sampah organik
DESCRIPTION
Keren BangetTRANSCRIPT
i
PENGARUH PEMBERIAN KEMBALI SAMPAH ORGANIK SETELAH PEMANENAN KOMPOS TERHADAP LAJU
INFILTRASI DAN BEBERAPA SIFAT TANAH (C-ORGANIK, N-TOTAL DAN pH) DI SEKITAR LUBANG
RESAPAN BIOPORI DI AREAL PEMUKIMAN
PARUBAHAN HARAHAP
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2013
i
PENGARUH PEMBERIAN KEMBALI SAMPAH ORGANIK SETELAH PEMANENAN KOMPOS TERHADAP LAJU
INFILTRASI DAN BEBERAPA SIFAT TANAH (C-ORGANIK, N-TOTAL DAN pH) DI SEKITAR LUBANG
RESAPAN BIOPORI DI AREAL PEMUKIMAN
PARUBAHAN HARAHAP
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2013
i
SUMMARY
PARUBAHAN HARAHAP. The Effect of Organic Waste Addition after Harvesting Compost on the Infiltration Rate and Soil Properties (Organic C, Total N and pH) around LRB in Settlement Areas. Supervised by KAMIR RAZIUDIN BRATA and WAHYU PURWAKUSUMA.
Several previous studies indicated that biopore infiltration hole known as lubang resapan biopori (LRB) can be used to increase the infiltration rate in some different settlement locations, by using domestic organic wastes. The study was a continuation of using LRB after removing compost out the hole. The objective of this study was evaluating the effect of organic wastes additions on the infiltration rate of LRB and some soil properties around the LRB.
This study used a randomized blocks design with five treatments and three blocks as replicates. The treatments applied in this study were: (1) LRB without organic waste addition (S0), (2) LRB filled with kitchen organic waste in the early course (S1), (3) LRB filled with mango leaves in the early course (S2), (4) LRB filled with kitchen organic waste continuously (S3) and (5) LRB filled with mango leaves continuously (S4). The parameters measured in this study were infiltration rate and soil chemical properties (organic C, total N and pH) around LRB. Infiltration rate measurements carried out once a week along 12 weeks.
The results showed that LRB filled with organic waste in the early course (S1 and S2) have higher infiltration rate than without organic waste (S0) in the LRB. LRB filled with organic waste continuously (S3 and S4) have significantly higher infiltration rate than S0, S1 and S2. The infiltration rate of S3 tends to be higher than S4. Organic C and pH value of the soil around the LRB in S3 and S4 treatments have higher value than S0, S1 and S2. Organic C and pH value of soil around the LRB were filled with organic waste in the early course (S1 and S2) are higher value than those of S0. Total N of soil around LRB in S1, S2, S3 and S4 treatments have higher value than S0 treatment.
Key words: LRB, organic waste, infiltration, organic C, total N, and pH
ii
RINGKASAN
PARUBAHAN HARAHAP. Pengaruh Pemberian Kembali Sampah Organik
setelah Pemanenan Kompos terhadap Laju Infiltrasi dan beberapa Sifat Tanah (C-organik, N-total dan pH) di Sekitar Lubang Resapan Biopori di Areal Pemukiman. Dibimbing oleh KAMIR RAZIUDIN BRATA dan WAHYU PURWAKUSUMA.
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa lubang resapan biopori (LRB) dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan laju infiltrasi pada beberapa lokasi pemukiman, dengan memanfaatkan sampah organik di daerah tersebut. Penelitian ini merupakan kelanjutan pemanfaatan LRB setelah pemanenan kompos pada LRB. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian kembali sampah organik pada LRB terhadap laju infiltrasi dan beberapa sifat tanah di sekitar LRB.
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak kelompok dengan lima perlakuan dan tiga blok sebagai ulangan. Perlakuan tersebut yaitu, (1) LRB tanpa diisi sampah (S0), (2) LRB diisi sampah dapur diawal saja (S1), (3) LRB diisi sampah daun mangga diawal saja (S2), (4) LRB diisi sampah dapur secara kontinyu (S3) dan (5) LRB diisi sampah daun mangga secara kontinyu (S4). Parameter yang diamati adalah laju infiltrasi LRB dan sifat kimia tanah (C-organik, N-total dan pH) di sekitar LRB. Pengukuran laju infiltrasi dilakukan selama 12 minggu dengan waktu pengukuran setiap seminggu sekali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa LRB yang diisi sampah diawal saja (S1 dan S2) lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan dengan tanpa diisi sampah (S0). Pengisian sampah organik secara kontinyu pada LRB (S3 dan S4) secara nyata sampai sangat nyata lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan dengan perlakuan S0, S1 dan S2. Laju infiltrasi pada perlakuan S3 cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan S4. Kandungan C-organik dan nilai pH tanah di sekitar LRB pada perlakuan S3 dan S4 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan S0, S1 dan S2. Kandungan C-organik dan nilai pH tanah di sekitar LRB yang hanya diisi sampah diawal saja (S1 dan S2) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan S0. Kandungan N-total tanah di sekitar LRB pada perlakuan S1, S2, S3 dan S4 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan S0.
Kata kunci : LRB, sampah organik, infiltrasi, C-organik, N-total dan pH
i
Judul Skripsi: Pengaruh Pemberian Kembali Sampah Organik setelah Pemanenan Kompos terhadap Laju Infiltasi dan Beberapa Sifat Tanah (C-organik, N-total dan pH) di sekitar Lubang Resapan Biopori di Areal Pemukiman
Nama : Parubahan Harahap NIM : A14070075
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Kamir Raziudin Brata, MSc NIP. 19481212 197603 1 002
Ir. Wahyu Purwakusuma, MSc NIP. 19610122 198703 1 002
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Saeful Anwar, MSc NIP. 19621113 198703 1 003
Tanggal Lulus:
i
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Parubahan Harahap merupakan putra pertama
dari 5 bersaudara pasangan Bapak Banawan Harahap dan Ibu Nur Salam
Pohan. Dilahirkan pada tanggal 15 Agustus 1988 di sebuah desa kecil yang
mayoritas penduduknya adalah petani yaitu desa Panyabungan, Kecamatan
Simundol, Tapanuli Selatan, Sumatra Utara.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 12 Tapung Hilir,
Kabupaten Kampar, Riau. Kemudian melanjutkan ke sekolah Madrasah
Tsanawiyah (MTs) Nahdiyah kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar,
Riau sampai tahun 2004. Penulis melanjutkan sekolah ke SMAN 2 Pelawan
Singkut yang sekarang telah berganti nama menjadi SMAN 8 Kabupaten
Sarolangun, Provinsi Jambi hingga tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis
diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan
Daerah (BUD) Provinsi Jambi.
Selama masa kuliah, penulis pernah aktif di kegiatan kemahasiswaan
yaitu Biro Lingkungan Hidup (BLH) Azimuth, Ilmu Tanah menjabat sebagai
ketua divisi DIKLAT (Pendidikan dan Latihan) pada tahun 2008-2010. Penulis
juga aktif dalam kepanitiaan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh
Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan.
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobil’alamin, puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini
dilakukan selama 7 bulan. Judul yang dipilih adalah “Pengaruh Pemberian
Kembali Sampah Organik setelah Pemanenan Kompos terhadap Laju Infiltrasi
dan beberapa Sifat Tanah (C-organik, N-total dan pH) di Sekitar Lubang Resapan
Biopori di Areal Pemukiman” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Kamir Raziudin Brata,
MSc, Ir. Wahyu Purwakusuma MSc, Dr. Dwi Tejo Putro Baskoro dan Dr. Ir.
