sampah sebagai energi listrik henry (revisi 3) print
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan kota Jakarta, jumlah penduduknya pun bertambah banyak.
Para penduduk inilah yang kemudian membuat Jakarta semakin padat dengan berdirinya
pemukiman di seluruh penjuru kota. Selain itu, sebagai salah satu kota pusat ekonomi di
Indonesia, berbagai macam perusahaan mendirikan kantornya di Jakarta sehingga kepadatan
Jakarta juga disebabkan oleh daerah-daerah perkantoran.
Akan tetapi dibalik perkembangan yang sangat pesat ini juga menyebabkan beberapa
masalah, salah satunya adalah sampah. Berdasarkan data dari situs berita bisnis.com volume
sampah di Jakarta diperkirakan telah mencapai lebih dari 5.000-6.000 ton/hari (Herry Suhendra,
2011, p. 1). Keberadaan sampah di setiap sudut Kota Jakarta semakin bertambah dikarenakan
penduduk yang selalu bertambah. Sampah yang berasal dari industri, dan rumah tangga
kebanyakan dibuang atau digeletakkan secara sembarangan. Penduduk yang menganggap
sampah hanya sebagai sebuah benda kotor bersikap seakan-akan tidak peduli dengan kebiasaan
buang sampah sembarangan karena sudah dianggap sebagai hal yang lumrah. Padahal sejak
tahun 1790-an Pemerintah Kota Jakarta telah memiliki Peraturan Daerah mengenai larangan
membuang sampah sembarangan (“Sampah bukanlah masalah sepele”).
Meski Perda Sampah terus diperbaiki, kebiasaan warga membuang sampah tidak pernah
berubah. Padahal bila sampah dibuang pada tempatnya, sampah dapat dibawa ke tempat
penampungan untuk kemudian didaur ulang sehingga dapat membuat lingkungan bersih. Dengan
daur ulang, sampah dapat dimanfaatkan kembali dan dengan teknologi yang berkembang sangat
pesat, sampah juga bisa diolah menjadi sebuah energi listrik.
1
1.2 Rumusan Masalah
- Bagaimana proses pengolahan sampah menjadi energi listrik?
- Seberapa efektif pengolahan sampah menjadi energi listrik, untuk menciptakan sumber
daya baru yang ramah lingkungan?
- Apakah teknologi pengolahan sampah menjadi listrik dapat diterapkan di Jakarta?
1.3 Tujuan Penelitian
Menjelaskan bagaimana proses teknologi pengolahan sampah menjadi energi listrik, dan
seberapa efektif teknologi ini, serta penerapannya di Kota Jakarta.
2
BAB 2
KERANGKA PEMBAHASAN
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pengertian Sampah
Menurut definisi World Health Organization (WHO) sampah adalah sesuatu yang tidak
digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan
manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2006). Undang-Undang Pengelolaan
Sampah Nomor 18 tahun 2008 menyatakan sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia
dan/atau dari proses alam yang berbentuk padat.
Juli Soemirat (1994) berpendapat bahwa sampah adalah sesuatu yang tidak dikehendaki
oleh yang punya dan bersifat padat. Azwar (1990) mengatakan yang dimaksud dengan sampah
adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang
yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan manusia (termasuk kegiatan industri) tetapi
bukan biologis karena kotoran manusia (human waste) tidak termasuk kedalamnya. Manik
(2003) mendefinisikan sampah sebagai suatu benda yang tidak digunakan atau tidak dikehendaki
dan harus dibuang, yang dihasilkan oleh kegiatan manusia.
Para ahli kesehatan masyarakat Amerika membuat batasan, sampah (waste) adalah
sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang, yang
berasal dari kegiatan manusia, dan tidak terjadi dengan sendirinya. Dari batasan ini jelas bahwa
sampah adalah hasil kegiatan manusia yang dibuang karena sudah tidak berguna. Dengan
demikian sampah mengandung prinsip sebagai berikut :
1. Adanya sesuatu benda atau bahan padat
2. Adanya hubungan langsung/tidak langsung dengan kegiatan manusia
3. Benda atau bahan tersebut tidak dipakai lagi (Notoatmojo, 2003)
3
2.1.2 Sumber Sampah
Sumber-sumber sampah adalah sebagai berikut:
a. Sampah yang berasal dari pemukiman (domestic wastes)
Sampah ini terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah tangga
yang sudah dipakai dan dibuang, seperti sisa-sisa makanan baik yang sudah dimasak atau belum,
bekas pembungkus baik kertas, plastik, daun, dan sebagainya, pakaian-pakaian bekas, bahan-
bahan bacaan, perabot rumah tangga, daun-daunan dari kebun atau taman
b. Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum
Sampah ini berasal dari tempat-tempat umum, seperti pasar, tempat-tempat
hiburan, terminal bus, stasiun kereta api, dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas, plastik,
botol, daun, dan sebagainya.
