sejarah logika
TRANSCRIPT
SEJARAH LOGIKA
Makalah Ini ditujukan Sebagai Tugas pada Matakuliah
“Mantiq”
Disusun Oleh:
Muhtarom
PAI 5A
Program Study Pendidikan Agama Islam
Fakultas Tarbiyah
INSTITUT AGAMA ISLAM SUNAN GIRI
PONOROGO
2014
i
HUBUNGAN MASYARAKAT
Makalah Ini ditujukan Sebagai Tugas pada Matakuliah
“Tafsir Tarbawi”
Disusun Oleh:
Muhtarom
Dosen Pengampu:
NURUL MALIKAH, M.PD
Program Study Pendidikan Agama Islam
Fakultas Tarbiyah
INSTITUT AGAMA ISLAM SUNAN GIRI
PONOROGO
2014
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam yang telah menciptakan
bumi seisinya untuk dipelihara dan digunakan manfaatnya dengan sebaik-baiknya,
serta menjadikan manusia makluk yang sempurna untuk berfikir dan berkembang
lebih maju sehingga penulis dapat menyelasaikan penulisan makalah ini.
Sholawat salam senantiasa tersanjungkan kepada junjungan kita Nabi
agung Muhammad SAW. Yang senantiasa diharapkan syafaat darinya besok
dihari pembalasan.
Makalah ini disusun sebagai tugas untuk memenuhi persyaratan dalam
mengikuti proses belajar pada mata kuliah Mantiq yang diampu oleh Ibu Nurul
Malikah yang setia mendampingi dan membimbing kami dalam proses belajar.
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
dosen pembimbing yang telah memberi motivasi dan pengarahan dalam
melaksanakan tugas ini.
Pada akhirnya hanya kepada Allah lah penulis berserah diri dan berharap
semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.
Ponorogo, 20 April 2014
Penulis
DAFTAR ISI
iii
HALAMAN SAMPUL…………………………………………………….........i
HALAMAN JUDUL……………………………………………………….........ii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………...iii
DAFTAR ISI…...….………………………………………………………..........iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………..………..1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………1
C. Tujuan……………………………………………………………………..1
BAB II PEMBAHASAN
A. Arti dan sejarah singkat logika………………………………………
B. Prinsip-Prinsip Dasar Logika………………………………………..
C. Arti Ilmu dan Pikiran dalam logika…………………………………
D. Asas-asas pemikiran…………………………………………………..
E. Cara mendapatkan kebenaran dan pembagian logika……………
F. Manfaat Logika………………………………………………………
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………............10
B. Saran………………………………………………………………..…….11
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB II
PEMBAHASAN
A. Arti dan sejarah singkat logika
Logika adalah bahasa latin yang berasal dari kata ‘logos’ yang berarti
perkataan atau sabda. Istilah lain yang digunakan sebagai gantinya adalah
mantiq, kata arab yang diambil dari kata kerja nataqa yang berarti berkata atau
berucap. Dalam bahasa sehari- hari sering mendegar kata logis dan tidak logis.
Yang dimaksud logis adalah masuk akal , dan tidak logis adalah sebaliknya.
dalam buku Logic and Language of Education, mantiq disebut sebagai
“penyelidikan tentang dasar-dasar dan metode-metode berpikir benar”.
Sedangkan dalam kamus Munjid disebut sebagai “hukum yang memelihara hati
nurani dari kesalahan dalam berpikir”. Prof. Thalib Thahir A. Mu’in membatasi
dengan “ilmu untuk menggerakkan pikiran kepada jalan yang lurus dalam
memperoleh suatu kebenaran”. Sedangkan Irving M.Copi menyatakan,
“Logika adalah ilmu yang mempelajari metode dan hukum-hukum
yang digunakan untuk membedakan penalaran yang betul dari penalaran
yang salah”.
