sadoc

Upload: anggun-qusyairi

Post on 06-Oct-2015

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

aaaaa1321

TRANSCRIPT

BAB II ANESTESI LOKAL .......................................................................... 5

A. Pengertian Anestesi ..................................................................... 5

B. Indikasi dan Kontra Indikasi Anestesi Lokal .............................. 5

C. Persiapan Pra Anestesi ................................................................ 7

D. Komplikasi Anestesi Lokal .............................................................. 8

1. Kerusakan Jarum .................................................................... 8

2. Parestesi ................................................................................. 8

3. Trismus .................................................................................. 9

4. Luka Jaringan Lunak .............................................................. 9

5. Hematoma ..................................................................................... 9

6. Nyeri ...................................................................................... 10

7. Rasa Terbakar ........................................................................ 10

8. Infeksi .................................................................................... 10

9. Edema .................................................................................... 11

10. Pengelupasan Jaringan ........................................................... 11

11. Lesi Intraoral Post Anestesi ................................................... 11

12. Paralisis Nervus Fasialis ....................................................... 12

BAB II

ANESTESI LOKAL A. Pengertian Anastesi

Anestesi berasal dari kata yunanian yang berarti tidak atau tanpa dan aesthtos yang berarti persepsi atau kemampuan untuk merasa. Secara umum berarti suatu tindakan yang menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Penggunaan istilah anestesi untuk pertama kali digunakan oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1948 yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena anestesi adalah pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan (Latief dkk. 2001).

Anestesi lokal didefinisikan sebagai tindakan yang menghilangkan rasa nyeri atau sakit untuk sementara, tanpa disertai hilangnya kesadaran. Anestesi lokal digunakan untuk mengurangi nyeri sehingga pasien merasa nyaman saat dilakukan tindakan dan dokter gigi mampu bekerja dengan baik serta dapat digunakan untuk mengidentifikasikan penyebab nyeri pada wajah (Malamed dan Stanley 2004). B. Indikasi dan Kontra Indikasi Anestesi Lokal

Anestesi lokal telah digunakan secara luas di bidang kedokteran umum dan gigi. Komplikasi serius dari anestesi lokal jarang terjadi, tetapi kejadian fatal akibat pemberian anestesi lokal telah dilaporkan. Komplikasi pemakaian anestesi lokal berkisar dari gejala ringan yang terjadi akibat absorbsi sistemik anestesi lokal pada pemberian yang benar dan sesuai dosis sampai gejala berat pada sistem saraf pusat (SSP) dan toksisitas pada jantung akibat penyuntikkan intravaskuler yang tidak disengaja yang dapat menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat keparahan toksisitas sistemik anastesi lokal, diantaranya faktor risiko yang ada pada pasien, obat-obatan penyerta, lokasi penyuntikkan dan teknik anestesi, jenis obat anestesi, total dosis yang digunakan, kecepatan pengenalan tanda intoksikasi dan keadekuatan pengelolaan (Rindarto dan Sutiyono 2009). Kontraindikasi dari pemberian anestesi lokal, antara lain adanya infeksi/inflamasi akut pada daerah injeksi apabila melakukan anestesi secara injeksi (hindari bloking saraf alveolaris inferior gigi pada dasar mulut atau area retromolar), penderita hemofilia, Christmas Disease, Von Willebrand Disease, alergi, penderita hipertensi yang tidak terkontrol, penderita penyakit hati/liver dan penderita usia lanjut perlu diperhatikan adanya kelainan hati dan ginjal (Malamed dan Stanley 2004).

C. Persiapan Pra Anestesi

Persiapan pra anestesi ini mencakup tiga persiapan,yaitu persiapan diri, persiapan alat dan bahan, dan persiapan pasien. Persiapan diri harus sehat fisik dan psikis, memiliki pengetahuan dan keterampilan teknik anestesi yang memadai dan memiliki mental yang baik untuk mengatasi apabila terjadi keadaan yang mengancam jiwa pasien (Malamed dan Stanley 2004). Persiapan alat dan bahan anestesi yang biasa digunakan adalah syringe untuk menyutikkan bahan atau agen anestesi lokal ke daerah yang akan dianestesi. Hal ini perlu diperhatikan agar penyuntikan berjalan cepat dan lancar. Kemudian siapkan mukosa yang akan disuntik, dan siap dilakukan penyuntikan langsung pada daerah yang dikehendaki (Malamed dan Stanley 2004).

