sejarah dan pemikiran akuntansi syariah fix
TRANSCRIPT
Sejarah dan pemikiran akuntansi syariah tidak dapat dilepaskan dari perkembangan
perekonomian Islam termasuk nilai-nilai yang sesuai dengan Islam.
A. PERKEMBANGAN AWAL AKUNTANSI SYARIAH
Akuntansi dalam Islam merupakan alat (tool) untuk melaksanakan perintah Allah
SWT dalam (QS 2:282) untuk melakukan pencatatan dalam melaksanakan transaksi usaha,
terkait keperluan terhadap suatu sistem pencatatan tentang hak dan kewajiban, pelaporan
yang terpadu dan komprehensif. Islam memandang akuntansi tidak hanya sekadar ilmu
yang bersifat nilai untuk melakukan pencatatan dan pelaporan saja, tetapi juga sebagai alat
untuk menjalankan nilai-nilai Islam (Islamic Value) sesuai ketentuan syariah.
Di samping itu terdapat ayat-ayat lain yang sangat sesuai bagi mereka untuk
melakukan pencatatan, yaitu ayat-ayat tentang kewajiban membayar zakat. Ayat-ayat
tersebut diantaranya adalah QS Al-Taubah ayat 103. Ayat-ayat tersebut sangat
berpengaruh terhadap cara berbisnis dan berprilaku umat Islam dalam dunia nyata. Ayat
tersebut tidak sekedar norma, tetapi adalah praktik yang bisa menyatu dalam bentuk
prilaku kehidupan manusia. Umat Islam menangkap ayat-ayat Alquran tidak berhenti pada
tingkat normatif, tetapi diterjemahkan pada tatanan praktik sehingga menjadi nyata dalam
dunia empiris. Upaya menurunkan ayat normatif ke dalam bentuk praktik mempunyai
implikasi pada skala makro dan mikro dalam kehidupan umat Islam, yaitu: dalam konteks
negara dan individu manusia.
Dalam dunia nyata, tradisi Islam dengan ayat-ayat yang telah disebutkan di atas
mampu menciptakan budaya akuntansi pada tingkat negara maupun individu. Sehubungan
dengan ini, perkembangan catatan dan laporan akuntansi di dunia Muslim pada masa yang
lalu banyak terkait dengan negara yang telah menetapkan kantor-kantor pemerintah yang
terspesialisasi, identifikasi spesialisasi keterampilan, pemisahan tugas dan wewenang, dan
kebutuhan pegawai yang piawai.
Pada konteks negara, prosedur pencatatan sudah mulai dipraktikkan sejak masa
Khalifah Umar bin Khattab, yaitu pada periode 14-24 H (636-645 M). Pada masa ini
Baitul Mal memerlukan pencatatan formal atas dana-dana yang diperoleh lembaga tersebut
dari berbagai sumber. Kemudian sistem pembukuan ini berkembang dengan baik pada
periode-periode berikutnya, seperti pada masa Khalifah Walid bin Abdul Malik 86-96 H
(706-715 M), masa Abasiyah 132-232 H (750-847 M). Contoh buku akuntansi pada masa
1
Abasiyah, misalnya adalah: Jurnal Pengeluaran (Jaridah Annafakat/Expenditure Journal),
Jurnal Dana (Jaridah al-Mal/Funds Journal), dan Jurnal Dana Sitaan (Jaridah al-
Musadariin/Confiscated Funds Journal), sedangkan bentuk laporan akuntansi dikenal
dengan nama al-Khitmah
Akutansi yang kita kenal sekarang di klaim berkembang dari peradaban barat
(sejak Paciolli), padahal apabila di lihat secara mendalam dari proses lahir dan
perkambangannya, terlihat jelas pengaruh keadaan masyarakat atau peradaban sebelumnya
baik Yunani maupun Arab Islam.
Perkembangan akuntansi dengan domain “arithmatic quality”nya sangat ditopang
oleh ilmu lain khususnya arithmatic, algebra, mathematics, alghorithm pada abad ke-9 M .
