 – Desember 2017 .............................................. 110
Tabel 7.14 Hasil Forecasting Tingkat Produksi Gas Pertamina Periode Januari 2005 – Desember 2020........................................................... 116
Tabel 7.15 Hasil Forecasting Tingkat Produksi Gas Conoco Phillips Grissik Periode Januari 2005 – Desember 2020 .............................................. 123
Tabel 7.16 Hasil Forecasting Tingkat Produksi Gas di Indonesia Periode Januari 2005 – Desember 2020........................................................... 130
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Kontribusi Migas dalam Penerimaan Negara .................................. 2
Gambar 1.2 Jumlah Cadangan Gas di Indonesia ................................................. 3
Gambar 1.3 Bauran Energi Primer Indonesia 2025 ............................................. 4
Gambar 1.4 Diagram Keterkaitan Masalah ......................................................... 6
Gambar 1.5 Metodologi Penelitian ..................................................................... 9
Gambar 2.1 Teori Peak Oil ................................................................................ 18
Gambar 3.1 Tingkat Produksi Gas Total E&P Indonesie .................................... 35
Gambar 3.2 Tingkat Produksi Gas Pertamina ..................................................... 36
Gambar 3.3 Tingkat Produksi Gas Conoco Phillips Grissik ................................ 37
Gambar 3.4 Tingkat Produksi Gas di Indonesia.................................................. 38
Gambar 4.1 Trend Analysis Tingkat Produksi Gas Total E&P Indonesie ............ 40
Gambar 4.2 Autocorrelation Function Tingkat Produksi Gas Total E&P Indonesie ........................................................................................... 41
Gambar 4.3 Plot Data Deret Waktu Hasil Diferensiasi Tingkat 1 Total E&P Indonesie ........................................................................................... 42
Gambar 4.4 Trend Analysis Plot Data Hasil Diferensiasi Tingkat 1 Total E&P Indonesie ................................................................................... 42
Gambar 4.5 Plot Data Deret Waktu Hasil Diferensiasi Tingkat 2 Total E&P Indonesie ........................................................................................... 43
Gambar 4.6 Autocorrelation Function Data Hasil Diferensiasi Tingkat 2 Total E&P Indonesie .......................................................................... 44
Gambar 4.7 Partial Autocorrelation Function Data Hasil Diferensiasi Tingkat 2 Total E&P Indonesie .......................................................... 46
Gambar 4.8 Residual Plot Tingkat Produksi Gas Total E&P Indonesie .............. 51
Gambar 4.9 Forecasting Tingkat Produksi Gas Total E&P Indonesie ................ 52
Gambar 4.10 Trend Analysis Tingkat Produksi Gas Pertamina ........................... 54
Gambar 4.11 Autocorrelation Function Tingkat Produksi Gas Pertamina........... 55
Gambar 4.12 Plot Data Deret Waktu Hasil Diferensiasi Tingkat 1 Pertamina ..... 55
Gambar 4.13 Trend Analysis Plot Data Hasil Diferensiasi Tingkat 1 Pertamina ........................................................................................... 56
Gambar 4.14 Plot Data Deret Waktu Hasil Diferensiasi Tingkat 2 Pertamina ..... 57
Gambar 4.15 Autocorrelation Function Data Hasil Diferensiasi Tingkat 2 Pertamina ........................................................................................... 58
Gambar 4.16 Partial Autocorrelation Function Data Hasil Diferensiasi Tingkat 2 Pertamina ........................................................................... 60
Gambar 4.17 Residual Plot Tingkat Produksi Gas Pertamina ............................. 64
Gambar 4.18 Forecasting Tingkat Produksi Gas Pertamina ............................... 65
Gambar 4.19 Trend Analysis Tingkat Produksi Gas Conoco Phillips Grissik ...... 67
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
Universitas Indonesia
Gambar 4.20 Autocorrelation Function Tingkat Produksi Gas Conoco Phillips Grissik................................................................................... 67
Gambar 4.21 Plot Data Deret Waktu Hasil Diferensiasi Tingkat 1 Conoco Phillips Grissik................................................................................... 68
Gambar 4.22 Trend Analysis Plot Data Hasil Diferensiasi Tingkat 1 Conoco Phillips Grissik................................................................................... 69
Gambar 4.23 Plot Data Deret Waktu Hasil Diferensiasi Tingkat 2 Conoco Phillips Grissik................................................................................... 70
Gambar 4.24 Autocorrelation Function Data Hasil Diferensiasi Tingkat 2 Conoco Phillips Grissik ...................................................................... 70
Gambar 4.25 Partial Autocorrelation Function Data Hasil Diferensiasi Tingkat 2 Conoco Phillips Grissik ...................................................... 72
Gambar 4.26 Residual Plot Tingkat Produksi Gas Conoco Phillips Grissik ........ 77
Gambar 4.27 Forecasting Tingkat Produksi Gas Conoco Phillips Grissik .......... 78
Gambar 4.28 Trend Analysis Tingkat Produksi Gas di Indonesia........................ 80
Gambar 4.29 Autocorrelation Function Tingkat Produksi Gas di Indonesia ....... 81
Gambar 4.30 Plot Data Deret Waktu Hasil Diferensiasi Tingkat 1 Gas di Indonesia ........................................................................................... 82
Gambar 4.31 Trend Analysis Plot Data Hasil Diferensiasi Tingkat 1 Gas di Indonesia ........................................................................................... 82
Gambar 4.32 Plot Data Deret Waktu Hasil Diferensia si Tingkat 2 Gas di Indonesia ........................................................................................... 83
Gambar 4.33 Autocorrelation Function Data Hasil Diferensiasi Tingkat 2 Gas di Indonesia................................................................................. 84
Gambar 4.34 Partial Autocorrelation Function Data Hasil Diferensiasi Tingkat 2 Gas di Indonesia ................................................................. 86
Gambar 4.35 Residual Plot Tingkat Produksi Gas di Indonesia .......................... 90
Gambar 4.36 Forecasting Tingkat Produksi Gas di Indonesia ............................ 91
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1. BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Energi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia
dan dalam proses pembangunan. Jumlah penduduk Indonesia yang semakin besar
adalah suatu permasalahan yang menyebabkan konsumsi energi di Indonesia
semakin tinggi. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang saat ini sedang
giatnya melakukan pembangunan prasarana dan proses industri. Hal tersebut juga
menjadi salah satu pemicu meningkatnya konsumsi energi di Indonesia.
1.1.1. Kedudukan Minyak dan Gas dalam APBN
Di Indonesia, minyak dan gas menjadi andalan utama dalam
perekonomian negara, baik sebagai sumber penerimaan negara (penghasil devisa)
maupun pemasok kebutuhan energi dalam negeri.
Tabel 1.1 Perkembangan Penerimaan Dalam Negeri, 2006-2011
Sumber : Kementrian Keuangan
Dalam Tabel 1.1 terlihat minyak dan gas memberikan kontribusi dalam
penerimaan negara baik berupa penerimaan perpajakan maupun penerimaan
negara bukan pajak. Jika besarnya penerimaan negara dari sektor minyak dan gas
tersebut dibandingkan dengan penerimaan negara secara keseluruhan maka
minyak dan gas memberikan kontribusi yang cukup besar.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
2
Universitas Indonesia
Tabel 1.2 Penerimaan Negara dari Sektor Migas, 2006-2011
Sumber : Kementrian Keuangan
Pada Tabel 1.2 minyak dan gas memberikan 31.64% dari total penerimaan
negara. Tabel penerimaan negara dari sektor minyak dan gas tersebut jika
digambarkan dalam grafik, sebagai berikut:
Gambar 1.1 Kontribusi Migas dalam Penerimaan Negara
Hampir 25% atau seperempat dari penerimaan negara yang terdapat dalam
APBN berasal dari sektor minyak dan gas. Oleh karena itu minyak dan gas
merupakan aset penting yang perlu dimanfaatkan secara bijak.
1.1.2. Perkembangan Gas di Indonesia
Gas bumi merupakan sumber daya yang bersifat strategis dan mempunyai
peranan penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai sumber energi,
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
3
Universitas Indonesia
bahan baku industri dalam negeri dan sebagai sumber penerimaan negara (devisa).
Permintaan gas bumi di dalam negeri cenderung meningkat dengan adanya
pengurangan subsidi BBM, semakin berkembangnya industri petrokimia, dan isu
lingkungan.
Saat ini produksi minyak Indonesia terus menurun. Jadi kebijakan energi
yang benar adalah harus mengurangi ketergantungan pada minyak. Sumber energi
yang tersedia sekarang untuk non-minyak adalah gas. Alasan pemilihan gas
karena harga gas lebih murah dibandingkan dengan BBM bersubsidi. Jadi gas
tanpa subsidi lebih murah dibandingkan dengan BBM bersubsidi. Kedua, di perut
bumi Indonesia secara geologis terdapat cadangan gas 5-6 kali lipat dari jumlah
cadangan minyak. Indonesia lebih kaya gas daripada minyak dan merupakan
negara dengan jumlah cadangan gas terbesar di kawasan Asia Timur (Kurtubi,
2012).
Gambar 1.2 Jumlah Cadangan Gas di Indonesia
Sumber : www.bp.com
Pada Gambar 1.2 terlihat bahwa jumlah cadangan gas di Indonesia sangat
melimpah. Eksplorasi yang dilakukan pemerintah di bagian Indonesia timur tidak
menghasilkan penemuan cadangan minyak tetapi cadangan-cadangan gas dalam
jumlah besar. Misalnya di Tangguh, area deepwater Selat Makasar (Gandang,
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
4
Universitas Indonesia
Gendalo, dan Gehem), Masela (Laut Timor) dan Genting Oil di Bintuni.
Cadangan gas di Indonesia saat ini tergolong tinggi yaitu sekitar 3.1 triliun kubik
meter.
Program konversi minyak (BBM) ke gas (BBG) yang rencana
diberlakukan pemerintah untuk kendaraan jenis tertentu merupakan salah satu
upaya untuk meminimumkan penggunaan minyak dalam bauran energi nasional.
Sesuai Peraturan Pemerintah no 5 tahun 2006, pemerintah menargetkan di tahun
2025 penggunaan minyak hanya akan menjadi 20% dari total bauran energi
primer, dan akan didominasi oleh peggunaan batu bara dan gas.
Gambar 1.3 Bauran Energi Primer Indonesia 2025
Gas seperti halnya minyak merupakan sumber daya yang tidak terbarukan
(depletable) dan penuh dengan ketidakpastian. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu
peramalan yang akurat yang dapat memperkirakan tingkat produksi gas di
Indonesia di masa yang akan datang.
1.1.3. Perusahaan Pengoperasi Ladang Gas
Wilayah Kerja (WK) Pertamina sebagai perusahaan yang
menyelenggarakan kegiatan di sektor minyak dan gas seluas 140 ribu kilometer
persegi dari seluruh wilayah Indonesia. Pola pengelolaan usaha WK seluas itu
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
5
Universitas Indonesia
dilakukan dengan cara mengoperasikan sendiri (own production) dan kerja sama
dalam bentuk kemitraan.
Sampai pada tahun 2012 terdapat 29 blok minyak dan gas dari 72 blok
migas yang termasuk tahapan produksi akan habis masa kontraknya sampai
dengan 2021. Pada 2013, terdapat satu blok yang akan habis kontrak yaitu Siak
dengan operator PT. Chevron Indonesia. Pada 2015 blok Gebang dengan operator
Pertamina-Costa akan habis. Pada 2017 terdapat empat blok yang habis yaitu
Mahakam dengan operator Total EP Indonesie, Offshore North West Java
(ONWJ) yang dikelola oleh PT Pertamina Hulu Energi, Attaka (Inpex Corp) dan
Lematang (PT.Medco EP Indonesie).
Pada tahun 2018, ada delapan yaitu blok Tuban (JOB Pertamina-
Petrochina), Ogan Komering (JOB Pertamina-Talisman), North Sumatera
Offshore B (Exxon Mobil), Southeast Sumatera (CNOOC), Tengah (Total), NSO
Extention (Exxon Mobil), Sanga-Sanga (Vico Indonesia), dan West Pasir dan
Attaka (Chevron Indonesia Company). Dan empat lainnya juga akan habis masa
kontrak di tahun 2019 dan di tahun 2020.
Terdapat tiga kategori blok minyak, yaitu blok yang memiliki kinerja
operator tinggi dan masih memiliki potensi cadangan tinggi, blok yang memiliki
operator rendah dan masih memiliki cadangan tinggi, serta blok yang memiliki
kinerja operator dan potensi cadangan yang rendah.
Penelitian ini bertujuan untuk membuat suatu model peramalan
(forecasting) tingkat produksi gas pada beberapa perusahaan di Indonesia
menggunakan data historis tingkat produksi gas masing-masing perusahaan
menggunakan metode Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA).
Selain itu juga akan dibuat model peramalan (forecasting) untuk gas di Indonesia
secara keseluruhan. Dari model peramalan yang terbentuk kemudian akan
diramalkan tingkat produksi gas di Indonesia untuk periode yang akan datang.
Dengan menggunakan model ARIMA yang paling sesuai untuk
meramalkan tingkat produksi gas di Indonesia di masa yang akan datang
diharapkan dapat memberikan gambaran bagi para stakeholders baik itu para
konsumen, produsen, investor, maupun pemerintah sebagai pembuat
kebijakandalam rangka pemanfaatan gas di Indonesia sehingga dapat mendorong
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
6
Universitas Indonesia
pemanfaatan gas yang optimal, industri gas yang berkelas dunia yang akan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia secara berkesinambungan.
1.2. Diagram Keterkaitan Masalah
Gambar 1.4 Diagram Keterkaitan Masalah
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
7
Universitas Indonesia
1.3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan diagram keterkaitan masalah yang telah
dijelaskan, maka pokok masalah penelitian adalah membuat model yang paling
sesuai dengan pola tingkat produksi gas di Indonesia yang dapat digunakan untuk
melakukanforecasting tingkat produksi gas di Indonesia pada masa yang akan
datang.
1.4. Tujuan dan Manfaat Peneltian
Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menentukan model yang sesuai dengan pola tingkat produksi gas di
Indonesia.
2. Melakukan peramalan (forecasting) untuk memperkirakan tingkat
produksi gas di Indonesia pada masa yang akan datang menggunakan
model yang telah diperoleh.
1.5. Batasan Penelitian
Dalam penelitian ini permasalahan yang akan dibahas dibatasi agar sesuai
dengan tujuannya.
1. Pengumpulan data berdasarkan data sekuder, yaitu data historis tingkat
produksi gas di Indonesia periode Januari 2005 – Desember 2011
2. Pembentukan model dan peramalan dilakukan untuk tiga perusahaan
dengan tingkat produksi gas yang cukup besar dan gas di Indonesia secara
keseluruhan.
3. Tidak ditemukannya cadangan gas baru selama periode peramalan.
1.6. Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metodologi sebagai berikut:
1. Persiapan penelitian
Langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan persiapan penelitian
adalah:
a. Menentukan topik dan permasalahan
b. Menentukan rumusan permasalahan
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
8
Universitas Indonesia
c. Menentukan tujuan dan manfaat penelitian
d. Menentukan batasan permasalahan
2. Penentuan dasar teori
Bagian ini menentukan dasar teori yang berhubungan dengan topik
sebagai dasar dalam melakukan penelitian
3. Pengumpulan data
Pengumpulan data penelitian berdasarkan data sekunder
4. Pengolahan data dan analisa
Data yang didapat kemudian dilakukan, perumusan model yang sesuai dan
melakukan peramalan menggunakan model yang telah diperoleh kemudian
menganalisa terhadap hasil yang diperoleh.
5. Kesimpulan
Bagian terakhir ini akan dihasilkan kesimpulan dari keseluruhan hasil
penelitian
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
9
Universitas Indonesia
Gambar 1.5 Metodologi Penelitian
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
10
Universitas Indonesia
1.7. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab dengan sistematika penulisan
sebagai berikut:
Bab 1 Pendahuluan
Merupakan pendahuluan yang menjelaskan latar belakang dilakukannya
penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan
penelitian, diagram keterkaitan masalah, metodologi penelitian, dan
sistematika penulisan
Bab 2 Studi Pustaka
Pada bagian studi pustaka ini berisi teori-teori yang mendukung penulisan
penelitian ini, yang akan memaparkan tentang model, peramalan, teknik-
teknik peramalan (forecasting)dan secara rinci mengenai penggunaan metode
Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)
Bab 3 Pengumpulan Data
Pada bab ini akan membahas tentang tahapan kegiatan pengumpulan data.
Data yang akan dikumpulkan adalah data sekunder yang berupa data historis
tingkat produksi gas di Indonesia
Bab 4 Pengolahan Data dan Analisa
Berisi tahapan pengolahan data dalam pembentukan model yang sesuai
dengan pola tingkat produksi gas di Indonesia menggunakan metode ARIMA,
kemudian dilakukan proses peramalan (forecasting)tingkat produksi gas di
Indonesia di masa yang akan datang.
Bab 5 Penutup
Berisi kesimpulan dari keseluruhan penelitian yang meliputi hasil keseluruhan
pengolahan data dan saran berupa masukan bagi peneliti selanjutnya.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
11
BAB 2 STUDI PUSTAKA
2. STUDI PUSTAKA
Bab ini akan berisi gambaran mengenai dasar teori dan literatur yang akan
menjadi dasar penyelesaian permasalahan dalam karya tulis ini yang berasal dari
berbagai sumber baik dari buku, artikel, jurnal, dan sebagainya yang dapat
mendukung teori untuk penelitian.
2.1. Model
Model adalah pola (contoh, acuan, ragam) dari sesuatu yang akan dibuat
atau dihasilkan (Departemen P dan K, 1984 : 75). Definisi lain dari model adalah
abstraksi dari sistem sebenarnya, dalam gambaran yang lebih sederhana serta
mempunyai tingkat persentase yang bersifat menyeluruh, atau model adalah
abstraksi dari realitas dengan hanya memusatkan perhatian pada beberapa sifat
dari kehidupan sebenarnya. (Sinamarta, 1983 : ix-xii).
Jenis-jenis model dapat dibagi dalam lima kelas yang berbeda :
1) Kelas I, pembagian menurut fungsi :
a. Model Deskriptif : hanya menggambarkan situasi sebuah sistem
tanpa rekomendasi dan peramalan.
Contoh : peta organisasi.
b. Model Prediktif : model ini menunjukkan apa yang akan terjadi,
bila sesuatu terjadi.
c. Model Normatif : model yang menyediakan jawaban terbaik
terhadap suatu persoalan. Model ini memberikan rekomendasi
tindakan-tindakan yang perlu diambil.
Contoh : model budget advertensi, model economics, model
marketing.
2) Kelas II, pembagian menurut struktur :
a. Model Ikonik : adalah model yang menirukan sistem aslinya, tetapi
dalam suatu skala tertentu.
Contoh : model pesawat.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
12
Universitas Indonesia
b. Model Analog : adalah suatu model yang menirukan sistem aslinya
dengan hanya mengambil beberapa karakteristik utama dan
menggambarkannya dengan benda atau sistem lain secara analog.
Contoh : aliran lalu lintas di jalan dianalogkan dengan aliran air
dalam sistem pipa.
c. Model Simbolis : adalah suatu model yang menggambarkan sistem
yang ditinjau dengan simbol-simbol biasanya dengan simbol-
simbol matematik. Dalam hal ini sistem diwakili oleh variabel-
variabel dari karakteristik sistem yang ditinjau.
3) Kelas III, pembagian menurut referensi waktu :
a. Model Statis : model statis tidak memasukkan faktor waktu dalam
perumusannya.
b. Model Dinamis : model dinamis mempunyai unsur waktu dalam
perumusannya.
4) Kelas IV, pembagian menurut referensi kepastian :
a. Model Deterministik : dalam model ini pada setiap kumpulan nilai
input, hanya ada satu output yang unik, yang merupakan solusi dari
model dalam keadaan pasti.
b. Model Probabilistik : model probabilistik menyangkut distribusi
probabilistik dari input atau proses dan menghasilkan suatu deretan
harga bagi paling tidak satu variabel output yang disertai dengan
kemungkinan-kemungkinan dari harga-harga tersebut.
c. Model Game : teori permainan yang mengembangkan solusi-solusi
optimum dalam menghadapi situasi yang tidak pasti.
5) Kelas V, pembagian menurut tingkat generalitas :
a. Model Umum
b. Model Khusus
Model yang akan disusun dalam penelitian ini termasuk model simbolis,
yaitu model yang menggambarkan sistem yang ditinjau dengan simbol-simbol
biasanya dengan simbol-simbol matematik. Dalam hal ini sistem diwakili oleh
variabel-variabel dari karakteristik sistem yang ditinjau.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
13
Universitas Indonesia
2.2. Forecasting
2.2.1. Pengertian Forecasting
Peramalan (forecasting) merupakan upaya memperkirakan apa yang akan
terjadi pada masa yang akan datang berdasarkan pada data masa lalu, berbasis
pada metode ilmiah dan kualitatif yang dilakukan secara sistematis.
Peramalan merupakan kegiatan yang mencoba memprediksi keadaan masa
depan dengan penggunaan data masa lalu dari variabel atau kumpulan variabel
(Jacobs dan Aquiliano, 2004 : 470). Definisi lain tentang peramalan “Forecasting
is the art of specifying meaningful information about the future” (McLeavey, 1995
: 25).
Peramalan merupakan bagian yang sangat penting bagi setiap organisasi
bisnis yang dapat menjadi acuan bagi organisasi tersebut untuk pengambilan
keputusan manajemen yang signifikan. Peramalan dapat menjadi dasar bagi
perencanaan jangka pendek maupun jangka panjang suatu organisasi. Peramalan
menjadi salah satu bagian proses pengambilan keputusan karena kemampuan
untuk memprediksi aspek-aspek yang tidak dapat dikendalikan dengan mengambil
suatu keputusan berdasarkan keterkaitan variabel yang ada.
Tujuan dari peramalan adalah untuk mengurangi resiko dari pengambilan
keputusan. Peramalan biasanya salah, namun besar dari kesalahan peramalan
(forecast error) tergantung dari metode peramalan yang digunakan. Metode
peramalan akan membantu dalam mengadakan pendekatan analisa terhadap
tingkah laku atau pola dari data masa lalu, sehingga dapat memberikan cara
pemikiran, pengerjaan, dan pemecahan yang sistematis dan pragmatis, serta
memberikan tingkat keyakinan yang lebih besar atas ketepatan hasil peramalan
yang dibuat.
Selama ini banyak peramalan dilakukan secara intuitif menggunakan
metode-metode statistika seperti metode smoothing, Box-Jenkins, ekonometri,
regresi, dan sebagainya. Pemilihan metode tersebut tergantung pada berbagai
aspek, yaitu aspek waktu, pola data, tipe model sistem yang diamati, tingkat
keakuratan ramalan yang diinginkan dan sebagainya.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
14
Universitas Indonesia
2.2.2. Peran Forecasting
Dalam perencanaan di suatu instansi baik itu pemerintah maupun swasta,
peramalan merupakan kebutuhan yang sangat mendasar. Dimana baik maupun
buruknya peramalan dapat mempengaruhi seluruh bagian instansi karena waktu
tenggang untuk pengambilan keputusan dapat berkisar dari beberapa tahun.
Peramalan merupakan alat bantu yang penting dalam perencanaan yang efektif
dan efisien.
Kegunaan dari suatu peramalan dapat dilihat pada saat pengambilan
keputusan. Keputusan yang baik adalah keputusan yang didasarkan atas
pertimbangan apa yang terjadi saat keputusan tersebut dilakukan. Apabila
keputusan yang diambil kurang tepat sebaiknya keputusan tersebut tidak
dilaksanakan. Pengambilan keputusan merupakan masalah yang selalu dihadapi
sehingga peramalan juga merupakan masalah yang selalu dihadapi karena
peramalan berkaitan erat dengan pengambilan suatu keputusan.
Baik tidaknya suatu peramalan yang disusun, ditentukan oleh metode,
informasi, maupun data yang digunakan ataupun ketepatan peramalan yang
dibuat. Apabila data yang digunakan tidak dapat meyakinkan maka hasil
peramalan yang disusun juga akan sulit dipercaya ketepatannya. Oleh karena itu,
ketepatan dari peramalan tersebut merupakan hal yang sangat penting. Walaupun
demikian perlu disadari bahwa suatu peramalan adalah masih suatu perkiraan
(estimasi), dimana selalu ada unsur kesalahannya (error). Sehingga yang penting
diperhatikan adalah usaha untuk memperkecil kesalahan tersebut.
2.2.3. Metode Forecasting
Metode peramalan dapat berdasarkan pengalaman, penilaian, opini dari
ahli atau model matematika yang menggambarkan pola data historis. Berdasarkan
sifatnya, ada dua metode atau teknik peramalan yang dapat digunakan, yaitu
teknik peramalan kualitatif dan kuantitatif (Markdakis, 1999).
1) Teknik Peramalan Kualitatif
Teknik peramalan kualitatif adalah peramalan yang didasarkan atas
data kualitatif pada masa lalu. Teknik peramalan ini lebih menitikberatkan
pada pendapat (judgment) dan intuisi manusia dalam proses peramalan,
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
15
Universitas Indonesia
sehingga data historis yang ada menjadi tidak begitu penting. “Qualitative
forecasting techniques relied on human judgments and intuition more than
manipulation of past historical data”, atau metode yang hanya didasarkan
kepada penilaian dan intuisi, bukan kepada pengolahan data historis.
Teknik peramalan kualitatif pada hakekatnya didasarkan pada
intuisi atau pengalaman empiris dari perencana atau pengambil keputusan,
sehingga relatif lebih subjektif atau sangat bergantung pada orang yang
menyusun peramalan tersebut.Hal ini penting karena hasil peramalan
ditentukan berdasarkan pada pemikiran yang bersifat intuisi, pendapat, dan
pengetahuan serta pengalaman dari orang-orang yang menyusunnya. Pada
situasi manajemen dan industri yang masih sederhana, peramalan kualitatif
dapat memberikan akurasi hasil peramalan yang relatif sama dengan
teknik peramalan kuantitatif.
Teknik peramalan kualitatif membutuhkan input yang tergantung
pada metode tertentu dan biasanya merupakan hasil dari pemikiran intuisi,
pertimbangan dan pengetahuan yang didapat. Pendekatan dengan metode
ini seringkali memerlukan input dari sejumlah orang yang telah terlatih
secara khusus (Markdakis, 1999).
2) Teknik Peramalan Kuantitatif
Teknik peramalan kuantitatif memiliki sifat yang objektif
berdasarkan pada keadaan aktual yang diolah dengan menggunakan
metode-metode tertentu (Markdakis, 1999). Penggunaan suatu metode
juga harus didasarkan pada fenomena manajemen atau bisnis apa yang
akan diramalkan dan tujuan yang ingin dicapai melalui peramalan.
Peramalan kuantitatif adalah peramalan yang didasarkan atas data
kuantitatif pada masa lalu. Hasil peramalan ini sangat bergantung pada
metode yang digunakan dalam peramalan tersebut. Hal ini karena dengan
metode yang berbeda akan memberikan hasil peramalan yang berbeda
pula. Baik tidaknya metode yang digunakan ditentukan oleh perbedaan
atau penyimpangan antara hasil peramalan dengan data aktual yang terjadi.
Semakin kecil penyimpangan antara hasil peramalan dengan data aktual
yang terjadi berarti metode yang digunakan semakin baik.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
16
Universitas Indonesia
Peramalan dengan teknik kuantitatif ini dapat diterapkan bila terdapat
tiga kondisi berikut:
a) Tersedia informasi masa lalu
b) Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik
c) Dapat diasumsikan bahwa pola masa lalu akan terus berlanjut di masa
yang akan datang.
Pada dua asumsi pertama merupakan syarat keharusan bagi
penerapan metode peramalan kuantitatif. Sedangkan asumsi ketiga
merupakan syarat kecukupan, artinya walaupun asumsi ketiga dilanggar,
model yang dirumuskan masih dapat digunakan.Hal tersebut dapat
diketahui dari kesalahan peramalan yang relatif besar bila perubahan pola
data maupun bentuk hubungan fungsional tersebut terjadi secara
sistematis.
Teknik peramalan kuantitatif sangat mengandalkan pada data
historis yang dimiliki. Teknik kuantitatif ini biasanya dikelompokkan
menjadi dua, yaitu teknik statistik dan teknik deterministik.
a) Teknik statistik menitikberatkan pada pola, perubahan pola, dan faktor
gangguan yang disebabkan pengaruh random. Termasuk dalam teknik
ini adalah teknik smoothing, dekomposisi, dan teknik Box-Jenkins.
b) Teknik deterministik mencakup identifikasi dan penentuan hubungan
antara variabel yang akan diperkirakan dengan variabel-variabel lain
yang akan mempengaruhinya. Termasuk dalam teknik ini adalah
regresi sederhana, regresi berganda, autoregresi, dan model input
output.
