sbm diskusi 1 mei
DESCRIPTION
tugasTRANSCRIPT
BAB VI
MODEL PEMBELAJARAN SAINS
Hakikat mengajar menurut Joyce dan Weil (1986) adalah membantu mahasiswa
memperoleh informasi, ide, kerampilan, nilai, cara berfikir, sarana untuk mengekspresikan
dirinya dan cara-cara belajar, bagaimana belajar. Tujuan jangka panjang kegiatan
pembelajaran adalah membantu mahasiswa mencapai kemampuan secara optimal untuk
dapat belajar lebih mudah dan efektif di masa datang. Untuk mencapai hal tersebut perlu
kerangka pembelajaran secara konseptual (model pembelajaran) yang menentukan
tercapinya tujuan pembelajaran. Menurut Winataputra (2001), model pembelajaran adalah
kerangka konseptual yang melukiskan prosedur, yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan
berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar
dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelqiaran. Dalam tingkatan
operasional model pembelajaran dan strategi pembelajaran sering dipertukarkan.
Ada banyak model atau strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli,
dalam usaha mengoptimalkan hasil belajar siswa, di antaranya: model pembelajaran
Kontekstual, Model Pembelajaran Kooperatif, Model Pembelajaran Quantum, Model
Pembelajaran Terpadu,
Banyaknya model atau strategi pembelajaran yang dikembangkan para pakar
tersebut tidaklah berarti semua pengajar menerapkan semuanya untuk setiap mata
pelajaran, sebab tidak semua model cocok untuk setiap topik atau mata pelajaran. Ada
beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih model/stategi pembelajaran,
yaitu: l) tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, 2) sifat bahan/materi ajar, 3) kondisi siswa
, 4) ketersediaan sarana-prasarana belajar. Lebih khusus, Killen (1988) dan Depdiknas
(2005) yang dikutip oleh Sanjaya (2006) menjelaskan ada 8 prinsip dalam memilih strategi
pembelajaran yaitu: l) berorientasi pada tujuan, 2) mendorong aktivitas siswa, 3)
memperhatikan aspek individual siswa, 4) mendorong proses interaksi, 5) menantang siswa
untuk berpikir, 6) menimbulkan inspirasi siswa untuk berbuat dan menguji, 7)
menimbulkan proses belajar yang menyenangkan, serta 8) mampu memotivasi siswa
belajar lebih lanjut.
Tidaklah setiap model atau strategi pembelajaran mampu mengembangkan 8 pinsip
penggunaan model pembelajaran. Setiap model pembelajaran memberikan tekanan pada
aspek tertentu daripada model pembelajaran lainnya. Oleh karena itu, setiap pengajar
1
dapat memilih model pembelajaran tersebut secara bergantian atau simultan sesuai dengan
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Untuk keperluan penambahan wawasan atau pemantapan para mahasiswa pada
bagian ini disajikan beberapa model pembelajaran yang dianggap penting, di antaranya:
Model Pembelajaran Kontekstual, Model Pembelajaran Kooperatif, Model Pembelajaran
Kuantum dan Model Pembelajaran Terpadu.
Pada bagian awal materi ini, disajikan model Pembelajaran Kontekstual
(constextual teaching and leaming-CTL). Konsep CTL disajikan pada bagian pertama
karena materi memayungi model pembelajaran lain yang termasuk tujuh komponen
pembelajaran CTL, yaitu: konstruktivisme (Construktivism), bertanya (questioning),
menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pcmbelajaran terpadu
(Integrated), pemodelan (modeling), dan penilaian sebenarmya (authentic assessment).
Selain itu CTL merupakan model pembelajaran yang diharapkan mampu pembelajaran
yang bermakna dan menyerungkan karena siswa belajar sesuai dengan konteksnya.
CTL adalah konsep pembelajaran yang mendorong guru umtuk menghubungkan
antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa. Dan juga mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam
kehidupan mereka sendiri-sendiri. Pengetahuan dan ketrarnpilan siswa diperoleh dari usaha
siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru ketika ia belajar.
Landasan filosofi CTL adalah kontruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan
bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan di
benak mereka sendiri. Pembelajaran berbasis CTL melibatkan tujuh komponen utama
Pada bagian kedua, disajikan model Pembelajaran Kooperatif. Pembelajaran
Kooperatif dalam CTL merupakan salah satu komponen untuk menciptakan masyarakat
belajar (learning community). Selain itu pada beberapa tahun terakhir yaitu pada euforia
reformasi ini konflik sosial, konflik politik, dan kekerasan sosial banyak dan mudah
terjadi di masyarakat kita. Banyaknya kondisi konflik ini menunjukkan rendahnya sikap
tanggungjawab, belum berkembangnya sikap demokratis, kurang sikap saling menghargai
perbedaan dari warga masyarakat. Salah satu penyebab kondisi tersebut adalah kurang
terinternalisasinya nilai-nilai kehidupan sosial dan belum berkembangnya keterampilan
sosial warga masyarakat. Agar keterampilan sosial ini betul-betul dimiliki oleh siswa maka
dalam pembelajaran IPS maka aspek keterampilan sosial ini harus dibelajarkan melalui
kebiasaan dan latihan yang intensif di sekolah. Untuk keperluan ini diperlukan model /
strategi pembelqiaran yang mendukung berkembangnya ketrampilan sosial siswa sekaligus
2
aspek kognitif. Salah satu model pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan
aspek ketrampilan sosial sekaligus aspek kogritif dan apek sikap siswa adalah Model
Koopemtif (Cooperative Learning). Pada bagian ini diuraikan tentang pengertian, elernen-
elemen pembelajaran kooperatifl beberapa tipe dalam model kooperatif dan contoh
skenario pembelajaran kooperatif
Menurut Lie (2004: 27) pembelajaran kooperatif menciptakan interaksi yang asah,
asih,dan asuh sehingga tercipta masyarakat belajar (Learning community). siswa tidak
hanya belajar dari guru, tetapi juga dari sesama siswa. Pembelajaran kooperatif adalah
suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Elemen-
elemen itu adalah (l) saling ketergantungan positif; (2)interaksi tatap muka; (3)
akuntabilitas individual, dan (4) ketrampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi
atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan.
