sang santri - blog.iain-tulungagung.ac.id
TRANSCRIPT
Angkatan Madin IAIN Tulungagung
2018
Sang Santri Perjalanan meraih barakah kyai
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
2
Judul Naskah
Penulis: Angkatan Madin IAIN Tulungagung
2018
Editor: Siti Khoirotu; Ula, M.H.I
Tata Letak: Nama Layouter
Sampul: Pembuat Cover
Diterbitkan Oleh:
Guepedia
The First On-Publisher in Indonesia
E-mail: [email protected]
Fb. Guepedia
Twitter. @guepedia
Website: www.guepedia.com
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
All right reserved
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
3
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke Hadirat Allah swt. yang telah
melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua sehingga
sampai saat ini kita terus diberikan kesempatan untuk
menuntut ilmu dan mendalami pengetahuan untuk
melihat keagungan-Nya. Shalawat dan salam semoga
tetap terlimpahkan kepada Rasulullah saw. pembimbing
kita dan yang mengarahkan kita menuju jalan Tuhan.
Setelah membaca karya teman-teman mahasantri
ini, tidak ada kata yang lebih pantas untuk saya
ucapkan selain kata selamat dan apresiasi positif atas
usaha teman-teman mahasantri untuk menuliskan buah
karyanya. Beberapa karya di sini ada yang berbentuk
cerpen, opini, kisah pribadi juga essay. Semuanya
berkaitan dengan dunia persantrian serta transisi
seorang santri menjadi mahasantri yang juga sekaligus
menjadi seorang mahasiswa yang menempuh di
Perguruan Tinggi Keagamaan Islam.
Kumpulan tulisan yang ditulis oleh teman-teman
mahasiswa Ma’had al-Jamiah IAIN Tulungagung ini
menyuguhkan beragam perspektif terkait dunia santri.
Mulai dari hal-hal yang serius menyangkut proses
thalabul ilmi, aspek barokah, khidmah guru dan kyai,
sampai hal-hal konyol seperti antri mandi, tidur saat
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
4
pelajaran, di-ta’zir karena melanggar dan sebagainya.
Semua itu tidak lain adalah gambaran umum mengenai
dunia santri yang diharapkan akan menjadi generasi
yang kokoh spiritual ( karena melewati beberapa
tempaan wirid dan riyadhoh yang lain ), mapan
intelektual ( setelah menempuh perjalanan panjang
dalam menuntut ilmu ), serta kuat perekonomian untuk
menjadi generasi yang unggul dan bermartabat.
Bagaimanapun sulitnya menuntut ilmu, ini
adalah proses yang perlu dijalani agar para santri yang
bermetamorfosis menjadi mahasantri sekaligus
mahasiswa itu mampu menjadi orang yang bermanfaat,
progressif dan tetap santun bermasyarakat. Tentu saja
ini bukanlah satu-satunya karya mereka. Boleh jadi ini
adalah awal menuju tangga berikutnya untuk
mewujudkan cita-cita teman-teman mahasantri untuk
menjadi orang yang bermanfaat melalui jihad literasinya.
Semoga karya ini bermanfaat bagi para penulis
khususnya, dan bagi pembaca pada umumya.
Pengantar Editor
Siti Khoirotul Ula, M.H.I
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
5
Sekapur Sirih
Santri Menulis
Mahasiswa IAIN Tulungagung, terutama mulai
angkatan masuk tahun 2017, bisa dibilang mahasiswa
plus. Plus karena mereka tidak hanya menempuh
perkuliahan formal di kelas dengan mengikuti banyak
mata kuliah hasil rancangan Program Studi pilihan
mereka. Selain kuliah, mereka juga mengaji. Ya, mengaji
layaknya di pesantren. Yaitu mengaji pagi, mulai pukul
07.00 sampai jam 08.40 mulai Senin sampai Kamis tiap
minggunya selama dua semester pertama.
Belum lagi sejumlah mahasiswa putri yang
tinggal di Ma'had al-Jami'ah. Selain mengaji pagi di
kampus, mereka juga mengaji di pondok (Ma'had)
layaknya di pondok salaf. Pada tataran ini, IAIN
Tulungagung dapat dikatakan sudah menemukan
formula yang tepat untuk memenuhi tuntutan integrasi
ilmu. Yakni dengan membentuk karakter santri pada
setiap mahasiswa, terlepas Program Studi apapun yang
diambil oleh mahasiswa.
Kenyataan bahwa mereka itu adalah "mahasiswa
plus", mendorong beberapa dari mereka untuk
mengekpresikannya dalam bentuk tulisan. Rupanya
mereka sadar bahwa dinamika, lika-liku dan perjalanan
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
6
menjadi mahasiswa plus santri melahirkan kenangan
berharga yang sayang kalau hanya dipatri dalam
ingatan. Maka, mereka pun coba melanggengkan
kenangan berharga itu dalam huruf-huruf perekam jejak
masa lalu sehingga dapat "diputar-ulang" di kala
senggang. Kenangan di rongga-rongga ingatan rentan
"kepunahan", sedang gurat-gurat tulisan, terlebih jika
direkam secara digital, memiliki ketahanan yang lebih
kuat terhadap kepunahan. Tulisan, dari dulu, disepakati
antara lain berfungsi mengikat memori.
Lebih dari itu, tulisan jika kemudian dibukukan,
dapat ditunjuk oleh penulisnya sebagai sebuah karya.
Sesederhana apa pun karya itu. Kelak-nanti, dengan
"bangga" sang penulis dapat berkata seraya menunjuk
sebuah buku, "Ini karyaku!"
Buku yang sedang Anda pegang ini berisi 27
tulisan dari 26 mahasiswa angkatan masuk 2018 yang
lulus dari Program Madin (Mengaji Pagi) pada tahun
2019. Saya, baik sebagai pribadi maupun sebagai Wakil
Rektor Bidang Kemahasiswaan IAIN Tulungagung ,
sangat senang dengan terbitnya buku ini. Sama sekali
saya tidak tertarik menilai atau pun mengkritik kualitas
tulisan mereka, baik dari segi isi maupun teknis
penyajian. Rasa senang dan bahagia saya atas inisiatif
mereka membukukan tulisan mereka, mengalahkan
hasrat untuk menilai atau pun mengkritiknya.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
7
Lagi pula, buku ini bukan karya akademik yang
sedemikian rupa harus tunduk pada kaidah-kaidah
ilmiah yang semestinya. Ini, seperti telah saya singgung,
adalah upaya mereka untuk memelihara "kenangan"
menjadi mahasiswa plus santri dalam huruf-huruf
tulisan agar bertahan lebih lama dalam lembar-lembar
kehidupan mereka ke depannya. Namun demikian,
sebagai sebuah "karya literasi", buku ini tetap berhak
atas pujian. Terlebih, IAIN Tulungagung, selain
menahbiskan diri sebagai Kampus Dakwah dan
Peradaban, juga punya catatan bagus dalam bidang
literasi.
Selamat, wahai anak-anakku, atas terbitnya
buku yang membanggakan ini. Besar harapan, akan
terbit pula buku-buku lainnya yang diinisiasi oleh
mahasiswa dengan berbagai latar belakang dan
kecenderungannya.
Tulungagung, 29 Februari 2020
Wakil Rektor III IAIN Tulungagung
Dr. Abad Badruzzaman, Lc, M.Ag
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
8
Pengantar Kabid Madin IAIN Tulungagung
Alhamdulillah segala puji bagi Allah Swt. atas
segala nikmat dan karunia-Nya penulisan buku karya
mahasiswa peserta Madin Angkatan 2, Ma’had al-
Jami’ah IAIN Tulungagung bisa terselesaikan dengan
baik.
Shalawat salam semoga terlimpahkan atas
junjungan kita Nabi Muhammad Saw. Sang reformis
terbesar sepanjang sejarah. Semoga kita termasuk
orang-orang yang mendapatkan syafaatnya kelak di hari
kiamat.
Buku ini merupakan buah karya mahasiswa
peserta Madin Angkatan 2, yakni mereka yang masuk di
IAIN Tulungagung pada tahun ajaran 2018-2019.
Antusiasme teman-teman mahasiswa untuk
mengabadikan perjalanan mereka selama ‘nyantri’ patut
diapresiasi dan diacungi ‘jempol’. Dunia literasi menjadi
sangat penting dalam dunia akademik, karena karya
yang diabadikan dalam bentuk tulisan boleh jadi akan
dikenal luas, bahkan menembus ruang dan waktu
dimana para penulisnya sudah tidak lagi hidup di dunia.
Karya sederhana ini berisi tentang lika-liku
perjalanan para mahasantri di dalam mengarungi
kehidupan sebagai ‘santri’. Banyak cerita yang bisa
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
9
dikenang, dijadikan sebagai pelajaran, diambil
hikmahnya untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Membaca buku ini, seolah para pembaca diajak
untuk berselancar mengarungi dunia ‘santri’ yang penuh
dengan pahit manis dan getirnya kehidupan. Mulai
keharusan untuk senantiasa menjaga semangat ‘ngaji’
yang cenderung ‘membosankan’ bagi sebagian orang,
ta’zir saat melanggar larangan dan tetap menjaga sikap
tawadlu’ dan ta’dzim kepada para asatidz selaku
murabbi.
Semoga kehadiran buku sederhana ini, menjadi
penyemangat bagi seluruh santri untuk semakin
mengasah diri dalam kebaikan, menumbuhkan sikap
tawadlu’ dalam kehidupan dan selalu berpegang pada
tali agama Allah yang haq. Akhirnya saya ucapkan
selamat kepada seluruh mahasantri yang telah
menyelesaikan pembelajaran madin dan semoga
kesuksesan dan barakah manfaatnya ilmu selalu
menyertai kita semua. Aamiin.
Tulungagung, 19 Februari 2019
Kabid Madin Ma’had al-Jami’ah
Muhamad Fatoni, M.Pd.I
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
10
Sambutan Mudir Ma’had al-Jami’ah IAIN Tulungagung
Alhamdulillahirabbil’alamin segala puji bagi Allah
Swt. yang telah melimpahkan nikmat, taufiq, hidayah
dan karunia-Nya kepada kita semua, sehingga kita bisa
menjalani aktifitas sehari-hari dengan lancar. Semoga
menjadi amal yang berkah dan bermanfaat bagi
kehidupan kita di dunia terlebih di akhirat. Aamiin
Shalawat serta salam semoga senantiasa
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw. yang
menjadi teladan bagi kita bersama, serta penyelamat
bagi umat manusia dari gelapnya jahiliyah menuju
cahaya terang melalui syariat yang dibawanya.
Apresiasi sebesar-besarnya saya sampaikan
kepada seluruh mahasantri madin angkatan 2018 yang
dengan kegigihannya telah menyelesaikan proses
pembelajaran madin dengan sebaik-baiknya. Semoga
mendapat ilmu yang bermanfaat di dunia dan akhirat.
Aamiin
Selain itu, apresiasi setinggi-tingginya juga saya
sampaikan pada mahasantri yang telah menulis karya
yang luar biasa berbasis pada pengalaman selama
menjadi santri dengan judul “Sang Santri”. Karya ini
memiliki nilai dan arti penting utamanya bagi dunia
kepesantrenan yang sebelumnya “dianggap” sebagai
kelompok tradisional yang jauh dari perkembangan
zaman, dan kemajuan peradaban.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
11
Mahasantri mahad dalam hal ini, Ma’had al-
Jami’ah setidaknya telah membuka terobosan baru bagi
dunia santri agar tidak sekedar akrab dengan hafalan
bait nadzam (lalaran) dan lancar membaca kitab turats.
Akan tetapi mereka juga mampu memberikan kontribusi
positif dalam bentuk karya tulis yang bisa dinikmati,
dimanfaatkan oleh mereka yang menelaah dan
membacanya, tidak hanya di masanya bahkan
melampaui zamannya.
Menulis menjadi tradisi penting yang dengannya
para penulis tetap dikenal meski tubuhnya telah berada
di dalam tanah. Begitulah kira-kira apa yang
disampaikan oleh Syaikh al-Zarnuji dalam kitabnya,
Ta’lim al-Muta’allim dengan mengatakan, “Orang-orang
alim tetap hidup mesti jasadnya berada di dalam tanah,
sementara orang-orang bodoh, mereka mati sebelum
kematiannya.”
Sekali lagi saya memberikan apresiasi setinggi-
tingginya kepada mahasantri yang terlibat dalam
penulisan buku ini. Semoga buku ini menjadi “inspirasi”
bagi sesiapa saja yang membacanya serta bermanfaat
bagi semua orang.
Akhirnya saya mengucapkan selamat menikmati
goresan tinta para mahasantri madin ma’had al-jami’ah
IAIN Tulungagung.
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
12
Mudir Ma’had al-Jami’ah
Dr. KH. Teguh, M.Ag.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
13
Daftar Isi
Kata Pengantar ....................................................... 1
Daftar Isi ................................................................ 13
All About Santri
Sang Pencari Barokah ............................................ 16
This Is Santri .............................................................. 21
History Memorable of Santri ....................................... 29
Reklamasi Ukhuwah dalam Peradaban Santri ......... 36
Santri dan Peradaban ............................................. 43
Santri Is Agent of Change ........................................... 49
Reformasi Rivalitas Santri ....................................... 55
Bagaimana Hubungan Mainset Seseorang dan
Lingkungan Terhadap Akhlak? ............................... 61
Bersyukur Menambah Barokah .............................. 66
Lika Liku Perjuangan Santri di Pesantren ............... 74
Aktivis Mahasiswa Saja Tidak Cukup ...................... 80
Ilmu Tak Hanya dari Akademik ............................... 89
Mahasiswa Bukan Makhluk Hedonis ...................... 94
Dibalik Makna Iqra’ ................................................... 100
Cintai Lingkungan .................................................. 106
Teknologi Yes, Hoax No, Prestasi Oke ....................... 110
Toreh Liku Seorang Santri
Tiada Arti Tanpa Kesabaran .................................... 118
Tholabul 'ilmi .............................................................. 128
Ambisius Untuk Berambisi Atau Ambisius Untuk Tak
Berambisi? ............................................................. 135
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
14
Rasa Cita dan Hafalanku ........................................ 151
Mereka yang Tak Terlihat Ikut Bersholawat ............. 158
Eksistensi Pesantren .............................................. 167
Karir ...................................................................... 177
Langkah untuk Bapak ............................................ 189
Kejora Di Langit Pesantren ..................................... 194
Metamorfosaku Secara Perlahan ............................ 201
Di Pondok Abah ..................................................... 211
Biodata Penulis ................................................... 217
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
15
ALL ABOUT
SANTRI
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
16
Sang Pencari Barokah
Oleh: Abdul Rovi’i
Pondok pesantren adalah tempat yang biasanya
digunakan untuk belajar ilmu agama, seperti ilmu fikih,
ilmu nahwu, shorof serta diajarkan membaca al-Qur’an.
Tak hanya itu, di pesantren juga ditekankan bagaimana
adab seseorang yang mencari ilmu terhadap orang yang
mengajarkan ilmu. Sehingga, setiap santri yang ada di
pesantren selalu memakai adab ketika bertemu ustadz
ataupun kyainya. Seorang santri juga diajarkan cara
bertutur kata dengan baik. Sehingga ketika berada di
lingkungan masyarakat, seorang santri akan memiliki
nilai lebih karena adab ataupun tutur kata yang telah
diajarkan di pesantren tersebut.
Di pesantren, santri juga dikenalkan dengan
barokah. Barokah adalah tambahnya suatu kebaikan
dari seseorang tersebut. Seorang santri yang
mendapatkan suatu barokah maka akan bertambahlah
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
17
kebaikan-kebaikan yang ada di dalam dirinya. Barokah
adalah suatu hal yang dianggap ghoib karena tidak
berwujud tetapi dapat dirasakan ketika mendapatkan
barokah tersebut bagi yang mempercayai akan barokah
tersebut. Biasanya, santri yang mempercayai adanya
barokah, dia akan senantiasa melakukan hal-hal yang
sekiranya dapat mempengaruhi datangnya barokah
tersebut seperti halnya takdzim terhadap ustadz
ataupun kyai, memuliakan tempat belajar, memuliakan
kitab yang diajarkan. Hal-hal tersebutlah yang dapat
mempengaruhi datangnya barokah, maka tidak heran
jika di pesantren, ketika ada kyai ataupun ustadznya
lewat maka santri akan menundukkan kepalanya. Ada
juga seorang santri yang rela dorong-dorongan dengan
teman-temannya hanya untuk ingin menatakan sandal
yang dipakai oleh kyainya. Bahkan seorang santri rela
berebut minum dengan temannya sisa dari sang ustadz.
Sayyidina Ali ra. berkata : ‘’ Saya adalah hamba
sahayanya orang yang telah mengajariku satu huruf.
Terserah padanya, saya mau dijual, dimerdekakan
ataupun dijadikan budak.’’ Begitu agungnya ilmu,
sampai Sayyidina Ali bekata seperti itu, lalu bagaimana
dengan kita?
Pasti dalam kehidupan pesantren terdapat
sesuatu yang sekiranya dianggap mistis. Seperti halnya
seorang santri yang dulunya ketika mondok di pondok
pesantren sulit untuk memahami pelajaran yang ada di
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
18
pesantren tersebut. Tetapi, ketika dia pulang, dia
menjadi seorang kyai besar. Ada juga seorang santri yang
dulunya di pondok pesantrennya nakal, tetapi ketika
pulang dan terjun di lingkungan masyarakat menjadi
orang yang sangat alim. Hal-hal tersebutlah yang
mungkin dianggap mistis bagi orang yang tidak
mempercayai adanya barokah. Barokah datang ketika
orang tersebut mempercayainya, begitu juga sebaliknya.
Barokah akan hilang jika orang tersebut tidak
memperdulikannya. Maka dengan adanya hal tersebut,
seorang santri yang mengerti akan pentingnya barokah
dia akan selalu berjuang untuk mendapatkannya, walau
sesulit apapun itu.
Seorang yang ingin mendapatkan barokah dari
ilmu yang dipelajari juga harus memperhatikan
tatakrama dan sopan santun dalam menuntut ilmu.
Dalam keterangan kitab RISALATUL ADABIS SULUKIL
MURID dijelaskan bahwa : ketika engkau menghendaki
untuk bertanya dari guru kalian, maka janganlah kamu
mencegah dirimu untuk mengagungkan gurumu dan
bertatakrama terhadapnya. Bertanyalah sesekali, dua
kali dan tiga kali. Karena diam dari bertanya bukan
termasuk adab yang baik. Terkecuali jika gurumu
mengisyaratkan kamu untuk diam dan memerintahkan
kamu untuk tidak bertanya, maka wajib untuk
mematuhinya. Hendaknya, seorang murid ketika bertanya
kepada gurunya tidak memiliki tujuan selain mengambil
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
19
sebuah faidah. Dan hendaknya jauhi tujuan untuk
menguji dan menjajaki. Sebabnya dia akan terkena imbas
terhalang-halangi (barokah) dan merugi. Dengan
keterangan tersebutlah seorang santri tidak berani
untuk membantah seorang ustad ataupun kyainya yang
telah mengajarkan ilmunya, walaupun berbeda pendapat
dengan ustadnya, ataupun kyainya. Karena dengan
membantah apa yang menjadi ucapan beliau sama
halnya menghalangi barokah yang akan ia peroleh.
Santri juga harus patuh dengan apa yang
diperintahkan kyai ataupun ustadnya selagi perintah
tersebut tidak dilarang oleh agama. Imam Al-Ghozali
dalam kitab IHYA’ ULLUMUDDIN menjelaskan bahwa :
ketika seorang guru telah memberikan sebuah isyaroh
terhadap seorang murid dengan sebuah metode dalam
belajar, maka hendaknya sang murid mengikutinya dan
meninggalkan pendapat dari pemikirannya (murid), sebab
sesungguhnya kesalahan dari seseorang yang
memberikan jalan petunjuk untuk dirinya itu lebih akan
bermanfaat bagi sang murid dibanding kebenaran dari
dirinya sendiri. Kebanyakan seorang murid ketika guru
tersebut dalam perbuatan maupun tutur katanya tidak
sesuai dengan apa yang difikirkan seorang murid, murid
dalam hatinya seakan menjelek-jelekkan seorang
gurunya, padahal disisi lain guru tersebut telah memberi
manfaat ilmu yang lain kepada murid tersebut. Hal
tersebutlah yang dapat menimbulkan suatu
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
20
kemanfaatan daripada ilmu tersebut tidak muncul.
Walaupun sesalah apapun seorang guru, akan tetap
bermanfaat untuk seorang murid.
Pada dasarnya seorang yang menginginkan
barokah harus mengerti tentang etika, tata krama
ataupun adab yang baik terhadap seorang guru yang
telah mengajarkan ilmu kepada seorang murid. Sehingga
barokah akan muncul dan dapat dirasakan dengan
kemanfaatan ilmu yang dia peroleh dari seorang guru.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
21
This Is Santri
Oleh: Anita Miftahurrohmah Sulum
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
kata santri setidaknya mengandung dua makna. Makna
yang pertama yakni orang yang mendalami agama Islam,
dan makna yang kedua yakni orang yang beribadah
dengan sungguh-sungguh. Santri selama ini digunakan
untuk menyebut orang-orang yang sedang mendalami
agama Islam di pondok pesantren. Kata “pesantren”
diyakini oleh sebagian kalangan sebagai asal-usul
tercetusnya istilah “santri”. Nah, salah satu versi
mengenai asal-usul istilah “santri”, seperti dikutip dalam
buku Kebudayaan Islam di Jawa Timur: Kajian Beberapa
Unsur Budaya Masa Peralihan (2001) karya M. Habib
Mustopo, mengatakan bahwa kata santri berasal dari
bahasa Sansekerta. Menurut pendapat tersebut, istilah
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
22
santri diambil dari salah satu bahasa Sansekerta yakni
sastri yang artinya “melek huruf” atau “bisa membaca”.
Menurut pendapat Nurcholis Majid lewat buku
Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan (1999)
bahwa kata santri bisa pula berasal dari bahasa Jawa,
yakni cantrik yang bermakna “orang atau murid yang
selalu mengikuti gurunya”. Adapula yang mengaitkan
asal usul istilah santri dengan kata-kata dalam bahasa
Inggris, yakni sun (matahari) dan three (tiga), menjadi
tiga matahari. Dinukilkan dari tulisan Aris Adi Leksono
bertajuk “Revitalisasi Karakter Santri di Era Milenial”
dalam NU Online, maksud dari tiga matahari adalah tiga
keharusan yang harus dimiliki oleh seorang santri, yakni
Iman, Islam, dan Ihsan.
Berbeda dengan pendapat K.H Ma’ruf Amin yang
menegaskan bahwa sebutan santri bukan hanya
diperuntukkan bagi orang yang berada di pondok
pesantren saja. Namun, santri adalah orang-orang yang
meneladani para kiai. Santri adalah orang yang ikut kiai,
apakah dia belajar di pesantren atau tidak, tapi ikut
kegiatan kiai, manut kiai, itu dia dianggap santri
walaupun dia tidak tinggal di pesantren, namun dia ikut
perjuangan kiai. Ini adalah paparan dari K.H Ma’ruf
Amin. Interpretasi makna santri yang hampir serupa
juga dipaparkan oleh ketua Umum PBNU, K.H Said Aqil
Siroj. Menurut beliau, santri adalah orang yang
menerima ajaran-ajaran Islam dari para kiai. Para kiai
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
23
itu belajar Islam dari guru-guru beliau yang sanadnya
terhubung sampai Nabi Muhammad saw. Sedangkan
menurut Menteri Agama RI 2014-2019 Lukman Hakim
Saifuddin, santri juga memuat makna sebagai duta
perdamaian. Santri adalah pribadi yang mendalami
agama Islam yang berasal dari kata salam yakni
kedamaian.
Santri Kalong
Apakah kalian tahu apa itu santri kalong? Ya...
saya kira jawaban kalian pasti langsung mengalir., hehe.
Santri kalong adalah sebutan bagi santri yang tidak
tinggal dan hidup di pondok pesantren, namun
mengikuti kegiatan belajar dan mengaji di pondok
pesantren. Ya, ini yang saya alami, saya menjadi santri
kalong di Pondok Pesantren Al- Anwar, Paculgowang,
Jombang. Saya tidak tinggal di pesantren karena rumah
saya termasuk dekat dengan pesantren. Al-Anwar sudah
saya anggap sebagai tempat kembali saya, rumah kedua
bagi saya. Meski menjadi santri kalong, namun saya
tetap mendapatkan ilmu-ilmu yang santri biasa
dapatkan. Saya sama-sama dicetak untuk menjadi
manusia yang bermanfaat untuk manusia yang lain.
Menjadi manusia yang memanusiakan manusia. Menjadi
manusia yang dewasa berfikir dan bersikap. Menjadi
manusia yang mempunyai mental baja dan menjadi
manusia yang sebenarnya. Sebagai santri, kita ibarat
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
24
beton yang basah yang mana bentuknya nanti akan
mengikuti bentuk cetakannya. Pondok pesantren adalah
tempat yang mencetak kita. Semoga kita semua menjadi
santri yang diakui oleh kyai. Semoga bisa mendapatkan
barokah dari kyai kita. Semoga kelak di yaumil akhir
dapat masuk surga lantaran nggandol serban kyai.
Aamiin. Oh ya, di sini saya juga akan memaparkan
beberapa keunikan dari santri. Berdasarkan
pengalaman yang saya ketahui, yaitu:
Pertama, kebersamaan yang terlalu.
Kebersamaan di sini berkaitan dengan kata pemurah.
Pemurah meminjamkan barang. Pemurah berbagi
dengan sesama. Sampai ada fakta unik yang terjadi tiap
hari yakni makan bareng, ngopi bareng. Ya, sangking
memiliki rasa kebersamaan hingga terkadang sepiring
nasi untuk tiga anak. Biasanya untuk para santri putra,
sangking memiliki rasa kebersamaan terkadang segelas
kopi untuk lima anak, hehehe. Begitu juga terkadang
sesama santri berbagi sabun cuci, sandal, dan uang.
Saat ada santri yang belum mendapat kiriman dan
uangnya habis, santri lain biasanya meminjami
temannya uang untuk makan. Begitu indah bukan
kebersamaan yang dimiliki santri. Karena prinsip mereka
adalah “Kebahagiaan selalu ada dalam kebersamaan”.
Kedua, berhenti dan menunduk saat guru
lewat. Hal ini bisa langsung diamati bila anda masuk di
lingkungan pesantren. Ketika ada kiai/guru lewat, santri
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
25
seketika itu akan menghentikan langkahnya dan
menundukkan kepalanya bila ia sedang berjalan. Hal ini
sebagai tanda ketawadhu’an santri terhadap gurunya.
Hal ini tentu bukan tidak berdasar, justru inilah yang
sesuai dalam kitab Ta’lim Muta’alim karya Syeikh Az-
Zarnuji.
Ketiga, membalikkan sandal guru. Setiap santri
apabila menemui sandal guru, baik di depan kantor, di
depan ndalem, di depan kelas, di depan masjid, secara
langsung santri yang menyaksikan itu akan
membalikkan sandal agar guru lebih mudah saat akan
kembali memakai sandalnya. Hal ini juga biasanya
dilakukan terhadap tamu.
Keempat, meminum air kran. Bagi beberapa
orang, tentu meminum air kran adalah hal yang
dianggap tidak sehat. Lain halnya dengan pandangan
santri, dari manapun ia berasal, ia tidak akan bisa
memungkiri nikmatnya meminum air kran, segarnya
serasa meminum sprite. hehe. Meminum air kran
termasuk salah satu cara santri untuk bertirakat dan
menurut para santri di dalam air kran telah mengalir
barokah do’a dari kiai.
Kelima, sarungan itu ngetrend. Di kalangan
santri, sarung merupakan pakaian yang wajib yang
selalu dipakai kapanpun. Sarungan tidak hanya untuk
santri putra, namun di kalangan santri putri sarungan
juga ngetrend. Sarung menunjukkan jati diri seseorang,
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
26
khususnya seorang santri. Tradisi sarungan bahkan
sudah dilakukan sejak zaman penjajahan Belanda
sebagai simbol perlawanan terhadap budaya Barat. Masa
itu, kalangan santri menjadi satu yang turut berjuang
merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Mereka selalu konsisten menggunakan sarung sebagai
identitas diri. Sarung itu praktis dipakai, sarung itu siap
sedia “kulla waktin wa makanin”. Oleh karena itu,
“cintailah sarungmu jangan sia-siakan dia”1. Hehe. Nah,
sudah jelas, kan? Bahwa sarungan itu keren. Oleh
karena itu mulai dari sekarang mari kita cintai budaya
kita. Cintai budaya santri “sarungan” dimana dan kapan
saja, oke. Salam santri! “Ayo sarungan! Sarungan itu
nge-trend”.
Keenam, berebut minum sisa kyai/guru. Ketika
kegiatan mengaji selesai, biasanya para santri langsung
berebut sisa minum dari kyai/gurunya. Karena para
santri meyakini bahwa sisa minum dari kyai/guru
mengandung barokah. Tetapi para santri biasanya tidak
berani langsung meminum dari cangkir/gelas gurunya,
melainkan mereka akan membawa wadah kecil untuk
mewadahi air minum tersebut. Karena jika langsung
meminumnya dari gelas yang sama itu artinya santri dan
kyai/guru berkedudukan sama, padahal kedudukan
kyai/guru lebih tinggi dari santri. Oleh karena itu,
1 Khoirur Roziqin, Sarungan itu Ngetrend, (Jombang : MISAL, Media Inspirasi Santri Al-Anwar), h. 29.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
27
sebagai bukti akhlak dan ketawadhu’an santri terhadap
kyai/guru, mereka meminum dengan wadah yang
berbeda.
Ketujuh, berjalan mundur di hadapan guru. Di
dalam lingkungan pesantren kita sering menjumpai
bahwa para santri berjalan mundur ketika di hadapan
guru. Baik itu setelah menemui guru ataupun setelah
memberikan unjukan (minuman) kepada guru ketika
kegiatan mengaji. Tidak hanya berjalan mundur saja,
namun banyak pula dijumpai santri yang berjalan
ndengkul (berjalan menggunakan lutut) dengan posisi
berjalan mundur saat setelah menemui guru. Biasanya
juga banyak dijumpai ketika santri memasuki area
ndalem. Ini adalah salah satu akhlak santri, bentuk
ketawadhu’an santri terhadap guru.
Kedelapan, sabar mengantri. Budaya santri
adalah mengantri, di pesantren hidup itu serba
berjama’ah. Sholat berjama’ah, makan berjama’ah, ehhh
tapi kalau mandi tidak berjama’ah yaa! Hehe, kalau
mandi tetap individu. Para santri perlu mengantri untuk
mendapatkan giliran mandi. Dalam hal ini dibutuhkan
kesadaran dan kesabaran ya. Santri yang memakai
kamar mandi lebih dulu harus sadar kalau di luar santri
lain mengantri panjang. Bagi santri yang mengantri
harus sabar dalam menunggu antrian. Jangan sampai
terjadi ketidakadilan dalam mengantri yaa, hehe.
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
28
Kesembilan, takziran. Hukuman di kalangan
santri terkenal dengan sebutan takziran. Berkaitan
dengan peraturan, sudah pasti ada sebuah hukuman
bagi santri yang melanggar peraturan. Pada umumnya,
tingkat hukuman di pesantren itu ada 3. Yaitu ringan,
sedang, dan berat. Hukuman diberikan dengan meninjau
pelanggaran apakah yang dilakukan, karena pelanggaran
juga dikategorikan ringan, sedang, dan berat. Takziran
ini contohnya adalah memakai kerudung takziran
(dengan warna mencolok), membaca surat at- Taubah di
hari jum’at, membersihkan kamar mandi guru, dan yang
berat biasanya diterima santri putra yakni gundulan.
Rendah diri santri dihadapan guru adalah kemuliaan.
Ketundukan santri kepada guru adalah kebanggaan.
Tawadhu’ santri kepada guru adalah keluhuran.
-K.H Hasyim Asy’ari-
SANTRI
Bukan yang mondok saja
Tapi siapa pun yang berakhlak seperti
Santri, dialah
SANTRI
-K.H Mustofa Bisri-
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
29
History Memorable of Santri
Oleh: Muhammad Ibnu Idris
Sering kita ketahui mengenai istilah pesantren,
pesantren pada dasarnya adalah lembaga pendidikan
yang secara khusus terfokus pada bidang keagamaan,
sama halnya dengan lembaga pendidikan formal pada
umumnya. Namun pesantren mempunyai cara
tersendiri atau metode dalam pengajaran-pengajaran
pendidikan dalam hal keagamaan, antara lain adalah
program madrasah diniah. Yaitu program pembelajaran
yang mengajarkan kitab-kitab klasik (kitab kuning), ilmu
alat seperti nahwu-shorof, ilmu fiqih dan juga ilmu
hadist. Istilah kata santri ini bermuncul dari lingkungan
pondok pesantren. Santri adalah orang yang belajar di
pondok pesantren dan mukim di pondok. Pondok
pesantren sendiri dikelola oleh seorang kiai. Beliau
adalah orang yang alim dan berilmu. Beliau juga
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
30
berperan sebagai pengasuh dalam mengelola kehidupan
di pesantren kiai dibantu oleh pengurus. Karakter dari
pondok pesantren adalah letak pendidikan terhadap
santri dalam pengembangan karakter yang beragama
dan berintelektual. Seiring berkembangnya waktu,
pesantren saat ini juga berperan sebagai suatu wadah
pegembangan karakter bagi pemuda yang haus akan
ilmu. Pada pembahasan kali ini, saya akan menuliskan
tentang cerita santri yang memorable di pondok
pesantren. Cerita yang menyimpan beribu kenangan
ketika masih belajar di pondok pesantren. Banyak cerita
yang dialami setiap santri, bahkan cerita seperti itu
menjadikan sebuah cerita-cerita manis dalam
perjalanannya mencari ilmu di pondok pesantren
berikut adalah ceritanya :
Tidur Di Kelas Sekolah Formal
Seiring dengan kebutuhan zaman pendidikan
pesantren saat ini mengalami perkembangan, dengan
adanya lembaga sekolah formal yang berpadu ke dalam
lembaga pesantren, istilah saat ini adalah “ngaji karo
sekolah”. Akibatnya, kelas di sekolah formal dijadikan
kamar oleh para santri dan juga menjadi ciri tersendiri
jika ada siswa yang tidur di kelas selalu ditanya oleh
gurunya tadi malam tidur jam berapa? Sebuah
pertanyaan yang sering terdengar. Kebiasaan seperti ini
memang sudah tidak terelakkan karena jam kegiatan di
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
31
pondok pesantren sendiri juga sampai larut malam di
mana tempat yang sekiranya nyaman maka dibuat
tempat tidur. Tapi sebetulnya semua itu kembali kepada
bagaimana seorang santri membagi waktunya masing-
masing. Asumsi mengenai pekerjaan santri itu tidur,
terkadang juga salah karena bukan tidur sebetulnya
hanya rasa malas saja yang berlebihan.
Bantal Dari Gulungan Baju-Baju Kotor
Mencuci adalah kegiatan santri selain mengaji.
Kemandirian yang ditanamkan pada diri santri dari
bagaimana merawat dirinya sendiri menyiapkan segala
kebutuhannya sendiri. Tapi, jika ada seorang santri
yang pakaiannya dilaundry menurut saya santri itu
tergolong ke dalam santri yang terlalu malas. Cerita
seperti ini jika tidak di pondok pesantren maka tidak
ada. Karena tempat mencuci di pondok biasanya ramai.
Selain itu juga banyaknya santri. Dalam menangani hal
seperti ini, santri yang tidak membawa timba alhasil
mempunyai cara unik yaitu membuat bantalan baju-baju
kotor ke dalam sarung. Bantalan baju kotor tadi
digunakan sebagai bantal tidur sembari menunggu
waktu mencucinya tiba.
Terkena Penyakit Kulit
“ kalau di pondok pesantren kok belum terkena
penyakit gatal-gatal berarti mondoknya kurang lama”
begitu kata seorang kiai di pondok pesantren. Ada
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
32
sedikit cerita lucu, dulu ketika masih duduk di bangku
Sekolah Menengah Pertama, ada teman dari pondok
pesantren yang kerjaannya membawa salep di sekolah.
Ketika jam pelajaran sekolah, kegiatan jam belajar di
kelas sedang berlangsung dan guru pun sedang
menjelaskan, dia mengoleskan salep ke tangannya yang
gatal, alhasil gurupun menghampiri dan bertanya
kenapa tidak menulis ? Si santripun tersenyum sambil
berkata “Bentar, Bu. Saya masih mengobati tangan
saya yang gatal pakai salep.” Ada juga santri yang
terkena penyakit gatal sampai parah hingga tangannya
atau angota badan yang lain tidak bisa digerakkan. Ya
kalau tidak di pondok tidak ada lagi.
Mayoran
Mayoran berasal dari bahasa Jawa, yang
merupakan istilah kata lain dari makan bersama-sama.
Mayoran biasanya dilakukan ketika ada hajatan atau
syukuran di pondok pesantren. Wadah yang digunakan
berupa pelepah daun pisang, nampan, atau baki.
Nampan atau baki sendiri merupakan wadah yang
digunakan untuk menyajikan makanan atau minuman,
biasanya terbuat dari plastic atau logam. Adapun
bentuknya persegi ada juga yang bulat karena itulah
mayoran di pondok pesantren biasanya disebut dengan
nampanan atau tapsinan, makan bersama-sama dengan
satu nampan.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
33
Satu Kamar Mandi 4 Orang
Karena kuota kamar mandi yang sedikit dan
jumlah santri yang terlalu banyak kejadian ini sering
terjadi ketika pagi hari menjelang berangkat sekolah,
agar santri tidak terlambat berangkat sekolah mandi pun
dilakukan dengan cara bersama-sama. Tidak ada alasan
ketika di pondok pesantren itu ada istilah sendiri. Dari
makan tidur bahkan mandi saja bersama-sama kok gitu
masih bisa bilang sendiri benar-benar jika tidak di
pondok tidak akan terjadi.
Gundul/ Takziran
Hukuman yang dilakukan pengurus terhadap
santri yang melanggar peraturan di pondok pesantren
biasanya hukuman memotong rambut sampai gundul.
Ini dialami oleh santri yang melakukan pelanggaran
berat. Seperti keluar malam, merokok dan juga pacaran.
Hukuman seperti ini dilakukan oleh pengurus keamanan
tidak lebih untuk memberikan efek jera terhadap santri
agar tidak melakukan penggaran kembali.
Naksir Santri Putri
Wajar jika seorang santri menyukai seorang
santriwati, yang tidak wajar itu jika menyukai sejenis
dan yang tidak wajar itu jika rasa suka yang
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
34
diungkapkan karena masih belajar dan di pondok dan
ujung-ujungnya adalah hukuman akibat santri yang
pacaran alias ketahuan, maka muncullah sebuah tulisan
di pembatas atau sartir dalam istilah pesantren rasa
yang terhalang oleh dinding pesantren. Lucu ceritanya
ketika masih naksir di pondok pesantren itu kaya ketawa
tidak ada jedanya, malah-malah teman satu asrama
pada mengejek katanya lagi kasmaran kwkwk. Saling
tatap muka ketika mau mengaji, kalau udah kesampaian
mencari lokasi yang strategis biar dapat melihat doi-nya
mengaji senengnya minta ampun, senyum-senyum
sendiri sewaktu mengaji. Tapi harus hati-hati ketika
naksir masih nyantri nanti ketahuan dimarahi sama
pengurus dan ujung-ujungnya adalah pengguyuran,
kasihan, kan? Hehehe.