Kata logika rupa-rupanya dipergunakan pertama kali oleh Zeno dari
Citium. Kaum Sofis, Socrates dan plato harus dicatat sebagai perintis lahirnya
logika. Logika lahir sebagai ilmu atas jasa Aristoteles ,Theoprostus dan kaum
Stoa. Aristoteles meninggalkan enam buah buku yang oleh murid-muridnya
diberi nama Organon. Buku tersebut diantaranya adalah :
1. Categoriae menguraikan pengertian-pengertian
2. De interpretatione tentang keputusan-keputusan
3. Analytica Posteriora tentang pembuktian
4. Analytica Priora tentang Silogisme
5. Topica tentang argumentasi dan metode berdebat
6. De sohisticis elenchis tentang kesesatan dan kekeliruan berpikir
v
Theoprostus mengembangkan logika Aristoteles ini, sedangkan kaum Stoa
mengajukan bentuk-bentuk berfikir yang sistematis. Buku-buku inilah yang
menjadi dasar logika tradisional. Pada masa penerjemahan ilmu-ilmu Yunani
kedalam dunia Arab yang dimulai pada abad II Hijriah logika merupakan bagian
yang amat menarik minat kaum muslimin. Selanjutnya logika dipelajari secara
meriah dalam kalangan luas, menimbulkan berbagai pendapat dalam
hubungannya dalam masalah agama. Ibnu Sholeh dan Imam Nawawi
menghukumi haram mempelajari mantiq sampai mendalam. Al-Ghozali
menganjurkan dan menganggap baik, sedangkan menurut jumhur ulama
membolehkan bagi orang-orang yang cukup akalnya dan kokoh imannya.
Filusuf Al-Kindi, mempelajari dan menyilidiki logika Yunani secara khusus dan
studi ini dilakukan lebih mendalam oleh Al-Farabi. Ia mengadakan penyelidikan
mendalam atas lafal dan menguji kaidah-kaidah mantiq dalam proposisi-
proposisi kehidupan sehari-hari untuk membuktikan benar salahnya, merupakan
suatu tindakan yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
Selanjutnya logika mengalami masa dekadensinya yang panjang. Logika
menjadi sangat dangkal dan sederhana sekali. Masa itu dipergunakan buku-buku
logika seperti Isagoge, dari Porphirius, Fons Scientie dari John Damascenus,
buku-buku komentar logika dari Bothius, buku sistematisasi logika dari Thomas
Aquinas, kesemuanya mengembangkan logika Aristoteles.
Pada abad XIII sampai dengan abad XV tampillah Petros Hispanus, Roger
Bacon, Raindus Lullus dan Wilhelm Ocham mengetengahkan logika yang
berbeda sekali dengan metode Aristoteles yang kemudian kita kenal dengan
logika modern. Raidus Lullus mengemukakan metode baru logika yang disebut
Ars Magna, semacam Aljabar pengertian dengan maksud membuktikan
kebenaran-kebenaran tertinggi. Penemuan-penemuan baru pada abad XVII dan
XVIII ketika Prancis Bacon mengembangkan metode induktif, ia menyusun
buku Novum Organum Scientiarum. W. Leibnitz menyusun logika Aljabar untuk
membikin sederhana pekerjaan akal serta memberi kepastian. Emanuel Kant
menemukan logika transidental (logika yang menyelidiki bentuk-bentuk
pemikiran yang mengatasi batas pengalaman). Pada abad XIX logika dipandang
vi
sebagai sekedar peristiwa psikologis dan metodis seperti yang diajarkan oleh W.
Wund, J. Dewey dan M. Baldiwin. Nama-nama seperti George Boole, Bertrand
Rusel dan G. frege harus dicatat sebagai tokoh yang banyak berjasa dalam
kehidupan logika modern.
Jonh stuact miil (1806-1873) dengan karyanya system of logic berharap
dan berkeyakinan bahwa jasa metodehnya bagi logika induktif sama besarnya
dengan aris toteles bagi logika deduktif. Rumusan metode induktif J.S. Mill
dimaksudkan untuk menemukan hubungan kausal antara fenomena (gejala). Mill
merumuskan sebab (kausal) suatu kejadian sebagai seluruh jumlah kondisi positif
dan negative Yang di perlukan. Metodenya adalah:
1. Method of agreement: metode mencocokkan
Sebab di simpulkan dari adanya kecocokan sumber kejadian. Misalnya
semua anak yang sakit perut membeli es sirup yang di jual di depan sekolah, maka
es sirup itu yang menjadi sebab sakit perut mereka.
2. Method of difference: metode membedakan
Sebab di simpulkan dari adanya kelainan dalam peristiwa yang terjadi.