Pada bagian ketiga disajikan model Pembelajaran Kuantum. Model ini disajikan
sebagai salah satu model yang dapat dipilih guru agar pembelajaran dapat berlangsumg
secara menyenangkan (enjoyful leaming). Pembelajaran kuantum sesungguhnya
merupakan rarnuan atau rakitan dari.berbagai teori atau pandangan psikologi
kognitif dan pemrograman neurologi/neurolinguistik yang jauh sebelumnya sudah
ada. Di samping itu, ditambah dengan pandangan-pandangan pribadi dan temuan-
temuan empiris yang diperoleh De Porter ketika mengembangkan konstruk awal
pembelajaran kuantum. Hal ini diakui sendiri oleh De Porter dalam Quantum Leaming
(1999:16), dia mengatakan: Quantum Learning menggabungkan sugestologi, teknik
pemercepartan belajar, dan NLP dengan teori, keyakinan, dan metode kami sendiri.
Termasuk di antaranya konsep-konsep kunci dari berbagai teori dan strategi belajar yang
lain, seperti: l) Teori otak kanan/kiri, 2) Teori otak triune (3 in l), Pilihan modalitas (visual,
auditorial, dan kinestetik), Teori kecerdasan ganda, Pendidikan holistik, Belajar
berdasarkan pengalaman, Belajar dengan simbol, Belajar dengan simulasi/permainan
Ada beberapa karakteristik umum menurut De Porter yang tampak
membentuk sosok pembelajaran kuantum; l) berpangkal pada psikologi kognitif, 2) lebih
bersifat humanistis, manusia selaku pembelajar menjadi pusat perhatiannya 3) lebih
bersifat konstruktivis(tis), bukan positivistis-empiris, behavioristis, dan atau
maturasionistis, 4) memadukan (mengintegrasikan), menyinergikan, dan
mengelaborasikan faktor potensi-diri manusia selaku pembelajar dengan lingkungan
(fisik dan mental) sebagai konteks pembelajaran., 5) memusatkan perhatian pada
interaksi yang bermutu dan berrnakna, bukan sekadar transaksi makna, 6)
3
menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi, 7)
menekankan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajararu bukan keartifisialan
atau keadaan yang dibuat-buat, 8) menekankan kebermaknaan. dan kebermutuan
proses pembelajaran, 9) memadukan konteks dan isi pembelajaran, l0) memusatkan
perhatian pada pembentukan keterampilan akademis, keterampilan hidup, dan
prestasi fisikal atau material, 1l) menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian
penting dalam proses pembelajaran, 12) mengutamakan keberagaman dan
kebebasan, bukan keseragaman dan ketertiban, 13) mengintegrasikan totalitas tubuh
dan pikiran dalam proses pembelajaran.
Pada bagian ke empat disajikan Model Pembelajaran Terpadu. Model Terpadu
ini penting disajikan, karena dalam Peraturan Pemerintah No 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi, IPS dan IPA merupakan mata pelajaran di SMP yang harus disajikan secara
terpadu. Namun penerapan model pembelajaran terpadu tersebut menemui banyak
hambatan di lapangan, sebab memberi beban berat bagi guru IPS dan IPA. Hal ini
disebabkan: l) semua guru IPS dan IPA di SMP tidak ada yarrg berlatar belakang
Pendidikan IPS/IPA, tetapi hanya berlatar belakang salah satu pendidikan IPS/IPA
yaitu: ( sarjana pendidikan Sejarah, sarjana pendidikan Ekonomi, dan sarjana pendidikan
Geografi, sarjana pendidikan Fisika, sarjana pendidikan Biologi, sarjarna pendidikan
Kimia), sehingga materi ajar yang dikuasai guru hanyalah materi salah satu dari
rumpun IPS/IPA tersebut; 2) selama kuliah para guru belum diajarkan mengenai
bahan ajar dengan model terpadu. Pada materi ini diuraikan tentang pengertian
pembelajaran model terpadu, kelebihan kelebihannya model-modelnya langkah-langkah
penerapannya serta contoh skenario model pemlelajaran terpadu.
Model pembelajaran Terpadu menurut Ujang Sukandi, dkk (2001: 3)
pengajaran terpadu pada dasarnya sebagai kegiatan mengajar dengan memadukan
beberapa mata pelajaran dalam satu tema. Dengan demikian, pelaksanaan kegiatan
belajar-mengajar dengan cara ini dapat dilakukan dengan mengajarkan beberapa materi
pelajaran disajikan tiap pertemuan.
Menurut Anitah (2003:16-17), pembelajaran terpadu mempunyai banyak
keuntungan dan kelebihan: l) dapat meningkatkan kedalaman dan keluasan dalam
belajar, 2) memberikan kesadaran metakognitif kepada pembelajar, 3) memudahkan
pembelajar untuk memahami alasan mengerjakan sesuatu yang dikerjakan, 4) hubungan
antara isi dan proses pembelajaran menjadi lebih jelas, 5) transfer konsep antar isi bidang
studi lebih baik.
4
Menurut Forgaty (1991:5): Ada 10 model yang dapat dikembangkan dalam
model pembelajaran terpadu, yaitu: l) Fragmented model, 2) Connected model, 3)
Nested model, 4) Sequenced model, 5) Share model, 6) webbed model, 7) Threathed
model, 8) Networked model, 9) Immersed model, I0) Integrated model. Kesepuluh model
pembelajaran terpadu tersebut merupakan suatu kontinum dari model yang tepisah sampai
model dengan keterpaduan yang komplek. Dari sepuluh model tersebut menurut Hamid
(1997: 112) dapat direduksi menjadi 4 model.
Manfaat dari materi ini bagi para mahasiswa adalah:
1. Menambah khiazanah pengetahuan tentang berbagai model pembelajaran inovatif
menuju pelaksanaan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif' efektif, dan menyenangkan
(PAIKEM).
2. Memilih dan menerapkan model-model pembelajaran yang tepat untuk mengoptimal
hasil belajar siswa
3. Memberikau bekal bagi para mahasiswa agar dapat menerapkan dan mengembangkan
berbagai model pembelajaran baru yang cocok dengan pembelajaran Sains.
4. Memberikan berbagai alternatif tindakan pembelajaran dalam mengembangkan
pembelajaran Sains melalui penelitian tindakan kelas.
Setelah mengikuti perkuliahan dan mempelajari materi ini para mahasiswa
diharapkan dapat menguasai dan menerapkan model-model pembelajaran ini sesuai dengan
berbagai situasi pembelajaran yang akan dikelola sehari-hari, serta mengembangkannya
lebih lanjut agar dapat memberikan layanan pembelajaran optimal bagi siswa.
5
5.1. MODEL PEMBELAJARAN KONSTEKTUAL
l. Pengertian Pembelajaran Konstektual.