Ngliwet
Ngliwet adalah cara memasak nasi dengan cara
yang sederhana dengan cara mencampur beras dan air
putih atau dengan santan dalam satu wadah khusus.
Tempat tersebut biasanya disebut dengan dandang atau
ketel dalam istilah Jawa prinsip dari pada memasak
ngliwet adalah sama dengan rice cooker zaman modern
ini. Yang menjadi ciri khususnya adalah masih
menggunakan kayu sebagai alat pembakaran bukan
menggunakan kompor gas, dan tradisi ngliwet seperti ini
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
35
masih terus di lestarikan di sebagian pondok salaf
hingga saat ini.
Begitu indah cerita setiap santri menjadikan
sebuah pengalaman yang sangat berharga dalam
kehidupan kisah perjalanan tholabul ilmi, dijadikan
sebuah cerita bagi anak-anaknya agar kelak cerita yang
demikian dapat juga dirasakan oleh anak-anaknya dan
tidak ada alasan menjadi santri kapok atau cerita santri
yang berhenti di orang tuanya saja.
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
36
Reklamasi Ukhuwah dalam Peradaban Santri
Oleh: Muhammad Adnan Ilyas
Gelar santri tidak lepas dari rumah yang
dijadikan tempat tinggal yaitu pondok pesantren. Pondok
pesantren sebagai lembaga pendidikan dapat dijadikan
sebagai model pengembangan yang memberikan konsep-
konsep keagamaan dalam rangka meningkatkan
spiritualitas generasi muda. Sebagian besar aktifitas di
pondok pesantren adalah membangun kehidupan santri
yang mempunyai kekuatan iman dan kemampuan untuk
beramal soleh yang menjadikan perilaku santri lebih
baik. Pengembangan nilai-nilai perilaku dalam
pembentukan santri, sejalan dengan pengembangan
struktur nilai dasar keagamaan, sebagai pengaplikasian
untuk menunjukkan nilai tanggung jawab dan sosial. Di
dalam interaksi pesantren, tanggung jawab dan sosial
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
37
didasari oleh keagamaan yang terkandung dalam konsep
ukhuwah islamiah.
Ukuwah memiliki arti persaudaraan.
Persaudaraan yang dimaksud adalah persaudaraan
secara universal. Persaudaraan ini tidak memandang
apapun, baik itu antar manusia, hewan, tumbuhan
bahkan makhluk hidup yang lain. Untuk memberikan
makna yang lebih terperinci, M. Quraish Shihab
memberikan pengertian bahwa, ukhuwah berarti
persaudaraan yang menjadi tolak ukur adalah perhatian
dari setiap orang. Untuk merealisasikan ukhuwah ini
perlu mendalami pengertian dan selalu menanamkan
kepada pribadi masing-masing. Ukhuwah memiliki empat
macam menurut pengertian yang dijelaskan oleh M.
Quraish Shihab. Pertama, ukhuwah ubudiyyah. Kedua,
ukhuwah insaniyah. Ketiga, ukhuwah wathoniyah wa
nasab, dan Keempat, ukhuwah fi din al islam.
Santri adalah bentuk dari gelar yang disematkan
kepada seseorang yang mengabdi atau menuntut ilmu di
pondok pesantren. Santri juga bisa dikatakan sebagai
anak yang menuntut ilmu di pondok pesantren. Oleh
karena itu, dampak yang dihasilkan oleh santri dalam
mengamalkan ukhuwah masih banyak yang memerkecil
arti ukhuwah itu sendiri. Dalam kesempatan ini, ada
beberapa ukhuwah santri terhadap santri itu sendiri
ataupun kepada yang lain.
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
38
Dengan rincinya pembagian ukhuwah ini, santri
seharusnya bisa mencerminkan dalam kehidupan
sehari-hari. Saling menghargai, dan tidak menimbulkan
kerugian kepada orang lain adalah beberapa cara untuk
merealisasikan ukhuwah itu sendiri. Tetapi dengan
kenyataannya masih banyak santri yang saling
menuduh, mencaci bahkan memaki sesama santrinya
dan menghiraukan arti ukhuwah itu sendiri. Oleh
karena itu, penulis menjelaskan bahwa peradaban santri
era milenial semakin menghiraukan pengertian ukhuwah
yang sebenarnya.
Kata ukhuwah secara bahasa berasal dari bahasa
Arab yaitu akhun yang artinya saudara. Sedangkan
ukhuwah sendiri berarti persaudaraan, persaudaraan
disini bersifat universal baik suku, bangsa, budaya
bahkan agama. Sedangkan pengertian ukhuwah Secara
istilah adalah persaudaraan yang dilihat secara universal
baik itu berdeba suku, bangsa, budaya, adat istiadat,
bahkan agama persaudaraan masih bisa terjalin. M.
Quraish Shihab berpandangan bakwah ukhuwah berarti
“persaudaraan”, mengambil dari inti kata yang awalnya
berarti “memperhatikan”. Maka asal kata ini memberi
kesan bahwa, persaudaraan bisa terealisasikan dengan
adanya perhatian semua pihak yang berkaitan.
Al-Quran juga menjelaskan bahwa, setiap
mukmin adalah saudara yang diperintahkan Allah untuk
saling mengikrarkan perdamaian dan berbuat kebajikan
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
39
diantara satu dengan lainnya dalam rangka taat kepada-
Nya. Nabi Muhammad saw. berdakwah di Madinah
mengedepankan prinsip persaudaraan lebih tepatnya
mempersaudarakan. Karena di Madinah terdapat dua
kelompok besar yaitu, Muhajirin dan Anshor.
Salah satu hadits Nabi Muhammad saw.
mengenai ukhuwah dari sahabat Ibnu Umar yang artiya:
“Seorang Muslim bersaudara dengan Muslim lainnya. Dia
tidak menganiaya, tidak pula menyerahkannya (kepada
musuh). Barang siapa yang memenuhi pula
kebutuhannya. Barang siapa yang melapangkan dan
seorang Muslim suatu kesulitan, Allah akan melapangkan
pula kesulitan-kesulitan yang dihadapinya di hari
kemudian. Barang siapa yang menutup aib seorang
Muslim, Allah akan menutup aibnya di hari kemudian.”
Al- Quran sendiri sudah menjelaskan bahwa
landasan ukhuwah dijelaskan pada surah Ali-Imran ayat
103 yang artinya: “Dan berpeganglah kamu semua
kepada tali (Agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai
berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika
kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka
Allah memersatukan hatimu, lalu menjadikan kamu
karena nikmat Allah, oang-orang yang bersaudara dan
kamu telah berada ditepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayatnya kepadamu, agar kamu
mendapat petunjuk.”
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
40
Zaman yang sedikit melupakan arti ukhuwah, arti
persaudaraan yang sesungguhnya. Dalam hal ini penulis
menceritakan pengalaman pada saat menjadi santri yang
sesungguhnya di Pondok Pesantren Darul Ulum
Jombang. Saat ini banyak santri yang hanya
menganggap saudara sebatas saudara kandung saja,
bukan sebagai sesama manusia bahkan sesama umat
islam. Oleh karena itu, menarik penulis untuk
membahas hal ini yang menjadi pengingat bagi kita
selaku umat muslim yang senantiasa mengamalkan arti
ukhuwah itu sendiri.
Santri adalah cerminan anak muda yang
senantiasa menimba ilmunya di lingkungan pondok
pesantren. Menurut KH. Maemon Zubair arti dari santri
itu sendiri adalah setiap pemuda yang masih
mengamalkan mengaji, baik itu al-Quran ataupun kitab-
kitab yang santri itu pelajari. Dalam hal ini dapat kita
simpulkan bahwa, gelar santri akan melekat pada diri
seserang di saat orang itu masih mengamalkan kegiatan
mengaji.
Ukhuwah yang diamalkan oleh santri adalah
ukhuwah islamiyah, yang berarti persaudaraan antara
umat muslim. Seharusnya dengan adanya pengertian ini
santri lebih bisa mencerminkan kepada sesama umat
muslim lainnya, tidak memandang dari mana pondok
pesantrennya, ataupun aliran yang diikutinya bahkan
latar belakang apa yang mereka dapatkan. Tetapi
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
41
kenyataannya tidak sedikit santri yang menganggap
saudaranya sendiri hanya pada sudut pandang yang
sempit. Dalam hal ini hanya sebatas satu lingkungan
saja (pondok pesantren) dan memandang apa aliran yang
diikutinya bahkan latar belakang yang didapatkan.
Indonesia adalah negara yang sangat banyak
memiliki berbagai macam pondok pesantren, baik yang
terdata maupun yang belum terdata. Dengan banyaknya
pondok pesantren yang ada, santri harus bisa
memanfaatkan keadaan yang ada karena santri adalah
mercusuar bagi penerus bangsa, bagi nama baik bangsa
dan sebagai garda terdepan untuk membela negara
Indonesia. Dengan hal itu, persaudaraan santri harus
lebih kita gemparkan demi bisa menghargai pendapat
orang lain yang tidak sejalan dengan kita, dengan saling
menghargai bisa membuat apapun menjadi lebih mudah.
Mahasantri (mahasiswa) yang pemikirannya
semakin mendalam, yang harus bisa melakukan
tindakan sesuai konteks yang ada sehingga bisa
menjadikan cerminan bagi santri-santri pada
lingkungannya. Mahasiswa yang digemparkan akan
menjadi generasi perubahan, generasi yang bisa
meneruskan para pejuang bangsa baik itu ranah politik,
budaya bahkan agama. Ukhuwah adalah salah satu
kunci dari pembenahan itu semua, yang sayangnya kini
semakin keluar dari jalurnya.
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
42
Dengan demikian, identitas santri merupakan
suatu persoalan yang penting dalam bidang keagamaan.
Sementara ini, identitas menjadi gagasan utama yang
sering menjadi titik fokus dalam pandangan dunia.
Perubahan menjadi sebuah cita-cita mulai yang
dihasilkan oleh santri dalam memimpin masa depan
keanekaragaman dan kesatuan bangsa.
Itulah yang menjadi fondasi negara Indonesia,
penuh semangat dan sifat optimis terhadap generasi
penerus bangsa. Bertanah air satu, berbangsa satu dan
berbahasa satu menjadi pendoman ukhuwah santri
milenial. Inilah yang dikatakan sebagai karakter bangsa
yang bersungguh-sungguh, semangat santri yang
percaya diri, telah berhasil memainkan peran sebagai
agen perubahan dan selalu memberikan efek yang baik
bagi semuanya. Reklamasi ukhuwah dalam peradaban
santri yang menjadi tolak ukur adalah semangat dan
saling menghargai satu sama lain baik itu berbeda faham
atau yang lain, karena kita adalah sama-sama beragama
Islam.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
43
Santri dan Peradaban
Oleh: Siroj Wijaksono
Santri adalah sebutan bagi seseorang yang sedang
mempelajari agama Islam yang biasanya menetap di
pondok pesantren. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia/KBBI, santri berarti orang yang mendalami
agama Islam, orang yang beribadah dengan sungguh-
sungguh. Dalam bahasa Sansekerta santri diartikan
pelajar agama, pelajar yang selalu membawa kitab ajaran
suci. Dalam budaya jawa kata santri sama dengan
‘cantrik’ yang berarti seseoang yang memperdalam ilmu
agama dengan seorang guru. Dari pengertian diatas
dapat disimpulkan bahwa santri adalah seeorang yang
sedang menuntut ilmu agama islam di lingkungan
pondok pesantren dengan panduan seorang guru.
Pondok pesantren terdiri dari dua kata yaitu
“pondok” dan “pesantren”. Kata pondok berasal dari
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
44
bahasa arab “funduq” yang memiliki arti tempat tidur,
asrama, kos, hotel. Sedangkan kata “pesantren” berasal
dari kata dasar “santri” yang berawalan “pe” dan akhiran
“an” menjadi “pesantrian”, karena lidah orang jawa
susah mengucapkan kata pesantrian maka digantilah
kata “pesantrian” menjadi kata “pesantren”.
Pondok pesantren merupakan model pendidikan
tertua yang ada di Indonesia keberadaannya
diperkirakan sudah ada sejak abad ke-15 Masehi. Tokoh
yang dianggap sebagai perintis pondok pesantren di
Indonesia adalah Syekh Maulana Malik Ibrahim. Beliau
menghadap Raja Majapahit, Raja Brawijaya untuk
menyampaikan kebenaran Islam, tapi Sang Raja belum
berkenaan masuk Islam. Syekh Maulana Malik Ibrahim
diangkat sebagai Syah Bandar di Gresik dan
diperbolehkan berdakwah menyebarkan agama Islam
kepada penduduk sekitar yang mau.
Awalnya Syaikh Maulana Malik Ibrahim mendarat di
Desa Sembalo Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik.
Setelah merasa berhasil dalam berdakwah, kemudian
beliau pindah ke Desa Sawo disana dianugrahi sebidang
tanah oleh Raja Majapahit yang sekarang dikenal dengan
Desa Gapura. Di Desa Gapura inilah beliau mendirikan
Pondok Pesantren pertama dengan tujuan mencetak
kader-kader baru sebagai penerus dakwah penyebaran
agama Islam.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
45
Model dakwah tersebut selanjutnya diteruskan oleh
Wali Songo salah satunya adalah Raden Rahmatullah
atau lebih dikenal dengan sebutan Sunan Ampel. Sunan
Ampel membangun pondok pesantren di daerah
Ampeldenta, Surabaya. Pondok pesantren ini sangat
terkenal dan memiliki pengaruh yang luas di Daerah
Jawa Timur. Banyak santri yang datang dari berbagai
daerah untuk belajar agama Islam di pondok pesantren
ini. Para santri Ampeldenta yang telah selesai
menyelesaikan pembelajaran selanjutnya pulang ke
daerahnya masing-masing guna mengembangkan,
menyebarkan ilmu agama Islam yang telah dipelajarinya.
Dalam perkembangan berikutnya pondok pesantren
didirikan oleh para kiai yang bercita-cita mengajarkan
dan menyebarkan agama Islam. pada mulanya mereka
mendirikan masjid, mushola, sebagai tempat shalat
berjamaah dan pengajian tentang tauhid, ibadah, dan
akhlak. Dengan ketulusan, keikhlasan, dan akhlakul
karimah yang ditunjukkan Kyai, hal ini menjadi magnet
sehingga banyak dari masyarakat yang mengikutinya.
Untuk menampung para santri yang hadir dari desa
lain yang ingin belajar agama Islam maka munculah ide
(gagasan) membangun asrama untuknya kemudian
gagasan tersebut disampaikan kepada jamaah yang
akhirnya mendukung pembangunan asrama/pondok
pesantren. Begitulah sejarah singkat pondok pesantren
di Indonesia. Selain bertujuan menyebarkan agama
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
46
Islam juga menciptakan kader-kader terbaik sebagai
mubaligh dan ulama.
Peradaban berasal dari kata adab yang dalam
pengertian ini mengandung pengertian tata krama,
perilaku atau sopan santun. Dengan demikian
peradaban adalah segenap perilaku sopan santun dan
tata krama yang diwujudkan oleh umat Muslim dari
waktu ke waktu baik dalam realitas politik, ekonomi dan
sosial lainnya, sedangkan menurut KBBI peradaban
adalah kemajuan yang menyangkut sopan santun, budi
bahasa dan kebudayaan suatu bangsa. Lalu apakah
hubungan antara santri dengan peradaban?
Santri dan peradaban memililki hubungan (korelasi)
dimana kebudayaan masyarakat Indonesia memiliki
kesamaan dengan tradisi pondok pesantren. Seperti
halnya gotong-royong dalam pesantren dikenal dengan
istilah ro’an, musyawarah dikenal dengan istilah syawir,
dalam amaliyah keagamaan sehari-hari juga memiliki
banyak kesamaan misalnya; masyarakat melakukan
yasinan setiap malam jum’at di pesantren juga
melakukannya, ada juga kegiatan manaqiban, istigotsah
ziarah kubur yang sama-sama dilakukan oleh
masyarakat dan pesantren.
Peran ulama dan santri pondok pesantren bagi
bangsa Indonesia tidak pernah surut baik sebelum
kemerdekaan maupun sesudahnya. Salah satu peristiwa
bersejarah yaitu resolusi jihad yang dicetuskan oleh KH.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
47
Hasyim Asy’ari. Alasan mendasar dikeluarkannya
resolusi jihad adalah sebagai upaya pencegahan pasukan
kolonial Belanda yang ingin mengembalikan
kekuatannya di Hindia Belanda. Paham bahwa posisi
Indonesia sudah merdeka, KH. Hasyim Asy’ari lalu
menyerukan pada setiap masyarakat dan seluruh santri-
santrinya untuk berjihad membela tanah air dari
serbuan penjajah yang ingin kembali menguasai
Indonesia melalui Neterhlands Indies Civil
Administration (NICA) yang sebagian besar merupakan
Pasukan Inggris.
Seruan jihad yang dicetuskan oleh KH. Hasyim
Asy’ari berhasil membakar semangat juang santri dan
masyarakat di sekitar Surabaya. Terjadilah pertempuran
sengit tiga hari berturut-turut (27-29 Oktober 1945) yang
berhasil menewaskan seorang Jenderal pimpinan dan
junjungannya, Jendral Mallaby. Tidak terima dengan
tewasnya pimpinannya “Pasukan Pemberontak”,
Kerajaan Inggris sangat marah dan kembali menyerang
Surabaya yang puncaknya pada tanggal 10 November
1945. Bung Tomo pada saat itu mengumandangkan
pidatonya dengan semangat tinggi agar tidak gentar
melawan kembali penjajah yang berusaha memberontak.
Ketika itu tidak kurang dari 7000 pasukan Indonesia
tewas dan 200.000 rakyat sipil mengungsi dari
Surabaya.
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
48
Setelah bangsa Indonesia benar-benar merdeka
dari serbuan penjajah. Santri, kyai, dan pondok
pesantren tetap menunjukkan kontribusi positiv untuk
bangsa ini. Dalam segala bidang selalu ada kontribusi
positif yang ditunjukkan. Dalam bidang perpolitikan kita
mengenal KH. Wahid Hasyim sebagai DPR RI kemudian
beberapa tahun setelah itu disusul putranya KH.
Abdurrahman Wahid atau yang biasa disapa Gus Dur
sebagai Presiden RI ke-4. Dalam bidang olahraga ada
nama Tantowi Ahmad sebagai alumni Pondok Pesantren
Al-Falah Ploso yang sukses menjadi pebulu tangkis
berprestasi tingkat dunia dan masih banyak lagi.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa santri,
ulama, dan pondok pesantren tidak hanya memiliki
kontribusi yang besar bagi bangsa Indonesia. Tetapi
mereka berhasil membangun peradaban baru.
Peradaban adalah suatu kemajuan yang menyangkut
sopan santun, budi bahasa dan kebudayaan suatu
bangsa. Sopan santun seperti sikap takdzim kepada
guru, menghormati sesama, toleransi, menjadi budaya
masyarakat Indonesia yang sudah lama diterapkan di
pendidikan pesantren. Untuk itu dapat disimpulkan
bahwa dari pesantrenlah peradaban bangsa ini
sesungguhnya dibangun.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
49
Santri Is Agent of Change
Oleh: Naja Alwi Mawardy
Di kalangan masyarakat, istilah santri sendiri
pada umumnya merupakan julukan kepada orang yang
sedang mencari ilmu agama dengan menetap di pondok
pesantren. Sedangkan pondok pesantren sendiri adalah
sebuah lembaga pendidikan Islam yang pada umumnya
dianggap sebagai tempat untuk mencetak ahli-ahli
agama Islam.
Pandangan masyarakat mengenai santri identik
dengan pemikirannya yang kolot. Tidak hanya itu,
bahkan gaya hidupnya pun juga dianggap sebagai
sesuatu yang kampungan. Namun, sesuai zaman
sekarang yang sudah kekinian atau milenial yang semua
serba canggih dan maju, kita tidak bisa mengklaim
bahwasannya santri tidak berguna dalam kehidupan
tatanan masyarakat atau tidak bisa mengikuti
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
50
perkembangan zaman karena pemikiran dan gaya hidup
yang dianggap masih bersifat tradisional. Namun,
terlepas dari berbagai macam pandangan masyarakat
yang menganggap santri belum bisa atau bahkan tidak
bisa membawa perubahan yang baik dalam kehidupan
tatanan masyarakat justru malah sebaliknya. Karena
begitu banyak peran santri dalam segala bidang
masyarakat dan membawa perubahan dalam
masyarakat. Dalam bidang pendidikan misalnya, seperti
yang kita lihat sekarang, tidak sedikit diantara kalangan
masyarakat yang masih belum bisa mengaji atau
pemahaman mengenai ajaran-ajaran Islam yang masih
dangkal. Nah, dari situ pesantren memperkenalkan
literasi dengan mengajak masyarakat belajar mengaji
dan pendidikan mengenai ajaran-ajaran Islam. Selain
itu, santri juga mendorong masyarakat untuk selalu
bekerja keras dalam meningkatkan kehidupan ekonomi
mereka dengan cara menanamkan keimanan, bahwa
“bekerja itu merupakan sebagian dari ibadah”. Karena
juga tidak sedikit sekarang para pelajar yang disamping
menimba ilmu di sekolah atau di kampus juga hidup di
lingkungan pesantren.
Seperti yang aku alami sekarang. Mulai dari SMP
aku hidup diantara orang-orang yang sangat menjunjung
nilai-nilai ajaran Islam. Karena aku sadar, semakin
umurku beranjak semakin pula aku dituntut untuk lebih
mematuhi ajaran Islam. Selama tiga tahun aku hidup di
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
51
pesantren, kemudian aku melanjutkan sekolah di SMA
dengan masuk pesantren. Dan sampai sekarang pun aku
kuliah juga tinggal di pesantren. Bisa dikatakan kalau
aku itu santri, tapi disisi lain aku juga seorang pelajar.
Semenjak di MAN, aku sudah menjadi guru ngaji di
masjid dekat rumahku sampai sekarang. Nah, dari situ
aku berpikir, ternyata seorang santri sepertiku pun juga
bisa membawa perubahan dalam kehidupan masyarakat
yang ada di lingkungan sekitar rumahku yang mungkin
pemahaman mengenai agama Islamnya masih kurang.
Tidak hanya dalam lingkungan masyarakat saja.
Dalam dunia pendidikan, santri juga berperan aktif
untuk membentuk akhlak dan pribadi yang beradab.
Dalam lingkungan kampus misalnya. Mengingat di
zaman sekarang tidak sedikit mahasiswa yang kurang
berakhlak terhadap dosennya. Mereka menganggap
dosen sebagai teman belajar mereka, sehingga pada
umumnya mahasiswa berperilaku seperti dengan
temannya sendiri. Baik dalam interaksinya yang kurang
sopan, kemudian tutur sapanya yang kurang baik, atau
sikapnya di saat kegiatan belajar mengajar di kelas.
Meskipun menganggap dosen sebagai teman belajarnya,
namun tetap ada adab dan tata krama yang wajib
diperhatikan. Nah, sebagai santri yang diajarkan
kesopanan di pesantren, bisa juga diterapkan di
lingkungan kampus dengan bersikap yang baik dengan
teman-temannya, khususnya dengan dosen.
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
52
Semisal, berhenti dan menunduk saat guru lewat.
Hal ini bisa diamati apabila masuk di lingkungan
pesantren. Ketika ada kiai atau guru yang lewat, seketika
itu santri akan menghentikan langkahnya dan
menundukkan kepalanya bila ia sedang berjalan.
Tindakan yang seperti itu menandakan ketawadhu’an
santri terhadap gurunya. Dan bukan tidak berdasar,
justru inilah yang sesuai dalam kitab Syarah Ta’lim
Muta’alim.
Contoh lain seperti berjalan mundur di hadapan
guru. Di dalam lingkungan pesantren kita sering
menjumpai bahwa para santri berjalan mundur ketika di
hadapan guru. Baik ketika dipanggil guru maupun
setelah berjabat tangan dengan guru. Bahkan banyak
dijumpai santri yang berjalan ndengkul (berjalan
menggunakan lutut) dengan posisi berjalan mundur saat
setelah menemui guru, ini adalah salah satu akhlak
santri, bentuk ketawadhu’an santri terhadap guru.
Kemudian mencium tangan guru atau kiai.
Kebanyakan dalam lingkungan kampus jarang
ditemukan mahasiswa yang mencium tangan dosennya.
Jangankan mencium tangannya, menyapa dosen ketika
bertemu pun jarang ditemukan. Berbeda lagi kalau di
pesantren. Sudah menjadi kewajiban tersendiri bagi
seorang santri ketika bertemu gurunya yang lewat
mencium tangannya. Bukan merupakan tindakan yang
aneh, melainkan itu merupakan adab yang benar dan
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
53
sepantasnya bisa diterapkan di lingkungan luar
pesantren. Justru seperti itulah unggah-ungguh yang
baik sesuai di dalam kitab akhlaqul baniin.
Dengan semua itu, diharapkan bisa membuat
teman-teman yang lain mencontoh sikap yang baik itu.
Jadi, bisa dikatakan santri tidak hanya berperan dalam
dunia pendidikan saja untuk membawa perubahan yang
besar, tapi juga dengan sikap dan perilakunya yang baik.
Perilaku anak muda yang amoral dan biadab
disebabkan karena pengaruh zaman milenial sekarang.
Sebagai santri dan juga generasi penerus, sangat di
harapkan untuk turut andil dan berperan sesuai dengan
tuntunan zaman yang ada. Para generasi muda biasanya
dan memang kebanyakan sangat terbuka terhadap
berbagai pemikiran orang lain. Diantara generasi muda
rawan mempunyai karakter yang kurang baik, semisal
kurang peka terhadap lingkungan masyarakat, pola
hidupnya yang bebas, kurangnya sikap sosialisasi
dengan orang lain, dan kurang bersikap realistis. Maka
dari itu, sudah sepantasnya santri turut andil dan
memberikan sumbangsih kepada saudara-saudaranya di
luar sana yang mungkin sangat membutuhkan arahan
dan sedikit ilmu yang dimiliki. Sehingga, pada ujungnya
nanti bisa menjadi generasi millenial yang berilmu,
berkualitas, dan berkemajuan, serta dapat memberikan
manfaat bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat,
bangsa, negara, dan agama.
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
54
Pandangan mengenai hal itu, Imam Sapari,
selaku Korps Muballigh Muhammadiyah (KMM) Kota
Surabaya mengemukakan bahwa di era millenial
sekarang ini, para generasi tersebut mulai tumbang. Kita
sebagai santri harus bisa merubah pemikiran dan gaya
hidup yang lebih baik, yang sesuai dengan ajaran Al-
Qur’an dan Al-Hadits. Jadi, dengan adanya teknologi di
zaman sekarang yang sudah sangat maju dan gaya
hidup modern yang begitu pesat, sebagai santri wajib
dalam mewujudkan generasi-generasi Qur’ani yang
berilmu dan berkualitas.
Oleh karena itu, haruslah para generasi muda
bisa memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk hal
yang berguna. Dan janganlah menyia-nyiakan waktu di
masa muda ini hanya untuk hal-hal yang tidak
bermanfaat. Dan sebagai santri, agent of change
haruslah menciptakan generas-generasi yang
berkemajuan, berilmu, dan berkualitas sesuai dengan
syari’at agama Islam, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits
dalam kesehariannya. Hingga pada akhirnya terwujudlah
dan menjadilah generasi-generasi penerus bangsa yang
sesuai syari’at Islam yang tangguh dan tidak mudah
digoyahkan oleh apapun.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
55
Reformasi Rivalitas Santri
Oleh: Markurius Adnan Ilyas
Zaman milenial, santri menghadapi sejumlah
tantangan yang ditandai oleh peningkatan penggunaan
dan kebiasaan dengan komunikasi, media dan teknologi
digital. Perkembangan teknologi digital memang memiliki
dua dampak yang berbeda. Terdapat dampak negatif dan
dampak positif. Manusia yang dipermudah dengan
kecanggihan teknologi informasi, namun dengan sudut
pandang lain bisa mengancam hak manusia dengan
menyebarnya konten-konten negatif, sebut saja
radikalisme agama, ateis, hoax hingga akses pornografi
yang mudah didapat.
Tanpa ada bimbingan para guru, pencerahan oleh
kiai, generasi milenial bisa menjelma menjadi generasi
domba penjilat, pemikiran yang materialis dan liberalis,
dengan tubuh yang hancur bahkan indah dari luar. Oleh
karenanya, santri zaman milenial dituntut untuk
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
56
mengembangkan perannya dari sekadar menguasai ilmu
agama serta menjadi pemimpin yang menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi sehingga membantu generasi
selanjutnya untuk menjadi lebih berkompeten.
Setidaknya mengetahui tentang teknologi dan mampu
berinteraksi dengan khalayak luar yang notabe-nya aktif
mengunakan media teknologi.
Selain itu, zaman sekarang yang bisa dikatakan
sebagai abad ke-21 menuntut setiap orang yang ingin
menjadi lebih terkenal dan sukses memiliki skill dasar
yang mumpuni termasuk para santri. Santri yang
terbiasa dengan hafalan-hafalan harus memiliki daya
kritis yang tajam dan komprehensif. Santri adalah agen
perubahan yang tidak menjadi ekstrim kanan maupun
kiri dan tidak terjebak pada profokasi-profokasi agama
yang merusak identitas Islam. Rivalitas santri milenial
harus pada jalur yang ditentukan dan mampu
berkomunikasi keilmuan dengan berbagai pihak untuk
memberi pengaruh yang positif. Sebab untuk
memperjuangkan kebenaran butuh dukungan dari
berbagai macam orang.
Perkembangan pondok pesantren pada era
milenial ini sangatlah pesat. Pondok pesantren moderen
contohnya, yang identik dengan pendidikan yang
beragam. Baik itu pendidikan agama maupun
pendidikan secara umum yang menjadi daya tarik bagi
masyarakat luas. Perkembangan pendidikan ini bisa
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
57
menjadi lebih bermanfaat bila santri bisa memanfaatkan
hal ini, sehingga predikat santri tidak hanya dipandang
sebelah mata. Santri identik dengan keluguannya yang
tidak tau apa-apa tentang ilmu teknologi. Sekarang,
statement ini diubah dengan santri bisa menguasai
perkembangan zaman baik itu secara agama maupun
secara ilmu teknologi.
Rivalitas santri saat ini bukan pada bagaimana
santri memahami agama secara mendalam. Melainkan
berlomba-lomba menguasai media yang ada baik itu,
media sosial maupun media cetak. Oleh karenanya,
santri milenial memiliki kesempatan yang sangat luas
untuk menunjukkan jati diri pemuda muslim yang
berkompeten dalam hal apapun. Bukan malah berlomba-
lomba dalam lingkup rumah sendiri yang senantiasa
menjadi kebanggaan yang nyata.
Bahkan saat ini, semakin disadari bahwa negara
ini butuh sumber daya orang-orang yang beriman,
berkarakter dan berpihak pada kepentingan umat dan
bangsa. Lembaga pendidikan harus bisa membaca
dampak kali ini, yang menjadi sorotan adalah generasi
muda. Dalam hal ini santri yang identik dengan
kepribadian mulia, berilmu dan beramal. Santri yang
menjadi asupan bagi bangsa yang diancam oleh
pemikiran pragmatisme, skularisme, liberalisme,
hedonisme bahkan yang lebih mendalam adalah
radikalisme. Karakter islami setiap santri yang terbentuk
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
58
dari pesantren harus didorong dan didukung untuk
berperan aktif dalam menerima persaingan bangsa di
segala penjuru. Karakter santri yang seperti ini
hendaknya dimiliki pula oleh generasi muslim yang lain,
meskipun mereka tidak berkecimpung di pendidikan
pesantren.
Selain persaingan tentang kemajuan ilmu
teknologi, kebanyakan santri milenial ini berlomba-
lomba pada hal kebenaran bukan malah pada hal yang
mencakup kebaikan. Sedangkan hal yang berbau dengan
kebenaran akan berujung dengan perselisian. Hal ini
dapat memicu perpecahan antar santri, baik itu dalam
satu lingkup lembaga pendidikan maupun lingkup yang
lebih luas. Seperti halnya, setiap ada keyakinan atau
ajaran yang berbeda santri satu dengan santri yang
lainnya saling menyalahkan dan membenarkan
pendapatnya masing-masing. Seharusnya dengan
dibantunya ilmu teknologi yang memadai, santri lebih
bisa berfikir luas dan tidak selalu menyalakan pendapat
santri yang lain sehingga bisa menimbulkan konflik yang
berkepanjangan.
Konflik yang berkepanjangan akan lebih
berbahaya bila disampingkan dengan pemikiran
radikalisme negatif. Radikalisme negatif adalah
pemikiran yang mengedepankan kebenaran diri sendiri
dan selalu menyalahkan pendapat yang berbeda
dengannya. Oleh karenanya, hal ini bisa diatasi dengan
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
59
santri yang mampu memanfaatkan ilmu teknologi dan
selalu berfikir yang kritis sehingga bisa membedakan
mana yang harus dipertahankan dan yang harus
ditinggalkan.
Dalam teori kepribadian yang dikemukakan oleh
Sigmund Freud yakni, teori Psikoanalisis. Psikoanalisis
dapat diartikan sebagai analisis jiwa, teori ini pertama
kali ditemukan oleh Sigmund Freud pada tahun 1986
yang pada masa itu teori ini merupakan teori baru yang
mengemukakan hal yang merujuk pada perilaku dan
kepribadian manusia. Teori psikoanalisis
mendeskripsikan kepribadian dalam tiga pokok bahasa,
yaitu pertama struktur kepribadian, kedua
perkembangan kepribadian dan ketiga dinamika
kepribadian.
Dengan adanya teori ini bisa dikatakan sebagai
santri harus memiliki pemikiran yang positif. Sehingga
apa yang difikirkan menjadi tindakan yang dilakukan
dengan terstruktur. Setelah itu tindakan yang bersifat
positip akan dilakukan secara istiqomah sehingga bisa
menjadi kebiasan santri itu sendiri. Oleh karenya,
kebiasaan ini menjadi melekat pada diri santri sehingga
bisa menjadikan karakter santri lebih memiliki
kepribadian yang baik. Dengan demikian pemikiran,
tindakan, kebiasaan akan menjadikan akhlak santri
lebih tertata seperti apa yang diajarkan di lembaga
pendidikan masing-masing.
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
60
Perbaikan moral santri lebih dimajukan dengan
peningkatan akhlak dalam diri. Karena tingkah laku
yang buruk akan menentukan hasil yang buruk pula,
dan tingkah laku yang baik akan menentukan hasil yang
baik pula. Oleh karenanya, pendidikan yang pertama kali
adalah tentang tingkah laku, sehingga karakter santri
menjadi karakter yang sesuai tuntunan Islam. Dengan
demikian, segala perbuatan akan dinilai dari bagaimana
cara seseorang menyikapinya. Sehingga setiap keyakinan
yang benar akan terbukti dengan kebenaran itu sendiri.
Menulis adalah ungkapan hasil pemikiran yang
merubah menjadi kenyataan, bahkan hal yang abstrak
sekalipun akan menjadi nyata bila ditulis dengan cinta
yang sesungghuhnya.“Markurius Adnan Ilyas”
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
61
Bagaimana Hubungan Mainset Seseorang dan
Lingkungan Terhadap Akhlak?
Oleh: Anis Nofitasari
Akhlak, sangat tak asing bagi telinga kita dengan
istilah tersebut. Apa sih akhlak itu? Istilah akhlak
berasal dari kata "khuluk", dalam bahasa Arab memiliki
beberapa arti yaitu watak, kelakuan, tabiat, perangai,
budi pekerti, tingkah laku dan kebiasaan. Menurut Imam
Al Ghazali, akhlak adalah suatu sifat yang tertanam
dalam jiwa seseorang, yang dari sifat tersebut timbul
suatu perbuatan dengan mudah tanpa perlu pemikiran
dan pertimbangan. Atau dengan makna lain, akhlak
merupakan sifat atau budi pekerti yang melekat pada
diri manusia melalui pembiasaan sehingga secara
spontan muncul tanpa pertimbangan.
Akhlak manusia terbagi menjadi 2 yaitu akhlak
terpuji (mahmudah) dan akhlak tercela (madzmumah).
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
62
Manusia dalam dirinya memiliki dua potensi, yaitu
potensi berbuat baik dan potensi berbuat buruk. Kedua
potensi itu berada pada kewenangan atau pilihan bagi
setiap manusia, mau berbuat baik ataukah berbuat
buruk tentu sudah terfikirkan prinsip kausalitasnya.
Potensi yang dipilih manusia diibaratkan 2 kutub
magnet yang saling tarik menarik. Tarikan mana yang
diambil adalah sebuah keputusan manusia yang berhasil
mengalahkan tarikan yang lainnya. Ketika ia memilih
potensi berbuat baik ataupun berbuat buruk, sedikit
banyak dipengaruhi oleh pola pikir yang dimiliki.
Sehingga nilai yang didapat pun akan berbeda walaupun
apa yang dilakukan sama.
Orang yang memilih meninggalkan khamr karena
alasan menjaga kesehatan dengan orang yang memilih
meninggalkan khamr karena dorongan keimanan dan
ketaatan kepada Allah tentu berbeda. Kedua perbuatan
itu sama-sama meninggalkan, namun mengandung
qimatul amal (nilai perbuatan) yang berbeda. Pilihan
pertama mengandung qimah materi (kemanfaatan) dan
itu tidak bisa dikatakan akhlak, sedangkan pilihan
kedua mengandung qimah akhlaqiyah dan bisa disebut
akhlak karena bersumber atas dorongan keimanan
kepada Allah swt.
Dari permisalan tersebut dapat kita ketahui bahwa
mainset yang dimiliki seseorang sangatlah penting
karena turut mempengaruhi akhlak pada dirinya. Suatu
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
63
perbuatan yang dilakukan didasarkan atas apa yang
dipahami, dan apa yang dipahami tersebut didasarkan
pada pola pikir atau mainset yang dimiliki. Sehingga dari
mainset saja, akan memudahkan untuk
mengklasifikasikan pilihan dan nilai atau tujuan
manusia yang hendak dicapai.
Secara umum, pola pikir (aqliyah) akan membentuk
pola sikap (nafsiyah) dan pola sikap (nafsiyah) akah
membentuk suatu kepribadian (syakhsiyah). Begitupun
dengan seorang muslim, apabila memiliki aqliyah Islam
dan nafsiyah Islam, yang terbentuk secara wajar, akan
menjadikan seorang muslim memiliki syakhsiyah Islam
yang tinggi dan unik.
