sanksi pidana terhadap pelaku pemalsuan buku...
TRANSCRIPT
SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU PEMALSUAN BUKU
NIKAH PERSPEKTIF HUKUM PIDANA POSITIF DAN HUKUM
PIDANA ISLAM
(Analisis Putusan No.256 K/Pid/2015)
SKRIPSI
Oleh:
Rita Sartika
NIM: 11140450000048
PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018/1440H
ABSTRAK
Rita Sartika (11140450000048) “Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Pemalsuan Buku Nikah Perspektif Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam (Analisis Putusan No. 256 K/Pid/2015)”. Program Studi Hukum Pidana Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 1440 H/2018 M.Pembahasan utama dalam penelitian ini adalah kasus pidana pemalsuan buku nikah yang terdapat dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 256 K/Pid/2015. Tindakan pemalsuan merupakan perbuatan pidana yang telah diatur dalam Pasal 263 KUHPidana. Hanya saja, dalam kasus ini Majelis Hakim memilih mengakomodasi tuntutan dari Jaksa yang berupaya menghadirkan bukti berbeda, yaitu menghadirkan bukti agar Terdakwa dikualifikasikan memenuhi perbuatan pidana pemalsuan dalam bentuk penyertaan. Adapun tujuan dari skripsi ini untuk mengetahui sanksi yang diberikan terhadap terdakwa dalam kacamata hukum positif dan hukum Islam, serta bagaimana pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, sementara pengumpulan data dengan metode keputsakaan. Dalam hal ini penulis menganalisis secara sistematis sumber yang berkaitan dengan objek penelitian yaitu Putusan Mahkamah Agung Nomor 256 K/Pid/2015.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sanksi yang dijatuhkan kepada Terdakwa adalah pidana penjara penjara selama lima bulan. Pertimbangan Majelis Hakim adalah Pasal 266 ayat 1 Jo. Pasal 55 ayat 1 KUHPidana, dimana Terdakwa Ruslan Syamsiah telah terbukti melakukan tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan secara bersama-sama. Maka putusan Pengadilan Negeri atau yang disebut Judex Facti dianulir dengan sebab salah dalam mengkualifikasi persitiwa pidana dimana Buku Nikah antara Terdakwa dan Korban hanya mengenai waktu dan tempat pernikahan dilakukan.
Kata Kunci : Tindak Pidana, Pemalsuan Surat, Pemalsuan Buku Nikah,
Pembimbing : Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT, karena berkat rahmat dan
karunianya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Sanksi Pidana
Terhadap Pelaku Pemalsuan Buku Nikah Perspektif Hukum Pidana Positif dan
Hukum Pidana Islam (Analisis Putusan No. 256 K/Pid/2015)”. Shalawat serta
salam penulis haturkan kepada junjungan Nabi besar kita Muhammad SAW, yang
selalu kita harapkan syafaatnya kelak di hari kebangkitan.
Skripsi ini juga tidak akan selesai tanpa dukungan dari orang-orang yang
ikut membantu dalam pengerjaan skripsi ini baik dorongan, bimbingan, dan
doa.dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terimakasih sebesar-
sebasarnya serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA, Ph.D., Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Bapak Dr. Nurul Irfan, M.Ag., Ketua Program Studi Hukum Pidana Islam
terima kasih banyak telah memberikan petunjuk, nasehat yang bermanfaat
bagi penulis selama perkuliahan, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi
Strata I dengan sebaik-baiknya.
3. Bapak Mohamad Mujibur Rohman, MA. Sekertaris Program Studi Hukum
Pidana Islam, terimakasih telah banyak membantu penulis untuk melengkapi
berbagai macam keperluan, dan berkas-berkas persyaratan untuk menggapai
studi Strata I dengan sebaik-baiknya.
4. Bapak Nur Rohim Yunus, LL.M., Sekretaris Program Studi Hukum Pidana
Islam terima kasih banyak telah banyak membantu penulis untuk melengkapi
berbagai macam keperluan, dan berkas-berkas persyaratan untuk menggapai
studi Strata I dengan sebaik-sebaiknya.
5. Bapak Dr. Nurul Irfan, M.Ag. Dosen Pembimbing terima kasih banyak telah
memberikan bimbingan, petunjuk, nasehat dan waktunya untuk penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan Studi Strata I dengan sebaik-baiknya.
v
6. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah ikhlas
memberikan ilmu-ilmunya dan motivasi dalam menyelesaikan studi di
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
7. Orang tua tercinta, Mimi, Bapak, sertaNenek, terimakasih atas segala
pengorbananmu, nasihat,dan doa-doa yang selalu kalian berikan, mohon
maaf selama ini masih banyak menyusahkan dan belum bisa membanggakan
kalian, kedua kakakku Aang Jajang Nurjaman dan kak Silvia Kurniasih,
adikku tersayang Nur Rahmah, serta keponakan tercinta Annisa Nurul Abida
terimakasih telah memfasilitasi, memberikan dukungan, semangat, dalam
penulisan skripsi ini.
8. Kepada Segenap keluarga besar Alumni SDN Wanasalam II, Neng, Wulan
Ade, Desy, Dewi Yanti, Ahmad Jalaludin Amin, Ryan, Aji, Yadi, Dede, Afif,
dan lain-lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu ,terimakasih selalu
memberikan dukungan dan semangat sehingga penulis bisa menyelesaikan
skripsi ini. Kalian semua luar biasa.
9. Segenap rekan-rekan Hukum Pidana Islam dan Hukum Tata Negara Islam
angkatan 2014, Dewi Rohmayanti, Alliya Magfuroh, Satrio, Chairil Amin
Hatuala,Elah Hayati, Muhammad Ihsan, dan lain-lain yang tidak dapat
disebutkan satu persatu, kalian luar biasa.
10. Segenap rekan KKN 056 MERDEKAkeluarga MAARISA,Ceka, Lisa, Silma,
Qoyyidah kalian keluarga yang telah berbagi pengalaman mengisi hari-hari
selama 30 hari di desa Rawa Beureum Sepatan Tangerang . Terima kasih atas
semua doa dan motivasi dari rekan-rekan semua.
11. Kepada sahabat-sahabat tercinta KEJORA, Khudaefah, Siti Kholilah
Parinduri, Ika Fadila, Qurratul Aini, Anyzah Okatviyani,. Terima kasih telah
banyak memberikan cinta, cerita, motivasi, dorongan, dan do’anya untuk
penulis.
12. Semua Pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam pembuatan skripsi ini semoga Allah SWT membalas dengan pahala
yang berlipat ganda Amin Y.R.A
vi
Penulis menyadari ketidak sempurnaan dalam penyusunan skripsi ini,
maka dari itu kritik dan saran yang membangun diperlukan dalam penyempurnaan
penulisan skripsi ini, dan semoga ini mampu menginspirasi dan memberikan
manfaat kepada pembaca sekalian.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jakarta, 04 Oktober 2018
Penulis
RITA SARTIKA
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................ ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR .......................................................................................... v
DAFTAR ISI ......................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................ 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 6
D. Review Kajian Terdahulu ................................................................... 7
E. Metode Penelitian ............................................................................... 8
F. Sistematika Penulisan ........................................................................ 10
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANGTINDAK PIDANA PEMALSUAN
BUKU NIKAH
A. Kerangka Teori ................................................................................... 12
B. Pengertian dan Istilah Tindak Pidana ................................................. 20
C. Jenis-Jenis Tindak Pidana ................................................................... 22
D. Unsur-Unsur Tindak Pidana ............................................................... 25
E. Tindak Pidana Dalam Hukum Islam .................................................. 27
F. Tindak Pidana Pemalsuan Surat ......................................................... 29
G. Tindak Pidana Pemalsuan Buku Nikah dan Sanksinya ...................... 32
BAB III TINJAUAN UMUM PUTUSAN DAN PROFIL MAHKAMAH
AGUNG
A. Duduk Perkara Kasus Pemalsuan Buku Nikah .................................. 36
B. Alasan Pengajuan Kasasi Oleh Penuntut Umum................................ 42
C. Profil Mahkamah Agung .................................................................... 50
viii
BAB IV ANALISIS PUTUSAN
A. Pertimbangan Hakim dan Amar Putusan ........................................... 53
B. Analisis Penulis .................................................................................. 56
BAB V KESIMPULAN
A. Kesimpulan ........................................................................................ 67
B. Saran-Saran ........................................................................................ 68
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 69
LAMPIRAN
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan zaman yang sangat pesat, masyarakat di
Indonesia sudah terbiasa dengan gaya hidup yang serba instan dan praktis,
tidak bisa dipungkiri bahwa kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan
tekologi akan membawa suatu bangsa dalam kesejahteraan bagi rakyat. Akan
tetapi dengan kemajuan itu sendiri maka tindak pidana pun tidak dapat
dihindarkan. Perkembangan tindak pidana berkembang seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bermacam-macam bentuk
perkembangan tindak pidana terjadi berupa kejahatan ataupun pelanggaran
dengan segala tujuan dimana hal tersebut merupakan tindakan yang jelas-jelas
sudah menyimpang atau penyelewengan, dimana penyelewengan dengan
berbagai alasan tetaplah bentuk tindak pidana penyelewengan, tindak pidana
juga bisa dilakukan oleh siapa saja, baik aspek masyarakat menengah
kebawah, ataupun menengah keatas. 1
Fenomena yang terjadi di tengah-tengah masyarakat sekarang ini adalah
selalu ingin cepat menyelesaikan sesuatu hal tanpa memikirkan akibat yang
akan ditimbulkan dari perbuatannya tersebut, padahal perbuatannya itu jelas-
jelas dilarang. Manusia seiring dihadapkan kepada sesuatu kebutuhan pemuas
diri dan bahkan keinginan untuk mempertahankan status diri.Namun hal itu
banyak dilakukan tanpa berfikir secara matang yang dapat merugikan
lingkungan dan diri sendiri.
Maraknya berbagai bentuk perkembangan kejahatan suatu bukti bahwa
akhlak dan moralitas masyarakat yang berkurang, akan tetapi pengaruh
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga mempunyai peran
penting dalam berkembanganya tindak pidana kejahatan, sebagai contoh
akhir-akhir ini marak semakin maraknya kejadian tindak pidana yang
1 Jimly Asshidiqie, Menuju Negara Hukum Yang Demokratis, (Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2009), h. 3
1
2
bermacam-macam, banyak sekali perbuatan-perbuatan yang dapat di
klasifikasikan sebagai suatu tindak pidana. Salah satunya adalah perbuatan
memalsukan Buku Nikah. Akta Nikah atau yang lebih dikenal dengan Buku
Nikah merupakan akta otentik karena sengaja dibuat oleh PPN (Pegawai
Pencatat Nikah) sebagai alat bukti pernikahan tersebut, kemudian PPN
memberikan kutipan Akta Nikah kepada masing-masing suami isteri yang
dapat digunakan oleh keduanya sebagai alat bukti pernikahan mereka.2
Kejahatan mengenai pemalsuan atau disingkat kejahatan pemalsuan
adalah berupa kejahatan yang didalamnya mengandung unsur keadaan
ketidakbenaran atau palsu atas suatu objek, yang sesuatunya itu tampak dari
luar seolah-olah benar adanya padahal sesungguhnya bertentangan dengan
sebenarnya. Kejahatan pemalsuan dalam KUHP dikelompokan menjadi 4
golongan, yakni: Pertama, Kejahatan Sumpah Palsu (Bab IX), kedua,
Kejahatan Pemalsuan Uang (Bab X), Ketiga, Kejahatan Pemalsuan Materai
Dan Merek, Keempat, Kejahatan Pemalsuan Surat (Bab XI).3
Ketentuan Hukum Pidana Indonesia, terdapat beberapa bentuk
kejahatan pemalsuan, antara lain pemalsuan uang, pemalsuan merek dan
materai, sumpah palsu, dan pemalsuan surat. Dalam perkembangannya dari
berbagai macam tindak pidana pemalsuan tersebut tindak pidana pemalsuan
surat mengalami perkembangan yang begitu kompleks, karena jika melihat
obyek yang dipalsukan yaitu berupa surat maka tentu saja memiliki
pengertian yang sangat luas, Buku Nikah merupakan bagian dari surat yang
tidak bisa lepas dan selalu berhubungan dengan aktifitas masyarakat.
Didalam Al Qur’an terdapat sejumlah ayat yang melarang dengan tegas
untuk tidak berbuat dusta (al-kidzb).Secara etimologis (al-kidzb) difahami
sebagai lawan dari al-shidiq.Ungkapan dusta didalam ayat-ayat tersebut
sering ditunjukan kepada orang kafir, karena mereka tidak membenarkan
wahyu Allah, bahkan mereka sering membuat ungkapan tandingan dalam
rangka mendustakan ayat. Dalam Surat al-Nahl ayat 116 Allah Berfirman:
2Hari Sasangka, Hukum Pembuktian dalam Perkara Perdata Untuk Mahasiswa Dan Praktisi (Bandung: Bandar Maju, 2005), h. 29
3Adami Chazawi,Kejahatan Terhadap Pemalsuan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2001), h. 3
3
وهذا حرام لتـفتـروا على اهلل حالل وال تـقولوا لما تصف ألسنـتكم الكذب هذا يفتـرون على اهلل الكذب ال يـفلحون الكذب إن الذين
Artinya “ Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta, “ini halal dan ini haram” untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengadakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung.
Dalam perkembangan Hukum Islam, memang belum ada aturan khusus
tentang pemalsuan, namun ada contoh tindak pidana pemalsuan telah ada
sejak zaman dahulu. Pada masa Umar bin Khatab pernah terjadi kasus tentang
Mu’an bin Zaidah yang memalsukan stempel Baitul Mal, lalu penjaga Baitul
Mal datang kepadanya untuk mengambil stempel palsu tadi dan mengambil
hartanya, kasus ini didengar oleh Umar bin Khatab maka Umar memukulnya
seratus kali dan memenjarakannya, lalu dimarahi dan dipukuli seratus kali
lagi, dimarahi lagi dan selanjutnya dipukul seratus kali dan kemudian
diasingkannya.4 Dari contoh diatas ternyata penipuan dengan modus
pemalsuan sudah terjadi pada zaman Nabi Muhammad SAW dan Sahabatnya.
Di dalam KUHP Pemalsuan Buku Nikah masuk dalam Pemalsuan surat
yaitu pasal 263 KUHP yang berbunyi” Barangsiapa membuat surat palsu atau
memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan dan
pembebasan hutang, atau menyurtuh orang lain memakai surat tersebut
seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika memakai tersebut
dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat dengan pidana penjara
paling lama enam tahun penjara.5
Salah satu kasus pemalsuan buku nikah adalah Pada kasus putusan
nomor 256 K/Pid/2015, seseorang bernama Ruslan alias Nyong menyuruh
memasukan keterangan palsu kedalam suatu akta otentik mengenai suatu hal
yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk
4 Muhammad Rawas Qal’ahji, Ensiklopedi Fiqh Umar bin Khatab, (Jakarta: Manajemen PT Raja Grafindo Persada, 1999), h. 265
5Andi Hamzah, KUHP Dan KUHAP (Jakarta: Rineka Cipta 2016) h. 105
4
memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran.
Bermula terdakwa Nyong meminta bantu kepada saudara saksi Abu Hasan
untuk membuat buku nikah dengan alasan Terdakwa Ruslan alias Nyong
untuk menggugat cerai Istrinya yaitu Nurfaidah alias Eda. Terdakwa Nyong
sudah menikah sejak tahun 2008 dan sudah mempunyai buku nikah yang di
pegang oleh istrinya, kemudian setelah sholat Magrib saksi Hi Ismail Laitupa
alias Pak ustad memberikan 1 (satu) buku nikah dalam keadaan kosong
kepada saudara Saksi Abu Hasan Hamzah. Terdakwa mengajukan gugatan
cerai kepada saksi korban Nurfaidah Umusagi alias Eda di pengadilan Agama
Ternate dengan buku nikah palsu yang ia buat, saksi Korban awalnya tidak
tahu jika terdakwa memalsukan buku nikah, kemudian saksi korban mendapat
panggilan dari Pengadilan Agama Ternate untuk menghadiri sidang gugatan
perceraian disitu barulah saksi mengetahui adanya buku nikah palsu yang
dibuat oleh terdakwa untuk menceraikan saksiKasus ini bermula ketika
Ruslan Syamsiah alias Nyong meminta kepada saudara Hi Abuhasan Hamzah
untuk membuatkan buku nikah dengan alasan untuk menggugat Cerai istri
Terdakwa yang menurut terdakwa istri terdakwa Nurfaidah Umasugi sering
berkata kasar, melempar dengan parang, mengejar dengan pisau, dan
melempar dengan handpone, Kemudian, Terdakwa berinisiatif untuk
membuat buku nikah palsu agar perceraian tersebut segera di lakukan, dan
prosedur pemberkasan sidang pun lebih instan dan praktis..6
Maka berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk
mengangkat masalah ini dalam bentuk analisisputusan pemalsuan buku nikah
palsu dengan judul “SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU
PEMALSUAN BUKU NIKAH PERSPEKTIF HUKUM PIDANA
POSITIFDAN HUKUM PIDANA ISLAM (ANALISIS PUTUSAN NO.256
K/Pid/2015”
6Putusan No. 256 K/Pid/2015
5
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,
maka identifikasi beberapa permasalahan yang timbul dalam penelitian ini
adalah:
a. Pemalsuan adalah tindak pidana yang mengandung unsur ketidak benaran
atau palsu, surat adalah segala macam tulisan, baik yang ditulis tangan
maupun diketik atau yang dicetak dengan menggunakan arti atau makna..
b. Peraturan Perundang-Undangan yang menjadi dasar hukum yang
mengatur tentang tindak pidana pemalsuan surat berupa akta otentik.
c. Sanksi-sanksi pidana terhadap terdakwa dalam kaitannya dengan sisi
kumulatif dan ultrapetita.
d. Konsep Jinayah terhadap perbuatan pemalsuan surat yang dilakukan oleh
Terdakwa.
e. Penentuan sanksi terhadap terdakwa dalam tindak pidana penyertaan
pemalsuan surat.
2. Pembatasan Masalah
Agar penulis skripsi ini dapat mencapai hasil yang baik dan maksimal
sesuai tujuan yang dikehendaki, maka penulis akan membatasi pada masalah
sanksi pelaku pemalsuan buku nikah dan analisis pertimbangan hakim dalam
kasus yang akan diteliti. Pembatasan ini dilakukan untuk menghindari
perluasan pembatasan yang tidak ada sangkut pautnya dengan masalah yang
diteliti.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis merumuskan
permasalahan sebagai berikut, yaitu:
6
1. Bagaimana sanksi terhadap pelaku pemalsuan buku nikah dalam hukum
pidana positif dan hukum pidana Islam yang terjadi di desa BTN
kelurahan Maliaro Ternate dalam putusan nomor 256 K/Pid/2015 ?
2. Bagaimana penerapan dan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi
pidana terhadap pelaku pemalsuan buku nikah yang terjadi di desa BTN
kelurahan Maliaro Ternate dalam putusan nomor 256 K/Pid/2015 ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
a. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian pasti memiliki tujuan, demikian juga dengan penelitian
ini, dari latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan
diatas, dapat diketahui bahwa tujuan dari penulisan ini adalah:
1. Untuk mengetahui sanksi pemalsuan buku nikah dalam hukum
pidana positif dan hukum pidana Islam terhadap pemalsuan dalam
putusan nomor 256 K/Pid/2015
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku pemalsuan buku nikah
dalam putusan nomor 256 K/Pid/2015
b. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian sebagai berikut:
1. Secara teoritis, hasil penelitian diharapkan dapat menambah
khazanah bagi pengembangan ilmu pengetahuan dimasa depan serta
memberikan wawasan, khususnya terkait ilmu hukum pidana
Indonesia maupun hukum pidana Islam.dan hasil penelitian ini
diharapkan berguna bagi kalangan pelajar, mahasiswa dan akademisi
lainnya.
2. Secara praktis sebagai sumbangan pemikiran bagi kalangan teoritis
dan bagi aparat penegak hukum untuk meningkatkan pengetahuan,
keahlian, dan prilaku dalam penanganan perkara tindak pidana
7
pemalsuan buku nikah. Selain itu, untuk melengkapi bahan-bahan
kepustakaan yang berkaitan dengan pembahasan tindak pidana
pemalsuan Buku Nikah.
D. Review Kajian Terdahulu
Karya Ilmiah dari skripsi Rizki Juliansyah mahasiswa Universitas
Lampung Bandar lampung yang Berjudul Analisis Penanggulangan
Kejahatan Pemalsuan Surat Keputusan Mutasi Pegawai Negeri Sipil (Studi
Wilayah Hukum Polda Lampung). Pokok pembahasan karya ilmiah ini
adalah deskripsi dan analisis mengenai upaya penaggulangan kejahatan
pemalsuan surat keputusan (SK) mutasi PNS di Badan Kepegawaian daerah
Provisi Bandar lampung dan Faktor-faktor yang menghambat Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung dalam menaggulangi kejahatan
pemalsuan Surat Keputusan Mutasi Pelaku.
Karya Ilmiah dari Skripsi Muhamad Muslih mahasiwa Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul Pemalsuan Identitas
Sebagai Penyebab Pembatalan Perkawinan (Studi Kasus di Pengadilan
Agama Jakarta Timur Perkara Nomor 1852/Pdt.G/2009/PAJT). Pokok
pembahasan karya ilmiah ini adalah membahas latar belakang yang
menyebabkan terjadinya pemalsuan identitas bagi masyarakat sehingga
menimbulkan pembatalan perkawinan.Penulispun menganalisis pertimbangan
majelis hakim terhadap putusan No. 1852/Pdt.G/2009/PAJT.
Karya ilmiah jurnal ditulis oleh Ismail, Dosen Fakultas Hukum
Universitas Samudera dengan judul, Pertanggungjawaban Pidana Terhadap
Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Akta Nikah. Pokok bahasan dalam karya
ilmiah ini adalah ingin mengetahui alasan mengapa dalam putusan Nomor
71/Pid.B/2012/PN-Lhuksukon, Majelis Hakim tidak mempertimbangkan
dakwaan jaksa dalam putusannya. Sementara, Jaksa sendiri telah
mendakwakan terdakwa dengan dakwaan alternatif subsidaritas. Dalam hal
8
ini, Majelis Hakim hanya menjatuhkan kepada para Terdakwa dengan pidana
penjara selama empat bulan. Hal ini dinilai sangat ringan dibanding sanksi
yang disebutkan dalam Pasal 263 KUHPidana. Dalam hasil pandangannya,
penulis menyarankan kepada para penegak hukum untuk lebih berhati-hati
dan teliti dalam memperhatikan dakwaan yang diajukan.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis ini merupakan model
penelitian hukum positif dan hukum Islam dengan pendekatan kualitatif
sehingga metode yang diterapkan ialah kualitatif yang bersifat deskriptif
yakni suatu cara melaporkan data dengan menerangkan, memberi
gambaran dan mengkualifikasikan data yang terkumpul secara apa adanya
setelah itu baru disimpulkan.
2. Metode Penelitian
Adapun metode yang akan di pergunakan dalam penelitian ini
termasuk dalam penelitian kasus dan kepustakaan (Library Research),
yakni menjadikan bahan-bahan pustaka sebagai sumber data yang
berhubungan dengan objek penelitian.
3. Sumber Data
Ada dua sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini
antara lain:
a. Data primer, merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif,
artinya mempunyai otoritas dan mengikat. Terdiri dari perundang-
undangan, yurisprudensi, hukum adat, dan traktat. Dalam penulisan
skripsi ini penulis mengambil data primer dari pasal 264
KUHP.(Pemalsuan Akta Otentik)
9
b. Data sekunder yaitu: Al-Qur’an, Kitab undang- undang Hukum
Pidana dan Undang-undang, selain itu untuk melengkapi data primer
juga digunakan sumber-sumber berupa aturan hukum Islam dan
hukum Positif, karya-karya hukum yang berkenaan dengan tindak
pidana pemalsuan, dan terdapat juga buku-buku, jurnal, karya tulis
ilmiah atau artikel yang berkaitan dengan judul penelitian.
4. Teknik Pengelolaan Data
Dalam penelitian ini, pengelolaan data yang digunakan adalah metode
kualitatif, yakni dengan cara mengumpulkan data sebanyak-banyaknya
kemudian diolah menjadi kesatuan data untuk mendeskripsikan
permasalahan yang akan dibahas dengan mengambil materi-materi yang
relevan dengan permasalahan, lalu dikomparasikan yaitu dari sumber data
primer dan sumber data sekunder. Sumber-sumber data tersebut
diklasifikasikan untuk memudahkan dalam menganalisa.
5. Analisa Data
Metode analisis data dalam penelitian ini adalah metode kualitatif-
normatif. Data-data yang sudah diklasifikasikan dari sumber data primer
dan sekunder kemudian akan dilakukan analisa dengan cara menguraikan
isi dalam bentuk penafsiran dan argumentasi rasional untuk
mempertahankan gambaran yang diperoleh.
Selain itu penulis juga menggunakan metode analisis deduktif, yaitu
dengan cara menganalisis data yang bertitik tolak dari data yang bersifat
umum kemudian ditarik pada kesimpulan khusus.
10
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah memahami isi skripsi dan mencapai sasaran seperti
yang diharapkan, maka penulis membagi isi skripsi ini ke dalam lima bab
yang masing-masing bab terdiri dari sub bab.
Secara teknis penulisan skripsi ini berpedoman pada buku “Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2017”. Adapun sistematika pembahasannya sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Penulis menguraikan latar belakang masalah, identifikasi,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian, dan
sistematika penulisan.
BAB II Penulis akan membahas mengenai teori yang berkaitan
dengan penelitian. Teori ini untuk memperjelas dan
mempertajam ruang lingkup masalah atau konstruk variable
yang akan di analisis. Yang diteliti ada beberapa teori yang
menyangkut dengan penelitian. Yakni teori tentang
Pemalsuan dalam Hukum pidana positif dan pidana Islam.
BAB III Penulis menjelaskan tentang tinjauan umum dari putusan
yang dianalisis dan profil Mahkamah Agung. Tinjauan
umum putusan mempunyai beberapa sub bab yaitu
deskripsi kasus dan alasan Penuntut Umum memohonkan
kasasi. Adapun profil Mahkamah Agung membahas tentang
kompetensi yang dimiliki Mahkamah Agung termasuk di
dalamnya upaya hukum kasasi.
