sejarah berkembangnya islam

7
BUKTI-BUKTI MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA Menurut penelitian beberapa sejarawan diperkirakan pengaruh Islam telah masuk ke Indonesia sejak bangsa Indonesia berhubungan dengan pedagang Islam dari Asia Barat. Pada abad ke-7, pedagang-pedagang Islam dari Asia Barat (Arab dan Persia) telah sampai ke Indonesia. Pada saat itu, kerajaan yang terkenal di Indonesia adalah Sriwijaya, menurut pedagang Islam disebut dengan Zabag atau Sribusa. Di samping itu, para pedagang dari Gujarat (India) telah menjalin hubungan dengan pedagang Malaka dan beberapa Kepulauan Indonesia. Berdasarkan kenyataan itu, dapat diperkirakan bahwa pengaruh Islam telah masuk ke Indonesia lebih awal daripada dugaan banyak orang. Setidak- tidaknya, orang-orang Gujarat lebih awal menerima pengaruh Islam dan mereka membawanya ke Indonesia melalui kegiatan perdagangan. Beberapa bukti bdapat dipergunakan untuk memastikan masuknya Islam di Indonesia adalah sebagai berikut. 1. Surat Raja Sriwijaya Salah satu bukti baru tentang masuknya Islam ke Indonesia dikemukakan oleh Prof. Dr. Azyumardi asra dalam buku Jaringan Ulama Nusantara. Dalam buku itu, Azyumardi menyebutkan bahwa Islam telah masuk ke Indonesia pada masa Kerajaan Sriwijaya. Hal ini dibuktikan dengan adanya surat yang dikirim oleh Raja Sriwijaya kepada Umar bin Abdul Azis yang berisi ucapan selamat atas terpilihnya Umar bin Abdul Azis sebagai pemimpin dinasti Muawiyah. 2. Makam fatimah binti Maimun Berdasarkan penelitian sejarah telah ditemukan sebuah m,akam Islam di Leran, Gresik. Pada batu nisan Fatimah binti Maimun tertulis angka tahun 1082. Artinya, dapat dipastikan bahwa pada akhir abad ke-11 Islam telah masuk ke Indonesia. Dengan demikian, dapat diduga bahwa Islam telah masuk dan berkembang di Indonesia sebelum tahun 1082. 3. Makam Sultan Malik As Saleh Makam Sultan Malik As Saleh yang berangka tahun 1297 merupakan bukti bahwa Islam telah berkembang di daerah Aceh pada abad ke-12. Mengingat Malik As Saleh adalah seorang Sultan, maka dapat diperkirakan bahwa Islam telah masuk ke daerah Aceh jauh sebelum Malik As Saleh mendirikan Kesultanan Samudera Pasai.

Upload: wahyu-redfield

Post on 13-Aug-2015

44 views

Category:

Documents


22 download

DESCRIPTION

Islam development

TRANSCRIPT

Page 1: Sejarah Berkembangnya Islam

BUKTI-BUKTI MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA

Menurut penelitian beberapa sejarawan diperkirakan pengaruh Islam telah masuk ke Indonesia sejak bangsa Indonesia berhubungan dengan pedagang Islam dari Asia Barat. Pada abad ke-7, pedagang-pedagang Islam dari Asia Barat (Arab dan Persia) telah sampai ke Indonesia. Pada saat itu, kerajaan yang terkenal di Indonesia adalah Sriwijaya, menurut pedagang Islam disebut dengan Zabag atau Sribusa. Di samping itu, para pedagang dari Gujarat (India) telah menjalin hubungan dengan pedagang Malaka dan beberapa Kepulauan Indonesia. Berdasarkan kenyataan itu, dapat diperkirakan bahwa pengaruh Islam telah masuk ke Indonesia lebih awal daripada dugaan banyak orang. Setidak-tidaknya, orang-orang Gujarat lebih awal menerima pengaruh Islam dan mereka membawanya ke Indonesia melalui kegiatan perdagangan. Beberapa bukti bdapat dipergunakan untuk memastikan masuknya Islam di Indonesia adalah sebagai berikut.