Selain mainset atau pola pikir, yang mempengaruhi
akhlak yaitu lingkungan. Dimana seseorang tinggal dan
bergaul, sedikit banyak akan berpengaruh terhadap
akhlaknya. Baik mulai dari lingkup keluarga, teman
sebaya, sekolah, dan masyarakat. Dengan siapa ia
bergaul, maka mau tidak mau ia akan mendapatkan dan
merasakan kemanfaatan atau bahkan kerugian yang
turut mempengaruhi akhlaknya.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. bersabda
yang artinya:
"Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk
ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai
besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu
minyak wangi atau engkau bisa membeli minyak wangi
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
64
darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan
bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi
(percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun
tidak, engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak
sedap." (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)
Hadits tersebut memberikan isyarat bagi seorang
muslim bahwa apabila seseorang bergaul dengan orang
atau teman yang baik, maka akan memperoleh dua
kemungkinan yang mashlahat bagi dirinya yaitu ia akan
menjadi baik atau minimal akan memperoleh kebaikan
atas apa yang dilakukan temannya. Begitupun
sebaliknya, apabila seseorang bergaul dengan orang atau
teman yang buruk, maka ia akan memperoleh dua
kemungkinan pula, yaitu ia akan menjadi buruk atau ia
akan mendapatkan keburukan atas apa yang dilakukan
temannya meskipun ia tidak melakukan suatu
keburukan apapun.
Sebagai seorang muslim, hendaknya memperhatikan
bagaimana dan seperti apa lingkungannya bergaul,
bagaimana ia harus bersikap dan menjaga diri. Karena
Rasulullah saw. telah mengabarkan bahwasanya baik
buruknya akhlak atupun agama seseorang tergantung
dari teman dan lingkungannya.
Rasulullah SAW bersabda yang artinya : "Agama
seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya.
Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
65
dekatnya." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, dishahihkan
oleh Syaikh Al-Albani dalam silsilah Ash-Shahih No. 927)
Selain memiliki mainset yang benar, memilih teman
dan lingkungan bergaul sangatlah penting dan tidak
boleh disepelekan. Karenanya, ibarat magnet yang dapat
menarik, apakah menarik pada kebaikan sehingga
akhlaknya menjadi dan semakin baik, ataukah menarik
pada keburukan sehingga menyebabkan akhlaknya
menjadi buruk.
Mainset yang dimiliki seorang muslim haruslah
benar agar pola sikap dan kepribadian juga benar sesuai
yang dicontohkan Rasulullah saw. Sehingga akhlak yang
dimiliki bernilai pahala di sisi Allah swt. karena
mendapatkan keridoan-Nya. Kebenaran yang hakiki
adalah berdasarkan hukum syara'. Maka pedoman bagi
seorang muslim adalah benar menurut kacamata agama,
bukan hanya manusia. Nilai perbuatannya bernilai baik
atau buruk dapat diketahui apabila telah dikaji terlebih
dahulu melalui ajaran agama Islam, hal itu dilakukan
agar apa yang dilakukan tidaklah sia-sia, namun
berbuah pahala.
Mainset yang benar harus diimbangi dengan
lingkungan yang baik agar tidak terjadi kerancuan dalam
bertindak dan bersikap. Lingkungan akan sangat mudah
mempengaruhi akhlak apabila mainset pada diri
seseorang tidaklah kuat, utamanya adalah lingkungan
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
66
yang buruk. Maka, antara mainset dan lingkungan harus
beriringan seimbang agar tercipta kemashlahatan.
Wallahu A'lam Bisshowab.
Bersyukur Menambah Barokah
Oleh: Hayinun Nafsiyah
Manusia Sebagai Makhluk Allah Yang Paling
Sempurna
Allah menciptakan manusia dengan bentuk dan
keadaan yang paling sempurna dibanding dengan
makhluk yang lain. Manusia diciptakan dengan
ketetapan sebagai makhluk sempurna yang mampu
berfikir dan mempunyai kepribadian diri dalam jasmani
dan rohaninya. Kemampuan manusia dalam berfikir
tersebut tentunya berbeda antar manusia yang satu
dengan lainnya. Begitupun dengan keadaan dan nasib
mereka, manusia memiliki arah dan jalan hidup yang
berbeda-beda. Sungguh, Allah adalah Dzat Yang Maha
Kuasa atas segalanya.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
67
Dalam kehidupan sehari-hari, kebutuhan jasmani
dan rohani manusia sama-sama pentingnya. Keduanya
memiliki fungsi yang sama sebagai kebutuhan mendasar
manusia. Bukan hanya mengenai kebutuhan pangan,
sandang, dan papan akan tetapi juga mengenai
kebutuhan rohani atau batinnya. Kebutuhan rohani
meliputi ilmu keagamaan, pengalaman hidup, dan
hubungan sosial antar sesama. Dengan demikian, secara
tidak langsung ilmu keagamaan, pengalaman hidup, dan
hubungan sosial yang terjalin antar sesama menjadi hal
penting yang mampu membentuk kepribadian serta
karakter dalam diri manusia.
Selain beberapa kebutuhan di atas, manusia juga
membutuhkan kebutuhan pendidikan bagi diri mereka.
Pendidikan menjadi hal yang paling penting dalam
pembentukan kepribadian dan karakter. Ilmu
keagamaan, pengalaman, dan hubungan sosial termasuk
dalam satu ruang lingkup dalam pendidikan. Secara
tidak langsung, pendidikan mampu memberikan
pengarahan, suatu pemikiran baru serta ilmu dan bekal
hidup bagi manusia. Hal ini yang menjadi titik tolak
ukur manusia sebagai makhluk Allah yang paling
sempurna, yaitu mampu berfikir dan mempunyai
karakter dan kepribadian baik yang berguna bagi dirinya
sendiri dan orang lain.
Perkembangan yang ada saat ini, menuntut
manusia untuk selalu berfikir secara kreatif dan inovatif
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
68
dengan menyesuaikan perkembangan yang ada.
Kebutuhan pendidikan menjadi hal yang paling
diperhatikan. Pendidikan terdiri dari pendidikan formal
dan non formal. Pendidikan formal yaitu pendidikan
dalam kegiatan ruang sekolah mulai dari tingkat dasar
sampai perguruan tinggi. Sedangkan pendidikan non
formal yaitu pendidikan dalam ruang lingkup pondok
pesantren atau madrasah diniyah yang lebih
menekankan pada aspek keagamaan. Keduanya
mempunyai peran yang sama pentingnya dalam bidang
pendidikan, serta saling melengkapi satu sama lain.
Pendidikan formal dan non formal juga dapat
disatukan dalam satu ruang lingkup. Hal ini dapat
diterapkan dengan menyesuaikan keadaan serta
perkembangan dunia modern yang ada. Seperti halnya
pendidikan formal yang mempunyai program full day
school, yaitu dengan pendidikan formal yang dilengkapi
dengan kegiatan mengaji dalam waktu pendidikan
kurang lebih 12 jam atau satu hari. Selain itu juga
banyak sekali pendidikan non formal yang disatukan
dengan pendidikan formal, yaitu dalam pendidikan
pondok pesantren modern dengan memberikan
pelayanan pendidikan formal. Artinya, keduanya bisa
dilakukan dan didapatkan secara bersama-sama dalam
satu ruang lingkup yang justru memudahkan kita untuk
mendapatkan pelayanan pendidikan.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
69
Santri Zaman Millenial dalam Ruang Lingkup Pondok
Pesantren
Istilah “santri” sering kita dengar dan tidak asing
di pendengaran kita. Santri ialah seseorang yang
menuntut ilmu agama Islam dalam ruang lingkup
pondok pesantren. Lebih luas lagi, santri tidak hanya
yang mondok saja, yaitu yang berada di pondok
pesantren saja. Namun, santri ialah seseorang yang
menuntut ilmu agama Islam, entah itu dalam pendidikan
formal, madrasah diniyah atau yang lainnya. Seorang
santri ialah mereka yang menuntut ilmu untuk bekal
masa depan dan di akhirat nanti.
Sesuai perkembangan zaman yang ada, zaman
millenial saat ini atau zaman dimana masa
perkembangan manusia yang lahir tahun 90-an hingga
tahun 2000 menjadi semakin terpusat dan terarah.
Zaman sekarang, dimana perkembangan informasi dan
teknologi harus didukung dan dimanfaatkan dengan
menunjukkan perkembangan pemikiran, peradaban, dan
ilmu pengetahuan sesuai dengan perkembangan zaman
yang ada. Generasi selanjutnya, atau istilahnya generasi
un-millenial atau generasi Z yang lahir diatas tahun
2000 harus lebih mampu menguasai serta memiliki
pemikiran yang lebih luas dan terarah. Dengan
demikian, pendidikan menjadi hal yang paling utama
dalam mendukung perkembangan pola pikir tersebut.
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
70
Berbeda dengan zaman dahulu, santri selalu
dikaitkan dengan seseorang yang utun, ndeso, atau
bahkan dianggap kaum bawah. Santri zaman dahulu
sering dianggap remeh dengan keadaan mereka yang
mengutamakan kesederhanaan, dianggap kurang
menjaga kesehatan, kerapian, kebersihan dan
sebagainya. Namun, hal ini menjadi suatu kenyataan
bahwa hal tersebut memang dilakukan oleh beberapa
santri zaman dahulu meskipun juga sampai sekarang
masih dilakukan. Padahal pada kenyataannya, banyak
santri hebat yang justru memberikan jasa dan
pengorbanannya pada negeri kita tercinta ini.
Santri zaman millenial saat ini, harus mampu
menyesuaikan diri mereka dengan perkembangan
informasi dan teknologi yang ada. Mereka harus mampu
memanfaatkan perkembangan zaman yang ada dengan
kegiatan atau perilaku yang bermanfaat, kreatif, dan
inovatif. Seorang santri yang sebagian orang menganggap
sebagai kaum yang kurang diperhatikan, harus mampu
mewujudkan kepada mereka bahwa seorang santri
adalah orang yang hebat, bermartabat dan tentunya
bermanfaat bagi orang lain.
Tidak Ada Alasan Untuk Tidak Bersyukur
Allah menciptakan alam semesta ini dengan
maksud dan tujuan yang sangat mulia. Alam semesta
dan makhluk yang ada akan saling menyatu dan
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
71
memiliki timbal balik yang saling berhubungan dan
menguntungkan satu sama lain. Keberadaan alam
semesta beserta makhluk seisinya mampu membuktikan
bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Kuasa atas
segalanya.
Manusia yang diciptakan oleh Allah sebagai
khalifah di bumi ini diperintahkan sebagai seorang
pemimpin baik bagi dirinya sendiri maupun bagi yang
lainnya. Memimpin dalam hal ini yaitu memimpin dalam
hal kebaikan yang tentunya bermanfaat bagi seluruhnya.
Manusia yang paling mulia adalah ia yang senantiasa
bermanfaat bagi orang lain.
Allah memberikan kenikmatan dan karunia-Nya
bagi seluruh makhluk-Nya tanpa terkecuali. Allah
menyediakan semua kebutuhan makhluk-Nya dengan
kecukupan yang melimpah. Namun, semuanya harus
dijalani dengan usaha dan do’a untuk mewujudkannya.
Allah akan senantiasa memberikan apa yang dibutuhkan
manusia sesuai dengan bagaimana mereka yakin dalam
usaha dan do’anya.
Sebagai seorang santri, hal ini patut disyukuri
atas banyaknya nikmat Allah yang telah diberikan.
Mengapa demikian? Seorang santri dikatakan sebagai
orang yang sangat beruntung, ia mendapatkan
kemuliaan tersendiri dalam dirinya. Memang sebagian
orang menganggap santri kurang gaul, ndeso, utun, dan
sebagainya. Namun, kemuliaan tersendiri bagi seorang
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
72
santri justru memberikan nikmat yang lebih dari pada
apa yang telah mereka fikirkan.
Bersyukur atas apa yang telah Allah swt. berikan
kepada kita menjadi suatu kemuliaan tersendiri bagi
setiap hamba-Nya. Allah akan memberikan keberkahan
yang berlimpah atas rasa syukur yang ikhlas dari
hamba-Nya. Sebaliknya, kufur nikmat atau tidak mau
mensyukuri nikmat yang ada bagi mereka justru akan
memberikan kemudharatan entah itu dirasakan oleh
mereka atau tidak.
Allah berfirman dalam Q.S Ibrahim ayat 7, yaitu:
وَاِذْ تأَذََّنَ رَبُّكُمْ لئَِنْ شَكَرْتمُْ لََزَِيْدنََّكُمْ وَلئَِنْ كَفَرْتمُْ إِنَّ عَذاَبِيْ لشََدِيْدٌ
Artinya:
“Dan (ingatlah juga), taktala Tuhanmu memaklumkan;
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti akan
menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kami
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesengguhnya azab-Ku
sangat pedih”. Q.S Ibrahim ayat 7.”
Dari ayat diatas dapat kita ambil kesimpulan
bahwa Allah akan memberikan nikmat yang lebih kepada
kita apabila kita senantiasa bersyukur atas nikmat yang
telah Allah berikan kepada kita. Ketika kita
mendapatkan ujian atau cobaan, kita tidak mudah
mengeluh. Senantiasa melihat orang yang ada dibawah
kita, tujuannya yaitu agar kita tidak menyepelekkan
nikmat dari Allah kepada kita. Ketika kita pandai
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
73
bersyukur, kita akan menyadari bahwa kita adalah orang
yang paling beruntung.
Begitupun juga dengan seorang santri, apa yang
tidak dapat dikatakan kehidupannya sebagai sebuah
kenikmatan? Seorang santri memiliki kemuliaan
tersendiri dibanding dengan yang lainnya. Santri
mendapatkan jaminan pendidikan yang sangat
bermanfaat bagi kehidupan selanjutnya, baik dunia
maupun akhiratnya. Tentunya juga kembali ke dalam
diri kita, bagaimana cara kirta bersyukur, ikhlas, usaha
dan do’a atas semua apa yang kita lakukan di dunia ini.
Selayaknya matahari dan bulan ia akan memancarkan
cahayanya sendiri di waktu yang tepat. Semua orang
akan menemui titik kesuksesannya dalam waktu yang
telah Allah tentukan, jangan bandingkan diri kita dengan
mereka, kita punya kualitas diri masing-masing yang
menentukan arah dan tujuan hidup kita.
Tidak ada alasan untuk tidak mensyukuri atas
nikmat yang Allah berikan kepada kita. Mampu
mengambil sisi yang baik dari suatu ujian atau cobaan
sebagai salah satu cara mensyukuri nikmat Allah.
Memiliki harapan dibalik suatu kegagalan, memilih cara
yang terbaik dalam menyelesaikan masalahnya, dan
yakin sukses dalam mewujudkan karya terbaik sebagai
contoh santri yang memiliki rasa syukur yang ikhlas.
Jangan risaukan nikmat yang belum engkau miliki,
risaukanlah nikmat yang belum engkau syukuri. Sekian.
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
74
Lika Liku Perjuangan Santri di Pesantren
Oleh: Irvan Evendi
Tholabul ilmi merupakan sebuah kewajiban bagi
siapapun. Dalam mencari ilmu tidak hanya di dalam
sekolah atau perguruan tinggi, namun bisa juga dengan
kita sesering mungkin membaca buku, atau kitab
kuning. Namun, dalam hal mencari ilmu dimanapun, di
lembaga-lembaga seperti SD/MI, SMP/MTs, SMK/MA,
Perguruan Tinggi, atau di pesantren tentu ada tantangan
atau kesusahan yang berbeda. Memang kendala atau
kesusahan dalam mencari ilmu itu sifatnya subjektif.
Ada sebagian orang yang menilai kesusahan atau
kesulitan dalam mencari ilmu, dijadikan sebuah
penyemangat dalam tholabul ilmi.
Selanjutnya, di dalam bab ini akan membahas
tentang perjuangan seorang santri ketika tholabul ilmi di
sebuah pesantren. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya
bahwa di lembaga manapun tentu mempunyai sebuah
tantangan tersendiri dalam mencari ilmu. Begitu juga
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
75
santri di pesantren. Jadi bukan hal yang tidak mungkin
seorang santri tidak memiliki tantangan dalam mencari
ilmu di pesantren.
Hal ini juga dikarenakan latarbelakang seorang
santri yang berbeda – beda. Seperti misalnya, ada
seorang santri yang masuk di lembaga pesantren
sesudah lulus dari SD/MI, dan ada yang masuk di
pesantren ketika lulus dari SMP/MA, dan sebagainya.
Hal ini akan menjadi sebuah tantangan dalam mencari
ilmu di pesantren. Misalnya seorang santri yang masuk
pesantren ketika lulus dari SD/MI, hal ini akan
membuat kesusahan santri tersebut dalam menerima
ajaran – ajaran di pesantren, kecuali santri tersebut
memang mampu, dan memang niat untuk mencari ilmu
di pesantren.
Selain itu, santri yang seringkali meminta
bantuan orang tua ketika di rumah, terkadang akan
menjadi sebuah tantangan tersendiri ketika masuk di
dunia pesantren. Misalnya, ketika di rumah anak
tersebut tidak pernah mencuci baju, atau ketika mandi
selalu memakai air hangat, bisa juga setelah mandi baju
disiapkan orang tua, dan sebagainya. Kenapa hal ini
menjadi sebuah tantangan seorang santri ketika masuk
ke dalam dunia pesantren? Sebab, ketika masuk di
dalam dunia pesantren santri harus bersikap mandiri.
Anak yang sering dimanja oleh orang tuanya, ketika
masuk ke dalam dunia pesantren seringkali gagal ketika
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
76
tholabul ilmi di pesantren, kecuali anak tertentu.
Misalnya, anak yang mudah bergaul, anak yang mudah
menyesuaikan diri dan sebagainya.
Selain harus bersikap mandiri, seorang santri
juga harus bisa menerima orang lain atau mempunyai
sikap saling menghormati. Di pesantren, terkadang ada
seorang santri ketika di asrama suka semaunya sendiri.
Misalnya, ada seorang santri yang suka mengolok – olok
temannya. Ada juga seorang santri yang suka jail kepada
santri yang lain. Atau ada seorang santri yang suka
merokok. Meskipun ada santri yang tidak sesuai dengan
kemauan kita, kita juga tidak boleh membenci atau ribut
dengan santri tersebut. Jadi tantangan santri yang tidak
terbiasa dengan apa yang dilakukan oleh santri lain,
harus bisa menerimanya dan itu merupakan tantangan
yang bisa dikatakan susah. Kecuali santri yang
sebagaimana disebutkan diatas. Seperti santri yang
mudah bergaul atau lainnya.
Tantangan lain adalah jauh dari orang tua dan
saudara. Kenapa ini menjadi sebuah tantangan bagi
santri? Orang yang ketika berada di rumah sudah
terbiasa tidur di rumah teman (suka nongkrong dengan
teman – temannya), terkadang main ke rumah temen
sampai berhari – hari, atau orang yang jarang pulang ke
rumah, belum tentu ketika masuk di dunia pesantren
orang tersebut biasa – biasa saja. Bahkan orang yang
mudah bergaul dengan orangpun, belum tentu lulus dari
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
77
cobaan ini. Ada sebuah cerita, seorang santri tersebut
memang sering nongkrong dengan teman – teman,
bahkan jarang pulang ke rumah tetapi ketika masuk
pesantren belum ada satu minggu menangis di kamar
mandi karena ingat orang tuanya di rumah. Santri itu
pun ketika ditanya oleh ustadnya kenapa dia menangis
dia hanya bisa menjawab teringat orang tuanya di
rumah. Ketika ditanya lagi memangnya kenapa
orangtuamu? Dia sudah tidak bisa menjawab. Hal ini
terkadang membuat santri tidak betah berlama – lama
berada di pondok pesantren.
Terkadang ada yang namanya kebawa teman
asrama. Terkadang ada teman yang suka bolos sekolah,
merokok, dan sebagainya. Hal seperti ini terkadang juga
membuat sebuah tekanan terhadap santri lain. Karena
kegiatan semacam ini adalah sebuah perilaku yang
menggoda. Terkadang banyak santri yang sejak awal
masuk di pesantren orangnya disiplin, rajin dan
sebagainya terkadang jika bertemu dengan mereka yang
suka bolos, merokok dan sebagainya, terkadang juga
akan terbawa oleh temannya. Hal seperti ini sebenarnya
bisa saja diantisipasi dengan cara lebih menekankan
pada teman yang benar – benar baik. Dengan seperti itu
bisa saja orang tersebut aman dari kebiasaan buruk itu.
Santri yang berada di pondok pesantren
seringkali gagal dikarenakan teman yang sering jail, atau
barang – barangnya sering hilang. Entah budaya atau
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
78
tradisi santri seringkali ghosob barang temannya. Istilah
ghosob ialah memakai barang teman namun tidak
meminta izin pemiliknya terlebih dahulu. Misalnya salah
satu santri ingin ke warung sebentar, dia tidak memakai
sendal miliknya sendiri hanya mengambil sembarangan
saja, meskipun itu bukan miliknya. Atau bisa juga
misalnya ada sebuah kegiatan di pondok pesantren,
santri berangkat memakai sandal “swalow” pulang
memakai sandal “new era”. Bisa juga sebagaimana
dijelaskan di atas yaitu baju. Salah satu santri ketika
hendak berangkat mengaji bajunya masih dijemur, lalu
mengambil saja punya teman dan tidak dikembalikan.
Hal semacam ini seringkali terjadi di sebuah pondok
pesantren, dan santri yang seringkali kehilangan barang
juga tidak betah berada di pondok pesantren. Selain itu
banyak santri yang jail dalam bentuk candaan,
terkadang juga membuat santri tidak betah di pesantren.
Masih banyak lainnya yang berkaitan dengan
tantangan – tantangan santri yang harus dilalui seorang
santri. Banyak tekanan batin seperti banyak setoran
yang harus diselesaikan, banyak tugas yang belum
diselesaikan dan sebagainya yang membuat batin santri
tersebut merasa tertekan, sehingga santri tersebut
merasa tidak betah berada di sebuah pesantren.
`Didalam sebuah pondok pesantren biasanya
terdapat sebuah keunikan tersendiri dalam metode
pembelajaran maupun penerapan perilaku yang harus
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
79
dimiliki seorang santri. Seperti misalnya di Pondok
Pesantren Al-Fattah, Kikil, Arjosari, Pacitan. Di
pesantren tersebut ada yang namanya ruh pondok
pesantren. Ruh pondok pesantren tersebut berbunyi
keikhlasan, kejujuran, dan perjuangan.
Seorang santri di pesantren tersebut harus
mempunyai tiga ruh pondok pesantren tersebut untuk
menjadi benar–benar seorang santri. Misalnya, di dalam
ruh yang pertama yaitu keikhlasan. Di dalam jiwa
seorang santri harus tertanam sebuah keikhlasan untuk
tahan dan kebal terhadap cobaan hidup yang ada di
pesantren.
Selanjutnya, santri harus mempunyai sifat
kejujuran juga selain keikhlasan. Seorang santri tentu
membaca al-Qur’an, kitab kuning merupakan sebuah
kebiasaan. Namun, sifat subjektif jujur, belum tentu
seorang santri punya. Namun seharusnya salah satu
sifat baik ini haruslah dimiliki oleh seorang santri.
Yang terakhir adalah perjuangan. Perjuangan
disini bisa diartikan sebagai gigih dalam mencari ilmu,
pantang menyerah. Seorang santri yang pelajarannya
tidak bisa dikatakana full day lagi tapi full time
sebagaimana telah saya jelaskan kegiatan santri di atas.
Jadi sifat gigih dalam mencari ilmu oleh seorag santri
harus dimiliki. Sifat inilah yang akan menentukan
keberhasilan seorang santri tersebut.
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
80
Aktivis Mahasiswa Saja Tidak Cukup
Oleh : Moh Kholilul Rokhim
Sebelum membahas soal aktivis mahasiswa, kita
perlu memahami terlebih dahulu problematika
mahasiswa. Mahasiswa merupakan seseorang yang tak
lepas dari pendidikan, dan bahkan mahasiswa
merupakan kaum-kaum yang terdidik. Sebagai kaum-
kaum yang terdidik seharusnya pendidikan mampu
membuat mahasiswa lebih dewasa dalam menghadapi
setiap permasalahan. Tetapi melihat kondisi saat ini
apakah pendidikan sudah secara keseluruhan mampu
merubah mahasiswa lebih dewasa dalam menghadapi
sebuah masalah?
Pada kenyataannya saat ini banyak mahasiswa
yang kebingungan ketika mendapat nilai yang jelek dari
seorang dosen, bahkan tak jarang ketika mahasiswa
protes, berkeluh kesah bahkan melakukan proses loby-
loby mendapat nilai yang jelek dari dosennya tanpa
mempertimbangkan kapasitas yang dimilikinya. Hal ini
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
81
menunjukan bahwa kapasitas sudah bukan menjadi
sebuah prioritas, melainkan nilai yang diberikan oleh
dosen menjadi tingkat kepuasan mahasiswa meskipun
tak semua mahasiswa seperti itu, tetapi hal tersebut
dapat menjadi indikasi bahwa adanya pergeseran tujuan
pendidikan. Pendidikan yang seharusnya mencerdaskan
dan membuat mahasiswa lebih dewasa dalam menyikapi
permasalahan berubah menjadi nilai yang diberikan
dosenlah sebagai alat ukur kepuasan mahasiswa.
Yang lebih menarik lagi adalah nilai yang
diberikan dosen ini mampu mempengaruhi sisi
psikologis mahasiswa. Ketika dosen memberikan nilai
yang jelek kepada mahasiswa, banyak mahasiswa
merasa tertekan terhadap nilai yang diberikan, bahkan
mungkin dapat menjadikan mahasiswa tidak enak
makan maupun malas melakukan suatu kegiatan,
bahkan yang lebih parah lagi, akibat tekanan nilai jelek
yang diberikan ini akan berdampak terhadap tindakan-
tindakan yang menyimpang seperti mabuk-mabukan,
bahkan membuat mahasiswa putus asa untuk
melanjutkan suatu pendidikan.
Melihat kondisi yang seperti itu, tentunya juga
akan berdampak pada kualitas lulusan yang dicetak oleh
suatu perguruan tinggi. Apakah selama ini lulusan
fakultas hukum paham akan hukum? Apakah selama ini
lulusan fakultas ekonomi paham akan ekonomi? Apakah
selama ini lulusan fakultas pendidikan paham akan
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
82
pendidikan? Bahkan berapa persen sarjana yang
berprofesi sesuai jurusannya? Tentunya melihat
permasalahan-permasalahan di atas harus ada
rekonstruksi pemikiran para mahasiswa agar para
mahasiswa sadar dan lebih memperhatikan bagaimana
meningkatkan kapasitas intelektual daripada hanya
sekedar penilaian yang pada kenyataannya nilai yang
diberikan tidak sesuai dengan kapasitas yang dimiliki
oleh mahasiswa tersebut.
Berbicara soal peningkatan kapasitas intelektual
mahasiswa tentunya akan timbul pertanyaan,
bagaimana cara meningkatkan kapasitas intelektual
mahasiswa? Peningkatan kapasitas mahasiswa dapat
dilakukan dengan cara membaca, diskusi dan menulis.
Sebagai mahasiswa, membaca merupakan suatu
keharusan, karena dengan membaca, dapat menambah
pengetahuan serta wawasan, ketika seseorang memiliki
pengetahuan serta wawasan yang luas maka dalam
menerima sebuah informasi maka juga akan lebih
selektif serta memiliki banyak pandangan sehingga
ketika ada informasi yang belum jelas kebenarannya
atau pun dalam menanggapi issu terkini seseorang
tersebut akan lebih bijak menanggapi informasi atau
issu yang beredar di masyarakat.
Selain membaca kegiatan yang dapat dilakukan
untuk mengembangkan kapasitas mahasiswa adalah
berdiskusi. Diskusi ini adalah suatu kegiatan bertukar
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
83
pikiran untuk menyelesaikan suatu persoalan, dengan
berdiskusi seseorang akan lebih mendapat banyak
pandangan dalam menanggapi suatu permasalahan.
Selain itu berdiskusi juga akan melatih kemampuan
seseorang dalam beretorika dan menyampaikan
pendapatnya secara sistematis, ketika seseorang
memiliki kemampuan beretorika dengan baik dan dapat
menyampaikan pendapatnya secara sistematis maka
ketika menyampaikan gagasan atau ide-ide yang dimiliki
juga akan mudah dipahami dan diterima oleh seseorang.
Kegiatan selanjutnya selain membaca dan
berdiskusi adalah menulis, banyak seseorang yang
hanya pandai berbicara tetapi tidak memiliki suatu
karya, maka dengan menulis seseorang akan dapat
berkarya dengan menuangkan hasil dari buah
pikirannya. Buah karya dari seseorang dalam bentuk
tulisan juga dapat dibaca oleh banyak orang sehingga
buah dari pikirannya pun juga dapat menjadi sumber
pengetahuan maupun dijadikan sebuah referensi bagi
orang lain. Bahkan dengan melalui sebuah tulisan
seseorang akan dapat terus dikenang karena pemikiran
yang dituangkan menjadi sumber pengetahuan.
Membaca, diskusi dan menulis merupakan suatu
rangkain yang saling berhubungan untuk meningkatkan
kapasitas seseorang terutama untuk mahasiswa, ketika
seseorang hanya menekankan hanya membaca saja
maka seseorang tersebut akan sulit berbagi pengetahuan
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
84
kepada orang lain, dan ketika seseorang hanya
menekankan hanya pada diskusi saja maka apa yang
disampaikan kurang begitu dapat dipercaya, karena bisa
jadi yang dibicarakan hanya sebuah opini tanpa ada
tendensi atau dasar yang kuat, dan ketika seseorang
hanya menekankan untuk menulis tanpa membaca dan
diskusi maka dalam menulis seseorang tersebut juga
akan kesulitan menuangkan pemikirannya karena
minimnya pengetahuan dan gagasan yang dimiliki, maka
membaca, diskusi dan menulis merupakan satu
kesatuan yang harus dibutuhkan seseorang terutama
bagi mahasiswa.
Aktivis Sebagai Jawaban Problematika Mahasiswa
Melihat kondisi saat ini, bagaimana cara
membentuk kultur mahasiswa yang gemar membaca,
berdiskusi dan menulis? Salah satu tawaran menjawab
pertanyaan tersebut adalah dengan cara menjadi seorang
aktivis. Ketika mendengar kata aktivis pasti kita
terbayang akan demonstrasi besar-besaran yang terjadi
pada tahun 1998, dimana pada saat itu para aktivis
berhasil melengserkan rezim orde baru.
Aktivis merupakan seseorang yang aktiv dalam
suatu organisasi, baik di dalam kampus maupun di luar
kampus. Aktivis biasanya memiliki kultur suka
membaca, kajian atau diskusi dan menyumbangkan ide-
ide atau sebuah pemikiran melalui sebuah tulisan, dan
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
85
tak jarang ketika melihat kondisi suatu pemerintahan
tidak stabil, mereka akan melakukan aksi turun ke
jalan. Tetapi sebelum mereka turun aksi ke jalan para
aktivis akan melakukan suatu kajian tentang kondisi
sosial di sekelilingnya dan menggali informasi-informasi
yang berkaitan setelah dirasa persiapannya sudah cukup
matang kemudian mereka mulai mengumpulkan orang-
orang yang sepemikiran untuk melakukan aksi kejalan.
Tetapi melihat kondisi perkembangan zaman
semakin modern, terutama perkembangan teknologi dan
informasi semakin pesat, para aktivis saat ini lebih
inovatif dalam mengemas ide-ide dan pemikirannya.
Karena tuntutan zaman yang semakin berkembang, para
aktivis tidak hanya dituntut untuk membaca, diskusi
dan turun aksi ke jalan, tetapi para aktivis lebih kreatif
dan inovatif dalam mengemas ide-ide dan pemikirannya
dengan memanfaatkan teknologi dan media informasi.
Melalui teknologi dan media informasi para
aktivis mampu mengedukasi dan menumbuhkan
kesadaran masyarakat akan kondisi sosial yang sedang
terjadi. Contoh kecil dari pemanfaatan teknologi dan
media informasi oleh para aktivis yaitu para aktivis
sering membuat tulisan-tulisan yang kemudian
dipublikasikan lewat blog, website, maupun media-media
lainnya. Para aktivis juga sering membuat video yang
mengedukasi untuk kemudian dipublikasikan lewat
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
86
youtube, instagram maupun media-media sosial lainnya
supaya dapat dikonsumsi oleh masyarakat.
Aktivis Saja Tidak Cukup
Menjadi aktivis memang salah satu cara
pengembangan diri untuk seseorang mahasiswa, dengan
menjadi aktivis kita akan mendapatkan banyak
pengalaman, baik dalam sebuah teori maupun dalam
bentuk praktek lapangan. Tetapi yang tak boleh
dilupakan ketika menjadi sebuah aktivis adalah
bagaimana menyeimbangkan antara kebutuhan
intelektual dengan kebutuhan moral dan spiritual.
Kebanyakan para aktivis saat ini lebih mementingkan
kebutuhan intelektual dan mengesampingkan
kebutuhan moral dan spiritual.
Bagaimana menyeimbangkan antara kebutuhan
intelektual dengan kebutuhan moral dan spiritual?
Tawaran yang tepat adalah dengan tidak hanya menjadi
aktivis tetapi juga menjadi seorang santri. Ketika menjadi
aktivis, mungkin kebutuhan intelektual seseorang akan
ditempa agar selalu tercukupi, dan ketika menjadi santri
seseorang akan banyak belajar tentang persoalan moral
dan persoalan spiritual.
Penanaman tentang moral dan spriritual seorang
santri akan lebih banyak ketika seorang santri tersebut
berada disebuah pondok pesantren. Penanaman moral
dan spiritual santri akan lebih matang ketika seseorang
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
87
tersebut telah berada dalam sistem pondok pesantren.
Sistem pada pondok pesantren akan menanamkan nilai-
nilai moral dan spiritual seperti bagaimana menghormati
kepada seseorang, bagaimana seseorang dapat hidup
dengan sebuah kesederhanaan, bagaimana seseorang
dapat disiplin dan istiqomah dalam beribadah dan
bagaimana menghormati seorang guru atau yang sering
disebut dengan sikap tawadhu’ terhadap seorang guru
dan masih banyak lagi nilai-nilai moral dan spiritual
yang ditanamkan oleh sistem pondok pesantren kepada
santri-santrinya.
Nilai-nilai moral dan spiritual itulah yang kadang-
kadang sering dilupakan oleh seorang aktivis,
kebanyakan aktivis lebih mementingkan kapasitas
intelektual dan mengesampingkan nilai-nilai moral dan
spiritual, maka dari itu semangat jiwa seorang aktivis
dalam mengembangkan kapasitas intelektual harus
disinergikan dengan semangat jiwa santri dalam
membentuk nilai-nilai moral dan spiritual. Kapasitas
intelektual memang sangat diperlukan tetapi harus
disinergikan dengan nilai moral dan nilai spiritual yang
baik pula.
Kapasitas intelektual akan menjadikan seseorang
menjadi pribadi atau insan yang akademis, moralitas
akan membentuk seseorang menjadi pribadi yang
senantiasa bertanggungjawab dimasyarakat, terutama
bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat yang
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
88
adil dan makmur. Sedangkan spiritualitas yang baik
atau dalam arti hablumminallah (hubungan manusia
dengan Tuhannya) dan hablumminannas (hubungan
manusia dengan sesamanya) yang baik akan
menghasilkan seseorang ketika bertindak hanya semata
mengharap ridho Allah swt.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
menyeimbangkan jiwa aktivis dan jiwa santri sangatlah
penting, seorang aktivis mahasiswa harus dapat
menyeimbangkan antara jiwa aktivis dan jiwa seorang
santri agar menjadi seorang akademis atau insan
akademis yang senantiasa bertanggungjawab atas
terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi
Allah swt.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
89
Ilmu Tak Hanya dari Akademik
Oleh: Lorensa Agustina
Manusia merupakan salah satu makhluk ciptaan
Allah SWT, yang ada di muka bumi ini. Setiap dari
individu telah dibekali oleh-Nya kelebihan dan
kekurangan. Mereka yang cerdas adalah yang mampu
tawadhu’ dengan segala kelebihan yang dimiliki, serta
mampu mensyukuri kekurangan dengan menjadikannya
menjadi sebuah kelebihan. Di Era 4.0 ini, di mana
persaingan dunia kerja semakin ketat, hal yang bisa kita
persiapkan adalah memiliki sebuah kemampuan atau
skill yang berbeda dari lainnya. Dalam hal ini, tentunya
kita tahu dalam lingkup pendidikan perguruan tinggi,
pembelajaran di dalam kelas perkuliahan bisa dikatakan
hanya 30 % ilmu yang dapat kita tangkap. Selebihnya
kita harus mencari 70 % nya, oleh karenanya hal
tersebut menurut aku dapat kita dapatkan melalui ikut
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
90
serta dalam organisasi yang ada di perguruan tinggi yang
kita tempati.
Sedikit sebuah cerita, memang dapat dikatakan
sebagian mahasiswa itu memiliki karakter apatis,
dimana mereka tidak mempunyai minat untuk mengikuti
organisasi. Namun, hal tersebut bukanlah sebuah
kesalahan, mereka yang lebih berfokus pada prestasi
akademik tentu mempunyai tujuan tersendiri. Begitupun
mereka yang sedang berada di bangku kuliah dengan
sambil mengikuti organisasi juga memiliki tujuan
tertentu. Sekedar pengalamannya, aku akrab dengan
sapaan Rensa, aku sedang berada di bangku kuliah.
Tepatnya yaitu berada di salah satu universitas di
Tulungagung. Sebuah hobi itu terkadang yang
mengantarkan kita pada proses kesuksesan. Kenapa bisa
seperti itu, menurut aku banyak banget yang pelajaran
yang bisa di ambil dari sebuah mengikuti organisasi.
Dapat kita kupas satu persatu pelajaran yang
dapat kita ambil dari pengalamanku dari mengikuti
organisasi di Perguruan Tinggi. Pertama, kita dapat
belajar tentang public speaking, menurutku public
speaking itu penting banget. Bisa dilihat, pembelajaran
di dalam kelas perkuliahan dalam bentuk persentasi
tentu membutuhkan ilmu yang dinamakan public
speaking. Hal tersebut bagaimana kita dapat memiliki
keberanian untuk berbicara di depan audien, yaitu
teman-teman yang berada di dalam kelas perkuliahan.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
91
Tidak hanya itu, ketepatan penggunaan kata
dalam persentasi di kelas, sangat diperlukan. Sering
banget bukan? Kita sering berbelit-belit dalam
penggunaan kata.
Kedua, dari organisasi aku belajar tentang
keberanian membangun relasi. Beradaptasi tentunya ada
hal penting bagaimana kita dapat mudah bergaul dengan
orang lain, saling bertukar ide atau gagasan, serta
wawasan yang belum tentu kita dapat dari kelas
perkuliahan saja. Dapat dipahami, bahwa semakin kita
dapat membangun relasi yang banyak ilmu yang
mungkin belum kita ketahui bisa kita ketahui. Sesuai
dengan status manusia, manusia merupakan makhluk
sosial, dimana kita tidak dapat hidup sendiri tentunya
kita membutuhkan bantuan sesama. Sangat dikatakan
mustahil jika manusia dikatakan selama hidupnya tidak
membutuhkan bantuan sesama.
Ketiga, aku belajar dari organisasi tentang jiwa
kepemimpinan atau biasa disebut dengan leadership.
