sejarah kalender jawa fix.doc
TRANSCRIPT
Kalender JawaMakalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Astronomi
Dosen pengampu : Arif Widiyatmoko,M.Pd.
Disusun oleh :
Reizka Rossalina Erriska 4001412001
Kartika Dwi Rahayu 4001412003
Fitri Anifatussaadah 4001412018
Pendidikan IPA/ IPA Terpadu
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitras Negeri Semarang
BAB I
Pendahuluan
Latar Belakang Kalender Jawa sama halnya dengan kalender-kalender yang lain menunjukkan tahun, bulan,
tanggal dan hari dari suatu saat. Dalam sistem kalender ini selain ada tujuh hari, minggu sampai
dengan sabtu juga ada lima hari pasaran: kliwon, legi, pahing, pon dan wage. Di Jawa kedua macam
hari itu digabungkan untuk mengingat kejadian-kejadian yang penting, misalnya seseorang lahir hari
Minggu Kliwon atau Minggu Wage, seseorang meninggal hari Jumat Legi atau Jumat Pon.
Kalender Jawa menunjukkan perputaran hidup antara manusia dimana hidup itu diciptakan
oleh Gusti, pencipta Jagat Raya, Tuhan Yang Maha Kuasa. Kalender Jawa adalah sebuah kalender
yang istimewa karena merupakan perpaduan antara budaya Islam, budaya Hindu-Buddha Jawa dan
bahkan juga sedikit budaya Barat. Pada tahun 1625 Masehi, Sultan Agung yang berusaha keras
menyebarkan agama Islam di pulau Jawa dalam kerangka negara Mataram mengeluarkan dekrit untuk
mengubah penanggalan Saka. Sejak saat itu kalender Jawa versi Mataram menggunakan sistem
kalender kamariah atau lunar, namun tidak menggunakan angka dari tahun Hijriyah (saat itu tahun
1035 H). Dengan adanya penyebaran Islam di pulau Jawa, maka terjadilah beberapa perubahan
kalender jawa.
Rumusan Masalah 1. Bagaimana sejarah penggunaan kalender jawa pada masyarakat di Jawa sebelum
maupun sesudah perubahan ?
2. Bagaimana sistem penanggalan kalender jawa ?
3. Bagaimana metode perhitungan pada kalender jawa ?
4. Bagaimana perbedaan kalender jawa dengan kalender masehi dan hijriah ?
5. Bagaimana cara perhitungan hari- hari baik dalam penanggalan kalender jawa ?
6. Bagaimana cara perhitungan pranata mangsa pada penanggalan kalender jawa ?
Tujuan 1. Untuk mengetahui sejarah penggunaan kalender jawa pada masyarakat di Jawa
sebelum maupun sesudah perubahan.
2. Untuk mengetahui sistem penanggalan kalender jawa.
3. Untuk mengetahui metode perhitungan pada kalender jawa.
4. Untuk mengetahui perbedaan kalender jawa dengan kalender masehi dan hijriah.
5. Untuk mengetahui cara perhitungan hari- hari baik dalam penanggalan kalender jawa.
6. Untuk mengetahui cara perhitungan pranata mangsa pada penanggalan kalender jawa.
BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah kalender jawa Pemahaman manusia akan alam semesta semakin bertambah seiring dengan
perkembangan pemikiran manusia dan kemajuan ilmu dan teknologi. Namun, manusia
sebagai pelaku sejarah, tidak akan mampu untuk meninggalkan sejarahnya sendiri. Sejarah
dimana manusia memulai kehidupannya, manusia memulai untuk berkarya, manusia memulai
untuk menciptakan hal-hal yang teknologis.
Disamping itu, manusia sebagai pelaku budaya juga tak dapat lepas dari kelangsungan
kebudayaan dimana dia berada. Termasuk manusia yang hidup di Indonesia. Terlebih lagi di
Jawa. Berbagai budaya terus dijaga kelestariannya.
Di pulau Jawa khususnya, pernah berlaku sistem penanggalan Hindu, yang dikenal
dengan penanggalan “Soko”. Permulaan tahun soko ini ialah hari Sabtu ( 14 Maret 78 M ),
yaitu satu tahun setelah penobatan prabu Syaliwahono ( Aji Soko ) sebagai raja di India. Oleh
sebab itulah penanggalan ini dikenal dengan penanggalan Soko. Mula-mula tahun Jawa
dihitung dengan peredaran matahari dan berwindu 30 tahun dengan nama tahun Hindu-Jawa
(Saka).
Kalender Aji Saka ini diperbaharui oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo, yakni
disesuaikan dengan perhitungan Lunar (Qomariyah) dan tidak lagi menggunakan sistem
perhitungan Solar (Syamsiyah). Peralihan tersebut terjadi pada tanggal 1 Sura tahun Alip
1555 (tahun Jawa), sedangkan perputaran tahunnya diubah per windu 8 tahun.
Kalender Jawa adalah sebuah kalender yang istimewa karena merupakan perpaduan
antara budaya Islam, budaya Hindu-Buddha Jawa dan bahkan juga sedikit budaya Barat.
Dalam sistem kalender Jawa, siklus hari yang dipakai ada dua: siklus mingguan yang terdiri
dari 7 hari seperti yang kita kenal sekarang, dan siklus pekan pancawara yang terdiri dari 5
hari pasaran. Pada tahun 1625 Masehi, Sultan Agung yang berusaha keras menyebarkan
agama Islam di pulau Jawa dalam kerangka negara Mataram mengeluarkan dekrit untuk
mengubah penanggalan Saka. Sejak saat itu kalender Jawa versi Mataram menggunakan
sistem kalender qamariah atau lunar, namun tidak menggunakan angka dari tahun Hijriyah
(saat itu tahun 1035 H). Angka tahun Saka tetap dipakai dan diteruskan. Hal ini dilakukan
demi asas kesinambungan. Sehingga tahun saat itu yang adalah tahun 1547 Saka, diteruskan
menjadi tahun 1547 Jawa.
Pada tahun 1633 M bertepatan dengan tahun 1043 H atau tahun 1555 Soko, Sri Sultan
Muhammad yang terkenal dengan Sultan Agung Anyokrokusumo yang bertahta di mataram,
mengadakan perubahan dalam sistem penanggalan Jawa. Perubahan itu menyangkut
sistemnya tidak lagi berdasarkan pada peredaran matahari melainkan didasarkan pada
peredaran bulan disenyawakan dengan sistem perhitungan tahun hijriyah, sehingga nama-
nama bulan ditetapkan dengan urut-urutan sebagai berikut; Suro, Sapar, Mulud, Bakdomulud,
Jumadil Awal, Jumadilakir, Rejeb, Ruwah, Poso, Sawal, Dulkangidah( selo), dan Besar.
Sedang tahunya masih menggunakan tarikh Jawa yaitu tahun Soko. Disamping itu
terdapat juga sistem perhitungan yang berbeda, Bulan-bulan ganjil berumur 30 hari.
Sedangkan bulan-bulan genap berumur 29 hari, kecuali bulan ke 12 (besar) berumur 30 pada
tahun panjang. Satu tahun berumur 354,375 hari ( 354 3/8 hari), sehingga daur ( siklus)
penanggalan Jawa ini selama 8 tahun ( 1 windu) , dengan ditetapkan bahwa pada urutan tahun
ke 2, 5 dan 8 merupakan tahun panjang ( Wuntu = 355 hari ). Sedangkan lainya merupakan
tahun pendek ( Wastu = 354 hari).
Urut-urutan tahun dalam satu windu itu diberi lambang dengan huruf Arab abjadiyah,
yaitu:
- tahun pertama = Alip ( ا )- tahun kedua = Ehe ( ه )
- tahun ketiga = Jim Awal ( ج )
- tahun keempat = Ze ( ز )
- tahun kelima = Dal ( د )
- tahun keenam = Be ( ب )
- tahun ketujuh = Wawu ( و )
- tahun kedelapan = Jim Akhir ( ج )
Orang Jawa pada masa pra Islam mengenal pekan yang lamanya tidak hanya tujuh
hari saja, namun dari 2 sampai 10 hari. Pekan-pekan ini disebut dengan nama-nama dwiwara,
triwara, caturwara, pancawara (pancawara), sadwara, saptawara, astawara dan sangawara.
Zaman sekarang hanya pekan yang terdiri atas lima hari dan tujuh hari saja yang dipakai,
namun di pulau Bali dan di Tengger, pekan-pekan yang lain ini masih dipakai.