1. Surat Raja Sriwijaya

Salah satu bukti baru tentang masuknya Islam ke Indonesia dikemukakan oleh Prof. Dr. Azyumardi asra dalam buku Jaringan Ulama Nusantara. Dalam buku itu, Azyumardi menyebutkan bahwa Islam telah masuk ke Indonesia pada masa Kerajaan Sriwijaya. Hal ini dibuktikan dengan adanya surat yang dikirim oleh Raja Sriwijaya kepada Umar bin Abdul Azis yang berisi ucapan selamat atas terpilihnya Umar bin Abdul Azis sebagai pemimpin dinasti Muawiyah.

2. Makam fatimah binti Maimun

Berdasarkan penelitian sejarah telah ditemukan sebuah m,akam Islam di Leran, Gresik. Pada batu nisan Fatimah binti Maimun tertulis angka tahun 1082. Artinya, dapat dipastikan bahwa pada akhir abad ke-11 Islam telah masuk ke Indonesia. Dengan demikian, dapat diduga bahwa Islam telah masuk dan berkembang di Indonesia sebelum tahun 1082.

3. Makam Sultan Malik As Saleh

Makam Sultan Malik As Saleh yang berangka tahun 1297 merupakan bukti bahwa Islam telah berkembang di daerah Aceh pada abad ke-12. Mengingat Malik As Saleh adalah seorang Sultan, maka dapat diperkirakan bahwa Islam telah masuk ke daerah Aceh jauh sebelum Malik As Saleh mendirikan Kesultanan Samudera Pasai.

4. Cerita Marco Polo

Pada tahun 1092, Marco Polo, seorang musafir dari Venesia (Italia) singgah di Perlak dan beberapa tempat di Aceh bagian Utara. Marco Polo sedang melakukan perjalanan dari Venesia ke negeri Cina. Ia menceritakan bahwa pada abad ke-11, Islam telah berkembang di Sumatera bagian Utara. Ia juga menceritakan bahwa Islam telah berkembang sangat pesat di pulau Jawa.

5. cerita Ibnu Battutah

Pada tahun 1345, Ibnu Battutah mengunjungi Samudera Pasai. Ia menceritakan bahwa Sultan Samudera Pasai sangat baik terhadap ulama dan rakyatnya. Di samping itu, ia menceritakan bahwa Samudera Pasai merupakn Kesultanan dagang yang sangat maju. Di sana, Ibnu Battutah bertemu dengan para pedagang dari India, Cina dan Jawa.

Page 2: Sejarah Berkembangnya Islam

C. PROSES PENYEBARAN ISLAM DI INDONESIA

Proses masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Islam di Indonesia berlangsung secara berkala dan dilakukan secara damai sehingga tak ada ketegangan sosial. Cara penyebaran agama dan kebudayaan Islam di indonesia melalui berbagai saluran berikut.

1. Saluran Perdagangan

Saluran yang digunakan dalam proses Islamisasi di Indonesia pada awalnya melalui perdaganagn. Hal itu sesuai dengan perkembangan lalu lintas pelayaran dan perdagangan dunia yang ramai mulai abad ke-7 sampai dengan abad ke-16, antara eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara, dan Cina. Menurut Tome Pires, bertemunya para pedagang dari negeri Arab, Persia, Gujarat dan Bengala dengan pedagang dari Nusantara berpengaruh terhadap proses Islamisasi di Indonesia. Para pedagang yang terbuka terhadap pengaruh asing mempelajari kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan agama Islam dari para pedagang Islam.

Ketika Islam masuk melalui perdagangan, pusat-pusat perdagangan dan pelayaran di sepanjang pantai dikuasai oleh raja-raja daerah, para bangsawan dan penguasa lainnya. Misalnya, raja atau adipati Aceh, Johor, Jambi, Surabaya dan Gresik. Mereka berkuasa mengatur lalu lintas pelayaran dan menentukan harga barang yang diperdagangkan. Mereka itu menjalin hubungan dengan para pedagang muslim. Dalam suasana demikian, banyak raja daerah dan adipati daerah pesisir yang masuk Islam. Hal itu ditambah dengan dukungan dari pedagang-pedagang Islam untuk melawan kekuasaan Kerajaan Majapahit. Setelah raja-raja daerah, adipati pesisir, para bangsawan dan penguasa pelabuhan masuk Islam. Misalnya, Demak (abad ke-15), Gowa (abad ke-16) dan Banjar (abad ke-16).