Evaluasi pra anestesi dilakukan melalui anamnesis serta evaluasi kondisi fisik pasien. Dalam anamnesis pasien ditanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita. Penyakit-penyakit yang umumnya ditanyakan kepada pasien dalam evaluasi pra anestesi adalah kelainan jantung, hipotensi, diabetes, gagal ginjal, penyakit liver, alergi terhadap obat, hipertensi, rematik, asma, anemia, epilepsi, serta kelainan darah. Obat-obatan yang sedang dikonsumsi, riwayat alergi, dan beberapa keluhan-keluhan yang mungkin dialami oleh pasien. Dalam evaluasi pra anestesi ini pula ditanyakan tentang ketakutan pasien sebelum dilakukan anestesi sehingga keadaan psikologis pasien dapat dievaluasi (Baart dan Brand 2008). Pemeriksaan fisik pra anestesi yang perlu dilakukan adalah inspeksi visual untuk mengobservasi adanya kelainan pada postur tubuh pasien, gerakan tubuh, bicara, dan evaluasi tanda vital serta status kesehatan fisik (Malamed dan Stanley 2004). D. Komplikasi Anastesi Lokal

Menurut Baart dan Brand (2008) bahwa terdapat beberapa komplikasi anastesi lokal pada saat pencabutan, yaitu :

1. Kerusakan Jarum

Penyebab umum patahnya jarum adalah gerakan tiba-tiba yang tidak terduga pada pasien saat jarum memasuki otot atau kontak periosteum. Jika pasien berlawanan dengan arah jarum maka tekanan yang adekuat ini akan menyebabkan patah jarum. Penyebab utamanya adalah kelemahan jarum dengan membengkokkannya sebelum di insersi ke dalam mulut pasien. Perawatan jika terjadi jarum patah adalah pasien diharapkan tetap tenang dan jangan panik, instruksikan pasien untuk tidak bergerak, jaga mulut pasien agar tetap terbuka, gunakan bite block dalam mulut pasien. Jika patahan masih terlihat, coba untuk mengambilnya. 2. Parestesi Pasien merasa mati rasa selama beberapa jam atau bahkan berhari-hari setelah anestesi lokal. Penyebabnya karena trauma pada beberapa saraf, injeksi anestesi lokal yang terkontaminasi alkohol atau cairan sterilisasi yang menyebabkan iritasi sehingga dapat mengakibatkan edema dan sampai menjadi parastesi.

Parastesi dapat sembuh sendiri dalam waktu 8 minggu dan jika kerusakan pada saraf lebih berat maka parastesi dapat menjadi permanen, namun jarang terjadi. Perawatan pada pasien yang mengalami parastesi adalah yakinkan kembali pasien dengan berbicara secara personal, jelaskan bahwa parastesi jarang terjadi hanya 22% telah dilaporkan yang berkembang menjadi parastesi, periksa pasien untuk menentukan derajat dan luas parastesi, jelaskan pada pasien bahwa parastesi akan sembuh sendiri dalam waktu 2 bulan. Jadwal ulang pertemuan setiap 2 bulan sampai adanya pengurangan reaksi sensori. Jika ada, maka konsultasi ke bagian Bedah Mulut.

3. Trismus

Trismus adalah kejang tetanik yang berkepanjangan dari otot rahang dengan pembukaan mulut menjadi terbatas (rahang terkunci). Etiologinya karena trauma pada otot atau pembuluh darah pada fossa infra temporal. Kontaminasi alkohol dan larutan sterlisasi dapat menyebabkan iritasi jaringan kemudian menjadi trismus. Hemoragi juga penyebab lain trismus.

4. Luka jaringan lunak

Trauma pada bibir dan lidah biasanya disebabkan karena pasien tidak hati-hati menggigit bibir atau menghisap jaringan yang teranastesi. Hal ini menyebabkan pembengkakan dan nyeri yang siginifikan. Kejadian ini sering terjadi pada anak-anak handicapped.

5. Hematoma

Hematoma dapat terjadi karena kebocoran arteri atau vena setelah blok nervus alveolar superior posterior atau nervus inferior. Hematoma yang terjadi setelah blok saraf alveolar inferior dapat dilihat secara intraoral sedangkan hematoma akibat alveolar blok posterior superior dapat dilihat secara extraoral. Komplikasi hematoma juga dapat berakibat trismus dan nyeri. Pembengkakan dan perubahan warna pada region yang terkena dapat terjadi setelah 7 sampai 14 hari.

6. Nyeri Penyebab nyeri dapat terjadi karena teknik injeksi yang kurang hati-hati, jarum tumpul akibat pemakaian injeksi multiple, deposisi cepat pada obat anestesi lokal yang menyebabkan kerusakan jaringan, jarum dengan mata kail (biasanya akibat tertusuk tulang). Nyeri yang terjadi dapat menyebabkan peningkatan kecemasan pasien, menciptakan gerakan tiba-tiba pada pasien dan menyebabkan jarum patah.

7. Rasa terbakar Rasa terbakar disebabkan karena injeksi yang terlalu cepat pada daerah palatal, kontaminasi dengan alkohol dan larutan sterilisasi juga menyebabkan rasa terbakar. Jika disebabkan karena pH, maka akan menghilang sejalan dengan reaksi anestesi. Namun jika disebabkan karena injeksi terlalu cepat, kontaminasi dan obat anastesi yang terlalu hangat dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang dapat berkembang menjadi trismus, edema, bahkan parastesi.