Orang Jawa percaya bahwa hitungan 7 hari dalam seminggu bermula ketika Tuhan
menciptakan alam semesta ini dalam 7 tahap. Dimana tahap pertama diawali hari Radite
(Minggu).
Pertama, Ketika Tuhan memiliki kehendak ingin menciptakan dunia. Kehendak
Tuhan ini lalu disimbolkan dengan MATAHARI yang bersinar sebagai sumber
kehidupan.
Kedua, ketika Tuhan menurunkan kekuatanNYA untuk menciptakan dunia. Kekuatan
Tuhan itu lalu disimbolkan dengan BULAN yang bercahaya tanpa menyilaukan.
Ketiga, Ketika kekuatan Tuhan tadi mulai menyebarkan percik-percik sinar Tuhan.
Percik sinar Tuhan itu lalu disimbolkan dengan API yang berpijar.
Keempat, Ketika Tuhan menciptakan dimensi ruang untuk wadah alam semesta.
Dimensi ruang itu lalu disimbolkan dengan BUMI menjadi tempat makhluk hidup.
Kelima, Ketika tuhan menciptakan panas yang menyalakan kehidupan. Panas yang
menyala itu lalu disimbongkan dengan ANGIN yang bergerak dan petir yang
menyambar.
Keenam, Ketika tuhan menciptakan air yang dingin. Air yang dingin itu lalu
disimbolkan dengan BINTANG yang mirip titik-titik air yang menyejukan.
Ketujuh, Ketika Tuhan menciptakan unsur materi kasar sebagai dasar pembentuk
kehidupan. Materi kasar itu lalu disimbolkan dengan AIR sebagai sumber kehidupan.
Perlu dipahami bahwa penyebutan elemen (anasir) ini hanyalah sebagai simbol. Bukan
merupakan urutan kejadian alam semesta itu sendiri. Simbol inilah yang nantinya digunakan
dalam mengenali watak (karakter) hari.
Elemen Hari
Minggu : Aditya = Planet Matahari
Senin : Soma = Planet Bulan
Selasa : Anggara = Planet Mars
Rabu : Budha = Planet Merkurius
Kamis : Respati = Planet Jupiter
Jumat : Sukra = Planet Venus
Sabtu : Saniskara = Planet Saturnus
Dino Pitu (Hari Tujuh)
Nama hari ini dihubungkan dengan sistem bulan-bumi. Gerakan (solah) dari bulan terhadap
bumi adalah nama dari ke tujuh tersebut.
1. Radite (Minggu) melambangkan meneng atau diam.
2. Soma (Senin) melambangkan maju.
3. Hanggara (Selasa) melambangkan mundur.
4. Budha (Rabu) melambangkan mangiwa atau bergerak ke kiri.
5. Respati (Kamis) melambangkan manengen atau bergerak ke kanan.
6. Sukra (Jumat), melambangkan munggah atau naik ke atas.
7. Tumpak (Sabtu) melambangkan temurun atau bergerak turun.
Pekan yang terdiri atas lima hari ini disebut sebagai pasar oleh orang Jawa dan terdiri dari
hari-hari:
1. Legi
2. Pahing
3. Pon
4. Wage
5. Kliwon
Kemudian sebuah pekan yang terdiri atas tujuh hari ini, yaitu yang juga dikenal di
budaya-budaya lainnya, memiliki sebuah siklus yang terdiri atas 30 pekan. Setiap pekan
disebut satu wuku dan setelah 30 wuku maka muncul siklus baru lagi. Siklus ini yang secara
total berjumlah 210 hari adalah semua kemungkinannya hari dari pekan yang terdiri atas 7, 6
dan 5 hari berpapasan.
1. Sistem Penanggalan Jawa
Berbeda dengan kalender hijriyah yang merupakan kalender astronomis yang
penentuan harinya menggunakan data-data astronomis dengan memantau umur bulan,
kalender Jawa-Islam merupakan kalender berbasis matematis yang mendasarkan
penghitungan harinya dengan hitungan matematik dari fenomena alam. Oleh
karenanya, jika jumlah hari dalam bulan Qomariyah tidak pasti apakah jumlahnya 29
atau 30 hari, dalam kalender Jawa jumlah harinya telah ditentukan.
Adapun jumlah hari dalam kalender Jawa adalah sebagai berikut:
1. Suro : 30 hari
2. Sapar : 29 hari
3. Mulud : 30 hari
4. Bakda Mulut : 29 hari
5. Jumadilawal : 30 hari
6. Jumadilakhir : 29 hari
7. Rejeb : 30 hari
8. Ruwah : 29 hari
9. Poso : 30 hari
10. Bodo : 29 hari
11. Selo : 30 hari
12. Besar : 29 hari
Nama-nama bulan disesuaikan dengan lidah Jawa: Muharram, Sapar,
Rabingulawal, Rabingulakir, Jumadilawal, Jumadilakir, Rejeb, Saban, Ramelan,
Sawal, Dulkangidah, Dulkijah.
Muharram juga disebut sebagai bulan Suro sebab mengandung Hari Asyura
yang jatuh pada tanggal 10 Muharram. Bulan Safar disebut sebagai bulan Sapar
karena lidah orang jawa yang menyebutnya seperti itu.
Rabi`ul-Awwal dijuluki bulan Mulud karena pada bulan ini terjadi kelahiran
nabi Muhammad SAW yang dalam bahasa Arab disebut maulud yang berarti waktu
lahir. Robi’ul awal juga biasa disebut sebagai rabingulawal karena makhroj ‘ain yang
dekat dengan makhroj ng dan yang lebih mudah diucapkan adalah ng. Rabi`ul-Akhir
adalah Bakdamulud atau Silihmulud yang berarti sesudah Mulud dan biasa pula
disebut rabingulakir.
Untuk jumadilawal tidak terjadi perbedaan yang mencolok hanya
penyebutannya yang terkesan tidak ada penekanan setelah pengucapan dil pada
jumadil awal atau hanya diucapkan dilawal saja. Dalam menyebutkan jumadil akhir,
juga tidak terjadi perbedaan yang signifikan sama seperti jumadilawal. Penyebutan
jumadilakhir adalah sebagai jumadilakir karena susahnya mengucapkan kha’, atau
dilakir saja.
Bulan Rajab diucapkan sebagai bulan rejeb yang lebih mudah pelafalannya.
Sya`ban merupakan bulan Ruwah, karena bulan ini adalah saat mendoakan arwah
keluarga yang telah wafat, dalam menyambut bulan Puasa (Ramadhan) menurut
tradisi masyarakat Jawa.
Ramadlan adalah bulan poso karena berdasarkan syari’at Islam, dalam bulan
ini muslim di Jawa –bahkan umat islam di seluruh belahan dunia– diwajibkan untuk
berpuasa selama sebulan penuh. Bulan Syawal adalah bulan bodo karena hari pertama
bulan ini merupakan hari berbuka satu telah sebulan penuh berpuasa, dan dalam
bahasa Jawa, lebaran disebut bodo (bada).
Dzul-Qa`dah disebut Hapit atau Sela sebab posisinya yang terletak di antara
dua hari raya, idulfitri dan iduladha. Dzul-Qa’dah juga biasa disebut sebagai
dulkangedah. Dzul-Hijjah merupakan bulan Haji atau Besar (Rayagung), saat
berlangsungnya ibadah haji dan Idul Adha.
Nama-nama hari kalender Saka dalam bahasa Sansekerta (Raditya, Soma,
Anggara, Budha, Brehaspati, Sukra, Sanaiscara) yang dianggap berbau penyembahan
benda langit dihapus oleh Sultan Agung dan diganti dengan nama-nama hari dalam
bahasa Arab yang disesuaikan dengan lidah Jawa yaitu Ngat (ahad), Senen (itsnain),
Seloso (tsulasa’), Rebo (arbia’), Kemis (Khomis), Jumuwah (Jumu’ah), Saptu (Sabt).
Tetapi hari-hari pasaran atau pancawara (Pahing, Pon, Wage, Kaliwuan, Umanis atau
Legi) tetap dilestarikan, sebab hari-hari pasaran tersebut merupakan konsep asli
masyarakat Jawa, bukan diambil dari kalender Saka atau budaya India.
