satuan acara penyuluhan penyakit kusta
DESCRIPTION
SAP KustaTRANSCRIPT
SATUAN ACARA PENYULUHAN PENYAKIT KUSTA
SATUAN ACARA PENYULUHAN PENYAKIT KUSTA
PUSKESMAS TANAH KALIKEDINDINGKEC. KENJERAN KOTA SURABAYAHari/Tanggal: Selasa, 22 November 2011
Tempat: Puskesmas Tanah Kalikedinding Kec. Kenjeran Kota Surabaya
Waktu: 08.00-09.00Sasaran : Pengunjung Puskesmas Tanah Kalikedinding Kec. Kenjeran Kota SurabayaMateri: Kusta1. Tujuan
1.1 Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah mendapatkan penyuluhan, peserta diharapkan dapat memahami dan mampu mengaplikasikan materi tentang penyakit kusta dalam kehidupan sehari-hari.
1.2 Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah mendapatkan penyuluhan peserta mampu :
a. Menyebutkan definisi kusta
b. Menyebutkan klasifikasi kusta
c. Menyebutkan penyebab kusta
d. Menyebutkan epidemiologi kusta
e. Menyebutkan penyebaran kusta
f. Menyebutkan tanda dan gejala kusta
g. Menyebutkan pencegahan kusta
h. Menyebutkan penatalaksanaan kusta
i. Menyebutkan komplikasi kusta
2. Sasaran
Pengunjung Puskesmas Tanah Kalikedinding Kec. Kenjeran Kota Surabaya.
3. Materi pembelajarana. Definisi kusta
b. Klasifikasi kusta
c. Penyebab kusta
d. Epidemiologi kusta
e. Penyebaran kusta
f. Tanda dan gejala kusta
g. Pencegahan kusta
h. Penatalaksanaan kusta
i. Komplikasi kusta4. Setting
a. Setting Waktu
Tahap WaktuKegiatan PenyebabKegiatan Peserta
Pendahuluan2 menitSosialisasi kegiatan kepada pesertaMemperhatikan
Pemasangan pengumumanMelihat dan antusias
Memastikan kontrak waktu dan tempat penyuluhanMenyetujui
3 menitMempersiapkan peserta, alat, tempat, dan materiMenunggu
Pelaksanaan3 menitPembukaan acara oleh moderator
Kontrak waktu
Maksud dan tujuan acaraMendengarkan
10 menitPenyampaian materi oleh penyaji
Pengertian hipertensi
Klasifikasi hipertensi
Penyebab hipertensi
Faktor resiko hipertensi
Gejala dan tanda-tanda hipertensi
Pencegahan hipertensi
Penatalakssanaan hipertensi
Komplikasi hipertensi
Demonstrasi senam hipertensiMendengarkan dan memperhatikan
15 menitSesi tanya jawab dipandu oleh moderatorBertanya
5 menitEvaluasi:
Menanyakan kembali kepada peserta tentang materi yang disampaikanMenjawab dan memperhatikan
Penutup2 menitPenutupMendengarkan
b. Setting tempat
6. Media1. Leaflet
2. LCD
7. Pengorganisasian1. Moderator: Ari kusumandani2. Operator: Arif Novan K.3. Penyaji
: Tuti Wijaya4. Notulen: Sisfani Mirzana5. Observer: Randy Yusuf P., Pratiwi Yuliansari6. Fasilitator:a. Suci Wulandari
b. Kartika Devi A.
c. Risa Bisaroh
d. Beny Wahyu A.
e. Fistia Nur F.
f. Prama Dharma
g. Saktya Yudha
7. Lain-lain:8. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Semua peserta hadir dalam kegiatan, minimal 10 peserta
b. Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan oleh mahasiswa
c. Pengorganisasian dilakuan 2 hari sebelum pelaksanaan
2. Evaluasi proses
a. Peserta antusias terhadap materi yang disampaikan penyaji
b. Peserta tidak meninggalkan tempat selama penyuluhan berlangsung
c. Peserta terlibat aktif dalam kegiatan penyuluhan
3. Evaluasi hasil
a. Peserta memahami materi yang disampaikanb. Ada umpan balik dari positif dari peserta Lampiran MateriLAMPIRAN MATERI
I. Definisi
Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushtha berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen.