Bukankah disebut juga dalam sabda Nabi Muhammad
saw., yang mengatakan “Kullukum Ra’in Wa Kullu Ra’in
Mas’ulun ‘An Ra’iyyatihi”. Dalam hadist tersebut
dikatakan bahwa, setiap individu dari kita adalah
pemimpin, dan tiap-tiap pemimpin akan dimintai
pertanggungjawabanya. Hal yang paling pokok terkait
pembahasan tersebut, bagaimana kita mampu
memimpin diri kita terlebih dahulu. Contoh hal-hal kecil
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
92
memimpin diri sendiri yaitu tentang mengarahkan sikap
dalam diri terkait dengan menghargai waktu, bisa
disebut juga tentang kedislipinan. Kedislipinan sangat
penting untuk ditanamkan dalam diri, menurut aku
terkadang seseorang itu semakin bertambah umurnya
makin malas, nah oleh karenanya melalui organisasi
dapat memacu semangat kembali.
Keempat, melalui organisasi menurut aku juga
kita dapat belajar untuk mempersiapkan bagaimana
sikap kita nantinya setelah lulus dari pendidikan yang
sudah ditempuh. Ada ilmu yang bisa kita terapkan
dengan objek masyarakat. Sesungguhnya tempat
kembali yang seutuhnya setelah pendidikan adalah
masyarakat. Terkait dalam hal tersebut, kita tentu harus
berpikir bukan tentang seberapa besar apresiasi
masyarakat kepada diri kita, namun kita berpikir
seberapa besar yang bisa kita berikan kepada mereka.
“Khoirunnas ‘Anfauhum Linnas” pada akhirnya sebaik-
baik manusia adalah manusia yang bermanfaat untuk
lainnya.
Kelima, organisasi menurut aku dapat menjadi
satu tempat refershing dari keseharian jadwal kuliah.
Pada saat ada titik kejenuhan, semangat itu akan
muncul kembali ibaratnya seperti di charge full melalui
kegiatan organisasi. Bagaimana tidak, kita pasti
mendapat tanggungjawab tambahan melalui kegiatan
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
93
organisasi. Hal tersebut mampu melatih kita tentunya
untuk tidak menunda-nunda pekerjaan.
Hal-hal yang sudah aku jelaskan di atas adalah
seputar begitu bermanfaatnya ikut serta dalam sebuah
organisasi. Sebuah manfaat tentunya dapat dirasakan
setiap individu yang telah mengikuti sebuah organisasi.
Jangan salah ya, struktur pengurus kelas perkuliahan
juga merupakan wujud dari adanya organisasi.
Bagaimana belajar leadership, public speaking,
kedislipinan dan lainnya. Namun, kita memang benar-
benar harus memastikan terlebih dahulu terkait ranah
organisasi yang benar. Jangan sampai kita mengikuti
sebuah organisasi menyebabkan kita terjun dalam hal
yang ranahnya tidak benar. Kuliah tetap kita jadikan
prioritas, tetapi jika sudah sedang berada di lingkungan
organisasi kita harus totalitas. Jadi dapat dikatakan
segala hal yang positif itu dilakukan secara seimbang
serta tanpa adanya rasa beban dalam diri.
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
94
Mahasiswa Bukan Makhluk Hedonis
Oleh : Safira Nurul Kifayah
Pendidikan dalam kehidupan manusia adalah
seperti dua pasang sandal yang mana tidak akan
berguna apabila tidak ada sepasang. Hal ini dapat kita
buktikan bahwa dalam segala aspek kehidupan manusia
pasti menggunakan pendidikan seperti dalam hal
berbicara, berinteraksi dengan masyarakat luas yang
mana harus memperoleh bimbingan terlebih dahulu
sejak dini agar dapat berbicara dan berinteraksi yang
baik dengan masyarakat. Berbicara tentang pendidikan
ada beberapa faktor yang membuat pendidikan
dikatakan berhasil diantaranya adalah menurut para
ulama' bahwa dalam mencari ilmu seoorang pelajar
harus memiliki sifat qana'ah atau menerima apa adanya,
mensyukuri setiap pemberian dari Tuhan Yang Maha
Esa.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
95
Hedonisme sendiri menurut KBBI adalah
pandangan yang menganggap bahwa kesenangan adalah
tujuan utama dari kehidupan. Hedonis merupakan sifat
berlebih-lebihan. Dalam proses mencari ilmu yang ada di
pesantren diajarkan bahwasanya seorang santri tidak
boleh memiliki sifat hedonis, oleh karena itu hingga saat
ini pesantren terkenal dengan ke sederhanaannya.
Santri yang hidup di kalangan masyarakat menengah
atas pun ketika memasuki pesantren menjadi seorang
yang sederhana. Hal ini mengajarkan kepada santri
bahwasanya sekecil apapun nikmat pemberian dari Allah
harus diterima dan disyukuri karena masih banyak
diluar sana yang lebih memiliki banyak kekurangan dari
pada mereka.
Selain itu, sifat sederhana yang ada di pesantren
mengajarkan kepada santrinya agar kelak ketika para
santri sudah keluar dari pesantren dapat menerapkan
kesederhanaannya guna melatih mental para santri
untuk selalu menjaga nikmat dari Allah dan senantiasa
bersyukur. Sifat hedonis merupakan perilaku yang
dibenci oleh Allah swt., hal ini dijelaskan dalam suatu
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori:
رْهَمِ وَالْقَطِيفةَِ وَالْخَمِيصَةِ ، إِنْ أعُْطِىَ رَضِىَ ، وَإِنْ لمَْ يعُْطَ لمَْ يَرْ يناَرِ وَالد ِ «ضَ تعَِسَ عَبْدُ الد ِ
“Celakalah hamba dinar, hamba dirham, hamba
pakaian dan hamba mode. Jika diberi, ia ridho.
Namun jika tidak diberi, iapun tidak ridho”. (HR.
Bukhori No. 6435)
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
96
Dalam hadist diatas disebutkan bahwa sifat
berlebih-lebihan merupakan hal yang tidak disenangi
oleh setan dan dibenci oleh Allah swt. Sudah jelas bahwa
segala sesuatu yang dibenci Allah swt. dan disenangi
setan akan berhadiahkan neraka kelak di hari akhir oleh
karena itu sebagai manusia yang percaya akan agama
Islam sudah seharusnya menjauhi sifat hedonis atau
berlebih-lebihan.
Ibadah pun jika dikerjakan secara berlebih-
lebihan juga tidak baik, semisal saja sholat fardhu
shubuh yang seharusnya dua rokaat kemudian dengan
sengaja melebihkan menjadi tiga rokaat pun juga tidak
baik. Dalam Kitab Riyadhus Sholihin menjelaskan bahwa
pada waktu puasa tidur memang terhitung sebagai
ibadah namun, jika terlalu lama tidur hingga lupa akan
kewajiban pun juga tidak baik.
Nabi Muhammad saw. merupakan uswatun
khasanah bagi umatnya, selain seorang pemimpin yang
bijaksana Nabi Muhammad saw. juga merupakan
seorang pemimpin yang jauh dari kata mewah.
Kehidupan Nabi Muhammad saw. selalu berada dalam
taraf sederhana sekalipun beliau memiliki istri yang kaya
raya yaitu Siti Khodijah ra. Sehingga pada suatu riwayat
menyebutkan bahwa Nabi Muhammad saw. ketika
meninggal tidak meninggalkan sepeserpun harta
melainkan ilmu yang ditinggalkan. Hal ini mencerminkan
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
97
bahwa kehidupan Nabi Muhammad saw. selama masa
hidupnya jauh dari harta yang berlimpah.
Kesederhanaan Nabi Muhammad saw. semasa
hidupnya tidak membuat Nabi Muhammad menjadi
hamba yang benci akan Allah, dengan kesederhanaan
Nabi Muhammad saw. beliau selalu menyisihkan
hartanya untuk bersedekah hingga suatu ketika Nabi
Muhammad saw. sedang berduduk santai dirumahnya
untuk menunggu adzan Maghrib yang saat itu Nabi
Muhammad saw. sedang berpuasa kemudian terdengar
suara ketukan pintu, kemudian dibukalah pintu
rumahnya oleh salah satu putri Nabi Muhammad saw.
ternyata ada seorang pengemis yang meminta makanan
kemudian oleh Nabi Muhammad saw. diberikan sepotong
roti. Padahal pada saat itu kondisi di kediaman Nabi
Muhammad saw. hanya tersisa tiga potong roti saja yang
akan dimakan oleh Nabi Muhammad saw. dengan putri
di rumahnya. Namun, sebelum berbuka roti tersebut
hampir habis karena kedatangan pengemis dan Nabi
Muhammad saw. pun tidak merasa kekurangan atas
makanan yang telah diberikan kepada pengemis itu tadi.
Selang beberapa waktu pada sore itu juga datang
lagi seorang pengemis yang kelaparan kemudian oleh
Nabi Muhammad saw. diberikan lagi sepotong rotinya.
Kejadian ini berulang sebanyak tiga kali dalam satu hari
tersebut. Dengan adanya kejadian tersebut tidak
membuat Nabi Muhammad saw. merasa kekurangan
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
98
malah bertambah nikmat yang Allah swt. berikan kepada
Nabi Muhammad saw.
Dari kisah Nabi Muhammad saw. tersebut banyak
sekali ibrah yang dapat dipetik antara lain selalu
bersyukur ketika diberi nikmat oleh Allah swt., ringan
tangan dalam artian gemar bersedekah dan membantu
orang lain, dan juga ikhlas ketika beramal. Ketika ketiga
hal tersebut diterapkan dalam kehidupan manusia
khususnya pada kalangan santri dan mahasiswa maka
akan terhindar dari sifat hedonis.
Sifat hedonis ada karena beberapa faktor antara
lain faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
dari hedonisme yang ada pada diri manusia adalah rasa
tidak puas memang sudah menjadi sifat manusiawi,
Namun, alangkah baiknya adalah manusia dapat
mengontrol rasa tidak puas itu. Sedangkan faktor
eksternal nya adalah lingkungan, lingkungan sangat
memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap
kehidupan seseorang, adanya globalisasi yang semakin
berkembang hal ini menyebabkan masyarakat Indonesia
menjadi masyarakat yang konsumtif.
Mahasiswa yang mayoritas merupakan anak
rantau jauh dari orang tua memaksanya untuk menjadi
manusia mandiri, serba sendiri bahkan dalam
pengelolaan uang pun harus sendiri. Pandai dalam
mengatur keuangan adalah tugas wajib seorang
mahasiswa apabila ia tidak mau kekurangan, dengan
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
99
memanajemen uang maka uang dari orang tua tidak
akan terbuang sia-sia. Selain itu, alangkah baiknya jika
beberapa uang disisihkan sebagai tabungan guna untuk
ketika ada kebutuhan mendadak. Menahan nafsu untuk
menjadi konsumtif adalah hal terpenting dalam jiwa
mahasiswa. Beberapa tips untuk mahasiswa dalam
mengelola keuangan agar tidak boros.:
1. Buat data pengeluaran primer terlebih dahulu. Agar
ketika beli kebutuhan sehari hari tidak membludak
dan lebih termanajemen.
2. Sisihkan uang untuk kebutuhan primer, seperti
peralatan mandi, sabun cuci baju, dan lain
sebagainya.
3. Buat jatah jajan perhari, atau uang jatah makan.
4. Sisihkan uang untuk menabung. Semisal setiap ada
uang pecahan dua ribu rupiah langsung
ditabungkan atau ditarget setiap hari menabung
dua ribu rupiah.
5. Tahan hawa nafsu untuk membeli sesuatu yang
belum dibutuhkan.
6. Sisihkan juga untuk bersedekah. Karena hakikatnya
bersedekah tidak akan mengurangi harta seseorang,
Allah sudah berjanji kepada hambanya bahwa akan
melipat gandakan harta hambanya yang mau
bersedekah.
Semoga tips diatas dapat berguna bagi kita semua.
Dan semoga kita dijauhkan dari sifat hedonis.
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
100
Dibalik Makna Iqra’
Oleh: Zainul Musthofa
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan
seseorang untuk mendapatkan ilmu baru yang belum ia
dapatkan, sehingga dengan membaca kita pasti akan
mendapatkan ilmu pengetahuan yang baru dan dapat
menambah wawasan kita mengenai berkembangnya
iptek sekarang ini. Membaca juga merupakan salah satu
ciri dari seseorang yang sukses. Membaca merupakan
suatu hal yang harus selalu dilakukan oleh setiap orang,
bahkan wahyu pertama kali yang turun dari kitab suci
al-quran adalah kata “iqro” yang berarti “bacalah”, hal
tersebut menunjukkan betapa pentingnya membaca
pada kehidupan manusia ini.
Setiap orang diwajibkan sekali harus bisa
membaca, kenapa karena membaca akan membawa
pembaca menjadi orang yang bermanfaat bagi dirinya
sendiri dan orang lain. Jadi saat kecil kita sudah diajari
membaca ketika sekolah di tk, sungguh jasa dari seorang
guru taman pendidikan kanak-kanak sangat
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
101
berkontribusi besar dalam mengajarkan dan mencetak
generasi bangsa yang dapat membaca. Tak lupa pula
guru TPQ yang mengajarkan kita mulai dari a, ba, ta
sampai ya sehingga kita dapat membaca kitab suci Al-
Quran dengan baik dan benar. Begitu mulianya jasa
guru bagi generasi bangsa ini.
Bacaan apa sajakah yang perlu kita baca?
tentunya pertanyaan tersebut selalu muncul dibenak
kita, menurut saya semua jenis buku, koran, majalah,
ataupun yang mengandung ilmu pengetahuan perlu
sekali kita baca, sehingga kita dapat memanfaatkan
waktu luang kita untuk membaca, khususnya untuk
membaca kitab suci Al-Quran, karena disamping kita
mendapat pahala kita juga dapat mengambil hikmah dari
kitab suci Al-Quran tersebut dan dapat mengamalkan
ajarannya pada kehidupan sehari-hari.
Santri merupakan seseorang yang selalu menjadi
pelopor dalam melakukan kebaikan. Santri bukan saja
orang yang tinggal di pondok pesantren saja, melainkan
setiap orang yang selalu haus akan ilmu pengetahuan
juga dapat dikatakan sebagai santri. Santri pasti
kesehariannya adalah belajar, belajar, dan belajar,
sehingga mereka tak punya banyak waktu yang ia
gunakan untuk selain belajar dan salah satu belajar
yang ia lakukan adalah membaca kitab kuning,
membaca kitab suci Al-Quran dan sejenisnya. Kehadiran
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
102
santri pada zaman sekarang ini tentunya sangat
diharapkan bagi semua masyarakat.
Saya merupakan salah satu santri dari Pondok
Pesantren al Hikmah Melathen, Kalangbret, Kauman,
Tulungagung. Saya mulai mondok setelah lulus dari
Sekolah Dasar Negeri 1 Tiudan. Hal tersebut saya
lakukan karena pada waktu kecil saya sering berbuat
jelek dan bahkan sampai meninggalkan sholat, dan salah
satu tujuan dari saya mondok disana adalah supaya
saya dapat menjadi seseorang yang lebih baik lagi dari
sebelumnya dan dapat bermanfaat bagi sesama.
Awal mula disana saya merasa sangat sedih
sekali, bahkan sampai menangis di kamar. Iya maklum
karena merasa jauh dari kedua orang tua dan teman-
teman yang ada di rumah. Namun lama kelamaan, saya
betah disini, dan sudah saya anggap sebagai rumah
kedua saya yang paling indah yang pernah saya tempati.
Sebelum saya mondok saya itu kesukaan saya bermain
sepak bola, bermain ps dan sejenisnya, sehingga saya
sampai lupa melaksanakan perintah dan kewajiban
untuk beribadah kepada Allah swt.
Suatu ketika saat saya bermain play station
bersama teman, itu saya berangkat sekitar jam 6 pagi ya
maklum lah saat itu liburan sekolah tiba, sehingga saya
memanfaatkan waktu sepagi mungkin untuk bersenang-
senang. Disana saya pernah sampai maghrib dan dicari-
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
103
cari orang tua saya kemana-mana lalu saya dimarahi
dan tidak boleh mengulanginya lagi.
Pondok pesantren merupakan salah satu tempat
peninggalan sejarah yang sangat penting bagi umat
manusia sekarang ini. Karena disitu, kita dapat
mempelajari berbagai kajian agama Islam, seperti kitab
kuning, nahwu-shorof, fiqih dan lainnya. Tak lupa pula
disana juga diajarkan bagaimana arti kebersamaan,
kedisiplinan, dan kekompakan antar santri, sehingga
terjalin ukhuwah yang saling erat antar santri. Disana
juga diajarkan bagaimana arti hemat yang sesungguhnya
seperti makan dengan lauk seadanya, masak sendiri dan
memanfaatkan bekal yang diberikan oleh orang tua
dengan seperlunya saja.
Pertama kali disana pernah saat cuci baju itu
dicucikan ayah saya, setelah itu saya bisa mencuci baju
sendiri. Saat masak pertama kali, saya juga bingung
bagaimana cara memasak itu, dan beruntung saya
bertemu teman saya yang ahli dalam hal masak-
memasak, sehingga saya dapat memasak sendiri. Untuk
lauk biasanya saya beli matang itu di pasar, karena
pondok saya dekat pasar, dan kadang juga masak mie
goreng, nasi goreng dan sejenisnya, pokoknya seru sekali
indahnya mondok itu. Bagi kamu yang belum mondok
segera mondok ya, mondok itu keren lho.
Alhamdulillah, setelah beberapa waktu kemudian,
seiring berjalannya waktu saya sudah tamat dan lulus
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
104
dari pondok tersebut, dan alhamdulillah sekarang
mendapat tugas amanat untuk berkhidmah di pondok
ini yaitu dengan cara mengajar santri-santri. Sungguh
sangat senang sekali saya dengan amanat tersebut.
Ternyata menjadi seorang guru itu mudah ya, kita dapat
berbagi cerita, berbagi ilmu, dan berbahagia bersama di
dalam kelas. Namun untuk menjadi guru, diperlukan
usaha yang sangat luar biasa hebat, dan menurut saya
profesi yang paling mulia adalah menjadi seorang guru.
Kata dosen saya ada sesuatu hal yang sangat indah jika
sudah menjadi seorang guru, yaitu disamping
memperoleh gaji, kita juga dapat berusaha
memperjuangkan generasi bangsa supaya menjadi
generasi yang beriman, berilmu, bertaqwa dan
berakhlaqul karimah.
Guru merupakan seseorang yang sangat terpuji,
ia laksana sebagai penerang dalam kegelapan yang selalu
menyinari muridnya dengan berbagai ilmu yang ia miliki
seperti matahari yang selalu setia menyinari bumi hingga
hari kiamat nanti. Guru juga harus memperbanyak
wawasan dengan membaca berbagai ilmu dan buku
supaya dapat selalu memberi motivasi kepada muridnya
rajin membaca buku. Betapa pentingnya membaca
sehingga dengan membaca kita dapat menaklukan dunia
dan mencapai kebahagiaan dan kesuksesan yang sejati.
Membaca sangat digemari di kalangan santri,
karena dengan membaca ia akan tahu banyak hal,
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
105
semakin banyak apa yang ia baca maka semakin banyak
pula apa yang belum diketahuinya. Jadi tetap semangat
membaca, meskipun dalam kondisi apapun, dimanapun
dan kapanpun. Tidak ada kerugian sedikit pun jika anda
menghabiskan banyak waktumu untuk membaca,
khususnya membaca kitab suci al-Quran. Gapai cita-
citamu dengan banyak membaca, jangan pernah bosan
untuk membaca, jangan sia-siakan kesempatanmu
untuk membaca, karena di luar sana masih banyak
orang yang belum bisa membaca seperti kita. Jangan
malu jika kamu dimintai tolong untuk memberikan dan
mengajari orang yang belum bisa membaca, membacalah
maka dunia akan mudah kau genggam. Jangan lupa
selalu doakan semua gurumu yang sudah
membimbingmu sampai kamu dapat hebat seperti ini.
Jangan lupa saat Hari Raya Idul Fitri tiba, sempatkanlah
waktumu untuk bersilaturrahim kepada mereka, supaya
mereka dapat merasakan kebahagiaan juga, dapat
menciptakan generasi istimewa untuk kemajuan bangsa
ini. Waktu liburan juga sempatkanlah mengunjungi
mereka dengan membawa oleh-oleh secukupnya sebagai
tanda terima kasihmu kepada merekam yang telah
berjasa dalam kehidupanmu. Selamat berproses dan
menikmati kesibukanmu dengan membaca. Ciptakan
Generasi Indonesia Gemar Membaca. Semangat
Membaca ya. Semoga Sukses. Aamiin.
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
106
Cintai Lingkungan
Oleh: Muhammad Ainun Najib
Setiap pagi hari pukul 07.00 WIB merupakan sebuah
waktu yang dianggap sakral oleh santriwan dan
santriwati. Waktu tersebut adalah waktu dimana santri
masuk dalam kelas untuk mendapatkan pengajaran
mengenai ilmu-ilmu keagamaan. Ada yang berfokus pada
Madrasah Diniyah, pembahasan mengenai Bimbingan
Tilawatul Al-Quran, ada pula yang berfokus pada Seni
Baca Al-Quran. Masing – masing santri dapat mengikuti
pembelajaran dan menyesuaikan pada kemampuan yang
dimiliki.
Proses pembelajaran berlangsung selama dua
semester, artinya waktu tersebut bukanlah waktu yang
singkat untuk belajar mengenai ilmu agama. Pada
pembelajaran ini saya mengambil di pembelajaran
Bimbingan Tilawatul Quran. Sebenarnya dalam
penyeleksian saya sudah dikasih pilihan untuk memilih
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
107
diantara ketiga pilihan tersebut tetapi oleh ustadznya
tidak dikasih informasi yang lebih mengenai masing-
masing pilihan sehingga saya memutuskan untuk
memilih Bimbingan Tilawatul Al-Quran tersebut.
Ternyata dalam pembelajarannya saya sudah bisa dan
mengerti mengenai pembahasan dan pembelajarannya
sehingga saya sendiri merasa kurang manteb dengan
pilihan saya, akhirnya saya dan teman pergi ke kantor
gedung Pascasarjana untuk meminta perizinan mengenai
perpindahan pilihan tersebut. Proses berlangsung
kurang lebih 20 menit dan akhirnya diizinkan untuk
pindah ke Seni Baca Al-Quran. Setelah itu saya pun
langsung masuk ke kelas yang telah ditentukan dan
menghadap penanggungjawab dari kelas tersebut untuk
mengikuti pembelajarannya. Setelah diterima dan
disetujui mulai hari itu sampai dengan lulus akhirnya
berada di kelas tersebut dan pembelajarannya saya suka
serta ada pengetahuan baru dalam pembelajaran
tersebut.
Hari demi hari berlalu, banyak canda tawa dalam
kelas mulai dari ustadz bercerita tentang guru-guru
besar dalam pembelajaran Seni Baca Al-Quran, fadhilah
mempelajari Al-Quran, sampai dengan pengalaman
ustadz dalam mengikuti lomba-lomba Seni Baca Al-
Quran. Santri-santri merasakan kenyamanan dan
kebersamaan dalam kelas sehingga pembelajaranpun
berjalan dengan lancar dan kondusif. Meskipun ada
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
108
beberapa diantara anggota di kelas yang masih banyak
bolos, tidak mengikuti pembelajaran, sampai dengan
masuk kelas ketika hanya ujian. Yang jelas dalam kelas
tersebut tercipta rasa kekeluargaan yang erat.
Pada hari tertentu saya berangkat agak siang, karena
di kos sendiri antrian mandi juga sedikit lama sehingga
menghambat saya dalam belajar mengaji. Pagi sebelum
saya berangkat hujan turun lebat, disertai sedikit angin
yang mengiringi hujan dan suasana di pagi hari itu
sedikit kacau. Setelah reda saya pun keluar dari kamar
menuju kamar mandi, betapa terkejutnya genangan air
yang banyak di sekitar kamar mandi yang tersumbat
oleh sampah sehingga tidak bisa mengalir. Tanpa pikir
panjang saya langsung mencari pusat dari lubang yang
tersumbat tersebut dan alhamdulillah akhirnya
genangan sedikit demi sedikit dapat berkurang dan bisa
mengalir. Saya teringat sejenak dengan dawuh pak
ustadz tentang kalimat annadhofatu minal iman. Apakah
seperti ini jadinya bila kebersihan lingkungan tidak
dipedulikan oleh orang – orang, dalam hal kecil bisa
terjadi demikian mungkin lain hari bisa terjadi yang lebih
besar seperti banjir ataupun sesuatu hal yang lebih
mengerikan. Setelah genangan air berkurang semakin
banyak lalu saya segera mandi dan berangkat ke
kampus karena dirasa agak siang dan sepertinya sudah
terlambat untuk mengikuti pembelajaran kajian
keagamaan.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
109
Jelang beberapa bulan kemudian terjadi pohon besar
tumbang yang disertai angin dan hujan sangat lebat. Hal
tersebut sedikit menggangu santri santri dalam
berangkat mengikuti kajian keagamaan. Dalam peristiwa
ini saya tidak andil mengikuti evakuasi karena saya
dalam perjalanan sudah terjadi peristiwa tersebut
sehingga saya tidak tahu persis kejadiannya seperti apa,
yang saya ketahui hanya sisa sisa puing-puing yang
belum disingkirkan. Namun dalam hati kecil saya
berbisik apakah alam dan lingkungan sudah tidak
bersahabat dengan kita sehingga hal-hal tersebut bisa
terjadi ataukah itu bentuk protes alam untuk selalu
peduli dan cinta lingkungan. Saya pun juga tidak tahu
yang pasti seperti apa, yang jelas kita harus peduli
terhadap lingkungan karena hal tersebut akan
berpengaruh pada kehidupan kita sendiri.
Dari kejadian tersebut dapat saya ambil pelajaran
bahwa cinta dan peduli terhadap lingkungan adalah hal
yang utama yang harus kita galakkan. Menjaga
kebersihan dalam madrasah termasuk juga wujud dari
cinta terhadap lingkungan baik kebersihan di
lingkungan, kebersihan di kamar mandi ataupun segala
bentuk yang mengacu pada kebersihan, selain itu santri
juga dapat melakukan kegiatan dalam bentuk cinta
lingkungan dengan membuat taman di sekitar madrasah
yang nantinya dapat dijadikan daerah resapan air, bisa
juga melakukan reboisasi kecil-kecilan di daerah
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
110
madrasah yang kiranya luas dan masih sepi tanaman.
Intinya kita dapat melakukan segala bentuk aktivitas
yang posifit dan berguna dalam mendukung dan
memberikan manfaat kepada diri kita sendiri dan
lingkungan di sekitar kita.
Teknologi Yes, Hoax No, Prestasi Oke
Oleh: Anggi Novita
Pagi yang cerah di kampus hari ini. Pemandangan
mahasiswa yang lalu lalang dengan gadget yang tak
lepas dari tangannya, pertanda disitu merupakan
lingkungan orang-orang modern dan berilmu.
Perkenalkan sobat, namaku Anggi Nov, aku juga salah
satu mahasiswa yang ada di kampus modern nan
terkenal ini. Di kampus ku teknologi merajalela terlepas
dari zaman 4.0 saat ini. Apapun yang dilakukan
mahasiswa dan dosen sudah terarah ke teknologi dan
media sosial. Terlepas semua itu, kami sebagai
mahasiswa Universitas Islam tidak meninggalkan
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
111
kaidah-kaidah ke-santri-an karena kampus kami
berbasis kampus Islam dan peradaban. Semua
mahasiwa, dosen, termasuk karyawan dan OB
menggunakan pakaian yang rapi, sopan, dan tentunya
menutup aurat.
Kampus sebagai ajang pendidikan tertinggi yang
ada, membuat mahasiswanya mau tidak mau harus
mengikuti perkembangan zaman yang sudah aku
jelaskan di atas. Kami harus pintar-pintar untuk
memanfaatkan teknologi untuk membantu dalam
pembelajaran dan studi penelitian. Diantaranya:
Lift
Lift merupakan alat yang bisa memindahkan orang
maupun barang dari lantai bawah ke lantai atas ataupun
sebaliknya dengan menggunakan teknologi yang sudah
di rancang sebagaimana mestinya. Lift ini di rancang
seperti ruangan yang di dalamnya muat 7-10 orang serta
di lengkapi dengan pintu di setiap lantainya. Lift ini
berguna untuk warga kampus yang akan naik ke lantai 2
ke atas. Ada 2 pintu di setiap gedung yang ada di
kampus kami. Selain untuk mempermudah akses
menuju ke kelas yang berada di lantai atas, kami
diajarkan untuk tertib dan pastinya sabar. Mahasiswa
dan dosen mengantri dengan tertib ketika akan masuk
ke dalam lift tersebut. Menggunakan fasilitas
sebagaimana mestinya itulah hal yang selalu di himbau
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
112
untuk warga kampus demi lancarnya kegiatan belajar-
mengajar. Di dalam lift juga di lengkapi dengan lampu,
kaca, serta tombol ketika terjadi sesuatu di dalam lift
seperti kemacetan dan lain sebagainya. Akan tetapi,
tatkala listrik padam tentunya lift tidak digunakan
secara total, dan kami harus berupaya untuk menuju
kelas atas dengan menggunakan tangga manual yang
ada.
Peminjaman Digital
Perpustakaan kami juga menggunakan teknologi IT
untuk meminjam dan mengembalikan buku. Di sini
Mahasiswa diwajibkan untuk memiliki kartu perpus.
Kartu tersebut digunakan tatkala kami masuk ke dalam
perpustakaan, meminjam, serta mengembalikan buku.
Sistem pemijaman dengan cara peminjaman mandiri,
dengan cara me-nyecan kartu ID perpus dan
memasukkan kode buku yang telah tertera di cover
bukunya. Dengan cara ini tidak ada kekeliruan di dalam
meminjam dan mengembalikan buku, karena satu
mahasiswa mempunyai ID dan password yang berbeda-
beda. Hiruk pikuk perpustakaan selalu nampak setiap
saat. Pemandangan mahasiswa dan dosen yang lalu
lalang guna meminjam buku atau sekedar membaca
buku serta para petugas perpustakaan yang nampak
serius dengan pekerjaannya bisa kita temukan setiap
saat.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
113
Edmodo
Aplikasi yang baru-baru ini muncul dan dipakai
untuk interaksi antara mahasiswa dan dosen. Kami
dengan leluasa untuk bertanya dan memberikan
pendapat. Dosen juga menilai keaktifan kami yang ada di
edmodo. Sekedar informasi bahkan soal ulangan pun
bisa di share oleh dosen di aplikasi ini. Mudah bukan..
Sangat mudah, tentunya kita harus mempunyai modal
hp android dan paket data ketika wifi tidak ada di sekitar
kita.
SIAKAD dan Web Kampus
Siakad merupakan link untuk kita mengetahui
nilai kita pada akhir semester. Efektif dan efisien ketika
kita berada pada jarak yang jauh dan memudahkan
dosen untuk menginput nilai mahasiswanya. Siakad
tersebut juga berfungsi untuk memilih mata kuliah pada
semester berikutnya. Seperti edmodo, karena ini
merupakan aplikasi maka hp kita harus menyambung
dengan sinya wifi ataupun paket data. Untuk masuk di
akun kita, programmer dari kampus sudah menyiapkan
password ID dan setiap mahasiswa mempunyai sendiri,
serta bisa juga di gantikannya dengan NIM dan tanggal
lahir supaya mudah untuk mengingatnya. Selain siakad,
pihak kampus juga memberikan kolom penilaian untuk
fasilitas yang ada sampai kinerja para dosennya. Di situ
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
114
kita bisa memberikan penilaian sesuai fakta yang ada,
dan dari situ bisa digunakan sebagai evaluasi untuk
dosen serta karyawan nya.
Ada lagi, untuk mahasiswa baru juga diberikan
pelayanan untuk mendaftarkan secara online dengan link
yang sudah ditentukan. Semua informasi kampus juga
sudah tersedia di dalam link / web kampus. Mulai dari
daftar mahasiswa baru, tanggal tes masuk, sampai
pengumuman-pengumuman yang lain yang berkaitan
dengan kampus dan mahasiswa. Seperti contoh, ketika
kampus akan mengadakan event Hari Santri Nasional,
kita bisa mengetahui syarat dan ketentuannya di web
resminya kampus. Tanggal akademik, serta
pengumuman pembayaran ukt juga di share di web
tersebut.
Nah, banyak sekali kan manfaat dari teknologi dan
media sosial pada saat ini khususnya di kampus. Tinggal
kita harus bisa menggunakannya dengan baik sehingga
apa yang kita butuhkan bisa tercapai dan bisa
menunjang kegiatan belajar mengajar di kampus.
Oh iya sobat, tak terasa aku sudah waktunya
masuk kelas nih, aku masuk dulu ya. Pelajaran hari ini
adalah Bahasa Indonesia, ya aku sangat suka pelajaran
tersebut. Pada hari ini kami akan membahas tentang
berita hoax yang marak di media sosial. Ya, lagi-lagi
media sosial lah yang menjadi sarana untuk
menyebarkan berita tersebut. Pak dosen selalu berpesan
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
115
bahwa kita sebagai mahasiswa dan sebagai agen of
change harus bisa memilah dan memilih berita mana
yang itu benar adanya dan berita hoax. Apalagi ketika
ada event pemilu raya, harus selalu waspada dengan
berita yang menjatuhkan salah satu pihak paslon.
Karena di sini di negeri kita ini merupakan Negara yang
demokratis dan menjunjung tinggi asas luber jurdil.
Belum lagi yang marak saat ini adalah aliran-aliran
agama yang tidak sesuai dengan Negara kita sangat
mudah masuk dan menyebarkan syiarnya lewat media
sosial, kita harus lebih berhati-hati lagi ya. Hoax-hoax ini
akan terhenti ketika semua orang sadar akan kegunaan
media sosial dengan baik, serta membacanya juga bisa
mengklarifikasi ketika ada berita baru yang muncul di
permukaan public.
Nah, ada lagi yang hampir lupa. Jangan hanya
mencari berita tentang politik yang gaes, cari juga berita
tentang event-event perlombaan yang diadakan di
kampus lain atau bahkan pihak umum. Karena biasanya
pengumuman itu bisa di-share lewat media sosial,
seperti instagram, facebook, maupun grub whatssapp
lainnya. Dan jangan hanya mencari pengumumannya
saja ya, kita ikuti semaksimal mungkin yang kita bisa
dan sesuai dengan tupoksi diri kita. Sedikit berbagi
pengalaman ya, yang pandai merangkai kata-kata bisa
juga kok kita mengekspresikan diri kita lewat lomba
menulis puisi. Akan ada banyak ketika kita mencari di
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
116
sosial media terkait dengan event-event tersebut ya,
jangan takut dan harus tetap semangat dalam
berprestasi.
Ada banyak bukan yang bisa kita dapat di media
sosial, juga yang menginginkan beasiswa bisa diakses
lewat informasi yang ada. Setiap semester pasti ada dari
pihak kampus maupun pihak luar kampus yang
memberikan beasiswa kepada mereka yang berprestasi
tentunya. Dari mana kita dapat informasi tersebut? Ya
tentunya dari media sosial kan ya. Karena slogan dari
kampus kami adalah “Teknologi Yes, Hoax No, Prestasi
Oke”
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
117
TOREH LIKU
SEORANG
SANTRI
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
118
Tiada Arti Tanpa Kesabaran
Oleh: Rika Nur Laila
Malam hari yang sunyi, hanya detak jarum jam
yang bisa ku dengar dengan jelas. Suasana yang sangat
menentramkan hati ketika aku bersujud di atas sajadah
dengan air mata yang berlinang membasahi pipi. Entah
mengapa ketika aku melakukan hal seperti ini, hatiku
menjadi lebih tenang dan lebih sabar dalam menghadapi
masalah. Aku sontak teringat tentang perjuanganku
dulu ketika masih duduk di bangku SMP. Ketika
keinginanku untuk mondok semakin tinggi, aku ingin
sekali mondok di pesantren yang diasuh langsung oleh
Kyai. Dimana diriku disebut sebagai seorang santri dan
bisa belajar ilmu agama dengan benar untuk bekal di
akhirat kelak bersama dengan orang tuaku ke surga-
Nya. Rasanya nyaman sekali ketika bayanganku menjadi
seorang santri terwujud. Namun, keadaanlah yang tidak
memungkinkanku untuk mondok. Aku tinggal di panti
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
119
asuhan karena kedua orang tuaku meninggal saat aku
kecil. Di sini aku harus berjuang seorang diri dengan
teman-teman yang senasib denganku. Aku tidak
mungkin meminta dipondokkan kepada pengasuhku,
karena beliau sudah sangat berjasa membiayai
sekolahku hingga sekarang aku duduk di bangku SMP.
Aku tidak mau memberatkan mereka lagi. Aku juga
bekerja paruh waktu di toko milik salah satu warga
untuk meringankan beban beliau. Mau bagaimana lagi
beliau sudah aku anggap sebagai orang tuaku sendiri.
Kesabaran dan keyakinan beliaulah yang membuatku
kuat dalam menjalani hidup. Beliau yang membuatku
tumbuh menjadi seorang yang tidak mudah mengeluh
dan putus asa. Aku dididik menjadi sosok yang kuat
meskipun dalam diri yang paling dalam sangatlah rapuh.
Dalam sujudku, ku ungkapkankan semua
keinginanku kepada Sang Pencipta. Aku yakin dalam
setiap doa pasti dikabulkan oleh Allah swt. dengan cara
yang tidak disangka-sangka. Hanya kepada-Nyalah aku
meminta pertolongan dan hanya kepada-Nyalah aku
menyembah. Dengan modal semangat dan sabar, semoga
keinginanku untuk mondok dapat terwujud. Ku lewati
hari-hariku dengan ikhlas dan penuh syukur. Setiap
hari, aku berangkat sekolah dengan jalan kaki yang
jaraknya sekitar 1,5 km. Lelah? Memang sangat lelah
dan pulang sekolah aku juga harus bekerja menjaga toko
milik warga di daerah sekitar panti asuhanku. Aku
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
120
pulang ke panti sekitar pukul 20.00 WIB, saat perjalanan
pulangpun aku harus memulung botol-botol air mineral
yang berserakan di jalan. Hasilnya lumayanlah untuk
menambahi hidup adik-adik di panti. Belum juga dengan
tugas sekolahku, aku harus semangat dan bersyukur
dengan kehidupanku seperti ini. Aku sudah terbiasa
dengan keras dan pahitnya dunia ini. Aku punya Allah
swt. yang ada dalam setiap langkah mungilku.