Saeful Anwar MSc selaku pembimbing dan penguji atas segala saran, kritik,
dorongan, dan bimbingannya selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini.
Terima kasih sebesar-besarnya saya ucapkan kepada Bapak Kasa sekeluarga atas
bantuan, dorongan, nasehat, dan tempat untuk terlaksananya penelitian ini. Tidak
lupa saya ucapkan terima kasih kepada Ibu, Ayah, adik-adik (Wildan, Kalsum,
Sahut dan Mariani), Yunita D. A Nainggolan, anak-anak Pondok Koplak (Kaboul,
Baskoro, ufi, Hecu, Aji, Rendra, Farid), Iham, Nizar, Fahmi, Reza dan teman-
teman lain yang tak bisa saya sebutkan satu persatu atas do’a, dorongan
semangatnya, nasehat serta bantuannya.
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi yang berguna bagi
berbagai pihak. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih kurang sempurna,
oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga karya
ilmiah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, April 2013
Penulis
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii
I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Tujuan ............................................................................................................. 2
1.3 Hipotesis ......................................................................................................... 2
II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 3
2.1 Sumber dan Klasifikasi Sampah ..................................................................... 3
2.2 Permasalahan Sampah di Kabupaten Majalengka .......................................... 3
2.3 Dampak yang Ditimbulkan Akibat Penumpukan Sampah ............................. 4
2.4 Lubang Resapan Biopori (LRB) ..................................................................... 4
2.5 Laju Dekomposisi Bahan Organik ................................................................. 5
2.6 Pengaruh Bahan Organik terhadap Beberapa Sifat Tanah (C, N dan pH)...... 6
III BAHAN DAN METODE ................................................................................... 8
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian .......................................................................... 8
3.2 Bahan dan Alat ............................................................................................... 8
3.3 Metode Penelitian ........................................................................................... 8
3.4 Pelaksanaan Percobaan di Lapang .................................................................. 8
3.4.1 Pengosongan LRB dan Pengisian Sampah Organik .................................. 8
3.4.2 Pengamatan Laju Infiltrasi ......................................................................... 9
3.4.3 Pemanenan Kompos dan Pengambilan Contoh Tanah .............................. 9
3.4.4 Pengolahan Data ...................................................................................... 10
IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 11
4.1 Laju Infiltrasi pada Lubang Resapan Biopori (LRB) .................................. 11
4.2 Dekomposisi Sampah pada Lubang Resapan Biopori (LRB) ...................... 17
4.3 Nilai pH, C-organik dan N-total .................................................................. 18
V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 20
5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 20
iii
5.2 Saran ............................................................................................................. 20
VI DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 21
LAMPIRAN .................................................................................................... 23
iv
DAFTAR TABEL
1 Metode analisis dan alat yang digunakan dalam penelitian .............................. 10
2 Nilai rata-rata laju infiltrasi LRB pada setiap perlakuan selama 12 minggu .... 12
3 Bobot sampah dan kompos yang dihasilkan selama 12 minggu ...................... 17
4 Nilai pH, kandungan C-organik dan N-total tanah di sekitar LRB .................. 18
DAFTAR GAMBAR
1 Grafik laju infiltrasi LRB selama 12 minggu. ................................................. 11
2 Foto fauna tanah dan bahan saat diangkat dari dalam LRB ............................ 15
3 Kondisi LRB dari setiap perlakuan .................................................................. 16
1
DAFTAR LAMPIRAN
1 Bobot sampah yang diisikan ke dalam LRB selama penelitian .......................... 24
2 Nilai laju infiltrasi dengan ulangan selama 12 minggu ...................................... 25
3 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-1 ...................................................................................................................... 26
4 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-2 ...................................................................................................................... 26
5 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-3 ...................................................................................................................... 26
6 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-4 ...................................................................................................................... 26
7 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-5 ...................................................................................................................... 27
8 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-6 ...................................................................................................................... 27
9 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-7 ...................................................................................................................... 27
10 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-8 ...................................................................................................................... 27
11 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-9 ...................................................................................................................... 28
12 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-10 .................................................................................................................... 28
13 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-11 .................................................................................................................... 28
14 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-12 .................................................................................................................... 28
15 Data curah hujan Majalengka selama penelitian ................................................. 29
16 Kriteria penilaian hasil analisis tanah Balai Penelitian Tanah 2005 ................... 30
1
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun kerap menimbulkan
berbagai masalah pada lingkungan. Munculnya persoalan sampah yang semakin
sulit untuk ditangani dan menurunnya luas area resapan air merupakan dua
masalah yang pada saat ini memerlukan penanganan serius. Sampah yang tidak
dikelola atau tidak dimanfaatkan dengan baik dapat menimbulkan dampak negatif
pada lingkungan seperti menurunnya nilai estetika, penyumbatan saluran drainase,
sumber penyakit dan lain-lain. Menurunnya luas area peresapan air akibat
meningkatnya bidang kedap dapat memicu berkurangnya infiltrasi, menurunkan
pengisian air bawah tanah dan meningkatkan aliran permukaan, sehingga potensi
terjadinya banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau semakin
tinggi.
Berbagai alternatif pengelolaan sampah organik dan pemanfaatan air
hujan sudah banyak ditawarkan oleh beberapa peneliti dan pemerhati lingkungan.
Akan tetapi penerapannya oleh masyarakat masih rendah akibat tingginya biaya
dan memerlukan tempat yang relatif luas serta tingkat kerumitan dalam
menerapkan teknologi tersebut.
Teknologi Lubang Resapan Biopori (LRB) merupakan teknologi
multiguna yang dikembangkan untuk dapat mempercepat peresapan air ke dalam
tanah dengan memanfaatkan sampah organik. Teknologi ini merupakan teknologi
yang tidak membutuhkan biaya tinggi dan mudah dalam proses pembuatannya.
Manfaat yang dapat diambil dari LRB yaitu untuk memperbaiki ekosistem tanah,
meresapkan air dan mencegah banjir, menambah cadangan air tanah, mengatasi
kekeringan, mempermudah penanganan sampah dan menjaga kebersihan,
mengubah sampah menjadi kompos, mengurangi emisi gas rumah kaca seperti
CO2 dan metan, serta mengatasi masalah akibat genangan (Brata dan Nelistya,
2009).
Teknologi LRB sudah cukup dikenal oleh masyarakat luas, akan tetapi
masih banyak kekeliruan dalam penerapannya. Kekeliruan tersebut diantaranya,
2
belum adanya pemanfaatan sampah organik dalam penggunaan LRB. Masyarakat
hanya mengenal LRB sebagai teknologi untuk meresapkan air.
Pemanfaatan sampah organik merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan
dalam penerapan LRB. Sebab dengan adanya sampah organik yang selalu tersedia
di dalam LRB maka organisme tanah akan berkembangbiak dan nantinya
berperan dalam pembentukan biopori sehingga akan mempercepat laju peresapan
air ke dalam tanah. Sampah organik dalam LRB akan mengalami proses
dekomposisi secara alami dengan bantuan biodiversitas tanah menjadi kompos
yang dapat dipanen. Pemanenan kompos memberikan kesempatan pemanfaatan
lubang sebagai tempat pengomposan sampah organik secara berkesinambungan
sepanjang tahun.