Sistem penanggalan Jawa mempunyai kekhasan tersendiri. Yang pertama
adalah konsep hari pasaran yang terdiri dari Kliwon, Legi, Pahing, Pon, dan Wage
yang tidak dapat ditemui di kalender manapun, yang lamanya tidak hanya tujuh hari
saja, namun dari 2 sampai 10 hari. Pekan-pekan ini disebut dengan nama-
nama dwiwara, triwara, caturwara, pañcawara (pancawara), sadwara, saptawara,
astawara, dan sangawara. Zaman sekarang hanya pekan yang terdiri atas lima hari dan
tujuh hari saja yang dipakai, namun di pulau Bali dan di Tengger, pekan-pekan yang
lain ini masih dipakai. Kemudian sebuah pekan yang terdiri atas tujuh hari ini, yaitu
yang juga dikenal di budaya-budaya lainnya, memiliki sebuah siklus yang terdiri atas
30 pekan.Setiap pekan disebut satu wuku dan setelah 30 wuku maka muncul siklus
baru lagi. Siklus ini yang secara total berjumlah 210 hari adalah semua
kemungkinannya hari dari pekan yang terdiri atas 7, 6 dan 5 hari berpapasan.
Yang kedua adalah siklus delapan tahunan yang disebut dengan istilah windu.
Yang ketiga adalah penamaan tahun yang mengikuti daur delapan tahunan atau yang
disebut windu. Oleh orang Jawa tahun-tahun digabung menjadi semacam abad yang
terdiri dari delapan satuan lebih kecil.Setiap satuan ini terdiri atas 8 tahun Jawa dan
disebut windu. Di bawah disajikan nama-nama windu:
No Nama Nama suro Hari
1 Alip Selasa Pon 354
2 Ehe Sabtu pahing 355
3 Jimawal Kamis Pahing 354
4 Je Senin lagi 354
5 Dal Jumat kliwon 355
6 Be Rabu kliwon 354
7 Wawu Ahad wage 354
8 Jimakir Kamis pon 355
2. Metode Perhitungan/ Penanggalan Jawa
Metode yang digunakan oleh masyarakat Jawa dalam menentukan
penanggalan adalah:
1) Metode Ajumgi
Ajumgi adalah metode yang digunakan oleh orang Jawa dalam
menentukan penanggalannya yang menyatakan bahwa hari pertama dalam tahun
alif yang merupakan siklus windu dalam tahun Jawa adalah hari Jumat dan
bertepatan dengan hari pasaran Legi.Metode ajumgi atau yang bisa juga disebut
dengan metode awahgi adalah sistem yang digunakan dalam penanggalan Jawa
dalam kurup Jamngiah pada tahun 1555-1674.
2) Metode Amiswon
Menilik pada sejarah perubahan tahun Saka menjadi tahun Jawa-Islam di
atas, kita dapat mengetahui bahwa setiap 120 tahun terjadi kemajuan satu hari
dalam siklus windu tersebut. Dan setelah 120 tahun digunakannya metode ajumgi,
digunakanlah metode amiswon yang lebih akurat.Amiswon adalah sistem
penanggalan Jawa pada kurup kamsiyah yang jatuh pada periode 1675-1794.
3) Metode Aboge
Istilah aboge dapat dirinci bahwa a berasala dari alif, salah satu dari siklus
windu yang merupakan daur tahun Jawa. Bo mengacu pada rebo yang berarti hari
rabu. Dan ge adalah wage yang merupakan hari pasaran dalam budaya Jawa.
Kurup aboge adalah kurup arbangiah. Kurup ini mempunyai beberapa prinsip,
yaitu:
a. Dino niku tukule enjing lan ditanggal dalu yang berasal dari bahasa Jawa yang
berarti hari itu lahirnya pada pagi hari dan diberi tanggal pada malam harinya.
b. Jumlah hari dalam setiap bulan telah ditentukan, yaitu 30 hari untuk bulan
ganjil dan 29 hari untuk bulan genap.
Sistem penanggalan yang menggunakan metode aboge mempunyai sebuah
konsep yang berupa nadlom berbahasa Jawa namun bertuliskan Arab yang biasa
disebut pegon. Nadlom tersebut adalah:
( كي ( بو ). ه أ ) ( ) ( فاهيغ( ثا ز فون عه ج فونا حد
( ) ( ) ( ) ( كييا ( عه ج وون نين و كيا ميس ب كي تو دYang bermakna jika masuk tahun alif, maka hari pertama adalah Rabu
Wage.Pada tahun ha’, hari pertama adalah Ahad Pon. Pada tahun jim (awal), hari
pertama adalah Jumat Pon. Pada tahun za’, hari pertama adalah Selasa
Pahing.Pada tahun dal, hari pertama adalah Sabtu Legi.Pada tahun ba’, hari
pertama adalah Kamis Legi.Pada tahun wawu, hari pertama adalah Senin
Kliwon.dan Pada tahun jim (akhir), hari pertama adalah jumat wage.
Menggunakan metode aboge, kita dapat menentukan hari apakah dalam
suatu tahun hijriyah itu. Cara yang digunakan adalah membagikan jumlah tahun
hijriyah tersebut dengan angka 8 yang merupakan daur tahun jawa yaitu alif, ha’,
jim, za’, dal, ba’, wawu, dan jim (akhir). Sebagai contoh adalah tahun 1431
Hijriyah.Kita bagikan nominal tersebut dengan angka 8 sehingga kita dapat
mengetahui hasilnya.1431 dibagi 8 menghasilkan 178 dengan sisa 7.dari langkah
tersebut, kita dapat mengetahui bahwa tanggal 1 Muharram bertepatan dengan
tahun VII yaitu tahun dal sehingga hari pertamanya adalah hari Sabtu dengan
pasaran Legi.
4) Metode Asapon
Setelah 120 tahun menggunakan metode aboge, tercetus pemikiran dari
beberapa orang bahwa sudah saatnya mengganti metode aboge yang digunakan
selama ini dengan metode asapon karena terjadinya siklus seratus dua puluh
tahunan yang menyebabkan kemajuan satu hari setelah menempuh waktu 120
tahun. Akan tetapi, kenyataan yang ada adalah tetap digunakannya metode aboge
sebagai sistem penanggalan tahun Jawa.
3. Perbedaan Kalender Jawa dengan Kalender Masehi dan Hijriah
Kelender jawa dengan kalender masehi sangat berbeda jauh. Kalender masehi
adalah kalender yang sudah umum, semua orang dimuka bumi ini memilikinya dan
merupakan kalender Syah sebagai panduan untuk seluruh manusia di dunia.
Sedangkan Kalender jawa adalah kalender yang hanya dimiliki oleh orang-orang
tertentu khususnya orang jawa. Sebuah kalender yang memiliki manfaat lebih bila
dibandingkan dengan kalender masehi.
Kalender jawa memiliki ciri-ciri dan keistimewaan :
a. Penanggalan Jawa tercetak besar (kebalikan dengan kalender masehi).
b. Kalender Jawa tercantum hari-hari NAS atau hari yang buruk sebagai larangan
untuk tidak melakukan aktifitas Besar yang sangat penting contoh Hajatan
pernikahan.
c. Setiap perhitungan hari dan pasaran, kalender jawa memiliki keistimewaan
khusus. yaitu terdapat arah tujuan. Sebagai contoh membangun rumah di hari
Rabo maka mondasinya dimulai dari arah kulon/barat.
d. Setiap Bulannya kalender Jawa mempunyai panggonan/tempat tersendiri contoh
Suro, Sapar, mulut panggonane ning kulon/tempatnya di barat, kalender jawa
terdapat aksara jawa komplit.
e. Sistem Penanggalan Jawa disebut juga Penanggalan Jawa Candrasangkala atau
perhitungan penanggalan bedasarkan peredaran Bulan mengitari Bumi. Petungan
penanggalan Jawa sudah dicocokkan dengan penanggalan Hijriah. Namun
demikian pencocokkan ini bukanlah menjiplak sepenuhnya juga mempergunakan
perhitungan yang rumit oleh para leluhur kita.
Ada perbedaan yang hakiki antara sistem perhitungan penanggalan Jawa
dengan penanggalan Hijriah, perbedaan yang nyata adalah pada saat penetapan
pergantian hari ketika pergantian sasi/bulan. Candrasangkala Jawa menetapkan bahwa
pergantian hari ketika pergantian sasi waktunya adalah tetap yaitu pada saat matahari
terbenam (surup – antara pukul 17.00 sampai dengan 18.00), sedangkan pergantian
hari ketika pergantian sasi/bulan pada penanggalan Hijriah ditentukan melalui Hilal
dan Rukyat.
