sejarah arsitektur

23
TEORI – TEORI DALAM ARSITEKTUR Jon Lang mendefinisikan teori (dalam Alan Johnson,1994) mengajukan dua dasar berpijak bagi beberapa teori. Yang satu berkaitan dengan dunia “sebagaimana adanya” (disebut Positif Teori) sedangkan yang lain berkaitandengan dunia “sebagamana mestinya” (disebut Normatif Teori). Terdapat empat teori dalam arsitektur: Positif, Substantif, Metologis, dan Normatif

Upload: muthiah-fadhilah

Post on 14-Jul-2016

88 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Sejarah

TRANSCRIPT

Page 1: Sejarah Arsitektur

TEORI – TEORI DALAM ARSITEKTUR Jon Lang mendefinisikan teori (dalam Alan Johnson,1994) mengajukan dua dasar berpijak

bagi beberapa teori. Yang satu berkaitan dengan dunia “sebagaimana adanya” (disebut

Positif Teori) sedangkan yang lain berkaitandengan dunia “sebagamana mestinya” (disebut

Normatif Teori).

Terdapat empat teori dalam arsitektur:

Positif, Substantif, Metologis, dan Normatif

Diagram Proses Terjadinya Teori Arsitektur

Page 2: Sejarah Arsitektur

TEORI POSITIFMerupakan pernyataan yang tegas melukiskan, menerangkan kenyataan dan mampu

untuk memperluas prediksi terhadap kenyataan di masa mendatang. Teori positif merupakan

pernyataan positif yaitu pernyataan tegas tentang realita (sebagaimana adanya). Teori positif

pada hakekatnya bersifat empirik dan tentative. Teori positif tidak akan menyiratkan bahwa

sebenarnya teori harus sesuai dengan epistemology (ilmu yang mempelajari tentang asal usul)

para positivist (penganut teori positif) yang berpedoman bahwa tidak ada kebenaran sebelum

ada tahap pembuktian sesuatu dan pembongkaran kepalsuan.

Teori positif merupakan suatu proses kreatif yang mencakup pembentukan struktur

konseptual, baik untuk menata maupun untuk menjelaskan hasil suatu pengamatan,.

Tujuannya adalah agar struktur ini dapat digunakan untuk menjelaskan apa yang terjadi dan

membuat prediksi mengenai apa yang mungkin akan terjadi.

Aspek – Aspek dalam Arsitektur Positif

Konsep dasar lingkungan dan perilaku manusia

Pola aktifitas dan lingkungan binaan

Nilai estetika dan lingkungan binaan

Fungsi Teori Positif

Fungsi utama adalah membuka jalan bagi peneliti untuk memperoleh sesuatu yang

bernilai besar dari berbagai pernyataan deskriptif suatu pernyataan tertentu. Nilai besar dan

murni itulah yang menguatkan pendapat bahwa suatu teori berfungsi untuk semua disiplin ilmu

di mana kemudian memberikan batasan yang jelas dengan tahapan seperti system kontrol yang

baik.

Dalam perancangan, fungsi teori positif adalah meningkatkan kesadaran mengenai

perilaku mana dalam lingkungan yang penting bagi manusia sehingga dalam pengambilan

keputusan desain, hal tersebut tidak luput menjadi bahan pertimbangan. Oleh karena itu,

Page 3: Sejarah Arsitektur

dengan teori positif berbagai isu ini dapat didiskusikan dengan jelas dan gamblang sehingga

dapat menjembatani celah yang ada antara rancangan yang intuitif dan ketidaksadaran akan

perilaku yang penting bagi manusia karena berbagai aspek dalam desain dapat menjelaskan

secara eksplisit.

Tujuan Teori Positif

- Untuk menjelaskan fenomena maupun memprediksikan hasil – hasilnya sehingga

dapat diprediksikan langkah – langkah yang harus diambil

- Untuk memberikan kemungkinan masyarakat ilmuwan dalam memperoleh banyak

pernyataan deskriptif

- Untuk menghindari bias, menghindari unsur subyektifitas dan melihat pada alternative

Contoh adalah prinsip desain mengenai defensible open space berdasarkan kontrol

teritori dari Oscar Newman. Dengan adanya uraian yang eksplisit dari prinsip desain ini, arsitek

dan perancang lain dapat menggunakanya dalam perancangan di lingkungan mana pun.