Hasil penelitian Khoerudin (2012) menunjukkan bahwa LRB yang diisi
sampah organik secara kontinyu dapat menjaga keberlanjutan fungsi LRB dan
secara nyata sampai sangat nyata meningkatkan laju infiltrasi. Oleh karena itu,
perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mempelajari pengaruh penambahan
sampah organik setelah pemanenan kompos terhadap laju peresapan air dan
beberapa sifat tanah sekitar lubang.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji pengaruh pemberian kembali
sampah organik (setelah pemanenan kompos) terhadap laju infiltrasi, dan
beberapa sifat tanah (C-organik, N-total, dan pH) di sekitar LRB di areal
pemukiman.
1.3 Hipotesis
Penambahan sampah organik yang terus-menerus dalam LRB dapat
mempertahankan laju infiltrasi dan meningkatkan kandungan C-organik, nitrogen,
dan pH tanah di sekitar lubang.
3
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sumber dan Klasifikasi Sampah
Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah
berakhirnya suatu proses. Pusat Penelitian Pengembangan Pemukiman (Puskim)
(2001) mengartikan sampah sebagai suatu bahan buangan yang bersifat padat,
cair, maupun gas yang sudah tidak memenuhi persyaratan, tidak dikehendaki, dan
merupakan hasil sampingan dari kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut
Undang-undang Negara Republik Indonesia No. 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau
proses alam yang berbentuk padat.
Secara umum sumber sampah dapat digolongkan atas tiga kelompok,
yaitu sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga (domestic refuse), kegiatan
perdagangan (commercial refuse) dan kegiatan perindustrian (industrial refuse)
(Bahar 1986). Berdasarkan sifatnya, sampah dikelompokkan ke dalam sampah
organik dan sampah anorganik. Sampah organik adalah sampah yang pada
umumnya dapat membusuk seperti sisa-sisa makanan, daun-daunan, dan buah-
buahan (Brata dan Nelistya 2008). Sampah organik ini biasanya merupakan
bahan-bahan yang tidak dapat didaur ulang dan dipakai lagi, akan tetapi
merupakan bahan yang terdekomposisi relatif cepat dan dapat dimanfaatkan
dalam bentuk lain seperti kompos. Sedangkan sampah anorganik adalah sampah
yang umumnya tidak dapat membusuk, misalnya besi, pecahan kaca, dan plastik.
2.2 Permasalahan Sampah di Kabupaten Majalengka
Berdasarkan data dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH)
Kabupaten Majalengka tahun 2010, di Kabupaten Majalengka terdapat dua tempat
pengelolaan akhir (TPA) yaitu TPA Heuleut dan TPA Talaga. Jumlah produksi
sampah di Kabupaten Majalengka yaitu sebesar 2715.08 m3 per hari dan dari total
produksi sampah tersebut baru 45.1 % yang terangkut ke TPA. Wilayah yang baru
terlayani hanya 10 kecamatan dari total 26 kecamatan yang ada di Kabupaten
Majalengka. Sedangkan laju timbulan sampah per tahun di Kabupaten Majalengka
yaitu sebesar 1 %.
4
2.3 Dampak yang Ditimbulkan Akibat Penumpukan Sampah
Menurut Bahar (1986) masalah yang dapat ditimbulkan oleh sampah
yang menumpuk yaitu:
1. Menurunnya Nilai Estetika. Sampah yang menumpuk dan dibiarkan pada
tempat-tempat terbuka (open dump), menyebabkan rendahnya nilai estetika di
sekitar tempat tersebut. Hal ini disebabkan oleh penampakan fisik yang tidak
enak dilihat dan bau busuk yang ditimbulkan.
2. Polusi Udara dan Air. Pembakaran sampah secara terbuka dan tidak
dikendalikan di samping menghasilkan residu, juga menimbulkan emisi pada
atmosfir dengan peningkatan komponen-komponen polutan di udara. Tempat
penimbunan sampah yang berdekatan dengan sungai, kanal saluran air dapat
mencemari air.
3. Sumber Penyakit. Tempat-tempat penumpukan sampah merupakan lingkungan
yang baik bagi perkembangan tikus, nyamuk, insekta dan mikroba, dimana
organisme ini dapat menimbulkan dan menyebarkan penyakit kepada
penduduk di sekitar tempat penimbunan dan penampungan sampah tersebut.
4. Penyumbatan Saluran Air. Kebiasaan buruk bagi sebagian besar orang adalah
membuang sampah ke sungai, got, atau saluran air lainnnya. Hal ini di samping
menimbulkan polusi juga menyebabkan pendangkalan dan penyumbatan
saluran air sehingga apabila hujan datang saluran air itu akan mampat dan
menimbulkan banjir.
2.4 Lubang Resapan Biopori
Lubang resapan biopori (LRB) merupakan teknologi tepat guna yang
dikembangkan berdasarkan prinsip ekohidrologis, yaitu dengan memanfaatkan
sampah organik guna memperbaiki kondisi ekosistem tanah untuk perbaikan
fungsi hidrologis ekosistem tersebut. LRB merupakan lubang berbentuk silindris
berdiameter sekitar 10 cm yang digali di dalam tanah dengan kedalaman tidak
melebihi muka air tanah, yaitu sekitar 100 cm dari permukaan tanah dan diisi
sampah organik.
Lubang resapan biopori tidak bisa dipisahkan dengan sampah organik,
karena kedua hal ini saling melengkapi satu sama lain. Sampah organik
dimanfaatkan oleh organisme tanah di dalam lubang karena merupakan sumber
5
makanan yang sangat dibutuhkan, sedangkan LRB dapat mengatasi masalah
akibat penumpukan sampah. Oleh karena itu, sampah organik setiap rumah tangga
bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki ekosistem tanah. Lubang resapan biopori
dapat mempermudah penanganan sampah organik yaitu dengan memasukkannya
ke dalam lubang untuk menghidupi biota tanah. Fauna tanah dapat memproses
sampah tersebut dengan cara memperkecil ukuran dan mencampurkannya dengan
mikroba tanah yang secara sinergi dapat mempercepat proses pengomposan secara
alami. Dimasukkannya sampah organik ke dalam LRB, maka tidak terjadi
penumpukan sampah baik di TPS ataupun TPA.
Keberadaan sampah organik di dalam LRB akan mengundang fauna
tanah untuk datang, karena sampah organik merupakan sumber makanan bagi
fauna tanah. Aktivitas fauna tanah dalam LRB dapat mempercepat pelapukan
sampah organik dan meningkatkan pembentukan biopori yang dapat
memperlancar peresapan air dan pertukaran O2 dan CO2 di dalam tanah (Brata dan
Nelistya 2009). Selain itu, dengan adanya sampah organik yang selalu memenuhi
lubang maka lubang akan terhindar dari penutupan oleh hasil erosi dan
pertumbuhan lumut. Khoerudin (2012) mengungkapkan bahwa pengisian sampah
organik secara kontinyu pada LRB secara nyata menjaga keberlanjutan fungsi
LRB dalam meresapkan air dibandingkan LRB tanpa diisi sampah dan diisi
sampah diawal saja.
LRB memiliki keunggulan dan manfaat dibandingkan dengan sumur
resapan, di antaranya yaitu: (1) pembuatan LRB dapat diterapkan di lahan sempit,
(2) bermanfaat untuk menampung dan mengomposkan sampah organik, (3)
meningkatkan populasi dan aktivitas keaneka-ragaman hayati di dalam tanah dan
(4) adanya sampah organik di dalam LRB, dapat menghindari tertutupnya lubang
oleh bahan tanah, serta mencegah terjadinya penyumbatan pori oleh pertumbuhan
lumut, (5) mengurangi emisi gas-gas rumah kaca dan (6) mengatasi masalah
kekeringan dan genangan (Brata dan Nelistya 2009).