c. Sampah yang berasal dari perkantoran
Sampah ini dari perkantoran baik perkantoran pendidikan, perdagangan,
departemen, perusahaan, dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas-kertas, plastik, karbon, klip
dan sebagainya. Umumnya sampah ini bersifat anorganik, dan mudah terbakar (rubbish).
d. Sampah yang berasal dari jalan raya
Sampah ini berasal dari pembersihan jalan, yang umumnya terdiri dari: kertas-
kertas, kardus-kardus, debu, batu-batuan, pasir, sobekan ban, onderdil-onderdil kendaraan yang
jatuh, daun-daunan, plastik, dan sebagainya.
e. Sampah yang berasal dari industri (industrial wastes)
Sampah ini berasal dari kawasan industri, termasuk sampah yang berasal dari
pembangunan industri, dan segala sampah yang berasal dari proses produksi, misalnya : sampah-
sampah pengepakan barang, logam, plastik, kayu, potongan tekstil, kaleng, dan sebagainya.
f. Sampah yang berasal dari pertanian/perkebunan
Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian misalnya: jerami, sisa
sayur-mayur, batang padi, batang jagung, ranting kayu yang patah, dan sebagainya.
4
g. Sampah yang berasal dari pertambangan
Sampah ini berasal dari daerah pertambangan, dan jenisnya tergantung dari jenis
usaha pertambangan itu sendiri, maisalnya: batu-batuan, tanah/cadas, pasir, sisa-sisa pembakaran
(arang), dan sebagainya.
h. Sampah yang berasal dari petenakan dan perikanan
Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan ini, berupa : kotoran-kotoran
ternak, sisa-sisa makanan bangkai binatang, dan sebagainya (Notoatmojo, 2003).
2.1.3 Jenis Sampah
Sampah Organik
Sampah Organik adalah barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh
pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi masih bisa dipakai kalau dikelola dengan prosedur yang
benar. Sampah organik adalah sampah yang bisa mengalami pelapukan (dekomposisi) dan
terurai menjadi bahan yang lebih kecil dan tidak berbau (sering disebut dengan kompos).
Kompos merupakan hasil pelapukan bahan-bahan organik seperti daun-daunan, jerami, alang-
alang, sampah, rumput, dan bahan lain yang sejenis yang proses pelapukannya dipercepat oleh
bantuan manusia.
Jenis-jenis Sampah Organik
Sampah organik berasal dari makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan.
Sampah organik sendiri dibagi menjadi :
• Sampah organik basah.
Istilah sampah organik basah dimaksudkan sampah mempunyai kandungan air yang
cukup tinggi. Contohnya kulit buah dan sisa sayuran.
• Sampah organik kering.
5
Sementara bahan yang termasuk sampah organik kering adalah bahan organik lain yang
kandungan airnya kecil. Contoh sampah organik kering di antaranya kertas, kayu atau ranting
pohon, dan dedaunan kering.
Sampah Anorganik
Sampah anorganik yaitu sampah yang terdiri dari bahan-bahan yang sulit terurai secara
biologis sehingga penghancurannya membutuhkan waktu yang sangat lama. Sampah Anorganik
berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses
industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian
zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya
dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga,
misalnya berupa botol, botol plastik, tas plastik, dan kaleng.
Jenis-jenis Sampah Anorganik
Contoh sampah dari sampah anorganik adalah: potongan-potongan / pelat-pelat dari
logam, berbagai jenis batu-batuan, pecahan-pecahan gelas, tulang-belulang, kaleng bekas, botol
bekas, bahkan kertas, dan lain-lain.
2.1.4 Komposisi Sampah
Menurut Achmadi (2004) secara umum komposisi dari sampah di setiap kota bahkan negara
hampir sama, yaitu :
Tabel 2.1 Komposisi Sampah di Setiap Kota atau Negara
No Komposisi Sampah Persentase
1 Kertas dan Karton ± 35 %
2 Logam ± 7 %
3 Gelas ± 5 %
4 Sampah halaman dan dapur ± 37 %
5 Kayu ± 3 %
6 Plastik, karet, dan kulit ± 7 %
6
7 Lain-lain ± 6 %
Sedangkan komposisi sampah di Jakarta, lebih tepatnya, adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2 Komposisi Sampah Di Kota Jakarta
No Komposisi Sampah Jakarta (%)
1 Makanan 86,41
2 Kertas 10,11
3 Karton 3,12
4 Plastik dan Karet 11,90
5 Logam 1,12
6 Kaca 1,60
7 Tekstil 0.55
8 Daun-daun 2,45
9 Debu 2,74
10 Total Organik 82,09
11 Total Non Organik 17,91
Sumber: Buku Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup, 2005
Komposisi atau susunan bahan-bahan sampah merupakan hal yang perlu diketahui, hal
ini penting kegunaannya untuk pemilahan sampah serta pemilihan alat atau sarana yang
diperlukan untuk pengelolaan sampah.