Sebuah

teori positif

akan

memperhitungkan adanya pengalaman dari beragamnya karakter manusia yang mengakibatkan

beragam pula bentuk tuntutan akan lingkungan fisik

Page 4: Sejarah Arsitektur

TEORI SUBSTANTIFSecara umum, Teori Substantif adalah teori yang dikembangkan untuk keperluan

substantif atau empiris dalam suatu ilmu pengetahuan, misalnya sosiologi, antropologi,

psikologi dan lain sebagainya. Contoh: perawatan pasien, hubungan ras, pendidikan

profesional, kenakalan, atau organisasi peneliti.

Sedangkan dalam teori arsitektur, Teori Substantif berkaitan dengan kajian tentang

fenomena lingkungan alam dan perilaku manusia yang membantu memperkaya dan menjadi

bahan pertimbangan Arsitek atau Perancang dalam perancangan arsitektur.

Tujuan pengembangan teori substantif adalah untuk mengurangi ketidakpastian tentang

banyak isu yang menjadi perhatian desainer. Teori substantif dalam arsitektur berkaitan dengan

deskripsi dan penjelasan tentang sifat fisik dari lingkungan binaan - bahan dan struktur-dan apa

yang memampukan organisme. Teori ini berpusat pada ilmu perilaku, sehingga kepentingan

kita di sini adalah dalam tujuan manusia yang dilayani oleh lingkungan yang dibangun bukan

dengan cara bahan dan fakta-fakta geometri memungkinkan untuk dikonfigurasi.

Bidang Kajian Teori Substantif

Natural Environment Theory: Kajian yang berkaitan dengan lingkungan fisik,

kimiawi, dan geologi di sekitar manusia dan organisme lain. Hal ini menjadi

masukan dalam pengolahan material, geometri bentuk, perhitungan struktur,

pengaruh lingkungan alam (angin, matahari, hujan, dll) dalam perancangan

arsitektur.

Person Environment Theory: Kajian yang berkaitan dengan aspek biologik,

psikologik, sosial, dan kultural manusia. Hal ini akan menjadi masukan dalam

penataan pola aktivitas, organisasi, program ruang, serta bentukan arsitektur

berdasarkan karakteristik prilaku pemakai.

Dua Jenis Lingkungan Buatan:

Potential Environment adalah apa yang dirancang dan diciptakan oleh Arsitek.

Page 5: Sejarah Arsitektur

Effective Environment adalah apa yang digunakan dan diapresiasi oleh pemakai.

Contoh Penerapan Teori Substantif dalam Bidang Arsitektur

Masyarakat Cina di Surakarta hidup dalam lingkungan yang dipengaruhi oleh kebijakan

politik. Keterkaitan politik dan arsitektur menjadi fokus teori yang dipakai dalam proses analisis.

Teori-teori itu dikaitkan dengan keberlanjutan bentukan arsitektur dalam mengantisipasi faktor

modifikasinya. Teori substantif yang digunakan meliputi konsep pandangan hidup, kepribadian,

dan kebudayaan masyarakat Cina serta bentukan arsitekturnya secara tradisional yang

kemudian berkembang di perkotaan.

Kajian teks digunakan untuk pencarian teks yang terdapat pada referensi tentang

arsitektur Cina dan sejarah perkembangan politik masyarakat Cina di Indonesia dan Surakarta.

Proses ini dilanjutkan dengan pencarian makna di balik visual rumah/rumah toko Cina di

Surakarta berdasarkan teks, wawancara, dan observasi langsung. Hasil penelitian menunjukkan

politik tidak hanya memengaruhi arsitektur, tetapi digunakan pula oleh masyarakat Cina

sebagai reaksi terhadap kebijakan atau peristiwa politik. Faktor politik yang berpengaruh

terhadap arsitektur rumah Cina di Surakarta terdiri atas segregasi etnik dan penciptaan access

ke kawasan Pecinan. Hal itu dilakukan, antara lain dengan cara akulturasi, assimilasi, dan

pengembangan ekonomi, pembatasan ekonomi di pedesaan, pelarangan ekspresi identitas

Cina, dan penghancuran rumah Cina.