2.5 Laju Dekomposisi Bahan Organik
Laju dekomposisi bahan organik tergantung pada kandungan senyawa
dari bahan organik tersebut. Adapun urutan senyawa-senyawa yang ditemukan
6
dalam jaringan tumbuhan menurut tingkat mudah tidaknya senyawa tersebut
dilapuk (Soepardi 1983) adalah:
1. Gula, zat pati, protein sederhana (mudah dilapuk)
2. Protein kasar
3. Hemiselulosa
4. Selulosa
5. Lignin, lemak, lilin dan waks. (Sangat tahan lapuk)
Proses pengomposan sampah dapur relatif lebih cepat dibandingkan sampah
kebun. Hal ini disebabkan sampah kebun memiliki kandungan lignin lebih tinggi
karena di dalamnya terdapat juga sampah kayu, Kokkora dan Harm (dalam Yadav
et al. 2010)
Selain dipengaruhi oleh kandungan senyawa-senyawa yang telah
diungkapkan di atas, rasio C/N suatu bahan organik juga sangat menentukan
tingkat kecepatan dekomposisi bahan organik tersebut. Menurut Obeng dan
Wright (1954) nilai nisbah C/N sisa makanan, sisa buah-buahan, dan dedaunan
berturut-turut adalah 15, 35, dan 50. Semakin kecil nisbah C/N suatu bahan maka
akan semakin cepat bahan tersebut terdekomposisi.
2.6 Pengaruh Bahan Organik terhadap Beberapa Sifat Tanah (C, N dan pH)
Bahan organik merupakan hal yang sangat penting dalam
mengoptimalkan fungsi tanah. Ditinjau dari segi manfaatnya, bahan organik dapat
dibagi menjadi 3 kelompok : efek pada sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Hakim
et al. 1986). Pengaruh bahan organik terhadap sifat kimia tanah yaitu:
1. Meningkatkan daya jerap dan kapasitas tukar kation (KTK)
2. Meningkatkan jumlah kation yang mudah dipertukarkan
3. Unsur N, P, dan S diikat dalam bentuk organik
4. Pelarutan unsur hara dari mineral oleh asam humat
Menurut Soepardi (1983) bila jaringan organik dimasukkan ke dalam
tanah maka terjadi reaksi-reaksi umum: (1) limbah organik mengalami reaksi
enzimatik dengan karbon dioksida, air dan panas sebagai hasil utama, (2) unsur-
unsur fungsional, nitrogen, fosfor dan belerang dibebaskan dan atau digunakan
oleh reaksi spesifik yang khas bagi setiap unsur dan (3) senyawa yang tahan
terhadap serangan jasad mikro akan dibentuk baik dari senyawa yang berasal dari
7
bahan organik semula atau hasil bentukan jasad mikro. Menurut Hardjowigeno
(2003) pengaruh bahan organik terhadap sifat-sifat tanah yaitu sebagai granulator
(memperbaiki struktur tanah), sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro dan lain-
lain, menambah kemampuan tanah untuk menahan air, meningkatkan kemampuan
tanah untuk menahan unsur-unsur hara (KTK tanah menjadi tinggi), dan sumber
energi bagi organisme tanah.
Pemberian bahan organik ke dalam tanah juga dapat meningkatkan pH
tanah. Soepardi (1983) mengungkapkan bahwa sebagian besar dari ion hidrogen
bersama dengan beberapa ion besi dan Al terikat secara kovalen dalam bahan
organik dan pada pinggiran kristal liat.
8
III BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian lapang dilakukan di Kelurahan Tonjong, Kecamatan
Majalengka, Kabupaten Majalengka Jawa Barat. Penelitian di lapang berlangsung
dari bulan Desember 2011 hingga Maret 2012. Kemudian dilanjutkan dengan
analisis C-organik, N-total, pH tanah, kadar air sampah dan kadar air kompos
pada bulan April-Juli 2012 di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB.
3.2 Bahan dan Alat
Sampah organik rumah tangga yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sampah dapur berupa sisa-sisa sayuran dan buah-buahan, serta sampah
kebun berupa daun mangga. Alat yang digunakan selama penelitian di lapang,
yaitu bor biopori, golok, gayung, ember, stopwatch, dan timbangan.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian yang
dilakukan oleh Khoerudin pada bulan April-Agustus 2011. Rancangan percobaan
yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan tiga kelompok sebagai
ulangan. Perlakuan yang diberikan sebanyak lima perlakuan terdiri dari :
a. S0, LRB tanpa diisi sampah
b. S1, LRB diisi sampah dapur sekali diawal penelitian
c. S2, LRB diisi sampah daun mangga sekali diawal penelitian
d. S3, LRB diisi sampah dapur secara kontinyu
e. S4, LRB diisi sampah daun mangga secara kontinyu
3.4 Pelaksanaan Percobaan di Lapang
3.4.1 Pengosongan LRB dan Pengisian Sampah Organik
LRB yang sudah tertutup oleh hasil erosi dikosongkan kembali dengan
menggunakan bor biopori. Pengosongan LRB dilakukan pada bulan Desember
atau berjarak ± 4 bulan setelah pemanfaatan LRB pertama. Selanjutnya diberi
perlakuan sesuai rancangan percobaan. Sampah organik yang digunakan
9
merupakan sampah organik rumah tangga yang terdiri dari sampah dapur berupa
sisa potongan sayuran, buah dan ampas kelapa dan sampah kebun berupa daun
mangga. Sampah dapur diperoleh dari rumah-rumah dan warung nasi di sekitar
lokasi penelitian. Sampah dapur yang digunakan merupakan sampah baru yang
diambil sesaat sebelum pengisian LRB. Sedangkan untuk sampah daun mangga
yang digunakan merupakan daun hasil guguran yang sudah lama dan baru.
Khusus untuk perlakuan S3 dan S4 pengisian sampah organik dilakukan secara
terus-menerus, yaitu ketika volume sampah di dalam lubang menyusut karena
adanya proses dekomposisi dalam LRB. Pengisian sampah untuk perlakuan S3
dan S4 dilakukan selama penelitian berlangsung yaitu 12 minggu. Pengukuran
bobot sampah dilakukan setiap kali sampah dimasukkan sehingga didapat data
bobot sampah yang dimasukkan ke setiap lubang selama penelitian berlangsung
(Tabel Lampiran 1).
3.4.2 Pengamatan Laju Infiltrasi
Pengamatan laju infiltrasi dilakukan satu kali dalam seminggu selama 12
minggu percobaan. Laju infiltrasi pada LRB diukur dengan mengukur volume air
yang dimasukkan ke dalam LRB selama 60 menit. Adapun pengukuran laju
infiltrasi minggu pertama dilakukan pada hari ke empat setelah pengisian sampah
pertama kali ke dalam LRB (17 Desember 2011).
3.4.3 Pemanenan Kompos dan Pengambilan Contoh Tanah
Pemanenan kompos dilakukan 2 hari setelah pengukuran laju infiltrasi
terakhir (pengukuran minggu ke-12) yaitu diawali dengan mengangkat bahan
kasar dan diukur ketebalannya hingga mencapai batas permukaan kompos,
kemudian ditimbang bobotnya. Selanjutnya dilakukan pemanenan dan
penimbangan kompos. Pengukuran ketebalan kompos dihitung berdasarkan
ketebalan bahan kasar. Contoh tanah untuk analisis pH, C-organik dan N-total
diambil pada jarak 5 dan 20 cm dari dinding LRB dengan kedalaman 15-25 cm.