Misalnya: seorang A yang sakit perut mengatakan telah makan sop buntut, nasi,
rendang, dan buah dari kaleng. Sedangkan B yang tidak sakit perut mengatakan
telah makan sop buntut, nasi, dan rendang. Maka di simpulkan bahwa buah dari
kaleng yang menyebabkan sakit perut[16] .
3. Joint Method Of Agreement And Difference: Mitode ini mencocokkan dan
membedakan. Metode ini gabungan dari metode satu dan dua.
4. Method Of Concomitant Variations: Metode Perubahan Selang Saling
Yang Seiring.
Metode ini merupakan pembaruan dari ketiga metode diawal dan dalam
penggunaannya luas. Apabila ketiga metode diatas bersifat kualitatif, sedangkan
metode perubahan selang seling yang seiring dapat disebut sebagai metode
kuantitatif pertama dari penyimpulan induktif.
vii
5. Method Of residues: Metode Menyisakan
Metode ini dibcarakan / dapat dikatakan deduktif karena bertumpu kuat
pada hukum-hukum kausal yang sudah terbukti sebelumnya. Namun demikian
kendati terdapat premis-premis yang berupa hukum-hukum kausal.
Kesimpulannya metode ini sifatnya probable dan tidak dapat di deduksikan secara
sah dari premis-premisnya[17].
Hendry Newman juga memberikan jasa pada pemikiran tentang logika
dalam karyanya Essay In Aid Of Grammar Of Assent (1870) dalam bukunya
tersebut terdapat tiga macam bentuk pemikiran:
1. Formal Inference (bentuk pemikiran ini kesimpulan diambil dari premis-
premis yang dirumuskan dengan tajam menurut peraturan logika).
2. Informal Inrference (bentuk pemikiran ini merupakan sarana untuk
mengetahui benda-benda individual konkret ).
3. Natural Inference (bentuk ini adalah bentuk pemikiran kita sehari-hari).
B. Prinsip-Prinsip Dasar Logika
Setiap ilmu pengetahuan didasarkan atas asas-asas atau prinsip-prinsip
dasar tertentu, asas atau prinsip dasar dalam ilmu adalah pernyataan-pernyataan
atau kebenaran-kebenaran yang sangat mendasar yang menjadi landasan bagi
berbagai (teori atau hukum) yang akan dikembangkan didalam ilmu yang
bersangkutan. Karena sifatnya sebagai dasar seperti itu, maka prinsip dasar harus
merupakan suatu kebenaran yang sudah jelas dengan sendirinya dan tidak perlu di
buktikan kebenarannya[23].
Prinsip dasar dalam logika adalah semua kebenaran yang dianggap benar
dalam logika. Semua pikiran harus didasarkan atas kebenaran itu agar penalaran
kita valid. Mehra dan Burhan menyebutkan bahwa prinsip-prinsip atau hukum-
hukum dalam logika dikemukakan oleh para pakar pikir dengan istilah yang
berbeda. Uberweg menyebutnya “Axioms of Inference” sedangkan Mill
menamainya “Universal Postulates of All Reasionings”[24].
viii
Menurut Aristoteles, prinsip dasar dalam logika itu ada tiga
jumlahnya, yaitu: (1) prinsip identitas (law of identity); (2) prinsip kontradiksis
(law of contradiction); dan (3) prinsip tiada jalan tengah (law of ecluded middle).
Tokoh filosofis modern Leibnitz menambahkan satu hukum lagi yaitu (4) prinsip
alasan yang mencukupi (law of suffient reason)[25]. Agar lebih jelas, berikut ini
paparannya secara singkat satu demi satu.
1. Prinsip Identitas (The principle of identity)
Aksioma pertama tersebut bunyi hukumnya adalah “suatu itu adalah suatu
itu” atau ”sesuatu itu adalah dirinya sendiri” atau “A=A”. “A” adalah merupakan
variabel yang dapat diisi oleh sembarang konstanta. Turunan atau konstantadari
variable “A” misalnya dapat berbunyi “Aku” maka akan berlaku: “Aku” adalah
“Aku” atau “Aku” adalah Diriku sendiri”[26].
Dari prinsip diatas dapat diambil contoh seperti Allah SWT sebagai tuhan
sangat berbeda dengan tuhan-tuhan lain selain dirinya. Jadi dari contoh ini kita
dapat simpulkan bahwa bahwa Allah sebagai tuhan ummat islam tidak sama
dengan tuhan orang Hindu, Buda, Kristen dan lain-lain.