2.1.5 Faktor yang Mempengaruhi Kuantitas dan Kualitas Sampah
Menurut Slamet (2004) sampah baik kualitas maupun kuantitasnya sangat dipengaruhi
oleh berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat. Beberapa faktor yang penting antara lain :
a. Jumlah Penduduk
Dapat dipahami dengan mudah bahwa semakin banyak penduduk semakin banyak pula
sampahnya. Pengelolaan sampah pun berpacu dengan laju pertambahan penduduk.7
b. Keadaan sosial ekonomi
Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat, semakin banyak jumlah perkapita
sampah yang dibuang. Kualitas sampahnya pun semakin banyak bersifat tidak dapat membusuk.
Perubahan kualitas sampah ini, tergantung pada bahan yang tersedia, peraturan yang berlaku
serta kesadaran masyarakat akan persoalan persampahan. Kenaikan kesejahteraan ini pun akan
meningkatkan kegiatan konstruksi dan pembaharuan bangunanbangunan, transportasi pun
bertambah, dan produk pertanian, industri dan lain-lain akan bertambah dengan konsekuensi
bertambahnya volume dan jenis sampah.
c. Kemajuan Teknologi
Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun kualitas sampah, karena pemakaian
bahan baku yang semakin beragam, cara pengepakan dan produk manufaktur yang semakin
beragam pula.
d. Tingkat pendidikan
Menurut Hermawan (2005) Untuk meningkatkan mutu lingkungan, pendidikan
mempunyai peranan penting karena melalui pendidikan, manusia makin mengetahui dan sadar
akan bahaya limbah rumah tangga terhadap lingkungan, terutama bahaya pencemaran terhadap
kesehatan manusia dan dengan pendidikan dapat ditanamkan berpikir kritis, kreatif dan rasional.
Semakin tinggi tingkat pendidikan selayaknya semakin tinggi kesadaran dan kemampuan
masyarakat dalam pengelolaan sampah.
2.1.6 Pengelolaan Sampah
Menurut Reksosoebroto (1985) dalam Efrianof (2001) pengelolaan sampah sangat
penting untuk mencapai kualitas lingkungan yang bersih dan sehat, dengan demikian sampah
harus dikelola dengan sebaik-baiknya sedemikian rupa sehingga hal-hal yang negatif bagi
kehidupan tidak sampai terjadi. Dalam ilmu kesehatan lingkungan, suatu pengelolaan sampah
dianggap baik jika sampah tersebut tidak menjadi tempat berkembangbiaknya bibit penyakit
serta sampah tersebut tidak menjadi media perantara menyebar luasnya suatu penyakit. Syarat 8
lainnya yang harus terpenuhi dalam pengelolaan sampah ialah tidak mencemari udara, air, dan
tanah, tidak menimbulkan bau (segi estetis), tidak menimbulkan kebakaran dan lain sebagainya.
Techobanoglous (1977) dalam Maulana (1998) mengatakan pengelolaan sampah adalah
suatu bidang yang berhubungan dengan pengaturan terhadap penimbunan, penyimpanan
(sementara), pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan, pemrosesan dan pembuangan
sampah dengan suatu cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip terbaik dari kesehatan masyarakat,
ekonomi, teknik (engineering), perlindungan alam (conservation), keindahan dan pertimbangan
lingkungan lainnya dan juga mempertimbangkan sikap masyarakat.
Menurut Cunningham (2004) tahap pengelolaan sampah modern terdiri dari 3R(Reduce,
Reuse, Recycle) sebelum akhirnya dimusnahkan atau dihancurkan.
2.1.7 Alasan Sulitnya Pengelolaan Sampah
Kenyataan yang ada saat ini ialah bahwa sampah sulit dikelola oleh karena berbagai hal
antara lain :
a. Cepatnya perkembangan teknologi, lebih cepat daripada kemampuan masyarakat untuk
mengelola dan memahami persoalan persampahan.
b. Meningkatnya taraf hidup masyarakat, yang tidak disertai dengan keselarasan
pengetahuan tentang persampahan.
c. Meningkatnya biaya operasi dan konstruksi disegala bidang termasuk bidang
persampahan.
d. Kebiasaan pengelolaan sampah yang tidak efisien, tidak benar, menimbulkan
permasalahan pencemaran udara, tanah, air, menimbulkan turunnya harga tanah karena
daerah yang turun kadar estetikanya, bau dan memperbanyak populasi lalat dan tikus.
e. Kegagalan dalam daur ulang ataupun pemanfaatan kembali barang bekas. Tidak
mampunya orang memelihara barangnya, sehingga cepat rusak, ataupun produk yang
sangat rendah mutunya, sehingga cepat menjadi sampah.