Metode analisis beberapa sifat tanah yang dilakukan disajikan pada Tabel 1.
10
Tabel 1 Metode analisis dan alat yang digunakan dalam penelitian
Parameter Metode Alat C-organik
N-total
pH
Kadar air
Walkley dan Black (1934)
Kjeldahl
H2O 1:1
Gravimetri
Erlenmenyer 250 ml, pipet 10 ml, gelas ukur, neraca analitik, dan buret
Neraca analitik, digestion apparatus, labu kjeldahl, buret, dan erlenmeyer 100 ml
Botol kocok, mesin pengocok, dan pH meter
Cawan, Aluminium foil, timbangan, oven dan eksikator
3.3.4 Pengolahan Data
Data pengukuran infiltrasi dilakukan analisis sidik ragam rancangan acak
kelompok. Uji beda nyata terkecil dilakukan untuk mengetahui tingkat perbedaan
pengaruh antar perlakuan.
11
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Laju Infiltrasi pada Lubang Resapan Biopori (LRB)
Hasil pengamatan laju infiltrasi rata-rata selama 60 menit pada minggu ke-1
sampai minggu ke-12 disajikan pada Tabel 2 dan laju infiltrasi dengan ulangan pada
Tabel Lampiran 2 serta pola perubahannya masing-masing digambarkan pada
Gambar 1. Sedangkan hasil analisis ragam laju infiltrasi LRB pada minggu ke-1
hingga minggu ke-12 dapat dilihat pada Tabel Lampiran 3 hingga Tabel Lampiran 14.
Gambar 1 Grafik laju infiltrasi LRB selama 12 minggu
Gambar 1 menunjukkan bahwa pola laju infiltrasi pada perlakuan S0, S1 dan
S2 cenderung menurun dari pengukuran minggu ke-2 hingga ke-12. Sedangkan untuk
perlakuan S3 dan S4 laju infiltrasi menurun pada tiga minggu pertama pengukuran
kemudian meningkat hingga minggu ke-5. Pada minggu ke-6 terjadi penurunan
hingga minggu ke-8 dan naik lagi hingga minggu ke-11 pengukuran. Penambahan
sampah organik secara kontinyu (perlakuan S3 dan S4) dapat mempertahankan laju
infiltrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan S0, S1 dan S2.
,
12
Tabel 2 Nilai rata-rata laju infiltrasi LRB pada setiap perlakuan selama 12 minggu
Perlakuan
Laju Infiltrasi (liter/jam)
Minggu
1
Minggu
2
Minggu
3
Minggu
4
Minggu
5
Minggu
6
Minggu
7
Minggu
8
Minggu
9
Minggu
10
Minggu
11
Minggu
12
S0 91.5 a 41.2 a 21.3 a 14.3 a 4.2 Aa 0.3 A 1.0 A 1.2 A 1.2 A 0.7 A 0.8 A 0.5 A
S1 80.0 a 84.7 a 12.7 a 12.0 a 8.6 Aa 1.7 A 2.3 A 4.0 A 2.3 A 1.3 A 1.0 A 0.3 A
S2 101.3 a 46.5 a 67.5 a 29.0 ab 18.0 AaB 10.0 A 8.5 A 6.5 A 7.0 A 3.0 A 4.5 A 4.5 A
S3 120.7 a 72.7 a 65.0 a 74.3 c 106.6 B 71.0 B 46.6 B 38.6 B 43.3 B 56.6 C 73.0 C 17.6 BC
S4 90.3 a 91.0 a 74.3 a 62.7 bc 70.0 AB 53.3 B 37.0 B 24.3 B 32.6 B 33.3 BC 37.0 B 28.0 C
BNT 5 % 105.3 88.6 67.7 44.2 66.6 24.9 9.6 8.0 8.3 24.3 16.6 10.0
BNT 1 % 149.8 126.0 95.7 62.8 94.8 35.5 13.7 11.4 11.8 34.5 23.6 14.28 a Angka yang diikuti huruf kecil yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan nyata (BNT 5 %) dan angka yang diikuti huruf besar yang berbeda
dalam satu kolom menunjukkan perbedaan sangat nyata (BNT 1 %).
13
Tabel 2 menunjukkan bahwa pengisian sampah organik yang hanya
dilakukan diawal saja (perlakuan S1 dan S2) cenderung lebih tinggi laju infiltrasinya
dibandingkan dengan yang tidak diisi sampah (perlakuan S0). Walau demikian, pada
minggu ke-11 sampai ke-12 laju infiltrasi antara perlakuan S0 dan perlakuan S1
relatif sama. Hal ini dipengaruhi oleh hasil erosi yang juga telah menutupi perlakuan
S1. Perlakuan S2 cenderung memiliki laju infiltrasi yang lebih tinggi dibandingkan
perlakuan S1. Keadaan tersebut disebabkan adanya perbedaan laju dekomposisi
sampah yang dimasukkan, dimana laju dekomposisi pada S1 lebih cepat
dibandingkan dengan S2 sehingga proses tertutupnya lubang oleh tanah hasil erosi
pada perlakuan S1 pun lebih cepat.
Perlakuan S3 dan S4 nyata lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan
dengan perlakuan S0 dan S1 pada minggu ke-4 dan sangat nyata lebih tinggi pada
minggu ke-6 hingga ke-12 terhadap perlakuan S0, S1, dan S2 (Tabel 2). Kondisi
tersebut disebabkan oleh adanya sampah organik yang selalu diisikan dan memenuhi
lubang sehingga dapat mencegah masuknya hasil erosi ke dalam LRB. Selain itu,
dengan adanya bahan organik yang selalu diisikan dan tersedia, juga dapat
meningkatkan jumlah dan aktivitas metabolik organisme tanah (Hakim et al. 1986) di
dalam LRB, karena sampah organik merupakan sumber makanan dan energi bagi
organisme tanah tersebut (Stephenson 1994 dalam Yulipriyanto 2010). Meningkatnya
aktivitas organisme tanah seperti cacing tanah, rayap dan semut yang menggali liang
di dalam tanah dapat memicu terbentuknya biopori berupa liang (terowongan kecil)
dan bercabang-cabang sehingga sangat efektif untuk menyalurkan air dan udara ke
dan di dalam tanah (Brata dan Nelistya 2009). Selain meningkatkan aktivitas
metabolik organisme tanah, bahan organik juga dapat merangsang terjadinya
granulasi (Soepardi 1983) sehingga air akan lebih mudah meresap dan mengalami
perkolasi ke bagian tanah yang lebih dalam (Ma’shum et al. 2003). Peningkatan laju
infiltrasi ini sejalan dengan hasil penelitian Khoerudin (2012) yang menunjukkan
bahwa LRB yang diisi sampah organik secara kontinyu nyata dan sampai sangat
nyata lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan yang tidak diisi sampah atau hanya
diisi sampah diawal saja.