Pembelajaran konstektual (constextual teaching and leaming- CTL) menurut
Nurhadi (2003) adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan
antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa. Dan juga mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya
dalam kehidupan mereka sendiri-sendiri. Pengetahuan dan keterampilan siswa
diperoleh dari usaha siswa mengkontruksi sendirri pengetahuan dan keterampilan
baru ketika ia belajar. Sedangkan menurut Johnson (2002), CTL adalah sebuah proses
pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi
akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek
akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks
keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini, sistem
tersebut meliputi tujuh komponen berikut : membuat keterkaitan-keterkaitan yang
bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur
sendiri, melakukan kerja sama, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang,
berpikir kritis dan kreatif untuk mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan
penilaian autentik.
2 Landasan Filosofis Model Pembelajaran Kontekstual.
Para pendidik yang menyetujui pandangan ilmu pengetahuan bahwa alam scmesta
itu hidup, tidak diam, dan alam semesta ditopang oleh tiga prinsip saling ketergantungan,
diferensiasi, dan organisasi diri, harus menerapkan pandangan dan cara berpikir baru
mengenai pembelajaran dan pengajaran.
Menurut Johnson (2004) tiga pilar dalam system CTL, yaitu:
l) CTL mencerminkan prinsip kesaling-tergantungan. Saling ketergantungan
mewujudkan diri, misalnya ketika para siswa bergabung untuk memecahkan masalah
dan ketika para guru mengadakan pertemuan dengan rekannya. Hal ini tampak jelas
ketika subjek yang berbeda dihubungkan, dan ketika kemitraan menggabungkan
sekolah dengan dunia bisnis dan komunitas.
6
2) CTL mencerminkan prinsip diferensiasi. Diferensiasi menjadi nyata ketika CTL
menantang para siswa untuk saling menghormati keunikan masing-masing untuk
menghormati perbedaan-perbedaan, untuk menjadi kreatif, untuk bekerja sama, untuk
menghasilkan gagasan dan hasil baru yang berbeda dan untuk menyadari bahwa
keragaman adalah tanda kemantapan dan kekuatan.
3) CTL mencerminkan prinsip pengorganisasian diri. Pengorganisasian diri terlihat
ketika para siswa mencari dan menemukan kemampuan dan minat mereka sendiri yang
berbeda mendapat manfaat dari umpan balik yang diberikan oleh penilaian autentik,
mengulas usaha-usaha mereka dalam tuntunan tujuan yang jelas dan standar yang
tinggi,dan berperan serta dalam kegiatan-kegiatan yang berpusat pada siswa, yang
membuat hati mereka bernyanyi.
Landasan filosofi CTL adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang
menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus
mengkonstruksi pengetahuan di benak mereka sendiri. Pengetahuan tidak dapat
dipisah-pisahkan rnenjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi
mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan. Konstruktivisme berakar pada
filsafat pragmatisme yang digagas oleh John Dewey pada awal abad ke 20, yaitu sebuah
filosofi belajar yang menekankan pada pangembangan minat dan pengalaman siswa
Anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan
lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajari bukan hanya mengetahuinya.
Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti hanya berhasil dalam
kompetensi "mengingat'' jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan
persoalan dalam kehiduapan jangka panjang.
Dengan pendekatann kontekstual (CTL) proses pembelaiaran diharapkan
berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa untuk bckerja dan mengalami, bukan
transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada
hasil. Dalam konteks itu siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, mereka
dalam status apa dan bagaiman mencapainya. Mereka akan menyadari bahwa yang mereka
pelajari berguna bagi hidupnya. Dengan demikian mereka belajar yang berguna bagi
hidupnya. Dengan demikian mereka memposissikan dirinya yang memerlukan suatu
bekal untuk hidupnya nanti. Mereka mempelajari sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan
berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru sebagai pengarah dan
7
pembimbing. Untuk menciptakan kondisi tersebut diperlukan sebuah sfrategi belajar baru
yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan
siswa menghafal fakta-fakta, tetapi scbuah strategi yang mendorong siswa
mengkontruksi pengetahuan di benak rnereka sendiri. Melalui strategi CTL, siswa
diharapkan belajar mengalami bukan rnenghafal.
3. Komponen Model Pembelajar CTL
Pembelajaran berbasis CTL menurut Sanjaya (2004), melibatkan tujuh komponen
utama pembelajaran, yakni: konstruktivimisme (Construkvis;n), bertanya (questioning),
menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling),
dan penilaian sebenamya (authentic assessment).
Konstruksivisme adalah proses membangun dan menyusun pengetahuan baru
dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut kontruktivisme,
pengetahuan mendorong berasal dari luar, tetapi dikonstruksi oleh dalam diri seseorang.
Oleh sebab itu, pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting yaitu: objek yang
menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterpretasi objek
tersebut. Asumsi ini melandasi CTL. Pembelajaran melalui CTL pada dasamya
mendorong agar siswa bisa mengkontruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan dan
pengalaman nyata yang dibangun oleh individu sipembelajar.
Bertanya adalah bagian inti belajar dan menemukan pengetahuan. Dengan
adanya keingintahuanlah pengetahuan selalu dapat berkembang. Dalam pembelajaran
model CTL guru tidak menyampaikan informasi begitu saja tetapi memancing siswa
dengan bertanya agar siswa dapat menemukan jawabannya sendiri. Dengan demikian
pengembangan ketrampilan guru dalam bertanya sangat diperlukan. Hal ini penting karena
pertanyaan guru menjadikan pembelajaran lebih produktif, yaitu berguna untuk:
l) menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan pelajaran
2) membangkitkan motivasi siswa untuk belajar.
3) merangsang keinginantahuan siswa terhadap sesuatu.
4) memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan.
5) membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.
8
Inkuiri, artinya proses pembelajaran yang didasarkan pada pencairan dan
penemuan melalui proses berfikir secara sistematis. Secara umum proses inkuiri
dapat dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu: l) merumuskan masalah, 2)
mengajukan hipotesis, 3) mengumpulkan data, 4) menguji hipotesis, 5) membuat
kesimpulan. Penerapan asas inkuiri pada CTL dimulai dengan adanya masalah yang jelas,
yang ingin dipecahkan dengan cara mendorong siswa untuk menemukan masalah sampai
merumuskan kesimpulan. Asas-asas menemukan dan berfikir sistematis, akan dapat
menumbuhkan sikap ilmiah, rasional, sebagai dasar pembentukan kreativitas.