9
f. Semakin sulitnya mendapatkan lahan sebagai tempat pembuangan akhir sampah, selain
tanah tidak cocok sebagai tempat pembuangan, juga terjadi kompetisi yang semakin
rumit akan penggunaan tanah.
g. Semakin banyak masyarakat keberatan daerahnya dipakai sebagai tempat pembuangan
sampah.
h. Kurangya pengawasan dan pelaksanaan peraturan.
i. Sulit menyimpan sampah sementara yang cepat membusuk, karena cuaca yang panas.
j. Sulit mencari partisipasi masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya dan
memelihara kebersihan.
k. Pembiayaan yang tidak memadai, mengingat bahwa sampai saat ini kebanyakan sampah
dikelola oleh jawatan oleh pemerintahan.
l. Pengelolaan sampah dimasa lalu dan saat ini kurang memperhatikan faktor non-teknis
seperti partisipasi msyarakat dan penyuluhan tentang hidup sehat dan bersih.
2.2 Energi Listrik
Energi listrik (kekuatan listrik / daya listrik) adalah bentuk energi yang dihasilkan dari
adanya perbedaan potensial antara dua titik, sehingga membentuk sebuah arus listrik diantara
keduanya ketika dibawa ke dalam kontak melalui sebuah konduktor listrik, dan untuk
memperoleh kerja listrik tersebut. Energi listrik dapat diubah menjadi bentuk lain energi seperti
energi cahaya atau sinar, energi mekanik dan energi panas. (Nazawir, 2012, p. 1)
2.3 Metodologi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses, keefektivitas, dan penerapan teknologi
pengolahan sampah menjadi sumber energi listrik di Jakarta, sehingga diperlukan data, dan 10
informasi yang tepat untuk mengkajinya melalui sumber-sumber yang tersedia. Maka dari itu
penelitian dilakukan dengan menggunakan metode literatur.
2.3.1 Metode Penelitian Literatur
A literature review is a survey and discussion of the literature in a given area of study. It
is a concise overview of what has been studied, argued, and established about a topic, and it is
usually organized chronologically or thematically (“Writing a Literature Review”).
Studi literatur merupakan survei dan pembahasan literatur pada bidang tertentu dari suatu
penelitian. Studi ini merupakan gambaran singkat dari apa yang telah dipelajari, argumentasi,
dan ditetapkan tentang suatu topik, dan biasanya disusun secara kronologis atau tematis. Pada
studi literatur dilakukan pencarian informasi melalui sumber kepustakaan yang dapat membantu
penulisan penelitian. Pencarian informasi tersebut mencakup proses pengolahan sampah menjadi
energi listrik, keefektifannya, dan penerapannya di Kota Jakarta.
11
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1.1 Proses
Berdasarkan Website Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia, teknologi
pengolahan sampah untuk menjadi energi listrik pada prinsipnya sangat sederhana sekali yaitu:
Sampah di bakar sehingga menghasilkan panas (proses konversi thermal)
Panas dari hasil pembakaran dimanfaatkan untuk merubah air menjadi uap dengan bantuan
boiler
Uap bertekanan tinggi digunakan untuk memutar bilah turbin
Turbin dihubungkan ke generator dengan bantuan poros
Generator menghasilkan listrik dan listrik dialirkan kerumah - rumah atau ke pabrik.
Proses konversi thermal dapat dicapai melalui beberapa cara, yaitu insinerasi, pirolisa,
dan gasifikasi. Insinerasi pada dasarnya ialah proses oksidasi bahan-bahan organik menjadi
bahan anorganik. Prosesnya sendiri merupakan reaksi oksidasi cepat antara bahan organik
dengan oksigen. Sampah dibongkar dari truk pengakut sampah dan diumpankan ke inserator.
Didalam inserator sampah dibakar. Panas yang dihasilkan dari hasil pembakaran digunakan
untuk merubah air menjadi uap bertekanan tinggi. Uap dari boiler langsung ke turbin. Sisa
pembakaran seperti debu diproses lebih lanjut agar tidak mencemari lingkungan (truk
mengangkut sisa proses pembakaran) (“Cara merubah Sampah Menjadi Energi Listrik”).
Cara lain yang bisa dilakukan adalah dengan metode gasifikasi. Metode ini berbeda
karena tidak dilakukan pembakaran. Dalam metode ini, sampah yang berupa biomassa akan
diubah menjadi synthetic gas yang kemudian akan dimurnikan kembali. Gas yang telah
dimurnikan tersebut akan digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel atau mesin bensin.