Penyakit Hansen atau Penyakit Morbus Hansen yang dahulu dikenal sebagai penyakit kusta atau lepra adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang sebelumnya, diketahui hanya disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae, hingga ditemukan bakteri Mycobacterium lepromatosis oleh Universitas Texas pada tahun 2008, yang menyebabkan endemik sejenis kusta di Meksiko dan Karibia, yang dikenal lebih khusus dengan sebutan diffuse lepromatous leprosy. Sedangkan bakteri Mycobacterium leprae ditemukan oleh seorang ilmuwan Norwegia bernama Gerhard Henrik Armauer Hansen pada tahun 1873 sebagai patogen yang menyebabkan penyakit yang telah lama dikenal sebagai lepra. Saat ini penyakit lepra lebih disebut sebagai penyakit Hansen, bukan hanya untuk menghargai jerih payah penemunya, melainkan juga karena kata leprosy dan leper mempunyai konotasi yang begitu negatif, sehingga penamaan yang netral lebih diterapkan untuk mengurangi stigma sosial yang tak seharusnya diderita oleh pasien kusta.
Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernapasan atas; dan lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar.[5] Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif, menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak, dan mata. Tidak seperti mitos yang beredar di masyarakat, kusta tidak menyebabkan pelepasan anggota tubuh yang begitu mudah, seperti pada penyakit tzaraath.
II. Bentuk-bentuk Penyakit Kusta
Penyakit kusta terdapat dalam bermacam-macam bentuk, yakni bentuk leproma mempunyai kelainan kulit yang tersebar secara simetris pada tubuh. Untuk ini menular karena kelainan kulitnya mengandung banyak kuman. Bentuk tuber koloid mempunyai kelainan pada jaringan syaraf, yang mengakibatkan cacat pada tubuh. Bentuk ini tidak menular karena kelainan kulitnya mengandung sedikit kuman. Diantara bentuk leproma dan tuber koloid ada bentuk peralihan yang bersifat tidak stabil dan mudah berubah-ubah.
III. Penyebab Penyakit Kusta
Penyakit kusta disebabkan oleh kuman yang dimakan sebagai microbakterium, dimana microbacterium ini adalah kuman aerob, tidak membentuk spora, berbentuk batang yang tidak mudah diwarnai namun jika diwarnai akan tahan terhadap dekolorisasi oleh asam atau alkohol sehingga oleh karena itu dinamakan sebagai basil tahan asam. Selain banyak membentuk safrifit, terdapat juga golongan organism patogen (misalnya Microbacterium tubercolose, mycrobakterium leprae) yang menyebabkan penyakit menahun dengan menimbulkan lesi jenis granuloma infeksion.
IV. Epidemiologi
Penyakit ini diduga berasal dari Afrika atau Asia Tengah yang kemudian menyebar keseluruh dunia lewat perpindahan penduduk ini disebabkan karena perang, penjajahan, perdagangan antar benua dan pulau-pulau.
Berdasarkan pemeriksaan kerangka-kerangka manusia di Skandinavia diketahui bahwa penderita kusta ini dirawat di Leprosaria secara isolasi ketat. Penyakit ini masuk ke Indonesia diperkirakan pada abad ke IV-V yang diduga
dibawa oleh orang-orang India yang datang ke Indonesia untuk menyebarkan
agamanya dan berdagang.
V. Cara Penyebaran Kusta
Cara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih merupakan tanda tanya. Yang diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita, yakni selaput lendir hidung. Tetapi ada yang mengatakan bahwa penularan penyakit kusta adalah:
Melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang sudah mengering, diluar masih dapat hidup 27 x 24 jam.
Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15 tahun, keduanya harus ada lesi baik mikoskopis maupun makroskopis, dan adanya kontak yang lama dan berulang-ulang.
Klinis ternyata kontak lama dan berulang-ulang ini bukanlah merupakan faktor yng penting. Banyak hal-hal yang tidak dapat di terangkan mengenai penularan ini sesuai dengan hukum-hukum penularan seperti halnya penyakit-penyakit terinfeksi lainnya.
Menurut Cocrane (1959), terlalu sedikit orang yang tertular penyakit kusta secara kontak kulit dengan kasus-kasus lepra terbuka. Menurut Ress (1975) dapat ditarik kesimpulan bahwa penularan dan perkembangan penyakit kusta hanya tergantung dari dua hal yakni jumlah atau keganasan Mocrobakterillm Leprae dan daya tahan tubuh penderita. Disamping itu faktor-faktor yang berperan dalam penularan ini adalah :
Usia : Anak-anak lebih peka dari pada orang dewasa
Jenis kelamin : Laki-laki lebih banyak dijangkiti
Ras : Bangsa Asia dan Afrika lebih banyak dijangkiti
Kesadaran sosial :Umumnya negara-negara endemis kusta adalah negara
dengan tingkat sosial ekonomi rendah
Lingkungan : Fisik, biologi, sosial, yang kurang sehat
VI. Tanda-tanda Penyakit Kusta
Tanda-tanda penyakit kusta bermacam-macam, tergantung dari tingkat atau tipe dari penyakit tersebut. Di dalam tulisan ini hanya akan disajikan tanda-tanda secara umum tidak terlampau mendetail, agar dikenal oleh masyarakat awam, yaitu:
Adanya bercak tipis seperti panu pada badan/tubuh manusia
Pada bercak putih ini pertamanya hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin melebar dan banyak.