Namaku Iwan Syaputra. Biasa dipanggil dengan
sebutan Putra. Sekarang aku duduk di kelas VIII SMP
Pertiwi. Di sekolah banyak teman-teman yang
mengejekku karena aku tidak memiliki orangtua, namun
perkataannya mampu melahirkan semangat yang baru
dalam hidupku untuk belajar dan terus belajar. Aku
tidak punya lagi tangan yang mampu membantuku
ketika aku jatuh dan megalami kesulitan. Aku harus
bangkit dan merubah seluruh nasibku seperti yang
sudah dijelaskan dalam kitab suci bahwa Allah tidak
akan merubah nasib suatu kaum kecuali ia merubahnya
sendiri. Maka dari itu, pelarian dari emosiku adalah
belajar. Aku yakin ketika aku rajin belajar aku mampu
menggapai semua cita-citaku. Aku akan terbang tinggi
menelusuri gunung-gunung dan samudera yang luas
dengan sayap yang telah kurajut sejak dini dan tak lupa
juga atas berkat dan rahmat-Nyalah angan-anganku
dapat terwujud.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
121
Hari berganti hari bulan berganti bulan serta
tahun berganti tahun, tidak terasa aku sudah mau lulus
SMP, dan sekarang aku duduk di kelas IX. Aku
mendapat beasiswa selama kelas IX ini karena dua
tahun berturut-turut aku menjadi juara kelas. Syukur
wal hamdulillah selalu ku panjatkan atas kemurahanmu
ini Ya Rabb. Namun, aku tetap berada pada pendirianku.
Aku harus mondok di tahun depan, yang harus ku
lakukan saat ini adalah berjuang lebih keras dan
menabung untuk biaya pendaftarannya yang tergolong
tidak murah. Hidupku memang seperti ini, jika ingin
sesuatu ya harus berjuang sendiri untuk
mendapatkannya beda dengan teman-temanku yang
selalu diberi orang tuanya apapun yang mereka
innginkan. Terkadang aku ingin sekali memiliki keluarga
seperti mereka. Bercanda tawa bersama orang tua
mereka. Bahkan untuk melihat wajah orang tuaku pun
aku tak pernah. Hanya doalah yang mampu kuberikan
kepada mereka.
Masa belajarku di bangku SMP ini akan segera
berakhir. Hari ini adalah terakhir pelaksanaan UNBK.
Ketika aku hendak pulang, tiba-tiba kepala sekolah
memanggilku ke kantor. Dengan senang hati aku
langsung menemui kepala sekolah.
“Assalamualaikum, Pak.” (sambil menunduk di
depan kepala sekolah)
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
122
“Waalaikum salam, iya silakan duduk Putra.
Putra tahu kenapa saya memanggilmu kesini?” tanya
kepala sekolah
“Tidak Pak, kalau boleh tahu ada apa ya pak?
Ada yang bisa saya bantu?” jawabku
“Tadi ada seorang pengasuh Pondok Pesanren As
Salam datang kesini, dia mencari seorang anak laki-laki
yang bersedia membantu pengasuh pondok. Semua
biaya hidup dan sekolahnya akan di tanggung keluarga
Pondok. Apakah kamu bersedia nak?” tanya kepala
sekolah.
Aku kaget dengan tawaran tersebut, serasa ini
adalah mimpi karena keinginanku sudah ada di depan
mata.
“Iya Pak, saya bersedia,” jawabku dengan hati
sangat bahagia.
Ya Rabb ternyata engkau Maha Pemurah, inikah
yang dinamakan hasil dari perjuangan? Rasanya sangat
tidak disangka-sangka semua keinginanku terwujud.
Aku langsung berlari untuk pulang dan berbagi
kebahagiaanku kepada ibu dan bapak pengasuh panti.
Pasti mereka juga ikut bahagia karena salah satu
keinginanku akan terwujud.
Tibalah saatnya aku harus berpamitan dengan
keluarga pantiku karena besok adalah hari pertamaku
melangkahkan kaki di pondok pesantren. Hati ini serasa
berat meninggalkan panti, dimana di tempat inilah aku
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
123
dididik banyak hal. Namun, aku juga harus melanjutkan
perjuanganku demi cita-cita. Tangis adik-adik panti serta
ibu dan bapak panti pecah ketika satu persatu
tangannya ku salami dan ku peluk, akupun tidak bisa
menahan tangisku ini. Hanya doalah yang bisa
menyambung ikatan keluarga ini, sejauh apapun kita
jika ada doa yang saling dipanjatkan akan tetap bersatu
hingga kapanpun. Aku janji kelak jika aku menjadi orang
yang sukses aku akan membantu keluargaku ini. Seusai
berpamitan, aku mengemasi barang-barang yang harus
ku bawa. Tak lupa juga al-Quran yang selalu setia
menemaniku saat aku kesepian. Meskipun aku belum
sepenuhnya memahami ilmu tajwid, tapi aku senang
mengajari adik-adik panti untuk mengaji. Meskipun
sedikit ilmu yang aku miliki aku tak bosan
menularkannya, karena Nabipun bersabda,
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat”.
Keesokan harinya, aku berangkat ke pesantren
sendiri dengan tas rangsel di pundakku. Aku naik
kendaraan umum, karena letak pondoknya terhitung
jauh dari panti. Di dalam bus, aku mengamati satu
persatu orang yang naik turun bus. Banyak pedagang
asongan yang menawarkan dagangannya dan banyak
pengamen yang menyanyikan lagu dikala suasana
sangat panas ini. Dalam hati kecilku berkata, beginikah
cara orang menghidupi dirinya dan keluarganya,
sungguh perjuangan hidup yang sangat keras. Mereka
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
124
diuji oleh Allah dengan materi, sontak apakah mereka
berhasil melalui ujian tersebut dengan sabar dan ikhlas?
Pasti rasanya berat. Apalagi jika ada anak kecil yang
tidak sekolah kemudian mengamen di jalan-jalan. Aku
sangat lebih beruntung dari mereka, meskipun dalam
perjalanan hidupku selama ini juga cukup berat.
Bagaimanapun keadaan kita, harus pandai-pandai
mensyukuri nikmat toh banyak orang yang ada di bawah
kita. Aku harus menikmati hidupku dengan apa adanya
yang telah di takdirkan-Nya. Ketika aku sibuk
menasehati diriku sendiri, tidak terasa bus sudah dekat
dengan area pondok. Akupun bersiap-siap untuk turun.
Setelah aku turun, langkah demi langkah ku kuatkan
diriku untuk mengabdi di pondok ini. Tak lama
kemudian ada seseorang yang menyambutku dan
mengantarku ke kamar kemudian bersiap-siap untuk
melihat suasana pondok dan juga memberitahu tugasku
di sini. Seusai menelusuri seluruh pojok tembok
pesantren, aku diajak ke ndalem untuk sowan sekaligus
untuk dijelaskan apa yang harus kulakukan selama
mengabdi di sini. Ketika melihat wajah para alim ulama’
ini serasa hatiku tentram sekali apalagi ketika di
nasehati rasanya nyaman sekali. Terima kasih Ya Rabb
engkau masih memberiku kesempatan untuk dekat
dengan ulama-Mu.
Setiap hari aku harus bangun pukul 02.00 WIB
untuk membangunkan para santri lainnya agar sholat
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
125
tahajjud, kemudian menyiapkan tempat untuk sholat
jama’ah subuh, dan dilanjutkan dengan bersih-bersih
ndalem serta memasak untuk keluarga ndalem juga,
selesai itu, barulah aku bersiap-siap untuk sekolah.
Seusai pulang sekolah, aku menyapu ndalem serta
mencuci piring, kemudian bersih diri untuk ngaji kitab di
pondok dan sholat jama’ah hingga pukul 21.00 WIB.
Seusai itu, aku mengerjakan tugas sekolahku kemudian
lanjut dengan menghafal satu persatu ayat-ayat suci al-
Quran. Rasa lelah dan bosan kini tengah ku alami,
bagaimana tidak? Di sini tidak boleh keluar pondok
seenaknya. Untuk menghirup udara segar di luarpun
tidak bisa. Hari-hariku juga begitu-begitu saja. Ngaji
kitabpun terkadang aku ketiduran di tempat. Mungkin
karena efek kecapekan sebab beraktivitas seharian.
Namun, di sinilah kita harus bersabar demi menuai hasil
yang baik kelak. Di sinilah kita ditempa untuk mencetak
generasi yang alim, berakhlakul kharimah serta
bertaggungjawab atas apa yang kita kerjakan. Kita juga
dibekali dengan ilmu-ilmu agama yang kuat yang tidak
diajarkan di sekolah umum lainnya. Pernah sesekali aku
menghadapi ujian yang sangat berat di sini. Ujian itu
adalah perempuan, awalnya aku kagum dengan seorang
gadis yang ada di sekolahku, dia juga seorganisasi
denganku. Namun, lama kelamaan rasa kagum itu
menjadi suka. Aku tak tahu apa yang harus aku
lakukan, aku tidak pernah merasakan hal sebahagia ini
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
126
selama hidupku. Rasanya aku seperti terlahir kembali
setelah aku mengenalnya. Aku tidak memiliki keberanian
untuk mengungkapkan seluruh perasaanku kepadanya.
Sekarang yang harus ku lakukan adalah berjuang untuk
sukses dan melamarnya. Meskipun terkadang aku sakit
hati ketika temanku cowok ada yang mencoba
mendekatinya. Dia bagiku seperti bidadari yang memang
diciptakan untukku. Aku tidak rela jika ada yang
mengganggunya apalagi berani menyakiti hatinya. Dia
harus diperlakukan dengan baik serta lemah lembut
layaknya seorang ibu. Aku harus memendam rasa ini
hingga tiba waktunya untuk diungkapkan seluruhnya.
Aku terlalu sayang dengan dia, makanya aku tidak mau
mengajak dia bermaksiat. Aku akan menjaganya dari
perbuatan dosa.
Selama bertahun-tahun ku lewati hidupku
dengan penuh kesabaran, cobaan dan ujian yang
bertubi-tubi datang kepadaku. Mulai dari teman,
suasana pondok, perempuan, bahkan emosi pada diriku
sendiri. Memang menjadi seorang santri amatlah berat.
Jika mengalami hal seperti ini yang harus kita lakukan
adalah bermuhasabah dan meyakinkan diri kita serta
meresapi niat awal kita mondok untuk apa. Kemudian
berdoalah kepada Allah agar hati kita tetap diberi
kesabaran untuk menjalaninya dengan ikhlas. Dengan
begitu kita akan menjadi semangat kembali.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
127
Di tahun 2014, aku di wisuda pondok dan lulus
SMA. Alhamdulillah pada akhirnya aku bisa
menyelesaikan semua tanggung jawab ini. Namun, aku
tetap mengabdikan diriku di sini karena aku telah
menemukan jati diriku di tempat yang penuh barokah
ini. Kemudian aku lanjut kuliah prodi tadris matematika.
Alhamdulillah aku mendapat beasiswa tahfidz sehingga
kuliahku gratis sampai lulus. Dan sekarang, aku
menempuh magister di Monash University Australia.
Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Ini adalah bentuk kasih sayang Allah kepada hambanya
yang bersabar. Kalian akan mengalami pahitnya suatu
perjalanan sebelum kalian menikmati sebuah
kebahagiaan. Semua keberhasilan terbaik, datang
setelah kekecewaan besar yang dihadapi dengan sabar.
Tiada artinya diriku tanpa kesabaran.
Terima kasih semuanya yang telah mendidikku
hingga aku bisa seperti ini. Terima kasih ibu dan bapak
serta adik-adik panti, pak Kyai, bu Nyai, teman-temanku
semua. Kalian adalah surgaku di dunia ini dan akan
tetap sama hingga di surga kelak.
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
128
Tholabul 'ilmi
Oleh Imroatus Sholihah
Pagi dunia! Aku Khoirunnisa, putri sulung dari
tiga bersaudara yang terlahir dari keluarga sederhana.
Sudah dari kelas 3 SD ayah memondokkanku di Pondok
Pesantren Hidayatul Muta'alimin. Meskipun lulusan
pondok namun aku sangat bangga dan ayah selalu
mengajarkan bahwa “Tidak ada yang tidak mungkin jika
Allah telah berkehendak,” dari kata-kata itu aku selalu
semangat bahwa keajaiban pasti datang kepadaku meski
kini ayah telah tiada. SMP-ku bukan SMP unggulan
namun semangatku terus membara untuk meraih cita-
citaku menjadi seorang Arsitek. Santri tidak berpatok
harus menjadi ustadz/ustadzah, namun cita-cita lain
pun masih bisa diraih selagi itu masih di jalan yang
Allah Ridhoi. Satu kata-kata mutiara sebagai
penyemangatku untuk meraih cita-cita yaitu “Sekolah
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
129
tidak menentukan masa depanmu, tapi kualitas diri lah
yang menentukan masa depanmu.”
Hari kelulusan tiba dan benar, apa yang telah
aku usahakan di dalam menuntut ilmu dengan sungguh-
sungguh membuahkan hasil. Aku menjadi siswa terbaik.
Cita-cita untuk menjadi seorang arsitek mulai nyata di
dalam pelupuk mataku. Impianku untuk membanggakan
kedua orang tuaku segera terwujud. Masuk SMA
unggulan pun menjadi kenyataan. Namun mimpiku
terbangunkan oleh wanita paruh baya dengan paras
cantik alaminya yaitu Mama.
Mama memecahkan kata, “Mama tahu cita-
citamu, mama ridho akan impianmu, Mama
berdoa selalu agar kita sama-sama menemukan
jalan keluar.”
“Jalan keluar? Apa maksudnya, Ma?” tanyaku
dengan membalikkan tubuh kecilku kearah
mama.
“Kedua adikmu masing-masing naik ke SMP dan
dan juga naik ke SD.” tatap mata Mama mulai
memberitahuku bahwa ekonomi keluarga kami
tidak semudah itu untuk melanjutkan semuanya.
Sebelum Mama berkata lebih jauh lagi, aku
segera memeluk Mama dengan mencoba
menahan air mataku agar terlihat tegar.
“Oh…Allah, aku tidak ingin membebani Mama,
tapi aku ingin sekolah” Batinku.
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
130
Dini hari aku terbangun, kurengkuh dinginnya
air wudlu dan kudirikan dua rokaatku. Kutumpahkan
semua tangisku. Aku yakin Allah Maha Mendengar. Allah
Maha Adil. Allah Maha Pengabul Doa. Semoga apa yang
dikatakan mama semalam, Allah segera memberikanku
jalan keluar.
Kumendengar Mama sedang menggoreng jajanan.
Ya, Mamaku adalah penjual jajanan legendaris semenjak
aku kecil bahkan sebelum aku sekolah. Jajanan itu di
daerahku bernama mie biting. Tanpa pikir panjang, aku
langsung menemui Mama dan merangkul pinggul Mama
dari belakang.
“Mama istirahat saja dirumah, biar Nisa yang
jualan.” Ucapku.
“Ini tugas Mama, kamu belajar saja dirumah.”
jawab Mama dengan terus fokus pada gorengannya.
“Nisa sayang Mama, Nisa sayang adik-adik Nisa.
Nisa mau membantu Mama, membantu adik-adik Nisa
menggapai cita-cita mereka. Izinkan Nisa Ma…” Balasku
meyakinkan Mama.
Aktivitas hari-hariku kini jualan mie biting dari
desa ke desa, dari sekolah ke sekolah. Sekolah tujuanku
untuk berjualan yaitu di SMA Negeri 1 Unggulan, SMA
yang aku idam-idamkan semasa wisuda SMP dulu.
“Betapa bahagianya mereka yang sekolah di sini,”
lirihku dengan mengintip di balik gerbang. Kuamati tiap
sudut sekolah itu, dan kutemui sebuah jendela yang
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
131
dekat dengan pintu masuk. Ideku mulai beraksi, aku
segera mendekati jendela itu dengan tergesa-gesa.
Melihat teman-teman seusiaku sedang belajar, sungguh
hati ini menangis parah. Namun aku harus sadar diri.
Tak lama, bel istirahat berbunyi, aku harus segera
kembali ke jajanan yang kujual.
Hari-hari berikutnya pun aku mengulangi yang
menjadi kebiasaanku, yaitu mengamati proses belajar di
luar jendela. Walau bermodal secarik kertas dan bolpoin
sudah menjadi kebanggaan tersendiri bagiku telah
mendapatkan ilmu. Prinsipku “Sekolah boleh mati,
namun pengetahuan tak boleh mati.”
Tiba-tiba aku terkagetkan dengan suara laki-laki
tegas dari balik badanku. “Nak.”
Aku langsung menoleh kebelakang dan seketika
menundukkan kepalaku, aku takut.
“Sedang apa di sini?” tanya bapak itu.
“Sedang jualan Pak, itu jajanan saya ada di depan
gerbang.” Jawabku sambil menunjuk pintu gerbang.
“Mari ikut bapak ke kantor.” Ucap bapak itu
sambil mengisyaratkanku untuk mengikuti langkahnya.
Hatiku terus berteriak ketakutan, mungkinkah
ini sanksi bagiku atas ketidaksopananku? Atau karena
pakaian kumalku yang membuat bau tak sedap
mengganggu kelas belajar? Oh Allah… kenapa untuk
meraih ilmu di luar jendela pun aku tak boleh. Dengan
jalan lunglai dan menahan malu karena ribuan mata
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
132
tertuju padaku yang berbaju kumal dan beralaskan
sandal aku terus mengikuti langkah kaki bapak tadi.
Sesampai di ruangan aku dipersilahkan duduk oleh
bapak tadi, ruangannya sangat sejuk dan banyak piala-
piala penghargaan yang terpampang di belakang meja
kerja bapak tadi.
“Saya Pak Mursid kepala sekolah disini, Namamu
siapa? Kok dari minggu ke minggu kuamati kau selalu
dibelakang jendela kelas dengan membawa secarik
kertas dan bolpoin. Apa kamu tidak sekolah? Apa kamu
tidak mempunyai cita-cita?” Tanya Pak Mursid.
“Arsitek."Jawab kutegas namun tetap sopan.
"Tidak pak, saya hanya lulusan SMP tahun ini. Ibu saya
tidak punya uang untuk melanjutkan sekolah saya, saya
yatim. Maka dari itu saya membantu adik-adik saya
sekolah. Untuk masalah yang dibelakang jendela itu saya
lakukan karena saya ingin dapat ilmu pak.” Lanjutku
dengan terus menundukkan kepalaku.
“Cita-cita yang menakjubkan. Bilang Ibumu
besok menemui bapak ya, karena bapak rasa kamu
layak untuk mendapatkan cita-cita itu tanpa biaya satu
persenpun.” menatapku kagum.
“Sungguh. Saya sedang tidak mimpi kan Pak? Ya
Allah… Terima kasih Pak atas kemurahan hati bapak,
semoga Allah membalas jasa bapak.” jawabku dengan
mata berkaca-kaca.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
133
Aku pulang dengan hati gembira. Ternyata kata-
kata almarhum Ayah benar. “Tidak ada yang tidak
mungkin, jika Allah telah berkehendak.” Ayah pasti
bahagia di sana. Aku pun percaya bahwa doa seorang
ibu adalah pedang bagi anaknya, dan ternyata orang
berjiwa kemanusiaan itu ada. Oh Allah…Terima kasih
atas nikmatmu ini aku dapat melanjutkan tholabul 'ilmi-
ku.
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
134
Ambisius Untuk Berambisi Atau Ambisius Untuk Tak
Berambisi?
Oleh: Ummi Ulfatus Syahriyah
“Laa aq’udul jubna ‘nil hayjaai, walaw tawaalat
zumarol a’ daai2” sebait syair dari kitab itu, ya kitab
fenomenal dari seorang pengarang bernama Abu Abdillah
Muhammad Jamaluddin bin Abdillah bin Malik.3 Bait
yang membuatku untuk tetap mempertahankannya
meski telah jelas kemustahilan bagiku. Tapi apakah
hanya sampai sini keberanianku untuk menjejakkan
kaki ini? Tidak bukan? Terkadang aku pun sadar
bahwasanya diri ini tak semulia dirinya? Apalah daya
diri ini yang hanya menjadi seorang pelajar yang
2 Takkan surut aku dari pertempuran meskipun lawan bergerombolan. Bait alfiyah ke- 302 Bab Maf”ul Lah
3 Pengarang 1002 syair berbahasa arab dengan judul
kitabnya,”Alfiyah” (di dalamnya menerangkan kaidah dalam gramatika
bahasa arab). Beliau merupakan murid dari Ibnu Mu’thi yang mana
sebelumnya juga pernah mengarang kitab Alfiyah. Namun yang masyhur sampai saat ini adalah kitab alfiyah ibnu malik.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
135
senantiasa masih mencari jalan untuk mencari
kebenaran yang berujung kebijaksanaan dalam
kehidupan. Ambisiku mungkin bisa diklaim sebagai
kegilaan atau bahkan kekonyolan yang sekonyong koder.
Ambisi yang ada dalam jiwa ini bisa dikatakan sebagai
secuil hal yang bisa menghilangkan kemanusiawian
manusia4. Kenapa aku mengatakannya? Karena dengan
ambisi tersebut seakan dia lupa bahwa dia juga memiliki
sisi kelemahan yang mana tak semua apa yang ia
inginkan bisa tercapai. Entahlah aku hanya bisa menanti
kepastian yang tak tahu kapan dia akan datang dan
masuk pada rumah di mana ia akan didudukan bersama
dengan kedamaian hati. Kalau Ibnu Malik bersyair
dengan baitnya, seorang Diogenes dengan ambisinya
untuk tak berambisi, maka dalam Al Quran dan Hadits
pastilah cukup bagiku sebagai dasar juga. Allah tak
menyukai sesuatu yang berlebihan, kurang lebih
demikian yang tertera dalam Quran Surat Al-A’raf ayat
31. Seakan menyurutkan ambisinya sendiri agar tak
terperosok dalam sumur yang dalam apabila harapan
yang ia sematkan di langit itu tertimpa meteor dan jatuh
bersamanya. Tak kurang-kurang bacaan yang ia baca
dan pahami sendiri, “Cintailah kekasihmu dengan
sekedarnya saja karena tak menutup kemungkinan ia
4 Inti dari pendapat Diogenes tentang ambisi. Ia adalah salah satu
filsuf besar Yunani abad ke-4 SM dan termasuk Bapak aliran Sinisme yang
kerap mengkritik praktik kehidupan bermasyarakat yang menyimpang dari nilai-nilai kebaikan.
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
136
akan menjadi sosok yang engkau benci dan bencilah
sosok yang kau benci ala kadarnya saja karena tak
menutup kemungkinan ia akan menjadi sosok yang
engkau cintai pada suatu hari nanti”5
Fiza Nahda Rafanda, nama yang manis dan
cantik jelita. Nama kesayangan yang diberikan Umi dan
Abah, Khuza, Khumaira Fiza, wanita yang kemerah-
merahan pipinya ketika ia tersipu malu dan bahagia.
Kini, aku masih mengenyam pendidikan di pondok
pesantren usai menyelesaikan studi pendidikan Aliyah.
Aku bersikeras untuk mondok saja karena kupikir dunia
mahasiswa adalah dunia yang membosankan dan tak
menarik. Di mana tugas selalu menumpuk dan date line
yang selalu mengejar. Sedangkan aku sendiri adalah tipe
seseorang yang malasnya minta ampun. Aku khawatir
jika aku masuk kuliah menjadikan beban bagi kedua
orang tuaku. Setahun sudah hidup di pesantren, diri ini
masih normal-normal saja seperti keadaan semula
datang ke sini, tak ada yang berubah. Perubahan pun
hanya dapat dihitung jari, tak seberapa. Sebenarnya apa
yang terjadi dengan diri ini? Belajar sudah, usaha sudah,
berdoa juga sudah. Apalagi coba yang kurang? Kucoba
merenung dan memikirkannya sepanjang hari.
5 Kurang lebih terjemah dari redaksi hadits riwayat Imam Tirmidzi
dalam Kitab Mukhtaarul Ahaadits karangan Sayyid Ahmad Al Hasyemi nomor 46.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
137
“Apa gerangan yang membuatku seperti ini?
Adakah kesalahan server dalam skenarioku atau
skenario yang dibuat Tuhan untukku?” batinku sambil
menyandarkan kepala di tiang depan kamar pesantren.
“Ha, ini dia apakah aku selama ini pernah sedikit
melukai hati ustadzku? Tapi kapan ya, kupikir ga pernah
juga?” batinku lagi.
Sontak aku kaget dengan kedatangan kawanku,
Fanin. “Kenapa kau terlihat bingung sekali?” tanyanya
dengan sedikit tersenyum manis.
“Entahlah aku hanya bingung dengan diriku
saja,” jawabku memelas.
“Coba ceritakanlah permasalahanmu barangkali
akan kubantu menyelesaikannya,” tawarnya.
“Gini Nin, semenjak kedatanganku ke sini kurasa
baik-baik saja, semua berjalan normal. Namun aku tak
tahu kenapa sekarang jadi seperti ini ya? Kayak ada
yang kurang gitu? Apa diri ini pernah ada kejanggalan?”
“Kurasa tidak, kau tak pernah berlaku buruk
padaku ataupun kawan-kawan. Hm, tapi nah aku tahu
apa mungkin kejanggalan itu ada di keridhoan ustadz
kita,” jawabnya meyakinkan.
“Iya sih, bener juga tapi salahnya di mana?”
Kami berdua tampak bingung mengingat kejadian
seminggu bahkan berbulan lalu.
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
138
“Nah aku menemukan jawabannya Za, mungkin
saja karena kita sering tiduran di kelas. Jadi beliau-
beliaunya jengkel akhirnya begitu deh,” tuturnya resah.
Aku juga sependapat dengan Fanin kalau
penyebab kejanggalanku adalah ketidakridhoan seorang
guru kepada muridnya, ya ibarat kyai kepada santrinya
juga. Aku sering tertidur ketika ngaji dimulai bahkan
pernah pada suatu hari kutertidur tak sadarkan diri
hingga tak kutemukan makna sebarispun dalam kitabku
melainkan goretan pena yang tak terbentuk, abstrak.
Kejadian tersebut membuatku resah. Aku segera
melaporkannya pada Abi. Setelah kutanyakan padanya
ternyata Abi dulu tak setuju juga kalau aku hanya
mondok melainkan harus sambil kuliah. Aku berusaha
membujuknya terus akhirnya ia setuju dalam lisannya
entah dalam hati terdalamnya. Alhasil beliau masih
mengakuinya sekarang tapi anehnya hal ini tak
membuatku sadar. Justru aku tetap mengelak dan
enggan untuk kuliah.
“Nak, bukannya Abi tak ingin melihatmu bahagia
dengan semua pilihan dan keinginanmu. Namun
terkadang untuk merasakanan kebahagiaan kita harus
mencoba untuk mengurangi ego dan ambisi kita.
Cobalah untuk mengenal dunia kampus lebih dalam
pastinya kau akan menyukainya!” perintahnya.
“Maaf Bi, bukannya Fiza enggan. Tapi hati Fiza
belum terbuka untuk itu semua,” batinku.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
139
“Untuk sementara ini sebagai bentuk penebus
kesalahan diri Fiza dan mungkin ketidaktaatan Fiza
terhadap perintah Abi, izinkan Fiza untuk berkhidmah
kepada Kyai di pesantren. Abi mengizinkan kan?”
tanyaku.
Abi berhenti sejenak dan memikirkannya.
Kemudian umi datang seraya berkata,” Kalau itu pilihan
terbaikmu tunjukkanlah kepada kami bagaimana kau
akan menjalankannya. Engkau adalah satu-satunya
khumaira yang kami miliki, Za,” ucapnya penuh
senyuman dan kebahagiaan dalam kedua matanya.
“Ya Umi, aku akan berusaha berkhidmah dengan
baik. Akan kutunjukkan bahwa aku bisa,” tuturku
tersenyum manis.
“Ya, khumaira,” ucap mereka berdua seraya
memelukku.
***
Hari ini adalah hari pertama aku menjalankan
tugas di ndalem Abah An’im. Bangun pagi segera
menyapu lantai, mencuci baju, dan memasak. Sepanjang
hari melakukan pekerjaan yang sama. Anehnya beliau
jarang-jarang memberiku kesempatan untuk mengaji.
Waktuku lebih banyak kuhabiskan di dapur dan kamar
mandi.
“Ya Allah berikanlah aku kesabaran dan
ketabahan, apakah aku akan menyerah? Tidak aku tak
boleh menyerah begitu saja. Aku akan tunjukkan bahwa
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
140
aku mampu, aku bisa Abi, Umi,” keluhku sambil
menggoreng tempe di dapur.
Kujalani minggu pertama dengan penuh
kesabaran, akhirnya minggu kedua pun menyambut
dengan penuh cobaan dan ujian. Akankah aku mengeluh
lagi? Tidak aku tak boleh menggerutu. Semoga saja
semua ini berkah, aamiin,” batinku dalam lubuk hati
sambil menyetrika baju.
Aku jarang bertemu dengan kawan-kawan karena
banyaknya pekerjaan yang harus kuselesaikan dengan
baik. Waktu mengajipun menjadi berkurang tetapi
terkadang Abah An’im memberikan tambahan waktu
untukku mengaji bersamanya. Aku tak menyangka akan
mengkaji kitab ini sebelumnya,” Mauidhotul Mukminin”
kitab ringkasan “Ihya Ulumuddin” karya Imam Ghazali.
Kesempatan takkan datang dua kali. Aku
berusaha untuk mengambil kesempatan ini dengan baik.
Tawaran beliau sangat cocok dengan keadaan hatiku
saat ini, selagi ada kesempatan kenapa tidak diambil?
“Za, kalau kau berkenan untuk nambah ngaji
nanti malam ngaji kitab Mauidhotul Mukminin di ndalem
Utara bersama santri pilihan lainnya ya. Kalau kau
belum punya kitabnya kau bisa pakai kitab ini terlebih
dahulu atau tak apa kau mengambilnya lagi pula
putraku masih punya satu lagi di almari pribadinya.”
Senang bukan kepalang. Hatiku begitu berbunga
hari ini, beliau memberikan kitab itu padaku. Sungguh
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
141
kebahagiaan tersendiri bagi seorang santri, tiada
tandingannya. Ketika beliau memanggil namaku saja
hati ini sudah tak dapat mendefinisikan kebahagiaan
dalam jiwanya. Apalagi sekarang beliau memberikan
kitabnya padaku, kebahagiaan yang tak dapat
didefinisikan dengan segala kata dan frasa apa pun,
kalau aku boleh bilang seperti ini “Laa ainun roat walaa
udzuzunun sami’at walaa khothoro ala qalbi basyar”6
Malam telah tiba dengan purnamanya yang
sangat cerah secerah hati ini yang berbahagia. Aku
menenteng kitab dengan tersipu malu hingga pipiku
kemerah merahan, rasanya sedikit hangat ketika
kumenyentuhnya.
“Alhamdulillah engkau memberikan kesempatan
besar bagiku Ya Allah,” batinku.
“Oh ya, ini santri ndalem abah yang baru. Malam
ini ia akan ngaji bareng kalian,” tutur abah dengan
bijaksana seraya memandangku.
Banyak hikmah yang kupetik hari ini, seakan
batu padas dan tanah lapang yang begitu tandus
tersiram air dengan segarnya. Aku mulai paham apa itu
berkhidmah? Bagaimana arti sebuah pengabdian yang
sebenarnya? Di mana di balik semua itu terdapat
barakah yang sangat besar. Mungkin kesempatanku tak
sebanyak kesempatan yang dimiliki mereka tapi aku
6 Tiada mata yang pernah melihat, tiada telinga yang pernah
mendengar, dan tiada yang pernah terbesit sedikit pun dalam hati manusia.
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
142
harusnya lebih bersyukur karena dengan beginilah aku
bisa selalu dekat dengan seorang ahli ilmu.
Kajianpun usai pada pukul 23.00 WIB. Tak
seperti biasanya aku tak mengantuk hingga tak
sadarkan diri. Mungkin saking senang dan
berbahagianya hingga kantuk pun tak sempat
menyinggahi diriku.
Berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan
kujalani tugas menjadi abdi ndalem dengan baik.
Alhamdulillah perubahan yang sangat drastis telah
kurasakan hasilnya. Tapi cobaan tak hanya berhenti di
titik itu. Aku tak menahu kalau Abah An’im memiliki
seorang putra bernama Fawaz Nadeem Abrisam. Abah
tak pernah bercerita sebelumnya jadi aku sedikit salah
tingkah dibuatnya. Gus Fawaz pulang karena liburan
kuliah dari UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Ia
mengambil prodi IAT sembari nyantri di Pondok
Pesantren Al Munawwir, Krapyak. Pertama menatap
wajahnya yang berseri membuat nafsu menggebu untuk
menatapnya terus. Namun hati ini gugup dan berdererak
pecah ibarat puing-puing karena aku sadar aku
hanyalah anak malas dan biasa saja, tak semulia
dirinya.
“Astaghfirullahaladzim,” batinku sambil menyapu
lantai.
Setiap pagi ia bermain bulu tangkis bersama
adiknya, Firaz Nadeem Abrisam yang masih berumur 11
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
143
tahun. Aku ikut berbahagia melihat kerukunan
keduanya. Tiba-tiba Gus Firaz terjatuh dan aku pun
berlari mendekatinya.
“Ya Allah Gus,” teriakku.
Ketika aku mendekati dan mencoba mengusap
kakinya, tak sengaja tanganku bersentuhan dengan Gus
Fawaz.
“Astaghfirullah maaf Gus,” tuturku grogi.
Aku segera beranjak dan meninggalkan mereka
karena saking gugupnya diriku.
“Fiza sadarlah astaghfirullah, “batinku usai
meneguk segelas air putih.
Kemudian Umi Hannah datang seraya bertaya
padaku, “Ada apa Za?”
“Owh, mboten nopo7,” ucapku gugup dengan
sedikit tersenyum untuk memastikanku baik-baik saja.
“Tolong buatkan dua gelas kopi buat Abah sama
Fawaz ya, saya mau obati lukanya Firaz” pintanya.
“Inggih8, Umi,”
“Ya Allah salahku, kenapa aku tadi tak langsung
mengobati Gus Firaz?” batinku merasa bersalah.
Aku segera membuatkan dua cangkir kopi. Aku
membuatnya dengan sepenuh hati meski agak
gemetaran. Lalu kusajikan kopi itu di ruang tamu.
7 Bahasa jawa krama (Tidak apa-apa)
8 Bahasa jawa krama (Iya)
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
144
“Ya Allah kenapa dia di sini?” batinku.
“Maaf ya atas kejadian tadi, sebenarnya bukan
maksudku untuk itu,” tuturnya penuh senyuman.
Aku hanya bisa mengangguk dan tak
mengeluarkan sepatah kata. Lisan ini kelu untuk
mengeluarkan kata-kata dari benaknya sampai aku tak
sempat memberitahunya untuk menawarkan secangkir
kopi pada Abah. Tapi ia selalu mengerti apa yang ada di
benak ini.
“Ya tenang saja, aku akan memberikannya pada
Abi. Hati-hati kalau memasak nanti tanganmu terluka
lagi!”
Lagi-lagi aku hanya bisa megangguk dan tak bisa
mengeluarkan sepatah kata. Selangkah demi selangkah
aku mundur dari hadapannya dan beranjak ke dapur.
Segera saja aku mengambil air wudhu dan beranjak ke
kamar.
“Darimana ia tahu tanganku terluka? Padahal
luka itu tertutup dengan rapat. Apa jangan jangan dia
mengamatiku diam-diam? Ya Allah kenapa dia membuat
hatiku semakin kacau saja? Bukannya tujuan awalku
adalah memperbaiki akhlaq dan mendapatkan keridhoan
kyaiku? Sudahlah Fiza hilangkanlah ambisimu untuk
mencintainya? Dan hilangkan pemikiran bodohmu itu,
jangan terlalu baper menjadi seorang wanita!” batinku.
***
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
145
Sore ini hujan rintik menyelimuti awan membuat
badan ingin selalu rebahan dan tak beranjak dari tempat
tidur. Alhamdulillah kemalasanku berkurang semenjak
aku memperoleh nasehat dan kalam hikmah dari Abah
An’im meski sedikit demi sedikit masih melekat pada
kepribadianku.
“Salaman ya umarol Faruq... Hakamta adalta
aminta fanimta rasikhal baal, bimitslika nastashgir
nujuman waduron wajibaal,”
Suara seseorang yang sedang melantunkan
sebuah lagu dengan merdu. Lantunan yang belum
pernah kudengar sebelumnya. “Sepertinya suara itu tak
asing,” gemingku. Lalu aku berusaha menghampirinya
dan bangun dari rebahanku.
Ketika aku mendatangi sumber suara itu,
perlahan demi perlahan suara itu menghilang dan
lenyap.
“Loh kenapa antum di sini?” kagetku melihat Gus
Fawaz di dapur.
“Aku cuma rindu dengan secangkir kopi,”
tawanya.
“Ternyata beliau orangnya asyik juga,” batinku
dengan tersenyum manis.
Aku berusaha menghilangkan salah tingkahku
dan berusaha terbuka dengannya agar suasana di antara
kami tidak tegang dan sepi.
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
146
“Kenapa antum tak menyuruh saya saja, Gus?”
tuturku merasa bersalah.
“Apakah seorang Gus tidak boleh membuat
secangkir kopi?” tanyanya balik padaku.
“Hm, bukan begitu maksud saya,” jawabku
sedikit gemetar dan menjadi-jadi perasaan bersalahnya.
“Kau ini, aku cuma bercanda jangan diambil
serius, Za!” tawanya lagi.
“Syukurlah,” gemingku sedikit tersenyum.
“Kalau aku merindukan seseorang boleh nggak?
Seseorang yang telah membuatku jatuh cinta dengan
secangkir kopinya,” tuturnya serius.
“Apa yang barusan kau katakan, Gus?” batinku
dengan menunduk dan segera kuberanjak.
Beliau menghampiriku seraya berkata, “Asal kau
tahu Za, aku sudah mengenalmu lebih jauh. Namun kau
saja yang tak pernah mengetahuiku. Aku sangat
mengenal sosok Fiza kecil hingga ia dewasa. Hingga luka
di tanganmu pun aku mengetahuinya. Itu bukti
perhatiannya seorang lelaki pada wanita yang
dicintainya.
“Astaghfirullah,” kagetku menghela nafas.
“Syukurlah hanya mimpi saja,” resahku.
Aku segera mencuci muka dan beranjak ke
dapur.
“Loh siapa dia?” batinku
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
147
“Za, maaf aku mengagetkanmu. Kukira tadi tiada
orang jadi aku membuatnya sendiri,” ujarnya.
“Maaf Gus, saya tertidur,” tuturku dengan jujur.
“Tak apa aku tahu kalau kau lelah, istirahatlah!”
Tak sengaja ia menumpahkan secangkir kopi itu
dan membasahi lantai dapur, cangkir pun pecah dan
mengenai kakiku hingga sedikit luka dan berdarah.
“Masya Allah!” gemingnya.
“Biar aku yang membersihkannya, kau obati
lukamu itu saja!” pintanya.
“Memang wanita terlihat lemah ya,” ujarku
dengan tak sengaja. Sontak aku menutup mulutku.
“Apa yang kau bilang barusan?” tanyanya.
“Ngga ko, bukan apa-apa,” elakku.
“Sudahlah aku mendengarnya, wanita itu tak
seperti itu. Memang ia terkadang identik dengan
kelemahan tapi tak semua wanita lemah. Wanita adalah
kelembutan, namun bukan berarti ia lemah. Justru
dengan kelembutan itulah ia menyimpan kekuatan yang
sangat besar,” tuturnya dengan bijak.
“Lelaki identik dengan kekuatannya. Namun
lelaki terkuat bukanlah yang kuat fisik dan badannya.
Melainkan yang bersabar menghadapi kemarahan
seorang wanita,” tuturku menyambung kata bijaknya.