Ilmu penting tersebut dikembangkan oleh filosof Islam terkenal yaitu Abu Yusuf Ya’kub
bin Ishaq Al Kindi. Hendriksen mengakui bahwa sistem nomor, desimal, dan angka “0”
( zero, sifr, nol) yang disebut angka arab sudah dikenal sejak 874 M adalah sumbangan
Arab Islam terhadap akuntansi. Al Khawarizmy memberikan kontribusi besar bagi
perkembangan matematika modern Eropa. Akuntansi modern yang dikembangkan dari
persamaan algebra dengan konsep-konsep dasarnya untuk digunakan memecahkan
persoalan pembagian harta warisan secara adil sesuai dengan syariah yang ada di Al-
Quran, perkara hukum (law suit) dan praktik bisnis perdagangan.
B. SEJARAH AKUNTANSI SYARIAH
Ketika masyarakat mulai mengenal adanya perdagangan, maka pada saat
bersamaan mereka telah mengenal konsep nilai (value) dan mulai mengenal sistem
moneter (monetary system). Bukti pencatatan (bookkeeping) tersebut dapat ditemukan dari
mulai kerajaan Babilonia (4500 SM), Firaun mesir dan kode-kode Hammurabi (2250 Sm),
sebagaimana ditemukan adanya kepingan pencatatan akuntansi di Elba, Syria Utara.
Luca Paciolli (yang kini dikenal sebagai Bapak Akuntansi Modern), seorang
ilmuwan dan pengajar di beberapa universitas yang lahir di Tuscany-Italia pada tahun
1445, merupakan orang yang dianggap menemukan akuntansi untuk pertama kali pada
tahun 1494 dengan bukunya: Summa de Arithmetica Geometria et Proportionalita ( A
Review of Arithmatic, Geometry and Proportions). Dalam buku tersebut, Paciolli
menerangkan mengenai sistem double entry book keeping sebagai dasar perhitungan
2
akuntansi modern, bahkan juga hampir seluruh kegiatan rutin akuntansi yang kita kenal
saat ini seperti penggunaan jurnal, buku besar (ledger) dan memoradum.
Sebenarnya, Luca Paciolli bukanlah orang yang menemukan double entry book
keeping system, mengingat sistem tersebut telah di lakukan sejak adanya perdagangan
antara Venice dan Genoa pada awal abat ke-13 M setelah terbukanya jalur perdagangan
antara timur tengah dan kawasan Mediterania. Bahkan, pada tahun 1340 bendahara kota
Massri telah melakukan pencatatan dalam bentuk double entry.
Para ilmuwan muslim sendiri telah memberikan kontribusi yang besar, terutama
penemuan angka “0” dan konsep perhitungan desimal. Mengingat orang-orang Eropa
mengerti aljabar dangan menerjemahkan tulisan dari bangsa Arab, tidak mustahil bahwa
merekalah yang pertama kali melakukan bookkeeping. Para pemikir Islam tersebut antara
lain: Al Kashandy, Jabir ibnu Hayyan, Ar Razy, Al Bucasis, Al Kindy, Al Khawarizmy,
Avicenna, Abu Bacer, Al Mazendarani.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Islam lebih dahulu mengenal sistem
akuntansi, karena Al Quran telah diturunkan pada tahun 610 M, yakni 800 tahun lebih
dahulu dari Luca Pacioli yang menerbitkan bukunya pada tahun 1494.
C. PERKEMBANGAN AKUNTASI ZAMAN RASULULLAH DAN KHALIFAH
Zaman Awal Perkembangan Islam
Pada awal pendeklarasian negara Islam di Madinah (tahun 622 M atau bertepatan
dengan tahun 1 H), negara yang baru saja berdiri tersebut hampir tidak memiliki
pemasukan ataupun pengeluaran. Muhammad Rasulullah SAW bertindak sebagai Kepala
Negara sekaligus sebagai Ketua Mahkamah Agung, Mufti Besar, dan Panglima Perang
Tertinggi, juga penanggung jawab administrasi negara. Bentuk sekretariat negara masih
sangat sederhana dan baru didirikan pada akhir tahun ke 6 Hijriah.