Masyarakat Belajar (learning community) didasarkan pada pendapat Vygotsky,
bahwa pengetahuan dan pengaelaman anak banyak dibentuk oleh komunikasi dengan
orang lain. Permasalahan tidak mungkin dipecahkan sendiri, tetapi membutuhkan
bantuan orang lain untuk saling membutuhkan. Dalam model CTL hasil belajar
dapat diperoleh dari hasil sharing dengan orang lain, teman, antar kelompoh sumber
lain dan bukan hanya guru. Dengan demikian asas masyarakat belajar dapat diterapkan
melalui belajar kelompok, dan sunber-sumber lain dari luar yang dianggap tahu tentang
sssuatu yang menjadi fokus pernbelajaran.
Pemodelan (modellimg adalah proses pembelajaran dengan memperagakan
suatu contoh yang dapat ditiru oleh siswa. Sebagai contoh, membaca berita, membaca
“lafal bahasa" mengoperasikan instrumen memerlukan contoh agar siswa dapat
mengerjakan dengan benar. Dengan demikian modelling merupakan asas penting
dalam pembelajaran melalui CTL, karena melalui CTL siswa dapat terhindar dari
verbalisme atau pengetahuan yang bersifat teoritis-abstrak. Perlu juga dipahami
bahwa modelling tidak terbatas dari guru saja tetapi dapat juga memanfaatkan siswa atau
sumber lain yang mempunyai pengalaman atau keahlian.
Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajarinya
dengan cara mengurutkan dan mengevaluasi kembali kejadian atau peristiwa
pembelajaran telah dilaluinya untuk mendapatkan pemahaman yang dicapai, baik
yang bernilai positif atau tidak bernilai (negatif). Melalui refleksi siswa akan dapat
memperbaharui pengetahuan yang telah dibentuknya serta menambah khazanah
pengetahuannya.
Penilaian nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan
informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini
9
diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak; penilaian ini
berguna untuk rnengetahui apakah pengalaman belajar mempunyai pengaruh positif
terhadap pekembangan siswa baik intelektual, mental, maupun psikomotorik.
Pembelajaran CTL lebih menekankan pada proses belajar daripada sekedar hasil belajar.
Oleh karena itu, penilaian ini dilakukan terus-menerus selama kegiatan pembelajaran
berlangsung, dan dilakukan secara terintregasi.
Dalarn CTL keberhasilan pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh perkembangan
kemampuan intelektual saja, akan tetapi perkembangan seluruh aspek.
4. Pola / skenario Pembelajaran Kontekstual.
Contoh-contoh berikut menunjukkan beraneka macam cara yang dilakukan oleh
guru-guru di kelas untuk menghubungkan mata pelajaran akademik dengan kontels siswa
itu sendiri. Mereka menunjukkan bahwa pengaitan-pengaitan yang dilakukan dalam CTL
cocok diterapkan mulai dari sekolah dasar hingga universitas.
a) Contoh-Contoh Pengaitan dalam CTL di Kelas.
1) Di kelas yang sudah tinggi para guru mendorong siswa untuk membaca, menulis,
dan berpikir secara kritis dengan meminta mereka untuk memfokuskan pada
persoalan-persoalan kontoversial di lingkungan atau masyarakat mereka. Kelas
dibagi menjadi empat atau lima kelompok. Setiap kelompok memilih sebuah
persoalan kontroversial dan menelitinya. Mereka melakukan penelitian di
perpustakaan, melakukan survei lapangan, dan mewawancarai pejabat setempat
mengenai persoalan yang sedang diteliti.
Mereka menyajikan penemuan-penemuan dalam bentuk presentasi disertai foto,
gambar, diagram, dan grafik. Mereka menyampaikan penemuan-penemuan tersebut
di depan khalayak yang terdiri dari teman sekelas dan para orang tua.
2) Seorang guru ilmu pengetahuan sosial di sekolah menengah, meminta tim yang
terdiri dari dua siswa secara bergiliran untuk menentukan pembicara tamu mana
yang akan bersedia menjelaskan topik yang sedang mereka pelajari tentang
bencana alam Gempa dan Tsunami. Siswa yang mendapatkan giliran untuk mencari
pembicara tamu harus menelepon pembicara tersebut, menentukan tanggalnya
10
manyambut pembicara tersebut di pintu sekolah pada hari H, dan menulis ucapan
terima kasih sesudah acara selesai.
3) Di sebuah kelas IPS membahas tentang pariwisata siswa diminta untuk membahas
potensi pariwisata di wilayahnya dengan berbagai sudut pandang dan ide-idenya
dari mulai potensi daya tarik obyek wisata, analisis ekonomi, analisis budaya,
model promosi serta pola pengembangannya sampai membuat brosur perjalanan
dan paket wisata.
4) Sebuah simulasi yang diadakan oleh sebuah sekolah menengah mengenai kejadian-
kejadian yang memicu Perang Dunia II meminta para siswa untuk membentuk
kelompok yang mewakili Serbia, Inggris, Austria, Hungaria, Jerman, Rusia dan
Prancis. Setiap kelompok mengangkat seorang menteri luar negeri, seorang wakil
menteri, dan seorang asisten menteri. Tugas mereka adalah bertemu dan berunding
mencari upaya untuk menghindari, yang akan terjadi. para siswa mempelajari situasi
dunia sebelum pecahnya perang, memeriksa tujuan dari setiap negara dan
mempelajari dampak sekutu atas dimulainya Perang Dunia I.
5) Seorang guru Matematika memberikan tugas kepada siswanya tentang kegiatan di
masa datang serta cara "Menabung untuk Masa pensiun”,: Ada dua rumus: yaitu
menentukan jumlah uang yang akan didapatkan setelah seseorang menabung dalam
jangka waktu tertentu ditambah bunga; rumus yang lain menentukan total uang
yang akan diterima setelah seseorang melakukan pembayaran dalam satu periode
waktu tertentu. para siswa kemudian diminta untuk menghitung dan membandingkan
berbagai macam rencana pensiun menggunakan dua rumus tersebut. para siswa
harus membuat rencana pensiun berdasarkan data terkini. Mereka belajar
"prosentase, evaluasi rumus, pemecahan masalah, penukaran uang" dengan
menggunakan kalkulator grafik dan lembar kerja komputer. Para siswa melihat
perbedaan jumlah uang apabila program pensiun dimulai lebih awal.
5. Langkah-Langkah Pembelajaran CTL.
Secara sederhana langkah penerapan CTL dalam kelas secara garis besar adalah
sebagai berikut:
11
a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja
sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan
ketrampilan barunya.
b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
c. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
d. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok- kelompok)l
e. Hadirkan model sebagai contoh pmbelajaran !
f. Lakukan refleksi di akhir pertemuan !
g. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara !
Ciri kelas yang menggunakan pendekatan kontekstual:
a. Pengalaman nyata.
b. Kerja sama saling menunjang.
c. Gembira, belajar dengan bergairah
d Pembelajaran terintegrasi.
e. Menggunakan berbagai sumber.
f. Siswa aktif dan kritis.
g. Menyenangkan, tidak membosankan
h. Sharing dengan teman
i. Guru kreatif.
12
Contoh skenario pembelajaran Kontekstual untuk Ilmu Alam/Sains.
13
Pengorganisasian : kelompok kecil 4-5 orang
Pertemuan I : Menyelidiki perubahan air menjadi uap dan kembali lagi menjadi air
1. Tanya jawab tentang terjadinya hujan.
2, Penjelasan menggunakan alat.
3. Melakukan kegiatan percobaan.
4. Mengamati & melaporkan hasil percobaan.
5. Menyimpulkan hasil kegiatan.
6. Memberi contoh terapan dalam kehidupan sehari-hari.
Petemuan II : Menyelidiki wujud lilin yang diapanaskan kemudian didinginkan
l. Tanya-jawab tentang terjadinya perubahan wujud pada lilin.
2. Penjelasan pengguanaan alat.
3. Melakukan kegiatan percobaan.
4. Mengamati & melaporkan hasil percobaan.
5. Menyimpulkan hasil kegiatan.
6. Memberi contoh terapan dalam kehidupan sehari-hari.
Alat & Bahan :
l. Air, lilin, korek api.
2. Kompor/pemanas, cawan.
Penilaian:
1. Penilaian tertulis ( mengenal perubaban wujud, mengenali benda yang berubah wujud dapat kembali ke wujud semula)
2. Kinerja ( mengamati kinerja siswa dau melakukan percobaan)
3. Produk ( merancang dan membuat alat penyulingan air).
5.2. MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF.
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif.
Pembelajaran kooperatif (Cooperative learning) adalah model pembelajaran yang
berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimal-
kan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.
2. Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif
Manusia memiliki derajat potensi, latar belakang histories serta harapan masa
depan yang berbeda-beda- Karcna perbedaan itu, oanusia dapat saling asah, asih, dan
asuh (saling mencerdaskan). Pembelajaran kooperatif menciptakan intemksi yang asal asih
dan asuh sehingga tercipta masyarakat belajar (learning community). Siswa tidak hanya
belajar dari guru tetapi juga dari sesama siswa.
Pembelajaran kooperatif adalah peinbelajaran yang secara sadar dan sengaja
mengenbangkan interaksi yang saling asuh untuk menghindari ketersinggungan dan
kesalah pahaman yang dapat menimbulkan permusuhan sebagai latihan hidup di
masyarakat.
3. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif.
Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya tedapat elemen-
elemen yang saling terkait. Elemen-elemen pembelajamn kooperatif menurut Lie (2004)
adalah (l) saling ketergantungan positif, (2) interaksi tatap muka, (3) akuntabilitas
individual, dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan
sosial yang secara sengaja diajarkan.
a) Saling ketergantungan positif.
Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan susasana yang mendorong agar
siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan inilah yang
dimaksud dengan saling ketergantungan positif saling ketergantungan dapat dicapai
melalui: (a) saling ketergantungan mencapai tujuan, (b) saling ketergantungan
menyelesaikan tugas, (c) saling ketergantungan bahan atau sumber, (d) saling
ketergantungan peran, (e) saling ketergantungan hadiah;
14
b) Interaksi tatap muka.
Interaksi tatap muka akan memaksa siswa saling tatap muka dalam kelompok
sehingga mereka dapat berdialog. Dialog tidak hanya dilakukan dengan guru.
Interaksi semacam itu saogat penting karena siswa merasa lebih mudah belajar dari
sesarnanya.
c) Akuntabilitas individual.
Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Penilaian
ditunjukkan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara
individual. Hasil penilaian secara individual selanjutnya disanpaikan oleh guru kepada
kelompok agar semua anggota kelompok mcngetahui siapa anggota kelompok yaug
memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan. Nilai kelompok
didasarikan atas rata-rata hasil belajar semua anggotanya karena itu tiap anggota
kelompok harus mcmberikan sumbangan demi kemajuan kelompok. Penilaian kelompok
yang didasarkan atas rata-rata penguasaan scmua anggota kelompok secara individual ini
yang dimaksud dengan akuntabilitas individual.
d) Ketrampilan me4ialin hubungan antar pribadi.
Keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman mengkritik
ide dan bukar mengkritik teman, berani menpertahankan pikiran logis, tidak mendominasi
orang lain mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar
pribadi (interpersonal relationship) tidak hanya diasumsikan, tetapi secara sengaja
diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi akan memperoleh
teguran dari guru juga dari sesama siswa-
4. Perbedaan antara Pembelajaran Kooperatif dengan Pembelajaran Tradisional.
Dalam pembelajaran traadisional dikenal pula belajar kelompok meskipun
demikian, ada sejumlah esensial antara kelompok belajar kooperatif dengan kelompok
belajar tradisional. Perhatikan Tabel berikut:
Ketompok Belajar Kooperatif. Kelompok Belajar Tradisional
Adanya saling ketergantungan positif,
saling membantu dan saling memberikan
Guru sering membiarkan adanya siswa yang
mendominasi kelompok atau menggantung-
15
motivasi sehingga ada intenksi promotif. kan diri pada kelompok.
Adanya akuntabilitas individual yang
mengukur penguasaan materi pelajaran tiap
anggota ketompok. Kelompok diberi urnpan
balik tentang hasil belajar pala anggotanya
sehirgga dapat saling mengetahui siapa yang
memerlukan bantuan.
Akuntabilitas individual sering diabaikan
sehingga tugas-tugas sering diborong oleh
salah seorang anggota kelompok sedangkan
anggota kelompok lainnnya hanya enak-enak
saja di atas keberhasilan temannya yang
dianggap 'pemborong'.
Kelompok belajar heterogen, baik dalam
kemampuan akademik, jenis kelarnin, ras,
etnik, dan sebegainya sehingga dapat saling
mengetahui siapa yang memedukan bantuan
dan siapa yang dapat memberikan bantuan..
Kelompok belajar biasanya homogen.
Pimpinan kelompok dipilih secara
demokratis atau bergilir untuk mernberikan
pengalaman memimpin bagi para anggota
kelompok.
Pemirnpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-rnasing.