Kejadian itu yang sampai saat ini membuatku tak
bisa melupakannya. Entah mengapa harus dia yang
hadir dalam perjuangan ini? Terasa berat untuk
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
148
mengelaknya. Apakah aku harus berambisi tetap untuk
memilikinya atau tidak? Sedangkan apa daya diri ini
dibandingkan dengannya.
Suatu ketika peristiwa yang aku takutkan terjadi,
ternyata ia telah dijodohkan dengan seorang gadis
bernama Rayya, Rayya Huriyah Huwaida putri pengasuh
pesantren ternama di kotaku. Aku hanya bisa meratapi
kesedihan itu sendiri. Aku berusaha tegar dan
menerimanya. Aku menyadari kelemahan dan
kekurangan yang sangat besar pada diriku kenapa harus
bersikeras seperti itu?
“Za!” panggil Fanin.
“Nin, gimana kabarmu lama tak jumpa?” tanyaku
sambil memeluknya.
“Kenapa kau bersedih?”
“Entah jiwa ini yang terlalu berlebihan
menanggapi sikap baik seseorang ataukah entahlah,”
tuturku penuh kebingungan.
“Aku tahu, kau pasti tertarik dengan Gus Fawaz
ya?” candanya.
Aku terdiam sejenak dan berusaha tegar.
Darimana dia tahu padahal aku tak pernah
memberitahukannya pada seorang pun.
“Jangan begitu, sudahlah aku tahu kalau
seandainya aku menjadi dirimu bagaimana rasanya
pengharapan yang berujung pada kesia-sia an. Tapi ingat
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
149
Za, dibalik semua peristiwa pasti ada hikmahnya.
Janganlah kau bersedh lagi!”
“Lagipula tujuan awalmu untuk menjadi seorang
abdi ndalem bukan karena ingin dekat dengannya kan?
melainkan berkhidmah dengan tulus ikhlas. Ingat itu Za!
Aku akan selalu mendukungmu!” ujar Fanin
meyakinkanku.
“Benar juga, terkadang ambisi yang sangat besar
akan menghancurkan diri kita sendiri bahkan tujuan
mulia yang telah berhasil ia capai akan hancur begitu
saja tanpa tersisa. Aku akan berusaha menerimanya.
Cukuplah keridhoan Abah An’im bagiku untuk menimba
ilmu bukan lainnya.”
Aku berusaha membangun kesadaran dalam
diriku bahwa keinginan yang sangat menggebu justru
berujung pada kehancuran keinginan tersebut. Tiba-tiba
tanpa disadari abah datang dan menyapa kami.
“Benar yang kalian katakan. Janganlah berambisi
begitu besar, karena di saat keinginanmu tak tercapai
akan membuatmu hancur dan berkeping,” tutur beliau
dengan bijaksana.
Sejak itulah aku mengerti bahwa ambisiku
selama ini salah. Mulai sekarang aku akan berambisi
untuk tak berambisi lagi agar takkan ada luka dalam
kisah kehidupanku. Biarkan masa lalu memeluk masa
depan dengan kenangan. Waktu yang masih tersisa akan
kugunakan dengan sebaiknya karena kutahu skenario
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
150
Tuhan itu asyik karena Tuhan Maha Asyik. Kadangkala
ada saatnya kita untuk melepas ambisi, termasuk
mencintai seseorang. Bukan karena kita benci ataupun
dia enggan. Karena itu pilihan yang bijaksana, kita tahu
bahwa untuk membuatnya bahagia adalah
melepaskannya perlahan meski sedikit menyisakan
kehancuran pada jiwa.
Akhirnya cerita tentang aku berhenti hingga
naskah ini, entah bagaimana nasib Gus Fawaz dan Ning
Rayya. Apakah ia menerima perjodohan itu? Aku hanya
bisa berkhidmah saja sebatas menjadi abdi ndalem
dengan keikhlasan tanpa keinginan lainnya.
“Faakhmadullaha musholliyan ala muhammadin
khairi nabiyyin ursila, waalihil ghurril kiromil bararah
washahbihi muntakhabinal khiyarah,” salawat yang
selalu kudendangkan setiap hari karena saking
bahagianya telah menaklukkan 1002 baris pasukan itu.
Terimakasih Abah An’im, Umi Hannah, Gus
Fawaz, Abi, Umi, serta Fanin yang sudah mengajariku
apa itu makna kehidupan yang sebenarnya.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
151
Rasa Cita dan Hafalanku
Oleh: Heny Waqinaka Jauharotin
“Hidup itu pilihan. Mau berjuang atau hanya diam
Mau mengorbankan pertemuan atau hanya berangan
angan”
Suara jangkrik yang menjadi keramaian pemecah
keheningan. Sinar matahari juga belum nampak pagi ini.
Masih begitu tebal embun yang menemaniku. Menjadi
saksi atas rindu yang semakin candu. Iya pagi ini masih
pukil 03:00. Banyak santri yang masih berselimut
mimpi. Bell pondok akan berbunyi ketika menjelang
subuh tiba.
Sudah 6 tahun silam aku berada dipondok ini.
Sebuah pondok salafiyah sederhana di desa yang begitu
nyaman untuk para santrinya. Aku sudah duduk di
kelas 3 aliyah di madrasah. Duduk di sebuah lorong
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
152
bersama sebuah nadhom alfiyah ibnu malik ditanganku.
Dengan berbagai perasaan melanda hati dan pikiran.
Bisakah aku menghafal 1002 nadhom alfiyah ini?
Dengan kapasitas kemampuan rata-rata sepertiku?
Kubalikkan nadhomku mencoba menghafal satu persatu
namun nihil kali ini!!! Begitu sulit bagiku, entah hari ini
hatiku begitu gundah. Kuingin menghafal namun hati
memberontak, karena saat ini aku sedang rindu. Iya aku
sedang rindu pada umi abiku.
Tak kurasa air mata sudah membasahi pipi
kanan kiriku. Sudah lama kutak pulang, karena sebuah
target yang sudah kubuat sendiri. Aku tidak pulang
sebelum hafalanku alfiyah lancar dan selesai. Selain
jarak rumah dan pondokku yang begitu jauh aku juga
tak mau pulang dengan tangan kosong. Banyak godaan
yang terus menghampiri salah satunya ingin pulang dan
rindu umi abiku.
“Putrimu akan menyelesaikan hafalan ini
secepatnya umi abi” gumamku.
Kucoba tepiskan rinduku pada umi dan abi,
kutitipkan rindu itu pada sepoi angin disepertiga malam.
Perlahan kubuka lagi nadhomku tepat dinadhom ke-780,
perlahan-lahan bibirku mulai mengucap. Satu persatu
nadhomku hafalkan, memang sulit un tuk mengahfal
nadhom alfiyah ini batinku. Namun kuharus tetap
berusaha menghafalnya. Aku ingat kata-kata abiku
ditelefon tempo hari “Apalan kui ora sepiro akehe ning
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
153
sepiro istiqomahe” kata itu yang menjadikan semangatku
tak pernah luntur.
Kriiinggg.... krriiiiinggggg.... krriiingggggg.
Terdengar nyaring ditelingaku bunyi bell dari
pengurus untuk membangunkan para santri. Berarti ini
sudah memasuki waktu subuh batinku. Aku melangkah
meninggalkan lorong dan berjalan kekamar meletakkan
nadhomku. Rupanya teman-temanku baru bangun.
Kusegera bergegas mengambil air wudhu untuk
menghindari antrian panjang.
Hingga sholat sudah usai dan seperti pondok
pada umumnya rutinitas setelah sholat subuh shorogan
al-Qur’an dengan Bu Nyai. Banyak santri yang sedang
berbaris mengantri menunggu gilirannya. Hari ini aku
datang lebih awal sehingga dudukku di depan. Giliranku
sudah selesai, sambil menunggu jam diniyah dimulai
kucoba muroja’ah kembali nadhomku yang sudah
kuhafalkan tadi. Tiba-tiba kumendengar namaku
dipanggil disepiker untuk kekantor pengurus. Aku segera
bergegas menuju kantor.
“Assalamualaikum” ucapku
“Waalaikumsalam, masuk hira” Ustadzah Nisa
menjawab salamku. Ustadzah Ulfa adalah salah satu
pengurus di pondok putri.
“Wonten nopo nggih, Ustadzah?”
“Begini Hira, Abimu telefon, katanya ingin bicara
denganmu.” Ustadzah Ulfa memberikan telfon padaku.
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
154
Apakah ini yang dinamakan naluri orang tua dan
anak itu begitu nyambung? Batinku.
“Assalamualaikum, Abi,” Sapaku.
“Waalaikumsalam, Zahira, apa kabarmu, Nak?
Abi dan Umi kangen denganmu, Nak” Jawab Abiku di
sebrang sana.
“Hira baik bi, Apa kabar Abi dan Umi? Hira juga
kangen dengan Abi dan Umi” Kucoba agar air mataku
tak lolos kali ini.
“Syukurlah nak, Abi dan Umi juga baik.
Bagaimana hafalanmu?”
“Alhamdullilah Umi Abi, do’a in Hira segera
selesai hafalannya”
“Abi Umi selalu mendoakanmu, Nak.”
“Hira ingin sekali pulang, Bi” Mataku mulai
berkaca-kaca.
“Hira dengarkan Abi, Nak, Abi dan Umi kangen
banget denganmu, tapi cobalah ingat tujuanmu dulu
ketika ingin masuk pondok, sesingkat itukah Nak, kamu
belajar? Apa kamu tidak ingin mendapat ilmu yang lebih
jauh lagi? Tetaplah dipondok dulu nak mengabdikan
dirimu pada Bu Nyai, Pak Kiyai, di pondok. Biarlah
sekarang kita berpisah di dunia kelak kita berkumpul di
akhirat, Nak.” Kucoba tegarkan hati, namun nihil!!
Tess, air mataku terjatuh, kali ini begitu tersanyat
hatiku,“Nggih, Abi.”
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
155
“Pulanglah di kampung bibimu nak, lepaskan
segala kebosananmu di sana dulu. Bila nanti waktunya
Abi dan Umi akan menjemputmu, Hira.”
Air mataku sudah tak lagi bisa kubendung hingga
akhirnya kumemutuskan untuk mengakhiri telfon Abi,
daripada rindu itu akan menguasai hatiku. Setelah telfon
selesai kusegera memberikan kembali pada ustadzah
dan aku kembali kekamar bersiap-siap diniyah.
Suara canda tawa, berisik bahkan teriakan
terkadang semuai itu mengganggu ketenangan namun
tidak mengurangi kenyamanan. Begitulah suasana
setiap hati di pondok. Dengan bercanda saling
bercengkrama mungkin hal itu salah satu pengalihan
perhatian bagi para santri agar tidak terbebani oleh
rindu pada orangtua.
Detik demi detik, menit demi menit, jam demi
jam, hari demi hari, bulan demi bulan yang terus
berjalan. Kali ini tempat dimana bulan ujian diniyah bagi
para santri. Banyak santri yang sibuk menyiapkan diri
untuk melaksanakan ujian. Mulai dari menambal kitab,
muthola’ah dan muroja’ah nadhom-nadhomnya.
Begitupun aku, duduk di sebuah angkringan jemuran
untuk menyelesaikan hafalan nadhom alfiyah yang ke
992 itu artinya aku kurang 10 nadhom lagi khatam. Di
tempat ini aku mendapat ketenangan dan kenyamanan
untuk menyelesaikan hafalanku. Ada rasa yang
berkecamuk dalam hati, rasa bahagia sedih.
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
156
Ujian itu telah tiba dan hari ini ujian terakhir
yang dilakukan di pondok dan lusa akan
diselenggarakan haflah. Itu berarti hari ini aku sema’an
nadhom alfiyah ibnu malik 1002 nadhom pada pak kiyai.
Rasa cemas, deg-degan, bahagia. Rasanya seperti
bertemu malaikat batinku.
Cemas bila nanti aku tak lulus!! Deg-degan bila
nanti aku lupa nadhom.!! Bahagia karena liburan ini aku
pulang, yah walau pulang kerumah bibi!!
Perlahan ku melangkahkan kaki dan
memantapkan diri. Aku masuk disebuah ruangan yang
biasa digunakan untuk menyetorkan semua hafalan
pada pak kiyai. Panas dingin gemetar itulah yang
kualami. Aku duduk bersimpuh di hadapan pak kiyai
dan melalar nadhom demi nadom hingga selesai 1002
nadhom. Setelah selesai aku langsung menuju kamarku,
mencoba memejamkan mata menetralkan suasana hati
dan pikiran. Tiba-tiba ada yang membangunkanku.
“Hira bangun!”
Dengan malasnya ku membuka mata “Ada apa,
Yun?”
“Katanya kamu lusa mau pulang ke rumah
bibimu ayo kita kemas-kemas, agar tidak tergesa-gesa”
Yuni ini salah satu teman kamarku dan kebetulan
rumahnya satu desa dengan bibiku.
Kami pun segera mengemasi barang yang mau
dibawa pulang. Hari ini suasana di pondok sudah ramai,
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
157
meski biasanya juga ramai. Hari dimana ditunggu-
tunggu para santri. Iya! Wisuda Alfiyah Ibnu Malik. Rasa
sedih senang entahlah rasa apa yang melandaku saat
itu. Banyak santri yang pulang dan ada juga yang
boyong ada juga yang tetap dipondok. Seperti halnya aku
hari ini aku pulang, meskipun dirumah bibi, canggung
sebenarnya tapi ya sudahlah kunetralkan rasa.
Hari terus berlalu hingga dimana saat ini aku
kembali ke pondok, aku sudah tak lagi masuk
madrasah, aku mengabdi di dhalem Bu Nyai Pak Kyai.
Sambil melanjutkan hafalan al-Qur’an. Aku termotivasi
pada salah satu ustadz yang mengajarku saat masih
wustho. Dawuhnya beliau saat itu “anak yang hafal al-
Qur’an kelak di akhirat bisa menolong kedua
orangtuanya”.
Dari situlah aku mulai menghafalnya, kutata lagi
niatku. Karna aku juga ingin kelak menghadiahkan
orangtuaku sepasang mahkota yang indah. Ayat demi
ayat kuhafal berbulan bulan bahkan tahun. Sembilan
tahun sudah aku berada dipondok. Hafalan pun sudah
kuselesaikan meski mengorbankan rindu yang
menggebu. Hari ini Abi dan Umi ku datang
menjemputku, aku akan boyong mengabdi pada
masyarakat dan desa ku yah. Dari situ ku merenungkan
inilah hasilku bertahun tahun memendam rasa rindu.
Sembilan tahun akhirnya rinduku terobati, menyandang
hafidzah yang jadi impian. Sungguh besar kuasa Allah.
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
158
Mereka yang Tak Terlihat Ikut Bersholawat
Oleh: Restiana Ega Umami
Cerita tentang santri di pondok pesantren itu
memang banyak dan pasti berbeda-beda tapi tidak juga
ada yang bercerita tentang horor yang ada di pondok,
seperti cerita ku ini. Perkenalkan namaku adalah Adelia
Wardatul Firdaus, santri baru yang baru masuk pondok
pesantren setelah lulus SMP di Surabaya, mengenai
tentang hidup di pondok pesantren aku tidak tau banyak
yang ada didalam pikiran ku adalah horor, iya horor
dalam artian bangun tidur sebelum shalat tahajud, lalu
mengaji, menghafal yang itu semua sudah aku lakukan
di rumah. Gak sering sih, dan yang paling horor adalah
perihal menghafal. Aduh, kalo soal itu, aku dedel banget
kayaknya. Tapi nggak juga karena mengingat ada sebuah
peribahasa 'sekeras-kerasnya batu kalau ditetesi air
secara terus menerus lama-kelamaan akan cekung juga'
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
159
begitulah bunyinya kurang lebih kalian pasti tau kan
maksudnya apa. Oke lanjut! Ya udah sebulan ini aku
mondok di sebuah pondok yang lumayan terkenal di
Kabupaten Ponorogo. Di pondok ini, ada ribuan santri
dari penjuru Indonesia dan tentunya dengan tujuan yang
sama meski dengan cara berbeda mengenai alasan
masuk pondok. Kalo seperti aku ini nih alesannya ya
tentu saja karena desakan dari keluarga, ayah dan
mbah kung ku sendiri. Sabar sabar Adel. Di pondok ini
terdapat madrasah formal dan non formal diantaranya
adalah yang madrasah formal ada madrasah Tsanawiyah
dan madrasah Aliyah sedangkan yang non formal adalah
madrasah salafiyah dimana seluruh santri wajib
mengikuti madrasah tersebut dan ada beberapa jenjang
yakni mulai dari kelas 1 sampai kelas 6 dan berlanjut ke
tahajud, dan lucunya aku masuk kelas akselerasi ya
program kelas baru dimana kelas 1 dan 2 ditempuh
dalam waktu setahun yang seharusnya 2 tahun.
"Adeeeeeelll kamu tau si Sayyidah nggak" ah, itu
suara si Naziera teman satu kamar yang suka koar-koar
dan juga menjadi teman makan satu lengser bersama
Mala dan Ezlyn. Naziera ini cerewetnya minta ampun
tapi baek kok orangnya. Hehe. "Ya mana aku tau, Ra.
Kan kamu tau kalo aku baru dari kamar mandi" Jawab
ku sambil menggantung baju seragam yang baru selesai
dipakai saat madrasah salafiyah atau biasa kami
menyebutnya diniyah, yang dimulai jam 3 sore dan
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
160
selesai jam 5 sore. "Tuh anak kalo kabur gimana coba,
tadi aku disuruh nemenin si Sayyidah sama Mbak Alfa,
sekarang ngilang padahal aku tinggal ganti baju bentar
aja udah ilang, tuh anak kayaknya sakit deh, Del"
celoteh Naziera tanpa henti, ya teman sekamar kami
yang bernama Sayyidah itu baru masuk ke pondok ini 3
minggu yang lalu dimana pondok pesantren sudah
masuk dua bulan yang lalu sebelum Sayyidah masuk.
Sayyidah ini anaknya aneh banget pendiem, nangis
nggak jelas, terus marah-marah apalagi pas waktu adzan
sholat, menurut cerita dari mbak Dhiroh, mbak
pembimbing yang ada dikamar ku itu, Sayyidah adalah
seorang muallaf yang baru masuk Islam satu minggu
terus sama ibunya dimasukkan ke pondok supaya si
Sayyidah ini bisa mengenal agamanya lebih dalam, orang
tua Sayyidah memang berbeda keyakinan. Ibunya
seorang muslim dan bapaknya seorang nasrani.
Sayyidah memang mengikuti agama sang bapak sebelum
pada akhirnya orang tua mereka berpisah dan Sayyidah
ikut ibunya dan jadilah sekarang Sayyidah menjadi
mualaf yang sebenarnya sebelumnya namanya bukanlah
Sayyidah. Sayyidah adalah nama saat dia sudah masuk
Islam. Belum diketahui kenapa Sayyidah itu sering
ngilang tiba-tiba dan muncul bersama Ust. Alif. Ustaz
itu mempunyai banyak penggemar di pondok putri ini.
Ya karena beliau itu tampan dan terkenal Ghudzul
Bashor-nya. Yah, mulai ngelantur deh, dasar Adel.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
161
"Entar juga ketemu, Ra" sahut Elyn yang baru
selesai sholat ashar. "Kamu sholat sambil dengerin kita
ngomong, Lyn" Seloroh ku pada Elyn. "Ya bukan aku
yang mau dengerin kalian ngomong tapi suara kalian
berdua tuh yang kenceng" Jawab Elyn tak mau salah, ya
emang sih salah aku sama Naziera. "Gimana kalo tuh
anak kayak kemarin malam ditemuin sama Ustad Alif di
kebun melon punya pondok sambil histeris" seru
Naziera, ditambah bentar lagi mau maghrib dan pasti
semua santri ke aula untuk sholat berjamaah dan ngaji
bareng bu Nyai. Waduh, cuma aku sama Naziera yang
lagi udzur. Bukanya sok tau tapi emang aku bisa melihat
begituan ya yang putih putih terbang melayang itu kayak
pesawat secara sekilas atau memang Nampak dan aku
juga melihat kalau Sayyidah itu kayak ada yang nempel
sama dia.
Kriiiiinggg kriingggg kriiiinggg
Yaahh bel udah bunyi tandanya adzan maghrib akan
berkumandang, dan kulihat Mala yang baru masuk
kamar dengan tergopoh-gopoh, dengan seragamnya yang
basah. "Dari mana aja, Mal? Itu kenapa kok basah
semua" tanya ku pada Mala yang sedang memakai
sarung dan mukena-nya. "Aduuuhh itu tu si Sayyidah
dia itu kagak waras kali ya, masak aku wudhu itu malah
disiram air" omel Mala yang sudah bersiap ke aula
bersama Ezlyn dan yang lainnya.
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
162
"Hushhh Mala kalo ngomong" ucap mbak Intan
yang juga sudah memakai mukena.
"Oh iya Adel sama Naziera, kalian udzur kan,
disuruh mbak Dhiroh untuk bantuin si Sayyidah di
kamar mandi" Kalimat yang diucapkan oleh Mala adalah
kalimat horor yang aku dengar begitu juga dengan
Naziera yang sama seperti aku, ya mau bagaimana lagi
satu kamar berisi 10 santri dan yang udzur aku sama
Naziera aja, berdua, disuruh bantuin Sayyidah, kalo
ngamuk gimana.
"Nggak mau, masa cuma berdua aja kalo tuh
Sayyidah ngamuk gimana" protes Naziera tak setuju, aku
pun juga tidak setuju. "Kan kalian udzur, kita semua
kan sholat. Udah ya nanti kita telat dimarahi lagi sama
mbak-mbak peribadatan" Mala pun melenggang bersama
Elyn dan yang lain, tugas berat nih, lebih berat dari
suruh jaga malam sambil keliling asrama putri. Mau tak
mau aku dan Naziera harus membawa Sayyidah balik ke
kamar dan sholat maghrib di kamar, ya disinilah aku
dan Naziera berada, di kamar kami yang letaknya di
lantai dua dan paling ujung.
"Nah dah siap, sekarang Sayyidah sholat maghrib
ya" ucap ku pada Sayyidah sekalem mungkin, aku dan
Naziera membantunya memakai sarung dan mukena
setelahnya aku menyuruhnya untuk sholat maghrib, dia
hanya berdiri di atas sajadah dan diam lumayan lama
sampai akhirnya aku menegurnya namun Sayyidah
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
163
malah melotot ke arah ku sebentar sebelum akhirnya dia
meloncat-loncat di atas sajadahnya, seketika membuat
aku dan Naziera kaget.
"Dii... iiaaa..kkeee... keee. raassuu.. kkaaann"
ucap ku tergagap-gagap, Naziera pun keluar dari kamar
berlari untuk memanggil ustadzah yang berjaga. Aku
takut? Tentu tidak! Hanya saja aku terkejut, kaget
karena baru kali ini aku melihat orang dirasuki sesuatu
yang ghaib, aku bergidik, lisanku seketika melafalkan
sholawat nabi, dan terkejut nya aku menjadi jadi saat
sosok yang memasuki Sayyidah ikut mengucapkan
sholawat yang aku ucapkan sambil loncat loncat, dan
tertawa. Langkah kaki ku mundur seketika, mungkin
wajahku sudah pucat pasi karena ya memang tinggallah
aku sendiri dengan Sayyidah yang kerasukan.
"Assalamualaikum" Ustadzah Khadijah masuk
melihat ku sebentar lalu menghampiri Sayyidah bersama
2 mbak-mbak dari pengurus kesehatan juga Naziera
yang sudah berwajah khawatir, lalu tak lama kemudian
Ustad Alif datang membantu untuk mengeluarkan sosok
yang merasuki tubuh Sayyidah, lampu kamar pun tiba-
tiba mati bersama dengan erangan dari Sayyidah,
Naziera meremas tanganku takut karena gelap ditambah
suasana yang tak enak.
"Ra, rapalkan doa-doa yang kau ingat. Jangan
seperti ini" Ingatku padanya, aku memang tidak pandai
menenangkan orang apalagi di situasi seperti ini.
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
164
Karena aku mengingat perkataan mbah kung yang biasa
bercerita tentang hal-hal yang mistis seperti itu. Jin yang
merasuki tubuh Sayyidah pun berteriak mengucapkan
sholawat, membuat ku merinding sekaligus bingung. “Ini
jin Islam apa jin tomang sih?” Gumamku. Eh
maksudnya jin jahat.
"Jangan rusak aku aahhhhh" Teriak jin itu saat
tidak mau keluar. Pikiran ku tertuju pada sebuah kelas
madrasah marwah dimana saat itu masih terlihat sore
untuk dibilang malam karena matahari masih terlihat
terang, dan langkah ku itu terhenti saat mendengar
suara sholawat tapi tidak ada orang disana kecuali aku
dan elyn yang sedang fokus dengan kitab yang
dibawanya.
Waktu seakan terus berjalan tanpa henti, ya kalo
berhenti bahaya juga kan hehe. Seminggu setelah
kesurupannya Sayyidah. Sayyidah keluar dari pondok
pesantren karena mengingat 3 hari setelah kejadian itu
aku dan Naziera tak sengaja membaca buku tulis
sekolahnya Sayyidah dan kagetnya kami disana tertulis
banyak tulisan yang mana intinya Sayyidah belum bisa
masuk Islam atau mungkin tidak mau masuk pondok,
akhirnya berdasarkan wewenang dari abah Yai, Sayyidah
harus dibawa ke psikiater dulu karena bisa jadi jiwa
Sayyidah terguncang karena perpisahan kedua
orangtuanya dan ibunya yang memaksanya untuk
masuk Islam dan tinggal di pondok. Mengenai sosok
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
165
yang merasuki tubuh Sayyidah, dia, bukan, maksudnya
jin yang merasuki Sayyidah adalah jin yang murtad atau
bisa saja jin kafir yang meniru ucapan kita ya itu yang
diucapkan oleh Ustad Alif setelah mengeluarkan jin itu
dan memang benar aku melihat sosok hitam besar yang
keluar dari tubuh Sayyidah bersamaan dengan nyalanya
lampu. Kalian tidak perlu takut dengan sosok seperti
mereka yang mengganggu karena derajat manusia lebih
tinggi dari mereka jin dan para saudara dan kawan
kawannya, tapi tidak menutup kemungkinan kalau kita
tidak percaya kalau mereka ada, kita harus percaya
kalau mereka ada karena kita hidup berdampingan
dengan mereka yang terpenting jangan pernah
menyimpan rasa takut pada mereka karena yang patut
ditakuti adalah Allah swt.
"Eh tau nggak, Lyn, Adel bisa kayak itu yang di
YouTube yang suka ngomong ngomong sama makhluk
gaib yang punya temen anaknya Belanda yang dibuat
film horor tuh"
"Siapa sih, Ra" tak tau Naziera.
"Risa" celetuk Mala yang sedang melipat baju.
"Masak iya, Lyn, beneran Del?" tak percaya
Naziera. Emang dasar polos gampang kena tipu nih
temen satu.
"Enggak, percaya sama Elyn. Dibohongi kamu
sama dia" Jawabku yang masih setia dengan lembar
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
166
kertas putih yang sudah tertulis banyak di dalam
barisan.
"Ya elah Lyn, bohong mulu dosa loh ya"
"Ih emang bener, bohong itu dosa kok" Jawab
Elyn. Dasar Elyn sama Naziera nggak pernah diem
berisik mulu kerjaan mereka, kalo nggak rusuh satu
sama lain ya ngomongin si kang-kang dapur yang suka
mereka ledekin, puyeng deh.
“Cepat sembuh Sayyidah, dan cepat kembali
kesini. Kami semua sudah menganggapmu seperti
keluarga”
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
167
Eksistensi Pesantren
Oleh: Diya’ Anissaul Fauziyah
Pasti tidak asing di telinga kita tentang
pesantren, yang sering disebut-sebut dengan penjara
suci oleh kebanyakan santri. Sebuah tempat dimana
para santri menimba ilmu keagamaan yang
sesungguhnya. Ya ini tentang pesantrenku, PPMU
(Pondok Pesantren Miftahul Ula) dengan pendiri K.H
Abdul Fattah. Terdapat 4 ribat yang berdiri di tengahnya
diantaranya Al-Aini, An-Nur, Al-Fattah, dan yang aku
singgahi sekarang Al-Halim. Masing-masing ribat diasuh
oleh putra putri Kiyai Fattah sendiri. “Sebuah pondok
kecil yang berdiri di tengah masyarakat yang pernah
melakukan segala hal yang paling dilarang oleh agama,
minuman keras, berjudi, tarung ayam bersatu di desa
pondokku ini. Sekarang tidak ada hal yang tidak
mungkin terjadi, desa ini sekarang telah berubah
menjadi desa pesantren, dimana selain para santri
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
168
masyarakat memiliki kegiatan rutin pengajian sendiri”,
Petuah yang selalu diberikan oleh Bu Nyai sepuh,
mertua dari Bu Nyai Faqi’ sekaligus pemilik pondok Al-
Halim bersama Abah Jamal.
Pagi telah menyemburkan keindahan fajarnya,
dan diriku terbangun oleh gedoran pintu kamar yang
dihasilkan dari tangan pengurus yang begitu bising. Aku
pun tersentak untuk langsung bangun dan jam
menunjukkan pukul 4 pagi, tiada hari di pondok tanpa
suara gedoran. Berbeda dengan mereka yang telah
terbiasa dengan qiyamu lail-nya, pasti suara bising itu
tak berpengaruh besar untuknya. Bu Nyai sendiri pasti
hafal dengan siapa-siapa yang sering bangun sebelum
subuh, dan pastinya bukan aku.
“Mbak-mbak adek-adek jama’ah”, Dor Dor Dor….
Suara yang setiap subuh terdengar dan membuat
santri enggan untuk bangun, karena terlalu bisingnya
mungkin mereka tidak menyukai cara membangunkan
pengurus. Setelah pengurus turun ke lantai satu dan
suasana kembali hening, dengan tidak sadar mataku
terpejam kembali dan badan terhempas ke bantal.
“Mbak-mbak, adek-adek jamaah. Bu Faqi’
sampun rawuh”, Serentak satu kamar terbangun seperti
terjadi gempa hanya dengan mendengar kalimat Bu Faqi’
sampun rawuh. Ya kalimat itu seakan keramat bagi kami
santri Al-Halim Putri, entah kenapa memang telah turun
temurun. Karena bila kami tidak segera bangun dan
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
169
terlihat oleh Bu Faqi’ tidak jamaah mungkin beliau akan
marah dan menyuruh pengurus untuk menghukum
kami.
Salat subuh dimulai, dengan mata yang masih
terkantuk aku dan teman-teman mengikuti jamaah
subuh. Seperti biasa, di waktu shalat subuh surat yang
tidak ketinggalan dibaca yaitu Ad-dhuha dan At-tin.
“Balaa wa ana ‘ala dzalika minasyahidiin”,
Serentak seluruh jamaah salat subuh melantunkan
setelah surat at-tin dibaca. Saat zikir, dalam budaya
kami tidak mempercepat bacaan, pelan tapi mahorijul
huruf jelas. Zikir saat salat subuh memang menjadi
kesempatan santri melanjutkan mimpinya, kebanyakan
mereka selalu tertidur hingga doa selesai. Setelah
bersalaman dengan Bu Nyai serta pengabsenan, santri
yang belum bangun diutus untuk membangunkan
mereka yang masih nyenyak dengan pulau kapuknya.
Untuk kelas satu MTS dan MA dilanjutkan
sorogan al-Qur’an bersama Bu Faqi’ dan kelas yang lain
melalar juz 30 yang dibagi menjadi 4 bagian. Jadi,
setiap hari melalar seperempat dari juz 30. Tidak akan
pernah tertinggal bagi kami setiap kali selesai melalar
tempat dimana kami duduk akan sekaligus menjadi
tempat ternyaman untuk melanjutkan tidur. Itulah
kebiasaaan buruk yang sampai sekarang masih saja aku
lakukan, maaf, masih mencoba untuk menghilangkan
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
170
kebiasaan itu sedikit demi sedikit, karena ku tahu hal
tersebut tidak berakibat baik.
Sering aku mendengar teguran berkali-kali dari
Bu Faqi. “Dibenakno sek nduk mahroj-e”, selama mereka
belum mampu menguasai makhorijul huruf tersebut,
beliau adalah yang paling memerhatikan mahroj. Tidak
jarang banyak dari mereka menangis karena kesulitan
melafalkan mahroj dengan benar, termasuk diriku.
Kadang dalam tengah-tengah mengaji, beliau
menghentikan untuk menanyakan tajwid pada ayat yang
dibaca, dan pastinya timbul pertanyaan tersebut karena
adanya kesalahan pelafalan.
Seperti siswa lainnya, kami para santri tetap
bersekolah umum, (MA) Madrasah Aliyah, aku memulai
pendidikan pesantren di jenjang MA. Sedikit sejarah MA-
ku, dulu MA-ku masih mengikuti yayasan dengan segala
ketentuan dari yayasan, namun saat menjali milik
negara atau menambah embel-embel negeri, banyak
ketentuan yang harus berubah termasuk libur di hari
Ahad. Akan tetapi pihak yayasan tidak mengijinkan
pihak sekolah untuk mengganti hari libur yang semula
Jum’at menjadi hari ahad, karena menurut Kyai kami,
istirahat terbaik untuk umat Islam adalah di hari
Jum’at. Jadi sekolah menetapkan hari libur tetap pada
hari Ahad.
Aku masuk MA dengan Jurusan Keagamaan, ya
jurusan yang mengarahkanku untuk fokus dalam dunia
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
171
keagamaanku. Pondokku dulu mengijinkan kami
mengikuti segala bentuk ekstra kecuali drum band,
sekarang menjadi pengurus pramuka tidak diijinkan
karena banyak kejadian para santri tidak mengikuti ngaji
karena sibuk dalam organisasi pramukanya. Akhirnya
Bu Nyai-ku memutuskan tidak diperbolehkan menjadi
pengurus pramuka kecuali wajib pramuka dari pihak
sekolah.
Namun aku tetap bersyukur telah berada di
pondok yang aku tempati sekarang, menimba ilmu
keagamaan yang diajarkan begitu sungguh-sungguh.
Setelah kegiatan menimba ilmu pengetahuan di MA,
kami para santri mengikuti kegiatan madrasah diniyah,
di kelasku dulu kitab yang dikaji adalah mulai dari
jurumiah, imirithi, tuhfatul athfal yang diisi oleh Bu Nyai
sendiri, Bu Faqi’, taqrib, mabadi fiqih dan seterusnya.
Untuk Bu Faqi’, kami diwajibkan untuk menghafal
nadhom, dan setiap pembelajaran beliau dimulai kita
menyetorkan paling tidak satu bab dari nadhom
tersebut. Terkadang juga membaca kitab terlebih dulu
sebelum setoran dimulai.
Mungkin suatu hal yang paling menegangkan
adalah saat diajar oleh Bu Faqi’, mengapa tidak, beliau
selalu memberikan kejutan pada kami. Kadang bila tidak
ada setoran nadhom pasti akan ada tanya jawab dari
beliau, dan itu tanpa ada pemberitahuan terlebih
dahulu.
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
172
“Ndiya’..”, Beliau memanggil namaku, kadang
hanya dengan panggilan namaku aku begitu senang,
namun dengan mengitari bangku-bangku kelas beliau
memanggil, jantungku terasa memompa lebih kencang
dari sebelumnya, otakku berpikir lebih cepat sebelum
pertanyaan diberikan.
“Coba bunyikan nadhom,yang menjelaskan
tentang i’rob jer..”. Selang waktu yang cukup
mengheningkan suana aku mulai berpikir. “Alamatul
khofdulladzi bihan dhobat.. Kasrun wayaun tsumma
fathatun faqod”.. dengan keringat dingin yang keluar dan
suara yang tertahan, aku benar dalam menjawabnya.
Betapa leganya diriku, ini menandakan aku telah lolos
dari pertanyaan-pertanyaan berikutnya. Suasana hening
menyelimuti kembali, pertanda akan datang panggilan
nama selanjutnya dan pertanyaan selanjutnya dan
begitu seterusnya.
Namun aku sangat tidak begitu mengeluhkan hal
tersebut meskipun kadang mengeluh. “Boleh mengeluh,
putus asa jangan”, Bentuk semangat dari teman-
temanku. Dengan begitu aku mendapat pelajaran bahwa
belajar tidak serta merta saat ujian. Untuk sebuah
pemahaman, dibutuhkan adanya mutholaah agar kita
bisa memahami pelajaran dengan baik. Yang selalu kami
harapkan pada pembelajaran beliau adalah motivasi.
Itulah yang selalu kami tunggu-tunggu, saat beliau
menceritakan pondok masa muda beliau, dan aku
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
173
mampu menyimpulkan mungkin pondoknya dulu lebih
dari apa yang diberikan pada kami.
Pembelajaran MADIN dimulai pukul setengah 5
dan berakhir pukul setengah 6 sore, kami pulang
mengiringi Bu Nyai di belakang. Setelah sampai pondok,
kami melaksanakan jama’ah salat maghrib bersama Bu
Faqi’. Setelah itu, waktunya untuk sorogan kelas 2 MA
dan MTS, untuk yang lain membaca yasin bersama.
Kadang saat kami membaca surat yasin terlalu cepat,
kami akan disuruh untuk mengulangnya kembali. Ya
memang budaya kami tidak menuntut bacaan kami
harus cepat, mahroj yang benar lebih diutamakan.
Setelah selesai membaca surat yasin kami menunggu
jamaah isya’ dengan mengantri setrika baju seragam
yang akan dipakai besok. Kadang setelah yasinan kita
baru menerima jatah makan sore.
“Mbak-mbak adek-adek maem..” suara lantang
pengurus memberikan kode waktu makan sore tiba. Dan
dengan semangatnya aku mengambil satu piring untuk
tiga orang, aku, Laila dan Nur memang selalu makan
bertiga, entah kenapa memang begitu nikmat ketika
kami makan bersama. Makanan yang tadinya tidak aku
sukai lama kelamaan menjadi suka berkat mereka
berdua.
Setelah selesai makan kami menunggu jamaah
shalat isya sambil bercengkerama dengan teman-teman
sembari hanya bercanda ataupun berbincang tentang
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
174
masalah sekolah. Ada yang menyalakan laptop untuk
mengerjakan tugas, atau hanya sekedar bermain. Kami
diperbolehkan membawa laptop namun maksimal
pemakaian sampai 10 malam, bila telat mengembalikan
laptop akan disita oleh pengurus yang selanjutnya akan
diserahkan ke Bu Nyai.
Shalat Isya’ tiba, seluruh santri berbondong-
bondong mengambil air wudlu, minimnya tempat wudlu
kami mengharuskan untuk wudlu lebih awal, dan itu
sering yang kulakukan kalaupun aku belum batal wudlu
maghrib aku tak berwudu lagi karena antrian yang
terlalu panjang. Jamaah shalat pun dimulai, iqomah dari
salah satu santri berkumandang tanda Bu Nyai sudah
hadir dan shalat akan didirikan, dan seperti biasa
setelah selesai shalat kita bersalaman dengan Bu Nyai
satu persatu.