Pada masa itu, ketika ada kewajiban zakat dan ‘ushr (pajak pertanian dari muslim),
jizyah (pajak perlindungan dari nonmuslim yang tinggal di daerah yang diduduki umat
Muslim) serta kharaj (pajak hasil pertanian dari nonmuslim), maka Rasul mendirikan
Baitul Maal pada awal abad ke-7. Konsep ini cukup maju pada zaman tersebut dimana
seluruh pendapatan dikumpulkan secara terpisah dengan pemimpin negara dan baru akan
dikeluarkan untuk kepentingan negara. Walaupun disebutkan pengelolaan Baitul Maal
masih sederhana, tetapi nabi telah menunjuk petugas qadi, ditambah para sekretaris dan
3
pencatat administrasi pemerintahan. Mereka berjumlah 42 orang dan dibagi dalam 4
bagian yaitu: sekretaris hubungan dan pencatatan tanah, sekretaris perjanjian, dan
sekretaris peperangan.
Zaman Empat Khalifah
Pada pemerintahan Abu Bakar, pengelolaan Baitul Maal masih sangat sederhana,
dimana penerimaan dan pengeluaran dilakukan secara seimbang sehingga hampir tidak
pernah ada sisa.
Perubahan sistem administrasi cukup signifikan pada era kepemimpinan Khalifah
Umar bin Khattab dengan memperkenalkan istilah Diwan oleh Sa’ad bin Abi Waqqas (636
M). Berasal dari bahasa Arab, Dawwana yang berarti penulisan. Diwan diartikan sebgai
tempat dimana pelaksana duduk, bekerja dan dimana akuntansi dicatat dan disimpan.
Diwan ini berfungsi untuk mengurusi pembayaran gaji.
Khalifah Umar menunjuk beberapa orang pengelola dan pencatat dari Persia untuk
mengawasi pembukuan Baitul Maal. Karena pendirian Diwan tersebut berasal dari usulan
Homozan-seorang tahanan Persia dan menerima Islam dengan menjelaskan sistem
administrasi yang dilakukan oleh Raja Sasanian.
Pada Diwan yang dibentuk oleh khalifah Umar terdapat 14 departemen dan 17
kelompok, dimana pembagian tersebut menunjukkan pembagian tugas dalam sistem
keuangan dan pelaporan keuangan yang baik. Di masa itu, istilah pembukuan dikenal
dengan Jarridah atau menjadi istilah Journal dalam bahasa Inggris yang berarti berita. Di
Venice istilah ini dikenal dengan sebutan zournal.
Fungsi akuntansi dilakukan oleh berbagai pihak dalam Islam. Khusus akuntan
dikenal dengan nama Muhasabah/Muhtasib yang menunjukkan orang yang bertanggung
jawab melakukan perhitungan. Muhtasib adalah orang yang bertanggung jawab atas
lembaga Al Hisba. Al Hisba tidak bertanggung jawab kepada eksekutif. Muhtasib
memiliki kekuasaan yang luas, termasuk pengawasan harta, kepentingan sosial,
pelaksanaan ibadah pribadi, dan pemeriksaan transaksi bisnis. Akram Khan memberikan 3
kewajiban Muhtasib, yaitu:
1. Pelaksanaan hak Allah termasuk kegiatan ibadah: semua jenis shalat, pemeliharaan
masjid.
2. Pelaksanaan hak-hak masyarakat: perilaku di pasar, kebenaran timbangan, kejujuran
bisnis.
4
3. Pelaksanaan yang berkaitan dengan keduanya: menjaga kebersihan jalan, lampu
jalan, bangunan yang mengganggu masyarakat, dan sebagainya.
Pada zaman kekhalifahan sudah dikenal Keuangan Negara. Kedaulatan Islam telah
memiliki departemen-departemen atau disebut dengan Diwan, ada Diwan Pengeluaran
(Diwan An-nafaqat), Militer (Diwan Al Jayash), pengawasan, pemungutan hasil, dan
sebagainya.