Pendekatan teknik peramalan kuantitatif terdiri atas tiga
pendekatan (Markdakis, 1999), yaitu:
1) Analisis Deret Waktu
Metode peramalan ini menggunakan deret waktu (time series)
sebagai dasar peramalan. Diperlukan data aktual atau data historis
yang akan diramalkan untuk mengetahui pola data yang diperlukan
untuk menentukan metode peramalan yang sesuai. Beberapa contoh
metode dengan pendekatan analisis deret waktu (time series) adalah
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
17
Universitas Indonesia
Moving Average, ARIMA (Autoregressive Integrated Moving
Average) atau Box-Jenkins, Kalman Filter, Motede Bayesian,
Smoothing Eksponensial, Regression dan sebagainya.
2) Analisa Kausal
Metode ini menggunakan pendekatan sebab-akibat, dan bertujuan
untuk meramalkan keadaan di masa yang akan datang dengan
menemukan dan mengukur beberapa variabel bebas (independent
variable) yang penting beserta pengaruhnya terhadap variabel tidak
bebas (dependent variable) yang akan diramalkan. Pada metode kausal
terdapat dua metode yang sering digunakan:
a) Metode regresi dan korelasi
Metode ini memakai teknik kuadrat terkecil (least square) dan
variabel dalam formulasi matematisnya. Metode ini sering digunakan
untuk prediksi jangka pendek. Contohnya : meramalkan hubungan
jumlah kredit yang diberikan dengan giro, deposito, dan tabungan
masyarakat atau meramalkan kemampuan dalam meramal sales suatu
produk berdasarkan harganya.
b) Metode input output
Metode ini biasa digunakan untuk perencanaan ekonomi nasional
jangka panjang. Contohnya : meramalkan pertumbuhan ekonomi
seperti Pendapatan Domestik Bruto (PDB) untuk beberapa periode
tahun ke depan.
3) Analisis Ekonometri
Metode ekonometri berdasarkan pada persamaan regresi yang
didekati secara simultan. Metode ini sering digunakan untuk
perencanaan ekonomi nasional dalam jangka pendek maupun jangka
panjang. Contohnya : meramalkan besarnya indikator moneter untuk
beberapa tahun ke depan, seperti peramalan yang sering dilakukan
pihak BI setiap tahunnya.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
18
Universitas Indonesia
2.2.4. Peramalan pada Sektor Migas
Penelitian ini menggunakan suatu metodologi untuk mengembangkan
model forecasting untuk memprediksi tingkat produksi gas di Indonesia. Metode
yang digunakan untuk forecasting ini tidak mekanistik. Sebuah metodologi
mekanistik akan menguji permasalahan geologi, keberhasilan eksplorasi, fisik gas
hasil produksi, dan tingkat eksploitasi. Akan tetapi penggunaan metode
mekanistik ini akan mempunyai tingkat kesulitan yang sangat besar untuk
pengembangan dan penggunaannya. Oleh karena itu digunakan pendekatan yang
lebih sederhana dengan mengambil keuntungan dari tren yang ada dalam data
historis tingkat produksi gas di Indonesia.
2.2.5. Teori Peak Oil
Teori Peak Oil ini pertama dikenalkan pada tahun 1949 oleh M. King
Hubbert. Metode ini dikembangkannya berdasarkan bell shape. Teori tentang
Peak Oil ini menyatakan bahwa pada tingkat produksi minyak akan terus
meningkat sampai pada titik maksimum (peak) pada suatu waktu tertentu dan
kemudian setelah mencapai titik itu maka tingkat produksinya akan mengalami
penurunan (deplesi) secara alamiah sampai akhirnya cadangan sumber daya
tersebut habis.
Gambar 2.1 Teori Peak Oil
“The term Peak Oil refers the maximum rate of the production of oil in any
area under consideration, recognising that it is a finite natural resource, subject
to depletion.”
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
19
Universitas Indonesia
Menurut Hubert, faktanya tingkat maksimum produksi pada suatu daerah
tercapai ketika produksi dari ladang baru tidak dapat menutupi atau mengimbangi
penurunan produksi dari ladang yang sudah tua. Jika hal ini terjadi maka secara
umum produksi minyak akan menurun dan artinya titik puncak dengan tingkat
produksi tertinggi sudah tercapai. Dengan demikian, jika terjadi peningkatan
permintaan minyak atau bahkan stabil maka permintaan tersebut tidak dapat
dipenuhi oleh produksi. Artinya setelah mencapai puncak produksinya, produksi
minyak akan terus bertahan untuk waktu yang cukup lama hanya saja tingkat
produksinya cenderung menurun.
Teori Peak Oil ini dapat dianalogikan dengan gas karena keduanya
merupakan sumber energi yang tidak dapat diperbarukan dan suatu saat pasti akan
habis.
2.2.6. Prinsip Peramalan
Peramalan memiliki empat karakteristik atau prinsip. Dengan memahami
prinsip-prinsip tersebut akan membantu untuk mendapatkan peramalan yang lebih
efektif (Arnold dan Chapman, 2004 : 204).
1) Peramalan biasanya salah
Peramalan mencoba untuk melihat masa depan yang belum diketahui dan
biasanya salah dalam beberapa asumsi atau perkiraan. Kesalahan (error) harus
diprediksi dan hal itu tidak dapat dielakkan.
2) Setiap peramalan seharusnya menyertakan estimasi kesalahan (error)
Oleh karena peramalan diprediksikan akan menemui kesalahan,
pertanyaan sebenarnya adalah “seberapa besar kesalahan tersebut?”. Setiap
peramalan seharusnya menyertakan estimasi kesalahan yang dapat diukur sebagai
tingkat kepercayaan, dapat berupa persentase (plus atau minus) dari peramalan
sebagai rentang nilai minimum dan maksimum.
3) Peramalan akan lebih akurat untuk kelompok atau grup
Perilaku dari individual item dalam sebuah grup adalah acak bahkan ketika
grup tersebut berada dalam keadaan stabil. Sebagai contoh, meramalkan secara
akurat seorang murid dalam suatu kelas lebih sulit daripada meramalkan untuk
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
20
Universitas Indonesia
rata-rata keseluruhan kelas. Dengan kata lain, peramalan lebih akurat untuk
dilakukan pada kelompok atau grup daripada individual item.
4) Peramalan lebih akurat untuk jangka waktu yang lebih dekat
Masa depan yang akan diramalkan dalam waktu panjang memiliki
ketidakpastian yang lebih tinggi daripada meramalkan untuk jangka waktu yang
pendek. Kebanyakan orang lebih yakin untuk meramalkan apa yang akan mereka
lakukan minggu depan dibanding meramalkan apa yang akan mereka lakukan
tahun depan. Begitu juga dengan suatu bisnis, tingkat (jumlah) produksi untuk
jangka dekat bagi perusahaan lebih mudah untuk diramalkan dibandingkan
meramalkan untuk jangka panjang.
2.3. Analisis Deret Waktu (Time Series Analysis)
2.3.1. Definisi
Deret waktu adalah serangkaian pengamatan terhadap suatu peristiwa,
kejadian, gejala atau variabel yang diambil dari waktu ke waktu, dicatat secara
teliti menurut urutan-urutan waktu terjadinya dan kemudian disusun sebagai data
statistik (Hadi, 1986). Pada umumnya pencatatan ini dilakukan dalam jangka
waktu tertentu, misalnya satu bulan, satu tahun, sepuluh tahunan, dan sebagainya.
Analisis deret waktu adalah metode peramalan dengan menggunakan
pendekatan deret waktu (time series) sebagai dasar peramalan, yang memerlukan
data aktual periode lalu yang akan diramalkan untuk mengetahui pola data yang
diperlukan untuk menentukan metode peramalan yang sesuai (Markdakis, 1999).
Chatfield (2001) mendefinisikan analisis deret waktu sebagai suatu metode
kuantitatif untuk menentukan pola data masa lampau yang telah dikumpulkan
secara teratur. Secara umum analisis deret waktu mempunyai beberapa tujuan,
yaitu peramalan, permodelan, dan juga kontrol.
Peramalan berkaitan dengan pembentukan model dan metode yang dapat
digunakan untuk menghasilkan suatu peramalan yang akurat. Sebuah model deret
waktu (time series) merupakan suatu fungsi yang menghubungkan nilai deret
waktu dengan nilai awal deret waktu, kesalahannya, atau dengan deret waktu
lainnya. Metode deret waktu meramalkan sifatnya untuk masa depan. Jika ada
persamaan yang ditentukan maka sifat sistem dapat diketahui dengan
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
21
Universitas Indonesia
menyelesaikan persamaan tersebut dengan kondisi awal yang sudah diketahui.
Pada peramalan deret waktu, persamaan dan kondisi awal mungkin diketahui
keduanya atau mungkin hanya salah satu saja. Oleh karena itu diperlukan suatu
aturan untuk menentukan perkembangan dan keakuratan sistem. Penentuan aturan
tersebut mengacu dari pencocokkan data masa lalu.
Pendekatan ini mencoba memahami dan menjelaskan mekanisme tertentu,
meramalkan suatu nilai di masa depan dengan asumsi bahwa data-data masa
lampau dapat memproyeksikan masa depan, dan mengoptimalkan sistem kendali
(Iriawan, 2006 : 341). Tujuannya yaitu untuk mengamati atau memodelkan data
series yang telah ada sehingga memungkinkan data yang akan datang yang belum
diketahui bisa diprediksi atau diramalkan.
Menurut Hanke (2003), faktor utama yang mempengaruhi pemilihan
teknik peramalan untuk data deret waktu adalah identifikasi dan pemahaman pola
historis data. Secara umum, pola data tersebut terbagi menjadi empat, yaitu:
1) Pola Horisontal
Pola ini terjadi pada saat data observasi berfluktuasi di sekitar rata-rata
konstan. Pola ini disebut juga pola stasioner.
2) Pola Tren (Trend)
Pola ini muncul ketika observasi data menaik atau menurun pada periode
yang panjang. Contoh dari rangkaian tren ini adalah pertumbuhan
populasi, inflasi harga, perubahan teknologi, preferensi konsumen dan
kenaikan produktifitas.
3) Pola Siklis (Cyclus)
Pola ini muncul pada saat observasi data memperlihatkan kenaikan dan
penurunan pada periode yang tidak tetap. Komponen siklis mirip fluktuasi
gelombang di sekitar trend yang sering dipengaruhi oleh kondisi ekonomi.
4) Pola Musiman (Seasonality)
Pola ini terjadi pada saat data observasi dipengaruhi oleh faktor musiman.
Komponen musiman mengacu pada suatu pola perubahan yang berulang
dengan sendirinya dari tahun ke tahun. Untuk deret bulanan, komponen
musiman mengukur keragaman deret dari setiap Januari, setiap Februari,
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
22
Universitas Indonesia
dan seterusnya. Untuk deret triwulanan, ada empat elemen musim,
masing-masing untuk setiap triwulan.
2.3.2. Konsep Dasar dan Persamaan Deret Waktu
Analisis deret waktu (time series) dikenalkan pada tahun 1970 oleh
George E. P. Box dan Gwilym M. Jenkins melalui bukunya Time Series Analysis :
Forecasting and Control. Sejak saat itu, time series analysismulai banyak
dikembangkan. Dasar pemikiran time series adalah pengamatan sekarang (zt)
tergantung pada satu atau beberapa pengamatan sebelumnya (zt-k). Dengan kata
lain model time series dibuat karena secara statistik ada korelasi (dependen) antar
deret pengamatan. Untuk melihat adanya dependensi (ketergantungan) antar
pengamatan, dapat melakukan uji korelasi antar pengamatan yang disebut dengan
Autocorrelation Function (ACF) (Montgomery dan Johnson, 1998 : 189).
Dengan mempertimbangkan sebuah deret waktu dimana suatu pengamatan
yang berurutan dapat dinotasikan dengan sebuah kombinasi linear dari variabel-
variabel acak, misalnya t, t-1, t-2, … t-n yang digambarkan dari probabilitas
yang terdistribusi stabil dengan rata-rata 0 dan varians σ 2. Distribusi persebaran
data i adalah terdistribusi normal dan berurut dari variabel-variabel acak t, t-
1, t-2, … t-n atau yang dikenal dengan proses white noise.
Kombinasi linear dari i dapat dinotasikan dalam persamaan berikut:
… (2.1)
atau
∑ (2.2)
dimana δ adalah bobot dan nilai j=0,1,2,… konstan sedangkan μ adalah konstanta
yang menentukan level dari proses. Alternatif lain dari persamaan di atas adalah
(2.3)
yang secara umum dituliskan menjadi
(2.4)
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
23
Universitas Indonesia
Ada beberapa istilah yang biasa ditemui dalam analisis time series sebagai
berikut:
1) Stasioneritas
Asumsi yang sangat penting dalam suatu deret waktu adalah stasioneritas
deret pengamatan. Suatu deret pengamatan dikatakan stasioner apabila
proses tidak berubah seiring dengan perubahan waktu. Artinya, rata-rata
deret pengamatan di sepanjang waktu selalu konstan.
2) Fungsi Autokorelasi (Autocorrelation Function / ACF)
Autokorelasi adalah korelasi antar deret pengamatan suatu deret
waktu pengamatan, sedangkan fungsi autokorelasi (ACF) adalah plot dari
korelasi-korelasi tersebut.
3) Fungsi Autokorelasi Parsial (Parsial Autocorrelation Function / PACF)
Autokorelasi parsial adalah korelasi parsial antar deret pengamatan dari
suatu deret waktu pengamatan. Autokorelasi parisal mengukur keeratan
antar pengamatan suatu deret waktu.
4) Cross Correlation
Cross Correlation digunakan untuk menganalisis deret waktu multivariate
sehingga ada lebih dari dua deret waktu yang akan dianalisis.
5) Proses White Noise
White Noise merupakan proses stasioner, yang didefinisikan sebagai deret
variabel acak yang independen, identik, dan terdistribusi normal.
6) Analisis Tren
Analisis ini digunakan untuk menaksir model tren suatu data deret waktu.
Ada beberapa model analisis tren, antara lain model linear, kuadratik,
eksponensial, pertumbuhan atau penurunan, dan model kurva S. Analisis
tren digunakan apabila deret waktu tidak ada komponen musiman.
7) Rata-rata bergerak (Moving Average)
Teknik ini dapat memperhalus data dengan cara membuat rata-rata secara
keseluruhan secara berurutan dari sekelompok pengamatan pada jangka
waktu tertentu.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
24
Universitas Indonesia
2.3.3. Komponen Deret Waktu (Time Series)
Pada umumnya, deret waktu (time series) terdiri dari tiga komponen :
1) Gerak Jangka Panjang (Longterm Movement atau Seculer Trend)
Yaitu suatu gerak yang menunjukkan ke arah mana tujuan dari time
series tersebut, dapat berbentuk garis lurus atau garis lengkung. Cara
menentukan trend, yaitu:
a) Dengan memakai tangan saja
b) Cara semi average
c) Cara rata-rata bergerak (moving average)
d) Cara least square
2) Gerak Berulang (Cyclical Movement)
Yaitu gerak naik turun yang terjadi dalam jangka waktu yang lama.
Gerak seperti ini terjadi dengan teratur atau hampir teratur, akan tetapi
mungkin juga amplitudonya berbeda dari waktu ke dalam jangka waktu
yang singkat (bagian dari tahun atau musim). Oleh karena gerak ini hampir
teratur atau benar-benar teratur, maka gerak ini disebut dengan gerak
periodik.
3) Gerak Tidak Teratur (Irreguler Movement)
Yaitu gerak yang terjadi hanya sekali-kali dan tidak mengikuti
aturan tertentu dan karenanya tidak dapat diramalkan lebih dahulu. Gerak
ini biasanya tidak berpengaruh untuk jangka waktu yang lama, walaupun
pengecualian selalu ada.
Teknik peramalan yang digunakan dalam peramalan time series terdiri dari
beberapa model. Pembagian model tersebut beragam menurut para ahli, tetapi
pada dasarnya memiliki maksud dan tujuan yang sama.
Model-model peramalan time series tersebut adalah sebagai berikut:
a. Model Trend
b. Model Naive
c. Model Rata-rata Bergerak
d. Model Exponential Smoothing (Pemulusan Eksponensial)
e. Model Box-Jenkins (ARIMA)
f. Model Dekomposisi
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
25
Universitas Indonesia
2.4. Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)
Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) merupakan suatu
metode pendekatan model yang sangat akurat untuk analisis time series. Analisis
time series merupakan salah satu bagian dari ilmu statistika yang mempelajari
tentang peramalan (forecasting) data pada beberapa periode yang akan datang
berdasarkan pada data periode yang lalu.
ARIMA sering juga disebut metode time series (deret waktu) Box-Jenkins.
Metode ini sangat baik ketepatannya untuk peramalan jangka pendek, sedangkan
untuk peramalan jangka panjang ketepatan peramalannya kurang baik. Biasanya
akan cenderung flat (mendatar/konstan) untuk periode peramalan yang cukup
panjang.
Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) merupakan salah
satu teknik peramalan dengan pendekatan deret waktu yang menggunakan teknik-
teknik korelasi antar suatu deret waktu. Dasar pemikiran dari model ARIMA
adalah pengamatan sekarang (zt) tergantung pada satu atau beberapa pengamatan
sebelumnya (zt-k). Dengan kata lain, model ini dibuat karena secara statistik ada
korelasi (dependent) antar deret pengamatan. Untuk melihat adanya dependensi
(ketergantungan) antar pengamatan, dapat melakukan uji korelasi antar
pengamatan yang sering dikenal dengan fungsi autokorelasi (Autocorrelation
Function / ACF) (Iriawan, 2006 : 341).
Metode ARIMA dapat diartikan sebagai gabungan dua model, yaitu model
Autoregressive (AR) dan Moving Average (MA).Menurut Hendranata (2003),
model ARIMA (Box-Jenkins) dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu model
Autoregressive (AR), Moving Average (MA), dan model campuran
Autoregressive Moving Average (ARMA) yang mempunyai karakteristik dari
model AR dan MA.
Model ARIMA adalah model yang secara penuh mengabaikan
independent variabel dalam membuat suatu peramalan. ARIMA hanya
menggunakan suatu variabel deret waktu (univariate time series). Artinya, metode
ini tidak mempunyai suatu variabel yang berbeda sebagai variabel bebas tetapi
menggunakan informasi dalam series yang sama dalam membentuk model.
ARIMA menggunakan nilai masa lalu dan sekarang dari dependent variabel untuk
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
26
Universitas Indonesia
menghasilkan peramalan jangka pendek yang akurat. ARIMA cocok jika
observasi dari time series (deret waktu) secara statistik berhubungan satu sama
lain (dependent).
2.4.1. Model Autoregressive (AR)
Sebuah time series dikatakan mengikuti sebuah model Autoregressive
(AR) dengan ordo p yaitu AR (p) jika nilai saat ini dapat dinyatakan sebagai
sebuah fungsi linear dari nilai-nilai sebelumnya ditambah dengan random shock
(error).
Bentuk umum dari model Autoregressive dengan ordo p yaitu AR(p) atau
model ARIMA (p,0,0) dinyatakan sebagai berikut:
′ … (2.5)
Dengan: ′ : suatu konstanta
: parameter dari model autoregressive ke-p
: nilai kesalahan pada periode t
2.4.2. Model Moving Average (MA)
Model Moving Average (MA) menjelaskan sebuah time series yang
merupakan sebuah fungsi linear dari shock random sekarang dan sebelumnya (e).
Random shock disebut juga error, residual, atau proses white noise.
Bentuk umum dari model Moving Average dengan ordo q yaitu MA(q)
atau ARIMA (0,0,q) dinyatakan sebagai berikut:
′ (2.6)
Dengan:
: nilai sekarang dari suatu data time series ′ : suatu konstanta
: parameter dari model moving average ke-q
: error atau random shock atau nilai kesalahan pada periode t – q
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
27
Universitas Indonesia
2.4.3. Model Autoregressive dan Moving Average (ARMA)
Meskipun model AR dan MA dapat digunakan untuk banyak set data,
kedua metode tersebut tidak memadai untuk beberapa data dan dibutuhkan sebuah
model yang lebih umum. Model Autoregressive Moving Average (ARMA)
mengandung kedua proses AR dan MA. Sebuah time series xt dikatakan
mengikuti sebuah model Autoregressive Moving Average (ARMA) dengan ordo p
dan q atau ARMA (p,q) jika xt memenuhi persamaan yang berbeda berikut:
(2.7)
Perhatikan bahwa ARMA (p,0) = AR (p), ARMA (0,q) = MA (q) dan
ARMA (0,0) = WN (white noise process).
Sebagai contoh model umum untuk campuran proses AR(1) murni dan
MA(1) murni, misal ARIMA (1,0,1) dinyatakan sebagai berikut:
′ (2.8)
atau
1 ′ 1 (2.9)
� � 1 � � 1 (2.10)
dengan B adalah backward shift
2.4.4. Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)
Untuk memodelkan time series menggunakan model ARMA, maka data
time series tersebut harus stasioner. Hal ini berarti bahwa nilai dari suatu deret
dan fungsi autocovariance-nya adalah independen terhadap waktu. Selain itu,
deret juga harus mempunyai varian yang stabil dan mean (rata-rata) yang konstan.
Sebagian besar data time series adalah tidak stasioner, tetapi beberapa
dapat ditransformasikan menjadi sebuah deret yang stasioner dengan cara
differencing. Proses differencing ini sering digunakan untuk menghilangkan trend,
seasonality, dan variasi periodik dari suatu deret sehingga mampu mengubah time
series yang tidak stasioner menjadi stasioner. Penyertaan dari proses differencing
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
28
Universitas Indonesia
pada formulasi atau perumusan model ARMA menghasilkan model
Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA). Sebuah model ARIMA
memprediksi sebuah nilai dalam suatu time series sebagai sebuah kombinasi
linear dari nilai-nilai masa lalu (past values) dan kesalahan masa lalu (past error).
Model ARIMA dilambangkan dengan notasi ARIMA (p,d,q), dimana p
adalah ordo untuk komponen autoregressive, d adalah ordo untuk differencing,
dan q adalah ordo untuk komponen moving average. Oleh karena itu, semua
model yang dibahas sebelumnya merupakan sub set dari model ARIMA.
Contoh persamaan untuk kasus sederhana ARIMA (1,1,1) adalah sebagai
berikut:
1 1 ′ 1 (2.11)
dimana (1-B) adalah pembedaan atau proses differencing.
2.4.5. Tahapan Metode ARIMA (Box-Jenkins)
Metode ARIMA terdiri dari empat langkah dasar, yaitu tahapan
identifikasi model, estimasi parameter, pemeriksaan diagnostik (diagnostic
checking), dan peramalan (forecasting). Berikut adalah langkah-langkah
melakukan peramalan (forecasting) dengan menggunakan metode ARIMA :
1) Identifikasi Model
Kebanyakan data deret waktu (time series) bersifat non stasioner,
sedangkan model Box-Jenkins merupakan model yang menggambarkan
time series yang stasioner. Stasioner berarti tidak terdapat pertumbuhan
atau penurunan (trend) pada data. Data secara kasarnya harus horisontal
sepanjang sumbu waktu. Dengan kata lain, fluktuasi data berada di sekitar
suatu nilai rata-rata yang konstan, tidak tergantung pada waktu dan varian
dari fluktuasi tersebut tetap konstan terhadap waktu.
Dengan demikian yang dilakukan pada tahapan ini adalah
mengidentifikasi stasioneritas dari data baik dalam mean maupun
variance. Apabila ditemukan data belum stasioner terhadap variance
dilakukan upaya transformasi sedangkan apabila belum stasioner dalam
mean dilakukan differencing (Suharjo, 2003).
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
29
Universitas Indonesia
Sebelum melakukan forecasting terhadap data dalam beberapa
periode waktu ke depan, maka harus dipastikan bahwa data sudah
stasioner baik terhadap mean maupun variance. Dikatakan stasioner dalam
mean adalah apabila digambarkan plot dari data time series-nya, maka
plot-plot data tersebut akan berjalan sejajar dengan sumbu x, sedangkan
dikatakan stasioner dalam variance adalah apabila jarak antara plot data
satu dengan yang lainnya relatif homogen.
Suatu deret waktu yang tidak stasioner harus diubah menjadi data
yang stasioner dengan melakukan differencing. Differencing dilakukan
dengan menghitung perubahan atau selisih nilai observasi. Nilai selisih
yang diperoleh di cek lagi apakah stasioner atau tidak. Jika belum
stasioner maka dilakukan differencing lagi. Jika varians tidak stasioner,
maka dilakukan transformasi logaritma.
Pada tahapan identifikasi model ini akan dicari model yang
dianggap paling sesuai yang diawali dengan membuat plot data asli,
membuat grafik Autocorrelation Function (ACF) dan Partial
Autocorrelation Function (PACF). ACF dan PACF digunakan untuk
menentukan kestasioneran dan pola lain yang terkandung pada time series.
Apabila belum stasioner maka perlu dilakukan transformasi atau
differencing (d).
Untuk memeriksa stasioneritas dari suatu data time series dapat
digunakan tiga fungsi plot, yaitu Autocorrelation Function (ACF), Partial
Autocorelation Function (PACF), dan Inverse Autocorrelation Function
(IACF).
a. Autocorrelation Function (ACF)
Autocorrelation Function (ACF) yaitu fungsi yang menunjukkan
besarnya korelasi (hubungan) antara pengamatan pada periode ke t dengan
pengamatan pada periode-periode sebelumnya. Jika suatu data time series
tidak stasioner, maka fungsi ACF akan meluruh secara perlahan. Oleh
karena itu, dilakukan proses differencing sampai data deret waktu
stasioner. Hal ini mungkin juga menggunakan transformasi log atau Box-
Cox untuk menstabilkan varian dari deret tersebut. Penurunan yang cepat
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
30
Universitas Indonesia
pada plot ACF menunjukkan bahwa suatu data time series adalah
stasioner.
b. Partial Autocorrelation Function (PACF)
Partial Autocorrelation Function (PACF) yaitu fungsi yang
menunjukkan besarnya korelasi parsial antara pengamatan pada periode ke
tdenganpengamatan-pengamatan pada periode-periode sebelumnya.PACF
merupakan lanjutan atau tambahan dari ACF dan digunakan untuk
memeriksa ketergantungan untuk masing-masing lag (individual lags).
c. Inverse Autocorrelation Function (IACF)
Inverse Autocorrelation Function (IACF) memainkan peran yang
sebagian besar sama dengan PACF tetapi secara umum menunjukkan sub
set dan model seasonal autoregressive yang lebih baik dibandingkan
dengan PACF. Jika suatu data time series tidak stasioner, IACF
mempunyai karakteristik yaitu non invertible moving average dan oleh
karena itu akan meluruh secara perlahan. IACF juga berguna untuk
mendeteksi over differencing. Jika suatu data time series yang ada sudah
over-differenced, IACF akan terlihat seperti ACF dari sebuah proses tidak
stasioner.
2) Mengestimasi Parameter
Tahapan selanjutnya setelah menentukan model awal
teridentifikasi adalah mencari perkiraan terbaik atau paling efisien untuk
parameter dalam model awal. Parameter yang dimaksud pada tahapan ini
adalah nilai koefisien untuk melengkapi persamaan model awal agar
menjadi suatu persamaan peramalan yang utuh. Model persamaan yang
didapatkan tersebut merupakan persamaan matematis yang dapat
digunakan untuk menentukan (meramalkan) keadaan atau nilai xt periode
yang akan datang.
3) Diagnostic Checking
Pada tahapan ini akan diperiksa apakah model peramalan yang
didapatkan pada tahapan sebelumnya sudah cukup sesuai dengan data
yang dimiliki dan memadai untuk dijadikan model peramalan. Apabila
terdapat penyimpangan yang cukup serius harus dirumuskan kembali
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
31
Universitas Indonesia
model yang baru yang selanjutnya diperkirakan nilai parameternya dan
kemudian diperiksa.
Dalam permodelan time series terdapat asumsi bahwa residual dari
data deret waktu mengikuti proseswhite noiseyaitu deret variabel acak
yang independen (tidak berkorelasi), identik dan terdistribusi normal
dengan rata-rata mendekati 0 (μ=0) dan standar deviasi tertentu (σ).
4) Forecasting dengan metode ARIMA
Setelah pemeriksaan diagnostik maka model ARIMA yang terpilih
dapat digunakan untuk melakukan peramalan suatu data pada periode ke
depan yang telah ditentukan.
Metode ARIMA dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa software
khusus statistika yang dapat mempermudah proses dalam analisis time series
seperti Minitab, SPSS, R, EViews, dan sebagainya.
2.5. Keakuratan Peramalan
Ketepatan peramalan adalah suatu hal yang mendasar dalam peramalan,
yaitu bagaimana mengukur kesesuaian suatu metode peramalan tertentu untuk
suatu kumpulan data time series yang diberikan. Ketepatan dipandang sebagai
kriteria penolakan untuk memilih suatu metode peramalan. Dalam permodelan
time series dari data masa lalu dapat diramalkan situasi yang akan terjadi pada
masa yang akan datang dan ketepatan peramalan digunakan untuk menguji
kebenaran peramalan tersebut. Metode peramalan yang dipilih adalah metode
peramalan yang memberikan tingkat kesalahan terkecil.