Bambang Sudarmanta, dosen Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh November (ITS),
12
mengembangkan metode lain yakni metode fermentasi. Diakui olehnya, metode ini belum
pernah diterapkan pada sampah (Nur Syafei, 2012, p. 8-9).
Penjelasan lain mengenai konsep pengolahan sampah menjadi energi (Waste to Energy)
atau PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga sampah) secara ringkas (TRIBUN, 2007) adalah sebagai
berikut :
1. Pemilahan sampah
Sampah dipilah untuk memanfaatkan sampah yang masih dapat di daur ulang. Sisa
sampah dimasukkan kedalam tungku Insinerator untuk dibakar.
2. Pembakaran sampah
Pembakaran sampah menggunakan teknologi pembakaran yang memungkinkan berjalan
efektif dan aman bagi lingkungan. Suhu pembakaran dipertahankan dalam derajat
pembakaran yang tinggi (di atas 1300°C). Asap yang keluar dari pembakaran juga
dikendalikan untuk dapat sesuai dengan standar baku mutu emisi gas buang.
3. Pemanfaatan panas
Hasil pembakaran sampah akan menghasilkan panas yang dapat dimanfaatkan untuk
memanaskan boiler. Uap panas yang dihasilkan digunakan untuk memutar turbin dan
selanjutnya menggerakkan generator listrik.
4. Pemanfaatan abu sisa pembakaran
Sisa dari proses pembakaran sampah adalah abu. Volume dan berat abu yang dihasilkan
diperkirakan hanya kurang 5% dari berat atau volume sampah semula sebelum di bakar.
Abu ini akan dimanfaatkan untuk menjadi bahan baku batako atau bahan bangunan
lainnya setelah diproses dan memiliki kualitas sesuai dengan bahan bangunan.
13
Dikota-kota besar di Eropa, Amerika, Jepang, Belanda waste energy sudah dilakukan
sejak berpuluh tahun lalu, dan hasilnya diakui lebih dapat menyelesaikan masalah sampah
(Yattie Setiati, n.d., p. 14-20).
3.1.2 Keefektifan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah
Untuk 4 sampai 6 jam beroperasinya, alat pembangkit listrik tenaga sampah, dapat
menghasilkan energi listrik sebesar 2 kilo watt dan listrik tersebut dapat langsung digunakan dan
juga bisa disimpan dalam baterai atau aki (accu) untuk penerangan malam hari. Teknologi
pengolahan sampah ini lebih menguntungkan dari pembangkit listrik lainnya (Nur Syafei, 2012,
p. 10). Sebagai ilustrasi: 100.000 ton sampah sebanding dengan 10.000 ton batu bara. Selain
mengatasi masalah polusi bisa juga untuk menghasilkan energi berbahan bahan bakar gratis
juga bisa menghemat devisa (“Cara merubah Sampah Menjadi Energi Listrik”).
Terlebih lagi sekarang, PT Pertamina (Persero), badan usaha milik negara di sektor
minyak dan gas, akan membangun pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) dengan kapasitas
120 megawatt (Nurseffi Dwi Wahyuni, 2012, p. 1). Untuk tahap awal, pembangkit listrik ini
mampu memproduksi listrik berkapasitas terpasang 120 MW dari pengolahan feedstock
sebanyak 2.000 ton sampah setiap harinya. Karakteristik sampah yang ada di Bantargebang juga
harus memenuhi tingkat pemanfaatan sampah secara maksimal (“Pertamina Bangun Pembangkit
Rp 1,7 Triliun”).
Selain menjadi sumber energi listrik, pencemaran dari PLTSa yang selama ini
dikhawatirkan oleh masyarakat sebenarnya sudah dapat diantisipasi oleh negara yang telah
menggunakan PLTSa terlebih dahulu, dan tentunya dapat dimanfaatkan di Indonesia terutama
Kota Jakarta. Pencemaran- pencemaran tersebut seperti :
Dioxin
Dioxin adalah senyawa organik berbahaya yang merupakan hasil sampingan dari sintesa
kimia pada proses pembakaran zat organik yang bercampur dengan bahan yang mengandung
14
unsur halogen pada temperatur tinggi, misalnya plastik pada sampah, dapat menghasilkan
dioksin pada temperatur yang relatif rendah seperti pembakaran di tempat pembuangan akhir
sampah (TPA) (Shocib, Rosita, 2005).
PLTSa sudah dilengkapi dengan sistem pengolahan emisi dan efluen, sehingga polutan
yang dikeluarkan berada di bawah baku mutu yang berlaku di Indonesia, dan tidak mencemari
lingkungan.