Pada zaman khalifah Mansur dikenal Khitabat al Rasul was Sirr, yang memelihara
pencatatan rahasia. Untuk menjamin dilaksanakannya hukum maka dibentuk Shahib al
Shurta. Salah satu pejabat di dalamnya itu lah yang disebut Muhtasib yang lebih
difokuskan pada sisi pengawasan pelaksanaan agama dan moral. Di sisi lain, ada juga
fungsi muhtasib dalam bidang pelayanan umum (public services) misalnya: pemeriksaan
kesehatan, suplai air, memastikan orang miskin mendapatkan tunjangan, bangunan yang
mau roboh, memeriksa kelayakan pembangunan rumah, dan sebagainya. Dari berbagai
fungsi shahib al shurta dan muhtasib ini dapat disimpulkan bahwa fungsi utamanya adalah
untuk mencegah pelanggaran terhadap hukum baik hukum sipil maupun hukum agama.
Jadi dapat disimpulkan, bahwa akuntansi Islam menyangkut semua praktik
kehidupan yang lebih luas, tidak hanya menyangkut praktik ekonomi dan bisnis
sebagaimana dalam sistem kapitalis. Akuntansi Islam sebenarnya lebih luas dari hanya
perhitungan angka, informasi keuangan atau pertanggungjawaban.
Pengembangan lebih komprehensif mengenai Baitul Maal dilanjutkan pada masa
khalifah Ali bin Abi Thalib. Pada masa pemerintahan beliau, sistem administrasi Baitul
Maal baik di tingkat pusat dan lokal berjalan baik, serta terjadi surplus dan dibagikan
secara proporsional sesuai tuntunan Rasulullah. Adanya surplus ini menunjukkan bahwa
proses pencatatan dan pelaporan telah berlangsung dengan baik.
D. LAPORAN AKUNTANSI SAAT ITU
Di antara karya-karya tulis yang menegaskan penggunaan akuntansi dan
pengembangannya di negara Islam, sebelum munculnya buku Paciolo, adalah adanya
manuskrip yang ditulis pada tahun 765 H/1363 M. manuskrip ini adalah karya seseorang
penulis muslim, yaitu Abdullah bin Muhammad bin Kayah Al Mazindarani, dan diberi
judul “Risalah Falakiyah Kitab As Siyaqat.” Buku Pacioli termasuk buku yang pertama
kali dicetak tentang sistem pencatatan berpasangan, dan buku Al Mazindarani masih dalam
bentuk manuskrip, belum dicetak dan belum diterbitkan.
5
Al Mazindarani berkata bahwa ada buku – buku yang dimaksudkan adalah
manuskrip – manuskrip yang menjelaskan aplikasi – aplikasi akuntansi yang popular pada
saat itu, sebelum dia menulis bukunya yang dikenal dengan judul: “Risalah Falakiyah
Kitab As Sayaqat”. Dalam bukunya yang masih berbentuk manuskrip itu, Al Mazindarani
menjelaskan hal – hal berikut ini :
1. Sistem akuntansi yang popular pada saat itu, dan pelaksanaan pembukuan yang
khusus bagi setiap sistem akuntansi.
2. Macam – macam buku akuntansi yang wajib di gunakan untuk mencatat transaksi
keuangan.
3. Cara menangani kekurangan dan kelebihan, yakni penyertaan.
Penulis Muslim juga menambahkan pelaksanaan pembukuan yang pernah
digunakan di negara Islam, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Apabila di dalam buku masih ada yang kosong, karena sebab apa pun, maka harus
diberi garis pembatas, sehingga tempat yang kosong itu tidak dapat digunakan.
Penggarisan ini dikenal dengan nama Tarqin.
2. Harus mengeluarkan saldo secara teratur. Saldo dikenal dengan nama Hashil.
3. Harus mencatat transaksi secara berurutan sesuai dengan terjadinya.
4. Pencatatan transaksi harus menggunakan ungkapan yang benar dan hati – hati
dalam menggunakan kata – kata.