BAB IV Penulis akan Menganalisis pertimbangan hakim
padaputusan nomor : 256 K/Pid/2015.
11
BAB V Pada BAB V penulis menguraikan tentang penutup yang
merupakan hasil akhir meliputi kesimpulan berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan. Kemudian pada penutup
inipenulis juga memberikan saran-saran sesuai dengan
pokok permasalahan yang penulis kaji.
BAB II
TIJAUAN UMUM TENTANG
TINDAK PIDANA PEMALSUAN BUKU NIKAH
A. Kerangka Teori
Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-
batasan tentang teori-teori yang dipakai sebagai landasan penelitian yang
akan dilakukan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, teori adalah
pendapat yang dikemukakan sebagai suatu keterangan mengenai suatu
peristiwa kejadian dan asas-asas, hukum-hukum umum yang menjadi dasar
sesuatu kesenian atau ilmu pengetahuan; serta pendapat cara-cara dan aturan-
aturan untuk melakukan sesuatu.
Menurut Effendy, teori berguna menjadi titik tolak landasan berpikir
dalam memecahkan atau menyoroti masalah. Fungsi teori sendiri adalah
untuk menerangkan, meramalkan, memprediksi, dan menemukan keterpautan
fakta-fakta yang ada secara sistematis.7
Kerangka teori yang digunakan dalam tindak pidana pemalsuan buku
nikah pada skripsi ini adalah teori penegakan hukum teori pidan dan
pemidanaan,
1. Penegakan Hukum
. Penegakan hukum adalah suatu usaha untuk menanggulangi kejahatan
secara rasional, memenuhi rasa keadilan dan berdaya guna. Dalam
menanggulangi kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat
diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana pidana maupun non-hukum
pidana, yang dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya. Apabila sarana
pidana dipanggil untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan dilaksakan
politik hukum pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil
7Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosdyakarya, 2004), h. 224.
12
13
perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada
suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang.8
Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum adalah kegiatan
menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah
atau pandangan nilai yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak
sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan,
memelihara dan mempertahankan kedaamaian pergaulan hidup. Penegakan
hukum secara konkrit adalah berlakunya hukum positif dalam praktik
sebagaimana seharunya patut dipatuhi. Oleh karena itu, memberikan keadilan
dalam suatu perkara berarti memutuskan hukum in concreto dalam
mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum materil dengan
menggunakan cara prosedural yang ditetapkan hukum formal9
Menurut Nyoman Serikat Putra Jaya, upaya penegakan supremasi hukum,
harus ditegakkan asas persamaan di depan umum yang didukung oleh
kekuasaan kehakiman yang merdeka dari segala pengaruh baik internal
maupun eksternal sebagai langkah dalam menciptakan checks and ballances
antara kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif agar tidak terjadi
dominasi kekuasaan oleh salah satu cabang penyelenggaraan negara
tersebut.10
Hukum adalah sarana yang di dalamnya terkandung nilai-nilai atau konsep
tentang keadilan, kebenaran, kemanfaatan sosial dan kandungan hukum ini
bersifat abstrak. Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan penegakan
ide-ide atau konsep-konsep yang abstrak itu. Maka itu, untuk mencapai
keadilan melalui hukum yang abstrak, dibutuhkan penegak hukum. penegak
hukum adalah mereka yang langsung atau secara tidak langsung
berkecimpung di bidang penegakan hukum. Maka, yang dimaksud dengan
penegak hukum akan dibatasi pada kalangan yang secara langsung
8Barda Nawawi Arief, Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung: PT. Citra Aditya Abadi, 2002), h. 109.
9Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, (Yogyakarta: Genta Publishing, T.th), h. 12.
10Nyoman Serikat Putera Jaya, Beberapa Pemikiran Ke Arah Pengembangan Hukum Pidana, (Bandung: PT. Citra Aditya Abadi, T.tt), h. 132.
14
berkecimpung dalam bidang penegakan hukum yang tidak hanya mencakup
law enforcement, akan tetapi juga peace maintenance. Kiranya sudah dapat
diduga bahwa kalangan tersebut mencakup mereka yang berada di bidang
kehakiman, kejaksaan, kepolisian, kepengacaraan dan permasyarakatan.
Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal.
Keberhasilan penegakan hukum akan dipengaruhi oleh hak-hal tersebut. Pada
dasarnya ada lima faktor yang mempengaruhi penegakan hukum di antaranya:
pertama. Hukum itu sendiri. Kedua, faktor penegakan hukum, yaitu pihak-
pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum. Ketiga, faktor
sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. Keempat, faktor
masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku dan
diterapkan. Kelima, faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan
rasa yang didasarkan pada karsa manusia dalam pergaulan hidup.11
2. Teori Pidana
Pidana berasal dari kata straf (Belanda), yang pada dasarnya dapat
diartikan sebagai suatu penderitaan (nestapa) yang sengaja di jatuhkan kepada
seseorang yang telah terbukti bersalah melakukan suatu tindak pidana. Para
ahli hukum di Indonesia membedakan istilah hukuman dengan pidana. Istilah
hukuman adalah istilah umum yang di pergunakan untuk semua jenis sanksi
baik dalam ranah hukum perdata, administratif, disiplin dan pidana,
sedangkan istilah pidana diartikan secara sempit yaitu hanya sanksi yang
berkaitan dengan hukum pidana. Telah banyak ahli yang memberikan
pengertian pidana.
Pengertian Pidana menurut Van Hamel: pidana adalah suatu penderitaan
yang bersifat khusus, yang telah dijatuhkan oleh kekuasaan yang berwenang
untuk menjatuhkan pidana atas nama negara sebagai penanggung jawab dari
ketertiban hukum umum bagi seorang pelanggar, yakni semata-mata karena
11Satjipto Rahardjo, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: Rajawali Press, 1983), h. 4.
15
orang tersebut telah melanggar suatu peraturan hukum yang harus ditegakkan
oleh negara.
Pengertian Pidana menurut Simons: Pidana adalah suatu penderitaan
yang oleh undang-undang pidana dikaitkan dengan pelanggaran terhadap
suatu norma, yang dengan suatu putusan hakim telah di jatuhkan bagi
sesorang yang bersalah.
Pengertian Pidana menurut Sudarto: Pidana adalah penderitaan yang
sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi
syarat-syarat tertentu.
Pengertian Pidana menurut Ruslan Saleh: Pidana adalah reaksi atas delik dan
ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara pada
pembuat delik itu.
Pengertian Pidana menurut Ted Honderich: Pidana adalah suatu
penderitaan dari pihak yang berwenang sebagai hukuman yang dikenakan
kepada seorang pelaku karena sebuah pelanggaran.
Pengertian Pidana menurut Alf Ross: Pidana adalah tanggung jawab
sosial yang yang : a) terapat pelanggaran terhadap aturan hukum; b)
dijatuhkan atau dikenakan oleh pihak berwenang atas nama perintah hukum
terhadap pelanggar hukum.12
3. Teori Pemidanan
Mengenai teori pemidanaan pada umunya dapat dikelompokkan dalam
tiga golongan besar, yaitu teori absolut ( teori pembalasan), teori relatif (teori
tujuan), dan teori gabungan.13
12 Skripsi Muh. Angga Wilantara, “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Surat,” (Universitas Hasanudin Makasar)
13E. Utrecht, Hukum Pidana I, (Jakarta: Universitas Jakarta, 1958), h. 157.
16
a. Teori Absolut (pembalasan)
Menurut teori ini pidana dijatuhkan karena orang telah melakukan
kejahatan.Pidana sebagai akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu
pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan. Tindak pidana tidak
pernah dilaksanakan semata-mata sebagai sarana untuk mempromosikan
tujuan lain, baik bagi pelaku itu sendiri maupun dari masyarakat. Tapi dalam
semua hal harus dikenakan karena orang yang bersangkutan telah melakukan
tindak kejahatan.Setiap orang harus menerima ganjaran seperti
perbuatannya.14
Mengenai teori pembalasan ini, Andi Hamzah mengemukakan sebagai
berikut:
Teori pembalasan menyatakan bahwa pidana tidaklah bertujuan untuk
yang praktis, seperti memperbaiki penjahat. Kejahatan itu sendirilah yang
mengandung unsur-unsur untuk dijatuhkan pidana, pidana secara mutlak ada
karena dilakukan suatu kejahatan.15
Teori pembalasan atau absolut ini terbagi atas pembalasan subjektif dan
pembalasan objektif.Pembalasan subjektif ialah pembalasan terhadap
kesalahan pelaku. Pembalasan objektif ialah pembalasan terhadap apa yang
telah diciptakan pelaku.16
Ada beberapa ciri teori absolut atau bisa disebut juga dengan retributif
yang diungkapkan oleh Karl O. Cristiansen, yaitu:
1) Tujuan pidana semata-mata untuk pembalasan;
2) Pembalasan merupakan tujuan utama, tanpa mengandung sarana-sarana
untuk tujuan lain;
3) Kesalahan merupakan salah satu syarat bagi adanya pidana;
4) Pidana harus disesuaikan dengan kesalahan pembuat;
14Muladi, Barda Nawawi Arif, Teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung: Alumni, 1992), h. 11.
15Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1993), h. 26.
16Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana Mati Terhadap Pembunuh Berencana,..., h. 149.
17
5) Pidana melihat kembali kebelakang yang merupakan pencelaan yang
murni dan tujuanya tidakn untuk memperbaiki, mendidik, atau
memasyarakatkan kembali pelanggar.17
Dalam konteks sistem hukum pidana indonesia, karakteristik teori
pembalasan jelas tidak sesuai (bertentangan) dengan filosofi pemidanaan
berdasarkan sistem pemasyarakatan yang dianut di indonesia (UU No.12
Tahun 1995). Begitu juga dengan konsep yang dibandingkan dalam RUU
KUHP, yang secar tegas dalam hal tujuan pemidanaan disebutkan
“pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan
martabat manusia.18
b. Teori Relatif (Teori Tujuan)
Teori relatif atau teori tujuan juga disebut teori utilitarian, lahir sebagai
teori reaksi terhadap reaksi absolut. Tujuan pidana menurut teori relatif
bukanlah sekedar pembalasan, akan tetapi untuk mewujudkan ketertiban di
dalam masyarakat.
Tentang teori relatif ini Muladi dan Barda Nawawi Arif Menjelaskan
bahwa:
Pidana bukan sekedar untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan
kepada orang yang telah melakukan suatu tindakan pidana, tetapi memiliki
tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat.Jadi dasar pembenaran adanya pidana
menurut teori relatif adalah terletak pada tujuannya.Pidana dijatuhkan bukan
orang membuat kejahatan melainkan supaya orang jangan melakukan
kejahatan.19
Dalam ilmu pengetahuan hukum pidana, teori relatif ini dibagi dua yaitu:
1) Prevensi umum
2) Prevensi Khusus
17Muladi, Barda Nawawi Arif, Teori dan Kebijakan Pidana..., h. 17. 18Pasal 54 ayat 2 RUU KUHP 19Muladi, Barda Nawawi Arif, Teori dan Kebijakan Pidana..., h. 16.
18
Mengenai prevensi umum dan prevensi khusus, E. Utrecht menjelaskan
sebagai berikut: prevensi umum bertujuan untuk menghindari untuk tidak
melanggar. Prevensi khusu bertujuan untuk menghindari agar pembuat tidak
melanggar.20
Prevensi umum menekankan bahwa tujuan pidana adalah untuk
mempertahankan ketertiban masyarakat dari gangguan penjahat. Dengan
adanya pemidanaan terhadap pelaku kejahatan, masyarakat lain tidak
melakukan kejahatan. Sedangkan prevensi khusus menekankan bahwa tujuan
pidana itu dimaksudkan agar pelaku pidana tidak mengulangi lagi
perbuatannya.Dalam hal ini pidana itu perfungsi untuk mendidik dan
memperbaiki pelaku pidana agar menjdai lebih baik.
Karakteristik dari teori relatif atau teori tujan adalah:
a. Tujuan pidana adalah pencegahan;
b. Pencegahan bukanlah pidana akhir, tetapi merupakan sarana untuk
mencapai ketertiban umum;
c. Pelanggaran-pelanggaran hukum yang memenuhu syarat untuk
adanya pidana;
d. Pidana harus ditetapkan berdasarkan tujuannya sebagai alat untuk
pecegahan kejahatan.21
c. Teori Gabungan
Menurut teori gabungan bahwa tujuan pidana itu selain membalas
kesalahan penjahat juga dimaksudkan untuk melindungi masyarakat, dengan
mewujudkan ketertiban.Teori ini menggunakan kedua teori tersebut di atas
(teori absolut dan teori relatif) sebagai dasar pemidanaan.22
Walaupun terdapat perbedaan pendapat di kalangan para sarjana
mengenai tujuan pemidanaan itu, namaun ada satu hal yang tidak dapat
20E. Utrecht, Hukum Pidana I..., h. 157. 21Muladi, Barda Nawawi Arif, Teori dan Kebijakan Pidana..., h. 17. 22Koeswaji, Perkembangan Macam-Macam Pidana dalam Rangka Perkembangan
Hukum Pidana, Cet, I, (Bandung: Citra Aditiya Bakti, 1995), h. 11-12.
19
dibantahkan, yaitu bahwa pidana itu merupakan salah satu sarana untuk
mencegah kejahatan serta memperbaiki pelaku tindak pidana.
Teori integratif dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:
1) Teori integratif yang menitik beratkan pembalasan, akan tetapi
tidak boleh melampai batas apa yang perlu dan cukup untuk dapat
mempertahankan tertib masyarakat.
2) Teori integratif yang menitik beratkan pada pertahanan tata tertib
masyarakat, tetapi tidak boleh lebih berat dari suatu penderitaan
yang beratnya sesuai dengan beratnya perbuatan yang dilakukan
oleh pelaku tindak pidana.
3) Teori integratif yang menganggap harus ada keseimbangan antara
kedua hal di atas.23
Dengan demikian pada hakikatnya pidana adalah merupakan
perlindungan terhadap masyarakat dan pembalasan terhadap perbuatan
melanggar hukum. Di samping iti Ruslan Saleh juga mengemukakan bahwa
pidana mengandung hal-hal lain, yaitu bahwa pidana adalah suatu proses
pendidikan untuk menjadikan orang dapat diterima kembali dalam
masyarakat.24
Dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum
pidana tahun 2005, tujuan pemidanaan diatur dalam pasal 54, yaitu:
a. Pemidanaan bertujuan
1) Mencegah dilakukanya tindak pidana dengan menegakkan norma
hukum.
2) Mememasyarakatkan narapidana dengan mengadakan pembinaan
sehingga menjadi orang yang lebih baik.
3) Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana,
memulihkan keseimbangan.
4) Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
23Prakoso, Nurwachid, Studi Tentang Pendapat-pendapat Mengenai Efektifitas Pidana
Mati di Indonesia Dewasa Ini, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984), h. 24. 24Muladi, Barda Nawawi Arif, Teori dan Kebijakan Pidana..., h. 14.
20
5) Memaafkan terpidana.
b. Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan
martabat manusia.
Andi Hamzah mengemukakan tujuan pidana kedalam Reformation,
Restrain, dan Restribution serta deterrence.Reformation berarti memperbaiki
atau merehabilitasi penjahat menjadi orang baik dan berguna bagi
masyarakat.Restrain mengasingkan pelanggar dari masyarakat. Restribution
ialah pembalasan terhadap pelanggar hukum karena telah melakukan
kejahatan.Deterrence berarti menjera atau mencegah sehingga penjahat jera
dan menjadi pelajaran dan takut melakukan kejahatan kembali.25
Teori gabungan pada hakikatnya lahir dari ketidak puasan gagasan teori
pembalasan maupun unsur-unsur yang positif dari kedua teori tersebut yang
kemudian menjadi titik tolak dari teori gabungan.Teori ini berusaha
menciptakan keseimbangan anatar unsur pembalasan dengan tujuan
memperbaikiti pelaku kejahatan.
B. Pengertian dan Istilah Tindak Pidana
Sebagaimana dalam penelitian lainnya, mula-mula akan dipaparkan
pengenalan pengertian dan istilah dari objek yang diteliti. Maka pembahasan
pada sub-bab ini juga akan memaparkan pengertian dan istilah dari tindak
pidana, dan sub-bab berikutnya akan dibahas pengertian lain yang megarah
pada inti dari pembahasan penelitian. Tidak pidana bila dirujuk ke dalam
bahasa Belanda yaitu strafbaar feit.26
Menurut Moeljanto, tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh
suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman sanksi yang berupa
pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut.27 Menurut
Wirjono Prodjodikoro, adalah pelanggaran terhadap norma-norma. Sifat-sifat
25Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesiah..., h. 28. 26M Sudrajat Bassar, Tindak-Tindak Pidana Tertentu dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana, (Bandung: CV Remadja Karya, 1986), h. 2 27Moeljanto, Azas-Azas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 54.
21
yang ada dalam suatu tindak pidana adalah sifat melanggar hukum, karena
tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum.28
Tindak pidana menurut Wirjono ini memang sangat terkait dengan azas
hukum pidana yaitu, Nullum delictum sine praevia lege poenali yang artinya,
peristiwa pidana tidak akan ada, jika ketentuan pidana dalam undang-undang
tidak ada terlebih dahulu.29Azas ini teraktualisasi pada bab 1 pasal 1 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana. Sementara menurut Marshall, bahwa
strafbaar feit adalah perbuatan atau omisi yang dilarang oleh hukum untuk
melindungi masyarakat, dan dapat dpidana berdasarkan prosedur hukum yang
berlaku.30
Pengertian di atas merupakan defenisi yang lebih condong pada aliran
dualistis yang dikenal dalam hukum pidana. Lawan dari aliran ini adalah
monistis. Aliran monistis adalah melihat secara keseluruhan tumpukan syarat
untuk adanya pidana itu kesemuanya merupakan sifat dari perbuatan.
Sementara dualistis membedakan dengan tegas dapat dipidananya perbuatan
dan dapat dipidanya orangnya. Sederhahanya, dualistis menekankan pada
pemisahan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana,
sementara monistis menggabungkan keduanya. Maka itu, Moeljatno dalam
pengertiannya, menegaskan agar adanya pemisahan antar perbuatan pidana
dan pertanggungjawaban pidana.31
Para penganut aliran monistis antara lain, Simon dan Van Hamel. Menurut
Simon, strafbaar feit adalah perbuatan manusia yang diancam dengan pidana
yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang
dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab. Sementara menurut
Van Hammel, strafbaar feit adalah perbuatan manusia yang dirumuskan
dalam undang-undang yang bersifat melawan hukum yang dilakukan dengan
28Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2003), h. 1
29 R Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor: Politea, 1995), h. 27
30Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), h. 89. 31Moeljanto, Azas-Azas Hukum Pidana, h. 35
22
kesalahan dan patut dipidanakan.32 Dari defenisi strafbaar feit menurut para
penganut aliran monistis ini, jelas memiliki garis perbedaan dari aliran
dualistis.
Adapun dari segi istilah, para ahli memiliki beragam pandangan dalam
memberikan istilah strafbaar feit. E. Utrecht lebih suka dengan istilah
peristiwa pidana, Moeljanto dengan istilah perbuatan pidana, dan Sudarto
dengan istilah tindak pidana. Adapun dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana mengistilahkan dengan delik. Menurut banyak pakar, perbedaan
istilah ini perlu ditentukan secara konkrit dan ilmiah untuk menghindari
adanya kesalahpahaman dalam menerapkan arti tindak pidana dalam
masyarakat. Namun di tempat yang lain, penggunaan istilah yang beragam
tersebut tidak menjadi soal, dengan catatan dapat dipahami apa yang
dimaksud, terutama oleh perumus undang-undang.
C. Jenis-Jenis Tindak Pidana
Macam-macam jenis tindak pidana dapat dibedakan menjadi beberapa
bagian yaitu:
1) Delik kejahatan dan delik pelanggaran
Delik kejahatan adalah perbuatan-perbuatan yang bertentangan
dengan keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana dalam
suatu undang-undang atau tidak. Sementara pelanggaran adalah perbuatan
yang oleh masyarakat baru disadari sebagai perbuatan pidana karena
undang-undang merumuskannya sebagai delik. Perbedaan keduanya
terletak pada sistematika KUHP: buku II memuat delik-delik yang disebut
dengan kejahatan (misdrijven), sedangkan buku III KUHP memuat delik-
delik yang disebut pelanggaran (overtredingen).33
2) Delik formil dan delik materil
Tindak pidana formil adalah perbuatan pidana yang perumusannya
dititikberatkan pada perbuatan yang dilarang yaitu tindak pidana telah
dianggap selesai dengan telah dilakukannya perbuatan yang dilarang oleh
32Moeljanto, Azas-Azas Hukum Pidana, h. 38. 33Franz Maramis, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, (Jakarta: Rajawali
Press, 2013), h. 69.
23
undang-undang tanpa mempersoalkan akibatnya. Sementara tindak pidana
materil adalah perbuatan pidana yang perumusannya dititkberatkan pada
akibat yang dilarang. Tindak pidana baru dianggap telah selesai apabila
akibat yang dilarang itu telah terjadi.34
Contoh tindak pidana formil terdapat dalam Pasal 362 KUHP
tentang pencurian. Dengan melakukan perbuatan berupa “mengambil,
maka perbuatan tersebut sudah menjadi delik selesai. Sedangkan contoh
tindak pidana materil adalah pembunuhan. Pembunuhan dikatakan telah
selesai setelah adanya orang mati.
3) Delik aduan dan delik bukan aduan
Delik aduan adalah delik yang hanya dapat dituntut jika ada
pengaduan dari pihak yang berkepentingan. Jika tidak ada pengaduan,
maka perbuatan itu tidak dapat dituntut di depan pengadilan. Delik aduan
dibedakan dalam dua jenis, yaitu delik aduan absolute dan delik aduan
relative. Delik aduan absolute adalah delik yang mempersyaratkan secara
absolute adanya pengaduan untuk penuntutannya. Sedangkan delik aduan
relative adalah delik yang dilakukan masih dalam lingkungan keluarga.
Dalam KUHP, aturan umum tentang delik aduan diatur dalam
Buku I Bab VII dalam Pasal 72-75. Adapun delik bukan aduan atau delik
biasa, adalah delik yang tidak mempersyaratkan adanya pengaduan untuk
penuntutannya.35
4) Delik sengaja dan delik kealpaan
Delik sengaja adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja.
Contohnya Pasal 338 KUHP yang menentukan bahwa barangsiapa
dengan sengaja merampas nyawa orang lain diancam karena
pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. Sedangkan
delik kealpaan adalah perbuatan yang dilakukan dengan kealpaan atau
culpa. Contohnya dalam Pasal 359 KUHP yang menentukan bahwa
34Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jogjakarta: Bumi Aksara, 2015), h. 102 35Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, h. 102.
24
barangsiapa karena kealpaan menyebabkan matinya orang, diancam
pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama
satu tahun.
5) Delik komisi dan delik omisi
Delik komisi atau commise delict adalah delik yang
mengancamkan pidana terhadap dilakukannya suatu perbuatan berupa
perbuatan aktif. Dengan kata lain, delik komisi adalah delik yang berupa
pelanggaran terhadap larangan yaitu berbuat sesuatu yang dilarang.
Sedang delik omisi adalah delik berupa pelanggaran terhadap perintah,
yaitu tidak berbuat sesuatu yang diperintah.
Contoh delik komisi adalah adanya norma yang bersifat larangan
seperti pasal pencurian. Seseorang diancam pidana karena melakukan
sesuatu, yaitu mengambil suatu barang. Sementara contoh delik omisi
terdapat dalam Pasal 531 KUHP yang mengancam pidana terhadap
seseorang yang melihat orang lain dalam keadaan maut namun tidak
memberikan pertolongan.
6) Delik selesai dan delik percobaan
Delik selesai adalah perbuatan yang sudah memenuhi semua unsur
dari suatu tindak pidana. Sedangkan delik percobaan adalah delik yang
pelaksanaannya tidak selesai. Hanya saja dalam KUHP tidak memberikan
defenisi pasti tentang percobaan atau poging.36
7) Delik berlangsung terus menerus dan delik tidak berlangsung terus
Perbuatan pidana yang berlangsung terus menerus memiliki ciri
bahwa perbuatan yang terlarang itu terus berlangsung. Misalnya, delik
merampas kemerdekaan seseorang. Sedangkan perbuatan pidana yang
tidak berlangsung terus menerus adalah perbuatan pidana yang memiliki
36Frans Maramis, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), h. 69-82.
25
ciri bahwa keadaan yang terlarang itu tidak berlangsung terus menerus
seperti pencurian dan pembunuhan.37
D. Unsur-Unsur Tindak Pidana
Dalam perbuatan pidana, memiliki unsur-unsur sehingga dapat
dibedakan dengan perbuatan biasa. Berikut ini unsur-unsur tindak pidana
menurut para ahli hukum: Menurut Lamintang, bahwa tindak pidana yang
terangkum dalam KUHP umumnya unsur-unsurnya menjadi dua macam
yaitu unsur subjektif dan objektif. Yang dimaksud dengan unsur-unsur
subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang
berhubungan dengan diri si pelaku termasuk segala sesuatu yang terkandung
dalam hatinya. Sementara unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada
hubungannya dengan keadaan-keadaan dimana tindakan si pelaki itu harus
dilakukan.38
Hal yang sama dikemukakan Satochid Kartanegara bahwa unsur
tindak pidana terdiri atas unsur objektif dan unsur subjektif. Unsur objektif
adalah unsur yang terdapat di luar diri manusia yang berupa: Suatu tindakan,
Suatu akibat, Keadaan (omstandigheid). Sementara unsur subjektif adalah
unsur-unsur dari perbuatan yaitu: kemampuan, dan kesalahan.39 Selanjutnya
menurut Lamintang, unsur subjektif dari suatu tindak pidana yaitu:
a. Kesengajaan (dolus) atau ketidaksengajaan (culpa);
b. Maksud atau Voornemen pada suatu percobaan atau poging;
c. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachtteraad;
d. Perasaan takut.
Sementara unsur objektif dari suatu tindak pidana adalah: pertama,
sifat melawan hukum atau wederrechttelijkheid. Kedua, kualitas dari pelaku,
misalnya keadaan sebagai seorang pegawai negeri. Ketiga, kausalitas yakni
37Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, h. 103. 38Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Sinar Baru, 1984), h.
183 39Leden Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h.
10.
26
hubungan antara suatu tindak pidana sebagai penyebab dengan suatu
kenyataan .