Kriteria ketepatan (keakuratan) peramalan dapat diukur oleh beberapa
indikator kesalahan peramalan (Wheelwright, 1999), sebagai berikut:
1. Percentage Error (PE)
Percentage Error (PE) adalah presentase kesalahan dari nilai yang
sebenarnya dengan hasil perhitungan nilai peramalan.
Nilai PE didapat dari persamaan :
� � ŷ 100% (2.12)
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
32
Universitas Indonesia
2. Rata-rata Kesalahan (Average / Mean Error)
Mean Error (ME) merupakan teknik sederhana dalam menggambarkan
tingkat kesalahan dari suatu proses. Kesalahan atau error menunjukkan besarnya
selisih antara nilai sebenarnya dengan nilai yang diramalkan, .
Dengan persamaan tersebut maka nilai kesalahan dapat bernilai positif ataupun
negatif. Bernilai negatif apabila nilai peramalan melebihi dari nilai sebenarnya
dan bernilai positif apabila nilai peramalan lebih kecil dari nilai yang sebenarnya.
Nilai ME didapat dari persamaan:
� � ∑ ŷ (2.13)
Apabila Mean Error digunakan untuk menghitung nilai rata-rata secara
keseluruhan yaitu dalam penjumlahan keseluruhan maka adanya nilai positif dan
negatif akan saling melemahkan atau menambah kesalahan. Hal ini menyebabkan
Mean Error sulit untuk menggambarkan rata-rata kesalahan dari setiap proses
peramalan yang dihitung.
3. Mean Square Error (MSE)
Mean Square Error (MSE) menggunakan nilai kuadrat untuk setiap selisih
perhitungan yang terjadi. Perbedaannya dengan Mean Absolute Deviation (MAD)
adalah MSE menilai kesalahan untuk penyimpangan yang lebih ekstrem daripada
MAD.
Nilai MSE didapat dari persamaan :
� � � ∑ ŷ (2.14)
4. Mean Absolute Deviation (MAD)
Mean Absolute Deviation ini digunakan untuk mengantisipasi adanya nilai
positif dan negatif yang akan saling melemahkan atau menambah perhitungan
kesalahan pada penjumlahan, maka error yang digunakan adalah nilai absolute
(mutlak) untuk setiap selisih kesalahan.
Nilai MAD didapat dari persamaan :
� � � ∑ | ŷ | (2.15)
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
33
Universitas Indonesia
5. Mean Percentage Error (MPE)
Mean Percentage Error (MPE) merupakan rata-rata dari persentase
kesalahan (selisih nilai sebenarnya dengan nilai hasil peramalan) dari keseluruhan
observasi.
Nilai MPE didapat dari persamaan :
� � � ∑ � � (2.16)
6. Mean Absolute Percentage Error (MAPE)
Mean Absolute Percentage Error (MAPE) juga merupakan nilai rata-rata
dari persentase kesalahan, tetapi memberikan nilai absolute (mutlak) pada selisih
nilai sebenarnya dengan nilai hasil peramalan. MAPE merupakan nilai indikator
yang biasa digunakan untuk menunjukkan performance atau keakuratan pada
hasil proses peramalan.
Nilai MAPE didapat dari persamaan :
� � � � ∑ |� � | (2.17)
7. Standard Deviation of Errors (SDE)
Nilai SDE didapat dari persamaan :
� � � ∑ ŷ
(2.18)
Dengan:
: nilai aktual pada periode t
ŷ : nilai hasil peramalan pada periode t
n : jumlah peramalan
| PE | : nilai absolute PE
Digunakan MAPE karena pada data (tingkat produksi gas) ukuran variabel
peramalan merupakan faktor penting dalam mengevaluasi akurasi peramalan.
MAPE mengenal secara pasti signifikansi hubungan diantara data ramalan dengan
data aktual melalui persentase dari data aktual serta indikator positif atau negatif
pada galat (error) diabaikan. MAPE memberikan petunjuk seberapa besar
kesalahan peramalan dibandingkan dengan nilai sebenarnya dari series tersebut.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
34
BAB 3 PENGUMPULAN DATA
3. PENGUMPULANDATA
Bab ini akan menjelaskan mengenai pengumpulan data yang dibutuhkan
untuk melaksanakan penelitian. Pengumpulan data berupa data sekunder yaitu
data historis tingkat produksi gas di Indonesia untuk masing-masing perusahaan
yang beroperasi dalam memproduksi gas.
Pertamina diberikan kekuasaan wilayah pertambangan minyak dan gas
atas seluruh wilayah hukum pertambangan Indonesia. Pertamina dalam
pengoperasiaannya bekerja sama atau melakukan mitra dengan pihak lain dalam
menjalankan pengusahaan eksplorasi dan eksploitasi dalam bentuk Contract of
Work (COW), Join Operating Body (JOB), Joint Operating Agreement (JOA),
Technical Assistance Contract (TAC), Production Sharing Contract (PSC).
Data sekunder yang berupa data historis tingkat produksi semua
perusahaan yang melakukan operasi dalam memproduksi gas diperolah dari
Direktorat Jendral Minyak dan Gas. Dari periode ke periode tertentu terdapat
beberapa perubahan baik dalam pengelompokkan regional maupun daftar
perusahaan yang melakukan pengoperasia lapangan gas. Selain itu terdapat
beberapa perusahaan yang tidak lengkap data historisnya. Pada tahapan
pengolahan data awal, data tersebut dikumpulkan, disusun, kemudian dipilih
beberapa perusahaan dengan tingkat produksi gas yang cukup besar dan datanya
lengkap. Diambil tiga perusahaan yaitu Total E&P Indonesie, Pertamina, dan
Conoco Phillips Grissik untuk diramalkan tingkat produksinya di periode yang
akan datang. Selain itu, juga akan dilakukan peramalan tingkat produksi gas di
Indonesia secara akumulatif (overall) dari tingkat produksi gas seluruh
perusahaan yang beroperasi dalam sektor gas.
3.1. Tingkat Produksi Gas Total E&P Indonesie
Total E&P Indonesie merupakan perusahaan penghasil gas terbesar di
Indonesia. Perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan yang bekerja sama
dengan Pertamina dalam pengoperasian lapangan gas di Indonesia. Data historis
tingkat produksi gas Total E&P Indonesie dari periode Januari 2005 – Desember
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
35
Universitas Indonesia
2011 secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 7.1 dan Tabel 7.2 yang terdapat
dalam lampiran. Berikut adalah data historis tingkat produksi gas Total E&P
Indonesie periode Januari 2005 – Desember 2011 dalam bentuk grafik :
80726456484032241681
105000000
100000000
95000000
90000000
85000000
80000000
75000000
70000000
65000000
Index
Ting
kat
Prod
uksi
Gas
(m
scf)
Time Series Plot of Tingkat Produksi Gas Total E&P Indonesie
Gambar 3.1 Tingkat Produksi Gas Total E&P Indonesie
Pada Gambar 3.1 secara umum tingkat produksi gas PT Total E&P
Indonesie dari periode Januari 2005 – Desember 2011 cenderung mengalami
penurunan.
3.2. Tingkat Produksi Gas Pertamina
Pertamina merupakan perusahaan dalam negeri yang menyelenggarakan
kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan, termasuk gas. Wilayah
pengoperasian Pertamina meliputi Region I (Sumatera: NAD, Sumatera Bagian
Tengah, Sumatera Bagian Selatan), Region II (Jawa : Jawa Bagian Barat, Jawa
Bagian Timur), Region III (Kepulauan Timur Indonesia : Kalimantan, Papua).
Data historis tingkat produksi gas Pertamina dari periode Januari 2005 –
Desember 2011 secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 7.3 dan Tabel 7.4 yang
terdapat dalam lampiran.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
36
Universitas Indonesia
Berikut adalah data historis tingkat produksi gas Pertamina periode Januari
2005 – Desember 2011 dalam bentuk grafik :
80726456484032241681
32000000
30000000
28000000
26000000
24000000
22000000
20000000
Index
Ting
kat
Prod
uksi
Gas
(m
scf)
Time Series Plot of Tingkat Produksi Gas Pertamina
Gambar 3.2 Tingkat Produksi Gas Pertamina
Gambar 3.2 menunjukkan bahwa tingkat produksi gas Pertamina sangat
fluktuatif. Pertamina sempat mengalami penurunan dan kenaikan tingkat produksi
yang cukup besar. Namun, secara umum tingkat produksi gas Pertamina
cenderung mengalami kenaikan.
3.3. Tingkat Produksi Gas Conoco Phillips Grissik
PT Conoco Phillips Grissik merupakan anak perusahaan dari Conoco
Phillips, perusahaan minyak dan gas yang termasuk tiga penghasil energi terbesar
di Amerika. PT Conoco Phillips Grissik ini beroperasi di lapangan gas di
Sumatera. Data historis tingkat produksi gas Conoco Phillips Grissik dari periode
Januari 2005 – Desember 2011 secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 7.5 dan
Tabel 7.6 yang terdapat dalam lampiran.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
37
Universitas Indonesia
Berikut adalah data historis tingkat produksi gas Conoco Phillips Grissik
periode Januari 2005 – Desember 2011 dalam bentuk grafik :
80726456484032241681
35000000
30000000
25000000
20000000
15000000
10000000
Index
Ting
kat
Prod
uksi
Gas
(m
scf)
Time Series Plot of Tingkat Produksi Gas Conoco Phill ips Grissik
Gambar 3.3 Tingkat Produksi Gas Conoco Phillips Grissik
Gambar 3.3 secara jelas menunjukkan bahwa tingkat produksi gas dari
Conoco Phillips Grissik mangalami cenderung mengalami kenaikan dari periode
Januari 2005 – Desember 2011.
3.4. Tingkat Produksi Gas di Indonesia
Selain mengumpulkan data historis dari 3 perusahaan dengan tingkat
produksi gas yang cukup besar, dilakukan juga perhitungan total tingkat produksi
gas di Indonesia. Data historis tingkat produksi gas di Indonesia dari periode
Januari 2005 – Desember 2011 secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 7.7 dan
Tabel 7.8 yang terdapat dalam lampiran. Data ini merupakan penjumlahan
(akumulatif) dari data tingkat produksi gas semua perusahaan pengoperasi
lapangan gas yang ada di Indonesia.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
38
Universitas Indonesia
Berikut adalah data historis tingkat produksi gas di Indonesia periode
Januari 2005 – Desember 2011 dalam bentuk grafik :
80726456484032241681
300000000
290000000
280000000
270000000
260000000
250000000
240000000
230000000
220000000
210000000
Index
Ting
kat
Prod
uksi
Gas
(m
scf)
Time Series Plot of Tingkat Produksi Gas Indonesia
Gambar 3.4 Tingkat Produksi Gas di Indonesia
Gambar 3.4 menunjukkan tingkat produksi gas di Indonesia dari periode
ke periode cukup fluktuatif. Namun, secara umum tingkat produksi gas di
Indonesia cenderung mengalami kenaikan selama periode Januari 2005 –
Desember 2011.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
39
BAB 4 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS
4. PENGOLAHAN DATA
Prosedur permodelan menggunakan metodeAutoregressive Integrated
Moving Average (ARIMA) secara umum meliputi empat tahapan yaitu
mengidentifikasi model, mengestimasi atau memperkirakan parameter dari model,
diagnostic checking (diagnosa dan pemeriksaan model) dan forecasting
(peramalan).
Penelitian ini akan membahas satu model stochastic yaitu tingkat produksi
gas untuk tiga perusahaan penghasil gas yang cukup besar di Indonesia. Tiga
perusahaan tersebut yaitu Total E&P Indonesie, Pertamina, dan Conoco Phillips
Grissik. Selain itu, juga akan dibahas model forecasting untuk tingkat produksi
gas di Indonesia secara nasional yang merupakan akumulatif dari tingkat produksi
gas semua perusahaan yang beroperasi dalam memproduksi gas.
Pada penelitian ini digunakan data historis tingkat produksi gas untuk
masing-masing perusahaan dari periode Januari 2005 – Desember 2011.
Kemudian akan dilakukan peramalan tingkat produksi gas ke depannya sampai
masa kontrak habis untuk setiap perusahaan. Pengolahan data pada tahapan
mengidentifikasi model dilakukan dengan menggunakan bantuan software
statistik Minitab 16, sedangkan untuk tahapan selanjutnya menggunakan bantuan
software statistik SPSS 19. Hal ini dilakukan karena pada tahapan
mengidentifikasi model baik Minitab 16 maupun SPSS 19 memberikan hasil yang
sama, akan tetapi Minitab memberikan nilai statistik tambahan yang tidak
dikeluarkan oleh SPSS 19. Untuk tahapan selanjutnya dipilih SPSS 19 karena
software ini lebih powerfull dalam pembacaan data, pembentukan model, dan
interpretasinya dalam bentuk grafik.
4.1. TOTAL E&P INDONESIE
Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pembuatan model forecasting
tingkat produksi gas Total E&P Indonesie :
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
40
Universitas Indonesia
4.1.1 Mengidentifikasi Model
Langkah pertama dalam pembuatan model tingkat produksi gas
menggunakan metode ARIMA adalah mengidentifikasi model, dengan cara
mengidentifikasi data deret waktu yang ada. Seperti yang disebutkan sebelumnya,
pendekatan Box-Jenkins mensyaratkan atau membutuhkan input data deret waktu
yang akan dijadikan model harus bersifat stasioner.
Plot data deret waktu dalam bentuk grafik dari tingkat produksi gas
dilakukan untuk memeriksa keberadaan beberapa tren, pola, atau variasi yang
periodik. Apakah data tersebut mempunyai tren naik / turun, musiman, maupun
acak / tidak teratur. Apabila data yang ada bersifat tidak stasioner maka data
tersebut harus didiferensiasi (dilakukan proses differencing) terlebih dahulu agar
model yang dihasilkan dapat merepresentasikan keadaan data secara keseluruhan
(Montgomery dan Johnson, 1998 : 203).
Berikut adalah plot dan analisis keberadaan tren data deret waktu untuk
tingkat produksi Total E&P Indonesie periode Januari 2005 – Desember 2011 :
80726456484032241681
105000000
100000000
95000000
90000000
85000000
80000000
75000000
70000000
65000000
Index
Ting
kat
Prod
uksi
Gas
(m
scf)
MAPE 5.05457E+00MAD 4.18928E+06MSD 2.78949E+13
Accuracy Measures
ActualF its
Var iable
Trend Analysis Plot for Tingkat Produksi Gas Total E&P IndonesieLinear Trend Model
Yt = 92300227 - 199603*t
Gambar 4.1 Trend Analysis Tingkat Produksi Gas Total E&P Indonesie
Berdasarkan plot dan analisis keberadaan tren data deret waktu seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 4.1, dapat disimpulkan bahwa data deret waktu
untuk tingkat produksi gas adalah tidak stasioner. Hal ini terlihat jelas pada grafik
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
41
Universitas Indonesia
tersebut dimana data deret waktu tingkat produksi gas yang diberikan mempunyai
tren hubungan yang cenderung menurun.
Ketidakstasioneran data juga dapat diamati dari nilai Autocorelation
Function (ACF) data deret waktu. Deret yang tidak stasioner akan memberikan
nilai autokorelasi yang meluruh atau berkurang secara perlahan. Sedangkan untuk
data yang stasioner akan mempunyai nilai autokorelasi yang meluruh atau
berkurang secara cepat / drastis dan membentuk pola naik-turun pada nilai
autokorelasi yang positif dan negatif. Besarnya nilai autokorelasi untuk data deret
waktu tingkat produksi gas adalah sebagai berikut :
2018161412108642
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Lag
Aut
ocor
rela
tion
Autocorrelation Function for Tingkat Produksi Gas(with 5% significance limits for the autocorrelations)
Gambar 4.2 Autocorrelation Function Tingkat Produksi GasTotal E&P Indonesie
Gambar 4.2 di atas menunjukkan plot data tingkat produksi gas untuk nilai
Autocorrelation Function (ACF). Setiap bar (batang) menunjukkan nilai koefisien
korelasi (hubungan) pada lag yang ditentukan. Overlaid lines menunjukkan
batasan kepercayaan (confidence level) sebesar 95% dihitung untuk plus dan
minus dua standard errors. Pada gambar terlihat nilai ACFmenunjukkan koefisien
korelasi yang tinggi pada sebagian lag dan adanya penurunan yang lambat dari
ACF. Hal ini menandakan bahwa data deret waktu tersebut tidak stasioner. Oleh
karena data yang tidak stasioner, maka harus dilakukan proses differencing agar
menghasilkan data yang stasioner. Proses diferensiasi tingkat satu dilakukan untuk
menghilangkan tren dan mengubah data menjadi stasioner.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
42
Universitas Indonesia
Berikut adalah plot data deret waktu hasil diferensiasi tingkat satu :
80726456484032241681
20000000
15000000
10000000
5000000
0
-5000000
-10000000
Index
Diff
eren
cing
1
Time Series Plot of Differencing 1
Gambar 4.3 Plot Data Deret Waktu Hasil Diferensiasi Tingkat 1 Total E&P
Indonesie
Gambar 4.3 merupakan plot dari data tingkat produksi gas Total E&P
Indonesie setelah diferensiasi tingkat satu dilakukan yang menunjukkan masih
terdapatnya tren. Tren ini bisa dilihat lebih jelas pada gambar trend analysis data
hasil diferensiasi tingkat satu pada Gambar 4.4.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
43
Universitas Indonesia
80726456484032241681
20000000
15000000
10000000
5000000
0
-5000000
-10000000
Index
Diff
eren
cing
1
MAPE 1.16379E+02MAD 4.76573E+06MSD 3.44125E+13
Accuracy Measures
ActualF its
Variable
Trend Analysis Plot for Differencing 1Linear Trend Model
Yt = 250056 - 10587.1*t
Gambar 4.4 Trend Analysis Plot Data Hasil Diferensiasi Tingkat 1 Total E&P
Indonesie
Gambar 4.4 menunjukkan bahwa data deret waktu hasil diferensiasi
tingkat satu masih terdapat adanya tren, artinya data masih belum stasioner.
Apabila setelah melakukan diferensiasi tingkat satu data masih bersifat tidak
stationer maka perlu dilakukan lagi diferensiasi tingkat dua dengan menggunakan
data hasil diferensiasi tingkat satu sebagai data asli.
Gambar 4.5 menunjukkan data deret waktu hasil diferensiasi tingkat dua
yang memperlihatkan adanya penghilangan dari tren dan menstabilkan varian.
Berdasarkan grafik tersebut dapat terlihat bahwa data telah stasioner. Data deret
waktu tingkat produksi gas yang tidak stasioner menjadi stasioner setelah
dilakukan proses diferensiasi tingkat dua sehingga deret waktu tersebut sudah
dapat digunakan untuk membuat model ARIMA.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
44
Universitas Indonesia
80726456484032241681
30000000
20000000
10000000
0
-10000000
-20000000
Index
Diff
eren
cing
2
Time Series Plot of Differencing 2
Gambar 4.5 Plot Data Deret Waktu Hasil Diferensiasi Tingkat 2 Total E&P
Indonesie
Oleh karena data tingkat produksi gas telah stasioner setelah diferensiasi
tingkat dua, maka telah didapatkan ordo d untuk model ARIMA (p,d,q) yaitu d=2.
Sehingga didapatkan model ARIMA sementara adalah ARIMA (p,2,q).
Selanjutnya untuk penentuan ordo Autoregressive (p) dan Moving Average (q)
dapat ditentukan berdasarkan uji korelasi antar deret waktu tersebut yaitu melalui
fungsi Autocorrelation Function (ACF) dan fungsi Partial Autocorrelation
Function (PACF) dari data deret waktu yang sudah stasioner.
Langkah selanjutnya setelah menginterpretasikan data deret waktu adalah
menghitung Autocorrelation Function (ACF) dan Partial Autocorrelation
Function (PACF) dari datadan membuat plot dari ACF dan PACF tersebut. Data
yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai ACF dan PACF adalah data
yang telah stasioner, yaitu data deret waktu yang telah mengalami diferensiasi
tingkat dua pada tahapan sebelumnya.
Berikut adalah hasil perhitungan besar Autocorrelation Function (ACF)
untuk data tingkat produksi gas hasil diferensiasi tingkat dua :
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
45
Universitas Indonesia
2018161412108642
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Lag
Aut
ocor
rela
tion
Autocorrelation Function for Differencing 2(with 5% significance limits for the autocorrelations)
Gambar 4.6 Autocorrelation Function Data Hasil Diferensiasi Tingkat 2 Total
E&P Indonesie
Autocorrelation Function: Differencing 2 Lag ACF T LBQ 1 -0.670162 -6.07 38.19 2 0.203094 1.33 41.74 3 -0.018507 -0.12 41.77 4 -0.143995 -0.93 43.60 5 0.377122 2.40 56.33 6 -0.455868 -2.72 75.16 7 0.339006 1.86 85.72 8 -0.172565 -0.91 88.49 9 -0.003960 -0.02 88.49 10 0.226219 1.18 93.38 11 -0.497038 -2.55 117.35 12 0.615607 2.93 154.64 13 -0.450434 -1.95 174.90 14 0.232069 0.96 180.35 15 -0.097789 -0.40 181.33 16 -0.074427 -0.30 181.91 17 0.298723 1.22 191.37 18 -0.395683 -1.59 208.22 19 0.283579 1.10 217.01 20 -0.105634 -0.41 218.25 21 -0.063970 -0.25 218.71
Gambar 4.6 menunjukkan besarnya nilai autokorelasi deret waktu antara
ke-21 lag tersebut. Banyaknya lag tergantung dari banyaknya jumlah data deret
waktu yang digunakan dalam pembuatan model dibagi dengan empat. Dalam
penelitian ini data deret waktu yang digunakan sebanyak 84 deret, sehingga
jumlah lag yang terdapat pada grafik ACF adalah n/4 = 84/4 = 21 lag.Hasil
autokorelasi (ACF) menunjukkan nilai ACF, statistik T, dan Statistik Ljung-Box
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
46
Universitas Indonesia
serta menampilkan uji hipotesis yang ditunjukkan dalam selang kepercayaan
(confident level) 95% dan tingkat signifikansi (α) = 5%.
Hipotesis awal (H0) yaitu antara deret waktu t dengan t-kterdapat suatu
korelasi yang signifikan dan hipotesis alternatifnya (H1) yaitu antara deret waktu
t dengan t-ktidak terdapat suatu korelasi yang signifikan.
Dalam pengujian hipotesis ini dilakukan pengujian dua sisi (two tail)
karena terdapat dua jenis korelasi yaitu positif dan negatif yang dapat memberikan
korelasi yang signifikan dalam deret waktu. Distribusi yang digunakan adalah
distribusi T. Besarnya nilai df (degree of freedom) ditentukan oleh banyaknya lag
yaitu n-1, sehingga df = 21-1 = 20. Batas-batas daerah penolakan uji hipotesis two
tailed dari tabel distribusi T dengan α/2 = 0.025 dan df = 20, yaitu sebesar
2.08596. Aturan keputusannya adalah hipotesis awal (H0) akan diterima dan
hipotesis alternatif (H1) akan ditolak jika nilai statistik T hasil perhitungan kurang
dari -2.08596 atau lebih dari 2.08596.Jika sebaliknya, maka H0 akan ditolak dan
H1 diterima. Sehingga rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut :
H0 : T < -2.08596 atau T > 2.08596
H1 : -2.08596 ≤ T ≤2.08596
Dari hasil perhitungan nilai ACF, nilai statistik T pada lag 1 sebesar -6.07
lebih kecil dari -2.08596. Dengan kata lain, pada lag 1 hipotesis awal (H0)
diterima dan hipotesis alternatif (H1) ditolak yang berarti pada lag 1 antara deret
waktu t dengan t-k mempunyai suatu korelasi yang signifikan.
Selain itu nilai korelasi juga dapat dilihat langsung pada grafik ACF pada
gambar 4.6. Garis putus-putus merupakan selang kepercayaan (confidence level)
yang merupakan garis batas signifikansi autokorelasi. Pada grafik ACF tersebut
menunjukkan korelasi pada beberapa lag melewati garis putus-putus (selang
kepercayaan). Grafik juga menunjukkan bahwa nilai-nilai autokorelasi
membentuk pola naik-turun pada nilai autokorelasi positif dan negatif. Hal ini
menunjukkan bahwa data-data tersebut memiliki korelasi satu sama lain. Pada
grafik tersebut juga dapat dilihat bahwa nilai ACF terputus pada lag 1 artinya
korelasi deret waktu pada suatu waktu tertentu hingga lag 1 masih saling
mempengaruhi (berkorelasi), namun setelah lag 1 korelasi tersebut terputus. Nilai
ACF ini menunjukkan model Moving Average (MA). Oleh karena nilai ACF
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
47
Universitas Indonesia
terputus pada lag 1, maka perkiraan model sementara mengandung model Moving
Average dengan ordo 1 atau MA (1).
Besarnya ordo differencing dan Moving Average (MA) telah ditentukan.
Selanjutnya untuk menentukan ordo dari model Autoregressive (AR) dapat
diamati dari besarnya nilai autokorelasi parsial sebagai berikut :
2018161412108642
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Lag
Part
ial A
utoc
orre
lati
on
Partial Autocorrelation Function for Differencing 2(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)
Gambar 4.7 Partial Autocorrelation Function Data Hasil Diferensiasi Tingkat 2
Total E&P Indonesie
Partial Autocorrelation Function: Differencing 2
Lag PACF T 1 -0.670162 -6.07 2 -0.446596 -4.04 3 -0.274160 -2.48 4 -0.498337 -4.51 5 0.041399 0.37 6 -0.146611 -1.33 7 -0.013194 -0.12 8 0.016008 0.14 9 -0.108806 -0.99 10 0.165106 1.50 11 -0.405350 -3.67 12 -0.021235 -0.19 13 -0.058003 -0.53 14 0.115177 1.04 15 -0.013699 -0.12 16 0.080082 0.73 17 0.084751 0.77 18 0.010805 0.10 19 -0.153364 -1.39
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
48
Universitas Indonesia
20 -0.015777 -0.14 21 -0.178021 -1.61
Nilai ACF menunjukkan adanya proses Moving Average (MA) pada suatu
model deret waktu sedangkan nilai PACF digunakan untuk mengidentifikasi
proses Autoregressive (AR). Interpretasi yang dilakukan pada grafik PACF untuk
mengidentifikasi proses Autoregressive (AR) sama seperti interpretasi yang
dilakukan pada grafik ACF. Hasil perhitungan PACF memberikan nilai statistik T
pada lag 1,2,3, dan 4 secara berturut-turut adalah -6.07, -4.04, -2.48, dan -4.51.
Nilai statistik T lag 1,2,3, dan 4 ini berada pada daerah penerimaan karena
nilainya kurang dari -2.08596 yang berarti hipotesis awal (H0) yang menyatakan
adanya korelasi yang signifikan diterima. Hal ini juga terlihat berdasarkan grafik
PACF pada gambar 4.7 yang menunjukkan bahwa nilai autokorelasi parsial
terputus pada lag4. Dari nilai statistik T lag 1,2,3,dan 4 yang berada pada daerah
penerimaan dan nilai autokorelasi parsial yang terputus pada lag 4 maka dapat
diperkirakan bahwa model deret waktu tersebut mengandung proses
Autoregressive (AR) dengan ordo 4 atau AR (4).
Dari identifikasi model yang telah dilakukan maka didapatkan model awal
adalah ARIMA (p,d,q) yaitu ARIMA (4,2,1) dengan nilai d didapatkan dari
tahapan sebelumnya yaitu data deret waktu yang semula tidak stasioner menjadi
stasioner setelah dilakukan diferensiasi tingkat dua.
Sehingga model ARIMA sementara adalah sebagai berikut :
(4.1)
4.1.2 Mengestimasi Parameter
Langkah kedua setelah melakukan identifikasi model awal ARIMA adalah
menentukan besarnya nilai parameter model yaitu besarnya koefisien
Autoregressive (Ø) dan koefisien Moving Average (
tersebut berbentuk persamaan yang utuh. Besarnya parameter ini ditentukan
dengan melakukan trial and error dengan membandingkan MSE (Mean Square
Error) terkecil yang dihasilkan oleh kedua parameter tersebut. Dengan bantuan
software SPSS 19, kedua parameter tersebut dapat ditentukan secara otomatis
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
49
Universitas Indonesia
karena analisis software tersebut telah melakukan iterasi dan menghasilkan nilai
optimal untuk menentukan besar dari kedua parameter tersebut.
Model deret waktu awal yang sudah didapatkan dari analisis sebelumnya
adalah ARIMA dengan ordo (4,2,1), dengan nilai d=2 menunjukkan bahwa data
mengalami dua kali proses diferensiasi untuk menjadikan data deret waktu
tersebut stasioner. Oleh karena itu, untuk model peramalan ini terdapat enam
parameter diluar tingkat diferensiasi, yaitu 4 parameter AR (p=4), satu parameter
MA(q=1), dan satu parameter yang menyatakan error. Sehingga parameter yang
akan dicari adalah Ø1, Ø2, Ø3, Ø4, 1 dan e.
Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah nilai parameter
yang dihasilkan memberikan korelasi yang positif atau negatif. Hipotesis untuk
pengujian parameter Autoregressive (AR) , Moving Average (MA), dan nilai
konstanta error adalah sebagai berikut :
H0 : Ø1, Ø2, Ø3, Ø4, 1,e> 0
H1 : Ø1, Ø2, Ø3, Ø4, 1, e ≤ 0
Hipotesis awal (H0) dari pengujian ini adalah untuk parameter AR dan
konstanta error memberikan korelasi yang positif terhadap model sedangkanuntuk
parameter MA memberikan korelasi yang negatif terhadap model. Sebaliknya,
hipotesis altenatifnya (H1) adalah untuk parameter AR dan konstanta error
memberikan korelasi yang negatif terhadap model sedangkan untuk parameter
MA memberikan korelasi yang positif terhadap model. Nilai parameter hasil dari
perhitungan SPSS 19 adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1 Parameter Model ARIMA Total E&P Indonesie
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan untuk parameter AR1, AR2,
AR3, AR4 dan konstanta e memberikan nilai yang kurang dari nol (0). Berturut-
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
50
Universitas Indonesia
turut nilai untuk kelima parameter tersebut adalah -0.664, -0.411, -0.357, -0.266
dan -14004.304. Hal ini menunjukkan bahwa parameter tersebut memberikan
korelasi yang negatif terhadap model deret waktu. Sedangkan untuk parameter
MA1 memberikan nilai yang lebih besar dari nol (0) yaitu 0.998 yang
menunjukkan bahwa parameter ini juga memberikan korelasi yang negatif
terhadap model.
Dari hasil perhitungan parameter ini sehingga didapatkan model
persamaan ARIMA untuk deret waktu ini adalah sebagai berikut :
0.664 0.411 0.357 0.266 0.998
14004.304 (4.2)
4.1.3 Diagnostic Checking
Pada tahapan diagnostic checking ini yang akan dilakukan adalah menguji
kembali apakah model persamaan ARIMA yang telah diperoleh pada tahapan
sebelumnya telah memadai untuk dijadikan model peramalan. Untuk pengujian ini
digunakan uji Ljung-Box untuk mendeteksi adanya korelasi antar residual. Uji
Ljung-Box dilakukan karena dalam analisis deret waktu terdapat suatu asumsi
bahwa residual (error) mengikuti proses white noise, yaitu deret variabel acak
yang independen (tidak berkorelasi), identik, dan terdistribusi normal dengan rata-
rata mendekati nol (μ=0) dan standar deviasi (σ) tertentu.
Adanya asumsi white noise pada analisis deret waktu, maka hipotesis awal
(H0) dari pengujian ini adalah tidak adanya korelasi residual antar lag, sedangkan
hipotesis alternatif (H1) adalah terdapat korelasi residual antar lag.
Dalam pengujian korelasi ini digunakan statistik chi-square (x2) dua sisi
(two tail). Nilai statistik chi-square (x2) Ljung-Box hasil perhitungan SPSS 19
akan dibandingkan dengan statistik chi-square dari tabel x2(α/2,df). Besarnya
degree of freedom (df) ditentukan oleh jumlah lag dan parameter dalam model.
Jumlah parameter (k) dalam model ini adalah delapan, yaitu empat parameter AR,
satu parameter MA, satu konstanta error ditambah dengan dua tingkat
diferensiasi, sehingga df = 21-8 = 13. Hipotesis awal (H0) akan diterima dan
hipotesis alternatif (H1) akan ditolak apabila hasil perhitungan statistik chi-square
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
51
Universitas Indonesia
lebih besar dari upper-tail critical values atau kurang dari lower-tail critical
values pada tabel, dan sebaliknya. Upper-tail critical values untuk pengujian ini
adalah 24.736 sedangkan untuk lower-tail critical values -24.736. Sehingga
pernyataan hipotesisnya adalah sebagai berikut :
H0 : LBQ > 24.736 atau LBQ < -24.736
H1 : -24.736 ≤ LBQ ≤ 24.736
Uji korelasi Ljung-Box yang digunakan untuk mendeteksi adanya proses
white noise atau independensi dan uji kenormalan residual (error) dari model
sebagai berikut:
Tabel 4.2 Ljung-Box Q Model Total E&P Indonesie
Berdasarkan Tabel 4.2 didapatkan nilai statistik chi-square Ljung-Box
Qsebesar 34.645> 24.736. Oleh karena itu, hipotesis pertama (H0) yang
menyatakan bahwa tidak terdapat korelasi residual antar lag diterima dan hipotesis
alternatif (H1) yaitu terdapat korelasi residual antar lag ditolak. Dari pengujian ini
dapat disimpulkan bahwa residual (error) telah memenuhi asumsi white noise
(independensi) sehingga dapat dikatakan bahwa model yang diperoleh cukup
memadai untuk dijadikan model forecasting (peramalan) tingkat produksi gas
Total E&P Indonesie di periode yang akan datang.
Asumsi white noise juga dapat dibuktikan dari grafikresidual plot data
tingkat produksi gas. Pada gambar 4.8 Normal probability plot dan Histogram
menunjukkan bahwa data deret waktu tingkat produksi gas terdistribusi normal,
sedangkan grafik Versus Fits dan Versus Order menunjukkan bahwa data tersebut
acak (random).Melalui grafik residual plot tersebut terbukti bahwa data deret
waktu tingkat produksi gas memenuhi asumsi white noise dan model peramalan
yang telah diperoleh dapat dikatakan cukup memadai untuk memproyeksikan atau
memperkirakan tingkat produksi gas di periode yang akan datang.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
52
Universitas Indonesia
20000000100000000-10000000
99.999
90
50
10
10.1
Residual
Per
cent
10000000095000000900000008500000080000000
10000000
5000000
0
-5000000
-10000000
Fitted Value
Res
idua
l
1200
0000
8000
000
4000
0000
-400
0000
-800
0000
-1200
0000
16
12
8
4
0
Residual
Freq
uenc
y
7065605550454035302520151051
10000000
5000000
0
-5000000
-10000000
Observation Order
Res
idua
l
Normal Probability Plot Versus Fits
Histogram Versus Order
Residual Plots for Tingkat Produksi Gas
Gambar 4.8 Residual Plot Tingkat Produksi Gas Total E&P Indonesie
4.1.4 Forecasting
Tahapan terakhir yang dilakukan dalam melakukan peramalan tingkat
produksi gas menggunakan metode Autoregressive Integrated Moving Average
(ARIMA) adalah forecasting. Forecasting ini dilakukan menggunakan model
persamaan peramalan yaitu fungsi tingkat produksi gas terhadap waktu.
Persamaan tingkat produksi gas tersebut sesuai dengan persamaan 4.2.
Menggunakan model peramalan tersebut dapat diproyeksikan tingkat produksi gas
di periode yang akan datang.
Total E&P Indonesie sebagai salah satu perusahaan asing yang melakukan
operasi eksploitasi dan memproduksi gas di Indonesia akan habis masa kontrak
pada tahun 2017 (BP Migas, 2012). Oleh karena itu pada tahapan forecasting ini,
menggunakan model peramalan yang telah diperoleh dan cukup memadai
peramalan tingkat produksi gas akan dilakukan untuk memproyeksikan tingkat
produksi gas sampai dengan periode Desember 2017.
Data hasil forecasting tingkat produksi gas Total E&P Indonesie sampai
dengan Periode Desember 2017 dapat dilihat dalam lampiran. Hasil peramalan
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
53
Universitas Indonesia
tingkat produksi gas tersebut jika digambarkan dalam bentuk grafik adalah
sebagai berikut :
Gambar 4.9 Forecasting Tingkat Produksi Gas Total E&P Indonesie
Model peramalan dibentuk berdasarkan data historis tingkat produksi gas
periode Januari 2005 – Desember 2011. Melalui model peramalan tersebut
kemudian diramalkan tingkat produksi gas untuk periode Januari 2005 -
Desember 2017 baik itu untuk nilai fit, UCL, LCL, danforecast.Dari gambar
tersebut dapat diamati perbedaan nilai hasil forecasting dengan nilai aktualnya.
Hasil peramalan tersebut menunjukkan bahwa pada periode Maret 2015
pada skenario LCL tingkat produksi gas diramalkan sebesar 803.812 mscf
kemudian pada periode selanjutnya April 2015 tingkat produksi gas sudah
menunjukkan angka negatif yang artinya menurut skenario ini gas akan habis
pada periode April 2015. Untuk skenario forecast (most likely) tingkat produksi
gas mencapai titik terendah pada periode November 2016 yaitu sebesar 628.244
mscf dan gas akan habis atau produksi nol pada periode Desember 2016.
Sedangkan untuk skenario UCL, sampai dengan masa kontrak perusahaan habis
yaitu pada Desember 2017 tingkat produksi masih berada pada kisaran 19.137.400
mscf.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
54
Universitas Indonesia
Dari keseluruhan forecasting yang telah dilakukan dari tabel berikut dapat
dilihat besarnya kesalahan (error) atau tingkat keakuratan dari model peramalan
yang dibuat.
Tabel 4.3 Tingkat Kesalahan Forecasting Tingkat Produksi Gas Total E&P Indonesie
Dari Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa model peramalan (forecasting)
untuk tingkat produksi gas Total E&P Indonesie mempunyai tingkat kesalahan
MAPE sebesar 4.854 %.
4.2 PERTAMINA
Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pembuatan model forecasting
tingkat produksi gas Pertamina adalah sebagai berikut :
4.2.1 Mengidentifikasi Model
Identifikasi model peramalan untuk melakukan forecasting tingkat
produksi gas Pertamina didahului dengan membuat plot data deret waktu untuk
mengidentifikasi kestasioneran data deret waktu yang ada. Selain itu melalui plot
grafik deret waktu bisa diperiksa keberadaan beberapa tren, pola, atau variasi
periodik dari data. Apabila dalam data deret waktu terdapat tren yang
menunjukkan bahwa data tidak stasioner maka perlu dilakukan diferensiasi
sampai data menjadi stasioner.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
55
Universitas Indonesia
80726456484032241681
32000000
30000000
28000000
26000000
24000000
22000000
20000000
Index
Ting
kat
Prod
uksi
Gas
(m
scf)
MAPE 6.68252E+00MAD 1.67361E+06MSD 5.23950E+12
Accuracy Measures
ActualF its
Variab le
Trend Analysis Plot for Tingkat Produksi Gas PertaminaLinear Trend Model
Yt = 23610276 + 79864*t
Gambar 4.10 Trend Analysis Tingkat Produksi Gas Pertamina
Pada Gambar 4.10 menunjukkan bahwa pada beberapa periode tingkat
produksi gas Pertamina sempat mengalami penurunan dan kenaikan yang tidak
stabil. Oleh karena itu dilakukan tren analysis untuk mengetahui arah
kecenderungan dari data tingkat produksi gas secara keseluruhan.Berdasarkan
trend analysis yang dilakukan tingkat produksi gas Pertamina secara
keseluruhanmenunjukkan tren hubungan yang cenderung naik. Adanya tren ini
membuktikan bahwa data deret waktu untuk tingkat produksi gas adalah tidak
stasioner.
Hal ini juga bisa dilihat dari plot nilai Autocorelation Function (ACF)
pada Gambar 4.11 yang menunjukkan adanya korelasi yang cukup besar diantara
ke-21 lag. Penurunan nilai autokorelasi (ACF) yang perlahan ini menunjukkan
ketidakstasioneran data deret waktu sehingga perlu dilakukan diferensiasi agar
menghasilkan data deret waktu yang stasioner.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
56
Universitas Indonesia
2018161412108642
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Lag
Aut
ocor
rela
tion
Autocorrelation Function for Tingkat Produksi Gas(with 5% significance limits for the autocorrelations)
Gambar 4.11 Autocorrelation Function Tingkat Produksi Gas Pertamina
Gambar 4.12 merupakan plot dari data deret waktu tingkat produksi gas
Pertamina setelah dilakukan diferensiasi tingkat satu. Gambar tersebut
menunjukkan masih terdapatnya tren yang bisa dilihat dengan lebih jelas pada
gambar tren analysis dari data hasil diferensiasi tingkat satu.
80726456484032241681
10000000
5000000
0
-5000000
-10000000
Index
Diff
eren
cing
1
Time Series Plot of Differencing 1
Gambar 4.12 Plot Data Deret Waktu Hasil Diferensiasi Tingkat 1 Pertamina
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
57
Universitas Indonesia
80726456484032241681
10000000
5000000
0
-5000000
-10000000
Index
Diff
eren
cing
1MAPE 1.04995E+02MAD 1.68817E+06MSD 5.93756E+12
Accuracy Measures
ActualFits
Variable
Trend Analysis Plot for Differencing 1Linear Trend Model
Yt = -58497 + 2380*t
Gambar 4.13 Trend Analysis Plot Data Hasil Diferensiasi Tingkat 1 Pertamina
Oleh karena setelah melakukan diferensiasi tingkat satu data masih
bersifat tidak stasioner dan memiliki tren maka perlu dilakukan lagi diferensiasi
lanjutan sampai data menjadi stasioner.
Grafik data hasil diferensiasi tingkat dua seperti pada Gambar 4.14
menunjukkan data yang telah stasioner. Sehingga data deret waktu tingkat
produksi gas yang tidak stasioner menjadi stasioner setelah dua kali mengalami
diferensiasi. Data yang sudah stasioner ini sudah dapat digunakan untuk membuat
model awal dari ARIMA. Banyaknya diferensiasi yang dilakukan untuk membuat
data menjadi stasioner menunjukkan ordo d untuk model ARIMA (p,d,q), yaitu
d=2. Sehingga didapatkan model ARIMA sementara adalah ARIMA (p,2,q).
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
58
Universitas Indonesia
80726456484032241681
10000000
5000000
0
-5000000
-10000000
-15000000
-20000000
Index
Diff
eren
cing
2
Time Series Plot of Differencing 2
Gambar 4.14 Plot Data Deret Waktu Hasil Diferensiasi Tingkat 2 Pertamina
Setelah ordo diferensiasi didapatkan langkah selanjutnya adalah
menentukan ordo Autoregressive (AR) dan Moving Average (MA) berdasarkan
besarnya nilai autokorelasi dan autokorelasi parsial dari data deret waktu yang
telah stasioner. Data yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai ACF dan
PACF adalah data hasil diferensiasi tingkat dua.
Gambar 4.15 menunjukkan besarnya nilai autokorelasi deret waktu antara
ke-21 lag. Hasil perhitungan autokorelasi (ACF) menampilkan nilai ACF,
statistik T, dan Statistik Ljung-Box serta uji hipotesis dengan confident level 95%
atau tingkat signifikansi (α) = 5%.
Hipotesis awal (H0) yaitu antara deret waktu t dengan t-kterdapat suatu
korelasi yang signifikan dan hipotesis alternatifnya (H1) yaitu antara deret waktu
t dengan t-ktidak terdapat suatu korelasi yang signifikan.
Pengujian yang dilakukan menggunakan distribusi T dua sisi (two tail).
Besarnya nilai df(degree of freedom) ditentukan oleh banyaknya lag yaitu n-1,
sehingga df = 21-1 = 20. Batas-batas daerah penolakan uji hipotesis two tailed
dari tabel distribusi T dengan α/2 = 0.025 dan df = 20, yaitu sebesar 2.08596.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
59
Universitas Indonesia
2018161412108642
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Lag
Aut
ocor
rela
tion
Autocorrelation Function for Differencing 2(with 5% significance limits for the autocorrelations)
Gambar 4.15 Autocorrelation Function Data Hasil Diferensiasi Tingkat 2
Pertamina
Autocorrelation Function: Differencing 2 Lag ACF T LBQ 1 -0.743775 -6.74 47.04 2 0.407086 2.54 61.31 3 -0.194324 -1.13 64.60 4 -0.074620 -0.43 65.10 5 0.258960 1.48 71.09 6 -0.384175 -2.13 84.47 7 0.443822 2.34 102.56 8 -0.281105 -1.39 109.92 9 0.084335 0.41 110.59 10 0.067683 0.33 111.03 11 -0.251574 -1.21 117.17 12 0.295007 1.40 125.73 13 -0.186357 -0.86 129.20 14 0.078670 0.36 129.82 15 0.044731 0.20 130.03 16 -0.170228 -0.78 133.05 17 0.272276 1.24 140.91 18 -0.347686 -1.55 153.92 19 0.281014 1.22 162.55 20 -0.113647 -0.48 163.99 21 -0.023913 -0.10 164.05
Aturan keputusannya adalah hipotesis awal (H0) akan diterima dan
hipotesis alternatif (H1) akan ditolak jika nilai statistik T hasil perhitungan kurang
dari -2.08596 atau lebih dari 2.08596.Jika sebaliknya, maka H0 akan ditolak dan
H1 diterima.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
60
Universitas Indonesia
Sehingga rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut :
H0 : T < -2.08596 atau T > 2.08596
H1 : -2.08596 ≤ T ≤2.08596
Dari hasil perhitungan nilai ACF, nilai statistik T pada lag 1 dan 2 berada
pada daerah penerimaan. Nilai statistik T lag 1 menunjukkan nilai -6.74 lebih
kecil dari -2.08596 dan nilai statistik T lag 2 menunjukkan nilai 2.54 lebih besar
dari 2.08596. Dengan kata lain, pada lag 1 dan 2 hipotesis awal (H0) diterima dan
hipotesis alternatif (H1) ditolak yang berarti pada lag 1 dan 2 antara deret waktu
t dengan t-k mempunyai suatu korelasi yang signifikan.
Dengan melihat grafik ACF pada Gambar 4.15 juga bisa
diindentifikasikan korelasi pada beberapa lag melewati garis putus-putus (selang
kepercayaan). Pada grafik tersebut dapat dilihat bahwa nilai ACF terputus pada
lag 2 artinya korelasi deret waktu pada suatu waktu tertentu hingga lag 2 masih
saling mempengaruhi (berkorelasi), namun setelah lag 2 korelasi tersebut terputus.
Nilai ACF ini menunjukkan model Moving Average (MA). Oleh karena nilai ACF
terputus pada lag 2, maka perkiraan model sementara mengandung model Moving
Average dengan ordo 2 atau MA (2).
Besarnya ordo differencing dan Moving Average (MA) telah ditentukan.
Selanjutnya untuk menentukan ordo dari model Autoregressive (AR) dapat
diamati dari besarnya nilai autokorelasi parsial seperti pada Gambar 4.16.
Interpretasi yang dilakukan pada grafik PACF untuk mengidentifikasi proses
Autoregressive (AR) sama seperti interpretasi yang dilakukan untuk nilai ACF.
Hasil perhitungan PACF memberikan nilai statistik T pada lag 1 dan lag 2
sebesar -6.74 dan -2.96. Nilai statistik lag 1 dan lag 2 ini berada pada daerah
penerimaan karena nilainya kurang dari -2.08596 yang berarti hipotesis awal (H0)
yang menyatakan adanya korelasi yang signifikan diterima. Hal ini terlihat
berdasarkan grafik PACF pada Gambar 4.16 yang menunjukkan bahwa nilai
autokorelasi parsial terputus pada lag2. Dari nilai statistik lag 1 dan lag 2 yang
berada pada daerah penerimaan dan nilai autokorelasi parsial yang terputus pada
lag 2 maka didapatkan bahwa model deret waktu tersebut mengandung proses
Autoregressive (AR) dengan ordo 2 atau AR (2).
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
61
Universitas Indonesia
2018161412108642
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Lag
Part
ial A
utoc
orre
lati
on
Partial Autocorrelation Function for Differencing 2(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)
Gambar 4.16 Partial Autocorrelation Function Data Hasil Diferensiasi Tingkat 2
Pertamina
Partial Autocorrelation Function: Differencing 2 Lag PACF T 1 -0.743775 -6.74 2 -0.327028 -2.96 3 -0.089624 -0.81 4 -0.428582 -3.88 5 -0.123966 -1.12 6 -0.400128 -3.62 7 -0.230057 -2.08 8 0.099285 0.90 9 -0.046311 -0.42 10 0.125146 1.13 11 -0.018851 -0.17 Lag PACF T 12 -0.160027 -1.45 13 0.199141 1.80 14 -0.008123 -0.07 15 -0.022033 -0.20 16 -0.022368 -0.20 17 0.068808 0.62 18 -0.003339 -0.03 19 -0.068624 -0.62 20 -0.034505 -0.31 21 -0.056962 -0.52
Dari identifikasi model yang telah dilakukan didapatkan model awal
ARIMA (p,d,q) yaitu ARIMA (2,2,2) dengan nilai dmenunjukkanbahwa data
deret waktu yang semula tidak stasioner menjadi stasioner setelah dilakukan
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
62
Universitas Indonesia
diferensiasi tingkat dua. Sehingga model ARIMA sementara adalah sebagai
berikut :
(4.3)
4.2.2 Mengestimasi Parameter
Estimasi atau memperkirakan parameter model peramalan dilakukan untuk
melengkapi model awal ARIMA yang telah didapatkan pada tahapan sebelumnya.
Parameter ini adalah besarnya koefisien Autoregressive (Ø), koefisien Moving
Average ( error (e). Model deret waktu sementara yang
sudah didapatkan adalah ARIMA dengan ordo (2,2,2), dengan nilai d=2
menunjukkan bahwa data mengalami dua kali proses diferensiasi untuk
menjadikan data deret waktu stasioner. Oleh karena itu, untuk model peramalan
ini terdapat lima parameter selain tingkat diferensiasi yang dilakukan, yaitu dua
parameter AR (p=2), dua parameter MA (q=2), dan satu parameter yang
menyatakan konstanta error. Kelima parameter yang akan dicari tersebut adalah
Ø1, Ø2, 1, 2, dan e.
Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah nilai parameter
yang dihasilkan memberikan korelasi yang positif atau negatif. Hipotesis awal
(H0) dari pengujian ini adalah untuk parameter AR dan konstanta error (e)
memberikan korelasi yang positif terhadap model deret waktu sedangkan untuk
parameter MA memberikan korelasi yang negatif terhadap model deret waktu.
Hipotesis altenatifnya (H1) adalah untuk parameter AR dan konstanta error (e)
memberikan korelasi yang negatif terhadap model deret waktu sedangkan untuk
parameter MA memberikan korelasi yang positif terhadap model deret waktu.
Sehingga hipotesis untuk pengujian parameter Autoregressive (AR), Moving
Average (MA), dan nilai konstanta error adalah sebagai berikut :
H0 : Ø1, Ø2, 1, 2,e> 0
H1 : Ø1, Ø2, 1, 2,e ≤ 0
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
63
Universitas Indonesia
Hasil perhitungan SPSS 19 untuk kelima parameter tersebut adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.4 Parameter Model ARIMA Pertamina
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan untuk parameter AR1dan
AR2memberikan nilai yang kurang dari nol (0) yaitu sebesar -1.382 dan -0.468.
Hal ini menunjukkan bahwa parameter tersebut memberikan korelasi yang negatif
terhadap model deret waktu. Parameter konstanta error (e) memberikan nilai yang
lebih besar dari nol (0) yaitu sebesar 1298,917 dan memberikan korelasi yang
positif terhadap model deret waktu. Sedangkan untuk parameter MA1 dan MA2
memberikan nilai 0.076 dan 0.917 yang lebih besar dari nol (0) menunjukkan
parameter tersebut memberikan korelasi yang negatif terhadap model deret waktu.
Dari hasil perhitungan nilai parameter ini didapatkan model peramalan ARIMA
untuk deret waktu ini adalah sebagai berikut :
1.382 0.468 0.076 0.917 1298.917
(4.4)
4.2.3 Diagnostic Checking
Setelah mendapatkan model peramalan ARIMA, tahapan selanjutnya yang
dilakukan adalah diagnostic checking (diagnosa dan pemeriksaan) untuk
mengetahui apakah model peramalan yang telah diperoleh tersebut telah memadai
untuk dijadikan model peramalan.
Uji Ljung-Box digunakan untuk mendeteksi adanya korelasi antar residual
karena dalam analisis deret waktu terdapat suatu asumsi bahwa residual (error)
mengikuti proses white noise. Deret variabel yang ada harus acak yang
independen (tidak berkorelasi), identik, dan terdistribusi normal dengan rata-rata
mendekati nol (μ=0) dan standar deviasi (σ) tertentu.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
64
Universitas Indonesia
Hipotesis awal (H0) dari pengujian ini adalah tidak adanya korelasi
residual antar lag, sedangkan hipotesis alternatif (H1) adalah terdapat korelasi
residual antar lag.
Dalam pengujian korelasi ini digunakan statistik chi-square (x2) dua sisi
(two tail). Nilai statistik chi-square (x2) Ljung-Box hasil perhitungan SPSS 19
akan dibandingkan dengan statistik chi-square dari tabel x2(α/2,df). Besarnya
degree of freedom (df) ditentukan oleh jumlah lag dan parameter dalam model.
Jumlah parameter (k) dalam model ini adalah tujuh, yaitu dua parameter AR,
duaparameter MA, satu konstanta error dan dua tingkat diferensiasi, sehingga df =
21-7 = 14. Dengan melihat tabel statistik chi-square (x2), didapatkan nilai kritis
yaitu 26.11893 sehingga hipotesis awal (H0) akan diterima dan hipotesis alternatif
(H1) akan ditolak apabila hasil perhitungan statistik chi-square lebih besar dari
26.11893atau kurang dari -26.11893, dan sebaliknya. Pernyataan hipotesisnya
adalah sebagai berikut :
H0 : LBQ > 26.11893 atau LBQ < -26.11893
H1 : -26.11893 ≤ LBQ ≤ 26.11893
Uji korelasi Ljung-Box hasil perhitungan SPSS 19 sebagai berikut:
Tabel 4.5 Ljung-Box Q Model Pertamina
Berdasarkan tabel pengujian statistik di atas didapatkan nilai statistik chi-
square Ljung-Box Qsebesar 45.855> 26.11893. Oleh karena itu, hipotesis pertama
(H0) yang menyatakan bahwa tidak terdapat korelasi residual antar lag diterima
dan hipotesis alternatif (H1) yaitu terdapat korelasi residual antar lag ditolak. Dari
pengujian ini dapat disimpulkan bahwa residual (error) telah memenuhi asumsi
white noise (independensi) sehingga dapat dikatakan bahwa model yang diperoleh
telah cukup memadai untuk dijadikan model forecasting (peramalan) tingkat
produksi gas Pertamina di periode yang akan datang.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
65
Universitas Indonesia
Selain melalui uji statistik Ljung-Box Q, asumsi white noise juga dapat
dibuktikan melalui gambar residual plot dari data tingkat produksi gas. Pada
gambar 4.17, Normal probability plot dan Histogram menunjukkan bahwa data
deret waktu tingkat produksi gas terdistribusi normal, sedangkan grafik Versus
Fits dan Versus Order menunjukkan bahwa data tersebut acak (random). Dari
grafik residual plot ini terbukti bahwa data deret waktu tingkat produksi gas
memenuhi asumsi white noise danmodel peramalan yang telah diperoleh dapat
dikatakan cukup memadai untuk memproyeksikan atau memperkirakan tingkat
produksi gas di periode yang akan datang.
1000000050000000-5000000
99.999
90
50
10
10.1
Residual
Per
cent
3000
0000
2750
0000
2500
0000
2250
0000
2000
0000
10000000
5000000
0
-5000000
Fitted Value
Res
idua
l
8000
000
6000
000
4000
000
2000
0000
-200
0000
-400
0000
24
18
12
6
0
Residual
Freq
uenc
y
7065605550454035302520151051
10000000
5000000
0
-5000000
Observation Order
Res
idua
l
Normal Probability Plot Versus Fits
Histogram Versus Order
Residual Plots for Tingkat Produksi Gas Pertamina
Gambar 4.17 Residual Plot Tingkat Produksi Gas Pertamina
4.2.4 Forecasting
Model peramalan menggunakan metode ARIMA telah diperoleh dan
pengujian statistik LBQ serta residual plot menunjukkan bahwa model peramalan
tersebut memadai untuk digunakan sebagai model forecasting yang menunjukkan
fungsi tingkat produksi gas terhadap waktu.Persamaan peramalan tingkat produksi
gas tersebut digunakan untuk memproyeksikan tingkat produksi gas di periode
yang akan datang.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
66
Universitas Indonesia
Pertamina merupakan salah satu perusahaan dalam negeri yang termasuk
dalam tiga perusahaan penghasil gas terbesar di Indonesia. Penelitian forecasting
untuk tingkat produksi gas Pertamina akan dilakukan untuk memperkirakan
tingkat produksinya sampai dengan periode Desember 2020.
Data hasil forecasting tingkat produksi gas Pertamina periode Januari
2005 - Desember 2020 dapat dilihat dalam lampiran. Hasil peramalan tingkat
produksi gas tersebut jika digambarkan dalam bentuk grafik seperti pada Gambar
4.18.