4. Mencari Hari Baik
Dalam melakukan hajat perkawinan, mendirikan rumah, bepergian dan
sebagainya, kebanyakan orang jawa dahulu mendasarkan atas hari yang berjumlah
7(senin-minggu) dan pasaran yang jumlahnya ada 5, tiap hari tentu ada rangkapannya
pasaran, jelasnya, tiap hari tentu jatuh pada pasaran tertentu.
Menurut perhitungan Jawa pada umumnya dikenal 7 hari yang masing-masing
mempunyai jumlah berlainan;
a) Akad (Minggu) jumlah naptu 5
b) Senen (Senin) jumlah naptu 4
c) Selasa (selasa) jumlah naptu 3
d) Rebo (Rabu) jumlah naptu 7
e) Kemis (Kamis) jumlah naptu 8
f) Jumuah (Jum'at) jumlah naptu 6
g) Setu (Sabtu) jumlah naptu 9
Selain hari, orang Jawa juga sangat percaya adanya watak yang diakibatkan
dari pengaruh Pasaran. Dikenal adanya 5 pasaran yaitu:
1. Kliwon jumlah naptunya 8
2. Legi jumlah naptunya 5
3. Pahing jumlah naptunya 9
4. Pon jumlah naptunya 7
5. Wage jumlah naptunya 4
Neptu hari atau pasaran kelahiran untuk perkawinan
Hari dan pasaran dari kelahiran dua calon temanten yaitu anak perempuan dan
anak lelaki masing-masing dijumlahkan dahulu, kemudian masing masing dibuang
(dikurangi) sembilan.
Misalnya :
Kelahiran anak perempuan adalah hari Jumat (neptu 6) wage (neptu 4) jumlah 10,
dibuang 9 sisa 1. Sedangkan kelahiran anak laki-laki ahad (neptu 5) legi (neptu 5)
jumlah 10 dikurangi 9 sisa 1. Menurut perhitungan dan berdasarkan sisa diatas maka
perhitungan seperti dibawah ini:
Apabila sisa:
1 dan 1 = Baik, Saling mencintai
1 dan 2 = Baik
1 dan 3 = Kuat, Tetapi rejekinya jauh
1 dan 4 : banyak celakanya
1 dan 5 :bisa
1 dan 6 : jauh sandang pangannya
1 dan 7 : banyak musuh
1 dan 8 : sengsara
1 dan 9 : menjadi perlindungan
2 dan 2 : selamat, banyak rejekinya
2 dan 3 : salah seorang cepat wafat
2 dan 4 : banyak godanya
2 dan 5 : banyak celakanya
2 dan 6 : cepat kaya
2 dan 7 : anaknya banyak yang mati
2 dan 8 : dekat rejekinya
2 dan 9 : banyak rejekinya
3 dan 3 : melarat
3 dan 4 : banyak celakanya
3 dan 5 : cepat berpisah
3 dan 6 : mandapat kebahagiaan
3 dan 7 : banyak celakanya
3 dan 8 : salah seorang cepat wafat
3 dan 9 : banyak rejeki
4 dan 4 : sering sakit
4 dan 5 : banyak godanya
4 dan 6 : banyak rejekinya
4 dan 7 : melarat
4 dan 8 : banyak halangannya
4 dan 9 : salah seorang kalah
5 dan 5 : tulus kebahagiaannya
5 dan 6 : dekat rejekinya
5 dan 7 : tulus sandang pangannya
5 dan 8 : banyak bahayanya
5 dan 9 : dekat sandang pangannya
6 dan 6 : besar celakanya
6 dan 7 : rukun
6 dan 8 : banyak musuh
6 dan 9 : sengsara
7 dan 7 : dihukum oleh istrinya
7 dan 8 : celaka karena diri sendiri
7 dan 9 : tulus perkawinannya
8 dan 8 : dikasihi orang
8 dan 9 : banyak celakanya
9 dan 9 : liar rejekinya
Neptu hari dan pasaran dari kelahiran calon mempelai laki-laki dan
perempuan, ditambah neptu pasaran hari perkawinan dan tanggal (bulan Jawa)
semuanya dijumlahkan kemudian dikurangi/ dibuang masing tiga, apabila masih sisa :
1 = berarti tidak baik, lekas berpisah hidup atau mati
2 = berarti baik, hidup rukun, sentosa dan dihormati
3 = berarti tidak baik, rumah tangganya hancur berantakan dan kedua-duanya bisa
mati.
Neptu hari dan pasaran dari kelahiran calon mempelai laki-laki dan
perempuan, dijumlah kemudian dibagi empat apabila sisanya :
1 = Getho, jarang anaknya,
2 = Gembi, banyak anak,
3 = Sri, banyak rejeki,
4 = Punggel, salah satu akan mati
Misalkan suami lahir Jumat (6) Kliwon (8) = 14 - lihat "neptu hari"
istri lahir Jumat (6) Pahing (9) = 15 - lihat "neptu pekan"
Maka jumah angka suami dan isteri adalah 14 + 15 = 29 : 4 maka akan sisa ”1” berarti
jatuh pada Getho, berarti "jarang memiliki anak"
Hari kelahiran mempelai laki-laki dan mempelai wanita, apabila :
Ahad dan Ahad, sering sakit
Ahad dan Senin, banyak sakit
Ahad dan Selasa, miskin
Ahad dan Rebo, selamat
Ahad dan Kamis, cekcok
Ahad dan Jumat, selamat
Ahad dan Sabtu, miskin
Senen dan Senen, tidak baik
Senen dan Selasa, selamat
Senen dan Rebo, anaknya perempuan
Senen dan Kamis, disayangi
Senen dan Jumat, selamat
Senen dan Sabtu, direstui
Selasa dan Selasa, tidak baik
Selasa dan Rebo, kaya
Selasa dan Kamis, kaya
Selasa dan Jumat, bercerai
Selasa dan Sabtu, sering sakit
Rebo dan Rebo, tidak baik
Rebo dan Kamis, selamat
Rebo dan Jumat, selamat
Rebo dan Sabtu, baik
Kamis dan Kamis, selamat
Kamis dan Jumat, selamat
Kamis dan Sabtu, celaka
Jumat dan Jumat, miskin
Jumat dan Sabtu celaka
Sabtu dan Sabtu, tidak baik
HARI-HARI UNTUK MANTU DAN IJAB PENGANTIN
(baik buruknya bulan untuk mantu):
1. Bulan Jw. Suro : Bertengkar dan menemui kerusakan (jangan dipakai)
2. Bulan Jw. Sapar : kekurangan, banyak hutang (boleh dipakai)
3. Bulan Jw Mulud : lemah, mati salah seorang (jangan dipakai)
4. Bulan jw. Bakdamulud : diomongkan jelek (boleh dipakai)
5. Bulan Jw. Bakdajumadilawal : sering kehilangan, banyak musuh (boleh dipakai)
6. Bulan Jw. Jumadilakhir : kaya akan mas dan perak
7. Bulan Rejeb : banyak kawan selamat
8. Bulan Jw. Ruwah : selamat
9. Bulan puasa : banyak bencananya (jangan dipakai)
10. Bulan Jw. Syawal : sedikit rejekinya, banyak hutang (boleh dipakai)
11. Bulan Jw. Dulkaidah : kekurangan, sakit-sakitan, bertengkar dengan teman
(jangan dipakai)
12. Bulan Jw. Besar : senang dan selamat
BULAN TANPA ANGGARA KASIH
Hari anggara kasih adalah selasa kliwon, disebut hari angker sebab hari itu
adalah permulaan masa wuku. Menurut adat Jawa malamnya (senin malam
menghadap) anggara kasih orang bersemedi, mengumpulkan kekuatan batin untuk
kesaktian dan kejayaan. Siang harinya (selasa kliwon) memelihara, membersihkan
pusaka wesi aji, empu mulai membikin keris dalam majemur wayang.