Menurut Moeljanto, unsur-unsur tindak pidana antara lain: pertama,
Perbuatan itu harus merupakan perbuatan manusia. Kedua, perbuatan itu
harus dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang. Ketiga,
perbuatan itu bertentangan dengan hukum. Ketiga, Harus dilakukan oleh
seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan. Keempat, Perbuatan itu harus
dipersalahkan kepada si pembuat.40
Namun perlu dipertegas, bahwa unsur-unsur dari strafbaar feit sangat
dipengaruhi oleh oleh aliran monistis dan dualistis sebagaimana yang telah
diterangkan sebelumnya. Salahsatu penganut aliran monistis adalah Simons.
Menurutnya, unsur-unsur tindak antara lain:
a. Perbuatan manusia
b. Diancam dengan pidana
c. Melawan hukum
d. Dilakukan dengan kesalahan
e. Oleh orang yang mampu bertanggungjawab.
Dari unsur-unsur ini, Simons kemudian membedakan antara unsur
objektif dan subjektif. Unsur objektif dari strafbaar feit adalah perbuatan
orang, akibat yang nampak dari perbuatan, adanya keadaan tertentu yang
menyertai perbuatan-perbuatan. Sementara unsur subjektif adalah orang yang
mampu bertanggungjawab, dan adanya kesalahan.
Menurut penganut aliran dualistis, seperti H.B. Vos menyebutkan,
bahwa strafbaar feit hanya berunsurkan kelakuan manusia dan diancam
dengan pidana dalam undang-undang. Penganut aliran dualistis di Indonesia
seperti R. Tresna juga memberikan pandangan yang sama, bahwa unsur
tindak pidana meliputi perbuatan yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan diadakan tindakan hukuman.41 Maka itu, pandangan
40Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia Suatu Pengantar, (Bandung: PT Refika Aditama, 2011), h. 98.
41Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana: Dua Pengertian Dasar dalam Hukum Pidana, (Jakarta: Aksara Baru, 1981), h. 13.
27
sarjana yang beraliran dualistis dengan tegas memisahkan antara criminal act
dan criminal responsibility.42
Menurut prespektif penulis sendiri, memang sudah seharusnya
diadakan pemisahan antara perbuatan dan pertanggungjawaban pidana. Cara
demikian akan membuat pengambilan keputusan lebih sistematis dan penuh
dengan tuntutan ketelitian hakim untuk menjatuhkan putusan sebagai
pertanggungjawaban pidana.
E. Tindak Pidana Dalam Hukum Islam
Dalam hukum Islam, tindak pidana dikenal dengan jarimah. Dalam
pengertiannya, jarimah adalah larangan-larangan syara’yang diancamkan
oleh Allah dengan hukuman had atau ta’zir.43 Menurut Imam Al-Mawardi,
jarimah adalah segalah larangan syara’ yaitu melakukan hal-hal yang dilarang
dan meninggalkan hal-hal yang diwajibkan dengan diancam dengan hukuman
had atau ta’zir.
Umumnya, ulama membagi jarimah pada aspek berat dan ringannya.
Ini yang kemudian disebut dengan jenis-jenis pidana dalam hukum Islam
antara lain: pertama, jarimah hudud. Kata hudud merupakan bentuk jama’
dari kata had, yang berarti memberi batas. Menurut bahasa, had adalah suatu
bentuk hukuman tertentu yang wajib dilaksanakan sebagai hak Allah
Ta’ala.44 Defenisi yang lebih komperhensif diberikan oleh M Nurul Irfan
bahwa jarimah hudud adalah semua jenis tindak pidana yang telah ditetapkan
jenis, bentuk dan sanksinya oleh Allah dalam Al-Qur’an dan oleh Nabi di
dalam Hadits.45
Dengan demikian, ciri khas pada jarimah hudud adalah hukumannya
telah ditentukan dan dibatasi, serta menjadi hak Allah untuk ditunaikan.
Hukuman tersebut tidak dapat dihapuskan oleh perseorangan. Jarimah hudud
42Sudarto, Hukum Pidana 1A- 1B, Fakultas Hukum Universitas Jenderal Sudirman Purwokerto, h. 33.
43Rokhmadi, Reformulasi Hukum Pidana Islam, (Semarang: Rasail Media Grup, 2009), h. 13-14.
44Ahmad Fathi Bahansi, Al-Uqubah Fi Al-Fiqh Al-Islami, (Beirut: Dar Al-Asy, Tt), h. 124.
45M Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016), h. 47.
28
ada tujuh macam: jarimah zina, jarimah qadzaf, jarimah syurbul khamr,
jarimah syariqah, jarimah hirabah, jarimah riddah, dan jarimah baghyu.46
Namun menurut ulama Hanafiyah, hudud yang ditetapkan di dalam
Al-Qur’an ada lima: had zina, pencurian, meminum khamar, perampokan,
dan tuduhan zina. Perbedaan jumlah hudud menurut para ulama menjadi satu
kewajaran mengingat perbedaan tingkat pemahaman dan pengalaman yang
dimilikinya. Meski begitu, mayoritas ulama menyepakati ada tiga jumlah
hudud yaitu: had zina, had qadzaf dan had pencurian.
Kedua, Jarimah qishas atau diyat. Pengertian qishas hampir sama
dengan hudud. Perbedaannya terletak pada hak Allah dan hak manusia. yang
dimaksud dengan hak manusia adalah suatu hak yang manfaatnya kembali
kepada orang tertentu. Merujuk pada pengertian ini maka jarimah qishas
dapat diganti dengan diyat bahkan dapat dihapuskan bila dimaafkan oleh
korban atau keluarganya. Di antara tindakan yang tergolong qishas adalah:
pembunuhan sengaja, pembunuhan semi sengaja, pembunuhan karena
kesilapan, penganiayaan sengaja, dan penganiayaan tidak sengaja.
Ketiga, jarimah ta’zir. Menurut arti kata jarimah ta’zir adalah at-
ta’dibyang berarti memberi pengajaran. Dalam istilah, ta’zir adalah suatu
dalam bentuk jarimah yang betuk atau macam jarimah serta hukuman dan
sanksinya ditentukan oleh penguasa.47 Para fuqaha mengartikan ta’zir dengan
hukuman yang tidak ditentukan oleh Al-Qur’an dan Hadits yang berkaitan
dengan kejahatan yang melanggar hak Allah Swt dan hak hamba yang
berfungsi sebagai pelajaran bagi terhukum dan pencegahannya untuk tidak
mengulangi kejahatan serupa.48 Maka itu, penguasa memiliki kompetensi
dalam melaksanakan ta’zir, namun tentu tetap memperhatikan nash secara
teliti karena menyangkut kepentingan umum.49
46Abdul Qadir Audah, At-Tasyri’ Al-Jina’iy Al-Islami, (Beirut: Ar-Risalah, Tt), h. 634. 47Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, (Banudng: Pustaka Setia, 2000), h. 26. 48Rahmad Hakim, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah), (Bandung: CV Pustaka Setia,
2000), h. 141. 49M Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, h. 140.
29
F. Tindak PidanaPemalsuan Surat
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pemalsuan menurut bahasa
berarti proses, perbuatan atau cara memalsukan.50 Sementara menurut Adam
Chazawi, pemalsuan adalah kejahatan yang di dalamnya mengandung unsur
keadaan ketidakbenaran atau palsu atas sesuatu objek, yang sesuatunya itu
tampak dari luar seolah-olah benar adanya padahal sesngguhnya bertentangan
dengan sebenarnya.51
Sementara pengertian surat adalah segala macam tulisan, baik yang
ditulis dengan tangan maupun diketik atau yang dicetak dan menggunakan
arti atau makna. Menurut Lamintang, surat adalah sehelai kertas atau yang
lebih digunakan untuk mengadakan komunikasi secara tertulis. Adapun isi
surat berupa: pernyataan, keterangan, pemberitahuan, laporan, permintaan,
sanggahan, tuntutan, gugatan dan lain sebagainya.52
Maka itu dapat dikemukakan bahwa pemalsuan surat adalah perbuatan
yang bertujuan untuk meniru suatu benda yang sifatnya tidak asli lagi atau
membuat suatu benda kehilangan keabsahannya. Pemalsuan surat dapat
terjadi terhadap sebagian atau seluruh isi surat juga pada tanda tangan pada si
pembuat surat. Pemalsuan surat merupakan perbuatan yang dilarang. Dasar
hukumnya terdapat pada Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP
Berdasarkan rumusan Pasal 263 ayat 1 KUHP terdapat unsur-unsur
yaitu: pertama, membuat surat palsu. Kedua, surat itu dapat menimbulkan
suatu hak, suatu perikatan, pembebasan hutang, dan dapat digunakan sebagai
bukti untuk suatu hal. Ketiga, maksud perbuatan itu dilakukan adalah untuk
menggunakan atau menyuruh menggunakan surat-surat itu seolah-olah asli
dan tidak dipalsukan. Keempat, penggunaan surat itu dapat menimbulkan
kerugian. Sementara unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 263 ayat 2 yaitu:
Pertama, memakai surat palsu atau surat yang dipalsukan, seolah-olah surat
50Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), h. 639.
51Adam Chazawi, Kejahatan Mengenai Pemalsuan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2001), h. 3.
52Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2009, h. 9.
30
itu asli dan tidak dipalssukan. Kedua, apabila surat itu dapat menimbulkan
kerugian. Ketiga, perbuatan itu dilakukan dengan sengaja.
Dalam konstruksi unsur-unsur tindak pidana yang ditinjau dari segi
objektif-subjektif, Adami Chazawi berpandangan bahwa rumusan unsur-
unsur Pasal 263 ayat 1 yaitu:
1. Unsur Objektif
a. Perbuatan: (1). Membuat surat palsu, (2) memalsu.
b. Objek yakni surat: (1) yang dapat menimbulkan suatu hak, (2) yang
menimbulkan suatu perikatan, (3) yang menimbulkan suatu
pembebasan hutang, (4) yang diperuntukkan sebagai bukti daripada
suatu hak.
2. Unsur Subjektifnya yaitu dengan maksud untuk memakai atau menyuruh
orang lain dengan seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsukan.
Sedangkan unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 263 ayat (2) yaitu:
1. Unsur objektif yaitu
a. Perbuatan memakai.
b. Objeknya yaitu: (1) surat palsu, (2) surat yang dipalsukan.
c. Perbuatan tersebut dapat menimbulkan kerugian
2. Unsur subjektifnya yaitu dilakukan dengan sengaja.
Pasal ini merupakan larangan tindakan pemalsuan surat dalam bentuk
pokok atau standar. Masih terdapat jenis-jenis tindak pidana lain yang juga
diatur dalam KUHP, dimulai dari Pasal 263 sampai dengan Pasal 276 KUHP
yaitu: pertama, pemalsuan akta autentik. Pemalsuan jenis ini diatur dalam
Pasal 266 KUHP. Pemalsuan buku autentik ini berisi ketidak-benaran atau
bertentangan dengan kebenaran. Akta autentik terdiri dari akta notaris, akta
yang dibuat oleh pegawai catatan sipil seperti akte kelahiran dan akte
kematian, berita acara dari Polisi, Kejaksaan dan Pengadilan.
Kedua, pemalsuan surat keterangan dokter. Hal ini diatur dalam Pasal
268 KUHP. Pasal ini menegaskan larangan seorang dokter yang dengan
sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada atau tidak adanya
suatu penyakit, kelemahan atau cacat. Ketiga, pemalsuan surat keterangan
31
kelakuan baik. Mengenai hal ini diatur dalam Pasal 269 KUHP. Keempat,
pemalsuan surat pas jalan. Hal ini diatur dalam Pasal 270 KUHP. Dan yang
menjadi objek yang dipalsukan tersebut adalah: surat pas jalan, surat
pengganti pas jalan, surat keselamatan, dan surat perintah jalan. Kelima,
pemalsuan surat pengantar kerbau atau sapi. Hal ini diatur dalam Pasal 271
KUHP. Keenam, pemalsuan surat keterangan pegawai negeri. Ketujuh,
menyediakan bahan-bahan yang digunakan dalam kejahatan. Hal ini diatur
dalam Pasal 275 KUHP. Kesemuanya ini bila disimpulkan dapat dibedakan
menjadi tujuh macam:
1. Pemalsuan surat pada umumnya sebaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP.
2. Pemalsuan surat yang diperberat sebagaimana diatur dalam Pasal 263
KUHP.
3. Menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akte otentik
sebagaimana diatur dalam Pasal 266 KUHP.
4. Pemalsuan surat keterangan dokter sebagaimana diatur dalam Pasal 267
dan 268 KUHP.
5. Pemalsuan surat-surat tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 269, 270
dan 271 KUHP.
6. Pemalsuan surat keterangan Pejabat tentang hak milik sebagaimana diatur
dalam Pasal 274 KUHP.
7. Menyimpan bahan atau benda untuk pemalsuan surat sebagaimana dalam
Pasal 275 KUHP.
Dalam hukum Islam, pemalsuan merupakan perbuatan yang tidak
diatur secara ekplisit di dalam nash. Namun begitu, bukan berarti tidak ada
kepastian hukum yang mengakomodir perbuatan tersebut. Pemalsuan surat
merupakan perbuatan yang digolongkan dalam jarimah ta’zir. Menurut
Abdul Aziz, jarimah ta’zir sangat erat kaitannya dengan kemaslahatan
umum.53 Dalam pandangannya, memalsukan tanda tangan dan stempel
merupakan perbuatan yang mengganggu kemaslahatan umum dan terkategori
53Muhammad Abu Zahrah, Al-Jarimah Wa Al-Uqubah Fi al-Fiqh Al-Islami, (Kairo: Dar Al-Fikr Al-Arabi, 1998), h. 57.
32
sebagai perbuatan dusta sebab menjauhkan kebenaran dari yang sebenarnya.
Maka itu, mengenai sanksi yang diterapkan terhadap perbuatan ini
sepenuhnya diserahkan kepada Ulil Amri yang dalam hal ini adalah
pemerintah dengan tetap memperhatikan ketentuan nash yang ada.
Singkatnya, pemalsuan surat dapat dikategorikan sebagai perbuatan
pidana bila unsur-unsur dari perbuatan pelaku terpenuhi secara kumulatif
seperti yang dipaparkan di atas. Namun begitu, dengan terpenuhinya unsur-
unsur perbuatan pidana tidak, tidak lantas membuat pelaku secara langsung
mendapat pertanggungjawaban berupa sanksi pidana. Terdapat beberapa
bagian yang harus dicermati sebelum sampai kepada penjatuhan sanksi
tersebut.
G. Tindak Pidana Pemalsuan Buku Nikah dan Sanksi Pidananya
Buku nikah adalah alat bukti autentik sahnya suatu perkawinan.
Karena itu, dalam menilai sah atau tidaknya suatu perkawinan, dalam
kacamata hukum positif, adalah dengan melihat apakah perkawinan tersebut
telah dicatatkan oleh pejabat negara ketika melangsungkan suatu akad
perkawinan antara calon suami dan istri.54 Dalam hal ini, pejabat negara yang
melakukan pencatatan perkawinan adalah Petugas Pencatat Nikah yang
diberikan mandat oleh negara untuk mencatatkan perkawinan. Petugas
Pencatat Nikah dalam melaksanakan tugasnya sebagai pencatat permikahan
yang berada dalam wilayahnya, dibantu oleh Penghulu yang biasa disebut
dengan Pembantu Petugas Pencatat Nikah. Penghulu ini sekarang dijabat oleh
para Imam Desa Kelurahan yang diangkat oleh Bupati atau Walikota.
Tentu saja dalam pengertian ini, buku nikah bukanlah penentu dari sah
dan tidaknya suatu perkawinan melainkan hanya sebagai syarat administratif
belaka. Sebab, sah dan tidaknya perkawinan adalah apabila dilakukan
menurut hukum Islam.55Disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang
54Muhammad Zein dan Mukhtar Al-shadiq, Mmebangun Keluarga Harmonis, (Jakarta: Graha Cipta, 2005), h. 36.
55Neng Djubaedah, Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan Tidak Tercatat Menurut Hukum Tertulis di Indonesia dan Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 213.
33
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, bahwa perkawinan adalah sah
apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya. Ketentuan ini
kemudian dipertegas dalam Kompilasi Hukum Islam pada Pasal 5 ayat (1)
yang berbunyi, agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam
setiap perkawinan harus dicatat. Maka itu, Perkawinan tetap dilaksanakan
menurut aturan agama baik mengikuti rukun dan syarat.
Dengan adanya bukti autentik berupa buku nikah maka akibat hukum
ditimbulkan adalah adanya jaminan hukum oleh negara karena dapat
membuktikan keturunan sah yang dihasilkan dari perkawinan tersebut dan
memperoleh hak-haknya sebagai ahli waris dan lain sebagainya.56
Sebaliknya, perkawinan yang tidak memiliki buku nikah, atau yang
dilangsungkan di luar pengawasan Petugas Pencatat Nikah tidak mempunyai
kekuatan hukum.
Mantan Ketua Mahkamah Agung, Harifin Tumpa menyebutkan
bahwa persoalan tanpa pencatatan ini akan menimbulkan problematika
hukum dan bersinggungan dengan keadilan. Menurutnya, akibat hukum yang
terjadi bila tidak adanya pencatatan perkawinan adalah:57pertama, terhadap
istri. Secara hukum perempuan yang perkawinannya tanpa pencatatan, tidak
dianggap sebagai istri yang sah (menurut hukum positif). Dengan kata kata
lain, istri yang dinikahi tanpa dicatat, tidak berhak atas nafkah dan harta
warisan jika suami meninggal dunia.
Kedua, terhadap anak. Anak yang dilahirkan dari hasil nikah siri,
dengan kata lain tanpa adanya pencatatan perkawinan, maka status hukumnya
sama dengan anak luar kawin hasil zina yang hanya memiliki hubungan
hukum dengan ibunya.58 Secara hukum negara, anak tersebut tidak
mempunyai hubungan hukum dengan ayahnya. Hal tersebut akan nampak
dalam akta kelahiran anak. Ketiga, terhadap harta gono gini. Merujuk pada
56Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada, 2006), h. XX.
57Asep Aulia Ulfan dan Destri Budi Nugraheni, Analisis Yuridis Peluang Pencatatan Perkawinan Sebagai Rukun dalam Perkawinan Islam, h. 32-34.
58Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun tentang Perkawinan.
34
penelitian sebelumnya, dengan jelas bahwa praktek kawin sirri berdampak
buruk pada kelangsungan hidup perempuan, apalagi bila melahirkan anak dari
perkawinan itu. Bila sang istri hendak meminta haknya kepada suami, maka
demikian akan menemui jalan buntu karena tidak adanya bukti otentik yang
mendukung tuntutan itu kecuali atas kesadaran suaminya dengan jalan
musyawarah dengan para kerabat dekatnya.
Berdasarkan pemaparan di atas, menjadi jelas bagi kita bahwa kutipan
akta nikah menjadi bukti otentik untuk menerbitkan suatu hak yang dijamin
dalam perundang-undangan. Tanpanya, perlindungan terhadap sesuatu yang
menjadi haknya tidak dijamin oleh negara.
Menurut kacamata hukum Islam sendiri, tidak secara jelas mengatur
tentang keharusan pencatatan perkawinan. Hal ini disebabkan kurangnya
literatur fiqh klasik yang membahas tentang tema tersebut. Meski begitu,
bukan berarti pembahasan ini lepas dari pengamatan fiqh kotemporer. Pada
masa awal Islam, terdapat tradisi i’lan al-nikah atau mengumumumkan suatu
pernikahan pada masyarakat setempat. Pendapat yang terkuat menyatakan,
bahwa mengumumumkan pernikahan merupakan salahsatu syarat sahnya
aqad nikah. Praktek i’lan al-nikah ini sangat dianjurkan oleh Rasulullah Saw.
Terbukti dengan adanya hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad yang
berbunyi:
أعلنوا النكاح Artinya: “Dari Abdullah ibn Zubair bahwa Rasulullah Saw bersabda, ‘umumkanlah pernikahan itu’”. (HR. Ahmad).
Artinya, meskipun tidak terdapat perintah untuk mencatatkan
pernikahan, namun substansi pencatatan pernikahan telah termanifestasikan
meskipun hanya dalam bentuk yang sederhana. Dengan adanya pengumuman
pernikahan, telah memberikan informasi kepada masyarakat sekitar bahwa
telah dilangsungkan pernikahan yang berarti adanya legalitas hubungan badan
antara suami-istri sesuai dengan yang diajarkan Nabi. Selain itu, dasar
pencatatan pernikahan dapat dirujuk pada Firman Allah Swt dalam Surat Al-
35
Baqarah ayat 282. Ayat ini diturunkan dalam konteks muamalah yang
harusnya dicatatkan atau dibukukan agar statusnya dapat menguatkan
persaksian sekaligus dapat menghidarkan dari keraguan.59
Sampai di sini dapat disimpulkan, buku nikah merupakan kategorisasi
dari surat. Kesimpulan ini meskipun tidak disebutkan secara tegas dalam
KUHP, namun bila memperhatikan Pasal 263 ayat (1), maka buku nikah
dapat menjadi keterangan tertulis bagi suatu perbuatan atau peristiwa.
Misalnya saja akte lahir, buku tabungan, dan lain sebagainya. Akta nikah
menjadi bukti otentik yang menerangkan adanya persitiwa perikatan
perkawinan antara suami dan istri. Maka bila seseorang atau beberapa,
melakukan pemalsuan akta nikah, dapat dikenakkan sanksi pidana bila
perbuatannya memenuhi unsur-unsur yang telah digariskan dalam ketentuan
Pasal 263 sampai Pasal 276 KUHP.
Karena itu, menyangkut Pasal yang dilanggar, tergantung dari
terpenuhinya unsur-unsur perbuatan. Pasal 266 KUHP misalnya,
mengandaikan bahwa pelaku pemalsuan buku nikah bukan dilakukan secara
langsung melainkan dengan menyuruh orang lain untuk melakukannya.
Demikian ini bisa saja memenuhi Pasal 266 selama terpenuhi unsur-unsurnya
yaitu delik penyertaan.
59Oyoh Bariah, Rekonstruksi Pencatatan Perkawinan dalam Hukum Islam, Jurnal Ilmiah Solusi Volume I Nomor 4, 4 Desember 2014, h. 21.
BAB III
TINJAUAN UMUM PUTUSAN DAN
PROFIL MAHKAMAH AGUNG
A. Duduk Perkara Kasus Pemalsuan Buku Nikah
Kasus ini bermula ketika Ruslan Syamsiah alias Nyong meminta kepada
saudara Hi Abuhasan Hamzah untuk membuatkan buku nikah dengan alasan
untuk menggugat Cerai istri Terdakwa yang menurut terdakwa istriterdakwa
Nurfaidah Umasugi sering berkata kasar, melempar dengan parang, mengejar
dengan pisau, dan melempar dengan handpone, Kemudian, Terdakwa
berinisiatif untuk membuat buku nikah palsu agar perceraian tersebut segera
di lakukan, dan prosedur pemberkasan sidang pun lebih instan dan praktis.
dengan alsan tidak mempunyai buku nikah sejak menikah pada tahun 2008,
Terdakwa, memberikan identitasnya: nama orang tua Terdakwa, hari, tanggal,
tahun nikah dan tempat nikah serta identitas istri Terdakwa Nurafidah
Umusagi alias Eda yaitu nama orang tua istri terdakwa, kepada Hi Abuhasan
Hamzah untuk mengisi identitas di buku nikah. Hi Abuhasan Hamzah
kemudian bertemu dengan Hi Ismail Laitupa alias Pak Ustadz pada Salat
Magrib di Masjid BTN Kelurahan Maliaro, Kecamatan Kota Ternate Tengah,
untuk meminta bantuannya untuk membuatkan buku keponakannya yaitu
Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong, dengan alasan bahwa Terdakwa
telah menikah sejak tahun 2008 namun belum memiliki buku nikah.60
Setelah Salat Magrib Hi Ismail Laitupa alias Pak Ustadz pulang ke
rumahnya bersama sudara Hi Abuhasan Hamzah di BTN Kelurahan Maliaro,
Kecamatan Kota Ternate Tengah dan sesampai di rumahnya Hi Ismail
Laitupa langsung memberikan satu buah buku nikah yang masih dalam
keadaan kosong kepada saudara Hi Abuhasan Hamzah.
60Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 256K/Pid/2015.
36
37
Berdasarkan duduk perkara ini, Penuntut Umum pada Pengadilan
Negeri Ternate, mendakwakan kepada Terdakwa Ruslan Syamsiah alias
Nyong sebagai berikut:61
Kesatu:
Bahwa Terdakwa Ruslan alias Nyong secara bersama-sama ataupun
sendiri-sendiri dengan saksi Hi Abuhasan Hamzah dan saksi Hi Ismail
Laitupa pada hari yang tidak dapat diingat lagi sekitar pada bulan Februari
tahun 2014, atau setidak-tidaknya pada satu waktu lain dalam bulan Februari
tahun 2014, yang bertempat di rumah saksi Hi Ismail Laitupa di BTN
Kelurahan Maliaro, Kecamatan Kota Ternate Tengah atau setidak-tidaknya
pada suatu tempat lain yang termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri
Ternate, menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta
otentik mengenai suatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu,
seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, jika pemakaian itu dapat
menimbulkan kerugian. Perbuatan Terdakwa dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
Pertama, bahwa pada mulanya Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong
meminta bantu kepada saudara Hi Abu Hasan Hamzah untuk membuat buku
nikah dengan alasan Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong untuk
menggugat cerai istri Terdakwa, yaitu Nurfaidah Umusagi alias Eda, nama
orang tua istri Terdakwa, kepada saudara Hi Abu Hasan Hamzah untuk
mengisi identitas di buku nikah;
Kedua, bahwa Terdakwa setelah menyerahkan identitas Terdakwa serta
identitas istri Terdakwa, yaitu Nurfaidah Umusagi alias Eda kepada saudara
Hi Abuhasan Hamzah bertemu dengan saksi Hi Ismail Laitupa alias Pak
Ustadz pada Salat Magrib di Masjid BTN Kelurahan Maliaro, Kecamatan
Kota Ternate Tengah, kemudian saudara saudara Hi Abuhasan Hamzah
meminta bantu kepada saksi Hi Ismail Laitupa alias Pak Ustadz membuatkan
buku nikah keponakannya, yaitu Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong
karena sudah menikah sejak tahun 2008 namun belum mempunyai surat buku
61Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 256K/Pid/2015
38
nikah, kemudian setelah Salat Magrib saksi Hi Ismail Laitupa alias Pak
Ustadz pulang ke rumah bersama saudara Hi Abuhasan Hamzah di BTN
Kelurahan Maliaro, Kecamatan Kota Ternate Tengah dan sesampai di rumah
saksi Hi Ismail Laitupa alias Pak Ustadz memberikan satu buku nikah dalam
keadaan kosong kepada saudara Hi Abuhasan Hamzah;
Ketiga, bahwa Terdakwa mengetahui secara sadar bahwa pada saat
meminta bantu kepada saudara Hi Abuhasan Hamzah untuk membuatkan
buku nikah, Terdakwa sudah mempunyai Buku Nikah dengan Nomor
348/12/XII/2008, Sanana tanggal 11 Desember 2008 yang berada di Istri
Terdakwa yaitu saksi Korban Nurfaidah Umusagi alias Eda dan Terdakwa
untuk mengajukan gugatan cerai kepada Nurfaidah Umusagi alias Eda di
Pengadilan Agama Ternate dengan menggunakan Buku Nikah dengan Nomor
471/20/VI/2008, Ternate tanggal 18 September 2008;
Keempat, bahwa akibat perbuatan Terdakwa Ruslan Syamsiah alias
Nyong bersama-sama dengan saudara Hi Abuhasan Hamzah dan saksi Hi
Ismail Laitupa alias Pak Ustadz membuat surat Buku Nikah dengan Nomor
471/20/VI/2008, Ternate tanggal 18 September 2008 telah menimbulkan
kerugian terhadap saksi Korban Nurfaidah Umasugi alias Eda secara pribadi;
Perbuatan Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong bersama-sama
dengan Hi Abuhasan Hamzah dan saksi Hi Ismail Laitupa alias Pak Ustadz
sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 266 Ayat 1 KUHPidana jo.
Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHPidana.
Kedua:
Bahwa ia Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong pada waktu dan
tempat sebagaimana dakwaan kesatu di atas, telah membuat surat palsu atau
memalsukan surat, yang dapat menerbitkan suatu hak, suatu perjanjian
(kewajiban) atau suatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan
sebagai keterangan bagi suatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan
atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah asli dan
39
tidak dipalsukan, kalau menggunakannya dapat mendatangkan suatu
kerugian. Perbuatan Terdakwa dilakukan dengan cara sebagai berikut:62
Pertama, bahwa bermula Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong
meminta bantu kepada saudara Hi Abuhasan Hamzah untuk membuat buku
nikah dengan alasan Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong untuk
mengguga cerai istri Terdakwa, yaitu Nurfaidah Umusagi alias Eda,
kemudian Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong memberikan identitas
Terdakawa, nama orang tua Terdakwa, hari, tanggal, tahun nikah dan tempat
nikah serta nama istri Terdakwa, yaitu Nurfaidah Umusagi alias Eda, nama
orang tua istri Terdakwa, kepada saudara Hi Abuhasan Hamzah untuk
mengisi identitas di buku nikah.
Kedua, bahwa Terdakwa setelah menyerahkan identitas Terdakwa serta
identitas istri Terdakwa kepada saudara Hi Abuhasan Hamzah kemudian Hi
Abuhasan Hamzah bertemu dengan saksi Hi Ismail Laitupa alias Pak Ustadz
pada Salat Magrib di Masjid BTN Kelurahan Maliaro, Kecamatan Kota
Ternate Tengah kemudian saudara Hi Abuhasan Hamzah meminta bantu
kepada saksi Hi Ismail Laitupa alias Pak Ustadz membuatkan buku nikah
keponakannya, yaitu Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong karena
Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong sudah menikah sejak tahun 2008
namun belum memiliki surat buku nikah kemudian setelah Salat Magrib saksi
Hi Ismail Laitupa alias Pak Ustadz pulang ke rumah bersama saudara Hi
Abuhasan Hamzah di BTN Kelurahan Maliaro, Kecamatan Kota Ternate
Tengah dan sesampai di rumah saksi Hi Ismail Laitupa alias Pak Ustadz
memberikan satu buku nikah dalam keadaan kosong kepada saudara Hi
Abuhasan Hamzah;63
Ketiga, bahwa Terdakwa mengetahui secara sadar dan pasti bahwa pada
saat meminta bantu kepada saudara Hi Abuhasan Hamzah untuk membuatkan
buku nikah, Terdakwa sudah mempunyai Buku Nikah dengan Nomor
348/12/XII/2008, Sanana tanggal 11 Desember 2008 yang berada di tangan
62Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 256K/Pid/2015. 63Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 256K/Pid/2015
40
istri Terdakwa dan Terdakwa mengajukan gugatan perceraian kepada saksi
korban Nurfaidah Umusagi alias Eda di Pengadilan Agama Ternate dengan
menggunakan Buku Nikah dengan Nomor 471/20/IV/2008, Ternate tanggal
18 September 2008;
Keempat, bahwa akibat perbuatan Terdakwa Ruslan Syamsiah alias
Nyong bersama-sama dengan saudara Hi Abuhasan Hamzah dan saksi Hi
Ismail Laitupa alias Pak Ustadz membuat surat Buku Nikah dengan Nomor
471/20/IV/2008 Ternate tanggal 18 September 2008 telah menimbulkan
kerugian terhadap saksi Korban Nurfaidah Umusagi alias Eda secara pribadi;
Perbuatan Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong bersama-sama
dengan Hi Abuhasan Hamzah dan saksi Hi Ismail Laitupa alias Pak Ustadz
sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 263 ayat 1 KUHPidana Jo.
Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHPidana.
Berdasarkan dakwaan Penuntut Umum pada Pengadilan Negeri Ternate
pada 29 Oktober 2014 di atas, Penuntut Umum kemudian menuntut:64
Pertama, menyatakan bahwa Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong
telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana “Secara
bersama-sama dengan saksi Hi Abuhasan Hamzah dan saksi Hi Ismail
Laitupa membuat surat palsu” melanggar dakwaan kesatu Pasal 266 Ayat 1
KUHPidana Jo. Pasal 55 Ayat 1 KUHPidana sebagaimana dalam Surat
Dakwaan; Kedua, menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Ruslan Syamsiah
alias Nyong dengan pidana penjara selama dua tahun dikurangi selama
Terdakwa berada dalam tahanan sementara dan dengan perintah Terdakwa
tetap ditahan;
Ketiga, menetapkan barang bukti berupa dua Buku Nikah dengan Nomor
348/12/XII/2008, atas nama suami Ruslan Syamsiah dan istri Nurfaidah
Umasugi, tanggal 11 Desember 2008; dikembalikan kepada yang berhak
yaitu Nurfaidah Umasugi yaitu satu lembar Surat Panggilan kepada
Termohon atas nama Nurfaidah binti Umasugi dengan Nomor
63/Pid.G/2014/PA.TTE, tanggal 25 Februari 2014 serta satu rangkap Surat
64Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 256K/Pid/2015
41
Permohonan Gugatan Cerai Talak atas nama Pemohon Ruslan Syamsiah dan
Termohon atas nama Nurfaidah Umasugi, tanggal 17 Februari 2014, tetap
terlampir dalam berkas perkara. Keempat, menyatakan supaya Terdakwa
membayar biaya perkara sebesar Rp. 100.00 (seribu rupiah).
Namun begitu, dalam pandangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Ternate Nomor 183/Pid.B/2014/PN.TTE tanggal 17 November 2014 tidak
sepenuhnya mengakomodir tuntutan dari Penuntut Umum, malah justru
sebaiknya. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Ternate pada putusannya
Nomor 183/Pid.B/2014/PN.TTE memutuskan bahwa:65
1. Menyatakan Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong tidak terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
sebagaimana yang didakwakan;
2. Membebaskan Terdakwa oleh karena itu dari seluruh dakwaan tersebut;
3. Memerintahkan agar Terdakwa segera dibebaskan dari tahanan;
4. Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat
serta martabatnya;
5. Menetapkan barang bukti berupa:
- 2 (dua) Buku Nikah dengan Nomor 348/12/XII/2008, atas nama
suami Ruslan Syamsiah dan istri Nurfaidah Umasugi, tanggal 11
Desember 2008;
- 1 (satu) lembar Surat Panggilan kepada Termohon atas nama
Nurfaidah binti Umasugi dengan Nomor 63/Pid.G/2014/PA.TTE,
tanggal 25 Februari 2014;
- 1 (satu) rangkap Surat Permohonan Gugatan Cerai Talak atas nama
Pemohon Ruslan Syamsiah dan Termohon atas nama Nurfaidah
Umasugi, tanggal 17 Februari 2014;
6. Membebankan biaya perkara kepada Negara;
Oleh Penuntut Umum, putusan ini dinilai memiliki kekeliruan. Karena itu,
pada tanggal 27 November 2014, Penutut Umum mengajukan kasasi dan
65Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 256K/Pid/2015
42
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Ternate pada tanggal 9 Desember
2014. Dijelaskan dalam Pasal 224 KUHPidana, bahwa terhadap putusan
perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh Pengadilan lain
selain daripada Mahkamah Agung, Terdakwa atau Penuntut Umum dapat
mengajukan permintaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap
Putusan Bebas.
Namun setelah keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
114/PUU-X/2012 tanggal 28 Maret 2013 menyatakan frasa “kecuali terhadap
putusan bebas” dalam Pasal 224 KUHPidana tersebut tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat, maka Mahkamah Agung berwenang memeriksa
permohonan kasasi terhadap putusan bebas. Maka itu, pengajuan kasasi oleh
Penuntut Umum secara prosedur undang-undang dinilai sah. Alasan
pengajuan kasasi oleh Penuntut Umum dijelaskan pada pembahasan
selanjutnya.66
B. Alasan Pengajuan Kasasi Oleh Penuntut Umum Bahwa Pengadilan Negeri Ternate yang telah menjatuhkan putusan
dalam perkara Ruslan Syamsiah alias Nyong yang amarnya sebagaimana
tersebut di atas, dalam memeriksa dan mengadili perkara tersebut telah
melakukan kekeliruan. Hal tersebut terbaca dalam pertimbangan hukum
dalam putusan a quo pada halaman 6 sampai dengan halaman 9, Judex Facti
memberikan atau menyajikan fakta-fakta hukum yang merupakan fakta
persidangan sebagai berikut:67
1. Saksi Nurfaidah Umasugi alias Eda, disumpah di depan persidangan pada
pokoknya menerangkan sebagai berikut:
a. Bahwa saksi menikah dengan Terdakwa pada hari Sabtu, tanggal 6
September 2008 di Sanana dan memiliki Buku Nikah Nomor
348/12/XII/2008, Sanan tanggal 11 Desember 2008 yang
ditandatangani oleh Kantor Urusan Agama (KUA) Sanana;
66Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 256K/Pid/2015. 67Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 256K/Pid/2015.
43
b. Bahwa benar kejadian pemalsuan surat yaitu buku nikah tersebut
terjadi pada hari selasa tanggal 4 Februari 2014 bertempat di Kantor
Pengadilan Agama kelas 1B Ternate;
c. Bahwa benar awalnya saksi tidak tahu kalau Terdakwa membuat
buku nikah palsu kemudian saksi ketahui ada surat panggilan dari
Pengadilan Agama Ternate untuk menghadiri sidang gugatan
perceraian di situ baru saksi mengetahui adanya buku nikah palsu
yang dibuat oleh Terdakwa untuk menceraikan saksi;
d. Bahwa benar Terdakwa menggugat cerai di Pengadilan Agama
Ternate dengan menggunakan Buku Nikah dengan Nomor
471/20/VI/2008, Ternate tanggal 18 September 2008 sedangkan
saksi mempunyai Buku Nikah Asli yang dikeluarkan KUA di Sanana
dengan Nomor 348/12/XII/2008, Sanana tanggal 11 Desember 2008;
e. Bahwa benar saksi tidak mengetahui alasan Terdakwa menceraikan
saksi;
f. Bahwa benar pada saat Terdakwa menggugat cerai saksi, kondisi
saksi sedang hamil sekitar 4 (empat) bulan;
2. Saksi Hi Abuhaasan Hamzah, disumpah di depan persidangan pada
pokoknya menerangkan sebagai berikut:68
a. Bahwa benar kejadiannya pada hari dan tanggal saksi sudah lupa
tapi pada bulan Februari 2014, bertempat di rumah saksi Hi Ismail
Laitupa;
b. Bahwa benar awalnya Terdakwa Ruslan Syamsiah meminta bantu
kepada saksi untuk membuatkan buku nikah dengan alasan
Terdakwa Ruslan Syamsiah untuk menggugat cerai istrinya, yaitu
Nurfaidah Umasugi alias Eda kemudian Terdakwa Ruslan
Syamsiah memberikan identitas Terdakwa, nama orang tua
Terdakwa, hari tanggal, tahun nikah dan tempat nikah serta nama
istri Terdakwa kepada saksi untuk mengisi identitas di buku nikah;
68Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 256K/Pid/2015
44
c. Bahwa benar saksi bertemu dengan saksi Hi Ismail Laitupa pada
salat Magrib di Masjid BTN Kelurahan Maliaro, Kecamatan Kota
Ternate Tengah kemudian saksi meminta bantu kepada saksi Hi
Ismail Laitupa membuat buku nikah keponakannya yaitu Terdakwa
Ruslan Syamsiah karena telah menikah sejak tahun 2008 namun
belum memiliki Buku Nikah. Kemudian setelah salat Magrib, saksi
Hi Ismail Laitupa pulang ke rumah bersama saksi di BTN
Kelurahan Maliaro, Kecamatan Kota Ternate Tengah dan
sesampaianya di rumah saksi Hi Ismail Laitupa memberikan 1
(satu) buku nikah dalam keadaan kosong kepada saksi;
d. Bahwa benar pada saat saksi Hi. Ismail Laitupa memberikan buku
nikah kepada saksi, buku nikah terebut sudah ditandangani oleh
saksi Hi. Ismail Laitupa dan sudah dicap;
e. Bahwa benar saksi menyuruh anak saksi untuk menulis identitas di
dalam buku nikah tersebut;
f. Bahwa Buku Nikah terebut dikeluarkan di Ternate dengan Nomor
471/20/VI/2008, Ternate tanggal 18 September 2008;
g. Bahwa benar saksi mengetahui bahwa Terdakwa dengan saksi
Korban menikah di Sanana;
3. Saksi Hi Ismail Laitupa alias Pak Ustadz, disumpah di depan persidangan
pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:69
a. Bahwa benar kejadiannya terjadi pada hari dan tanggal saksi sudah
lupa tetapi pada bulan Februari 2014, bertempat di rumah saksi Hi
Ismail Laitupa;
b. Bahwa benar saksi Hi Abuhasan Hamzah bertemu dengan saksi
pada Salat Magrib di Masjid BTN Kelurahan Maliaro, Kecamatan
Kota Ternate Tengah kemudian saksi Hi Abuhasan Hamzah
meminta bantu kepada saksi untuk membuatkan buku nikah
keponakannya, yaitu Terdakwa Ruslan Syamsiah karena Terdakwa
Ruslan Syamsiah sudah menikah sejak tahun 2008 belum punya
69Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 256K/Pid/2015.
45
surat buku nikah kemudian setelah Salat Magrib saksi pulang ke
rumah bersama saksi Hi Abuhasan Hamzah di BTN Kelurahan
Maliaro, Kecamatan Kota Ternate Tengah dan sesampai di rumah,
saksi memberikan satu buku nikah dalam keadaan kosong kepada
saksi Hi Abuhasan Hamzah;
c. Bahwa benar pada saat saksi memberikan buku nikah kepada saksi
Hi Abuhasan Hamzah, buku nikah tersebut sudah ditandangani
oleh saksi dan sudah dicap;
d. Bahwa benar buku nikah tersebut dikeluarkan di Ternate dengan
Nomor 471/20/VI/2008, Ternate tanggal 18 September 2008;
Atas keterangan saksi, Terdakwa membenarkan.
Bahwa membaca fakta-fakta hukum sebagaimana dibuat judex facti
dengan pertimbangan-pertimbangannya tersebut membuktikan Terdakwa
Ruslan Syamsiah alias Nyong melakukan sesuatu perbuatan yaitu:70
a. Bahwa benar Terdakwa meminta bantu kepada saksi Hi Abushasan
Hamzah membuatkan buku nikah dengan alasan Terdakwa untuk
menggugat cerai istri Terdakwa yaitu Nurfaidah Umnasugi alias Eda
kemudian terdakwa memberikan identitas Terdakwa, nama orang tua
Terdakwa, hari, tanggal, tahun nikah dan tempat nikah serta nama istri
Terdakwa yaitu Nurfaidah Umasugi, nama orang tua istri Terdakwa,
kepada saksi untuk mengisi identitas di buku nikah;
b. Bahwa benar Terdakwa menikah dengan saksi pada hari Sabtu, tanggal
06 September 2008 di Sanana dan memiliki Buku Nikah Nomor
348/12/XII/2008, Sanana tanggal 11 Desember 2008 yang
ditandatangani oleh Kantor Urusan Agama (KUA) di Sanana;
c. Bahwa apabila Judex Facti berpendapat perbuatan Terdakwa tersebut
dinilai dan dipertimbangkan bukan sebagai suatu peristiwa atau
perbuatan pidana yang dapat dipidana, maka seharusnya amar putusan
Judex Facti menyatakan bahwa terdakwa dilepaskan dari segala
tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging).
70Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 256K/Pid/2015.
46
d. Bahwa berdasarkan pertimbangan fakta hukum yang dibuat oleh Judex
Facti dalam putusan a quo sebagaimana diuraikan di atas, dapat
dibuktikan bahwa dalam cara mengadili Judex Facti telah melakukan
kekeliruan dalam menafsirkan suatu kualifikasi delik, seolah-olah delik
yang didakwakan kepada Terdakwa tidak terbukti dilakukan oleh
Terdakwa padahal dalam pertimbangan hukumnya Judex Facti
sebagaimana dikutip di atas, Terdakwa terbukti ada melakukan suatu
perbuatan yang seharusnya perbuatan yang dilakukan Terdakwa
tersebut harus dipertimbangkan sebagai suatu perbuatan yang bukan
merupakan suatu peristiwa atau perbuatan pidana.
e. Bahwa berdasarkan pertimbangan hukum tersebut, seharusnya Judex
Facti memberi putusan Terdakwa dilepaskan dari segala tuntutan
hukum bukan membebaskan Terdakwa dari segala dakwaan
(Vrijspraak). Oleh karena Judex Facti dalam cara mengadili telah
melakukan kekeliruan dalam hal penjatuhan putusan sebagaimana
tersebut di atas, dengan demikian putusan Judex Facti tersebut adalah
merupakan putusan pembebasan tidak murni (Verkapte Vrijspraak) atau
pelepasan dari segala tuntutan hukum yang terselubung (Bedekte
ontslag van alle rechtvervolging) sehingga berdasarkan ketentutan
Pasal 244 KUHAP, Keputusan Mentri Kehakiman Republik Indonesia
Nomor M.14-PW.07.03 Tahun 1983 tanggal 10 Desember 1983 dan
Yurisprudensi, maka terhadap putusan dalam perkara Terdakwa Ruslan
Syamsiah alias Nyong yang dijatuhkan Judex Facti, dapat diajukan
permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia.71
Selain aturan hukum di atas, terhadap problematika perkara berkas yang
diajukan kasasi oleh Penuntut Umum, Mahkamah Konstitusi telah memberi
putusan sebagaimana dalam putusannya Nomor 114/PUU-X/2012 tanggal 28
Maret 2013, yang menyatakan frasa “Kecuali terhadap putusan bebas” dalam
Pasal 244 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara
71Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 256K/Pid/2015
47
Pidana bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Maka
dengan demikian, berdasarkan hukum terhadap putusan bebas, Jaksa Penuntut
Umum dapat mengajukan upaya hukum kasasi.72
Bahwa permohonan kasasi ini Penuntut Umum ajukan dengan alasan dan
dasar sebagaimana ditentukan dalam Pasal 253 Ayat 1 KUHP, yaitu Majelis
Hakim yang memeriksa dan memutus perkara Terdakwa Ruslan Syamsiah
alias Nyong tidak menerapkan peraturan hukum atau menerapkan hukum
tidak sebagaimana mestinya, yaitu dalam hal pembuktian, adalah salah dan
keliru dalam memberikan pertimbangan hukum atas tidak terbuktinya unsur
“Menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik
mengenai suatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu”
dengan hanya mendasarkan bahwa jika dianalisis lebih jauh, catatan surat
yang menerangkan bahwa Terdakwa menikah dengan saksi Nurfaidah binti
Umasugi, adalah suatu persitiwa yang benar-benar terjadi menurut hukum.
Apabila tempat dilangsungkannya pernikahan dan tanggal pernikahan
berbeda dengan kenyataan yang sesungguhnya (dicatatan surat tertulis 11
September 2008 di Ternate padahal seharusnya 07 September 2008 di
Sanana), hal ini bukanlah sesuatu yang prinsipil karena keterangan seperti itu
bukanlah dapat dibetulkan atau diluruskan kembali di Pengadilan Agama,
sekiranta hal itu dianggap penting.
Perlu dipahami, bahwa Terdakwa meminta surat pernikahannya karena
dia tidak memegang bukti apapun tentang pernikahannya, buku
pernikahannya ditahan oleh saksi pelapor, sementara kondisi sosial ekonomi
Terdakwa tidak memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk mengurus
masalah hukumnya dengan saksi pelapor atau Istri Terdakwa. Pun jika
akhirnya dikembalikan kepada saksi pelapor atas semua yang dilakukan oleh
Terdakwa, jelas akan menerima Terdakwa kembali untuk hidup bersama
sebagai suami-istri dan berharap Terdakwa tidak dikenakkan sanksi apapun
dalam perkara ini setelah kedua-duanya sudah rujuk. Terlepas dari itu,
72Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 256K/Pid/2015
48
setidaknya selembar surat potokopian yang dilampirkan dalam berkas perkara
bukanlah akta otentik sebagaimana pertimbangan-pertimbangan di atas.
Bahwa pertimbangan hukum yang dibuat judex facti tersebut di atas kami
Jaksa Penuntut Umum bahwa Judex Facti tidak menerapkan hukum
sebagaimana mestinya, yaitu putusan Judex Facti tidak memuat pertimbangan
yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan serta alat
pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar
penentuan kesalahan Terdakwa, sesuai Pasal 197 Ayat (1) huruf d KUHP,
yaitu: Akta Otentik ialah akta yang dibuat oleh Pejabat Umum yang
berwenang yang memuat atau menguraikan secara otentik sesuatu tindakan
yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh Pejabat
Umum pembuat akta itu. Pejabat Umum yang dimaksud adalah Notaris,
Hakim, Juru Sita pada suatu pengadilan, Pegawai Pencatat Sipil dan
sebagainya. Suatu akta otentik harus memenuhi persyaratan-persyaratan
sebagai berikut:73
1. Akta ini harus dibuat oleh atau di hadapan seorang Pejabat Umum;
2. Akta ini harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-
undang;
3. Pejabat Umum oleh atau di hadapan siapa akta dibuat, harus
mempunyai wewenang untuk membuat akta itu;
Bahwa Buku Nikah Nomor 471/ 20/VI/2008 tanggal 18 September 2008
yang dibuat di Ternate dan ditandatangani oleh saksi Hi Ismail Laitupa
sehingga saksi Hi Ismail Laitapu sudah tidak berhak mengeluarkan buku
nikah disebabkan saksi Hi Ismail Laitupa menjabat Kepala Kantor Urusan
Agama kota Ternate Tahun 2010 dan pensiun bulan Oktober tahun 2012 dan
buku tersebut saksi Hi Ismail Laitupa serahkan 1 (satu) buku nikah dalam
keadaan kosong kepada saksi Hi Abuhasan Hamzah pada bulan Februari
2014 dan keterangan saksi dibenarkan oleh saksi Hi Abuhasan Hamzah dan
Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong.
73Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 256K/Pid/2015
49
Bahwa pertimbangan hukum yang dibuat judex facti tersebut yang
melahirkan amar putusan sebagaimana dikutip di atas adalah pertimbangan
hukum yang didasarkan pada penafsiran sempit atau kurang pertimbangan
hukumnya. Karena Judex Facti tidak mempertimbangkan alat bukti yang
diajukan di persidangan secara utuh, padahal seharusnya menurut Pasal 199
ayat (1) huruf a KUHP, terhadap putusan bukan pemidanaan harus memuat
pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan
beserta pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang bukan
langsung kepada kesimpulan dan pendapat Judex Facti;
Bahwa berdasarkan fakta-fakta persidangan sebagaimana termuat dalam
putusan a quo, membuktikan bahwa Judex Facti sebenarnya telah
memperoleh alat bukti yang cukup dan mendukung yang berasal atau
bersumber dari: Pertama, keterangan saksi yaitu Nurfaidah Umasugi alias
Eda, memberikan keterangan (putusan a quo halaman 6 sampai dengan 7),
Saksi Hi Abuhasan Hamzah, memberikan keterangan (putusan a quo halaman
6 sampai dengan 7), serta Saksi yaitu Hi Ismail Laitupa alias Pak Ustadz telah
memberikan keterangan (putusan a quo halaman 8 sampai dengan 9).
Kedua,74surat yang berupa dua buah Buku Nikah dengan Nomor
348/12/XII/2008, satu lembar Surat Panggilan kepada Termohon atas nama
Nurfaidah binti Umasugi dengan Nomor 63/Pid.G/2014/PA.TTE, satu
rangkap Surat Permohonan Gugatan Cerai Talak atas nama Pemohon Ruslan
Syamsiah dan Termohon atas nama Nurfaidah Umasugi, dan satu lembar
fotokopi Buku Nikah dengan Nomor 471/20/VI/2008. Ketiga, keterangan
Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong memberikan keterangan
sebagaimana dalam putusan a quo halaman 9.75
Bahwa berdasarkan uraian fakta-fakta hukum di atas, dapatlah dibuktikan
bahwa Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong mempunyai peranan
memalsukan surat berupa satu lembar fotokopi Buku Nikah dengan Nomor
471/20/VI/2008 yang telah dilegalisir yang dilakukan oleh saksi Hi Abuhasan
74Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 256K/Pid/2015. 75Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 256K/Pid/2015
50
Hamzah, saksi Hi Ismail Laitupa dan Terdakwa Ruslan Syamsiah alias
Nyong dikualifikasikan sebagai orang yang turut serta melakukan perbuatan
memalsukan surat.
C. Profil Mahkamah Agung
Mahkamah Agung Republik Indonesia disingkat MA-RI adalah lembaga
tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan
pemegang kekuasaan kehakiman bersama-bersama dengan Mahkamah
Konstitusi, serta bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan lainnya.
Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan
umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar
1945 Pasal 2476
Mahkamah Agung dipimpin oleh seorang ketua yang dipilih dari hakim
karir dan non karir, profesional atau akademisi. Pimpinan dan hakim anggota
Mahkamah Agung adalah Hakim Agung yang diangkat oleh Presiden dari
nama calin yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Mahkamah Agung
memiliki Hakim Agung sebanyak 60 orang. Pemilijan calon Hakim Agung
dilakukan paling lama 14 hari setelah nama calon diterima DPR. Sebelum
memangku jabatannya, semua anggota Mahkamah Agung wajib
mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya masing-masing.
Pimpinan Mahkamah Agung mengucapkan janji di hadapan presiden,
sedangkan hakim aggota, panitera dan sekertaris Mahkamah Agung
mengucapkan janji di hadapan Pimpinan Mahkamah Agung.77 Susunan
Mahkamah Agung terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera dan
seorang sekertaris. Saat itu, pimpinan Mahkamah Agung dinahkodai oleh
Prof. H. M. Hatta Ali, SH., MH.78
Sementara Fungsi atau wewenang Mahkamah Agung sebagai sebuah
lembaga kehakiman Negara menurut undang-undang adalah untuk memeriksa
76Lihat Pasal 24 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. 77Lihat Pasal 4, 8, 9, 21, 22, dan 25 Undang-Undang Nomor 5 tahun 2004. 78Lihat www.mahkamahagung.go.id diakses pada tanggal 24 Juli 2018 pukul 17:35.
51
dan memutus permohonan kasasi, sengketa tentang kewenangan mengadili,
permohonan peninjauan kembali oleh putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, dan memutus permohonan kasasi
terhadap putusan pengadilan Tingkat Banding atau tingkat akhir dari semua
lingkungan peradilan.
Dalam tingkat kasasi, Mahkamah Agung membatalkan putusan atau
penetapan pengadilan-pengadilan dari semua Lingkungan Peradilan.
Melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan di
semua lingkungan peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman,
mengawasi tingkah laku dan perbuatan para hakim di semua lingkungan
peradilan dan memiliki wewenang untuk meminta keterangan tentang teknis
peradilan dari semua lingkungan peradilan, berwenang memberi petunjuk,
teguran, atau peringatan yang dipandang perlu kepada pengadilan di semua
lingkungan peradilan.79
Kasasi adalah bagian dari apa yang dikenal dengan upaya hukum. Dalam
Pasal 1 angka 12 KUHP disebutkan, bahwa upaya hukum adalah hak
terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan
yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk
mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menrutu cara
yang diatur dalam undang-undang ini. KUHAP membedakan upaya hukum
biasa dan luar biasa. Upaya hukum biasa sendiri biasa diajukan terhadap
putusan pengadilan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap,
sedangkan upaya hukum luar biasa diajukan terhadap putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Upaya hukum biasa
mempunyai dua bagian yaitu pemeriksaan banding dan pemeriksaan kasasi.
Tujuan kasasi adalah untuk tercapainya keadilan dan kebenaran serta
kesatuan dan kesamaan penerapan hukum di seluruh wilayah negara. Untuk
mewujudkannya, apabila perlu Mahkamah Agung dengan putusan kasasinya
79Kevin Angkouw, Fungsi Mahkamah Agung Sebagai Pengawas Internal Tugas Hakim Dalam Proses Peradilan, Lex Administratum, Volume II, Nomor 2, April-Juni 2014, h. 131.
52
dapat menciptakan hukum.80 Karena memiliki fungsi untuk memutus perkara
kasasi, Mahkamah Agung dapat memutus semua perkara kasasi pada
lingkungan peradilan yang ada di bawahnya termasuk Pengadilan Negeri.
Dalam hal ini, putusan Pengadilan Negeri Ternate Nomor
183/Pid.B/2014/PN.TTE yang kemudian dikasasikan oleh Penuntut Umum,
adalah wilayah kompetensi yang dimiliki oleh Mahakamah Agung.
80H.M Silaban, Kasasi Upaya Hukum Acara Pidana, (Jakarta: Sumber Ilmu Jaya, 1997), h. 1.
BAB IV
ANALISIS PUTUSAN
A. Pertimbangan Hakim Dan Amar Putusan
Bahwa alasan-alasan kasasi Penuntut Umum dapat dibenarkan karena
Judex Facti telah salah menerapkan hukum dalam mengadili
Terdakwa.Putusan Judex Facti (Pengadilan Negeri Ternate) yang menyatakan
Terdakwa tidak terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan Penuntut
Umum kepadanya dan karenanya membebaskan Terdakwa dari dakwaan-
dakwaan Penuntut Umum tersebut, dibuat berdasarkan pertimbangan hukum
yang salah. Judex Facti salah mempertimbangkan unsur “menyuruh
memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu
hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu”. Pertimbangannya
sebagai berikut:81
1. Judex Facti salah mempertimbangkan bukti fotokopi Buku Nikah
antara Terdakwa dan Korban Nomor 471/20/VI/2008 tertanggal 18
September 2008 “bukan” akta otentik, padahal buku atau surat nikah
adalah dibuat oleh Pejabat Umum yang berwenang dan Buku Nikah
berkedudukan sebagai bukti formal adanya suatu pernikahan;
2. Judex Facti salah mempertimbangkan bahwa yang salah dalam Buku
Nikah antara Terdakwa dengan Korban hanya mengenai waktu dan
tempat pernikahan dilakukan sedangkan peristiwa hukum yang
diterangkan benar adanya (terjadi perkawinan antara Terdakwa dan
Korban), maka unsur “menyuruh memasukkan keterangan palsu ke
dalam akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus
dinyatakan oleh akta itu” tidak terpenuhi dari perbuatan Terdakwa,
kearena terungkap fakta di persidangan motif Terdakwa untuk meminta
bantuan kepada Abuhasan Hamzah agar dibuatkan Buku Nikah oleh
81Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 256K/Pid/2015 .
53
54
Ismail Laiputpa alias Pak Ustad adalah untuk digunakan sebagai dasar
menggugat cerai istrinya ke Pengadilan Agama, sehingga atas bantuan
Abuhasan Hamzah dan Ismail Laitupa, terbitlah buku atau surat nikah
yang informasinya mengenai tanggal dan tempat diadakannya
perkawinan antara Terdakwa dan Korban yang tidak benar,
sebagaimana terdapat dalam Buku/Surat Nikah Nomor 471/20/VI/2008
tertanggal 18 September 2008, yang kemudian dengan buku nikah yang
berisi informasi yang tidak benar tersebut, Terdakwa mengajukan
gugatan cerai kepada istrinya di Pengadilan Ternate.
3. Bahwa Terdakwa memberikan informasi mengenai identitas Terdakwa,
nama orang tua Terdakwa, hari, tanggal dan tahun nikah, nama istri
Terdakwa dan nama orang tua istri Terdakwa, dilakukan dengan
kehendak Terdakwa sendiri secara sadar sedangkan Terdakwa
mengetahui bahwa buku/surat nikah yang asli ada pada istri Terdakwa,
yaitu buku nikah/surat nikah nomor 248/12/IV/2008, Sanana, tanggal
11 Desember 2008.Keempat, bahwa Terdakwa terbukti melanggar Pasal
266 Ayat (1) KUHPidana Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas,
Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan kasasi dari Pemohon
Kasasi/Penuntut Umum tersebut harus dikabulkan;82
Menimbang, bahwa oleh karean permohonan kasasi dari Pemohon
Kasasi/Penuntut Umum dikabulkan, maka Terdakwa harus dinyatakan
bersalah dan harus dipidana setimpal dengan perbuatannya tersebut;
Menimbang, bahwa berdasarkan alasan-alasan yang diuraikan tersebut
di atas, Mahkamah Agung berpendapat, bahwa putusan Pengadilan Negeri
Ternate Nomor 138/Pid.B/2014/PN.TTE. tanggal 17 November 2014 tidak
dapat dipertahankan lagi, oleh karena itu harus dibatalkan dan Mahkamah
Agung mengadili sendiri perkara tersebut dengan amar putusan sebagaimana
tertera di bawah ini;
82Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 256K/Pid/2015
55
Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan pidana Mahkamah Agung akan
mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang
meringankan. Hal-hal yang memberatkan yaitu:perbuatan terdakwa
menimbulkan kerugian bagi korban dan keluarganya. Sementara yang
meringankan yaitu: terdakwa belum pernah dihukum.
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon
Kasasi/Penuntut Umum dikabulkan dan Tedakwa dinyatakan bersalah serta
dipidana, maka biaya perkara pada semua tingkat peradilan maupun pada
tingkat kasasi ini dibebankan kepada Terdakwa;
Memperhatikan Pasal 266 Ayat (1) KUHPidana Jo. Pasal 55 Ayat (1)
Ke-1 KUHPidana, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985
sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009
serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan.
Mengadili: mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon
Kasasi/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Ternate tersebut;
Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Ternate Nomor
183/Pid.B/2014/PN.TTE. tanggal 17 November 2014.
Mengadili sendiri:83
1. Menyatakan Terdakwa Ruslan Syamsiah Alias Nyong telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana “Membuat Surat Palsu Yang Dilakukan Secara Bersama-
Sama.”
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan
pidana penjara selama 5 (lima) bulan;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa
sebelum putusan ini berkekuatan hukum tetap, dikurangkan
seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
83Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 256K/Pid/2015
56
4. Menetapkan barang bukti berupa:
- Dua buah Buku Nikah dengan Nomor 348/12/XII/2008, atas
nama suami Ruslan Syamsiah dan istri Nurfaidah Umasugi,
tanggal 11 Desember 2018;
Dikembalikan kepada yang berhak yaitu Nurfaidah Umasugi;
- Satu lembar Surat Panggilan kepada Termohon atas nama
Nurfaidah binti Umasugi dengan Nomor
63/Pid.G/2014/PA.TTE, tanggal 25 Februari 2014;
- Satu rangkap Surat Permohonan Gugatan Cerai Talak atas
nama Pemohon Ruslan Syamsiah dan Termohon atas nama
Nurfaidah Umasugi, tanggal 17 Februari 2014;
5. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara
pada semua tingkat peradilan yang pada tingkat kasasi ini
ditetapkan sebesar Rp.2.500.00 (dua ribu lima ratus rupiah);84
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah
Agung pada hari: Selasa, tanggal 12 Mei 2015 oleh Dr. Salman Luthan, S.H.,
M.H., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai
Ketua Majelis, Desnayeti M., S.H., M.H. dan Dr. H. M. Syarifuddin, S.H.,
M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota, dan diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum pada hari dan tanggal itu juga oleh Ketua Majelis
beserta Hakim-Hakim Anggota tersebut dan dibantu oleh Ny. Murganda
Sitompul, S.H., Panitera Pengganti dan tidak dihadiri oleh Pemohon
Kasasi/Penuntut Umum dan Terdakwa.85
B. Analisis Penulis
Bila dirunut secara sistematis, kasus ini bermula ketika Nurfaida binti
Umasugi secara tiba-tiba dipanggil oleh Pengadilan Agama Ternate untuk
menghadiri sidang gugatan perceraian, dengan suaminya Ruslan Syamsiah
84Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 256K/Pid/2015 85Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 256K/Pid/2015
57
alias Nyong sebagai penggugat. Sementara, dalam melakukan gugatan
perceraian, penggugat harus membuktikan terlebih dahulu apakah
sebelumnya telah terjadi perikatan perkawinan dibuktikan dengan adanya
Buku Nikah.
Dalam hal ini, Ruslan Syamsiah menggunakan Buku Nikah dengan
Nomor 471/20/VI/2008 Ternate tertanggal 18 September 2008 untuk
dijadikan sebagai bukti adanya perkawinan yang sah sebelumnya. Padahal,
sebaliknya, Nurfaidah binti Umasugi juga memiliki Buku Nikah yang
dikeluarkan KUA di Sanana dengan Nomor 348/12/XII/2008 tertanggal 11
Desember 2008. Dari sinilah tergugat sadar bahwa bukti buku nikah yang
dihadirkan oleh penggugat bukanlah akta yang asli. Hal ini membuat tergugat
membawa kasus ini kepada Pengadilan Negeri Ternate sebagai pemilik
kompetensi absolut86, terkait pemalsuan akta otentik yaitu buku nikah.87
Namun oleh Pengadilan Negeri Ternate melalui putusannya tersebut
berpandangan bahwa, perbedaan waktu yang terdapat dalam kedua buku
nikah tidak dapat dimasukkan dalam kualifikasi tindak pidana pemalsuan akta
otentik sebab itu hanya kesalahan penanggalan yang dilakukan di KUA,
bukan oleh pelaku pemalsuan buku nikah yaitu Ruslan Syamsiah Alias
Nyong. Karena itulah, Jaksa Penuntut Umum melakukan upaya hukum kasasi
pada Mahkamah Agung.
Putusan yang dikeluarkan oleh Hakim Mahkamah Agung merupakan
jawaban atas Putusan Pengadilan NegeriTernate Nomor
183/Pid.B/2014/PN.TTE tanggal 17 November 2014, yang oleh Jaksa
Penuntut Umum tidak sesuai dengan kualifikasi yang telah ditentukan oleh
Undang-Undang. Menurut Jaksa Penuntut Umum, Putusan Pengadilan Negeri
Ternate tersebut adalah keliru. Sebab, Majelis Hakim atau judex facti tidak
menerapkan peraturan hukum atau menerapkan hukum tidak sebagaimana
mestinya terutama dalam pembuktian.
86Subekti menerangkan kompetensi dapat dimaknai sebagai kekuasaan atau kewenangan. Lihat, R.Subekti, Hukum Acara Perdata, (Bandung: Bina Cipta, 1978), h. 23.
87Muhammad Zein dan Mukhtar Al-shadiq, Membangun Keluarga Harmonis, h. 36.
58
Menurut Majelis Hakim, unsur “menyuruh memasukkan keterangan
palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya
harus dinyatakan oleh akta itu” adalah tidak terbukti. Majelis Hakim
berdasar bahwa perbedaan tempat dan waktu pernikahan antara Ruslan
Syamsiah dan Nurfaidah Umasugi bukanlah suatu hal yang prinsipil karena
keterangan seperti itu dapat dibetulkan atau diluruskan kembali di Pengadilan
Agama. Maka itu, Majelis Hakim bulat pada pendiriannya bahwa pernikahan
antara Ruslan Syamsiah dan Nurfaidah binti Umusagi merupakan suatu
peristiwa yang benar-benar terjadi menurut hukum, tanpa mempersoalkan
perbedaan waktu dan tempat.
Padahal, bila memperhatikan perbedaan waktu dan tempat (bukti),
justru akan ditemukan perbuatan tindak pidana berupa pemalsuan buku nikah.
Maka itu, dalam upaya hukum kasasi ini, Jaksa Penuntut Umum berupaya
menghadirkan bukti dan fakta yang sebenarnya88 untuk meyakinkan hakim
Mahkamah Agung tentang tindak pidana pemalsuan surat. Dalam rangka ini,
Jaksa Penuntut berdasar pada Pasal 266 KUHPidana
Pada frasa “Barangsiapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke
dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus
dinyatakan oleh akta itu” menjadi fokus Jaksa Penuntut untuk menghadirkan
bukti dan fakta yang ada. Artinya, pada frasa ini, subjek dari tindak pidana
pemalsuan bukan secara langsung membuat akta palsu, melainkan menyuruh
orang lain untuk memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik.
Dengan begitu, pelaku tindak pidana tidaklah tunggal melainkan bersama-
sama. Dalam literatur hukum pidana, hal ini dikenal dengan deelneming atau
penyertaan.
Sebagian besar sarjana hukum di Indonesia berpandangan bahwa ajaran
tentang penyertaan merupakan dasar memperluas dapat dipidananya orang
88Pasal 197 ayat (1) huruf d KUHAP yang dimaksud dengan fakta dan keadaan ialah segala apa yang ada dan apa yang ditemukan di sidang oleh pihak dalam proses antara lain Penuntut Umum, saksi ahli, Terdakwa, dan penasehat hukum. Sementara Pasal 184 ayat (1) KUHAP yang dimaksud dengan alat bukti yakni keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan Terdakwa.
59
yang tersangkut dalam terwujudnya delik. Seperti yang dikemukakan D.
Hazewinkel Suringa bahwa penyertaan pidana sebagai dasar untuk
memperluas pertanggungjawaban pidana selain pelaku untuk mewujudkan
seluruh isi delik, orang-orang turut serta mewujudkannya, yang tanpa
ketentuan tentang penyertaan tidak dapat dipidana, oleh karena mereka tidak
mewujudkan delik.89
Mengenai penyertaan, diatur dalam Pasal 55 KUHP dengan bentuk-
bentuk sebagai berikut:90pertama, pelaku pelaksana disebut plegen. Istilah
plegen yakni mereka yang melakukan perbuatan pidana. Pelaku ini
bertanggungjawab terhadap suatu tindak pidana yang dilakukannya secara
penuh. Kedua, pelaku sebagai penyuruh disebut doen plegen. Dalam memori
van toelicting dijelaskan bahwa penyuruh perbuatan pidana (doen plegen)
adalah juga dia yang melakukan perbuatan pidana tetapi tidak secara pribadi
melainkan dengan perantaraan orang lain. Ketiga, pelaku peserta disebut
medeplegen. Pelaku peserta adalah orang yang turut serta melakukan
sebagian dari unsur-unsur delik. Perbedaan antara pelaku peserta dengan
pelaku pembantu adalah, pelaku pelaksana atau plegen sebagai pembuat
pidana tunggal yaitu melaksanakan semua unsur-unsur delik, sedangkan
pelaku peserta hanya sebagian saja dari unsur-unsur delik dan bersama
dengan temannya menyelesaikan delik itu.
Keempat, pembujuk atau penganjur uitlokken. Penganjur perbuatan
pidana tidak melaksanakan sendiri unsur-unsur delik melainkan dilaksanakan
oleh orang lain dan perbuatan tersebut dilakukan oleh orang lain karena atau
disebabkan anjuran atau bujukan penganjur tersebut. Kelima, pembantuan
atau disebut medeplechtige. Defenisi pemberian bantuan sebelum dan ketika
delik terlaksana pada hakekatnya adalah perbuatan yang tidak termasuk
perbuatan pelaksanaan dari suatu delik, melainkan merupakan perbuatan yang
mempermudah terjadinya suatu delik.
89Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Yarsifwatampone, 2005), h. 339. 90Tommy J. Bassang, Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Delneming, Jurnal Lex
Crimen Volume IV/Noomor 5/Juli/2015, h.
60
Jaksa Penuntut Umum dalam alasan kasasinya, jelas berusaha agar
Ruslan Syamsiah sebagai Terdakwa dalam kasus ini, dikategorikan sebagai
penyuruh dari tindak pidana pemalsuan akta otentik, Hi Abu Hasan sebagai
pelaku peserta, dan Hi Ismail Laitupa sebagai pelaku pelaksana. Logika yang
dibangun adalah fakta hukum korelatif berupa saksi, serta bukti berupa surat
dan keterangan Terdakwa. Jaksa Penuntut membangun dasar awal dengan
memperkokoh keyakinan bahwa benar antara Ruslan Syamsiah dan
Nurfaidah binti Umusagi telah menikah pada hari sabtu, tanggal 6 September
2008 di Sanana dan memiliki Buku Nikah Nomor 348/12/XII/2008 yang
ditandatangani oleh Kantor Urusan Agama Sanana. Hal ini diakui saksi
Nurfaidah binti Umusagi dan Terdakwa Ruslan Syamsiah.
Setelah itu, Jaksa Penuntut memberikan pertanyaan berbeda kepada
setiap saksi. Nurfaidah binti Umasugi mengakui bahwa dirinya kaget saat
dipanggil oleh Pengadilan Agama dalam kasus gugatan perceraian yang
diajukan oleh suaminya yaitu Ruslan Syamsiah. Sementara dalam
mengajukan gugatan, haruslah ditunjukkan adanya perikatan perkawinan
sebelumnya dibuktikan dengan adanya Buku Nikah. Dari sini kemudian Jaksa
Memfokuskan diri, bahwa Ruslan Syamsiah melakukan perbuatan pidana
pemalsuan surat atau akta otentik. Sebab Nurfaidah binti Umasugi memiliki
Buku Nikah yang asli.
Hadirnya saksi lain yaitu Hi Abu Hasan dan Hi Ismail Laitupa membawa
paradigma lain, bahwa pemalsuan surat atau akta otentik dilakukan secara
bersama-sama. Hi Abu Hasan mengakui bahwa ia diminta oleh Ruslan
Syamsiah untuk dibuatkan buku nikah. Hi Abu Hasan kemudian meminta
tolong kepada Hi Ismail Laitupa untuk dibuatkan Buku Nikah. Hi Ismail
Laitupa pun memberikan satu buah Buku Nikah dalam keadaan kosong untuk
diberikan kepada Hi Abu Hasan dengan dibubuhi tanda tangannya. Buku
Nikah tersebut dikeluarkan di Ternate dengan 471/20/VI/2008. Ini menjadi
fokus kedua Jaksa Penuntut untuk memberi keyakinan. Sebab selain waktu
dan tempat perkawinan yang berbeda, Hi Ismail Laitupa tidak lagi memiliki
61
kewenangan mengeluarkan Buku Nikah sebab telah pensiun dari jabatannya
sebagai Kepala Kantor Urusan Agama.
Secara kumulatif semua ini mengarah pada terpenuhinya kualifikasi
unsur Pasal 266 ayat (1) Jo. Pasal 55 KUHPidana yang pada substansinya
mengarah pada delik penyertaan atau deelneming. Maka bila merujuk pada
dua ketentuan tersebut, Ruslan Syamsiah dapat dikenai sanksi pidana penjara
paling lama tujuh tahun. Sementara Hi Abu Hasan dan Hi Ismail Laitupa
dapat dikenai dakwaan sanksi yang berbeda. Hal ini berkaca pada ketentuan
Pasal 55 ayat (1) KUHPidana dan konsep penyertaan memang menegaskan
bahwa tidak ada dalam satu peristiwa pidana di antara pelaku mempunyai
kedudukan dan peranan yang sejajar.
Artinya tidaklah logis apabila dalam penanganan suatu perkara pidana,
hakim menyatakan terbukti memenuhi unsur Pasal 55 KUHPidana dengan
hanya sebatas menyatakan adanya kerjasama secara kolektif. Penggunaan
kesimpulan adanya suatu kerjasama kolektif dalam suatu peristiwa pidana
tanpa bisa menunjukkan peran masing-masing pelaku, merupakan
pembuktian yang tidak sempurna. Bahkan sekaligus menggambarkan proses
persidangan telah gagal menggali kebenaran materil dari perkara yang
diperiksa dan diadili.91 Demikian pandangan penulis dalam menganalisis
alasan Jaksa Penuntut Umum.
Lebih lanjut, Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam memberi putusan,
terlebih dahulu mempertimbangkan perkara tersebut dengan seksama.
Menurut Majelis Hakim:
Bahwa alasan-alasan kasasi Penuntut Umum dapat dibenarkan, karena judex facti telah salah menerapkan hukum dalam mengadili Terdakwa. Putusan Judex Facti yang menyatakan Terdakwa tidak terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan Penuntut Umum kepadanya dan karenanya membebaskan Terdakwa dari dakwaan-dakaan Penuntut Umum tersebut, dibuat
91Boy Yendra Tamin, Deelneming (Penyertaan) Dalam Persitiwa Pidana: Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP dan Penerapannya, dalam www.boyyendratamin.com, diakses pada 28 Agustus 2018 pukul 6:26 Wib.
62
berdasarkan pertimbangan hukum yang salah. Judex Facti salah mempertimbangkan unsur “menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu.”
Penekanan penerimaan alasan kasasi oleh Majelis Hakim Mahkamah
Agung mengandaikan bahwa perbuatan penyertaan dalam melakukan delik
pemalsuan surat atau akta otentik benar-benar terbukti. Sebab terungkap
dalam persidangan motif Terdakwa untuk meminta bantuan kepada Abu
Hasan Hamzah agar dibuatkan Buku Nikah oleh Ismail Laitupa alias Pak
Ustad adalah untuk digunakan sebagai dasar menggugat cerai istrinya ke
Pengadilan Agama. Maka begitu, Terdakwa yaitu Ruslan Syamsiah
memenuhi unsur yang terkandung dalam Pasal 266 ayat (1) Jo. Pasal 55
KUHPidana.
Bila diperhatikan, Majelis Hakim tidak hanya menerima frasa “menyuruh
memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu
hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu.” Namun, menerima
secara keseluruhan Pasal 266 KUHPidana. Artinya, ada penerimaan unsur
lain selain frasa tersebut. Penerimaan unsur lain yang dimaksud yaitu jika
pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian. sementara, dalam alasan
kasasi Penuntut Umum, tidak pernah menyinggung tentang kerugian yang
diderita oleh Nurfaidah binti Umusagi.
Dalam hemat penulis, adanya penggalan kata “dapat” dalam pasal ini
menunjukkan bahwa delik ini merupakan delik formil yang mana cukup
dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan pada
timbulnya suatu akibat atau delik materil. Dengan kata lain, meskipun belum
timbul suatu kerugiaan, asalkan perbuatan terdakwa dianggap telah
memenuhi unsur sebelumnya maka perbuatan Terdakwa dianggap telah
terbukti memenuhi unsur ini.
Selain itu, yang menjadi perhatian penulis dalam pertimbangan hakim ini
adalah adanya kecenderungan untuk menggabungkan perbuatan pidana dan
63
pertanggungjawaban pidana. Tidak adanya penjelasan dalam pertimbangan
hakim dalam melihat nilai kepatutan yang hidup di masyarakat. Meski begitu,
hal ini dapat dimengerti, sebab pada umumnya, rumusan dalam KUHPidana
tidak memberi peluang dalam melakukan hal itu. Berdasarkan pertimbangan
ini, Majelis Hakim Mahkamah Agung memutuskan menjatuhkan pidana
penjara selama lima bulan kepada Terdakwa.
Sanksi yang diberikan oleh hakim berada di bawah sanksi maksimal yang
ditentukan dalam Pasal 266 KUHPidana yaitu pidana penjara selama tujuh
tahun. Dengan begitu, pemberian sanksi tidak dikategorikan ultra petita.
Demikianlah pandangan penulis dalam menganalisis pertimbangan Majelis
Hakim Mahkamah Agung.