Residu
Hasil dari pembakaran sampah yang lainnya adalah berupa residu atau abu
bawah (bottom ash) dan abu terbang (fly ash) yang termasuk limbah B3, namun hasil-hasil
studi dan pengujian untuk pemanfaatan abu PLTSa sudah banyak dilakukan di negara-negara
lain. Di Singapura saat ini digunakan untuk membuat pulau, dan pada tahun 2029 Singapura
akan memiliki sebuah pulau baru seluas 350 Ha (Pasek, Ari Darmawan, 2007).
PLTSa akan memanfaatkan abu tersebut sebagai bahan baku batako atau bahan
bangunan.
Bau
Setiap sampah yang belum mengalami proses akan mengeluarkan bau yang tidak sedap
baik saat pengangkutan maupun penumpukkan dan akan mengganggu kenyamanan bagi
masyarakat umum.
Untuk menghindari bau yang berasal dari sampah akan dibuat jalan tersendiri ke lokasi
PLTSa melalui jalan Tol, di sekeliling bagunan PLTSa akan ditanami pohon sehingga
membentuk greenbelt (sabuk hijau) seluas 7 hektar (Yattie Setiati, n.d., p. 21-26).
3.1.3 Penerapan
15
Upaya pengolahan sampah untuk menghasilkan energi terbarukan terus dilakukan
Pemprov DKI Jakarta dan salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mengoptimalkan
keberadaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi, sebagai lokasi
pengolahan sampah untuk dijadikan energi listrik. Sejak berdiri tahun 2008, hingga saat saat ini,
lokasi pengolahan sampah milik Pemprov DKI Jakarta itu telah menghasilkan energi listrik
sebesar 10,5 Megawatt (MW), sementara Pemprov DKI Jakarta menargetkan TPST
Bantargebang bisa menghasilkan energi listrik sebesar 26 MW untuk dimanfaatkan warga
Bantargebang dan sekitarnya (Levi, 2011, p. 1-2).
Berdasarkan kontrak antara Pemprov DKI Jakarta dengan PT Godang Tua Jaya dan PT
NOEI, dengan total lahan seluas 110,8 hektare, Pemprov DKI Jakarta, pada akhir pembangunan
TPST Bantargebang harus menghasilkan sebanyak 26 MW energi listrik. Target ini akan
dihasilkan dari pengolahan sampah yang berasal dari sanitary landfill sebesar 19 MW dan 7 MW
berasal dari structure landfill cell (Levi, 2011, p. 4-5).
Teknologi pengolahan sampah menjadi energi listrik semakin mungkin untuk di terapkan
di Kota Jakarta, dengan didukung PT Pertamina yang mengembangkan proyek Pembangkit
Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST)
Bantargebang, Bekasi. Proyek tersebut merupakan komitmen perseroan untuk meningkatkan
pemanfaatan energi baru dan terbarukan berkapasitas 120 MW … dengan perkiraan nilai
investasi sekitar 180 juta dollar AS (Didik Purwanto, 2012, p. 1-3).
Perusahaan akan melakukan seleksi terhadap beberapa penyedia teknologi yang sudah
terbukti (proven) dan memenuhi karakteristik sampah yang ada di Bantargebang dengan tingkat
pemanfaatan sampah secara maksimal hingga mencapai zero waste ... proyek ini juga tidak
terlepas dari adanya regulasi pemerintah yang sangat mendukung bagi tumbuhnya investasi di
sektor ini (Didik Purwanto, 2012, p. 5-6).
Hanya saja dalam penerapannya masih ada beberapa kendala, Wakil Ketua Masyarakat
Energi Terbarukan Indonesia Djoko Winarno memaparkan, kendala utama rendahnya
pemanfaatan sampah organik untuk tenaga listrik adalah tingginya biaya investasi untuk
mengumpulkan sampah, memilah antara sampah organik dan non-organik, mengolah sampah
16
organik menjadi biogas, serta membangun pembangkit listrik tenaga sampah. Rendahnya harga
jual listrik dari pembangkit listrik tenaga sampah mengakibatkan biaya investasi sulit kembali,
terutama jika memakai teknologi gasifikasi. Harga keekonomian listrik dari sampah itu di atas
Rp 1.000 per kWh, sedangkan saat ini harganya baru Rp 820 per kWh.
Kemudian, agar sampah bisa dikelola dengan baik, idealnya biaya pengelolaan sampah di
atas Rp 200.000 per ton … Sejauh ini, baru Pemprov DKI Jakarta yang mengalokasikan dana Rp
103.000 per ton untuk pengelolaan sampah, dan 20 persen di antaranya masuk ke kas Pemerintah
Kota Bekasi sebagai kompensasi pemakaian lahan di Bekasi untuk TPA. Adapun volume
sampah di Jakarta sekitar 6.000 ton per hari (Evy Rachmawati, 2012, p. 13-17).
