sarah

10
SCIENTIST MUSLIM IBNU HAITSAM Disusun untuk memenuhi salah satu mata kuliah Filsafat Sains Dosen Pengampu : Dr. Irawan, S.pd., M.Hum. Oleh : Ritsa Fatimah Nurhabibah 1152070063 Sarah Nur Rahmawati 1152070067 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

Upload: islam-state-university-sunan-gunung-djati

Post on 14-Apr-2017

21 views

Category:

Education


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sarah

SCIENTIST MUSLIM

IBNU HAITSAM

Disusun untuk memenuhi salah satu mata kuliah Filsafat Sains

Dosen Pengampu :

Dr. Irawan, S.pd., M.Hum.

Oleh :

Ritsa Fatimah Nurhabibah 1152070063

Sarah Nur Rahmawati 1152070067

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

Page 2: Sarah

2016 M/ 1438 H

Page 3: Sarah

AbstrakBanyaknya warisan islam yang dapat digunakan sebagai sumber belajar bagi

peserta didik, tetapi banyak pula guru yang belum menjadikan warisan islam sebagai

sumber belajar kepada peserta didik terutama dalam mata pelajaran IPA. Dengan tujuan

untuk mengungkapkan bahwa karya temuan muslim bisa dijadikan sumber belajar IPA

agar peserta didik secara budaya lebih mengenal tentang islam. Dalam penelitiannya

menggunakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan filsafat sains.

PendahuluanSaintis-saintis muslim mengalami perkembangan yang pesat saat Dinasti

Abbasiyah pada tahun 750-1258 M. Adanya gerakan penerjemah dari Yunani, Persia,

India, China yang di pelopori oleh penguasa pada saat itu menjadi salah satu factor

berkembang pesatnya sains. Saintis pada abad ini salah satunya adalah Abu Ali

Muhammad Al Hassan ibnu Al-Haitsam atau lebih dikenal dengan panggilan Ibnu Haitsam

atau orang barat sering memanggilnya Alhazen.

Kontribusi Ibnu Haitsam dalam fisika terutama pemikirannya mengenai ilmu optik.

Saat berada di Universitas Al-Azhar, ia banyak mempelajari karya-karya ilmuwan Yunani

terkait dengan bidang optik.

Hasil PenelitianHasil pemikiran Ibnu Haitsam ini, ia peroleh saat dihukum dalam penjara. Dalam

gelapnya penjara yang tersinari oleh seberkas sinar dari atas celah, di sinilah ia mengamati

berbagai fenomena optik. Dari banyaknya buku yang telah dibuatnya, Ibnu Haitsam

memiliki sebuah buku besar yang bernama Al-Manazhir. Buku ini menjadi rujukan dasar

di bidang ilmu mata sampai abad ke-17 M sesudah diterjemahkan kedalam bahasa Latin.

Kitab Al-Manazhir merupakan penggerak di bidang ilmu mata.

Pada awalnya, masalah mata menurut bangsa Yunani meliputi dua pendapat yang

saling bertentangan. Pertama, masuk yang artinya masuknya sesuatu semisal materi ke

dalam dua kelopak mata. Kedua, menghantar yang artinya terjadinya pandangan (mata) itu

ketika menghantar sinar dari kedua mata yang dikemukakan oleh materi yang dilihat. Pada

Page 4: Sarah

waktu itu bangsa Yunani tenggelam dalam peradaban yang mengatakan bahwa mata

bekerja sebagaimana dua pendapat diatas.

Aristoteles dengan penuh kesungguhan membawa satu perincian pamungkas

tentang itu. Demikian juga dengan Euclides di sela-sela kesungguhannya, teori kedua

ilmuwan ini hanya sebatas pada penjelasan sempurna tentang mata. Mereka melupakan

unsur-unsur fisika, fisiologi, psikologi pada pandangan kasat mata. Mereka berpendapat,

pandangan mata terjadi dalam materi tipis yang penyebabnya adalah penglihatan berpijar

yang menghantar ke arahnya, yang disebabkan cahaya, bukan pandangan. Sesuatu yang

dipandang dalam sudut besar akan terlihat besar, dan pandangan yang melihat dalam sudut

kecil akan tampak kecil. Sementara itu, Bathlemus meskipun memulai tentang petunjuk

mata antara ilmu arsitektur dan ilmu fisika, dia bermasalah di akhir penelitiannya, karena

apa yang digunakannya sebatas persangkaan, Sebagai hasil temuan untuk sampai pada

realita, eksperimen kadang berlaku seiring perjalanan terhadap teori itu. (As-Sirjani, 2009)

Ibnu Haitsam mula-mula mengadakan kajian terhadap teori-teori Euclides dan

Bathlemus dalam bidang mata. Lalu Ia menjelaskan ada kesalahan pada sebagian teori-

teori itu. Di sela-sela itu, Ia menerangkan sifat rinci tentang mata dan lensa mata dengan

perantara kedua mata. Selain itu, Ia menjelaskan radiasi pecahnya cahaya sinar saat

menembus udara yang meliputi bulatan bumi secara umum serta meneliti kebalikannya

dan menjelaskan sudut-sudut susunan hal itu.