Ciri tradisional Cina yang terdapat dalam

fasad adalah atap melengkung pada

sopi-sopi/gunungan, bentuk simetri dengan atap

datar tampak dari muka, dan bentuk Shophous

dengan karakter toko pada bagian depan dan

berlantai dua. Dengan temuan ini diharapkan

dapat memberikan gambaran bahwa sebuah

kebijakan politik dapat diaplikasikan dalam urban

Page 6: Sejarah Arsitektur

planning atau bentukan arsitektur. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa kebijakan ini tidaklah

bersifat linier dan akan tetap menimbulkan reaksi dengan bentukan arsitektur yang lain.

TEORI METODOLOGIS atau TEORI PROSEDURAL

Metode (Yunani: methodos) adalah cara atau jalan. Metode merupakan cara yang teratur

untuk mencapai suatu maksud yang diinginkan (Salim & Salim, 1991). Sehubungan dengan

konteks bidang ilmu yang ilmiah maka metode menyangkut masalah cara-kerja; yaitu cara kerja

untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.

Dalam konteks ilmu arsitektur, metode dapat diartikan sebagai cara mendekati,

mengamati dan menjelaskan suatu gejala (dalam arsitektur, perancangan dan seterusnya)

dengan menggunakan landasan teori.

Dewasa ini telah berkembang berbagai pemikiran yang berpengaruh besar terhadap cara

berpikir perancangan arsitektur yang secara kronologis dapat digambarkan sebagai berikut:

Periode 1950 – 1960: Metodologi Perancangan Arsitektur

Periode 1960 – 1970: Structuraly Aproach to Design in Architecture, mengandung

pemikiran bahwa arsitektur adalah bagian substruktur dari kebudayaan

Periode 1970 – 1980: Pemikiran tentang programming arsitektur sebagai proses

perancangan.

Teori ini berfokus pada bagaimana tujuan dari perancang dan bangunan. Tujuan yang

dimaksud mendefinisikan tentang dua hal yaitu, pernyataan umum dari tugas arsitektur dan

pernyataan tentang hubungan yang diinginkan antara arsitektur dan fenomena lain.

Pemikiran-pemikiran tentang metodologi perancangan diilhami cara-cara Operational

Research (OR), ergonomics dan work study di Inggris, yang dicetuskan sebagai reaksi

ketidakpuasan atas hasil-hasil proses perancangan tradisional (Black box Jones,1969). Titik tolak

pemikirannya pada dasarnya adalah bahwa “perancangan arsitektur dapat disistematisasikan

Page 7: Sejarah Arsitektur

dan dianalisiskan”. (Glass box Jones, 1969) dan dapat dikomunikasikan secara obyektif. Teori

tentang proses perancangan atau pemikiran perancangan ini pada mulanya adalah pemikiran di

negara-negara Ingris, Scotlandia, Cekoslowakia, Polandia dan Amerika. Nama yang termasuk

sebagai pemikir-pemikir ini seperti Christopher Jones, Broadbent, Ward, Christopher Alexander

yang kemudian dikenal sebagai pemikir pikiran-pikiran perancangan arsitektur.

Perancangan atau desain berasal dari kata Bahasa Latin, yaitu Designose (berasal dari kata

dasar Sec) yang artinya memotong dengan gergaji atau bisa diartikan sebagai tindakan menakik

guna memberi tanda. Maksud memberi tanda tersebut bisa dijabarkan sebagai penambahan

citra pada suatu obyek tertentu. Perancangan dalam bahasa Indonesia berasal dari kata

“rancang” yang 11 kemudian berkembang menjadi “merancang” yang dapat diartikan sebagai

kegiatan mencocokkan sesuatu ke dalam tanah.

Contoh yang berkaitan dengan

metode/prosedur dalam praktek perencanaan

dan perancangan arsitektur, yang mencakup

proses perumusan gagasan/kreativitas, serta

proses analisis, sintesis, dan evaluasi.

TEORI NORMATIF

Normatif berasal dari bahasa latin Norma yang pada mulanya berarti alat tukang batu

atau tukang kayu yang berbentuk segi empat, pola, aturan atau secara umum berarti standar.

Norma juga terjadi dari hal-hal yang biasa atau nilai-nilai yang berulang-ulang yang sudah

disepakati atau suatu konsensus. Selanjutnya ditegaskan bahwa teori adalah suatu perangkat

aturan-aturan yang memandu arsitek dalam membuatkeputusan tentang persoalan-persoalan

yang muncul saat menterjemahkan suatu informasi ke dalam desain bangunan.