2. Saluran Perkawinan

Kedudukan ekonomi dan sosial para pedagang yang sudah menetap makin baik. Para pedagang itu makin kaya dan terhormat, tetapi keluarganya tidak dibawa serta. Para pedagang itu kemudian menikahi gadis-gadis setempat dengan syarat mereka harus masuk Islam. Cara itupun tak mengalami kesulitan. Saluran Islamisasi lewat perkawinan ini lebih menguntungkan lagi apabila para saudagar atau ulama Islam berhasil menikahi anak raja atau adipati. Kalau raja atau adipati telah masuk Islam, rakyatnya pun akan mudah diajak masuk Islam.

Misalnya, perkawinan Maulana Ishak dengan putri Raja Blambangan yang melahirkan Sunan Giri; perkawinan Raden Rahmat (Sunan Ampel) dengan Nyai Gede Manila, putri Tumenggung Wilaktika; perkawinan putri Kawunganten dengan Sunan Gunung Jati di Cirebon; dan perkawinan putri Adipati Tuban (R. A. Teja) dengan Syekh Ngabdurrahman (muslim Arab) yang melahirkan Syekh Jali (Laleluddin).

3. Saluran Tasawuf

Tasawuf adalah ajaran ketuhanan yang telah bercampur dengan mistik dan hal-hal magis. Oleh karena itu, para ahli tasawuf biasanya mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan pengobatan. Kedatangan para ahli tasawuf ke Indonesia diperkirakan sejak abad ke-13, yaitu masa perkembangan dan penyebaran ahli-ahli tasawuf dari Persia dan India yang sudah beragama Islam.

Page 3: Sejarah Berkembangnya Islam

Bersama sama dengan berkembangnya tasawuf, para ulama dalam mengajarkan agama Islam di Indonesia menyesuaikan dengan pola pikir masyarakat yang masih berorientasi pada agama Hindu-Buddha sehingga mudah dimengerti. Itulah sebabnya orang Jawa begitu mudah menerima Islam. Tokoh-tokoh tasawuf yang terkenal, antara lain Hamzah Fansuri, Sunan Bonang, Syekh Siti Jenar, Syamsuddin as Sumatrani, Nuruddin ar Raniri, Abdul Rauf dan Sunan Panggung.

4. Saluran Pendidikan

Perkembangan Islam yang pesat menyebabkan munculnya tokoh ulama atau mubalig yang menyebarkan Islam melalui pendidikan dengan mendirikan pondok-pondok pesantren. Pondok pesantren adalah tempat para pemuda dari berbagai daerah dan kalangan masyarakat menimba ilmu agama Islam. Pengajarnya adalah para Guru agama (kyai atau ulama). Para santri itu jika sudah tamat belajar, pulang ke daerah asalnya dan mempunyai kewajiban menyebarkannya kembali di kampung halamannya. Dengan cara itu, Islam terus berkembang memasuki daerah-daerah terpencil.

Pesantren yang telah berdiri pada masa pertumbuhan Islam di Jawa, antara lain Pesantren Sunan Ampel di Surabaya yang didirikan oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel) dan Pesantren Sunan Giri yang santrinya berasal dari Maluku (daerah Hitu). Selain itu, raja-raja dan keluarganya serta kaum bangsawan biasanya mendatangkan kyai atau ulama untuk menjadi guru atau penasihat agama. Misalnya, Kyai Ageng Selo adalah guru Sutawijaya; Kyai Dukuh adalah guru dari Maulana Yusuf di Banten; dan Maulana Yusuf adalah penasihat agama Sultan Ageng Tirtayasa.