Pernah di waktu shalat ashar tepat di rokaat
terakhir Bu Nyai batal wudlu sehingga beliau
membatalkan shalat. “Mb Nailu.. saman imami”. Dengan
posisi masih tahiyat akhir Kak Nailu mengimami shalat
dengan tanpa beranjak dari duduknya. Yang kuketahui
untuk jamaah perempuan memang tak perlu beranjak ke
depan untuk menggantikan seseorang imam, yang
terpenting lutut lebih unggul dari makmum.
Begitulah kegiatan pesantrenku setiap harinya, di
saat ramadan kami melaksanakan hari-hari berpuasa di
dalam penjara suci. Tiga tahun aku menempuh
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
175
pendidikan pesantren dan tiap bulan ramadankah suatu
hal yang paling berkesan untukku. Bagaimana tidak,
hari-hariku penuh dengan ketenangan, apalagi dalam
bulan ramadan setiap kebaikan yang kita lakukan akan
dilipatgandakan, betapa indahnya. Mungkin tidak akan
kembali masa-masa yang telah terjadi di pondokku, saat
aku meninggalkannya untuk pendidikan lanjutku. Yang
selalu kuingat saat jamaah shalat terawih, sering terjadi
hal-hal yang menarik dari tingkah neng kecil, sebutan
untuk putri kiyai. Karena dibiasakan berada di samping
Bu Nyai ketika jamaah, kadang tingkah lucunya
membuat kami kehiangan konsentrasi shalat dan
tersenyum melihat tingkah lucu neng. Tak jarang juga
neng kecil duduk di sajadah Bu Nyai sehingga beliau
harus bergeser untuk melanjutkan gerakan shalat,
kadang pula ketika sujud, neng kecil naik di atas
punggung Bu Nyai hingga membuat beliau sujud dalam
waktu yang cukup lama menunggu neng kecil mau
turun. Jadi teringat Rasulullah yang tidak mengganggu
cucu-cucunya bermain di punggung beliau, dan Rasul
menunggu hingga mereka selesai bermain, baru beliau
bangun dari sujud.
Aku beruntung berada pada pendidikanmu Kyai,
segalanya menjadi mudah ketika barokahmu mengalir
bagai air yang tiada ujung. Saat upacara perpisahan
denganmu, rasanya seperti tidak akan ada lagi yang bisa
menggantikanmu. Dengan Bu Nyai yang alhamdulillah
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
176
hafidloh, lebih menekankan al-Qur’an untuk selalu
membacanya, mempertahankan mahroj-nya, selalu
melalar juz 30 agar tidak lupa, sampai sekarang masih
terngiang di benakku pesan itu, dan akan selalu kuingat
sampai kapanpun. Terimakasih atas segala kebaikanmu
murobbi, entah bagaimana nasibku tanpa engkau, aku
santrimu dan sampai kapanpun akan tetap jadi
santrimu, dimanapun aku berada.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
177
Karir
Oleh: Nashoihid Diniyah
Pendar rembulan tampak mengintip di balik
celah-celah pepohonan. Bulan tampak menggantung
indah di angkasa. Pun dengan beberapa bintang yang
juga ikut bersinar menambah kesan damai di malam ini.
Aku duduk di bawah tamaram lampu, menopang
dagu di kedua tangan. Sesekali membolak-balik kitab
yang tadi baru saja diajarkan oleh Bu Nyai. Aku menatap
sekilas jam kecil yang melingkari pergelangan tangan.
Waktu hampir menunjukkan pukul sebelas malam, tapi
mata ini masih enggan untuk terpejam.
Berulang kali kutatap langit lalu mendesah berat.
Menjadi mahasiswa sekaligus menjadi santri tak pernah
terlintas sekali pun di benakku. Bukan tidak mau
menjadi keduanya tapi kupikir akan sangat repot jika
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
178
satu orang dengan dua tugas. Ditambah lagi aku sendiri
seorang pemalas.
Abah sangat kekeh untuk memondokkanku
sedang ummi? Jelas beliau sangat mendukung keinginan
abah. Walaupun sebenarnya aku tidak terlalu setuju
untuk tinggal di pesantren. Namun, aku tidak mau
membantah perintah kedua orang yang kusayangi itu.
Jadilah aku di sini sekarang kuliah sekaligus
nyantri di salah satu perguruan tinggi di Malang.
Bahkan sudah hampir tiga tahun.
“Za!”
Aku langsung menoleh ke arah sumber suara sembari
mengelus dada karena kaget.
“Astagfirullah ngagetin aku aja kamu, Na,”
protesku.
“Ngapain sih? Udah jam sebelas ini buruan
masuk tidur. Kalau lagi kajian aja malah tidur giliran
selesai ngaji jam segini masih melek. Oh atau kamu
sengaja belum tidur ya nungguin pangeran lewat,” ujar
Riana menaikturunkan kedua alis tebalnya.
Aku hanya mengerutkan dahi tak paham.
“Pangeran siapa?” “Ya siapa lagi kalau ndak Gus
Zidan sama Kang Zaky. Mereka, 'kan kalau habis
simakkan lewat sini.”
“Loh kok kamu tahu?” selidikku. “Ye apa sih yang
aku tahu,” ujar Riana mengekeh. “Ayo gih tidur.” Aku
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
179
ingin mengatakan sesuatu tapi Riana sudah terlebih
dahulu menarik tanganku masuk ke dalam.
***
Aku menatap deretan nilai hasil ujian pondok
semester lalu dengan tatapan miris. Ini pasti efek dari
seringnya tertidur waktu kajian. Apalagi aku memang
sering bermalas-malasan, bahkan untuk sekedar belajar
saat akan ujian saja aku terasa malas.
“Ini nilai aku kok jelek banget ya,” ujar Riana
seraya menggelengkan kepala.
“Sama ...,” ucapku mengiyakan.
“Makanya kalian itu belajar. Ngeluh mulu belajar
nggak. Giliran nilai jelek protes,” cerocos Alia seraya
menunjukkan kertas hasil ujiannya.
Iya. Alia memang termasuk paling rajin di antara
kami. Anak itu kalau bicara soal pelajaran di pondok
jangan tanya lagi. Pintar. Tapi memang dari awal dia
hanya ingin mondok tanpa berniat masuk perguruan
tinggi. Jadi ia rajin kalau di pesantren tapi malas kalau
di kampus, berbeda dengan aku yang justru sebaliknya.
“Hmm dapet nilai berapa pun paling ujung-ujungnya
kita juga jadi ibu rumah tangga,” ujar Riana sembari
mencebik.
Aku menggeleng. “Eh jangan salah selain jadi ibu
rumah tangga kita juga bisa berkarir tahu. Sebagai
mahasiswa dan santri yang tujuan belajarnya sama-
sama untuk meningkatksn generasi yang unggul dalam
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
180
iptek maupun imtaq ya bagi aku karir juga penting tanpa
memandang kelas gender dan mengesampingkan tugas
kita yang utama. Apalagi kita di sini mengemban dua
tugas dan amanah yang penting,” Terangku panjang
lebar.
Riana dan Alia bersamaan memandangku dengan
tatapan entah aku juga tak mengerti. Hampir bersamaan
pula, pelan mereka menggelengkan kepala. “Kerasukan
apa kamu, Za?” tanya Alia.“Dih iya nih si Fiza gaya-
gayaan ngomongin karir. Lawong belajar aja kamu juga
males,” timpal Riana tersenyum meledek.
Aku menggaruk tengkukku yang sebenarnya
tidak gatal. Lalu meringis menampakkan deretan
gigi.“Iya, 'kan aku ngomong gini biar kita lebih semangat
belajar.”
“Ndak usah nyemangatin orang buat belajar,
kalau diri sendiri aja masih suka males-malesan.” Canda
Riana.
“Emang cita-citamu apa, Za?” tanya Alia,
mengalihkan atensi pada benda pipih yang baru saja
dipegangnya.
“Dosen.”
“Dosen? Oke, buktiin aja kalau kamu emang bisa,
kebetulan kemarin ada informasi beasiswa S2 santri
LPDP nah buktiin kalau kamu bisa masuk beasiswa itu,”
ucap Riana menatapku intens.
“Eh? Kok jadi kaya gini,” protesku.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
181
Riana mengekeh. “Anggep aja ini tantangan untuk
kamu, biar lebih semangat belajar. Emangnya kenapa
kamu takut gagal?”
“Nggak kok,” Jawabku tegas, padahal dalam hati
aku sendiri tidak yakin.
“Baiklah. Ingat ya kamu harus bisa masuk
beasiswa yang santri bukan beasiswa reguler, afirmasi,
targetted group atau yang lainnya. Karena aku yakin
kalau beasiswa mah kamu kemungkinan besar diterima
mengingat IPK-mu selalu bagus tapi kalau beasiswa
santri entahlah, lihat saja nilai ujianmu ini,” ujar Alia
seraya memegang hasil ujianku.
“Iya ... iya,” ujarku pasrah.
***
Senja jingga beranjak pelan menuju
singgasananya. Aku menyesap kopi hingga tandas.
Padahal aku tidak terlalu suka minuman dengan sedikit
rasa pahit ini, tapi kata orang kopi bisa rasa kantuk. Iya
sesore ini netraku sudah sulit untuk dibuka. Itu
sebabnya aku meminum kopi. Walaupun nyatanya
minum kopi tak berefek apa-apa, nyatanya aku masih
sangat ngantuk.
Sejak tantangan yang diberikan oleh Alia dan
Riana mau tidak mau aku harus lebih rajin ikut kajian
pondok. Aku yang biasanya duduk di tempat paling
belakang kini dengan anehnya menjadi duduk paling
depan. Lebih ajaib lagi kitabku tak ada yang bolong
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
182
padahal tahun-tahun yang lalu isi kitab itu layaknya
baju yang baru diberi pemutih, bersih tak ternoda alias
kosong.
Setelah minum sebentar di kantin kampus, aku
sedikit berlari menyusuri koridor kampus. Demi untuk
sampai cepat di pondok agar tidak ketinggalan kajian.
Karena aku terburu-buru dan ... brukk!!
“Maaf, Mbak,” ucap seseorang yang suaranya
sangat aku kenal. Ya aku mengenalnya tapi mungkin dia
tidak mengenalku.
“Maaf, Kang saya tadi juga terburu-buru,” ucapku
yang langsung menundukkan kepala, kuyakini kini
pipiku sudah semerah tomat karena malu.
“Iya ndak papa, Mbak. Hmm ... kita satu pondok,
'kan?”
“Loh kok dia tahu,” batinku.
“Mbak? Kok diem aja.”
“E-eh, iya kita satu pondok,” jawabku gelagapan.
“Ya udah ya, Kang. Saya duluan ya.”
Aku langsung melenggang pergi tanpa menunggu
jawaban dari dia. Sungguh aku tak tahu tapi berada di
dekat laki-laki itu membuat jantungku berdetak lebih
cepat dari biasanya.
***
Aku menatap layar gawai yang menampakkan
berbagai persyaratan beasiswa santri, untuk
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
183
mendapatnya harus ada rekomendasi dari pesantren
terkait.
“Haduh bisa nggak, ya? Harus ada surat
rekomendasi lagi,” Keluhku bermonolog seraya
mengusap wajah kasar.
Aku menghela napas dalam sebelum akhirnya
berbicara. “Bismillah insyaaAllah bisa.”
Ada sekitar 309 universitas luar negeri yag
ditawarkan dalam beasiswa itu. Pilihanku jatuh pada
salah satu universitas yang terletak di ibu kota Turki
yaitu Ankara Üniversitesi atau yang lebih dikenal dengan
dengan Ankara University. Entahlah Turki seperti punya
daya tarik sendiri untukku.
Sebenarnya aku ingin masuk Istanbul Technical
University tapi mengingat di sana hanya ada satu pilihan
jurusan yaitu Engineering-Minerland Mining. Maka
kuurungkan niatku. Aku dari Madrasah Aliyah sampai
sekarang selalu mengambil jurusan yang berkaitan
dengan agama, bukankah lucu jika aku tiba-tiba
memilih jurusan pertambangan --Engineering-Mineraland
Mining--.
“Za! Mikirin apa sih? Ngelamun aja,” ujar Riana
tiba-tiba, membuyarkan lamunan singkatku.
“Nggak mikirin apa-apa.”
“Eh, tau nggak Gus Zidan bakal dijodohin sama Ning
Fisya, itu putrinya pondok yang terkenal di Wonosobo.
Pondok apa, ya lupa aku,” ucap Riana sembari
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
184
mengetuk-ngetukkan jari di pipi khas seperti orang yang
sedang berfikir.
“Terus kenapa kalau mereka dijodohin?”
“Ya kamu nggak sedih gitu?”
Aku mengernyit, bingung hingga membuat kedua
alisku bertautan. “Kenapa harus sedih?”
Riana mengerucutkan bibir. “Oh iya lupa. Kamu,
'kan bukan termasuk dari fans-nya Gus Zidan jadi nggak
sedih. Duh kalau santri putri yang lain mah udah pada
galau. Untung Kang Zaky masih jomblo jadi aman. Masih
ada kesempatan,” ucap Riana dengan senyum yang
mengembang.
Aku hanya menggeleng. Menatap tingkah
sahabatku itu. Ah sepertinya ia lagi kasmaran. Ya,
memang siapa yang akan menolak pesona Gus Zidan
dan Kang Zaky. Mereka berdua merupakan most wanted
di kalangan santri putri. Sama-sama memiliki alis tebal,
bibir tipis, hidung mancung dan lesung pipi, membuat
mereka jadi nampak mirip. Bedanya kulit Kang Zaky tak
seputih kulit Gus Zidan. Kulit Kang Zaky cenderung
berwarna sawo matang, yang justru membuat dirinya
tampak lebih manis.
Aku menggeleng cepat. “Astagfirullah,” gumamku
pelan. Kenapa pula aku malah memikirkan dia.
“Kenapa, Za?”
“Nggak papa,” jawabku singkat.
“Dih aneh kamu.”
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
185
***
Serangkaian persyaratan untuk beasiswa telah
aku penuhi. Hari ini adalah hasil pengumumannya.
Hampir setiap detik aku mengecek layar di gawai, demi
melihat hasil kelulusannya.
“Za, dah muncul nih pengumumannya,” ujar
Riana mengulum senyum, sembari menunjukkan
deretan data di kelulusan pada benda pipih yang di
pegangnya.
Netraku tiba-tiba berembun, hingga membuat rinai di
pipi. Aku membekap mulut. Tak percaya dengan hasil
yang kulihat.
Puji syukur kuhaturkan. Bait-bait doa
kulangitkan.
“Alhamdulillah, Ya Allah.”
Riana dan Alia berhambur memelukku. Kami-
kami sama menangis.
“Janji jangan lupain kita, ya,” ucap Alia dengan
isak yang tertahan.
Aku hanya mengangguk seiring dengan cairan bening
yang terus mengalir membasahi pipi.
Alia melanjutkan progam S2 di UGM sedang Riana
memilih mengabdi di pondok sembari mengajar di SMP
yang masih satu yayasan dengan pondok.
***
Di sinilah aku sekarang di Kota Istanbul yang
dulu memiliki nama Konstantinopel, Ibu Kota Kekaisaran
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
186
Romawi Byzantium. Aku meluaskan pandangan ke sudut
kota mendapati Blue Mosque (masjid biru) yang tidak
jauh dari sini. Benar-benar tak menyangka dulu Istanbul
yang hanya bisa aku baca di buku sejarah, dan sekarang
aku bisa melihatnya secara langsung.
Sesampai di Istanbul aku disambut oleh empat
temanku, dari PPII (Perhimpunan pelajar Indonesia
Istanbul) Fatma, Rosha, llham dan Fahmi. Mereka
adalah para mahasiswa dari Istanbul Technical University
(Istanbul Teknik University).
Mereka sejenak mengajakku berjalan-jalan di
sepanjang Selat Bosphorus. Menyaksikan kapal-kapal
tongkang berlalu-lalang. Duduk beristirahat sambil
menikmati hembusan angin laut yang menenangkan,
dan sesekali bertemu burung-burung camar yang
menari-nari di langit.
Rosha menyarankanku untuk bermalam di
Istanbul sebelum akhirnya melanjutkan perjalan ke
Ankara.Tapi menurutku aku akan langsung ke sana
saja.
“Bermalam dulu di sini aja, Za. Tidur di asrama
aku,” tawar Rosha.
“Bener tuh kata Oca, kamu pasti capek butuh
istirahat,” timpal Fatma mengamini.
“Haha nggak deh nanti aku malah keenakan di
sini, jadi males ke sana,” tolakku halus seraya
mengekeh.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
187
Akhirnya mereka menemaniku menunggu bis
datang sembari berbincang-bincang.
Tak berselang lama bis pun datang. Lalu aku
pamit. Perjalanan dari Istanbul ke Ankara kurang lebih
menghabiskan waktu sekitar enam jam. Sesampainya di
Ankara aku di sambut oleh teman-teman dari PPIA.
Mereka mengantarku ke Asrama yang letaknya di
Maltepe.
“Semoga betah ya, Mbak,” ucap Dista ramah. “Oh
iya jangan lupa belajar bahasa Turkinya lebih giat lagi.
Soalnya di asrama ini nggak ada yang bisa bahasa
Inggris,” ujarnya sedikit mengekeh.
“Untung ada kamu. Duh bisa bisa bingung aku
pantes tadi rada bingung bicaranya.”
Kami pun sedikit berbincang sampai menjelang
waktu asar.
***
Dua tahun tepat aku menyelesaikan studi S-2 di
Turki. Dan sekarang aku sudah menjadi dosen di salah
satu universitas di Yogyakarta. Sungguh banyak nikmat
Allah yang diberikan kepadaku.
Aku di balkon kampus sekarang. Menikmati
hembusan angin yang menyapu wajahku pelan. Waktu
menunjukkan pukul empat sore dan kampus sudah
lumayan sepi.
“Sendirian aja?” ucap seseorang di sampingku.
Refleks aku monoleh sedikit kaget.
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
188
“E-eh iya,” jawabku sedikit gugup, memandang
laki-laki yang tengah berada di jarak dua langkah
dariku.
“Nggak nyangka, ya. Ternyata kita ketemu di
sini.”
“Kang Zidan juga ngajar di sini?" tanyaku tak
percaya.
Bukannya menjawab ia malah justru kembali
bertanya padaku. “Loh tahu namaku juga, ya. Tahu
namaku dari mana?” Laki-laki itu tersenyum samar.
Aku langsung mengalihkan atensi. Menatap lurus
ke depan. Ya memangnya siapa yang tak kenal dia.
“Aku hanya bercanda,” ucapnya lagi. “Apa kamu
udah nikah?” tanyanya yang membuat mataku
berungkali mengerjap.
“Belum,” jawabku yang masih menatap lurus ke
depan.
“Alhamdulillah,” ujarnya pelan tapi masih mampu
terdengar di telingaku.
Aku menoleh ke arahnya. Ia tersenyum, lengkung
bulan sabit terbentuk samar di wajah tampan laki-laki
itu.
“Berarti aku masih ada kesempatan,” ucapnya
lalu berlalu menyisakan debaran halus di dada.
Senyumku terus mengembang. Aku tak tahu
tentang bagaimana takdir Allah yang akan ditetapkan
untukku. Tapi yang aku tahu Allah akan memberikan
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
189
yang terbaik untuk hamba-Nya. Tentang pesantren,
mahasiswa, karir, jodoh atau pun yang lainnya. Aku
berulangkali merapalkan bait-bait doa untuk yang
terbaik sembari bersyukur akan segala nikmat yang
telah Allah berikan.
Langkah untuk Bapak
Oleh: Lailatul Hikmah
"Pak, aku berangkat kuliah dulu, mohon doa
restunya biar putrinya bapak bisa jadi guru ngaji seperti
mbak Iin, itukan yang bapak harapin dari aku TK
sampai sekarang?"
Aku ini sudah besar, sudah pandai berpikir
bahkan sudah pintar membantah, jika menurutku salah
ya pasti akan aku salahkan, jika menurutku itu benar
dan penting maka akan aku lakukan semampuku. Aku
ini memang terkenal bandel dan anak bapak yang keras
kepala, yang mungkin jika bapak masih ada sampai
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
190
sekarang aku akan dihajar habis-habisan karena sering
tidak akur dengan saudara dan berbicara seenaknya di
rumah.
Namun pemerintah tidak meragukan
kemiskinanku, ku tempuh setiap studiku dengan
beasiswa, tak main-main memang dan tanggung jawab
penuh dipundakku. Tak hanya kuliah, akupun belajar
sebagai seorang santri, sejatinya santri memiliki budi
pekerti dan pintar mengaji tapi aku belum, beberapa
kitab memang sudah aku hatamkan tapi isi di kepala
tidak mampu menjangkau itu semua.
Aku berkuliah sekaligus nyantri di kota sebrang
sekitar 80 kilometer dari tempat kelahiranku, kau tau
lelah dan malas selalu menghampiri perjalananku, tapi
aku tak berhenti begitu saja, setiap halangan bahkan
ujian ku lalui dengan langkah tegap serta yakin bahwa
aku bisa melaluinya dengan tepat.
Aku ingat saat kecil dulu aku bercita-cita jadi
ustadzah, karena aku yakin setiap kalimat tauhid yang
aku ajarkan pada murid-muridku akan menjadi ladang
pahalaku serta orangtuaku di Akhirat kelak. Namun apa
daya aku saja tidak yakin dengan cara ngajiku yang
masih berantakan dan sangat butuh bimbingan, ah sial
santri macam apa aku ini.
Juni 2019, gelar Mahasantri telah ku dapat,
sudah Maha yang berarti sudah bukan anak kecil lagi,
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
191
tapi sayang belum pintar mengaji. Di asrama tempatku
tinggal aku menemui seorang kawan, anaknya Kiai yang
cara mengajinya tidak diragukan lagi, suaranya lembut
alunannya menyentuh kalbu, barang yang mendengar
pasti terpesona dan tak akan lupa pada sang pencipta,
sungguh sempurna mahluknya yang jelita ini.
Namanya Anisa, atau biasa ku panggil Nisa,
kurasa dia dididik dengan tepat oleh abah dan
ummahnya. Kau tau? Akupun mendambakan keluarga
dengan rasa keluarga yang tinggi, bukan perpecahan
yang berakibat aku bosan dirumah, broken home? Tidak,
tidak separah itu. Aku hanya butuh ibu untuk berbagi
cukup itu saja.
Anisa anak yang rajin, setiap subuh ia yang
membangunkanku, ia ngaji berlembar-lembar dengan
khusyuk dan istiqomah, semoga saja aku akan lekas
menirunya, bahkan akupun sering bertanya tentang hal
agama padanya, jika ada yang aku ragukan dia cukup
menjawab "Semua hal yang ragu-ragu itu tidak baik, dari
pada salah kaprah lebih baik diyakinkan, dan apapun
itu lakukan dengan ikhlas semoga bernilai ibadah"
Begitu manis dan menjanjikan surga ucapanya.
Oh iya, Namaku Arini, Arini binti Hasyim.
Biasanya aku pergi ke kampus bersama Nisa, tenang
saja aku bukan siapa-siapa tanpa Nisa, teman-teman
lebih mengenal sosok Nisa dari pada aku, kita terbiasa
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
192
jalan kaki, dari asrama menuju kampus melewati
berkilo-kilo meter sawah. Hal itu juga kadang
membuatku jengkel, "Kenapa harus lewat sawah sih, gak
ada jalan lain apa yang lebih bagus dan dekat". Tapi lagi-
lagi Nisa yang menyemangatiku, ia bilang "Sabar aja
dulu, perjalanan kita diniatkan perjalanan untuk
menuntut ilmu, ladang pahala loh" Aku tak habis pikir
kenapa Nisa bisa setangguh itu dan kenapa aku yang
suka mengeluh ini didapatkan teman sesabar Nisa, kami
berbeda 360 derajat dalam hal kehidupan.
Dalam kelas aku termenung, ini adalah sudut
berharga dalam hidupku, aku mendapat teman yang
mampu membimbingku dalam kebaikan, walau aku
belum sepenuhnya menuruti katanya, tapi aku mampu
mendengarkan semua nasihatnya dan akan berangsur-
angsur aku jalani dengan keikhlasan. Jadi ingat
almarhum bapak, bapak juga dulu sering mengajariku
mengaji, walau aku sering bermalas-malasan bahkan
harus dibujuk dulu baru mau nurut.
Aku harus mampu menjadi baik, agar Bapakku
bangga, putrinya kini tidak hanya merepotkan Ibu, ia
bisa hidup mandiri dan dekat dengan sang kuasa tanpa
dibujuk, mengajinya membaik walau masih dalam tahap
belajar tidak seperti dulu lagi. Alhamdulillah..
Kau mungkin akan menganggap kisah hidup
seperti apa ini, isinya cuma berkeluh kesah dan penuh
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
193
penyesalan. Tapi keteguhan yang aku tahu pada tiap
nafas serta langkah yang menuntunku seperti ini adalah
doa, doa dari para orang tua yang sudah kurepotkan
terlebih pada Ibu yang kian lama semakin tua semenjak
ditinggal bapak, namun kasih sayangnya membuatku
tak berhenti mengucap syukur.
Terimakasihku persembahkan untuk guru-
guruku yang rela menguras tenaga serta keringat untuk
aku yang masih terbelenggu kebodohan, terimakasih
pula kepada kawan-kawanku yang merelakan sebagian
kenangan hidupnya ku isi dengan kekonyolanku, maaf
aku terlalu sering meminta pengertian dari kalian tanpa
mengasih imbalan.
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
194
Kejora Di Langit Pesantren
Oleh: Ilmi Indah Ayu Nurfahmawati
Semilir angin yang berhembus mengiringi hariku,
embun pagi yang tampak indah seakan berseru
menahan haru, tibalah di penghujung waktu untukku
memulai memikirkan kemana diriku akan melanjutkan
tholabul ilmi setelah menapaki serambi SD ini enam
tahun yang lalu. Aku memiliki banyak keinginan salah
satunya aku ingin sekali belajar di pondok modern di
Indonesia yaitu “ Pondok Modern Darussalam Gontor
Putri 1” yang berada di kecamatan Mantingan Kabupaten
Ngawi. Namun, seiring berjalannya waktu aku
mengurungkan niatku untuk mencari ilmu disana
karena banyak sekali pertimbangan yang harus ku
fikirkan. Akhirnya aku hanya memiliki dua pilihan yaitu
di Sekolah Negeri yang ada di kecamatanku atau di
pondok pesantren yang kakak kenalkan ke aku, yaitu di
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
195
Kecamatan Sumberrejo Bojonegoro. Jaraknya lumayan
jauh dari rumahku, namanya “Pondok Pesantren
Attanwir” berada di Desa Talun Kecamatan Sumberrejo
Kabupaten Bojonegoro.
Namaku Zakiya Fatihatun Najah kelahiran
Bojonegoro, 22 0ktober 2000. Liburan kelas 6 SD pun
sudah mulai usai, tibalah saatnya aku harus
meninggalkan rumah dan harus bermukim di pondok
pesantren. Dari kecil kedua orangtuaku telah
berpisah/bercerai, waktu itu umurku sekitar kurang
lebih 90 hari. Karena ibuku sakit akhirnya aku diasuh
oleh kedua orangtua ibuku yaitu kakek dan nenekku.
Selama tujuh belas tahun lebih aku diasuh oleh kakek
dan nenekku, mereka sangat sabar dalam mendidikku,
membesarkanku, merawatku, dan masih banyak jasa-
jasa mereka yang belum bisa aku balas. Sedangkan
bapak kandungku telah memiliki keluarga baru bersama
istri barunya atau dalam nama lain ibu tiriku.
Hari pertama di pondok pesantren aku sangat
bahagia karena aku memang sangat menginginkan bisa
belajar di pondok pesantren, di pondokku terdiri dari
berbagai tingkatan kelas, kebetulan aku masih berada di
kelas pemula atau nama lainnya kelas 1, disini setingkat
dengan kelas VII Mts pada pendidikan formal. Karena di
pondokku memang ada sekolah formalnya sehingga ada
yang tinggal di pondok untuk sambil belajar ilmu umum
dan ilmu agama dan ada yang bajak (pulang pergi dari
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
196
rumah untuk belajar di pendidikan formal). Disini aku
mulai sadar, dan belajar banyak hal tentang tantangan
hidup. Jadwal mengaji untuk kelas pemula dimulai
pukul 07.00 WIB sampai sekitar pukul 09.00 WIB, dalam
hal ini kami bersama teman-teman mengaji di ndalem
Bu Nyai. Kami selalu bersemangat untuk mendapatkan
barisan terdepan ketika mengaji pagi hari.
“Zakiya” Ujar Aisya kepadaku. Dia mengajakku
setiap kali mau berangkat sholat jama’ah di masjid.
Ketika sampai di masjid tak lupa Aisya selalu
mengajakku menunaikan sholat tahiyatul masjid
sebelum menunaikan jama’ah sholat fardu. Pengasuh
ponpesku selalu berpesan
“Atta’alum…Atta’alum….Watta”alum” yang artinya
belajar..belajar…dan belajar….Selalu dihaturkan bakda
sholat jama’ah sewaktu kultum.
Dorongan dan motivasi dari para kiyai membuat
kami mampu melewati hari-hari dan berbagai cobaan
yang harus dilalui selama di pondok. Beliau tidak pernah
bosan untuk mengingatkan kami kepada kebaikan. Hari-
hari di pondok telah terlewati, tibalah enam tahun
sudah tak terasa waktunya kami harus berpindah
tempat untuk menuntut ilmu dan mulai berpisah dari
penjara suci yang telah menjadi tempat kami selama
enam tahun ini.
Selama ini pendidikanku dibiayai oleh kakek dan
nenekku, namun dalam masalah pendidikan seharusnya
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
197
kakek dan nenekku tidak wajib membiayaiku. Karena
tanggung jawab atas anak sepenuhnya adalah kewajiban
orangtua. Aku sekarang paham aku tidak bisa
menyalahkan keadaan karena kita sebagai manusia
harus menerima takdir Allah. Kita harus tahu bahwa
Allah memiliki rencana yang lebih indah yang tidak
diketahui oleh setiap makhluknya. Ibarat di saat kita
melihat hujan/badai yang besar itu seperti
kesusahan/kesedihan, ketika hujan/badai besar itu reda
maka akan muncul matahari setelah matahari itu
muncul maka terbentuklah pelangi dengan warna indah
yang akan bisa kita lihat, pelangi itu seperti
kebahagiaan/kesuksesan. Dalam hidup ini kita harus
merasakan pahit untuk bisa menikmati rasa manis, jika
salah satu diantara kalian adalah seorang pemimpin
maka milikilah mata yang selalu menatap anggotanya
dengan tatapan kasih sayang, seperti Sayyidina Umar ra.
yang tidak pernah tidur sebelum semua rakyatnya tidur,
tidak pernah makan sebelum semua rakyatnya makan.
Memang semua takdir telah ditentukan oleh Allah
swt. dengan jalan yang berbeda, masalah yang berbeda,
ataupun rencana yang berbeda, karena kita tidak akan
mengetahui atas tiga hal yaitu: 1. Mati (kita tidak pernah
tahu kapan kematian akan menjemput kita, bisa datang
secara tiba-tiba atau terkadang sakit, dan yang lebih inti
adalah kita tidak akan pernah tahu kapan hari kiamat
datang? semoga kita tidak hidup sampai hari itu,karena
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
198
yang hidup sampai hari itu adalah sejelek-jeleknya
manusia) 2. Rizki (dalam hal rizki Allah telah mengatur
semuanya dan kita hanya bisa berusaha dan berdo’a,
semoga selalu dalam keridhoan Allah) 3. Jodoh (kita juga
tidak tahu siapa yang akan menjadi jodoh kita? Karena
itu semua telah diatur oleh Allah swt). Ada ceritaku
yang terkenang sampai saat ini yaitu empat belas tahun
yang lalu ketika aku masih dalam proses menimba ilmu
ditingkat RA, SD, MTS, MA. Kaki kecilku menapaki
serambi sekolahku, meski aku memakai baju pudar yang
tak lagi punya warna, sarapan dengan nasi wadang dan
sambal terasi, namun semua itu tak mejadikanku untuk
putus dan berhenti sekolah karena sungguh ilmu yang
kita miliki tidak ada setetes dari samudra ilmunya Allah.
Namun ternyata, masih begitu banyak ilmu yang
belum kita pelajari, waktu kita masih banyak terbuang
untuk bermain dan tidur, lalu kapan lagi kita bisa
belajar memperdalam ilmu jika tidak kita mulai dari
sekarang? Jika kita menunggu hari tua untuk belajar
tentu sulit karena semakin hari umur kita semakin
berkurang, daya ingat kita juga semakin lemah apalagi
ketika kita telah memasuki usia empat puluh tahun sulit
untuk kita memulai suatu pembelajaran karena
terkadang penyakit mudah lupa itu mulai datang
menghampiri manusia seumuran itu, memang dalam
mencari ilmu itu memiliki enam syarat yang harus
dipenuhi sebagaimana telah dijelaskan dalam beberapa
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
199
kitab salah satunya yaitu kitab ta’limul muta’alim. Dari
enam syarat tersebut yaitu :1. Cerdas, 2. Rakus terhadap
ilmu, 3. Bersungguh-sungguh, 4. Memiliki uang, 5.
Harus ada gurunya, 6. Harus memiliki waktu yang lama.
Pendidikan yang saya tempuh selama ini tentu
diantar oleh guru yang tidak pernah memilki rasa
mengeluh dalam mendidik setiap muridnya, guru telah
mengantar saya sewaktu saya belum bisa menulis
rangkaian kata dari huruf A sampai Z, dari mengenal ini
Budi sampai mengenal Boutros-Boutros Gali, dari 1+1
sampai menghitung luas dan isi, tibalah waktuku untuk
memasuki masa-masa ditingkat perkuliahan. Allah
menakdirkan untukku belajar di lokasi yang lumayan
jauh dari kota kelahiranku. Akhirnya aku dinyatakan
diterima di salah satu perguruan tinggi islam yang ada di
Tulungagung. Perlu kita ketahui bahwa sesungguhnya
perjalanan seribu kilometer itu berawal dari ayunan
langkah kaki pertama, layaknya seperti seorang pelaut
yang ulung itu sungguh tidak lahir dari laut yang tenang,
dan ingatlah untuk menjadi mata air yang jernih itu
tidaklah mudah. Bulan mei kemarin, sewaktu kelulusan
guruku mengucapkan: “ Nak, seorang ayah, seorang
kiyai, atau seorang guru itu akan selalu berusaha
memberikan sesuatu yang terbaik buat anak, santri,atau
muridnya. Sudahkah engkau merasakan? saya ingin
engkau menjadi anak kandungku. Bukan sekedar anak
santri atau anak murid agar engkau tetap baik dan tidak
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
200
menjadi lupa diri. Hari ini saya antar keberangkatanmu
ke medan al-jihadul-akbar, menyusuri padang ilalang
bertaburkan lumpur yang membalut kembang-kembang
desa berbaju sembrani, atau mungkin berangkat ke kota
metropolitan mengadu nasib mengais rizki hingga tiba-
tiba bertemu dengan syaithanul-insi dengan lipstik
merah delima. Seberapa kuatkah iman kalian
menghadapi godaan an-nafsul-ammaratubis-syu’i seperti
itu? Ulumu Allah yang engkau gapai dari genggaman
sang guru tidak akan ada artinya jika engkau menyerah
kalah pada realita lingkungan yang penuh bakteri dan
virus kemungkaran. Ayunkan langkahmu, maju tak
gentar mengikis habis kemaksiatan dan memetik buah
attin dan azzaitun sebagai simbul kemenangan”. Ucapan
beliau masih teringat dalam kenangan terindah di masa
putih abu-abu. Dalam hidup, kita memiliki masa lalu
yang tidak bisa diputar kembali karena ketika hari
kemarin hilang maka yang ada kita hanya akan
menemui hari esok yang akan datang, waktu itu laksana
pedang yang ketika kita tidak bisa mengendalikannya
maka pedang itu akan membunuh kita sendiri.
Adapun pesan Abah Yai sewaktu aku sowan dan
pamit dari pondok, yang masih ku ingat selama ini di
setiap langkahku yaitu “ Cintailah ilmu! Karena ilmulah
yang akan menemanimu seumur hidupmu dimana saja
kalian berada, ilmulah yang akan mengantarkanmu
menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Jangan lupa
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
201
pada guru-gurumu, kiyaimu yang telah berjasa
kepadamu yang selalu mendo’akanmu mereka dan
tetaplah menjalin silahturrahim, pada mereka minimal
setahun sekali.”
Metamorfosaku secara perlahan
Oleh: Widayanti
Once upon a time…
Tepatnya 16 Juli 2018,
Hari dimana aku merasakan keajaiban yang amat
sangat. Pemandangan indah sudah menyapaku
dikejauhan, genangan air disepanjang jalan seakan
mencerminkan bahagiaku, pun rintik gerimis yang
membasahi sebagian wajah cantikku kala itu.
Di ujung sana senyuman lebar mereka ulaskan
seakan menyambutku dan teman-teman dari balik
dinding putih yaitu kakak yang sudah menunggu kami
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
202
didepan stasiun. Suasana yang sangat hangat. Seperti
yang dikatakan Mbak Tiah, bahwa beliau memiliki
banyak orang hebat disampingnya. Begitu pula aku.
Kalianlah orang-orang hebat yang aku temui.
Tuhan, jika aku boleh menumpahkan semua
bendungan air mata ini, sebenua saja, akan ku
tumpahkan saat itu juga. Tapi malu pikirku, karena
banyak bahagia di sekeliling yang sedang menyapaku.
Hingga akhirnya aku urungkan niat itu.
Pelukan dan salam kepada mereka, aku lakukan
sebagai rasa syukurku kepada Tuhan.
“Bagaimana keadaannya dek?”
“Apa ada yang sakit”
“Alhamdulillah, sudah nyampe sini”
“Ayo, langsung ketempat saja”
“Sudah kami siapkan mobilnya, dan beberapa anak
bareng kakak naik motor”.
Kira-kira itulah perhatian yang diberikan kakak-
kakak saat aku dan teman-teman menginjakkan kaki
pertama kali ditanah rantau ini. Masya Allah, mereka
begitu peduli terhadap kami.
Selama perjalanan...
“Mbak, kok lama ya, muter-muter lagi jalannya?” tanyaku
pada mbak Sa’adah. Beliau adalah seseorang yang aku
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
203
kenal, tidak dekat. Tapi ya SKSD saja. Aku juga lupa
kapan kali pertama mengenal beliau, hingga akhirnya
sampai disini–Tulungagung-.
“Ini lewat jalan tikus nok, jadi ya lumayan adoh” Jawab
beliau dengan logat basa Dermayon. Wkwk
Singkatnya…
Tiba sudah aku didepan “Bangunan Besar
Berwarna Putih” itu, yang aku lihat bukan hanya
gedung, tapi keajaiban Tuhan yang telah diberikan
padaku. “Masya Allah”, pikirku dalam diam.
“Telah Allah takdirkan aku sebagai orang
beruntung, telah diberikan-Nya juga bertrilliun nikmat
padaku. Belum lagi, aku yang “orang biasa” bisa
melangkahkan kaki ditempat nan besar ini” gumamku
seakan bertasbih pada keagungan Tuhanku, Allah.
Aku memasukki gedung putih ini, Ma’had Al-
Jami’ah IAIN Tulungagung dengan memulai langkah
kanan. Disapa dan dipersilahkan masuk oleh Musyrifah.