Page 8: Sejarah Arsitektur

Teori normatif bagi Kevin Lynch dalam “Good City Form” menguraikan hubungan-

hubungan yang dapat digeneralisasi antara nilai-nilai manusia dan bentuk tempat tinggal atau

bagaimana mengetahui sebuah kota yang baik dengan melihat kota lainnya (1984:37), tetapi

berkembang menjadi tidak terkendali menjadi suatu kekeliruan naturalistik.

John Lang (1987) juga melihat teori normatif sebagai penentu untuk kegiatan tetapi

dalam bentuk yang prinsipil, standar-standar dan manifesto yang menuntun kegiatan.

Teori normatif berisi preskripsi-preskripsi (petunjuk-petunjuk) untuk bertindak melalui

standar-standar (norma-norma), manifesto dan prinsip-prinsip perancangan dan filosofi-filosofi

(Alan Johnson,1994). Karena teori ini berkaitan dengan dunia “sebagaimana mestinya” maka

biasanya cenderung merupakan pernyataan sebagi petunjuk merancang. Dalam hal ini normatif

diartikan sebagai norma-norma, aturan-aturan, kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip.

Teori normatif adalah teori yang berasal dari suatu ideologi dan bermacam-macam

orientasi professional dengan membandingkan sesuatu sehingga memunculkan suatu

guidelines dan prinsip-prinsip sampel dari suatu proses keputusan dalam desain. Teori normatif

berhubungan dengan posisi dan kedudukan yang berbeda mengenai apa yang telah dilakukan

atau yang dapat dilakukan pada lingkungan terbangun dan atau pada proses desain yang

seharusnya dilakukan designer atau arsitek.

Teori Normatif (Normative Theory): Teori Normatif mempertanyakan tentang

bagaimana seharusnya arsitektur berperan dalam rona kemasyarakatan serta nilai sosial

budaya tertentu, sehingga pada gilirannya akan mampu mempengaruhi kepekaan apresiasi,

evaluasi dan antisipasi terhadap fenomena arsitektur di masa lampau, masa kini dan masa

mendatang.

Page 9: Sejarah Arsitektur

Salah satu contoh penggunaan teori normatif yaitu pada Stasiun Poncol Semarang.

Sebelumnya, harus diketahui terlebih dahulu apa saja kriteria atau norma yang berlaku untuk

bangunan yang berada di iklim tropis.

NO. ASPEK IKLIM TROPIS BENTUK RESPON DESAIN BANGUNAN

1. OPTIMALKAN ALIRAN

UDARA

ATAP

- Diantara banyak bentuk atap bangunan, sebenarnya atap

berbentuk miring atau menyerupai pelana kudalah yang

optimal dapat melindungi semua bagian badan bangunan.

- Bentuk kemiringan atap, seyogyanya dapat serah dengan arah

datangnya angin, sehingga angin yang optimal dapat

diperoleh dalam bangunan.

- Pilihan bahan penutup (bahan dan tektur) seyogyanya

itentukan dengan karakter kecepatan udaranya.

- Bukaan pada atap atau pembuatan cerobong pada atap

merupakan salah satu solusi yang tepat.

DINDING

- Besarnya porosite (perbandingan luas pelobangan dinding

terhadap luas dinding pada suatu fasade) menentukan

kuantitas angina yang masuk kedalam bangunan.

- Bentuk-bentuk pelobangan dinding dapat berupa pintu,

jendela maupun pelobangan angin lainnya yang berada diatas

pintu/jendela atapun pada bagian dinding.

- Pelobangan dinding akan berfungsi optimal, bilamana terletak

searah sudut datang angin. Bilamana tidak, didain parapet

bangunan akan menjadi solusinya.

LANTAI

- Makin tinggi permukaan bidang lantai terhadap tinggi muka

tanah, akan mendapatkan efek optimal keberadaan angin.

Page 10: Sejarah Arsitektur

Dengan mengetahui karakter gerakan udara secara natural,

maka bangunan seyognyanya memposisiokan ketinggian

lantai yang semakin tinggi kearah wilayah interiornya.

- Kekasaran permukaan lantai juga mempengaruhi gerakan

udara yang masuk kedalam bangunan

2. CURAH HUJAN YANG

TINGGI

ATAP

- Kemiringan Atap yang tepat akan memberi luang gerak curah

hujan yang menerpa bangunan.

- Penentuan tektur material penutup atap (licin dan kuat)

berfungsi mengatisipasi tanaman liar/lumut.