2. Prinsip Nonkontradiksi (The Principle Of Noncontradiction)
Prinsip nonkontradiksi dapat dirumuskan sebagai berikut: ”Tiap-tiap hal
itu tidak dapat positif dan negatif dalam waktu yang bersamaan” atau lebih tegas
lagi: ”Pengakuan dan pengingkaran suatu pernyataan tidak mungkin keduanya
benar”. Ambillah contoh sederhana , tidak mungkin “Ahmad adalah mahasiswa”
dan “Ahmad adalah bukan mahasiswa” benar pada saat yang sama[27]. Kita
contohkan lagi tidak mungkin orang yang mencuri dikatakan lagi beriman kepada
Allah SWT.
Jelas pula, bahwa prinsip nonkontradiksi merupakan lanjutan logis dari
prinsip identitas yang sudah diuraikan. Karena tiap hal itu sama dengan
dirinya sendiri, maka pernyataan kontradiktif tidak diizinkan karena justru
ix
mengaburkan identitas hal tertentu. Karena itu prinsip yang kedua ini disebut
prinsip nonkontradiksi.
Prinsip nonkontradiksi juga langsung, analitis, dan jelas dengan sendirinya
sifatnya. Kita tidak membutuhkan trem pembanding (terminus medius, term
penengah) untuk membuktikannya cukup hanya mengerti akan arti ada dan tiada,
ada yang sebenarnya dan kemudian membandingkannya. Asal seorang masih
seorang manusia yang waras tentu (mau tidak mau) akan melihat kebenaran
mutlaknya[28]
3. Prinsip Tiada Jalan Tengah (The Principle Of Excluded Middle)
Prinsip ini berbunyi, “Sesuatu haruslah negatif atau positif”. Rumusnya A
mestilah B atau bukan B. Pada dasarnya, dari hukum ini dapat ditarik suatu makna
bahwa suatu (benda) tidak mungkin memiliki dua sifat yang berlawanan. Sesuatu
(benda) hanya memiliki sifat salah satu di antaranya. Jevons mengatakan bahwa
dalam hukum ini tidak mungkin ada alternatif yang ketiga atau jalan tengah.
Jawabannya haruslah “ya” atau “tidak”[29].
4. Prinsip Alasan Yang Mencukupi (The Principle Of suffient Reason)
Prinsip keempat ini dapat dianggap sebagai penegasan dan pelengkap
tehadap prinsip pertama, menurut prinsip identitas setiap sesuatu itu identik
dengan dirinya sendiri, nah dalam realitas kita kadang melihat proses perubahan ,
contoh daun asalnya hijau berubah kuning kemudian menjadi coklat, nah
bagaimana penjelasan perubah tersebut ? maka prinsip alasan yang mencukupi
menyatakan bahwa jika sesuatu berubah maka harus ada alasan yang mencukupi
yang dapat menerangkan perubahan tersebut. Misalnya , sebuah benda jatuh
kebumi karena ditarik oleh gaya tarik bumi dan benda lain kebetulan tidak ada
benda yang menahannya[30]
C. Arti Ilmu dan Pikiran dalam logika
Dalam bahasa Indonesia ilmu seimbang artinya dengan Science dan
dibedakan pemakaiannya secara jelas dengan kata “pengetahuan”. Dengan kata
x
lain ilmu dan pengetahuan mempunyai pengertian yang berbeda secara mendasar.
Pengetahuan adalah hasil dari aktifitas mengetahui yakni tersingkapnya suatu
kenyataan kedalam jiwa hingga tidak ada keraguan terhadapnya. harus berhati-
hati dalam menggunakan kata pengetahuan dan ilmu dari apa yang kita tangkap
dalam jiwa. Pengetahuan sudah puas dengan menangkap tanpa ragu kenyataan
sesuatu, sedangkan ilmu menghendaki penjelasan lebih lanjut dari sekedar apa
yang dituntut oleh pengetahuan.