8. Infeksi Penyebab utamanya adalah kontaminasi jarum sebelum administrasi anastesi. Kontaminasi terjadi saat jarum bersentuhan dengan membran mukosa. Ketidakahlian operator untuk teknik anastesi lokal dan persiapan yang tidak tepat dapat menyebabkan infeksi. 9. Edema

Pembengkakan jaringan merupakan manifestasi klinis adanya beberapa gangguan. Edema dapat terjadi karena trauma selama injeksi, infeksi, alergi, hemoragi, jarum yang teriritasi, hereditary angioderma. Edema dapat menyebabkan rasa nyeri dan disfungsi dari region yang terkena. Angioneurotik edema yang dihasilkan akibat topikal anestesi pada individu yang alergi dapat membahayakan jalan napas. Edema pada lidah, faring, dan laring dapat berkembang pada situasi gawat darurat.

10. Pengelupasan jaringan

Iritasi yang berkepanjangan atau iskemia pada gusi akan menyebabkan beberapa komplikasi seperti deskuamasi epitel dan abses steril. Penyebab deskuamasi epitel, antara lain aplikasi topikal anestesi pada gusi yang terlalu lama, sensitivitas yang sangat tinggi pada jaringan, adanya reaksi pada area topikal anestesi. Penyebab abses steril, antara lain iskemi sekunder akibat penggunaan lokal anestesi dengan vasokonstriktor (norepineprin), biasanya berkembang pada palatum keras. Nyeri dapat terjadi pada deskuamasi epitel atau abses steril sehingga ada kemungkinan infeksi pada daerah yang terkena.

11. Lesi intraoral post anastesi

Pasien sering melaporkan setelah 2 hari dilakukan anastesi lokal timbul ulserasi pada mulut mereka terutama di sekitar tempat injeksi. Gejala awalnya adalah nyeri. RAS atau herpes simplex dapat terjadi setelah anestesi lokal. Recurrent aphthous stomatitis merupakan penyakit yang paling sering dari pada herpes simplex, terutama berkembang pada gusi yang tidak cekat dengan tulang. Biasanya pasien mengeluh adanya sensitivitas akut pada area ulse.

12. Paralisis Nervus Fasialis Paralisis nervus fasialis adalah suatu kelumpuhan pada nervus fasialis yang dapat disebabkan oleh adanya kerusakan pada akson, sel-sel schwan dan selubung mielin yang dapat mengakibatkan kerusakan saraf otak. Berbagai penyebab kelumpuhan wajah meliputi kelainan genetik, komplikasi dari operasi, bells palsy, trauma, Infeksi herpes simpleks atau herpes zoster, penyakit lyme, stroke dan gangguan sistem saraf pusat, tumor, penyakit sistemik, infeksi, penyebab miscellaneous (Facial Paralysis And Bells Palsy 2014). Kelumpuhan nervus fasialis ini dapat terjadi di bagian supranuklear, nuklear, infranuklear (perifer) dari nervus tersebut. Paralisis perifer (bells palsy) adalah jenis yang paling umum dari hilangnya fungsi saraf fasialis (75%). Paralisis ini dapat terjadi pada segala usia, namun lebih sering pada umur 20-50 tahun (Duus 1994 cit. Milala 2001). Paralisis nervus fasialis dapat terjadi menetap atau sementara tergantung kepada penyebab dan sifat kerusakan yang terjadi. Paralisis nervus ini biasanya bersifat sementara di bidang kedokteran gigi. Penyebab paralisis nervus fasialis belum diketahui secara pasti. Etiologi dari paralisis nervus fasialis tergantung pada lokasi lesi dari nervus fasialis (perifer, nuklear, supranuklear) (Trenggono cit. Milala 2001). Paralisis nervus fasial dapat disebabkan karena kesalahan injeksi anestesi lokal yang seharusnya ke dalam kapsul glandula parotid. Jarum secara posterior menembus kedalam badan glandula parotid sehingga hal ini menyebabkan paralisis (Baart dan Brand 2008).

Pasien yang mengalami paralisis unilateral mempunyai masalah utama yaitu estetik. Wajah pasien terlihat berat sebelah. Tidak ada treatment khusus kecuali menunggu sampai aksi dari obat menghilang. Masalah lainnya adalah pasien tidak dapat menutup satu matanya secara sadar, refleks menutup pada mata menjadi hilang dan berkedip menjadi susah. Paralisis nervus fasialis adalah istilah umum yang diberikan untuk pasien yang kehilangan kemampuan untuk memindahkan satu sisi wajah mereka. Bells palsy adalah bagian spesifik dari pasien yang memiliki kelumpuhan wajah tersebut (Malamed dan Stanley 2004).