14
Pada minggu ke-6 sampai ke-8 terjadi penurunan laju infiltrasi untuk
perlakuan S3 dan S4. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan kondisi curah hujan,
dimana curah hujan pada minggu ke-6 sampai ke-8 lebih besar dibandingkan minggu
ke-5 (Tabel Lampiran 15). Arsyad (2006) mengungkapkan bahwa pada saat tanah
masih kering, laju infiltrasi akan tinggi dan setelah tanah menjadi jenuh air, laju
infiltrasi akan menurun dan menjadi konstan. Sedangkan pada minggu ke-9,
walaupun curah hujan cukup tinggi, laju infiltrasi pada S3 dan S4 menunjukkan
peningkatan. Kondisi ini terjadi karena pada saat sebelum pengukuran, dilakukan
penusukan menggunakan kayu dan pembersihan tanah hasil erosi pada bagian atas
LRB. Tanah hasil erosi yang tadinya mengisi pori-pori diantara sampah organik,
dengan dilakukannya penusukan dan perbersihan menjadi lebih terbuka sehingga laju
infiltrasi menjadi lebih lancar. Selain itu, tidak adanya curah hujan pada saat sebelum
dilakukan pengukuran juga berpengaruh terhadap laju infiltrasi yang diperoleh. Pada
minggu ke-10 sampai ke-12, pola laju infiltrasi (Gambar 1) perlakuan S3 dan S4
cenderung mengikuti kondisi curah hujan yang ada (Tabel Lampiran 15).
Pada minggu ke-12, penurunan laju infiltrasi untuk perlakuan S3 lebih
tajam dibandingkan S4 (Gambar 1). Perbedaan tingkat penurunan laju infiltrasi
disebabkan oleh perbedaan laju terbentuknya kompos. Dekomposisi sampah dapur
yang relatif lebih cepat dibandingkan sampah daun mangga menyebabkan kompos
yang terbentuk pada perlakuan S3 juga lebih banyak (Tabel 3). Terbentuknya kompos
menyebabkan terjadinya penurunan ukuran pori (Gambar 2a), akibatnya laju infiltrasi
menjadi menurun. Selain itu, aktifitas fauna tanah juga menurun karena sampah
organik segar yang tersedia semakin sedikit volumenya (Gambar 2a). Soepardi (1983)
mengungkapkan bahwa disaat jumlah bahan organik tanah yang mudah dilapuk
semakin sedikit, maka jumlah dan aktifitas organisme tanah pun akan berkurang.
Sedangkan perlakuan S4, laju infiltrasi yang diperoleh hanya mengalami sedikit
penurunan. Proses dekomposisi pada sampah daun mangga yang relatif lebih lambat
dan adanya aktifitas fauna yang masih terlihat sangat aktif menjadikan pori tersedia
pada LRB masih cukup baik untuk melalukan air sehingga laju infiltrasi pun tidak
terlalu menurun (Gambar 2b).
15
(a) Perlakuan S3 (b) Perlakuan S4
Gambar 2 Foto fauna tanah dan bahan saat diangkat dari dalam LRB
Curah hujan yang cukup tinggi dari awal hingga akhir penelitian
menghasilkan erosi yang mengakibatkan tertutupnya mulut lubang LRB. Erosi
berpengaruh besar terutama pada perlakuan S0, S1, dan S2. Tumbukan butir hujan
dan aliran permukaan yang cukup besar membawa hasil erosi sehingga
mengakibatkan LRB menjadi tertutup (Gambar 3a, 3b dan 3c). Terjadinya proses
erosi merupakan kombinasi dari dua sub-proses yaitu (1) penghancuran struktur
tanah menjadi butir-butir primer oleh energi tumbukan butir-butir hujan yang
menimpa tanah dan pemindahan butir-butir primer tersebut oleh percikan air hujan,
dan (2) perendaman oleh air yang tergenang di permukaan tanah mengakibatkan
tanah menjadi terdispersi selanjutnya diikuti pengangkutan butir-butir tanah oleh air
yang mengalir di atas permukaan tanah (Arsyad 2006). Sedangkan S3 dan S4 yang
diisi sampah secara kontinyu hasil erosi hanya menutupi bagian atas dari LRB
(Gambar 3d dan 3e).
16
(a) Perlakuan S0 (b) Perlakuan S1
(c) Perlakuan S2
(d) Perlakuan S3 (e) Perlakuan S4
Gambar 3 Kondisi LRB dari setiap perlakuan
17
4.2 Dekomposisi Sampah pada Lubang Resapan Biopori (LRB)
Pemberian sampah yang dilakukan secara kontinyu pada LRB (S3 dan
S4) diperoleh hasil berupa kompos. Pada LRB yang diisi sampah dapur secara
kontinyu (S3), kompos telah memenuhi ± 80 % volume lubang. Sedangkan LRB
yang diisi sampah daun mangga secara kontinyu (S4), kompos hanya memenuhi ±
20 % volume lubang. Bobot sampah yang diisikan ke dalam LRB dari awal
penelitian serta bobot kompos yang dihasilkan selama 12 minggu disajikan pada
Tabel 3.
Tabel 3 Bobot sampah dan kompos (gram) yang dihasilkan selama 12 minggu
Perlakuan Bobot Sampah Bobot kompos
Basah Kering Basah Kering S0 - - - - S1 2225 214.67 - - S2 650 485.53 - - S3 8833 852.20 5250 2711.6 S4 916 684.23 300 182.6
Tabel 3 menunjukkan bahwa bobot sampah basah pada perlakuan S3
(sampah dapur) lebih tinggi dibandingkan S4 (sampah daun mangga). Akan tetapi
penurunan bobot pada S3 (sampah dapur) jauh lebih besar dibandingkan S4
(sampah daun mangga). Hal ini disebabkan adanya perbedaan kadar air sampah
yang dimasukkan, dimana sampah dapur mempunyai kadar air yang jauh lebih
tinggi (937 %) dibandingkan sampah daun mangga yang hanya sebesar 34 %.
Bobot kompos yang dihasilkan pada perlakuan S3 lebih tinggi
dibandingkan S4. Keadaan ini dikarenakan nisbah C/N pada sampah dapur lebih
rendah daripada sampah daun mangga. Obeng dan Wright (1954) mengungkapkan
bahwa nilai nisbah C/N sisa makanan, sisa buah-buahan, dan dedaunan berturut-
turut adalah 15, 35, dan 50. Semakin kecil nisbah C/N suatu bahan maka akan
semakin cepat bahan tersebut terdekomposisi. Kokkora dan Harm (2008 dalam
Yadav et al. 2010) juga menegaskan bahwa pengomposan sampah dapur relatif
lebih cepat dibandingkan sampah kebun. Hal ini dikarenakan sampah kebun
memiliki kandungan lignin yang lebih tinggi dibandingkan sampah dapur. Bobot
kompos kering pada perlakuan S3 lebih tinggi dibandingkan dengan bobot
18
sampah keringnya. Hal ini disebabkan tercampurnya kompos dengan tanah hasil
erosi yang masuk ke dalam lubang setiap terjadinya penyusutan sampah dapur
sebelum penambahan sampah berikutnya.
4.3 Nilai pH, C-organik dan N-total
Nilai rata-rata pH, kandungan C-organik dan N-total tanah di sekitar
lubang (jarak 5 dan 20 cm dari dinding lubang) disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Nilai pH, kandungan C-organik dan N-total tanah di sekitar LRB
Perlakuan pH C-organik (%) N-total (%)
5 cm 20 cm 5 cm 20 cm 5 cm 20 cm
S0 5.83 5.45 0.43 0.41 0.06 0.06
S1 5.83 5.65 0.83 1.10 0.08 0.09
S2 6.00 5.53 1.03 1.01 0.06 0.08
S3 6.07 6.00 1.60 1.21 0.08 0.08
S4 6.10 6.07 1.31 1.10 0.08 0.08
Tabel 4 menunjukkan bahwa penambahan sampah organik dalam LRB
dapat meningkatkan pH dan kandungan C-organik tanah pada jarak 5 dan 20 cm
dari dinding lubang. Peningkatan pH tanah sesuai dengan pernyataan Supardi
(1983) bahwa sebagian besar dari ion hidrogen bersama dengan beberapa ion besi
dan Al terikat secara kovalen dalam bahan organik dan pada pinggiran kristal liat.