Dalam pengetahuan modern dikenal pembagian ilmu atas kelompok ilmu A
Pasteriori, dasn kelompokilmu a Priori. Ilmu A Pasteriori adalah ilmu
pengetahuan yang kita peroleh dari pengalaman indrawi seperti ilmu kimia, alam,
hayat, kesehatan dan semua ilmu yang bersumber pada pengalaman. Sedang ilmu
a Priori adalah ilmu-ilmu yang tidak kita peroleh dari pengalaman dan percobaan,
tetapi bersumber pada akal itu sendiri. Kebenaran ilmu ini tidak dapat ditemukan
dan dikembalika kepada data empiris sebagai mana ilmu-ilmu A Pasteriori,
melainkan kepada akal.semua ilmu yang tidak bergantung kepada pengalaman
dan ekjusperimen termasuk dalam kelompok ini termasuk juga logika.
Psikologi mempelajari pikiran dan kerjanya tanpa menyinggung sama
sekali urusan benar salah. Sebaliknya urusan benar dan salah menjadi masalah
pokokdalam logika. Logika tidak mempelajari cara berfikir dari semua ragamnya,
tetapi pemikiran dalam bentuk yang paling sehar dan praktis. Banyak jalan
pemikiran dipengaruhi oleh keyakinan, pola berfikir kelompok, kecenderungan
pribadi, pergaulan dan sugesti. Ada juga pemikiran pemikiran yang diungkapkan
dengan argument yang secara selintas kelihatan benar untuk memutarbalikkan
kenyataan dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi maupun golongan.
Logika menyelidiki, menjaring dan menilai pemikiran dengan cara serius dan
terpelajar serta bertujuan mendapatkan kebenaran, terlepas dari segala
kepentingan dan keinginan perorangan. Ia merumuskan serta menerapkan hokum-
hukum dan patokan-patokan yang harus ditaati agar manusia dapat berfikir benar,
efisien dan teratur. Dengan demikian ada dua obyek penyelidikan logika, pertama,
pemikiran sebagai obyek material dan kedua, patokan-patokan atau hukum-
hukum berfikir benar dengan sebagai obyek formalnya.
xi
D. Asas-asas pemikiran
Dalam aktivitas berpikir tidak boleh melalaikan patokan pokok yang oleh
logika disebut asas berpikir. Asas pemikiran adalah pengetahuan dimana
pengetahuan lain muncul dan di mengerti. Kapasitas asas ini bagi kelurusan
berpikir adalah mutlak, dan salah benarnya suatu kebenaran suatu pemikiran
tergantung terlaksana tidaknya asa-asas. Ia adalah dasar daripada pengetahuan dan
ilmu.Asas pemikiran ini dapat dibedakan menjadi:
1. Asas identitas
Ia adalah dasar dari semua pemikiran dan bahkan asas pemikiran yang
lain. Kita tidak mungkin dapat berpikir tanpa asas. Prinsip ini mengatakan bahwa
sesuatu itu adalah dia sendiri bukan lainnya. Jika kita mengetahui bahwa sesuatu
itu Z maka ia adalah Z dan bukan A atau B. bila kita beri rumusan akan berbunyi:
“Bila proposisi itu benar maka akan membuat benarlah ia”.
2. Asas kontradiksi
Prinsip ini mengatakan bahwa pengingkaran sesuatu tidak mungkin sama
dengan pengakuannya,. Jika ia mengakui bahwa sesuatu itu bukan A maka tidak
mungkin pada saat itu ia adalah A, sebab realitas ini hanya satu sebagaimana
disebut oleh asas identitas.
3. Asas penolakan kemungkinan ketiga
Asas ini mengatakan bahwa antara dua pengakuan dan pengingkaran
kebenarannya terletak pada salah satunya. Pengakuan dan pengingkaran
merupakan pertentangan mutlak, karena itu disamping tidak mungkin benar
keduanya juga tidak mungkin salah keduanya. Jika dirumuskan akan berbunyi
”Suatu proposi selalu dalam keadaan benar atau salah”.
E. Cara mendapatkan kebenaran dan pembagian logika
Ada dua cara berpikir yang dapat kita gunakan untuk mendapatkan
pengetahuan baru yang benar, yaitu melalui metode induksi dan deduksi. Induksi
adalah cara berpikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-
kasus yang bersifat individual. Penalaran ini dimulai dari kenyataan-kenyataan
xii
yang bersifat khusus dan terbatas diakhiri dengan pertanyaan yang bersifat
umum.
Contohnya: “Besi dipanaskan memuai”.
“Seng dipanaskan memuai”.