Bulan – bulan anggoro kasih tidak digunakan untuk mati, hajat-hajat lainnya
dan apa saja yang diangggap penting. Adapun bulan-bulan tanpa anggara kasih
adalah:
1. Dalam tahun Alib bulan 2 : Jumadilakhir dan besar
2. Dalam tahun ehe bulanl 2 dan : jumadilakhir
3. Dalam tahun jimawal bulan 2 : Suro dan rejeb
4. Dalam tahun Je bulan 2 : Sapar
5. Dalam tahun Dal bulan 2 : yaitu sapar dan puasa
6. Dalam tahun Be bulan 2 : mulud dan syawan
7. Dalam tahun wawu bulan 2 : Bakdomulud/syawal
8. Dalam tahuin Jimakir bulan 2 : Jumadilawal dan Dulkaidkah
SAAT TATAL
Saat tatal dibawah ini untuk memilih waktu yang baik untuk mantu juga untuk
pindah rumah, berpergian jauh dan memulai apa saja yang dianggap penting.
Ketentuan saat itu jatuh pada pasaran (tidak pada harinya ) :
1. Pasaran legi : mulai jam 06.00 nasehet.mulai jam 08.24 Rejeki : mulai jam 25.36
rejeki mulai dri jam 10 48 selamat, mulai jam 13.12 pangkalan atau (halangan)
mulai jam 15.36 pacak wesi
2. Pasaran pahing : mulai jam 06.00 rejeki, jam 08.24 selamat, jam 10.48 pangkalan,
jam 13.12 pacak wesi, jam 15.36 nasehat.
3. Pasaran pon : mulai jam 06.00 selamat, jam 08.24 pangkalan, jam 10.48 pacak
wesi, jam 13.12 nasehat, jam 15.36 rejeki
4. Pasaran wage mulai jam 06.00 pangkalan, jam 08.24 pacak wesi, jam 13.12
nasehat jam 15.36 selamat.
5. asaran kliwon, mulai jam 06.00 pacak wesi, jam 08.24 nasehat, jam 10.48 rejeki,
jam 13-12 selamat jam 13.36 pangkalan.
HARI PASARAN UNTUK PERKAWINAN
Neptu dan hari pasaran dijumlah kemudian dikurangi/dibuang enam-enam apabila
tersisa:
a. 1 jatuh, mati, (tidak baik) asalnya bumi
b. 2 jatuh, jodoh (baik) asalnya jodoh dengan langiT
c. 3 jatuh , selamat atau baik asalnya barat
d. 4 jatuh, cerai atau tidak baik asalnya timur
e. 5 jatuh, prihatin (tidak baik) asalnya selatan
f. 6 jatuh, mati besan (tidak baik) asalnya utara
Dalam berdagang orang jawa mempunyai petungan (prediksi) khusus untuk
mencapai sukses atau mendapatkan angsar (pengaruh nasib) yang baik, sehingga
menjadikan rezekinya mudah. Dalam “kitab primbon” (pustaka kejawen) terdapat
berbagai cara dan keyakinan turun-temurun yang harus dilakukan orang yang akan
melakukan kegiatan usaha perdagangan. Untuk memulai suatu usaha perdagangan
orang jawa perlu memilih hari baik, diyakini bahwa berawal dari hari baik perjalanan
usahapun akan membuahkan hasil maksimal, terhindar dari kegagalan.
Menurut pakar ilmu kejawen abdi dalem Karaton Kasunanan Surakarta, Ki
KRM TB Djoko MP Hamidjoyo BA bahwa berdasarkan realita supranatural,
menyiasati kegagalan manusia dalam usaha perlu diperhatikan. Prediksi menurut
primbon perlu diperhatikan meski tidak sepenuhnya diyakini. Menurut Kitab Tafsir
Jawi, dina pitu pasaran lima masing-masing hari dan pasaran karakter baik. Jika hari
dan pasaran tersebut menyatu, tidak secara otomatis menghasilkan karakter baik.
Demikian juga dengan bulan suku, mangsa, tahun dan windu, masing-masing
memiliki karakter baik kalau bertepatan dengan hari atau pasaran tertentu.
Golek dina becik (mencari hari yang baik) untuk memulai usaha dagang pada
hakekatnya adalah mencari perpaduan hari, pasaran, tahun, windu dan mangsa yang
menghasilkan penyatuan karakter baik. Misalnya pada hari rebo legi mangsa kasanga
tahun jimakir windu adi merupakan penyatuan anasir waktu yang menghasilkan
karakter baik.
Setiap karya akan berhasil sesuai dengan kodrat, jika dilakukan dalam kondisi
waktu yang netral dari pencemaran, sengkala maupun sukerta. Manusia diberi
kesempatan oleh Tuhan untuk berikhtiar menanggulangi sukerta dan sengkala dengan
melakukan wiradat. Misalnya dengan ruwatan atau dengan ajian rajah kalacakra,
sehingga kejadian buruk tidak menjadi kenyataan.
Orang yang akan membuka usaha pun dapat melakukan upaya sendiri pada
malam hari sebelum memulai usaha, yaitu berdoa mendasari doa kepada Tuhan
sambil mengucapkan mantera “rajah kalacakra Salam, salam, salam Yamaraja
jaramaya, yamarani niramaya, yasilapa palasiya, yamidora radomiya, yamidasa
sadamiya, yadayuda dayudaya, yasilaca silacaya, yasihama mahasiya.” Kemudian
menutup dengan mantera Allah Ya Suci Ya Salam sebanyak 11 kali. Untuk usaha
perdagangan orang jawa yang masih percaya pada petung, akan menggunakannya
baik untuk menentukan jenis barang maupun tempat berdagang dan sebagainya.
Petung tersebut didasarkan weton (kelahiran dari yang bersangkutan).
Orang jawa mempunyai keyakinan bahwa saat dilahirkan manusia tidak
sendirian karena disertai dengan segala perlengkapannya. Perlengkapan itu
merupakan sarana untuk bekal hidup dikemudian hari, yaitu bakat dan jenis pekerjaan
yang cocok. Di dalam ilmu kejawen kelengkapan itu dapat dicari dengan petung hari
lahir, pasaran, jam, wuku tahun dan windu.
Menurut Usman petung sekedar klenik atau gugon tuhon melainkan
merupakan hasil analisa dari orang-orang jawa pada masanya. Hasil analisa itu ditulis
dalam bentuk primbon. Dengan petungan jawa, orang dapat membuat suatu analisa
tentang anak yang baru lahir berdasarkan waktu kelahirannya. Misalnya anak akan
berhasil jika menjadi wartawan, atau sukses jika menjadi pedagang. Petung yang
demikian itu juga digunakan di dalam dunia perdagangan. Orang jawa masih
mempercayainya, akan menggunakan petung dengan cermat. Dari menentukan jenis
dagangan waktu mulai berdagang diperhitungkan. Semua sudah ada ketentuannya
berdasar waktu kelahiran yang bersangkutan.
Penerapan petung untuk usaha perdagangan akan menambah kemungkinan
dan percaya diri untuk meraih sukses. Kepercayaan diri akan membuat lebih tepat
dalam mengambil keputusan. Prediksi menurut petung di dalam perdagangan bukan
hanya ada pada budaya orang jawa saja. Dalam budaya Cina misalnya, hingga kini
perhitungan itu masih berperan besar, sekali pun pengusaha Cina itu sudah menjadi
konglomerat. Di Cina petung itu ada dalam Kitab Pek Ji atau Pak Che (delapan
angka) yang juga berdasarkan kelahiran seseorang, yaitu tahun kelahiran memiliki
nilai 2, bulan nilai 2, hari memiliki nilai 2 dan jam kelahiran nilai 2.
Meskipun orang lahir bersamaan waktu, rezeki yang diperoleh tidak sama
karena yang satu menggunakan petung sedangkan yang lainnya tidak. Banyak pula
orang yang tidak mempercayai petung. Mereka menganggapnya klenik atau tahayul.
Mereka berpendapat dengan rasionya dapat manipulasi alam. Anggapan demikian
belum pas, meskipun manusia dapat merekayasa, alam ternyata akan berjalan sesuai
dengan mekanismenya sendiri
Untuk perhitungan mendirikan / pindahan rumah
1. Pertama-tama yg diperhitungakan adalah Bulan Jawa, yaitu :
a. Bulan Sura = tidak baik
b. Bulan Sapar = tidak baik
c. Bulan Mulud (Rabingulawal) = tidak baik
d. Bulan Bakdamulud (Rabingulakir) = baik
e. Bulan Jumadilawal = tidak baik
f. Bulan Jumadilakir = kurang baik
g. Bulan Rejeb = tidak baik
h. Bulan Ruwah (Sakban) = baik
i. Bulan Pasa (Ramelan) = tidak baik
j. Bulan Sawal = sangat tidak baik
k. Bulan Dulkaidah = cukup baik
l. Besar = sangat baik
Berdasarkan perhitungan diatas, bulan yg baik adalah : Bakdamulud,
Ruwah, Dulkaidah, dan Besar.