Adanya pelebaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus, aulicularis magnus seryta peroneus. Kelenjar keringat kurang kerja sehingga kulit menjadi tipis dan mengkilat.
Adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yarig tersebar pada kulit
Alis rambut rontok
Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leomina (muka singa)
Gejala-gejala umum pada lepra, reaksi :
Panas dari derajat yang rendah sampai dengan menggigil.
Anoreksia.
Nausea, kadang-kadang disertai vomitus.
Cephalgia.
Kadang-kadang disertai iritasi, Orchitis dan Pleuritis.
Kadang-kadang disertai dengan Nephrosia, Nepritis dan hepatospleenomegali.
Neuritis.
VII. Pencegahan Penularan Penyakit Kusta
Hingga saat ini tidak ada vaksinasi untuk penyakit kusta. Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa kuman kusta yang masih utuh bentuknya, lebih besar kemungkinan menimbulkan penularan dibandingkan dengan yang tidak utuh. Jadi faktor pengobatan adalah amat penting dimana kusta dapat dihancurkan, sehingga penularan dapat dicegah. Disini letak salah satu peranan penyuluhan kesehatan kepada penderita untuk menganjurkan kepada penderita untuk berobat secara teratur.
Pengobatan kepada penderita kusta adalah merupakan salah satu cara pemutusan mata rantai penularan. Kuman kusta diluar tubuh manusia dapat hidup 24-48 jam dan ada yang berpendapat sampai 7 hari, ini tergantung dari suhu dan cuaca diluar tubuh manusia tersebut. Makin panas cuaca makin cepatlah kuman kusta mati. Jadi dalam hal ini pentingnya sinar matahari masuk ke dalam rumah dan hindarkan terjadinya tempat-tempat yang lembab.
Ada beberapa obat yang dapat menyembuhkan penyakit kusta. Tetapi kita tidak dapat menyembuhkan kasus-kasus kusta kecuali masyarakat mengetahui ada obat penyembuh kusta, dan mereka datang ke Puskesmas untuk diobati. Dengan demikian penting sekali agar petugas kusta memberikan penyuluhan kusta kepada setiap orang, materi penyuluhan kusta kepada setiap orang, materi penyuluhan berisikan pengajaran bahwa :
a. Ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit kusta
b. Sekurang-kurangnya 80 % dari semua orang tidak mungkin terkena kusta
c. Enam dari tujuh kasus kusta tidaklah menular pada orang lain
d. Kasus-kasus menular tidak akan menular setelah diobati kira-kira 6 bulan secara teratur
e. Diagnosa dan pengobatan dini dapat mencegah sebagian besar cacat fisik
VIII. Penanggulangan Penyakit Kusta
Penanggulangan penyakit kusta telah banyak diderigar dimana-mana dengan maksud mengembalikan penderita kusta menjadi manusia yang berguna, mandiri, produktif dan percaya diri. Metode penanggulangan ini terdiri dari : metode pemberantasan dan pengobatan, metode rehabilitasi yang terdiri dari rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial, rehabilitasi karya dan metode pemasyarakatan yang merupakan tujuan akhir dari rehabilitasi, dimana penderita dan masyarakat membaur sehingga tidak ada kelompok tersendiri. Ketiga metode tersebut merupakan suatu sistem yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan.
IX. Pengobatan Penyakit Kusta
Pengobatan penyakit kusta dilakukan dengan Dapson sejak tahun 1952 di Indonesia, memperhatikan hasil yang cukup memuaskan, hanya saja pengobatan mono terapi ini sering mengakibatkan timbul masalah resistensi, hal ini disebabkan oleh karena :
Dosis rendah pengobatan yang tidak teratur dan terputus akibat dari lepra reaksi
Waktu makan obat sangat lama sehingga membosankan, akibatnya penderita makan obat tidak teratur
Selain penggunaan Dapson (DDS), pengobatan penderita kusta dapat menggunakan Lamprine (B663), Rifanficin, Prednison, Sulfat Feros dan vitamin A (untuk menyehatkan kulit yarlg bersisik). Setelah penderita menyelesaikan pengobatan MDT sesuai dengan peraturan maka ia akan menyatakan RFT (Relasif From Treatment), yang berarti tidak perlu
lagi makan obat MDT dan dianggap sudah sembuh. Sebelum penderita dinyatakan RFT, petugas kesehatan harus :
1. Mengisi dan menggambarkan dengan jelas pada lembaran tambahan RFT secara teliti.
Semua bercak masih nampak.