5. Tidak boleh mengoreksi transaksi yang telah tercatat dengan coretan atau
menghapusnya. Apabila seorang akuntan kelebihan dalam mencatat jumlah suatu
transaksi, maka dia harus membayar selisih tersebut dari kantongnya pribadi
kepada kantor.
6. Pada akhir tahun buku, seorang akuntan harus mengirimkan laporan secara rinci
tentang jumlah (keuangan) yang berada di dalam tanggung jawabnya, dan cara
pengaturannya terhadap jumlah (keuangan) tsb.
7. Harus mengoreksi laporan tahunan yang dikirm oleh akuntan, dan
membandingkannya dengan laporan tahun sebelumnya dari satu sisi, dan dari sisi
yang lain dengan jumlah yang tercatat di kantor.
8. Harus mengelompokkan transaksi – transaksi keuangan dan mencatatnya sesuai
dengan karakternya dalam kelompok – kelompok yang sejenis.
9. Harus mencatat pemasukan di halaman sebelah kanan dengan mencatat sumber –
sumber pemasukan tsb.
6
10. Harus mencatat pengeluaran di halaman sebelah kiri dan menjelaskan pengeluaran
– pengeluaran tsb.
11. Ketika menutup saldo, harus meletakkan suatu tanda khusus baginya.
12. Setelah mencatat seluruh transaksi keuangan, maka harus memindahkan transaksi –
transaksi sejenis ke dalam buku khusus yang disediakan untuk transaksi – transaksi
yang sejenis itu saja.
13. Harus memindahkan transaksi – transaksi yang sejenis itu oleh orang lain yang
berdiri sendiri, tidak terikat dengan orang yang melakukan pencatatan di buku
harian dan buku – buku lain.
14. Setelah mencatat dan memindahkan transaksi – transaksi keuangan di dalam buku
– buku, maka harus menyiapkan laporan berkala, bulanan, atau tahunan sesuai
dengan kebutuhan.
Dari uraian di atas diketahui bahwa pelaksanaan akuntansi pada negara Islam terjadi
terutama adanya dorongan kewajiban zakat, yang harus dikelola dengan baik melalui
Baitul Maal. Dokumentasi yang pertama kali dilakukan oleh AL-Mazenderany (1363 M)
mengenai praktik akuntansi pemerintahan yang dilakukan selama Dinasti Khan II pada
buku Risalah Falakiyah Kitabus Siyakat. Namun, dokumentasi yang baik mengenai sistem
akuntansi negara islam tersebut pertama kali dilakukan oleh Al-Khawarizmy pada tahun
976 M.
Ada tujuh hal khusus dalam sistem akuntansi yang dijalankan oleh negara Islam
sebagaimana dijelaskan oleh Al-Khawarizmy dan Al-Mazenderany (Zaid, 2004), yaitu:
1. Sistem akuntansi untuk kebutuhan hidup, sistem ini di bawah koordinasi seorang
manajer.
2. Sistem akuntansi untuk konstruksi merupakan sistem akuntansi untuk proyek
pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah.
3. Sistem akuntansi untuk pertanian merupakan sistem yang berbasis non-moneter.
4. Sistem akuntansi gudang merupakan sistem untuk mencatat pembelian barang
negara.
5. Sistem akuntansi mata uang, sistem ini telah dilakukan oleh negara Islam sebelum
abad ke-14 M. Sistem ini memberikan hak kepada pengelolanya untuk mengubah
emas dan perak yang diterima pengelola menjadi koin sekaligus
mendistribusikannya.
7
6. Sistem akuntansi peternakan merupakan sistem untuk mencatat seluruh binatang
ternak.
7. Sistem akuntansi perbendaharaan merupakan sistem untuk mencatat penerimaan dan
pengeluaran harian negara baik dalam nilai uang atau barang.