- Talang dalam/jurai dalam merupakan solusi untuk

menyelesaikan pertemuan antar kemiringan atap

- Kebocoran dapat terjadi jika kemiringan atap tidak sebanding

dengan tumpang tindihnya elemen atap.

DINDING

- Sebagaimana pilihan material atap, maka pilihan pelapis

dinding juga berfungsi dalam menatisipasi gangguan tanaman

liar/jamur bahkan lumut pada musim hujan. Dan pilihan

pelapis yang licin dan berbahan keras, merupakan solusi yang

tepat, seperti pelapisan dinding keramik ataupun pelapisan

cat yang gilap/licin.

- Pola aliran air hujan seyogyanya direspon dengan

menempatkan tritisan atau alur air yang tepat pada dinding.

LANTAI

- Kekasaran muka lantai merupakan solusi yang tepat bagi

bangunan yang sering basah terkena air hujan. Kemiringan

lantai/ pada bangian bawah bangunan sangat dianjurkan.

- Ketinggian permukaan lantai yang signifikan merupakan solusi

antisipasi luapan alir hujan pada bagian bawah bangunan

Page 11: Sejarah Arsitektur

3. PANCARAN SINAR

MATAHARI

ATAP

- Kemiringan atap dan lebar tritisan yang maksimal suatu

bangunan akan optimal dalam melindungi dinding dari

paparan sinar matahari langsung

- Ruang bawah atap merupakan media isolasi yang tepat untuk

daerah tropis dalam mengatisipasi terpaan sinar matahari

sepanjang hari. Apalagi bila dimungkin kan ditempatkan

lubang ventilasi pada bagian ini, maka akan berfungsi dalam

menurunkan suhu udara ruangan di bawahnya.

- Penggunaan penutup atap dengan lapisan yang mengilat dan

terang dapat memantulkan panas Matahari

DINDING

- Pilihan material dinding yang semakin keras akan membantu

mengurangi hantara panas sinar matahari masuk kedalam

bangunan.

- Finishing dinding fasad sangat signifikan dalam mengurangi

beban panas. Dinding yang belum finishing (terlihat susunan

bata) akan lebih cocok untuk daerah dingin/pegunungan.

Dinding rumah daerah panas (seperti kota Semarang), sangat

diperlukan finising dinding yang optimal dan tambahan pilihan

pewarnaan dinding yang lebih terang

- Warna putih menguntungkan dalam pengurangan panas

ruangan dalam dibandingkan warna-warna mencolok lainnya.

LANTAI

- Pilihan tektur dan warna lantai pada bagian bawah dan luar

bangunan yang terkena sinar matahari,. Memberikan effek

panas/pantul sinar ke arah dalam ruangan.

- Pada daerah yang relatif sering kena air/ daerah rob, pilihan

dan disain bagian bawah bangunan seyognyanya difungsikan

Page 12: Sejarah Arsitektur

memperoleh pancaran sinar matahari yang optimal agar

ruangan dalam/bangunan tidak lepuk/cepat lembab.

Tabel 1. Bentuk respond bangunan didaerah beriklim tropis

(Prianto, Wahyudi, & Kusumastuti, 2015), (Kusumastuti, Prianto, & Suprapti, 2015)

Salah satu norma general yang coba dikaji adalah form follow function, salah satu kaidah

arsitektur modern yang dikemukakan oleh Louis Sullivan dan kaidah international style dari

arsitektur modern (Jurgen, 1959). Bentuk denah bangunan stasiun Semarang Poncol, dapat

dikatakan bahwa sang arsitek H.M. Pont menganut salah satu kaidah dalam form follow

function. Bentuk denah yang mengikuti bentuk lintasan rel yang linier, sehingga dapat

mengakomodasi kebutuhan penumpang kereta dalam kemudahan sirkulasi naik turun

penumpang dari peron menuju ke kereta. Selain itu bentuk denah juga menjadi pemisah atau

zonasi area tersendiri di dalam area stasiun. Norma form follow function tidak hanya diterapkan

pada bentuk bangunan terkait dengan fungsi secara ergonomis saja, tapi juga terkait desain

yang tanggap iklim tropis. Massa bangunan yang dengan bentang panjang biasanya

mengharuskan penggunaan energy yang besar pula (Rahim H. R., 2012. Hal 1), namun pada

solusi disain dari atap pelanannya telah mempertimbangkan bukaan untuk memasukan cahaya

sebagai penerangan alami pada waktu siang, sehingga penggunaan energi listrik/lampu tidaklah

terlalu banyak. Bentuk dominan massa yang linier ini, ternyata sudah diposisikan berorientasi