Kulit yang hilang atau kurang rasa terutama ditelapak kaki dan tangan.
Semua syaraf yang masih tebal.
Semua cacat yang masih ada.
2. Mengambil skin semar (sesudah skin semarnya diambil maka penderita langsung dinyatakan RFT tidak perlu menunggu hasil skin semar).
3. Mencatat data tingkat cacat dan hasil pemeriksaan skin semar dibuku register.
Pada waktu menyatakan RFT kepada penderita, petugas harus memberi penjelasan tentang arti dan maksud RFT, yaitu :
Pengobatan telah selesai.
Penderita harus memelihara tangan dan kaki dengan baik agar janga sampai luka.
Bila ada tanda-tanda baru, penderita harus segera datang untuk periksaan ulang.
X. Komplikai Penyakit Kusta
Sebagai akibat dari hal-hal tersebut diatas timbullah berbagai masalah antara lain:
1. Masalah terhadap diri penderita kusta
Pada umumnya penderita kusta merasa rendah diri, merasa tekan batin, takut terhadap penyakitnya dan terjadinya kecacatan, takut mengahadapi keluarga dan masyarakat karena sikap penerimaan mereka yang kurang wajar. Segan berobat karena malu, apatis, karena kecacatan tidak dapat mandiri sehingga beban bagi orang lain (jadi pengemis, gelandangan dsb).
2. Masalah Terhadap teluarga
Keluarga menjadi panik, berubah mencari pertolongan termasuk dukun dan pengobatan tradisional, keluarga merasa takut diasingkan oleh masyarat disekitarnya, berusaha menyembunyikan penderita agar tidak diketahui masyarakat disekitarnya, dan mengasingkan penderita dari keluarga karena takut ketularan.
3. Masalah terhadap masyarakat
Pada umumnya masyarakat mengenal penyakit kusta dari tradisi kebudayaan dan agama, sehingga pendapat tentang kusta merupakan penyakit yang sangat menular, tidak dapat diobati, penyakit keturunan, kutukan Tuhan, najis dan menyebabkan kecacatan. Sebagai akibat kurangnya pengetahuan/informasi tentang penyakit kusta, maka penderita sulit untuk diterima di tengah-terigah masyarakat, masyarakat menjauhi keluarga dari perideita, merasa takut dan menyingkirkannya. Masyarakat mendorong agar penderita dan keluarganya diasingkan.
XI. Diagnosa Penyakit Kusta
Menyatakan (mendiagnosa seseorang menderita penyakit kusta menimbulkan berbagai masalah baik bagi penderita, keluarga atapun masyarakat disekitarnya). Bila ada keraguan-raguan sedikit saja pada diagnosa, penderita harus berada dibawah pengamatan hingga timbul gejala-gejala yang jelas, yang mendukung bahwa penyakit itu benar-benar kusta. Diagnosa kusta dan kelasifikasi harus dilihat secara menyeluruh dari segi :
Klinis
Bakteriologis
Immunologis
Hispatologis
Namun untuk diagnosa kusta di lapangan cukup dengan anamnesa dan pemeriksaan klinis. Bila ada keraguan dan fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan pemeriksaan bakteriologis. Kerokan dengan pisau skalpel dari kulit, selaput lendir hidung bawah atau dari
biopsi kuping telinga, dibuat sediaan mikrokopis pada gelas alas dan diwarnai dengan teknis Ziehl Neelsen. Biopsi kulit atau saraf yang menebal memberikan gambaran histologis yang khas. Tes-tes serologik bukan treponema untuk sifilis sering menghasilkan positif palsu pada lepra.DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta, 1982.
Ditjen PPM dan PLP, Buku Pegangan Kader dalam Pemberantasan Penyakit Kusta, Jakarta, 1990.
Ditjen PPM dan PLP, Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta, Jakarta, 1996.
Kosasih, A, Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin, Kusta, FK-UI, 1988.
Ngatimin Rusli HM, Leprophobia, Majalah Kesehatan Masyarakat, Tahun XXI, Nomor 5, 1993.
Ngatimin Rusli HM, Upaya Menciptakan Masyarakat Sehat di Pedesaan, Disertasi Pascasarjana, Ujung Pandang, 1987.http://permata.or.id/id/tentang-kusta.htmlhttp://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit_HansenPenyaji
Moderator
Projector
Observer
Peserta
Peserta
Peserta
Peserta
Peserta
Peserta
Peserta
Peserta
Peserta
Peserta
Peserta
Peserta