5. Saluran Seni Budaya

Berkembangnya agama Islam dapat melalui seni budaya, seperti seni bangunan (masjid), senin pahat (ukir), seni tari, seni musik, dan seni sastra. Seni arsitektur bangunan masjid, mimbar, dan ukir-ukirannya masih menunjukkan seni tradisional bermotifkan budaya Indonesia-Hindu, seperti yang terdapat pada candi-candi Hindu atau Buddha. Hal itu dapat dijumpai di Masjid Agung Demak, Masjid Sendang Duwur Tuban, Masjid Agung Kesepuhan Cirebon, Masjid Agung Banten, Masjid Baiturrahman Aceh, dan Masjid Ternate. Pintu gerbang pada kerajaan Islam atau makam-makam orang yang dianggap keramat menunjukkan bentuk Candi Bentar dan kori agung. Begitupula, nisan-nisan makam kuno di Demak, Kudus, Cirebon, Tuban dan Madura menunjukkan budaya sebelum Islam. Hal itu dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa Islam tidak meninggalkan kebudayaan masyarakat yang telah ada, tetapi justru ikut memeliharanya. Seni budaya yang tetap dipelihara dalam rangka proses islamisasi itu sangat banyak, seperti perayaan Grebek Maulud (sekaten) di Yogyakarta, Surakarta dan Cirebon.

Islamisasi juga dilakukan melalui pertunjukan wayang yang telah dipoles dengan unsur-unsur Islam. Menurut cerita, Sunan Kalijaga juga pandai memainkan wayang. Islamisasi melalui sastra di tempuh dengan cara menyadur buku-buku tasawuf, hikayat, dan babad kedalam bahasa Melayu.

D. PERANAN PARA WALI DALAM PENYEBARAN ISLAM DI PULAU JAWA

Penyebaran Islam di Pulau Jawa selama abad ke-15 tidak bisa dilepaskan dari peranan para Wali Sanga (Wali Sembilan). Para wali adalah para ulama yang mempunyai ilmu agama yang tinggi dan mempunyai tenaga gaib karena termasuk orang-orang yang dekat dengan Allah SWT. Para wali yang berjumlah sembilan tersebut, yaitu Maulana Malik Ibrahim, Sunan Gunung Jati, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajad, Sunan Kalijaga, Sunan Giri, Sunan Kudus, dan Sunan Muria.

Page 4: Sejarah Berkembangnya Islam

1. Maulana Malik Ibrahim

Maulana Malik Ibrahim menyebarkan agama Islam di Jawa Timur. Maulana Malik Ibrahim juga dikenal sebagai Maulana Maghribi. Maulana Malik Ibrahim mempunyai banyak pengikut karena ia menhajarkan agama Islam dengan contoh dan tutur kata yang santun. Pada tahun 1419, Maulana Malik Ibrahim wafat dan dimakamkan di Gresik.

2. Sunan Ampel

Sunan Ampel atau Raden Rahmat lahir pada tahun 1401. Sunan Ampel aktif dalam menyebarkan agam Islam di Jawa Timur. Atas prakarsa Sunan Ampel, Raden Patah, dan para wali lainnya, dibangunlah Masjid Agung Demak.

3. Sunan Bonang

Sunan Bonang atau Raden Maulana Makdum Ibrahim aktif berdakwah di Tuban, Jawa Timur. Sunan Bonang dikenal juga sebagai seniman yang menciptakan gending Durma dan Kitab Gending Sunan Bonang. Sunan Bonang wafat pada tahun 1525 dan dimakamkan di Tuban.

4. Sunan Giri

Sunan Giri atau Raden Paku aktif berdakwah di Giri, Gresik. Sunan Giri juga aktif berdakwah di Maluku dengan mengirimkan para muridnya mengajar agama Islam di Hitu, Maluku. Sunan Giri juga dikenal sebagai seniman yang menciptakan gending Asmarandana dan Pucung. Setelah wafat, Sunan Giri dimakamkan di Giri, Gresik.