Gambar 4.18 Forecasting Tingkat Produksi Gas Pertamina
Grafik pada Gambar 4.18 menunjukkan sampai dengan periode Desember
2020 baik untuk skenario LCL, forecast (most likely), maupun UCL tingkat
produksi Pertamina belum mencapai tingkat produksi nol. Untuk skenario LCL,
dari periode Januari 2012 tingkat produksinya terus mengalami penurunan sampai
akhir periode peramalan yaitu Desember 2020 dengan tingkat produksi gas
sebesar 8.822.069 mscf. Pada skenario forecast (most likely) dan UCL tingkat
produksi gas Pertamina sampai periode Desember 2020 akan terus mengalami
peningkatan. Pada periode Desember 2020 untuk skenario forecast menunjukkan
tingkat produksi gas sebesar 48.960.047 mscf, sedangkan untuk skenario UCL
menunjukkan tingkat produksi gas sebesar 89.098.025 mscf.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
67
Universitas Indonesia
Dari keseluruhan forecasting yang telah dilakukan pada Tabel 4.6 dapat
dilihat besarnya kesalahan (error) atau tingkat keakuratan dari model peramalan
yang dibuat.
Tabel 4.6 Tingkat Kesalahan Forecasting Tingkat Produksi Gas Pertamina
Model peramalan (forecasting) untuk tingkat produksi gas Pertamina
mempunyai nilai error atau tingkat kesalahan untuk nilai MAPE sebesar 5.864%.
4.3 CONOCO PHILLIPS GRISSIK
Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pembuatan model forecasting
tingkat produksi gas Conoco Phillips Grissik sebagai berikut :
4.3.1 Mengidentifikasi Model
Perusahaan selanjutnya yang akan diramalkan tingkat produksinya adalah
Conoco Phillips Grissik. Tahapan pertama untuk melakukan forecasting tingkat
produksi gas Conoco Phillips Grissik adalah mengidentifikasi model dengan
membuat plot data deret waktu untuk mengidentifikasi kestasioneran data deret
waktu yang ada dan memeriksa keberadaan tren, pola, atau variasi periodik dari
data. Apabila dalam data deret waktu terdapat tren yang menunjukkan bahwa data
tidak stasioner maka perlu dilakukan diferensiasi sampai data menjadi stasioner.
Gambar 4.19 menunjukkan tingkat produksi gas Conoco Phillips Grissik
secara umum mempunyai tren hubungan yang cenderung naik. Keberadaan tren
tersebut membuktikan bahwa data deret waktu untuk tingkat produksi gas adalah
tidak stasioner.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
68
Universitas Indonesia
80726456484032241681
35000000
30000000
25000000
20000000
15000000
10000000
Index
Ting
kat
Prod
uksi
Gas
(m
scf)
MAPE 7.69587E+00MAD 1.76660E+06MSD 4.79157E+12
Accuracy Measu res
ActualF its
Variab le
Trend Analysis Plot for Tingkat Produksi Gas Conoco Phillips GrissikLinear Trend Model
Yt = 13836869 + 213519*t
Gambar 4.19 Trend Analysis Tingkat Produksi Gas Conoco Phillips Grissik
2018161412108642
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Lag
Aut
ocor
rela
tion
Autocorrelation Function for Tingkat Produksi Gas(with 5% significance limits for the autocorrelations)
Gambar 4.20 Autocorrelation Function Tingkat Produksi Gas Conoco Phillips
Grissik
Selain menggunakan tren analysis ketidakstasioneran data juga bisa dilihat
dari plot nilai Autocorelation Function (ACF) pada Gambar 4.20 yang
menunjukkan adanya korelasi yang cukup besar diantara ke-21 lag. Penurunan
nilai autokorelasi (ACF) yang secara perlahan atau lambat ini menunjukkan data
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
69
Universitas Indonesia
deret waktu yang tidak stasioner sehingga perlu dilakukan diferensiasi agar
menghasilkan data deret waktu yang stasioner.
80726456484032241681
5000000
2500000
0
-2500000
-5000000
Index
Diff
eren
cing
1
Time Series Plot of Differencing 1
Gambar 4.21 Plot Data Deret Waktu Hasil Diferensiasi Tingkat 1 Conoco
Phillips Grissik
Proses diferensiasi tingkat satu dilakukan untuk mengubah data yang tidak
stasioner menjadi stasioner. Gambar 4.21 merupakan plot dari data tingkat
produksi gas Conoco Phillips Grissik setelah melewati diferensiasi tingkat satu.
Gambar tersebut menunjukkan bahwa dengan satu kali proses diferensiasi, data
deret waktu masih tidak stasioner. Hal ini terlihat masih terdapatnya tren pada
data deret waktu hasil diferensiasi tingkat satu seperti pada gambar tren analysis
seperti pada Gambar 4.22.
Oleh karena setelah melakukan diferensiasi tingkat satu data masih
memiliki tren dan bersifat tidak stasioner maka perlu dilakukan lagi diferensiasi
lanjutan sampai data menjadi stasioner.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
70
Universitas Indonesia
80726456484032241681
5000000
2500000
0
-2500000
-5000000
Index
Diff
eren
cing
1
MAPE 1.55227E+02MAD 1.47074E+06MSD 3.45224E+12
Accuracy Measures
ActualF its
Variable
Trend Analysis Plot for Differencing 1Linear Trend Model
Yt = 465819 - 5722.60*t
Gambar 4.22 Trend Analysis Plot Data Hasil Diferensiasi Tingkat 1 Conoco
Phillips Grissik
Grafik data deret waktu hasil diferensiasi tingkat dua seperti pada gambar
4.23 menunjukkan data yang telah stasioner. Data yang sudah stasioner ini sudah
dapat digunakan untuk membuat model awal ARIMA. Model ARIMA sementara
yang didapatkan adalah ARIMA (p,2,q) karena banyaknya diferensiasi yang
dilakukan untuk membuat data menjadi stasioner menunjukkan ordo d untuk
model ARIMA (p,d,q), yaitu d=2.
Selanjutnya adalah penentukan ordo Autoregressive (AR) dan Moving
Average (MA) berdasarkan besarnya nilai autokorelasi dan autokorelasi parsial
dari data deret waktu yang telah stasioner yaitu data hasil diferensiasi tingkat dua.
Hasil perhitungan besar Autocorrelation Function (ACF) untuk data tingkat
produksi gas hasil diferensiasi tingkat dua seperti pada Gambar 4.24. Gambar
tersebut menunjukkan besarnya nilai autokorelasi deret waktu antara ke-21 lag.
Hasil perhitungan autokorelasi (ACF) menampilkan nilai ACF, statistik T, dan
statistik Ljung-Box serta uji hipotesis dengan confident level 95% atau tingkat
signifikansi (α) = 5%.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
71
Universitas Indonesia
80726456484032241681
5000000
0
-5000000
-10000000
Index
Diff
eren
cing
2
Time Series Plot of Differencing 2
Gambar 4.23 Plot Data Deret Waktu Hasil Diferensiasi Tingkat 2 Conoco
Phillips Grissik
Hipotesis awal (H0) yaitu antara deret waktu t dengan t-kterdapat suatu
korelasi yang signifikan dan hipotesis alternatifnya (H1) yaitu antara deret waktu
t dengan t-ktidak terdapat suatu korelasi yang signifikan.
2018161412108642
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Lag
Aut
ocor
rela
tion
Autocorrelation Function for Differencing 2(with 5% significance limits for the autocorrelations)
Gambar 4.24 Autocorrelation Function Data Hasil Diferensiasi Tingkat 2
Conoco Phillips Grissik
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
72
Universitas Indonesia
Autocorrelation Function: Differencing 2 Lag ACF T LBQ 1 -0.683608 -6.19 39.74 2 0.194336 1.27 42.99 3 0.041446 0.26 43.14 4 -0.127482 -0.81 44.58 5 0.192459 1.22 47.89 6 -0.234232 -1.46 52.86 7 0.208920 1.27 56.87 8 -0.148828 -0.89 58.93 9 0.084715 0.50 59.61 10 0.031699 0.19 59.71 11 -0.173697 -1.02 62.63 12 0.267575 1.55 69.68 13 -0.272938 -1.54 77.11 14 0.212270 1.16 81.68 15 -0.124967 -0.67 83.28 16 0.016092 0.09 83.31 17 0.060475 0.32 83.70 18 -0.084976 -0.46 84.48 19 0.135794 0.73 86.49 20 -0.194824 -1.03 90.71 21 0.140162 0.73 92.93
Pengujian yang dilakukan menggunakan distribusi T dua sisi (two tail)
dengan besarnya nilai df (degree of freedom) ditentukan oleh banyaknya lag yaitu
n-1, sehingga df = 21-1 = 20. Batas-batas daerah penolakan uji hipotesis two
tailed dari tabel distribusi T dengan α/2 = 0.025 dan df = 20, yaitu sebesar
2.08596. Sehingga hipotesis awal (H0) akan diterima dan hipotesis alternative (H1)
akan ditolak jika nilai statistik T hasil perhitungan kurang dari -2.08596 atau lebih
dari 2.08596.Jika sebaliknya, maka H0 akan ditolak dan H1 diterima. Sehingga
rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut :
H0 : T < -2.08596 atau T > 2.08596
H1 : -2.08596 ≤ T ≤2.08596
Dari hasil perhitungan nilai ACF, nilai statistik T pada lag 1 menunjukkan
nilai -6.19 lebih kecil dari -2.08596 dan berada pada daerah penerimaan. Sehingga
pada lag 1hipotesis awal (H0) diterima dan hipotesis alternatif (H1) ditolak yang
berarti pada lag 1 antara deret waktu t dengan t-k mempunyai suatu korelasi
yang signifikan.
Grafik ACF pada Gambar 4.24 memperlihatkan beberapa lag melewati
garis putus-putus (selang kepercayaan). Pada grafik tersebut juga dapat dilihat
bahwa nilai ACF terputus pada lag 1 artinya korelasi deret waktu pada suatu
waktu tertentu hingga lag 1 masih saling mempengaruhi (berkorelasi), namun
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
73
Universitas Indonesia
setelah lag 1 korelasi tersebut terputus. Nilai ACF ini menunjukkan model Moving
Average (MA). Oleh karena nilai ACF terputus pada lag 1, maka perkiraan model
sementara mengandung model Moving Average dengan ordo 1 atau MA (1).
Setelah mendapatkan ordo differencing dan menentukan ordo Moving
Average, berikutnya adalah menentukan ordo dari model Autoregressive (AR)
yang dapat diamati dari besarnya nilai autokorelasi parsial seperti pada Gambar
4.25. Dalam mengidentifikasi proses dan penentuan ordo Autoregressive (AR),
interpretasi yang dilakukan pada grafik PACF sama seperti interpretasi yang
dilakukan untuk nilai ACF.
Hasil perhitungan PACF memberikan nilai statistik T pada lag 1,2,3, dan 4
secara berturut-turut adalah -6.19, -4.64, -2.49 dan -2.79. Nilai statistik T lag 1,2,3
dan 4 ini berada pada daerah penerimaan karena nilainya kurang dari -2.08596
yang berarti hipotesis awal (H0) yang menyatakan adanya korelasi yang signifikan
antara deret waktu t dengan t-kditerima.
2018161412108642
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Lag
Part
ial A
utoc
orre
lati
on
Partial Autocorrelation Function for Differencing 2(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)
Gambar 4.25 Partial Autocorrelation Function Data Hasil Diferensiasi Tingkat 2
Conoco Phillips Grissik
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
74
Universitas Indonesia
Partial Autocorrelation Function: Differencing 2 Lag PACF T 1 -0.683608 -6.19 2 -0.512472 -4.64 3 -0.274840 -2.49 4 -0.308054 -2.79 5 -0.035773 -0.32 6 -0.162574 -1.47 7 -0.050614 -0.46 8 -0.126944 -1.15 9 -0.068318 -0.62 10 0.100852 0.91 11 -0.064749 -0.59 12 0.119508 1.08 13 -0.004195 -0.04 14 0.078993 0.72 15 0.027284 0.25 16 -0.008720 -0.08 17 -0.072733 -0.66 18 -0.037300 -0.34 19 0.098437 0.89 20 -0.001377 -0.01 21 -0.111586 -1.01
Hal ini juga dapat dibuktikan berdasarkan grafik PACF pada Gambar 4.25
tersebut yang menunjukkan bahwa nilai autokorelasi parsial terputus pada lag 4.
Dari nilai statistik lag 1,2,3 dan 4 yang berada pada daerah penerimaan dan nilai
autokorelasi parsial yang terputus pada lag 4 maka didapatkan bahwa model deret
waktu tersebut mengandung proses Autoregressive (AR) dengan ordo 4 atau AR
(4)
Dari identifikasi model tersebut maka didapatkan model sementara
ARIMA (p,d,q) yaitu ARIMA (4,2,1) dengan nilai dmenunjukkantingkat
diferensiasi yang dilakukan untuk menjadikan data deret waktu stasioner.
Sehingga model ARIMA sementara adalah sebagai berikut :
(4.5)
4.3.2 Mengestimasi Parameter
Langkah berikutnya setelah mendapatkan model awal ARIMA adalah
mengestimasi atau memperkirakan parameter model yaitu besarnya koefisien
Autoregressive (Ø), koefisien Moving Average ( error (e)
untuk membentuk model forecasting yang utuh. Model deret waktu sementara
yang sudah didapatkan adalah ARIMA dengan ordo (4,2,1), dengan nilai d=2
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
75
Universitas Indonesia
menunjukkan bahwa data mengalami dua kali proses diferensiasi untuk
menjadikan data deret waktu stasioner. Dalam model peramalan ini terdapat enam
parameter selain tingkat diferensiasi yang dilakukan, yaitu empat parameter AR
(p=4), satu parameter MA (q=1), dan satu parameter yang menyatakan konstanta
error. Kelima parameter yang akan dicari tersebut adalah Ø1, Ø2, Ø3, Ø4, 1, dan e.
Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah nilai parameter
yang dihasilkan memberikan korelasi yang positif atau negatif. Hipotesis awal
(H0) dari pengujian ini adalah untuk parameter AR dan konstanta error
memberikan korelasi yang positif terhadap model deret waktu sedangkan untuk
parameter MA memberikan korelasi yang negatif terhadap model deret waktu.
Hipotesis altenatifnya (H1) adalah untuk parameter AR dan konstanta error
memberikan korelasi yang negatif terhadap model deret waktu sedangkan untuk
parameter MA memberikan korelasi yang positif terhadap model deret waktu.
Hipotesis untuk pengujian parameter Autoregressive (AR) , Moving
Average (MA), dan nilai konstanta error adalah sebagai berikut :
H0 : Ø1, Ø2, Ø3, Ø4, 1,e> 0
H1 : Ø1, Ø2, Ø3, Ø4, 1,e≤ 0
Hasil perhitungan SPSS 19 untuk kelima parameter tersebut adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.7 Parameter Model ARIMA Conoco Phillips Grissik
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan untuk parameter AR1, AR2,
AR3, AR4, dan e berturut-turut memberikan nilai -0.573, -0.216, -0.031, -0.049,
dan -4608,399 yang kurang dari nol (0) menunjukkan bahwa parameter tersebut
memberikan korelasi yang negatif terhadap model deret waktu. Sedangkan untuk
parameter MA1memberikan nilai 0.998 lebih besar dari nol (0) yang menunjukkan
bahwa parameter tersebut juga memberikan korelasi yang negatif terhadap model
deret waktu. Dari hasil perhitungan nilai parameter tersebut maka didapatkan
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
76
Universitas Indonesia
model peramalan ARIMA untuk deret waktu tingkat produksi gas adalah sebagai
berikut :
0.573 0.216 0.031 0.049 0.998
4608.399 (4.6)
4.3.3 Diagnostic Checking
Pada tahapan ini, model peramalan yang telah diperoleh pada tahapan
sebelumnya, yaitu persamaan 4.6 akan diuji apakah model peramalan tersebut
telah memadai untuk dijadikan model peramalan tingkat produksi gas Conoco
Phillips Grissik.
Uji Ljung-Box digunakan untuk mendeteksi adanya korelasi antar residual
karena dalam analisis deret waktu terdapat suatu asumsi bahwa residual (error)
mengikuti proses white noise. Deret variabel yang ada harus acak yang
independen (tidak berkorelasi), identik, dan terdistribusi normal dengan rata-rata
mendekati nol (μ=0) dan standar deviasi (σ) tertentu.
Hipotesis awal (H0) dari pengujian ini adalah tidak adanya korelasi
residual antar lag, sedangkan hipotesis alternatif (H1) adalah terdapat korelasi
residual antar lag.
Dalam pengujian korelasi ini digunakan statistik chi-square (x2) dua sisi
(two tail). Nilai statistik chi-square (x2) Ljung-Box hasil perhitungan SPSS 19
akan dibandingkan dengan statistik chi-square dari tabel x2(α/2,df). Besarnya
degree of freedom (df) ditentukan oleh jumlah lag dan parameter dalam model.
Jumlah parameter (k) dalam model ini adalah delapan, yaitu empat parameter AR,
satu parameter MA, satu konstanta error dan dua tingkat diferensiasi, sehingga df
= 21-8 = 13. Dengan melihat tabel statistik chi-square (x2), didapatkan nilai kritis
yaitu 24.73558 sehingga hipotesis awal (H0) akan diterima dan hipotesis alternatif
(H1) akan ditolak apabila hasil perhitungan statistik chi-squareLjung -Box lebih
besar dari 24.73558atau kurang dari -24.73558, dan sebaliknya. Pernyataan
hipotesisnya adalah sebagai berikut :
H0 : LBQ > 24.73558 atau LBQ < -24.73558
H1 : -24.73558 ≤ LBQ ≤ 24.73558
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
77
Universitas Indonesia
Uji korelasi Ljung-Box hasil perhitungan SPSS 19 sebagai berikut:
Tabel 4.8 Ljung-Box Q Model Conoco Phillips Grissik
Berdasarkan tabel pengujian statistik di atas didapatkan nilai statistik chi-
square Ljung-Box Qsebesar 11.886< 24.73558. Oleh karena itu, hipotesis pertama
(H0) yang menyatakan bahwa tidak terdapat korelasi residual antar lag ditolak dan
hipotesis alternatif (H1) yaitu terdapat korelasi residual antar lag diterima. Dari
pengujian menggunakan statistik Ljung-Box Q ini dapat disimpulkan bahwa
residual (error) tidak memenuhi asumsi white noise (independensi) sehingga
dapat dikatakan bahwa model yang diperoleh kurang memadai untuk dijadikan
model forecasting (peramalan) tingkat produksi gas Conoco Phillips Grissik di
periode yang akan datang.
Adanya proseswhite noise dapat dibuktikan melaluiresidual plot dari data
tingkat produksi gas. Pada Gambar 4.26, Normal Probability Plot dan Histogram
menunjukkan bahwa data deret waktu tingkat produksi gas terdistribusi normal.
Titik-titik residual yang terdapat dalam Normal Probability Plot berada di sekitar
garis normal dan Histogram data nyaris berbentuk bell shape. Hal tersebut
menggambarkan adanya white noise yaitu residual (error) terdistribusi
normal.Sedangkan grafik Versus Fits dan Versus Order menunjukkan bahwa data
tersebut acak yang saling independen (random).
Dari hasil pengujian residual plotdapat disimpulkan bahwa asumsi white
noise dalam data deret waktu tingkat produksi gas Conoco Philllips Grissik
terpenuhi. Sehingga model peramalan yang telah diperoleh dikatakan cukup
memadai sebagai model peramalan yang akan digunakan untuk memproyeksikan
tingkat produksi gas di periode yang akan datang.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
78
Universitas Indonesia
500000025000000-2500000-5000000
99.9
99
90
50
10
1
0.1
Residual
Per
cent
3000000025000000200000001500000010000000
4000000
2000000
0
-2000000
-4000000
Fitted Value
Res
idua
l
320000016000000-1600000-3200000
16
12
8
4
0
Residual
Freq
uenc
y
7065605550454035302520151051
4000000
2000000
0
-2000000
-4000000
Observation OrderR
esid
ual
Normal Probability Plot Versus Fits
Histogram Versus Order
Residual Plots for Tingkat Produksi Gas Conoco Phillips Grissik
Gambar 4.26 Residual Plot Tingkat Produksi Gas Conoco Phillips Grissik
4.3.4 Forecasting
Tahapan terakhir dalam melakukan peramalan menggunakan metode ini
adalah forecasting (peramalan) menggunakan persamaan yang telah diperoleh dan
diuji kelayakannya. Persamaan peramalan yang akan digunakan untuk
memproyeksikan tingkat produksi gas di periode yang akan datang sesuai dengan
persamaan 4.6.
Conoco Phillips Grissik juga merupakan salah satu perusahaan asing yang
termasuk dalam lima perusahaan penghasil gas terbesar di Indonesia. Penelitian
forecasting untuk tingkat produksi gas Conoco Phillips akan dilakukan untuk
memperkirakan tingkat produksinya sampai dengan periode Desember 2020
karena periode tersebut merupakan masa habis kontrak dari Conoco Phillips
Grissik.
Data hasil forecasting tingkat produksi gas Conoco Phillips Grissik
periode Januari 2005 - Desember 2020 dapat dilihat dalam lampiran.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
79
Universitas Indonesia
Hasil peramalan tingkat produksi gas tersebut jika digambarkan dalam
bentuk grafik adalah sebagai berikut :
Gambar 4.27 Forecasting Tingkat Produksi Gas Conoco Phillips Grissik
Dari grafik pada Gambar 4.27 tersebut dapat dilihat untuk skenario
forecast (most likely) periode ke 69 dengan tingkat produksi gas sebesar
31.759.970 mscf merupakan puncak (peak) dari keseluruhan tingkat produksi gas.
Menurut skenario ini setelah periode tersebut tingkat produksi gas akan terus
menurun sampai pada akhir periode Desember 2020 tingkat produksi gas sebesar
2.605.854 mscf. Untuk skenario LCL, puncak (peak) dari tingkat produksi gas
Conoco Phillips Grissik terjadi pada periode Juni 2010. Setelah periode tersebut
tingkat produksi gas juga akan terus menurun sampai periode Agustus 2017
tingkat produksi gas sebesar 26.918 mscf dan habis pada periode September 2017.
Skenario UCL menunjukkan adanya peningkatan tingkat produksi gas setelah
periode September 2011 sampai pada puncak tingkat produksi gas yaitu periode
Juli 2015 sebesar 38.662.099 mscf.Pada akhir periode peramalan yaitu Desember
2020 tingkat produksi gas Conoco Phillips Grissik menurut skenario UCL
diperkirakan berada pada kisaran 27.032.857 mscf.
Dari keseluruhan forecasting yang telah dilakukan dari Tabel 4.9 dapat
dilihat besarnya kesalahan (error) atau tingkat keakuratan dari model peramalan
yang dibuat.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
80
Universitas Indonesia
Tabel 4.9 Tingkat Kesalahan Forecasting Tingkat Produksi Gas Conoco Phillips Grissik
Model peramalan (forecasting) untuk tingkat produksi gas Conoco Phillips
Grissik mempunyai nilai error atau tingkat kesalahan untuk nilai MAPE sebesar
6.207%.
4.4 Gas di Indonesia
Di samping melakukan forecasting untuk tiga perusahaan yang termasuk
dalam lima penghasil gas terbesar di Indonesia, akan dilakukan juga forecasting
untuk total tingkat produksi semua perusahaan yang melakukan operasi di sektor
gas. Tahapan yang dilakukan pada proses forecasting tingkat produksi gas di
Indonesia ini sebagai berikut :
4.4.1 Mengidentifikasi Model
Metode ARIMA mensyaratkan data deret waktu yang akan diramalkan
harus bersifat stasioner. Langkah pertama dalam pembuatan model tingkat
produksi gas menggunakan metode ARIMA adalah mengidentifikasi model,
dengan cara mengidentifikasi data deret waktu yang ada. Plot data deret waktu
dalam bentuk grafik dari tingkat produksi gas dilakukan untuk memeriksa
keberadaan tren, pola, atau variasi yang periodik. Apabila data deret waktu yang
ada bersifat tidak stasioner atau mempunyai trenmaka data tersebut harus
didiferensiasiterlebih dahulu sampai data stasioner dan bisa digunakan dalam
peramalan menggunakan metode ARIMA ini.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
81
Universitas Indonesia
Berikut adalah plot dan analisis keberadaan tren data deret waktu untuk
tingkat produksi di Indonesia periode Januari 2005 – Desember 2011 :
80726456484032241681
300000000
290000000
280000000
270000000
260000000
250000000
240000000
230000000
220000000
210000000
Index
Ting
kat
Prod
uksi
Gas
(m
scf)
MAPE 4.80556E+00MAD 1.21780E+07MSD 2.13548E+14
Accuracy Measures
ActualF its
Variab le
Trend Analysis Plot for Tingkat Produksi Gas IndonesiaLinear Trend Model
Yt = 232858541 + 502554*t
Gambar 4.28 Trend Analysis Tingkat Produksi Gas di Indonesia
Berdasarkan trend analysis seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.28,
dapat disimpulkan bahwa data deret waktu untuk tingkat produksi gas adalah
tidak stasioner. Hal ini terlihat jelas pada grafik tersebut dimana data deret waktu
tingkat produksi gas yang diberikan mempunyai tren hubungan yang cenderung
naik.
Selain menggunakan trend analysis, ketidakstasioneran data juga dapat
diamati dari nilai Autocorelation Function (ACF) data deret waktu. Deret yang
tidak stasioner akan memberikan nilai autokorelasi yang meluruh atau berkurang
secara perlahan. Sedangkan untuk data yang stasioner akan mempunyai nilai
autokorelasi yang meluruh atau berkurang secara cepat / drastis dan membentuk
pola naik-turun pada nilai autokorelasi yang positif dan negatif.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
82
Universitas Indonesia
Besarnya nilai autokorelasi untuk data deret waktu tingkat produksi gas di
Indonesia adalah sebagai berikut :
2018161412108642
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Lag
Aut
ocor
rela
tion
Autocorrelation Function for Tingkat Produksi Gas Indonesia(with 5% significance limits for the autocorrelations)
Gambar 4.29 Autocorrelation Function Tingkat Produksi Gas di Indonesia
Gambar 4.29 di atas menunjukkan plot data tingkat produksi gas untuk
nilai Autocorrelation Function (ACF). Pada gambar terlihat nilai
ACFmenunjukkan koefisien korelasi yang tinggi pada sebagian lag dan adanya
penurunan yang lambat dari ACF. Hal ini menandakan bahwa data deret waktu
tersebut tidak stasioner. Oleh karena data yang tidak stasioner, maka harus
dilakukan proses differencing agar menghasilkan data yang stasioner. Proses
diferensiasi tingkat satu dilakukan untuk menghilangkan tren dan mengubah data
menjadi stasioner.
Gambar 4.30 merupakan plot dari data tingkat produksi gas di
Indonesiahasil diferensiasi tingkat satu yang menunjukkan masih terdapatnya tren.
Tren ini bisa dilihat lebih jelas pada gambar trend analysis data hasil diferensiasi
tingkat satu pada gambar 4.31.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
83
Universitas Indonesia
80726456484032241681
40000000
30000000
20000000
10000000
0
-10000000
-20000000
-30000000
Index
Diff
eren
cing
1
Time Series Plot of Differencing 1
Gambar 4.30 Plot Data Deret Waktu Hasil Diferensiasi Tingkat 1 Gas di
Indonesia
80726456484032241681
40000000
30000000
20000000
10000000
0
-10000000
-20000000
-30000000
Index
Diff
eren
cing
1
MAPE 1.07166E+02MAD 1.18139E+07MSD 2.06820E+14
Accuracy Measur es
ActualFits
Var iable
Trend Analysis Plot for Differencing 1Linear Trend Model
Yt = -596785 + 19838*t
Gambar 4.31 Trend Analysis Plot Data Hasil Diferensiasi Tingkat 1 Gas di
Indonesia
Gambar 4.31 menunjukkan bahwa data deret waktu hasil diferensiasi
tingkat satu masih terdapat adanya tren, artinya data masih belum stasioner. Oleh
karena data hasil diferensiasi satu masih bersifat tidak stasioner maka perlu
dilakukan lagi diferensiasi tingkat dua.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
84
Universitas Indonesia
Gambar 4.32 menunjukkan data deret waktu hasil diferensiasi tingkat dua
yang memperlihatkan adanya penghilangan dari tren dan menstabilkan varian.
Berdasarkan grafik tersebut dapat terlihat bahwa data telah stasioner.Data deret
waktu tingkat produksi gas yang tidak stasioner menjadi stasioner setelah
dilakukan proses diferensiasi tingkat dua sehingga deret waktu tersebut sudah
dapat digunakan untuk membuat model ARIMA.
Oleh karena data tingkat produksi gas telah stasioner setelah diferensiasi
tingkat dua, maka telah didapatkan ordo d untuk model ARIMA (p,d,q) yaitu d=2.
Sehingga didapatkan model ARIMA sementara adalah ARIMA (p,2,q).
80726456484032241681
50000000
25000000
0
-25000000
-50000000
Index
Diff
eren
cing
2
Time Series Plot of Differencing 2
Gambar 4.32 Plot Data Deret Waktu Hasil Diferensiasi Tingkat 2 Gas di
Indonesia
Langkah selanjutnya setelah menginterpretasikan data deret waktu adalah
menghitung Autocorrelation Function (ACF) dan Partial Autocorrelation
Function (PACF) dari data dan membuat plot dari ACF dan PACF tersebut untuk
menentukan ordo Autoregressive (p) dan Moving Average (MA).