Cara penalaran ini mempunyai dua keuntungan. Pertama, kita dapat
berpikir secara ekonomis. Untuk mendapatkan pengetahuan bahwa: semua logam
memuai bila dipanaskan, kita tidak usah membuat penyelidikan terhadap setiap
logam, tetapi cukup sebagian daripadanya. Kedua, pernyataan yang dihasilkan
melalui cara berpikir induksi tadi memungkinkan proses penalaran selanjutnya,
baik secara induktif maupun secara deduktif. Sedangkan deduksi adalah kegiatan
berpikir merupakan kebalikan dari penalaran induksi. Deduksi adalah cara
berpikir dari pernyataan yang bersifat umum, menuju kesimpulan yang bersifat
khusus. Dengan penalaran deduktif kita mendapat pengetahuan yang terpercaya.
Jadi antara penalaran induksi dan deduksi mempunyai hubungan sangat erat.
Logika dapat disistematiskan menjadi beberapa golongan. Dilihat dari segi
kualitasnya, Mantiq/Logika dapat dibedakan menjadi Logika Naturalis yaitu
kecakapan berlogika berdasarkan kemampuan akal bawaan manusia. Akal
manusia yang normal dapat bekerja secara spontan sesuai hukum-hukum logika
dasar. Bagaimanapun rendahnya inteligensi seorang ia dapat membedakan bahwa
sesuatu itu adalah berbeda dengan sesuatu yang lain, dan bahwa dua kenyataan
yang bertentangan tidaklah sama. Kemampuan berlogika naturalis pada tiap-tiap
orang berbeda-beda tergantung tingkatan pengetahuannya.
Untuk mengatasi yang tidak dapat ditanggulangi oleh Mantiq al-Fitri,
manusia menyusun hukum-hukum patokan-patokan, rumus-rumus berpikir lurus.
Logika ini disebut Logika Artifisialis atau Logika Ilmiah (Mantiq As-Suri) yang
bertugas membantu mantiq al-Fitri. Mantiq ini memperhalus, mempertajam serta
menunjukkan jalan pemikiran agar akal dapat bekerja lebih teliti, efisien, mudah
dan aman. Dilihat dari metodenya dapat dibedakan atas Logika Tradisonal
(Mantiq al-Qadim) dan Logika Modern (Mantiq al-Hadis).
Logika tradisional adalah Logika Aristoteles, dan Logika daripada Logikus
yang lebih kemudian, tetapi masih mengikuti sistem Logika Aristoteles. Para
xiii
logikus setelah Aristoteles tidak membuat perbahan atau mencipta sistem baru
dalam Logika kecuali hanya membuat komentar yang menjadikan Logika
Aristoteles lebih elegant dengan sekedar mengadakan perbaikan-perbaikan dan
membuang hal-hal yang tidak penting dari Logika Aristoteles. Logika modern
tumbuh dan dimulai pada abad XIII.
F. Manfaat Logika
Keseluruhan informasi keilmuan merupakan suatu sistem yang bersifat
logis, karena itu science tidak mungkin melepaskan kepentingannya terhadap
Logika. Logika membantu manusia berpikir lurus, efisien, tepat dan teratur untuk
mendapatkan kebenaran dan menghindari kekeliruan. Dalam segala aktivitas
berpikir dan bertindak, manusia mendasarkan diri atas prinsip ini. Logika
menyampaikan kepada berpikir benar, lepas dari berbagai prasangka emosi dan
keyakinan seseorang, karena itu ia mendidik manusia bersikap obyektif tegas dan
berani, suatu sikap yang dibutuhkan dalam segala suasana dan tempat.
Secara singkat manfaat logika dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Logika dapat digunakan untuk menjelaskan atau menyatakan prinsip-prinsip
abstrak yang dapat dipakai dalam berbagai ilmu pengetahuan.
2. Logika dizaman sekarang dapat digunakan sebagai alat untuk membedakan
hal yang benar dari yang palsu.
3. Logika dapat meningkatkan intelektual cara berpikir kita dalam menanggapi
suatu permasalahan.
4. Logika membuat kita terlepas dari hal-hal yang dapat membuat kita keliru
entah itu emosi atau prasangka.
5. Logika juga dapat membantu kita untuk berpikir lurus tentang suatu hal atau
biasa disebut dengan kritis.
xiv