Keterampilan sosial yang diperlukan dalam
kerja gotong-royong seperti kepemimpinan
kemampuan berkomunikasi, mempercayai
orang lain. dan mengelola konflik secara
langsung diajarkan.
Ketrampilan sosial sering tidak diajarkan secara langsung
Pada saat belajar kooperatif sedang
berlangsung, guru terus melakukan
pemantaun melalui obsewasi dan melakukan
intervensi jika terjadi masalah dalam kerja
sama antar anggota kelompok.
Pemantauan melalui observasi dan
intewensi sering dilakukan oleh guru pada
saat belajar kelompok sedang berlangsung.
Guru memperhatikan secara langsung proses
kelompok yang terjadi dalam kelompok-
kelompok belajar.
Curu sering tidak memperhatikan proses
kelompok yang terjadi dalam kelompok-
kelornpok belajar.
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian Penekunan sering hanya pada penyelesaian
16
tugas tetapi juga hubugan interpersonal
(hubungan antar pribadi yang saling
menghargai)
tugas.
5. Keutungan Penggunaan Pembelajaran Kooperatif
Ada banyak nilai pembelajaran kooperatif dikenbangkan.
Berikut beberapa keuntungannya :
l. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.
2. Memugkinkan pan siswa saling belajar mengenai sikan, keuzmpilan, infonnasi, perilaku
sosiat, dan pandangan-pandangan.
3. memudahkan siswa melakukan peoyesuaian sosial.
4. memugkinkan terbentuk dal berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen
5. menghilangkan sifat memetingkan diri sendiri atau egois
6. membangun persahabatar yang dapat berlanjut hinggga masa dewasa
7. berbagai ketrampilan sosial yang diperlukan unnrk memcliham hubungan saling
membutuhkan dapat diajarkan dan dipmktekkan
8. medngkatkan rasa saling percaya kepada sesatna maousia
9, rneningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif.
10. meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik
11. meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis
kelamain, nomal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama dan orientasi tugas.
6. Beberapa Tipe Pembelajaran Kooperatif.
Berikut ini disajikan empat tipe dalam pembelajaran kooperatif
a. Tipe STAD (Student Achievemen Divisions)
Tipe STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan-kawan dari universitas John
Hopkins. Tipe ini dipaudang paling sederhana dan paling langsung dari pendekatan
17
penbelajaran kooperatif para guru menggunakan tipe STAD untuk mengajarkan
informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu, baik melalui penyajian verbal
maupun tetulis.
Langkahnya:
1) Para siswa di dalan kelas dibagi nenjadi b€berapa kelompom atau tirn, masing-
masing terdiri atas 4 atau 5 anggota kelompok. Tiap Tim memiliki anggota yang
heterogen, baik jenis kelamin, ras, etnik, maupun kemampuan (tinggi, sedang,
rendah).
2) Tiap anggota tim menggunakan lembar kerja akademik dan kemudian saling
membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi antar
sesama anaggota tim.
3) Sccara individual atau tim, tiap minggu atau tiap dua minggu guru mengevaluasi
untuk mengetahui penguasaan mercka terhadap bahan akademik yang telah
dipelajari.
4) Tiap siswa dan tiap tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, dan
kepada siswa secara individu atau tim yang meraih prestasi tinggi atau
memperoleh skor sempuma diberi penghargaan. Kadang-kadang beberapa atau
semua tim memperoleh penghamgaan jika mampu meraih suatu kiteria atau
standar tertentu.
b. Tipe Jigsaw.
Pembelajaran kooperatif Tipe ini dikembangkan oleh Elliot Aronson dan kawan-
kawan dari Universitas Texas; dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan kawan-kawan
melalui Pembelajaran kooperatif Tipe Jingsaw.
Langkabnya:
1) Kelas dibagi nenjadi beberapa tim yang anggotanya terdid 5 atau 6 siswa dengan
karaktelistik yang heterogen.
2) Bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks; dan setiap siswa
bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik te6ebut.
18
3) Para anggota dari beberapa tim yang berbeda memiliki tanggung-jawab untuk
mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya bcrkumpul untuk
saling membantu mengkaji bagiao bahan tersebut. Kumpulan siswa semacarn itu
disebut kelompok pakar (expert group).
4) Selanjutnya para siswa yang berada dalam kelompok pakar kernbali ke kelompok
semula (home teams) untuk mengajar anggota lain, mengenai rnateri yang telah
dipelajari dalam kelompok pakar.
5) Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam "home teams", para siswa dievaluasi
secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari. Dalam metode Jigsaw wsi
Slavin, pemberian skor dilakukan seperti dalam tipe STAD. Indiividu atau tim yang
memperoleh skor tinggi diberi penghargaan oleh guru.
c. Tipe GI (group Investigation)
Dasar-dasar metode GI dirancang oleh Herbert Thelen, selanjutnya diperluas dan
diperbaiki oleh Shavin dan kawan-kawan dari univesitas Tel Aviv. Metode GI sering
dipandang sebagai merode yang paling kompleks dan paiing sulit untuk dilaksanakan dalam
pembelajaran kooperatif.
Dibandingkan dengan tipe STAD dan Jigsaw, tipe CI melibatkan siswa sejak perencanaan,
baik dalam menentukan ropik mauputr cara mtuk mempelajarinya melalui investigasi.
Tipe ni metruntut siswa untuk kemanpuan yang baik daalm berkomunikasi maupun
kehampilan proses merniliki kelompok (group process skills). Para guru yang
mengguakan tipe GI umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang
beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan karaktedstik yang heterogen,
Pembagian kelompok dapat juga didasarkan alas kesenangan berteman atau kesamaan
minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari
mengikuli investigasi mendalam terbadap berbagai subtopik yang telah dipilih kenudian
menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhn ' Deslcripsi
mengenai langkah-langkah tipe GI adalah sebagai bedkut :
1) Seleksi Topik.
19
Para siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang
biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru para siswa diorgnisasikan menjadi
kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented group) yang
beranggotakan 2 hingga 6 orang. Kornposissi kelompok bersifat heterogen baik dalam
jenis kelamin, etnik, maupun kemampuan akademik.
2) Merencanakan Kerja sama.
Para siswa dan guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus tugas, dan
tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih
seperti langkah di atas
3) lmplementasi
Para siswa melaksanakan rcncana yang telah dirumuskan pada langkah
sebelumrya. Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan ketrampilan dengaa
variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik
yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti
kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan
4) Analisis dan Sintesis.
Para siswa menganalisis dan mensistemasikan berbagai informasi yang diperoleh
pada langkah sebelumnya dan merencakan peringkasan dalam suatu penyajian yang
menarik di depan kelas
5) Penyajian hasil akhir.