Dalam menangani masalah investasi dan menarik minat investor untuk PLTSa
(Pembangkit Tenaga Listrik Sampah), pemerintah baru menerbitkan Peraturan Menteri ESDM
Nomor 4 Tahun 2012 tentang harga pembelian tenaga listrik oleh PT PLN dari pembangkit
listrik yang menggunakan energi terbarukan skala kecil dan menengah atau kelebihan tenaga
listrik. Aturan pelaksanaan itu juga memuat tentang harga jual listrik dari pembangkit listrik
berbasis sampah kota.
Dalam aturan tersebut, harga jual listrik dengan kapasitas hingga 10 MW, apabila
berbasis sampah kota dengan teknologi ”sanitary landfill”, ditetapkan Rp 850 per kWh jika
terinterkoneksi pada tegangan menengah dan Rp 1.198 per kWh jika terinterkoneksi pada
tegangan rendah. ”Sanitary landfill” merupakan teknologi pengolahan sampah dalam kawasan
tertentu yang terisolasi sampai aman untuk lingkungan.
Sementara harga jual listrik berbasis sampah kota menggunakan teknologi ”zero waste”
ditetapkan Rp 1.050 per kWh jika terinterkoneksi pada tegangan menengah dan Rp 1.398 per
kWh jika terinterkoneksi pada tegangan menengah. ”Zero waste” merupakan teknologi
pengelolaan sampah sehingga terjadi penurunan volume sampah yang signifikan melalui proses
terintegrasi dengan gasifikasi atau insinerator dan anaerob (Evy Rachmawati, 2012, p 20-22).
17
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang akan dipaparkan dibawah ini adalah gambaran secara umum mengenai
proses pengolahan sampah menjadi energi listrik, serta keefektifannya sebagai sumber daya
energi baru yang ramah lingkungan, dan penerapannya di Kota Jakarta yang sangat
memungkinkan.
Pada dasarnya proses pengolahan sampah menjadi energi listrik sangatlah sederhana,
yaitu:
Sampah di bakar sehingga menghasilkan panas (proses konversi thermal)
Panas dari hasil pembakaran dimanfaatkan untuk merubah air menjadi uap dengan bantuan
boiler
Uap bertekanan tinggi digunakan untuk memutar bilah turbin
Turbin dihubungkan ke generator dengan bantuan poros
Generator menghasilkan listrik dan listrik dialirkan kerumah - rumah atau ke pabrik.
Untuk keefektifannya sendiri, PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) dapat
menghasilkan listrik sebesar 2 kilowatt dalam waktu beroperasi selama 4-6 jam, selain itu
pembangkit baru dengan kapasitas 120 megawatt dan daya tampung 2.000 ton sampah per hari,
yang dimana jumlah tersebut adalah ⅓ produksi sampah harian kota Jakarta, tengah
dikembangkan oleh PT Pertamina di Bantargebang, Bekasi.
Dalam penerapannya di Kota Jakarta, sebelumnya PLTSa sudah ada dan dikelola oleh
Pemprov DKI di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi, dengan
total luas lahan sebesar 110,8 hektare, PLTSa ini pastinya akan terus dikembangkan dan 18
dioptimalkan oleh Pemprov DKI demi mencari dan memaksimalkan sumber energi baru yang
ramah lingkungan.
Ditambah lagi dengan pengembangan PLTSa baru oleh PT Pertamina, dimana nantinya
semakin banyak lagi energi listrik berasal dari sampah, yang dapat dimanfaatkan dan digunakan
oleh masyarakat Jakarta, tidak hanya masyarakat sekitar Bantargebang saja.
4.2 Saran
Sesuai dengan pembahasan serta kesimpulan mengenai Pembangkit Listrik Tenaga
Sampah, maka muncul beberapa saran terhadap pihak-pihak terkait dalam pelaksanaan dan
pendukungan terhadap PLTSa. Adapun pihak terkait dengan saran yang akan diberikan ialah
Pemprov DKI dan Masyarakat Kota Jakarta.
4.2.1 Saran untuk Pemprov DKI
Pemprov DKI diharapkan dapat mensosialisasikan hal-hal mengenai PLTSa yang sudah
dipaparkan dalam pembahasan diatas terhadap masyarakat, sosialisasi bertujuan agar masyarakat
mengerti dan mau bekerjasama dengan Pemprov DKI untuk memaksimalkan penggunaan PLTSa
demi sumber energi listrik baru yang ramah lingkungan.