5. Sunan Kalijaga

Salah satu Sunan yang paling menonjol di antara Wali Sanga adalah Sunan Kalijaga. Ia juga dikenal sebagai ulama, pujangga, seniman, dan filsuf. Dalam berdakwah, Sunan Kalijaga memanfaatkan media wayang untuk menyebarkan agama Islam di masyarakat. Pada zaman Hindu-Buddha, wayang dipakai sebagai sarana hiburan dan pemujaan nenek moyang dengan menampilkan cerita Ramayana dan Mahabharata. Oleh Sunan Kalijaga, wayang dimanfaatkan untuk menyebarkan agama Islam dengan memasukkan ajaran agama Islam dalam cerita wayang. Misalnya, nama Jamus Kalimasada dalam cerita wayang, merupakan nama Kalimat Syahadat yang merupakan salah satu unsur rukun Islam. Pendekatan seni budaya tersebut, terbukti efektif untuk memperkenalkan agama Islam dikalangan masyarakat Jawa yang sebelumnya sudah mengenal tradisi Hindu-Buddha. Selain itu, suanan Kalijaga juga memulai tradisi peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW atau maulid nabi di Demak. Acara peringatan Maulid nabi tersebut selanjutnya dikenal dengan Sekaten yang dilaksanakan di beberapa kerajaan bercorak Islam, seperti Cirebon, Surakarta, dan Yogyakarta. Setelah wafat, Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu, Demak.

6. Sunan Kudus

Sunan Kudus mempunyai nama kecil Jafar Shodiq. Beliau adalah putra Raden Mas Usman Haji atau Sunan Ngundung di Jipang (sebelah utara Blora). Sunan Kudus merupakan wali yang pandai dalam ilmu agama, seperti tauhid, usul fikih, hadits, mantik dan fikih. Oleh karena itu, Sunan Kudus mendapat gelar sebagai Waliyyulilmi.

Page 5: Sejarah Berkembangnya Islam

7. Sunan Muria

Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga. Nama kecil Sunan Muria adalah Raden Prawata. Sunan Muria menikah dengan R. Dewi Sujinah, putri Sunan Ngundung, saudara sekandung Sunan Kudus. Dari perkawinan itu, Sunan Muria memperoleh seorang anak laki-laki bernama Pangeran Santri.

8. Sunan Gunung Jati

Sunan Gunung Jati mempunayai nama yang sangat banyak, antara lain Fatahillah, Muhammad Nurudin, Faletehan, Syah Nurullah, Syarif Hidayatullah, Makhdum Jati, dan Makhdum Rahmatullah. Sunan Gunung Jati berasal dari Pasai, sebelah utara Aceh dan mesih keturunan raja. Setelah menamatkan pelajarannya di Mekah, Fatahillah datang ke Demak karena Pasai telah diduduki Portugis. Kedatangan Fatahillah di Jawa disambut baik oleh Sultan Trenggana (1521-1546) dari Kerajaan Islam Demak. Fatahillah kemudian diangkat sebagai Panglima Kerajaan Demak yang ditugaskan ke Jawa Barat

9. Sunan Drajat

Sunan Drajat diperkirakan lahir pada tahun 1470 masehi. Nama kecilnya adalah Raden Qasim, kemudian mendapat gelar Raden Syarifudin. Dia adalah putra dari Sunan Ampel, dan bersaudara dengan Sunan Bonang. Sunan Drajat bernama kecil Raden Syarifuddin atau Raden Qosim putra Sunan Ampel yang terkenal cerdas. Setelah pelajaran Islam dikuasai, beliau mengambil tempat di Desa Drajat wilayah Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan sebagai pusat kegiatan dakwahnya sekitar abad XV dan XVI Masehi. Ia memegang kendali keprajaan di wilayah perdikan Drajat sebagai otonom kerajaan Demak selama 36 tahun.

Beliau sebagai Wali penyebar Islam yang terkenal berjiwa sosial, sangat memperhatikan nasib kaum fakir miskin. Ia terlebih dahulu mengusahakan kesejahteraan sosial baru memberikan pemahaman tentang ajaran Islam. Motivasi lebih ditekankan pada etos kerja keras, kedermawanan untuk mengentas kemiskinan dan menciptakan kemakmuran. Usaha ke arah itu menjadi lebih mudah karena Sunan Drajat memperoleh kewenangan untuk mengatur wilayahnya yang mempunyai otonomi.

Sebagai penghargaan atas keberhasilannya menyebarkan agama Islam dan usahanya menanggulangi kemiskinan dengan menciptakan kehidupan yang makmur bagi warganya, beliau memperoleh gelar Sunan Mayang Madu dari Raden Patah, Sultan Demak pada tahun saka 1442 atau 1520 Masehi.