Pencatatan dalam negara Islam telah memiliki prosedur yang wajib diikuti, serta
pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan atas aktivitas dan
menemukan surplus dan defisit atas pencatatan yang tidak seimbang. Jika ditemukan
kesalahan, maka orang yang bertanggung jawab harus menggantinya. Hal ini merupakan
salah satu bentuk pengendalaian internal, penerapan prosedur audit serta akuntansi
berbasis pertanggungjawaban sendiri, dimana Allah mengetahui seluruh pikiran dan
perbuatan semua makhluk-Nya. Prosedur yang harus dilakukan adalah sebagai berikut
(Zaid, 2004):
1. Transaksi harus dicatat setelah terjadi.
2. Transaksi harus dikelompokkan berdasarkan jenisnya (nature).
Butir 1 dan 2 di atas menjelaskan adanya pencatatan dan penggolongan serta adanya
periodisasi (khususnya Zakat-dikenal dengan Az-houl) dan pengelompokan piutang.
3. Penerimaan akan dicatat di sisi sebelah kanan dan pengeluaran akan dicatat di
sebelah kiri.
4. Pembayaran harus dicatat dan diberikan penjelasan yang memadai di sisi kiri
halaman.
Butir 3 dan 4 di atas menjelaskan awal dari debet dan kredit, karena catatan dari
Yunani dan Persia melakukannya dengan pengelompokan penerimaan dan
pengeluaran bukan istilah kanan dan kiri.
5. Pencatatan transaksi harus dilakukan dan dijelaskan secara hati-hati.
6. Tidak diberikan jarak penulisan di sisi sebelah kiri, dan harus diberi garis penutup.
7. Koreksi atas transaksi yang telah dicatat tidak boleh dengan cara menghapus atau
menulis ulang.
8. Jika akun telah ditutup, maka akan diberi tanda tentang hal tersebut.
9. Seluruh transaksi yang dicatat di buku jurnal (Al Jaridah) akan dipindahkan pada
buku khusus berdasarkan pengelompokan transaksi.
10. Orang yang melakukan pencatatan untuk pengelompokan berbeda dengan orang
yang melakukan pencatatan harian.
8
Butir 5-10 lebih menjelaskan pengendalian internal (internal control) serta bentuk
penerapan cut off, buku besar pembantu (subsidiary ledger) dan periodisasi
akuntansi (accounting period).
11. Saldo (Al Haseel) diperoleh dari selisih.
12. Laporan harus disusun setiap bulan dan setiap tahun.
13. Pada setiap akhir tahun, laporan yang disampaikan oleh Al Kateb harus menjelaskan
seluruh informasi secara detail barang dan dana yang berada di bawah
wewenangnya.
14. Laporan tahunan yang disusun Al Kateb akan diperiksa dan dibandingkan dengan
tahun sebelumnya dan akan disimpan di Dewan Pusat.
Dihubungkan dengan prosedur tersebut, terdapat beberapa istilah sebagai berikut:
1. Al-Jaridah merupakan buku untuk mencatat transaksi yang dalam bahasa arab
berarti koran atau jurnal. Terdapat beberapa bentuk jurnal khusus, seperti berikut:
a. Jaridah Al-Kharaj, digunakan untuk berbagai jenis zakat seperti pendapatan yang
berasal dari tanah, tanaman dan binatang ternak.
b. Jaridah Annafakat, digunakan untuk mencatat jurnal pengeluaran.
c. Jaridah Al-Maal, digunakan untuk mencatat jurnal pendanaan yang berasal dari
penerimaan dan pengeluaran zakat.
d. Jaridah Al-Musadereen, digunakan untuk mencatat jurnal pendanaan khusus
berupa perolehan dana dari individu yang tidak harus taat dengan hukum Islam.
2. Daftar Al Yaumiyah (Buku Harian/dalam bahsa Persia dikenal dengan nama:
Ruznamah). Daftar tersebut digunakan sebagai dasar untuk pembuatan Ash-Shahed
(jurnal voucher).
Bentuk umum dari daftar di antaranya:
a. Daftar Attawjihat merupakan buku yang digunakan untuk mencatat anggaran
pembelanjaan.
b. Daftar Attahwilat merupakan buku untuk mencatat keluar masuknya dana antara
wilayah dan pusat pemerintahan.