Lebih lanjut, berkaca pada literatur hukum pidana Islam, perbuatan
pemalsuan merupakan perbuatan yang dapat digolongkansebagai perbuatan
dusta, penipuan dan mengelabui. Menurut Ahmad Sukarja, perbuatan
pemalsuan merupakan suatu jenis pelanggaran terhadap dua norma dasar
yaitu: pertama, kebenaran atau kepercayaan yang pelanggarannya dapat
tergolong dalam kelompok kejahatan penipuan. Kedua, ketertiban masyarakat
yang pelanggarannya tergolong dalam kelompok terhadap negara atau
ketertiban masyarakat.92
Menilik pada ketentuan jarimah, perbuatan pemalsuan tidak termasuk
dalam jarimah hudud dan juga jarimah qishas/diyat. Kedua jarimah tersebut
telah ditetapkan macam-macamnya di dalam nash, sementara pemalsuan
tidak digolongkan di dalamnya. Maka itu, perbuatan pemalsuan masuk ke
dalam jarimah ta’zir.
Ta’zir sendiri menurut istilah adalah hukuman yang ketentuannya
tidak terdapat dalam nash syariat secara jelas dan diserahkan kepada Ulil
92Ahmad Sukardja, Problematika Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008), h. 9.
64
Amri atau ijtihad hakim.93 Perbuatan pemalsuan di sini digolongkan sebagai
jarimah ta’zir secara murni. Sebab dalam ketentuannya, jarimah ta’zir dapat
berasal dari jarimah hudud danqishas, akan tetapi syarat-syaratnya tidak
terpenuhi atau terdapat syubhat seperti pencurian yang tidak mencapai nisab
atau pencurian yang dilakukan oleh keluarga sendiri. Selain itu, jarimah ta’zir
yang jenisnya terdapat di dalam nash, akan tetapi hukumnya belum
ditetapkan seperti riba, suap dan mengurangi takaran atau timbangan. Maka
itu, perbuatan pemalsuan di sini digolongkan sebagai jarimah ta’zir yang
murni sebab jenis dan hukumannya belum ditentukan oleh syara’.
Adapun sanksi bagi pelaku ta’zir, dapat dikelompokkan menjadi
empat yaitu: pertama, hukuman ta’zir yang berkaitan dengan badan seperti
hukuman mati dan hukuman jilid. Kedua, hukuman ta’zir yang berkaitan
dengan kemerdekaan seorang, seperti hukuman penjara dan hukuman
pengasingan. Ketiga, hukuman ta’zir yang berkaitan dengan harta, seperti
denda, penyitaan, perampasan harta dan penghancuran barang. Kelima,
hukuman-hukuman lain yang ditentukan oleh Ulil Amri atau ijtihan hakim
demi kemaslahatan umum.94
Namun perlu dijelaskan, bahwa dalam kasus pemalsuan surat antara
Ruslan Syamsiah dan Nurfaidah binti Umusagi yang diadili oleh Mahkamah
Agung, bukanlah suatu delik pemalsuan yang dilakukan oleh Ruslan
Syamsiah sendiri atau secara langsung. Sebab dalam pengadilan terbukti,
bahwa Ruslan Syamsiah memiliki perantaraan dalam melakukan tindak
pidana pemalsuan surat tersebut yaitu melalui Hi Abu Hasan Hamzah dan
Ismail Laitupa. Inilah yang disebut delik penyertaan.
Dalam hukum Islam, telah dikenal delik penyertaan. Dikemukakan
oleh Abdul Qodir Audah, suatu jarimah kadang dilakukan oleh individu
sendiri, kadang dilakukan oleh beberapa orang yang masing-masing individu
93Muhammad Abu Zahrah, Al-Jarimah Wal Uqubah Fi al-Fiqh Al-Islami, (Kairo: Dar Al-Fikr Al-Aarabi, 1998), h. 57.
94A. Rahman I Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 293.
65
mendapat bagian dalam pelaksanaan jarimah tersebut atau saling membantu
satu dengan yang lainnya demi terlaksananya jarimah tersebut. Istilah yang
digunakan adalah istirak fi jarimah.95 Artinya, penyertaan dalam hukum
Islam dilakukan oleh lebih dari satu orang atau sekelompok orang baik
dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung.
Dalam kasus ini, perbuatan pemalsuan surat dilakukan secara tidak
langsung (isytirak ghairu mubasyir) oleh Ruslan Syamsiah. Dalam posisi
seperti ini, menurut kalangan Mazhab Maliki, Syafi’i dan Ahmad, orang yang
menyuruh itulah yang dianggap sebagai pelaku perbuatan sebenarnya, karena
orang yang disuruh itu hanyalah alat yang digerakkan oleh si penyuruh.96
Dalam contoh kasus pembunuhan misalnya, A menyuruh B untuk memukul
C dengan pukulan yang sederhana sekedar untuk memberi jera. Kemudian
ternyata C mati karena pukulan itu. Menurut Imam Hanafi, Imam Syafi’i dan
Imam Hambali, si penyuruh bertanggungjawab terhadap pembunuhan semu
sengaja.
Adapun unsur-unsur turut berbuat tidak langsung antara lain: pertama,
adanya perbuatan yang dapat dihukum. Kedua, adanya niat dari orang yang
turut berbuat. Ketiga, cara mewujudkan perbuatan adalah dengan
mengadakan persepakatan, menyuruh dan memberi bantuan.97 Bila dianalisis
unsur-unsur ini memenuhi dalam kasus penyertaan pemalsuan surat oleh
Ruslan Syamsiah. Pertama, adanya perbuatan yang dapat dihukum, dalam hal
ini adalah perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang dilarang sebab dapat
merugikan individu atau masyarakat. Maka dengan masuknya perbuatan
pemalsuan surat dalam perbuatan ta’zirmaka sanksinya diberikan kepada Ulil
Amri atau ijtihad hakim.
Kedua, adanya niat dari Ruslan Syamsiah untuk melakukan
pemalsuan surat dibuktikan dengan adanya pengetahuan secara sadara bahwa
95Atabik Ali dan Ahmad Mudhlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika Yogyakarta, 2003), h. 131.
96Ahmad Hanafi, Azas-Azas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), h. 144.
97Ahmad Hanafi, Azas-Azas Hukum Pidana Islam, h. 145.
66
Buku Nikah yang asli ada pada istrinya yaitu Nurfaidah binti Umusagi.
Ketiga, cara mewujudkan perbuatan pemalsuan tersebut adalah dengan
menyuruh orang lain yang dalam hal ini adalah Hi Abu Hasan Hamzah dan
Ismail Laitupa.
Dengan demikian, dalam kacamata hukum pidana Islam, Terdakwa
Ruslan Syamsiah dapat dikenai sanksi yang sama dengan pelaku pelaksana
secara langsung dalam pemalsuan surat. Bila sanksi yang diberikan kepada
pelaku pelaksana secara langsung adalah pidana penjara, maka demikian pula
akan dikenakan kepada Terdakwa Ruslan Syamsiah sebagai penyuruh.
Namun begitu, hal ini dapat dilaksanakan bila locusatau tempat kejadian
perbuatan pidana masuk dalam teritori negara yang menerapkan hukum
Islam.
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada pembahasan sebelumnya, berikut dapat ditarik
kesimpulan dari pembahasan tersebut:
1. Sanksi yang dijatuhkan kepada Terdakwa yaitu Ruslan Syamsiah dalam
perbuatannya memalsukan Buku Nikah didasarkan pada Pasal 266 ayat
(1) Jo. Pasal 55 KUHPidana. Berdasar dari dua Pasal tersebut Majelis
Hakim Mahkamah Agung menganggap kualifikasinya telah terpenuhi
sehingga menjatuhkan sanksi pidana penjara selama lima bulan, dengan
ketentuan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa sebelum
putusan berkekuatan hukum tetap, dikurangkan seluruhnya dari pidana
yang dijatuhkan. Demikian ini menjadi sanksi yang dijatuhkan kepada
Terdakwa ditinjau dari hukum positif.Ditinjau dari hukum pidana
Islam, Terdakwa Ruslan Syamsiah digolongkan sebagai pelaku Ta’zir.
Sanksi bagi pelaku ta’zirberkaitan dengan kemerdekaan dan harta,
sehingga dapat dilakukan pidana pemenjaraan dan denda. Dalam hal
ini, meskipun Terdakwa Ruslan Syamsiah digolongkan sebagai pelaku
penyuruh pemalsuan surat, namun tetap dianggap sebagai pelaku secara
langsung perbuatan pidana pemalsuan surat.
2. Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam pertimbangannya
berpandangan bahwa alasan-alasan kasasi penuntut umum dapat
dibenarkan, sebab Judex Facti yang menyatakan Terdakwa tidak
terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan Penuntut Umum
kepadanya dan karenanya membebaskan Terdakwa dari dakwaan-
dakwaan Penuntut Umum tersebut dibuat berdasarkan pertimbangan
hukum yang salah dimana Judex Facti salah mempertimbangkan unsur
“Menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik
mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta
itu.” Sebab, terbukti di persidangan motif terdakwa untuk meminta
67
68
bantuan kepada Abu Hasan Hamzah agar dibuatkan Buku Nikah oleh
Ismail Laitupa adalah untuk digunakan sebagai dasar menggugat cerai
istrinya ke Pengadilan Agama. Mahkamah Agung menjatuhkan pidana
kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 5(lima)
bulan.
B. Saran
Saran yang dapat penulis utarakan dapat dibagi: Pertama, kepada seluruh
Pengadilan Negeri agar lebih memahami cara beracara dengan lebih
mendalami KUHAPidana. Sebab, terutama pada Hakim, seharusnya
mekanisme beracara menjadi basic pengetahuan yang wajib diketahui,
termasuk tentang pembuktian. Kedua, kepada masyarakat luas, agar lebih
mendalami hukum dengan dibantu dalam bentuk sosialisasi oleh pemerintah
agar lebih memahami perbuatan yang dilarang dan tentu tidak melakukan
perbuatan pidana tersebut, termasuk pemalsuan surat.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Atabik dan Mudhlor, Ahmad, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia,
(Yogyakarta: Multi Karya Grafika Yogyakarta, 2003).
Ali, Mahrus, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jogjakarta: Bumi Aksara, 2015).
Angkouw, Kevin, Fungsi Mahkamah Agung Sebagai Pengawas Internal
Tugas Hakim Dalam
Arief, Barda Nawawi, Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung: PT. Citra
Aditya Abadi, 2002).
Asshidiqie, Jimly, Menuju Negara Hukum Yang Demokratis, (Jakarta: PT.
Bhuana Ilmu Populer, 2009).
Audah, Abdul Qadir, At-Tasyri’ Al-Jina’iy Al-Islami, (Beirut: Ar-Risalah, Tt).
Bahansi, Ahmad Fathi, Al-Uqubah Fi Al-Fiqh Al-Islami, (Beirut: Dar Al-Asy,
Tt).
Bariah, Oyoh, Rekonstruksi Pencatatan Perkawinan dalam Hukum Islam,
Jurnal Ilmiah Solusi Volume I Nomor 4, 4 Desember 2014.
Bassang, Tommy J., Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Delneming,
Jurnal Lex Crimen Volume IV/Noomor 5/Juli/2015.
Bassar, M Sudrajat, Tindak-Tindak Pidana Tertentu dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana, (Bandung: CV Remadja Karya, 1986).
Chazawi, Adam, Kejahatan Mengenai Pemalsuan, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo, 2001).
69
70
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1991).
Djubaedah, Neng, Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan Tidak Tercatat
Menurut Hukum Tertulis di Indonesia dan Hukum Islam, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2010).
Doi, A. Rahman I, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah),
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002).
Effendi, Erdianto, Hukum Pidana Indonesia Suatu Pengantar, (Bandung: PT
Refika Aditama, 2011).
Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosdyakarya, 2004), h. 224.
Hakim, Rahmad, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah), (Bandung: CV
Pustaka Setia, 2000).
Hamzah, Andi, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994).
Hamzah, Andi, KUHP Dan KUHAP (Jakarta: Rineka Cipta 2016).
Hamzah, Andi, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia.(Jakarta: Pradnya
Paramita, 1993).
Hanafi, Ahmad, Azas-Azas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,
1990).
Irfan, M Nurul, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016).
71
Jaya, Nyoman Serikat Putera, Beberapa Pemikiran Ke Arah Pengembangan
Hukum Pidana, (Bandung: PT. Citra Aditya Abadi, T.tt).
Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2009).
Manan, Abdul, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta:
Kencana Prenada, 2006).
Maramis, Frans, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, (Jakarta:
Rajawali Press, 2013).
Marpaung, Leden, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika,
2005).
Moeljanto, Azas-Azas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002).
Muladi, Barda Nawawi Arif, Teori dan Kebijakan Pidana, ( Bandung:
Alumni, 1992).
Prakoso, Nurwachid, Studi Tentang Pendapat-pendapat Mengenai Efektifitas
Pidana Mati di Indonesia Dewasa Ini. (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984)
Prodjodikoro, Wirjono, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia,
(Bandung: Refika Aditama, 2003).
Proses Peradilan, Lex Administratum, Volume II, Nomor 2, April-Juni 2014.
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 256K/Pid/2015.
72
Qal’ahji, Muhammad Rawas , Ensiklopedi Fiqh Umar bin Khatab, (Jakarta:
Manajemen PT Raja Grafindo Persada, 1999).
Rahardjo, Satjipto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan
Hukum, (Jakarta: Rajawali Press, 1983).
Rahardjo, Satjipto, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis,
(Yogyakarta: Genta Publishing, T.tt).
Rancangan Undang-undang Republik Indonesia. Direktorat Jenderal
Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia, Tahun 2018
Rokhmadi, Reformulasi Hukum Pidana Islam, (Semarang: Rasail Media
Grup, 2009).
Saleh, Roeslan, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana: Dua
Pengertian Dasar dalam Hukum Pidana, (Jakarta: Aksara Baru, 1981).
Sasangka, Hari, Hukum Pembuktian dalam Perkara Perdata Untuk
Mahasiswa Dan Praktisi (Bandung: Bandar Maju, 2005).
Silaban, H.M, Kasasi Upaya Hukum Acara Pidana, (Jakarta: Sumber Ilmu
Jaya, 1997).
Skripsi Muh. Angga Wilantara, “Tinjauan yuridis TerhadapTindak Pidana
Pemalsuan surat ( Studi Kasus Putusan Nomer
847/Pid.B/2013/PN.Makasar) Universtitas Hasanudin Maksar
Soesilo, R, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-
Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor: Politea, 1995).
73
Subekti, R., Hukum Acara Perdata, (Bandung: Bina Cipta, 1978).
Sudarto, Hukum Pidana 1A- 1B, Fakultas Hukum Universitas Jenderal
Sudirman Purwokerto.
Sukardja, Ahmad, Problematikan Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2008).
Tamin, Boy Yendra, Deelneming (Penyertaan) Dalam Persitiwa Pidana:
Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP dan Penerapannya, dalam
www.boyyendratamin.com, diakses pada 28 Agustus 2018 pukul 6:26
Wib.
Ulfan, Asep Aulia dan Nugraheni, Destri Budi, Analisis Yuridis Peluang
Pencatatan Perkawinan Sebagai Rukun dalam Perkawinan Islam.
Utrecht, E., Hukum Pidana I,(Jakarta: Gunung Persada Press, 2007)
www.mahkamahagung.go.iddiakses pada tanggal 24 Juli 2018 pukul 17:35.
Zahrah, Muhammad Abu, Al-Jarimah Wa Al-Uqubah Fi al-Fiqh Al-Islami,
(Kairo: Dar Al-Fikr Al-Arabi, 1998).
Zahrah, Muhammad Abu, Al-Jarimah Wal Uqubah Fi al-Fiqh Al-Islami,
(Kairo: Dar Al-Fikr Al-Aarabi, 1998).
Zein, Muhammad dan Al-shadiq, Mukhtar, Membangun Keluarga Harmonis,
(Jakarta: Graha Cipta, 2005).
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 1 dari 24 hal. Put. No 256 K/Pid/2015
P U T U S ANNomor 256 K/Pid/2015
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESAM A H K A M A H A G U N G
memeriksa perkara pidana pada pemeriksaan tingkat kasasi telah
memutuskan sebagai berikut dalam perkara Terdakwa:
Nama : RUSLAN SYAMSIAH alias NYONG;Tempat lahir : Ternate;
Umur / tanggal lahir : 35 tahun / 16 September 1978;
Jenis kelamin : Laki-laki;
Kebangsaan : Indonesia;
Tempat tinggal : Lingkungan Skep Kelurahan Salahudin,
Kecamatan Kota Ternate Tengah;
Agama : Islam;
Pekerjaan : Wiraswasta;
Terdakwa berada di dalam tahanan:1. Penyidik, sejak tanggal 16 Juni 2014 sampai dengan tanggal 05 Juli
2014;
2. Perpanjangan penahanan oleh Penuntut Umum, sejak tanggal 06 Juli 2014
sampai dengan tanggal 14 Agustus 2014;
3. Penuntut Umum, sejak tanggal 14 Agustus 2014 sampai dengan tanggal 25
Agustus 2014;
4. Hakim Pengadilan Negeri, sejak tanggal 15 Agustus 2014 sampai dengan
tanggal 24 September 2014;
5. Perpanjangan penahanan oleh Ketua Pengadilan Negeri, sejak tanggal
25 September 2014 sampai dengan tanggal 23 November 2014;
Terdakwa diajukan di muka persidangan Pengadilan Negeri Ternate karena
didakwa:
KESATU :Bahwa ia Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong secara besama-sama
ataupun secara sendiri-sendiri dengan saksi Hi Abuhasan Hamzah dan saksi Hi
Ismail Laitupa (penuntutan dilakukan secara terpisah) pada hari yang tidak
dapat diingat lagi sekitar pada bulan Februari tahun 2014, atau setidak-tidaknya
pada suatu waktu lain dalam bulan Februari tahun 2014, yang bertempat di
rumah saksi Hi Ismail Laitupa di BTN Kelurahan Maliaro, Kecamatan Kota
Ternate Tengah atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang termasuk
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 2 dari 24 hal. Put. No 256 K/Pid/2015
daerah hukum Pengadilan Negeri Ternate, menyuruh memasukkan keterangan
palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai suatu hal yang kebenarannya
harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh
orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan
kebenaran, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian. Perbuatan
Terdakwa dilakukan dengan cara sebagai berikut :
- Bahwa bermula Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong meminta bantu
kepada saudara Hi Abuhasan Hamzah untuk membuat buku nikah dengan
alasan Terdakwa Ruslan Syamsiah alian Nyong untuk menggugat cerai istri
Terdakwa, yaitu Nurfaidah Umusagi alias Eda, kemudian Terdakwa Ruslan
Syamsiah alias Nyong memberikan identitas Terdakwa, nama orang tua
Terdakwa, hari, tanggal, tahun nikah dan tempat nikah serta nama istri
Terdakwa, yaitu Nurfaidah Umusagi alias Eda, nama orang tua istri
Terdakwa, kepada saudara Hi Abuhasan Hamzah untuk mengisi identitas di
buku nikah;
- Bahwa Terdakwa setelah menyerahkan identitas Terdakwa serta identitas
istri Terdakwa, yaitu Nurfaidah Umusagi alias Eda kepada saudara Hi
Abuhasan Hamzah kemudian Hi Abuhasan Hamzah bertemu dengan saksi
Hi Ismail Laitupa alias Pak Ustadz pada sholat maghrib di Mesjid di BTN
Kelurahan Maliaro, Kecamatan Kota Ternate Tengah, kemudian saudara Hi
Abuhasan Hamzah meminta bantu kepada saksi Hi Ismail Laitupa alias Pak
Ustadz membuatkan buku nikah keponakannya, yaitu Terdakwa Ruslan
Syamsiah alias Nyong karena Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong
sudah menikah sejak tahun 2008 belum punya surat buku nikah, kemudian
setelah sholat maghrib saksi Hi Ismail Laitupa alias Pak Ustadz pulang ke
rumah bersama saudara Hi Abuhasan Hamzah di BTN Kelurahan Maliaro,
Kecamatan Kota Ternate Tengah dan sesampai di rumah saksi Hi Ismail
Laitupa alias Pak Ustadz memberikan 1 (satu) buku nikah dalam keadaan
kosong kepada saudara Hi Abuhasan Hamzah;
- Bahwa Terdakwa mengetahi secara sadar dan pasti bahwa pada saat
meminta bantu kepada saudara Hi Abuhasan Hamzah untuk membuatkan
buku nikah, Terdakwa sudah mempunyai Buku Nikah dengan Nomor 348/
12/XII/2008, Sanana tanggal 11 Desember 2008 yang berada di istri
Terdakwa, yaitu saksi Korban Nurfaidah Umusagi alias Eda dan Terdakwa
untuk mengajukan gugatan perceraian kepada saksi Korban Nurfaidah
Umasugi alias Eda di Pengadilan Agama Ternate dengan menggunakan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 3 dari 24 hal. Put. No 256 K/Pid/2015
Buku Nikah dengan Nomor 471/20/VI/2008, Ternate tanggal 18 September
2008;
- Bahwa akibat perbuatan Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong bersama-
sama dengan saudara Hi Abuhasan Hamzah dan saksi Hi Ismail Laitupa
alias Pak Ustadz membuat surat Buku Nikah dengan Nomor 471/20/VI/
2008, Ternate tanggal 18 September 2008 telah menimbulkan kerugian
terhadap saksi Korban Nurfaidah Umasugi alias Eda secara pribadi;
Perbuatan Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong bersama-sama dengan
Hi Abuhasan Hamzah dan saksi Hi Ismail Laitupa alias Pak Ustadz
sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 266 Ayat (1) KUHPidana Jo.
Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana;
KEDUA :Bahwa ia Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong pada waktu dan
tempat sebagaimana dakwaan Kesatu di atas, telah membuat surat palsu atau
memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian
(kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan
sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan
menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-
olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau menggunakannya dapat
mendatangkan sesuatu kerugian. Perbuatan Terdakwa dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
- Bahwa bermula Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong meminta bantu
kepada saudara Hi Abuhasan Hamzah untuk membuat buku nikah dengan
alasan Terdakwa Ruslan Syamsiah alian Nyong untuk menggugat cerai istri
Terdakwa, yaitu Nurfaidah Umusagi alias Eda, kemudian Terdakwa Ruslan
Syamsiah alias Nyong memberikan identitas Terdakwa, nama orang tua
Terdakwa, hari, tanggal, tahun nikah dan tempat nikah serta nama istri
Terdakwa, yaitu Nurfaidah Umusagi alias Eda, nama orang tua istri
Terdakwa, kepada saudara Hi Abuhasan Hamzah untuk mengisi identitas di
buku nikah;
- Bahwa Terdakwa setelah menyerahkan identitas Terdakwa serta identitas
istri Terdakwa, yaitu Nurfaidah Umusagi alias Eda kepada saudara Hi
Abuhasan Hamzah kemudian Hi Abuhasan Hamzah bertemu dengan saksi
Hi Ismail Laitupa alias Pak Ustadz pada sholat maghrib di Mesjid di BTN
Kelurahan Maliaro, Kecamatan Kota Ternate Tengah kemudian saudara Hi
Abuhasan Hamzah meminta bantu kepada saksi Hi Ismail Laitupa alias Pak
Ustadz membuatkan buku nikah keponakannya, yaitu Terdakwa Ruslan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 4 dari 24 hal. Put. No 256 K/Pid/2015
Syamsiah alias Nyong karena Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong
sudah menikah sejak tahun 2008 belum punya surat buku nikah kemudian
setelah sholat maghrib saksi Hi Ismail Laitupa alias Pak Ustadz pulang ke
rumah bersama saudara Hi Abuhasan Hamzah di BTN Kelurahan Maliaro,
Kecamatan Kota Ternate Tengah dan sesampai di rumah saksi Hi Ismail
Laitupa alias Pak Ustadz memberikan 1 (satu) buku nikah dalam keadaan
kosong kepada saudara Hi Abuhasan Hamzah;
- Bahwa Terdakwa mengetahui secara sadar dan pasti bahwa pada saat
meminta bantu kepada saudara Hi Abuhasan Hamzah untuk membuatkan
buku nikah, Terdakwa sudah mempunyai Buku Nikah dengan Nomor 348/
12/XII/2008, Sanana tanggal 11 Desember 2008 yang berada di istri
Terdakwa, yaitu saksi Korban Nurfaidah Umusagi alias Eda dan Terdakwa
untuk mengajukan gugatan perceraian kepada saksi Korban Nurfaidah
Umasugi alias Eda di Pengadilan Agama Ternate dengan menggunakan
Buku Nikah dengan Nomor 471/20/VI/2008, Ternate tanggal 18 September
2008;
- Bahwa akibat perbuatan Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong bersama-
sama dengan saudara Hi Abuhasan Hamzah dan saksi Hi Ismail Laitupa
alias Pak Ustadz membuat surat Buku Nikah dengan Nomor 471/20/VI/
2008, Ternate tanggal 18 September 2008 telah menimbulkan kerugian
terhadap saksi Korban Nurfaidah Umasugi alias Eda secara pribadi;
Perbuatan Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong bersama-sama
dengan Hi Abuhasan Hamzah dan saksi Hi Ismail Laitupa alias Pak Ustadz
sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 263 Ayat (1) KUHPidana Jo.
Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana;
Mahkamah Agung tersebut ;Membaca tuntutan pidana Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri
Ternate tanggal 29 Oktober 2014 sebagai berikut :1. Menyatakan Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong telah terbukti secara
sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana “Secara bersama-sama
dengan saksi Hi Abuhasan Hamzah dan saksi Hi Ismail Laitupa membuat
surat palsu” melanggar dakwaan Kesatu Pasal 266 Ayat (1) KUHPidana
Jo. Pasal 55 Ayat (1) KUHPidana sebagaimana dalam Surat Dakwaan;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong
dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dikurangi selama Terdakwa
berada dalam tahanan sementara dan dengan perintah Terdakwa tetap
ditahan;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 5 dari 24 hal. Put. No 256 K/Pid/2015
3. Menetapkan barang bukti berupa :
- 2 (dua) buah Buku Nikah dengan Nomor 348/12/XII/2008, atas nama
suami Ruslan Syamsiah dan istri Nurfaidah Umasugi, tanggal 11
Desember 2008;
Dikembalikan kepada yang berhak, yaitu Nurfaidah Umasugi;
- 1 (satu) lembar Surat Panggilan kepada Termohon atas nama
Nurfaidah binti Umasugi dengan Nomor 63/Pid.G/2014/PA.TTE,
tanggal 25 Februari 2014;
- 1 (satu) rangkap Surat Permohonan Gugatan Cerai Talak atas nama
Pemohon Ruslan Syamsiah dan Termohon atas nama Nurfaidah
Umasugi, tanggal 17 Februari 2014;
Tetap terlampir dalam berkas perkara;
4. Menyatakan supaya Terdakwa membayar biaya perkara sebesar
Rp1.000,00 (seribu rupiah);
Membaca putusan Pengadilan Negeri Ternate Nomor 183/Pid.B/2014/PN.TTE. tanggal 17 November 2014 yang amar lengkapnya sebagaiberikut :1. Menyatakan Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong tidak terbukti secara
sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana
yang didakwakan;
2. Membebaskan Terdakwa oleh karena itu dari seluruh dakwaan tersebut;
3. Memerintahkan agar Terdakwa segera dibebaskan dari tahanan;
4. Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat
serta martabatnya;
5. Menetapkan barang bukti berupa :
- 2 (dua) buah Buku Nikah dengan Nomor 348/12/XII/2008, atas nama
suami Ruslan Syamsiah dan istri Nurfaidah Umasugi, tanggal 11
Desember 2008;
- 1 (satu) lembar Surat Panggilan kepada Termohon atas nama
Nurfaidah binti Umasugi dengan Nomor 63/Pid.G/2014/PA.TTE,
tanggal 25 Februari 2014;
- 1 (satu) rangkap Surat Permohonan Gugatan Cerai Talak atas nama
Pemohon Ruslan Syamsiah dan Termohon atas nama Nurfaidah
Umasugi, tanggal 17 Februari 2014;
Dikembalikan kepada orang atau pihak yang berhak atau pihak dari mana
barang-barang bukti tersebut disita;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 6 dari 24 hal. Put. No 256 K/Pid/2015
6. Membebankan biaya perkara kepada Negara;
Mengingat Akta Permohonan Kasasi Nomor 7/Akta.Pid/2014/PN.Tte
yang dibuat oleh Panitera pada Pengadilan Negeri Ternate yang menerangkan,
bahwa pada tanggal 27 November 2014 Penuntut Umum pada Kejaksaan
Negeri Ternate telah mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan
Pengadilan Negeri tersebut ;
Memperhatikan memori kasasi tanggal 09 Desember 2014 dari Penuntut
Umum dan membaca Akta Penerimaan Memori Kasasi Nomor 07/Akta Pid/
2014/PN. Tte dari Penuntut Umum sebagai Pemohon Kasasi yang diterima di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri Ternate pada tanggal 09 Desember 2014;
Membaca surat-surat yang bersangkutan ;Menimbang, bahwa putusan Pengadilan Negeri tersebut telah diucapkan
dengan hadirnya Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Ternate pada tanggal
17 November 2014 dan Penuntut Umum mengajukan permohonan kasasi pada
tanggal 27 November 2014 serta memori kasasinya telah diterima di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri Ternate pada tanggal 09 Desember 2014,
dengan demikian permohonan kasasi beserta dengan alasan-alasannya telah
diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara menurut undang-undang, oleh
karena itu permohonan kasasi tersebut formal dapat diterima;
Menimbang, bahwa Pasal 224 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana) menentukan bahwa terhadap putusan perkara pidana yang
diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah
Agung, Terdakwa atau Penuntut Umum dapat mengajukan permintaan kasasi
kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas;
Menimbang, bahwa akan tetapi Mahkamah Agung berpendapat bahwa
selaku Badan Peradilan Tertinggi yang mempunyai tugas untuk membina dan
menjaga agar semua hukum dan undang-undang di seluruh wilayah Negara
diterapkan secara tepat dan adil, serta dengan adanya putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 114/PUU-X/2012 tanggal 28 Maret 2013 yang menyatakan
frasa “kecuali terhadap putusan bebas” dalam Pasal 224 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,
maka Mahkamah Agung berwenang memeriksa permohonan kasasi terhadap
putusan bebas;
Menimbang, bahwa alasan-alasan kasasi yang diajukan olehPemohon Kasasi / Penuntut Umum pada pokoknya adalah sebagaiberikut:
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 7 dari 24 hal. Put. No 256 K/Pid/2015
Bahwa Pengadilan Negeri Ternate di Ternate yang telah menjatuhkan
putusan dalam perkara Ruslan Syamsiah alias Nyong yang amarnya
sebagaimana tersebut di atas, dalam memeriksa dan mengadili perkara tersebut
telah melakukan kekeliruan. Hal tersebut terbaca dalam pertimbangan hukum
dalam putusan a quo, pada halaman 6 sampai dengan halaman 9, Judex Facti
memberikan / menyajikan fakta-fakta hukum yang merupakan fakta persidangan
sebagai berikut :
1. Saksi Nurfaidah Umasugi alias Eda, di sumpah di depan persidangan pada
pokoknya menerangkan sebagai berikut :
- Bahwa saksi menikah dengan Terdakwa pada hari Sabtu, tanggal 06
September 2008 di Sanana dan memiliki Buku Nikah Nomor 348/12/XII/
2008, Sanana tanggal 11 Desember 2008 yang ditandatangani oleh
Kantor Urusan Agama (KUA) di Sanana;
- Bahwa benar kejadian pemalsuan surat, yaitu buku nikah tersebut terjadi
pada hari Selasa, tanggal 04 Februari 2014, bertempat di Kantor
Pengadilan Agama kelas 1B Ternate;
- Bahwa benar awalnya saksi tidak tahu kalau Terdakwa membuat buku
nikah palsu kemudian saksi ketahui ada surat panggilan dari Pengadilan
Agama Ternate untuk menghadiri sidang gugatan perceraian di situ baru
saksi mengetahui adanya buku nikah palsu yang dibuat oleh Terdakwa
untuk menceraikan saksi;
- Bahwa benar Terdakwa menggugat cerai di Pengadilan Agama Ternate
dengan menggunakan Buku Nikah dengan Nomor 471/20/VI/2008,
Ternate tanggal 18 September 2008 sedangkan saksi mempunyai Buku
Nikah asli yang dikeluarkan KUA di Sanana dengan Nomor 348/12/XII/
2008, Sanana tanggal 11 Desember 2008;
- Bahwa benar saksi tidak tahu alasan Terdakwa menceraikan saksi;
- Bahwa benar pada saat Terdakwa menggugat cerai saksi kondisi saksi
sedang hamil sekitar 4 (empat) bulan;
Atas keterangan saksi, Terdakwa membenarkan;
2. Saksi Hi Abuhasan Hamzah, disumpah di depan persidangan pada
pokoknya menerangkan sebagai berikut :
- Bahwa benar kejadiannya pada hari dan tanggal saksi sudah lupa tetapi
pada bulan Februari 2014, bertempat di rumah saksi Hi. Ismail Laitupa;
- Bahwa benar awalnya Terdakwa Ruslan Syamsiah meminta bantu
kepada saksi untuk membuatkan buku nikah dengan alasan Terdakwa
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 8 dari 24 hal. Put. No 256 K/Pid/2015
Ruslan Syamsiah untuk menggugat cerai istri Terdakwa, yaitu Nurfaidah
Umasugi alias Eda kemudian Terdakwa Ruslan Syamsiah memberikan
identitas Terdakwa, nama orang tua Terdakwa, hari tanggal, tahun nikah
dan tempat nikah serta nama Istri Terdakwa, yaitu Nurfaidah Umasugi,
nama orang tua istri Terdakwa kepada saksi untuk mengisi identitas di
buku nikah;
- Bahwa benar saksi bertemu dengan saksi Hi. Ismail Laitupa pada sholat
maghrib di Mesjid BTN Kelurahan Maliaro, Kecamatan Kota Ternate
Tengah kemudian saksi meminta bantu kepada saksi Hi. Ismail Laitupa
membuatkan buku nikah keponakannya, yaitu Terdakwa Ruslan
Syamsiah karena Terdakwa Ruslan Syamsiah sudah menikah sejak
tahun 2008 belum punya surat buku nikah. Kemudian setelah sholat
maghrib, saksi Hi Ismail Laitupa pulang ke rumah bersama saksi di BTN
Kelurahan Maliaro, Kecamatan Kota Ternate Tengah dan sesampainya di
rumah saksi Hi. Ismail Laitupa memberikan 1 (satu) buku nikah dalam
keadaan kosong kepada saksi;
- Bahwa benar pada saat saksi Hi. Ismail Laitupa memberikan buku nikah
kepada saksi, buku nikah tersebut sudah ditandatangani oleh saksi Hi.
Ismail Laitupa dan sudah dicap;
- Bahwa benar saksi menyuruh anak saksi untuk menulis identitas di
dalam buku nikah tersebut;
- Bahwa benar Buku Nikah tersebut dikeluarkan di Ternate dengan Nomor
471/20/VI/2008, Ternate tanggal 18 september 2008;
- Bahwa benar saksi mengetahui bahwa Terdakwa dengan saksi Korban
menikah di Sanana;
Atas keterangan saksi, Terdakwa membenarkan;
3. Saksi Hi Ismail Laitupa alias Pak Ustadz, disumpah di depan persidangan
pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :
- Bahwa benar kejadiannya terjadi pada hari dan tanggal saksi sudah lupa
tetapi pada bulan Februari 2014, bertempat di rumah saksi Hi Ismail
Laitupa;
- Bahwa benar saksi Hi Abuhasan Hamzah bertemu dengan sakai pada
sholat maghrib di Mesjid di BTN Kelurahan Maliaro, Kecamatan Kota
Ternate Tengah kemudian saksi Hi Abuhasan Hamzah meminta bantu
kepada saksi untuk membuatkan buku nikah keponakannya, yaitu
Terdakwa Ruslan Syamsiah karena Terdakwa Ruslan Syamsiah sudah
menikah sejak tahun 2008 belum punya surat buku nikah kemudian
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 9 dari 24 hal. Put. No 256 K/Pid/2015
setelah sholat maghrib saksi pulang ke rumah bersama saksi Hi
Abuhasan Hamzah di BTN Kelurahan Maliaro, Kecamatan Kota Ternate
Tengah dan sesampai di rumah, saksi memberikan 1 (satu) buku nikah
dalam keadaan kosong kepada saksi Hi Abuhasan Hamzah;
- Bahwa benar pada saat saksi memberikan buku nikah kepada saksi Hi
Abuhasan Hamzah, buku nikah tersebut sudah ditandatangani oleh saksi
dan sudah dicap;
- Bahwa benar Buku Nikah tersebut dikeluarkan di Ternate dengan Nomor
471/20/VI/2008, Ternate tanggal 18 September 2008;
Atas keterangan saksi, Terdakwa membenarkan;
Bahwa membaca fakta-fakta hukum sebagaimana dibuat Judex Facti
dengan pertimbangan-pertimbangannya tersebut, membuktikan Terdakwa
Ruslan Syamsiah alias Nyong melakukan sesuatu perbuatan, yaitu :
- Bahwa benar Terdakwa meminta bantu kepada saksi Hi Abuhasan Hamzah
membuatkan buku nikah dengan alasan Terdakwa untuk menggugat cerai
istri Terdakwa, yaitu Nurfaidah Umasugi alias Eda kemudian Terdakwa
memberikan identitas Terdakwa, nama orang tua Terdakwa, hari, tanggal,
tahun nikah dan tempat nikah serta nama istri Terdakwa, yaitu Nurfaidah
Umasugi, nama orang tua istri Terdakwa, kepada saksi untuk mengisi
identitas di buku nikah;
- Bahwa benar Terdakwa menikah dengan saksi pada hari Sabtu, tanggal 06
September 2008 di Sanana dan memiliki Buku Nikah Nomor 348/12/XII/
2008, Sanana tanggal 11 Desember 2008 yang ditandatangani oleh Kantor
Urusan Agama (KUA) di Sanana;
Bahwa apabila Judex Facti berpendapat perbuatan Terdakwa tersebut
dinilai dan dipertimbangkan oleh Judex Facti bukan sebagai suatu peristiwa /
perbuatan pidana yang dapat dipidana, maka seharusnya amar putusan Judex
Facti menyatakan bahwa Terdakwa dilepaskan dari segala tuntutan hukum
(ontslag van alle rechtsvervolging);
Bahwa berdasarkan pertimbangan / fakta hukum yang dibuat oleh Judex
Facti dalam putusan a quo sebagaimana diuraikan di atas, dapat dibuktikan
bahwa dalam cara mengadili Judex Facti telah melakukan kekeliruan dalam
menafsirkan suatu kualifikasi delik, seolah-olah delik yang didakwakan kepada
Terdakwa tidak terbukti dilakukan oleh Terdakwa padahal dalam pertimbangan
hukumnya Judex Facti sebagaimana dikutip di atas, Terdakwa terbukti ada
melakukan suatu perbuatan, yang seharusnya perbuatan yang dilakukan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 10 dari 24 hal. Put. No 256 K/Pid/2015
Terdakwa tersebut harus dipertimbangkan sebagai suatu perbuatan yang bukan
merupakan suatu peristiwa / perbuatan pidana;
Bahwa berdasarkan pertimbangan hukum tersebut, seharusnya Judex
Facti memberi putusan Terdakwa dilepaskan dari segala tuntutan hukum
(Ontslag van alle rechtsvervolging) bukan membebaskan Terdakwa dari segala
dakwaan (Vrijspraak);
Oleh karena Judex Facti dalam cara mengadili telah melakukan
kekeliruan dalam hal penjatuhan putusan sebagaimana tersebut di atas, dengan
demikian putusan Judex Facti tersebut adalah merupakan putusan pembebasan
tidak murni (Verkapte vrijspraak) atau pelepasan dari segala tuntutan hukum
yang terselubung (Bedekte ontslag van alle rechhtvervolging), sehingga
berdasarkan ketentuan Pasal 244 KUHAP, Keputusan Menteri Kehakiman
Republik Indonesia Nomor M.14-PW.07.03 Tahun 1983 tanggal 10 Desember
1983 dan Yurisprudensi, maka terhadap putusan dalam perkara Terdakwa
Ruslan Syamsiah alias Nyong yang dijatuhkan Judex Facti, dapat diajukan
permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia;
Selain aturan hukum di atas, terhadap problematika perkara berkas yang
diajukan kasasi oleh Penuntut Umum, Makhamah Konstitusi telah memberi
putusan sebagaimana dalam putusannya Nomor 114/PUU-X/2012 tanggal 28
Maret 2013, yang menyatakan frasa “kecuali terhadap putusan bebas” dalam
Pasal 244 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara
Pidana bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
Maka dengan demikian berdasarkan hukum, terhadap putusan bebas,
Jaksa Penuntut Umum dapat mengajukan upaya hukum kasasi;
Bahwa permohonan kasasi ini Penuntut Umum ajukan dengan alasan
dan dasar sebagaimana ditentukan dalam Pasal 253 Ayat (1) KUHP, yaitu
Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara Terdakwa Ruslan
Syamsiah alias Nyong tidak menerapkan peraturan hukum atau menerapkan
hukum tidak sebagaimana mestinya, yaitu dalam hal hukum pembuktian, yaitu
salah dan keliru dalam memberikan pertimbangan hukum atas tidak terbuktinya
unsur “Menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik
mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu”
dengan hanya mendasarkan bahwa jika dianalisis lebih jauh, catatan surat yang
menerangkan bahwa Terdakwa menikah dan saksi Nurfaidah binti Umasugi,
adalah suatu peristiwa yang benar-benar terjadi menurut hukum. Apabila tempat
dilangsungkannya pernikahan dan tanggal pernikahan berbeda dengan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 11 dari 24 hal. Put. No 256 K/Pid/2015
kenyataan yang sesungguhnya (dicatatan surat tertulis 11 September 2008 di
Ternate padahal seharusnya 07 September 2008 di Sanana), hal ini bukanlah
sesuatu yang prinsip karena keterangan seperti itu bukanlah dapat dibetulkan
atau diluruskan kembali di Pengadilan Agama, sekiranya hal itu dianggap
penting. Perlu dipahami, Terdakwa meminta surat pernikahannya karena dia
tidak memegang bukti apapun tentang pernikahannya, buku pernikahannya
ditahan oleh saksi pelapor, sementara kondisi sosial ekonomi Terdakwa tidak
memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk mengurus masalah hukumnya
dengan saksi pelapor / istri Terdakwa (Nurfaidah binti Umasugi). Pun jika pada
akhirnya dikembalikan kepada saksi pelapor atas semua yang dilakukan oleh
Terdakwa, jelas akan bersikap menerima Terdakwa kembali untuk hidup
bersama sebagai suami-istri dan berharap Terdakwa tidak dikenakan sanksi
apapun dalam perkara ini setelah kedua-duanya sudah rujuk. Terlepas dari itu,
setidaknya selembar surat fotokopian yang dilampirkan dalam berkas perkara
bukanlah akta otentik sebagaimana pertimbangan-pertimbangan di atas
(putusan a quo halaman 15 paragraf 3 dan 16);
Bahwa pertimbangan hukum yang dibuat Judex Facti tersebut di atas
kami Jaksa Penuntut Umum bahwa Judex Facti tidak menerapkan hukum
sebagaimana mestinya, yaitu putusan Judex Facti tidak memuat pertimbangan
yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat
pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar
penentuan kesalahan Terdakwa, sesuai Pasal 197 Ayat (1) huruf d KUHAP,
yaitu : Akta Otentik ialah akta yang dibuat oleh Pejabat Umum yang berwenang
yang memuat atau menguraikan secara otentik sesuatu tindakan yang dilakukan
atau suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh Pejabat Umum pembuat
akta itu. Pejabat Umum yang dimaksud adalah Notaris, Hakim, Juru Sita pada
suatu Pengadilan, Pegawai Pencatatan Sipil, dan sebagainya;
Suatu Akta otentik harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
1. Akta ini harus dibuat oleh atau di hadapan seorang Pejabat Umum;
2. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang;
3. Pejabat Umum oleh atau di hadapan siapa akta di buat, harus mempunyai
wewenang untuk membuat akta itu;
Bahwa Buku Nikah Nomor 471/20/VI/2008 tanggal 18 September 2008
yang dibuat di Ternate dan ditandatangani oleh saksi Hi Ismail Laitapu sehingga
saksi Hi Ismail Laitapu sudah tidak berhak yang mengeluarkan buku nikah
dikarenakan saksi Hi Ismail Laitupa menjabat Kepala Kantor Urusan Agama
Kota Ternate Tahun 2010 dan pensiun bulan Oktober tahun 2012 dan buku
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 12 dari 24 hal. Put. No 256 K/Pid/2015
nikah tersebut saksi Hi Ismail Laitupa serahkan 1 (satu) buku nikah dalam
keadaan kosong kepada saksi Hi Abuhasan Hamzah pada bulan Februari 2014
dan keterangan saksi dibenarkan oleh saksi Hi Abuhasan Hamzah dan
Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong;
Bahwa pertimbangan hukum yang dibuat Judex Facti tersebut yang
melahirkan amar putusan sebagaimana dikutip di atas adalah pertimbangan
hukum yang didasarkan pada penafsiran sempit atau kurang pertimbangan
hukumnya (onvoldoende gemotiveerd), karena Judex Facti tidak
mempertimbangkan alat bukti yang diajukan di persidangan secara utuh,
padahal seharusnya menurut Pasal 199 Ayat (1) huruf a KUHAP, terhadap
putusan bukan pemidanaan harus memuat pertimbangan yang disusun secara
ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta pembuktian yang diperoleh dari
pemeriksaan di sidang bukan langsung kepada kesimpulan dan pendapat Judex
Facti;
Bahwa berdasarkan fakta-fakta persidangan sebagaimana termuat dalam
putusan a quo, membuktikan bahwa Judex Facti sebenarnya telah memperoleh
alat bukti yang cukup dan mendukung yang berasal / bersumber dari :
1. Keterangan saksi, yaitu :
1.1. Saksi Nurfaidah Umasugi alias Eda, memberikan keterangan (putusan
a quo halaman 6 sampai dengan 7), pada pokoknya sebagai :
- Bahwa saksi menikah dengan Terdakwa pada hari Sabtu, tanggal
06 September 2008 di Sanana dan memiliki Buku Nikah Nomor
348/12/XII/2008, Sanana tanggal 11 Desember 2008 yang ditanda-
tangani oleh Kantor Urusan Agama (KUA) di Sanana;
- Bahwa benar kejadian pemalsuan surat, yaitu buku nikah tersebut
terjadi pada hari Selasa tanggal 04 Februari 2014, bertempat di
Kantor Pengadilan Agama kelas 1B Ternate;
- Bahwa benar awalnya saksi tidak tahu kalau Terdakwa membuat
buku nikah palsu kemudian saksi ketahui ada surat panggilan dari
Pengadilan Agama ternate untuk menghadiri siding gugatan
perceraian di situ baru saksi mengetahui adanya buku nikah palsu
yang dibuat oleh Terdakwa untuk menceraikan saksi;
- Bahwa benar Terdakwa menggugat cerai di Pengadilan Agama
Ternate dengan menggunakan Buku Nikah dengan Nomor 471/20/
VI/2008, Ternate tanggal 18 September 2008 sedangkan saksi
mempunyai buku nikah asli yang dikeluarkan KUA di Sanana
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 13 dari 24 hal. Put. No 256 K/Pid/2015
dengan Nomor 348/12/XII/2008, Sanana tanggal 11 Desember
2008;
1.2. Saksi Hi Abuhasan Hamzah, memberikan keterangan (putusan a quo
halaman 6 sampai dengan 7), pada pokoknya sebagai:
- Bahwa kejadiannya pada hari dan tanggal saksi sudah lupa tetapi
pada bulan Februari 2014, bertempat di rumah saksi Hi. Ismail
Laitupa;
- Bahwa benar awalnya Terdakwa Ruslan Syamsiah meminta bantu
kepada saksi untuk membuatkan buku nikah dengan alasan
Terdakwa Ruslan Syamsiah untuk menggugat cerai istri Terdakwa,
yaitu Nurfaidah Umasugi alias Eda, kemudian Terdakwa Ruslan
Syamsiah memberikan identitas Terdakwa, nama orang tua
Terdakwa, hari, tanggal, tahun nikah dan tempat nikah serta nama
Istri Terdakwa, yaitu Nurfaidah Umasugi, nama orang tua istri
Terdakwa, kepada saksi untuk mengisi identitas di buku nikah;
- Bahwa benar saksi bertemu dengan saksi Hi. Ismail Laitupa pada
sholat maghrib di Mesjid BTN Kelurahan Maliaro, Kecamatan Kota
Ternate Tengah kemudian saksi meminta bantu kepada saksi Hi.