2. Langkah kedua yaitu menghitung jumlah hari dan pasaran dari suami serta istri.
a. Suami = 29 Agustus 1973
- Rabu = 7
- Kliwon = 8
- Neptu (Total) = 15
b. Istri = 21 Desember 1976
- Selasa = 3
- Kliwon = 8
- Neptu (Total) = 11
Jumlah Neptu Suami + Istri = 15 + 11 = 36
3. Langkah ketiga, menghitung Pancasuda.
Jumlah ((Neptu suami + Neptu Istri + Hari Pindahan/Pendirian Rumah) : 5). Bila
selisihnya 3, 2, atau 1 itu sangat baik. Cara ini disebut PANCASUDA.
PANCASUDA :
a. Sri = Rejeki Melimpah
b. Lungguh = Mendapat Derajat
c. Gedhong = Kaya Harta Benda
d. Lara = Sakit-Sakitan
e. Pati = Mati dalam arti Luas
Lalu mengurutkan angka hari pasaran mulai dari jumlah yang paling kecil
yaitu (selasa (3) + wage (4) = 7), hingga sampai jumlah yang paling besar yaitu
(Sabtu (9) + Pahing (9) = 18.
1. 7 + 36 = 43 : 5 sisa 3 = Cukup Baik
2. 8 + 36 = 44 : 5 sisa 4 = Tidak Baik
3. 9 + 36 = 45 : 5 sisa 5 (yg habis dibagi 5 dianggap sisa 5) = Jelek Sekali
4. 10 + 36 = 46 : 5 sisa 1 = Baik Sekali
5. 11 + 36 = 47 : 5 sisa 2 = Baik
6. 12 + 36 = 48 : 5 sisa 3 = Cukup Baik
7. 13 + 36 = 49 : 5 sisa 4 = Tidak Baik
8. 14 + 36 = 50 : 5 sisa 5 = Jelek Sekali
9. 15 + 36 = 51 : 5 sisa 1 = Baik Sekali
10. 16 + 36 = 52 : 5 sisa 2 = Baik
11. 17 + 36 = 53 : 5 sisa 3 = Cukup Baik
12. 18 + 36 = 54 : 5 sisa 4 = Tidak Baik
Dari paparan tersebut diketahui hari baik untuk mendirikan rumah tinggal,
khusus bagi pasangan suami–istri yang hari-pasaran-lahir keduanya berjumlah 36
adalah :
1. Terbaik 1 :
a. hari-pasaran berjumlah 10 ( Selasa Pon, Jumat Wage dan Minggu Legi)
b. hari-pasaran berjumlah 15 (Rabu Kliwon, Kamis Pon dan Jumat Pahing)
2. Terbaik 2 :
a. hari-pasaran berjumlah 11 (Senin Pon, Selasa Kliwon, Rabu Wage dan
Jumat legi)
b. hari-pasaran berjumlah 16 (Rabu Pahing, Kamis Kliwon dan Sabtu Pon)
3. Terbaik 3 :
a. hari-pasaran berjumlah 7 (Selasa Wage)
b. hari-pasaran berjumlah 12 (Senin Kliwon, Selasa Pahing, Rabu Legi,
Kamis Wage dan Minggu Pon)
c. hari-pasaran berjumlah 17 (Kamis Pahing dan Sabtu Kliwon)
4. Selanjutnya pilih salah satu dari 21 hari baik yang berada dalam bulan Bulan
Bakdamulud, Bulan Ruwah, Bulan Dulkaidah dan Bulan Besar,yaitu:
a. Bulan Bakdamulud (Rabingulakir)
Bulan baik untuk mendirikan sesuatu termasuk rumah tinggal. Keluarga yang
bersangkutan mendapat wahyu keberuntungan, apa yang diinginkan
terlaksana, cita-citanya tercapai, selalu menang dalam menghadapi perkara,
berhasil dalam bercocok-tanam, berkelimpahan emas dan uang, mendapat doa
restu Nabi, dan lindungan dari Allah.
b. Bulan Ruwah (Sakban)
Bulan baik untuk mendirikan rumah tinggal. Rejeki melimpah dan halal,
disegani, dihormati dan disenangi orang banyak, mendapat doa Rasul.
c. Bulan Dulkaidah
Cukup baik, dicintai anak istri, para orang tua, saudara, dan handaitaulan.
Dalam hal bercocok-tanam lumayan hasilnya. Banyak rejeki dan cukup uang.
Keadaan keluarga harmonis, tentram, damai dan mendapatkan doa dari Rasul.
d. Bulan Besar.
Baik, banyak mendapat rejeki, berkelimpahan harta-benda dan uang. Anggota
keluarga yang berdiam di areal rumah-tinggalnya yang dibangun pada bulan
Besar merasakan ketentraman lair batin, serta dihormati.
Dalam astrologi Jawa juga dikenal adanya bintang, yang biasa disebut Wuku;
ada 30 wuku yang masing-masing mempunyai Dewa (Betara) pelindung (yang
kemudian sering dijadikan simbol dari wuku tersebut, seperti misalnya dalam zodiak
Sagitarius disimbolkan manusia dengan badan kuda sedang memanah), hari baik, hari
sial, dan watak serta bakat sendiri-sendiri. Ke 30 wuku tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Sinta dewa pelindung Dewa Betara Jamadipati
2. Landep dewa pelindung Dewa Betara Mahadewa
3. Wukir dewa pelindung Dewa Betara Mahajekti
4. Kurantil dewa pelindung Dewa Betara Langsur
5. Tolu dewa pelindung Dewa Betara Baju
6. Gumbreg dewa pelindung Dewa Betara Tjandra
7. Warigalit dewa.pelindung Dewa Betara Asmara
8. Warigagung dewa pelindung Dewa Betara Maharesi
9. Djulungwangi dewa pelindung Dewa Betara Sambu
10. Sungsang dewa pelindung Dewa Betara Gana
11. Galungan dewa pelindung Dewa Betara Kamadjaja
12. Kuningan dewa pelindung Dewa Betara Indera
13. Langkir dewa pelindung Dewa Betara Kala
14. Mandasija dewa pelindung Dewa Betara Brama
15. Djulungpudjud dewa pelindung Dewa Betara Guritna
16. Pahang dewa pelindung Dewa Betara Tantra
17. Kuruwelut dewa pelindung Dewa Betara Wisnu
18. Marakeh dewa pelindung Dewa Betara Surenggana
19. Tambir dewa pelindung Dewa Betara Siwah
20. Medangkungan dewa pelindung Dewa Betara Basuki
21. Maktal dewa pelindung Dewa Betara Sakri
22. Wuje dewa pelindung Dewa Betara Kuwera
23. Manahil dewa pelindung Dewa Betara Tjitragotra
24. Prangbakat dewa pelindung Dewa Betara Bisma
25. Bala dewa pelindung Dewa Betari Durga
26. Wugu dewa pelindung Dewa Betara Singdjalma
27. Wajang dewa pelindung Dewa Betari Sri
28. Kuwalu dewa pelindung Dewa Betara Sadana
29. Dukut dewa pelindung Dewa Betara Sakri
30. Watugunung dewa pelindung Dewa Betara Anantaboga
Dalam memperhitungkan perjodohan seorang harus menghitung jumlah naptu
dari hari pasaran kedua calon pengantin tersebut. Menurut kepercayaan di jawa,
apabila naptu dari dua orang yang akan dijodohkan berjumlah 25 maka hubungan
kedua belah tersebut tidak bisa dilanjutkan. Hal ini disebabkan 25 apabila dikurangi
24 tinggal satu (1) angka I ini tidak bisa dibagi dua (perkawinan melibatkan dua
orang). Angka 24 ini diambil dari angka 3 dikalikan 8, jadi pada pokoknya angka
yang paling dihindari adalah tiga (3). Angka tiga dianggap angka sial, karena angka
ini adalah angka pati, tali yang mengikat orang mati (Jawa=Pocongan) berjumlah tiga,
jumlah tali itulah yang kemudian dianggap sebagai jumlah angka yang membawa sial.
Dan nampaknya orang Jawa pada umumnya masih sangat mempercayai perhitungan
ini.