Gambar 4.33 menunjukkan besarnya nilai autokorelasi deret waktu antara
ke-21 lag tersebut. Hasil autokorelasi (ACF) menunjukkan nilai ACF, statistik T,
dan Statistik Ljung-Box serta menampilkan uji hipotesis yang ditunjukkan dalam
selang kepercayaan (confident level) 95% dan tingkat signifikansi (α) = 5%.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
85
Universitas Indonesia
2018161412108642
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Lag
Aut
ocor
rela
tion
Autocorrelation Function for Differencing 2(with 5% significance limits for the autocorrelations)
Gambar 4.33 Autocorrealtion Function Data Hasil Diferensiasi Tingkat 2 Gas di
Indonesia
Autocorrelation Function: Differencing 2 Lag ACF T LBQ 1 -0.712092 -6.45 43.12 2 0.302799 1.93 51.01 3 -0.108958 -0.67 52.05 4 -0.065077 -0.40 52.42 5 0.313462 1.90 61.21 6 -0.411086 -2.39 76.53 7 0.281536 1.53 83.81 8 -0.118394 -0.63 85.11 9 -0.022997 -0.12 85.16 10 0.275010 1.45 92.40 11 -0.586521 -3.02 125.77 12 0.664817 3.09 169.26 13 -0.443335 -1.86 188.88 14 0.201863 0.81 193.01 15 -0.070118 -0.28 193.52 16 -0.070670 -0.28 194.04 17 0.244270 0.97 200.36 18 -0.315458 -1.24 211.07 19 0.218166 0.84 216.27 20 -0.087749 -0.34 217.13 21 -0.036421 -0.14 217.28
Hipotesis awal (H0) yaitu antara deret waktu t dengan t-kterdapat suatu
korelasi yang signifikan dan hipotesis alternatifnya (H1) yaitu antara deret waktu
t dengan t-ktidak terdapat suatu korelasi yang signifikan.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
86
Universitas Indonesia
Dalam pengujian hipotesis ini digunakan distribusi T dua sisi (two tail).
Besarnya nilai df(degree of freedom) ditentukan oleh banyaknya lag yaitu n-1,
sehingga df= 21-1 = 20. Batas-batas daerah penolakan uji hipotesis two tailed dari
tabel distribusi T dengan α/2 = 0.025 dan df = 20, yaitu sebesar 2.08596.
Hipotesis awal (H0) akan diterima dan hipotesis alternatif (H1) akan ditolak jika
nilai statistik T hasil perhitungan kurang dari -2.08596 atau lebih dari
2.08596.Jika sebaliknya, maka H0 akan ditolak dan H1 diterima. Sehingga
rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut :
H0 : T < -2.08596 atau T > 2.08596
H1 : -2.08596 ≤ T ≤2.08596
Dari hasil perhitungan nilai ACF, nilai statistik T pada lag 1 sebesar -6.45
lebih kecil dari -2.08596. Dengan kata lain, pada lag 1 hipotesis awal (H0)
diterima dan hipotesis alternatif (H1) ditolak yang berarti pada lag 1 antara deret
waktu t dengan t-k mempunyai suatu korelasi yang signifikan.
Selain itu nilai korelasi juga dapat dilihat langsung dengan melihat grafik
ACF pada Gambar 4.33.Pada grafikACF menunjukkan korelasi pada beberapa lag
melewati garis putus-putus (selang kepercayaan) dan nilai ACF terputus pada lag
1 artinya korelasi deret waktu pada suatu waktu tertentu hingga lag 1 masih saling
mempengaruhi (berkorelasi), namun setelah lag 1 korelasi tersebut terputus. Nilai
ACF ini menunjukkan model Moving Average (MA). Oleh karena nilai ACF
terputus pada lag 1, maka perkiraan model sementara mengandung model Moving
Average dengan ordo 1 atau MA (1).
Besarnya ordo differencing dan Moving Average (MA) telah ditentukan.
Selanjutnya untuk menentukan ordo dari model Autoregressive (AR) dapat
diamati dari besarnya nilai autokorelasi parsial seperti pada Gambar 4.34.
Nilai ACF menunjukkan adanya proses Moving Average (MA) pada suatu
model deret waktu sedangkan nilai PACF digunakan untuk mengidentifikasi
proses Autoregressive (AR). Interpretasi yang dilakukan pada grafik PACF untuk
mengidentifikasi proses Autoregressive (AR) sama seperti interpretasi yang
dilakukan untuk nilai ACF.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
87
Universitas Indonesia
2018161412108642
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
Lag
Part
ial A
utoc
orre
lati
on
Partial Autocorrelation Function for Differencing 2(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)
Gambar 4.34 Partial Autocorrelation Function Data Hasil Diferensiasi Tingkat 2
Gas di Indonesia
Partial Autocorrelation Function: Differencing 2 Lag PACF T 1 -0.712092 -6.45 2 -0.414418 -3.75 3 -0.242693 -2.20 4 -0.414076 -3.75 5 0.159698 1.45 6 0.045295 0.41 7 -0.075293 -0.68 8 0.027195 0.25 9 -0.162500 -1.47 10 0.320283 2.90 11 -0.336746 -3.05 12 0.003272 0.03 13 0.171047 1.55 14 -0.027403 -0.25 15 -0.058623 -0.53 16 0.137841 1.25 17 -0.010263 -0.09 18 -0.077521 -0.70 19 -0.087783 -0.79 20 -0.042551 -0.39 21 -0.015371 -0.14
Hasil perhitungan PACF memberikan nilai statistik T pada lag 1,2,3, dan 4
secara berturut-turut adalah -6.45, -3.75, -2.20, dan -3.75. Nilai statistik T lag
1,2,3, dan 4 ini berada pada daerah penerimaan karena nilainya kurang dari -
2.08596 yang berarti hipotesis awal (H0) yang menyatakan adanya korelasi yang
signifikan antara deret waktu t dengan t-k diterima. Hal ini juga terlihat
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
88
Universitas Indonesia
berdasarkan grafik PACF pada Gambar 4.34 yang menunjukkan bahwa nilai
autokorelasi parsial terputus pada lag4. Dari nilai statistik lag 1,2,3,dan 4 yang
berada pada daerah penerimaan dan nilai autokorelasi parsial yang terputus pada
lag 4 maka dapat diperkirakan bahwa model deret waktu tersebut mengandung
proses Autoregressive (AR) dengan ordo 4 atau AR (4).
Dari identifikasi model yang telah dilakukan maka didapatkan model
sementara ARIMA (p,d,q) yaitu ARIMA (4,2,1) dengan nilai d didapatkan dari
tahapan sebelumnya yaitu data deret waktu yang semula tidak stasioner menjadi
stasioner setelah dilakukan diferensiasi tingkat dua. Sehingga model ARIMA
sementara adalah sebagai berikut :
(4.7)
4.4.2 Mengestimasi Parameter
Langkah kedua setelah melakukan identifikasi model awal ARIMA adalah
menentukan besarnya nilai parameter model yaitu besarnya koefisien
Autoregressive (Ø) dan koefisien Moving Average (
tersebut berbentuk persamaan yang utuh.
Model deret waktu sementara yang sudah didapatkan dari analisis
sebelumnya adalah ARIMA dengan ordo (4,2,1), dengan nilai d=2 menunjukkan
bahwa data mengalami dua kali proses diferensiasi untuk menjadikan data deret
waktu stasioner. Oleh karena itu, untuk model peramalan ini terdapat enam
parameter diluar tingkat diferensiasi, yaitu 4 parameter AR (p=4), satu parameter
MA(q=1), dan satu parameter yang menyatakan error. Sehingga parameter yang
akan dicari adalah Ø1, Ø2, Ø3, Ø4, 1 dan e.
Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah nilai parameter
yang dihasilkan memberikan korelasi yang positif atau negatif. Hipotesis awal
(H0) dari pengujian ini adalah untuk parameter AR dan konstanta error
memberikan korelasi yang positif terhadap model deret waktu sedangkan untuk
parameter MA memberikan korelasi yang negatif terhadap model deret waktu.
Hipotesis altenatifnya (H1) adalah untuk parameter AR dan konstanta error
memberikan korelasi yang negatif terhadap model deret waktu sedangkan untuk
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
89
Universitas Indonesia
parameter MA memberikan korelasi yang positif terhadap model deret waktu.
Hipotesis untuk pengujian parameter Autoregressive (AR) , Moving
Average (MA), dan nilai konstanta error adalah sebagai berikut :
H0 : Ø1, Ø2, Ø3, Ø4, 1,e> 0
H1 : Ø1, Ø2, Ø3, Ø4, 1, e ≤ 0
Nilai parameter hasil dari perhitungan SPSS 19 adalah sebagai berikut :
Tabel 4.10 Parameter Model ARIMA Gas di Indonesia
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan untuk parameter AR1, AR2,
AR3, AR4 dan konstanta e memberikan nilai yang kurang dari nol (0). Berturut-
turut nilai untuk kelima parameter tersebut adalah -1.371, -1.252, -1.019, -0.562
dan -0.251. Hal ini menunjukkan bahwa parameter tersebut memberikan korelasi
yang negatif terhadap model deret waktu. Sedangkan untuk parameter MA1juga
memberikan korelasi yang negatif terhadap modelderet waktu dengan nilai
parameternya yang lebih besar dari nol (0) yaitu sebesar 0.220. Dari hasil
perhitungan nilai parameter ini sehingga model peramalan ARIMA untuk deret
waktu tingkat produksi gas di Indonesia adalah sebagai berikut :
1.371 1.252 1.019 0.562 0.220
0.251 (4.8)
4.4.3 Diagnostic Checking
Pada tahapandiagnostic checking ini yang akan dilakukan adalah menguji
kembali apakah model persamaan ARIMA yang telah diperoleh pada tahapan
sebelumnya telah memadai untuk dijadikan model peramalan tingkat produksi gas
di Indonesia. Untuk pengujian ini digunakan uji Ljung-Box untuk mendeteksi
adanya korelasi antar residual karena dalam analisis deret waktu terdapat suatu
asumsi bahwa residual (error) mengikuti proses white noise, yaitu deret variabel
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
90
Universitas Indonesia
acak yang independen (tidak berkorelasi), identik, dan terdistribusi normal dengan
rata-rata mendekati nol (μ=0) dan standar deviasi (σ) tertentu.
Adanya asumsi white noise pada analisis deret waktu, maka hipotesis awal
(H0) dari pengujian ini adalah tidak adanya korelasi residual antar lag, sedangkan
hipotesis alternatif (H1) adalah terdapat korelasi residual antar lag.
Dalam pengujian korelasi ini digunakan statistik chi-square (x2) dua sisi
(two tail). Nilai statistik chi-square (x2) Ljung-Box hasil perhitungan SPSS 19
akan dibandingkan dengan statistik chi-square dari tabel x2(α/2,df). Besarnya
degree of freedom (df) ditentukan oleh jumlah lag dan parameter dalam model.
Jumlah parameter (k) dalam model ini adalah delapan, yaitu empat parameter AR,
satu parameter MA, satu konstanta error ditambah dengan dua tingkat
diferensiasi, sehingga df = 21-8 = 13. Dengan melihat tabel statistik chi-square
(x2), didapatkan nilai kritis yaitu 24.73558. Hipotesis awal (H0) akan diterima dan
hipotesis alternatif (H1) akan ditolak apabila hasil perhitungan statistik chi-
squareLjung-Box lebih besar dari 24.73558 atau kurang dari -24.73558. Sehingga
pernyataan hipotesisnya adalah sebagai berikut :
H0 : LBQ > 24.73558 atau LBQ < -24.73558
H1 : -24.73558 ≤ LBQ ≤ 24.73558
Uji korelasi Ljung-Box yang digunakan untuk mendeteksi adanya proses
white noise atau independensi dan uji kenormalan residual (error) dari model
hasil perhitungan SPSS 19 adalah sebagai berikut :
Tabel 4.11 Ljung-Box Q Model Gas di Indonesia
Berdasarkan tabel pengujian statistik di atas didapatkan nilai statistik chi-
square Ljung-Box Qsebesar 27.337> 24.73558. Oleh karena itu, hipotesis pertama
(H0) yang menyatakan bahwa tidak terdapat korelasi residual antar lag diterima
dan hipotesis alternatif (H1) yaitu terdapat korelasi residual antar lag ditolak. Dari
pengujian ini dapat disimpulkan bahwa residual (error) telah memenuhi asumsi
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
91
Universitas Indonesia
white noise (independensi) sehingga dapat dikatakan bahwa model yang diperoleh
cukup memadai untuk dijadikan model forecasting (peramalan) tingkat produksi
gas di Indonesie di periode yang akan datang.
40000000200000000-20000000-40000000
99.999
90
50
10
10.1
Residual
Per
cent
300000000280000000260000000240000000220000000
20000000
0
-20000000
-40000000
Fitted Value
Res
idua
l
2000
0000
1000
00000
-1000
0000
-2000
0000
-3000
0000
20
15
10
5
0
Residual
Freq
uenc
y
80706050403020101
20000000
0
-20000000
-40000000
Observation Order
Res
idua
l
Normal Probability Plot Versus Fits
Histogram Versus Order
Residual Plots for Tingkat Produksi Gas
Gambar 4.35 Residual Plot Tingkat Produksi Gas di Indonesia
Asumsi white noise juga dapat dibuktikan dari gambar residual plot dari
data tingkat produksi gas. Pada Gambar 4.35, Normal Probability Plot dan
Histogram menunjukkan bahwa data deret waktu tingkat produksi gas
terdistribusi normal. Sedangkan grafik Versus Fits dan Versus Order
menunjukkan bahwa data tersebut acak yang saling independen (random). Dari
hasil pengujian grafik residual plot ini terbukti bahwa data deret waktu tingkat
produksi gas telah memenuhi asumsi white noise sehingga model peramalan yang
telah diperoleh dapat dikatakan cukup memadai sebagai model peramalan untuk
memproyeksikan tingkat produksi gas di periode yang akan datang.
4.4.4 Forecasting
Tahapan terakhir dalam melakukan peramalan menggunakan metode ini
adalah forecasting (peramalan) menggunakan persamaan yang telah diperoleh dan
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
92
Universitas Indonesia
diuji kelayakannya. Persamaan peramalan yang akan digunakan untuk
memproyeksikan tingkat produksi gas di Indonesia periode yang akan datang
sesuai dengan persamaan 4.8.
Forecasting total tingkat produksi gas semua perusahaan yang beroperasi
dalam menghasilkan gas ini dilakukan untuk memperkirakan tingkat produksi gas
di Indonesia secara umum di periode yang akan datang. Forecasting dilakukan
sampai dengan 2020.
Data hasil forecasting tingkat produksi gas di Indonesia periode Januari
2005 – Desember 2020 dapat dilihat dalam lampiran. Hasil peramalan tingkat
produksi gas tersebut jika digambarkan dalam bentuk grafik adalah sebagai
berikut :
Gambar 4.36 Forecasting Tingkat Produksi Gas di Indonesia
Pada Gambar 4.36 dapat terlihat baik skenario forecast, LCL, maupun
UCL memprediksikan tingkat produksi gas di Indonesia secara umum akan
meningkat. Pola data tingkat produksi periode Januari 2005 – Desember 2011
tidak terlihat jelas karena adanya skala tingkat produksi yang besar disebabkan
perbedaan tingkat produksi pada periode peramalan yang melonjak tinggi. Pada
skenario forecast, LCL, dan UCL tingkat produksi gas di Indonesia terus
mengalami kenaikan dengan kenaikan yang tinggi sampai pada periode Desember
2020 secara berturut-turut tingkat produksi gas mencapai 1.368.106.639 mscf,
3.890.536.043 mscf, dan 6.477.068.413 mscf. Hal tersebut menunjukkan bahwa
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
93
Universitas Indonesia
potensi gas di Indonesia untuk digunakan baik sebagai sumber energi maupun
pendapatan negara masih sangat besar.
Hasil forecast ini mengindikasikan bahwa Indonesia mempunyai potensi
yang sangat besar dalam hal produksi gas. Hal ini dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk semakin menggiatkan kebijakan atau program pemerintah
kaitannya dengan gas. Indonesia ke depannya diperkirakan dapat meningkatkan
volume ekspor gas, menarik perusahaan asing untuk menjadi investor, dan
menambah penerimaan negara dari sektor gas.
Dari keseluruhan hasil forecast dapat dilihat besarnya kesalahan (error)
dari peramalan yang telah dilakukan sebagai berikut :
Tabel 4.12 Tingkat Kesalahan Forecasting Tingkat Produksi Gas di Indonesia
Forecasting tingkat produksi gas di Indonesia dengan model ARIMA
(4,2,1) dalam persamaan 4.8 memberikan nilai kesalahan MAPE sebesar 3.607 %
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
94
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari pengolahan data dan analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa model ARIMA yang sesuai untuk meramalkan tingkat produksi Total E&P
Indonesia adalah ARIMA (4,2,1) dengan model peramalan
0.664 0.411 0.357 0.266 0.998
14004.304 dan tingkat kesalahan MAPE 4.854 %. Model peramalan yang sesuai
untuk tingkat produksi Pertamina adalah ARIMA (2,2,2) dengan model peramalan
1.382 0.468 0.076 0.917 1298.917 dan
tingkat kesalahan MAPE 5.864%. Untuk tingkat produksi gas Conoco Phillips
Grissik sesuai dengan ARIMA (4,2,1) dengan model peramalan
0.573 0.216 0.031 0.049 0.998
4608.399 dan tingkat kesalahan MAPE 6.207%. Sedangkan untuk model
ARIMA peramalan tingkat produksi gas di Indonesia secara keseluruhan yang
sesuai adalah ARIMA (4,2,1) dengan model peramalan
1.371 1.252 1.019 0.562 0.220
0.251 dan tingkat kesalahan MAPE 3.607 %. Dengan melihat tingkat kesalahan
(error) yang relatif kecil, maka dapat disimpulkan metode ARIMA merupakan
metode yang cukup akurat dan dapat diandalkan untuk memodelkan tingkat
produksi gas sekaligus memprediksi tingkat produksi gas pada periode
mendatang.
5.2 Saran
Salah satu sifat forecasting adalah pasti salah, semakin banyak data yang
digunakan maka akan semakin akurat forecast yang dilakukan atau semakin kecil
tingkat kesalahan. Oleh karena itu disarankan untuk menggunakan data deret
waktu yang lebih banyak (lebih lengkap) . Selain itu, perlunya membandingkan
dengan metode lain dalam memodelkan dan meramalkan tingkat produksi gas
untuk melihat tingkat akurasi metode ARIMA lebih lanjut.
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
95
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
6. DAFTAR PUSTAKA
Albayrak, Ali Sait. (2010). ARIMA Forecasting of Primary Energy Production
and Consumption in Turkey : 1923-2006
Al-Fattah, Saud. M. (2006). Time Series Modeling for U.S. Natural Gas
Forecasting
Aristia, Rifki. (2010). Peramalan Produksi Air dengan Metode ARIMA di
Perusahaan Air Daerah Air Minum (PDAM) Surya Sembdada Surabaya
Arnold, J. & Chapman, S. (2004). Introduction to Materials Management. Fifth
Edition. Pearson Prentice Hall.
Biro Riset LM FEUI. (2007). Analisa Industri Minyak dan Gas di Indonesia :
Masukan Bagi Pengelola BUMN
BP. BP Statistical Review of World Energy June 2011. Dikutip dari
http://www.bp.com/statisticalreview pada 16 Maret 2012
Departemen P dan K, 1984 : 75. Definisi Model
Hadi. 1986. Pengertian Deret Waktu
Kinerja dan Peluang Bisnis Gas Indonesia, 2010-2014. (2010). Media Data Riset
Lynch, Michael C. (2011). Forecasting Oil Supply : Theory and Practice
Mohr, S.H, et all. (2011). Long Term Forecasting of Natural Gas Production
Pindyck, Robert. S. (1998). Economic Models and Economic Forecasts 4th
edition. McGraw-Hill : USA
Quinn, Terry, et all. (1998). Forecasting Irish Inflation Using ARIMA Models
Rashid, A, et all. Malaysia Crude Oil Produciton Estimation : an Application of
ARIMA Model
Republik Indonesia. Nota Keuangan dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara : Tahun Anggaran 2012
Salam, Muhammad Abdus, et all. Modeling and Forecasting Pakistan’s Inflation
By Using Time Series ARIMA Models
Shim, Jae. K. (2000). Strategic Business Forecasting. St. Lucie Press : USA
Sinamarta, 1983 : ix-xii. Definisi Model
Soldo, Bozidar. (2011). Forecasting Natural Gas Consumption
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
96
Universitas Indonesia
Suara Merdeka. 21 Blok Migas Habis Kontrak, Perusahaan Nasional
Diprioritaskan. Dikutip dari
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2012/05/27/11957
3/21-Blok-Migas-Habis-Kontrak-Perusahaan-Nasional-Diprioritaskan
pada 28 Mei 2012
Sutikno, dkk. (2010). Prakiraan Cuaca dengan Metode Autoregressive Integrated
Moving Average, Neural Network, dan Adaptive Splines Threshold
Autoregression di Stasiun Juanda Surabaya
Wijaya, Arif. (2008) Memprediksi Temperature Udara Per bulan di Jakarta
Dengan Menggunakan Metode ARIMA
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
97
Universitas Indonesia
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama : Fitri Yulianti
Tempat, Tgl Lahir : Kebumen, 26 April 1990
Pendidikan Formal
2008 - Sekarang : S1 Teknik Industri
2005 - 2008 : SMA N 1 Kebumen
2005 - 2002 : SMP N 1 Kebumen
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
98
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
7. LAMPIRAN
Tabel 7.1 Data Historis Tingkat Produksi Gas Total E&P Indonesie
Periode Januari 2005-Desember 2008
Series Periode (Bulan/Tahun)
Tingkat Produksi (mscf)
Series Periode (Bulan/Tahun)
Tingkat Produksi (mscf)
1 01/2005 86,327,791 25 01/2007 88,695,500 2 02/2005 80,539,868 26 02/2007 77,054,834 3 03/2005 85,213,227 27 03/2007 85,997,472 4 04/2005 73,551,922 28 04/2007 80,967,982 5 05/2005 81,782,792 29 05/2007 84,777,125 6 06/2005 86,325,616 30 06/2007 80,364,370 7 07/2005 93,698,953 31 07/2007 86,915,474 8 08/2005 97,549,641 32 08/2007 88,478,577 9 09/2005 87,760,632 33 09/2007 80,975,746 10 10/2005 97,275,990 34 10/2007 88,171,063 11 11/2005 96,581,175 35 11/2007 85,468,342 12 12/2005 100,612,841 36 12/2007 88,246,088 13 01/2006 95,067,916 37 01/2008 89,553,674 14 02/2006 86,320,189 38 02/2008 81,476,824 15 03/2006 94,127,074 39 03/2008 85,697,299 16 04/2006 87,820,818 40 04/2008 81,903,527 17 05/2006 90,282,724 41 05/2008 87,448,813 18 06/2006 89,313,345 42 06/2008 81,356,593 19 07/2006 100,333,683 43 07/2008 83,427,057 20 08/2006 89,131,302 44 08/2008 87,730,849 21 09/2006 81,269,462 45 09/2008 82,440,414 22 10/2006 98,941,136 46 10/2008 80,618,267 23 11/2006 94,659,000 47 11/2008 82,672,390 24 12/2006 90,074,392 48 12/2008 85,646,435
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
99
Universitas Indonesia
Tabel 7.2 Data Historis Tingkat Produksi Gas Total E&P Indonesie Periode Januari 2009-Desember 2011
Series Periode (Bulan/Tahun)
Tingkat Produksi (mscf)
Series Periode (Bulan/Tahun)
Tingkat Produksi (mscf)
49 01/2009 86,777,234 67 07/2010 83,951,487 50 02/2009 76,724,148 68 08/2010 84,248,975 51 03/2009 79,797,851 69 09/2010 80,205,290 52 04/2009 81,217,606 70 10/2010 80,165,553 53 05/2009 83,718,839 71 11/2010 78,062,775 54 06/2009 82,830,792 72 12/2010 78,347,876 55 07/2009 86,469,286 73 01/2011 75,600,707 56 08/2009 85,582,062 74 02/2011 73,054,526 57 09/2009 85,264,087 75 03/2011 81,553,452 58 10/2009 84,564,944 76 04/2011 78,178,526 59 11/2009 81,671,552 77 05/2011 79,852,860 60 12/2009 84,988,275 78 06/2011 67,297,245 61 01/2010 86,461,415 79 07/2011 68,567,354 62 02/2010 78,048,963 80 08/2011 73,519,548 63 03/2010 84,586,068 81 09/2011 71,330,385 64 04/2010 76,222,485 82 10/2011 72,146,938 65 05/2010 82,980,255 83 11/2011 66,468,127 66 06/2010 80,233,883 84 12/2011 69,297,073
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
100
Universitas Indonesia
Tabel 7.3 Data Historis Tingkat Produksi Gas Pertamina Periode Januari 2005-Desember 2008
Series Periode (Bulan/Tahun)
Tingkat Produksi (mscf)
Series Periode (Bulan/Tahun)
Tingkat Produksi (mscf)
1 01/2005 26,534,820 25 01/2007 25,508,420 2 02/2005 23,363,200 26 02/2007 23,349,600 3 03/2005 27,442,130 27 03/2007 21,072,650 4 04/2005 25,773,840 28 04/2007 20,070,250 5 05/2005 26,037,830 29 05/2007 18,801,560 6 06/2005 25,551,000 30 06/2007 22,659,470 7 07/2005 25,974,990 31 07/2007 23,569,980 8 08/2005 24,494,850 32 08/2007 31,230,310 9 09/2005 24,742,830 33 09/2007 22,619,440 10 10/2005 26,320,740 34 10/2007 23,880,520 11 11/2005 25,264,200 35 11/2007 21,252,440 12 12/2005 26,500,550 36 12/2007 20,083,340 13 01/2006 26,273,830 37 01/2008 24,874,720 14 02/2006 23,758,520 38 02/2008 23,491,390 15 03/2006 26,262,290 39 03/2008 30,784,990 16 04/2006 25,279,400 40 04/2008 22,181,420 17 05/2006 27,316,270 41 05/2008 23,616,560 18 06/2006 24,636,310 42 06/2008 24,693,970 19 07/2006 26,264,210 43 07/2008 27,089,900 20 08/2006 26,236,530 44 08/2008 27,073,740 21 09/2006 24,066,180 45 09/2008 27,053,900 22 10/2006 25,779,600 46 10/2008 28,195,788 23 11/2006 25,061,490 47 11/2008 28,140,990 24 12/2006 25,547,550 48 12/2008 28,185,790
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
101
Universitas Indonesia
Tabel 7.4 Data Historis Tingkat Produksi Gas Pertamina Periode Januari 2009-Desember 2011
Series Periode (Bulan/Tahun)
Tingkat Produksi (mscf)
Series Periode (Bulan/Tahun)
Tingkat Produksi (mscf)