Saran berikutnya adalah pemerintah harus bisa melindungi dan mendukung para
pengelola, pengembang, dan investor PLTSa. Perlindungan ini berguna agar tidak terjadi
penyelewangan-penyelewengan dalam tahap pengembangan PLTSa, serta pemberian dukungan
agar pengembangan dan pembangunan PLTSa dapat berjalan dengan lancar sesuai prosedur dan
tanpa hambatan.
4.2.2 Saran untuk Masyarakat Kota Jakarta
Masyarakat Kota Jakarta harus bisa mendukung Pemprov DKI dalam mensukseskan
program PLTSa sebagai sumber energi listrik baru yang ramah lingkungan, yang nantinya juga
akan menguntungkan masyarakat karena listriknya bisa digunakan untuk keperluan rumah
tangga, dan keperluan lainnya yang membutuhkan energy listrik.
19
Masyarakat juga harus membantu dengan mengumpulkan sampah secara teratur dan tidak
membuangnya sembarangan, agar nanti dapat digunakan pada PLTSa. Persepsi masyarakat
terhadap sampah pun harus dirubah, dan disadarkan, karena sampah yang dibuang sembarangan
bisa digunakan untuk PLTSa.
20
Daftar Pustaka
Herry Suhendra. “Sampah di DKI Jakarta 6.000 Ton Sehari.” Bisnis.com 29 September 2011. 28
Oktober 2012 <http://m.bisnis.com/articles/sampah-di-dki-jakarta-6-dot-000-ton-sehari>.
Hilman, Masnellyarti. Pendidikan Lingkungan Bagi Pendidik Usia Dini Pengelolaan Sampah.
Kementerian Lingkungan Hidup, 2005.
Tabloid Jakarta Press Edisi 02. “Sampah Bukan Maslaah Sepele” Inilah.com 16 Mei 2012. 28
Oktober 2012 <http://m.inilah.com/read/detail/1861843/sampah-bukan-masalah-sepele>.
Chapter II. Universitas Sumatera Utara, 2012.
<http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30773/4/Chapter%20II.pdf>.
Patrick Power Library. Saint Mary’s University. 28 Oktober. 2012.
<http://www.smu.ca/administration/library/litrev.html>.
Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia. Cara merubah Sampah Menjadi Energi
Listrik. Juni 2010.28 Oktober 2012 <http://www.ristek.go.id/?module=News
%20News&id=6084>.
Nur Syafei. “Pembangkit Listrik Tenaga Sampah ala Bambang Sudarmanta.” Okezone 26 Juni
2012. 28 Oktober 2012 <http://techno.okezone.com/read/2012/06/26/363/653765/pembangkit-
listrik-tenaga-sampah-ala-bambang-sudarmanta>.
Alpensteel Kumpulan Artikel. Alpensteel. 28 Oktober. 2012.
<http://www.alpensteel.com/article/56-110-energi-sampah--pltsa/2594--pltsa-pembangkit-listrik-
tenaga-sampah.html>.
Anwar. “Sampah Organik dan Anorganik.” Belantara 17 Mei 2012. 28 Oktober 2012
<http://www.buletinbelantara.com/2012/05/sampah-organik-dan-anorganik.html>.
21
Shvoong The Global Source for Summaries & Reviews.2012. Shvoong.com. 28 Oktober. 2012
http://id.shvoong.com/exact-sciences/engineering/2286288-pengertian-energi-listrik/
Nurseffi Dwi Wahyuni. “Pertamina Bangun Pembangkit Tenaga Sampah US$ 180 Juta.”
Indonesia Finance Today 24 Oktober 2012. 28 Oktober 2012
<http://www.indonesiafinancetoday.com/read/35435/Pertamina-Bangun-Pembangkit-Tenaga-
Sampah-US-180-Juta>.
Koran Jakarta. “Pertamina Bangun Pembangkit Rp 1,7 Triliun.” Koran Jakarta 24 Oktober 2012.
28 Oktober 2012 <http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/103893>.
Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi. TPST Bantargebang Hasilkan Listrik 10,5 Mw.
Maret 2011.28 Oktober 2012 <http://infopublik.kominfo.go.id/index.php?
page=news&newsid=410>.
Didik Purwanto. “Pertamina Kembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah.” Kompas 23
Oktober 2012. 28 Oktober 2012
<http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/10/23/13284313/Pertamina.Kembangkan.Pemban
gkit.Listrik.Tenaga.Sampah>.
Evy Rachmawati. “Dari Sampah Menjadi Listrik.” Kompas 22 Maret 2012. 28 Oktober 2012
<http://internasional.kompas.com/read/2012/03/22/05204510/Dari.Sampah.Menjadi.Listrik>.
Kisworo. “Analisis Kebutuhan Peralatan Angkut Berdasarkan Timbulan Sampah Di Kelurahan
Bejen Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar.” (2010): 9-10.
22