Utara-Selatan sehingga mendapatkan udara secara maksimal.

a). Gambar 1. Sketsa Denah Stasiun Semarang Poncol, b). Gambar 2. Pelobangan pada bidang

atap sebagai media memasukan penerangan alami

Page 13: Sejarah Arsitektur

Gaya modern De Stijl yang berkembang di Belanda, ternyata juga diterapkan di dalam

desain Stasiun Poncol, dengan pedekatann konsep langgam de stijl yaitu kesederhanaan,

kemurnian, keseimbangan, harmoni dan keselarasan (Jurgen, 1959). Faktor-faktor penerapan

konsep arsitektur de stijl tersebut tidak hanya dikembangkan kaitannya dengan tampilan fasade

bangunan stasiun Poncol, namun juga diterapkan dalam system operasional bangunan yang

tanggap dengan kontekstual iklim setempat, yaitu:

1. Penataan selasar/ koridor yang lebar didepan bangunan utamanya. Dengan penataan

lay-out seperti ini memberikan jarak bangunan terhadap factor-faktor luar seperti

kebisingan dari sirkulasi parkir/lalu lintas didepan bangunannya, pancaran sinar

matahari, dan usaha sebagai area penangkap aliran udara.

2. Dengan adanya penempatan selasar ini, respond iklim tropis didukung/diperjelas

dengan dilengkapi dengan tritisan yang lebar.

3. Keharmonisan pilihan material penutup dinding dengan memakai batu bata. Material

batu bata adalah salah satu material local Indonesia yang mempunyai kelebihan sesuai

dengan iklim setempat (Mediastika, 2012). Batu bata yang bersifat sebagai isolator bagi

panas matahari, mampu memantulkan panas dan mendinginkan ruang pada ruang di

siang hari dan mampu melakukan hal yang sebaliknya pada malam hari.

Page 14: Sejarah Arsitektur

Gambar 3. Tampilan struktur baja pada kolom yang di integrasikan dengan perletakan saluran

pembuangan air hujan.

Gambar 4. Potongan bangunan Stasiun Poncol yang memperlihatkan struktur rangka Baja

sebagai struktur penumpu atap yang membentuk pelana sebagai respon terhadap iklim tropis

Indonesia

Gambar 5. Bentuk tritisan yang lebar di sepanjang selasar depan Stasiun Poncol

Page 15: Sejarah Arsitektur

Gambar 6. Dominasi pilihan warna putih pada fasade Statsiun Poncol.

Sesuai dengan kriteria bangunan di daerah beriklim tropis, stasiun memiliki warna

dinding dengan dominan putih agar ruangan di dalamnya tidak terlalu panas. Dimana

pewarnaan putih mengkilat memiliki daya penyerapan 20 – 30%, dan memiliki daya pantul

sebesar 80 – 70%, dengan demikian pilihan warna putih ini tepat dalam usaha mempengaruhi

tingkat suhu udara dalam bangunan menjadi lebih sejuk atau dibawah suhu udara eksteriornya.

Page 16: Sejarah Arsitektur

DAFTAR PUSTAKA eolytristan.blogspot.co.id/p/pembahasan_21.html

https://books.google.co.id/books

http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._TEKNIK_ARSITEKTUR/

196302041988031-MOKHAMAD_SYAOM_BARLIANA/Bahan_Ajar/Teori_Arsitektur/

Prtemuan2.pdf

http://www.kompasiana.com/wiwinimanuha/apakah-butuh-teori-dalam-penelitian-

kualitatif_5530f9c96ea83419518b4575

http://ugm.ac.id/id/berita/1405-

dr.dhani:.politik.berpengaruh.terhadap.arsitektur.rumah.cina

https://www.academia.edu/3848562/TEORI_DAN_TEORI_ARSITEKTUR

https://laciarsip.wordpress.com/tulisan/kompilasi-tulisan/sudradjat-iwan/

http://eolytristan.blogspot.co.id/p/pembahasan_21.html

http://abcd.unsiq.ac.id/source/LP3MPB/Jurnal/2015/September/5.%20PPKM.V2.3-Eddy

%20Prianto-Respon%20Iklim%20Tropis%20Lembab%20pada%20Bangunan%20Cagar

%20Budaya.pdf