49 01/2009 28,847,840 67 07/2010 29,778,200 50 02/2009 27,805,880 68 08/2010 29,295,470 51 03/2009 31,126,160 69 09/2010 27,037,220 52 04/2009 29,591,300 70 10/2010 29,378,730 53 05/2009 30,063,890 71 11/2010 29,560,380 54 06/2009 28,151,000 72 12/2010 30,074,278 55 07/2009 29,893,690 73 01/2011 29,586,452 56 08/2009 30,036,080 74 02/2011 26,636,115 57 09/2009 28,798,190 75 03/2011 29,497,687 58 10/2009 30,708,330 76 04/2011 28,866,306 59 11/2009 29,450,500 77 05/2011 29,984,436 60 12/2009 30,394,430 78 06/2011 30,812,115 61 01/2010 30,526,590 79 07/2011 31,719,597 62 02/2010 27,650,240 80 08/2011 31,610,986 63 03/2010 30,353,570 81 09/2011 30,188,126 64 04/2010 28,775,890 82 10/2011 30,634,530 65 05/2010 29,514,370 83 11/2011 29,486,048 66 06/2010 28,405,160 84 12/2011 30,173,936
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
102
Universitas Indonesia
Tabel 7.5 Data Historis Tingkat Produksi Gas Conoco Phillips Grissik Periode Januari 2005-Desember 2008
Series Periode (Bulan/Tahun)
Tingkat Produksi (mscf)
Series Periode (Bulan/Tahun)
Tingkat Produksi (mscf)
1 01/2005 10,546,226 25 01/2007 18,804,164 2 02/2005 13,358,837 26 02/2007 15,830,607 3 03/2005 15,160,524 27 03/2007 18,104,091 4 04/2005 14,561,563 28 04/2007 17,255,353 5 05/2005 14,493,991 29 05/2007 17,612,466 6 06/2005 18,412,887 30 06/2007 17,353,562 7 07/2005 16,388,680 31 07/2007 18,944,774 8 08/2005 17,114,440 32 08/2007 20,340,969 9 09/2005 20,257,377 33 09/2007 19,354,213 10 10/2005 15,347,866 34 10/2007 20,825,834 11 11/2005 16,591,120 35 11/2007 21,887,185 12 12/2005 17,007,911 36 12/2007 19,575,796 13 01/2006 17,242,667 37 01/2008 20,282,474 14 02/2006 15,621,722 38 02/2008 18,802,976 15 03/2006 16,810,610 39 03/2008 21,870,686 16 04/2006 16,694,253 40 04/2008 20,862,095 17 05/2006 18,087,032 41 05/2008 23,454,555 18 06/2006 17,339,839 42 06/2008 23,983,926 19 07/2006 18,567,509 43 07/2008 24,991,858 20 08/2006 18,354,099 44 08/2008 21,926,398 21 09/2006 17,463,895 45 09/2008 21,966,708 22 10/2006 17,828,713 46 10/2008 23,753,508 23 11/2006 17,937,469 47 11/2008 21,453,106 24 12/2006 17,864,508 48 12/2008 22,823,356
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
103
Universitas Indonesia
Tabel 7.6 Data Historis Tingkat Produksi Gas Conoco Phillips Grissik Periode Januari 2009-Desember 2011
Series Periode (Bulan/Tahun)
Tingkat Produksi (mscf)
Series Periode (Bulan/Tahun)
Tingkat Produksi (mscf)
49 01/2009 25,193,082 67 07/2010 31,921,747 50 02/2009 25,185,833 68 08/2010 31,464,712 51 03/2009 26,618,663 69 09/2010 28,701,268 52 04/2009 27,352,324 70 10/2010 28,877,640 53 05/2009 26,155,689 71 11/2010 26,924,420 54 06/2009 28,575,407 72 12/2010 31,337,096 55 07/2009 28,547,080 73 01/2011 30,111,534 56 08/2009 29,489,563 74 02/2011 27,279,683 57 09/2009 26,339,939 75 03/2011 30,963,406 58 10/2009 28,001,909 76 04/2011 28,313,514 59 11/2009 28,868,479 77 05/2011 29,672,628 60 12/2009 30,755,744 78 06/2011 26,904,094 61 01/2010 31,404,023 79 07/2011 26,188,028 62 02/2010 27,598,541 80 08/2011 27,580,175 63 03/2010 31,324,156 81 09/2011 27,148,921 64 04/2010 30,572,799 82 10/2011 29,227,609 65 05/2010 31,294,096 83 11/2011 27,808,131 66 06/2010 30,956,878 84 12/2011 28,785,253
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
104
Universitas Indonesia
Tabel 7.7 Data Historis Tingkat Produksi Gas di Indonesia Periode Januari 2005-Desember 2008
Series Periode (Bulan/Tahun)
Tingkat Produksi (mscf) Series Periode
(Bulan/Tahun) Tingkat
Produksi (mscf) 1 01/2005 254,834,735 25 01/2007 243,465,290 2 02/2005 229,345,123 26 02/2007 215,074,029 3 03/2005 253,912,011 27 03/2007 233,884,396 4 04/2005 234,708,184 28 04/2007 223,467,772 5 05/2005 243,949,140 29 05/2007 227,825,549 6 06/2005 236,396,786 30 06/2007 224,358,440 7 07/2005 256,684,791 31 07/2007 233,300,696 8 08/2005 254,157,991 32 08/2007 250,231,775 9 09/2005 244,087,541 33 09/2007 232,240,238 10 10/2005 258,588,721 34 10/2007 243,484,518 11 11/2005 255,495,192 35 11/2007 238,491,273 12 12/2005 256,695,671 36 12/2007 239,718,957 13 01/2006 251,536,033 37 01/2008 248,116,767 14 02/2006 229,320,647 38 02/2008 230,476,934 15 03/2006 252,030,558 39 03/2008 250,865,630 16 04/2006 243,375,652 40 04/2008 233,941,130 17 05/2006 251,482,504 41 05/2008 241,881,211 18 06/2006 242,395,277 42 06/2008 239,041,890 19 07/2006 260,398,845 43 07/2008 243,120,062 20 08/2006 249,325,940 44 08/2008 242,604,789 21 09/2006 232,304,072 45 09/2008 241,156,793 22 10/2006 251,395,302 46 10/2008 238,737,404 23 11/2006 249,833,888 47 11/2008 237,842,255 24 12/2006 240,700,703 48 12/2008 243,242,369
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
105
Universitas Indonesia
Tabel 7.8 Data Historis Tingkat Produksi Gas di Indonesia Periode Januari 2009-Desember 2011
Series Periode (Bulan/Tahun)
Tingkat Produksi (mscf) Series Periode
(Bulan/Tahun) Tingkat
Produksi (mscf) 49 01/2009 251,318,165 67 07/2010 299,110,272 50 02/2009 233,975,200 68 08/2010 299,219,683 51 03/2009 253,626,669 69 09/2010 282,172,050 52 04/2009 244,034,858 70 10/2010 289,146,231 53 05/2009 248,997,430 71 11/2010 275,717,591 54 06/2009 254,809,921 72 12/2010 285,970,167 55 07/2009 264,845,176 73 01/2011 281,265,148 56 08/2009 257,673,985 74 02/2011 251,733,186 57 09/2009 251,063,653 75 03/2011 271,951,555 58 10/2009 262,416,316 76 04/2011 274,267,251 59 11/2009 259,173,143 77 05/2011 274,800,372 60 12/2009 278,962,075 78 06/2011 255,809,722 61 01/2010 279,248,385 79 07/2011 268,162,874 62 02/2010 258,451,645 80 08/2011 289,254,080 63 03/2010 290,969,259 81 09/2011 280,227,489 64 04/2010 277,140,153 82 10/2011 278,259,146 65 05/2010 296,681,756 83 11/2011 254,546,252 66 06/2010 273,607,296 84 12/2011 276,101,844
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
106
Tabel 7.9 Hasil Perhitungan SPSS 19 Model Forecasting Tingkat Produksi Gas Total E&P Indonesie
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
107
Universitas Indonesia
Tabel 7.10 Hasil Perhitungan SPSS 19 Model Forecasting Tingkat Produksi Gas Pertamina
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
108
Universitas Indonesia
Tabel 7.11 Hasil Perhitungan SPSS 19 Model Forecasting Tingkat Produksi Gas Conoco Phillips Grissik
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
109
Universitas Indonesia
Tabel 7.12 Hasil Perhitungan SPSS 19 Model Forecasting Tingkat Produksi Gas di Indonesia
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
110
Universitas Indonesia
Tabel 7.13 Hasil Forecasting Tingkat Produksi Gas Total E&P Indonesie Periode Januari 2005 – Desember 2017
Series Periode (Bulan / Tahun)
Forecast LCL UCL
1 01/2005 - - - 2 02/2005 - - - 3 03/2005 74,737,941 54,052,145 95,423,736 4 04/2005 82,765,853 67,568,686 97,963,021 5 05/2005 73,212,271 59,571,951 86,852,590 6 06/2005 76,773,775 63,727,298 89,820,252 7 07/2005 82,720,665 70,952,160 94,489,169 8 08/2005 90,250,307 79,029,438 101,471,176 9 09/2005 92,958,008 82,042,368 103,873,647 10 10/2005 92,626,598 81,905,768 103,347,428 11 11/2005 96,134,033 85,548,392 106,719,673 12 12/2005 100,108,053 89,621,740 110,594,366 13 01/2006 101,961,584 91,551,344 112,371,823 14 02/2006 98,564,530 88,214,424 108,914,636 15 03/2006 95,681,540 85,380,165 105,982,915 16 04/2006 95,798,653 85,537,569 106,059,737 17 05/2006 95,060,287 84,833,073 105,287,500 18 06/2006 92,052,100 81,853,757 102,250,443 19 07/2006 90,161,515 79,988,074 100,334,955 20 08/2006 95,883,133 85,731,393 106,034,874 21 09/2006 92,947,886 82,815,223 103,080,549 22 10/2006 87,924,281 77,808,522 98,040,041 23 11/2006 92,575,173 82,474,494 102,675,851 24 12/2006 97,159,524 87,072,384 107,246,664 25 01/2007 91,417,227 81,342,308 101,492,147 26 02/2007 88,911,876 78,848,042 98,975,709 27 03/2007 88,139,238 78,085,508 98,192,968 28 04/2007 86,442,162 76,397,677 96,486,648 29 05/2007 84,774,154 74,738,160 94,810,148 30 06/2007 83,806,820 73,778,653 93,834,988
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
111
Universitas Indonesia
Tabel 7.13 Hasil Forecasting Ting kat Produksi Gas Total E&P Indonesie Periode Januari 2005 – Desember 2017 (Lanjutan 1)
Series Periode (Bulan / Tahun)
Forecast LCL UCL
31 07/2007 80,563,559 70,542,629 90,584,490 32 08/2007 83,971,363 73,957,144 93,985,583 33 09/2007 85,044,864 75,036,886 95,052,843 34 10/2007 83,708,731 73,706,571 93,710,892 35 11/2007 83,846,683 73,849,960 93,843,406 36 12/2007 86,247,538 76,255,907 96,239,169 37 01/2008 86,646,611 76,659,759 96,633,463 38 02/2008 86,351,067 76,368,709 96,333,425 39 03/2008 85,604,363 75,626,238 95,582,487 40 04/2008 84,550,252 74,576,122 94,524,381 41 05/2008 84,649,903 74,679,550 94,620,256 42 06/2008 85,434,922 75,468,144 95,401,700 43 07/2008 82,675,821 72,712,432 92,639,209 44 08/2008 82,890,638 72,930,467 92,850,809 45 09/2008 84,108,065 74,150,953 94,065,178 46 10/2008 84,372,768 74,418,566 94,326,969 47 11/2008 81,098,267 71,146,840 91,049,694 48 12/2008 81,980,400 72,031,619 91,929,180 49 01/2009 84,109,064 74,162,811 94,055,317 50 02/2009 83,802,645 73,858,808 93,746,481 51 03/2009 80,382,136 70,440,612 90,323,660 52 04/2009 79,700,139 69,760,830 89,639,449 53 05/2009 81,295,551 71,358,366 91,232,737 54 06/2009 82,061,236 72,126,087 91,996,384 55 07/2009 80,057,414 70,124,223 89,990,606 56 08/2009 82,225,181 72,293,870 92,156,492 57 09/2009 83,430,049 73,500,546 93,359,551 58 10/2009 83,877,223 73,949,462 93,804,984 59 11/2009 83,583,012 73,656,928 93,509,096 60 12/2009 83,230,241 73,305,773 93,154,709
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
112
Universitas Indonesia
Tabel 7.13 Hasil Forecasting Tingkat Produksi Gas Total E&P Indonesie Periode Januari 2005 – Desember 2017 (Lanjutan 2)
Series Periode (Bulan / Tahun)
Forecast LCL UCL
61 01/2010 83,304,291 73,381,383 93,227,200 62 02/2010 84,350,678 74,429,274 94,272,082 63 03/2010 81,480,642 71,560,691 91,400,592 64 04/2010 81,177,602 71,259,056 91,096,148 65 05/2010 80,457,546 70,540,358 90,374,735 66 06/2010 80,599,917 70,684,041 90,515,792 67 07/2010 79,245,925 69,331,321 89,160,529 68 08/2010 81,182,609 71,269,236 91,095,982 69 09/2010 80,474,875 70,562,695 90,387,055 70 10/2010 80,897,351 70,986,327 90,808,375 71 11/2010 79,436,374 69,526,471 89,346,277 72 12/2010 79,456,573 69,547,759 89,365,388 73 01/2011 78,676,088 68,768,329 88,583,847 74 02/2011 76,549,823 66,643,090 86,456,556 75 03/2011 74,725,265 64,819,528 84,631,002 76 04/2011 76,314,601 66,409,832 86,219,369 77 05/2011 77,005,684 67,101,857 86,909,511 78 06/2011 76,216,502 66,313,591 86,119,414 79 07/2011 72,172,783 62,270,763 82,074,804 80 08/2011 71,381,400 61,480,247 81,282,553 81 09/2011 71,930,899 62,030,590 81,831,207 82 10/2011 71,775,359 61,875,873 81,674,845 83 11/2011 68,510,666 58,611,981 78,409,351 84 12/2011 67,412,992 57,515,089 77,310,896 85 01/2012 68,075,186 58,178,044 77,972,327 86 02/2012 67,526,046 57,045,662 78,006,430 87 03/2012 66,849,476 55,708,276 77,990,675 88 04/2012 65,126,735 53,640,860 76,612,609 89 05/2012 64,949,757 53,054,996 76,844,519 90 06/2012 64,005,411 51,099,917 76,910,905
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
113
Universitas Indonesia
Tabel 7.13 Hasil Forecasting Tingkat Produksi Gas Total E&P Indonesie Periode Januari 2005 – Desember 2017 (Lanjutan 3)
Series Periode (Bulan / Tahun)
Forecast LCL UCL
91 07/2012 63,304,448 49,799,321 76,809,575 92 08/2012 62,446,288 48,323,650 76,568,927 93 09/2012 61,417,531 46,796,307 76,038,756 94 10/2012 60,645,999 45,512,722 75,779,277 95 11/2012 59,727,415 44,001,027 75,453,803 96 12/2012 58,865,592 42,600,440 75,130,744 97 01/2013 57,942,356 41,139,574 74,745,139 98 02/2013 56,982,870 39,676,982 74,288,758 99 03/2013 56,053,753 38,247,809 73,859,698
100 04/2013 55,088,415 36,775,956 73,400,875 101 05/2013 54,126,120 35,319,193 72,933,048 102 06/2013 53,137,722 33,841,130 72,434,315 103 07/2013 52,132,476 32,358,170 71,906,781 104 08/2013 51,119,910 30,873,130 71,366,690 105 09/2013 50,089,855 29,374,321 70,805,389 106 10/2013 49,049,591 27,871,199 70,227,984 107 11/2013 47,992,608 26,356,171 69,629,045 108 12/2013 46,921,329 24,832,997 69,009,661 109 01/2014 45,836,928 23,301,416 68,372,439 110 02/2014 44,738,016 21,759,693 67,716,339 111 03/2014 43,625,899 20,209,214 67,042,583 112 04/2014 42,499,218 18,648,371 66,350,065 113 05/2014 41,358,522 17,077,869 65,639,175 114 06/2014 40,203,908 15,497,443 64,910,374 115 07/2014 39,035,225 13,906,788 64,163,661 116 08/2014 37,852,697 12,306,022 63,399,373 117 09/2014 36,656,058 10,694,752 62,617,364 118 10/2014 35,445,420 9,073,041 61,817,799 119 11/2014 34,220,778 7,440,744 61,000,813 120 12/2014 32,982,126 5,797,753 60,166,498
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
114
Universitas Indonesia
Tabel 7.13 Hasil Forecasting Tingkat Produksi Gas Total E&P Indonesie Periode Januari 2005 – Desember 2017 (Lanjutan 4)
Series Periode (Bulan / Tahun)
Forecast LCL UCL
121 01/2015 31,729,499 4,144,011 59,314,987 122 02/2015 30,462,849 2,479,381 58,446,318 123 03/2015 29,182,198 803,812 57,560,584 124 04/2015 27,887,539 (882,787) 56,657,864 125 05/2015 26,578,875 (2,580,486) 55,738,236 126 06/2015 25,256,213 (4,289,354) 54,801,779 127 07/2015 23,919,543 (6,009,467) 53,848,552 128 08/2015 22,568,870 (7,740,883) 52,878,622 129 09/2015 21,204,191 (9,483,669) 51,892,051 130 10/2015 19,825,508 (11,237,882) 50,888,898 131 11/2015 18,432,821 (13,003,579) 49,869,222 132 12/2015 17,026,130 (14,780,816) 48,833,077 133 01/2016 15,605,435 (16,569,645) 47,780,515 134 02/2016 14,170,735 (18,370,116) 46,711,586 135 03/2016 12,722,031 (20,182,278) 45,626,340 136 04/2016 11,259,323 (22,006,178) 44,524,824 137 05/2016 9,782,610 (23,841,861) 43,407,082 138 06/2016 8,291,893 (25,689,371) 42,273,158 139 07/2016 6,787,172 (27,548,749) 41,123,094 140 08/2016 5,268,447 (29,420,037) 39,956,930 141 09/2016 3,735,717 (31,303,273) 38,774,706 142 10/2016 2,188,983 (33,198,495) 37,576,461 143 11/2016 628,244 (35,105,741) 36,362,229 144 12/2016 (946,499) (37,025,045) 35,132,048 145 01/2017 (2,535,246) (38,956,443) 33,885,952 146 02/2017 (4,137,997) (40,899,968) 32,623,974 147 03/2017 (5,754,753) (42,855,651) 31,346,146 148 04/2017 (7,385,513) (44,823,526) 30,052,501 149 05/2017 (9,030,277) (46,803,622) 28,743,068 150 06/2017 (10,689,045) (48,795,969) 27,417,878
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
115
Universitas Indonesia
Tabel 7.13 Hasil Forecasting Tingkat Produksi Gas Total E&P Indonesie
Periode Januari 2005 – Desember 2017 (Lanjutan 5)
Series Periode (Bulan / Tahun)
Forecast LCL UCL
151 07/2017 (12,361,818) (50,800,596) 26,076,960 152 08/2017 (14,048,595) (52,817,532) 24,720,341 153 09/2017 (15,749,377) (54,846,803) 23,348,049 154 10/2017 (17,464,163) (56,888,437) 21,960,111 155 11/2017 (19,192,953) (58,942,459) 20,556,553 156 12/2017 (20,935,747) (61,008,894) 19,137,400
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
116
Universitas Indonesia
Tabel 7.14 Hasil Forecasting Tingkat Produksi Gas Pertamina Periode Januari 2005 – Desember 2020
Series Periode (Bulan / Tahun)
Forecast LCL UCL
1 01/2005 - - - 2 02/2005 - - - 3 03/2005 20,192,879 11,970,947 28,414,811 4 04/2005 26,371,708 20,586,024 32,157,392 5 05/2005 26,672,064 21,596,476 31,747,653 6 06/2005 26,492,837 21,582,283 31,403,390 7 07/2005 25,478,515 20,756,962 30,200,069 8 08/2005 26,194,764 21,524,765 30,864,762 9 09/2005 24,733,075 20,152,470 29,313,679 10 10/2005 24,796,045 20,239,649 29,352,440 11 11/2005 25,300,196 20,795,940 29,804,452 12 12/2005 26,005,703 21,515,475 30,495,931 13 01/2006 25,842,631 21,386,317 30,298,945 14 02/2006 26,592,058 22,145,008 31,039,108 15 03/2006 24,737,575 20,314,117 29,161,034 16 04/2006 25,279,782 20,863,008 29,696,555 17 05/2006 25,470,069 21,070,479 29,869,659 18 06/2006 26,788,083 22,393,628 31,182,537 19 07/2006 25,518,855 21,137,349 29,900,362 20 08/2006 25,989,709 21,612,331 30,367,086 21 09/2006 25,829,564 21,462,204 30,196,924 22 10/2006 25,472,367 21,108,440 29,836,294 23 11/2006 24,662,753 20,306,745 29,018,761 24 12/2006 25,605,522 21,252,441 29,958,604 25 01/2007 25,165,067 20,818,360 29,511,773 26 02/2007 25,672,595 21,328,431 30,016,759 27 03/2007 24,157,650 19,818,698 28,496,602 28 04/2007 22,128,801 17,792,091 26,465,512 29 05/2007 20,178,583 15,846,193 24,510,974 30 06/2007 19,188,178 14,857,786 23,518,571
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
117
Universitas Indonesia
Tabel 7.14 Hasil Forecasting Tingkat Produksi Gas Pertamina
Periode Januari 2005 – Desember 2020 (Lanjutan 1)
Series Periode (Bulan / Tahun)
Forecast LCL UCL
31 07/2007 20,627,981 16,301,214 24,954,748 32 08/2007 22,940,467 18,615,497 27,265,437 33 09/2007 27,945,530 23,623,635 32,267,424 34 10/2007 26,214,394 21,894,126 30,534,661 35 11/2007 23,985,743 19,668,111 28,303,374 36 12/2007 21,593,481 17,277,331 25,909,631 37 01/2008 21,239,824 16,925,954 25,553,695 38 02/2008 21,912,225 17,599,711 26,224,740 39 03/2008 24,518,965 20,208,438 28,829,491 40 04/2008 27,241,459 22,932,178 31,550,741 41 05/2008 26,142,826 21,835,292 30,450,360 42 06/2008 23,302,757 18,996,370 27,609,143 43 07/2008 23,755,221 19,450,381 28,060,062 44 08/2008 26,402,075 22,098,295 30,705,855 45 09/2008 26,745,013 22,442,611 31,047,416 46 10/2008 27,552,054 23,250,634 31,853,474 47 11/2008 27,423,549 23,123,364 31,723,734 48 12/2008 28,578,932 24,279,659 32,878,205 49 01/2009 28,034,662 23,736,502 32,332,822 50 02/2009 28,920,313 24,623,001 33,217,625 51 03/2009 28,166,333 23,870,030 32,462,636 52 04/2009 30,049,271 25,753,758 34,344,783 53 05/2009 30,084,556 25,789,962 34,379,150 54 06/2009 30,455,140 26,161,284 34,748,996 55 07/2009 28,755,567 24,462,550 33,048,584 56 08/2009 29,716,500 25,424,174 34,008,826 57 09/2009 29,633,832 25,342,276 33,925,388 58 10/2009 29,983,692 25,692,784 34,274,601 59 11/2009 29,629,168 25,338,969 33,919,367 60 12/2009 30,455,131 26,165,539 34,744,724
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
118
Universitas Indonesia
Tabel 7.14 Hasil Forecasting Tingkat Produksi Gas Pertamina Periode Januari 2005 – Desember 2020 (Lanjutan 2)
Series Periode (Bulan / Tahun)
Forecast LCL UCL
61 01/2010 29,949,282 25,660,347 34,238,218 62 02/2010 30,771,255 26,482,890 35,059,621 63 03/2010 28,989,394 24,701,637 33,277,151 64 04/2010 29,497,631 25,210,411 33,784,852 65 05/2010 29,314,496 25,027,842 33,601,151 66 06/2010 29,702,352 25,416,203 33,988,501 67 07/2010 28,669,703 24,384,082 32,955,324 68 08/2010 29,694,253 25,409,109 33,979,397 69 09/2010 29,239,344 24,954,693 33,523,994 70 10/2010 28,609,151 24,324,951 32,893,351 71 11/2010 28,145,877 23,862,139 32,429,614 72 12/2010 29,785,421 25,502,109 34,068,732 73 01/2011 29,843,353 25,560,476 34,126,230 74 02/2011 30,085,667 25,803,193 34,368,141 75 03/2011 28,021,024 23,738,959 32,303,089 76 04/2011 28,518,152 24,236,469 32,799,835 77 05/2011 28,979,313 24,698,016 33,260,610 78 06/2011 29,942,732 25,661,798 34,223,667 79 07/2011 30,255,150 25,974,580 34,535,720 80 08/2011 31,769,783 27,489,557 36,050,009 81 09/2011 31,553,584 27,273,703 35,833,466 82 10/2011 31,296,479 27,016,925 35,576,033 83 11/2011 30,402,156 26,122,928 34,681,383 84 12/2011 30,332,134 26,053,218 34,611,050 85 01/2012 29,918,342 25,639,736 34,196,947 86 02/2012 30,253,521 25,369,146 35,137,897 87 03/2012 30,218,125 24,428,650 36,007,601 88 04/2012 30,421,695 23,869,755 36,973,636 89 05/2012 30,472,392 23,321,353 37,623,431 90 06/2012 30,626,067 22,769,125 38,483,009
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
119
Universitas Indonesia
Tabel 7.14 Hasil Forecasting Tingkat Produksi Gas Pertamina Periode Januari 2005 – Desember 2020 (Lanjutan 3)
Series Periode (Bulan / Tahun)
Forecast LCL UCL
91 07/2012 30,712,776 22,338,092 39,087,460 92 08/2012 30,847,472 21,848,451 39,846,493 93 09/2012 30,950,938 21,465,843 40,436,032 94 10/2012 31,078,775 21,035,433 41,122,118 95 11/2012 31,191,271 20,681,121 41,701,421 96 12/2012 31,317,250 20,297,422 42,337,077 97 01/2013 31,435,488 19,964,838 42,906,139 98 02/2013 31,561,807 19,617,015 43,506,599 99 03/2013 31,684,290 19,303,404 44,065,176
100 04/2013 31,811,990 18,983,627 44,640,352 101 05/2013 31,937,980 18,687,281 45,188,679 102 06/2013 32,067,590 18,390,124 45,745,056 103 07/2013 32,196,702 18,109,643 46,283,761 104 08/2013 32,328,509 17,831,336 46,825,682 105 09/2013 32,460,528 17,565,463 47,355,592 106 10/2013 32,594,693 17,303,331 47,886,055 107 11/2013 32,729,495 17,050,934 48,408,057 108 12/2013 32,866,114 16,803,024 48,929,205 109 01/2014 33,003,627 16,563,089 49,444,165 110 02/2014 33,142,756 16,327,930 49,957,581 111 03/2014 33,282,935 16,099,567 50,466,303 112 04/2014 33,424,608 15,876,019 50,973,197 113 05/2014 33,567,427 15,658,445 51,476,409 114 06/2014 33,711,665 15,445,598 51,977,732 115 07/2014 33,857,108 15,238,134 52,476,081 116 08/2014 34,003,923 15,035,245 52,972,601 117 09/2014 34,151,980 14,837,295 53,466,664 118 10/2014 34,301,380 14,643,746 53,959,015 119 11/2014 34,452,044 14,454,790 54,449,299 120 12/2014 34,604,035 14,270,055 54,938,016
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
120
Universitas Indonesia
Tabel 7.14 Hasil Forecasting Tingkat Produksi Gas Pertamina Periode Januari 2005 – Desember 2020 (Lanjutan 4)
Series Periode (Bulan / Tahun)
Forecast LCL UCL
121 01/2015 34,757,303 14,089,635 55,424,971 122 02/2015 34,911,887 13,913,263 55,910,512 123 03/2015 35,067,757 13,740,976 56,394,537 124 04/2015 35,224,936 13,572,573 56,877,298 125 05/2015 35,383,405 13,408,061 57,358,750 126 06/2015 35,543,180 13,247,281 57,839,080 127 07/2015 35,704,249 13,090,223 58,318,275 128 08/2015 35,866,621 12,936,758 58,796,483 129 09/2015 36,030,288 12,786,868 59,273,709 130 10/2015 36,195,257 12,640,443 59,750,071 131 11/2015 36,361,523 12,497,461 60,225,586 132 12/2015 36,529,090 12,357,828 60,700,351 133 01/2016 36,697,954 12,221,519 61,174,388 134 02/2016 36,868,118 12,088,454 61,647,781 135 03/2016 37,039,580 11,958,605 62,120,554 136 04/2016 37,212,341 11,831,901 62,592,781 137 05/2016 37,386,401 11,708,316 63,064,486 138 06/2016 37,561,761 11,587,787 63,535,734 139 07/2016 37,738,419 11,470,287 64,006,550 140 08/2016 37,916,376 11,355,759 64,476,993 141 09/2016 38,095,631 11,244,177 64,947,086 142 10/2016 38,276,186 11,135,491 65,416,882 143 11/2016 38,458,040 11,029,675 65,886,405 144 12/2016 38,641,193 10,926,682 66,355,703 145 01/2017 38,825,644 10,826,489 66,824,799 146 02/2017 39,011,395 10,729,053 67,293,737 147 03/2017 39,198,444 10,634,351 67,762,538 148 04/2017 39,386,793 10,542,343 68,231,243 149 05/2017 39,576,440 10,453,007 68,699,873 150 06/2017 39,767,386 10,366,307 69,168,465
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
121
Universitas Indonesia
Tabel 7.14 Hasil Forecasting Tingkat Produksi Gas Pertamina Periode Januari 2005 – Desember 2020 (Lanjutan 5)
Series Periode (Bulan / Tahun)
Forecast LCL UCL