Ismail Laitupa membuatkan buku nikah keponakannya, yaitu
Terdakwa Ruslan Syamsiah, karena Terdakwa Ruslan Syamsiah
sudah menikah sejak tahun 2008 belum punya surat buku nikah,
kemudian setelah sholat maghrib, saksi Hi Ismail Laitupa pulang ke
rumah bersama saksi di BTN Kelurahan Maliaro, Kecamatan Kota
Ternate Tengah dan sesampainya di rumah saksi Hi. Ismail Laitupa
memberikan 1 (satu) buku nikah dalam keadaan kosong kepada
saksi;
- Bahwa benar pada saat saksi Hi. Ismail Laitupa memberikan buku
nikah kepada saksi, bukku nikah tersebut sudah ditandatangani
oleh saksi Hi. Ismail Laitupa dan sudah dicap;
- Bahwa benar saksi menyuruh anak saksi untuk menulis identitas di
dalam buku nikah tersebut;
- Bahwa benar Buku Nikah tersebut dikeluarkan di Ternate dengan
Nomor 471/20/VI/2008, Ternate tanggal 18 September 2008;
- Bahwa benar saksi mengetahui bahwa Terdakwa dengan saksi
Korban menikah di Sanana;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 14 dari 24 hal. Put. No 256 K/Pid/2015
1.3. Saksi Hi Ismail Laitupa alias Pak Ustadz, memberikan keterangan
(putusan a quo halaman 8 sampai dengan 9), pada pokoknya
sebagai:
- Bahwa kejadian terjadi pada hari dan tanggal saksi sudah lupa
tetapi pada bulan Februari 2014, bertempat di rumah saksi Hi
Ismail Laitupa;
- Bahwa benar saksi Hi Abuhasan Hamzah bertemu dengan sakai
pada sholat maghrib di Mesjid di BTN Kelurahan Maliaro,
Kecamatan Kota Ternate Tengah, kemudian saksi Hi Abuhasan
Hamzah meminta bantu kepeda saksi untuk membuatkan buku
nikah keponakannya, yaitu Terdakwa Ruslan Syamsiah karena
Terdakwa Ruslan Syamsiah sudah menikah sejak tahun 2008
belum punya surat buku nikah, kemudian setelah sholat maghrib
saksi pulang ke rumah bersama saksi Hi Abuhasan Hamzah di
BTN Kelurahan Maliaro, Kecamatan Kota Ternate Tengah dan
sesampai di rumah saksi memberikan 1 (satu) buku nikah dalam
keadaan kosong kepada saksi Hi Abuhasan Hamzah;
- Bahwa benar pada saat saksi memberikan buku nikah kepada
saksi Hi Abuhasan Hamzah, buku nikah tersebut sudah
ditandatangani oleh saksi dan sudah dicap;
- Bahwa benar buku nikah tersebut dikeluarkan di Ternate dengan
Nomor 471 / 20 / VI / 2008, Ternate tanggal 18 September 2008;
2. Surat :
- 2 (dua) buah Buku Nikah dengan Nomor 348/12/XII/2008, atas
nama suami Ruslan Syamsiah dan istri Nurfaidah Umasugi, tanggal
11 Desember 2008;
- 1 (satu) lembar Surat Panggilan kepada Termohon atas nama
Nurfaidah binti Umasugi dengan Nomor 63/Pid.G/2014/PA.TTE,
tanggal 25 Februari 2014;
- 1 (satu) rangkap Surat Permohonan Gugatan Cerai Talak atas
nama Pemohon Ruslan Syamsiah dan Termohon atas nama
Nurfaidah Umasugi, tanggal 17 Februari 2014;
- 1 (satu) lembar fotokopi Buku Nikah dengan Nomor 471/20/VI/
2008, Ternate tanggal 18 September 2008 yang telah dilegalisir;
3. Keterangan Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong, memberikan
keterangan (putusan a quo halaman 9), pada pokonya sebagai :
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 15 dari 24 hal. Put. No 256 K/Pid/2015
- Bahwa benar Terdakwa menikah dengan saksi pada hari Sabtu,
tanggal 06 September 2008 di Sanana dan memiliki buku nikah
Nomor 348/12/XII/2008, Sanana tanggal 11 Desember 2008 yang
ditandatangani oleh Kantor Urusan Agama (KUA) di Sanana;
- Bahwa benar Terdakwa meminta bantu kepada saksi Hi Abuhasan
Hamzah membuatkan buku nikah dengan alasan Terdakwa untuk
menggugat cerai istri Terdakwa, yaitu Nurfaidah Umasugi alias Eda
kemudian Terdakwa memberikan identitas Terdakwa, nama orang
tua Terdakwa, hari, tanggal, tahun nikah dan tempat nikah serta
nama istri Terdakwa, yaitu Nurfaidah Umasugi, nama orang tua istri
Terdakwa kepada saksi untuk mengisi identitas di buku nikah;
- Bahwa benar alasan Terdakwa menggugat cerai saksi Korban
adalah perbuatan saksi Korban sering kasar kepada Terdakwa, yaitu
saksi si Korban sering melempar dengan parang, melempar dengan
batu, mengejar dengan pisau dan melempar dengan handphone;
- Bahwa benar Terdakwa menggugat cerai saksi Korban dalam
keadaan hamil dan gugatan cerai tersebut telah dicabut oleh saksi Hi
Ismail Laitupa;
Bahwa apabila Judex Facti dalam memberi pertimbangan hukum
mendasarkan pada alat bukti di atas sebagaimana termuat dalam putusan a quo
maka Judex Facti akan mendapatkan fakta-fakta hukum sebagai berikut :
- Bahwa Terdakwa menikah dengan saksi pada hari Sabtu tanggal 06
September 2008 di Sanana dan memiliki buku nikah Nomor 348/12/XII/
2008, Sanana tanggal 11 Desember 2008 yang ditandatangani oleh Kantor
Urusan Agama (KUA) di Sanana;
- Bahwa Terdakwa meminta bantu kepada saksi Hi Abuhasan Hamzah
membuatkan buku nikah dengan alasan Terdakwa untuk menggugat cerai
istri Terdakwa, yaitu Nurfaidah Umasugi alias Eda kemudian Terdakwa
memberikan identitas Terdakwa, nama orang tua Terdakwa, hari, tanggal,
tahun nikah dan tempat nikah serta nama istri Terdakwa, yaitu Nurfaidah
Umasugi, nama orang tua istri Terdakwa kepada saksi untuk mengisi
identitas di buku nikah;
- Bahwa benar saksi bertemu dengan saksi Hi. Ismail Laitupa pada sholat
maghrib di Mesjid BTN Kelurahan Maliaro, Kecamatan Kota Ternate Tengah
kemudian saksi meminta bantu kepada saksi Hi. Ismail Laitupa membuatkan
buku nikah keponakannya, yaitu Terdakwa Ruslan Syamsiah karena
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 16 dari 24 hal. Put. No 256 K/Pid/2015
Terdakwa Ruslan Syamsiah sudah menikah sejak tahun 2008 belum punya
surat buku nikah kemudian setelah sholat maghrib saksi Hi Ismail Laitupa
pulang ke rumah bersama saksi di BTN Kelurahan Maliaro, Kecamatan Kota
Ternate Tengah dan sesampainya di rumah saksi Hi. Ismail Laitupa
memberikan 1 (satu) buku nikah dalam keadaan kosong kepada saksi Hi
Abuhasan Hamzah;
- Bahwa pada saat saksi Hi. Ismail Laitupa memberikan buku nikah kepada
saksi Hi Abuhasan Hamzah, buku nikah tersebut sudah ditandatangani oleh
saksi Hi. Ismail Laitupa dan sudah dicap padahal Hi Ismail Laitupa sudah
pensiun PNS (Kepala Kantor Urusan Agama Kota Ternate) pada bulan
Oktober tahun 2012;
- Bahwa Terdakwa menggugat cerai di Pengadilan Agama Ternate dengan
menggunakan Buku Nikah dengan Nomor 471/20/VI/2008, Ternate tanggal
18 september 2008 sedangkan saksi mempunyai Buku Nikah aslli yang
dikeluarkan KUA di Sanana dengan Nomor 348/12/XII/2008, Sanana
tanggal 11 Desember 2008;
Bahwa apabila fakta-fakta hukum tersebut di atas, dikaitkan dengan
Pasal 188 Ayat (1) KUHAP, yang menyebutkan “Petunjuk adalah perbuatan,
kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara satu dengan
yang lain maupun dengan tindak pidana itu sediri menandakan bahwa telah
terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya”, yang selanjutnya dalam Ayat
(2) nya disebutkan : “Petunjuk sebagaimana Ayat (1) hanya dapat diperoleh dari
keterangan saksi, surat, keterangan Terdakwa”, maka dalam perkara ini
diperoleh alat bukti petunjuk berupa perbuatan, kejadian dalam diri Terdakwa
Ruslan Syamsiah alias Nyong, sebagai berikut :
1. Bahwa Terdakwa menikah dengan saksi pada hari Sabtu tanggal 06
September 2008 di Sanana dan memiliki Buku Nikah Nomor 348/12/XII/
2008, Sanana tanggal 11 Desember 2008 yang ditandatangani oleh Kantor
Urusan Agama (KUA) di Sanana;
2. Bahwa Terdakwa meminta bantu kepada saksi Hi Abuhasan Hamzah
membuatkan buku nikah dengan alasan Terdakwa untuk menggugat cerai
istri Terdakwa, yaitu Nurfaidah Umasugi alias Eda kemudian Terdakwa
memberikan identitas Terdakwa, nama orang tua Terdakwa, hari, tanggal,
tahun nikah dan tempat nikah serta nama istri Terdakwa, yaitu Nurfaidah
Umasugi, nama orang tua istri Terdakwa, kepada saksi untuk mengisi
identitas di buku nikah;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 17 dari 24 hal. Put. No 256 K/Pid/2015
3. Bahwa benar saksi bertemu dengan saksi Hi. Ismail Laitupa pada sholat
maghrib di Mesjid BTN Kelurahan Maliaro, Kecamatan Kota Ternate Tengah
kemudian saksi meminta bantu kepada saksi Hi. Ismail Laitupa membuatkan
buku nikah keponakannya, yaitu Terdakwa Ruslan Syamsiah, karena
Terdakwa Ruslan Syamsiah sudah menikah sejak tahun 2008 belum punya
surat buku nikah, kemudian setelah sholat maghrib saksi Hi Ismail Laitupa
pulang ke rumah bersama saksi di BTN Kelurahan Maliaro, Kecamatan Kota
Ternate Tengah dan sesampainya di rumah saksi Hi. Ismail Laitupa
memberikan 1 (satu) buku nikah dalam keadaan kosong kepada saksi Hi
Abuhasan Hamzah;
4. Bahwa pada saat saksi Hi. Ismail Laitupa memberikan buku nikah kepada
saksi Hi Abuhasan Hamzah, buku nikah tersebut sudah ditandatangani oleh
saksi Hi. Ismail Laitupa dan sudah dicap padahal Hi Ismail Laitupa sudah
pensuin PNS (Kepala Kantor Urusan Agama Kota Ternate) pada bulan
Oktober tahun 2012;
5. Bahwa Terdakwa menggugat cerai di Pengadilan Agama Ternate dengan
menggunakan Buku Nikah dengan Nomor 471/20/VI/2008, Ternate tanggal
18 September 2008 sedangkan saksi mempunyai Buku Nikah asli yang
dikeluarkan KUA di Sanana dengan Nomor 348/12/XII/2008, Sanana
tanggal 11 Desember 2008;
Bahwa dari bukti petunjuk tersebut di atas, jika dipertimbangkan alasan-
alasan yang menjadi dasar perbuatan tersebut dilakukan Terdakwa Ruslan
Syamsiah alias Nyong, maka diperoleh fakta hukum sebagai berikut :
1. Bahwa kejadian pada hari dan tanggalnya Terdakwa sudah lupa tetapi pada
bulan Februari 2014;
2. Bahwa Terdakwa menikah dengan saksi pada hari Sabtu, tanggal 06
September 2008 di Sanana dan memiliki Buku Nikah Nomor 348/12/XII/
2008, Sanana tanggal 11 Desember 2008 yang ditandatangani oleh Kantor
Urusan Agama (KUA) di Sanana;
3. Bahwa Terdakwa meminta bantu kepada saksi Hi Abuhasan Hamzah
membuatkan buku nikah dengan alasan Terdakwa untuk menggugat cerai
istri Terdakwa, yaitu Nurfaidah Umasugi alias Eda, kemudian Terdakwa
memberikan identitas Terdakwa, nama orang tua Terdakwa, hari, tanggal,
tahun nikah dan tempat nikah serta nama istri Terdakwa, yaitu Nurfaidah
Umasugi, nama orang tua istri Terdakwa, kepada saksi untuk mengisi
identitas di buku nikah;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 18 dari 24 hal. Put. No 256 K/Pid/2015
4. Bahwa alasan Terdakwa menggugat cerai saksi Korban adalah perbuatan
saksi Korban sering kasar kepada Terdakwa, yaitu saksi si Korban sering
melempar dengan parang, melempar dengan batu, mengejar dengan pisau
dan melempar dengan handphone;
5. Bahwa Terdakwa menggugat cerai saksi Korban dalam keadaan hamil dan
gugatan cerai tersebut telah dicabut oleh saksi Hi Ismail Laitupa;
Bahwa berdasarkan uraian tersebut dapatlah dibuktikan Terdakwa
Ruslan Syamsiah alias Nyong mengetahui secara sadar bahwa dan pasti bahwa
pada saat meminta bantu kepada saksi Hi Abuhasan Hamzah untuk
membuatkan buku nikah, Terdakwa sudah mempunyai buku nikah dengan
Nomor 348/12/XII/2008, Sanana tanggal 11 Desember 2008 yang berada di
istri Terdakwa, yaitu saksi Korban Nurfaidah Umasugi alias Eda Terdakwa untuk
mengajukan gugatan perceraian kepada saksi Korban Nurfaida Umasugi alias
Eda di Pengadilan Agama Ternate dengan menggunakan Buku Nikah dengan
Nomor 471/20/VI/2008, Ternate tanggal 18 September 2008;
Bahwa dengan apakah Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong dapat
dipertanggungjawabkan sebagai turut serta dalam membuat surat palsu
(perkara splitsing a quo atas nama Tersangka Hi Abubakar Hamzah dan
Tersangka Hi Ismail Laitupa masih dalam proses pemberkasan) dapat
dibuktikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan fakta-fakta hukum yang diuraikan di atas dan fakta hukum yang
melatarbelakangi Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong melakukan
perbuatan tersebut, dihubungkan dengan ketentuan Hoge Raad yang telah
diuraikan, maka dapat dibuktikan bahwa perbuatan Terdakwa Ruslan
Syamsiah alias Nyong melakukan tindak pidana pemalsuan surat dengan
cara Terdakwa meminta bantu kepada saksi Hi Abuhasan Hamzah untuk
membuatkan buku nikah dengan alasan Terdakwa Ruslan Syamsiah alias
Nyong untuk menggugat cerai istri Terdakwa, yaitu Nurfaidah Umasugi alias
Eda kemudian saksi Hi Abuhasan Hamzah meminta bantu kepada saksi Hi
Ismail Laitupa alias Pak Ustadz membuatkan buku nikah keponakannya,
yaitu Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong karena Terdakwa Ruslan
Syamsiah sudah menikah sejak tahun 2008 belum punya surat buku nikah,
kemudian saksi Hi Ismail Laitupa alias Pak Ustadz memberikan 1 (satu)
buku nikah yang sudah ditandatangani dan dicap tetapi di dalam buku nikah
identitas masih keadaan kosong kepada saksi Hi Abuhasan Hamzah. Bahwa
Terdakwa mengetahui secara sadar dan pasti bahwa pada saat meminta
bantu kepada saksi Hi Abuhasan Hamzah untuk membuatkan buku nikah,
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 19 dari 24 hal. Put. No 256 K/Pid/2015
Terdakwa sudah mempunyai Buku Nikah dengan Nomor 348 / 12 / XII /
2008, Sanana tanggal 11 Desember 2008 yang berada di istri Terdawa, yaitu
saksi Korban Nurfaida Umasugi alias Eda dan Terdakwa untuk mengajukan
gugatan perceraian kepada saksi Korban Nurfaida Umasugi alias Eda di
Pengadilan Agama Ternate dengan menggunakan buku nikah dengan
Nomor 471 / 20 / VI / 2008, Ternate tanggal 18 September 2008, adalah
bentuk kesengajaan yang diperlukan dan pengetahuan yang diisyaratkan
yang ada dalam diri Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong untuk turut
serta melakukan perbuatan membuat surat palsu akibat permohonan yang
diajukan Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong untuk menggugat saksi
Korban Nurfaidah Umasugi (istri Terdakwa);
Hoge Read 09 Juni 1941 : “Untuk turut melakukan diisyaratkan bahwa
semua orang yang turut melakukan
mempunyai kesengajaan yang diperlukan
dan pengetahuan yang disyaratkan “;
2. Bahwa fakta tersebut di atas juga membuktikan Terdakwa Ruslan Syamsiah
alias Nyong telah mempunyai pengetahuan dan kehendak turut serta
membuat surat palsu, dalam hal ini Buku Nikah Nomor 471 / 20 / VI / 2008,
Ternate tanggal 18 September 2008 yang ditandatangani oleh saksi Hi
Ismail Laitupa sehingga Terdakwa meminta bantu kepada saksi Hi
Abuhasan Hamzah untuk membuatkan buku nikah dengan alasan Terdakwa
Ruslan Syamsiah alias Nyong untuk menggugat cerai istri Terdakwa, yaitu
Nurfaida Umasugi alias Eda kemudian saksi Hi Abuhasan Hamzah meminta
bantu kepada Hi Ismail Laitupa alias Pak Ustadz membatkan buku nikah
keponakannya, yaitu Ruslan Syamsiah alias alias Nyong karena Terdakwa
Ruslan Syamsiah sudah menikah sejak tahun 2008 belum punya surat buku
nikah kemudian saksi Hi Ismail Laitupa alias Pak Ustadz memberikan 1
(satu) buku nikah yang sudah ditandatangani dan dicap tetapi di dalam buku
nikah identitas masih keadaan kosong kepada saksi Hi Abuhasan Hamzah.
Bahwa Terdakwa mengetahui secara sadar dan pasti bahwa pada saat
meminta bantu kepada saksi Hi Abuhasan Hamzah untuk membuatkan buku
nikah, Terdakwa sudah mempunyai Buku Nikah dengan Nomor 348 / 12 /
XII / 2008, Sanana tanggal 11 Desember 2008 yang berada di istri
Terdakwa, yaitu saksi Korban Nurfaida Umasugi alias Eda dan Terdakwa
untuk mengajukan gugatan perceraian kepada saksi Korban Nurfaidah
Umasugi alias Eda di Pengadilan Agama Ternate dengan menggunakan
Buku Nikah dengan Nomor 471 / 20 / VI / 2008, Ternate tanggal 18
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 20 dari 24 hal. Put. No 256 K/Pid/2015
September 2008, adalah bentuk kesengajaan yang diperlukan dan
pengetahuan yang diisyaratkan yang ada dalam diri Terdakwa Ruslan
Syamsiah alias Nyong untuk turut serta melakukan perbuatan membuat
surat palsu akibat permohonan yang diajukan Terdakwa Ruslan Syamsiah
alias Nyong untuk menggugat saksi Korban Nurfaida Umasugi (istri
Terdakwa);
Hoge Raad 9 Februari 1941 : “Agar seseorang dapat dinyatakan bersalah
turut melakukan haruslah diperiksa dan
terbukti bahwa pengetahuan dan kehendak
itu terdapat pada tiap-tiap pelaku”;
3. Bahwa dapat dibuktikan Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong turut serta
melakukan perbuatan membuat surat palsu dengan saksi Hi Abuhasan
Hamzah dan Hi Ismail Laitupa dengan adanya kerja sama / peranan yang
lengkap dan erat yang terdapat dalam fakta bahwa Terdakwa Ruslan
Syamsiah alias Nyong meminta bantu kepada saksi Hi Abuhasan Hamzah
untuk membuatkan buku nikah dengan alasan Terdakwa Ruslan Syamsiah
alias Nyong untuk menggugat cerai istri Terdakwa, yaitu Nurfaidah Umasugi
alias Eda, kemudian saksi Hi Abuhasan Hamzah meminta bantu kepada
saksi Hi Ismail Laitupa alias Pak Ustadz membuatkan buku nikah
keponakannya, yaitu Ruslan Syamsiah alias Nyong karena Terdakwa Ruslan
Syamsiah sudah menikah sejak tahun 2008 belum punya surat buku nikah,
kemudian saksi Hi ismail laitupa alias Pak Ustadz memberikan 1 (satu) buku
nikah yang sudah ditandatangani dan dicap tetapi di dalam buku nikah
identitas masih keadaan kosong kepada saksi Hi Abuhasan Hamzah. Bahwa
Terdakwa mengetahui secara sadar dan pasti bahwa pada saat meminta
bantu kepada saksi Hi Abuhasan Hamzah untuk membuatkan buku nikah,
Terdakwa sudah mempunyai Buku Nikah dengan Nomor 348 / 12 / XII /
2008, Sanana tanggal 11 Desember 2008 yang berada di istri Terdawa, yaitu
saksi Korban Nurfaida Umasugi alias Eda (istri Terdakwa) (perkara splitsing
a quo atas nama Tersangka Hi Abubakar Hamzah dan Terangka Hi Ismail
Laitupa masih dalam proses pemberkasan);
Hoge Raad 17 Februari 1943 : “Jika ke dua pelaku langsung bersama
melaksanakan suatu rencana dan kerja
sama adalah lengkap dan erat, maka
tidaklah penting siapa di antara mereka
yang akhirnya melakukan perbuatan
penyelesaian”;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 21 dari 24 hal. Put. No 256 K/Pid/2015
Bahwa apabila Judex Facti mempertimangkan keterangan saksi, surat,
petunjuk dan keterangan Terdakwa dan fakta hukum yang sejatinya ada dalam
pertimbangan putusan sebagaimana diuraikan di atas, kemudian dihubungkan
Hooge Raad / Yurisprudensi yang Penuntut Umum sampaikan, maka
seharusnya Judex Facti berpendapat unsur “bersama-sama atau turut serta
membuat surat palsu” telah terpenuhi dalam diri Terdakwa Ruslan Syamsiah
alias Nyong;
Bahwa berdasarkan uraian fakta-fakta hukum di atas, dapatlah dibuktikan
bahwa Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong mempunyai peranan
memalsukan surat berupa 1 (satu) lembar fotokopi Buku Nikah dengan Nomor
471 / 20 / VI / 2008 yang telah dilegalisir yang dilakukan oleh saksi Hi Abuhasan
Hamzah, saksi Hi Ismail Laitupa dan Terdakwa Ruslan Syamsiah alias Nyong
dikualifikasikan sebagai orang yang turut serta melakukan perbuatan memalsu
surat;
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan kasasi dari PemohonKasasi / Penuntut Umum tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
Bahwa alasan-alasan kasasi Penuntut Umum, dapat dibenarkan, karena
Judex Facti telah salah menerapkan hukum dalam mengadili Terdakwa.
Putusan Judex Facti (Pengadilan Negeri Ternate) yang menyatakan Terdakwa
tidak terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan Penuntut Umum
kepadanya dan karenanya membebaskan Terdakwa dari dakwaan-dakwaan
Penuntut Umum tersebut, dibuat berdasarkan pertimbangan hukum yang salah.
Judex Facti salah mempertimbangkan unsur “menyuruh memasukkan
keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang
kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu”, berdasarkan pertimbangan
sebagai berikut :
1) Judex Facti salah mempertimbangkan bukti fotokopi Buku Nikah antara
Terdakwa dan Korban Nomor 471/20/VI/2008 tertanggal 18 September
2008 “bukan” akta otentik, padahal buku / surat nikah adalah dibuat oleh
Pejabat Umum yang berwenang dan Buku Nikah berkedudukan sebagai
bukti formal adanya suatu pernikahan;
2) Judex Facti salah mempertimbangkan bahwa yang salah dalam Buku Nikah
antara Terdakwa dengan Korban hanya mengenai waktu dan tempat
pernikahan dilakukan sedangkan peristiwa hukum yang diterangkan benar
adanya (terjadi perkawinan antara Terdakwa dan Korban), maka unsur
“menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik mengenai
sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu” tidak
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 22 dari 24 hal. Put. No 256 K/Pid/2015
terpenuhi dari perbuatan Terdakwa, karena terungkap fakta di persidangan
motif Terdakwa untuk meminta bantuan kepada Abuhasan Hamzah agar
dibuatkan Buku Nikah oleh Ismail Laitupa alias Pak Ustad adalah untuk
digunakan sebagai dasar menggugat cerai istrinya ke Pengadilan Agama,
sehingga atas bantuan Abuhasan Hamzah dan Ismail Laitupa, terbitlah
buku/surat nikah yang informasinya mengenai tanggal dan tempat
diadakannya perkawinan antara Terdakwa dan Korban yang tidak benar,
sebagaimana terdapat dalam Buku/Surat Nikah Nomor 471/20/VI/2008
tertanggal 18 September 2008, yang kemudian dengan buku nikah yang
berisi informasi yang tidak benar tersebut, Terdakwa mengajukan gugatan
cerai kepada istrinya di Pengadilan Agama Ternate;
3) Bahwa Terdakwa memberikan informasi mengenai identitas Terdakwa,
nama orang tua Terdakwa, hari, tanggal dan tahun nikah, nama istri
Terdakwa dan nama orang tua istri Terdakwa, dilakukan dengan kehendak
Terdakwa sendiri (secara sadar) sedangkan Terdakwa mengetahui bahwa
buku/surat nikah yang asli ada pada istri Terdakwa, yaitu Buku Nikah/Surat
Nikah Nomor 248/12/VI/2008, Sanana, tanggal 11 Desember 2008;
4) Bahwa Terdakwa terbukti melanggar Pasal 266 Ayat (1) KUHPidana Jo.
Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana;
Bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas,
Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan kasasi dari Pemohon
Kasasi/Penuntut Umum tersebut harus dikabulkan;
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon
Kasasi/Penuntut Umum dikabulkan, maka Terdakwa harus dinyatakan bersalah
dan harus dipidana setimpal dengan perbuatannya tersebut;
Menimbang, bahwa berdasarkan alasan-alasan yang diuraikan tersebut
di atas Mahkamah Agung berpendapat, bahwa putusan Pengadilan Negeri
Ternate Nomor 183/Pid.B/2014/PN.TTE. tanggal 17 November 2014 tidak dapat
dipertahankan lagi, oleh karena itu harus dibatalkan dan Mahkamah Agung
mengadili sendiri perkara tersebut dengan amar putusan sebagaimana tertera di
bawah ini ;
Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan pidana Mahkamah Agung
akan mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang
meringankan sebagai berikut :
Hal-hal yang memberatkan :
- Perbuatan Terdakwa menimbulkan kerugian bagi Korban dan
keluarganya;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 23 dari 24 hal. Put. No 256 K/Pid/2015
Hal-hal yang meringankan :
- Terdakwa belum pernah dihukum;
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon
Kasasi / Penuntut Umum dikabulkan dan Terdakwa dinyatakan bersalah serta
dipidana, maka biaya perkara pada semua tingkat peradilan maupun pada
tingkat kasasi ini dibebankan kepada Terdakwa ;
Memperhatikan Pasal 266 Ayat (1) KUHPidana Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1
KUHPidana, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua
dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan perundang-
undangan lain yang bersangkutan;
MENGADILIMengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / PENUNTUT
UMUM PADA KEJAKSAAN NEGERI TERNATE tersebut;
Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Ternate Nomor 183/Pid.B/2014/
PN.TTE. tanggal 17 November 2014;
MENGADILI SENDIRI1. Menyatakan Terdakwa RUSLAN SYAMSIAH alias NYONG telah terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ”MEMBUATSURAT PALSU YANG DILAKUKAN SECARA BERSAMA-SAMA ”;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara selama 5 (lima) bulan;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa sebelum
putusan ini berkekuatan hukum tetap, dikurangkan seluruhnya dari pidana
yang dijatuhkan;
4. Menetapkan barang bukti berupa:
- 2 (dua) buah Buku Nikah dengan Nomor 348/12/XII/2008, atas nama
suami Ruslan Syamsiah dan istri Nurfaidah Umasugi, tanggal 11
Desember 2008;
Dikembalikan kepada yang berhak, yaitu Nurfaidah Umasugi;
- 1 (satu) lembar Surat Panggilan kepada Termohon atas nama Nurfaidah
binti Umasugi dengan Nomor 63/Pid.G/2014/PA.TTE, tanggal 25
Februari 2014;
- 1 (satu) rangkap Surat Permohonan Gugatan Cerai Talak atas nama
Pemohon Ruslan Syamsiah dan Termohon atas nama Nurfaidah
Umasugi, tanggal 17 Februari 2014;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 24 dari 24 hal. Put. No 256 K/Pid/2015
Tetap terlampir dalam berkas perkara;
5. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara pada
semua tingkat peradilan yang pada tingkat kasasi ini ditetapkan sebesar
Rp2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung
pada hari: Selasa, tanggal 12 Mei 2015 oleh Dr. Salman Luthan, S.H., M.H., Hakim
Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis,
Desnayeti M., S.H., M.H. dan Dr. H.M. Syarifuddin, S.H., M.H., Hakim-Hakim
Agung sebagai Anggota, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum
pada hari dan tanggal itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim
Anggota tersebut dan dibantu oleh Ny. Murganda Sitompul, S.H., Panitera
Pengganti dan tidak dihadiri oleh Pemohon Kasasi / Penuntut Umum dan
Terdakwa.
Ketua Majelis,ttd./ Dr. Salman Luthan, S.H., M.H.
Hakim-Hakim Anggota,ttd./ Desnayeti M., S.H., M.H.ttd./ Dr. H.M. Syarifuddin, S.H., M.H.
Panitera Pengganti,ttd./ Ny. Murganda Sitompul, S.H.
Untuk salinanMahkamah Agung RI
a.n. PaniteraPanitera Muda Pidana
(Dr. H. Zainuddin, S.H.,M.Hum.)NIP. 19581005 198403 1 001
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 24