Pada perlakuan S0 terlihat bahwa kandungan C-organik pada jarak 5 cm dari
dinding lubang lebih tinggi dibandingkan pada jarak 20 cm. Kondisi ini
dipengaruhi oleh hasil erosi yang masuk ke dalam lubang, dimana pada jarak yang
lebih dekat dari dinding lubang lebih besar potensinya mendapat pengaruh dari
hasil erosi. Arsyad (2006) yang menyebutkan bahwa kandungan unsur hara tanah
dan bahan organik pada sedimen hasil erosi lebih tinggi daripada kandungan unsur
hara dan bahan organik dari tanah asalnya.
Kandungan C-organik dan nilai pH pada perlakuan S3 dan S4 lebih
tinggi dibandingkan S0, S1, dan S2. Kondisi ini disebabkan jumlah sampah
organik yang ditambahkan pada perlakuan S3 dan S4 lebih banyak daripada
19
perlakuan S0, S1 dan S2. Pemberian sampah organik diawal saja meningkatkan
kandungan C-organik dan nilai pH disekitar LRB.
Kandungan N-total tanah yang terdapat di sekitar LRB pada perlakuan
S0 lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan S1, S2, S3, dan S4 pada jarak 5
cm dan 20 cm (kecuali S2 pada jarak 5 cm). Peningkatan N-total tanah disebabkan
oleh adanya pemberian sampah organik pada LRB. Hardjowigeno (2003)
mengungkapkan bahwa bahan organik merupakan sumber unsur hara N, P, S,
unsur mikro dan lain-lain. Soepardi (1983) juga menegaskan bahwa bahan organik
merupakan sumber utama nitrogen, fosfor dan belerang. Hasil pengukuran N-total
pada tanah di sekitar LRB berdasarkan jarak dari dinding lubang (secara
horizontal) untuk setiap perlakuan tidak menunjukkan adanya suatu
kecenderungan tertentu (bervariasi). Hal ini sejalan dengan penelitian Putra
(2010) yang menyebutkan bahwa konsentrasi nitrat yang terdapat di sekitar LRB
bervariasi secara horizontal.
Berdasarkan kriteria penilaian hasil analisis tanah (Tabel Lampiran 16),
terjadi peningkatan nilai pH dan C-organik pada tanah di sekitar perlakuan S3 dan
S4 secara berturut-turut masam menjadi agak masam, sangat rendah menjadi
rendah. Sedangkan kandungan N di sekitar LRB masih tergolong dalam kriteria
sangat rendah.
20
V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. LRB yang hanya diisi sampah organik diawal saja (perlakuan S1 dan S2) lebih
tinggi laju infiltrasinya dibandingkan dengan LRB tanpa diisi sampah
(perlakuan S0).
2. Pengisian sampah organik secara kontinyu pada LRB (perlakuan S3 dan S4)
secara nyata sampai sangat nyata lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan
dengan LRB tanpa diisi sampah (perlakuan S0) dan LRB yang hanya diisi
sampah di awal saja (perlakuan S1 dan S2.)
3. Laju infiltrasi LRB pada perlakuan S3 cenderung lebih tinggi dibandingkan
dengan perlakuan S4.
4. Kandungan C-organik dan nilai pH tanah di sekitar LRB pada perlakuan S3
dan S4 lebih tinggi dibandingkan S0, S1 dan S2.
5. Kandungan C-organik dan nilai pH tanah di sekitar LRB yang hanya diisi
sampah di awal saja (S1 dan S2) lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa diisi
sampah (S0).
6. Secara umum kandungan N-total tanah di sekitar LRB pada perlakuan S1, S2,
S3 dan S4 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan S0.
5.2 Saran
Sampah organik berupa sampah dapur dan sisa tanaman dari kebun perlu
dimanfaatkan untuk mengisi LRB secara kontinyu untuk menghindari masuknya
sedimen yang dapat menyumbat pori dan permukaan mulut lubang; serta
memberikan makanan bagi organisme tanah yang dapat membantu pembentukan
biopori dan proses pengomposan sampah organik secara alami.
.
21
VI DAFTAR PUSTAKA
Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Pr.
Bahar YH. 1986. Teknologi Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Jakarta (ID): Waca Utama Pramesti.
[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2012. Data Curah Hujan Majalengka Tahun 2011-2012. Stasiun Klimatologi Balai Wilayah II Darmaga, Bogor (ID): BMKG.
[BPLH] Badan Pengelola Lingkungan Hidup. 2010. Penyusunan Detail Enginering Design (DED) Persampahan. Majalengka (ID): BPLH.
Brata KR, Nelistya A. 2009. Lubang Resapan Biopori. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Hakim N, Nyakpa MY, Lubis AM. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Lampung (ID): Universitas Lampung.
Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo.
Khoerudin MN. 2012. Pengaruh pemberian sampah organik terhadap laju infiltrasi lubang resapan biopori di areal pemukiman [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ma’shum M, Soedarsono J, Susilowati LE. 2003. Biologi Tanah. Jakarta (ID): CPIU Pasca IAEUP, Bagpro Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia Ditjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
[Puskim] Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman. 2001. Petunjuk Teknis Tata Cara Perencanaan Tempat Pembuangan Akhir sampah (TPA) di Daerah Pasang Surut. Bandung (ID): Puskim.
Putra RS. 2010. Penyebaran nitrat pada tanah di sekitar lubang resapan biopori (Studi Kasus: Daerah permukiman Jakarta Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Obeng LA, Wright FW. 1954. Co-composting of Domestic Solid and Human Wastes. World Bank Technical Paper number 57. Washington DC (US): The World Bank.
Supardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sutanto R. 2002. Pertanian Organik; Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Yadav KD, Mistry NJ, Pandya D, Garvit B. 2010. Composting of food and vegatable waste. Journal of Environmental Sciences 4 (4):27-35.
22
Yulipriyanto H. 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaannya. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.
23
24
Tabel Lampiran 1 Bobot sampah yang diisikan ke dalam LRB selama penelitian
Tanggal Sampah dapur (gram) Sampah daun mangga(gram)
S3 1 S3 2 S3 3 S4 1 S4 2 S4 3 14/12/2011 2050 2200 2300 650 600 550 17/12/2011 18/12/2011 450 500 500 21/12/2011 400 300 300 24/12/2011 200 250 250 27/12/2011 300 450 450 31/12/2011 400 400 200 3/1/2012 200 200 200 7/1/2012 350 350 200 150 200 200
10/1/2012 400 250 250 14/1/2012 300 300 500 18/1/2012 300 300 400 21/1/2012 250 200 200 23/1/2012 200 150 150 25/1/2012 250 150 150 28/1/2012 150 150 150 30/1/2012 150 200 150 1/2/2012 300 250 250 4/2/2012 250 300 200 6/2/2012 200 150 150 8/2/2012 150 200 200 11/2/2012 350 350 350 15/2/2012 300 350 250 18/2/2012 250 250 200 100 150 150 22/2/2012 200 200 200 25/2/2012 350 350 350 29/2/2012 150 200 200 3/3/2012
Total 8850 8950 8700 900 950 900 Keterangan: Tanggal dengan cetak tebal menunjukkan tanggal pengamatan laju infiltrasi.