Dalam teori optik, Ibnu Haitsam juga meluruskan pemikiran Euclides dan Ptolemy.

Euclydes dan Ptolomeus berpendapat bahwa sebabnya maka kita menampak barang-

barang yang berkeliling kita adalah lantaran mata kita mengirimkan sinar kepada barang-

barang itu. Ibnu Haitsam memutar teori itu dan menerangkan bahwa bukanlah oleh karena

ada sinar yang dikirimkan oleh mata kepada barang-barang yang kelihatan itu, tetapi

sebaliknya yaitu matalah yang menerima sinar dari barang-barang itu yang lantas melalui

bagian mata yang dapat dilalui cahaya (transparant) yakni, lensa mata.

Kritik Ibnu Haitham terhadap ahli-ahli purbakala seperti Euclydes dan Ptolemeus

tentang penembusan dan perjalanan sinar itu telah menimbulkan satu “revolusi” dalam

ilmu tersebut pada masanya.

Pengaruh Ibnu Haitham dalam ilmu optik di Barat berkesan dalam karangan

Leonardo da Vinci dan tak kurang pula dalam tulisan pujangga Barat yang masyhur Yohan

Page 5: Sarah

Kepler, Roger Bacon dan lain-lain dalam Abad Pertengahan. Mereka mendasarkan teori

dan tulisan-tulisan mereka kepada terori Ibnu Haitham yang telah disalin kedalam bahasa

Latin dengan nama “Opticae Thesaurus.”

Ibnu Haitsam mengembangkan teori yang menjelaskan penglihatan menggunakan

geometri dan anatomi. Teori itu menyatakan bahwa setiap titik pada daerah tersinari oleh

cahaya, mengeluarkan sinar cahaya ke segala arah, namun hanya satu sinar dari setiap titik

yang masuk ke mata secara tegak lurus dapat dilihat. Cahaya lain mengenai mata tidak

secara tegak lurus tidak dapat dilihat. Ia menggunakan kamera lubang jarum sebagai

contoh. Kamera tersebut menampilkan sebuah citra terbaik. Ia menganggap bahwa sinar

cahaya adalah kumpulan partikel kecil yang bergerak dengan kecepatan tertentu. Ia juga

mengembangkan teori Ptolemi mengenai refraksi namun usahanya tidak dikenal di Eropa

sampai abad ke-16.

Secara eksperimental, ibnu Haitsam juga melakukan beberapa eksperimen dengan

silinder kaca yang dibenamkan ke dalam air untuk mempelajari pembiasan dan juga

menentukan kekuatan pembesaran lensa-lensa. Ia menggunakan mesin bubut untuk

membentuk lensa-lensa yang ia gunakan. Ibnu Haitsam juga mencetuskan teori lensa

pembesar. Teori itu digunakan para saintis di Italia untuk menghasilkan kaca pembesar

pertama di dunia. Teori-teori Ibnu Al-Haitsam mengenai optik selanjutnya dikembangkan

oleh Ibnu Firnas dengan membuat kacamata.

Keneranaran atau Keaslian

Berikut ini adalah penjelasan Ibnu al-Haitsam dalam Kitab al-Manazhir yang

terbukti kebenarannya berdasarkan optik modern:

“Ia menjelaskan bahwa penglihatan merupakan hasil dari cahaya menembus mata dari

benda, dengan demikian merupakan bantahan terhadap kepercayaan kuno yang

mengatakan bahwa sinar penglihatan datang dari mata.”

“Ia menunjukkan bahwa wilayah kornea mata adalah lengkung dan dekat dengan

conjunctiva/penghubung, tetapi kornea mata tidak bergabung dengan conjunctiva.”

Page 6: Sarah

“Ia menyarankan bahwa permukaan dalam kornea pada titik di mana ia bergabung dengan

foramen mata menjadi cekung sesuai dengan lengkungan dari permukaan luar. Tepi-tepi

permukaan foramen dan bagian tengah daerah kornea menjadi bahkan namun tidak satu.”