Selain perhitungan jumlah hari pasaran, perkawinan pada masa lalu juga
mempunyai pantangan tertentu, seseorang tidak boleh menikah dengan orang yang
RUBUH KARANG yaitu:
4. Orang yang tinggal saling berhadapan
5. Orang yang tinggal saling membelakangi (ketemu punggung)
6. Orang yang tinggal tepat bersebelahan di kanan kiri.
PRANATA MANGSA, MASIH PENTING BAGI PERTANIAN
Pranata mangsa (bahasa Jawa pranåtåmångså, berarti "ketentuan musim") adalah
semacam penanggalan yang dikaitkan dengan kegiatan usaha pertanian, khususnya untuk
kepentingan bercocok tanam atau penangkapan ikan.Pranata mangsa berbasis
peredaran matahari dan siklusnya (setahun) berumur 365 hari (atau 366 hari) serta memuat
berbagai aspek fenologi dan gejala alam lainnya yang dimanfaatkan sebagai pedoman dalam
kegiatan usaha tani maupun persiapan diri menghadapi bencana (kekeringan, wabah penyakit,
seranganpengganggu tanaman, atau banjir) yang mungkin timbul pada waktu-waktu tertentu.
Penanggalan seperti ini juga dikenal oleh suku-suku bangsa lainnya di Indonesia,
seperti etnik Sunda dan etnik Bali (di Bali dikenal sebagaiKerta Masa). Beberapa
tradisi Eropa mengenal pula penanggalan pertanian yang serupa, seperti misalnya pada etnik
Jerman yang mengenal Bauernkalendar atau "penanggalan untuk petani".
Pranata mangsa dalam versi pengetahuan yang dipegang petani atau nelayan
diwariskan secara oral (dari mulut ke mulut). Selain itu, ia bersifat lokal dan temporal
(dibatasi oleh tempat dan waktu) sehingga suatu perincian yang dibuat untuk suatu tempat
tidak sepenuhnya berlaku untuk tempat lain. Petani, umpamanya, menggunakan pedoman
pranata mangsa untuk menentukan awal masa tanam. Nelayan menggunakannya sebagai
pedoman untuk melaut atau memprediksi jenis tangkapan. Selain itu, pada beberapa bagian,
sejumlah keadaan yang dideskripsikan dalam pranata mangsa pada masa kini kurang dapat
dipercaya seiring dengan perkembangan teknologi.
Adapun perhitungan pranata mangsa beserta cirri-cirinya selama 1 tahun adalah
sebagai berikut ;
1. Mangsa KAJI/I : 22/23 Juni – 2/3 Agustus. Musim tanam Palawija
2. Mangsa KARO/II : 2/3 Agustus – 25/26 Agustus. Musim Kapuk bertunas, musim tanam
palawija kedua.
3. Mangsa KATELU/III : 25/26 Agustus – 18/19 September. Musim ubi-ubian bertunas,
mulai panen palawija.
4. Mangsa KAPAT/IV : 18/19 September – 13/14 Oktober. Musim sumur pada kering, kapuk
berbuah, baik untuk tanam pisang.
5. Mangsa KALIMA/V : 13/14 Oktober – 9/10 Nopember. Musim turun hujan, pohon asam
bertunas, pohon kunyit berdaun muda.
6. Mangsa KANEM/VI : 9/10 Nopember – 22/23 Desember. Musim buah-buahan mulai tua,
mulai menggarap sawah.
7. Mangsa KAPITU/VII : 22/23 Desember – 3/4 Pebruari. Musim Banjir, badai,longsor,
mulai tandur.
8. Mangsa KAWOLU/XIII : 3/4 Pebruari – 1/2 Maret. Musim Padi beristirahat, banyak ulat,
banyak penyakit.
9. Mangsa KASANGA/IX : 1/2 Maret – 26/27 Maret. Padi Berbunga, turaes (sejenis
serangga) ramai berbunyi.
10. Mangsa KADASA/X : 26/27 Maret – 19/20 April. Musim Padi berisi tapi masih
hijau, burung-burung membuat sarang, tanam palawija di lahan kering.
11. Mangsa DESTA/XI : 19/20 April – 12/13 Mei. Masih ada waktu untuk tanam palawija,
burung-burung menyuapi anaknya.
12. Mangsa SADA/XII : 12/13 April – 22/23 Juni. Musim menumpuk jerami, tanda-tanda
udara dingin di pagi hari.
(Sistem pertanaman padi masih setahun sekali)
Sejarah dan antropologi
Untuk masyaratak Jawa, bentuk formal pranata mangsa diperkenalkan pada masa
Sunan Pakubuwana VII (rajaSurakarta) dan mulai dipakai sejak 22 Juni 1856, dimaksudkan
sebagai pedoman bagi para petani pada masa itu.[6][7] Perlu disadari bahwa penanaman padi
pada waktu itu hanya berlangsung sekali setahun, diikuti oleh palawija atau padi gogo. Selain
itu, pranata mangsa pada masa itu dimaksudkan sebagai petunjuk bagi pihak-pihak terkait
untuk mempersiapkan diri menghadapi bencana alam, mengingat teknologi prakiraan
cuaca belum dikenal. Pranata mangsa dalam bentuk "kumpulan pengetahuan" lisan tersebut
hingga kini masih diterapkan oleh sekelompok orang dan sedikit banyak merupakan
pengamatan terhadap gejala-gejala alam.
Praktik pertanian sebelum 1960-an di Jawa masih tergantung pada kebaikan alam dan "Dewi
Sri".
Terdapat petunjuk bahwa masyarakat Jawa, khususnya yang bermukim di wilayah
sekitarGunung Merapi, Gunung Merbabu, sampai Gunung Lawu, telah mengenal prinsip-
prinsip pranata mangsa jauh sebelum kedatangan pengaruh dari India. Prinsip-prinsip ini
berbasis peredaran matahari di langit dan peredaran rasi bintang Waluku (Orion). Di wilayah
dengan tipe iklim Am menurut Koeppen ini, penduduknya menerapkan penanggalan berbasis
peredaran matahari dan rasi bintang sebagai bagian dari keselarasan hidup mengikuti
perubahan irama alam dalam setahun. Pengetahuan ini dapat diperkirakan telah diwariskan
secara turun-temurun sejak periode Kerajaan Medang (Mataram Hindu) dari abad ke-9
sampai dengan periode Kesultanan Mataram di abad ke-17 sebagai panduan dalam bidang
pertanian, ekonomi, administrasi, dan pertahanan (kemiliteran).
Perubahan teknologi yang diterapkan di Jawa semenjak 1970-an, berupa paket
intensifikasi pertanian seperti penggunaan pupuk kimia,kultivar berumur genjah (dapat
dipanen pada umur 120 hari atau kurang, sebelumnya memakan waktu hingga 180 hari),
meluasnya jaringanirigasi melalui berbagai bendungan atau bendung, dan terutama
berkembang pesatnya teknik prakiraan cuaca telah menyebabkan pranata mangsa (dalam
bentuk formal versi Kasunanan) kehilangan banyak relevansi. Isu perubahan iklim global
yang semakin menguat semenjak 1990-an juga membuat pranata mangsa harus ditinjau
kembali karena dianggap "tidak lagi dapat dibaca".
Kosmografi dan klimatologi
Pranata mangsa memiliki latar belakang kosmografi ("pengukuran posisi benda
langit"), pengetahuan yang telah dikuasai oleh orang Austronesia sebagai pedoman
untuk navigasi di laut serta berbagai kegiatan ritual kebudayaan. Karena
peredaran matahari dalam setahun menyebabkan perubahan musim, pranata mangsa juga
memiliki sejumlah penciri klimatologis.
Awal mangsa kasa (pertama) adalah 22 Juni, yaitu saat posisi matahari di langit
berada pada Garis Balik Utara, sehingga bagi petani di wilayah di antara Merapi dan Lawu
saat itu adalah saat bayangan terpanjang (empat pecak/kaki ke arah selatan). Pada saat yang
sama, rasi bintang Waluku terbit pada waktu subuh (menjelang fajar). Dari sinilah keluar
nama "waluku", karena kemunculan rasi Orion pada waktu subuh menjadi pertanda bagi
petani untuk mengolah sawah/lahan menggunakan bajak(bahasa Jawa: waluku).