Semua kelompok menyajikan presentasi yang menarik dari berbagai topik yang
telah dipelajari agar semua siswa terlibat dan mencapai prespektif yang luas mengenai
topik tersebut . Presentasi kelompok dikoordinasikan guru.
6) Evaluasi selanjutnya.
Guru beserta para siswa melakukan evaluasi mengenai konstribusi tiap kelompk
terhadap pekerjaan kelas sebagai suatau keseluruh:an. Evaluasi dapat mencakup tiap
siswa scara individual atau kelompok atau keduanya.
d. Tipe Struktural.
20
Tipe ini dikembangkan oleh Spencer Kagan dan kawan-kawan. Meskipun memilki
banyak kesamaan dengan tipe laimya tipe struktural menekankan pada stuktur-struktur
khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interkasi siswa. Berbagai struktur
tersebut dikembangkan oleh Kagan dengao maksud menjadi altenatif dari berbagai
struktur kelas yang lebih tradisional, seperti metode resitasi, yang ditandai dengan
pengajuan pertanyaan oleh guru kepada seluruh siswa dalam kelas dan para siswa
memberikan jawaban setelah lebih dahulu mengangkat tangan dan ditunjuk oleh guru.
Struktur-stmktur Kagan mengheudaki agar para siswa bekerja sama saling bergantung
dalam kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Ada struktur yang memiliki
tujuan umum untuk meningkatkan penguasaan isi akademik dan ada pula struktur
tujuannya untuk mengajarkan keterampilan sosial. Beberapa teknik dari tipe struktural,
antara lain: Mencari Pasangan, Bertukar Pasangan , Berkirim Soal.
Contoh-contoh teknik pembelajaran tipe Struktural
l) Mencari Pasangan
a) Pengertian.
Teknik belajar mengajar mencari pasangan (Make a Manch) dikembangkan oleh
Larana Curran (1994). Salah satu keunggulan tekaik ini adalah siswa mencari pasangan
sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.
Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia
anak didik.
b) Langkah teknik mencari pasangan.
(l) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang
mungkin cocok untuk sesi review (persiapan menjelang tes atau ujian)
(2) setiap siswa mendapat satu buah kartu
(3) setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartumya.
Misalnya, pemegang kartu yang bertuliskan Lina akan berpasangan dengan
pemegang kartu PERU Atau pemegang kartu yang berisi nama KOFI ANNAN akan
berpasangan dengan pemegang kartu SEKRETARIS JENDERAL PBB.
21
(4) Siswa bisa juga bergabung dengan dua atau tiga siswa lain yang mcmegang kartu
yang cocok. Misalnya pemegang kartu 3+9 akan membentuk kelompok dengan
pemegang karnr 3x4 dan 6x2.
(5) Dalam setiap para siswa mendiskusikan menyelesaikan tugas secara bersama-sama.
(6) Presentasi hasil kelompok atau kuis.
2. Bertukar Pasangan.
a) Pcngertian.
Teknik belajar-mengajar Bertukar Pasangan memberi kesempatan siswa untuk
bekerja sarna dengan orang lain. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran
dan untuk semua tingkatan usia anak didik.
b) Lrngkah-langkahnya:
(a) Setiap siswa mendapatkan satu pasangan (guru bisa menunjukkan pasangannya atau
siswa melakukan prosedur / teknik mencari pasangan seperti yang dijelaskan di
depan.
(b) Guru rnemberikan tugas dan siswa mer.gerjakan tugas dengan pasangannya.
(c) Setelah selesai, setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan yang lain.
(d) Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan. Masing-masing pasangan yang baru
ini kemudian saling menanyakan dan mengukutan jawaban mereka.
e) Teman baru yang didapatkan dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan pada
pasangan semula.
3.Berkirim Salam dan Soal.
a) Pengertian.
Teknik belajar mengajar berkirim salam dan soal memberi siswa kesempatan untuk
melatih pengetahuan dan keterampilan mereka. Siswa membuat pertanyaan sendiri
sehingga akan merasa lebih terdorong untuk belajar dan menjawab pertanyaan yang
dibuat oleh teman{eman sekelasnya.
22
Kegiatan berkirim salam dan soal cocok untuk persiapan menjelang tes dan ujian.
Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata Pelajaran dan unturk semua tingkatan usia
didik.
b) Langkah teknisnya.
(a) Guru mcmbagi siswa dalam kelompok berempat dalam kelompok berempat. dan setiap
Kelompok diiugaskan untuk menuliskan beberapa pertanyaan yang akan dikirim ke
kelompok lain Guru bisa mengawasi dan menbantu nremililt soal-soal yang cocok
(b) Kemudian. masing-masing kelompok mengirimkan satu orang utusan yang akan
menyampaikan salam dan soal tiari keiompoknya (salam kelompok yang bisa disertai
sorak kelompok
(c) Setiap kelompok mengerjakan soal kiriman dari kelompok lain
(d) Setelah selesai, jawaban masing-masing kelompok dicocokan dengan jawaban
kelompok yang membuat soal
Variasi:
Jika tugas yang dikerjakan cukup sulit, siswa yang bisa membentuk kelompok para
ahli, siswa berkumpul dengan siswa lain yang mendapatkan bagian yang sama dari
kelompok lain Mereka bekerja sama mempelajari/mengerjakan bagian tersebut,
kemudian masing-masing siswa kembali ke kelompoknya sendiri dan membagikan apa
yang telah dipelajarinya kepada rekan-rekan dalam kelompoknya.
23
4) Bercerita Berpasangan.
a) Pengertian.
Teknik mengajar bercerita berpasangan (Paired-Story telling) dikcmbangkan
sebagai pendekatan interaktif antara siswa, pengajar,dan bahkan pclajaran (Lie,1994).
Teknik ini bisa digunakan dalam pengajaran membaca menulis, mendengarkan ataupun
berbicara. Teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan dan
berbicara. Pendekatan ini bisa pula digunakan dalam berbagai mata pelajaran seperti ilmu
pengetahuan sosial, agama dan bahasa. Bahan mata pelajaran yang paling coccok
digunakan dengan tcknik ini adalah bahan yang bersifat naratif dan deskiptif. Namun hal
ini, tidak nrcnutup kemungkinan dipakainya bahan-bahan yang lainnya.