“Ia terus berupaya oleh penggunaan hiperbola dan geometri optik ke grafik dan

merumuskan dasar hukum pada refleksi/penyebaran, dan dalam atmospheric dan

pembiasan sinar cahaya. “Ia berspekulasi dalam bidang electromagnetic cahaya, yakni

mengenai kecepatan, dan perambatan garis lurus. Dia merekam pembentukan sebuah

gambar dalam kamera obscura saat gerhana matahari (prinsip dari kamera pinhole).”

“Ia menyatakan bahwa lensa adalah bagian dari mata yang pertama kali merasakan

penglihatan.”

“Ia berteori mengenai bagaimana foto dikirim melalui saraf optik ke otak dan membuat

perbedaan antara tubuh yang bercahaya dan yang tidak bercahaya.”

Selanjutnya dalam Al-Manazhir ,khususnya dalam teori pembiasan, diadopsi oleh

Snellius dalam bentuk yang lebih matematis. Tak tertutup kemungkinan, teori Newton juga

dipengaruhi oleh al-Haitsam, sebab pada Abad Pertengahan Eropa, teori optiknya sudah

sangat dikenal. Karyanya banyak dikutip ilmuwan Eropa. Selama abad ke-16 sampai 17,

Isaac Newton dan Galileo Galilei menggabungkan teori al-Haytham dengan temuan

mereka. Juga teori konvergensi cahaya tentang cahaya putih terdiri dari beragam warna

cahaya yang ditemukan oleh Newton, juga telah diungkap oleh al-Haytham abad ke-11 dan

muridnya Kamal ad-Din abad ke-14.

Ibnu Haitsam memusatkan studinya pada hukum pemantulan (reflection) dan

pembiasan (refraction) pada cermin parabola dan bola termasuk fenomena aberasi optik.

Sebuah kasus dalam cermin bola yang dipecahkan secara geometri, beberapa abad

kemudian saintis optik Huygens memecahkannya secara matematis. Dalam studi hukum

pemantulan cahaya, Ia telah memperkenalkan hukum ke-2 pemantulan, yaitu bahwa sinar

datang, garis normal dan sinar pantul berada dalam satu bidang. Sebuah hukum

pemantulan sinar yang sudah akrab di telinga kita.

Sebuah prinsip penting dari teori perambatan cahaya juga dicetuskan oleh al-

Haytham, yaitu bahwa cahaya merambat pada lintasan termudah dan tercepat, bukan

lintasan terpendek. Sebuah teori yang saat ini disematkan pada Fermat atau disebut prinsip

Fermat. Ibnu Haitsham juga menggunakan kecepatan pada bidang-persegi untuk

Page 7: Sarah

menentukan pembiasan cahaya jauh sebelum Newton yang tidak berhasil menemukannya.

Hukum ini kemudian dikenal sebagai hukum Snell hingga saat ini.

Ibnu Al-Haitsam mengembangkan teori yang menjelaskan penglihatan

menggunakan geometri dan anatomi. Teori itu menyatakan bahwa setiap titik pada daerah

tersinari oleh cahaya, mengeluarkan sinar cahaya ke segala arah, namun hanya satu sinar

dari setiap titik yang masuk ke mata secara tegak lurus dapat dilihat. Cahaya lain mengenai

mata tidak secara tegak lurus tidak dapat dilihat. Ia menggunakan kamera lubang jarum

sebagai contoh. Kamera tersebut menampilkan sebuah citra terbaik.Ibnu Al-Haitsam

menganggap bahwa sinar cahaya adalah kumpulan partikel kecil yang bergerak dengan

kecepatan tertentu. Ia juga mengembangkan teori Ptolemi mengenai refraksi namun usaha

Ibnu Al-Haitsam tidak dikenal di Eropa sampai abad ke-16.

Dalam buku paket Fisika Untuk SMA/MA Kelas X karya Joko Sumarsono pada

tahun 2009, tidak menghubungkan atau menjelaskan ilmuwan islam dengan konsep fisika

yang ada, melainkan menceritakan secara singkat William Fox Talbot sebagai pembuat

kamera modern, sedangkat penemu dari ilmu optik sendiri adalah Ibnu Haitsam.

DampakDengan tidak dijadikannya sumber belajar, saintis muslim jarang diketahui oleh

peserta didik sehingga banyak peserta didik yang tidak mengetahui mengenai saintis

muslim.