Rasi Orion ("Waluku", bintang bajak) merupakan pedoman penting pada pranata
mangsa.Panjang rentang waktu yang berbeda-beda di antara keempat mangsa pertama (dan
empat mangsa terakhir, karena simetris) ditentukan dari perubahan panjang bayangan.
Mangsa pertama berakhir di saat bayangan menjadi tiga pecak, dan mangsa karo (kedua)
dimulai. Demikian selanjutnya, hingga mangsa keempat berakhir di saat bayangan tepat
berada di kaki, di saat posisi matahari berada padazenit untuk kawasan yang disebutkan
sebelumnya (antara Merapi dan Lawu).
Pergerakan garis edar matahari ke selatan mengakibatkan pemanjangan bayangan ke
utara dan mencapai maksimum sepanjang dua pecak di saat posisi matahari berada
pada Garis Balik Selatan (21/22 Desember), dan menandai berakhirnya mangsa kanem (ke-
6). Selanjutnya proses berulang secara simetris untuk mangsa ke-7 hingga ke-12. Sebuah jam
matahari di Gresik yang dibuat pada tahun 1776 secara eksplisit menunjukkan hal ini.
Mangsa ke-7 ditandai dengan terbenamnya rasi Waluku pada waktu subuh. Beberapa rasi
bintang, bintang, atau galaksi yang dijadikan rujukan bagi pranata mangsa adalah
Waluku, Lumbung (Gubukpèncèng, Crux), Banyakangrem (Scorpius), Wuluh (Pleiades
), Wulanjarngirim (alpha- dan beta-Centauri), serta Bimasakti. Batas-batas eksak
tanggal pada pranata mangsa versi Kasunanan (Jawa) merupakan modifikasi kecil terhadap
pranata mangsa yang sudah dikenal sebelumnya yang didasarkan pada posisi benda-benda
langit.
Secara klimatologi, pranata mangsa mengumpulkan informasi mengenai perubahan
musim serta saat-saatnya yang berlaku untuk wilayah Nusantara yang dipengaruhi oleh angin
muson, yang pada gilirannya juga dikendalikan arahnya oleh peredaran matahari. Awal
musim penghujan dan kemarau serta berbagai pertanda fisiknya yang digambarkan pranata
mangsa secara umum sejajar dengan hasil pengamatan klimatologi. Kelemahan pada pranata
mangsa adalah bahwa ia tidak menggambarkan variasi yang mungkin muncul pada tahun-
tahun tertentu (misalnya akibat munculnya gejala ENSO). Selain itu, terdapat sejumlah
ketentuan pada pranata mangsa yang lebih banyak terkait dengan aspek horoskop, sehingga
cenderung tidak logis
PRANATA MANGSA DAN CANDRA NYA BERDASARKAN PERHITUNGAN KALENDER
JAWA KUNO
1. Mangsa Kasa/Sura :
Candrane : Sotya murca saking embanan. Sotya =mutiara, murca = hilang. Pindhane mutiara
coplok saka embane. Akeh godhong padha rontok, wit-witan padha ngarang. Awal mangsa
ketiga.
Umure : 41 dina. 22 Juni – 1 Agustus.
2. Mangsa Karo :
Candrane : Bantala rengka.Bantala = lemah, rengka = pecah. Lemah-lemah padha
nela.Mangsane paceklik larang pangan.
Umure : 23 dina. 2 Agustus – 24 Agustus.
3. MangsaKatelu:
Candrane : Suta manut ing bapa. Suta = anak. Pindhane anak manut marang bapake.
Pungkasane mangsa ketiga. Lung-lungan, bangsane gadung, wi, gembili padha mrambat.
Umure : 24 dina. 25 Agustus – 17 September
4. Mangsa Kapat :
Candrane : Waspa kumembeng jroning kalbu. Waspa = eluh, kumembeng = kembeng,
kebak, kalbu = ati. Pindhane eluh kebak ing jerone ati. Sumber padha garing.Awal mangsa
labuh.
Umure : 25 dina. 18 Sptember – 12 Oktober.
5. Mangsa Kalima:
Candrane: Pancuran mas sumawur ing jagat. Mas pindane udan. Wiwit ana udan.
Para among tani wiwit padha nggarap sawah.
Umure : 27 dina. 13 Oktober – 8 Nopember.
6. Mangsa Kanem :
Candrane : Rasa mulya kasucian. Pindhane mulya-mulya rasa kang suci. Woh-wohan
bangsane pelem lsp wiwit padha awoh. Pungkasane mangsa labuh. Udan wiwit
akeh lan deres.
Umure : 43 dina. 9 Nopember – 21 Desember.
7. Mangsa Kapitu :
Candrane : Wisa kentir ing maruta. Wisa = racun, penyakit; kentir = keli, katut ; maruta =
angin. Pindhane : Penyakit akeh, akeh wong lara.
Umure : 43 dina. 22 Desember – 2 Pebruari.
8. Mangsa Kawolu :
Candrane : Anjrah jroning kayun. Anjrah = sumebar, warata; kayun = karep, kapti. Pindhane
akeh pangarep-arep. Para among tani padha ngarep-arep asile tanduran. Wit pari padha
mbledug.
Umure: 26 dina. 3Pebruari – 28 Pebruari.
9. Mangsa Kasanga :
Candrane : Wedharing wacana mulya. Wedhar = wetu; wacana = pangandikan, swara, uni;
mulya = mulia, endah. Pindhane akeh swara kang keprungu endah, kepenak. Garengpung
padha muni, gangsir padha ngethir, jangkrik padha ngerik.
Umure: 25dina. 1 Maret – 25 Maret.
10. Mangsa Kasepuluh/Kasadasa :
Candrane : Gedhong mineb jroning kalbu. Pindhane akeh kewan padha meteng. Kucing
padha gandhik.Manuk padha ngendhog.
Umure : 24 dina. 26 Maret – 18 April.
11. Mangsa Dhesta :
Candrane : Sotya sinarawedi. Sotya = mutiara; sinarawedi = banget ditresnani (?). Pindhane
kaya mutyara kang banget ditresnani. Mangsane manuk ngloloh anake. Mangsa mareng.
Umure : 23 dina. 19 April – 11 Mei.
12. Mangsa Sada :
Candrane : Tirta sah saking sasana. Tirta = banyu; sah = ilang; sasana = panggonan.
Pindhane wong-wong ora kringeten jalaran mangsa bedhidhing (adhem). Akhir mangsa
mareng.
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Dari uraian materi di atas, dapat kami simpulkan bahwa :
1. Sejarah penaggalan jawa berawal dari kalender Saka yang dibawa oleh Aji Saka
berasal dari India, dan kemudian diganti menjadi kalender Jawa yang sangat bercorak
Islam dan sama sekali tidak lagi berbau Hindu atau budaya India oleh Sultan Agung
Prabu Hanyokrokusumo.
2. Kalender Jawa-Islam merupakan kalender dengan sistem matematis yang
mendasarkan penghitungan harinya dengan hitungan matematik dari fenomena alam.
3. Metode yang digunakan oleh masyarakat Jawa dalam menentukan penanggalan
adalah Metode Ajumgi, Metode Amiswon, Metode Aboge, Metode Asapon
4. Penetapan pergantian hari ketika pergantian sasi/bulan. Kalender Jawa menetapkan
bahwa pergantian hari ketika pergantian sasi waktunya adalah tetap yaitu pada saat
matahari terbenam (surup – antara pukul 17.00 sampai dengan 18.00), sedangkan
pergantian hari ketika pergantian sasi/bulan pada penanggalan Hijriah ditentukan
melalui Hilal dan Rukyat.
5. Dalam melakukan hajat perkawinan, mendirikan rumah, bepergian dan sebagainya,
kebanyakan orang jawa dahulu mendasarkan atas hari yang berjumlah 7(senin-
minggu) dan pasaran yang jumlahnya ada 5.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Kalender_Jawa
http://rasyidassaify.blogspot.com/2012/03/sistem-penanggalan-jawa.html
http://www.babadbali.com/pewarigaan/kalender-jawa.htm
Widodo Sahid T, Kundharu S.2012. Petangan Tradition In Javanese Personal Naming
Practice: An Ethnoliguistic Study. GEMA Online™ Journal of Language
Studies : Volume 12(4)
“Spiritual Astrology, The Ancient Art of Self Empowerment, Bhakti Seva, Terjemahan
Bebas, Re-editing , dan Catatan Oleh Anand Krishna”, Gramedia Pustaka
Utama, 2010.