151 07/2017 39,959,631 10,282,222 69,637,040 152 08/2017 40,153,175 10,200,718 70,105,632 153 09/2017 40,348,018 10,121,775 70,574,261 154 10/2017 40,544,160 10,045,361 71,042,959 155 11/2017 40,741,601 9,971,457 71,511,744 156 12/2017 40,940,340 9,900,034 71,980,647 157 01/2018 41,140,379 9,831,072 72,449,685 158 02/2018 41,341,716 9,764,546 72,918,887 159 03/2018 41,544,353 9,700,436 73,388,270 160 04/2018 41,748,288 9,638,717 73,857,859 161 05/2018 41,953,522 9,579,372 74,327,672 162 06/2018 42,160,055 9,522,377 74,797,734 163 07/2018 42,367,888 9,467,716 75,268,060 164 08/2018 42,577,019 9,415,365 75,738,672 165 09/2018 42,787,449 9,365,308 76,209,589 166 10/2018 42,999,177 9,317,525 76,680,829 167 11/2018 43,212,205 9,272,000 77,152,410 168 12/2018 43,426,532 9,228,714 77,624,350 169 01/2019 43,642,157 9,187,649 78,096,665 170 02/2019 43,859,082 9,148,790 78,569,374 171 03/2019 44,077,305 9,112,119 79,042,491 172 04/2019 44,296,828 9,077,621 79,516,034 173 05/2019 44,517,649 9,045,281 79,990,017 174 06/2019 44,739,769 9,015,081 80,464,457 175 07/2019 44,963,188 8,987,009 80,939,367 176 08/2019 45,187,906 8,961,048 81,414,764 177 09/2019 45,413,923 8,937,186 81,890,660 178 10/2019 45,641,239 8,915,407 82,367,071 179 11/2019 45,869,854 8,895,698 82,844,010 180 12/2019 46,099,767 8,878,045 83,321,490
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
122
Universitas Indonesia
Tabel 7.14 Hasil Forecasting Tingkat Produksi Gas Pertamina Periode Januari 2005 – Desember 2020 (Lanjutan 6)
Series Periode (Bulan / Tahun)
Forecast LCL UCL
181 01/2020 46,330,980 8,862,436 83,799,524 182 02/2020 46,563,491 8,848,857 84,278,126 183 03/2020 46,797,302 8,837,296 84,757,308 184 04/2020 47,032,411 8,827,739 85,237,083 185 05/2020 47,268,820 8,820,177 85,717,462 186 06/2020 47,506,527 8,814,595 86,198,459 187 07/2020 47,745,533 8,810,983 86,680,083 188 08/2020 47,985,838 8,809,328 87,162,348 189 09/2020 48,227,442 8,809,621 87,645,263 190 10/2020 48,470,345 8,811,849 88,128,841 191 11/2020 48,714,546 8,816,002 88,613,091 192 12/2020 48,960,047 8,822,069 89,098,025
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
123
Universitas Indonesia
Tabel 7.15 Hasil Forecasting Tingkat Produksi Gas Conoco Phillips Grissik Periode Januari 2005 – Desember 2020
Series Periode (Bulan / Tahun)
Forecast LCL UCL
1 01/2005 - - - 2 02/2005 - - - 3 03/2005 16,166,840 9,572,812 22,760,867 4 04/2005 17,645,911 12,835,615 22,456,207 5 05/2005 16,989,449 12,899,748 21,079,150 6 06/2005 16,139,535 12,257,949 20,021,122 7 07/2005 18,400,123 14,669,877 22,130,370 8 08/2005 18,577,513 14,935,832 22,219,194 9 09/2005 18,595,208 15,011,711 22,178,705 10 10/2005 19,987,790 16,445,455 23,530,125 11 11/2005 18,759,972 15,248,299 22,271,645 12 12/2005 17,749,254 14,261,308 21,237,201 13 01/2006 17,352,134 13,883,094 20,821,174 14 02/2006 18,054,182 14,600,562 21,507,801 15 03/2006 17,044,781 13,603,979 20,485,583 16 04/2006 17,042,552 13,612,572 20,472,532 17 05/2006 17,098,180 13,677,459 20,518,901 18 06/2006 17,971,102 14,558,393 21,383,811 19 07/2006 17,978,798 14,573,090 21,384,506 20 08/2006 18,581,115 15,181,577 21,980,653 21 09/2006 18,737,447 15,343,388 22,131,506 22 10/2006 18,513,734 15,124,572 21,902,897 23 11/2006 18,209,891 14,825,132 21,594,650 24 12/2006 18,262,911 14,882,133 21,643,689 25 01/2007 18,316,929 14,939,768 21,694,091 26 02/2007 18,674,932 15,301,070 22,048,794 27 03/2007 17,615,249 14,244,410 20,986,088 28 04/2007 17,715,646 14,347,586 21,083,706 29 05/2007 17,566,011 14,200,515 20,931,506 30 06/2007 17,929,845 14,566,723 21,292,967
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
124
Universitas Indonesia
Tabel 7.15 Hasil Forecasting Tingkat Produksi Gas Conoco Phillips Grissik Periode Januari 2005 – Desember 2020 (Lanjutan 1)
Series Periode (Bulan / Tahun)
Forecast LCL UCL
31 07/2007 17,574,238 14,213,318 20,935,157 32 08/2007 18,392,020 15,033,150 21,750,890 33 09/2007 19,517,126 16,160,168 22,874,084 34 10/2007 19,898,407 16,543,237 23,253,577 35 11/2007 20,412,695 17,059,201 23,766,190 36 12/2007 21,296,544 17,944,623 24,648,465 37 01/2008 20,988,762 17,638,321 24,339,203 38 02/2008 20,558,550 17,209,505 23,907,596 39 03/2008 19,745,037 16,397,309 23,092,766 40 04/2008 20,799,206 17,452,723 24,145,688 41 05/2008 21,057,405 17,712,102 24,402,708 42 06/2008 22,487,416 19,143,231 25,831,600 43 07/2008 23,353,643 20,010,521 26,696,765 44 08/2008 24,653,315 21,311,204 27,995,426 45 09/2008 23,634,086 20,292,937 26,975,236 46 10/2008 22,812,790 19,472,557 26,153,022 47 11/2008 23,040,553 19,701,196 26,379,911 48 12/2008 22,764,630 19,426,108 26,103,151 49 01/2009 22,702,404 19,364,682 26,040,127 50 02/2009 23,789,950 20,452,992 27,126,907 51 03/2009 25,036,543 21,700,318 28,372,767 52 04/2009 25,972,762 22,637,241 29,308,284 53 05/2009 26,839,338 23,504,491 30,174,186 54 06/2009 26,950,311 23,616,112 30,284,511 55 07/2009 27,688,313 24,354,736 31,021,890 56 08/2009 28,382,227 25,049,249 31,715,205 57 09/2009 29,292,885 25,960,484 32,625,286 58 10/2009 28,116,123 24,784,278 31,447,969 59 11/2009 27,983,072 24,651,762 31,314,382 60 12/2009 28,349,835 25,019,042 31,680,628
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
125
Universitas Indonesia
Tabel 7.15 Hasil Forecasting Tingkat Produksi Gas Conoco Phillips Grissik Periode Januari 2005 – Desember 2020 (Lanjutan 2)
Series Periode (Bulan / Tahun)
Forecast LCL UCL
61 01/2010 29,908,698 26,578,403 33,238,992 62 02/2010 30,853,930 27,524,117 34,183,743 63 03/2010 29,814,609 26,485,261 33,143,956 64 04/2010 30,190,063 26,861,166 33,518,961 65 05/2010 30,570,763 27,242,300 33,899,225 66 06/2010 31,405,072 28,077,031 34,733,113 67 07/2010 31,111,417 27,783,784 34,439,050 68 08/2010 31,735,328 28,408,091 35,062,566 69 09/2010 31,759,970 28,433,117 35,086,824 70 10/2010 30,583,634 27,257,152 33,910,116 71 11/2010 29,519,518 26,193,397 32,845,640 72 12/2010 28,244,520 24,918,749 31,570,291 73 01/2011 29,525,544 26,200,113 32,850,975 74 02/2011 30,077,639 26,752,538 33,402,739 75 03/2011 29,247,512 25,922,733 32,572,292 76 04/2011 29,420,881 26,096,414 32,745,348 77 05/2011 29,292,825 25,968,662 32,616,988 78 06/2011 29,598,378 26,274,510 32,922,246 79 07/2011 28,162,045 24,838,465 31,485,626 80 08/2011 27,312,803 23,989,503 30,636,104 81 09/2011 26,978,170 23,655,143 30,301,197 82 10/2011 27,267,715 23,944,953 30,590,477 83 11/2011 28,153,337 24,830,834 31,475,839 84 12/2011 28,137,189 24,814,939 31,459,439 85 01/2012 28,508,155 25,186,151 31,830,158 86 02/2012 28,408,244 24,780,761 32,035,728 87 03/2012 28,566,223 24,495,634 32,636,812 88 04/2012 28,451,225 23,931,966 32,970,484 89 05/2012 28,483,933 23,639,794 33,328,072 90 06/2012 28,465,865 23,240,554 33,691,175
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
126
Universitas Indonesia
Tabel 7.15 Hasil Forecasting Tingkat Produksi Gas Conoco Phillips Grissik Periode Januari 2005 – Desember 2020 (Lanjutan 3)
Series Periode (Bulan / Tahun)
Forecast LCL UCL
91 07/2012 28,432,162 22,873,855 33,990,469 92 08/2012 28,418,550 22,538,140 34,298,961 93 09/2012 28,382,558 22,185,503 34,579,613 94 10/2012 28,349,388 21,852,119 34,846,657 95 11/2012 28,310,973 21,519,033 35,102,913 96 12/2012 28,266,050 21,188,232 35,343,868 97 01/2013 28,218,383 20,862,034 35,574,732 98 02/2013 28,165,107 20,536,103 35,794,112 99 03/2013 28,107,482 20,211,970 36,002,995
100 04/2013 28,045,352 19,888,508 36,202,197 101 05/2013 27,978,439 19,565,156 36,391,721 102 06/2013 27,907,035 19,241,872 36,572,198 103 07/2013 27,830,977 18,918,103 36,743,852 104 08/2013 27,750,312 18,593,664 36,906,960 105 09/2013 27,665,053 18,268,301 37,061,805 106 10/2013 27,575,173 17,941,767 37,208,579 107 11/2013 27,480,690 17,613,889 37,347,492 108 12/2013 27,381,598 17,284,478 37,478,719 109 01/2014 27,277,897 16,953,376 37,602,417 110 02/2014 27,169,588 16,620,441 37,718,736 111 03/2014 27,056,670 16,285,537 37,827,803 112 04/2014 26,939,144 15,948,546 37,929,742 113 05/2014 26,817,010 15,609,358 38,024,662 114 06/2014 26,690,267 15,267,870 38,112,665 115 07/2014 26,558,916 14,923,988 38,193,844 116 08/2014 26,422,956 14,577,627 38,268,286 117 09/2014 26,282,389 14,228,706 38,336,071 118 10/2014 26,137,212 13,877,150 38,397,275 119 11/2014 25,987,427 13,522,889 38,451,966 120 12/2014 25,833,034 13,165,858 38,500,211
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
127
Universitas Indonesia
Tabel 7.15 Hasil Forecasting Tingkat Produksi Gas Conoco Phillips Grissik Periode Januari 2005 – Desember 2020 (Lanjutan 4)
Series Periode (Bulan / Tahun)
Forecast LCL UCL
121 01/2015 25,674,033 12,805,996 38,542,069 122 02/2015 25,510,423 12,443,246 38,577,599 123 03/2015 25,342,204 12,077,554 38,606,854 124 04/2015 25,169,378 11,708,870 38,629,885 125 05/2015 24,991,942 11,337,145 38,646,740 126 06/2015 24,809,899 10,962,335 38,657,463 127 07/2015 24,623,247 10,584,395 38,662,099 128 08/2015 24,431,987 10,203,287 38,660,686 129 09/2015 24,236,118 9,818,971 38,653,265 130 10/2015 24,035,641 9,431,410 38,639,872 131 11/2015 23,830,555 9,040,570 38,620,541 132 12/2015 23,620,861 8,646,416 38,595,306 133 01/2016 23,406,559 8,248,919 38,564,199 134 02/2016 23,187,648 7,848,046 38,527,250 135 03/2016 22,964,129 7,443,769 38,484,489 136 04/2016 22,736,001 7,036,059 38,435,943 137 05/2016 22,503,265 6,624,891 38,381,640 138 06/2016 22,265,921 6,210,239 38,321,603 139 07/2016 22,023,968 5,792,077 38,255,860 140 08/2016 21,777,407 5,370,382 38,184,432 141 09/2016 21,526,238 4,945,132 38,107,344 142 10/2016 21,270,460 4,516,303 38,024,616 143 11/2016 21,010,073 4,083,876 37,936,271 144 12/2016 20,745,079 3,647,830 37,842,328 145 01/2017 20,475,476 3,208,144 37,742,807 146 02/2017 20,201,264 2,764,800 37,637,728 147 03/2017 19,922,444 2,317,779 37,527,109 148 04/2017 19,639,016 1,867,063 37,410,968 149 05/2017 19,350,979 1,412,636 37,289,322 150 06/2017 19,058,334 954,480 37,162,188
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
128
Universitas Indonesia
Tabel 7.15 Hasil Forecasting Tingkat Produksi Gas Conoco Phillips Grissik Periode Januari 2005 – Desember 2020 (Lanjutan 5)
Series Periode (Bulan / Tahun)
Forecast LCL UCL
151 07/2017 18,761,080 492,579 37,029,582 152 08/2017 18,459,218 26,918 36,891,519 153 09/2017 18,152,748 (442,519) 36,748,016 154 10/2017 17,841,669 (915,747) 36,599,086 155 11/2017 17,525,982 (1,392,780) 36,444,745 156 12/2017 17,205,687 (1,873,632) 36,285,006 157 01/2018 16,880,783 (2,358,317) 36,119,883 158 02/2018 16,551,270 (2,846,848) 35,949,389 159 03/2018 16,217,150 (3,339,237) 35,773,537 160 04/2018 15,878,421 (3,835,498) 35,592,339 161 05/2018 15,535,083 (4,335,642) 35,405,808 162 06/2018 15,187,137 (4,839,682) 35,213,956 163 07/2018 14,834,583 (5,347,629) 35,016,794 164 08/2018 14,477,420 (5,859,494) 34,814,334 165 09/2018 14,115,649 (6,375,288) 34,606,586 166 10/2018 13,749,270 (6,895,023) 34,393,562 167 11/2018 13,378,282 (7,418,708) 34,175,271 168 12/2018 13,002,685 (7,946,354) 33,951,724 169 01/2019 12,622,481 (8,477,971) 33,722,932 170 02/2019 12,237,667 (9,013,568) 33,488,903 171 03/2019 11,848,246 (9,553,156) 33,249,648 172 04/2019 11,454,216 (10,096,743) 33,005,175 173 05/2019 11,055,578 (10,644,339) 32,755,494 174 06/2019 10,652,331 (11,195,952) 32,500,614 175 07/2019 10,244,476 (11,751,592) 32,240,544 176 08/2019 9,832,012 (12,311,267) 31,975,292 177 09/2019 9,414,941 (12,874,985) 31,704,866 178 10/2019 8,993,260 (13,442,754) 31,429,275 179 11/2019 8,566,972 (14,014,583) 31,148,526 180 12/2019 8,136,074 (14,590,480) 30,862,629
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
129
Universitas Indonesia
Tabel 7.15 Hasil Forecasting Tingkat Produksi Gas Conoco Phillips Grissik Periode Jnuari 2005 – Desember 2020 (Lanjutan 6)
Series Periode (Bulan / Tahun)
Forecast LCL UCL
181 01/2020 7,700,569 (15,170,451) 30,571,589 182 02/2020 7,260,455 (15,754,505) 30,275,415 183 03/2020 6,815,733 (16,342,649) 29,974,115 184 04/2020 6,366,402 (16,934,891) 29,667,695 185 05/2020 5,912,463 (17,531,236) 29,356,162 186 06/2020 5,453,915 (18,131,693) 29,039,524 187 07/2020 4,990,760 (18,736,269) 28,717,788 188 08/2020 4,522,995 (19,344,969) 28,390,959 189 09/2020 4,050,623 (19,957,800) 28,059,046 190 10/2020 3,573,641 (20,574,770) 27,722,053 191 11/2020 3,092,052 (21,195,884) 27,379,988 192 12/2020 2,605,854 (21,821,149) 27,032,857
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
130
Universitas Indonesia
Tabel 7.16 Hasil Forecasting Tingkat Produksi Gas di Indonesia Periode Januari 2005 – Desember 2020
Series Periode (Bulan / Tahun)
Forecast LCL UCL
1 01/2005 - - - 2 02/2005 - - - 3 03/2005 205,900,006 159,963,080 256,042,859 4 04/2005 241,152,129 207,584,613 276,566,787 5 05/2005 239,935,895 210,697,090 270,572,973 6 06/2005 237,852,532 210,570,690 266,358,732 7 07/2005 233,114,890 211,604,893 255,394,313 8 08/2005 250,391,619 228,275,954 273,263,313 9 09/2005 248,342,791 226,328,531 271,112,441 10 10/2005 255,059,797 232,745,034 278,129,920 11 11/2005 255,725,491 233,381,141 278,825,199 12 12/2005 266,665,108 243,839,602 290,245,973 13 01/2006 255,430,749 233,099,505 278,517,351 14 02/2006 254,751,115 232,450,117 277,807,471 15 03/2006 249,432,781 227,369,879 272,251,042 16 04/2006 238,029,776 216,486,086 260,328,825 17 05/2006 241,280,059 219,587,129 263,728,347 18 06/2006 237,524,846 216,004,431 259,800,619 19 07/2006 241,579,198 219,872,583 264,041,170 20 08/2006 259,469,909 236,959,731 282,735,445 21 09/2006 254,534,009 232,242,682 277,580,695 22 10/2006 246,722,903 224,782,295 269,418,870 23 11/2006 241,767,933 220,052,689 264,238,536 24 12/2006 252,002,124 229,823,881 274,935,725 25 01/2007 237,012,417 215,515,649 259,264,543 26 02/2007 238,809,290 217,229,715 261,144,223 27 03/2007 238,817,512 217,237,559 261,152,823 28 04/2007 220,410,551 199,694,230 241,882,230 29 05/2007 218,710,544 198,075,775 240,100,670 30 06/2007 216,112,003 195,602,507 237,376,856
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
131
Universitas Indonesia
Tabel 7.16 Hasil Forecasting Tingkat Produksi Gas di Indonesia Periode Januari 2005 – Desember 2020 (Lanjutan 1)
Series Periode (Bulan / Tahun)
Forecast LCL UCL
31 07/2007 214,912,200 194,460,800 236,118,958 32 08/2007 232,441,968 211,157,250 254,482,044 33 09/2007 236,346,877 214,880,859 258,568,253 34 10/2007 244,850,902 222,995,168 267,461,994 35 11/2007 243,643,850 221,843,015 266,200,042 36 12/2007 251,692,288 229,527,923 274,612,011 37 01/2008 245,255,598 223,381,488 267,885,065 38 02/2008 238,477,256 216,912,959 260,796,911 39 03/2008 244,128,147 222,305,269 266,706,383 40 04/2008 239,401,286 217,794,498 261,763,432 41 05/2008 244,240,208 222,412,233 266,823,541 42 06/2008 238,832,970 217,252,306 261,168,993 43 07/2008 236,543,430 215,068,326 258,773,892 44 08/2008 245,484,298 223,599,811 268,124,144 45 09/2008 237,498,112 215,978,930 259,772,652 46 10/2008 245,032,815 223,168,820 267,652,169 47 11/2008 241,055,775 219,373,110 263,493,797 48 12/2008 240,366,870 218,715,768 262,773,330 49 01/2009 239,041,464 217,451,212 261,387,074 50 02/2009 244,146,194 222,322,495 266,725,251 51 03/2009 243,078,336 221,303,268 265,608,761 52 04/2009 245,786,353 223,888,167 268,439,898 53 05/2009 253,088,761 230,861,915 276,070,965 54 06/2009 248,100,437 226,097,578 270,858,654 55 07/2009 248,802,974 226,768,434 271,592,871 56 08/2009 266,430,753 243,615,449 290,001,414 57 09/2009 261,696,910 239,088,671 285,060,506 58 10/2009 262,946,588 240,283,506 286,365,028 59 11/2009 263,815,473 241,114,336 287,271,968 60 12/2009 263,622,356 240,929,672 287,070,399
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
132
Universitas Indonesia
Tabel 7.16 Hasil Forecasting Tingkat Produksi Gas di Indonesia Periode Januari 2005 – Desember 2020 (Lanjutan 2)
Series Periode (Bulan / Tahun)
Forecast LCL UCL
61 01/2010 263,368,537 240,686,967 286,805,465 62 02/2010 278,783,948 255,436,808 302,886,446 63 03/2010 280,382,024 256,966,951 304,552,454 64 04/2010 281,339,061 257,883,398 305,550,081 65 05/2010 293,787,856 269,810,374 318,520,696 66 06/2010 285,201,355 261,582,582 309,575,487 67 07/2010 286,914,593 263,223,821 311,360,724 68 08/2010 301,193,861 276,911,178 326,231,903 69 09/2010 298,419,594 274,250,793 323,343,753 70 10/2010 298,498,493 274,326,446 323,425,898 71 11/2010 285,354,379 261,729,166 309,734,951 72 12/2010 294,145,227 270,152,929 318,892,882 73 01/2011 276,403,453 253,157,869 300,404,396 74 02/2011 273,877,311 250,739,974 297,770,005 75 03/2011 267,049,526 244,207,293 290,647,117 76 04/2011 256,130,203 233,767,873 279,247,892 77 05/2011 268,470,195 245,566,251 292,129,497 78 06/2011 262,168,504 239,539,554 285,552,813 79 07/2011 257,660,573 235,230,375 280,846,130 80 08/2011 271,659,092 248,617,221 295,456,321 81 09/2011 276,062,933 252,831,911 300,049,313 82 10/2011 279,528,801 256,149,974 303,662,986 83 11/2011 278,080,844 254,763,654 302,153,391 84 12/2011 282,877,680 259,356,905 307,153,812 85 01/2012 273,896,104 250,757,960 297,789,606 86 02/2012 265,928,506 241,339,021 291,399,496 87 03/2012 261,742,360 232,214,002 292,573,080 88 04/2012 258,502,951 224,460,196 294,312,359 89 05/2012 268,532,248 225,646,698 314,149,407 90 06/2012 258,792,598 207,281,854 314,464,686
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
133
Universitas Indonesia
Tabel 7.16 Hasil Forecasting Tingkat Produksi Gas di Indonesia Periode Januari 2005 – Desember 2020 (Lanjutan 3)
Series Periode (Bulan / Tahun)
Forecast LCL UCL
91 07/2012 256,663,270 199,766,843 318,732,339 92 08/2012 255,021,635 189,595,226 327,446,717 93 09/2012 256,077,367 182,394,123 338,737,308 94 10/2012 256,416,842 173,052,206 351,478,630 95 11/2012 250,013,255 159,239,022 355,304,080 96 12/2012 251,033,327 151,734,339 367,950,882 97 01/2013 249,901,157 141,302,838 380,159,177 98 02/2013 250,076,222 132,429,946 393,695,154 99 03/2013 247,822,731 121,442,376 405,241,795
100 04/2013 245,780,445 111,313,754 416,605,471 101 05/2013 246,830,351 103,013,581 433,166,000 102 06/2013 245,644,775 93,212,272 447,535,888 103 07/2013 245,348,481 84,393,036 463,208,111 104 08/2013 243,964,666 75,044,697 478,059,218 105 09/2013 244,108,490 66,965,573 495,303,726 106 10/2013 244,501,427 59,058,401 513,912,005 107 11/2013 243,932,203 51,073,145 531,395,170 108 12/2013 244,127,840 43,842,524 550,469,844 109 01/2014 244,109,188 36,874,289 569,801,982 110 02/2014 245,023,380 30,710,158 591,096,019 111 03/2014 245,483,863 24,769,587 612,336,952 112 04/2014 246,017,610 19,408,108 634,011,662 113 05/2014 247,043,108 14,700,340 657,101,160 114 06/2014 248,127,731 10,561,591 680,816,454 115 07/2014 249,607,775 7,098,289 705,754,485 116 08/2014 250,879,711 4,228,218 730,834,562 117 09/2014 252,582,327 2,103,177 757,135,856 118 10/2014 254,524,609 697,877 784,465,964 119 11/2014 256,625,865 44,773 812,578,262 120 12/2014 258,953,759 176,306 841,641,736
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
134
Universitas Indonesia
Tabel 7.16 Hasil Forecasting Tingkat Produksi Gas di Indonesia Periode Januari 2005 – Desember 2020 (Lanjutan 4)
Series Periode (Bulan / Tahun)
Forecast LCL UCL
121 01/2015 261,385,557 1,129,464 871,383,165 122 02/2015 264,220,903 2,913,242 902,433,082 123 03/2015 267,210,448 5,579,343 934,317,177 124 04/2015 270,438,310 9,144,710 967,160,023 125 05/2015 273,895,549 13,646,683 1,000,978,242 126 06/2015 277,605,264 19,106,724 1,035,806,649 127 07/2015 281,630,054 25,537,115 1,071,815,935 128 08/2015 285,848,674 33,009,442 1,108,719,526 129 09/2015 290,360,283 41,513,542 1,146,740,100 130 10/2015 295,134,455 51,099,403 1,185,825,276 131 11/2015 300,206,960 61,774,886 1,226,056,293 132 12/2015 305,564,036 73,582,858 1,267,412,730 133 01/2016 311,185,979 86,563,664 1,309,832,909 134 02/2016 317,127,440 100,714,399 1,353,466,812 135 03/2016 323,362,515 116,087,929 1,398,251,379 136 04/2016 329,916,091 132,693,646 1,444,252,368 137 05/2016 336,772,356 150,580,964 1,491,429,885 138 06/2016 343,947,857 169,764,548 1,539,826,515 139 07/2016 351,458,897 190,265,387 1,589,496,444 140 08/2016 359,294,936 212,126,710 1,640,407,125 141 09/2016 367,472,193 235,363,923 1,692,607,293 142 10/2016 375,986,152 260,018,168 1,746,083,022 143 11/2016 384,854,427 286,100,741 1,800,888,757 144 12/2016 394,078,141 313,647,804 1,857,029,762 145 01/2017 403,659,534 342,689,439 1,914,510,123 146 02/2017 413,608,949 373,247,528 1,973,363,756 147 03/2017 423,928,689 405,354,903 2,033,596,435 148 04/2017 434,629,914 439,030,113 2,095,245,426 149 05/2017 445,712,960 474,310,584 2,158,309,491 150 06/2017 457,185,526 511,218,824 2,222,812,821
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
135
Universitas Indonesia
Tabel 7.16 Hasil Forecasting Tingkat Produksi Gas di Indonesia Periode Januari 2005 – Desember 2020 (Lanjutan 5)
Series Periode (Bulan / Tahun)
Forecast LCL UCL
151 07/2017 469,054,233 549,782,004 2,288,777,249 152 08/2017 481,324,040 590,028,429 2,356,217,528 153 09/2017 494,002,073 631,983,034 2,425,157,296 154 10/2017 507,091,607 675,678,260 2,495,604,478 155 11/2017 520,600,726 721,135,961 2,567,586,521 156 12/2017 534,534,485 768,385,869 2,641,118,841 157 01/2018 548,898,778 817,454,306 2,716,220,010 158 02/2018 563,699,407 868,368,857 2,792,908,407 159 03/2018 578,941,655 921,157,667 2,871,199,941 160 04/2018 594,632,446 975,845,090 2,951,118,117 161 05/2018 610,776,753 1,032,460,728 3,032,677,493 162 06/2018 627,380,743 1,091,030,285 3,115,898,141 163 07/2018 644,450,016 1,151,581,756 3,200,797,484 164 08/2018 661,990,520 1,214,141,534 3,287,394,633 165 09/2018 680,008,308 1,278,736,165 3,375,709,304 166 10/2018 698,508,776 1,345,393,914 3,465,757,837 167 11/2018 717,498,047 1,414,140,675 3,557,560,355 168 12/2018 736,981,774 1,485,004,155 3,651,134,508 169 01/2019 756,965,952 1,558,010,570 3,746,499,825 170 02/2019 777,456,327 1,633,187,306 3,843,674,467 171 03/2019 798,458,635 1,710,561,473 3,942,676,541 172 04/2019 819,978,849 1,790,159,473 4,043,525,532 173 05/2019 842,022,698 1,872,008,636 4,146,239,488 174 06/2019 864,596,096 1,956,135,436 4,250,837,615 175 07/2019 887,704,779 2,042,567,212 4,357,337,993 176 08/2019 911,354,611 2,131,330,576 4,465,759,550 177 09/2019 935,551,454 2,222,452,331 4,576,121,165 178 10/2019 960,301,093 2,315,959,494 4,688,441,261 179 11/2019 985,609,391 2,411,878,741 4,802,738,779 180 12/2019 1,011,482,134 2,510,237,133 4,919,032,130
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012
136
Universitas Indonesia
Tabel 7.16 Hasil Forecasting Tingkat Produksi Gas di Indonesia Periode Januari 2005 – Desember 2020 (Lanjutan 6)
Series Periode (Bulan / Tahun)
Forecast LCL UCL
181 01/2020 1,037,925,197 2,611,061,243 5,037,340,359 182 02/2020 1,064,944,394 2,714,378,016 5,157,682,080 183 03/2020 1,092,545,549 2,820,214,261 5,280,075,994 184 04/2020 1,120,734,503 2,928,596,745 5,404,540,922 185 05/2020 1,149,517,076 3,039,552,325 5,531,095,530 186 06/2020 1,178,899,120 3,153,107,671 5,659,758,749 187 07/2020 1,208,886,449 3,269,289,689 5,790,549,204 188 08/2020 1,239,484,903 3,388,125,091 5,923,485,735 189 09/2020 1,270,700,315 3,509,640,669 6,058,587,123 190 10/2020 1,302,538,518 3,633,863,183 6,195,872,158 191 11/2020 1,335,005,351 3,760,819,370 6,335,359,679 192 12/2020 1,368,106,639 3,890,536,043 6,477,068,413
Modeling dan..., Fitri Yulianti, FT UI, 2012