Kamar yang menjadi tempat bernaungku sementara
adalah 103, samping kanan kamar pengurus. Disinilah,
tempat pertama kali aku goreskan tinta sejarah hidupku
dibuku takdir yang telah Tuhan siapkan semenjak aku
terlahir didunia.
***
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
204
10 tahun silam, aku yang pernah bercita-cita
ingin mondok dengan temanku, pada salah satu pondok
di Jawa Barat, akhirnya kandas karena kurangnya biaya
dan keterbatasan penghasilan orangtuaku. Beberapa kali
mencoba membujuk, tetap saja nihil hasilnya. Dan
semenjak itu, aku kubur dalam-dalam niat baik untuk
menjadi seorang santri-wati.
Seiring berjalannya waktu dan terus menepuh
pendidikan yang berbasis agama. Awalnya, aku memang
tak ingin lagi. Cita-cita itu tak pernah hadir dalam
pikiranku, lenyap oleh api kesadaran akan kehidupan
yang kujalani.
Akan tetapi, saat ini…
Aku telah ditempatkan dalam dunia pondok,
amat sangat senang hatiku. Keinginan besar itu,
ternyata Allah mengabulkan meski harus ku lalui
beberapa puluh tahun. Iya, tentu disini Ma’had Al-
Jamiah IAIN Tulungagung. Rasa bahagia selalu
menyelimuti hariku. Dan aku akan memanfaatkan
kesempatan ajaib ini lagi.
***
Tasbih dan syukur terus aku gemakan dalam
hati, aku sungguh tak menyangka dan takjub. Lantas
kualirkan air wudhu diseluruh anggota bagiannya dan
melakukan sujud syukur sebagai bukti betapa lemahnya
“Seorang Hamba” di hadapan Robb-nya.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
205
Ya Tuhan, tangisku pecah hingga membasahi
tempat sujud. Cukup lama aku mengadu kelemahan
hatiku menerima keajaiban ini, hingga aku mulai
menguatkan tubuhku untuk segera bangkit dari sujud.
Seharian penuh aku terus bertanya pada hal
yang sama tentang “Mengapa aku bisa disini?
Bagaimana bisa? Rasanya tidak masuk akal bisa
ditempatkan disini, dan lain-lain”. Hingga ku temukan
jawabannya, “Allah tidak mentakdirkan seorang hamba-
Nya melainkan sebagai utusan, dan mungkin aku
adalah salah satu pilihan-Nya”, itu yang bisa
disimpulkan selama aku berfikir.
***
Pagi itu, aku melangkahkan kaki menelusuri
jalan berniat untuk mencari Ridho-Nya dengan
menuntut ilmu. Gerbang kampus terbuka luas bagi
siapapun, layaknya telah menyuguhkan tempat ini
untukku, belum lagi keramah tamahan warga serta
pedagang dalam menyapa. Jalan hidup yang aku tempuh
kini amat sangat berbeda. Kehadiran orang-orang hebat
disampingku menjadikan pemicu semangat dalam
belajar. Karena belajar juga perlu penyemangat, kataku.
Hehe
Sembilan bulan berlalu. Belajar, madin, kuliah,
nyantri dan kegiatan lainnya sudah aku rasakan.
Rasanya aneh. Pertama, aku yang tidak bisa membuat
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
206
makalah. Kedua, aku yang tidak punya banyak
pengalaman dalam dunia teknologi. Ketiga, banyaklah
pokoknya. Yang terakhir adalah tidak menyangka bisa
hadir ditengah puluhan ribu manusia dalam satu
tempat. Waw, this is amazing. Belum lagi perubahan
dalam diri. Lebih spiritualis, mungkin, berpemikiran
luas, belajar banyak hal dari setiap orang yang ku kenal.
Tapi semua itu telah kulalui dengan baik, hingga kini,
aku mulai terbiasa dengan tugas-tugas di perkuliahan.
Memang tidak seberapa berpengaruh, akan tetapi akan
terus ku gali lubang pengembangan diri ini tanpa
menyerah
Bertemu banyak orang hebat seperti Bapak
Nadirsyah Hosen (PCI) , Bapak Wahyu Kuncoro (BNPT),
Ustadz Teguh Ridwan, itu juga menjadi hal yang luar
biasa dalam hidupku.
Memang sampai saat ini, aku belumlah menjadi
apa-apa, tapi Ang Woko, seseorang yang lebih akrab
disapa Bang Woks itu berkata padaku, “Tidak mengapa
belum bisa jadi apa-apa, kan namanya juga adik. Tidak
mengapa merepotkan banyak kakak-kakak, kan
namanya juga adik”. Begitu lembutnya beliau
mengucapkan kata-katanya, tenang dan meyakinkan
diriku yang sedang gelisah kala itu. Ya, tentu saja
tentang belum banyak perubahan yang menguntungkan
selama beberapa bulan kuliah.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
207
Teringat pula pesan yang Bapak Yayak, Kepala
Madrasah Aliyahku, kala aku mengeluh didepan beliau,
“Pak, emang kuliah itu harus pintar ya? Jika iya, terus
bagaimana denganku yang otaknya pas-
pasan?”,gelisahku dihapadan beliau. “Memang harus
pintar nduk, tapi jika belum. Nanti disana juga pintar”.
Seakan dunia terhipnotis oleh ucapan beliau, sungguh.
Hatiku seketika meleleh dan tenang, dan semenjak saat
itu. Tidak ada keraguan lagi untuk terus belajar.
Perjalanan ini memang tidak mudah bagi
sebagian orang, khususunya diriku yang tidak mengerti
apa-apa. Belum lagi lingkungan keluargaku bukan dari
orang yang berpendidikan. Tapi itu semua tidak
memudarkan semangat untuk tetap terus mencoba dan
mengenal dunia luas ini. Dan aku, akan terus
melakukannya.
Sejauh ini, aku merasa jauh lebih baik dari
sebelumnya. Sungguh, perjalanan ini akan terus ku
tempuh hingga diriku menemukan cahaya putih
takdirku, karena tidak ada yang mampu mengalahkan
sebuah mimpi seseorang, kecuali dia sendiri yang ingin
berhenti.
Yang harus kuingat adalah, “Allah selalu
memberikan kesempatan kepada setiap Hamba-Nya
dengan kadar yang sama. Akan tetapi, jangan bilang
Allah tak adil jika kita masih sama saja, tidak ada
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
208
perubahan dan kemajuan dalam hidup sampai saat ini.
Muhasabahlah lagi. “Apakah kita mengambil setiap
kesempatan yang Allah berikan? Apakah sudah
bersyukur atas segala nikmat-Nya? Atau mengucapkan
terimakasih atas semua pelajaran hidup yang setiap hari
kita jalani? Dengan menyadari itu semua, aku yakin
setiap orang pasti bahagia dengan hidupnya. Dan aku,
akan terus menikmati proses ini karena mengambil
kesempatan yang Dia berikan untukku.”
Mungkin secarik lembar saja yang bisa
kugoreskan disini tentang perubahanku yang secara
perlahan selama berproses dibangku kuliah. Bukan
dibilang hebat yang kuharap, akan tetapi setitik
motivasi yang mungkin bisa diambil untuk selalu merasa
beruntung sudah diberikan amanah-Nya bisa
berpendidikan lebih tinggi.
Pesanku dalam perjalanan ini, pada dasarnya
semua orang sama, yang muda-tua, sekolah-tidak
sekolah, kuliah-kerja, dan lain sebagainya. Yang berbeda
hanyalah pola pikir, mindset. Jadi untuk proses
perubahan, kurasa kita tak perlu banyak melihat
kelebihan orang lain yang tidak kita miliki. Karena itu
bisa saja membuat kita iri atas pencapaiannya, melihat
boleh tapi hanya sekedar pemicu semangat, bukan
untuk menjatuhkan. Kita hanya perlu fokus dalam
pengembangan diri kita, fokuskan pada satu titik di
depan jalan hidup kita saja.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
209
Mungkin ada beberapa tinta lagi yang bisa
kutuliskan sebagai kenangan, semua orang berhak
menjadi hebat, tidak peduli latar belakang darimana,
keturunan siapa dan dalam keadaan apa, selagi masih
mau bergerak lampauilah batas-batas. Meski belum ada
apa-apa dalam mengarungi perubahan, teruslah
menggali lubang dalam diri, mungkin didalam sana-
lubuk hati-. Kita akan menemukan secercah cahaya
yang bisa membuat sebuah karya, apapun bentuknya.
Terimakasih atas segala perhatiannya, cie
perhatian… hehe
Sekian dan semoga kita bisa menjadi salah satu
pilihan-Nya yang terbaik, Aamiin.
***
Maaf Bapak, Ibu, Kakak dan Sahabat …
Untuk kali ini aku mulai angkat bicara
Tentang semua yang aku rasa
Terimakasih atas semua motivasi yang telah kalian
berikan
Memberiku banyak bekal untuk menuntut ilmu
Membuatku bangkit dan ingin seperti kalian
Aku minta maaf atas semua yang aku lakukan
Dulu, aku pernah berjanji bisa membanggakan
Tapi sampai saat ini, aku masih terbungkam oleh zona
nyaman
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
210
Bapak, Ibu, Kakak dan Sahabat dengarkanlah aku,
Aku meminta maaf belum bisa memberi apapun
Hanya sekadar membuat kalian bangga saja, belum aku
lakukan
Aku masih menjadi kucing rumahan
Yang ingin diberi makan oleh sang majikan
Doa kalian adalah kasih sayang
Membanggakan kalian adalah harapan
Dan menulis inilah yang baru bisa aku lakukan
Teruslah memotivasiku, ajak aku selalu bangkit dalam
keterpurukan. Berjanjilah.. :’(
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
211
Di Pondok Abah
Oleh: Muthoharoh
Pesantren adalah tempat menimba ilmu bagi para
santri khususnya ilmu agama. Di Pesantren, santri akan
diajarkan banyak hal seperti, mengaji, menghafal al-
Qur’an, sopan santun, kebersamaan, kedisiplinan dan
masih banyak lagi. Bagi sebagian orang pesantren seperti
penjara, karena disitu para santri hidup jauh dari orang
tua, disitu juga kehidupan santri akan diatur oleh
peraturan-peraturan yang ada di pesantren yang
membuat bosan bagi para santri nya. Namun siapa
sangka, pesantren bukan sembarang penjara, tapi ini
merupakan penjara suci yang menggembleng santrinya
untuk menjadi pribadi yang sholih. Bukan hanya sholih,
tetapi hidup dilingkungan pesantren akan mendidik
karakter pada diri setiap orang menjadi pribadi yang
lebih mandiri. Bagiku, mereka yang menjadi santri
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
212
sangatlah beruntung, karena masih bisa mendapat
“barokah kiyai”.
Namaku Muthoharoh, orang-orang biasa
memanggilku Mumu, nama yang unik bukan? Aku juga
mempunyai tambahan nama “Siti” yang diberikan oleh
Kiyai Ibnu Sirrin dari Pondok Pesantren Nurul Huda,
Munjul, Astanajapura-Cirebon. Aku anggap itu berkah
untuk namaku walaupun aku tidak menggunakan nama
itu karena ada sedikit masalah dengan akta kelahiran-
ku. Aku anak pertama dari empat bersaudara. Aku
terlahir di tengah keluarga yang amat sangat
menyayangiku. Sejak kecil aku selalu diajari banyak hal
oleh orang tuaku, salah satunya adalah ilmu agama. Aku
hidup di lingkungan yang religius, ayahku menjadi imam
di Musholla yang berada di samping rumahku, ia juga.
Ayahku berperan penting dalam mendidik ilmu agama,
ayahku seorang yang sangat pandai, bagiku. Ayahku
sangat menyayangi anak-anaknya, ia jarang sekali
memarahiku, namun jika sudah berhubungan dengan
agama dia akan sangat tegas. Sejak kecil, aku memiliki
keinginan mondok di Pesantren Nurul Huda, Munjul,
Astanajapura-Cirebon. Hal itu juga merupakan
keinginan dari orangtua ku. Keluargaku memiliki
hubungan sangat baik dengan pondok pesantren
tersebut, almarhum kakek ku juga sangat dikenal oleh
para kiyai-kiyai dilingkungan Pesantren Nurul Huda.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
213
Disamping itu, sebagian besar keluarga besarku nyantri
di Ponpes Nurul Huda.
Kisah ini aku ambil 8 tahun yang lalu, di mana
masa ini merupakan masa peralihan dari masa anak-
anak menjadi remaja. Pada saat itu aku menjadi pribadi
yang mudah tersentuh hatinya, aku juga menjadi pribadi
yang lebih diam, aku tidak berbagi cerita pada siapapun
tentang setiap masalah yang aku hadapi. Saat itu aku
akan melanjutkan ke jenjang sekolah menengah pertama
(SMP). Aku bingung dan memang belum memiliki
bayangan kedepan terkait kemana aku akan
melanjutkan sekolah, walaupun memang sebenarnya
aku memiliki keinginan nyantri di Cirebon, namun aku
tidak berani meminta izin kepada orangtuaku terkait
keinginanku melanjutkan ke ponpes, karena aku
memikirkan biaya, aku memilih diam dan menyerahkan
keputusannya pada orangtua ku, aku akan
mematuhinya. Namun ternyata orangtua ku ingin yaitu
menyekolahkanku di Ponpes Nurul Huda, Munjul,
Astanajapura-Cirebon. Aku sangat bahagia, karena
keinginanku tercapai.
Hari itu, tanggal 05 agustus 2012 aku berangkat
ke Cirebon tanpa didampingi orangtuaku, karena ibu
yang sedang bekerja di Arab dan bapak juga sibuk
bekerja, aku hanya didampingi oleh Bude. Aku
mendapatkan banyak kesan ketika aku mondok, aku
juga sangat bahagia karena bertemu dengan teman-
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
214
teman yang menyenangkan, yang selalu menghiburku
saat aku rindu dengan keluarga. Di sini aku juga diberi
hidayah oleh Allah untuk istiqomah dalam berhijab. Aku
betah disini, aku nyaman tinggal disini. Namun ada satu
hal yang selalu mengganjal di pikiranku. Aku
meninggalkan dua orang adik, mereka selalu merasuk
dalam pikiranku, sehingga setiap waktu aku selalu
menitikkan air mata karena memikirkannya. Aku anak
yang mudah kasihan dengan orang, apalagi dengan adik
sendiri. Aku orang yang mudah mengalah untuk
kebahagiaan orang yang dicintai. Ya, aku ingat.. waktu
itu aku memiliki 2 orang adik yang aku tinggal dirumah,
adik laki-laki ku tinggal dengan bapak ku, sedangkan
adik perempuanku yang masih bayi tinggal bersama
bude. Aku selalu memikirkan bagaimana mereka, sedang
apa mereka saat ini, aku selalu rindu saat aku menyuapi
adik ku makan, rindu saat menidurkannya, rindu main-
main bersamanya. Waktu itu, aku merasa
kebahagiaanku saat ini adalah berkumpul bersama
bapak dan adik-adik ku. Aku bingung harus memilih
jalan mana. Aku nyaman disini, tapi aku tidak bisa jauh
dari adik-adik ku sedangkan ibu pun tidak ada disisi
nya. Aku ingat pesan ibu sebelum ia berangka ke Arab,
“Engko baka mimi uwis mangkat meng Arab, sira sg
masak, ngumbah gombal, ngumbah piring, pokone
tanggung jawab e mimi tek pasrahna ning sira, sira sing
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
215
ganti ni mimi”9. Sejujurnya aku masih ingin tinggal disini,
tapi aku bingung, disatu sisi aku ingin tetap disini, tapi
disisi lain aku ingin pulang untuk menjaga adik-adik ku.
Akhirnya aku memutuskan meminta izin pada bapak
untuk pindah sekolah di Haurgeulis. Awalnya bapak
marah dan tidak mengizinkan, tapi aku terus memaksa,
hingga akhinya membolehkanku pulang. Respon
masyarakat tentang kepulanganku beragam, banyak
yang menyayangkan kepulanganku. Banyak yang
bertanya, kenapa kok pulang? Aku hanya menjawab,
ngga apapa. Aku tidak memberikan alasan yang tepat,
karena aku yakin tidak semua orang memahaminya.
Kemudian aku melanjutkan sekolah ku di
Madrasah Tsanawiyah Nurul Hikmah, di sana aku
bertemu orang-orang baik. Kesibukanku sekarang hanya
sekolah dan menjaga adik-adikku, tidak seperti dulu
ketika aku di pondok. Tapi beruntungnya aku memiliki
bapak seperti bapakku, ia selalu mengajariku ilmu
agama, meskipun yang ia ajarkan bukan seperti
pengajaran di pondok yang memaknai kitab kuning
melainkan menjelaskan tentang hal-hal yang berkaitan
dengan agama, seperti kedudukan wanita, pendidikan
bagi wanita, dan lain sebagainya, aku juga mengerti
tentang bagaimana memaknai hidup. Bapak juga pernah
9Nanti kalau ibu sudah berangkat ke Arab, kamu yang masak, kamu
yang nyuci baju, nyuci piring, intinya tanggung jawab ibu serahkan ke kamu, kamu yang gantiin ibu.
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
216
berkata padaku, “Nak, kamu itu wanita, pendidikan
penting untukmu, tapi kamu harus ingat tujuanmu
menuntut ilmu, bukan untuk sombong, bukan untuk
nampang, tapi karena ibadah”, Bapak juga berkata “ الام
10Bapak banyak sekali menasehatiku. Aku.”مدرسة الاولى
yang awalnya sangat rindu dengan suasana pondok lama
kelamaan aku mulai merasa senang dan nyaman dengan
keadaan ku saat ini. Aku memang menyesal pindah dari
pondok, tapi lama kelamaan aku mulai berpikir, buat
apa aku menyesal, tidak ada yang perlu disesali,
semuanya sudah ditakdirkan oleh Allah, bahkan tidak
mondok pun aku masih mendapat asupan ilmu agama
walau tidak sebanyak dipondok, tapi setidaknya aku
masih mengingat Allah dan Rasulnya. Bagiku aku masih
mondok, bukan di pondok pesantren melainkan Di
Pondok Abah.11
Tentang Penulis
10Ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya.
11Abah (ayah dalam bahasa sunda)
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
217
Penulis Sang Pencari Barokah adalah Abdul
Rovi’i pernah belajar di Madin Ulya 2 IAIN ulungagung.
Jurusan Tadris Fisika, memiliki motto yaitu Santri iku
nek endi wae kudu tetep santri.
Penulis This Is Santri adalah Anita
Miftahurrohmah Sulum, Lahir di Jombang, 03
November 2000. Saya alumni MADIN Wustho 2
angkatan 2018-2019. Bagi saya MADIN di sini adalah
sebuah anugerah, penyemangat pagi, dan suatu
kebahagiaan di tengah hiruk pikuk kampus (Saya jujur
lo gaes). Dan untuk para ustadz, saya ucapkan beribu
terimakasih. Ilmu, pengalaman, dan suri tauladan, telah
banyak saya dapatkan. Man ana laulakum Ustadz. Motto
saya yakni خَيْرُ النَّاس أنَْفَعهُُمْ للِنَّاس“Sebaik-baik manusia adalah
manusia yang bermanfaat bagi manusia lain”.
Penulis History Memorable of Santri adalah
Muhammad ibnu Idris, nama itu adalah nama masa
kecil saya, semenjak saya tumbuh dewasa nama saya
telah berganti, bisa di katakan nama itu adalah nama
pena, sering bagi seorang penulis mempunyai nama
pena, riwayat pendidikan saya , masuk di jenjang
sekolah pertama di RA Darussalam, berlanjut di
MI.Darussalam masih dalam satu yayasan, setelah itu
pergi ke kota tetangga tepat nya di kab.blitar masuk di
MTSN 1 Blitar dan nyantri di pondok pesantren al-kamal
kunir, pendidikan berlanjut di kota asal tulungagung
dan masuk di MAN2 tulungagung, berlanjut sampai
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
218
sekarang masih menjadi mahasiswa di kampus IAIN
tulungagung.
Penulis Reklamasi Ukhuwah dalam Peradaban
Santri dan Reformasi Rivalitas Santri adalah Markurius
Adnan Ilyas adalah nama pemberian guruku, sedangkan
nama pemberian orang tuaku adalah Muchammad
Machrus Zaman. Lahir di kota pahlawan Surabaya tahun
1999. Menulis adalah perwakilan jeritan hati yang
memberikan warna yang indah untuk menuju
kesuksesan yang sebenarnya.
Penulis Santri dan Peradaban adalah Siroj
Wijaksono, Lahir di Blitar 27 Mei 1999, Sekarang masih
menuntut ilmu di Institut Agama Islam Negri
Tulungagung Jurusan Tadris Bahasa Indonesia dan juga
mondok di PP. Mbah Dul Tulungagug. Alasan ikut
penulisan ini adalah kekagumanku pada pondok
pesantren yang telah memberi subangsih besar kepada
bangsa ini dari sebelum merdeka hingga saat ini. Paran
santri, kyai dalam ikut serta merebut, mempertahankan,
dan mengisi kemerdekaan tak perlu diragukan, bahkan
peranya telah memberikan sebuah peradaban baru
untuk bangsa ini. Sebuah penyemangat atau motivasiku
adalah Do’a dan restu kedua orang tua, dan juga
keyakinanku bahwa kegagalan hanyalah sementara dan
kesuksesan itu abadi, usaha tidak akan pernah
menghianati hasil !.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
219
Penulis Santri Is Agent of Change adalah Naja
Alwi Mawardy. Naja merupakan panggilan
akrabnya.Lahir di kota Trenggalek pada tanggal 29
November 2000. Ia adalah anak dari pasangan Asmungin
dan Siti Maslikah. Ia juga anak kedua dari dua
bersaudara.
Riwayat pendidikan: 1. SDN 5 Bendorejo
2. SMPN 1 Pogalan
3. MAN 1 Trenggalek
4. IAIN Tulungagung
Semenjak kelas satu SMP, ia tinggal di pesantren
“Hidayatul Mubtadi’in” bersama kakaknya. Ayahnya
seorang guru di pesantren “Al-Falah” dekat rumahnya,
jadi tidak heran kalau dia sering diajak ayahnya ke
pesantren. Dari situ, ia mulai mengenal ajaran-ajaran
agama Islam. Setelah lulus SMP, orangtuanya
menginginkan dia untuk melanjutkan pendidikannya di
MAN 1 Trenggalek dan tinggal di pesantren
“Darunnajah”.
Kemudian, ia melanjutkan kuliah di IAIN
Tulungagung mengambil prodi Bahasa dan Sastra
Arab.Ia juga tinggal di pondok pesantren “Mbah Dul”.
Kecintaannya terhadap bahasa Arab dan hal-hal yang
berbau sastra tidak main-main. Ia pernah dipilih untuk
menjadi salah satu delegasi lomba Qiro’atul Akhbar di
UIN Malang. Selain itu, ia juga pernah menerbitkan satu
buku yang berjudul “Kumpulan Cerpen Pesantren”,
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
220
dimana dalam buku tersebut memuat berbagai macam
pengalamannya selama bertahun-tahun hidup di
pesantren.
Ia bukanlah anak organisasi. Baginya organisasi
itu memang penting, namun dia merasa tidak bisa
membagi waktu antara belajar dan kegiatan di
pesantren. Karena ia lebih mementingkan belajar dan
kegiatannya di pesantren daripada
organisasi.“Pendidikan adalah yang paling utama”. Itu
merupakan prinsip hidupnya sebagai motivasi untuk
terus belajar dan selalu berkarya.
Penulis Bagaimana Hubungan Mainset Seseorang
dan Lingkungan Terhadap Akhlak adalah Anis
Nofitasari. Merupakan anak pertama dari dua
bersaudara. Tinggal di dusun Tales, desa Karanganom,
kec. Kauman, kab.Tulungagung.
Penulis pernah mengenyam pendidikan formal di :
1. SDN 1 Jatimulyo, Kec. Kauman
2. SMPN 2 Kauman, Kec. Kauman
3. SMAN 1 Gondang, Kec.Gondang
Saat ini penulis masih menjalankan program
pendidikan S1, jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI),
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (IAIN)
Tulungagung. Selain sebagai mahasiswi, penulis juga
bekerja di PT. Amberlim sebagai marketing properti
"Griya Arsalan Tulungagung". Untuk lebih mengenal
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
221
penulis, bisa memfollow ig : @anisnopita, fb : Anis
Nofitasari.
Penulis Bersyukur Menambah Barakah adalah
Hayinun Nafsiyah, lahir di Trenggalek 20 tahun yang
lalu. Ia lahir dari keluarga sederhana. Ia dibesarkan di
lingkungan Pondok Pesantren dan Madrasah sedari kecil.
Sekarang ia bangga bisa menjadi bagian dari IAIN
Tulungagung. Motivasi hidupnya yaitu “jika akhirat yang
kau tuju, maka dunia akan datang dalam keadaan
tunduk.
Penulis lika-liku Perjuangan Santri di Pesantren
adalah Irvan evendi, aku lahir di sebuah kota kecil,
bagiku kota yang membahagiakan bagiku,
mengagumkan, juga sebuah kota yang mempunyai
banyak wisata. Sebenarnya Namanya adalah kabupaten
pacitan, namun orang – orang sering kali menyebut kota
pacitan atau kota wisata. Karena memang kabupaten
pacitan mempunyai banyak destinasi wisata. Pacitan
juga mendapatkan nama kota 1001 goa sebelum muncul
nama kota wisata. Dan di kota wisata inilah aku di
besarkan. Pada tanggal 16 Oktober tahun 2000, mulai
tahun itulah aku hadir di sebuah kota wisata ini.
Penulis Aktivis Mahasiswa Saja Tidak Cukup
adalah Moh Kholilul Rokhim, Lahir di Kediri, Jawa
Timur pada tanggal 22 Juli 1998. Setelah menyelesaikan
pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri II Kota Kediri ia
melanjutkan ke Perguruan Tinggi tepatnya di IAIN
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
222
Tulungagung dengan mengambil jurusan Hukum Tata
Negara. Ketika duduk dibangku perkuliahan ia aktiv
menjadi aktivis di Himpunan Mahasiswa Jurusan
Hukum Tata Negara, ia terakhir kali di Himpunan
Mahasiswa Jurusan (HMJ) Hukum Tata Negara pada
periode 2018-2019yaitu sebagai koordinator bidang
Advokasi dan Rumah Tangga. Selain aktiv menjadi
seorang aktivis ia juga merupakan seorang santri
dipondok pesantren Mbah Dul Tulungagung. ia memiliki
motto hidup ”apa yang engkau lakukan haruslah selalu
memberi suatu kemanfaatan”. Pesan penulis untuk para
pembaca yaitu :
“Jadilah besar karena jiwamu, bukan karena
organisasimu
Naiklah tinggi dengan kerendahan hati, bukan dengan
pangkat yang engkau miliki
Naik tak harus menjatuhkan
Tinggi tak harus merendahkan
Memiliki tak harus menyingkirkan
Arungi beribu lautan pengalaman
Singgahlah diberibu-ribu peradaban
Berdialektikalah dengan berjuta perbedaan
Agar kau mengerti, bahwa Tuhan selalu
memberimu berbagai kenikmatan”
Penulis Ilmu tak hanya dari akademik adalah
Lorensa Agusina yang lahir di Banuwangi, 15 Agusus
2000. Seorang mahasiswa jurusan Manajemen Pedidikan
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
223
Islam di IAIN Tulungagung. Memiliki hobbi pramuka.
Penulis juga seorang mahasantri Ma’had Al-Jami’ah IAIN
Tulungagung angkatan 2018-2019.
Penulis Mahasiswa Bukan Makhluk Hedonis
adalah Safira Nurul Kifayah Tul Ilmi, Nucky sepertinya
lebih familiar. Berasal dari Jombang, akan tetapi lebih
lama hidup di kota orang. Seperti ini jalannya, RA
Muslimat Banjarsari kab. Jombang, kemudian lanjut di
MI AL Asy'ariyab Banjarsari Jombang yang ku tempuh
hanya 2 tahun kemudian aku pindah ke MI Darussalam
Krempyang Nganjuk hingga sampai di Jenjang MTS
Darussalam. Kemudian aku kembali ke Jombang dan
melanjutkan pendidikan di MAN 10 JOMBANG Dan
ternyata semesta lebih suka aku tinggal di kota orang
dan diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan
dijenjang yang lebih tinggi yaitu di IAIN Tulungagung.
Saat ini aku sedang menempuh pendidikan strata 1 (S1)
dengan prodi Manajemen Dakwah, dari sini aku
menyadari bahwa apa yang dikatakan oleh Pram benar
menulis lah yang akan membuat kita dikenang. Berguna
atau tidaknya selama hidup kita akan dapat dilihat
ketika kematian itu datang.
Penulis Dibalik Makna Iqra’ adalah Zainul
Musthofa. Lahir di Tulungagung, 19 November 1998.
Alamat rumah di Desa Tiudan-Kecamatan Gondang-
Kabupaten Tulungagung. Hobi adalah membaca. Cita-
cita menjadi seorang guru. Riwayat pendidikan pernah
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
224
bersekolah di TK Al Khodijah Tiudan, SDN 1 Tiudan, MTs
Qomar, dan SMAN 1 Gondang dan sekarang masih
menempuh pendidikan S1 PAI di IAIN Tulungagung.
Motto “Berusahalah untuk selalu menjadi orang baik dan
bermanfaat! Serta bersyukur setiap saat!”
Penulis Cintai Lingkungan adalah Muhammad
Ainun Najib, sebuah nama yang sangat legendaries
karena terkenal akan kecerdasan dan
keintelektualannya, yang sangat sering namaku tersebut
di gandengkan dengan tokoh legendris yaitu Cak Nun
dari Jombang, riwayat pendidikan dari TK Dharma
Wanita II Sukorejo Wetan, lalu masuk ke SD Sukorejo
Wetan 3, selanjutnya migrasi ke MTs PSM Tanen, setelah
itu masih satu yayasan di MAN 3 Tulungagung dan
selanjutnya di IAIN Tulunggung sampai sekarang.
Penulis Teknologi Yes, Hoax No, Prestasi Oke
adalah Anggi Novita, Terlahir pada tanggal 13 Maret
2000 dari seorang ayah yang bernama Soiran dan ibu
Musriatin. Saya sekarang tinggal di RT 01 RW 01 Dsn.
Krajan Ds. Dongko Kec. Dongko Kab. Trenggalek.
Riwayat pendidikan yang saya tempuh dari SDN 1
Dongko, SMPN 1 Dongko, MAN 2 Tulungagung. Dan
sekarang saya melanjutkan kuliah di IAIN Tulungagung
dengan mengambil prodi Pendidikan Agama Islam.
Menjadi penulis adalah cita-cita yang baru saja muncul
ketika aku masuk di kuliah pada semester 2 kemarin.
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
225
Kalau lebih ingin mengenal aku segera saja kirim pesan
di email [email protected] serta ig anggi9336.
Penulis Tiada Arti Tanpa Kesabaran adalah Rika
Nur Laila yang lahir di Jombang. Seorang mahasiswa
jurusan Pedidikan Matematika di IAIN Tulungagung.
Penulis pernah sekolah di MI Al-Hidayah Jombang, MTs.
Al-Hidayah Jombang, dan MAN 2 JOMBANG. Penulis
juga seorang mahasantri Ma’had Al-Jami’ah IAIN
Tulungagung angkatan 2019.
Penulis holabul ilmi adalah Imroatus Sholichah,
anak bungsu dari lima bersaudara yang dilahirkan di
Pemalang, Jawa Tengah. Status Mahasiswa IAIN
Tulungagung, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI)
jurusan Akuntansi Syariah 2018. Bangku SMA adalah
bangku pertama saya gemar membaca, di sini saya mulai
menyukai buku dan dunia tulis, Novel Habiburrahman
lah yang telah menggugah hati untuk menerima
kenyataan bahwa saya telah cinta pada dunia sastra. Di
waktu istirahat saya sering ke perpustakaan hanya
untuk meminjam buku bergenre sastra, disamping itu
juga kemauan untuk mendalami tentang dunia tulis
pun terdukung oleh keaktifan saya dalam ektrakurikuler
teater yang ada di SMA. Cerpen ini kupersembahkan
buat Alumni Madin 2019 khususnya Madin Tilawah 3.
Love you buat kalian.
Penulis Ambisius Untuk Berambisi Atau Ambisius
Untuk Tak Berambisi? adalah Ummi Ulfatus Syahriyah.
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
226
Seorang anak yang pernah bermain-main di Pondok
Pesantren Al Kamal-Kunir. Sekarang menjadi mahasiswa
jurusan PAI di IAIN Tulungagung. Penulis juga pernah
bersinggah di Ma’had IAIN Tulugagung selama satu
tahun dan sekarang berdomisisli di Pondok Pesantren
Subulussalam-Manggisan. Dulunya juga pernah belajar
di SDN Sumberdem 01, MtsN Kunir, dan MAN Kunir.
Penulis Rasa Cita dan Hafalanku adalah Heny
Waqinaka Jauharotin, kelahiran kediri 2000 tinggal di
desa ujung barat kediri. Ds kedungsari tarokan kediri.
Saya alumni PP. Assafiy al-ikhlas desa kaliboto. Setelah
selesai MA saya melanjutkan di IAIN Tulungagung.
Tinggal disebuah asrama sederhana yang sangat
nyaman. Dalam riwayat belajar saya masih seorang
pemula yang masih mentah dalam hal menulis. Bahkan
ini tulisan perdana bagi saya. Dari berbagai motivator
dan terinspirasi dari beberapa teman menjadikan
keberanian saya untuk mencoba menulis. Saya sadar
tulisan ini masih banyak kesalahan. bimbingan dan
kritikan sangatt saya perlukan untuk memperbaiki karya
tulis saya.
Penulis Mereka yang Tak Terlihat Ikut
Bersholawat adalah Restiana Ega Umami, lahir di
Gresik 27 Februari 2000. Ketertarikan pada dunia
menulis sudah dari duduk di bangku SMP sempat
mengirim puisi ke koran jatimpos, lulus dari SMP
melanjutkan sekolahnya di sebuah pondok pesantren di
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
227
Ponorogo disana dia melanjutkan hobi menulisnya
sampai akhirnya di tahun kedua mondok mengikuti
lomba cerpen kompetisi santri. Semasa di pondok
pesantren tidak disia siakan untuk mengetahui apa yang
belum diketahui, sampai mengikuti kelas akselerasi di
madrasah diniyah, lulus aliyah dia tidak melanjutkan
sekolah diniyah yang kurang 2 tahun karena harus
melanjutkan studinya atau kuliah di tulungagug dan
mengambil jurusan tadris matematika disana.
Penulis Eksistensi Pesantren namanya Diya’
lengkapnya Diya’ Annisaul Fauziah, biasa dipanggil
diya’. Kenapa aku hadir di dunia ini, tak pernah ku tahu,
yang jelas perjalananku pada diriku yang sekarang
adalah hal yang tidak aku impikan dulu, terimakasih
pada suport terbaik yang pernah ada. Cerpen ini dibuat
agar pembaca mampu mengenang kehidupan pesantren
bagi santri, pentingnya pesantren utuk santri itu sendiri.
Aku dilahirkan di kota angin, kota yang memberikan
kenangan yang tidak akan terlupakan. Mungkin sebuah
hobi selalu menjadi hal yang mebuatku tak pernah tau
hobiku sesungguhnya, namun setelah waktu yang
menjelaskan membaca adalah hal yang membuatku
mengerti apa itu hidup dan hidup untuk apa. Karyaku
nyata tidak untuk sempurna.
Penulis yang berjudul Karir adalah Nashoihid
Diniyah. sekarang kuliah di Institut Agama Islam Negeri
Tulungagung jurusan pendidikan Agama Islam. Punya
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
228
hobi makan dan tidur. Menulis? Sebenernya bukan hobi,
sih. Hanya saja terkadang ada rasa ingin menulis hehe.
Mengutip dari kata-kata penulis senior, Pramoedya
Ananta Toer bahwa, “Orang boleh pandai setinggi langit,
tetapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam
masyarakatdan dari sejarah.” Menulislah bukan hanya
untuk di kenang tapi menulislah untuk menebar
kebaikan. Salam literasi!
Penulis yang berjudul Langkah Untuk Bapak
adalah Lailatul Hikmah, biasa dipanggil laila, berasal
dari Kota santri Jombang, dilahirkan pada awal Bulan
januari dua puluh tahun silam, menduduki kuliah pada
semester 4 jurusan Manajemen dakwah di Kampus
dakwah dan peradaban IAIN Tulungagung. Alumni
Mahasantri kelas Wushto 2018-2019 IAIN Tulungagung.
Penulis Kejora di Langit Pesantren adalah Ilmi
Indah Ayu Nurfahmawati, lahir di Bojonegoro, 21
Oktober 2000. Seorang anak yang hobi menggambar,
namun juga tertarik pada sebuah sastra. Pernah
barnaung di Pondok Pesantren Attanwir Talun
Sumberrejo Bojonegoro. Sekarang menjadi mahasiswi
Tadris Biologi di IAIN Tulungagung. Penulis juga pernah
bersinggah di Ma’had Aljami’ah IAIN Tulugagung dan
sekarang berdomisisli di Pesantren Mahasiswa Alhikmah
3. Alumni mahasantri Madin Ulya 1 tahun 2018-2019.
Penulis Meamorfosaku secara Perlahan adalah
Widayanti, nama yang diberikan kali kedua untukku
Angkatan Madin IAIN Tulungagung 2018
229
setelah nama Rasem oleh orangtua, sengajaaku sensor
biar greget. Hehe. Tanggal lahir yang tertulis diraport SD
itu tanggal 25 Juli 1999. Terlahir sehat walafiat di
Kampung Halaman yang sejuk nan tentram, Sandrem is
Mekarsari al-Mukaromah. Daerah plosok bagian timur
Kecamatan Gantar, Indramayu. Anak terakhir dari
pasangan Ibu Siti Aminah dan Bapak Wartam,setelah
kedua kakakku- Adi Hartono dan Devi Ratnasari-. Hobi
nomaden, dari bernyanyi religi, kemudian menulis,
menuju kesumbe rimajinasi –menggambar-, terus ke
coret-coretan dan pada akhirnya membaca dan
menciptakan tulisan. Hobi itu sering kali kulakukan
untuk mengisi waktu luang, kapanpun dan semauku.
Penulis Di Pondok Abah adalah Muthoharoh,
lahir di Indramayu 22 Desember 2000. Ia anak pertama
dari empat bersaudara. Lahir dari pasangan suami istri
bernama Amirudin dan Kasiri. Ia pernah mengenyam
pendidikan sekolah dasar di SDN SIDODADI II, MTs
Nurul Hikmah Haurgeulis, MA Nurul Hikmah
Haurgeulis. Dan kini ia melanjutkan pendidikannya di
perguruan tinggui negeri IAIN Tulungagung-Jawa Timur,
mengambil prodi Bahasa Sastra Arab di Fakultas
Ushuluddin Adab dan Dakwah. Sejak Sekolah Menengah
Atas, ia sangat memimpikan melanjutkan perguruan
tinggi ke Al-Azhar Mesir atau UQU Makkah.
Sang Santri; Perjalanan Meraih Barakah Kyai
230