Pada teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pcngalaman
siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih
bemakna. Dalam kegiatan ini siswa dirangsang untuk mengembalikan kemampuan berpikir
dan berimajinatif. Buah pemikiran mereka akan dihargai sehingga siswa merasa makin
terdorong untuk belajar. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana
gotong royong dan mernpunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan
meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Bercerita berpasangan bisa digunakan untuk
semua tingkatan usia anak didik.
b) Langkah Pembelajalarannya.
(1) Pengajar membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi dua bagian
(2) Sebelum bahan pelajaran diberikan, pengajar memberikan pengenalan mengenai topik
yang akan dibahas dalam bahan pelajaran unluk hari itu. Pengajar bisa menuliskan topik
dipapan tulis dan menanyakan apa yang siswa ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan
brainstorming ini dimnaksudkan untuk mengaktifkan skemata siswa agar lebih siap
menghadapi bahan pelajaran yang baru. Dalam kegiatan ini, pengajar perlu menekankan
bahwa memberikan tebakan yang benar bukanlah tujuarmya, yang lebih penting adalah
kesiapan mereka dalam mengantisipasi bahan pelajaran yang akan diberikan hari itu
(3) siswa dipasangkan.
(4) Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama sedangkan siswa yang
kedua menerima bagian yang kedua.
(5) Kemudian siswa disuruh membaca atau mendengarkan (dalam pelajaran di
laboratorium bahas bagian mereka masing-masing.
24
(6) Sambil membaca/mendengarkan siswa disuruh mencatat dan mendaftar beberapa
kata/frase kunci yang ada dalam bagian masing-masing. Jumlah kata/frasa bisa
disesuaikan dengan panjangnya teks bacaan.
(7) Setelah selesai membaca siswa saling menukar daftar kata/frasa kunci dengan
pasangan maslnq-maslng bagian.
(8) Sambil mengingat-ingat/memperhatikan bagian yang telah dibaca/didengarkan sendiri,
masing-masing siswa berusaha untuk mengarang bagian lain yang belum
dibaca/didengarkan atau (yang sudah dibaca/didengarkan pasangamya) berdasarkan
kata-kala, frasa-frasa kunci dari pasangannya. Siswa yang telah
membaca/mendengarkan bagian pertama berusaha untuk menuliskan apa yang terjadi
selanjutnya. Sementara itu, siswa yang membaca/mendengarkan bacaan kedua
menuliskan apa yang terjadi sebelumnya.
(9) Tentu saja versi karangan sendiri ini tidak harus sama dengan bahan yang sebenamya.
Tujuan kegiatan ini bukan untuk mendapatkan jawaban yang benar, melainkan untuk
meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan belajar-mengajar. Setelah selesai
menulis, beberapa siswa bisa diberi kesempatan untuk membacakan hasil karangan
mereka
(10) Kemudian pengajar membagikan bagian cerita yang belum terbaca kepada masing-
masing siswa. Siswa membaca bagian tersebut.
(11) Kegiatan ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam bahan pelajaran hari
itu. Diskusi biasa dilakukan antara pasangan atau dengan seluruh kelas.
5. Dua Tinggal Dua Tamu.
a) Pengertian.
Teknik belajar Dua tinggal dua tamu (Two Stay Two Stay) dikembangkan oleh
Spencer Kagan (1992) dan bisa digunakan bersama dengan Teknik Kepala bernomor.
Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia
anak didik.
Struktur dua tinggal dua tamu memberi kesempatan kepada kelompok untuk
membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain. Banyak kegiatan belajar mengajar
yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak
diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal dalam kenyataan hidup di luar
sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling bergantung satu dcngan yang laimya.
b) Langkah-langkahnya.
25
(1) Siswa dibagi ke dalam bebelapa kelompok berempat.
(2) Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa.
(3) Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok akan rneninggalkan kelompok-
nya dan masing-masing bertamu ke dua kelonpok lain.
(4) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan
informasi mereka ke tamu rnereka. Tamu menahan diri dan informasi mereka ke tamu
mereka.
(5) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan
mereka dari kelompok lain.
(6) Kelornpok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
6. Keliling kelompok.
a) Pengertian. Teknik belajar-mengajar keliling kelompok bisa digunakan dalam semua mata
pclajaran dan untuk semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Dalam kegiatan keliling kelompok masing-masing anggota kelompok mendapatkan
kesempatan untuk memberikan kontribusi pada mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota yang lain. b) Langkah pembelajarannya:
(1) Salah satu siswa dalam masing-masing kelompok mernulai dengan memberikan pandangan dan pemikirannya mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan
(2) Siswa berikutnya juga ikut memberikan kontribusinya. (3) Demikian seterusnya, giliran bicara bisa dilaksanakan menurut arah perputaran jarum
jam atau dari kiri ke kanan.
7. Kancing Gemerincing. a) Pengertian.
Teknik belajar mengajar Kancing Gemerincing dikembangkan oleh Spancer Kagan (1992). Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.
Dalam kegialan Kancing Gemerincing, masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan paudangan dan pemikiran anggota yang lain. Keunggulan lain dari teknik ini adalah untuk mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang sering mewamai kelompok kerja kelornpok. Dalam banyak kelompok, sering ada anggota yang telalu dominan dan banyak bicara. Sebaliknya ada anggota yang pasif dan pasrah saja pada rekannya yarg lebih dominan. Dalam situasi seperti ini, pemerataan tanggung jawab dalam kelompok bisa tidak tercapai karena anggota yang pasif akan terlalu menggantungkan diri pada rekannya yang domimn.
26
Teknik belajar-mengajar Kancing Gemerincing memastikan bahwa setiap siswa mendapatkan kesempalan untuk berperan serta. b) Laugkah-langkahnya
(1) Guru menyiapkan satu kotak kecil yang berisi kancing-kancing (bisa juga benda-benda kecil lainnya, seperti kacang merah, biji kenai, potongan sedotan, batang-batang lidi, endok eskrim, dan sebagainya).
(2) Sebelum kelompok memulai tugasnya setiap siswa dalam masing-masing kelompok mendapatkan dua atau tiga buah kancing (jumlah kancing bergantung pada sukar tidaknya tugas yang diberikan).
(3) Setiap kali seorang siswa berbicara atau mengeluarkan pendapat, dia harus menyerahkan salah satu kancingnya dan meletakan di tengah-tengah.
(4) Jika kancing yang dimiliki seseorang habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai semua rekamya juga menghabiskan kancing mereka.
Jika semua kancing sudah habis, sedangkan tugas belum selesai, kelompok boleh mengambil kesempatan untuk membagi kancing lagi dan mengulangi prosedur kembali.
--------------------------------- SELAMAT BELAJAR -------------------------------
27