Al-Khawarizmy membagi beberapa jenis daftar:
a. Kaman al Kharadj yang merupakan dasar-dasar survei.
b. Al-Awardj menunjukkan daftar utang per individu beserta daftar pembayaran
cicilan.
9
c. Al-Ruznamadj atau buku harian yaitu melakukan pencatatan untuk pembayaran
penerimaan setiap hari.
d. Al-Khatma merupakan laporan pendapatan dan pengeluaran perbulan.
e. Al-Khatma Al-Djami`a merupakan laporan tahunan.
f. Al-Taridj merupakan tambahan catatan untuk menunjukkan kategori secara
keseluruhan.
g. Al-Arida merupakan 3 kolom jurnal yang totalnya terdapat di kolom ketiga.
h. Al-Bara`a merupakan penerimaan pembayaran dari pembayar pajak.
i. Al-Muwafaka wal-djama`a merupakan akuntansi yang kompherensif disajikan
oleh `amil.
3. Beberapa jenis laporan keuangan di antaranya:
a. Al Khitmah, merupakan laporan yang dibuat setiap akhir bulan yang
menunjukkan total penerimaan dan pengeluaran.
Bismillahirrahmaanirahiim
Laporan Keuangan per 1 Muharam sampai 30 Dzulhijjah tahun.. H
Sumber – sumber keuangan:a) Pajak – pajak dari… tanggal… xxxb) Pemasukan dari… tanggal… xxx
Di samping itu adalah:a) Pindahan dari tahun buku yang lalu xxxb) Penjualan – penjualan xxxc) Denda – denda xxxd) Wesel – wesel xxxJumlah xxx
Penggunaan Danaa) Wesel – wesel ke kantor lain xxx b) Pembelian – pembelian kantor xxxc) Pengeluaran – pengeluaran lain xxx
Saldo xxx
b. Al Khitmah Al Jameeah, merupakan laporan yang disiapkan oleh Al Khateb
tahunan dan diberikan kepada atasannya (Al Mawafaka-penerima) berisi
pendapatan, beban dan surplus/defisit setiap akhir tahun.
10
c. Bentuk perhitungan dan laporan zakat akan dikelompokkan pada laporan
keuangan terbagi dalam 3 kelompok, yaitu:
1) Ar-Raj Minal Mal (yang dapat tertagih)
2) Ar-Munkasir Minal Mal (piutang tidak dapat tertagih), dan
3) Al Muta’adhir Wal Mutahayyer wal Muta’akkid (piutang yang sulit dan
piutang bermasalah sehingga tidak tertagih)
Pada perhitungan zakat, utang diklasifikasikan menjadi tiga berdasarkan
kemampuan bayar, yaitu:
a. Arra’ej Minal Maal (collectible debts)
b. Al Munkase Minal Mal (uncollectible debts)
c. Al Muta’adher wal Mutahayyer (complicated atau doubtful debts)
11
Al Khitmah Al JameeahUntuk Penerimaan dan Pengeluaran
Selama Periode Muharram s.d. Dzulhijjah Tahun …… H
Disiapkan oleh Dibantu oleh Diperiksa oleh Disetujui oleh
Sumber DanaPendapatan pada Periode Berjalanb. Pajak dari Sejak Tanggal……. xxxxc. Pendapatan Lain xxxxSub Total xxxx
Ditambah
a. Sisa dari Periode yang lalu xxxxb. Penjualan xxxxc. Rekonsiliasi dan Denda xxxxd. Pinjaman xxxxe. Pemindahan Dana xxxxf. Tagihan yang tidak dapat tertagih xxxxAl Fadalakah (Total)
Penggunaan Danaa. Transfer ke Diwan Lain xxxxb. Pembelian yang dilakukan Diwan xxxxc. Beban Lain (xxxx)Al Haseel (Saldo) xxxx
DAFTAR PUSTAKA
Nurhayati, Sri dan Wasilah. 2009. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Muhammad. 2005. Pengantar Akuntansi Syariah. Jakarta: Salemba Empat.
12