25
Tabel Lampiran 2 Nilai laju infiltrasi LRB dengan ulangan selama 12 minggu
Perlakuan Ulangan Laju infiltrsi (liter/jam)
Pengamatan ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 105.5 67.5 38.5 32.0 6.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 S0 2 131.0 31.5 9.5 3.0 3.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
3 38.0 24.5 16.0 8.0 3.5 1.0 3.0 3.5 3.5 2.0 2.5 1.5
1 141.0 101.0 12.0 3.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 S1 2 57.0 113.0 17.0 13.0 13.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
3 42.0 40.0 9.0 20.0 13.0 5.0 7.0 12.0 7.0 4.0 3.0 1.0
1 101.0 46.5 67.5 29.0 18.0 10.0 8.5 6.5 7.0 3.0 4.5 4.5 S2 2 52.0 9.0 123.0 53.0 29.0 18.0 13.0 5.0 11.0 3.0 4.0 6.0
3 151.0 84.0 12.0 5.0 7.0 2.0 4.0 8.0 3.0 3.0 5.0 3.0
1 67.0 45.0 39.0 68.0 118.0 84.0 42.0 46.0 49.0 77.0 71.0 11.0 S3 2 115.0 21.0 44.0 57.0 115.0 59.0 44.0 29.0 37.0 53.0 60.0 19.0
3 180.0 152.0 112.0 98.0 87.0 70.0 54.0 41.0 44.0 40.0 88.0 23.0
1 136.0 97.0 58.0 52.0 14.0 49.0 36.0 23.0 28.0 15.0 19.0 17.0 S4 2 109.0 20.0 63.0 33.0 42.0 30.0 44.0 19.0 33.0 32.0 48.0 28.0
3 26.0 156.0 102.0 103.0 154.0 81.0 31.0 31.0 37.0 53.0 44.0 39.0
26
Tabel Lampiran 1 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-1
SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT
α0.05 α0.01 α0.05 α0.01
KELOMPOK 2 1406.23 703.12 0.21 4.10 7.56
PERLAKUAN 4 2826.93 706.73 0.21 3.33 5.64 105.32 149.80
GALAT 8 26812.27 3351.53
TOTAL 14 31045.43
Tabel Lampiran 2 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-2
SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT
α0.05 α0.01 α0.05 α0.01
KELOMPOK 2 6996.70 3498.35 1.47 4.10 7.56
PERLAKUAN 4 6022.90 1505.73 0.63 3.33 5.64 88.60 126.02
GALAT 8 18975.80 2371.98 TOTAL 14 31995.40
Tabel Lampiran 3 Analisis sidik sagam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-3
SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT
α0.05 α0.01 α0.05 α0.01
KELOMPOK 2 203.23 101.62 0.07 4.10 7.56
PERLAKUAN 4 9966.33 2491.58 1.82 3.33 5.64 67.27 95.68
GALAT 8 10939.77 1367.47 TOTAL 14 21109.33
Tabel Lampiran 4 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-4
SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT 5%
α0.05 α0.01 α0.05 α0.01
KELOMPOK 2 583.33 291.67 0.49 4.10 7.56
PERLAKUAN 4 9733.73 2433.43 4.13 3.33 5.64 44.17 62.83
GALAT 8 4716.67 589.58
TOTAL 14 15033.73
27
Tabel Lampiran 5 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-5
SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT
α0.05 α0.01 α0.05 α0.01
KELOMPOK 2 1186.30 593.15 0.44 4.10 7.56 PERLAKUAN 4 24249.00 6062.25 4.52 3.33 5.64 66.64 94.78
GALAT 8 10734.20 1341.78 TOTAL 14 36169.50
Tabel Lampiran 6 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-6
SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT
α0.05 α0.01 α0.05 α0.01
KELOMPOK 2 283.73 141.87 0.75 4.10 7.56
PERLAKUAN 4 12812.93 3203.23 17.04 3.33 5.64 24.95 35.48
GALAT 8 1504.27 188.03
TOTAL 14 14600.93
Tabel Lampiran 7 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-7
SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT
α0.05 α0.01 α0.05 α0.01
KELOMPOK 2 24.70 12.35 0.44 4.10 7.56
PERLAKUAN 4 5404.27 1351.07 48.44 3.33 5.64 9.61 13.67
GALAT 8 223.13 27.89
TOTAL 14 5652.10
Tabel Lampiran 8 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-8
SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT
α0.05 α0.01 α0.05 α0.01
KELOMPOK 2 180.83 90.42 4.66 4.10 7.56
PERLAKUAN 4 3095.43 773.86 39.90 3.33 5.64 8.01 11.40
GALAT 8 155.17 19.40
TOTAL 14 3431.43
28
Tabel Lampiran 9 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-9
SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT
α0.05 α0.01 α0.05 α0.01
KELOMPOK 2 20.10 10.05 0.48 4.10 7.56
PERLAKUAN 4 4512.73 1128.18 54.35 3.33 5.64 8.29 11.79
GALAT 8 166.07 20.76
TOTAL 14 4698.90
Tabel Lampiran 10 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-10
SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT
α0.05 α0.01 α0.05 α0.01
KELOMPOK 2 19.60 9.80 0.06 4.10 7.56
PERLAKUAN 4 7585.33 1896.33 10.66 3.33 5.64 24.26 34.51
GALAT 8 1423.07 177.88
TOTAL 14 9028.00
Tabel Lampiran 11 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-11
SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT
α0.05 α0.01 α0.05 α0.01
KELOMPOK 2 236.03 118.02 1.42 4.10 7.56 PERLAKUAN 4 12039.77 3009.94 36.12 3.33 5.64 16.61 23.62
GALAT 8 666.63 83.33 TOTAL 14 12942.43
Tabel Lampiran 12 Analisis sidik ragam laju infiltrasi LRB (liter/jam) pada pengukuran minggu ke-12
SUMBER Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hitung F tabel BNT
α0.05 α0.01 α0.05 α0.01
KELOMPOK 2 93.10
46.55 1.53 4.10 7.56
PERLAKUAN 4 1743.67 435.92 14.31 3.33 5.64 10.04 14.28
GALAT 8 243.73 30.47
TOTAL 14 2080.50
29
Tabel Lampiran 15 Data curah hujan Majalengka selama penelitian
Tanggal Tahun
2011 2012 Des Jan Feb Mar
1 9 - 28 - 2 - 58 7 23 3 12 - 49 35 (12)
4 - 21 - (8)
5 - - 2 6 3 12 77 7 - - (4) 12 8 38 16 43 9 - - 17 10 - - 8 11 53 - - (9)
12 - - 35 13 - 8 - 14 - - (5) - 15 4 - - 16 11 2 14 17 - (1) 45 9 18 14 - - (10)
19 - - - 20 - 2 12 21 5 26 (6) 8 22 - - - 23 18 - - 24 68 (2) - - 25 27 - 49 (11)
26 50 2 41 27 26 47 53 28 6 - (7) 13 29 16 - - 30 20 - 31 20 (3) -
Sumber : BMKG Balai Wilayah II Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor (2011/2012) Keterangan : Curah hujan ditakar dalam mm Angka dalam kurung yang mengikuti data curah hujan adalah waktu pengukuran
infiltrasi
30
Tabel Lampiran 13 Kriteria penilaian hasil analisis tanah Balai Penelitian Tanah 2005
Parameter tanah
Nilai Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat
tinggi C (%) <1 1-2 2-3 3-5 >5 N (%) <0.1 0.1-0.2 0.21-0.5 0.51-0.75 >0.75 C/N <5 5-10 11-15 16-25 >25
Sangat masam Masam Agak
masam Netral Agak alkalis Alkalis
pH H20 <4.5 4.5-5.5 5.5-6.5 6.6-7.5 7.6-8.5 >8.5